transkrip dialog radio judul: mengupas modus...

15
TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus Gratifikasi Pejabat Negara Diselenggarakan atas kerjasama KHN dengan Kantor Berita Radio (KBR) 68 H Jakarta Tempat : Ruang Perpustakaan KHN, Lantai 2, Jalan Diponegoro 64 Jakarta Pusat Hari/Tanggal : Rabu, 7 Mei 2014 Waktu : Pukul 13.00-14.00 WIB Narasumber : 1. Frans Hendra Winarta (Anggota KHN RI) 2. Jeremiah Limbong (YLBHI) 3. Giri Suprapdiono (Direktur Grativikasi KPK) Host : Selamat Siang kita berjumpa lagi dalam dialog hukum, saya Vivie Zabkie bersama Anda. Kita bersiaran langsung dari ruang perpustakaan Komisi Hukum Nasional RI Lantai 2, Jl. Diponegoro no.64 Jakarta Pusat. Saudara, siaran bisa Anda simak di 50 radio jaringan KBR. Dan siang ini, saya mengajak Anda Mengupas Modus Gratifikasi Pejabat Negara. Ya, ini produsen ipod, Apple agak senang mungkin, tapi bisa juga gak senang juga karena agak populer, ketika anak dari Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi menikah pada bulan Maret 2014 lalu, rupanya tamu undangan dapat cenderamata berupa ipod. Nah, tamu undangan ini karena yang menikah adalah anak Sekretaris MA, kan terdiri dari para pejabat negara. Nah, kemudian ini menjadi kontroversi, karena beberapa undangan yang mendapatkan cenderamata tersebut sudah mengembalikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan beberapa undangan memilih tidak mengembalikannya dengan berbagai argumentasi, terutama karena pemberian itu tidak dianggap sebagai gratifikasi, sebagaimana tercantum dalam UU. Nah, itu hanyalah salah satu bentuk dari gratifikasi. Ada cara-cara lain pemberian gratifikasi pada pejabat negara. Nah, kita akan kupas dalam diskusi

Upload: dangquynh

Post on 05-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

TRANSKRIP DIALOG RADIO

Judul: Mengupas Modus Gratifikasi Pejabat Negara

Diselenggarakan atas kerjasama KHN dengan

Kantor Berita Radio (KBR) 68 H Jakarta

Tempat : Ruang Perpustakaan KHN, Lantai 2, Jalan Diponegoro 64 Jakarta Pusat

Hari/Tanggal : Rabu, 7 Mei 2014

Waktu : Pukul 13.00-14.00 WIB

Narasumber :

1. Frans Hendra Winarta (Anggota KHN RI)

2. Jeremiah Limbong (YLBHI)

3. Giri Suprapdiono (Direktur Grativikasi KPK)

Host : Selamat Siang kita berjumpa lagi dalam dialog hukum, saya Vivie Zabkie

bersama Anda. Kita bersiaran langsung dari ruang perpustakaan Komisi Hukum

Nasional RI Lantai 2, Jl. Diponegoro no.64 Jakarta Pusat. Saudara, siaran bisa

Anda simak di 50 radio jaringan KBR.

Dan siang ini, saya mengajak Anda Mengupas Modus Gratifikasi Pejabat Negara.

Ya, ini produsen ipod, Apple agak senang mungkin, tapi bisa juga gak senang juga

karena agak populer, ketika anak dari Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi

menikah pada bulan Maret 2014 lalu, rupanya tamu undangan dapat

cenderamata berupa ipod. Nah, tamu undangan ini karena yang menikah adalah

anak Sekretaris MA, kan terdiri dari para pejabat negara. Nah, kemudian ini

menjadi kontroversi, karena beberapa undangan yang mendapatkan

cenderamata tersebut sudah mengembalikan kepada Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK), sedangkan beberapa undangan memilih tidak mengembalikannya

dengan berbagai argumentasi, terutama karena pemberian itu tidak dianggap

sebagai gratifikasi, sebagaimana tercantum dalam UU.

Nah, itu hanyalah salah satu bentuk dari gratifikasi. Ada cara-cara lain

pemberian gratifikasi pada pejabat negara. Nah, kita akan kupas dalam diskusi

Page 2: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

kali ini. Untuk itu kita akan bersama dengan Direktur Gratifikasi KPK, Bapak Giri

Suprapdiono yang sedang ada di luar kota, jadi kita akan berbincang melalui

saluran telepon. Sementara di ruang perpustakaan KHN sudah hadir Dr. Frans

Hendra Winarta, anggota KHN. Kemudian dari YLBHI ada Bang Jeremiah

Limbong yang sudah berkemas.

Oke baik, saya akan bertanya langsung ke Pak Giri. Pak Giri?

Giri Suprapdiono : Selamat siang.

Host : Pak Giri, kan masih ada yang belum mengembalikan ipod dalam

pernikahan anaknya Pak Nurhadi, Sekretaris MA, salah satu alasanya

mengatakan “ini tidak masuk sebagai gartifikasi”. Sebetulnya yang dimaksud

gratifikasi itu seperti apa? Apakah termasuk dalam pemberian ipod sebagai

cendera mata ini?

Giri Suprapdiono : Sebenarnya ini kejadian yang unik, ya. Karena biasanya

gratifikasi terkait dengan penerima, namun kemudian menjadi menarik ketika,

ini yang menikahkan yang memberi. Jadi ini memang kasus pertama KPK, dimana

yang kita telaah itu dua pihak yaitu pemberi dan penerima.

Gratifikasi sendiri kalau dalam Undang-undang kan dalam arti luas, dan itu akan

dianggap suap apabila pemberian tersebut terkait jabatan dan tugasnya, yang

berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Jadi kami harus menemukan bahwa

pemberian tersebut terkait jabatan, yang kedua, melawan tugas dan

kewajibannya. Dan kami menemukan di kode etik MA yang disepakati oleh

Komisi Yudisial mengenai keputusan bersama bahwa pemberian dalam bentuk di

acara-acara struktural dan tidak terkait perkara dan tidak terkait konflik

kepentingan yang di bahkan preadilan, maka MA membatasi nilainya Rp 500.000,

sehingga kalau diatas Rp 500.000 maka itu masuk kategori gratifikasi yang

dilarang oleh kode etik MA. Larangan terhadap kode etik MA ini yang membawa

kita kepada salah satu alasan mengapa pemberian ipod dari Bapak Nurrhadi

kepada tamu undangan masuk ke dalam gratifikasi.

Host : Em…Undangan itu siapa saja ya? Apakah undangan yang kemudian

dianggap gratifikasi ini apa pejabat negara kah? Atau yang punya kepentingan

dengan MA? Bagaimana kalau masyarakat biasa ada di sana kan gak kena ya?

Giri Suprapdiono : Masyarakat biasa tidak. Jadi yang wajib melaporkan

gratifikasi adalah pegawai negeri dan penyelenggara negara. Jadi ada beberapa

Page 3: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

yang diundang kan em misalkan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi di Provinsi-

provinsi, mengundang beberapa pejabat yang ada kaitannya dengan jabatan,

Namun untuk masyarakat biasa, misalkan saudaranya besan, kemudian

saudaranya pengantin misalkan, tidak diwajibkan menurut undang-undang

untuk melaporkan.

Host : Baik, ini unik ya. Biasanya kalau ada pejabat yang menikahkan anak, dia

yang buru-buru melapor bila menerima uang dari tamunya, ini sekarang

tamunya yang harus melapor karena menerima sesuatu dari yang menikahkan.

Nah, Pak Frans, saya ingin tanya, apakah memang sekarang kecenderungan para

penguasa yang terpilih di legislatif, eksekutif, juga yudikatif, ini makin permisif

pada gratifikasi yang mengarah pada suap dan tindak pidana korupsi, apalagi

kalau masuknya pada money politic dan sebagainya?

Frans Hendra Winarta: Menurut saya, begini ya, sebenarnya budaya permisif

ini sudah lama, sudah beberapa generasi, sejak saya masih anak-anak, jadi ini

bukan hal yang baru. Yang paling penting sekarang, bagaimana memotong

budaya sungkan kalau menurut saya ini. Karena dengan budaya seperti ini,

orang kan jadi sungkan, terlepas dari jumlahnya berapa tadi dibatasi oleh kode

etik MA dan KY yang Rp 500.000 keatas itu tidak boleh. Tapi menurut saya,

pemberian itu kalau menimbulkan rasa terimakasih, rasa hutang budi, dan lain-

lain yang menyebabkan orang tidak bebas lagi. Apalagi dalam suatu jabatan

tertentu, karena pemberian itu jadi sungkan, jadi mau melanggar hukum, atau

mau melakukan katakanlah kejahatan. Itu yang tidak boleh menurut saya. Jadi

gratifikasi ini kan mulai dari wisata, hotel, tiket pesawat, janji-janji, komis, uang,

sampai kepada seks. Nah, bedanya dengan korupsi, korupsi langsung

menyebabkan kerugian keuangan negara, kalau gratifikasi tidak, terselubung.

Jadi menurut saya, budaya seperti ini harus kita potong. Kita tahu sama-sama,

sudah lama sekali, berapa generasi, dari generasi orang tua kita sampai

sekarang. Yang kecil-kecilan mau buat SIM, KTP, dulu istilahnya uang rokok,

uang lelah, uang keringat, uang dengar, uang apa lagi lah. Saya kira ini budaya

yang harus kita potong, kalau tanpa itu saya kira ini sulit. Dan itu memerlukan

pendidikan sejak kecil di rumah maupun sejak taman kanak-kanak, SD, SMP,

SMA, sampai tingkat Universitas, sikap anti korupsi ini harus dibina, dipupuk.

Karena sehari-hari saya praktik itu, kalau saya kalah karena tidak menyuap, ada

teman atau klien yang mengatakan “Anda terlalu jujur sih”. Ya, kata-kata ‘terlalu’

itu permisif, menurut saya hanya ada jujur dan tidak jujur, gak bisa abu-abu

Page 4: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

ditengah-tengah jujur, atau separuh jujur, separuh tidak jujur. Budaya ini lah

yang kita harus potong. Itulah yang menurut saya, kalau ini tidak dibenahi,

korupsi akan tetap marak, gratifikasi apalagi.

Seingat saya, di pengadilan tipikor, itu hampir jarang, atau mungkin tidak ada

tuntutan kepada orang karena gratifikasi. Kebanyakan karena korupsi saja,

karena mungkin pembuktiannya lebih mudah, dan mungkin hukumannya lebih

berat. Coba lihat di pengadilan tipikor, jarang orang dituntut karena gratifikasi.

Ini pun jadi salah satu sebab kenapa orang tidak takut, boro-boro ada rasa jera.

Jadi budaya kita ini yang harus diubah.

Host : Nah, ada dua berarti pr kita. Dan nanti kita akan tanya ke Pak Giri, nanti,

bagaimana membuktikan dan mengubahnya. Saya ingin ke Bang Jeremiah

Limbong dulu dari YLBHI. Bagaimana Anda melihat kaus ini, misalnya apa yang

harus dilakukan oleh KPK, dan saya ingin melihat Pak Nurhadi ini kan sudah jelas

pejabat publik negara, ketika menikahkan, dia kan harusnya tahu undangan

adalah para pejabat negara, disorot publik pula, tapi masih percaya diri

membagikan ipod, menurut Anda apa yang terjadi sih sebenarnya? Apa yang bisa

kita lihat dalam konteks korupsi?

Jeremiah Limbong: Ya, kalau kita lihat tadi setelah keterangan Pak Giri tadi,

bahwasanya kalau kita perhatikan memang Nurhadi merupakan Sekretaris MA,

ya dia telah melakukan tindak gratifikasi tadi. Kenapa? Karena yang juga patut

nantinya di selidiki, dan kami juga percaya KPK sedang menyelidiki itu. Eee,

darimana harta sebanyak itu kna nanti jadi pertanyaan di masyarakat. Darimana

harga ipod yang dipasaran adalah Rp 500.000- Rp 700.000.

Host : Dollar ya? Ipod?

Jeremiah Limbong: Rp 700.000. itu patut dipertanyakan, sedangkan tamu

undangan hingga 4000 orang. Bagaimana seorang sekretaris MA kok bisa

menggelar satu pernikahan yang fantastis, bak seorang putra milyuner. Kalau

dia memang milyuner sih gak papa, tapi ini adalah seorang Sekretaris MA, ini

yang harus kita lihat.

Host : Diluar urusan gratifikasi tadi itu juga yang harus dikaji juga, ya?

Jeremiah Limbong: Itu dia, kami melihat seperti itu, karna kecenderungannya

bukan hanya Nurhadi juga, mungkin belum kethuan saja, ada juga pastinya

tindakan serupa seperti yang dilakukan Nurhadi sendiri. Tetapi itu belum

Page 5: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

terungkap, ini akan jadi pr untuk KPK dan kita semua untuk sama-sama

mengawasi dan mengungkap kasus.

Host : Baik, Bang Jeremiah Limbong, terimakasih. Pak Giri, masih bersama kami

Pak Giri?

Giri Suprapdiono : Ya.

Host : Nah, soal pembuktian itu, apakah soal gratifikasi ini lebih sulit

pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung begitu, yang

lebih besar?

Giri Suprapdiono : Kalau kesulitas sebenarnya relatif. Kalau pak Frans bilang

belum pernah ada kasus gratifikasi, kami punya beberapa catatan. Yang pertama

di sidang dan punya putusan bersalah dalam pasal yaitu Gayus Tambunan,

pegawai pajak yang kena 6 tahun karena gratifikasi terkait pengurusan pajak.

Yang kedua, kasus gratifikasi karena kepemilikian uang senilai 650.000 US$. Jadi

ada beberapa.

Kemudian yang menarik adalah beberapa kasus-kasus yang potensial kasus

gratifikasi. Kenapa potensial? Karena kalau gratifikasi ini kita pidanakan maka

akan jadi predicate crime yang bagus dan mudah bagi tindak pidana pencucian

uang. Jadi dengan menemukan harta yang diluar kewajaran, kita hanya

membuktikan kalau harta itu diperoleh dari mana saja? Apa dari hibah? Karena

bila dalam 30 hari kerja tidak dilaporkan KPK, maka itu bisa jatuh pada pasal

gratifikasi. Jadi sebenarnya bisa mudah bisa sulit. Namun ada kecenderungan

bahwa Jaksa-jaksa itu memilih pasal-pasal yang lebih mudah dibuktikan, seperti

pasal 11, pasal 5, dimana tidak memerlukan pembuktian yang dobel. Kalau

gratifikasi kan pemberian terkait jabatan, dan melawan tugas dan kewajiban. Ada

kata ‘dan’ itu artinya ada dua hal yang perlu dibuktikan disana. Yang pertama,

terkait jabatannya. Yang kedua adalah melawan tugas dan kewajiban. Namun,

untuk membuktikan melawan tugas dan kewajiban itu tidak harus kita buktikan

layaknya pasal suap lain, bahwa keputusan pemberian itu terkait dengan

mempengaruhi putusan yang bersangkutan. Tapi, ee pelanggaran kode etik dan

sumpah jabatan merupakan bentuk dari melawan tugas dan kewajiban tersebut.

Apalagi kalau diperkuat misalkan di MA ada kode etik yang melarang menerima

hadiah terkait jabatan. Bahkan terkait struktural pun, hakim sudah dibatasi.

Itulah mengapa ketika menetapkan ipod, posisi hakim itu sangat unik, karena

kalau kita pahami kan hakim itu kan atas nama Tuhan untuk menetapkan nasib

Page 6: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

seseorang. Misalkan dicabut, sehingga orang bisa bebas. Eee, hal-hal lain yang

dalam konteks HAM itu sepertinya pelanggaran, tetapi hakim mempunyai

kewenanngan yang cukup besar sehingga dibutuhkan suatu kode etik dan

tatanan sehingga hakim ini dijaga benar dari perilaku-perilaku kurang tepat,

patutnya begitu. Jadi memang kasus ipod ini pelajaran bagi kita semua sehingga

tidak semata-mata hukum formil, namun unsur etika dan kepatutan itu jadi lebih

penting, dalam bahasa kerennya, rule of moral itu mustinya juga harus

mengimbangi rule of law.

Host : Baik, menarik sekali. Kita akan kembali kupas modus gratifikasi pejabat

negara di bagian berikutnya. Dan untuk Anda yang hadir disini, mungkin nanti

setelah perbioncangan diskusi kita, KPK memberikan video tentang Gratifikasi

yang bisa kita tonton bersama setelah diskusi. Saudara tetap bergabung bersama

kita dalam diskusi modus gratifikasi pejabat negara dengan telepon ke …..atau

sms ke ….. Kami segera kembali.

IKLAN

Host : Mengupas modus gratifikasi pejabat negara itu tema diskusi hari ini. Masih

bersama Bapak Giri Suprapdiono, Direktur ratifikasi KPK, Bapak Frans Hendra

Winarta, Anggota Komisi Hukum Nasional dan Bung Jeremiah Limbong dari

YLBHI.

Nah, saudara, tadi ada beberapa hal menarik yang disampaikan oleh Pak Giri,

diantaranya soal etika kepatutan juga perlu diperhatikan selain hukum yang

berlaku. Nah, bagaimana pendapat Anda, Bang Jeremiah? Ada juga yang

mengatakan ini orang makin lama menganggap gratifikasi ini bukan hal yang

penting dalam skala kecil di masyarakat, seperti yang disampaikan Pak Frans,

sudah dianggap biasa.

Jeremiah Limbong: Iya, bahwasanya kita tadi sudah melihat bahwasanya terjadi

sikap permisif di masyarakat. Pertama kita mesti liat dulu, saya sangat setuju

dengan apa yang dikatakan Pak Frans, bahwasanya masyarakat menjadi permisif

karena memang orang sudah cuek, sudah jadi budaya. Bahwasanya setiap

pemilu, kalau kita lihat gambar di internet, “menerima serangan fajar”, bisa

sampai kalau gitu ya. Ada juga bila kita lihat aspek lain, kekecewaan masyarakat

terhadap pemerintah, ini bisa jadi salah satu faktor, masyarakat bersikap

Page 7: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

permisif. Itu kalau kita lihat di ranah pemilu. Pemilu 2014, ini kan kita sering

lihat di media bahwasanya terjadi money politic yang dalam skala yang cukup

besar. Lalu sangkut pautnya kepada gratifikasi, masyarakat merasa bahwa “gue

dikasih kok, ini hanya sekedar cenderamata”. Masyarakat tidak melihat ada apa

dibalik, bukan berarti ini bersentuhan langsung. Seperti apakah ada kaitan

Nurhadi dengan undangan-undangan tersebut dalam arti rekan kerja atau

baaimana. Tapi yang bisa kita lihat adalah masyarakat begitu cuek, bahkan

beberapa bandel gak mau mengembalikan itu karena mereka melihat ini tidak

ada kaitanya kok. Kan ini saya dikasih. Dikasih ya saya terima. Ini yang

sebenarnya harus diadakan edukasi, sosialisasi, pendidikan bahwa ini

merupakan salah satu bagian dari kita harus mempertanyakan.

Host : Ketika seseorang memberi kita, kita patut mempertanyakan apakah ada

maksudnya?

Jeremiah Limbong: Heem, bukan itu saja. Maksudnya dalam arti kita melihat ini

cukup mewah kalau kita lihat untuk seukuran pejabat negara. Kalau kita lihat

Nurhadi begitu super mewah mengadakan pesta pernikahan anaknya. Nah, kalau

masyarakat itu kritis kan akan bertanya, dapaet ipod juga, kan biasanya dapet

gelas segala macem.

Host : Gantungan kunci, hehee.

Jeremiah Limbong: Nah itu, kekritisan mayarakat di pupuk sedari sekarang. Jadi

masyarakat jangan terlalu cuek, ini kalau kita sama-sama mau menegakkan

sikap anti korupsi dalam masyarakat. Kita harus bersama-sama meningkatkan

kekritisan masyarakat mulai dari kita sendiri.

Host : Nah ini ada pertanyaan menarik dari Ibu Niar di Depok. Pertanyaanya,

“gratifikasi saat kenaikan kelas, kasih hadiah untuk gurunya. Bagaimana caranya

untuk menghilangkan itu? “ Dia menganggap itu gratifikasi ya. Nanti kita tanya ke

Pak Giri.

Kemudian Ibu/ Bapak Juni di Pontianak, Kalimantan Barat. “Bagaimana kita

memberi batasan ini gratifikasi dan itu tanda terimakasih? “

Pak Giri tolong dibantu jawab dulu, Pak. Apa misalnya kasih hadiah untuk gur

sebagai ucapan terimakasih itu gratifikasi? Kalau menurut Ibu Niar, itu

gratifikasi. Lalu bagaimana membedakan gratifikasi dan tanda terimakasih?

Page 8: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

Giri Suprapdiono : Kalau gurunya itu PNS, maka gratifikasi.

Host : Otomatis ya Pak? Berapapun nilainya?

Giri Suprapdiono : Masyarakat cenderung menghalalkan ini. Karena

anggapannya setelah naik kelas kan tidak bertemu lagi, jadi ini tidak akan

mempengaruhi perlakuannya. Perlu diingat kalau gratifikasi itu pada unsur

penerima jadi makanya pegawai negeri dilarang menerima hadiah dalam bentuk

apapun, itu adalah bagian dari pelayanan.

Host : Karena tugas seorang guru kan memberikan pelayannan ya? Jadi tidak

perlu dikasih hadiah karena sudah mengajar, begitu ya Pak?

Giri Suprapdiono : Itu bisa menimbulkan preferensi dan ketidakadilan

kedepannya.

Host : Ya, Pak Giri, mohon maaf suara Anda agak terputus-putus. Kami akan

menelpon Anda lagi supaya suaranya lebih jelas.

Giri Suprapdiono : Baik.

Host : Pak Frans, tadi ada sms, menarik ini, bagaimana kita memberi batasan dari

gratifikasi dengan tanda terimakasih. Nah, ini agak nyambung dengan apa yang

Bapak katakan di awal, bahwa masyarakat Indonesia ini kan budayanya

mengucapkan terimakasih, kasih barang begitu ya, Pak?

Frans Hendra Winarta:Justru setelah kita lihat pasal 12 ayat 1b ini, tidak selalu

melanggar hukum memang, bisa saja kalu itu bentuknya suap ya melanggar

hukum kan. Tapi kalau tidak ada motif untuk menguntungkan yang memberi,

mungkin tidak melanggar hukum, tapi secara etika sudah pasti tidak boleh .

Host : Secara etika tidak bisa ya?

Frans Hendra Winarta: Ya, karena kan seorang guru sudah dibayar dengan gaji,

mau minta apa lagi? Apalagi kalau minta sendiri. Nah, orang tua yang memberi

juga harus hati-hati. Apakah memberi pada tempatnya atau tidak. Ini karna

budaya permisif atau budaya sungkan tadi yang harus kita potong. Jadi gak selalu

semuanya harus dengan hukum.

Contoh begini lah ya, kita bandingkan dengan Jepang, nanti dengan Korea. Coba

lihat di Jepang, uang yang paling kecil sajalah jangan bilang Rp 500.000 ke atas,

Page 9: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

kembalian 10 yen saja, misalnya Rp 10.000 kita, supir taksi itu tidak mau terima,

sama sekali tidak mau. Itu masalah kebanggan dia dari suatu bangsa, sebagai

manusia tidak mau dia. Dia hanya mau menerima apa yang tertera di meteran

taksi. Tapi sisanya itu, atau dilebihi saja, dia tidak mau. Begitu juga di Korea.

Tetapi di Singapura, Thailand, Pfhilipina itu lain lagi. Apalagi disini, itu diterima

dengan baik, karena mungkin kita ketularan budaya Amerika Serikat. Soal tip,

jadi kalau misalnya pelayan itu selain dia dapat gaji. Kalau dilayani untuk suatu

yang lebih cepat itu kelihatannya boleh ya, saya tidak tahu persis mengapa. Tapi

kalau di Restoran itu aturannya 10%, kalau puas itu tambah lagi 5%, itu sebagai

jasa atau servis. Ini kita harus menentukan kedepannya, para pemimpin dan

masyarakat, kita mau budaya yang seperti Jepang, strict, tidak mau terima sama

sekali. Atau kita anggap itu sah dan etis saja menerima itu, karena ada pelayanan

yang lebih dari pada normal, dan sangat memuaskan. Kita sekarang di dalam era

yang abu-abu, apa kita mau seperti bangsa epang yang karena kebanggan tidak

mau sama sekali secara etis, atau kita mau seperti bangsa Amerika yang

menerima itu sebagai aturan tidak tertulis, itu saja. Kedepan kita harus tegas

mengenai itu.

Host : Nah, dalam rangka membangun budaya anti korupsi, mana diantara dua

pilihan ini yang paling pas dengan kondisi negara ini luar bisa menghadapi

masalah besar korupsi?

Frans Hendra Winarta: Ini pendapat saya ya, bukan Komisi Hukum Nasional.

Host : Silahkan Bapak, boleh Pak. Hahaaa

Frans Hendra Winarta: Kalau saya, kalau kita memang mau memerangi korupsi

secara tuntas dan lebih cepat. Kita harus poting generasi. Mulai sekarang kita

bilang, berapapun jumlahnya tidak boleh, apalagi dia pejabat publik ya.

Host : Untuk membiasakan semua orang?

Frans Hendra Winarta: Ya, itu dimulai dari sekolah, kalau menurut saya. Jadi

mungkin kalau resminya, pejabat publik, penyelenggara budaya. Tapi kalau

secara budaya, saya kira sejak taman kanak-kanak, karakter anti korupsi harus

ditanamkan dari kecil.

Saya pernah membela suatu perkara, seorang profesor dari perguruan tinggi

negeri. Dan ketika perkara itu jalan, maaf saya gak menyebut namanya, dia diam-

diam ngasih uang sebagai tanda terimakasi. Ada yang sebelum putusan, ada yang

Page 10: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

sesudah putusan. Ketika saya protes, profesor itu bilang “ya, sebagai tanda

terimakasih.” Uang lelah, uang keringat, uang dengar. Kan kalau ada yang

transaksi di depan kita, kita bilang uang dengar. Padahal kita tidak punya jasa

apapun juga, Pak.

Host : Cuma karena kebetulan ada saja.

Frans Hendra Winarta: Ini kan sudah budaya tertanam di kita, uang dengar,

uang lelah, uang rokok. Itu semuanya saya kira dimulai dari situ timbulnya

korupsi. Sekali, dua kali tidak ketahuan, ketiga kali mulai merasakan enak, makin

lama makin besar maik enak. Lama-lama jadi karakter seseorang.

Host: Kalau gak dikasih marah ya? Baik, gimana Bang Jeremiah, pendapat Anda?

Jeremiah Limbong: Ya, saya setuju kata Pak Frans tadi, bahwasanya di sekolah.

Di sekolah bahkan sudah terjadi. Seperti yang dikatakan oleh Pak Giri, kalau betul

di sekolah negeri itu akan jadi gratifikasi. Nah ini, karena bahkan dari sekolah, itu

sudah ada. Tujuannya itu apa? Ya, memang perlu ada penelitian lebih lanjut. Tapi

orang tua kan supaya anaknya baik-baik disitu. Mungkin ada keinginan dari

orang tua, ucapan terimakasih karena sudah mendidik anaknya selama ini. Tapi

memang kalau kita lihat bahwasanya orang tua jangan memberikan itu. Memang

kita perlu mengapresiasi guru, tapi kan bisa dengan cara yang lain, jangan

memberikan cendramata gratifikasi. Karena orang tua secara tidak langsung

akan memberikan contoh bagi anaknya.

Host : Nanti kalau besarnya akan begitu ya? Kalau mau dapat pelayanan oke

harus begitu ya?

Jeremiah Limbong: Tanpa disadari akan begitu. Karena itu sudah dari sekolah,

dan entri budaya kita itu dari sekolah. Kalau seandainya gratifikasi sudah

dimulaidari sekolah, pasti akan jadi budaya

Host : Baik, kami masih akan bersama Anda. Dan di bagian segmen berikutnya,

saya ingin membuka segmen pertanyan dari sini. Dan juga akan membacakan

pesan singkat, Pak Giri nanti kita lanjutkan perbincangan setelah pesan-pesan

berikut ini.

IKLAN

Page 11: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

Host: Kami masih mengupas modus gratifikasi pejabat negara dalam

perbincangan dialog hukum persembahan Komisi Hukum Nasional. Ada

pertanyaan dari sini? Bapak boleh sebut nama dan lembaganya?

AU1: Pertanyaan dan mungkin komentar. Ini kita bicara gratifikasi pejabat

negara, kaitan kasus barang kali Sekjen MA. Nah itu ada dua hal memang,

masalahnya di negara kita ini, terutama orang-orang yang berduit, mantan

pejabat ini sudah jadi tradisi memberikan souvenir kalau mengadakan suatu

pesta. Jadi yang diberikan ini kan suatu souvenir, tapi yang diundang ini kan

pejabat negara yang mungkin saja atasan dari yang pemangku hajat dan juga

masyarakat umum. Jadi menurut pendapat saya, ya ini juga mohon bertanya

pada Pak Frans selaku narasumber. Saya pikir kalau masyarakat jelas tidak ada

untungnya. Saya dari Tapanuli, Logan Siagian dari Kompolnas. Ada pepatah turun

temurun dari nenek moyang kita, orang Batak, yang terjemahan dalam bahasa

Indonesia “sakit ditolak meminta, tapi lebih sakit ditolak memberi”. Apalagi

kepada atasan kita, kita memberi dan ditolak itu luar biasa sakitnya. Nah, jadi

kepada pejabat negara yang juga diundang, katakanlah Ketua MA, bahkan

mungkin Presiden, saya tidak tahu kepala negara kita datang atau tidak. Kalau

ditolak kan paling tidak enak.

Yang kedua, pertanyaan untuk pemangku hajat. Ini jadi masalah, terus terang

saja, saya jadi Polisi sudah dari tahun 1970. Saya mengalami ketika orde baru,

ada instruksi presiden. Kalau pejabat negara mengadakan pesta, undangannya

dibatasi, kalau tidak salah tidak boleh lebih dari 500. Ada lagi instruksi, tidak

boleh menerima karangan bunga. Coba sekarang kalau kita lihat ada pesta, ada

200 karangan bunga, kali 500.000 saja itu sudah 100 juta. Ini saja sudah jadi

problem.

Jadi pertanyaan kami, menurut kami kalau tidak memberi pada pejabat tertentu

itu boleh? Dan kedua, saya kira maksud Pak Sekjen ini, kan beliau punya rejeki,

dibagi-bagi lah. Kan sebenarnya kalau yang diundang kan memberikan pengantin

amplop, iya kan? Jadi ini yang jadi masalah. Untuk itu kami sarankan kepada

pimpinan negara, memberikan lagi instruksi kepada pejabat yang mengadakan

hajat itu dibatasilah, baik.

Host: Baik, Pak Logan, langsung ya usulannya. Pak Frans, silahkan tanggapannya.

Nanti saya minta Pak Giri juga tanggapannya. Silahkan Pak Frans. Soal ini kan

soal budaya juga ya, sakit rasanya kalau ngasih tapi ditolak.

Page 12: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

Frans Hendra Winarta: Inilah kalau kita budayanya masih seperti ini. Kita ini

feodalistik, semi feofdalistik, atau demokratis? Itu tidak akan ada habisnya. Tapi

kalau kita lihat Pak Logan katakan dari undangan yang beribu-ribu, saya kira itu

apa bedanya sih? Saya kira ini budaya feodal, budaya pamer. Kalau misalnya

pejabat tidak undang 4000-5000 orang kayaknya kurang afdol, gengsi turun.

Untuk supaya nanti di kampung saya terkenal kaya, undangan saya buat 5000

orang. Hahaha ..Kalau bisa di Convention Hall, dari pagi sampai malam, diterima

terus undangannya. Pernah waktu itu, undangan nikah, maaf saya diberikan

hadiah, semacam cincin swarlosky, satu itu 500$ per orang. Kalau saya gak salah

denger, konglomerat yang lari ke luar negeri, itu semua datang dikasih cincin

emas, lalu pesawat dan penginapan 3 malam yang dijamin. Ini bedanya apa

dengan raja-raja jaman dulu. Jadi orang mencoba meniru untuk menjelaskan

kesuksesannya dalam satu jabatan, katakanlah sekarang ini kasusnya pejabat.

Jadi untuk membuktikan di kampung dia kalau dia sukses, dengan pesta besar-

besaran dan diberikan hadiah yang juga bernilai juta-jutaan. Inilah yang harus

dikurangi dengan inpres supaya pejabat gak pesta besar-besar.

Host : Jadi harus ada semacam aturan atau policy yang mengatur itu ya?

Frans Hendra Winarta: Kan sudah dari jaman orde baru. Hidup sederhana lah.

Tapi kembali lagi ke feodalistik, supaya terlihat kaya, terlihat wah, supaya

dikenal sebagai orang yang sudah sukses.

Host : Baik. Pak Giri masih bersama kita ya? Pak Giri tolong Anda memberikan

komentar, dan saya juga ingin dengar tentang disamping rule of law perlu juga

rule of moral. Silahkan Pak Giri.

Giri Suprapdiono : Jadi memang, kayaknya Pak Logan ini tahu tentang pola

hidup sederhana. Walaupun ini peninggalan jaman Pak Harto, tapi intinya

menarik karena pernikahan dibatasi undangannya. Jadi memang ada positif,

negatif dari Pak Harto. “Saya gaji kecil kamu, sisanya cari sendiri.” Cari sendiri

inilah yang kemudian menghalalkan gratifikasi.

Rakyat kita itu punya apresiasi yang sangat tinggi. Suka memberi sesuatu

padahal itu dilarang oleh undang-undang. Jadi memang pola hidu sederhana itu

perlu kita jual lagi dengan kemasan yang lebih bagus.

Saya kembali kepada budaya. Kita pilih model Amerika atau model Jepang.

Amerika yang memberikan tambahan jika service 10% itu hanya yang dari

Page 13: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

swasta, pelayan hotel, restaurant, tapi kalau pekerja pemerintah, pegawai negeri

Amerika dilarang menerima terkait layanan apapun. Dan, ini sangat ketat.

Host: Baik.

Giri Suprapdiono : Ada satu yang menarik, nih mba. Saya baca di Korea. Korea

itu pegawai, pejabat, kalau bikin acara kawinan itu dilarang, kecuali hanya

pengunguman. Itu kan terkait etikanya.

Host: Sampai detail ya, perkara pernikahan juga diatur.

Giri Suprapdiono : Betul.

Host: Baik.

Giri Suprapdiono : KPK memberikan peraturan sumbangan maksimal 1juta

rupiah.

Host: Tapi belum mengatur soal sumbangan itu dari orang yang

menyelenggarakan pernikahan ya?

Giri Suprapdiono : Ya, karena memang sudut pandangnya penerima.

Host: Baik, terimakasih Pak Giri. Sebenarnya kami ingin berbincang lebih jauh

dengan Anda, tapi suara Anda agak kurang jelas. Nanti kita akan sambung

kembali. Dan saudara, kami akan mengajak Anda mendengarkan pesan-pesan

berikut ini, tapi sebelumnya saya ingin membacakan sms yang masuk.

Dari Laras di Bekasi, dia mengatakan “ dulu ada paket umroh untuk pejabat. Jelas

praktik gratifikasi. Mereka pikir, Tuhan bisa ditipu, umroh, haji pake uang

begituan.” Terimakasih Laras.

IKLAN

Host: Anda masih bersama kami dalam dialog hukum KHN, masih bersama saya

Vivie Zabkie. Pak Giri masih bersama kita kembali. Saya mau ke Bang Jeremiah.

Dengan perbincangan kita, apakah memang sudah saatnya kita juga membuat

aturan-aturan untuk pegawai kita, seperti yang dicontohkan Pak Giri, di Korea

pejabat negara nikah pun gak boleh undang orang, bahkan cukup pengunguman

saja. Untuk kondisi kita apa perlu begitu?

Page 14: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

Jeremiah Limbong: Em, sebenarnya ini masih ada perdebatan, karena kita gak

bisa pungkiri ada benturan budaya antara yang ada dengan peraturan nantinya.

Nah, ini yang harus kita sama-sama pikirkan bersama, jadi pr buat kita semua.

Gimana caranya? Karena memang tadi disatu sisi, kita harus menegakkan

peraturan terkait gratifikasi, tapi disisi lain ada celah-celah atau bentu budaya

yang ada dalam berbagai suku. Kalau kita gak ngasih, jangankan gak ngasih, gak

ngundang saja udah dikucilkan satu keluarga. Nah, itu yang harus jadi kajian kita

bersama.

Terkait dengan gratifikasi ini juga, memang kita senang melaporkan mekanisme

laporan harta pejabat negara yang memang selama ini diselenggarakan oleh KPK.

Bagaimana pelaporan itu secara kontinu, karna untuk mencegah gratifikasi-

gratifikasi. Nah, itu yang harus kita, kalau bisa sih LHKPN itu belum masuk

kepada bukti otentik negara.

Host: Atau ada juga yang ingin mengusulkan katanya jangan 5 tahunan, tapi lebih

cepat lagi, tiap tahun misalnya? Berpengaruh gak untuk memantau korupsi,

gratifikasi dan sebagainya?

Jeremiah Limbong: Pada dasarnya kalau mekanime yang berkembang yaitu

pelaporan pada masa awal dan masa akhir, ya 5 tahun. Kalau PNS itu pada masa

promosi, mutasi. Nah kalau untuk pejabat negara, KPK memang sudah

berkomunikasi bahwasanya PPATKL juga sudah memonitor itu.

Host : Baik, langsung kita tanya ya. Pak Giri bersama kita. Pak, bagaimana

upaya pencegahannya Pak? Bisa dengan LHKPN yang dipercepat, misalnya

jangan 5 tahunan , jadi lebih sering gitu. Bagimana Pak?

Giri Suprapdiono : LHKPN itu maksimal 2 tahun harus diperbaharui. Kita

tergantung dengan promosi. Jadi kala misalnya promosi 6 bulan ya harus lapor

lagi

Host: Tapi ini cukup efektif gak? Untuk memonitor orang terima gratifikasi atau

suap?

Giri Suprapdiono : Sayangnya undang-undang tentang LHKPN, sanksinya gak

terlalu kuat. Jadi nanti sanksi pemalsuannya yang masuk ranah pidana umum

jadi bukan kasus korupsi. Namun ada yang menarik, kalau kita tarik LHKPN ini

dan pendekatan gratifikasi, misalnya dapat hibah dari man, maka gratifikasi

memungkinkan pembuktian terbalik. Ini yang menarik. Kalau hadiahnya diatas

Page 15: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Mengupas Modus …userfiles.hukumonline.com/redaksi/6_DH_Mengupas_Modus_Gratifikasi... · pembuktiannya dibanding dengan kasus korupsi yang langsung

10 juta rupiah, maka yang bersangkutan harus membuktikan itu bukan berasal

dari suap. Jadi kalau ada orang ribut tentang pembuktian terbalik, pasal-pasal

sekarang itu memungkinkan dengan pasal gratifiksi.

Yang kedua, yang cukupn efektif adalah pasal 38 B, bahwa harta terdakwa yang

diluar yang dituntu jaksa harus dibuktikan oleh yang bersangkutan bukan

berasal dari tindak pidana korupsi, sehingga memang itu mirip dengan tindak

pidana pencucian uang. Jadi orang boleh kaya, boleh nyuri tapi dia pada akhirnya

kan dibuktikan di pengadilan, kalau harta itu tidak sah dan akan dikembalikan

ke negara, seperti kejadian terakhir-terakhir ini.

Host: Baik, Pak Giri terimakasih banyak sudah bergabung bersama kami, waktu

nampaknya membatasi perbincangan kita. Terimakasih sudah mengirimkan film

yang akan kami tonton di perbincangan ini. Pak Frans, diujung perbincangan ini

mungkin masih ada yang mau disampaikan terkait modus gratifikasi pejabat

negara? Apa sih yang harus dipahami oleh masyarakat, diwaspadai dan

perubahan apa yang hrusnya kita lakukan?

Frans Hendra Winarta: Jadi saya melihat singkatnya, kita harus hadapi

gratifikasi ini sebagai suatu budaya, sebagai suatu yang melanggar hukum dan

sebagai etika. Jadi dihadapinya harus triga font ini. Dan jangka panjangnya adalah

budaya. Dari kecil kita harus sudah anti korupsi. Yang kedua adalah hukum,

dengan pasal-pasal yang tadi dijelaskan, gratifikasi bisa dituntut. Yang ketiga itu

etika, moral, itu yang lebih penting menurut saya , karena dari situ ada rem untuk

diri kita. Karena pengawasan yang paling baik untuk mencegah korupsi dan

kejahatan itu ada di diri sendiri. Kalau kita sudah tahu mana yang benar dan

tidak, itu yang paling baik menurut saya. Dan itu karena sudah didik dari kecil, ini

menjadi otomatis, karena ini tidak baik, maka saya tidak akan melakukan ini.

Memerangi budaya inilah yang paling sulit ketimbang hukum dan etika.

Pendidikan ini yang penting. Nah, ini yang saya lihat di Jepang dan Korea, yang

langsung mereka menolak tanpa kompromi, jadi kebanggan diri, kebanggan

bangsa itulah yang penting menurut mereka. Nasionalisme ini yang harus kita

canangkan ke depan

Host : Baik, Pak Frans terimakasih banyak. Terimakasih banyak juga untuk

Bang Jeremiah, Untuk anda yang hadir disini. Untuk Pak Giri juga. Demikianlah

diskusi hukum kerjasama KHN dan KBR68 H. Setelah ini kami akan menonton

film dari KPK tentang gratifikasi. Selamat siang.