tokoh geologi

14
TOKOH GEOLOGI Jung Huhn Jika orang berdarmawisata ke Lembang, salah satu tempat yang lazim dikunjungi adalah sebuah tugu yang dikenal penduduk sebagai Tugu Junghuhn. Franz Wilhelm Junghuhn, perintis penyelidikan geologi di Indonesia setelah Rumphius, adalah seorang penyelidik berkebangsaan Belanda keturunan Jerman. Ia dilahirkan di Mansfeld, Prusia, Saksen pada 26 Oktober 1809 dan meninggal di Lembang, 24 April 1864. Semula ia belajar ilmu obat-obatan di Halle, Berlin tetapi karena terlibat suatu perkelahian (duel), ia terpaksa berhenti. Ia kemudian dipenjara di Ehrenbeitstein. Suatu ketika ia berlagak seakan-akan kurang ingatan, hingga ditampung di panti sakit jiwa di Bonn. Ia dapat melarikan diri dari sini hingga akhirnya sampai di legium asing Perancis di Afrika. Karena tidak memenuhi syarat ia pindah ke Utrecht, negeri Belanda, di sana ia menempuh ujian dokter pada Tentara Belanda. Sebagai dokter tentara ia sampai di Jawa. Di pulau itu ia menetap dari tahun 1835 sampai 1848 dan dari 1855 hingga meninggal dunia. Junghuhn banyak melakukan perjalanan dan melukiskan pengalamannya terutama ditinjau dari sudut ilmiah. Banyak gunungapi didakinya dan topografi serta tetumbuhannya dikenalnya dengan baik. Pengetahuannya terutama dituangkan dalam karyanya: Java, terdiri dari 4 jilid dan dihiasi dengan peta-peta dan gambar- gambar dalam tata warna. Di antaranya memuat sabuk-sabuk cuaca (klimaatgordels) yang terkenal itu. Pada 23 Januari 1850 ia menikah dengan Johanna Louisa Frederica Koch. Ia termasuk salah seorang pendiri majalah orang-orang bebas agama De Degeraad (Fajar) pada 1855 dan pada 27 Juni 1855 ia diangkat menjadi inspektur perkebunan kina yang didirikan oleh Hass Karl (1854). Junghuhn memilih Lembang

Upload: dwisetiadi

Post on 29-Jun-2015

373 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TOKOH GEOLOGI

TOKOH GEOLOGI

Jung Huhn

Jika orang berdarmawisata ke Lembang, salah satu tempat yang lazim dikunjungi

adalah sebuah tugu yang dikenal penduduk sebagai Tugu Junghuhn. Franz Wilhelm

Junghuhn, perintis penyelidikan geologi di Indonesia setelah Rumphius, adalah seorang

penyelidik berkebangsaan Belanda keturunan Jerman. Ia dilahirkan di Mansfeld, Prusia,

Saksen pada 26 Oktober 1809 dan meninggal di Lembang, 24 April 1864.

Semula ia belajar ilmu obat-obatan di Halle, Berlin tetapi karena terlibat suatu perkelahian

(duel), ia terpaksa berhenti. Ia kemudian dipenjara di Ehrenbeitstein. Suatu ketika ia

berlagak seakan-akan kurang ingatan, hingga ditampung di panti sakit jiwa di Bonn. Ia dapat

melarikan diri dari sini hingga akhirnya sampai di legium asing Perancis di Afrika. Karena

tidak memenuhi syarat ia pindah ke Utrecht, negeri Belanda, di sana ia menempuh ujian

dokter pada Tentara Belanda. Sebagai dokter tentara ia sampai di Jawa. Di pulau itu ia

menetap dari tahun 1835 sampai 1848 dan dari 1855 hingga meninggal dunia.

Junghuhn banyak melakukan perjalanan dan melukiskan pengalamannya terutama ditinjau

dari sudut ilmiah. Banyak gunungapi didakinya dan topografi serta tetumbuhannya

dikenalnya dengan baik. Pengetahuannya terutama dituangkan dalam karyanya: Java,

terdiri dari 4 jilid dan dihiasi dengan peta-peta dan gambar-gambar dalam tata warna. Di

antaranya memuat sabuk-sabuk cuaca (klimaatgordels) yang terkenal itu.

Pada 23 Januari 1850 ia menikah dengan Johanna Louisa Frederica Koch. Ia termasuk salah

seorang pendiri majalah orang-orang bebas agama De Degeraad (Fajar) pada 1855 dan

pada 27 Juni 1855 ia diangkat menjadi inspektur perkebunan kina yang didirikan oleh Hass

Karl (1854). Junghuhn memilih Lembang sebagai tempat terbaik untuk perkebunan kina dan

di sana pulalah ia kemudian menutup mata untuk selamanya.

Penerbitan-penerbitannya yang paling dikenal di antaranya Java, zijne gedaante, zijn

plantentooi en inwendige bouw (Jawa, wujudnya, tetumbuhan penghiasnya dan struktur

dalamnya), terdiri dari 4 jilid , 1849, 1850 - 1854, Kaart van Java (Peta pulau Jawa), 4 lembar

(1855) dan Topographische und Naturwissenschofliche Reisen durch Java (1845).

Mungkin karena pada hakekatnya Junghuhn adalah seorang dokter, dari karya ilmiahnya

mengenai pengetahuan alam tampak bahwa sebenarnya ia lebih merupakan seorang ahli

botani dari pada seorang geologiwan, namun ia tetap telah memberi dasar yang berarti

dalam ilmu itu dengan penyusunan peta geologi Jawa dan pembahasan sejumlah gejala

Page 2: TOKOH GEOLOGI

gunungapi dan geologi Indonesia. Salah satu pernyataannya yang menghebohkan akan

tetapi kemudian ternyata tidak benar, adalah mengenai letusan G. Salak, Bogor dalam bulan

Juni 1699. Pada waktu itu korban yang diakibatkan bencana alam diantaranya yang

menimpa Jakarta, pada hakekatnya disebabkan oleh gempabumi tektonika.

Koleksi Junghuhn yang besar kemudian diolah oleh sejumlah sarjana; fosil-fosil binatang oleh

C. Ekrenberg, J. Herklots dan K. Martin, fosil tetumbuhan oleh H. Goepert, dan batuan oleh H.

Behrens dan J. Lorie.

Kita dengan tepat dapat menyebut Java-nya Junghuhn sebagai prestasi terpenting dalam

bidang geologi yang telah sampai pada kita dari bagian pertama abad ke-19, yang hingga

sekarang masih tetap digunakan sebagai referensi

Reinder Fennema

Salah seorang geologiwan perintis di Indonesia yang mengakhiri riwayat hidupnya dalam

menunaikan pekerjaan, adalah insinyur kepala Fennema. Seperti kita ketahui ia mencapai

umur 48 tahun ketika menemui ajalnya di Danau Poso, Sulawesi Tengah 109 tahun yang

lalu. Reinder Fennema dilahirkan di Sneek, Friesland, Nederland pada 21 Oktober 1849.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar ia menjadi murid HBS (sekolah menengah) dan tamat

pada tahun 1867 di Groningen.

Setelah itu ia masuk Polytechnische School untuk insinyur pertambangan di Delft. Selama

mengikuti kuliah, masa liburnya dihabiskan dengan bekerja di daerah pertambangan seng

dan timbal di Immekeppel dekat Bensberg, Jerman. Setelah menempuh ujian B, di musim

panas 1869 bersama Hooze dan Birnie ia melakukan ekskursi geologi ke Inggris dan

Skotlandia dibawah pimpinan Prof. Vogelsang. Antara 1869 - 1870 pelajarannya diteruskan

di Mijnakademie Clausthal, pegunungan Hartz, Jerman. Selama libur 1871 ia bekerja di

pertambangan batubara Heinitz, Saarbrucken, Jerman dan akhirnya dalam tahun 1872

menempuh ujian C di Delft. Fennema sangat disenangi para rekan mahasiswanya, beberapa

lamanya ia menjadi anggota senat.

Kemudian dalam tahun 1872-1873 mulailah latihan kerja yang sesungguhnya. Beberapa

bagian dari Hongaria dan Zevenbergen, Saksen dan Bohemia Utara dikunjunginya, juga

pameran Weener dan pertambangan batubara di Belgia dan Perancis utara. Ia pun

mempelajari pembuatan sumur di Douai lewat lapisan yang kaya akan air menurut sistem

Kind dan Chaudron.

Page 3: TOKOH GEOLOGI

Pada bulan April 1874 ia tiba di Batavia (sekarang Jakarta) sebagai calon insinyur dan

kemudian diangkat menjadi insinyur kelas 3. Dalam bulan Juli tahun itu, ia diperbantukan

pada R.D.M. Verbeek melakukan pemetaan geologi di Sumatra Barat. Karya pertamanya

adalah pengukuran perbedaan tinggi antara Talaweh dan G. Bekahur, kemudian dalam

bulan Agustus 1874 ia berangkat ke daerah Sibelabu, Tanah Tinggi Padang, menyelidik

endapan sinaber.

Permulaan tahun 1875 ia ditempatkan di Payakumbuh untuk mengikuti pemetaan geologi

bagian sebelah utara dan timurlaut pantai Sumatra Barat. Selama pekerjaan inilah cara

pengamatan lapangan Fennema yang cermat tampak menonjol.

Pada Pebruari 1878 Fennema dipindahkan ke Batavia dan dipekerjakan pada

Grondpeilwezen, pemboran air artesis, mula-mula di daerah Batavia, kemudian di Jawa

Tengah. Pada waktu itu ia telah diangkat menjadi insinyur kelas 2. Pada Mei 1879 ia

dipindahkan lagi ke Surabaya untuk memimpin pemboran air di sana, serta di Pasuruan dan

Lasem, Rembang.

Dalam bulan Juli 1880 ia dipanggil ke Batavia, dan pada bulan Agustus melakukan

pemetaan geologi di karesidenan Bagelen untuk kepentingan pemboran air di Gombong.

Pada waktu itu Fennema sempat pula mengunjungi pegunungan Serayu Selatan dan

lapangan Luk Ulo. Di sinilah ia beruntung untuk pertama kali menemukan “tanah dasar

Jawa”, ialah batuan, yang di atasnya terletak batuan sedimen dan gunungapi Tersier dan

yang lebih muda. Pada akhir Agustus 1880 ia bersama Hooze dan Verbeek menyelidiki

batuan di Jasinga yang oleh Rigg ditentukan sebagai granit.

Dalam bulan September tahun itu Fennema dipindahkan ke Bengkulu untuk melakukan

penyelidikan kembali kemungkingan pengolahan lapangan batubara Bukit Sunar. Pekerjaan

ini sangat meletihkan dan setelah kembali di Batavia bulan Juni 1881 kesehatannya mulai

terganggu, hingga menyebabkan ia pulang cuti ke Eropa selama 2 ½ tahun.

Kemudian dalam bulan Oktober 1884 ia kembali di Indonesia dan bekerja di Ijo, pegunungan

Karangbolong di perbatasan Banyumas dan Bagelen. Setelah itu ia juga ditugaskan dalam

penyelidikan geologi di daerah Priangan. Dalam bulan Januari 1885 Fennema diangkat

menjadi insinyur kelas 1. Ia menikah dengan E. de Bruine dalam bulan Nopember tahun itu

pula

Letusan G. Semeru, yang meminta korban 70 orang, terjadi di malam hari 17 April 1885, dan

pada 28 April kita sudah melihat Fennema diperkebunan kopi Kali Bening sebelah selatan

Page 4: TOKOH GEOLOGI

gunung, melakukan penyelidikan sebab dan akibat terjadinya peletusan. Inilah yang

menjadikan alasan pengangkatan Fennema menjadi anggota Bagian Ilmu Pasti dan

Pengetahuan Alam Koninklijke Akademie van Wetenschappen Amsterdam pada 14 Mei

1886, satu-satunya penghargaan yang diperolehnya selama masa kerjanya yang panjang

dan sibuk itu. Dalam tahun itu juga ia terlibat dalam penyelidikan kemungkinan pengolahan

minyak bumi di Langkat. Dalam laporannya, tidak saja ditunjukkannya kemungkinan

pengolahan minyak bumi dari daerah Telaga Said, namun dibahasnya pula beberapa angka

kemungkinan keuntungan dari maskapai Langkat. Tugas ini menelorkan pendirian

Koninklijke Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië.

Setelah itu ia kembali melakukan penyelidikan penyediaan air untuk Kota Medan.

Dalam tahun 1888 ia dipekerjakan lagi pada pemetaan geologi Jawa. Hasil kerjaan ini

diterbitkan bersama dengan R.D.M. Verbeek berjudul Geologische beschrijving van Java en

Madoera, (Amsterdam, 1896).

Pada Nopember 1893 Fennema diangkat menjadi insinyur kepala. Ia kemudian mempelajari

akibat letsuan G. Galunggung di Tasikmalaya, yang terjadi pada 18 - 19 Oktober tahun itu.

Setelah itu ia cuti ke Nederland, dan ia menulis laporannya. Laporan ini kemudian dimuat

dalam Jaarboek tahun 1895.

Setelah kembali di Indonesia pada bulan Januari 1896 ia diangkat kembali menjadi insinyur

kepala. Dalam bulan Juli tahun itu ia mengunjungi beberapa endapan bijih emas di pantai

utara Sulawesi; selanjutnya ia dipindahkan ke Manado, untuk dibebani pimpinan

penyelidikan geologi di keresidenan itu. Ia kemudian melakukan peninjauan di daerah

Minahasa, Paleleh, Gorontalo, Tojo, Poso, Parigi dan Tinombo; termasuk pula gunungapi

Sangir Besar dan Siau, sebelah utara Sulawesi. Selain itu, didatanginya pula lajur pantai

Sulawesi Utara, dari Kwandang hingga Lokodido.

Dalam bulan Nopember 1897 Pemerintah Hindia Belanda melakukan penyelidikan terhadap

perluasan kekuasaan Kerajaan Luwuk, terutama untuk mengetahui apakah seluruh daerah

Poso juga termasuk dalam kerajaan itu. Untuk penyelidikan ini pemerintah menunjuk

kontrolir van Wetering dan van Rijn, serta kapten Callas untuk melakukan pemetaan dan

pendeta Alb. C. Kruyt, yang bertindak sebagai penunjuk jalan dan juru bahasa.

Kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja oleh Fennema. Ia ingin mempelajari keadaan

geologi Poso, antara kelokan Tomini dan Danau Poso. Karenanya ia menggabungkan diri

dengan rombongan ini. Bersama J. F. de Corte ia mengikuti regu dan sampai di tepi Danau

Poso pada 18 Nopember. Kita sudah mengetahui bahwa ini merupakan tugas terakhir

Page 5: TOKOH GEOLOGI

Fennema; ia tenggelam pada 27 Nopember tahun itu, dan mayatnya tidak pernah

ditemukan.

Demikianlah akhir hayat dari seorang lelaki yang rajin dan cakap ini. Ia telah menjadi korban

kekurangan peralatan dan persiapan yang tersedia bagi setiap penyelidik alam, terutama

geologiwan di Indonesia dan yang telah memakan begitu banyak korban jiwa para sarjana.

Inilah gambaran apa yang telah dicapai Fennema selama masa kerja 23 ½ tahun lebih

sebagai insinyur pertambangan dalam bidang ilmiah maupun terapan. Tidak henti-hentinya

ia bekerja, dan andaikata saja maut tidak datang begitu mendadak, maka pastilah kita

masih dapat mengharapkan pengetahuan yang sangat berharga darinya. Ia akan selalu

menjadi teladan bagi para geologiwan dimasa yang akan datang, yang harus melakukan

penyelidikan dalam keadaan serba sulit dan tidak menyenangkan. Dalam hal ini mereka

dapat mengenangkan kembali pelopor ini, yang tergambar dari penghidupan dan

pekerjaannya, yang setiap penemuan menjadi cambuk untuk lebih banyak lagi melakukan

penyelidikan, dan yang dalam tugasnya demi ilmu pengetahuan sampai harus

mengorbankan jiwanya.

Kehidupan Fennema tidak kaya akan penghargaan yang diberikan orang, mungkin karena

kesederhanaan jiwanya dan kerendahan hatinya. Baru setelah ia tiada, isterinya

mendapatkan sebuah medali emas, disampaikan oleh Société de Geographie Commerciale

di Paris. Kemudian ia dianugerahi suatu penghargaan lebih tinggi lagi, ialah Prox

Tchihatchef, oleh Academie des Sciences di Paris bulan Desember 1899.

Karya menonjol lain yang ditulis Fennema bersama G.P.A. Renaud di samping mengenai

geologi Jawa adalah : Uitkomsten van het Gouvernementswezen ingestelde onderzoek naar

petroleum in het concessie terrain van de heer A.J. Zijller in Beneden Langkat (Oostkust van

Sumatra) en beschouwingen over de rentabiliteit eener aldaar gevestigde petroleum

industrie. (hasil dari penyelidikan oleh Pemerintah terhadap minyak bumi di lapangan

konsesi tuan A.J. Zijller di Langkat Bawah, pantai Timur Sumatra dan tinjauan mengenai

kemungkinan menguntungkannya suatu industri minyakbumi di sana) Agustus 1890.

(Dari R.D.M. Verbeek, 1903, Levensbericht van Reinder Fennema){mospagebreak}

Kisah Tewasnya R. Fennema di Poso

Para pengunjung museum yang naik melalui tangga ke lantai atas akan melihat batu

pualam bertulis yang ditempelkan pada dinding tepat di depan tangga. Letaknya yang

Page 6: TOKOH GEOLOGI

istimewa itu menyebabkan orang tanpa menyadarinya selalu membaca batu itu,

mengenangkan jasa seorang geologiwan yang telah tewas dalam menunaikan tugasnya di

daerah terpencil, jauh dari kegiatan manusia.

Demikianlah pada 27 Nopember 1897, Reinder Fennema, seorang insinyur kepala, ahli

geologi telah tenggelam dan hilang di dasar Danau Poso, Sulawesi Tengah. Mayatnya tak

pernah ditemukan.

Pada hari yang cerah, kira-kira pukul setengah satu hari itu, bertolaklah sebuah perahu dari

pantai barat danau menuju Peura di pantai timur, tempat rombongan lain yang melakukan

perjalanan mengikuti pantai timur menunggu mereka. Perahu itu berpenumpang 6 orang,

yaitu Fennema dan de Corte, pegawai Dienst van het Mijnwezen, dan 4 orang pembantu

yang berasal dari Minahasa. Cuaca amat baik, angin bertiup sepoi-sepoi basa. Pada kira-kira

pukul 3 sore, ketika perahu berada ditengah-tengah danau, tiba-tiba bertiuplah angin

kencang. Dalam tempo yang singkat datang pula gelombang yang tinggi; menggulung,

menghantam perahu. Perahu kecil yang berpenumpang 6 orang itu tidak berdaya. Hanya

sekejap saja telah terbalik. Semua penumpang terlempar dan masing-masing berusaha

menyelamatkan diri dengan berpegang sekuat-kuatnya pada badan perahu yang terbalik

itu. Angin dan gelombang terus berkecamuk. Tenaga untuk menggantung sudah semakin

berkurang, dan akhirnya hampir habis samasekali.

Cuaca gelap dan pekat, ketika pada kira-kira pukul delapan de Corte mendengar teriakan

lemah dan kemudian mengetahui bahwa Fennema telah lepas dari perahu dan menghilang.

Semua orang hanya mempunyai tenaga tersisa sedikit saja untuk menggantung, sehingga

tiada usaha dilakukan untuk mencarinya. Kepekatan malam menambah kecut hati masing-

masing. Semuanya menyerahkan nasibnya kepada Tuhan.

Untunglah kira-kira 2 jam kemudian anginpun berhenti. Gelombang berangsur-angsur

kurang. Dengan segala usaha dan mengerahkan tenaga yang masih tersisa perahupun

dibalikkan. Dengan susah payah masing-masing mengangkat badannya untuk menaiki

perahu. Semua peralatan dan dayung telah hilang. Tinggallah menunggu perahu

dihanyutkan arus. Semalam-malaman perahu hanyut terapung-apung.

Ketika matahari memancarkan cahaya merah di ufuk timur barulah mereka tahu keadaan

sekitarnya. Pantai barat danau ternyata tidak begitu jauh lagi. Merekapun berusaha

mendekatkan perahu ke pantai itu.

Page 7: TOKOH GEOLOGI

Penduduk setempat memberinya makanan dan nasi sekedarnya, dan berusaha pula mencari

Fennema. Namun Fennema telah hilang ke dasar danau bersama conto batu dan catatan

hariannya.

Demikianlah geologiwan yang dilahirkan di Sneek, Nederland pada 21 Oktober 1849, telah

tewas dalam menunaikan tugasnya, yang seperti juga tugas geologiwan pada umumnya

menuntut keberanian hidup terpencil, jauh dari kegiatan manusia, dan tidak jarang pula

penuh marabahaya.

(Tulisan mengenang Insinyur Kepala pada Mijnwezen di Hindia Belanda Reinder Fennema, kawan yang setia, manusia yang mulia, sarjana yang rendah hati)

Van Bemmelan

Reinout Willem van Bemmelen dilahirkan di Jakarta pada 14 April 1904. Sewaktu

berumur 17 tahun, ia pergi ke Delft untuk belajar ilmu pertambangan. la adalah salah

seorang murid terakhir dari Sekolah Delft Molengraaff.

Pada 5 Juli 1927 Insinyur pertambangan van Bemmelen meraih gelar Doktor di Delft

berdasarkan disertasinya Bijdrage tot de Geologie der Betische Ketens in de provincie

Granada. Promotornya adalah Prof. H. A. Brouwer.

Setelah promosi, pemuda van Bemmelen bekerja pada Opsporingdienst van den Mijnbouw

di Hindia Belanda pada Perpetaan Sumatra dan Jawa. Kegemarannya dalam bidang geologi

dan kemampuan belajar yang luar biasa, pada waktu itu saja sudah memaksakan untuk

mencurahkan pikirannya terhadap banyak bidang di luar pekerjaan sehari-harinya. Pada

beberapa tahun pertama ini bukan saja telah tumbuh benih pemikiran geotektonikanya,

yakni teori Undasi (1932), akan tetapi juga benih karya standar (baku) yang kelak akan

rnengakhiri karyanya di Indonesia dalam tahun 1949, dengan penerbitan bukunya The

Geology of Indonesia.

Pada hakekatnya perioda kegiatannya pada Opsporingdienst van den Mijnbouw, berakhir

dengan terjadinya Perang Dunia II, yang berarti pula penawanan bagi van Bemmelen.

Namun sempat pula ia di tahun pertama penjajahan Jepang itu, untuk memimpin

Penyelidikan Gunungapi dengan menghasilkan karyanya Bulletin of the East Indian

Volcanological Survey for the year 1941 (Bulletin nos. 95 - 98) yang di dalamnya memuat

juga Register of the Localities of Volcanologic Activity in the East Indian Archipelago dan

Preliminary Historical Register of Volcanic activity in the East Indian Archipelago oleh W.A.

Petroeschevsky, yang kelak akan menjadi dasar untuk pembuatan Catalogue of the Active

Page 8: TOKOH GEOLOGI

Volcanoes of the World Including solfatara field, Part I Indonesia oleh Neuman van Padang.

Penjajah Jepang tidak dapat menghalangi van Bemmelen berkuliah di hadapan sesama

tahanan yang menaruh perhatian terhadap geologi. Setelah perang di negeri Belanda

selesai, ia menulis kembali The geology of lndonesia, karena manuskrip pertama hilang di

waktu perang. Ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa.

Suatu bukti bukan saja dari kekuatan mental dan ketekunannya, melainkan juga dari

kesadaran akan kewajibannya kepada Opsporingdienst dan kepada semua yang pernah

bekerja dalam bidang geologi di Hindia Belanda. Setelah itu pada tahun 1951 menyusul

pengangkatannya sebagai Gurubesar dalam Geologi Ekonomi di Utrecht dan pada 1969

tibalah masa emeritusnya. Mengenai karyanya dapat dicatat lebih lanjut sbb. : Pertama-

tama mengenai sumbangannya pada geologi Indonesia. Buku The Geology of Indonesia-nya

masih tetap dianggap sebagai pekerjaan baku yang mengumpulkan geologi dan geologi

ekonomi bagian dari dunia ini. Kini sudah terbit terjemahannya dalam bahasa Rusia dan

mengingat banyaknya permintaan, cetakan ulang dilakukan. Sumbangannya pada

pengetahuan geologi ternyata kelihatan dari mengalirnya berbagai artikel, sedangkan pada

banyak kongres van Bemmelen telah mengungkapkan sejumlah problema geologi. Di atas

sudah disebut teori Undasi, teori yang tidak dapat dipisahkan dari namanya. ‘Tektogenesa

sekunder yang dipengaruhi gayaberat” yang erat hubungannya dengan ini telah melibatkan

banyak geologiwan, terutama di bagian yang berbahasa Inggris. Ini menghasilkan suatu

tempat terkemuka baginya dalam dunia kepustakaan geologi. Akan tetapi juga di bidang

lain tampak perhatiannya. Banyak artikel yang ditulisnya mengenai gejala gunungapi yang

dihubungkan dengan tektonika. Batuan ignimbrit sangat menarik pertahiannya.

Sebagai ilmiawan van Bemmelen memadukan pertanyaan bagaimana dan mengapa dari

gejala geologi. Pertanyaan ini tidak dihindarinya. Dengan pengetahuan lapangan dan

pustakanya yang luas ia selalu mencoba merumuskan suatu jawaban. Dari pekerjaannya

nyata keyakinannya, bahwa pemecahan persoalan suatu problema harus dilihat sebagai

gejala tambahan dari suatu kejadian yang lebih besar dan ‘mondial’. Ini nyata dari

penerbitannya mengenai problema selayang pandang seperti: geotektonika dengan banyak

segi atau fasetnya seperti sesaran kontinen, sistem sesar (patahan) selayang pandang, dst.

Terjadinya bumi dan keraknya, dan akhirnya hubungan geologi dengan pengetahuan dan

pengertian dimensi dalam geologi merupakan suatu pertanyaan yang hanya dapat dijawab

oleh seseorang, yang menguasai ikhtisar dari banyak kekhususan atau cabang ilmu dalam

geologi. Suatu kualifikasi yang selain dipenuhi oleh van Bemmelen hanya dapat dipenuhi

oleh beberapa gelintir geologiwan saja.

Page 9: TOKOH GEOLOGI

Jasa van Bemmelen ditandai dengan penganugerahan beberapa penghargaan, yakni :

1. Pening kehormatan Universitas Bebas di Brusel,

2. Medali dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cekoslovakia,

3. Keanggotaan persamaan dari Geologische Gezellschaft di Wina.

Lebih penting bagi para geologiwan, yang menamatkan sekolahnya waktu ia (van

Bemmelen) menjabat gurubesar adalah perhatian yang sungguh terhadap orang muda,

yang belajar di bawah bimbingannya. Siapa saja yang mendapatkan buku Mountain building

van Bemmelen, yang disampaikan olehnya kepada para rekan dan muridnya pada waktu

emeritusya dalam 1969, akan terkesan oleh persahabatan, penghargaan dari kekaguman

yang dicetuskan dalam buku ini.

Kepada para mahasiswa dan promovendinya, ia bertindak sebagai seorang sahabat yang

lebih tua dengan sedikit banyak pengalaman. Sikap ini tidak terbatas pada kuliah, eskursi

dan pemetaan, tetapi juga meluas ke penghidupan sehari-hari, yang didampingi dengan

ketat oleh isterinya. Hubungannya dengan para mahasiswa jelas bukan disebabkan oleh

kewajiban sosial, melainkan bersemi dari perhatian hangat terhadap sesama manusia.

Di lapangan ia mengajar para muridnya bagaimana memeta geologi, pertama-tama cara

pengamatan yang benar, setelah itu cara menyusun suatu hipotesa kerja berdasarkan

pengamatan, dan pada akhirnya cara menguji hipotesa ini dengan pengamatan baru.

Ia seakan-akan mendorong mereka agar selalu mengintip keluar dari tepi lembah dari mana

mereka keluar, untuk memperluas pemandangannya. Pemetaan yang dilakukan dibawah

bimbingannya mencakup bagian luas dari Alpina Timur dan Selatan.

Dalam kuliah dan diskusinya -apakah ini bersama kawan ataupun lawan anggapannya- van

Bemmelen mencirikan diri sebagai seorang pembela yang setia yang dengan kekuatan

alasan (argument) yang up to date mencoba membantu orang lain menjadi kawan

seperjuangan dalam anggapannya.

Pada tahun 1970 pemimpin Koninklijk Nederlandsch Geologisch Mijnbouwkundig

Genootschap, setelah mendengar Raad van Bestuur, telah menganugerahkan Pening van

Waterschoot van der Gracht, berdasarkan pertimbangan sbb. : “Prof. Dr. Ir. R. W. van

Bemmelen dengan pemikiran geologinya yang orisinil dan berani telah memberikan

sumbangan penting pada ilmu pengetahuan bumi di Negeri Belanda. Pemikiran

Page 10: TOKOH GEOLOGI

geotektonikanya yang diabadikan dalam banyak penerbitan menjadi sangat terkenal dalam

dunia Internasional. Geology of Indonesia-nya merupakan karya standar yang setelah lebih

dari 20 tahun tetap tidak berkurang nilainya. Semangatnya terhadap geologi dan

perhatiannya yang dalam terhadap manusia, yang bekerja di bawah bimbingannya memberi

inspirasi kepada para muridnya, yang sambil menyebar di seluruh dunia, memperkenalkan

pemikiran geologi Negeri Belanda”.

Von Koeningswald

Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, keturunan Jerman-Denmark yang lahir di

Berlin, adalah seorang ahli paleontologi manusia purba dan kebudayaannya. Untuk

mendapatkan sebutan itu ia telah menjelajahi P. Jawa, memasuki gua manusia Peking,

mengacak-acak toko obat Cina serta menelusuri lembah Olduvai di stepa Sere-ngeti Afrika

Utara, hanya untuk mengumpulkan fosil yang ia perlukan untuk penyelidikannya. Catatan-

catatan harian yang dibuatnya, setelah dilakukan perbaikan dan tambahan di sana-sini agar

pembaca awam lebih mudah menyelami lika-liku ilmu geologi dan prasejarah, akhirnya

dituangkan dalam bukunya yang terkenal Speurtocht in de prehistorie, ontmoetingen met

onze voorouders (Penelusuran di zaman prasejarah, perjumpaan dengan nenekmoyang

kita).

Von Koenigswald belajar geologi dan paleontologi di Berlin, Tubingen, Koln, dan sampai

meraih gelar dotor dalam bidang geologi di Munchen pada tahun1928. Pada tahun 1931 ia

datang di Hindia Belanda (Nusantara) dan langsung melakukan penelitian-penelitian yang

terarah pada stratigrafi Pliosen-Plistosen di P. Jawa. Antara tahun 1932-1933 ia melakukan

penggalian untuk penyelidikan paleontologi di daerah Ngandong, Blora, Jawa Tengah, dan

menemukan fosil manusia purba yang diberi nama Homo erectus soloensis. Penyelidikan

selanjutnya dilakukan di daerah situs Sangiran, Sragen, Jawa Tengah antara tahun 1934-

1941. Di daerah itu von Koenigswald menemukan gigi rahang yang sudah lepas yang

kemudian diketahui dari spesies Modjokertensis, tengkorak dari spesies Pithecanthropus

erectus, serta rahang atas dan bawah dari spesies Meganthropus palaeojavanicus.

Di bidang prasejarah, von Koenigswald dikenal dengan penemuannya peranti (artifact)

manusia purba berupa serpihan obsidian di dataran tinggi Bandung (1931), di daerah

Punung, Pacitan, Jawa Tengah (1933) berupa piranti yang digolongkan sebagai Pacitanian,

dan di daerah Sangiran (1934) berupa serpihan rijang. Untuk mendapatkan fosil yang telah

disimpan orang, ia menelusuri ke toko-toko obat Cina di beberapa negara, seperti di

Page 11: TOKOH GEOLOGI

Indonesia (terutama Jawa Barat), di Malaysia, Muangthai, Hongkong, Indocina, Pilipina, dan

di Amerika. Dalam penelusuran itu, ia menemukan di antaranya gigi-gigi dari spesies

Gigantopithecus (di Hongkong), spesies Hemanthropus peii, Sinanthropus officinalis, dan

rahang dari Wajak.

Von Koenigswald adalah paleontologiwan yang sangat banyak berkarya. Karya ilmiahnya

yang berjumlah lebih dari 300 judul, sebagian besar membahas tentang hasil penemuannya

di P.Jawa. Dalam tulisannya perihal manusia purba, ia membahas tentang: taksonomi,

morfologi, bahan makanan, tata lingkungan, migrasi, dan banyak yang menyangkut teori

penting dalam evolusi manusia. Dari hasil-hasil penyelidikannya, dapat ditemukan

pengabadian namanya di dalam nama beberapa binatang mamalia purba. Di daerah

Ngandong, ia menemukan jenis Artiodactyla yang diberi nama Sus terhaari von koenigswald

dan rusa purba Cervus javanicus von koenigswald. Dari daerah-daerah lain, von Koenigswald

juga menulis hasil penyelidikannya tentang fosil primata dan fosil manusia purba dari Afrika,

Eropa dan dari Australia. Hasil penyelidikan dari daerah-daerah itu meliputi: Oreopithecus,

Ramapithecus, Sivapithecus, Dryopithecus, dan manusia purba Neanderthal.

Sebagai seorang sarjana antropologi yang telah berprestasi dan berdedikasi, terutama di

bidang paleoantropologi, von Koenigswald telah banyak menerima tanda penghargaan.

Selain ia memperoleh beberapa penghargaan seperti: Medali Annandale, Plaket Darwin,

Medali Thomas Huxley, dan Hadiah Werner-Reimers, ia juga mepe-roleh gelar Dotor

Kehormatan dari Universitas Gajahmada pada tahun 1976. Dari tahun 1948 sampai dengan

1968, ia menjadi gurubesar paleontologi di Universitas Utrecht, Belanda, dan kemudian

pindah bekerja di Museum Senckenberg, Frankfurt, Jerman, sampai ia meninggal pada tahun

1981.