tinjaun umum (1-3) - bi.go.id · di sisi eksternal, neraca pembayaran indonesia mencatat surplus....
TRANSCRIPT
BANK INDONESIAUntuk informasi lebih lanjut hubungi:Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanTim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanTim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanTim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanTim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanBiro Kebijakan MoneterBiro Kebijakan MoneterBiro Kebijakan MoneterBiro Kebijakan MoneterBiro Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon : +62 61 3818163+62 21 3818206 (sirkulasi)
Fax. : +62 21 3452489E-mail : [email protected] : http://www.bi.go.id
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud
utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan
pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan
(ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Boediono Gubernur
Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur
Budi Mulya Deputi Gubernur
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERTRIWULAN I-2009
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
Strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkarnominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif(forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangkamenengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigmadasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhanekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, denganmengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHKuntuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasidimaksud sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaraninflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh BankIndonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaraninflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi sukubunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uanguntuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar UangAntar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneterharian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam halterjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDGBulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneterBank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yangtelah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasankepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansidimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraanekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesiatelah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya,Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupunBank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
Langkah-langkah PenguatanKebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten denganInflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policyreference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan(4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitasdan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukungpertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
Kata Pengantar
Semakin memburuknya perekonomian global mulai terasa imbasnya pada perekonomian domestikSemakin memburuknya perekonomian global mulai terasa imbasnya pada perekonomian domestikSemakin memburuknya perekonomian global mulai terasa imbasnya pada perekonomian domestikSemakin memburuknya perekonomian global mulai terasa imbasnya pada perekonomian domestikSemakin memburuknya perekonomian global mulai terasa imbasnya pada perekonomian domestik. Kinerja
ekspor yang menurun serta melemahnya daya beli masyarakat mendorong perekonomian tumbuh
melambat pada triwulan I-2009. Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia mencatat surplus.
Sementara itu, tekanan inflasi cenderung menurun, walaupun di sisi lain, tekanan di pasar keuangan
belum mereda. Ke depan, perekonomian Indonesia di tahun 2009 akan dipengaruhi oleh dinamika
perekonomian global. Karenanya, Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan kebijakan moneter yang
kondusif dan tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah panjang.
Perekonomian pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh melambat sebesar 4,6%.Perekonomian pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh melambat sebesar 4,6%.Perekonomian pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh melambat sebesar 4,6%.Perekonomian pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh melambat sebesar 4,6%.Perekonomian pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh melambat sebesar 4,6%. Kinerja ekspor yang
menurun sejalan dengan resesi ekonomi global menjadi salah satu faktor pendorong perlambatan ekonomi.
Namun perlambatan ekonomi lebih jauh diharapkan tidak terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi terkait dengan PEMILU. Sektor-sektor ekonomi yang diperkirakan mengalami perlambatan tajam
adalah sektor industri dan pertambangan.
Neraca Pembayaran Ind0nesia diperkirakan mencatat surplus sebesar USD 3,5 miliarNeraca Pembayaran Ind0nesia diperkirakan mencatat surplus sebesar USD 3,5 miliarNeraca Pembayaran Ind0nesia diperkirakan mencatat surplus sebesar USD 3,5 miliarNeraca Pembayaran Ind0nesia diperkirakan mencatat surplus sebesar USD 3,5 miliarNeraca Pembayaran Ind0nesia diperkirakan mencatat surplus sebesar USD 3,5 miliar. Di sisi transaksi
berjalan, penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspor mendorong surplus transaksi
berjalan pada triwulan I-2009. Sementara itu, neraca finansial juga mencatat surplus dengan adanya
aliran modal masuk hasil dari penerbitan global bond oleh Pemerintah. Kondisi tersebut menyebabkan
cadangan devisa pada triwulan I-2009 mencapai USD 54,8 miliar atau setara dengan 5,9 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri (ULN) Pemerintah.
Pasar keuangan domestik masih tertekan walaupun menunjukkan perbaikan pada akhir periodePasar keuangan domestik masih tertekan walaupun menunjukkan perbaikan pada akhir periodePasar keuangan domestik masih tertekan walaupun menunjukkan perbaikan pada akhir periodePasar keuangan domestik masih tertekan walaupun menunjukkan perbaikan pada akhir periodePasar keuangan domestik masih tertekan walaupun menunjukkan perbaikan pada akhir periode. Pelepasan
aset portfolio oleh investor asing masih berlangsung. Secara rata-rata maupun point to point, nilai tukar
rupiah terdepresiasi 5,7% sehingga mencapai level Rp11,555/ USD. Adanya kerjasama Bilateral Currency
Swap Arrangement (BCSA) dengan Bank Sentral China dan peningkatan jumlah Bilateral Swap Arrange-
ment (BSA) dengan Pemerintah Jepang menjadi sentimen positif pada akhir periode.
Gubernur Bank Indonesia
vi
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
Tekanan inflasi menurun seiring dengan melambatnya aktivitas ekonomiTekanan inflasi menurun seiring dengan melambatnya aktivitas ekonomiTekanan inflasi menurun seiring dengan melambatnya aktivitas ekonomiTekanan inflasi menurun seiring dengan melambatnya aktivitas ekonomiTekanan inflasi menurun seiring dengan melambatnya aktivitas ekonomi. Laju inflasi pada triwulan I-2009
mencapai 0,36% (qtq) atau 7,92% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi membuka ruang bagi Bank Indone-
sia untuk menurunkan BI Rate ke level 7,50%. .
Sektor perbankan domestik masih memiliki daya tahan yang cukup baikSektor perbankan domestik masih memiliki daya tahan yang cukup baikSektor perbankan domestik masih memiliki daya tahan yang cukup baikSektor perbankan domestik masih memiliki daya tahan yang cukup baikSektor perbankan domestik masih memiliki daya tahan yang cukup baik. Rasio kecukupan modal (CAR)
masih cukup tinggi dan kondisi likuiditas perbankan meningkat. Namun, perbankan perlu lebih mewaspadai
potensi peningkatan risiko kredit di tengah kondisi global yang kurang kondusif saat ini.
Ke depan, dinamika perekonomian global akan mewarnai pertumbuhan ekonomi Indonesia. Masih
berlangsungnya resesi ekonomi global mendorong perekonomian di tahun 2009 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 4% -5%. Menurunnya tekanan inflasi juga masih akan berlanjut sehingga laju inflasi pada
tahun 2009 diperkirakan berada pada batas bawah kisaran 5% - 7%.
Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan kebijakan moneter yang kondusif bagi permintaan domestik
dengan tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah panjang. Di bidang
perbankan, Bank Indonesia akan terus melanjutkan program konsolidasi dan intermediasi perbankan
serta memperkuat daya tahan perbankan ditengah gejolak global. Demikian gambaran singkat materi
laporan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan I-2009.
Jakarta, 31 Maret 2009
GUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIAGUBERNUR BANK INDONESIA
BoedionoBoedionoBoedionoBoedionoBoediono
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009Daftar Isi
Daftar Isi
1. Tinjauan Umum ........................................................................... 1
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini ..................................... 4
Pertumbuhan Ekonomi .................................................................. 4
Neraca Pembayaran Indonesia ........................................................ 10
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009 ........ 13
Inflasi ............................................................................................. 13
Nilai Tukar Rupiah .......................................................................... 15
Kebijakan Moneter ........................................................................ 17
4. Perekonomian Indonesia ke Depan ........................................... 22
Asumsi dan Skenario yang Digunakan............................................ 22
Prospek Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 23
Prakiraan Inflasi ............................................................................. 32
Faktor Risiko .................................................................................. 33
5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan I-2009 ............................. 34
Tabel Statistik .................................................................................. 35
viii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INDONESIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009 Daftar Isi
Tinjauan Umum
1
1. Tinjauan Umum
Terus memburuknya perekonomian global semakin dirasakan dampaknya padaTerus memburuknya perekonomian global semakin dirasakan dampaknya padaTerus memburuknya perekonomian global semakin dirasakan dampaknya padaTerus memburuknya perekonomian global semakin dirasakan dampaknya padaTerus memburuknya perekonomian global semakin dirasakan dampaknya pada
perekonomian domestik selama triwulan I-2009.perekonomian domestik selama triwulan I-2009.perekonomian domestik selama triwulan I-2009.perekonomian domestik selama triwulan I-2009.perekonomian domestik selama triwulan I-2009.ΩΩHal tersebut mengakibatkan
perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh lebih lambat dari perkiraan.
Perlambatan tersebut selain disebabkan oleh kinerja ekspor yang turun, juga
dikarenakan mulai melemahnya daya beli masyarakat. Meski demikian,
berlangsungnya aktivitas ekonomi selama dilakukannya pesta demokrasi dalam
rangka Pemilihan Umum, diperkirakan mampu menahan lebih jauh perlambatan
ekonomi domestik. Ke depan, pada tahun 2009 perekonomian masih dihadapkan
pada ketidakpastian pemulihan ekonomi global sehingga perekonomian Indonesia
diperkirakan tumbuh lebih rendah dari yang diperkirakan pada awal tahun sebesar
4,0-5,0%. Dengan mempertimbangkan perkembangan dan prospek perekonomian
tersebut, pada April 2009, Bank Indonesia kembali menurunkan BI rate sebesar 25
bps menjadi 7,5%. Penurunan BI Rate ini adalah kali kelima sejak Desember 2008.
Secara akumulatif (Des 08-April 09), BI Rate telah turun sebesar 175 bps.
Selama triwulan I-2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesarΩ 4,6%.Selama triwulan I-2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesarΩ 4,6%.Selama triwulan I-2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesarΩ 4,6%.Selama triwulan I-2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesarΩ 4,6%.Selama triwulan I-2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesarΩ 4,6%. Dari
sisi pengeluaran, seluruh komponen pertumbuhan mengalami perlambatan
terutama ekspor. Namun demikian, aktivitas ekonomi selama berlangsungnya pesta
demokrasi yang ditandai oleh kampanye partai politik dan pelaksanaan pemilu di
seluruh Indonesia, diperkirakan dapat mencegah perlambatan konsumsi masyarakat
yang lebih dalam. Di sisi sektoral, sektor-sektor yang diperkirakan mengalami
perlambatan tajam adalah sektor industri dan pertambangan. Sementara itu sektor-
sektor yang non-tradable seperti pengangkutan dan komunikasi serta sektor listrik,
gas dan air bersih masih akan tumbuh tinggi dengan tren yang melambat. Apabila
dilihat secara regional, anjloknya ekspor sangat berpengaruh terhadap perlambatan
ekonomi di beberapa daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua.
Kecenderungan penurunan tekanan inflasi terus berlanjut.Kecenderungan penurunan tekanan inflasi terus berlanjut.Kecenderungan penurunan tekanan inflasi terus berlanjut.Kecenderungan penurunan tekanan inflasi terus berlanjut.Kecenderungan penurunan tekanan inflasi terus berlanjut. Tekanan inflasi selama
triwulan I-2009 masih cenderung menurun mencapai 0,36% (secara triwulanan,
qtq) atau 7,92% (secara tahunan, yoy). Penurunan tekanan inflasi tersebut terutama
disebabkan oleh masih berlanjutnya dampak langsung dan tidak langsung dari
penurunan BBM. Selain itu membaiknya ekspektasi inflasi serta melemahnya
permintaan domestik juga menjadi penyumbang dari rendahnya tekanan inflasi.
Sementara itu, tekanan dari harga-harga barang yang dikendalikan pemerintah
(administered prices) dan harga makanan bergejolak (volatile food) juga masih
rendah terkait dengan terjaganya produksi pangan domestik.
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia pada Triwulan I-2009 diperkirakanDi sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia pada Triwulan I-2009 diperkirakanDi sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia pada Triwulan I-2009 diperkirakanDi sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia pada Triwulan I-2009 diperkirakanDi sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia pada Triwulan I-2009 diperkirakan
mencatat surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS.mencatat surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS.mencatat surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS.mencatat surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS.mencatat surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS. Volume ekspor beberapa komoditas
unggulan seperti minyak sawit, tembaga, dan kertas, tetap menunjukkan kinerja
yang positif. Adapun beberapa komoditas seperti batu bara dan produk kimia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
2
mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan global. Sementara
itu, impor tercatat mengalami penurunan baik impor bahan baku maupun bahan
modal untuk industri di dalam negeri, seiring dengan melemahnya permintaan
domestik. Sementara itu, di neraca finansial, penerbitan global bond oleh pemerintah
telah menyebabkan neraca finansial mencatat surplus. Dengan kondisi tersebut,
posisi cadangan devisa pada triwulan I-2009 diperkirakan menjadi USD 54,8 miliar
atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN)
pemerintah.
Di pasar keuangan, tekanan terhadap pasar keuangan dirasakan masih terusDi pasar keuangan, tekanan terhadap pasar keuangan dirasakan masih terusDi pasar keuangan, tekanan terhadap pasar keuangan dirasakan masih terusDi pasar keuangan, tekanan terhadap pasar keuangan dirasakan masih terusDi pasar keuangan, tekanan terhadap pasar keuangan dirasakan masih terus
berlangsung walaupun membaik di akhir triwulan.berlangsung walaupun membaik di akhir triwulan.berlangsung walaupun membaik di akhir triwulan.berlangsung walaupun membaik di akhir triwulan.berlangsung walaupun membaik di akhir triwulan. Tekanan tersebut terkait dengan
kinerja perusahaan-perusahaan yang belum membaik, dan masih tingginya persepsi
risiko para pemilik modal. Namun, di penghujung triwulan I-2009, muncul sentimen
positif di pasar keuangan sehubungan dengan bertambahnya cadangan devisa
terkait dengan penerbitan global bond Pemerintah RI, peningkatan jumlah Bilateral
Swap Arrangement (BSA) dengan Pemerintah Jepang, dan penandatanganan
Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan Bank Sentral China.
Di tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring denganDi tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring denganDi tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring denganDi tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring denganDi tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring dengan
melemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian padamelemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian padamelemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian padamelemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian padamelemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian pada
upaya menjaga pertumbuhan ekonomi dan menghindari terjadinya penurunan dayaupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dan menghindari terjadinya penurunan dayaupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dan menghindari terjadinya penurunan dayaupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dan menghindari terjadinya penurunan dayaupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dan menghindari terjadinya penurunan daya
beli masyarakat yang semakin dalam.beli masyarakat yang semakin dalam.beli masyarakat yang semakin dalam.beli masyarakat yang semakin dalam.beli masyarakat yang semakin dalam. Berbagai kebijakan moneter Bank Indonesia
ditempuh dalam rangka mendukung bangkitnya sektor riil, khususnya UMKM, guna
mendukung pertumbuhan ekonomi negeri.
Selain melakukan pelonggaran kebijakan moneter, paket suplemen kebijakan Bank
Indonesia lainnya yang dapat dilakukan adalah mempercepat penyaluran kredit
perbankan dan menurunkan risiko kredit. Beberapa paket tambahan dilakukan
oleh Bank Indonesia berupa early restructuring perbankan, meminta adanya
penjaminan Pemerintah terhadap kredit untuk proyek-proyek strategis seperti air
minum, listrik, perumahan, serta infrastruktur jalan dan jembatan, yang
pembangunannya dibiayai oleh APBN, serta memfasilitasi pertemuan perbankan
dengan sektor-sektor yang berpotensi mendorong peningkatan intermediasi
perbankan. Upaya memfokuskan kegiatan usaha bank ke UMKM dan linkage
program antara bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR), atau lembaga
keuangan mikro, seperti koperasi dan baitul maal wa tamwil (BMT), terus dilakukan
dengan gencar. Hal tersebut diharapkan dapat mendukung kehidupan masyarakat
dan mencegah terjadinya perlambatan lebih dalam pada perekonomian.
Ke depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi olehKe depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi olehKe depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi olehKe depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi olehKe depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi oleh
dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009
diperkirakan berada lebih rendah dari perkiraan awal tahun sebesar 4,0-5,0%.diperkirakan berada lebih rendah dari perkiraan awal tahun sebesar 4,0-5,0%.diperkirakan berada lebih rendah dari perkiraan awal tahun sebesar 4,0-5,0%.diperkirakan berada lebih rendah dari perkiraan awal tahun sebesar 4,0-5,0%.diperkirakan berada lebih rendah dari perkiraan awal tahun sebesar 4,0-5,0%.Ω
Meski demikian, Bank Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan harga
komoditas intenasional saat ini telah mencapai titik terendah sehingga terdapat
tanda-tanda pembalikan yang dapat mendorong perbaikan harga-harga, dan pada
gilirannya mendukung pertumbuhan ekspor. Di sisi lain, semakin melambatnya
Tinjauan Umum
3
perekonomian dunia, dan menurunnya permintaan agregat, terus mendorong
turunnya tekanan inflasi. Ke depan, pada tahun 2009, dengan prospek pertumbuhan
ekonomi yang diperkirakan terus melambat, tren inflasi diperkirakan akan berada
pada batas bawah kisaran 5% - 7%.
Di sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalamiDi sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalamiDi sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalamiDi sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalamiDi sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalami
dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Namun secara umum, perbankan nasional masih tetap memiliki daya tahan yang
cukup baik, yang tercermin dari indikator utama perbankan CAR dan NPL. Rasio
kecukupan modal (CAR) masih tetap tinggi yakni 17,7%. Kondisi likuiditas
perbankan juga mengalami peningkatan sejalan dengan tingginya peningkatan
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 19,8%. Namun, tren perlambatan pertumbuhan
kredit masih berlangsung terkait dengan sikap kehati-hatian perbankan dalam
kondisi ketidakpastian terhadap prospek ekonomi.
Dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, DewanDengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, DewanDengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, DewanDengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, DewanDengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, Dewan
Gubernur Bank Indonesia pada April 2009 memutuskan untuk menurunkan BIGubernur Bank Indonesia pada April 2009 memutuskan untuk menurunkan BIGubernur Bank Indonesia pada April 2009 memutuskan untuk menurunkan BIGubernur Bank Indonesia pada April 2009 memutuskan untuk menurunkan BIGubernur Bank Indonesia pada April 2009 memutuskan untuk menurunkan BI
Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50 %.Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50 %.Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50 %.Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50 %.Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50 %. Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan
kebijakan moneter yang kondusif bagi permintaan domestik dengan tetap
berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah panjang.Ω
Secara operasional, ruang penurunan BI rate ke depan masih terbuka jika prospek
inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah.Ω Di bidang perbankan,
Bank Indonesia akan terus berupaya untuk melanjutkan langkah dalam mewujudkan
perbankan yang sehat, kuat dan kompetitif.Ω Di samping itu, upaya meningkatkan
kehati-hatian industri perbankan dalam melewati krisis global senantiasa menjadi
perhatian Bank Indonesia.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
4
2. Perkembangan MakroekonomiTerkini
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2009 diprakirakan akan mengalami
perlambatan seiring dengan memburuknya perekonomian global. Di sisi permintaan,
konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh melambat akibat melemahnya daya
beli masyarakat. Penurunan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang yang
disertai dengan rendahnya harga komoditas ekspor mengakibatkan pertumbuhan
ekspor pada triwulan I-2009 melemah. Kegiatan investasi dan kinerja impor
diprakirakan turut tumbuh melemah karena penurunan permintaan baik yang
berasal dari domestik maupun eksternal. Selain itu, faktor risiko ketidakpastian
perekonomian dunia yang masih tinggi juga turut berpengaruh terhadap
melemahnya investasi. Di sisi penawaran, hampir seluruh sektor ekonomi
diprakirakan akan tumbuh melambat. Meskipun demikian, perlambatan beberapa
sektor ekonomi yang berorientasi pasar domestik (nontradables) diperkirakan akan
sedikit tertahan.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Perlambatan ekonomi pada triwulan sebelumnya diprakirakan masih terus berlanjut
pada triwulan ini. PDB pada triwulan I-2009 diprakirakan berpotensi tumbuh lebih
rendah menjadi sebesar 4,6% (yoy, Grafik 2.1). Melemahnya pertumbuhan PDB
tersebut terutama didorong oleh kinerja ekspor yang menurun tajam sejalan dengan
memburuknya perekonomian global dan melemahnya daya beli masyarakat.
Sementara itu, perlambatan permintaan domestik dan eksternal disertai melemahnya
tendensi bisnis pelaku usaha mendorong penurunan investasi. Di sisi eksternal,
pertumbuhan ekspor diprakirakan menurun cukup tajam akibat merosotnya
pertumbuhan ekonomi pasar ekspor utama dan harga komoditas
yang relatif masih rendah. Sejalan dengan perlambatan kegiatan
investasi dan permintaan eksternal, impor pada triwulan I-2009
diprakirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (Tabel 2.1).
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diprakirakanKonsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diprakirakanKonsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diprakirakanKonsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diprakirakanKonsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diprakirakan
tumbuh melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.tumbuh melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.tumbuh melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.tumbuh melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.tumbuh melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Perlambatan tersebut sejalan dengan perkembangan indikator
penuntun konsumsi rumah tangga yang mengindikasikan siklus
kontraksi akan berlangsung setidaknya hingga satu triwulan ke
depan (Grafik 2.2). Penurunan pertumbuhan konsumsi swasta
pada triwulan laporan diprakirakan seiring dengan melemahnya
daya beli masyarakat akibat turunnya penghasilan dan
peningkatan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun
Grafik 2.1
Pertumbuhan PDB
% y-o-y
2005I II III IV
5,0
6,0
6,5
5,5
4,5
7,0
4,0
2006I II III IV
2007I II III IV
2008I II III IV I*
2009
Perkembangan Makroekonomi Terkini
5
Grafik 2.2
Indikator Penuntun Konsumsi
demikian, mulai menurunnya tekanan inflasi yang disusul
dengan implementasi berbagai kebijakan Pemerintah seperti
penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT), kenaikan gaji Pegawai
Negeri Sipil (PNS) serta kegiatan Pemilu diprakirakan mampu
menahan laju penurunan pertumbuhan yang terlampau dalam.
Berdasarkan perkembangan tersebut, konsumsi rumah tangga
pada triwulan laporan diprakirakan tumbuh melambat yaitu
sebesar 4,1% (yoy).
Selain itu, beberapa indikator dini lainnya turut mengkonfirmasiSelain itu, beberapa indikator dini lainnya turut mengkonfirmasiSelain itu, beberapa indikator dini lainnya turut mengkonfirmasiSelain itu, beberapa indikator dini lainnya turut mengkonfirmasiSelain itu, beberapa indikator dini lainnya turut mengkonfirmasi
perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga padaperlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga padaperlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga padaperlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga padaperlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan I-2009, seperti penjualan produk elektronika dantriwulan I-2009, seperti penjualan produk elektronika dantriwulan I-2009, seperti penjualan produk elektronika dantriwulan I-2009, seperti penjualan produk elektronika dantriwulan I-2009, seperti penjualan produk elektronika dan
kendaraan bermotor serta pertumbuhan impor barang konsumsikendaraan bermotor serta pertumbuhan impor barang konsumsikendaraan bermotor serta pertumbuhan impor barang konsumsikendaraan bermotor serta pertumbuhan impor barang konsumsikendaraan bermotor serta pertumbuhan impor barang konsumsi
yang bergerak menurun.yang bergerak menurun.yang bergerak menurun.yang bergerak menurun.yang bergerak menurun. Pada sisi pembiayaan, indikator M1 riil
dan kredit konsumsi riil menunjukkan tren yang melambat. Di
sisi lain, tingkat keyakinan konsumen cenderung meningkat
meskipun daya beli masyarakat melemah. Indeks Keyakinan
Konsumen Bank Indonesia (IKK-BI, Grafik 2.3) menunjukkan
adanya perbaikan terutama karena membaiknya ekspektasi
kondisi ekonomi ke depan yang didorong oleh ekspektasi
kenaikan gaji PNS dan rencana penyaluran stimulus fiskal
Pemerintah. Sementara itu, sampai dengan pertengahan triwulan
I-2009, indeks penjualan eceran tumbuh melambat yang
didorong oleh turunnya penjualan barang kelompok makanan
dan tembakau.
Namun demikian, laju perlambatan pertumbuhan konsumsiNamun demikian, laju perlambatan pertumbuhan konsumsiNamun demikian, laju perlambatan pertumbuhan konsumsiNamun demikian, laju perlambatan pertumbuhan konsumsiNamun demikian, laju perlambatan pertumbuhan konsumsi
swasta diprakirakan dapat tertahan oleh pertumbuhan transferswasta diprakirakan dapat tertahan oleh pertumbuhan transferswasta diprakirakan dapat tertahan oleh pertumbuhan transferswasta diprakirakan dapat tertahan oleh pertumbuhan transferswasta diprakirakan dapat tertahan oleh pertumbuhan transfer
pendapatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pengeluaranpendapatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pengeluaranpendapatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pengeluaranpendapatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pengeluaranpendapatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pengeluaran
belanja Pemilu 2009.belanja Pemilu 2009.belanja Pemilu 2009.belanja Pemilu 2009.belanja Pemilu 2009. Total remitansi TKI sampai dengan triwulan
IV-2008 masih menunjukkan tren yang meningkat. Sementara
itu, maraknya kegiatan kampanye partai politik serta calon
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
I II III IV I II III IV* I*Indikator
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2007
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Total Konsumsi 4,6 4,6 5,3 5,0 4,9 5,5 5,5 6,3 6,4 5,9 5,0
Konsumsi Swasta 4,7 4,7 5,1 5,5 5,0 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 4,1
Konsumsi Pemerintah 3,7 3,8 6,5 2,0 3,9 3,6 5,3 14,1 16,4 10,4 13,3
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 7,6 7,6 9,7 12,4 9,4 13,7 12,0 12,2 9,1 11,7 4,8
Ekspor Barang dan Jasa 8,6 10,4 7,4 7,9 8,5 13,6 12,4 10,6 1,8 9,5 -5,1
Impor Barang dan Jasa 8,5 6,5 7,0 13,9 9,0 18,0 16,1 11,0 -3,5 10,0 -7,1
PDBPDBPDBPDBPDB 6,06,06,06,06,0 6,66,66,66,66,6 6,66,66,66,66,6 5,85,85,85,85,8 6,36,36,36,36,3 6,26,26,26,26,2 6,46,46,46,46,4 6,46,46,46,46,4 5,25,25,25,25,2 6,16,16,16,16,1 4,64,64,64,64,6
20072008
2008*2009
Grafik 2.3
Indeks Keyakinan Konsumen - Survei Konsumen BI
Impor Barang Konsumsi, M1 Riil, CPI
99
99
99
100
100
100
100
100
101
gPDBKonsRT cli Konsumsi RT97,5
98,0
98,5
99,0
99,5
100,0
100,5
101,0
101,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indeks
2007 2008
60
70
80
90
100
110
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32009
Ekspektasi KonsumenKondisi Ekonomi Saat IniIndeks Keyakinan konsumen
optimis
pesimis
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
6
Grafik 2.5
Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan
legislatif menjelang Pemilu 2009 mendorong besarnya
pengeluaran konsumsi nonmakanan pada triwulan laporan.
Investasi pada triwulan I-2009 diprakirakan akan tumbuh lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar
4,8% (yoy). Hal tersebut tercermin pada perkembangan indikator
penuntun investasi swasta yang berada pada siklus kontraksi
setidaknya sampai satu triwulan ke depan (Grafik 2.4).
Berlanjutnya penurunan permintaan eksternal menyusul masih
tingginya risiko ketidakpastian perekonomian global dan kondisi
dalam negeri menjelang Pemilu mendorong pengusaha untuk
menunda investasinya pada triwulan laporan. Di sisi lain,
penurunan harga BBM, tarif dasar listrik industri serta inisiasi
penyaluran stimulus fiskal pada proyek infrastruktur dan
beberapa subsektor utama diperkirakan tidak berdampak
signifikan dalam menahan semakin dalamnya perlambatan
investasi. Berdasarkan komponennya, pertumbuhan investasi
triwulan I-2009 diprakirakan masih bersumber dari investasi
bangunan (Grafik 2.5).
Penurunan pertumbuhan investasi juga dikonfirmasi oleh
indikator dini investasi seperti pertumbuhan indeks produksi dan
konsumsi semen yang cenderung melambat dan melemahnya
impor barang modal (Grafik 2.6). Di sisi pembiayaan,
pertumbuhan kredit investasi riil juga bergerak melambat seiring
dengan turunnya permintaan domestik dan eksternal. Sementara
itu, perkembangan sentimen bisnis pelaku usaha
mengindikasikan penurunan kegiatan investasi. Berdasarkan hasil
survei BPS, menurunnya jumlah pendapatan usaha pada triwulan
I-2009 diperkirakan mendorong tendensi bisnis pengusaha
melemah (Grafik 2.7). Indikasi tersebut juga disukung oleh hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang memperkirakan
berkurangnya investasi serta jumlah usaha yang akan berinvestasi
pada semester I-2009 dibandingkan dengan semester tahun
sebelumnya.
Sejalan dengan melemahnya kegiatan perekonomian global,Sejalan dengan melemahnya kegiatan perekonomian global,Sejalan dengan melemahnya kegiatan perekonomian global,Sejalan dengan melemahnya kegiatan perekonomian global,Sejalan dengan melemahnya kegiatan perekonomian global,
pertumbuhan ekspor diprakirakan melemah mencapai -5,1%pertumbuhan ekspor diprakirakan melemah mencapai -5,1%pertumbuhan ekspor diprakirakan melemah mencapai -5,1%pertumbuhan ekspor diprakirakan melemah mencapai -5,1%pertumbuhan ekspor diprakirakan melemah mencapai -5,1%
(yoy). (yoy). (yoy). (yoy). (yoy). Meluasnya tekanan perlambatan ekonomi global pada
negara mitra dagang disertai masih rendahnya harga komoditas
ekspor berdampak signifikan terhadap kemerosotan
pertumbuhan ekspor. Penurunan ekspor juga didorong oleh
berkurangnya penyerapan sektor industri pasar utama ekspor
khususnya pada komoditas pertanian dan hasil industri (Grafik
2.8). Dukungan skema pembiayaan ekspor juga diperkirakan
Grafik 2.4
Indikator Penuntun Investasi
Grafik 2.6
Pertumbuhan Impor Barang Modal
IPI, Sales Commercial Car, IPI Machinery and Equipment,Cement Consumption
PMTB cli Investasi
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
(%, yoy)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
-20
-10
0
10
20
30
40
(%, yoy)
2006* 2007** 2008***I II III IV I II III IV I II III IV
2009***I
Bangunan Non Bangunan PMTB (rhs)
(%)
-10
-5
0
5
10
15
20
25(%)
gPMTB (yoy)
Imp_brg_modal
-30
-10
10
30
50
70
90
110
2006 2007 2008 2009I II III IV I II III IV I II III IV I
Perkembangan Makroekonomi Terkini
7
belum mampu meredam laju penurunan pertumbuhan ekspor
pada triwulan laporan.
Seiring dengan melemahnya permintaan domestik dan eksternal,
kinerja impor pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh
melambat. Hal tersebut ditunjukkan oleh pergerakan indikator
penuntun impor yang masih berada pada siklus kontraksi
setidaknya hingga satu triwulan ke depan (Grafik 2.9). Turunnya
pertumbuhan impor terutama disebabkan melambatnya
intensitas kegiatan produksi terutama pada sektor industri
pengolahan berorientasi ekspor serta penurunan konsumsi
masyarakat yang dibarengi dengan pengetatan impor barang
konsumsi. Dengan perkembangan tersebut, impor pada triwulan
I-2009 diprakirakan tumbuh melemah yaitu sebesar -7,1% (yoy).
Operasi Keuangan Pemerintah
Sampai dengan Februari 2009, operasi keuangan PemerintahSampai dengan Februari 2009, operasi keuangan PemerintahSampai dengan Februari 2009, operasi keuangan PemerintahSampai dengan Februari 2009, operasi keuangan PemerintahSampai dengan Februari 2009, operasi keuangan Pemerintah
mencatat surplus anggaran sebesar Rp10,3 triliun (0,2% PDB),mencatat surplus anggaran sebesar Rp10,3 triliun (0,2% PDB),mencatat surplus anggaran sebesar Rp10,3 triliun (0,2% PDB),mencatat surplus anggaran sebesar Rp10,3 triliun (0,2% PDB),mencatat surplus anggaran sebesar Rp10,3 triliun (0,2% PDB),
lebih rendah dibandingkan dengan surplus periode yang samalebih rendah dibandingkan dengan surplus periode yang samalebih rendah dibandingkan dengan surplus periode yang samalebih rendah dibandingkan dengan surplus periode yang samalebih rendah dibandingkan dengan surplus periode yang sama
tahun lalu sebesar Rp26,6 triliun (0,5% dari PDB).tahun lalu sebesar Rp26,6 triliun (0,5% dari PDB).tahun lalu sebesar Rp26,6 triliun (0,5% dari PDB).tahun lalu sebesar Rp26,6 triliun (0,5% dari PDB).tahun lalu sebesar Rp26,6 triliun (0,5% dari PDB). Dibandingkan
dengan targetnya, realisasi pendapatan negara dan hibah lebih
rendah dibandingkan dengan kinerja periode yang sama tahun
lalu akibat dari kinerja sektor perpajakan yang melambat.
Sementara itu, penyerapan belanja negara pada periode laporan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, baik dari belanja
Pemerintah Pusat maupun transfer ke daerah.
Perlambatan ekonomi domestik yang masih terus berlanjut danPerlambatan ekonomi domestik yang masih terus berlanjut danPerlambatan ekonomi domestik yang masih terus berlanjut danPerlambatan ekonomi domestik yang masih terus berlanjut danPerlambatan ekonomi domestik yang masih terus berlanjut dan
kebijakan di bidang perpajakan mempengaruhi kinerjakebijakan di bidang perpajakan mempengaruhi kinerjakebijakan di bidang perpajakan mempengaruhi kinerjakebijakan di bidang perpajakan mempengaruhi kinerjakebijakan di bidang perpajakan mempengaruhi kinerja
penerimaan perpajakan. penerimaan perpajakan. penerimaan perpajakan. penerimaan perpajakan. penerimaan perpajakan. Sejalan dengan melambatnya aktivitas
perekonomian dan diimplementasikannya ketentuan perpajakan
mengenai pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) dan
kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penerimaan pajak
utama yaitu Pajak Penghasilan Nonmigas mengalami
perlambatan pertumbuhan. Selain itu, komponen penerimaan
pajak yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti Pajak
Pertambahan NIlai (PPN) mengalami pertumbuhan yang negatif
selama Januari-Februari 2009. Penerimaan pajak ekspor juga
terus mengalami perlambatan sejak semester II-2008
mengindikasikan masih belum pulihnya kondisi ekspor Indonesia.
Di sisi nonpajak, perkembangan harga minyak yang jauh lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
menyebabkan lebih rendahnya penerimaan migas pada periode
ini.
Grafik 2.7
Sentimen Bisnis - BPS
Grafik 2.8
Pertumbuhan Ekspor Menurut Sektor
Grafik 2.9
Indikator Penuntun Impor
ITB Jumlah Jam KerjaPendapatan UsahaPenggunaan Kapasitas Produksi
Indeks
2006 2007 2009
80
90
100
110
120
130
I II III IV I II III IV I II III IV I*2008
(%) (%)
gEkspor (yoy) rhs ekspor_pertanian
ekspor industri ekspor_mineral
-50
-20
10
40
70
100
130
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2006 2007 2008 2009I II III IV I II III IV I II III IV Feb
Industrial Production Index, Volume Listrik Industri, Produksi Kendaraan,IP Industri Pengolahan Japan, IP Kertas dan Produk dari Kertas,IP Pakaian dan Perlengkapannya, PSI Korea, Rp to USD, Rp to JPY,Kredit Kons Riil, M1 Riil
98
99
99
100
100
101
101
102
102pdb_imp
cli_impor
99,2
99,4
99,6
99,8
100,0
100,2
100,4
100,6
100,8fase kontraksifase
kontraksi
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
8
Kinerja belanja negara mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya dengan realisasi belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah
yang lebih tinggi. Realisas belanja Pemerintah Pusat yang lebih tinggi bersumber
dari peningkatan belanja K/L, pembayaran subsidi dan bunga utang. Membaiknya
realisasi Belanja K/L seperti Belanja Pegawai, Barang dan Modal mengindikasikan
kontribusi fiskal pada sektor riil yang meningkat walaupun masih terlihat minimal.
Selama periode laporan pengeluaran subsidi sebagian besar digunakan untuk subsidi
listrik sementara meningkatnya beban utang Pemerintah berdampak pada bunga
utang yang lebih besar. Dengan kondisi tersebut, realisasi Belanja Pemerintah Pusat
selama tahun 2009 mencapai 6,7% dari APBN, sedikit lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,2% dari APBN. Di sisi pengeluaran
daerah, transfer ke daerah juga meningkat akibat rapel pembayaran DAU untuk
Januari-Februari yang dilakukan pada Januari. Sementara itu, Dana Bagi Hasil
mengalami penurunan yang cukup signifikan seiring dengan menurunnya harga
minyak di pasar internasional. Dengan perkembangan tersebut realisasi Transfer ke
Daerah telah mencapai 14,7% dari APBN, lebih baik dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 12,2% dari APBN.
Penawaran Agregat
Sektor perekonomian sisi penawaran pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuhSektor perekonomian sisi penawaran pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuhSektor perekonomian sisi penawaran pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuhSektor perekonomian sisi penawaran pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuhSektor perekonomian sisi penawaran pada triwulan I-2009 diprakirakan tumbuh
melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan (Tabel 2.2). melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan (Tabel 2.2). melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan (Tabel 2.2). melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan (Tabel 2.2). melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan (Tabel 2.2). Sektor
tradables seperti sektor pertambangan dan sektor pertanian terutama subsektor
perkebunan diprakirakan tumbuh melambat seiring dengan belum membaiknya
permintaan dunia dan harga komoditas internasional. Kinerja sektor nontradables
seperti sektor perdagangan, sektor bangunan, serta sektor pengangkutan dan
komunikasi diperkirakan mulai terpengaruh oleh melambatnya sektor tradables.
Perlambatan pertumbuhan sektoral pada triwulan laporan dikonfirmasi oleh hasil
survei SKDU-BI dan Survei Tendensi Bisnis BPS yang menunjukkan adanya penurunan
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
I II III IV I II III IV* I*Sektor
Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran
2007
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Pertanian -2,1 5,6 7,7 2,0 3,4 6,3 4,8 3,4 4,7 4,8 4,2
Pertambangan dan Penggalian 6,2 3,2 1,0 -2,0 2,0 -1,7 -0,5 2,1 2,1 0,5 1,1
Industri Pengolahan 5,2 5,1 4,5 3,8 4,7 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,7
Listrik, Gas, dan Air Bersih 8,2 10,2 11,3 11,6 10,3 12,3 11,8 10,4 9,3 10,9 9,0
Bangunan 8,4 7,7 8,3 9,9 8,6 8,0 8,1 7,6 5,7 7,3 4,7
Restoran, Hotel, dan Perdagangan 9,3 7,8 8,0 8,6 8,4 6,9 8,1 8,4 5,6 7,2 5,2
Pengangkutan dan Komunikasi 13,0 13,7 14,8 14,5 14,0 18,3 17,3 15,5 15,8 16,7 13,7
Keuangan, Persewaan, dan Jasa 8,1 7,6 7,6 8,6 8,0 8,3 8,7 8,6 7,4 8,2 6,8
Jasa-Jasa 7,0 7,0 5,2 7,2 6,6 5,9 6,7 7,2 6,0 6,4 5,5
PDBPDBPDBPDBPDB 6,06,06,06,06,0 6,66,66,66,66,6 6,66,66,66,66,6 5,85,85,85,85,8 6,36,36,36,36,3 6,26,26,26,26,2 6,46,46,46,46,4 6,46,46,46,46,4 5,25,25,25,25,2 6,16,16,16,16,1 4,64,64,64,64,6
20072008
2008*2009
Perkembangan Makroekonomi Terkini
9
ekspektasi pelaku bisnis pada triwulan I-2009. Sementara itu, dilihat dari
kontribusinya, penyumbang utama terhadap pertumbuhan masih berasal dari sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), sektor industri pengolahan, serta sektor
pengangkutan dan komunikasi.
Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2009 diprakirakan masih berada dalamSektor industri pengolahan pada triwulan I-2009 diprakirakan masih berada dalamSektor industri pengolahan pada triwulan I-2009 diprakirakan masih berada dalamSektor industri pengolahan pada triwulan I-2009 diprakirakan masih berada dalamSektor industri pengolahan pada triwulan I-2009 diprakirakan masih berada dalam
tren yang melambat, yaitu tumbuh sebesar 1,7% (yoy). tren yang melambat, yaitu tumbuh sebesar 1,7% (yoy). tren yang melambat, yaitu tumbuh sebesar 1,7% (yoy). tren yang melambat, yaitu tumbuh sebesar 1,7% (yoy). tren yang melambat, yaitu tumbuh sebesar 1,7% (yoy). Namun demikian,
perlambatan tersebut diperkirakan akan tertahan oleh meningkatnya permintaan
domestik menjelang Pemilu. Distribusi terbesar sektor industri masih berasal dari
subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, subsektor industri
makanan, minuman dan tembakau, serta subsektor industri kimia dan barang dari
karet. Sementara itu, penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan sektor industri
pengolahan berasal dari subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya,
subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta subsektor industri kimia
dan barang dari karet.
Di sisi lain, kinerja subsektor industri yang berorientasi domestik menunjukkan
adanya perbaikan pada awal triwulan I-2009. Perkiraan tertahannya perlambatan
sektor industri pengolahan terlihat dari perkembangan indeks dan kapasitas produksi
subsektor yang berorientasi domestik seperti subsektor industri makanan, minuman
dan tembakau serta subsektor tekstil yang mengindikasikan adanya peningkatan.
Namun demikian, subsektor yang berorientasi ekspor seperti subsektor alat
angkutan, mesin dan peralatannya, serta subsektor barang galian bukan logam
masih menunjukkan tren penurunan. Sementara itu, indikator dini lainnya seperti
produksi mobil dan sepeda motor menunjukkan adanya sedikit perbaikan pada
pertengahan triwulan I-2009. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh relatif stabilnya
pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor industri sampai
dengan pertengahan triwulan I-2009.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan tumbuh melambat padaSektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan tumbuh melambat padaSektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan tumbuh melambat padaSektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan tumbuh melambat padaSektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan tumbuh melambat pada
triwulan I-2009 sebesar 5,2% (yoy).triwulan I-2009 sebesar 5,2% (yoy).triwulan I-2009 sebesar 5,2% (yoy).triwulan I-2009 sebesar 5,2% (yoy).triwulan I-2009 sebesar 5,2% (yoy). Salah satu faktor yang mendorong melambatnya
pertumbuhan sektor PHR adalah menurunnya permintaan akibat melemahnya daya
beli masyarakat. Namun demikian, adanya faktor Pemilu diperkirakan dapat
meningkatkan permintaan domestik dan menahan laju perlambatan pertumbuhan
sektor perdagangan lebih lanjut. Indikator dini sektor PHR seperti indeks penjualan
eceran (SPE-BI) juga menunjukkan penurunan pada pertengahan triwulan I-2009.
Hal yang sama juga terlihat pada indikator subsektor hotel, yaitu rata-rata tingkat
hunian hotel di Bali yang tumbuh dalam tren melambat hingga pertengahan triwulan
I-2009. Dari sisi pembiayaan, sampai dengan pertengahan triwulan I-2009, kredit
perbankan pada sektor perdagangan mengalami peningkatan, namun masih berada
dibawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008.
Pada triwulan I-2009, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh relatif stabilPada triwulan I-2009, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh relatif stabilPada triwulan I-2009, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh relatif stabilPada triwulan I-2009, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh relatif stabilPada triwulan I-2009, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh relatif stabil
sebesar 4,2% (yoy). sebesar 4,2% (yoy). sebesar 4,2% (yoy). sebesar 4,2% (yoy). sebesar 4,2% (yoy). Relatif stabilnya pertumbuhan sektor pertanian terutama
tercermin dari perkembangan subsektor tanaman bahan pangan yaitu padi.
Berdasarkan Angka Ramalan I BPS, produksi padi diperkirakan akan relatif stabil
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
10
yang didukung oleh perkembangan luas panen padi dan produktivitasnya. Namun
demikian, subsektor perkebunan sampai dengan awal triwulan I-2009 masih
menunjukkan tren perlambatan terkait dengan belum membaiknya permintaan
ekspor. Dari sisi pembiayaan, sampai dengan pertengahan triwulan I-2009,
penyaluran kredit perbankan kepada sektor pertanian mengalami peningkatan,
namun masih dibawah rata-rata tahun 2008.
Sektor pertambangan dan penggalian diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pertambangan dan penggalian diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pertambangan dan penggalian diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pertambangan dan penggalian diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pertambangan dan penggalian diprakirakan akan tumbuh melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,1% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,1% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,1% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,1% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,1% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan sektor pertambangan terutama disebabkan oleh
menurunnya permintaan ekspor dan turunnya harga komoditas pertambangan seperti
ditunjukkan oleh perkembangan ekspor bijih, kerak dan abu logam, batubara, serta
alumunium. Pertumbuhan sektor pertambangan yang melambat juga dikonfirmasi
oleh sisi pembiayaan, dimana kredit yang disalurkan kepada sektor pertambangan
menunjukkan tren penurunan sampai dengan pertengahan triwulan I-2009.
Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan akan tumbuh melambatSektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan akan tumbuh melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 13,7% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 13,7% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 13,7% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 13,7% (yoy).dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 13,7% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan subsektor komunikasi tercermin pada indikator jumlah
pelanggan seluler yang sampai dengan triwulan IV-08 mulai mengindikasikan adanya
perlambatan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh subsektor pengangkutan yang
tumbuh dalam tren yang melambat. Hal tersebut tercermin pada perkembangan
jumlah penumpang angkutan udara dan kereta api yang menurun sampai dengan
pertengahan triwulan I-2009. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi
yang melambat juga dikonfirmasi oleh sisi pembiayaan, dimana kredit yang
disalurkan kepada sektor tersebut menunjukkan tren penurunan sampai dengan
pertengahan triwulan I-2009.
Sektor bangunan pada triwulan I-2009 diprakirakan akan tumbuh melambatSektor bangunan pada triwulan I-2009 diprakirakan akan tumbuh melambatSektor bangunan pada triwulan I-2009 diprakirakan akan tumbuh melambatSektor bangunan pada triwulan I-2009 diprakirakan akan tumbuh melambatSektor bangunan pada triwulan I-2009 diprakirakan akan tumbuh melambat
menjadi sebesar 4,7% (yoy). menjadi sebesar 4,7% (yoy). menjadi sebesar 4,7% (yoy). menjadi sebesar 4,7% (yoy). menjadi sebesar 4,7% (yoy). Melambatnya pertumbuhan sektor bangunan ini
dikonfirmasi oleh pertumbuhan pembangunan properti komersial yang cenderung
menurun (Survei Properti Komersial - BI). Melambatnya pertumbuhan juga
tercermin dari perkembangan konsumsi semen yang sampai dengan awal triwulan
I-2009 tumbuh dalam tren yang melambat. Sementara itu, di sisi pembiayaan,
kredit yang disalurkan perbankan baik melalui kredit properti maupun kredit
konstruksi tumbuh dalam tren yang melambat. Stimulus infrastruktur yang semula
diharapkan dapat menahan perlambatan sektor bangunan masih mengalami
berbagai kendala, diantaranya masih rendahnya tingkat kesiapan proyek-proyek
infrastruktur yang akan didanai.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Sejalan dengan menurunnya impor karena melemahnya kegiatan ekonomi domestikSejalan dengan menurunnya impor karena melemahnya kegiatan ekonomi domestikSejalan dengan menurunnya impor karena melemahnya kegiatan ekonomi domestikSejalan dengan menurunnya impor karena melemahnya kegiatan ekonomi domestikSejalan dengan menurunnya impor karena melemahnya kegiatan ekonomi domestik
dan berhasilnya Pemerintah menerbitkan GMTN, kinerja NPI triwulan I-2009dan berhasilnya Pemerintah menerbitkan GMTN, kinerja NPI triwulan I-2009dan berhasilnya Pemerintah menerbitkan GMTN, kinerja NPI triwulan I-2009dan berhasilnya Pemerintah menerbitkan GMTN, kinerja NPI triwulan I-2009dan berhasilnya Pemerintah menerbitkan GMTN, kinerja NPI triwulan I-2009
diperkirakan mencatat surplus sebesar USD3,5 miliar. diperkirakan mencatat surplus sebesar USD3,5 miliar. diperkirakan mencatat surplus sebesar USD3,5 miliar. diperkirakan mencatat surplus sebesar USD3,5 miliar. diperkirakan mencatat surplus sebesar USD3,5 miliar. Dampak perlambatan ekonomi
global di pasar barang tercermin pada melambatnya aktivitas arus perdagangan,
Perkembangan Makroekonomi Terkini
11
baik ekspor maupun impor. Kinerja ekspor mengalami perlambatan seiring
menurunnya permintaan global. Meskipun demikian, volume ekspor beberapa
komoditas unggulan seperti minyak sawit dan tembaga tetap menunjukkan kinerja
yang positif. Kinerja impor terkoreksi lebih tajam terkait dengan melemahnya
perekonomian domestik. Dengan kombinasi kedua komponen tersebut, neraca
transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus. Sementara itu, aliran dana asing
dalam bentuk penempatan obligasi valas Pemerintah dan investasi langsung
memberi sumbangan positif di sisi transaksi modal dan finansial. Dengan
perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan I-2009
mencapai USD54,8 miliar atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri (ULN) Pemerintah.
Transaksi Berjalan
Kinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus akibat lajuKinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus akibat lajuKinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus akibat lajuKinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus akibat lajuKinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus akibat laju
perlambatan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor.perlambatan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor.perlambatan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor.perlambatan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor.perlambatan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Impor khususnya
minyak diprakirakan menurun lebih tajam sejalan dengan pelemahan ekonomi
domestik yang lebih dalam dari yang diperkirakan. Di sisi lain, tanda-tanda perbaikan
ditunjukkan oleh volume ekspor beberapa komoditas unggulan seperti minyak sawit,
tembaga, dan kertas. Lemahnya permintaan akan produk Indonesia akibat resesi
ekonomi negara mitra dagang, sebagian dapat dikompensir melalui perkembangan
harga yang tertahan penurunannya pada triwulan I-2009. Adapun, komoditas utama
lainnya seperti batubara dan produk kimia mengalami penurunan. Dengan
perkembangan tersebut, neraca perdagangan barang diprakirakan masih mencatat
surplus.
Kinerja ekspor mendapat dukungan positif sejalan dengan tertahannya penurunanKinerja ekspor mendapat dukungan positif sejalan dengan tertahannya penurunanKinerja ekspor mendapat dukungan positif sejalan dengan tertahannya penurunanKinerja ekspor mendapat dukungan positif sejalan dengan tertahannya penurunanKinerja ekspor mendapat dukungan positif sejalan dengan tertahannya penurunan
harga komoditas lebih lanjut pada triwulan I-2009.harga komoditas lebih lanjut pada triwulan I-2009.harga komoditas lebih lanjut pada triwulan I-2009.harga komoditas lebih lanjut pada triwulan I-2009.harga komoditas lebih lanjut pada triwulan I-2009. Ekspor nonmigas menurun
disebabkan oleh penurunan ekspor kelompok barang pertanian, pertambangan,
dan industri. Di sisi impor, prakiraan pelemahan ekonomi domestik lebih lanjut
berdampak pada revisi kebawah nilai impor pada triwulan I-2009. Sejalan dengan
melemahnya konsumsi dan sektor industri pengolahan, impor kelompok barang
konsumsi dan bahan baku menurun, sementara impor barang modal terindikasi
masih cukup positif. Pengaruh melemahnya kegiatan ekonomi domestik juga
berdampak pada kinerja sektor migas. . . . . Defisit neraca perdagangan minyak
diprakirakan menurun seiring dengan terbatasnya peningkatan harga minyak dan
melemahnya konsumsi minyak domestik.
Defisit sektor jasa, pendapatan, dan transfer pada NPI triwulan I-2009 diprakirakanDefisit sektor jasa, pendapatan, dan transfer pada NPI triwulan I-2009 diprakirakanDefisit sektor jasa, pendapatan, dan transfer pada NPI triwulan I-2009 diprakirakanDefisit sektor jasa, pendapatan, dan transfer pada NPI triwulan I-2009 diprakirakanDefisit sektor jasa, pendapatan, dan transfer pada NPI triwulan I-2009 diprakirakan
menurun.menurun.menurun.menurun.menurun. Turunnya defisit neraca jasa terkait dengan penurunan ongkos impor
sejalan dengan prakiraan impor yang melemah. Sementara itu, turunnya defisit
neraca pendapatan terkait dengan penurunan repatriasi hasil investasi asing di aset
keuangan domestik terkait penyesuaian portofolio asing akibat risk aversion. Namun,
aliran remitansi di current transfer masih terbantu oleh konsistensi aliran remitansi
dari Timur Tengah yang bergerak di sektor rumah tangga.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
12
Neraca Modal dan Finansial
Transaksi modal dan Finansial (TMF) pada triwulan I-2009 diprakirakan mencatatTransaksi modal dan Finansial (TMF) pada triwulan I-2009 diprakirakan mencatatTransaksi modal dan Finansial (TMF) pada triwulan I-2009 diprakirakan mencatatTransaksi modal dan Finansial (TMF) pada triwulan I-2009 diprakirakan mencatatTransaksi modal dan Finansial (TMF) pada triwulan I-2009 diprakirakan mencatat
surplus akibat keberhasilan penerbitan obligasi valas pemerintah dan aliran masuksurplus akibat keberhasilan penerbitan obligasi valas pemerintah dan aliran masuksurplus akibat keberhasilan penerbitan obligasi valas pemerintah dan aliran masuksurplus akibat keberhasilan penerbitan obligasi valas pemerintah dan aliran masuksurplus akibat keberhasilan penerbitan obligasi valas pemerintah dan aliran masuk
modal pada investasi langsung neto. modal pada investasi langsung neto. modal pada investasi langsung neto. modal pada investasi langsung neto. modal pada investasi langsung neto. Aliran modal masuk pada investasi langsung
tersebut terkait dengan investasi di sektor telekomunikasi. Selain itu, investasi
langsung neto yang meningkat juga dipengaruhi terbatasnya outflow dari investasi
langsung di sektor migas sejalan dengan ketentuan cost recovery. Di tengah gejolak
pasar finansial global yang masih berlangsung, penerbitan obligasi valas pemerintah
jenis Global Medium Term Notes (GMTN) senilai USD3 miliar berhasil memperkuat
TMF. . . . . Respons investor global terhadap penerbitan GMTN positif tercermin dari
total penawaran yang jauh di atas yang dimenangkan. GMTN tersebut dalam 2
tranche masing-masing USD1 miliar jatuh tempo 5 tahun dan USD2 miliar dengan
tenor 10 tahun.
Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial
tersebut di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I-2009posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I-2009posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I-2009posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I-2009posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I-2009
mencapai USD54,8 miliarmencapai USD54,8 miliarmencapai USD54,8 miliarmencapai USD54,8 miliarmencapai USD54,8 miliar atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran
Utang Luar Negeri Pemerintah.
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009
13
3. Perkembangan dan KebijakanMoneter Triwulan I-2009
Memasuki triwulan I-2009 kondisi ekonomi global masih belum menunjukkan tanda-
tanda perbaikan. Beberapa perkembangan justru mengindikasikan kondisi yang
lebih buruk dari perkiraan semula. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada triwulan I-2009 diperkirakan akan melambat. Perlambatan
tersebut terutama disebabkan oleh kinerja ekspor yang menurun signifikan akibat
anjloknya pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang, serta melemahnya
daya beli akibat meningkatnya PHK. Di sisi lain, tekanan terhadap inflasi selama
triwulan I-2009 cenderung menurun. Pada akhir triwulan, inflasi IHK tercatat hanya
sebesar 0,36% (qtq) atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan pola historisnya.
Demikian pula secara tahunan, inflasi IHK juga mencatat penurunan yakni sebesar
7,92% jauh lebih rendah dibandingkan dengan akhir Desember 2008 yang
mencapai 11,06%. Sementara itu, perkembangan nilai tukar rupiah pada triwulan
I-2009 masih mengalami tekanan sejalan dengan belum kondusifnya kondisi
eksternal. Rupiah terdepresiasi sebesar 5,67% (ptp) menjadi Rp11.555 per dolar
AS atau melemah 5,74% secara rata-rata. Namun, perkembangan di akhir periode
laporan menunjukkan sedikit perbaikan sejalan dengan kinerja NPI yang lebih baik
dari perkiraan dan membaiknya persepsi risiko.
Sejalan dengan perkembangan global, kondisi di pasar keuangan domestik juga
menunjukkan tren menurun. Pasar saham domestik masih mengalami tekanan
terkait dengan kinerja emiten yang belum membaik, sedangkan di pasar SUN,
persepsi risiko yang masih tinggi menyebabkan yield SUN cenderung meningkat.
Namun demikian, sentimen positif terkait pasar keuangan dunia pada akhir triwulan
mampu mendorong penguatan IHSG dan penurunan yield SUN.
Mencermati berbagai perkembangan yang terjadi selama
triwulan I-2009, kebijakan Bank Indonesia terus diarahkan untuk
tetap mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dengan tetap
mengawal inflasi dan kestabilan sektor keuangan dalam jangka
menengah. Pada akhir triwulan laporan, Bank Indonesia
memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi
7,75%.
INFLASI
Sepanjang triwulan I-2009, laju inflasi bulanan cenderungSepanjang triwulan I-2009, laju inflasi bulanan cenderungSepanjang triwulan I-2009, laju inflasi bulanan cenderungSepanjang triwulan I-2009, laju inflasi bulanan cenderungSepanjang triwulan I-2009, laju inflasi bulanan cenderung
menurun terutama disebabkan oleh dampak langsung danmenurun terutama disebabkan oleh dampak langsung danmenurun terutama disebabkan oleh dampak langsung danmenurun terutama disebabkan oleh dampak langsung danmenurun terutama disebabkan oleh dampak langsung dan
tidak langsung penurunan harga BBM. tidak langsung penurunan harga BBM. tidak langsung penurunan harga BBM. tidak langsung penurunan harga BBM. tidak langsung penurunan harga BBM. Secara tahunan, laju
inflasi IHK pada akhir triwulan laporan mencapai 7,92% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang mencapai 11,06% (yoy) (Grafik 3.1). Pada Maret 2009,
Grafik 3.1
Perkembangan Inflasi IHK
%, yoy
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
IHK
2007 2008 20091 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
Administered Price
Volatile Food
Inti (exclusion)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
14
inflasi bulanan tercatat sebesar 0,22% (mtm) sehingga
menjadikan laju inflasi secara triwulanan hanya tercatat sebesar
0,36% (qtq). Berdasarkan kelompok pengeluaran, rendahnya
inflasi Maret 2009 terutama bersumber dari kelompok
transportasi sejalan dengan kebijakan strategis administered
prices terkait BBM. Sementara itu, kelompok pengeluaran
lainnya masih mencatat inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi
pada kelompok sandang terkait dengan kenaikan harga emas
perhiasan.
Rendahnya laju inflasi selama triwulan I-2009 disebabkan olehRendahnya laju inflasi selama triwulan I-2009 disebabkan olehRendahnya laju inflasi selama triwulan I-2009 disebabkan olehRendahnya laju inflasi selama triwulan I-2009 disebabkan olehRendahnya laju inflasi selama triwulan I-2009 disebabkan oleh
penurunan tekanan yang terjadi baik pada sisi fundamentalpenurunan tekanan yang terjadi baik pada sisi fundamentalpenurunan tekanan yang terjadi baik pada sisi fundamentalpenurunan tekanan yang terjadi baik pada sisi fundamentalpenurunan tekanan yang terjadi baik pada sisi fundamental
maupun sisi non-fundamental.maupun sisi non-fundamental.maupun sisi non-fundamental.maupun sisi non-fundamental.maupun sisi non-fundamental. Dari sisi fundamental, inflasi inti
yang relatif menurun disebabkan oleh membaiknya ekspektasi
inflasi yang didukung oleh terjaganya pasokan kebutuhan
pokok dan penurunan harga BBM. Di samping itu, anjloknya
permintaan domestik menyebabkan tekanan dari sisi permintaan relatif rendah.
Di lain pihak, dari sisi non-fundamental, menurunnya harga-harga komoditas
internasional serta terjaganya pasokan bahan kebutuhan pokok di dalam negeri
menyebabkan inflasi volatile food relatif rendah. Sementara itu, dampak langsung
maupun tidak langsung dari penurunan harga BBM menyebabkan tekanan inflasi
pada kelompok administered prices menurun sangat cepat, bahkan menyebabkan
deflasi.
Inflasi inti pada triwulan I-2009 cenderung menurunInflasi inti pada triwulan I-2009 cenderung menurunInflasi inti pada triwulan I-2009 cenderung menurunInflasi inti pada triwulan I-2009 cenderung menurunInflasi inti pada triwulan I-2009 cenderung menurun. Secara tahunan, inflasi inti
pada akhir triwulan I-2009 tercatat sebesar 7,15% (yoy) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 8,29% (yoy). Tren penurunan inflasi inti pada triwulan
laporan terkait dengan membaiknya ekspektasi inflasi dan minimnya tekanan dari
sisi permintaan. Membaiknya ekspektasi inflasi didukung oleh terjaganya pasokan
kebutuhan pokok dalam negeri serta penurunan harga BBM. Sementara itu, faktor
kesenjangan permintaan dan penawaran masih minimal seiring
dengan anjloknya permintaan domestik. Namun, meskipun
berada pada tren yang menurun, inflasi inti mendapat tekanan
yang relatif meningkat dari faktor eksternal yang berasal dari
imported inflation dan depresiasi Rupiah.
Sejalan dengan inflasi inti, inflasi Sejalan dengan inflasi inti, inflasi Sejalan dengan inflasi inti, inflasi Sejalan dengan inflasi inti, inflasi Sejalan dengan inflasi inti, inflasi volatile food volatile food volatile food volatile food volatile food jugajugajugajugajuga masihmasihmasihmasihmasih
melanjutkan tren penurunanmelanjutkan tren penurunanmelanjutkan tren penurunanmelanjutkan tren penurunanmelanjutkan tren penurunan. Secara tahunan, inflasi volatile food
mencapai 10,57% (yoy) pada triwulan I-2009, menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 16,48%
(yoy). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh masih
berlanjutnya tren penurunan harga komoditas internasional serta
membaiknya pasokan barang-barang kebutuhan pokok di dalam
negeri, terutama untuk komoditas cabe merah dan ikan segar,
selama triwulan laporan. Di samping itu, masa panen yang relatif
Grafik 3.3
Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast
Grafik 3.2
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok
Barang dan Jasa Triwulan I-2009 (y-o-y)
-4,87
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok,dan Tembakau
Perumahan, Listrik, Air, Gas,dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi, danJasa Keuangan
%
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
0,42
1,44
2,40
4,48
1,27
0,22
-0,84
0,31
0,40
0,11
0,32
0,05
0,02 Sumbangan (qtq)Inflasi (qtq)
%, yoy
5
6
7
8
9
2008 20091 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
20102009
6,8 6,8
6,4
6,9
7,6
8,0 7,9
8,38,5
8,2
7,7 7,6
6,8
6,5
6,26,0
6,2 6,3
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009
15
baik menyebabkan penurunan harga beras yang memberikan
sumbangan terhadap deflasi sebesar 0,02%.
DeflasiDeflasiDeflasiDeflasiDeflasi administered prices administered prices administered prices administered prices administered prices di triwulan I-2009 semakin tajam di triwulan I-2009 semakin tajam di triwulan I-2009 semakin tajam di triwulan I-2009 semakin tajam di triwulan I-2009 semakin tajam
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi administered
prices secara tahunan tercatat sebesar 8,27% (yoy) menurun
dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,99% (yoy).
Minimalnya kebijakan administered price dan pelaksanaan
program konversi yang tidak menimbulkan kelangkaan
sebagaimana di awal program, memberikan sumbangan
terhadap turunnya tekanan inflasi dari administered price.
Berdasarkan komoditasnya, sumbangan deflasi pada triwulan
laporan terutama berasal dari dampak langsung (1st round effect)
penurunan harga BBM yakni bensin dan solar. Penurunan harga
yang cukup signifikan tersebut pada gilirannya memberikan
dampak lanjutan (2nd round effect) berupa penurunan tarif
berbagai angkutan.
NILAI TUKAR RUPIAH
Selama triwulan I-2009, tekanan terhadap rupiah masih cukupSelama triwulan I-2009, tekanan terhadap rupiah masih cukupSelama triwulan I-2009, tekanan terhadap rupiah masih cukupSelama triwulan I-2009, tekanan terhadap rupiah masih cukupSelama triwulan I-2009, tekanan terhadap rupiah masih cukup
tinggi terutama berasal dari faktor eksternal. tinggi terutama berasal dari faktor eksternal. tinggi terutama berasal dari faktor eksternal. tinggi terutama berasal dari faktor eksternal. tinggi terutama berasal dari faktor eksternal. Secara rata-rata,
nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5,7% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, dari Rp10.914 per dolar AS menjadi
Rp11.578 per dolar AS (Grafik 3.5). Pada akhir periode laporan,
Rupiah ditutup pada level Rp11.555/USD atau melemah 5,67%
secara point-to-point. Pelemahan nilai tukar lebih dipengaruhi
oleh sentimen negatif terkait semakin pesimisnya outlook
ekonomi global. Kondisi tersebut mendorong investor beralih
ke safe haven assets dan menarik dananya dari emerging market
yang dianggap lebih berisiko termasuk Indonesia. Perkembangan
tersebut akhirnya menimbulkan tekanan pada rupiah. Namun,
pada akhir triwulan laporan, tekanan terhadap rupiah berkurang
dipengaruhi sentimen positif terhadap pasar keuangan global
karena laporan keuntungan beberapa lembaga keuangan dan
respons kebijakan the Fed, ditambah sentimen positif domestik
terhadap kinerja NPI yang lebih baik dari perkiraan. Sementara
itu, volatilitas rupiah menunjukkan penurunan dari 9,8% menjadi
2,6% (Grafik 3.6).
Masih berlanjutnya «Masih berlanjutnya «Masih berlanjutnya «Masih berlanjutnya «Masih berlanjutnya «risk aversionrisk aversionrisk aversionrisk aversionrisk aversion» terhadap aset » terhadap aset » terhadap aset » terhadap aset » terhadap aset emerging marketemerging marketemerging marketemerging marketemerging market
(termasuk rupiah) tercermin pada EMBIG (termasuk rupiah) tercermin pada EMBIG (termasuk rupiah) tercermin pada EMBIG (termasuk rupiah) tercermin pada EMBIG (termasuk rupiah) tercermin pada EMBIG spreadspreadspreadspreadspread yang masih yang masih yang masih yang masih yang masih
berada pada level tinggi (Grafik 3.7)berada pada level tinggi (Grafik 3.7)berada pada level tinggi (Grafik 3.7)berada pada level tinggi (Grafik 3.7)berada pada level tinggi (Grafik 3.7). Selama triwulan I-2009,
EMBIG Spread cenderung turun dari level 724 pada akhir triwulan
IV-2008 menjadi 628 pada akhir triwulan I-2009 sejalan dengan
Grafik 3.4
Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang
Grafik 3.5
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
Grafik 3.6
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Rp/$ %
8000
8500
9000
9500
10000
10500
11000
11500
12000
12500
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00Kurs Harian
Volatilitas Harian
Volatilitas Triwulanan
2007 2008Jan JulApr Okt Jan JulApr Okt Jan
2009
11555
9,78
2,59
%, yoy %, yoy
Inflasi Komoditas Impor (lhs)
Inflasi Mitra Dagang (rhs)
Dep (+)/Apr(-) Rp (lhs)
-5
0
5
10
15
20
25
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
Dampak Depresiasi Rupiah menahanpenurunan tekanan inflasi komoditas impor
Kurs Harian
Rata-rata Triwulanan
2007 2008
Rp/USD
8600
9000
9400
9800
10200
10600
11000
11400
11800
12200
12600
1Jan
29Jan
26Feb
26Mar
23Apr
21Mei
18Jun
16Jul
13Ags
10Sep
8Okt
5Nov
3Des
31Des
28Jan
25Feb
24Mar
21Apr
19Mei
16Jun
14Jul
11Ags
8Sep
6Okt
3Nov
1Des
29Des
Rata-rata Bulanan
26Jan
23Feb
23Mar
11555
9.103 9.221
10.914
11.578
2009
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
16
tertekannya bursa saham global. Namun demikian, pada akhir
periode laporan, risk appetite investor asing menunjukkan
perbaikan dan mendorong faktor risiko kembali membaik.
Sementara itu, premi swap sebagai salah satu indikator ekspektasi
arah pergerakan rupiah kembali berfluktuasi untuk semua tenor
(1, 3, 6 dan 12 bulan) (Grafik 3.8). Namun, langkah kebijakan
yang diambil oleh Bank Indonesia mampu berperan menurunkan
premi risiko yang sempat tinggi, sehingga di akhir triwulan
menurun.
Sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter, imbal hasilSejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter, imbal hasilSejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter, imbal hasilSejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter, imbal hasilSejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter, imbal hasil
rupiah cenderung turun namun masih pada kisaran yang tetaprupiah cenderung turun namun masih pada kisaran yang tetaprupiah cenderung turun namun masih pada kisaran yang tetaprupiah cenderung turun namun masih pada kisaran yang tetaprupiah cenderung turun namun masih pada kisaran yang tetap
terjagaterjagaterjagaterjagaterjaga. Selisih suku bunga Dalam Negeri dan Luar Negeri
(Uncovered Interest Parity Rate - UIP) menyempit pada level
8,22% atau menurun dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya pada level 10,94%. Meskipun demikian, UIP masih
berada pada level tertinggi dibandingkan dengan negara
kawasan asia lainnya. Meningkatnya faktor risiko menyebabkan
suku bunga Covered Interest Parity Rate (CIP) bergerak turun
hingga level 0,74 atau terendah sekawasan Asia setelah Korea.
Namun demikian, spread antara domestic government bond dan
US Treasury Note masih tertinggi di kawasan Asia yang
menjadikan daya tarik investasi obligasi masih lebih besar
dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia lainnya
(Grafik 3.9).
Pelaku asing menarik dananya dari instrumen rupiah terutamaPelaku asing menarik dananya dari instrumen rupiah terutamaPelaku asing menarik dananya dari instrumen rupiah terutamaPelaku asing menarik dananya dari instrumen rupiah terutamaPelaku asing menarik dananya dari instrumen rupiah terutama
dari SUN, namun dari SUN, namun dari SUN, namun dari SUN, namun dari SUN, namun inflowinflowinflowinflowinflow masih terjadi pada SBI dan Saham. masih terjadi pada SBI dan Saham. masih terjadi pada SBI dan Saham. masih terjadi pada SBI dan Saham. masih terjadi pada SBI dan Saham.
Selama triwulan I-2009, kepemilikan investor asing pada SBI
meningkat mencapai 694,5 juta dolar AS sehingga posisinya
menjadi 1,39 miliar dolar AS. Sementara itu, posisi kepemilikan
SUN oleh investor asing menjadi 6,64 miliar dolar AS. Total posisi
penempatan asing di SBI dan SUN tercatat 8,04 miliar dolar AS,
sedangkan di pasar saham, asing masih mencatat net beli tipis
sebesar 1,5 juta dolar AS.
Secara umum, kondisi pasar valas masih ekses permintaan,
meskipun tidak sebesar pada triwulan IV-2008. Selama triwulan
I-2009, ekses permintaan tercatat sebesar 421 juta dolar AS
terutama berasal dari permintaan valas domestik yang hanya
dapat dipenuhi sebagian oleh inflow dana asing yang terbatas
sebesar 229 juta dolar AS (Grafik 3.10). Volume transaksi valas
selama triwulan I-2009 menurun signifikan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Total volume pasar valas menurun dari 157
miliar dolar pada triwulan sebelumnya menjadi 78 miliar dolar
Grafik 3.8
Premi Swap Berbagai Tenor
Grafik 3.7
EMBIG Spread
Grafik 3.9
Perbandingan Imbal Hasil Beberapa Negara
Sumber: Bloomberg
Risk Worsen World Equity Drop
bps Indeks900
800
700
600
500
400
300
600
700
800
900
1000
1200
1400
1100
1300
Sep
2009
Okt Nov Des Jan Feb Mar
EMBI Global
MSCI World (RHS)-inverted scale
2008
Sumber : Reuters (diolah)
%
Premi 6 M Premi 12 M
Premi 1 M Premi 3 M
2008
Jul Ags Sep Okt Mar4
9
14
19
24
Nov Des Jan Feb
%
10 year domestik generic bond spread AsiaSumber: Bloomberg
2009
Jan Feb Jun Sep Nov Des
Indonesia Malaysia Filipina
Thailand Singapore
-5
0
5
10
15
20
Mar Apr Mei Jul Ags Okt Jan Feb Mar
2008
9,5
0,99
5,39
0,78-0,73
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009
17
AS pada triwulan laporan. Korporasi mencatat net beli valas,
sedangkan nasabah mencatat net pasokan valas.
KEBIJAKAN MONETER
Strategi Kebijakan
Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI RateBank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI RateBank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI RateBank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI RateBank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate
sebanyak 150 bps selama triwulan I-2009. sebanyak 150 bps selama triwulan I-2009. sebanyak 150 bps selama triwulan I-2009. sebanyak 150 bps selama triwulan I-2009. sebanyak 150 bps selama triwulan I-2009. Hingga akhir triwulan
laporan, level BI Rate turun menjadi 7,75% dari 9,25% pada
akhir Desember 2008. Kebijakan tersebut dilakukan dalam
rangka mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dengan
tetap mengawal inflasi serta stabilitas makroekonomi dan sektor
keuangan.
Penurunan BI Rate sebesar 150 bps selama triwulan I-2009
kemudian ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai
jalur. Di pasar uang, suku bunga PUAB berbagai tenor bergerak
mengikuti BI Rate. Sementara itu, suku bunga deposito 1 bulan mulai menunjukkan
penurunan, sedangkan respons suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate
berlangsung lebih lambat dengan besaran yang sangat rendah. Di pasar saham,
kinerja IHSG secara umum pada triwulan I-2009 masih mengalami tekanan dengan
sedikit perbaikan pada akhir periode laporan. Perbaikan kinerja pada akhir periode
laporan juga terjadi di pasar SUN, meskipun secara umum masih mengalami tekanan.
Penurunan yield SUN masih terbatas pada jangka pendek, khususnya terkait
tingginya minat investor pada SPN. Sementara itu, penurunan untuk yield SUN
tenor jangka menengah dan panjang masih tertahan terkait dengan kondisi likuiditas
di pasar SUN.
Dari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upayaDari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upayaDari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upayaDari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upayaDari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya
untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya menjaga kestabilan nilai tukar
rupiah dilakukan melalui penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati serta upaya
stabilisasi nilai tukar yang ditempuh secara konsisten untuk mencegah volatilitas
yang berlebihan dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa untuk
memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian. Di samping itu, penguatan
strategi komunikasi serta peningkatan efektivitas peraturan prudensial dan
monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang pengelolaan kebijakan
tersebut.
Suku Bunga
Suku bunga PUAB O/N yang bergerak di sekitar BI Rate dengan peningkatanSuku bunga PUAB O/N yang bergerak di sekitar BI Rate dengan peningkatanSuku bunga PUAB O/N yang bergerak di sekitar BI Rate dengan peningkatanSuku bunga PUAB O/N yang bergerak di sekitar BI Rate dengan peningkatanSuku bunga PUAB O/N yang bergerak di sekitar BI Rate dengan peningkatan
volatilitas yang terjaga mencerminkan kondisi pasar uang yang semakin membaik.volatilitas yang terjaga mencerminkan kondisi pasar uang yang semakin membaik.volatilitas yang terjaga mencerminkan kondisi pasar uang yang semakin membaik.volatilitas yang terjaga mencerminkan kondisi pasar uang yang semakin membaik.volatilitas yang terjaga mencerminkan kondisi pasar uang yang semakin membaik.
Penurunan BI Rate sebesar 150 bps selama triwulan I-2009 diikuti oleh penurunan
suku bunga PUAB O/N dengan volatilitas yang relatif terjaga. Rata-rata harian suku
bunga PUAB O/N menurun sebesar 123 bps dari 9,62% pada triwulan IV-2008
menjadi 8,39% pada triwulan I-2009. Membaiknya kondisi likuiditas pasar uang
Grafik 3.10
Permintaan dan Penawaran Valas
Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN Net S(+)/D(-) dari Pelaku DNNet S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN Kurs - rhs
US$ Juta IDR/USD
Excess Supply
Excess Demand
-1000
-5000
-3000
1000
3000
5000
8600
9100
9600
10100
10600
11100
11600
2008
Jun Ags OktAprFeb DesJan Mar Mei Jul Sep Nov FebJan Mar
2009
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
18
juga tercermin pada suku bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang. Suku
bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang tercatat menurun dengan besaran
yang lebih besar dari penurunan BI Rate. Hal tersebut mencerminkan cenderung
menurunnya risiko di pasar uang khususnya PUAB, sebagaimana tampak pada
term premium1 PUAB yang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Transmisi penurunan BI Rate direspons oleh penurunan suku bunga deposito danTransmisi penurunan BI Rate direspons oleh penurunan suku bunga deposito danTransmisi penurunan BI Rate direspons oleh penurunan suku bunga deposito danTransmisi penurunan BI Rate direspons oleh penurunan suku bunga deposito danTransmisi penurunan BI Rate direspons oleh penurunan suku bunga deposito dan
kredit lebih lambat dan dengan besaran yang relatif terbataskredit lebih lambat dan dengan besaran yang relatif terbataskredit lebih lambat dan dengan besaran yang relatif terbataskredit lebih lambat dan dengan besaran yang relatif terbataskredit lebih lambat dan dengan besaran yang relatif terbatas. Sejalan dengan
membaiknya persepsi risiko, penurunan BI Rate yang telah dimulai sejak Desember
2008 baru ditransmisikan ke suku bunga deposito pada Januari 2009. Penurunan
tersebut pun masih terbatas pada suku bunga deposito dengan tenor 1 dan 24
bulan. Selanjutnya, transmisi penurunan BI Rate terus berlanjut hingga Februari
meskipun masih tetap terbatas pada tenor tertentu. Sementara itu, untuk tenor
lainnya yaitu 6 dan 12 bulan, suku bunga deposito masih menunjukkan peningkatan.
Dibandingkan dengan BI Rate yang turun secara agresif, penurunan suku bunga
deposito sepanjang triwulan I-2009 tergolong masih rendah, yaitu sebesar 27 bps.
Di sisi lain, respon spenurunan BI Rate pada suku bunga kredit baru berjalan sejak
Februari 2009 dan masih sangat terbatas. Di Februari, penurunan terjadi pada suku
bunga Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) masing-masing sebesar
15 bps dan 14 bps, sementara suku bunga Kredit Konsumsi masih meningkat 7
bps. Pada akhir triwulan laporan, suku bunga kredit diindikasikan akan kembali
mengalami penurunan, termasuk pada suku bunga Kredit Konsumsi.
Rendah dan lambatnya respons suku bunga kredit bersumber dari tingginya Rendah dan lambatnya respons suku bunga kredit bersumber dari tingginya Rendah dan lambatnya respons suku bunga kredit bersumber dari tingginya Rendah dan lambatnya respons suku bunga kredit bersumber dari tingginya Rendah dan lambatnya respons suku bunga kredit bersumber dari tingginya costcostcostcostcost
of fundof fundof fundof fundof fund dan masih tingginya persepsi risiko perbankan. dan masih tingginya persepsi risiko perbankan. dan masih tingginya persepsi risiko perbankan. dan masih tingginya persepsi risiko perbankan. dan masih tingginya persepsi risiko perbankan. Masih cukup tingginya cost
of fund ini sejalan dengan meningkatnya proporsi dana perbankan dalam bentuk
dana mahal berupa deposito. Sementara itu, masih tingginya persepsi risiko
perbankan sejalan dengan meningkatnya NPL perbankan dan masih besarnya risiko
pasar yang diantaranya tercermin dari perkembangan yield SBN yang masih tinggi.
Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb MarSuku Bunga (%)
BI Rate 8,00 8,25 8,50 8,75 9,00 9,25 9,50 9,50 9,25 8,75 8.25 7,75
Penjaminan Deposito 8.00 8,25 8,25 8,25 8,75 8,75 10,00 10,00 10,00 9,50 9,50 9,50
Dep 1 bulan (Weighted Average) 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52 9,88 n.a
Dep 1 bulan (Counter Rate) 6,85 6,84 7,01 7,18 7,42 7,74 7,74 8,51 8,69 8,70 8,47 8,20
Base Lending Rate 12,75 12,77 12,80 12,95 13,21 13,26 13,26 14,07 14,16 14,21 14,01 n.a
Kredit Modal Kerja (KMK) 12,93 12,92 12,99 13,14 13,42 13,93 14,67 15,13 15,22 15,23 15,08 n.a
Kredit Investasi (KI) 12,47 12,36 12,51 12,61 12,86 13,32 13,88 14,28 14,40 14,37 14,23 n.a
Kredit Konsumsi (KK) 15,74 15,67 15,71 15,73 15,78 15,87 16,05 16,24 16,40 16,46 16,53 n.a
Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Triwulan II-2008
1 Selisih antara suku bunga PUAB jangka pendek (O/N) dengan jangka waktu lebih panjang (> 30 hari).
Triwulan III-2008 Triwulan IV-2008 Triwulan I-2009
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009
19
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Di tengah penurunan BI Rate, posisi dana secara agregat pada triwulan I-2009Di tengah penurunan BI Rate, posisi dana secara agregat pada triwulan I-2009Di tengah penurunan BI Rate, posisi dana secara agregat pada triwulan I-2009Di tengah penurunan BI Rate, posisi dana secara agregat pada triwulan I-2009Di tengah penurunan BI Rate, posisi dana secara agregat pada triwulan I-2009
justru meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. justru meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. justru meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. justru meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. justru meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Menurunnya aktifitas
perekonomian dan masih tingginya suku bunga perbankan mendorong masyarakat
untuk cenderung memindahkan jenis investasinya ke deposito, termasuk investasi
dari pasar saham. Pertumbuhan DPK pada Februari 2009 sedikit meningkat menjadi
sebesar 19,8% (yoy) dari 16,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 3.11).
Namun demikian, peningkatan tersebut relatif terbatas sehubungan dengan
lambatnya realisasi kredit perbankan yang diindikasi terkait dengan kebijakan
pemberian kredit perbankan yang lebih ketat seiring dengan masih tingginya persepsi
risiko kredit. Selanjutnya pada Maret 2009, pertumbuhan dana diperkirakan akan
sedikit menurun seiring dengan periode pembayaran pajak.
Melambatnya aktivitas perekonomian domestik yang disertaiMelambatnya aktivitas perekonomian domestik yang disertaiMelambatnya aktivitas perekonomian domestik yang disertaiMelambatnya aktivitas perekonomian domestik yang disertaiMelambatnya aktivitas perekonomian domestik yang disertai
dengan masih tingginya suku bunga kredit berdampak padadengan masih tingginya suku bunga kredit berdampak padadengan masih tingginya suku bunga kredit berdampak padadengan masih tingginya suku bunga kredit berdampak padadengan masih tingginya suku bunga kredit berdampak pada
menurunnya pertumbuhan kreditmenurunnya pertumbuhan kreditmenurunnya pertumbuhan kreditmenurunnya pertumbuhan kreditmenurunnya pertumbuhan kredit. Pada Februari 2009, kredit
secara agregat (termasuk chanelling) tumbuh sebesar 27,6%
(yoy) melambat dari pertumbuhan kredit akhir triwulan
sebelumnya sebesar 29,5% (yoy). Perlambatan tersebut diindikasi
terkait dengan melambatnya permintaan kredit dari masyarakat
seiring dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang juga
diperkirakan melambat dan masih terbatasnya respon suku
bunga kredit terhadap penurunan BI Rate. . . . . Berdasarkan
penggunaannya, melambatnya pertumbuhan tahunan kredit
terjadi terutama pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi.
Sementara posisi kredit investasi meningkat menjadi 38,4% (yoy)
dari 37,4% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan aktifitas perekonomian yang melambat, likuiditasSejalan dengan aktifitas perekonomian yang melambat, likuiditasSejalan dengan aktifitas perekonomian yang melambat, likuiditasSejalan dengan aktifitas perekonomian yang melambat, likuiditasSejalan dengan aktifitas perekonomian yang melambat, likuiditas
perekonomian khususnya M1 pada triwulan I-2009 cenderungperekonomian khususnya M1 pada triwulan I-2009 cenderungperekonomian khususnya M1 pada triwulan I-2009 cenderungperekonomian khususnya M1 pada triwulan I-2009 cenderungperekonomian khususnya M1 pada triwulan I-2009 cenderung
menurun dibandingkan triwulan sebelumnyamenurun dibandingkan triwulan sebelumnyamenurun dibandingkan triwulan sebelumnyamenurun dibandingkan triwulan sebelumnyamenurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara rata-rata,
pertumbuhan M1 pada triwulan I-2009 tercatat menurun menjadi
sebesar 6,86% (yoy) dari 8,65% (yoy) pada triwulan sebelumnya
(Grafik 3.12). Namun, pelaksanaan periode Pemilu 2009
diperkirakan mampu menahan penurunan M1 yang lebih dalam.
Sementara itu, M2 secara triwulanan masih tercatat naik menjadi
sebesar 18% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 16,88% (yoy). Masih relatif tingginya pertumbuhan M2
tersebut merupakan cerminan bahwa masyarakat masih
cenderung menanamkan dananya di perbankan di dalam negeri.
Di tengah menurunnya aktifitas perekonomian, masyarakat
cenderung untuk memindahkan jenis penanaman dananya ke
jenis simpanan deposito. Dengan kondisi menurunnya inflasi,
maka secara riil pertumbuhan M1 dan M2 pada triwulan I-2009
masing-masing mencapai -1,7% dan 9% (yoy).
Grafik 3.12
Pertumbuhan Nominal M1 dan M2
Grafik 3.11
Perkembangan Dana vs Kredit
Suku Bunga Kredit dan Depo (%)(%, y-o-y)
6
9
12
15
18
21
24
33
36
39
6
8
10
12
14
16
18
2005 2006 2007 2008
Total DPK Total Kredit rKredit (rata-rata) rDepo (rata-rata)
30
27
Jul Sep Nov Jul Sep NovJan MarMei Jul Sep NovJan MarMei Jul Sep NovJan Mar Mei Jan Mar
2009
M1
M2
M2 Rp
0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 3 5 79111 3 57 91113 5 7 9111 3 57 9111 35 7 9111 3 5 79111 35 7 91113 5 7 9111 3 57 911 2
%, y-o-y
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
20
Grafik 3.13
IHSG dan Net Beli Asing Saham
Pasar Keuangan
Kinerja pasar saham yang pada awal triwulan I-2009 terus tertekan, pergerakannyaKinerja pasar saham yang pada awal triwulan I-2009 terus tertekan, pergerakannyaKinerja pasar saham yang pada awal triwulan I-2009 terus tertekan, pergerakannyaKinerja pasar saham yang pada awal triwulan I-2009 terus tertekan, pergerakannyaKinerja pasar saham yang pada awal triwulan I-2009 terus tertekan, pergerakannya
membaik dan ditutup rebound pada akhir periode laporan.membaik dan ditutup rebound pada akhir periode laporan.membaik dan ditutup rebound pada akhir periode laporan.membaik dan ditutup rebound pada akhir periode laporan.membaik dan ditutup rebound pada akhir periode laporan. Pada awal periode
laporan, IHSG terus mengalami tekanan akibat gejolak yang terjadi di sisi eksternal
serta minimnya sentimen positif dari sisi internal. Namun, pada akhir periode laporan,
risiko eksternal menurun terkait dengan langkah The Fed yang berencana membeli
obligasi dalam jumlah besar guna menekan suku bunga jangka panjang sekaligus
menurunkan suku bunga mortgage. Hal tersebut berpotensi mendorong arus
portofolio global ke imbal hasil yang lebih tinggi di emerging market, termasuk
pasar saham Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, IHSG kembali rebound
dan ditutup pada level 1434 atau menguat sebesar 5,8% dibandingkan dengan
akhir tahun 2008. Selain itu, kapitalisasi pasar juga kembali meningkat sebesar
Rp61,4 triliun atau ditutup pada posisi Rp1.091 triliun.
Perbaikan IHSG pada akhir triwulan I-2009 tersebut belum diikuti oleh membaiknyaPerbaikan IHSG pada akhir triwulan I-2009 tersebut belum diikuti oleh membaiknyaPerbaikan IHSG pada akhir triwulan I-2009 tersebut belum diikuti oleh membaiknyaPerbaikan IHSG pada akhir triwulan I-2009 tersebut belum diikuti oleh membaiknyaPerbaikan IHSG pada akhir triwulan I-2009 tersebut belum diikuti oleh membaiknya
likuiditas di pasar saham.likuiditas di pasar saham.likuiditas di pasar saham.likuiditas di pasar saham.likuiditas di pasar saham. Nilai perdagangan saham secara rata-rata harian pada
triwulan-2009 hanya mencapai Rp1,59 triliun per hari atau turun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang memiliki rata-rata perdagangan harian sebesar
Rp2,6 triliun per hari. Rata-rata nilai perdagangan saham tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kondisi normal nilai perdagangan yang dapat mencapai Rp3-
4 triliun per hari. Menurunnya likuiditas pasar saham antara lain disebabkan oleh
perilaku investor yang masih »wait and see». Namun demikan, kembali masuknya
arus modal asing pada akhir periode laporan yang diikuti oleh membaiknya kinerja
IHSG membuka peluang bagi peningkatan likuiditas pasar saham.
Kepercayaan pelaku pasar mulai pulih sebagaimana tercermin pada aktivitas investorKepercayaan pelaku pasar mulai pulih sebagaimana tercermin pada aktivitas investorKepercayaan pelaku pasar mulai pulih sebagaimana tercermin pada aktivitas investorKepercayaan pelaku pasar mulai pulih sebagaimana tercermin pada aktivitas investorKepercayaan pelaku pasar mulai pulih sebagaimana tercermin pada aktivitas investor
asing yang mulai membukukan net beli pada akhir triwulan I-2009asing yang mulai membukukan net beli pada akhir triwulan I-2009asing yang mulai membukukan net beli pada akhir triwulan I-2009asing yang mulai membukukan net beli pada akhir triwulan I-2009asing yang mulai membukukan net beli pada akhir triwulan I-2009. Pada awal
periode laporan, investor asing yang dalam kondisi normal menjadi motor penggerak
bursa justru membukukan net jual sebesar Rp1,98 triliun2 terhitung sejak Januari
sampai dengan Februari 2009. Kondisi tersebut merupakan cermin dari respon
pelaku asing dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan
global pada periode tersebut. Memasuki Maret 2009, persepsi
asing terhadap emerging market mulai membaik. Hal tersebut
diikuti oleh net beli investor asing di pasar saham pada periode
tersebut yang mencapai sebesar Rp1,78 triliun. Namun secara
keseluruhan triwulan I-2009, asing masih mencatat net jual
sebesar Rp 0,2 triliun.
Searah dengan pergerakan bursa saham, kinerja pasar SUN jugaSearah dengan pergerakan bursa saham, kinerja pasar SUN jugaSearah dengan pergerakan bursa saham, kinerja pasar SUN jugaSearah dengan pergerakan bursa saham, kinerja pasar SUN jugaSearah dengan pergerakan bursa saham, kinerja pasar SUN juga
mengalami tekanan pada awal triwulan laporan dan berangsurmengalami tekanan pada awal triwulan laporan dan berangsurmengalami tekanan pada awal triwulan laporan dan berangsurmengalami tekanan pada awal triwulan laporan dan berangsurmengalami tekanan pada awal triwulan laporan dan berangsur
membaik pada akhir triwulan laporanmembaik pada akhir triwulan laporanmembaik pada akhir triwulan laporanmembaik pada akhir triwulan laporanmembaik pada akhir triwulan laporan. Memburuknya kinerja SUN
pada awal periode laporan tercermin pada kenaikan rata-rata
2 Meskipun demikian, pelaku asing yang melakukan penjualan pada pasar saham hanya sebataspada investor asing yang bersifat non strategic. Sementara itu investor asing dalam bentukstrategic investor diperkirakan masih bertahan mengingat karakteristik investasi yang bersifatlong term horizon dan laporan keuangan emiten yang masih terjaga.
Net Beli/Jual Asing
IHSG Rata-Rata (RHS)
Rp, Triliun
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009
21
bulanan yield SUN yang terjadi secara merata untuk seluruh tenor. Penyebabnya
adalah perilaku portofolio adjustment investor asing yang memindahkan aset-
asetnya di emerging market ke arah corporate bond dan government bond AS
yang diyakini lebih aman. Rata-rata volume perdagangan SUN pada triwulan I-
2009 tercatat sebesar Rp3 triliun atau turun jika dibandingkan dengan rata-rata
volume perdagangan triwulan sebelumnya. Sementara itu, frekuensi rata-rata harian
perdagangan SUN tercatat sebesar 193 kali, juga lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mencapai 202,5 kali. Hal tersebut merupakan indikasi
bahwa pelaku pasar masih wait and see dalam menyikapi volatilitas yang terjadi di
pasar keuangan global. Selain itu, aktivitas investor asing yang masih membukukan
net jual pada triwulan I-2009 turut mengganggu pulihnya kepercayaan investor
domestik dan berakibat pada penyusutan likuiditas di pasar SUN.
Perbaikan kinerja SUN, meskipun masih terbatas, terjadi di tengah sedikitPerbaikan kinerja SUN, meskipun masih terbatas, terjadi di tengah sedikitPerbaikan kinerja SUN, meskipun masih terbatas, terjadi di tengah sedikitPerbaikan kinerja SUN, meskipun masih terbatas, terjadi di tengah sedikitPerbaikan kinerja SUN, meskipun masih terbatas, terjadi di tengah sedikit
membaiknya membaiknya membaiknya membaiknya membaiknya credit default swapcredit default swapcredit default swapcredit default swapcredit default swap serta relatif terjaganya faktor domestik serta relatif terjaganya faktor domestik serta relatif terjaganya faktor domestik serta relatif terjaganya faktor domestik serta relatif terjaganya faktor domestik. Perbaikan
tersebut lebih disebabkan oleh besarnya minat investor pada lelang SPN di pasar
perdana, sedangkan penurunan credit default swap jangka panjang yang relatif
terbatas berakibat pada kenaikan yield SUN di tenor jangka menengah dan panjang.
Sementara itu, terjaganya faktor domestik sebagaimana tercermin dari prospek
pertumbuhan ekonomi yang masih cukup baik serta meredanya ekspektasi inflasi3
mampu menahan koreksi kinerja pasar SUN lebih jauh. Faktor
positif domestik lainnya adalah harga minyak yang relatif rendah
dan minat investor pada lelang SUN yang masih cukup besar.
Di sisi lain, kondisi reksadana secara triwulanan sejalan dengan
pelemahan underlying asset. Kinerja underlying asset yang belum
menunjukan perbaikan secara memadai menyebabkan kinerja
reksadana juga masih tertekan. Hal tersebut tercermin pada NAB
reksadana per Februari 2009 yang mencapai Rp73,4 triliun atau
turun dibandingkan dengan posisi Desember 2008. Rebound
underlying asset pada akhir triwulan I-2009 mendorong
perbaikan kinerja NAB reksadana. Selain itu, faktor lain yang
diharapkan dapat mengangkat kinerja reksadana lebih lanjut
adalah kebijakan pengenaan PPH final sebesar 0% untuk bunga
dan diskonto atas obligasi yang diperoleh pada 2009-2010.
Grafik 3.14
Aktivitas Perdagangan SUN (Rata-Rata)
3 Hal ini sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga BBM bersubsidi pada 1 Desember2009, 15 Desember 2009, dan 15 Januari 2009
Yield (RHS)
Rp, Triliun %
-
1
2
3
4
5
6
7
Rata-Rata Perdagangan Harian
8
9
10
11
12
13
14
15
I II III IV I II III IV I
2007 2008 2009
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
22
4. Perekonomian Indonesia ke Depan
Perkembangan ekonomi global masih menunjukkan perlambatan yang dalam
sebagai dampak masifnya krisis keuangan yang terjadi dan hilangnya kepercayaan.
Hal tersebut tercermin dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang kembali
direvisi ke bawah oleh lembaga-lembaga internasional. Perlambatan kondisi ekonomi
global diprakirakan berdampak terhadap perekonomian Indonesia melalui
penurunan ekspor. Penurunan ekspor pada gilirannya akan berdampak negatif
pada permintaan domestik terutama melalui income effect yang ditimbulkannya
terhadap pelaku ekonomi domestik. Dari sisi produksi, merosotnya permintaan
eksternal akan memukul kinerja berbagai sektor perekonomian melalui penurunan
sektor tradable. Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada tahun 2009 diprakirakanPDB Indonesia pada tahun 2009 diprakirakanPDB Indonesia pada tahun 2009 diprakirakanPDB Indonesia pada tahun 2009 diprakirakanPDB Indonesia pada tahun 2009 diprakirakan
tumbuh pada kisaran 3%-4%.tumbuh pada kisaran 3%-4%.tumbuh pada kisaran 3%-4%.tumbuh pada kisaran 3%-4%.tumbuh pada kisaran 3%-4%. Meskipun pertumbuhan PDB pada 2009 diprakirakan
mengalami perlambatan, pertumbuhan tersebut masih cukup tinggi apabila
dibandingkan dengan prospek pertumbuhan negara-negara lain.
Dari sisi harga, inflasi 2009 diprakirakan cenderung menurun. Penurunan tekanan
inflasi terutama karena membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat, seiring dengan
turunnya harga bahan bakar minyak dan tarif angkutan. Terjaganya pasokan dan
kelancaran distribusi barang dalam negeri diprakirakan menjadi faktor positif
terjaganya inflasi. Dari sisi eksternal, penurunan harga komoditas internasional
mengakibatkan turunnya harga impor sebagai salah satu penyumbang inflasi dalam
negeri. Dengan perkembangan tersebut, inflasi 2009 diprakirakan dapat mencapaiDengan perkembangan tersebut, inflasi 2009 diprakirakan dapat mencapaiDengan perkembangan tersebut, inflasi 2009 diprakirakan dapat mencapaiDengan perkembangan tersebut, inflasi 2009 diprakirakan dapat mencapaiDengan perkembangan tersebut, inflasi 2009 diprakirakan dapat mencapai
batas bawah kisaran 5%-7%.batas bawah kisaran 5%-7%.batas bawah kisaran 5%-7%.batas bawah kisaran 5%-7%.batas bawah kisaran 5%-7%.
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Kondisi Perekonomian Internasional
Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2009 diprakirakan mengalami kontraksi
terdalam pascaperang dunia kedua. IMF kembali melakukan revisi ke bawah
prakiraan pertumbuhan ekonomi dunia terkait semakin dalamnya kontraksi
ekonomi di negara maju dan berkembang. Perekonomian dunia diprakirakan
melambat cukup tajam pada 2009 menjadi -1,0% sampai dengan -0,5%.
Kelompok ekonomi negara maju akan mengalami kontraksi cukup dalam pada
2009 atau pada kisaran -3,5% sampai dengan -3,0%, sementara pertumbuhan
ekonomi negara berkembang diprakirakan melambat menjadi pada kisaran 1,5%
sd. 2,5% seiring tertekannya permintaan domestik dan anjloknya kinerja eksternal
khususnya di Asia (Tabel 4.1).
Melemahnya perekonomian global memicu menurunnya aktivitas perdagangan
dunia. Beberapa lembaga internasional, antara lain IMF, World Bank dan World
Trade Organization (WTO) memprakirakan bahwa volume perdagangan dunia akan
mengalami kontraksi di tahun 2009. Selanjutnya, volume perdagangan dunia yang
menurun akan memicu penurunan harga komoditas, baik nonmigas maupun migas.
PDB DuniaPDB DuniaPDB DuniaPDB DuniaPDB Dunia 3,23,23,23,23,2 (-1,0) - (-0,5)(-1,0) - (-0,5)(-1,0) - (-0,5)(-1,0) - (-0,5)(-1,0) - (-0,5)
Negara Maju 0,8 (-3,5) - (-3,0)
Amerika Serikat 1,1 -2,6
Kawasan Euro 0,9 -3,2
Jepang -0,7 -5,8
Negara Berkembang 6,1 1,5 - 2,5
Tabel 4.1
Proyeksi PDB Dunia
Sumber: IMF, Global Economic Policies and Prospects, G20
Proyeksi
2008 2009
Perekonomian Indonesia ke Depan
23
Rata-rata harga komoditas nonmigas diprakirakan turun sebesar -17% pada 2009,
sementara harga minyak dunia diprakirakan turun mencapai kisaran rata-rata 43
dolar AS per barrel pada 2009.
Skenario Kebijakan Fiskal
Krisis ekonomi global yang terus memburuk menyebabkan defisit APBN 2009 dapat
terus meningkat. Hasil Rapat Panja DPR tanggal 24 Februari 2009 memutuskan
defisit APBN 2009 dapat mencapai Rp139,5 triliun atau 2,5% dari PDB, meningkat
dari target awal tahun sebesar Rp51,3 triliun atau 1% dari PDB. Peningkatan defisit
terutama akibat penurunan penerimaan perpajakan yang disebabkan oleh
perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari asumsi awal tahun
dan adanya tambahan pengeluaran dalam paket stimulus fiskal.
Sementara itu, paket stimulus fiskal tahun 2009 diprakirakan sudah dapat berjalan
pada triwulan II-2009. Pada bulan Februari dan Maret 2009 Pemerintah
mengeluarkan beberapa ketentuan terkait Paket Stimulus Fiskal 2009 yaitu
penerbitan PMK No. 43/PMK.03/2009 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21
Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada Kategori Usaha Tertentu
tanggal 3 Maret 2009, Perdirjen Pajak No. PER-10/PJ/2009 tentang Pengurangan
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam tahun 2009 Bagi Wajib Pajak yang
Mengalami Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Usaha tanggal 11 Februari
2009 dan sebagian DIPA untuk tambahan stimulus fiskal untuk anggaran
infrastruktur pada Maret 2009. Kedua ketentuan pajak di atas menyebabkan sudah
dapat terlaksananya pemberian insentif fiskal PPh Pasal 21 dan Pasal 25 sedangkan
penyelesaian DIPA dimaksud memungkinkan segera terealisasinya tambahan
stimulus infrastruktur.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Kondisi ekonomi global yang mengalami kontraksi pada 2009 diprakirakan
berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Turunnya aktivitas
perekonomian mitra dagang akan menurunkan permintaan terhadap barang-barang
ekspor Indonesia. Sebagai akibatnya, ekspor pada 2009 diprakirakan mengalami
penurunan, setelah dalam enam tahun terakhir selalu mencatat pertumbuhan yang
positif. Menurunnya pendapatan ekspor pada gilirannya akan berdampak negatif
pada permintaan domestik terutama melalui income effect yang ditimbulkannya
terhadap pelaku ekonomi domestik. Dari sisi produksi, merosotnya permintaan
eksternal akan memukul kinerja berbagai sektor perekonomian melalui penurunan
sektor tradable. Merosotnya permintaan terhadap output sektoral telah terlihat
sejak triwulan IV-2008 yang menyebabkan menumpuknya stok hasil produksi dan
pada gilirannya memaksa pelaku usaha untuk melakukan berbagai efisiensi atau
menahan ekspansi pada tahun 2009. Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada 2009Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada 2009Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada 2009Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada 2009Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada 2009
diprakirakan tumbuh sekitar 3%-4%.diprakirakan tumbuh sekitar 3%-4%.diprakirakan tumbuh sekitar 3%-4%.diprakirakan tumbuh sekitar 3%-4%.diprakirakan tumbuh sekitar 3%-4%.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
24
Prospek Permintaan Agregat
Konsumsi rumah tangga pada 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 2,8%-3,7%,Konsumsi rumah tangga pada 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 2,8%-3,7%,Konsumsi rumah tangga pada 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 2,8%-3,7%,Konsumsi rumah tangga pada 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 2,8%-3,7%,Konsumsi rumah tangga pada 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 2,8%-3,7%,
melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,3%. melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,3%. melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,3%. melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,3%. melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,3%. Sektor
eksternal yang diprakirakan melemah pada 2009 akan menurunkan pendapatan
rumah tangga melalui income effect. Pendapatan eksportir yang berkurang akibat
krisis global memberi dampak ikutan yang cukup besar berupa pengurangan jumlah
tenaga kerja. Selanjutnya, masyarakat yang kehilangan pekerjaan akan mengurangi
kegiatan konsumsinya karena tidak ada lagi pendapatan yang diperoleh. Di tengah
situasi krisis global, hal tersebut sangat memukul masyarakat setelah pada 2008
memperoleh tambahan pendapatan terutama karena prestasi ekspor yang sangat
baik, seiring dengan tingginya harga komoditas.
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
I II III IV I II III IVKomponen
Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2007
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Total Konsumsi 4,6 4,6 5,3 5,0 4,9 5,5 5,5 6,3 6,4 5,9 3,9 - 4,5
Konsumsi Swasta 4,7 4,7 5,1 5,5 5,0 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 2,8 - 3,7
Konsumsi Pemerintah 3,7 3,8 6,5 2,0 3,9 3,6 5,3 14,1 16,4 10,4 9,9 - 11,5
Total Investasi 7,6 7,6 9,7 12,4 9,4 13,7 12,0 12,2 9,1 11,7 3,4 - 6,0
Permintaan Domestik 5,3 5,3 6,4 6,8 6,0 7,5 7,1 7,9 7,1 7,4 3,8 - 4,9
Ekspor Barang dan Jasa 8,6 10,4 7,4 7,9 8,5 13,6 12,4 10,6 1,8 9,5 (-6,8) - (-4,6)
Impor Barang dan Jasa 8,5 6,5 7,0 13,9 9,0 18,0 16,1 11,0 -3,5 10,0 (-7,4) - (-4,8)
PDBPDBPDBPDBPDB 6,06,06,06,06,0 6,66,66,66,66,6 6,66,66,66,66,6 5,85,85,85,85,8 6,36,36,36,36,3 6,26,26,26,26,2 6,46,46,46,46,4 6,46,46,46,46,4 5,25,25,25,25,2 6,16,16,16,16,1 3,0 - 4,03,0 - 4,03,0 - 4,03,0 - 4,03,0 - 4,0
20072008
2008 2009*
Dampak menurunnya ekspor terhadap konsumsi masyarakat telah terlihat pada
beberapa indikator konsumsi rumah tangga. Impor barang konsumsi mengalami
penurunan secara signifikan pada awal 2009. Pada periode Januari-Februari 2009,
impor barang konsumsi turun sebesar 28,1% y-o-y. Dari sisi otomotif, penjualan
mobil dan motor yang merupakan konsumsi nonmakanan dan merupakan barang
tahan lama bagi rumah tangga mengalami penurunan yang juga signifikan. Pada
dua bulan pertama 2009, penjualan mobil turun sebesar -25,6% y-o-y, dan
penjualan motor turun sebesar -16,6% y-o-y. Kecenderungan ini diprakirakan terus
berlanjut pada bulan-bulan berikutnya. Selanjutnya, berkurangnya pendapatan
masyarakat karena income effect dari sisi ekspor diprakirakan menurunkan
kemampuan debitur untuk mengajukan kredit ke bank. Indikasi tersebut terlihat
pada melambatnya permintaan kredit di wilayah penyumbang utama ekspor,
terutama Sumatera.
Namun, berkurangnya pendapatan masyarakat lebih jauh diprakirakan dapat ditahan
dengan adanya kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2009. Kebutuhan atribut
partai yang besar dalam kegiatan Pemilu meningkatkan pendapatan masyarakat
terutama di sektor terkait seperti tekstil dan makanan. Selain itu, tingginya frekuensi
kegiatan kampanye pada Pemilu 2009 dari 38 partai nasional memberi dampak
Perekonomian Indonesia ke Depan
25
pada meningkatnya pendapatan masyarakat baik secara formal maupun dari
kegiatan informal. Indikasi tersebut terlihat dari pergerakan variabel M1 riil yang
secara historis mencerminkan perputaran uang yang tinggi pada masa Pemilu.
Seiring dengan kegiatan kampanye peserta Pemilu yang dimulai pada kuartal
pertama 2009, pertumbuhan M1 riil mengalami pembalikan pada Januari-Februari
2009 setelah mengalami pertumbuhan terendahnya pada akhir 2008. Masih adanya
putaran Pemilu berikutnya berupa pemilihan Presiden akan dapat memberi dampak
multiplier berikutnya terhadap pendapatan rumah tangga.
Berdasarkan strukturnya, telaah terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan
bahwa konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama perekonomian dari
sisi domestik. Dengan jumlah penduduk yang tercatat sekitar 220 juta jiwa, pasar
domestik di Indonesia sangat terbuka luas bagi para pelaku industri baik yang
selama ini berorientasi pasar luar negeri, maupun pelaku usaha lainnya di dalam
negeri. Besarnya pasar rumah tangga tercermin dari pangsanya yang mencapai
60% dari pembentukan PDB. Dengan demikian, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga yang diprakirakan tetap positif merupakan faktor utama yang mendorong
perekonomian Indonesia untuk tidak mengalami kontraksi pada 2009.
Konsumsi Pemerintah secara riil diprakirakan tumbuh pada kisaran 9,9%-11,5%Konsumsi Pemerintah secara riil diprakirakan tumbuh pada kisaran 9,9%-11,5%Konsumsi Pemerintah secara riil diprakirakan tumbuh pada kisaran 9,9%-11,5%Konsumsi Pemerintah secara riil diprakirakan tumbuh pada kisaran 9,9%-11,5%Konsumsi Pemerintah secara riil diprakirakan tumbuh pada kisaran 9,9%-11,5%
pada 2009. pada 2009. pada 2009. pada 2009. pada 2009. Peningkatan konsumsi Pemerintah terutama terjadi pada Pemerintah
Pusat, karena adanya kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Peningkatan konsumsi
juga terjadi karena adanya alokasi anggaran Pemilu. Dari sisi investasi, investasi
Pemerintah Pusat diprakirakan mengalami peningkatan pada 2009 didorong oleh
kenaikan belanja modal. Sementara itu, investasi Pemerintah Daerah tumbuh
melambat seiring dengan turunnya dana perimbangan ke daerah sebagai akibat
dari lebih rendahnya harga minyak mentah. Kombinasi tersebut menyebabkan
investasi Pemerintah secara keseluruhan tumbuh melambat pada 2009. Berdasarkan
dinamikanya, stimulus fiskal dalam bentuk infrastruktur diprakirakan baru mulai
efektif pada Semester II-2009.
Di tengah menurunnya kegiatan ekspor dan prospek daya beli masyarakat yangDi tengah menurunnya kegiatan ekspor dan prospek daya beli masyarakat yangDi tengah menurunnya kegiatan ekspor dan prospek daya beli masyarakat yangDi tengah menurunnya kegiatan ekspor dan prospek daya beli masyarakat yangDi tengah menurunnya kegiatan ekspor dan prospek daya beli masyarakat yang
melemah, kegiatan investasi diprakirakan tumbuh melambat berkisar 3,4-6,0%melemah, kegiatan investasi diprakirakan tumbuh melambat berkisar 3,4-6,0%melemah, kegiatan investasi diprakirakan tumbuh melambat berkisar 3,4-6,0%melemah, kegiatan investasi diprakirakan tumbuh melambat berkisar 3,4-6,0%melemah, kegiatan investasi diprakirakan tumbuh melambat berkisar 3,4-6,0%
pada 2009.pada 2009.pada 2009.pada 2009.pada 2009. Prospek perekonomian yang secara umum menunjukkan perlambatan
berdampak pada tertahannya rencana untuk melakukan ekspansi usaha dalam
bentuk investasi. Hal tersebut terlihat dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Survei tersebut menunjukkan turunnya
jumlah responden yang akan melakukan peningkatan investasi pada Semester I-
2009, dibandingkan dengan rencana pada tahun 2008.
Melambatnya pertumbuhan investasi diprakirakan terjadi baik pada investasi
nonbangunan maupun investasi bangunan. Perlambatan pada investasi
nonbangunan terjadi seiring dengan daya beli masyarakat yang melemah. Sementara
itu, prospek investasi bangunan yang menurun tercermin dari penyaluran kredit
konstruksi yang telah tumbuh melambat sejak Semester II-2008. Proyek-proyek
pembangunan infrastruktur sejauh ini belum terindikasi akan mengalami
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
26
pertumbuhan yang signifikan. Beberapa kendala seperti masalah regulasi yang rumit,
masalah teknis di lapangan, dan sumber pembiayaan yang terbatas diprakirakan
menghambat pembangunan proyek infrastruktur tersebut.
Dari sisi eksternal, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia yang mengalamiDari sisi eksternal, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia yang mengalamiDari sisi eksternal, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia yang mengalamiDari sisi eksternal, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia yang mengalamiDari sisi eksternal, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia yang mengalami
perlambatan, ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami penurunan padaperlambatan, ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami penurunan padaperlambatan, ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami penurunan padaperlambatan, ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami penurunan padaperlambatan, ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami penurunan pada
2009 berkisar -6,8% sampai dengan -4,6%.2009 berkisar -6,8% sampai dengan -4,6%.2009 berkisar -6,8% sampai dengan -4,6%.2009 berkisar -6,8% sampai dengan -4,6%.2009 berkisar -6,8% sampai dengan -4,6%. Pada 2009, perkembangan
perekonomian global diprakirakan mengalami pemburukan dibandingkan dengan
tahun 2008. Pemburukan tersebut terjadi baik di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, serta di negara-negara berkembang yang
menjadi tujuan ekspor Indonesia seperti China dan India. Berdasarkan prakiraan
IMF dan Consensus Forecast pada Maret 2009, sebagian besar perekonomian
negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia akan mengalami kontraksi dan
perlambatan pertumbuhan pada 2009.
Secara historis, pergerakan ekspor Indonesia sejalan dengan perkembangan
perekonomian negara tujuan ekspor. Oleh karena itu, prospek perekonomian
negara-negara tujuan ekspor Indonesia yang mengalami kontraksi sangat
menentukan kinerja ekspor barang dan jasa Indonesia. Kontraksi yang semakin
dalam di negara-negara tujuan utama seperti Jepang (dengan pangsa ekspor
nonmigas sebesar 12,81%) dan Amerika Serikat (dengan pangsa ekspor nonmigas
sebesar 11,61%) akan memperburuk gambaran ekspor Indonesia.
Dari sisi harga, perkembangan harga komoditas ekspor Indonesia - baik nonmigas
maupun migas - yang turun akan semakin mengurangi insentif untuk melakukan
ekspor. Harga komoditas nonmigas ekspor Indonesia pada 2009 diprakirakan
mengalami penurunan sebesar -17% dibanding dengan 2008. Sementara itu, harga
minyak mentah Indonesia rata-rata pada 2009 diprakirakan sekitar 43 dolar AS,
atau turun sebesar -54% dibandingkan dengan rata-rata pada 2008. Kombinasi
permintaan barang ekspor yang melemah serta berkurangnya insentif dari sisi harga
memberi dampak pada memburuknya ekspor Indonesia. Kinerja ekspor yang
memburuk telah terlihat dari perkembangan ekspor barang Indonesia pada awal
2009 yang mengalami penurunan signifikan. Pada dua bulan pertama 2009, ekspor
barang Indonesia (harga berlaku) turun sebesar -34,5%.
Tren penurunan ekspor tersebut diprakirakan terus terjadi sepanjang 2009, seiring
dengan prakiraan ekonomi dunia yang akan semakin melemah dalam periode ke
depan. Penurunan ekspor Indonesia tersebut diprakirakan terjadi pertama kali dalam
6 tahun terakhir, dan merupakan kontraksi yang lebih dalam dibandingkan dengan
penurunan yang terjadi pada 2002 sebesar -1,2%.
Impor barang dan jasa diprakirakan turun antara -7,4% dan -4,8% pada 2009.Impor barang dan jasa diprakirakan turun antara -7,4% dan -4,8% pada 2009.Impor barang dan jasa diprakirakan turun antara -7,4% dan -4,8% pada 2009.Impor barang dan jasa diprakirakan turun antara -7,4% dan -4,8% pada 2009.Impor barang dan jasa diprakirakan turun antara -7,4% dan -4,8% pada 2009.
Konsumsi rumah tangga dan investasi yang melambat pada 2009 menyebabkan
berkurangnya kebutuhan barang-barang impor untuk memenuhi kebutuhan
domestik. Di sisi eksternal, ekspor yang diprakirakan mengalami penurunan
signifikan pada 2009 turut mendorong pengurangan bahan baku produksi untuk
Perekonomian Indonesia ke Depan
27
barang-barang ekspor. Penurunan impor terjadi pada semua jenis barang, baik
barang konsumsi, bahan baku maupun barang modal.
Prospek Penawaran Agregat
Krisis ekonomi yang masih berlangsung menunjuk perkembangan yang lebih parahKrisis ekonomi yang masih berlangsung menunjuk perkembangan yang lebih parahKrisis ekonomi yang masih berlangsung menunjuk perkembangan yang lebih parahKrisis ekonomi yang masih berlangsung menunjuk perkembangan yang lebih parahKrisis ekonomi yang masih berlangsung menunjuk perkembangan yang lebih parah
dari prakiraan-prakiraan sebelumnya. dari prakiraan-prakiraan sebelumnya. dari prakiraan-prakiraan sebelumnya. dari prakiraan-prakiraan sebelumnya. dari prakiraan-prakiraan sebelumnya. Hal tersebut menciptakan kondisi yang tidak
menguntungkan bagi perkembangan sektor-sektor dalam perekonomian. Krisis
ekonomi global telah membawa perlambatan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi
semakin dalam. Dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang kian melambat, kinerja
tradable sectors akan semakin merosot. Permintaan yang merosot sejak triwulan IV-
2008 menyebabkan peningkatan stok hasil produksi. Hal tersebut memaksa pelaku
usaha melakukan berbagai efisiensi atau menahan ekspansi pada tahun 2009.
Ekonomi domestik akan menjadi mesin pertumbuhan tahun 2009. Hal itu berarti
sektor nontradables menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi tahun 2009.
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
I II III IV I II III IVSektor
Tabel 4.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2007
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Pertanian (2,1) 5,6 7,7 2,0 3,4 6,3 4,8 3,4 4,7 4,8 3,5 - 3,9
Pertambangan & Penggalian 6,2 3,2 1,0 (2,0) 2,0 (1,7) (0,5) 2,1 2,1 0,5 0,1 - 0,3
Industri Pengolahan 5,2 5,1 4,5 3,8 4,7 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,1 - 2,0
Listrik, Gas & Air Bersih 8,2 10,2 11,3 11,6 10,3 12,3 11,8 10,4 9,3 10,9 5,7 - 7,6
Bangunan 8,4 7,7 8,3 9,9 8,6 8,0 8,1 7,6 5,7 7,3 3,8 - 5,2
Perdagangan, Hotel & Restoran 9,3 7,8 8,0 8,6 8,4 6,9 8,1 8,4 5,6 7,2 3,0 - 4,5
Pengangkutan & Komunikasi 12,9 13,2 14,2 15,0 13,9 18,3 17,3 15,5 15,8 16,7 8,9 - 10,0
Keuangan, Persewaan & Jasa 8,1 7,6 7,6 8,6 8,0 8,3 8,7 8,6 7,4 8,2 4,5 - 5,6
Jasa-jasa 7,0 7,0 5,2 7,2 6,6 5,9 6,7 7,2 6,0 6,4 3,4 - 4,1
PDB 6,0 6,6 6,6 5,9 6,3 6,2 6,4 6,4 5,2 6,1 3,0 - 4,0
20072008
2008 2009*
Sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh dalam kisaran 3,5%-3,9%, lebihSektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh dalam kisaran 3,5%-3,9%, lebihSektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh dalam kisaran 3,5%-3,9%, lebihSektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh dalam kisaran 3,5%-3,9%, lebihSektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh dalam kisaran 3,5%-3,9%, lebih
rendah dari realisasi tahun tahun 2008. rendah dari realisasi tahun tahun 2008. rendah dari realisasi tahun tahun 2008. rendah dari realisasi tahun tahun 2008. rendah dari realisasi tahun tahun 2008. Melambatnya pertumbuhan subsektor
perkebunan sebagai dampak masih lemahnya kondisi eksternal menjadi salah satu
penyebab perlambatan sektor pertanian. Harga karet yang anjlok di pasar
internasional, memaksa negara produsen karet dunia yaitu Thailand, Malaysia dan
Indonesia menurunkan produksi dan pasokan ke pasar dunia. Upaya tersebut
dilakukan untuk menahan penurunan harga karet lebih jauh lagi. Di Indonesia
penurunan produksi karet antara lain dilakukan dengan meminta petani
meningkatkan peremajaan dan mengurangi kegiatan penyadapan.
Sementara itu, ekspansi pada tanaman kelapa sawit untuk tahun 2009 kemungkinan
mengalami penundaan, meskipun harga internasional crude palm oil (CPO) pada
bulan-bulan awal tahun 2009 menunjukkan adanya perbaikan. Peremajaan atas
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
28
tanaman sawit Indonesia dalam rangka menahan laju penambahan tandan buah
segar (TBS) tidak semudah di Malaysia, mengingat tanaman kelapa sawit Indonesia
banyak yang tengah memasuki usia produktif. Untuk dapat memanfaatkan hasil
tanaman kelapa sawit, pengembangan pasar domestik, antara lain dengan
mengoptimalkan kapasitas produksi biodiesel domestik akan sangat membantu.
Di sisi lain tanaman pangan, pada tahun 2009 Indonesia akan berupaya terus
mempertahankan swasembada pangan sebagaimana tahun 2008, bahkan Indonesia
berencana akan melakukan ekspor beras ke beberapa negara. Untuk itu program
P2BS yang dianggap berhasil pada tahun lalu akan dilanjutkan pada tahun ini.
Namun angka ramalan (ARAM) I 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
menunjukkan adanya kemungkinan target produksi tanaman pangan yang
diharapkan pada tahun 2009 tidak tercapai. Untuk itu langkah serius Pemerintah
terkait dengan penyediaan berbagai infrastrukur yang mendukung peningkatan
produktivitas tanaman pangan seperti perbaikan irigasi, penyediaan pupuk,
penyediaan benih unggulan, subsidi harga benih, jaminan pasar oleh BULOG dan
lain sebagainya sangat diperlukan.
Melambatnya pertumbuhan sektor pertambangan juga tidak terlepas dariMelambatnya pertumbuhan sektor pertambangan juga tidak terlepas dariMelambatnya pertumbuhan sektor pertambangan juga tidak terlepas dariMelambatnya pertumbuhan sektor pertambangan juga tidak terlepas dariMelambatnya pertumbuhan sektor pertambangan juga tidak terlepas dari
perkembangan sektor eksternal yang kurang menguntungkan.perkembangan sektor eksternal yang kurang menguntungkan.perkembangan sektor eksternal yang kurang menguntungkan.perkembangan sektor eksternal yang kurang menguntungkan.perkembangan sektor eksternal yang kurang menguntungkan. Pertumbuhan sektor
pertambangan tahun 2009 diprakirakan berada pada kisaran 0,1%-0,3%. Dengan
melemahnya harga komoditas pertambangan, rencana ekspansi dan investasi
pembukaan tambang baru akan mengalami pengkajian kelayakan ulang. Kesulitan
mendapatkan pembiayaan karena adanya krisis kepercayaan di sektor finansial
memperlambat laju pertumbuhan sektor pertambangan.
Produksi minyak dan gas yang banyak dihasilkan di Sumatera bagian Utara
(Nanggroe Aceh Darusalam dan Sumatera Utara) telah menurun kemampuan
produksinya yang disebabkan oleh usia lapangan tambang yang sudah tua.
Sementara itu, produksi nikel diprakirakan turun karena beberapa pengusaha
tambang nikel, terutama di Sulawesi, menghentikan produksinya terkait dengan
harga nikel yang masih terus menurun. Produksi tembaga, di sisi lain, masih
menunjukkan pertumbuhan meskipun melambat. Pertumbuhan produksi terutama
disebabkan oleh adanya upaya penambangan di lokasi baru yang memiliki
kandungan bijih tembaga yang tinggi. Produksi tambang lain, selain tembaga, yang
diprakirakan masih tumbuh positif adalah tambang batu bara. Meskipun permintaan
dari eksternal melemah, namun permintaan dari dalam negeri yang relatif kuat
terutama untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri memberikan insentif
untuk tetap berproduksi. Mengingat sebagian besar pasokan batu bara untuk
keperluan energi, kontrak penjualan bersifat jangka panjang, sehingga harga yang
diterima tidak terlalu buruk. Kinerja dari tambang tembaga dan batu bara dapat
menopang pertumbuhan sektor pertambangan agar tidak negatif.
Ekonomi dunia tahun 2009 diprakirakan mengalami kontraksi 0,5%, sementaraEkonomi dunia tahun 2009 diprakirakan mengalami kontraksi 0,5%, sementaraEkonomi dunia tahun 2009 diprakirakan mengalami kontraksi 0,5%, sementaraEkonomi dunia tahun 2009 diprakirakan mengalami kontraksi 0,5%, sementaraEkonomi dunia tahun 2009 diprakirakan mengalami kontraksi 0,5%, sementara
volume perdagangan diprakirakan juga menurun hingga 3,9% sehingga semakinvolume perdagangan diprakirakan juga menurun hingga 3,9% sehingga semakinvolume perdagangan diprakirakan juga menurun hingga 3,9% sehingga semakinvolume perdagangan diprakirakan juga menurun hingga 3,9% sehingga semakinvolume perdagangan diprakirakan juga menurun hingga 3,9% sehingga semakin
memukul kinerja sektor industri secara signifikan. memukul kinerja sektor industri secara signifikan. memukul kinerja sektor industri secara signifikan. memukul kinerja sektor industri secara signifikan. memukul kinerja sektor industri secara signifikan. Sejak tahun 2005 sektor industri
Perekonomian Indonesia ke Depan
29
manufaktur belum menunjukkan pemulihan, dengan pertumbuhan di bawah 5%.
Dalam kondisi krisis yang sedang berlangsung proses peningkatan kinerja sektor
industri semakin berat. Kondisi yang kurang menguntungkan tersebut menyebabkan
pertumbuhan sektor industri tahun 2009 diprakirakan hanya berkisar antara 1,1%
hingga 2,0%. Indikasi awal perlambatan sektor industri telah terlihat dari penurunan
utilisasi kapasitas produksi dan perkembangan indeks produksi sektor industri
pengolahan.
Subsektor Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya, yeng merupakan subsektor
industri dengan pangsa terbesar, diprakirakan melambat signifikan akibat lemahnya
daya serap pasar. Saat permintaan tinggi pada tahun 2008, terkait dengan
meningkatnya gairah di subsektor perkebunan dan sektor pertambangan, produsen
menaikkan kapasitas produksi alat-alat berat. Namun permintaan secara cepat
melemah di semester II-2008 menyebabkan pasar tidak mampu menyerap produksi
di tahun 2008. Sebagai akibatnya terjadi penumpukan stok yang harus dipasarkan
pada tahun 2009. Dengan stok yang masih banyak, produksi alat berat tahun 2009
diprakirakan akan menurun sekitar 60%.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan industri yang paling terpukul
dengan kondisi eksternal yang semakin tidak bersahabat. Hal tersebut terjadi karena
porsi ekspor cukup besar dalam industri TPT, dan tujuan ekspor dari produk-produk
TPT terutama ke negara-negara maju, terutama Amerika Serikat, Jepang dan Eropa,
yang saat ini mengalami resesi ekonomi. Penurunan ekspor yang signifikan memaksa
industry TPT nasional mengurangi jam kerja dengan mengubah jam kerja dari 3
shift menjadi 1 shift saja. Bahkan untuk sebagian perusahan TPT telah melakukan
pemutusan hubungan kerja, karena produksi yang menurun cukup signifikan.
Namun demikian sektor industri masih tumbuh positif di tahun 2009. Pertumbuhan
tersebut didukung oleh pertumbuhan subsektor industri makanan, minuman, dan
tembakau. Subsektor tersebut diprakirakan dapat memanfaatkan momentum
pemilihan umum. Selain itu, industri makanan diprakirakan mampu bertahan,
karena permintaan akan makanan akan tetap ada meski dalam kondisi krisis.
Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
diprakirakan melambat menjadi sekitar 3,0%-4,5% dibandingkan dengan tahundiprakirakan melambat menjadi sekitar 3,0%-4,5% dibandingkan dengan tahundiprakirakan melambat menjadi sekitar 3,0%-4,5% dibandingkan dengan tahundiprakirakan melambat menjadi sekitar 3,0%-4,5% dibandingkan dengan tahundiprakirakan melambat menjadi sekitar 3,0%-4,5% dibandingkan dengan tahun
2008 yang mencapai 7,2%.2008 yang mencapai 7,2%.2008 yang mencapai 7,2%.2008 yang mencapai 7,2%.2008 yang mencapai 7,2%. Perlambatan pertumbuhan yang signifikan ini
merupakan dampak rambatan melambatnya pertumbuhan sektor industri, dan
kontraksi pada impor. Selain faktor-faktor tersebut, turunnya daya beli yang dibarengi
dengan menurunnya dukungan pembiayaan membuat konsumsi masyarakat
menurun, membawa perlambatan yang semakin dalam di sektor PHR.
Salah satu indikator melemahnya perdagangan adalah menurunnya penjualan mobil.
Selain daya beli yang melemah, faktor pembiayaan menjadi faktor penyebabnya.
Bunga kredit yang masih tinggi, persyaratan kredit bank yang belum longgar, dan
harga mobil yang meningkat membuat pasar mobil menjadi melesu. Faktor-faktor
tersebut menjadi signifikan dalam pasar mobil, mengingat sebagian besar transaksi
penjualan mobil dilakukan secara kredit.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
30
Namun demikian masih ada produk lain yang diprakirakan dapat menahan
perlambatan lebih jauh lagi. Produk tersebut adalah makanan dan minuman. Produk
makanan dan minuman merupakan bagian dari subsektor ritel yang diprakirakan
mampu bertahan di tengah krisis. Omzet makanan dan minuman pada subsektor
ritel mendominasi lebih dari 50%. Dalam kondisi krisis masyarakat akan
mengutamakan mengkonsumsi makanan dan minuman daripada yang lain. Sektor
makanan dan minuman ini juga diprakirakan akan terdongkrak terkait dengan
kegiatan Pemilu 2009. Omzet penjualan makanan dan minuman diprakirakan
mampu mendorong pertumbuhan penjualan ritel nasional pada tahun 2009.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatifSektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatifSektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatifSektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatifSektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatif
tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi diprakirakan tumbuh pada kisaran 8,9%-10,0% pada tahun 2009,
terutama didukung oleh kinerja subsektor komunikasi. Kegiatan investasi di sektor
komunikasi yang masih berjalan hingga beberapa tahun ke depan mendukung
tumbuhnya subsektor ini. Namun demikian besarnya belanja modal yang dikeluarkan
kian menurun setiap tahunnya, membawa pertumbuhan subsektor komunikasi
pada tren yang menurun juga. Selain itu ketatnya persaingan pada industri
telekomunikasi menyebabkan marjin keuntungan yang diperoleh kian menipis,
seiring dengan meningkatnya perang tarif. Secara umum pendapatan terbesar sektor
telekomunikasi Indonesia berasal dari layanan suara (voice). Untuk itu investasi
terutama ditujukan untuk meningkatkan kapasitas jaringan khususnya untuk layanan
voice pada setiap Base Transceiver Station (BTS). Kualitas suara, durasi, harga, dan
luas jangkauan menjadi preferensi konsumen memilih operator penyedia jasa
telekomunikasi. Dengan demikian penambahan kapasitas BTS bertujuan untuk
memberikan kualitas layanan yang prima demi mempertahankan dan meraih
tambahan pelanggan.
Aktivitas perdangangan yang melambat, berdampak juga pada aktivitas
pengangkutan. Hal itu tercermin dari menurunnya kegiatan bongkar muat di
pelabuhan, serta banyaknya jumlah kapal-kapal yang menganggur di parkir di luar
kolam pelabuhan. Lesunya aktivitas subsektor pengangkutan juga tercermin dari
menurunnya aktivitas industri layanan jasa pengiriman dan pengurusan dokumen
barang di dalam negeri, seiring dengan penurunan volume pengantaran produk.
Seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat dan aktivitas ekonomi, jumlah
masyarakat yang melakukan perjalanan menggunakan berbagai layanan transportasi
publik juga menurun. Kondisi ini dikonfirmasi oleh data BPS yang menyatakan
jumlah penumpang kereta api, angkutan kapal laut, dan angkutan udara domestik
cenderung menurun.
Momentum Pemilu yang diprakirakan dapat meningkatkan volume arus barang
dan penumpang ternyata tidak terjadi. Peningkatan aktivitas penerbangan berjadwal
dan carter terkait dengan keperluan kampanye Pemilu 2009 tidak seperti yang
diharapkan. Peningkatan penumpang selama kampanye hanya terjadi pada rute-
rute tertentu seperti Medan, Surabaya, Padang dan Banjarmasin. Dibandingkan
Perekonomian Indonesia ke Depan
31
dengan jumlah penumpang pada hari-hari biasa, peningkatan penumpang selama
Pemilu dirasa tidak signifikan.
Sebagaimana halnya dengan sektor-sektor lain, sektor Bangunan pada tahun 2009Sebagaimana halnya dengan sektor-sektor lain, sektor Bangunan pada tahun 2009Sebagaimana halnya dengan sektor-sektor lain, sektor Bangunan pada tahun 2009Sebagaimana halnya dengan sektor-sektor lain, sektor Bangunan pada tahun 2009Sebagaimana halnya dengan sektor-sektor lain, sektor Bangunan pada tahun 2009
mengalami perlambatan juga. mengalami perlambatan juga. mengalami perlambatan juga. mengalami perlambatan juga. mengalami perlambatan juga. Pertumbuhan sektor bangunan tahun 2009
diprakirakan sekitar 3,8%-5,2%, melambat signifikan dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun lalu sebesar 7,3%. Masalah yang mengemuka terkait dengan
pembangunan proyek-proyek infrastruktur adalah dana. Sumber dana
pembangunan proyek-proyek infrastruktur biasanya berasal dari pinjaman luar negeri
(perbankan luar negeri), penerbitan surat berharga, serta pinjaman perbankan
nasional dan daerah.
Untuk mendapatkan dan internasional Indonesia harus bersaing dengan negara-
negara di Asia Pasifik terkait dengan pendanaan proyek infrastruktur. Di sisi lain
perbankan internasional saat ini lebih memilih melakukan konsolidasi keuangan
internasional daripada menyalurkan kredit baru dalam jumlah besar. Kalau pun
ada perbankan internasional yang tertarik membiayai proyek infrastruktur akan
sarat dengan berbagai persyaratan, antara lain penetapan harga yang menarik,
masa jatuh tempo dan jenis mata uang. Sementara penghimpunan dana pembiayaan
infrastruktur melalui penerbitan surat berharga juga tidak mudah dalam kondisi
saat ini. Imbal hasil yang diminta dari penerbitan awal setiap obligasi baik Pemerintah
maupun swasta untuk infrastruktur cukup tinggi, tidak kurang dari 150 basis poin
di atas level normal. Dengan kondisi tersebut, untuk pembiayaan infrastruktur tahun
2009 Indonesia secara umum akan bergantung pada dana APBN, sebesar Rp100
triliun, BUMN sebesar Rp60 triliun, stimulus fiskal sebesar Rp12,2 triliun, serta
anggaran infrastruktur yang ada di setiap APBD.
Kegiatan di sektor Bangunan pada tahun 2009 akan didominasi oleh kegiatan
pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan pembangunan pembangkit listrik
berbahan baku batubara. Sementara itu, untuk proyek-proyek pembangunan
properti diprakirakan menurun, baik pembangunan gedung bertingkat, maupun
rumah horizontal (landed houses). Program penyediaan rumah murah oleh
Pemerintah diprakirakan akan terealisasi jauh lebih rendah dari yang diharapkan.
Sebagai contoh adalah rencana pembangunan 60 ribu unit rumah susun sederhana
sewa (rusunawa), yang rencannya ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan
rendah di 10 kota padat penduduk kemungkinan besar tidak terealisasi seluruhnya.
Kendala yang dihadapi selain izin pembangunan, juga masalah dana. Dana yang
dibutuhkan diprakirakan mencapai RP 6,1 triliun, sementara dana yang sudah ada
masih mengalami kekurangan sebesar Rp3 triliun. Dengan kondisi tersebut separuh
dari rusunawa yang direncanakan kemungkinan tidak terealisir.
Seiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, kinerja sektor KeuanganSeiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, kinerja sektor KeuanganSeiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, kinerja sektor KeuanganSeiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, kinerja sektor KeuanganSeiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, kinerja sektor Keuangan
diprakirakan akan melambat di tahun 2009. diprakirakan akan melambat di tahun 2009. diprakirakan akan melambat di tahun 2009. diprakirakan akan melambat di tahun 2009. diprakirakan akan melambat di tahun 2009. Sektor keuangan diprakirakan akan
tumbuh sebesar 4,8% pada tahun ini, jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya
yang mencatat pertumbuhan 8,2%. Kegiatan ekonomi yang lebih rendah
diprakirakan akan menurunkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
32
Memburuknya kinerja ekonomi di tahun 2009 diprakirakan akan miningkatkan
rasio kredit macet (Nonperforming loan / NPL). NPL yang memburuk diprakirakan
berasal dari sektor korporasi, terutama yang berorientasi ekspor. Seiring dengan
meningkatnya risiko kredit di tahun 2009, ekspansi kredit perbankan tahun 2009
diprakirakan akan melambat menjadi sekitar 15%-18%, lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2008 yang berada di atas 30%.
Penurunan BI Rate sejak Desember 2008 hingga Maret 2009 sebesar 175 bps mulai
berdampak pada penurunan suku bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit
tersebut terutama dilakukan oleh bank-bank besar. Sedangkan bank kecil belum
banyak melakukan hal yang sama. Suku bunga kredit bank-bank besar saat ini
berada pada kisaran 12%-13%, sedangkan bank-bank umumnya masih berada di
atas 15%. Saat ini respon bunga bank terhadap penurunan BI Rate dirasa lebih
lama, terutama disebabkan tingginya risiko yang masih dihadapi bisnis perbankan.
Penurunan suku bunga dilakukan berjenjang mengarah ke BI Rate, diawali dari
penurunan suku bunga tabungan. Penurunan suku bunga kredit sangat tergantung
pada besarnya biaya dana (cost of funds) masing-masing Bank serta tingkat net
interest margin yang diharapkan bank.
PRAKIRAAN INFLASI
Inflasi diprakirakan dapat mencapai batas bawah kisaran 5%-7% pada akhir tahunInflasi diprakirakan dapat mencapai batas bawah kisaran 5%-7% pada akhir tahunInflasi diprakirakan dapat mencapai batas bawah kisaran 5%-7% pada akhir tahunInflasi diprakirakan dapat mencapai batas bawah kisaran 5%-7% pada akhir tahunInflasi diprakirakan dapat mencapai batas bawah kisaran 5%-7% pada akhir tahun
2009. 2009. 2009. 2009. 2009. Penurunan tekanan inflasi terutama berasal dari inflasi administered, karena
turunnya harga BBM dan tarif angkutan. Selain itu turunnya inflasi juga berasal
dari turunnya harga-harga komoditas dan melemahnya permintaan. Dari sisi volatile
food, tekanan inflasi diprakirakan minimal seiring dengan terjaganya pasokan dan
kelancaran distribusi barang, serta turunnya harga komoditas pangan internasional.
Tekanan inflasi dari kelompok inti di sepanjang 2009 diprakirakan cenderung
menurun seiring dengan terjaganya ekspektaksi inflasi. Ekspektasi inflasi yang
menurun diprakirakan mendapat dorongan dari relatif rendahnya realisasi inflasi
sejak awal tahun 2009 dan penurunan harga BBM bersubsidi.
Tekanan inflasi sebagai hasil interaksi sisi permintaan dan sisi penawaran di 2009
diprakirakan minimal, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi yang
diprakirakan melambat pada 2009. Tekanan sisi permintaan yang minimal
dikonfirmasi oleh tingkat utilisasi kapasitas yang cenderung menurun.
Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan minimal. Hal tersebut
seiring dengan perkembangan inflasi negara mitra dagang yang masih cenderung
turun. Selain itu, kebijakan countercyclical pemerintah berupa pemberian Bea Masuk
Ditanggung Pemerintah (BM DTP) untuk beberapa sektor industri diprakirakan juga
dapat mengurangi tekanan inflasi impor. Adapun sektor-sektor industri yang
mendapat stimulus BM DTP antara lain industri komponen kendaraan bermotor,
industri komponen elektronika dan industri perbaikan dan pemeliharaan pesawat
terbang.
Perekonomian Indonesia ke Depan
33
Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan menurun pada 2009. Penurunan
tekanan inflasi administered terutama disebabkan karena penurunan harga BBM
subsidi yang cukup signifikan pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009, yang
kemudian diikuti dengan penurunan tarif angkutan. Program konversi minyak tanah
yang semula diprakirakan akan meningkatkan tekanan inflasi administered,
diprakirakan hanya akan memberikan sumbangan yang minimal terhadap inflasi.
Tekanan inflasi dari volatile food diprakirakan minimal dan cenderung menurun
pada 2009. Hal tersebut sejalan dengan prakiraan terjaganya pasokan dan distribusi
bahan makanan pada 2009. Dari dalam negeri, peningkatan pasokan terutama
didorong oleh meningkatnya produktivitas terkait penggunaan bibit hibrida,
pemberian pupuk bersubsidi, dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi.
Produksi beberapa tanaman bahan makanan, seperti padi dan jagung, diprakirakan
juga akan mengalami peningkatan di 2009. Selain itu, pengadaan beras oleh BULOG
diprakirakan akan mencapai 3,8 juta ton, yang merupakan pengadaan beras
tertinggi sepanjang sejarah pengadaan beras oleh BULOG. Tingginya pengadaan
beras BULOG tersebut, selain karena membaiknya produksi juga disebabkan masa
pengadaan yang dimulai lebih awal dari tahun sebelumnya. Khusus untuk komoditi
beras, pemerintah bahkan berencana untuk mengekspor 100 ribu ton beras.
FAKTOR RISIKO
Dengan mempertimbangkan berbagai risiko, pertumbuhan ekonomi diprakirakanDengan mempertimbangkan berbagai risiko, pertumbuhan ekonomi diprakirakanDengan mempertimbangkan berbagai risiko, pertumbuhan ekonomi diprakirakanDengan mempertimbangkan berbagai risiko, pertumbuhan ekonomi diprakirakanDengan mempertimbangkan berbagai risiko, pertumbuhan ekonomi diprakirakan
berada pada kisaran 3,0-4,0%berada pada kisaran 3,0-4,0%berada pada kisaran 3,0-4,0%berada pada kisaran 3,0-4,0%berada pada kisaran 3,0-4,0%. Beberapa risiko utama yang dapat membawa
pertumbuhan ekonomi pada kisaran bawah antara lain pertumbuhan volume
perdagangan dunia yang semakin memburuk, kembali turunnya harga komoditas,
serta melambatnya pertumbuhan kredit. Secara sektoral, kondisi ekonomi global
secara langsung akan berdampak ke sektor pertanian, sektor pertambangan dan
penggalian, serta sektor industri pengolahan. Sementara dampak stimulus fiskal
terhadap konsumsi rumah tangga akan terefleksi dari kenaikan pertumbuhan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor
pengangkutan dan komunikasi.
Di sisi harga, inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan apabila realisasi dariDi sisi harga, inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan apabila realisasi dariDi sisi harga, inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan apabila realisasi dariDi sisi harga, inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan apabila realisasi dariDi sisi harga, inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan apabila realisasi dari
beberapa faktor yang memengaruhi ternyata lebih buruk dari yang diprakirakanbeberapa faktor yang memengaruhi ternyata lebih buruk dari yang diprakirakanbeberapa faktor yang memengaruhi ternyata lebih buruk dari yang diprakirakanbeberapa faktor yang memengaruhi ternyata lebih buruk dari yang diprakirakanbeberapa faktor yang memengaruhi ternyata lebih buruk dari yang diprakirakan,
seperti produksi pangan tidak sebaik yang diprakirakan dan harga minyak yang
lebih tinggi.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
34
5. Respon Kebijakan MoneterTriwulan I-2009
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 April 2009 memutuskanRapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 April 2009 memutuskanRapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 April 2009 memutuskanRapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 April 2009 memutuskanRapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 April 2009 memutuskan
untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,50%. untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,50%. untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,50%. untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,50%. untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,50%. Keputusan
tersebut diambil setelah mencermati dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap
perkembangan ekonomi dan keuangan di dalam negeri dan luar negeri. Kondisi
global menunjukkan perkembangan yang kian menurun, bahkan lebih buruk dari
perkiraan semula. Berbagai stimulus fiskal dan pelonggaran kebijakan moneter di
berbagai negara belum mampu menahan penurunan ekonomi dunia. Pertumbuhan
ekonomi dunia yang mengalami kontraksi akan berdampak negatif terhadap
perekonomian nasional. Namun adanya kesepakatan G.20 yang mendorong
perbaikan di pasar modal dan pasar keuangan global telah membawa sentimen
positif.
Tekanan inflasi pada bulan Maret relatif rendah, yaitu sebesar 0,22% (mtm) masih
lebih rendah dari rata-rata historisnya. Dengan demikian inflasi tahunan menurun
dibandingkan dengan Februari 2009 menjadi 7,92% (yoy). Di tengah isu
peningkatan permintaan menjelang Pemilu 2009, secara tahunan tren penurunan
inflasi masih berlanjut. Terjaganya pasokan beberapa komoditas dan beras, serta
minimalnya inflasi administered price merupakan faktor penyebab rendahnya laju
inflasi.
Kondisi perbankan hingga saat ini relatif terjaga. Kondisi tersebut didukung oleh
perkembangan berbagai indikator keuangan dan kesehatan bank. Likuiditas
perbankan masih meningkat sejalan dengan masih cukup tingginya pertumbuhan
dana pihak ketiga (DPK). Namun demikian, penyaluran kredit relatif masih terbatas,
terkait dengan sikap perbankan yang lebih berhati-hati dalam mempersepsikan
risiko yang dihadapi, di antaranya peningkatan Non-Performing Loan (NPL).
Diharapkan pada triwulan II-2009 penyaluran kredit mulai meningkat.
Pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan berada pada kisaran 3%-4%.
Pertumbuhan tersebut relatif cukup tinggi apabila dibandingkan dengan prospek
pertumbuhan negara-negara lain. Ke depan kebijakan moneter yang ditempuh
diupayakan untuk dapat mendukung gairah sektor riil yang besar perannya dalam
memperkuat perekonomian nasional dengan tetap menjaga stabilitas harga dan
sistem keuangan. Bank Indonesia akan senantiasa berkoordinasi dengan Pemerintah
dalam mencermati perkembangan ekonomi global, regional dan domestik, serta
mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
Tabel Statistik
35
Tabel Statistik
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit
(Persen per Tahun)
PeriodeSuku BungaPasar UangAntarbank*
TingkatDiskonto
SBI*
Suku Bunga Deposito Berjangka ** Suku Bunga Kredit**
1bulan
3bulan
6bulan
12bulan
24bulan
5,87 7,42 5,86 6,11 6,79 8,93 14,49 14,61 15,12
4,24 7,34 6,23 6,31 6,36 7,68 9,31 14,10 14,64
4,13 7,39 6,31 6,61 6,89 7,27 8,94 13,80 14,33
3,76 7,43 6,43 6,71 7,12 7,07 8,12 13,41 14,05
5,95 7,44 6,50 6,93 7,35 8,04 9,42 13,31 13,78
6,95 8,25 6,98 7,19 7,11 7,11 8,05 13,36 13,65
6,92 10,00 9,16 8,51 8,01 8,65 8,82 14,51 14,47
9,44 12,75 11,98 11,75 10,17 10,95 12,39 16,23 15,66
10,28 12,73 11,61 12,19 12,10 12,02 12,64 16,35 15,90
10,23 12,50 11,34 11,70 12,09 12,28 12,61 16,15 15,94
8,90 11,25 10,47 11,05 11,52 12,36 12,47 15,82 15,66
5,97 9,75 8,96 9,71 10,70 11,63 11,84 15,07 15,10
7,52 9,00 8,13 8,52 9,29 10,17 11,73 14,49 14,53
5,58 8,75 7,46 7,87 8,40 9,54 11,73 13,88 13,99
6,83 8,25 7,13 7,44 7,80 8,91 11,24 13,31 13,45
4,33 8,00 7,19 7,42 7,65 8,24 10,83 13,00 13,01
8,01 7,96 6,88 7,26 7,57 7,79 10,06 12,88 12,59
8,43 8,73 7,19 7,49 7,79 7,78 9,91 12,99 12,51
9,37 9,71 9,26 9,45 9,14 9,34 9,83 13,93 13,32
9,40 10,83 10,75 11,16 10,34 10,43 8,62 15,22 14,40
8,50 8,74 10,52 11,34 10,56 10,68 8,61 15,23 14,37
ModalKerja
Investasi
2004Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2005Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2006Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2008Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009Trw. I**
* Posisi Februari 2009** Posisi Januari 2009
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
36
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)
Periode Transaksi
antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi
2004
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2005
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw.IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I*
* Posisi Januari 20091) Transaksi pagi hari2) Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.
142.003 354.841 321.477 140.390
87.082 283.275 304.891 118.776
165.064 252.542 339.339 31.979
204.336 293.933 252.929 103.825
216.381 369.495 415.784 57.536
237.571 362.770 315.996 101.058
250.610 230.026 289.657 41.427
264.348 183.663 150.534 74.632
310.175 415.638 356.471 133.799
280.836 517.853 483.967 167.685
286.958 599.495 586.715 180.464
329.312 665.673 636.381 209.756
495.786 774.866 740.951 243.671
362.339 846.655 832.325 258.002
413.527 895.562 887.411 266.152
313.544 777.247 795.475 247.926
368.429 858.289 906.767 212.463
246.462 489.529 543.655 165.145
326.315 389.138 437.313 116.969
326.310 404.071 340.913 180.128
63.487 204.159 159.409 222.053
Tabel Statistik
37
I II III IV I II III IV I II III IV I*
* Posisi Januari 20091) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
1 Bank Pemerintah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
2 Bank Umum Swasta Nasional
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
3 Bank Pemerintah Daerah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
4 Bank Asing & Campuran
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
5 Sub jumlah (1 s.d. 4)
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
247.331 256.267 264.735 282.784 282.633 301.186 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 454.784
21.649 22.110 23.012 25.816 24.222 26.805 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 37.916
3.007 3.428 3.485 4.771 7.414 9.006 6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 12.984
63.402 64.567 64.265 71.165 71.600 69.959 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 97.531
52.729 57.548 61.031 61.431 63.561 68.172 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 98.546
36.148 37.094 39.269 43.481 39.477 44.868 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.719
70.396 71.520 73.673 76.120 76.359 82.376 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 124.088
291.817 302.693 313.651 334.943 335.998 367.168 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 538.586
9.693 10.248 10.316 11.430 11.312 12.053 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.538
2.935 3.414 3.775 6.460 5.409 7.321 7.076 10.678 9.621 10.137 10.850 11.137 11.314
53.304 57.119 58.125 61.525 59.826 63.319 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.437
70.729 74.997 78.679 85.628 86.783 95.549 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 124.565
69.006 71.371 74.729 78.963 80.252 90.497 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 145.331
86.150 85.544 88.027 90.937 92.416 98.429 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.401
47.235 51.141 55.009 55.959 58.851 65.123 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 96.432
1.729 1.860 1.922 2.030 2.090 2.130 2.248 2.274 2.379 2.710 3.067 3.182 3.066
57 56 54 58 58 58 55 43 53 182 187 270 270
430 471 476 457 487 520 543 631 710 770 787 814 803
7.668 8.058 8.312 8.239 8.386 8.762 9.295 9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 11.917
5.851 6.561 7.531 6.915 6.776 7.747 9.850 8.879 8.615 10.831 13.456 13.356 12.527
31.500 34.135 36.714 38.260 41.054 45.906 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 67.849
95.730 100.003 107.692 113.450 117.232 121.509 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 191.970
3.409 4.124 4.727 5.727 5.395 5.460 5.933 7.817 7.449 6.425 6.505 6.419 6.610
1.548 2.173 2.369 2.607 2.287 2.540 2.629 3.972 4.591 3.910 4.478 5.327 5.326
45.954 46.847 49.682 49.285 50.219 51.029 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 75.321
5.357 5.865 6.663 7.098 7.691 9.035 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 14.934
21.258 21.721 24.726 28.279 30.709 31.540 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 60.715
18.204 19.273 19.525 20.454 20.931 21.905 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 29.064
682.113 710.104 741.087 787.136 794.714 854.986 907.260 995.111 1.029.172 1.142.120 1.239.501 1.300.179 1.281.772
36.480 38.342 39.977 45.003 43.019 46.448 49.081 55.905 56.110 59.814 62.894 66.160 66.130
7.547 9.071 9.683 13.896 15.168 18.925 16.316 25.340 27.636 29.151 30.293 30.541 29.894
163.090 169.004 172.548 182.432 182.132 184.827 189.922 203.808 211.633 232.314 248.603 269.152 267.092
136.483 146.468 154.685 162.396 166.421 181.518 196.279 215.670 212.539 240.302 251.071 258.005 249.962
132.263 136.747 146.255 157.638 157.214 174.652 190.497 212.441 223.164 252.891 290.760 309.959 302.292
206.250 210.472 217.939 225.771 230.760 248.616 265.165 281.947 298.090 327.648 355.880 366.362 366.402
2006 2007 2008 2009
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
38
935.247 219.086 86.881 132.205 716.161 275.819 443.440 22.803 454.663 -261.518
975.166 233.726 97.574 136.152 741.440 280.070 468.907 27.806 522.161 -323.778
986.806 240.911 99.505 141.406 745.895 258.684 476.451 25.261 551.562 -325.152
1.033.528 253.818 109.265 144.553 779.710 263.647 498.019 26.919 588.885 -343.940
1.020.693 250.492 98.584 151.908 770.201 268.482 456.274 28.257 612.463 -344.783
1.073.746 267.635 106.125 161.510 806.111 256.058 468.004 28.237 659.129 -337.682
1.150.451 273.954 114.998 158.956 876.497 280.369 488.483 29.805 708.018 -356.224
1.203.215 281.905 124.316 157.589 921.310 313.082 498.901 28.059 710.783 -347.610
1.195.067 277.293 112.625 164.668 917.774 347.970 470.048 25.557 705.321 -353.829
1.253.757 313.153 123.761 189.392 940.604 345.457 481.654 29.746 729.609 -332.709
1.291.396 333.905 129.969 203.936 957.491 401.065 481.641 31.858 758.261 -381.429
1.382.074 361.073 151.009 210.064 1.021.001 413.265 506.488 38.946 798.125 -374.750
1.375.947 341.833 129.618 212.215 1.034.114 457.382 447.655 35.032 810.996 -375.118
1.451.974 381.376 146.715 234.661 1.070.598 496.522 430.956 44.185 865.144 -384.833
1.512.756 411.281 160.327 250.954 1.101.475 519.360 439.649 45.496 916.657 -408.406
1.643.203 460.842 183.419 277.423 1.182.361 524.703 497.478 56.152 984.844 -419.974
1.586.795 419.746 164.995 254.751 1.167.049 549.049 375.976 49.644 1.025.856 -413.730
1.699.480 466.708 189.453 277.255 1.232.772 562.636 359.645 57.304 1.131.796 -411.901
1.768.250 491.729 223.166 268.563 1.276.521 525.702 348.387 64.488 1.222.193 -392.520
1.883.851 466.379 209.378 257.001 1.417.472 602.347 379.217 66.571 1.282.257 -446.541
1.859.891 447.476 191.372 256.104 1.412.415 616.143 370.444 64.678 1.265.966 -457.340
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
M2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
AkhirPeriode
Jumlah 1) Jumlah2)
M1
UangKartal
UangGiral
UangKuasi
AktivaLuar
NegeriBersih
TagihanBersih
PemerintahPusat3)
TagihanPada
LembagaPemerintah
BUMN
TagihanPada
PerusahaanSwasta danPerorangan
LainnyaBersih
2004
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2005
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I*
* Posisi Januari 20091) M1 ditambah uang kuasi2) Uang Kartal ditambah uang giral3) Termasuk rekening khusus pemerintah
Tabel Statistik
39
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
233.878 247.742 257.843 297.080 272.239 289.727 310.265 379.582 325.044 349.649 392.136 344.688 303.777
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
135.005 145.666 153.569 178.572 155.498 173.888 189.221 220.785 198.940 224.342 270.243 264.391 225.489
112.625 123.761 129.969 151.009 129.618 146.715 160.327 183.419 164.995 189.453 223.166 209.378 185.522
22.380 21.905 23.600 27.563 25.880 27.173 28.894 37.366 33.945 34.889 47.077 55.013 39.967
98.544 101.751 104.061 118.417 116.558 115.524 120.740 158.452 125.705 124.811 121.302 79.648 77.747
329 325 213 91 183 315 304 345 399 496 591 650 541
213.530 213.143 255.182 274.694 305.744 330.295 337.523 356.883 351.874 351.561 355.967 338.692 330.201
20.348 34.599 2.661 22.386 -33.505 -40.569 -27.258 22.699 -26.830 -1.912 36.169 5.996 -26.424
209.557 218.033 219.538 265.919 200.460 187.081 184.961 249.069 128.907 117.614 123.797 172.012 132.912
18.226 18.226 18.226 18.196 18.186 18.136 18.136 8.847 8.838 8.800 8.800 8.711 8.708
11.372 11.165 11.035 10.832 10.598 10.366 10.206 9.994 9.751 9.353 9.227 9.009 8.975
5.475 5.491 5.494 5.352 5.366 5.389 5.357 3.074 3.089 3.295 3.155 3.815 2.488
-142.637 -174.258 -189.131 -242.001 -247.525 -264.280 -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866 -246.543
-133.798 -167.685 -180.382 -208.763 -239.977 -257.998 -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.879 -234.679
-16.615 -14.241 -16.829 -41.568 -19.298 -21.615 -4.750 -48.933 -5.737 -4.989 -1.403 -4.223 -7.457
7.776 7.668 8.080 8.330 11.750 15.333 15.688 15.457 14.356 14.172 15.929 19.569 21.013
-81.645 -68.704 -62.501 -35.912 -20.590 2.739 8.178 32.879 41.684 50.551 43.752 46.316 67.037
2006 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I II III IV I*
I.I.I.I.I. Uang PrimerUang PrimerUang PrimerUang PrimerUang Primer
a. Statutory Reserve Shortfall
b. Uang yang diedarkan
- Uang kartal di masyarakat
- Kas bank umum
c. Saldo Giro Positif Bank
d. Giro Sektor Swasta
II.II.II.II.II. Faktor-faktor yang mempengaruhiFaktor-faktor yang mempengaruhiFaktor-faktor yang mempengaruhiFaktor-faktor yang mempengaruhiFaktor-faktor yang mempengaruhi
Uang PrimerUang PrimerUang PrimerUang PrimerUang Primer
a. Net International Reserve 1)
b. Net Domestic Assets
- Tagihan Bersih pada Pemerintah
- Bantuan Likuiditas
- Kredit Likuiditas
- Tagihan Lainnya
- Operasi Pasar Terbuka
- SBI (net) 2)
- FASBI
- Lain-Lain 3)
- Net Other Items
* Posisi per Februari 20091) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $
sejak Juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int'l Reserve and Foreign Currency Liquidity)
2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
40
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta $)
2006 2007* 2008**
I II III IV Total I II III IV Total I II III IV Total
I. Transaksi Berjalan
A. Barang bersih (NeracaPerdagangan)1. Ekspor f.o.b2. Impor f.o.b
B. Jasa-jasa (bersih)
C. Pendapatan (bersih)
D. Transfer Berjalan
II. Transaksi Modal dan Finansial
A. Transaksi Modal
B. Transaksi Finansial
1. Investasi Langsunga. Ke Luar Negeri (bersih)b. Di Indonesia/FDI (bersih)
2. Investasi Portfolioa. Aset (bersih)b. Kewajiban (bersih)
3. Investasi Lainnyaa. Aset (bersih)b. Kewajiban (bersih) 2)
III. Jumlah (I + II)
IV. Selisih Perhitungan
V. Neraca Keseluruhan (III + IV)
VI.Lalu Lintas Moneter 3)
a. Perubahan Cadangan Devisa
b. IMF:PenarikanPembayaran
Memorandum:Posisi Cadangan Devisa 4)
Transaksi Berjalan (% PDB)Rasio Pembayaran Utang (%) 5)
a.l. Sektor Terkait Pemerintah danOtoritas Moneter 6)
*) Angka sementara**) Angka sangat sementara1) Format baru sejak publikasi Januari 20042) Tidak termasuk pinjaman IMF3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep
Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
2.949 1.959 3.795 2.157 10.859 2.640 2.271 2.151 3.430 10.492 2.794 -1.022 -943 -223 606
6.693 6.986 8.596 7.386 29.660 7.712 8.107 7.487 9.448 32.754 7.536 5.443 5.772 4.558 23.30923.262 25.484 27.604 27.178 103.528 26.626 29.202 30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.452 139.291
-16.569 -18.498 -19.008 -19.792 -73.868 -18.914 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -24.894 -115.981
-2.290 -2.352 -2.402 -2.829 -9.874 -3.163 -2.991 -2.764 -2.922 -11.841 -2.991 -3.374 -3.316 -3.331 -13.011
-2.658 -3.873 -3.720 -3.539 -13.790 -3.163 -4.024 -3.811 -4.527 -15.525 -3.123 -4.460 -4.823 -2.929 -15.334
1.205 1.198 1.321 1.139 4.863 1.254 1.178 1.240 1.432 5.104 1.373 1.369 1.423 1.478 5.643
2.423 339 -1.039 1.303 3.025 1.836 2.029 -935 660 3.591 -1.395 2.524 918 -3.752 -1.706
72 49 97 132 350 43 127 255 122 546 52 73 200 29 353
2.352 290 -1.136 1.170 2.675 1.793 1.902 -1.190 539 3.045 -1.447 2.451 718 -3.781 -2.059
681 572 -273 1.232 2.211 -246 1.426 764 309 2.253 -270 605 405 1.739 2.479-654 -517 -1.328 -204 -2.703 -1.282 392 -1.427 -2.358 -4.675 -1.730 -1.436 -1.517 -1.179 -5.861
1.336 1.088 1.055 1.435 4.914 1.037 1.034 2.191 2.667 6.928 1.460 2.041 1.922 2.918 8.3403.712 -1.057 207 1.312 4.174 2.491 3.810 465 -1.200 5.566 1.984 4.188 -74 -4.345 1.753-392 -446 -332 -762 -1.933 -497 -1.897 -1.257 -764 -4.415 -823 60 -65 -434 -1.262
4.104 -611 539 2.074 6.107 2.988 5.707 1.722 -437 9.981 2.807 4.128 -9 -3.910 3.015-1.959 759 -1.209 -1.382 -3.791 -452 -3.334 -2.419 1.430 -4.775 -3.160 -2.342 387 -1.176 -6.291-1.349 1.704 -235 -1.707 -1.588 -105 -2.283 -2.360 262 -4.486 -2.672 -1.974 -1.610 -3.844 -10.101
-610 -945 -974 325 -2.204 -348 -1.051 -59 1.168 -289 -489 -367 1.998 2.669 3.810
5.373 2.298 2.756 3.459 13.885 4.476 4.300 1.217 4.091 14.083 1.400 1.502 -25 -3.976 -1.100
413 1.081 -118 -751 625 -97 -663 -37 -570 -1.368 -367 -177 -63 -236 -845
5.786 3.379 2.637 2.708 14.510 4.379 3.637 1.179 3.520 12.715 1.032 1.324 -89 -4.212 -1.945
-5.786 -3.379 -2.637 -2.708 -14.510 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945-5.359 354 -2.189 292 -6.902 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945
-427 -3.733 -448 -3.001 -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
-427 -3.733 -448 -3.001 -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40.082 40.107 42.353 42.586 42.586 47.221 50.924 52.875 56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639 51.6392,9 2,4 0,1
17,4 30,6 17,5 33,2 24,8 19,8 21,4 15,2 21,2 19,4 16,2 17,8 15,2 25,7 18,4
9,8 21,0 7,1 18,6 14,2 5,6 9,4 5,1 9,0 7,3 4,4 7,7 4,7 9,3 6,4
Tabel Statistik
41
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008
** Posisi Februari 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
4,60 0,54 1,27 6,05 3,71 -1,21 4,00 4,43 5,91 1,28 4,75 0,60 1,71
16,54 -0,58 2,60 8,63 12,16 -6,50 0,69 3,48 2,59 2,11 0,60 0,91 2,93-0,03 3,50 5,62 -0,25 -2,93 5,12 9,08 -2,04 4,14 0,29 13,94 -4,64 2,741,54 0,29 3,66 1,46 1,37 -2,71 4,65 2,11 5,84 2,01 12,12 2,94 2,770,16 2,22 2,72 1,64 0,35 0,39 3,06 0,73 7,87 1,84 8,04 4,32 2,21
-2,18 2,48 1,96 2,55 -1,02 4,05 11,46 0,26 6,88 -0,19 8,94 -2,51 -0,943,77 -2,28 1,00 11,87 -0,30 -1,04 2,17 7,39 2,42 1,68 3,79 6,60 5,080,95 0,11 1,73 1,72 3,81 2,61 4,49 7,90 28,51 1,84 5,93 0,42 0,103,21 0,16 0,50 4,46 2,21 1,39 2,87 1,79 1,38 0,89 7,30 1,68 -0,333,23 -1,21 -13,98 24,41 -3,70 -8,06 -0,43 25,17 2,85 -0,07 -10,49 8,28 0,31
-0,65 0,38 1,41 3,65 8,63 12,79 7,09 6,71 15,72 1,47 -1,65 -6,81 -0,71-0,63 0,85 4,36 3,13 1,32 1,50 0,75 -1,47 2,02 1,00 3,57 1,20 0,63
2,19 1,00 0,80 2,24 1,89 1,19 1,33 1,85 4,02 1,33 2,62 2,43 1,872,13 0,91 0,96 2,25 1,67 1,00 1,35 2,36 5,50 1,63 2,83 2,35 1,333,01 0,87 0,31 1,95 1,75 0,20 0,46 -0,20 1,47 1,06 2,15 1,50 3,891,93 1,23 0,86 2,59 2,24 2,60 1,85 2,28 1,89 0,73 2,60 3,70 1,87
1,62 1,05 0,78 1,30 1,81 0,75 1,27 0,97 2,79 1,14 3,58 1,00 0,222,19 1,40 0,98 1,73 2,12 0,83 1,11 1,58 2,22 1,67 2,16 0,73 0,640,73 0,58 0,34 0,56 1,69 0,15 1,92 -0,45 4,69 -0,12 8,94 1,66 -1,240,64 0,72 0,67 0,78 1,20 0,52 0,57 1,05 1,45 0,97 1,66 1,10 0,651,87 0,92 0,99 0,99 1,70 1,79 1,61 1,30 2,71 0,86 1,71 1,08 0,52
1,61 2,66 0,57 1,84 0,72 0,39 2,34 4,78 4,30 0,49 0,77 2,58 3,421,25 0,77 0,80 1,81 0,37 0,29 1,29 1,70 0,81 0,27 3,02 0,35 0,320,86 0,69 0,69 1,41 0,10 0,71 0,94 1,45 0,68 0,46 2,15 0,30 0,151,18 0,56 1,00 1,35 0,50 0,32 1,34 0,86 0,56 0,64 2,13 0,23 0,143,13 8,78 -0,22 2,47 2,09 0,35 5,53 13,60 12,66 0,59 -2,46 7,26 10,45
le1,86 1,42 0,70 1,76 1,39 0,71 1,03 1,12 3,00 0,83 1,64 1,10 0,542,08 1,61 0,94 3,70 1,92 0,45 0,32 0,44 5,12 0,47 1,07 0,69 0,291,03 0,93 -0,19 0,18 1,32 0,82 1,08 1,46 1,96 1,31 2,19 1,60 0,491,94 1,03 0,84 0,80 1,16 1,85 0,61 0,73 1,15 1,10 2,36 1,61 1,042,11 1,43 0,77 0,72 1,46 0,80 1,56 1,52 2,32 0,90 1,76 1,26 0,72
0,03 0,41 7,44 0,20 0,36 0,01 7,97 0,43 0,14 0,44 3,77 0,82 0,15-0,76 0,02 11,41 0,12 0,46 0,03 12,73 0,36 0,09 0,18 6,76 0,70 0,042,40 0,19 2,31 0,23 1,04 0,26 0,87 0,48 0,72 0,45 4,95 0,32 0,450,45 1,79 3,61 0,27 0,36 0,36 1,58 0,66 0,30 0,72 1,14 1,11 0,251,70 0,82 0,06 0,28 0,13 -0,23 0,01 0,64 0,20 0,92 0,51 1,02 0,330,83 0,54 1,19 0,88 0,79 0,36 0,35 2,23 0,47 0,20 0,91 0,49 0,06
0,24 0,35 0,08 0,35 0,22 0,46 0,15 0,42 0,37 8,72 0,92 -2,94 -4,890,07 0,37 0,02 0,33 0,24 0,60 0,00 0,49 0,27 12,98 1,03 -4,46 -7,13
-0,02 0,02 -0,01 -0,01 0,05 0,01 -0,02 0,00 0,01 -0,12 0,02 0,20 -0,101,89 1,09 1,26 1,56 0,50 0,24 2,43 1,27 1,40 0,84 1,34 1,64 0,405,36 0,45 0,05 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 4,90 0,01 3,89 0,00 0,00
1,98 0,87 1,16 2,44 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,14
Kelompok/Sub Kelompok2006 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I II* III IV I**
I. Bahan MakananA. Padi-padian, umbi-umbian dan
hasil-hasilnyaB. Daging dan hasil-hasilnyaC. Ikan segarD. Ikan diawetkanE. Telur, susu dan hasil-hasilnyaF. Sayur-sayuranG. Kacang-kacanganH. Buah-buahanI. Bumbu-bumbuanJ. Lemak dan minyakK. Bahan makanan lainnya
II. Makanan jadi, Minuman, Rokokdan TembakauA. Makanan jadiB. Minuman yang tidak beralkoholC. Tembakau dan minuman beralkohol
III. PerumahanA. Biaya tempat tinggalB. Bahan bakar, penerangan dan airC. Perlengkapan rumah tanggaD. Penyelenggaraan rumah tangga
IV. SandangA. Sandang laki-lakiB. Sandang wanitaC. Sandang anak-anakD. Barang pribadi dan sandang lainnya
V. KesehatanA. Jasa kesehatan dan obat-obatanB. Obat-obatanC. Jasa perawatan jasmaniD. Perawatan jasmani dan kosmetik
VI. Pendidikan, Rekreasi dan Olah RagaA. Biaya pendidikanB. Kursus dan pelatihanC. Perlengkapan/peralatan pendidikanD. RekreasiE. Olah raga
VII. Transpor dan KomunikasiA. TransporB. Komunikasi dan pengirimanC. Sarana dan penunjang transporD. Jasa Keuangan
U M U M
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
42
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
4,02 1,49 1,09 4,45 2,16 -2,16 5,34 -1,05 4,84 4,38 2,92 2,97 -0,051,24 2,54 2,64 2,81 4,61 -1,67 5,85 1,94 3,49 2,75 1,36 1,39 -0,341,34 0,71 2,74 4,93 1,92 -2,34 3,76 2,51 4,65 2,53 1,27 1,56 0,33
-2,17 0,83 1,90 1,07 6,92 -0,29 1,15 2,69 4,63 2,31 3,06 2,22 0,55-0,10 0,40 1,68 4,01 2,98 -0,55 3,78 1,97 3,07 2,88 1,37 1,33 0,801,41 0,29 0,85 3,31 1,63 -0,51 1,96 3,23 2,19 2,07 1,21 2,26 -0,611,17 0,71 0,93 5,07 3,68 -1,96 2,06 3,05 4,35 4,09 2,04 2,07 0,600,73 0,89 1,21 3,36 3,67 -1,49 1,92 3,31 4,15 2,46 3,17 0,55 0,930,66 -0,40 2,30 1,97 1,40 -0,34 2,15 1,56 2,91 2,29 1,72 0,58 0,601,38 1,20 1,61 6,14 3,17 -1,22 2,57 2,75 2,16 4,19 1,76 -0,19 1,082,43 0,57 0,96 4,27 0,64 0,85 3,23 3,28 3,11 3,41 3,20 -0,29 0,090,10 1,32 1,23 3,76 1,36 -0,88 3,10 1,37 4,09 4,14 3,61 0,34 0,392,49 0,43 0,69 2,31 0,71 0,12 3,40 2,22 3,29 2,93 4,95 0,74 0,673,39 -0,16 2,16 0,93 2,62 -0,98 0,67 0,33 6,53 4,20 4,26 0,13 -0,45
- - - - - - - - - 3,80 3,04 1,22 -0,30- - - - - - - - - 2,45 3,33 1,19 1,48
2,30 0,33 1,21 2,07 1,95 0,51 1,85 1,61 3,51 1,94 2,54 - -1,45 0,99 2,23 3,53 3,73 -0,04 1,65 2,20 2,57 2,54 3,64 - -
- - - - - - - - - 2,21 4,50 - -- - - - - - - - - 3,04 3,21 0,00 0,25- - - - - - - - - 2,11 0,88 1,57 0,30- - - - - - - - - 1,15 2,38 0,46 0,26- - - - - - - - - 2,80 3,42 1,32 0,49- - - - - - - - - 1,24 3,82 0,03 0,19- - - - - - - - - 2,45 3,49 0,18 -0,90
1,53 0,57 1,26 1,87 1,13 -0,26 2,48 1,82 2,81 2,76 2,28 -0,07 -0,411,48 -0,12 0,63 4,23 3,24 0,15 2,22 2,06 3,52 3,33 4,04 0,19 0,812,14 1,36 2,21 2,48 2,22 1,33 2,21 0,26 3,60 2,75 3,53 1,16 0,182,43 0,85 0,36 2,41 1,19 -0,34 0,99 1,42 2,74 2,13 1,74 0,13 0,502,03 0,87 1,48 1,57 2,37 0,52 1,98 1,72 4,18 2,40 2,83 0,18 0,042,15 0,71 1,48 3,19 1,66 1,24 2,84 2,88 2,72 1,82 2,36 0,45 1,062,54 2,54 2,52 2,42 1,86 0,18 3,17 2,59 2,85 2,51 3,16 - -1,78 1,52 0,70 2,68 1,26 0,78 2,13 2,91 2,73 3,46 2,77 - -
- - - - - - - - - 1,62 2,83 1,05 0,222,48 1,19 0,80 3,11 2,50 -0,11 1,55 2,76 2,94 2,11 3,10 -0,35 0,432,17 1,27 0,60 1,76 1,30 0,13 2,12 2,28 4,06 2,77 2,93 0,38 0,67
- - - - - - - - - 1,81 3,85 0,00 0,71- - - - - - - - - 4,05 2,27 -0,32 0,91
2,15 0,99 0,81 2,61 1,09 0,90 2,02 2,12 3,59 2,00 2,56 0,14 0,782,44 0,56 -0,12 1,37 2,19 0,29 1,36 1,95 3,35 1,78 3,14 - -1,63 0,61 -0,05 1,93 3,59 1,00 1,14 2,78 3,23 3,21 3,23 - -
- - - - - - - - - 4,94 3,16 0,77 1,33- - - - - - - - - 2,24 6,66 -2,44 1,75
4,81 0,46 0,86 3,32 5,29 -0,39 0,90 2,47 3,33 2,31 0,46 - -2,19 0,98 1,72 1,29 2,56 1,14 2,12 2,49 4,21 2,27 3,21 - -
- - - - - - - - - 2,94 2,73 0,02 1,601,59 3,94 0,30 1,74 0,81 0,39 1,84 4,38 1,60 2,87 1,72 - -0,49 3,68 -0,52 3,94 0,62 -0,14 2,38 4,95 4,48 2,22 3,62 - -1,31 6,15 0,10 3,14 3,29 -0,66 2,60 2,39 4,12 2,48 2,23 - -2,53 1,90 -0,06 1,05 0,81 0,39 4,54 1,40 3,75 2,88 1,84 - -1,43 1,87 2,44 0,61 1,72 0,52 4,84 1,85 3,97 3,32 2,96 - -
K o t a2006 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I II* III IV I**
1. Lhokseumawe2. Banda Aceh3. Padang Sidempuan4. Sibolga5. Pematang Siantar6. M e d a n7. Padang8. Pekanbaru9. Batam10. Jambi11. Palembang12. Bengkulu13. Bandar Lampung14. Pangkal Pinang15. Dumai16. Tanjung Pinang17. Jakarta18. Tasikmalaya19. Serang20. Tangerang21. Cilegon22. Bogor23. Sukabumi24. Bekasi25. Depok26. Bandung27. Cirebon28. Purwokerto29. Surakarta30. Semarang31. Tegal32. Yogyakarta33. Jember34. Sumenep35. Kediri36. Malang37. Probolinggo38. Madiun39. Surabaya40. Denpasar41. Mataram42. Bima43. Maumere44. Kupang45. Pontianak46. Singkawang47. Sampit48. Palangka Raya49. Banjarmasin50. Balikpapan51. Samarinda
Tabel Statistik
43
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota, data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm
(month to month) bulan Juni 2008
** Posisi Februari 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
- - - - - - - - - 2,48 5,54 0,82 0,451,52 0,05 2,15 1,29 3,34 -0,43 3,45 3,46 1,04 3,63 3,02 0,17 -0,112,54 2,92 1,23 1,74 0,60 1,87 1,60 3,84 1,49 2,44 5,01 -0,63 0,73
- - - - - - - - - 6,26 3,62 0,27 1,222,79 2,01 1,58 0,66 2,28 0,51 3,38 -0,54 4,45 3,39 3,50 - -
- - - - - - - - - 2,76 4,21 0,43 0,47- - - - - - - - - 3,15 3,50 1,16 -0,07
1,93 3,12 2,29 2,97 1,94 2,20 0,15 2,94 2,91 6,49 3,30 0,74 2,182,56 -0,99 2,34 3,48 -1,24 0,46 3,22 4,51 -0,04 2,59 4,01 0,16 1,54
- - - - - - - - - 3,04 5,86 -0,29 -0,700,96 3,00 -0,47 1,25 1,77 0,51 2,38 1,07 2,92 1,76 5,06 -4,80 1,932,54 -0,04 0,82 1,72 2,39 2,06 0,44 5,21 4,71 1,17 4,30 -0,92 0,47
- - - - - - - - - 5,78 8,31 0,62 3,86- - - - - - - - - 5,72 7,29 -1,86 -0,07
2,85 2,47 1,57 2,31 4,93 0,15 0,52 4,45 6,49 5,86 2,88 0,31 -1,70
1,98 0,87 1,16 2,44 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,14
K o t a2006 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I II* III IV I**
52. Tarakan53. Manado54. P a l u55. Watampone56. Makassar57. Parepare58. Palopo59. Kendari60. Gorontalo61. Mamuju62. Ambon63. Ternate64. Manokwari65. Sorong66. Jayapura
NASIONAL
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2009
44
Keterangan :1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.
Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100).*) Posisi Januari 2009Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
1,26 9,77 1,18 3,10 3,91 2,90 6,75 2,35
3,20 1,55 2,34 6,67 7,32 2,26 21,16 4,37
-1,29 0,35 0,60 3,41 4,68 0,89 13,39 1,80
1,84 1,02 0,52 0,34 -1,48 2,42 -9,47 0,18
3,80 3,00 8,04 9,11 10,73 4,61 24,20 8,02
0,00 0,70 1,34 0,69 1,43 0,00 5,13 1,38
2,76 0,70 1,32 6,85 9,15 3,28 20,49 4,08
4,03 13,19 22,22 0,64 -3,87 2,38 -13,77 9,15
3,87 0,61 1,60 -0,64 -1,34 -4,65 3,29 -1,20
4,97 1,83 2,11 5,13 8,84 6,50 13,64 4,85
5,33 2,40 2,58 0,61 0,00 2,29 -3,60 2,31
6,74 3,51 1,51 1,82 -5,00 1,49 -16,18 0,56
6,32 3,39 3,47 3,57 2,63 3,68 1,49 3,93
2,97 1,64 3,35 5,75 7,05 2,84 14,63 4,32
7,69 1,61 3,70 3,26 1,80 -0,69 6,38 3,63
7,59 3,70 5,80 11,05 10,00 2,08 24,40 8,50
7,05 4,08 7,17 6,64 5,88 5,44 6,43 6,45
7,75 10,78 12,60 15,56 14,14 5,16 28,10 12,55
4,32 3,54 1,40 -9,23 -5,31 2,45 -15,09 -1,92
0,00 4,27 -4,14 -11,86 -13,55 9,58 -47,22 -6,67
-32,65 -15,98 -42,09 -27,88 -28,11 -23,50 -57,89 -33,61
Akhir Pertanian Pertambangan Industri Impor Ekspor Umum
Periode Total Nonmigas Migas
2004
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2005
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2006
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2007
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2008
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2009
Trw.I*