tinjauan pustaka peternakan rakyat · mengidentifikasi dan ... semakin sempurna atau meyakinkan...
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Peternakan Rakyat
Peternakan rakyat masih memegang peranan sebagai aset terbesar dalam
pembangunan peternakan nasional, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat
sambilan (tradisional) yang dibatasi oleh usaha kecil, teknologi sederhana, dan
produknya berkualitas rendah (Soehadji, 1995). Menurut Aziz (1993), peternakan
rakyat mempunyai ciri-ciri, yaitu skala usahanya relatif kecil, merupakan usaha
rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan teknologi
sederhana sehingga produktivitas rendah dan mutu produk tidak seragam, serta
bersifat padat karya dan basis organisasi kekeluargaan.
Menurut Sudardjat dan Pambudy (2000), dalam peternakan rakyat sapi,
kerbau dan ternak lainnya dipelihara dengan cara-cara sederhana tradisional.
Sepanjang hari digembalakan di ladang sendiri atau di tanah gembalaan umum, di
tepi jalan, dan di pinggir sungai dimana banyak tumbuhan rumput. Kadang-kadang
dimandikan di sungai dan sore hari dibawa pulang dan dikandangkan di kandang
yang sederhana. Pekerjaan di dalam usaha ternak ini dilakukan oleh anggota
keluarga. Kebanyakan ternak yang sudah mencapai umur tertentu dijual. Disamping
untuk diperjual-belikan, ternak besar (sapi, kerbau) juga diambil manfaatnya sebagai
tenaga kerja atau disewakan kepada orang lain untuk mengerjakan sawah atau
ladang, Sedangkan kotorannya dimanfaatkan sebagi pupuk tanaman.
Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi
Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang
menghubungkan keunggulan strategis dengan tantangan lingkungan dan dirancang
untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat
(Glueck dan Jauch, 1994). Esensi strategi merupakan keterpaduan dinamis faktor
eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi. Strategi merupakan respon yang
secara terus-menerus atau adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta
kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti, 1997).
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga
mampu mencapai tujuan obyektifnya. Proses manajemen strategi terdiri atas tiga
tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.
Perumusan strategi adalah mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan
kekuatan dan kelemahan internal dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.
Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategi dengan
mengubah strategi yang telah dirumuskan menjadi suatu tindakan. Evaluasi strategi
adalah tahap akhir dari manajemen strategi dengan melakukan tiga macam aktivitas
mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu meninjau faktor-faktor eksternal dan
internal yang menjadi dasar strategi, mengukur prestasi dan mengambil tindakan
korektif (David, 2001).
Menurut Wahyudi (1996) tahap perumusan atau pembuatan strategi
merupakan tahap yang paling menantang dan menarik dalam proses manajemen
strategi. Inti pokok dari tahapan ini adalah menghubungkan suatu organisasi dengan
lingkungannya dan menciptakan strategi-strategi yang cocok untuk dilaksanakan.
Proses pembuatan strategi terdiri dari empat elemen sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah-masalah strategis yang dihadapi meliputi lingkungan
eksternal dan internal.
2. Pengembangan alternatif-alternatif strategi yang ada dengan mempertimbangkan
strategi yang lain.
3. Evaluasi tiap alternatif strategi.
4. Penentuan atau pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.
Perumusan strategi digunakan alat formulasi yaitu analisis SWOT (Strengths-
Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah analisis identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax dan Majluf, 1991).
Pengembangan usaha merupakan tujuan dari setiap pengusaha. Usaha yang
cukup menjanjikan untuk dikembangkan adalah usaha ternak sapi. Pengembangan ini
dilakukan karena masih banyak kesenjangan antara tingkat konsumsi daging dengan
tingkat produksi daging (Gunawan et al., 1998). Dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan gizi yang baik, maka kecenderungan masyarakat untuk
mengkonsumsi daging (sumber protein) semakin besar dan pemerintah berupaya
untuk mencukupi kebutuhan daging tersebut.
Pengembangan ternak bertujuan untuk memenuhi permintaan daging daerah
atau menambah produksi daging untuk mencukupi kebutuhan daerah, untuk
menghidupkan kembali wilayah ekspor daging sapi sekaligus meningkatkan
perekonomian daerah (Rahardi et al., 1993). Dengan demikian dapat meningkatkan
pendapatan petani agar kehidupan dan kesejahteraannya lebih baik. Dalam upaya
pengembangan usaha ternak sapi diperlukan data-data yang mendukung usaha ternak
sapi tersebut. Dari data tersebut dapat dilakukan suatu analisis yang tepat untuk
menyusun strategi pengembangan yang baik.
Analisis SWOT
Dalam upaya pengembangan ternak sapi perlu melakukan identifikasi
terhadap usaha ternak sapi sehingga dapat dibuat suatu strategi pengembangan yang
baik. Upaya penyusunan strategi ini dilakukan melalui suatu analisis yang disebut
analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Oportunities, Threats).
Menurut Rangkuti (1997), analisis SWOT tak lain adalah melakukan
auditing agribisnis wilayah dengan menggunakan 2 faktor penilaian yakni
internal dan eksternal agribisnis. Faktor internal agribisnis terdiri atas kekuatan
atau Strengths (S), kelemahan atau Weaknesses (W) sedangkan faktor eksternal
terdiri atas peluang atau Opportunities (O) dan ancaman atau Threats (T). Faktor S
terdiri atas variabel-variabel internal yang merupakan kemampuan yang
dikuasai dan dimiliki misalnya tingkat pendidikan, ketersediaan lahan dan air dan
sebagainya. Arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor W adalah sama dengan
variabel S hanya arahnya negatif. Faktor O merupakan variabel-variabel yang
bersifat ekternal namun diperkirakan dapat dikuasai dan dimiliki dengan arah
vektor adalah positif. Sedangkan faktor T mempunyai variabel-variabel yang
sama dengan O hanya arah vektor negatif.
Analisis SWOT merupakan prosedur sistematis untuk mengidentifikasi
faktor-faktor keberhasilan kritis (Critical Succes Factors) yang dimiliki oleh
perusahaan, meliputi kekuatan dan kelemahan internalnya, dan peluang serta
ancaman yang bersifat eksternal. Dengan kata lain analisis SWOT digunakan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis kekuatan dan kelemahan dari suatu usaha,
termasuk peluang dan ancaman yang dilihat sebagai informasi yang diperoleh dari
lingkungan eksternal.
Strengths (kekuatan) adalah keahlian dan sumber daya utama yang dimiliki
oleh suatu usaha, sedangkan weaknesses (kelemahan) menunjukkan kekurangan
suatu usaha dalam keahlian atau kompetensi tertentu. Oportunities (peluang)
merupakan situasi yang menguntungkan yang penting dalam lingkungan usaha,
sedangkan threats (ancaman) merupakan situasi yang tidak menguntungkan di
lingkungan usaha.
Analisis SWOT penting untuk mengembangkan suatu rencana yang dibuat
atau diambil dengan mempertimbangkan berbagai perbedaan faktor internal dan
eksternal, dan memaksimumkan potensi atau kemampuan dari kekuatan dan peluang
serta meminimalkan pengaruh dari kelemahan dan ancaman.
Penggunaan analisis SWOT dalam merumuskan strategi, yaitu berupaya
(memaksa) memadukan hasil analisis situasi di luar dan dan di dalam suatu usaha
(Anonimous, 1995). Teknik memaksa ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan
antara situasi/faktor tersebut, jadi penggunaan analisis SWOT tidak dimaksudkan
terutama untuk mengganti analisa-analisa yang lain. Sasaran utama analisis SWOT
adalah untuk mempertemukan faktor-faktor luar (oportunities dan threats) dengan
faktor-faktor dalam (strengths dan weaknesses).
Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong
Modal
Modal diartikan sebagai barang-barang bernilai ekonomi yang digunakan
untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi
(Soehardjo dan patong, 1973). Modal digunakan untuk menghasilkan barang-barang
konsumsi atau jasa, atau untuk menghasilkan modal baru yang dapat digunakan
dalam proses produksi berikutnya. Menurut Mubyarto (1989), modal dalam
pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama–sama faktor produksi
tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, yaitu dalam hal ini hasil
pertanian.
Modal dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu modal tetap (fixed capital)
dan modal tidak tetap (variable capital). Modal tetap dapat dipakai berkali-kali
dalam produksi, misalnya tanah, bangunan, dan alat pertanian. Modal tidak tetap
terpakai habis dalam satu kali proses produksi, seperti bibit, pupuk, obat-obatan,
bahan mentah, dan minyak (Soehardjo dan Patong, 1973). Modal tetap dalam usaha
peternakan adalah kandang dan peralatan-peralatan yang digunakan untuk eperluan
usahanya, seperti parang dan sabit untuk mengambil rumput. Sedangkan modal tidak
tetap untuk usaha ini adalah obat-obatan.
Teknologi (Panca Usaha Ternak)
Teknologi usahatani berarti bagaimana cara melakukan pekerjaan usahatani.
Didalamnya termasuk cara-cara bagimana petani menyebarkan benih, memelihara
tanaman dan memungut hasil serta memelihara ternak. Termasuk didalamnya benih,
pupuk pestisida, obat-obatan serta makanan ternak yang dipergunakan, perkakas, alat
dan sumber tenaga, berbagai kombinasi cabang usaha, agar tenaga petani dan
tanahnya dapat digunakan sebaik mungkin (Mosher, 1991).
Menurut Karafir (2002), teknologi biasanya tersirat dalam alat, bahan dan
cara atau metode. Selain itu teknologi berkaitan dengan kerja, upaya atau usaha
manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Teknologi tidak terkait dengan tujuan yang
ingin dicapai manusia tetapi dengan cara, upaya untuk mencapai tujuan. Teknologi
tertentu tersedia bagi kita dalam berbagai alternatif alat, bahan dan cara atau metode.
Untuk usaha peternakan, teknologi dilihat dari “Panca Usaha Ternak” yang
terdiri dari bibit, pemeliharaan, pakan ternak, kesehatan hewan, dan perkandangan.
Bibit
Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting
dalam mendukung keberhasilan usaha (Murtidjo,1990). Sedangkan dari segi
pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif, yaitu:
Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong.
Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya.
Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong
dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil
penggemukkan.
Pada umumnya usaha peternak masih terbatas pada usaha mencari calon bibit
walaupun baru seadanya saja sehingga sapi yang mereka ternakkan pun berasal dari
bibit yang kurang baik yang diusahakan secara ekstensif atau semi ekstensif (Sugeng,
1999).
Sebagai peternak yang telah maju tentu akan memilih bibit yang berasal dari
sapi potong yang baik. Sehubungan dengan pemilihan bibit, peternak perlu
mengetahui kriteria pemilihan sapi dan pengukuran sapi. Pemilihan sapi sebagai
calon bibit pengganti ataupun calon penggemukkan sering dirasa sulit. Sebab pada
saat peternak melakukan pemilihan diperlukan pengetahuan kecakapan yang cukup,
serta kriteria dasar. Kriteria dasar tersebut meliputi bangsa dan sifat genetis, bentuk
luar, serta kesehatan. Pemilihan bibit berdasarkan penilaian bentuk luar akan
semakin sempurna atau meyakinkan bila dilanjutkan dengan pengukuran bagian-
bagian tertentu seperti panjang tubuh, lebar dan dalam dada, lingkar dada, dan
sebagainya. Sedangkan pengukuran bagian-bagian tubuh itu akan berhasil baik bila
ada persiapan, urutan, dan cara kerja yang benar. Bangsa sapi tropis yang sudah
cukup populer yang banyak terdapat di Indonesia dan merupakan jenis unggul
sampai saat ini ialah sapi bali, sapi madura, sapi ongole, dan sapi america brahman
(Sugeng, 1999).
Pemeliharaan
Pemeliharaan dan perawatan sapi, merupakan salah satu penunjang utama
sukses usaha ternak dalam mencapai keuntungan. Oleh karena itu diperlukan
penanganan menajemen yang baik (Murtidjo, 1990).
Usaha menjaga kelangsungan hidup ternak sapi yang sehat dan pertumbuhan
yang baik, kita harus memelihara dan merawat ternak sapi itu dengan baik. Dalam
hal ini, setiap peternak pasti sudah memiliki sasaran dan tujuan tertentu yang hendak
dicapai, misalnya menginginkan hasil akhir berupa daging atau karkas yang
persentase dan mutunya bagus (Sugeng, 1999).
Tahap-tahap perawatan semenjak baru lahir atau masih pedet hingga menjadi
sapi dewasa harus diperhitungkan. Untuk memperoleh sukses, peternak harus bisa
melewati setiap tahap pemeliharaan dengan selamat. Semua sapi yang diusahakan
harus bisa dicapai kondisi yang sehat. Sebab hanya sapi yang sehatlah yang bisa
mempertahankan kelangsungan pertumbuhan. Kesehatan sapi bisa dicapai dengan
tindakan higine, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan, dan teknis yang
tepat.
Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal
pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan
dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa
(finishing).
Pemeliharaan ternak sapi menyangkut pemberian pakan, pembersihan
kandang dan memberikan tilam, memandikan sapi, menimbang berat badan,
mengendalikan penyakit, memisahkan antara sapi betina dan jantan, dan
mengawinkan sapi. Untuk sapi-sapi di Indonesia bisa dikawinkan pada umur 2-2,5
tahun (AAK, 1991). Sebab pada saat itu kedewasaan tubuh sudah tercapai, sehingga
pada waktu terjadi kebuntingan tidak akan mengganggu induk yang bersangkutan.
Dalam hal pemeliharaan ini masih banyak peternak yang belum melakukan
pemeliharaan secara intesif.
Pakan Ternak
Makanan merupakan salah satu faktor penting di dalam usaha peternakan,
lebih-lebih terhadap tinggi rendahnya produksi (AAK, 1979). Makanan ternak sapi
potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk
menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial
bagi ternak sapi. Makanan yang baik akan menjadikan ternak sanggup menjalankan
fungsi proses dalam tubuh secara normal. Kebutuhan makanan akan meningkat
selama ternak masih dalam pertumbuhan berat tubuh pada saat kebuntingan
(Murtidjo, 1990).
Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi 3 (tiga),
yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan. Menurut
Sugeng (1999), pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman
ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan
bunga.
Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam
bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang
berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar
adalah rumput segar, leguminosa segar dan silase. Hijauan kering ialah makanan
yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering.
Sebagai makan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan
mengandung hampir semua zat yang diperlukan ternak. Di Indonesia bahan makanan
hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah
yang besar.
Lahan pengembalaan merupakan sumber penyediaan hijauan yang lebih
ekonomis dan murah. Lahan pengembalaan merupakan tanaman hijauan yang secara
langsung bisa dimakan oleh ternak. Lahan pengembalaan tersebut bisa terdiri dari
rumput seluruhnya atau luguminosa saja, ataupun campuran, tetapi suatu lahan
rumput yang baik dan ekonomis ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan
leguminosa (AAK, 1983).
Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat
kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi
bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur,
hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan
berbagai umbi (Sugeng, 1999).
Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea.
Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang
hidupnya di dalam kandang terus-menerus. Pakan yang diberikan pada ternak sapi
pada dasarnya hanyalah berupa pakan hijauan, sedangkan untuk pakan tambahan
jarang atau bahkan tidak pernah diberikan.
Kesehatan Hewan
Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha
pengembangan jumlah ternak yang dipelihara, namun juga pada perawatan dan
pengawasan sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga. Perawatan dan pengobatan
pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai segi, baik dari segi
penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi ekonomis
(Murtidjo, 1990).
Penyakit yang sulit ditanggulangi atau disembuhkan, serta berbahaya bagi
ternak yang lain karena bisa menular, harus dijauhi. Dari segi ekonmis, bila biaya
pengobatan lebih tinggi daripada nilai ternaknya, maka lebih baik ternak sapi
tersebut dijual sebagai ternak potong, dengan catatan sapi tersebut tidak
membahayakan konsumen.
Menurut Sugeng (1999), penyakit menular sungguh merupakan ancaman bagi
para peternak. Walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi
bisa merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan, mengurangi
pertumbuhan, dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali.
Dalam hal ini, peternak tidak dituntut harus tahu masalah-masalah kedokteran
hewan, akan tetapi mereka perlu ditumbuhkan minatnya dalam usaha pencegahan
dan pembasmian penyakit-penyakit yang biasa berjangkit di daerahnya sesuai
petunjuk dinas terkait. Sebab semuanya menyangkut kepentingan umum, bukan
kepentingan pribadi semata. Sehubungan dengan hal ini, peternak harus mengetahui
penyebab, gejala, dan akibat serangan berbagai macam penyakit, serta cara-cara
pencegahan dan pembasmiannya.
Perkandangan
Kandang sebagai tempat tinggal sapi pada sepanjang waktu harus
diperhatikan oleh peternak (Sugeng, 1999). Di dalam hal ini, peternak harus sadar
bahwa kehidupan ternak sapi sepenuhnya berada di bawah pengawasan manusia.
Segala kebutuhan ternak itu pun di bawah pengaturan dan tanggung jawab peternak
itu sendiri, sehingga perlindungan terhadap lingkungan yang mereka hadapi seperti
terik matahari, hujan, angin kencang, dan sebagainya yang menimpa ternak menjadi
pemikiran peternak. Oleh karena itu bangunan kandang sebagai salah satu faktor
lingkungan hidup ternak harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan
nyaman, sesuai dengan tuntutan hidup ternak tersebut. Jadi bangunan kandang
diupayakan pertama-tama untuk melindungi sapi terhadap gangguan luar yang
merugikan, baik terhadap sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, dan tiupan
angin yang kencang.
Kandang harus dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat teknis, antara
lain dibuat dari bahan yang berkualitas, luas kandang harus sesuai dengan jumlah
sapi, konstruksi lantai kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan
dalam melakukan pembersihan, memandikan, dan tidak licin, sinar matahari harus
bisa masuk secara langsung ke dalam kandang, sistem ventilasi udara harus
memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat, memperhatikan arah angin yang
dominan, dekat dengan sumber air, dan atap kandang sedapat mungkin dibuat dari
bahan-bahan yang ringan (Abidin, 2002).
Selain itu, kandang yang dibangun harus bisa menunjang peternak, baik dari
segi ekonomis maupun segi kemudahan dalam pelayanan. Dengan demikian
diharapkan bahwa dengan adanya kandang ini sapi tidak berkeliaran di sembarang
tempat dan kotorannya pun bisa dimanfaatkan seefisien mungkin.
Sumberdaya Tenaga Kerja
Faktor manusia sebagai tenaga pemelihara ternak adalah mempunyai peranan
yang sangat penting untuk keberhasilan usaha pengembangan ternak. Tenaga kerja
atan man power menurut Simanjuntak (1998) adalah kelompok penduduk dalam usia
kerja (working-age population). Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja yang dibedakan hanya oleh batasan umur. Berdasarkan undang-undang
no. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja
menjadi 15 tahun, sehingga tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang
berumur 15 tahun atau lebih.
Mubyarto (1989) menyatakan bahwa faktor produksi pertanian terdiri lahan,
tenaga kerja, dan modal. Tenaga kerja dalam usaha tani merupakan faktor penting
khususnya tenaga kerja tani dan anggota keluarga, dimana tenaga kerja menjadi
unsur penentu terutama usaha tani komersil (Tohir, 1991). Tenaga kerja dalam usaha
tani sebagian besar berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja yang berasal
dari luar keluarga dapat berupa tenaga kerja borongan atau harian tergantung pada
keperluan (Mubyarto, 1989).
Sama halnya dengan usaha peternakan, faktor tenaga kerja harus
diperhitungkan karena biaya tenaga kerja merupakan biaya produksi terbesar kedua
setelah biaya pakan yaitu 20-30% dari biaya produksi (Sudono et al., 2003). Menurut
Soewardi dan Suryahadi (1988), di daerah-daerah padat penduduk yang menjadi
kendala efektif peningkatan populasi ternak ruminansia adalah sumber daya lahan
sedangkan untuk daerah yang jarang penduduk yang berperan sebagai kendala efektif
adalah jumlah Kepala Keluarga (KK) pemelihara.
Pemasaran
Menurut Soekartawi (1991), aspek pemasaran memeang disadari bahwa
aspek ini adalah penting. Bila mekanisme pemsaran berjalan baik, maka semua pihak
yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karen itu peranan lembaga pemasaran yang
biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir,
importir atau lainnya menjadi sangat penting. Lembaga pemasaran ini, khususnya
bagi negara berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil pertanian
atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan menentukan mekanisme pasar.
Limbong dan Sitorus (1987), mengatakan dalam pemasaran barang atau jasa
telibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan
konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering
berjauhan dengan konsomen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan
kehadirannya kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa
tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi.
Produksi daging dari usaha sapi potong akan cepat maju apabila pemasaran
berjalan cukup pesat, baik dalam negeri maupun luar negeri sebagai bahan ekspor
(Sugeng, 1999). Adanya perkembangan kota-kota besar, kemajuan ilmu
pengetahuan, peningkatan taraf hidup rakyat, dan peningkatan pendidikan di negara
kita ini secara tidak langsung pula akan membawa pengaruh baik terhadap perubahan
menu makan yang banyak mengandung protein. Hal ini berarti kebutuhan atau
permintaan daging, khususnya daging sapi akan meningkat.
Dalam hal pemasaran perlu diperhatikan syarat-syarat sapi yang akan
dipotong dan perlakuannya seperti sapi harus dalam keadaan tenang, sapi telah
beristirahat cukup, sapi tidak boleh diberlakukan dengan kasar, dan sapi harus dalam
keadaan sehat dan gemuk (AAK, 1991). Hal ini dilakukan karena bagi para peternak
dan tukang potong (jagal) menghendaki sapi yang persentase hasil potongannya
bagus, yakni sapi yang memiliki ukuran atau porsi isi perut, kepala, cakar sedikit,
dagingnya halus, tidak banyak lemak, warnanya merah muda. Dalam hal pemasaran,
pemerintah berupaya untuk mengendalikan pemotongan sapi betina produktif untuk
mengurangi penurunan populasi.
Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong
Iklim
Iklim merupakan kombinasi fisis daripada lingkungan yang terdiri dari curah
hujan, kelembapan, penyinaran matahari, arus angin, tekanan udara dan lain-lain
(AKK, 1979). Iklim yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan ternak, terutama
curah hujan dan kelembapan, penyinaran matahari dan temperatur, serta tekanan
udara. Menurut Abidin (2002), pada umumnya sapi potong dapat tumbuh optimal di
daerah dengan kisaran suhu 10-27o
C, dengan curah hujan 800-1500 mm/tahun, dan
kelembapan udara 60-80 %.
Dukungan Pemerintah
Peranan pemerintah dalam pengembangan usaha ternak sapi diperlukan agar
dapat meningkatkan produksi daging yang masih rendah untuk memenuhi
permintaan pasar. Beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang
mengatur kegiatan usaha peternakan harus dipatuhi jika suatu usaha pemerintah ingin
langgeng (Abidin, 2002).
Dukungan pemerintah dalam bidang petrnakan dapat berupa infrastruktur
(jalan raya, sarana transportasi, komunikasi, listrik untuk penerangan), penyuluhan,
kebijakan-kebijakan menyangkut peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan yang
dibuat untuk meningkatkan kualitas bidang peternakan, dan dapat juga berupa
bantuan pemberian bibit sapi agar peternak mampu mengembangkan usahanya dan
meningkatkan pendapatan.
Permintaan (Konsumen)
Permintaan adalah jumlah barang/jasa yang ingin dibeli konsumen (Limbong
dan Sitorus, 1987). Jumlah yang ingin dibeli tidak selalu sama dengan jumlah yang
benar-benar dibeli konsumen. Jumlah yang ingin dibeli sering disebut permintaan
potensial, sedangkan jumlah yang benar-benar dibeli disebut permintaan riil atau
permintaan yang efektif. Jadi yang dimaksud dengan permintaan potensial adalah
permintaan yang belum diikuti daya beli, sedangkan yang dimaksud dengan
permintaan yang efektif adalah permintaan yang diikuti daya beli. Permintaan
potensial umumnya lebih besar dari permintaan yang efektif, tetapi dapat pula sama
besar.
Menurut Woran (1999), permintaan pada dasarnya adalah jumlah barang atau
jasa yang sanggup dibeli oleh konsumen pada tempat dan waktu tertentu dengan
harga yang berlaku. Permintaan suatu komoditi termasuk produk pertanian,
jumlahnya sangat tergantung pada kebutuhan konsumen sebagai pembeli atau
pengguna. Jadi, permintaan daging sapi berarti jumlah daging sapi yang sanggup
dibeli oleh konsumen pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku.