tinjauan pustaka · dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal limbah industri, domestik,...
TRANSCRIPT
5
- Aktivitas pertanian
- Aktivitas industri b. Data aktual konsentrasi parameter fisika kimia dan senyawa AOX.
c. Karakteristik lingkungan sungai meliputi data: hidrologi, jumlah industri, jenis
industri, jumlah penduduk, kesehatan masyarakat dan aktivitas masyarakat di
sekitar Sungai Ciujung
d. Indeks pencemaran, beban pencemaran, dan daya tampung beban pencemaran
Sungai Ciujung
e. Menentukan prioritas strategi pengendalian pencemaran
f. Membuat model pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung dan dampak
senyawa AOX terhadap ikan dan manusia
g. Perumusan skenario dan strategi pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung
Novelty
Keterbaruan penelitian yaitu model pengendalian pencemaran Sungai
Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX dan dampak pencemaran
senyawa tersebut terhadap ikan dan manusia melalui sistem dinamik.
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Air Sungai
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,
energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas
perairan turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP 2001). Dari rumusan tersebut dapat
dikatakan bahwa pencemaran air adalah turunnya kualitas air karena masuknya
komponen-komponen pencemar dari kegiatan manusia atau proses alami,
sehingga air tersebut tidak memenuhi syarat atau bahkan mengganggu
pemanfaatannya.
Saeni (1989) menyatakan, bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) pencemaran kimiawi berupa bahan-
bahan organik, mineral, zat-zat beracun dan radioaktif, (2) pencemaran fisik
berupa lumpur dan uap panas, dan (3) pencemaran biologis berupa
berkembangbiaknya ganggang, tumbuh-tumbuhan pengganggu air, kontaminasi
organisme mikro yang berbahaya atau dapat berupa gabungan ketiga pencemaran
tersebut. Dewasa ini permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama adalah
menurunnya kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari
berbagai kegiatan manusia seperti, sampah pemukiman, sedimentasi, industri,
pemupukan dan pestisida. Bahan pencemar yang berasal dari pemukiman pada
umumnya dalam bentuk limbah (organik dan anorganik) dan sampah.
Bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah dapat berupa bahan
terapung, padatan tersuspensi atau padatan terlarut. Selain itu, air limbah juga
6
dapat mengandung mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa.
Komposisi air limbah domestik sangat benvariasi tergantung pada tempat, sumber
dan waktu. Limbah organik yang mencemari air sungai, berdasarkan asalnya
dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal limbah industri, domestik,
pertanian, dan sisa pelet dari kegiatan budidaya ikan. Menurut Haryadi (2003),
limbah organik yang masuk ke sungai umumnya berasal dari sisa makanan,
ekskresi, deterjen, bahan pembersih, minyak dan lemak, bahan-bahan tersuspensi,
sisa insektisida, pestisida dan bahan-bahan sintetik lainnya.
Limbah organik merupakan sisa atau buangan dari berbagai aktivitas
manusia seperti rumah tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian dan
perikanan yang berupa bahan organik, yang biasanya tersusun oleh karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Porpraset 1989).
Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan akan
langsung mengendap menuju dasar perairan, sedang bentuk lainnya berada di
badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Limbah organik jika tidak
dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya,
maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba aerobik/anaerobik
ataupun mikroba fakultatif (Garno 2004).
Berdasarkan pada sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan atas
pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran oleh kegiatan manusia.
Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan yang dapat
diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source discharge) dan sumber
menyebar (diffuse source). Sumber titik adalah sumber pencemaran terpusat
seperti yang berasal dari air buangan industri maupun domestik dan saluran
drainase. Sedangkan sumber menyebar polutan yang masuk ke perairan seperti
run off atau limpasan dari permukaan tanah pemukiman atau pertanian.
Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan sungai.
Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk dalam memelihara
lingkungan yang sehat dan bersih. Limbah domestik yang dapat berupa buangan
air rumah tangga, padatan berupa sampah yang dibuang ke sungai, air cucian
maupun buangan tinja akan mempengaruhi tingkat kandungan BOD, COD serta
bakteri E. Coli dalam sungai. Sedangkan limbah industri baik yang bersifat
organik dan anorganik juga akan mempengaruhi kualitas air permukaan. Limbah
domestik, industri, maupun pertanian akan memberikan pengaruh terhadap
keberadaan komponen lingkungan sungai. Apabila pengaruh itu telah mengubah
kondisi perairan sehingga tidak dapat digunakan kembali dengan baik, maka
perairan tersebut dikatakan tercemar. Semakin padat penduduk suatu lingkungan
semakin banyak limbah yang harus dikendalikan (Hendrawan 2005).
Pencemaran air sungai juga dapat disebabkan oleh buangan bahan
beracun, baik yang dapat diuraikan secara kimiawi oleh bakteri maupun yang
sukar diuraikan serta hara anorganik, yang menyebabkan pertumbuhan alga secara
berlebihan. Bahan-bahan beracun yang berasal dari limbah buangan industri
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat toksik seperti logam berat; Hg, Pb,
dan Cd (Shivastava et al. 2003). Masuknya bahan pencemar tersebut ke badan
perairan dapat menurunkan kualitas air serta mengubah kondisi ekologi perairan.
Sutamihardja (1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan
kualitas air dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari
(sanitary hazard) dan kerugian-kerugian secara ekonomi dan sosial.
7
Kegiatan dalam bidang pertanian, secara langsung maupun tidak langsung
dapat menyebabkan kualitas air sungai menjadi menurun. Hal ini disebabkan
residu dari penggunaan pupuk dan pestisida akan mengalir ke badan air sungai.
Residu pestisida yang masuk ke perairan, proporsi utama adalah terserap pada
partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam substrat
organik. Residu tersebut umumnya mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap
komponen lipid dan bahan organik yang hidup. Bahan aktif pestisida sukar
dihilangkan setelah masuk ke badan perairan, karena memiliki tingkat kestabilan
yang cukup tinggi. Bahan aktif tersebut tidak mudah larut dalam air, tetapi larut
dalam lemak serta menempel pada partikel-partikel halus. Akibatnya residu
pestisida akan terkumpul dan terakumulasi dalam perairan, sehingga perairan
menjadi tercemar dan merusak ekosistem di dalamnya (Connel and Miller 1995).
Pencemaran Senyawa AOX
Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang
tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada
sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum dalam Nedi
2010). Badan air memiliki fungsi yang beragam, antara lain digunakan untuk
kepentingan rumah tangga, industri dan pertanian. Fungsi yang kedua adalah
sebagai sumber energi, tempat rekreasi dan lain-lain. Di pihak lain sungai juga
digunakan untuk mengangkut limbah domestik, industri dan sebagainya. Kedua
fungsi pertama mempunyai fungsi yang berlawanan dengan fungsi ke tiga, karena
adanya air limbah yang dibuang ke badan air akan mengakibatkan menurunnya
kualitas suatu perairan.
Polutan yang masuk ke air sungai seringkali mengandung senyawa
konservatif, salah satu di antaranya adalah polutan senyawa organik terklorinasi
(AOX) yang berasal dari industri kertas dan pulp yang setiap tahunnya membuang
jutaan gallon air buangannya sehingga menjadi salah satu penyebab dalam
pencemaran lingkungan perairan. Senyawa AOX memberi dampak negatif
terhadap lingkungan karena sulit terdegradasi oleh bakteri, bahkan beberapa
senyawa diduga sebagai penyebab kanker, atau penyebab kerusakan hati, seperti
chlorophenol, chloroguaiacol, chlorochatechols, 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo
dioksida (dioksin).
AOX merupakan polutan spesifik yang berasal dari effluent bleaching
industri pulp, meskipun secara alami diketahui terdapat sekitar 191 strain jamur
yang dapat memproduksi AOX jika dibiarkan pada media cair tertentu. Produksi
AOX Secara alami terutama terjadi dari proses degradasi sampah hutan seperti
ranting, dahan atau daun dan secara alami pula AOX dihasilkan . Secara alami ini
dapat dinetralisir dengan proses fotokimia (Rosita 2003)
Konsentrasi COD, padatan tersuspensi, warna dan senyawa AOX yang
cukup tinggi pada air buangan bersifat toksik dan mutagenik, yang akan sangat
berbahaya bagi kehidupan aquatik bila dibuang langsung ke perairan tanpa
mengalami pengolahan terlebih dahulu (Roosmini et al 2007). Studi yang
dilakukan oleh Holmbom dan dikutip oleh Carlberg dalam Yasmidi (2008),
menunjukkan bahwa 80% AOX masih terbawa arus sepanjang 16 km aliran
sungai, padahal sungai tersebut memberikan pengenceran, hidrodinamika, proses
8
biodegradasi atau fotokimia, tetapi AOX tetap stabil. Sedangkan bahan organik
lain telah mengalami penurunan dengan tajam, seperti terlihat pada Gambar 2.1
perbedaan tersebut disebabkan oleh proses adsorbsi dan degradasi
mikroorganisme terhadap guaiacol sedangkan AOX tahan terhadap mikro-
organisme.
Gambar 2.1 Jumlah AOX dibandingkan guaiacol
(Calberg dalam Yasmidi, 2007)
Indeks Pencemaran, Beban Pencemaran dan Daya Tampung Beban
Pencemaran di Sungai
Indeks Pencemaran
Pendugaan pencemaran sungai dapat dilakukan dengan melihat pengaruh
polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungannya. Unit penduga
adanya pencemar tersebut diklasifikasikan dalam parameter fisika, kimia dan
biologi. Dalam menetapkan kualitas air, parameter-parameter tersebut sebaiknya
tidak berdiri sendiri tapi dapat ditransformasikan dalam suatu nilai tunggal yang
mewakili. Nilai tunggal ini disebut Indeks Kualitas Air. Tujuan perhitungan
indeks adalah untuk menyederhanakan informasi sehingga dalam menyajikan
kualitas suatu perairan cukup disajikan dalam suatu nilai tunggal, sehingga dapat
dibandingkan antara kualitas suatu perairan dari waktu ke waktu.
Suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna
untuk suatu peruntukan dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index)
yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter
kualitas air yang diijinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan
Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan
bagi suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan guna beberapa peruntukan
bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan
kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada
pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air bagi suatu peruntukan
serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan
kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok
parameter kualitas yang independent dan bermakna. Metode ini dapat langsung
menghubungkan tingkat ketercemaran dengan atau tidaknya sungai dipakai untuk
9
penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu (Sumitomo
dan Nemerow dalam Nurmala, 2010)
Menurut KepMen LH No. 115 Tahun 2003, Jika Lij menyatakan konsentrasi
parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku peruntukan air (j), dan Ci
menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisa
cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka
Pij adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari
Ci/Lij.
Beban Pencemaran
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung
dalam air atau air limbah. Analisis beban pencemaran dari berbagai sumber
pencemar baik dari effluent air limbah industri, limbah pemukiman dan limbah
pertanian baik melalui outlet maupun aliran/anak sungai dilakukan melalui
pendekatan Rapid Assesment (WHO 1993).
Daya tampung beban pencemaran (Beban harian total maksimum: TMDL)
adalah mekanisme perencanaan dan manajemen untuk mengembalikan
kualitas air. Tujuan utama dari TMDL adalah mengembalikan fungsi manfaat
yang menguntungkan dari suatu badan air yang terganggu. TMDL didasarkan
pada hubungan antara sumber pencemar dan kondisi aliran kualitas air. TMDL
menetapkan beban yang diijinkan untuk badan air dan dengan
demikian menyediakan dasar untuk kontrol berbasis kualitas air (Milliam 1996).
Menurut Wiwoho (2005), penurunan beban cemaran setiap sumber
pencemar sepanjang sungai dapat dilakukan dengan:
a. Sosialisasi terhadap penduduk sekitar wilayah Sub DAS dengan tujuan untuk
pengurangan beban cemaran, antara lain dengan pembuatan resapan air limbah
rumah tangga, penggunaan pestisida yang tidak berlebihan, pelarangan
pembuangan sampah ke sungai dan penggunaan bahan-bahan yang lebih ramah
lingkungan.
b. Pengawasan yang ketat pada pembuangan limbah cair, pembuatan IPAL
(Instalasi Pengolah Air Limbah) bagi perusahaan yang belum memiliki IPAL
dan perbaikan IPAL.
c. Beban cemaran pada TPA diperlukan IPAL untuk pengolahan lecheate yang
akan masuk ke Sungai.
d. Untuk menurunkan beban cemaran pada perumahan, perlu dibuatkan IPAL
komunal.
Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP)
DTBP air adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima
masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
Pencemaran air dapat terjadi karena adanya unsur/zat lain yang masuk ke dalam
air, sehingga kualitas air menjadi turun (KLH 2003). Unsur tersebut dapat berasal
dari unsur non konservatif (terdegradasi) dan konservatif (unsur yang tidak
terdegradasi).
DTBP merupakan mekanisme perencanaan dan manajemen yang bertujuan
untuk mengembalikan kualitas air yang terganggu berdasarkan hubungan antara
sumber pencemar dan kondisi kualitas air. Setelah DTBP dihitung selanjutnya
dapat dialokasikan utuk masing-masing alokasi beban limbah dan alokasi
10
beban antara point source dan non point source. Dengan demikian, proses ini
signifikan baik pada point source dan non point source. DTBPA ini dapat
digunakan untuk pemberian ijin lokasi, pengolahan air dan sumber air, penetapan
rencana tata ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, serta penetapan air
sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Hal ini dapat menjadi
dasar dalam penentuan strategi pengendalian pencemaran air (PP 2001).
Penetapan daya tampung beban pencemaran dapat dilakukan dengan
pemodelan kualitas air. Model kualitas air ini merupakan suatu penyederhanaan
dan idealisasi dari suatu mekanisme badan air yang rumit berdasarkan fenomena
biologi, kimia, klimatologi, hidrologi, hidrolika dan mekanisme proses transport
air sebagai media pembawa dan pelarut yang terjadi secara simultan (Priono 2004,
Yusuf 2012). DTBP air pada sumber air ditetapkan berdasarkan debit minimal
pada tahun yang bersangkutan atau tahun sebelumnya (KLH 2003).
Gambar 2.2 Tahapan penetapan daya tampung beban pencemaran air
Pemodelan Kualitas Air
Pendekatan model kualitas air terdiri dari berbagai macam, yang
penggunaannya tergantung pada tujuan dan kondisi studi yang akan dilakukan.
Jenis model kualitas air di antaranya : distrubuted model, lumped model, linear
model, non linear models, stochasitic model, deterministic model, dinamyc
model, steady state model, black box model, conceptual model.
Distributed model merupakan model dengan variabel model berupa fungsi
ruang dan waktu yang memperhitungkan distribusi parameter model dalam arah
sumbu ortogonal x, y dan z, sedangkan lumped model hanya menggunakan data
Pengkajian kelas air
dan kriteria mutu air
Pemantauan kualitas
air
Inventarisasi dan
identifikasi sumber
pencemar
Data hidromorfologi
sumber air
Penetapan status
mutu air atau status
tropik air
Penetapan daya
tampung beban
pencemaran
Baku mutu air
atau kriteria
status tropik air
Data kualitas
air
11
tunggal. Linear model adalah model yang berbanding lurus sedangkan non linear
model adalah model yang bersiat kuadratis, polynomial dan lain lain. Stochasitic
model adalah model yang menggunakan probabilistik dari parameter sedangkan
deterministic model menggunakan nilai rata-rata parameter. Dinamyc model
adalah model yang outputnya terikat waktu sedangkan steady state bersifat
independent terhadap waktu. Black box model adalah model yang dalam
persamaannya tidak menggambarkan fenomena alam sedangkan conceptual model
menggambarkan alam/fisik dalam persamaannya (Priono 2004).
Pemodelan kualitas air dimulai dengan mencari model yang cocok untuk
diaplikasikan pada suatu sumber air yang dihadapi. Model tersebut sebaiknya
sederhana dengan input yang diperlukan tidak banyak, namun hasil yang
diperoleh cukup akurat. Model kualitas air yang dikenal di antaranya QUAL2E,
QUAL-2K, WASP dan MODQUAL yang semuanya menggunakan prinsip finite
different. Penggunaan prinsip finite element pada model-model kualitas air hanya
dilakukan pada air tanah sehubungan sistem boundary element yang rumit. Model
kualitas air umumnya mensimulasi massa zat dalam suatu ruang dan waktu.
Persamaan dalam model kualitas air yaitu unsur-unsur adveksi, dispersi dan
reaksi kinetik. Pemodelan kualitas air di sungai pada umumnya adalah model
Eularian karena kecepatan unsur adveksi lebih dominan daripada dispersinya.
Sedangkan untuk waduk atau danau banyak menggunakan model Lagrangian
karena unsur adveksi maupun dispersinya cukup dominan terutama untuk waduk
dengan skala besar dan dalam (Yusuf 2012).
Persamaan Eularian orde-1 seperti pada rumus (1) dan ilustrasi model
kualitas air dengan finite segment seperti Gambar 2.3. di bawah ini.
Gambar 2. 3 Sistem pemodelan kualitas air finite segment
Model numerik kualitas air dengan persamaan Eularian orde-1 adalah :
(1)
Dimana U : kecepatan aliran sungai (m/s), E : koefisien dispersi (m2/hari)
dan Rc : proses kinetik dari berbagai parameter kualitas air.
Pemodelan kualitas air yang digunakan untuk penetapan DTBP dalam
penelitian ini adalah WASP. WASP adalah model dinamis yang dapat digunakan
untuk menganalisis berbagai masalah kualitas air pada beragam badan air seperti
12
pada kolam, sungai, danau, waduk, muara, dan perairan pesisir berdasarkan pada
prinsip utama konservasi massa. Prinsip ini mensyaratkan bahwa massa dari
masing-masing bagian kualitas air yang diteliti harus diperhitungkan dalam satu
bagian (Ambrose 2005). Model WASP mengkaji setiap bagian kualitas air
berdasarkan input spasial dan temporal dari titik awal hingga ke titik akhir
perpindahan, berdasarkan prinsip konservasi massa dalam ruang dan waktu
(Ambrose 2009).
Model WASP ini telah diaplikasikan untuk berbagai kajian, seperti untuk
mengevaluasi pengaruh BOD, nutrient, alga dan kebutuhan oksigen lainnya
terhadap proses DO; mengevaluasi nitrogen terlarut di muara sungai Altamaha,
dan untuk menentukan beban pencemaran merkuri di Sungai Canoochee, Georgia
(USEPA 2004; USEPA 2008 dan Kaufman 2011). Florida Department of
Environmental Protection (FDEP) juga telah menggunakan model WASP sebagai
mekanisme untuk mengembangkan strategi reduksi beban emisi yang diperlukan
yang diimplementasikan dalam Basin Management Action Plan (FDEP 2003).
Dalam melakukan perhitungan keseimbangan massa dengan pemodelan
WASP, input data yang dibutuhkan memiliki karakteristik penting, yaitu simulasi
dan pengendalian output, segmentasi model, perpindahan secara adveksi dan
dispersi, konsentrasi batas, sumber beban point dan non point, parameter kinetika,
konstanta, dan fungsi waktu serta konsentrasi awal. Data input ini bersama-sama
dengan persamaan umum neraca massa model WASP dan persamaan kinetika
kimia spesifik, didefinisikan secara unik menjadi sekumpulan persamaan khusus
kualitas air. Hal ini terintegrasi secara numerik dalam model WASP sebagai
proses simulasi terhadap waktu.
Persamaan keseimbangan massa untuk zat yang terlarut dalam badan air
harus memperhitungkan semua materi yang masuk dan ke luar melalui
pembebanan langsung dan menyebar; perpindahan secara adveksi dan dispersi,
dan transformasi fisik, kimia, dan biologis. Penggunaan sistem koordinat seperti
yang ditunjukkan dalam Persamaan umum keseimbangan massa, di mana
koordinat x dan y berada di bidang horisontal, dan koordinat z adalah dalam
bidang vertikal (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Sistem koordinat persamaan neraca massa
Persamaan umum keseimbangan massa pada sekitar volume cairan yang
terbatas ditunjukkan pada persamaan berikut.
( )
( )
( )
(
)
(
)
(
) (2)
13
Di mana: C = konsentrasi bagian kualitas air (mg/L atau g/m3), T = waktu
(hari), UxUyUz = kecepatan adveksi longitudinal, lateral, dan vertikal (m/hari), S
= laju beban langsung dan menyebar (g/m3-hari), SB = laju batas pembebanan
(termasuk hulu, hilir, bentik, dan atmosfer) (g/m3-hari), SK = laju transformasi
kinetik total, tanda positif adalah sumber, negatif adalah sink (g/m3-hari)
Dengan memperluas volume kontrol dari fluida yang sangat kecil dan
terbatas menjadi segmen yang lebih besar yang saling berhubungan dan dengan
menentukan parameter transportasi, pembebanan, dan transformasi yang tepat,
model WASP mengimplementasikan suatu bentuk finite difference seperti pada
persamaan sebelumnya. Penurunan dari bentuk finite difference terhadap
persamaan keseimbangan massa akan dilakukan untuk jangkauan satu-dimensi,
dengan asumsi kondisi homogen pada bidang vertikal dan lateral, kemudian
dilakukan integrasi atas koordinat y dan z untuk memperoleh Persamaan berikut:
( )
(
( ) (3)
Di mana A = Luas penampang melintang (m2). Persamaan ini mewakili
tiga klasifikasi utama proses kualitas air antara lain: (1) transportasi, (2)
pembebanan, dan (3) transformasi.
Gambar 2.5 Skema segmentasi model
Jaringan model adalah sekumpulan dari volume kontrol yang diperluas, atau
kumpulan segmen, yang secara bersama-sama mewakili konfigurasi fisik dari
badan air. Gambar 2.5 menggambarkan suatu jaringan yang dapat membagi
badan air secara lateral dan vertikal serta longitudinal. Setelah dilakukan
pengaturan jaringan, studi model akan diproses melalui empat langkah umum
dalam beberapa cara yaitu: hidrodinamika, transport massa, transformasi kualitas
air, dan toksikologi lingkungan.
Model kualitas air dapat melakukan tiga tugas dasar yaitu (1)
menggambarkan kondisi kualitas air saat ini, (2) mempersiapkan prediksi umum,
dan (3) mempersiapkan prediksi yang spesifik (Ambrose 2009).
x
z
y
1 3
4
2
3
4
2
1
14
Dampak Pencemaran pada Lingkungan, Kesehatan dan Sosial
Sejak tumbuhnya industri-industri hulu maupun hilir, permasalahan
lingkungan menjadi isu penting yang berkembang di Indonesia. Industri pulp dan
kertas yang setiap tahunnya membuang jutaan gallon air buangannya juga
berperan dalam pencemaran lingkungan perairan. Konsentrasi COD, padatan
tersuspensi, warna dan senyawa organik terklorinasi yang cukup tinggi pada air
buangan bersifat toksik dan mutagenik yang akan sangat berbahaya bagi
kehidupan aquatik bila dibuang langsung ke perairan tanpa mengalami
pengolahan terlebih dahulu (Roosmini et al. 2007).
Pencemaran berdampak pada sosial atau masyarakat, misalnya terhadap
pendapatan (income). Gambar 2.6 menunjukkan hubungan antara kerusakan
lingkungan akibat pencemaran dengan pendapatan digambarkan dengan kurva
kuznet lingkungan yang dikenal dengan kurva inverted U.
Kerusakan lingkungan akan meningkat dengan meningkatnya pendapatan
perkapita, namun setelah mencapai titik tertentu kerusakan lingkungan akan
menurun meskipun pendapatan naik. Pencapaian titik tertentu tersebut, yaitu
ketika kebutuhan dasar meningkat. Hal ini menyebabkan kemauan untuk
mengurangi pencemaran menjadi tinggi, sehingga kerusakan lingkungan mulai
berkurang.
Pencemaran lingkungan juga akan berkaitan dengan jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi dan sumber daya alam seperti yang digambarkan pada
Gambar 2.6, di mana jumlah penduduk perlu didukung oleh penyediaan barang
dan jasa yang lebih besar, di mana peningkatan barang dan jasa akan
meningkatkan produksi. Jika peningkatan produksi tidak terkendali maka akan
meningkatkan pencemaran, sehingga pencemaran merupakan fenomena yang
selalu ada sebagai akibat dari kegiatan ekonomi (Suparmoko dalam Warlina
2008).
Gambar 2.6 Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,
sumber daya alam dan lingkungan.
Barang dan Jasa
Pertumbuhan Ekonomi Penduduk
Pencemaran
Lingkungan
Menipisnya Sumber Daya
Alam
15
Menurut Warlina (2008), pendapatan akan mempengaruhi kualitas
lingkungan secara langsung atupun tidak langsung. Makin tinggi pendapatan
maka kebutuhan (demand) akan meningkat, sedangkan proses teknologi ataupun
peraturan mengenai pencemaran dapat mengurangi pencemaran. Secara langsung,
pencemaran dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja (human capital) seperti
berkurangnya produktivitas tenaga kerja akibat berkurangnya hari kerja karena
masalah kesehatan, serta mengurangi produktivitas dari capital (man-made
capital) itu sendiri, seperti adanya pencemaran yang mengakibatkan peralatan
produksi menjadi mudah rusak sehingga mengurangi produksi.
Dampak Senyawa AOX
Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan.
Analisis risiko adalah suatu metode untuk menilai dan melakukan prediksi apa
yang akan terjadi akibat adanya pemaparan (expossure) atau pencemaran
(pollution) terhadap zat berbahaya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut
EPA, analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang
mempunyai efek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan
(www.epa.gov/iris/: Integrated Risk Information System).
Dipihak lain, Richardson dalam Herawati (2007), menyatakan bahwa
analisis risiko adalah proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah
dengan keragaman kemungkinan yang ada dan ketidakmungkinan yang akan
terjadi. Dalam analisa risiko pertama kali masalah harus didefinisikan dan risiko
diperkirakan, kemudian risiko dievaluasi dan dipertimbangkan juga faktor-faktor
yang mungkin bisa mempengaruhi sehingga bisa diputuskan tindakan mana yang
bisa diambil. Proses perkiraan risiko, evaluasi risiko, pengambilan keputusan, dan
penerapannya disebut analisis risiko.
Hal awal yang dilakukan dalam expossure assesment adalah identifikasi
ekosistem potensial yang terpapar, Identifikasi jalur penyebaran potensial,
perkiraan konsentrasi dan perkiraan dosis intake.
Perkiraan daya racun atau toxicity assesment adalah tahapan dalam analisis
risiko. Pada tahap ini dijelaskan tentang tingkat toksisitas dari suatu zat kimia.
Hasilnya berupa konstanta matematis yang akan dimasukkan ke dalam persamaan
yang digunakan untuk menghitung besarnya risiko. Dalam membuat perhitungan
konstanta matematis untuk menghitung risiko harus dipertimbangkan dan
dianalisis adanya ketidakpastian akan angka-angka yang dihasilkan dan
menjelaskan bagaimana ketidakpastian ini dapat mempengaruhi perhitungan
risiko.
Karakterisasi risiko atau risk characterization adalah tahapan terakhir dari
analisis risiko. Risiko dapat diterima jika tingkat bahaya atau hazard indeksnya
lebih kecil dari satu. Apabila sebuah pemaparan terdapat lebih dari satu macam
zat kimia, dan indeksnya harus dijumlahkan untuk tiap-tiap senyawa kimia
tersebut. Setelah diperhitungkan dan diketahui besarnya risiko pembuangan
pencemar diharapkan dapat diambil keputusan yang terbaik (manajemen risiko)
dalam rangka perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
16
Karakterisasi risiko lingkungan dihitung dengan menggunakan metode hasil
bagi (quotent) atau metode rasio. Metode ini dilakukan dengan membandingkan
konsentrasi bahan berbahaya yang ditemukan di lingkungan dengan konsentrasi
bahan berbahaya bagi target paparan (endpoint) untuk bahan berbahaya yang
sama.
(4)
Di mana H : indeks / rasio kebahayaan (hazard index)
Di mana kriteria kebahayaan (risiko) dari nilai H sebagaimana disebutkan
dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Kriteria risiko. H Risiko
> 1 Sangat berisiko
= 1 Risiko potensial/menengah
< 1 Risiko rendah
Menurut Yasmidi (2007), untuk memperkirakan ada tidaknya risiko
toksisitas dalam ikan yang dikonsumsi manusia, harus dilihat terlebih dahulu
beberapa hal penting sebagai berikut :
- Faktor Biokonsentrasi (BCF)
Faktor biokonsentrasi dalam tubuh organisme akuatik dapat dihitung dengan
rumus :
(5)
Biokonsentrasi atau bioakumulasi dalam organisme merupakan sifat yang
sangat penting dalam evaluasi berbahaya atau tidaknya suatu zat. Bioakumulasi
menjadi berbahaya apabila rasio organik lingkungan 100 - 1000.
Biokonsentrasi sendiri ialah kasus spesifik dari bioakumulasi, di mana zat
terlarut secara selektif masuk ke jaringan organisme dan terkonsentrasi melalui
rute bukan makanan (Soemirat 2003).
- Konsentrasi Senyawa di dalam Air (mg/L)
Konsentrasi senyawa dalam air menentukan konsentrasi senyawa yang dapat
terakumulasi dalam tubuh organisme air seperti ikan, dan berhubungan erat
dengan nilai BCF organisme
- Konsentrasi Senyawa yang Dapat Masuk ke Dalam Tubuh Ikan (mg/Kg)
Konsentrasi senyawa dalam tubuh ikan berbanding lurus dengan nilai BCF dan
konsentrasi senyawa di dalam air.
- Tolerable Daily Intake (TDI) pada Tubuh Manusia (µg/hari/kg berat
badan)
17
TDI digunakan untuk mengetahui nilai atau jumlah harian suatu senyawa
yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh. TDI berhubungan dengan berat
badan rata-rata orang dewasa.
- Tingkat Konsumsi Ikan Perkapita Per Hari (kg/kapita/hari)
Semakin tinggi konsumsi ikan, maka risiko terkena dampak akibat suatu
senyawa yang terakumulasi dalam tubuh ikan, cenderung semakin meningkat.
Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process (AHP) atau analisa jenjang keputusan (AJK)
merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk membuat keputusan yang
efektif melalui strukturisasi kriteria majemuk ke dalam sruktur hirarki, menilai
kepentingan relatif setiap kriteria, membandingkan alternatif untuk tiap kriteria
dan menentukan seluruh rangking dari alternatif-alternatif. Persoalan yang
kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya
dengan menggunakan metoda AHP (Marimin 2005).
AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan
keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami
oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Beberapa
keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan
dengan menggunakan AHP (Marimin 2004) adalah :
- Kesatuan
AHP memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk
aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur.
- Kompleksitas
AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan masalah kompleks.
- Saling ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu
sistem dan tidak memaksakan pemikiran linear.
- Penyusunan hirarki
AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah
elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
- Pengukuran
AHP memberi suatu skala untuk mengukur berbagai hal dan terwujud suatu
metode untuk menetapkan prioritas.
18
- Konsistensi
AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.
- Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif.
- Tawar menawar
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem
dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-
tujuan.
- Penilaian dan Konsensus
AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang
representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
- Pengulangan Proses
AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu
persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui
pengulangan.
Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan
metoda AHP (Suwari 2010) :
- Decomposition
Penggunaan AHP dimulai dengan melakukan dekomposisi masalah kompleks
dan kemudian menggolongkan pokok permasalahannya menjadi elemen-
elemen keputusan dalam satu hirarki tertentu. Jika ingin mendapatkan hasil
yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap elemen-elemennya sampai
tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa
tingkatan dari persoalan tadi, proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy).
Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki
lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada
pada tingkat berikutnya, jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.
- Comparative Judgment
Pada tahap ini dilakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada
suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-
elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik bila disajikan dalam
bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam penilaian
kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen
i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3
kali pentingnya dibanding elemen i. Di samping itu, perbandingan dua angka
yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Jika terdapat n
elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.
19
- Synthesis of Priority
Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks perbandingan
berpasangan adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen elemen
diagonal sama dengan 1. Selanjutnya adalah Synthesis of Priority, dimana dari
setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vectornya, untuk
mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada
tiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa
di antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk
hirarki. Pengurutan elemen-elemen pertanyaan yang biasa diajukan dalam
penyusunan skala kepentingan, supaya diperoleh skala yang bermanfaat ketika
membandingkan dua elemen, responden yang akan memberikan jawaban perlu
pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan
relevansinya terhadap kriteria/tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan
skala kepentingan, didasarkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Nilai skala perbandingan dalam AHP Nilai Skala Keterangan
1
3
5
7
9
2,4,6,8
Kriteria/alternatif A sama pentingnya dengan B
A sedikit lebih penting dari B
A jelas lebih penting dari B
A sangat lebih penting dari B
A mutlak lebih penting dari B
Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan
Dalam penilaian menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa
dinamakan priority setting.
- Logical Consistency
Consistency Ratio (CR) menyatakan tentang ukuran konsisten tidaknya suatu
penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian diperlukan,
karena pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari
hubungan, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat
terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.
Pendekatan Sistem
Pencemaran sungai akan mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
dan kerusakan ekosistem, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian,
secara holistik (menyeluruh) dan terintegrasi atau saling terkait antara aspek yang
dikaji. System approach (pendekatan sistem) diartikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai secara tentatif mendefinisikan atau
merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Oleh karena
itu dalam pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui
pemahaman yang utuh.
Pada pendekatan sistem menurut Eriyatno (2003), umumnya ditandai oleh
dua hal yaitu: (1) mencari semua faktor yang ada dalam mendapatkan solusi yang
baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk
20
membantu keputusan secara rasional. Tiga pola dasar yang menjadi pegangan
dalam penyelesaian permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu:
- Sibernetik (goal oriented), artinya dalam penyelesaian permasalahan berorientasi pada tujuan. Tujuan ini diperoleh melalui need analysis (analisis
kebutuhan)
- Holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap totalitas sistem atau menyelesaikan permasalahan secara utuh, menyeluruh dan terpadu.
- Efektif, artinya lebih dipentingkan hasil guna yang operasional serta dapat
dilaksanakan, bukan sekedar pendalaman teoritis. Dengan demikian, berbagai
metodologi dikembangkan sebagai karakter dalam pendekatan sistem, sehingga
beragam metode yang ada di berbagai disiplin ilmu lainnya dapat digunakan
sebagai alat bantu oleh ahli sistem.
Tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan
pendekatan sistem (Eriyatno 2003), yaitu:
- Analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua pelaku dalam sistem.
- Formulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem.
- Identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua pelaku dalam sistem.
- Pemodelan abstrak, pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk
mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan
terhadap berbagai kriteria sistem.
- Implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan.
- Operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan di
mana sistem tersebut berfungsi.
Sistem harus dipandang secara holistik (keseluruhan) dan akan bersifat
sebagai goal seeking (pengejar sasaran), sehingga terjadi sebuah keseimbangan
untuk pencapaian tujuan. Suatu sistem mempunyai input (masukan) yang akan
berproses untuk menghasilkan output (keluaran). Pada suatu sistem terdapat
umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur komponen-komponen sistem yang
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Sistem yang lebih besar dapat terdiri
atas beberapa sub-sistem (sistem kecil ) yang akan membentuk suatu hirarki.
Pemodelan
Modeling (pemodelan) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model
(Eriyatno 2003). Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi
dari keadaan sesungguhnya atau merupakan perwakilan sistem nyata untuk
memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan tersebut
Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu bentuk vang
dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam pelaksanaan pendekatan
sistem, pengembangan model merupakan hal yang sangat penting yang akan
21
menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan. Di
samping itu, pengembangan model diperlukan guna menemukan peubah-peubah
penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem yang dikaji.
Dalam membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling
sederhana dengan cara mendefinisikan permasalahan secara hati-hati serta
menggunakan analisis sensitifitas untuk membantu menentukan rincian model.
Selanjutnva untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variabel
secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat merepresentasikan
keadaan yang sebenarnva.
Model yang dibangun haruslah merupakan gambaran yang sahih dari sistem
yang nyata, realistik dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan
hasil simulasi yang sangat menyimpang dari kenyataan yang ada sehingga akan
memberikan informasi yang tidak tepat. Model yang dianggap baik apabila model
dapat menggambarkan semua hal yang penting dari dunia nyata dalam sistem
tersebut. Lebih lanjut Pramudya (1989) menyatakan bahwa ada empat keuntungan
penggunaan model dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem
yaitu: (1) memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral, (2)
dapat melakukan eksperimentasi; terhadap sistem tanpa mengganggu
(memberikan perlakuan) tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan
aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan (4) dapat
dipakai untuk menduga (meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang
akan datang.
Ada empat tahapan dalam melakukan simulasi model (Muhammadi et al.
2001), yaitu:
- Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi unsur-unsur yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Dari unsur-unsur dan
keterkaitannya dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala (proses)
yang akan disimulasikan.
- Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau
rumus.
- Simulasi model, pada model kuantitatif simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi
dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat
antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan
untuk memahami perilaku gejala atau proses model.
- Validasi hasil simulasi, validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat
dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala
atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil.
Validitas dan Sensitivitas Model
Model yang baik adalah model yang dapat merepresentasikan keadaan
yang sebenarnya. Untuk menguji kebenaran suatu model dengan kondisi obyektif
dilakukan uji validasi (Muhammadi et al. 2001). Ada dua jenis validasi dalam
model, yakni validasi struktur dan validasi kinerja. Validitas struktur meliputi dua
22
pengujian, yaitu validitas konstruksi dan validitas kestabilan. Validitas konstruksi
melihat apakah konstruksi model yang dikembangkan sesuai dengan teori. Uji
validitas konstruksi ini sifatnya abstrak, tetapi konstruksi model yang benar secara
ilmiah berdasarkan teori yang ada akan terlihat dari konsistensi model yang
dibangun (Muhammadi et al. 2001). Menurut Barlas (1996), validitas kestabilan
merupakan fungsi dari waktu. Model yang stabil akan memberikan output yang
memiliki pola yang hampir sama antara model agregat dengan model yang lebih
kecil (disagregasi).Validitas kinerja atau output model bertujuan untuk
memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan
kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat
fakta.
Untuk mengetahui kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu
dilakukan uji sensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui respon model
terhadap stimulus yang bertujuan untuk mengetahui alternatif tindakan, baik untuk
menyelesaikan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam
model. Hasil uji sensitivitas dalam bentuk perubahan perilaku atau kinerja model,
digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Uji sensitivitas
model dapat dilakukan dengan dua macam (Muhammadi et al. 2001): (1)
intervensi fungsional, yakni dengan memberikan fungsi-fungsi khusus terhadap
model dengan menggunakan fasilitas, antara lain: step, random, pulse, ramp dan
forecast, trend, if, sinus dan setengah sinus, dan (2) intervensi struktural, yakni
dengan mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur model dengan cara
mengubah struktur modelnya. Sensitivitas model mengungkapkan hasil-hasil
intervensi terhadap unsur dan struktur sistem. Di samping itu, analisis sensitivitas
model juga berfungsi dalam menemukan alternatif tindakan atau kebijakan, baik
untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif maupun untuk
mengantisipasi kemungkinan dampak negatif.
Kerangka Pemikiran
Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan penyempurnaan dari undang-
undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair
bagi kegiatan industri, dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang nomor 08 tahun
2011 tentang perindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta Undang-
Undang republik Indonesia Nomor 19 tahun 2009 tentang pengesahan Stockholm
Convention on Persistent Organik Pollutants (konvensi Stockholm tentang bahan
pencemar organik yang persisten) merupakan konsep umum yang digunakan
dalam pengendalian pencemaran air sungai, namun penerapan instrumen regulasi
di lapangan menunjukkan belum berjalan secara optimal sebagaimana yang
diharapkan, sehingga masih terjadi pencemaran dengan tingkat yang signifikan
khususnya di Sungai Ciujung.
Keberadaan industri seperti industri kertas dan kimia memberikan dampak
positif berupa adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan
23
meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setempat. Namun di sisi
lain, keberadaan industri ini akan menyebabkan meningkatnya beban pencemaran
yang berdampak pada penurunan daya tampung, penurunan kualitas air sungai
yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan pencemaran air sungai.
Pencemaran air sungai akan berdampak pada lingkungan, sosial dan ekonomi.
Dampak pencemaran pada lingkungan berupa adanya kerusakan ekosistem
akuatik, dampak pada sosial berupa terganggunya kesehatan masyarakat yang
akan berimplikasi pada sosial cost yang harus dibayarkan sebagai kompensasi
adanya pencemaran, menurunnya penghasilan masyarakat, biaya pengolahan
limbah dan reduksi beban pencemar. Secara tidak langsung, adanya pencemaran
juga akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang akhirnya akan
menyebabkan berkurangnya pendapatan (Soeparmoko 1997).
Perilaku sistem sungai yang rumit, berubah cepat dan mengandung
ketidakpastian, menyebabkan pengendalian pencemaran Sungai Ciujung tidak
mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu metoda spesifik saja, namun
membutuhkan pendekatan sistem dan pemodelan (Suwari 2010). Sistem dan
pemodelan dinamik diperlukan untuk mengatasi permasalahan sungai yang
merupakan masalah ekologi yang kompleks sehingga menurut Jorgensen (1989,
1994), penggunaan model sangat cocok untuk memecahkan permasalahan
lingkungan yang kompleks dan merupakan keharusan agar pengendalian
pencemaran berlangsung secara berkelanjutan.
Dalam upaya membangun keterpaduan pengendalian pencemaran air sungai
Ciujung diperlukan beberapa strategi dengan memperhatikan faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi. Alur pikir pengelolaan sungai
terpadu di masa mendatang perlu memperhatikan kekuatan setiap komponen
sebagai kekuatan bersama dalam merancang pola-pola pendekatan yang lebih
menguntungkan semua pihak yang terkait. Model pengendalian yang dibangun
dilakukan dengan cara identifikasi secara mendalam tentang isu atau
permasalahan yang terjadi di sungai serta membangun sistem dan kontrol untuk
mencegah dan meminimasi dampak atau kerugian lingkungan. Model
pengendalian yang dibangun didasarkan pada beban limbah dan berbagai kegiatan
di sekitar sungai dan karakteristik dari sungai itu sendiri, yang juga diharapkan
sebagai dasar dalam membuat formulasi kebijakan oleh pengelola dan para
pengambil keputusan dalam pemanfaatan dan pengelolaan air sungai,
pengendalian pencemaran Sungai Ciujung, serta dapat menciptakan ketaatan bagi
pelaku usaha dalam hal ini pihak industri.
24
Gambar 2.7 Kerangka pemikiran
Dampak positif
Industri Meningkat
Pencemaran air
Sungai Ciujung
Dampak Negatif
Dampak pada lingkungan
Prioritas strategi dalam
pengendalian pencemaran Sungai
Ciujung
Peningkatan
PDRB
Keuntungan
industri
Peningkatan beban pencemaran, penurunan daya tampung dan kualitas
(fisika, kimia, AOX)
Dampak pada sosial
Risiko kesehatan
Model Pengendalian pencemaran
Sungai Ciujung
Peningkatan kesejahteraan
masyarakat
Kerusakan ekosistem akuatik
Baku mutu
kualitas air sungai
Dampak pada ekonomi
- Penghasilan masyarakat menurun
- Biaya kesehatan
- Biaya pengolahan
- Biaya reduksi beban pencemar
Strategi pengendalian pencemaran
Sungai Ciujung
Kebijakan pengendalian
Sungai Ciujung