tinjauan komunikasi organisasi islam indonesia sebagai...
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN KOMUNIKASI ORGANISASI
ISLAM INDONESIA SEBAGAI PARADIGMA UNIFYING UMBRELLA
KEILMUAN IAIN SALATIGA
Oleh:
Drs. Bahroni, M.Pd. / NIP. 196408181994031004
Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. / NIP. 197507132009011011
Maslihatul Umami, S.Pd.I., M.A. / NIP. 198005132003122003
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
PERNYATAAN KEASLIAN
2
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Drs. Bahroni, M.Pd. / NIP. 196408181994031004
2. Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. / NIP. 197507132009011011
3. Maslihatul Umami, S.Pd.I., M.A. / NIP. 198005132003122003
menyatakan bahwa naskah penelitian dengan judul TINJAUAN KOMUNIKASI
ORGANISASI ISLAM INDONESIA SEBAGAI PARADIGMA UNIFYING
UMBRELLA KEILMUAN IAIN SALATIGA, secara keseluruhan adalah hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan
telah saya susun sesuai dengan kaidah dan etika penelitian.
Salatiga, 15 November 2017
Yang Menyatakan
Drs. Bahroni, M.Pd.
NIP. 196408181994031004 ________________
Rasimin, S.Pd.I., M.Pd.
NIP. 197507132009011011 ________________
Maslihatul Umami, S.Pd.I., M.A.
NIP. 198005132003122003 ________________
3
ABSTRAK
Bahroni, Rasimin, dan Maslihatul Umami. 2017. Tinjauan Komunikasi OrganisasiIslam Indonesia Sebagai Paradigma Unifying Umbrella Keilmuan IAINSalatiga. Konsultan: Dr. Mukti Ali, M. Hum.
Kata kunci: komunikasi organisasi, Islam Indonesia, unifying umbrella
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana proseskomunikasi organisasi dilingkungan civitas IAIN Salatiga?, (2) bagaimana strategiyang dilakukan untuk mewujudkan kampus berparadigma Islam Indonesia diIAIN Salatiga?, dan (3) apa sajakah yang menjadi kendala dalam mewujudkanvisi-misi IAIN Salatiga? Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yangberdasarkan studi lapangan (field research) dengan pendekatan phenomenologis.Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah denganasumsi dasar bahwa objek ilmu tidak sebatas pada yang empirik, tetapi mencakupphenomena yang tidak lain daripada persepsi, pemikiran, kemauan, dankeyakinan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalahwawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan denganmenggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untukmengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, jugamenjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telahdibahas atau ditanyakan. Penelitian ini juga menggunakan metode observasi.Observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses terjadinya wawancara danhasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang dilakukanadalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksisubjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapatmemberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Adapun metodedokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa arsip-arsiptentang pencapaian visi misi IAIN Salatiga yang dilakukan oleh civitasAkademika IAIN salatiga beserta profil, data yang berkaitan dengan sejarah danperkembangannya secara fisik dan tersebut.
4
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan induksianalitik. Data dikumpulkan dianalisis secara induksi untuk mengembangkanmodel deskripsi penelitian dan menghasilkan laporan deskripsi analitik, denganfokus masalah komunikasi organisasi Islam Indonesia sebagai paradigmaunifying umbrella keilmuan IAIN Salatiga. Tahapan-tahapan yang dilakukandalam analisis data adalah (1) mengorganisasikan data, (2) mengelompokkan databerdasarkan kategori, tema dan pola jawaban, (3) menguji asumsi ataupermasalahan yang ada terhadap data, (4) mencari alternatif penjelasan bagi data,dan (5) menulis hasil penelitian.
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, proseskomunikasi organisasi dilingkungan civitas IAIN Salatiga melalui beberapabentuk komunikasi yang dipakai dalam menyampaikan informasi, perintah, dankebijakan yaitu komunikasi vertikal, horosontal, dan diagonal. Disamping bentukkomunikasi tersebut ada juga komunikasi lisan dan tertulis, komunikasi verbaldan nonverbal. Komunikasi lisan dan tertulis ini adalah bentuk pesan yang akandisampaikan. Biasanya komunikasi antarpribadi disampaikan secara lisan maupuntertulis. Sebagian besar proses komunikasi dalam organisasi terjadi dalam bentukini, banyak anggota organisasi yang menyukai komunikasi lisan karena keakrabanyang ditimbulkannya. Dalam komunikasi organisasi pimpinan mendengarkanmasukan-masukan atau saran-saran dari bawahan, karena itu komunikasi daribawahan dapat menunjukkan bahwa pimpinan menghargai karyawan danmendengarkan serta berinteraksi dengan karyawan sehingga membentuk dasarbagi sebuah komunikasi yang efektif, dan salah satu bentuknya denganmeluangkan waktu untuk pertemuan tatap muka. Dengan adanya komunikasi daribawahan kepada atasan, pimpinan dapat mengetahui: (1) informasi tentangkeberhasilan, kemajuan, dan rencana-rencana mendatang dari para bawahan; (2)informasi tentang problem-problem pekerjaan yang memerlukan bantuan daritingkatan lebih atas dalam organisasi; (3)ide-ide untuk perbaikan dalam aktivitasdan fungsi yang berhubungan dengan pekerjaan; dan (4) informasi mengenaiperasaan para bawahan tentang pekerjaan atau isu yang berhubungan denganpekerjaan. Ada tujuh kerangka dasar yang melandasi implementasi program kerjadi IAIN Salatiga yaitu (1) nilai-nilai agama dan budaya luhur sebagai spirit; (2)berbasis partisipasi masyarakat; (3) berorientasi pada kemandirian yang tinggi; (4)bersifat majemuk dari aspek jalur, jenjang, dan jenis; (5) nilai-nilai demokratis,keadilan, dan kesetaraan; dan (6) berwawasan kebangsaan Indonesia.
Kedua, strategi yang dilakukan untuk mewujudkan kampus berparadigmaIslam Indonesia di IAIN Salatiga adalah sebagai berikut: (1) BidangPengembangan Keilmuan Islam Indonesia yaitu dengan penyelenggaraan berbagaikajian ilmiah secara terarah untuk menyusun naskah akademik bangunan keilmuan(Body of Knowledge) berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. (2) BidangPenelitian, melakukan penyelenggaraan penelitian secara terarah dan terpublikasikandengan baik sebagai dasar penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. (3) Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat,penyelenggaraaan pengabdian kepada masyarakat secara terarah untuk
5
mendukung penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilaikeislaman dan keindonesiaan (4) Bidang Pengembangan Manajemen Organisasimelakukan penyelenggaraan manajemen organisasi yang memenuhi standar mutusesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN. (5) Bidang Pengembangan SumberDaya Manusia, melakukan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber dayamanusia sesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN Salatiga. (6) BidangPengembangan Sarana Prasarana melakukan pengadaan sarana prasarana sesuaituntutan kelembagaan yang mendukung penyusunan bangunan keilmuanpendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. (7) BidangKeuangan, melakukan perencanaan, penggunaan dan penggalian dana secara tepatsesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN yang mendukung penyusunanbangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.(8) Bidang Pengembangan Kerjasama dengan pelaksanaan kerjasama kelembagaansesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN yang mendukung penyusunan bangunankeilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.
Ketiga, kendala-kendala dalam mewujudkan visi-misi IAIN Salatiga adalah(1) manajemen organisasi pada masa transisi, sehingga sistem manajemen belumberjalan optimal; (2) pedoman kerja organisasi belum terumuskan secara mantab,sehingga menghambat dalam memberikan pelayanan; (3) belum semua jaringandan kerja sama dengan lembaga di dalam maupun di luar negeri belum semuanyamemiliki MoU; (4) budaya kerja yang sesuai dengan tuntutan perguruan tinggiyang modern yang dicirikan dengan etos kerja tinggi dan jaringan internasionalbelum merata pada semua dosen atau staf; dan (5) kampus terpadu baru dibangunpada tahap I sehingga fasilitas ruang kelas masih terbatas. Pada tahap ini IAINSalatiga masih mencari bentuk dan road map keilmuan yang ingin ditonjolkan.
6
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
Jl. Tentara Pelajar No.2 Telp. (0298) 323706, Fax 3233433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Tinjauan Komunikasi Organisasi Islam Indonesia SebagaiParadigma Unifying Umbrella Keilmuan IAIN Salatiga.
Peneliti :
1. Drs. Bahroni, M.Pd.NIP. 196408181994031004
2. Rasimin, S.Pd.I., M.Pd.NIP. 197507132009011011
3. Maslihatul Umami, S.Pd.I., M.A.NIP. 198005132003122003
Jenis Penelitian : Penelitian Unggulan
Tema : Komunikasi
7
Salatiga, 20 November 2017
Konsultan Kepala LP2M
Dr. Mukti Ali, M. Hum. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
NIP. 1975090520001121001 NIP. 197205311993031002
8
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan kontribusi dari berbagai
pihak, penyusunan laporan penelitian unggulan yang berjudul Tinjauan
Komunikasi Organisasi Islam Indonesia Sebagai Paradigma Unifying Umbrella
Keilmuan IAIN Salatiga dapat terselesaikan dengan baik. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan dalam upaya memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang komunikasi organisasi.
Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari
berbagai pihak terhadap kekurangan-kekurangan dalam penelitian in untuk
perbaikan karya-karya peneliti di masa-masa mendatang.
Akhirnya, semua kebenaran mutlak dan kesempurnaan hanyalah milik
Allah, segala kekurangan dan kesalahan tentu dari peneliti sebagai manusia biasa.
Mudah-mudahan karya yang jauh dari kesempurnaan ini ada manfaatnya. Amin.
Salatiga, 15 November 2017
Tim Peneliti
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ____i
PERNYATAAN KEASLIAN ____ ii
ABSTRAK ____iii
LEMBAR PENGESAHAN ____
KATA PENGANTAR ____
DAFTAR ISI ____
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ___1
B. Rumusan Masalah ___
C. Tujuan Penelitian ___
D. Manfaat Penelitian ___
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Komunikasi Organisasi ____
1. Pengertian Komunikasi ____
2. Tujuan Komunikasi ____
3. Proses Komunikasi
4. Fungsi Komunikasi
5. Pengertian Komunikasi Organisasi
6. Unsur Dasar Organisasi
10
7. Elemen Organisasi
8. Karakteristik Organisasi
9. Fungsi Organisasi
B. Islam ____
1. Pengertian Islam ____
2. Karakteristik Islam ____
3. Sumber Ajaran Islam ____
4. Aliran-aliran dalam Islam ____
C. Islam Indonesia ____
D. Penelitian yang Relevan ____
E. Kerangka Pemikiran ____
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
B. Subjek Penelitian
C. Tahap-tahap Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Alat Bantu Pengumpulan Data
F. Keabsahan dan Keajegan Penelitian
G. Teknik Analisis Data
BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Proses Komunikasi Organisasi di IAIN Salatiga
B. Strategi yang Dilakukan untuk Mewujudkan Kampus
Berparadigma Islam Indonesia di IAIN Salatiga
C. Kendala dalam Mewujudkan Visi-misi IAIN Salatiga
11
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ___
B. Saran ___
DAFTAR PUSTAKA ___
LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah sebuah risalah yang telah dikirim ke seluruh umat manusia
tanpa memandang ras, kebangsaan, serta struktur sosial. Islam tidak dikirim ke
negara tertentu, komunitas yang dipilih, sehingga orang lain harus mematuhi
mereka. Risalah Islam adalah panduan dan rahmat untuk seluruh umat manusia,
seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Anbiya’ ayat 107, yang
artinya: "Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam. Merujuk pada al-Qur’an surah al-Anbiya’
ayat 107 tersebut, Islam adalah agama kasih sayang (rahmat) bagi semua makhluk
(manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya). Ini berarti bahwa Islam
adalah agama universal. Universalisme ini telah dimanifestasikan dalam
ajarannya, yang mencakup keimanan (tauhid), hukum agama (fiqh), serta etika
(akhlak). Oleh karena itu, semua umat Islam benar-benar percaya bahwa Islam
sesuai bagi semua makhluk. It means that Islam is a universal religion, this
universalism has been manifested in its teachings, which belief (tauhid), covers
religious laws (fiqh), as well as ethics (akhlak). For that reason, all moslems were
totally believe that Islam would suitable for all ages and places as the guidance
for all creatures (Nur Sahid, 2016:3).
Mengacu pada pernyataan di atas, agama Islam adalah agama yang sangat
menghargai dan saling toleransi, agama yang mengajarkan kepada penganutnya
untuk saling menyayangi, mengasihi dan mengayomi tanpa memandang ras,
kebangsaan, serta struktur sosial. Hal ini sejalan dengan Islam yang berkembang
di Indonesia. Meskipun Indonesia bukan negara Islam, namun penduduk
Indonesia mayoritas beragama Islam. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang multikultural, masyarakat yang menjunjung keragaman nilai-nilai
kebudayaan. Namun, tidak berarti Islam yang mereka anut menyimpang dari
kemurnian ajaran Islam itu sendiri.
13
Masyarakat Indonesia dikatakan multikultural karena konsep ini
mengedepankan keragaman budaya, sehingga ketika mendengar istilah Islam
Indonesia, maka akan berkaitan dengan pluralitas. Dalam Islam Indonesia, budaya
merupakan bagian dari agama, di mana awal mula Islam dapat dengan mudah
diterima di Indonesia salah satunya melalui akulturasi budaya, sehingga agama
Islam terkesan merakyat dengan masyarakat Indonesia.
Islam yang berkembang di Indonesia dengan ciri yang moderat,
menyelaraskan antara kekhasan individual yang dimiliki oleh masing-masing
umat dan bangsa, dengan keutamaan atau keburukan yang terjadi pada semua
umat dan bangsa. Maka, yang terjadi kemudian adalah rasa senang terhadap
kekhasan dan keutamaan yang dimiliki tanpa mengingkari kekhasan dan
kelebihan yang lain. Sikap ini tampak dalam peradaban Islam, sehingga hal itu
dapat mengalahkan kecenderungan fanatisme non-Arab dan fanatisme
kekabilahan Arab seluruhnya (Imarah, 1997:141). Kajian menarik dari Islam
Indonesia adalah platform untuk menegaskan kembali bahwa Islam di negeri ini
mengadaptasi nilai-nilai lokal yang menjadi ciri khasnya. Warisan-warisan ulama,
menjadi bagian penting dari transformasi keilmuan Islam yang berkembang di
Indonesia (Mizan, 2016:9).
Ekspresi Islam Indonesia dihadirkan terkait dengan kenyataan bahwa,
berkat dinamika tersebut, budaya Indonesia mengembangkan ciri-ciri yang khas,
yakni unsur-unsur yang menekankan pada kedamaian, harmoni dan silaturahim
(kerukunan dan welas asih), yang sebenarnya hanya merupakan manifestasi dari
inti ajaran Islam itu sendiri. Memang, kenyataan ini disumbang baik oleh budaya
khas Indonesia pra-Islam maupun oleh kenyataan bahwa Islam yang dihayati oleh
mayoritas Muslim di negeri ini didasarkan pada wasathiyah (kemoderatan),
tawazun (keseimbangan) dan tasamuh (toleransi).
Islam yang selama ini dipraktikkan ternyata menjadi unik dan menarik
setelah maraknya fenomena keberagamaan sebagian kelompok di luar negeri yang
menamakan diri muslim dan membawa bendera Islam, namun membuat gelisah
dunia. Dunia yang kemudian bertanya-tanya tentang Islam yang rahmatan
lil’aalamin, Islam yang ramah, damai, dan teduh pun mendapatkan jawaban dari
14
perilaku keislaman kita yang ada di Indonesia ini. Sebagai bangsa Indonesia yang
beragama Islam sudah barang tentu kita harus ikut memperkokoh dan
mempertahankan cara kita ber-Islam selama ini, seperti yang diajarkan oleh guru-
guru agama Islam yang memperoleh Islam dari guru-guru mereka dari guru-guru
sebelumnya dengan sanad yang bersambung hingga Rasulullah saw (Bisri,
2016:14). Dengan kata lain, jika ajaran Islam yang dipraktikkan di Indonesia ini
sesuai dengan syari’at Allah dan Rasul-Nya yang tujuan utamanya adalah untuk
menjadi rahmat bagi alam semesta, niscaya Islam yang berkembang di Indonesia
ini juga akan mampu mewarnai peradaban Islam di dunia.
Islam bersumberkan wahyu dan memiliki norma-normanya sendiri. Oleh
karena bersifat normatif, maka ia cenderung menjadi permanen. Sedangkan
budaya adalah buatan manusia, karenanya ia berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu berubah. Perbedaan ini tidak
menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk
budaya. Maka muncul istilah seudati cara hidup santri, budaya menghormati kiai
dan sebagainya, dengan wawasan budaya dari agama secara langsung diterima
dan dilaksanakan oleh masyarakat tanpa mempersoalkan dalilnya. Umat Islam
abangan yang menjahui malima, yakni madat (mengonsumsi obat-obat terlarang),
madon (main perempuan), mateni (membunih orang), maling (mencuri), main
(berjudi) belum tentu dengan alasan keagamaan, tetapi sangat boleh jadi karena
alasan-alasan budaya, misalnya ketaatan kepada kiai atau orangtua (Wahid,
2016:33).
Akulturasi antara agama dan budaya akan terjadi terus-menerus sebagai
suatu proses yang akan memperkaya kehidupan dan membuatnya tidak gersang,
kekayaan variasi budaya akan memungkinkan adanya persambungan antara
berbagai kelompok atas dasar persamaan-persamaan, baik persamaan agama
maupun budaya. Upaya rekonsiliasi antara budaya dan agama bukan karena
kekhawatiran terjadinya ketegangan antara keduanya, sebab kalau manusia
dibiarkan pada fitrah rasionalnya, ketegangan seperti itu akan reda dengan
sendirinya (Wahid, 2016:34).
15
Indonesia secara kultural dibangun di atas berbagai budaya, lokal dan
budaya luar. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari Barat
sampai Timur, dihuni oleh beragam etnis yang masing-masing memiliki budaya
dan bahasa yang berbeda-beda menunjukkan Indonesia sebagai negara
multikultural. Keberadaan agama-agama besar di Indonesia, seperti; Islam, Hindu,
Budha, Kristen, Katolik, dan Konghuchu menambah keragaman dari sudut
keyakinan yang masing-masing memberi konstribusi kewujudan budaya
Indonesia. Dilihat dari asal kelahiran agama, maka budaya Indonesia juga
dipengaruhi dan dibentuk oleh budaya India (asal agama Hindu dan Budha), Arab
(asal agama Islam), Eropa (asal agama Kristen dan Katolik) dan Cina (asal agama
Konghucu). Realitas keragaman bangsa Indonesia dari sudut pandang sosial dan
budaya ditegaskan oleh Nurcholis Madjid.
“Islam sebagai agama dominan dan memiliki doktrin teologi yang tegastidak serta merta berhasil mengubah budaya Indonesia dengan wajah budayaArab. Jauh sebelumnya, budaya Indonesia telah diwarnai oleh keyakinanHindu dan Budha yang selaras dengan paham animisme dan dinamisme.Maka tidak asing, jika ritual dan perilaku keberagamaan umat Islam, padaumumnya, masih sangat kental dengan budaya lokal yang dipengaruhi olehagama Hindu dan Budha yang sudah mengakar ratusan tahun sebelumnya.”
Sementara itu, agama Kristen dan Katolik yang diperkenalkan oleh bangsa
Kolonial juga dianut oleh sebagian warga, khususnya di wilayah bagian timur
Indonesia. Namun demikian, konversi masyarakat Indonesia ke agama Kristen
dan Katolik tidak sebanyak yang ke agama Islam, khususnya di wilayah Indonesia
bagian Barat dan Tengah. Kedua agama ini (Kristen dan Katolik), dalam
penyebarannya juga bersikap adaptif dan akomodatif terhadap budaya lokal. Hal
ini sebagaimana terlihat dari nama-nama Gereja, seperti: Gereja Kristen Jawa,
Gereja Kristen Pasundan, dan Gereja Kristen Batak Protestan. Dengan kata lain,
dalam penyebaran agama apa pun sering kali terjadi proses penyesuaian dengan
budaya yang telah berkembang sebelumnya.
Jika dalam agama Kristen terdapat penggunaan nama-nama daerah yang
dicantumkan di belakangnya, hal ini tidak ditemui dalam agama Islam. Dalam
16
agama Islam akulturasi terlihat secara jelas dalam tradisi ritual dan upacara
keagamaan yang dilakukan oleh umat Islam. Seperti, upacara pernikahan,
kelahiran, kematian dan lain-lain. Dalam upacara-upacara tersebut terdapat unsur-
unsur budaya lokal dan agama yang saling berkolaborasi. Akulturasi antara Islam
dan budaya lokal tersebut bisa diamati dari upacara keagamaan komunitas Muslim
NU. Wajah Islam yang sedemikian rupa disebut Islam kultural (Donald,1990:45).
Dengan demikian, masyarakat Islam Indonesia paska dan pra kemerdekaan
boleh dikelompokkan ke dalam tiga golongan. Pertama, kelompok yang
mempelajari agama Islam dan berusaha untuk mengamalkan tuntunan-
tuntunannya. Kelompok ini diwakili oleh kelompok tradisionalis Muslim yang
direpresentasikan oleh warga Nahdhiyin (Nahdhatul Ulama’) dan kelompok
modernis Muslim yang diwakili oleh warga Muhammadiyah. Menurut Clivert
Gert, kelompok ini disebut “Santri”. Kedua, masyarakat yang menyatakan diri
sebagai pemeluk Islam tetapi mereka tidak mengetahui banyak tentang Islam serta
tidak menjalankan ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan oleh golongan santri.
Di samping itu, mereka lebih dekat dengan ritual “kejawen” yang merupakan
percampuran antara agama Hindu dan Budha dengan agama lokal pada satu sisi,
dan tidak memperlihatkan sebagai sosok Muslim yang taat. Gert menyebutnya
dengan kelompok “Abangan”. Istilah “abangan” ini identik dengan kata abaa
dalam bahasa Arab yang artinya mengabaikan atau membangkang, tidak mau
melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, kelompok
“priyayi”. Kelompok ini, pada umumnya berpikiran “sekuler” dan ada juga yang
menganggap Islam sebagai agama yang kolot, karenanya mereka tidak bangga
dengan agama yang dipeluknya, bahkan malu untuk menyatakan dirinya sebagai
seorang Muslim (Clifford Geertz,1981:1)
Realitas Islam yang berkembang di Indonesia di atas sebagai gambaran
bahwa perlunya kajian yang mendalam. Indonesia yang memiliki penduduk
pemeluk agama Islam terbanyak di dunia akan sangat strategis sebagai rujukan
studi Islam yang berciri khas Indonesia. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga yang mencerminkan Islam Indonesia dapat dilihat dari misinya yang
berbunyi ‘Tahun 2030 menjadi rujukan studi Islam Indonesia bagi terwujudnya
17
masyarakat damai bermartabat. Adapun misinya adalah (1) menyelenggarakan
pendidikan dalam berbagai disiplin ilmu keislaman berbasis nilai-nilai
keindonesiaan; (2) menyelenggarakan penelitian dalam berbagai disiplin ilmu
keislaman bagi penguatan nilai keindonesiaan; (3) menyelenggarakan pengabdian
kepada masyarakat berbasis riset bagi penguatan nilai-nilai keindonesiaan; (4)
mengembangkan budaya masyarakat kampus yang mencerminkan nilai-nilai
Islam Indonesia; dan (5) menyelenggarakan pengelolaan pendidikan tinggi yang
profesional dan akuntabel.
Dari visi dan misi itu diperlukan komunikasi untuk sampai pada tujuan (1)
mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, trampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan
bangsa; (2) menghasilkan lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan
atau teknologi yang berbasis ilmu keislaman untuk memenuhi kepentingan
nasional dan peningkatan daya saing bangsa; (3) menghasilkan ilmu pengetahuan
dan teknologi melalui penelitian yang mempertahankan dan menerapkan nilai-
nilai keislaman agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban
dan kesejahteraan umat manusia; dan (4) mewujudkan pengabdian kepada
masyarakat berbasis ilmu keislaman dan karya penelitian yang bermanfaat dalam
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka
mewujudkan masyarakat damai bermartabat.
Dalam hal pencapaian suatu tujuan diperlukan suatu perencanaan dan
tindakan nyata untuk dapat mewujudkannya, secara umum bisa dikatakan bahwa
visi dan misi adalah suatu konsep perencanaan yang disertai dengan tindakan
sesuai dengan apa yang direncanakan untuk mencapai suatu tujuan.
Pengelolaan suatu sistem lembaga atau badan dengan penerapan manajemen
kualitas memerlukan suatu pedoman kerja yang memberikan pengarahan atas
hasil kerja atau tujuan aktivitas yang diharapkan, secara kuantitas maupun
kualitas. Pengarahan ini akan memberikan orientasi yang seragam bagi setiap
elemen atau subsistem dalam lembaga tersebut sehingga terbentuk kesatuan kerja
yang efektif dan kompak dalam usaha lembaga menuju hasil kerja yang
18
diharapkan. Setiap elemen subsistem, pimpinan, dan anggotanya mengetahui
dengan jelas arah pengembangan lembaga tempat kerjanya. Berdasarkan
pemikiran yang demikian itulah maka penelitian yang berjudul Tinjauan
Komunikasi Organisasi Islam Indonesia Sebagai Paradigma Unifying Umbrella
Keilmuan IAIN Salatiga sangat penting dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses komunikasi organisasi dilingkungan civitas IAIN
Salatiga?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk mewujudkan kampus
berparadigma Islam Indonesia di IAIN Salatiga?
3. Apa sajakah yang menjadi kendala dalam mewujudkan visi-misi IAIN
Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi organisasi di
lingkungan civitas IAIN Salatiga?
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan untuk mewujudkan
kampus berparadigma Islam Indonesia di IAIN Salatiga?
3. Untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi kendala dalam mewujudkan
visi-misi IAIN Salatiga?
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, adapun manfaat
penelitian ini adalah sebagi berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Diharapkan dapat berguna untuk membangun, memperkuat, dan
menyempurnakan teori yang sudah ada.
b. Diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuandibidang akademik
19
dan sumber ilmu di dalam mengkaji komunikasi organisasi serta
paradigma keilmuan Islam yang berkembang di Indonesia.
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan dapat menjadi wacana terutama bagi lembaga IAIN
Salatiga dalam mewujudkan paradigma Islam Indonesia.
b. Bagi lembaga IAIN Salatiga dalam mewujudkan paradigma Islam
Indonesia.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komunikasi Organisasi
Everet M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization,
mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan
pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A System
Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen
mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur
formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi
(Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh
organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya
berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang
harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa
pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang
disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual.
Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) mengidentifikasi tiga komunikasi
organisasi. Pertama, fungsi perintah berkenaan dengan anggota-anggota
organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima,
menafsirkan, dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah
koordinasi di antara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tersebut.
Kedua, fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan
anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan
personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan
mempengaruhi kinerja pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara, sebagai
misal, kepuasan kerja dan aliran komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam
hirarkhi organisasional dan tingkat pelaksanaan perintah. Pentingnya dalam
21
hubungan antarpersona yang baik lebih terasa dalam pekerjaan ketika seseorang
merasa bahwa banyak hubungan yang perlu dilakukan tidak dipilih, tetapi
diharuskan oleh lingkungan organisasi, sehingga hubungan menjadi kurang stabil,
lebih memacu konflik, kurang ditaati, dan sebagainya. Ketiga, fungsi manajemen
ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering dibuat dalam
keadaan yang sangat ambigu.
Misalnya, motivasi berganda muncul karena pilihan yang diambil akan
mempengaruhi rekan kerja dan organisasi, demikian juga diri sendiri; tujuan
organisasi tidak jelas dan konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut
mungkin tidak jelas. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi
ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara satu
dengan lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang
membutuhkan perolehan informasi bersama.
Selanjutnya, perlu diuraikan dimensi-dimensi komunikasi dalam kehidupan
organisasi sebagai berikut. Pertama, komunikasi internal. Komunikasi internal
organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi
yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan
dengan bawahan, antara sesama bawahan, dan sebagainya. Proses komunikasi
internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok.
Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder
(menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi
dua: (1) komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah
ke atas atau komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada
pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi,
petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dan lain-lain kepada bawahannya.
Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-
pengaduan, dan sebagainya kepada pimpinan; dan (2) komunikasi horizontal atau
lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan,
manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian
yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini
memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini
22
membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan
yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.
Kedua, komunikasi eksternal. Komunikasi eksternal organisasi adalah
komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada
organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan
masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan
hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting saja. Komunikasi
eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik: (1) komunikasi dari organisasi
kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif,
yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan,
setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk,
seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato
radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers; dan (2)
komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada
organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi
yang dilakukan oleh organisasi.
Komunikasi organisasi adalah komunikasi antarpribadi atau komunikasi
kelompok yang bersifat terstruktur yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok
dalam satu organisasi. Jalur komunikasi organisasi ada tiga yakni: jalur vertikal
(atas-bawah, bawah-atas), jalur horizontal (antara unit atau satuan kerja yang
sederajat), jalur diagonal (komunikasi lintas unit/satuan kerja). Organisasi
merupakan wadah yang mempekerjakan karyawan yang berasal dari berbagai latar
belakang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan kebudayaan
yang berbeda-beda (Liliweri, 2007:22).
1. Pengertian Komunikasi
Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu melakukan hubungan dengan
sesamanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut akan
terjadi apabila didasari dengan adanya komunikasi. Sehubungan dengan itu,
Komunikasi sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Tetapi arti
penting komunikasi akan dirasakan apabila manusia mengetahui apa
23
sebenarnya komunikasi dan bagaimana proses penyampaianya, sehingga
berlangsung secara efektif.
Pada hakikatnya, komunikasi adalah proses pernyataan antara manusia,
yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Dalam bahasa komunikasi, “pernyataan dinamakan pesan (message),
orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator),
sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan
(communicate)”. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan (Effendy, 2003:28).
Untuk memperjelas pengertian komunikasi di dalam penelitian ini, maka
penulis uraikan pengertian komunikasi menurut beberapa ahli. Pengertian
komunikasi dapat dilihat dari asal katanya, seperti yang dikemukakan oleh
Willbur Schramm dalam Effendy, yaitu :
Kata komunikasi berasal dari perkataan “communication”, dan
perkataan ini berasal dari perkataan latin communis yang artinya sama, dalam
arti kata sama makna mengenai sesuatu hal. Jadi, komunikasi terjadi apabila
terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003:30).
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan, apabila seseorang mengerti
tentang sesuatu yang disampaikan orang lain kepadanya, maka komunikasi
berlangsung dan hubungan diantara keduanya bersifat komunikatif, tetapi
sebaliknya jika pesan yang disampaikan tidak dimengerti oleh sasaran, maka
komunikasi tidak berlangsung dan hubungan yang terjadi tidak komunikatif.
Edward Depari dalam Widjaja (2000:13), mendefinisikan komunikasi
sebagai “ proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan
melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan
ditujukan kepada penerima pesan”.
Menurut Shanon dan Weaver dalam Wiryanto, komunikasi adalah :
“bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja
atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi
24
juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi” (Wiryanto, 2004:7).
Sedangkan menurut Effendy, pengertian komunikasi adalah sebagai berikut :
Proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermaknasebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, kepercayaan, harapan,himbauan dan sebagainya. Yang dilakukan sekarang kepada orang lain,baik langsung secara tatap muka, maupun tak langsung melalui mediadengan tujuan mengubah sikap, pandangan, dan perilaku (Effendy,1989:60).
Dari pengertian di atas, jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah
orang, dimana seseorang menyampaikan sesuatu pada orang lain dan
komunikasi ini merupakan konsekuensi dari hubungan sosial.
Komunikasi menurut Effendy meliputi lima komponen, yaitu : (1)
komunikator (pembawa pesan), (2) message (pesan atau berita), (3) channel
(media atau sarana), (4) komunikan (penerima berita), dan (5) efek (Effendy,
2007:6). Maksud dari kelima komponen komunikasi di atas menurut Effendy,
sebagai berikut :
b. Komunikator (pembawa pesan)
Komunikator, yaitu pemrakarsa komunikasi (pembawa berita) bisa
individu, keluarga, maupun kelompok yang mengambil inisiatif dalam
menyampaikan gerakan komunikasi. Komunikasi ini berlangsung antar
individu atau kelompok lain yang menjadi sasaranya. Komunikator dapat
juga berarti tempat berasalnya sumber komunikasi.
c. Message (pesan atau berita)
Message (pesan) adalah berita yang disampaikan oleh komunikator
melalui lambang-lambang, pembicaraan gerakan dan sebagainya.
Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan, kibaran
bendera atau tanda-tanda lain, dengan interpretasi yang tepat akan arti
dan makna tertentu.
d. Channel (media atau sarana)
Channel (saluran) adalah, sarana tempat berlalunya pesan yang
disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, saluran tersebut
meliputi: (1) pendengaran (lambang berupa suara), (2) penglihatan
25
(lambang berupa sinar, pantulan, atau lambing), (3) penciuman (lambang
berupa wangi-wangian/bau-bauan), (4) rabaan (lambang berupa
rangsangan rabaan). Jadi, secara keseluruhansaluran bisa berupa radio,
televisi, telephon, koran, majalah, dan lain-lain.
e. Komunikan (penerima berita)
Komunikan adalah objek atau sasaran dari kegiatan komunikasi atau
orang yang menerima pesan atau lambang. Dapat berupa individu,
keluarga, maupun masyarakat.
f. Efek
Efek adalah tanggapan, seperangkat reaksi komunikasi setelah menerima
pesan.
2. Tujuan Komunikasi
Setiap komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan. Tujuan
komunikasi menurut Effendy, adalah (1) perubahan sikap (attitude change),
(2) perubahan pendapat (opinion change), (3) perubahan perilaku (behaviour
change), dan (4) perubahan sosial (social change) (Effendy, 2007:8).
Selanjutnya untuk mencapai tujuan tersebut itu, maka sebalumnya
harus diteliti, apa yang menjadi tujuan dilakukanya komunikasi itu. Tujuan
komunikasi menurut Widjaja adalah: (1) Apakah kita ingin menjelaskan
sesuatu kepada orang lain. Ini dimaksudkan, apakah kita menginginkan
orang lain mengerti dan memahami apa yang kita maksud. (2) Apakah kita
ingin agar orang lain menerima dan mendukung gagasan kita. Dalam hal ini
tentunya cara penyampaian akan berbeda dengan cara yang dilakukan untuk
menyampaikan informasi atau pernyataan saja. (3) Apakah kita ingin agar
orang lain mengerjakan sesuatu atau agar mereka mau bertindak (Widjaja,
2000:67).
3. Proses Komunikasi
Komunikasi tidak pernah terlepas dari sebuah proses, oleh karena itu
apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak tergantung dari proses
komunikasi yang terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Ruslan bahwa:
26
“Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-
pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada
penerima pesan sebagai komunikan tersebut bertujuan (feed back) untuk
mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah
pihak” (Ruslan, 2006:81).
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yaitu :
a. Proses komunikasi secara primer
Yaitu proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah
bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara
langsung dapat menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator
kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak
digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Hal ini jelas karena
bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang
lain (apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini baik mengenai hal
atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan pada waktu
yang lalu yang akan datang).
b. Proses komunikasi secara sekunder
Adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan alatatau sarana sebagai media kedua setelah
memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang komunikator
menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasi karena
komunikasi sebagai sasaranya berada ditempat yang relatif jauh dan
komunikan yang banyak. Surat, telephon, surat kabar, majalah, radio,
televisi, film, dan masih banyak lagi media kedua yang sering
digunakan dalam komunikasi.
4. Fungsi-fungsi Komunikasi
Berbicara mengenai fungsi komunikasi, Effendy mengemukakan
bahwa fungsi komunikasi adalah :
a) Menginformasikan (to inform)
27
Adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
peristiwa yang terjadi. Ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain,
serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain.
b) Mendidik (to educated)
Adalah komunikasi merupakan sarana pendidikan. Dengan
komunikasi, manusia dapat menyampaikan ide dan pikiranya kepada
orang lain, sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu
pengetahuan.
c) Menghibur (to entertain)
Adalah komunikasi selain berguna untuk menyampaikan
komunikasi, pendidikan, dan mempengaruhi juga berfungsi untuk
menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain.
d) Mempengaruhi (to influence)
Adalah fungsi mempengaruhi setiap individu yang
berkomunikasi, tentunya berusaha saling mempengaruhi jalan pikiran
komunikasi dan lebih jauh lagi berusaha merubah sikap dan tingkah
laku komunikasi sesuai dengan yang diharapkan (Effendy, 2003:55).
5. Pengertian Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi menurut Redding dan Sanborn dalam
Muhammad mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah “pengiriman
dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks” (Muhammad,
2007:65). Menurut Katz dan Kahn dalam Muhammad mendefinisikan
komunikasi organisasi bahwa : “merupakan arus informasi, pertukaran arus
informasi dan pemindahan arti didalam suatu organisasi” (Muhammad,
2007:65).
Komunikasi organisasi menurut Mulyana adalah “suatu disiplin studi
yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat” (Mulyana,
2006:31). Sedangkan menurut Goldhaber dalam Muhammad mendefinisikan
komunikasi organisasi adalah “proses menciptakan dan saling menukar
pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain
untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah”
28
(Muhammad, 2007:67). Komunikasi organisasi dapat bersifat formal dan
informal komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh
organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya
berupa cara kerja didalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan
yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan,
pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada
organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
6. Unsur-Unsur Dasar Organisasi
Unsur-unsur dasar yang membentuk suatu organisasi dapat diringkas
menjadi lima kategori besar yaitu :
a) Anggota organisasi
Dipusat organisasi terdapat orang-orang yang melaksanakan pekerjaan
organisasi. Mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemikiran yang
meliputi konsep-konsep, penggunaan bahasa, pemecahan masalah,
dan pembentukan gagasan.
b) Pekerjaan dalam organisasi
Pekerjaan yang dilakukan anggota organisasi terdiri dari tugas-tugas
formal dan informal. Tugas-tugas ini menghasilkan produk dan
memberikan pelayanan organisasi.
c) Struktur organisasi
Struktur organisasi merujuk kepada hubungan-hubungan antara tugas-
tugas yang dilaksanakan oleh anggota organisasi.
d) Pedoman organisasi
Adalah serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan,
dan memberi arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil
keputusan dan tindakan (Mulyana, 2006:151-153).
7. Elemen Organisasi
Organisasi adalah sangat bervariasi ada yang sederhana dan ada pula
yang sangat kompleks, maka dalam sebuah organisasi terdapat elemen dasar
dari organisasi yang saling berkaitan satu sama lainya.
29
a) Struktur sosial
Adalah pola atau aspek aturan hubungan yang ada antara partisipan
didalam suatu organisasi.
b) Partisipan
Adalah individu-individu yang memberikan kontribusi kepada
organisasi.
c) Tujuan
Konsep tujuan organisasi adalah yang paling penting dan sangat
kontroversial dalam mempelajari organisasi. Menurut para ahli tujuan
sangat diperlukan dalam memahami organisasi serta tujuan
merupakan suatu titik sentral petunjuk dalam menganalisis organisasi.
d) Teknologi
Adalah penggunaan mesin-mesin atau perlengkapan mesin dan juga
pengetahuan teknik dan keterampilan partisipan.
e) Lingkungan
Setiap organisasi berada pada keadaan fisik tertentu, teknologi,
kebudayaan dan lingkungan sosial, terhadap dimana organisasi
tersebut harus menyesuaikan diri (Muhammad, 2007:25-28).
8. Karakteristik Organisasi
Tiap organisasi mempunyai karakteristik yang umum, diantara
karakteristik tersebut adalah bersifat dinamis, memerlukan informasi,
mempunyai tujuan dan struktur.
a) Dinamis
Organisasi sebagai suatu system terbuka terus-menerus mengalami
perubahan, karena selalu menghadapi tantangan baru dari
lingkunganya dan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan yang selalu berubah tersebut, bersifat dinamis adalah
perubahan pasaran yaitu hasil produksi atau pelayanan.
b) Memerlukan informasi
30
Semua organisasi memerlukan informasi untuk hidup. Tanpa
informasi organisasi tidak dapat jalan. Dengan adanya informasi
bahan mentah dapat diolah menjadi hasil produksi yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Untuk mendapatkan informasi tersebut
adalah melalui proses komunikasi.
c) Mempunyai tujuan
Organisasi adalah merupakan kelompok orang yang bekerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu setiap organisasi
harus mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Tujuan organisasi hendaknya
dihayati oleh seluruh anggota organisasi sehingga setiap anggota dapat
diharapkan mendukung pencapaian tujuan organisasi melalui
partisipasi mereka secara individual.
d) Terstruktur
Organisasi dalam usaha mencapai tujuanya biasanya membuat aturan-
aturan, undang-undang dan hierarki hubungan dalam organisasi.hal ini
dinamakan struktur organisasi. Struktur menjadikan organisasi
membakukan prosedur kerja dan mengkhususkan tugas yang
berhubungan dengan proses produksi (Muhammad, 2007:29-30).
9. Fungsi Organisasi
Organisasi mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah sebagai
berikut :
a) Memenuhi kebutuhan pokok organisasi
Setiap organisasi mempunyai kebutuhan pokok masing-masing dalam
rangka kelangsungan hidup organisasi tersebut. Misalnya semua
organisasi cenderung memerlukan gedung sebagai tempat
beroprasinya organisasi, uang untuk modal untuk biaya pekerja dan
penyediaan bahan mentah atau fasilitas yang diperlukan dalam
pelaksanaan.
b) Mengembangkan tugas dan tanggung jawab
Kebanyakan organisasi bekerja dengan bermacam-macam standar etis
tertentu. Ini berarti bahwa organisasi harus hidup sesuai dengan
31
standar yang telah ditetapkan oleh organisasi maupun standar
masyarakat dimana organisasi itu berada. Standar ini memberikan
organisasi satu set tanggung jawab yang harus dilakukanoleh anggota
organisasi, baik itu ada hubungannya denganproduk yang mereka buat
maupun tidak.
c) Memproduksi barang
Fungsi utama dari organisasi adalah memproduksi barang atau orang
sesuai dengan jenis organisasinya. Semua organisasi mempunyai
produknya masing-masing, para ahli dan pimpinan organisasi banyak
menggunakan waktunya untuk memikirkan peningkatan dan
penyempurnaan hasli produksinya. Efektivitas proses produksi banyak
bergantung kepada ketepatan informasi, oleh sebab itu informasi juga
tergantung kepada keterampilan berkomunikasi.
d) Mempengaruhi dan dipengaruhi orang
Sesungguhnya organisasi digerakkan oleh orang. Orang yang
membimbing, mengelola, mengarahkan dan menyebabkan
pertumbuhan organisasi. Orang sebagai anggota organisasi maupun
sebagai pemakai jasa organisasi, dipengaruhi oleh organisasi,
suksesnya suatu organisasi tergantung kepada kemampuan dan
kualitas anggotanya dalam melakukan aktivitas organisasi
(Muhammad, 2007:32-34).
B. Islam
1. Pengertian Islam
Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang diambil dari
kata “salima” yang mempunyai arti “selamat”. Dari kata “salima” tersebut
maka terbetuk kata “aslama” yang memiliki arti “menyerah, tunduk, patuh,
dan taat”. Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti
yang terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan
“aslama” atau masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah
menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt.
dengan melakukan “aslama” maka orang terjamin keselamatannya di dunia
32
dan di akhirat. Selanjutnya dari dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat,
dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan
kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai
panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan
telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang
mendefinisikannya; di antaranya Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam
menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw.
sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan
hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi dari kehidupan
manusia. Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam
adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan
kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama
Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai
agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan
pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada
undang-undang Allah.
Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah
Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini timbul karena pada
umumnya agama di luar Islam namanya disandarkan pada nama pendirinya. Di
Persia misalnya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan pada nama
pendirinya, Zarathustra (w.583 SM). Agama lainnya, misalnya agama Budha,
agama ini dinisbahkan kepada tokoh pendirinya, Sidharta Gautama Budha
(lahir 560 SM). Demikian pula nama agama Yahudi yang disandarkan pada
orang-orang Yahudi (Jews) yang berasal dari negara Juda (Judea) atau Yahuda.
Penyebutan istilah Muhammadanism dan Muhammedan untuk agama
Islam, bukan saja tidak tepat, akan tetapi secara prinsip hal itu merupakan
kesalahan besar. Istilah tersebut bisa mengandung arti bahwa Islam adalah
33
paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana
perkataan agama Budha yang mengandung arti agama yang dibangun oleh
Sidharta Gautama Budha atau paham yang berasal dari Sidharta Gautama.
Analogi nama dengan agama-agama lainnya tidaklah mungkin bagi Islam.
Berdasarkan keterangan tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada
agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah swt, bukan berasal
dari manusia/Nabi Muhammad saw. Posisi Nabi dalam agama Islam diakui
sebagai orang yang ditugasi Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut
kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat
dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan tata cara ibadahnya.
Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu Allah swt. Dengan
demikian, secara istilah, Islam adalah nama agama yang berasal dari Allah swt.
Nama Islam tersebut memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama
lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu,
golongan tertentu, atau negeri tertentu. Kata Islam adalah nama yang diberikan
oleh Allah swt. Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Al Qur’an yang
diturunkan Allah swt. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam
adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul
yang pernah diutus oleh Allah swt. pada berbagai kelompok manusia dan
berbagai bangsa yang ada di dunia ini. Islam adalah agama Nabi Adam, Nabi
Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa, Nabi
Muhammad saw. Dengan kata lain, seluruh Nabi dan Rasul beragama Islam
dan mengemban risalah menyampaikan Islam. Hal itu dapat dipahami dari
ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an yang menegaskan bahwa para Nabi
tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah. Artinya Islam secara
bahasa berarti tunduk, patuh, dan damai. Sedangkan menurut istilah, Islam
adalah nama agama yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia ke
jalan yang benar dan sesuai fitrah kemanusiaan. Islam diturunkan bukan
kepada Nabi Muhammad saja, tetapi diturunkan pula kepada seluruh nabi dan
rasul. Sesungguhnya seluruh nabi dan rasul mengajarkan Islam kepada
umatnya. Al Qur’an menyatakan bahwa:
34
Artinya: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi (Q.S. Al Imron: 85).
Islam adalah ketundukan kepada Allah yang telah menciptakan alam
semesta, kemudian menetapkan manusia sebagai hamba-Nya yang paling
besar perannya di muka bumi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya,
dengan alam semesta di sekitarnya, kemudian berusaha mencari jalan untuk
kembali kepada Penciptanya. Tatkala salah berinteraksi dengan Allah,
kebanyakan manusia beranggapan alam sebagai Tuhannya sehingga mereka
menyembah sesuatu dari alam. Ada yang menduga-duga sehingga banyak di
antara mereka yang tersesat. Ajaran yang benar adalah ikhlas berserah diri
kepada Pencipta alam yang kepada-Nya alam tunduk patuh berserah diri.
(QS. 4:125). Maka, Islam identik dengan ketundukan kepada sunnatullah
yang terdapat di alam semesta (tidak tertulis) maupun Kitabullah yang tertulis
(Alquran).
Islam adalah wahyu Allah dengan kasih sayang-Nya, Allah menurunkan
Ad-Dien (aturan hidup) kepada manusia. Tujuanya agar manusia hidup
teratur dan menemukan jalan yang benar menuju Tuhannya. Aturan itu
meliputi seluruh bidang kehidupan: politik, hukum, sosial, budaya, dan
sebagainya. Dengan demikian, manusia akan tenteram dan damai, hidup
rukun dan bahagia dengan sesamanya dalam naungan ridha Tuhannya (Q.S.
Al-Baqarah: 38). Oleh karena kebijaksanaan-Nya, Allah tidak menurunkan
banyak agama. Dia hanya menurunkan Islam. Agama selain Islam tidak
diakui di sisi Allah dan akan merugikan penganutnya di akhirat nanti.
Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Ad-Dien yang diridhai di sisi
Allah hanyalah Islam.” (QS. 3:19) Sebab, Islam merupakan satu-satunya
35
agama yang bersandar kepada wahyu Allah secara murni. Artinya, seluruh
sumber nilai dari nilai agama ini adalah wahyu yang Allah turunkan kepada
para Rasul-Nya terdahulu. Dengan kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan
mengajak kepada ajaran Islam. Ada pun agama-agama yang lain seperti
Yahudi dan Nasrani adalah penyimpangan dari ajaran wahyu yang dibawa
oleh para nabi tersebut.
Islam adalah agama para Nabi dan Rasul, perhatikan kesaksian Alquran
bahwa Nabi Ibrahim adalah muslim, bukan Yahudi atau pun Nasrani. (QS.
2:132) Nabi-nabi lain pun mendakwahkan ajaran Islam kepada manusia.
Mereka mengajarkan agama sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad
saw. Hanya saja, dari segi syariat (hukum dan aturan) belum selengkap yang
diajarkan Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, ajaran prinsip-prinsip keimanan
dan akhlaknya sama. Nabi Muhammad saw. datang menyempurnakan ajaran
para Rasul, menghapus syariat yang tidak sesuai dan menggantinya dengan
syariat yang baru. (QS. 3: 84). Menurut pandangan Alquran, agama Nasrani
yang ada sekarang ini adalah penyimpangan dari ajaran Islam yang dibawa
Nabi Isa a.s. Nama agama ini sesuai nama suku yang mengembangkannya.
Isinya jauh dari Kitab Injil yang diajarkan Isa a.s..
Agama Yahudi pun telah menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa
Nabi Musa a.s.. Diberi nama dengan nama salah satu Suku Bani Israil,
Yahuda. Kitab Suci Taurat mereka campur aduk dengan pemikiran para
pendeta dan ajarannya ditinggalkan.
Islam adalah hukum-hukum Allah di dalam Alquran dan Sunnah. Orang
yang ingin melihat Islam hendaknya melihat Kitabullah Alquran dan Sunnah
Rasulullah. Keduanya, menjadi sumber nilai dan sumber hukum ajaran Islam.
Islam tidak dapat dilihat pada perilaku penganut-penganutnya, kecuali pada
pribadi Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Nabi Muhammad saw.
bersifat ma’shum (terpelihara dari kesalahan) dalam mengamalkan Islam.
Beliau membangun masyarakat Islam yang terdiri dari para sahabat Nabi
Muhammad saw yang langsung terkontrol perilakunya oleh Allah dan
RasulNya. Jadi, para sahabat Nabi tidaklah ma’shum sebagaimana Nabi,
36
tetapi mereka istimewa karena merupakan pribadi-pribadi didikan langsung
Nabi Muhammad saw. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan
penduduk, ruhani dan amal, Alquran dan pedang sebagaimana telah
dibuktikan dalam hidup Nabi, para sahabat, dan para pengikut mereka yang
setia sepanjang zaman.
Islam adalah jalan Allah yang lurus. Islam merupakan satu-satunya
pedoman hidup bagi seorang muslim. Baginya, tidak ada agama lain yang
benar selain Islam. Karena ini merupakan jalan Allah yang lurus yang
diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. (QS. 6:153;
45:18).
Islam pembawa keselamatan dunia dan akhirat Sebagaimana sifatnya
yang bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup manusia di
dunia dan di akhirat. Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda
syirik dan kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk
surga yang disebut Daarus Salaam. Allah menyeru (manusia) ke Daarus
Salaam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan
yang lurus (Islam). (QS. 10:25)
Dengan prinsip-prinsip di atas, siapa pun dapat memahami kemuliaan
dan keagungan ajaran agama Allah ini. Nabi Muhammad saw. bersabda,
“Islam itu tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya.” Sebagai ajaran,
Islam tidak terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim wajib meyakini
kelebihan Islam dari agama lain atau ajaran hidup yang lain (QS.5:3).
Ada dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami pengertian agama
Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam
berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti
selamat, sentosa dan damai. Dan kata salima selanjutnya diubah menjadi
bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Senada
dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa
Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata
itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat
sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat.
37
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan
batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,
sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya (Alquran dan Hadits),
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis
dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan
material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial,
menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas,
egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan
persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Menurut Muslim Nurdin, dkk (1995) Islam berasal dari kata aslama
yuslimu yang berarti tunduk, menyerah, patuh, dan damai. Secara etimologis,
Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia yang ajaran-
ajarannya disampaikan lewat rasul-Nya (utusan-Nya). Jadi, Islam adalah
agama samawi yang diturunkan Allah kepada manusia dan ajaran-ajarannya
disampaikan oleh rasul yang berakhir dengan Nabi Muhammad.
Senada dengan pendapat di atas, Toto Suryana, dkk (1996)
menyatakan bahwa secara bahasa Islam berasal dari kata aslama yang berarti
tunduk, patuh, dan berserah diri. Sedangkan secara etimologis, Islam adalah
nama agama wahyu yang diturunkan Allah kepada rasul-rasul-Nya yang
berisi aturan-aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Islam dalam pengertian
ini adalah amanat yang dibawa oleh rasul sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad.
Cahyadi Takariawan, dkk (2003:79) menjelaskan tentang pengertian
Islam. Ditinjau dari asal katanya, istilah Islam berasal dari bahasa Arab,
yakni aslama-yuslimu yang artinya menyerahkan. Kata tersebut bentukan dari
salima, yang berarti selamat. Dari kata itu pula lahir kata-kata baru seperti
istislam (menyerahkan diri), salaam (sejahtera), silm (damai), dan sullam
(tangga). Secara terminologis, Islam adalah ketundukan kepada wahyu Allah
38
yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, khususnya Nabi Muhammad
SAW., sebagai hukum atau aturan Allah yang membimbing manusia ke jalan
yang lurus menuju kebahagiaan dunia-akhirat.
Nama agama pada umumnya berasal atau bersandarkan nama penyeru
atau nama asal munculnya. Misalnya, Budha diambil dari nama pencetusnya,
yaitu Budha (Sidharta Gautama), Kristen dari Kristus atau nama lainnya
Nasrani (karena Yesus lahir di daerah Nazaret). Sedangkan nama Islam
adalah pemberian langsung dari Allah, yakni dienul Islam (Cahyadi
Takariawan, dkk., 2003: 79).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
Islam adalah agama samawi yang diturunkan Allah melalui rasul-Nya yang
berisi ajaran-ajaran mulia untuk disampaikan kepada manusia. Ajaran-ajaran
tersebut berisi aturan-aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
2. Karakteristik Islam
Cahyadi Takariawan (2003: 81) menjelaskan bahwa Islam memiliki
karakteristik, di antaranya:
a. Rabbaniyah (ketuhanan)
Rabbaniyah (ketuhanan) adalah berorientasi kepada Allah dalam
segala aspeknya. Orientasi tersebut meliputi: (1) rabbaniyah ghayah wa
mijhah (orientasi ketuhanan dalam tujuan dan sudut pandang), yakni
bahwa Islam menjadikan tujuan akhir dan sasarannya jauh ke depan, yaitu
menjaga hubungan dengan Allah secara baik demi mencapai ridha-Nya.
(2) rabbaniyah masdar wa manhaj (orientasi ketuhanan dalam sumber
hukum dan sistem), yakni bahwa sistem yang telah ditetapkan oleh Islam
guna mencapai sasaran dan tujuan itu badalah sistem rabbani yang murni,
yang berasal dari Allah.
b. Al-insaniyah (kemanusiaan)
Selain berorientasi ketuhanan, ternyata Islam adalah ajaran yang
sangat manusiawi. Islam itu istimewa dengan kecenderungan
kemanusiaannya yang jelas, tetap, dan asli dalam akidah, syariat, dan
39
akhlak. Buah dari insaniyah dalam Islam adalah ukhuwah (persaudaraan),
persamaan, dan kebebasan. Prinsip persaudaraan dalam Islam adalah
karena berasal dari satu keturunan, yaitu Adam dan Hawa. Di samping itu,
dasar keimanan merupakan bagian dari dasar persaudaraan yang mengikat
kaum muslimin di manapun berada.
c. Syumul (universal)
Risalah Islam adalah risalah yang panjang terbentang sehingga
meliputi semua abad sepanjang zaman, terbentang luas sehingga meliputi
semua cakrawala umat, dan begitu mendalam sehingga memuat urusan-
urusan dunia-akhirat. Risalah Islam memuat risalah sampai akhir zaman,
risalah bagi alam semesta, dan risalah untuk segala sektor kehidupan.
d. Al-Wasthiyyah (moderat)
Moderat atau tawazun (keseimbangan) adalah keseimbangan di
antara dua jalan atau dua arah yang saling berhadapan atau bertentangan
yang salah satu dari dua jalan tersebut tidak bisa berpengaruh dengan
sendirinya dan mengabaikan yang lain. Contohnya individu dengan
kolektif, kontekstual dengan idealisme, konsisten dengan perubanhan.
Modert dalam Islam meliputi moderat dalam ideologi, moderat di antara
rasionalis dan naturalis, moderat dalam memperlakukan nabi, moderat
dalam meletakkan akal dan wahyu/ ilham, moderat dalam sisi ketuhanan
dan kemanusiaan beribadah, dan moderat di antara orientasi dunia-akhirat.
e. Al-Waqi’iyyah (kontekstual)
Islam adalah serangkaian kalam Allah yang abadi bagi manusia.
Allah menjamin Islam sebagai ajaran yang sesuai dengan kondisi manusia
di mana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja. Kontekstual dalam Islam
meliputi kontekstual dalam akidah, kontekstual dalam ibadah, kontekstual
dalam akhlak, dan kontekstual dalam syariat.
f. Al-Wudhuh (jelas)
Islam adalah risalah yang jelas, baik berhubungan dengan asas-
asanya, sumber hukumnya, sasaran dan tujuan, maupun kejelasan sistem
dan jalan penyelesaiannya. Kejelasan dalam Islam meliputi kejelasan
40
dalam ibadah, kejelasan dalam akhlak/ adab, kejelasan dalam hukum,
kejelasan dalam tujuan beragama, serta kejelasan sistem dan jalan
penyelesaian masalah.
3. Sumber Ajaran Islam
Zakiah Darajat, dkk (1984) menyatakan bahwa sumber ajaran Islam
berasal dari Alquran dan hadits, serta terdiri dari akidah yang merupakan akar
yang menunjang kokohnya batang di atas permukaan bumi, syariat
merupakan batang yang berdiri kokoh di atas akar, dan akhlak yang
merupakan buah dari akar dan batang. Akidah berkaitan dengan kepercayaan
dan keimanan seseorang kepada Allah. Syariat berhubungan dengan masalah
hukum dan norma yang mengatur manusia dalam menjalankan ajaran-ajaran
Islam. Syariat terdiri dari ibadah dan muamalah. Sedangkan akhlak berkaitan
dengan perilaku manusia.
Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah
dan al-Hadits yang memuat Sunnah Rasulullah saw. Komponen utama
agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan
akhlak) dikembangkan dengan ra’yu atau akal pikiran manusia yang
memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain, yakni kewajiban
pribadi setiap muslim dan musimah, sedangkan mengkaji ajaran Islam
terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada
masyarakat atau kelompok masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh
setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat an-Nisa (4) ayat 59
yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah,
taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”.
Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah,
kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka
sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul
terhimpun sekarang dalam al Hadits, kehendak ’penguasa’ (ulil amri)
termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat
41
karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk
mengalirkan ajaran Islam dari dua sumber utamanya yakni Al-Quran dan Al-
Hadits dengan ra’yu atau akal pikirannya.
Menurut hadits Mu’az bin Jabal (nama sahabat nabi yang diutus
Rasulullah ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana) sumber ajaran Islam
ada tiga, yakni (1) Al-Quran (Kitabullah), (2) As-Sunnah (kini dihimpun
dalam al-Hadits) dan (3) Ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi
syarat untuk berijtihad. Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan
mempergunakan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan
pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami
wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuk ajaran mengenai
hukum (fikih) Islam dari keduanya.
Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam
yang utama adalah Alquran dan Al-Sunnah, sedangkan penalaran atau akal
pikiran sebagai alat untuk memahami Alquran dan Al-Sunnah.
a) al-Qur’an
Al-Quran adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan
utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan
yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw
sebagai Rasulullah saw sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan
22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah.
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23
tahun itu dapat dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika
Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan
ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah.
Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di
Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun
sesudah Nabi Muhammad pindah ke Madinah dinamakan ayat-ayat
Madaniyah.
Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di
sekitar pengertian Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-
42
Syafi’i misalnya mengatakan bahwa Alquran bukan berasal dari akar
kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan memakai kata hamzah.
Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah
(firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Sementara itu, Al-Farra berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari
kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat
dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama
lain saling berkaitan. Selanjutnya, Al-Asy’ari dan para pengikutnya
mengatakan bahwa lafal Alquran diambil dari akar kata qarn yang
berarti menggabungkan suatu atas yang lain; karena surat-surat dan
ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling bergabung dan berkaitan.
Al-Quran berisi: (1) Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya
pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari
86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya
panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri
dari 28 surat, 1456 ayat. (2) Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-
kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedangkan ayat-ayat Madaniyah
dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-
orang yang beriman). (3) Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi
tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemahaesaan Allah, hari
Kiamat, akhlak, dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
sedangkan ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan,
masyarakat, dan sebagainya.
Al-Quran sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia,
berisi hal-hal antara lain: (1) Petunjuk mengenai akidah yang harus
diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan
keesaan Allah dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan,
perhitungan serta pembalasan kelak. (2) Petunjuk mengenai syari’ah
yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan
Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di
dunia ini dan di akhirat kelak. (3) Petunjuk tentang akhlak, mengenai
43
yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam
kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. (4)
Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah
kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah,
sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir
besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang
ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya. (5) Berita
tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir
manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai
dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israfil. “
Apabila sangkakala pertama ditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-
gunung, lalu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah
terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”.(Q.S. al-Haqqah (69):13-
16. (6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. (7) Hukum yang
berlaku bagi alam semesta.
b) Hadits atau As-Sunnah
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain
didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadits juga
didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh
sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadits,
baik pada masa Rasulullah saw. masih hidup maupun setelah beliau
wafat.
Menurut bahasa As-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan,
terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk.
Pengertian As-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadits Nabi
yang artinya: ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang
terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi
orang yang mengerjakannya; dan barang siapa yang membuat sunnah
yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan
dosa bagi orang yang mengerjakannya.
44
Sementara itu, Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama
ahli hadits mengartikan As-Sunnah, Al-Hadits, Al-Khabar dan Al-
Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
ketetapan. Sementara itu, ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah
adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw dalam bentuk
ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan
hukum. Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, As-
Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan Alquran.
Keberadaan As-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian
ayat Alquran: (a) Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan
perincian; (b) Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki
pengecualian; (c) Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang
menghendaki pembatasan; dan ada pula (d) Isyarat Alquran yang
mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki
penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan
terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di
dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadits nabi.
Al-Hadits adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai
sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadits mempunyai peranan
penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman
hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang
perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan
diamalkan. Ada tiga peranan al-Hadits di samping al-Quran sebagai
sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut: (a)
Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran.
Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang salat tetapi mengenai
tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi. (b) Sebagai penjelasan
isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintahkan manusia
mendirikan salat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan
banyaknya raka’at, cara, rukun, dan syarat mendirikan salat. Nabilah
45
yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat,
cara, rukun, dan syarat mendirikan salat. (c) Menambahkan atau
mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar
ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi
mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak
terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4): 23.
Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan
tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara
dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.
Hadits atau sunnah yang dihimpun kini dalam kitab-kitab hadits
(al-Hadits), terdiri dari ucapan (qaul), perbuatan (fi’il) dan sikap diam
nabi tanda setuju (taqrir atau sukut). Orang-orang yang
mengumpulkan sunnah nabi (dalam kitab-kitab hadits) menelusuri
seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan, dan sikap diam nabi.
Hasilnya di kalangan Sunni terdapat enam kumpulan hadits, yang
utama ialah yang dikumpulkan oleh Al-Bukhari dan Muslim yang
mendapat pengakuan di kalangan Sunni (ahlul sunnah wal jama’aah)
sebagai sumber ajaran Islam kedua (utama) sesudah kitab suci al-
Quran.
c) Ra’yu atau Akal Pikiran yang dilaksanakan dengan Ijtihad.
Menurut ajaran Islam manusia dibekali Allah dengan berbagai
perlengkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan
kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat
membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dengan
yang buruk, antara kenyataan dengan khayalan. Dengan
mempergunakan akalnya manusia akan selalu sadar dan dapat
memilih jalan yang dilaluinya, membedakan mana yang mutlak mana
yang nisbi. Karena manusia bebas menentukan pilihannya, ia dapat
dimintai pertanggungjawaban mengenai segala perbuatannya dalam
memilih sesuatu.
46
Perkataan al-’aqal dalam bahasa Arab berarti pikiran dan
intelek. Di dalam bahasa Indonesia pengertian itu dijadikan kata
majemuk akal pikiran. Perkataan akal dalam bahasa asalnya
dipergunakan juga untuk menerangkan sesuatu yang mengikat
manusia dengan Tuhan. Akar kata ’aqal mengandung makna ikatan.
Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran
Islam. Sumber ajaran Islam ini biasa disebut dengan istilah ar-ra’yu
atau sering juga disebut ijtihad. Namun makna ijtihad sendiri
sebenarnya adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan
dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari,
menemukan dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau
tidak terdapat patokannya di dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Ia
merupakan suatu proses, karena itu ijtihad dapat dilakukan bersama-
sama oleh beberapa orang (yang hasilnya menjadi ijma’ atau
konsensus dan dapat pula dilakukan oleh orang tertentu yang hasilnya
menjadi qiyas atau analogi).
Sebagai hasil ketekunan keilmuwan muslim mempelajari Al-
Quran dan Al-Hadits (sebagai sumber utama agama dan ajaran Islam)
dan kemampuan mereka mempergunakan akal pikiran atau ra’yu
melalui ijtihad, mereka telah berhasil menyusun berbagai ilmu dalam
ajaran Islam seperti ilmu tauhid atau ilmu kalam yang (kini) sering
disebut dengan istilah teologi, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan ilmu
akhlak.
Di samping itu mereka juga telah berhasil menyusun norma-
norma dan seperangkat penilaian mengenai perbuatan manusia dalam
hidup dan kehidupan, baik dalam hidup pribadi maupun di dalam
hidup kemasyarakatan. Sistem penilaian mengenai perbuatan manusia
yang diciptakan oleh ilmuwan muslim itu, dalam kepustakaan
Indonesia dikenal dengan nama al-ahkam al-khamsah (lima kategori
47
penilaian, lima kaidah atau sering disebut juga lima hukum dalam
Islam).
4. Aliran-aliran dalam Islam
Abu Zahrah (1991) menyatakan bahwa aliran-aliran Islam bisa
digolongkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
a. Aliran-aliran politik, yang meliputi:
(1) Syiah. Syiah adalah kaum yang berlebih-lebihan dalam memuja
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka tidak mengakui
khulafaurrasyidin yang lain (pemimpin setelah Nabi Muhammad
meninggal dunia, mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Usman bin Affan). Orang Syi’ah berkeyakinan bahwa Ali bin Abi
Thalib adalah seseorang yang telah dipilih oleh Nabi Muhammad
dan dialah yang paling mulia daripada sahabat yang lain. Kaum
Syi’ah ada yang ekstrim (ghulat) dalam menjunjung Ali dan
keluarganya, dan sebagian yang lain moderat, dimana mereka
hanya menjunjung Ali lebih dari para sahabat tanpa mendudukkan
Ali pada tingkatan sakral yang lebih dari sekedar manusia biasa.
(2) Khawarij. Khawarij adalah kaum yang berlebih-lebihan membenci
Ali bin Abi Thalib. Mereka suka mengafirkan umat Islam lain yang
tidak sepaham dan mengikuti mereka. Prinsip-prinsip ajaran mereka
antara lain: pemilihan khalifah (pemimpin) tidak berlaku kecuali
dengan pemilihan yang bebas dan benar yang diikuti oleh seluruh
umat Islam dan bukan hanya dipilih oleh satu golongan; tidak ada
satupun dari warga Arab yang mempunyai wewenang khusus untuk
menjadi khalifah; Sekte Najdat Khawarij berkeyakinan bahwa
seorang imam (pemimpin) itu tidak diperlukan lagi apabila manusia
di tempat itu sanggup melakukan tugas mereka masing-masing
dengan insaf; mereka tidak membeda-bedakan antar dosa yang satu
dengan dosa yang lain, bahkan kesalahan dalam berpendapat pun
termasuk dosa karena akan bisa menimbulkan perbedaan kebenaran
dalam pandangan mereka.
48
(3) Aliran Ahlu Sunnah (Fuqaha dan Mudditsun) atau Madzab
Jumhur (kesepakatan) dalam Khilafah. Aliran ketiga ini berpendapat
bahwa dua golongan di atas (Syiah dan Khawarij) adalah kaum
yang tersesat pemikirannya karena berlebih-lebihan dalam
mempertahankan pendapat. Kaum Syi’ah tersesat karena
menempatkan khilafah sebagai wasiat dari Nabi Muhammad kepada
orang sesudahnya. Sedangkan Kaum Khawarij keluar dari setiap
ikatan peraturan khilafah. Jumhur berada di antara keduanya.
Disepakati oleh jumhur ulama tentang kewajiban menentukan imam
yang akan menegakkan hukum, mengumpulkan zakat dari orang
kaya untuk orang miskin, menjaga harta benda, menjadi penengah
dalam percekcokan, meyatukan kekuatan, menegakkan syariat,
menyatukan kelompok-kelompok, dan mendirikan negeri adil
(Madinah Fadhilah) yang diinginkan Islam. Oleh sebab itu, syarat-
syarat imam menurut jumhur ulama di antaranya: orang quraisy,
baiat (janji setia), musyawarah, dan adil.
b. Aliran-aliran akidah yang meliputi aliran lama yang terdiri dari:
(1) Jabariyah, aliran yang memiliki prinsip-prinsip: surga dan neraka
akan hancur; iman adalah pengetahuan dan kufur adalah
kebodohan; firman Allah (kalamullah) adalah baru (hadits) dan
bukan qadim (aksiden); dia tidak mensifati Allah sebagai zat yang
hidup, ilmu dengan pendapatnya, ”Aku tidak mensifati Allah
dengan suatu sifat yang bisa digunakan untuk makhluk”; dan
melihat Allah pada hari kiamat adalah tidak mungkin.
(2) Qadariyah, aliran yang meniadakan qadar (takdir, ketentuan
Allah) tetapi menetapkan adanya takdir dari hamba, mereka itu
menjadikan setiap sesuatu sebagai kehendak dari Allah. Mereka
seakan-akan memberikan kekuasaan atas takdir kepada manusia.
(3) Murji’ah, aliran yang menfatwakan bahwa berbuat maksiat tidak
memberi mudharat kalau orang sudah beriman, sebaliknya
berbuat kebajikan tidak akan memberi manfaat jika orang kafir.
49
(4) Mu’tazilah, aliran yang berpaham bahwa Allah tidak
mempunyai sifat dan tidak bisa dilihat dengan mata di surga,
mikraj Nabi Muhammad hanya dengan ruh.
(5) Asy’ariah, aliran yang berpaham: orang-orang saleh mendapat
kemungkinan untuk mendapat tanda khusus yang disebut
karamah sebagai pembeda dari mukjizat; mereka mengambil
segala apa yang bersumber dari sunnah dalam bidang akidah
tanpa membedakan sumber yang mutawatir atau yang ahad;
mereka memegang pada kenyataan-kenyataan ayat yang belum
jelas pengertiannya, tanpa mentakwilkannya sehingga mereka
berpendapat bahwa Allah mempunyai wajah, tangan, dan
sebagainya, hanya saja wajah dan tangan Allah berbeda dengan
makhluk-Nya; mereka berpendapat bahwa apa yang diyakini itu
merupakan pendapat dari Imam bin Hanbal yang dianggap imam
pendahulu.
(6) Maturidiyah, aliran yang berpaham bahwa mereka
menggunakan hukum akal sejauh tidak bertentangan dengan
hukum syariat, tetapi jika bertentangan dengan syariat maka akal
harus tunduk pada ketentuan hukum syariat. Jadi mereka boleh
menafsirkan Alquran dan menjadikan hal-hal yang masih samar
menjadi jelas. Jika manusia tidak memiliki daya nalar untuk
mentakwilkan ayat maka pasrah kepada Allah adalah tindakan
yang paling selamat.
(7). Salafiyah, aliran yang berpaham ingin kembali pada akidah yang
sesuai dengan Alquran dan sunnah, seperti yang terjadi pada
masa sahabat dan tabi’in. Mereka menjadikan akal selalu
berjalan di belakang Alquran dan hadits. Untuk menguatkan dan
memuliakannya ia tidak berdiri sendiri dengan dalil-dalil sendiri,
tetapi selalu mendekati makna nash-nash.
c. Aliran-aliran akidah modern yang meliputi:
50
(1) Wahabiyah, aliran yang muncul disebabkan karena banyaknya
orang yang melampau batas dalam rangka mengagungkan dan
memohon berkah kepada orang-orang saleh, dan mendekatkan
diri kepada Allah dengan cara berziarah ke kuburan mereka, serta
banyaknya bid’ah yang bukan dari agama. Bid’ah-bid’ah tersebut
sudah meluas dalam praktik-praktik keagamaan dan aktivitas-
aktivitas sehari. Prinsip-prinsip dakwah mereka antara lain:
mereka tidak cukup dengan menjadikan ibadah sebagaimana
dalam tuntunan Islam yang terkandung dalam Alquran dan hadits
atau yang disebutkan Ibnu Taimiyah, tetapi mereka
menginginkan agar adat istiadat juga tidak boleh keluar dari
wawasan Islam; pada mulanya mereka mengharamkan kopi dan
sejenisnya, tetapi kemudian akhirnya mereka memperingan hal
itu; Kaum Wahabi tidak terbatas pada dakwah saja, tetapi lebih
luas lagi mereka menggunakan kekerasan bagi para
penentangnya dengan alasan memerangi bid’ah; gerakan ini
menghancurkan setiap bangunan kuburan yang mereka dapatkan;
mereka terikat dengan hal-hal kecil yang tidak mengandung
keberhalaan, tetapi mereka mengharamkannya, seperti
mengharamkan fotografi; mereka meluaskan pengertian bid’ah
secara aneh sehingga meletakkan tutup di atas kuburan Nabi
dianggap bid’ah; dan sebenarnya aliran wahabiyah menerapkan
pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan mendukung sepenuhnya,
hanya saja mereka lebih meluaskan pengertian bid’ah dan
menduga hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan ibadah sebagai
hal yang bid’ah.
(2) Bahaiyah, aliran ini termasuk sesat karena bertentangan dengan
Alquran dan sunnah. Prinsip-prinsip pemahaman mereka antara
lain: mereka tidak percaya dengan hari akhir; menyeru untuk
mempercayai bahwa dirinya adalah potret dari nabi-nabi
terdahulu; percaya akan menyusupnya Tuhan ke dalam makhluk,
51
dan Allah pun menyatu dalam dirinya, serta akan menyatu pada
orang-orang sesudahnya; risalah Nabi Muhammad bukanlah
risalah terakhir; dan huruf-huruf serta angka-angka mempunyai
tuah, terutama angka 19; perempuan mendapat hak yang sama
dalam menerima harta waris; dan menyeru kepada persamaan
mutlak antarmanusia tanpa membedakan jenis, agama, dan warna
kulit.
(3) Qadyaniyah, aliran yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad.
Aliran ini juga termasuk sesat karena memiliki ajaran-ajaran
sebagai berikut: mewajibkan umat Islam untuk menaati bangsa
Inggris; jihad sudah habis masanya karena sudah habis tujuan-
tujuan jihad itu; Mirza Ghulam Ahmad tidak mengafirkan orang-
orang Islam yang bukan pengikutnya, kecuali jika mereka
mengafirkannya; dilarang kawin dengan perempuan-perempuan
qadyaniyah sebelum beriman kepada nubuat Ghulam Ahmad.
Selain aliran-aliran akidah modern di atas, Hartono Ahmad Jaiz (2009:
29 – 146) menyatakan bahwa terdapat aliran-aliran lain di Indonesia di
antaranya:
1) Inkar Sunnah
Paham Inkar Sunnah muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an.
Mereka menamakan pengajian yang mereka adakan dengan sebutan
Kelompok Qurani (Kelompok Pengikut Alquran). Pokok-pokok ajaran
Inkar Sunnah antara lain:
(1). Tidak percaya kepada semua hadis Nabi Muhammad. Menurut
mereka, hadis itu buatan Yahudi untuk menghancurkan Islam
dari dalam.
(2). Dasar hukum dalam Islam hanya Alquran.
(3). Syahadat mereka adalah Isyhadu biannana muslimin.
(4). Salat mereka bermacam-macam, ada yang salatnya dua rekaat-
dua rekaat dan ada yang hanya ingat.
52
(5). Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan, kalau seorang
saja yang melihat bulan, maka hanya dialah yang wajib puasa.
(6). Haji boleh dilakukan selama empat bulan haram, yaitu Muharam,
Rajab, Zulqaidah, dan Zulhijah.
(7). Pakaian ihram adalah pakaian orang Arab dan membuat repot.
Oleh sebab itu waktu mengerjakan haji boleh memakai celana
panjang dan baju biasa serta memakai jas/ dasi.
(8). Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
(9). Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan tentang ajaran
Alquran (isi kandungan Alquran).
(10). Orang yang meninggal dunia tidak disalatkan karena tidak ada
perintah dalam Alquran.
2). Aliran Pembaharu Isa Bugis
Isa Bugis lahir tahun 1926 di Bhakti Aceh Pidie. Ia ingin
menerjemahkan dan menganalisis agama Islam berdasarkan teori
pertentangan antara dua hal. Seperti ideologi komunis dengan
kapitalis, antara nur (cahaya) dan dzulumat (kegelapan). Pokok-pokok
ajaran Isa Bugis antara lain:
(1). Air Zam-zam di Mekah adalah air bekas bangkai orang Arab.
(2). Semua kitab tafsir Alquran yang ada sekarang harus dimuseumkan
karena semuanya salah.
(3). Menolak semua mukjizat para nabi dan rasul, seperti kisah Nabi
Musa AS. membelah laut dengan tongkatnya dalam Alquran
adalah dongeng Lampu Aladin.
(4). Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail adalah dongeng.
(5). Kakbah adalah kubus berhala yang dikunjungi oleh turis setiap
tahun.
(6). Ilmu fikih, ilmu tauhid dan sejenisnya adalah syirik. Ulama yang
mengajarkan ilmu tersebut harus disingkirkan ke Pulau Seribu.
(7). Alquran bukan bahasa Arab sehingga untuk mempelajari Alquran
tidak perlu belajar bahasa Arab, tata bahasa Arab dan sejenisnya.
53
(8). Setiap orang yang cerdas diberi kebebasan untuk menafsirkan
Alquran walaupun tidak mengerti bahasa Arab.
(9). Ajaran Nabi Muhammad adalah pembangkuit imperialisme Arab.
(10). Ajaran kurban pada waktu ’idul adha tidak ada dasar
kebenarannya.
(11). Mubaligh-mubaligh Islam yang menyebarkan agama ke luar
tanah Arab adalah pemabuk kegelapan yang haus darah dan
harta.
(12). Indonesia adalah di antara sekian banyak korban dari kebiadaban
Arabisme.
(13). Lembaga pembaharu (yang dipimpin oleh Isa Bugis) adalah nur,
sedangkan orang atau golongan di luar Lembaga Pembaharu Isa
Bugis adalah kegelapan, sesat serta kafir.
(14). Sekarang masih periode Mekah sehingga belum diwajibkan salat,
puasa dan lainnya.
3). Gerakan Darul Arqam
Gerakan Darul Arqam berasal dari Malaysia dan pernah
menghebohkan negara tersebut serta telah dilarang di sana sejak
tanggal 15 Agustus 1994. Sekarang masih berkembang di Indonesia
dan berganti nama menjadi Hawariyun. Gerakan tersebut dinyatakan
sesat oleh MUI. Kesesatannya adalah pendiri Darul Arqam, Syaikh
Ahmad Suhaimi mengaku bertemu dengan Nabi Muhammad dalam
keadaan terjaga, kemudian Nabi Muhammad diklaim memberi wirid
(amalan bacaan) yang kemudian disebut Aurad Muhammadiyah.
Klaim seperti itu bertentangan dengan Islam karena Nabi Muhammad
sudah wafat dan syariat Islam dinyatakan sudah sempurna oleh Allah
dalam Alquran.
4). Gerakan Lembaga Kerasulan (LK)
Gerakan LK banyak berkembang di Indonesia terutama di kota-
kota besar. Anggota gerakan tersebut mempunyai disiplin yang tinggi.
Mereka mengaji biasanya tengah malam. Paling cepat pengajiaannya
54
dimulai jam 23.00 WIB ketika orang lain sudah tidur. Pokok-pokok
ajaran L. K. di antaranya:
(1). Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
(2). Wajib baiat (disumpah) serta taat pada imam.
(3). Dosa bisa ditebus dengan uang kepada imam. Besar kecilnya uang
tebusan tersebut tergantung pada besar kecilnya dosa yang telah
dilakukan. Yang berhak menentukan uang tebusan itu adalah
imam.
(4). Di luar kelompok mereka adalah kafir.
(5). Perkawinan harus di hadapan imam mereka dan diakadkan oleh
imam mereka, serta orang tua tidak perlu diberi tahu.
(6). Membagi suasana menjadi periode Mekah dan Medinah. Sekarang
masih periode Mekah dan belum wajib salat, puasa, haji, serta
belum diharamkan minuman yang memabukkan.
(7). Mengaji harus kepada imam dan sangat selektif terhadap
kehadiran orang lain.
5). NII-Ma’had Al-Zaytun
NII-Ma’had Al-Zaytun adalah aliran sesat di Indonesia yang
dipimpin oleh Abu Ma’ariq atau Abu Toto. Penyimpangan yang
dilakukan oleh kelompok tersebut termasuk penyimpangan akidah,
penyimpangan syariah, penyimpangan dalam hal berkurban (berkurban
tidak selamanya dengan menyembelih hewan, menyembelih hewan
hanyalah lambang dari pengorbanan), dan melakukan pemerasan.
6). Gerakan Ahmadiyah
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India.
Ia lahir pada tanggal 15 Februari 1835 M dan meninggal pada tanggal
26 Mei 1906 M di India. Ahmadiyah masuk di Indonesia pada tahun
1935, dan sudah mempunyai 200 cabang, terutama di Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Palembang, Bengkulu, Bali,
NTB, dll. Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah di antaranya:
(1). Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya sebagai nabi dan rasul
55
utusan Tuhan.
(2). Kelompok Ahmadiyah mengakui bahwa kitab suci Tadzkirah sama
sucinya dengan kitab suci Alquran karena sama-sama wahyu dari
Tuhan.
(3). Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan rasul
tetap diutus sampai hari kiamat.
(4). Kelompok Ahmadiyah mempunyai tempat suci tersendiri yaitu
Qadian dan Rabwah.
(5). Mereka mempunyai surga sendiri yang terletak di Qadian dan
Rabwah serta sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada
jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
(6). Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki yang bukan
Ahmadiyah, tetapi laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan
wanita yang bukan Ahmadiyah.
(7). Tidak boleh bermakmum dengan (di belakang) imam yang bukan
Ahmadiyah.
(8). Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan, dan tahun sendiri yaitu
nama bulan: Suluh, Tabligh, Aman, Syahadah, Hijrah, Ikhsan,
Wafa, Zuhur, Tabuk, Ikha, Nubuwah, Fatah. Sedangkan nama
tahun mereka adalah Hijri Syamsyi (disingkat H. S.).
7). Baha’i, Aliran Sesat Sempalan Syi’ah
Baha’iyah atau baha’isme menggabungkan agama-agama Yahudi,
Nasrani, Islam, dan lainnya menjadi satu sehingga aliran tersebut jelas-
jelas dinyatakan sebagai nonislam. Pokok-pokok ajaran Baha’iyah di
antaranya:
(1). Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap syariat
telah kadaluarsa.
(2). Mengubah peraturan rumah tangga dengan menolak ketentuan-
ketentuan Islam.
(3). Tidak ada salat jama’ah, yang ada hanyalah salat jenazah secara
bersama-sama.
56
(4). Kakbah bukanlah kiblat yang diakui oleh mereka.
8). Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
LDII didirikan oleh Nurhasan Ubaidah Lubis pada tahun 1951.
Pokok-pokok ajaran LDII antara lain:
(1). Orang Islam di luar LDII adalah kafir dan najis, termasuk kedua
orangtua sekalipun.
(2). Kalau ada orang di luar kelompok LDII salat di masjid mereka,
maka bekas tempat salatnya harus dicuci karena dianggap sudah
terkena najis.
(3). Wajib taat kepada amir atau imam.
(4). Mati dalam keaadaan belum bai’at kepada amir/ imam LDII, maka
akan mati jahiliyah (mati kafir).
(5). Alquran dan hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang
keluar dari mulut imam atau amir mereka).
(6). Haram mengaji Alquran dan hadits kecuali kepada imam/ amir
mereka.
(7). Dosa bisa ditebus kepada sang amir/ imam, besar kecinya tebusan
tergantung pada besar kecilnya dosa yang diperbuat, dan yang
menentukannya adalah amir/ imam.
(8). Harus rajin membayar infaq, sedekah, dan zakat kepada amir/
imam mereka, haram mengeluarkan infaq, sedekah, dan zakat
kepada orang lain.
(9). Harta benda di laur kelompok mereka dianggap halal untuk
diambil atau dimiliki walaupun dengan cara bagaimanapun
memperolehnya.
(10). Apabila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII
kemudian diketahui orang lain, maka salahnya bukan mencurinya
itu, tetapi kenapa mencuri bisa diketahui.
(11). Harta, uang, zakat, infak, sedekah yang sudah diberikan kepada
imam/ amir haram ditanyakan kembali catatannya atau
digunakan untuk apa uang tersebut.
57
(12). Haram membagikan daging kurban atau zakat fitrah kepada
orang di luar LDII.
(13). Haram salat di belakang imam yang bukan kelompok LDII,
kalaupun terpaksa sekali tidak perlu berwudhu karena salatnya
harus diulang kembali.
(14). Haram nikah dengan orang di luar kelompok.
(15). Perempuan LDII kalau akan bertamu ke rumah orang yang bukan
kelompok mereka, maka harus memilih waktu pada saat haid
karena badan dalam keadaan kotor sehingga ketika terkena najis
di rumah orang yang bukan LDII yang dianggap najis itu tidak
perlu dicuci kembali sebab kotor dengan kotor tidak apa-apa.
(16). Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang bertamu di rumah
mereka, maka bekas tempat duduknya harus dicuci karena
dianggap najis.
9). Gerakan Syiah di Indonesia
Gerakan syiah termasuk aliran sesat di Indonesia. Kesesatan dan
penyimpangan syiah di antaranya:
(1) Syiah memandang imam itu ma’sum (suci).
(2) Syiah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/
pemerintahan (imamah) adalah rukun agama.
(3) Syiah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait.
(4) Syiah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar,
Umar, dan Usman.
(5) Syiah menghalalkan nikah mut’ah (nikah kontrak) yang sudah
diharamkan oleh Nabi Muhammad.
(6) Para imam dianggap ma’sum, itu bertentangan dengan Islam
karena yang ma’sum hanyalah Nabi Muhammad.
(7) Syiah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara
menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya,
untuk mengelabui.
10). Lia Aminuddin dan Ajarannya, Agama Salamullah
58
Ajaran Lia Aminuddin termasuk sesat di Indonesia. Beberapa
pokok ajarannya di antaranya:
(1) Malaikat Jibril akan turun kembali ke bumi dan bersemayam di
dalam diri Lia Aminuddin. Oleh sebab itu di manapun Lia berada
selalu bersama Malaikat Jibril.
(2) Lia Aminuddin mengaku menjadi juru bicara Malaikat Jibril dan
mengaku sebagai nabi dan rasul.
(3) Lia Aminuddin mengaku mendapatkan wahyu.
(4) Lia Aminudin mengaku mendapatkan mukjizat.
(5) Agama yang dibawa oleh Lia Aminuddin bernama Salamullah/
perenialisme yang menghimpun seluruh agama.
(6) Lia Aminuddin mengaku sebagai imam mahdi.
(7) Ahmad Mukti (putera Lia Aminuddin) dianggap sebagai Nabi Isa.
(8) Abdul Rahman diyakini sebagai wakil/ imam besar ajaran
Salamullah.
(9) Air sumur Salamullah berkhasiat dapat menyembuhkan penyakit.
(10) Mencukur semua jenis rambut yang ada dalam tubuh, mulai dari
kepala, ketiak, dan lain-lain lalu membakarnya, hal itu dianggap
sebagai ibadah yang diperintahkan Jibril melalui Lia Aminuddin.
Barangsiapa yang telah melakukan itu sama dengan bayi yang baru
dilahirkan.
Abu Ridha (2002:7) menjelaskan bahwa selain aliran-aliran di atas,
terdapat lagi gerakan ormas yang tergolong besar di Indonesia, di
antaranya:
1) Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul muslimin adalah salah satu jamaah dari umat Islam,
mengajak dan menuntut ditegakkannya syariat Allah, hidup di bawah
naungan Islam, seperti yang diturunkan Allah kepada Rasulullah, dan
diserukan oleh para salafushshalih, bekerja dengannya dan untuknya,
keyakinan yang bersih menghujam dalam sanubari, pemahaman yang
benar yang merasuk dalam akal dan pikiran, syariah yang mengatur al-
59
jawarih (anggota tubuh), perilaku dan politik. Mereka berdakwah
kepada Allah. Pokok-pokok ajarannya di antaranya:
(a) Rabbaniyah; segala orientasi individu, sosial atau negara, segala
perbuatan, perilaku, pandangan dan politik harus berkomitmen
dengan apa yang diridhai Allah, mentaati perintah-Nya, dan
menjauhi larangan-Nya.
(b) Menjaga jati diri manusia dari hal-hal yang dapat membuat Allah
murka, mulia dari segala yang rendah, dan berusaha menggapai
tingkat kesucian diri (ikhlas).
(c) Beriman pada hari kiamat, hisab, pembalasan, dan siksa.
(d) Bangga dengan ikatan ukhuwah sesama manusia dan
melaksanakan hak-haknya.
(e) Perhatian dengan peran wanita dan laki-laki sebagai sekutu yang
tidak dapat dipisahkan dalam membangun masyarakat, komitmen
dengan kesempurnaan, persamaan, dan menegaskan akan
pentingnya peran keduanya dalam pembangunan dan kemajuan
masyarakat.
(f) Kemerdekaan, kepemilikan dan musyarakah, hak untuk hidup,
bekerja, dan mendapatkan ketenangan adalah hak mendasar setiap
warga, di bawah naungan keadilan, persamaan dan undang-undang
secara adil.
(g) Nilai-nilai dan akhlak merupakan jaminan ketenangan dan tegas
dalam memerangi kemungkaran dan kerusakan.
(h) Kesatuan umat merupakan hakikat yang harus diwujudkan.
(i) Jihad merupakan jalan satu-satunya bagi umat.
(j) Umat yang berambisi menggapai ridha ilahi dalam perilaku dan
perbuatan, politik dan orientasi, setiap individu bangga dengan
ikatan ukhuwah yang dapat menyatukan dan menyambung tali
persaudaraan di antara mereka, berusaha untuk hidup dengan
bebas, pemahaman yang utuh, kesadaran dan keseriusan dalam
merealisasikan prinsip-prinsip melebihi pemahaman dan perbuatan
60
2) Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi tersebut diambil dari nama Nabi Muhammad SAW.
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang
menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh
penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan
tersebut sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan
kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Ciri Gerakan Muhammadiyah adalah semangat membangun tata
sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik,
menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi
dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan
manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan
kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan
kepada ajaran-ajaran Alquran, di antaranya Surat Ali Imran ayat 104
yang artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung
isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam
secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi, maka dalam butir ke-6
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan:
melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi,
yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan
yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi tersebut, kini
telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan
di seluruh Indonesia.
3) Nahdlatul Ulama (NU)
61
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan
(jam’iyah diniyah islamiah) yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah.
Organisasi tersebut didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K. H.
Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di
Jawa Timur. Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan
dan tokoh agama terkemuka di dalam NU. Tetapi tidak diragukan
bahwa penggerak di balik berdirinya organisasi NU adalah Kiai Wahab
Chasbullah putera Kiai Chasbullah dari Tambakberas Jombang. Pada
tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya K.H. Hasyim
Asy’ari agar mendirikan sebuah organisasi yg mewakili kepentingan-
kepentingan dunia pesantren. Namun ketika itu pendiri pondok
pesantren Tebu Ireng tersebut K. H. Hasyim Asy’ari tidak
menyetujuinya. Beliau menilai bahwa untuk mendirikan organisasi
semacam itu belum diperlukan. Kemudian setelah adanya peristiwa
penyerbuan Ibn Sa’ud atas Mekah, beliau berubah pikiran dan
menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru. Semangat untuk
merdeka dari penjajahan Belanda pada waktu itu dan sebagai reaksi
defensif maraknya gerakan kaum modernis (Muhammadiyah dan
kelompok modernis moderat yg aktif dalam kegiatan politik Sarekat
Islam) di kalangan umat Islam yg mengancam kelangsungan tradisi
ritual keagamaan khas umat islam tradisional adalah yang
melatarbelakangi berdirinya NU.
Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada
kitab-kitab fikih klasik salah satu mazhab seperti yang dilakukan oleh
orang-orang NU. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan
kembali kepada sumber yang aslinya yaitu Alquran dan hadis yaitu
dengan ijtihad para ulama yg memenuhi syarat dan sesuai dengan
perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep
akidah dan tasawuf tradisional yang dalam formatnya dipengaruhi oleh
filsafat Yunani pemikiran agama dan kepercayaan lainnya. Bagi
banyak kalangan ulama tradisional kritikan dan serangan dari kaum
62
reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti
ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-
tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadian. Mazhab
Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini .
Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan
kepada pengikutnya karena di zaman sekarang ini tidak ada orang yang
mampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yg terkandung
di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh. Di sisi lain berdirinya
NU dapat dikatakan sebagai ujung perjalanan dari perkembangan
gagasan-gagasan yg muncul di kalangan ulama di perempat abad ke-
20.
Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatul Tujjar yang
muncul sebagai lambang gerakan ekonomi pedesaan disusul dengan
munculnya Taswirul Afkar sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan
dan Nahdlatul Wathon sebagai gerakan politik dalam bentuk
pendidikan. Dengan demikian bangunan NU didukung oleh tiga pilar
utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar tersebut
di antaranya wawasan ekonomi kerakyatan; wawasan keilmuan dan
sosial budaya; dan wawasan kebangsaan.
Ciri khas NU yang membuatnya berbeda dengan organisasi sejenis
lainnya adalah ajaran keagamaan NU tidak membunuh tradisi
masyarakat bahkan tetap memeliharanya yang dalam bentuknya yang
sekarang merupakan asimilasi antara ajaran Islam dan budaya
setempat. Ciri khas tersebut lebih unik bagi warga nahdliyyin ulama
merupakan maqam tertinggi karena diyakini sebagai waratsatul
anbiya’. Ulama tidak saja sebagai panutan bagi masyarakat dalam hal
kehidupan keagamaan tetapi juga diikuti tindak tanduk keduniaannya.
Untuk sampai ke tingkat itu, selain menguasai kitab-kitab salaf
Alquran dan hadis harus ada pengakuan dari masyarakat secara luas.
Ulama dengan kedudukan seperti itu dipandang bisa mendatangkan
barakah. Kedudukan yang demikian tingginya ditandai dengan
63
kepatuhan dan penghormatan anggota masyarakat kepada para kiai
NU. Persaudaraan di kalangan nahdliyyin sangat menonjol. Catatan
sejarah menunjukkan bahwa dengan nilai persaudaraan itu, NU ikut
secara aktif dalam membangun visi kebangsaan Indonesia yg
berkarakter keindonesiaan. Hal tersebut bisa dilihat dari pernyataan
NU bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk final
dari perjuangan kebangsaan masyarakat Indonesia. Komitmen yang
selalu dikembangkan adalah komitmen kebangsaan yg religius dan
berbasis Islam yg inklusif. Ciri menonjol lainnya adalah bahwa
komunikasi di dalam NU lebih bersifat personal dan tentu sangat
informal. Implikasi yang sudah berjalan lama menunjukkan bahwa
performance fisik terlihat santai dan komunikasi organisasional kurang
efektif. Dengan demikian kebijakan-kebijakan organisasi seringkali
sulit mengikat kepada jamaah. Jamaah seringkali lebih taat kepada kiai
panutannya daripada taat kepada organisasi.
C. Islam Indonesia
Tentang Islam Indonesia, kita dapat membaca perjalan secara geneologis.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya
Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua
(lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi,
yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam yang berciri khas
Indonesia. Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan
masjid, makam, istana. Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama
Islam, berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam
itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan Indonesia tanpa
menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang
merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan
Indonesia dan Islam itu juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha.
Proses akulturasi ini dimaksudkan untuk mengola kebudayaan asing yang
tidak menghilangkan unsur budaya asli hingga bisa diterima oleh penganut
64
kebudayaan tersebut. Karena itu, dalam teori akulturasi, J Powel (dalam Baker Sj
1984: 115), mengungkapakan, akulturasi dapat diartikan sebagai masuknya nilai-
nilai budaya asing ke dalam budaya lokal tradisional. Budaya berbeda itu bertemu,
yang luar mempengaruhi yang telah mampan untuk menuju suatau keseimbangan.
Sementara itu, Kuntjaraningrat (1990: 91), mengartikan, akulturasi sebagai suatu
kebudayaan dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suatu kebudayaan asing
yang demikian berbeda sifatnya, sehingga unsur kebudayaan asing tadi lambat
laun diakomodasikan dan diintegrasikan kedalam budaya itu sendiri tampa
kehilangan kepribadiaan dan kebudayaanya.
Kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya setempat,
memudahkan Islam masuk ke lapisan paling bawah dari masyarakat. Akibatnya,
kebudayaan Islam sangat dipengaruhi oleh kebudayaan petani dan kebudayaan
pedalaman, sehingga kebudayaan Islam mengalami transformasi bukan saja
karena jarak geografis antara Arab dan Indonesia, tetapi juga karena ada
jarakjarak kultural. Proses kompromi kebudayaan seperti ini tentu membawa
resiko yang tidak sedikit, karena dalam keadaan tertentu seringkali mentoleransi
penafsiran yang mugkin agak menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
Secara sosiokultur, Islam Indonesia dapat dimaknai paling tidak mendekati
pada tata kehidupan yang islami pada satu sisi, dengan mengakomodir nilai-nilai
keindonesiaan yang sarat dengan budayanya sendiri secara orisinal pada sisi yang
lain, sehingga akan melahirkan tipologi baru yaitu Islam ala Indonesia.
Proses kompromi kebudayaan seperti ini, tentu membawa resiko yang tidak
sedikit, karena dalam keadaan tertentu seringkali mentoleransi penafsiran yang
mungkin agak menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Kompromi kebudayaan
ini pada akhirnya melahirkan, apa yang di pulau Jawa dikenal sebagai sinkretisme.
Agama dan kebudayaan Islam yang masuk ke Indonesia mempengaruhi
kebudayan asli Indonesia, sehingga menimbulkan akulturasi kebudayan, maka
lahirlah corak baru kebudayan Indonesia. Akulturasi kebudayaan Islam dalam
persinggungannya dengan kebudayaan lokal dalam perspektif ekonomi, politik,
sosial, dan budaya dapat dilihat dari cara-cara para mubaligh menyiarkan Islam
ketika itu, guna mewujudkan misi Islam sebagai agama rahmatan lillalamin.
65
Modernisme di Indonesia memang benar adanya. Modernisme telah
masuk ke Indonesia seiring dengan majunya zaman dan masuk dalam
berbagai hal termasuk dalam agama Islam. Sejarah modernisme Islam di
Indonesia sama halnya seperti yang terjadi di dunia Islam lainnya. Awal mula
munculnya modernisme dimulai sejak pertemuan masyarakat Islam Indonesia
dengan barat lewat kolonialisme (Sukron Kaml,2013:55). Seperti kita ketahui
bersama bahwa Indonesia telah dijajah oleh beberapa bangsa Barat
diantaranya Portugis, Belanda, dan Inggris. Oleh sebab itu, bukan mustahil
jika modernisme dengan mudah masuk ke Indonesia.
Gerakan modernisme Islam ditandai dengan diadopsinya system
kelas oleh lembaga pendidikan Islam, semisal Sekolah Adabiyah dan
Sumatera Thawalib, munculnya Sarekat Islam (SI) 1911, Muhammadiyah
1912, al-Irsyad dan Persis. Gerakan-gerakan ini menunjukkan satu hal yang
menonol yaitu konsep kembali pada al-Qur’an dan Hadist yang menunjukkan
semangat ijtihad. Namun di sisi lain menekankan relevansi Islam dalam
konteks kemodernan dan bisa menerima modernitas sebagai produk barat.
Misalnya, system pendidikan modern, pola organisasi modern, demokrasi,
dan pakaian ala barat.
Masyarakat Indonesia selama ini menganggap modernisme sebagai
suatu hal yang negatif. Modernisme yang berasal dari kata Modern dan Isme
menjadi sebuah paham yang mengarah kepada segala sesuatu yang modern
dan kebaratbaratan. Modernitas yang notabene dibawa oleh bangsa Barat
dianggap telah merusak moral dan etika bangsa Indonesia. Contoh saja
modernitas dalam tingkat alat, yaitu munculnya alat-alat teknologi canggih
seperti televisi, gadget, dan alatalat lainnya. televisi sebagai hasil modernitas
dalam tingkat alat sedikit banyak telah menggerogoti moral bangsa Indonesia.
Televisi yang awalnya muncul sebagai media informasi audio-visual seolah
berganti fungsi menjadi media hiburan semata. Jika dibandingkan, tayangan-
tayangan yang disajikan oleh stasiun televisi lebih banyak memberikan porsi
hiburan daripada informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
66
Hal inilah yang menjadikan masyarakat Indonesia menjadi apatis
terhadap modernitas. Padahal Nurcholis Madjid meyatakan bahwa yang
dinamakan modernitas tidaklah selalu berkonotasi negative. Cak Nur
menyebutkan bahwa modernisasi adalah rasionalisasi bukan westernisasi
(Agussalim,1986:17), umat Islam khususnya di Indonesia tampak gugup
menyikapi adanya modernisasi yang memang kebetulan datangnya dari Barat.
Menurut Cak Nur, seharusnya umat Muslim dapat bersyukur dengan adanya
modernisasi, karena modernisasi sendiri merupakan konsekuensi logis dari
ajaran tauhid.
Sudah semestinya umat Muslim melakukan pembaruan. Melalui
pembaruan itulah umat muslim akan terus eksis dan dapat mengisi proses
demokrasi yang sedang berjalan. Kesadaran membangun pembaruan ini
sudah semestinya dimiliki oleh setiap umat Islam, lebih khusus lagi oleh
mahasiswa Islam di seluruh tanah air atau bahkan dunia. Mahasiswa yang
memiliki peran sebagai agent of change dan agent of social control bagi
masyarakat harus mampu menciptakan sebuah gerakan pembaruan demi
terwujudnya cita-cita luhur bangsa dan kaffah dalam berislam.
Sebagai pemikiran besar tentang keislaman, secara garis besar, berisi
tentang ketuhanan, alam, kemanusiaan, demokrasi, keadilan ekonomi dan
ilmu pengetahuan. Tentang ketuhanan, pertama-tama dijelaskan bahwa
kepercayaan melahirkan nilai-nilai yang kemduian melembaga dalam
tradisitardisi. Karena kecenderungan mempertahankan tradisi, manusia
seringkali mengalami hambatan dalam perkembangan peradaban dan
kemajuan manusai (modernitas). Oleh sebab itu, manusia harus selalu
bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai tradisional
dan menganut kebenaran mutlak yaitu kebenaran yang berasal dari Allah.
(2:147).
Mengingat Allah yang menciptakan segala yang ada di langit dan di
bumi dengan sebenarnya dan menganutnya dengan pasti, maka alam adalah
eksistensi riil dari ciptaan-Nya. Alam diciptakan tidak menyerupai Allah, dan
Allah pun untuk keseluruhan yang lain tidak sama dengan yang lain. Untuk
67
mengisi alam semseta ini, Allah pun menciptakan manusia yang
berkedudukan sebagai khalifah (2:30). Manusia ditugaskan untuk mengatur
dan mengelola alam ini sebaikbaiknya sesuai fitrahnya. Fitrah manusai adalah
suci dan berkecenderungan pada kebenaran dan kebaikan (hanif).
Sebagai khalifah di bumi, manusia sepenuhnya bertanggung jawab
atas segala perbuatannya di dunia dan pertanggung jawaban yang terakhir
adalah akhirat sebagai hari agama. Di muka bumi, manusia berperan sebagai
makhluk individual dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia
memiliki kebebasan individu untuk mengembangkan potensi yang
dianugerahkan Allah dalam dirinya. Potensi tersebut dapat dikembangkan dan
diimplementasikan dalam bentuk kerja dan pengabdian untuk keadilan
(Sukron,2013:60).
Kemudian untuk mewujudkan keadilan itu, manusia sebagai makhluk
sosial wajib untuk menegakkannya. Keadilan perlu ditegakkan dalam
berbagai hal, diantaranya dalam hal sosial dan ekonomi. Keadailan sosial
perlu ditegakkan dalam masyarakat Indonesia, melihat kenyataan masyarakat
Indonesia yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat. Adanya beberapa
lapisan dalam masyarakat menciptakan adanya kesenjangan dalam hal
ekonomi. Oleh karena itu, keadilan ekonomi pun perlu ditegakkan agar tidak
ada ketimpangan yang dilakukan oleh orang kaya kepada orang miskin.
Selanjutnya dan yang terakhir adalah tentang ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan merupakan prasyarat bagi manusia untuk beramal shalih. Ilmu
pengetahuan berarti pengertian yang dimiliki manusia secara benar tentang
dunia dan sekitar dirinya. Ilmu pengetahuan adalah hukum alam dan hukum
sejarah, suatu hukum yang mengharuskan manusia setia pada fitrahnya
(Sukron, 2013:60).
D. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini yang relevan ada empat penelitian tentang
pluralisme yaitu penelitian Jauharotul Munawaroh tentang Konsep Pluralisme
Agama dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam Studi Analisis Pemikiran
68
KH. Abdurrahman Wahid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama,
Pemikiran Konsep Pluralisme agama KH. Abdurrahman Wahid yaitu
pribumisasi Islam, nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, prinsip
humanis dalam pluralitas masyarakat, prinsip keadilan dan egaliter. Kedua,
Implikasi dari pemikiran Pluralisme KH. Abdurrahman Wahid dalam
pendidikan Islam bahwa dalam hal ini mengambil dan menganalisis ide-ide
pemikiran pluralism KH. Abdurrahman Wahid yang akan menjadi masukan
bagi dunia pendidikan Islam. Adapun hal-hal yang perlu ditekankan dalam
proses pengajaran pendidikan Islam adalah: paradigma agama, antara inklusif
dan eksklusif; pendidikan Islam, humanis dan egalitarian; demokratisasi
pendidikan serta penuh etika dan moral. Jadi, adanya upaya memadukan
kesalahen personal dan kesalehan sosial: keselamatan insaniyah, kemaslahatan
basyariyah, serta keselamatan alam. Pendidikan tidak semata memicu
kecerdasan yang bersifat kognitif semata, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotorik yaitu: prilaku kongrit terhadap sosial kemasyarakat
(Munawaroh, 2012:1).
Penelitian Fakhruddin Fuad Tentang Korelasi antara Kesadaran
Plurlisme Agama dengan Perilaku Sosial Siswa Muslim SMP Negeri 4
Salatiga Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini merupakan pembuktian
tentang pentingnya pemahaman seseorang terhadap kesadaran pluralisme
agama guna menumbuhkan perilku sosial yang penuh keharmonisan
dikalangan pelajar (Fuad, 2012:23).
Penelitian Jannah, Fadhulil tentang Model Toleransi Keagamaan Remaja
Muslim Pada Lingkungan Beda Agama di Dusun Celengan Desa Lopait
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2014. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa model toleransi yang di terapkan dalam
kehidupan sehari-hari remaja Dusun Celengan adalah Model Toleransi terbuka
Toleransi terbuka yaitu mereka dapat menghormati menyayangi dan
menghargai antar sesamanya sehingga tidak terjadi kekacauan, konflik
ataupun keributan karena adanya perbedaan dan tanpa memandang perbedaan
agama, ras, bahasa, karakter dan sifat, dan tertutup, yaitu mereka yang hanya
69
menghormati dan menyayangi dan menghargai karena terpaksa dan hanya
berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepadanya saja, dalam arti disini
adalah pilih-pilih tidak menyeluruh. Sikap toleransi remaja muslim di Dusun
Celengan mereka merealisasikan dengan bersikap dalam kehidupan sehari-hari
(Fadhulil, 2014:17).
Penelitian Roswidyaningsih Laras tentang Pengaruh Tingkat Toleransie
agama Terhadap Interaksi Sosial di Desa Sampetan Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali Tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan tingkat
toleransi beragama dengan kategori sangat baik dengan jumlah presentase
(40%), kategori baik dengan jumlah persentase (57%), sedangkan kategori
kurang baik berada pada persentase (3%). Hasil penelitian menunjukkan
interaksi sosial kategori sangat baik dengan jumlah persentase (20%), kategori
baik dengan jumlah presentase (57%), sedangkan kategori kurang baik dengan
jumlah persentase (23%). Sehingga hasil penelitian menunjukkan adanya
pengaruh antara tingkat toleransi beragama dengan interaksi sosial di Desa
Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun 2014 (Laras,
2014:15).
70
E. Kerangka Pemikiran
71
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitiaan
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang berdasarkan studi
lapangan (field research) dengan pendekatan phenomenologis. Adapun
langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
asumsi dasar bahwa objek ilmu tidak sebatas pada yang empirik, tetapi
mencakup phenomena yang tidak lain dari pada persepsi, pemikiran, kemauan,
dan keyakinan, subjek tentang sesuatu di luar subjek, ada yang transenden
disamping aposteriorik (Muhadjir,1989:12). Manusia dalam berilmu
pengetahuan tidak dapat lepas dari pandangan moralnya, baik pada taraf
mengamati, menghimpun data, menganalisis ataupun dalam membuat
kesimpulan. Penelitian kualitatif phenomenologis menuntut bersatunya subjek
peneliti dengan subjek pendukung objek penelitian.
Penelitian studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan
kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti
transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan
lain-lain. Dalam penelitan kualitatif perlu menekankan pada pentingnya
kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti
memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan
nyata.(Patton dalam Poerwandari, 1998).
72
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, karakteristik subjek adalah sebagai berikut:
Subjek penelitian ini adalah Dekan Fakultas, Ketua Jurusan, dan kepala UPT
yang ada di wilayah IAIN Salatiga.
C. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu :
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun
berdasarkan dimensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-
pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara.
Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada orang yang
lebih ahli dalam hal ini, yakni pembibing penelitian untuk mendapat
masukan mengenai isi pedoman wawancarara.
Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti
membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan
diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah
peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil
observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi
terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap
perilaku subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti
melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti
sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai.
73
Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan
karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara
dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapannya untuk
diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti
membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat
untuk melakukan wawancara.
2. Tahap pelaksanaan penelitiaan
Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat.
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman
berdasrkan wawancara dalam bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya peneliti
melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-
langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini.
Setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan yang
dilakukan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan
data, yaitu :
1. Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan
data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden,
caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
74
Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari
1998) dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum
wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat
umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan
urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang
eksplisit.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar
pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas
atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan
bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkret dalam
kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual
saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998).
Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan tiga hal yang menjadi
kekuatan metode wawancara :
a) Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer
dengan memberikan penjelasan.
b) Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing
individu.
c) Menjadi stu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah
tidak dapat dilakukan.
75
Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga
memiliki kelemahan, yaitu :
a) Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang
penyusunanya kurang baik.
b) Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang
kurang sesuai.
c) Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi
kurang akurat.
d) Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin
didengar oleh interviwer.
2. Observasi
Di samping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode
observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang
tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami
proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam
konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap
subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan
peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan
data tambahan terhadap hasil wawancara.
Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah
mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang
76
berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna
kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang
diamati tersebut. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal
yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati
hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil
observasi menjadi data penting karena :
a) Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
dalam hal yang diteliti akan atau terjadi.
b) Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka,
berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan
mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
c) Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek
penelitian sendiri kurang disadari.
d) Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal
yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian
secara terbuka dalam wawancara.
e) Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap
introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan
pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat
dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
3. Dokumentasi.
77
Berupa arsip-arsip tentang pencapaian visi misi IAIN Salatiga yang
dilakukan oleh civitas Akademika IAIN salatiga beserta profil, data yang
berkaitan dengan sejarah dan perkembangannya secara fisik dan tersebut.
E. Alat Bantu Pengumpulan Data
Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh
proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut,
mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan
menyimpulkan hasil penelitian.
Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu
(instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga alat
bantu, yaitu:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak
menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya
berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan
pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun
berdasrkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan
observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya
terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya
wawancara.
78
3. Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar
peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tampa harus
berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan
data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek
untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.
F. Keabsahan dan Keajegan Penelitian
Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitataif. Yin
(2003) mengajukan emmpat criteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan
dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah
Sebagai berikut :
1. Keabsahan Konstruk (Construct validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa
yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur.
Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang
tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) ada empat macam
triangulasi Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :
a) Triangulasi data
79
Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.
b) Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus
bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan
masukan terhadap hasil pengumpulan data.
c) Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan
bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian
ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan
menguji terkumpulnya data tersebut.
d) Triangulasi metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti
metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi
pada saat wawancra dilakukan.
2. Keabsahan Internal (Internal validity)
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa
jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan
interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif
80
akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian
tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada
kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.
3. Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)
Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian
dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian
kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan
kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap
kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.
4. Keajegan (Reabilitas)
Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang
penelitian yang sama, sekali lagi.
Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti
selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi
dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian
kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan
data dan pengolahan data.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainya untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang fenomena yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan bagi orang lain (Muhadjir,1989:171). Analisis data
81
sebagaimana menurut Patton yang dikutip oleh Lexy J Moleong adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,
dan satuan uraian dasar (Moleong,1989:103). Analisis dilakukan atas data
yang ditemukan di lapangan, dan bukan sebagai upaya untuk menguji teori
yang telah ditetapkan sebelumnya, mengingat bahwa penelitian kualitatif
menolak pra-konsep sebelum terjun di lapangan (Muhajir,1989:166).
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan induksi
analitik. Data dikumpulkan dianalisis secara induksi untuk mengembangkan
model deskripsi penelitian dan menghasilkan laporan deskripsi analitik.
Dengan fokus masalah komunikasi organisasi Islam Indonesia sebagai
paradigma unifying umbrella keilmuan IAIN Salatiga.
Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisis data kualitatif
untuk proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisis penelitian
kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Marshall
dan Rossman dalam Kabalmay, 2002), di antaranya :
1. Mengorganisasikan data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape
recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya
dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk
tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang
agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah didapatkan.
2. Pengelompokan berdasarkan kategori, tema, dan pola jawaban
82
Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap
data, perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang
muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan
pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis
sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman
ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan
melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan
pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan
singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan
kerangka analisis yang telah dibuat.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang
diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman
terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah
dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh
dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti
dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi
pada subjek.
3. Menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data
Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji
data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau
kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II,
sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis
83
dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki
hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi
mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang ada.
4. Mencari alternatif penjelasan bagi data
Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi
terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan
kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa
perlu mencari suatau alternative penjelasan lain tetnag kesimpulan yang
telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada
alternative penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan
terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir
sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternative lain
melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna
pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.
5. Menulis hasil penelitian
Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan
suatu hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah
kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan
yang dipakai adalah persentase data yang didapat yaitu, penulisan data-
data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi
dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang
diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali
sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis,
84
sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari
subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di
dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.
85
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Proses Komunikasi Organisasi di IAIN Salatiga
Komunikasi merupakan hal penting dalam sistem pengendalian
manajemen yang merupakan alat untuk mengarahkan, memotivasi, memonitor
atau mengamati serta evaluasi pelaksanaan manajemen perusahaan yang mencoba
mengarahkan pada tujuan organisasi dalam perusahaan agar kinerja yang
dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dapat berjalan lebih efesien dan
lancar, yang dimonitor atau yang diatur dalam sistem pengendalian manajemen
adalah kinerja dari perilaku manajer di dalam mengelola perusahaan.
Dalam komunikasi organisasi terkait dengan struktur dan fungsi
organisasi, hubungan antar manusia komunikasi dan proses pengorganisasian
serta budaya organisasi yang ada di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan
yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus
komunikasi vertikal dan horisontal. Komunikasi adalah proses pemindahan
pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain.
Komunikasi juga sebagai suatu proses dimana orang-orang bermaksud
memberikan pengertian-melalui pengiringan berita secara simbolis, dapat
menghubungkan para anggota berbagai satuan organisasi yang berbeda dan
bidang yang berbeda pula, sehingga sering disebut rantai pertukaran informasi. Di
dalam suatu organisasi penting pula hendaknya seorang pemimpin yang mampu
berkomunikasi dengan baik kepada para anggotanya. Kaerna suatu tujuan bisa
salah arti jika tidak terwujudnya komunikasi yang baik dalam organisasi tersebut.
Komunikasi organisasi juga dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan
penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu
organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam
hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu
lingkungan.
86
Perilaku berpengaruh dalam desain system pengendalian manajemen untuk
membantu, mengendalikan, memotivasi manajemen dalam mengambil keputusan
dan memonitor perilaku yang dapat mengendalikan aktivitas-aktivitas yang terjadi
dalam sebuah organisasi. Sistem pengendalian manajemen adalah sejumlah
struktur komunikasi yang saling berhubungan yang mengklasifikasikan proses
informasi yang dapat membantu manajer dalam mengkoordinasi bagiannya untuk
mengubah perilaku dalam pencapaian tujuan organisasi yang diharapkan pada
dasar yang berkesinambungan (Maciarriello dan Kirby, 1994). Untuk membentuk
suatu kerja sama yang baik jelas perlu adanya komunikasi yang baik antara unsur-
unsur yang ada di dalam organisasi tersebut. Komunikasi yang baik akan
menimbulkan saling pengertian dan kenyamanan dalam bekerja.
Komunikasi memungkinkan orang untuk mengkoordinir kegiatan dalam
organisasi untuk mencapai tujuan bersama, komunikasi tidak hanya
menyampaikan informasi saja, tetapi anggota organisasi dapat membentuk makna
dan mengembangkan harapan mengenai apa yang sedang terjadi disekitar anggota
organisasi melalui pertukaran simbol. Komunikasi merupakan unsur pengikat
berbagai bagian yang saling bergantung dari sistem yang ada.
Ada beberapa bentuk komunikasi yang dipakai dalam menyampaikan
informasi, perintah, dan kebijakan yaitu komunikasi vertikal, horosontal, dan
diagonal. Disamping bentuk komunikasi tersebut ada juga komunikasi lisan dan
tertulis, komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi lisan dan tertulis ini
adalah bentuk pesan yang akan disampaikan. Biasanya komunikasi antarpribadi
disampaikan secara lisan maupun tertulis. Sebagian besar proses komunikasi
dalam organisasi terjadi dalam bentuk ini, banyak anggota organisasi yang
menyukai komunikasi lisan karena keakraban yang ditimbulkannya. Komunikasi
lisan dan tertulis juga dapat menimbulkan kecermatan dan ketepatan. Pola
komunikasi di perguruan tinggi tidak hanya terbatas pada pola komunikasi dari
pimpinan saja, tetapi juga bagaimana bawahan ikut memberi sumbang saran
kepada pimpinan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan pola komunikasi yang
baik akan dapat menciptakan iklim komunikasi yang baik juga.
87
Pola komunikasi yang terlihat di lembaga ini adalah dengan menggunakan
media tertulis contohnya dengan diterbitkannya buku pedoman akademik, dan
juga dengan diadakannya rapat-rapat yang bertujuan untuk membahas masalah
yang ada. Pola komunikasi yang ada diperguruan tinggi lebih banyak
menggunakan pola komunikasi dari atasan ke bawahan, ini dapat terlihat dari
adanya instruksi lisan atau tulisan, dan rapat sebagai media komunikasi dalam
organisasi menunjukkan bahwa komunikasi dari atasan lebih banyak dilakukan,
sedangkan komunikasi dari bawahan yang lebih sedikit dipergunakan, ini terlihat
dari rapat-rapat yang diadakan. Rapat hanya diadakan kalau ada yang perlu
dibicarakan atau ketika ada masalah yang memerlukan usulan dari bawahan
Dalam komunikasi organisasi pimpinan juga perlu mendengarkan atau
mengetahui masukan-masukan atau saran-saran dari bawahan, karena itu
komunikasi dari bawahan dapat menunjukkan bahwa pimpinan menghargai
karyawan dan mendengarkan serta berinteraksi dengan karyawan sehingga
membentuk dasar bagi sebuah komunikasi yang efektif, dan salah satu bentuknya
dengan meluangkan waktu untuk pertemuan tatap muka. Dengan adanya
komunikasi dari bawahan kepada atasan mana pimpinan dapat mengetahui
pertama informasi tentang keberhasilan, kemajuan, dan rencana-rencana
mendatang dari para bawahan. Kedua informasi tentang problem-problem
pekerjaan yang memerlukan bantuan dari tingkatan lebih atas dalam organisasi.
Ketiga Ide-ide untuk perbaikan dalam aktivitas dan fungsi yang berhubungan
dengan pekerjaan. Keempat Informasi mengenai perasaan para bawahan tentang
pekerjaan atau isu yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena komunikasi dari
bawahan kepada atasan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
meningkatkan kinerja dalam organisasi maka komunikasi dari bawahan kepada
atasan ini perlu ditingkatkan agar anggota organisasi baik dosen ataupun pegawai
adminstrasi merasa dihargai kehadirannya dan juga dapat diberikan solusi ketika
mempunyai masalah, terutama masalah dalam menjalankan pekerjaannya.
88
Ada tujuh kerangka dasar yang melandasi implementasi Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga meliputi:
1. Nilai-nilai agama dan budaya luhur sebagai spirit
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga mengintegrasikan nilai
Islam dan budaya luhur dalam proses pembelajaran
2. Berbasis partisipasi masyarakat
IAIN Salatiga diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat guna
memenuhi kebutuhan aspirasi warganya, oleh sebab itu dilaksanakan atas
dasar partisipasi masyarakat.
3. Berorientasi pada kemandirian yang tinggi
IAIN Salatiga berpijak kepada prinsip kemandirian yang tinggi di
tingkat satuan kerja karena bertumpu kepada partisipasi masyarakat.
4. Bersifat majemuk dari aspek jalur, jenjang, dan jenis
IAIN Salatiga bersifat majemuk dari berbagai aspek sehingga
memberikan warna tersendiri dalam sistem pendidikan nasional.
5. Nilai-nilai demokratis, keadilan, dan kesetaraan
IAIN Salatiga menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, berkeadilan,
dan berkesetaraan sehingga memberikan keberpihakan yang tinggi kepada
kelompok masyarakat marjinal.
6. Perhatian pemerintah tanpa mengurangi ciri khas
Dengan jelasnya kedudukan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam
(PTKI) dalam sistem pendidikan nasional, perhatian pemerintah semakin
dipertegas secara hukum dan peraturan perundangan, sehingga baik
pemerintah pusat maupun daerah mempunyai kewajiban yang sama dalam
memfasilitasi dan mendukung penyelenggaraan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga dengan tetap mempertahankan ciri khas dan kemandiriannya.
7. Berwawasan kebangsaan Indonesia:
IAIN Salatiga memiliki nilai wawasan kebangsaan Indonesia yang selaras
dengan muatan pendidikan dan proses tata kelolanya.
89
B. Strategi yang Dilakukan untuk Mewujudkan Kampus Berparadigma
Islam Indonesia di IAIN Salatiga
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional bertujuan untuk: 1) mendukung koordinasi antar pelaku
pembangunan; 2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, sinergi baik antar
daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat
dan daerah; 3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; 4) mengoptimalkan partisipasi
masyarakat; dan 5) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2015-2030
yang diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, pendidikan
dan agama memiliki kedudukan dan fungsi yang tak terpisahkan dalam kerangka
pembangunan nasional di bawah payung pembangunan sumber daya manusia dan
kesejahteraan rakyat. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga sebagai
lembaga pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab yang besar dalam
pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan dan penanaman nilai-
nilai agama.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga diselenggarakan untuk: 1)
memenuhi tugas negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan
lembaga sosial dalam melindungi hak-hak anak untuk memeluk ajaran agamanya
meliputi pembinaan, pembangunan, dan pengamalan ajaran agama, serta 2)
memberikan layanan pendidikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sejalan
dengan amanah UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 43 ayat (1,2).
Strategi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dalam mengarahkan
pencapaian tujuan organisasi. IAIN Salatiga akan mampu memberikan arah dalam
penyusunan rencana operasional dan rencana kegiatan. IAIN Salatiga akan
menjadikan semua orang memiliki persepsi dan kesatuan langkah dalam
pencapaian tujuan organisasi.
90
Dalam kerangka pembangunan nasional, Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga memiliki peran strategis dalam melaksanakan amanat Undang-
Undang Dasar Tahun 1945. Dalam Pasal 31 amandemen keempat UUD 45 ayat iii
dan iv yang menyatakan: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
Undang-Undang; Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.” Selanjutnya, ditegaskan dalam
pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: (a) Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, dan (b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
menjalankan amanah untuk melindungi hak dalam memperoleh pendidikan dan
pengajaran sekaligus menjalankan kewajiban negara dalam pembinaan dan
pengamalan ajaran agama.
Keberadaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga juga dapat
memberikan kontribusi dalam tiga aspek utama pembangunan nasional jangka
panjang Indonesia, yaitu (a) sebagai wahana untuk melaksanakan tugas negara,
masyarakat, dan pemerintah dalam memenuhi hak untuk memperoleh pendidikan
agama, (b) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila dan (c) mewujudkan
bangsa yang berdaya saing.
Dalam dimensi pemenuhan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
berperan sebagai pelaksana tugas negara dalam melindungi terwujudnya
pemenuhan salah satu hak asasi manusia melalui penyediaan layanan pembinaan,
pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama Islam. Dalam dimensi perwujudan
masyarakat berakhlak mulia, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
berperan sebagai penyedia layanan pendidikan yang relevan dan sebagai
instrumen dalam pembangunan kondisi mental-spiritual masyarakat. Pada dimensi
penyedia landasan daya saing bangsa, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
91
Salatiga memberikan layanan pendidikan yang bermutu untuk menjawab
tantangan global terhadap kebutuhan sumber daya manusia yang unggul baik di
bidang ilmu pengetahuan maupun karakter tangguh dalam sikap dan perilaku
beragama.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dalam bingkai ideologi
negara dan misi jangka panjang pembangunan Indonesia menempati posisi
strategis yang diharapkan mampu mewarnai dinamika pembangunan bangsa
Indonesia. Posisi strategik tersebut mewarnai aspek pembangunan pendidikan dan
agama peserta didik, ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat secara luas.
Pemenuhan hak dan peningkatan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia
merupakan kata kunci yang dimiliki oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga dalam aspek pembangunan individu. Nilai-nilai agama menjadi dasar
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada pembangunan
masyarakat secara luas, dua posisi strategik Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga dipertegas dengan memajukan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia, dan mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Pada pembangunan
bangsa Indonesia, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga diharapkan
mampu mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
Secara khusus, IAIN Salatiga memiliki posisi strategis dalam membangun
Kota Salatiga yang memiliki karakteristik : kota pendidikan, kota transit atau kota
peristirahatan, dan kota yang memiliki karakteristik masyarakat heterogen. Kaitan
IAIN Salatiga dengan Salatiga dalam konteks sebagai kota pendidikan, memiliki
peran memberikan akses pendidikan pada masyarakat. Salatiga sebagai kota
transit atau kota peristirahatan, IAIN Salatiga memiliki peran dalam menyiapkan
masyarakat yang siap menerima kunjungan dari luar daerah dan sebagai kota yang
damai. Salatiga sebagai kota yang memiliki karakteristik masyarakat heterogen
terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa di Indonesia, maupun dari berbagai negara
yang ada di dunia, IAIN Salatiga memiliki peran dalam mewujudkan sebagai kota
yang aman dan damai.
92
Adapun langkah strategis yang dilakukan oleh lembaga Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga adalah sebagai berikut :
1. Bidang Pengembangan Keilmuan Islam Indonesia
Penyelenggaraan berbagai kajian ilmiah secara terarah untuk menyusun naskah
akademik bangunan keilmuan (Body of Knowledge) berbasis nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
2. Bidang Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi standar mutu untuk
mendukung penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan. Strategi yang dilakukan adalah penyelenggaraan
berbagai kajian ilmiah secara terarah untuk menyusun naskah akademik bangunan
keilmuan (Body of Knowledge) berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan
dengan kebijakan (a) Penjaminan mutu kegiatan ilmiah untuk mewujudkan
bangunan keilmuan (Body of Knowledge) pendidikan berbasis nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan (b) Pelaksanaan kegiatan ilmiah untuk membangun
keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. (c)
pengkajian dan pendokumentasian hasil penelitian, jurnal, artikel, dll sebagai
bahan menyusun bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman
Penyebaran nilai-nilai Islam
Indonesia demiterwujudnya
masyarakat duniayang damaibermartabat
Implementasipendidikan berbasisnilai-nilai keislamandan keindonesiaan
dalam pembelajaranunggul
Tersusunnyabangunankeilmuan
pendidikanberbasis nilai-nilai keislaman
dankeindonesiaan
Pengembanganpendidikan berbasisnilai-nilai keislamandan keindonesiaan
dalam pembelajaranberbasis riset
93
dan keindonesiaan dan (d) penyusunan naskah akademik bangunan keilmuan
pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
3. Bidang Penelitian
Penyelenggaraan penelitian secara terarah dan terpublikasikan dengan baik
sebagai dasar penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan
Tahun 2027-2030Tahun 2023-2026
Tahun 2015-2018 Tahun 2019-2022
Terlaksananyapembelajaran unggulyang berbasis nilai-
nilai Islam Indonesia
TerlaksananyaPembelajaranyang bermutu
yang mendukungpenyusunanbangunan
keilmuan IslamIndonesia
Terlaksananyapembelajaran
berbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
Terlaksananyapembelajaran untuk
penyebaran nilai-nilaiIslam Indonesia
Terwujudnya hasilpenelitian sebagai
landasan dan bahanpembelajaran unggulyang berbasis pada
nilai-nilai IslamIndonesia
Terwujudnyahasil penelitiansebagai landasan
penyusunanbangunan
keilmuan Islam-Indonesia
Terwujudnya hasilpenelitian sebagai
landasan untukmenyebarkan nilai-
nilai Islam Indonesiademi terwujudnyamasyarakat dunia
yang damaibermartabat
Terwujudnya hasilpenelitian sebagai
landasan dan bahanpembelajaran
berbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
94
4. Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat
Penyelenggaraaan pengabdian kepada masyarakat secara terarah untuk
mendukung penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun2015-
20182019-2022
5. Bidang Pengembangan Manajemen Organisasi
Penyelenggaraan manajemen organisasi yang memenuhi standar mutu
sesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
Terlaksananyapengabdian kepadamasyarakat yang
mendukungpembelajaran unggulyang berbasis pada
nilai-nilai IslamIndonesia
Terlaksananyapengabdiankepadamasyarakat yangmendukungpenyusunanbangunankeilmuan Islam-Indonesia
Terlaksananyapengabdian kepadamasyarakat yang
mendukungpembelajaran
berbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
Terlaksananyapengabdian kepadamasyarakat untukmenyebarkan nilai-
nilai Islam Indonesiademi terwujudnyamasyarakat dunia
yang damaibermartabat
Terlaksananyamanajemen
organisasi yangmendukungpemenuhan
persyaratan alihbentuk menjadi UIN
Terlaksananyagood governancesesuai tuntutan
manajemenorganisasi IAIN
Terlaksananyamanajemen organisasi
yang mendukungpenyebaran nilai-nilaiIslam Indonesia demi
terwujudnyamasyarakat dunia yang
damai bermartabat
Terlaksananyamanajemen
organisasi UINyang mendukung
pembelajaranberbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
95
6. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia
Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sesuai tuntutan
manajemen organisasi IAIN Salatiga.
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
7. Bidang Pengembangan Sarana Prasarana
Pengadaan sarana prasarana sesuai tuntutan kelembagaan yang mendukung
penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan. Pengadaan sarana prasarana sesuai tuntutan kelembagaan menjadi
IAIN yang mendukung penyusunan konsep ilmu berbasis nilai-nilai keislaman
dan keindonesiaan dengan kebijakan: (a) Penataan lingkungan kampus sesuai
tuntutan alih bentuk kelembagaan menjadi IAIN yang mendukung penyusunan
konsep ilmu berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. (b)Pembangunan
gedung sesuai tuntutan alih bentuk kelembagaan menjadi IAIN yang mendukung
penyusunan konsep ilmu pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan. (c) Peningkatan area kampus sesuai tuntutan alih bentuk
kelembagaan menjadi IAIN yang mendukung penyusunan konsep ilmu
pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan
Tersedianya sumberdaya manusia yang
mendukungpenyebaran nilai-nilaiIslam Indonesia demi
terwujudnyamasyarakat dunia
yang damaibermartabat
Tersedianya sumberdaya manusia yang
mendukungpelaksanaanmanajemen
organisasi UINyang mendukung
pembelajaranberbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
Tersedianya sumberdaya manusia untuk
mendukungpemenuhan
persyaratan alihbentuk menjadi UIN
dan mendukungpembelajaran unggul
Tersedianyasumber daya
manusia sesuaituntutan
manajemenorganisasi IAIN
yang mendukungpenyusunanbangunan
keilmuan IslamIndonesia
96
Tahun
Tahun2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
8. Bidang Keuangan
Perencanaan, penggunaan dan penggalian dana secara tepat sesuai tuntutan
manajemen organisasi IAIN yang mendukung penyusunan bangunan keilmuan
pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
9. Bidang Pengembangan Kerjasama
Tersedianya saranaprasarana yang
mendukungpenyebaran nilai-nilaiIslam Indonesia demi
terwujudnyamasyarakat dunia
yang damaibermartabat
Tersedianya saranaprasarana yang
mendukungpelaksanaanmanajemen
organisasi UINyang mendukung
pembelajaranberbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
Tersedianyasarana prasaranasesuai tuntutan
alih bentukkelembagaanmenjadi IAIN
yang mendukungpenyusunanbangunan
keilmuan IslamIndonesia
Tersedianya saranaprasarana untuk
pemenuhanpersyaratan alihbentuk menjadi
UIN danmendukung
pembelajaranunggul
Tersedianya sumberdana yang
mendukungpenyebaran nilai-nilaiIslam Indonesia demi
terwujudnyamasyarakat dunia
yang damaibermartabat
Tersedianya sumberdana untukmendukungpemenuhan
persyaratan alihbentuk menjadi UIN
dan mendukungpembelajaran unggul
Tersedianyasumber dana
sesuai tuntutanmanajemen
organisasi IAINyang mendukung
penyusunanbangunan
keilmuan IslamIndonesia
Tersedianya sumberdana yang
mendukungpelaksanaanmanajemen
organisasi UINyang mendukung
pembelajaranberbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
97
Pelaksanaan kerjasama kelembagaan sesuai tuntutan manajemen organisasi
IAIN yang mendukung penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-
nilai keislaman dan keindonesiaan
TahunTahun 2027-2030
Tahun 2023-2026Tahun 2019-2022
2015-2018
C. Kendala dalam Mewujudkan Visi-misi IAIN Salatiga
Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian
sebuah organisasi yang ingin dicapai di masa depan. Dengan kata lain, visi dapat
dikatakan sebagai pernyataan want to be dari organisasi. Visi juga merupakan hal
yang sangat krusial bagi lembaga untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan
jangka panjang.
Antara visi, misi, dan perencenaan strategis memiliki hubungan yang sangat
erat dan saling mebutuhkan.Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang
diinginkan padaakhir periode perencanaan, Misi adalah rumusan umummengenai
upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan Visi, sedangkan
Perencanaan Strategis merupakan proses memutuskan program-program yang
akan dilaksanakan oleh organisasi dan perkiraan jumlah sumber daya yang
akandialokasikan ke setiap program jangka panjang selama beberapa tahun ke
depan.
Terwujudnya jaringankerjasama yang
mendukungpenyebaran nilai-nilaiIslam Indonesia demi
terwujudnyamasyarakat dunia
yang damaibermartabat
Terwujudnyajaringan kerjasamauntuk mendukung
pemenuhanpersyaratan alih
bentuk menjadi UINdan mendukung
pembelajaran unggul
Terlaksanayakerjasama
kelembagaansesuai tuntutan
manajemenorganisasi IAIN
yang mendukungpenyusunanbangunan
keilmuan IslamIndonesia
Terwujudnyajaringan kerjasamayang mendukung
pelaksanaanmanajemen
organisasi UINyang mendukung
pembelajaranberbasis riset untukmengembangkannilai-nilai Islam
Indonesia
98
Dengan demikian perencanaan strategis digunakan untuk menentukan atau
mewujudkan visi dan misi IAIN Salatiga dan membagi-bagi sumber daya yang
diperlukan untuk mencapainya. Jadi dapat dikatakan suatu organisasi pada
mulanya memiliki cita-cita atau tujuan akhir yang ingin dicapai dalam jagka
panjang yang disebut visi,selanjutnya untuk mencapai atau mewujutkan visi
organisasi yang telah ditentukan tersebut, organisasi merumuskan upaya-upaya
umum yang hendak dilakukan yang disebut misi, kemudian untuk mewujutkan
misi, organisasi membuat atau merumuskan upaya-upaya khusus yang dirasa
paling efektif dan efisien untuk mencapai cita-cita organisasi yang disebut
perencanaan strategis.
Lebih jelasnya visi merupakan pernyataan tentang gambaran keadaan dan
karakteristik yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pada jauh dimasa yang akan
datang. Misi merupakan pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh
lembaga dalam usahanya mewujudkan visi,dan hubungannya dengan rencana
strategis adalah memberikan arah yang akan membawa lembaga dalam mencapai
tujuan yang sesuai dengan visi dan misi yang telah dirumuskan.
Kelemahan-kelemahan dalam mewujudkan visi dan misi IAIN Salatiga
adalah :
1. Manajemen organisasi pada masa transisi, sehingga sistem manajemen belum
berjalan optimal (status peralihan dari STAIN ke IAIN yang membutuhkan
penyesuaian-penyesuaian baik dari sisi SDM dan sarana-prasarana yang
dimiliki oleh lembaga)
2. Pedoman kerja organisasi belum terumuskan secara mantab, sehingga
menghambat dalam memberikan pelayanan.
3. Belum semua jaringan dan kerja sama dengan lembaga di dalam maupun di
luar negeri belum semuanya memiliki MoU.
4. Budaya kerja yang sesuai dengan tuntutan perguruan tinggi yang modern
yang dicirikan dengan etos kerja tinggi dan jaringan internasional belum
merata pada semua dosen/staf.
5. Kampus terpadu baru dibangun pada tahap I sehingga fasilitas ruang kelas
masih terbatas.
99
6. Pada tahap I IAIN Salatiga masih mencari bentuk dan road map keilmuan
yang ingin ditonjolkan.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data, pengkajian dan analisis
seluruh data-data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses komunikasi organisasi di lingkungan IAIN Salatiga berlangsung
dalam beberapa bentuk, yaitu komunikasi vertikal, horosontal, dan
diagonal. Disamping bentuk komunikasi tersebut ada juga komunikasi
lisan dan tertulis, komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi lisan dan
tertulis ini adalah bentuk pesan yang akan disampaikan. Biasanya
komunikasi antarpribadi disampaikan secara lisan maupun tertulis.
Sebagian besar proses komunikasi dalam organisasi terjadi dalam bentuk
ini, banyak anggota organisasi yang menyukai komunikasi lisan karena
keakraban yang ditimbulkannya. Komunikasi lisan dan tertulis juga dapat
menimbulkan kecermatan dan ketepatan. Pola komunikasi di perguruan
tinggi tidak hanya terbatas pada pola komunikasi dari pimpinan saja, tetapi
juga bagaimana bawahan ikut memberi sumbang saran kepada pimpinan
untuk mencapai tujuan bersama. Dengan pola komunikasi yang baik akan
dapat menciptakan iklim komunikasi yang baik juga. Pola komunikasi
yang terlihat di lembaga ini adalah dengan menggunakan media tertulis
contohnya dengan diterbitkannya buku pedoman akademik, dan juga
dengan diadakannya rapat-rapat yang bertujuan untuk membahas masalah
yang ada. Pola komunikasi yang ada diperguruan tinggi lebih banyak
menggunakan pola komunikasi dari atasan ke bawahan, ini dapat terlihat
dari adanya instruksi lisan atau tulisan, dan rapat sebagai media
komunikasi dalam organisasi menunjukkan bahwa komunikasi dari atasan
lebih banyak dilakukan, sedangkan komunikasi dari bawahan yang lebih
sedikit dipergunakan, ini terlihat dari rapat-rapat yang diadakan. Rapat
101
hanya diadakan kalau ada yang perlu dibicarakan atau ketika ada masalah
yang memerlukan usulan dari bawahan.
Dalam komunikasi organisasi pimpinan mendengarkan masukan-
masukan atau saran-saran dari bawahan, karena itu komunikasi dari
bawahan dapat menunjukkan bahwa pimpinan menghargai karyawan dan
mendengarkan serta berinteraksi dengan karyawan sehingga membentuk
dasar bagi sebuah komunikasi yang efektif, dan salah satu bentuknya
dengan meluangkan waktu untuk pertemuan tatap muka. Dengan adanya
komunikasi dari bawahan kepada atasan mana pimpinan dapat mengetahui
pertama informasi tentang keberhasilan, kemajuan, dan rencana-rencana
mendatang dari para bawahan. Kedua informasi tentang problem-problem
pekerjaan yang memerlukan bantuan dari tingkatan lebih atas dalam
organisasi. Ketiga Ide-ide untuk perbaikan dalam aktivitas dan fungsi yang
berhubungan dengan pekerjaan. Keempat Informasi mengenai perasaan
para bawahan tentang pekerjaan atau isu yang berhubungan dengan
pekerjaan. Karena komunikasi dari bawahan kepada atasan mempunyai
fungsi yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja dalam organisasi
maka komunikasi dari bawahan kepada atasan ini perlu ditingkatkan agar
anggota organisasi baik dosen ataupun pegawai adminstrasi merasa
dihargai kehadirannya dan juga dapat diberikan solusi ketika mempunyai
masalah, terutama masalah dalam menjalankan pekerjaannya.
Ada tujuh kerangka dasar yang melandasi implementasi Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga yaitu (1) nilai-nilai agama dan
budaya luhur sebagai spirit, (2) Berbasis partisipasi masyarakat, (3)
berorientasi pada kemandirian yang tinggi, (4) bersifat majemuk dari
aspek jalur, jenjang, dan jenis, (5) nilai-nilai demokratis, keadilan, dan
kesetaraan, (6) berwawasan kebangsaan Indonesia:
2. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan kampus berparadigma Islam
Indonesia di IAIN Salatiga adalah sebagai berikut: (1) Bidang
Pengembangan Keilmuan Islam Indonesia yaitu dengan penyelenggaraan
berbagai kajian ilmiah secara terarah untuk menyusun naskah akademik
102
bangunan keilmuan (Body of Knowledge) berbasis nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan. (2) Bidang Penelitian, melakukan penyelenggaraan
penelitian secara terarah dan terpublikasikan dengan baik sebagai dasar
penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan. (3) Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat,
penyelenggaraaan pengabdian kepada masyarakat secara terarah untuk
mendukung penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-
nilai keislaman dan keindonesiaan (4) Bidang Pengembangan Manajemen
Organisasi melakukan penyelenggaraan manajemen organisasi yang
memenuhi standar mutu sesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN. (5)
Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, melakukan peningkatan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sesuai tuntutan manajemen
organisasi IAIN Salatiga. (6) Bidang Pengembangan Sarana Prasarana
melakukan pengadaan sarana prasarana sesuai tuntutan kelembagaan yang
mendukung penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-
nilai keislaman dan keindonesiaan. (7) Bidang Keuangan, melakukan
perencanaan, penggunaan dan penggalian dana secara tepat sesuai tuntutan
manajemen organisasi IAIN yang mendukung penyusunan bangunan
keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.(8)
Bidang Pengembangan Kerjasama dengan pelaksanaan kerjasama
kelembagaan sesuai tuntutan manajemen organisasi IAIN yang mendukung
penyusunan bangunan keilmuan pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan.
3. Kendala-kendala dalam mewujudkan visi-misi IAIN Salatiga di antaranya:
(1) Manajemen organisasi pada masa transisi, sehingga sistem manajemen
belum berjalan optimal.(2) Pedoman kerja organisasi belum terumuskan
secara mantab, sehingga menghambat dalam memberikan pelayanan.(3)
Belum semua jaringan dan kerja sama dengan lembaga di dalam maupun
di luar negeri belum semuanya memiliki MoU. (4) Budaya kerja yang
sesuai dengan tuntutan perguruan tinggi yang modern yang dicirikan
dengan etos kerja tinggi dan jaringan internasional belum merata pada
103
semua dosen atau staf. (5) Kampus terpadu baru dibangun pada tahap I
sehingga fasilitas ruang kelas masih terbatas. Pada tahap ini IAIN Salatiga
masih mencari bentuk dan road map keilmuan yang ingin ditonjolkan.
B. Saran-saran
Dari temuan-temuan yang telah diulas pada bab sebelumnya serta
kesimpulan di atas maka rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini
adalah IAIN Salatiga hendaknya lebih intensif lagi dalam mensosialisasikan
dan menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam visi, misi, dan
tujuan kepada seluluh civitas akademika dan para stakeholder agar menjadi
semangat dan gerakan bersama sehingga visi, misi, dan tujuan tersebut dapat
segera terwujud.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abd A’la dkk. 2005. Nilai-nilai Pluralism dalam Islam. Bandung: Pustaka
Nuansa.
Abu Ridha. (ed.). 2002. Gerakan Keagamaan dan Pemikiran. Jakarta: Al-I’tishom
Cahaya Umat.
Abu Zahrah. 1991. Sejarah Aliran-Aliran dalam Islam Bidang Politik dan Akidah.
Ponorogo: Pusat Studi Ilmu dan Amal.
Agussalim Sitompul, 1986. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: Integrita Dinamika Press.
Arifin, H. M. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Cahyadi Takariawan, dkk. 2003. Di Bawah Naungan Cahaya Ilahi. Surakarta:
Nurulhuda Press.
Clifford Geertz. 1981. Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa,
terjemahan Aswab Mahasin, Bandung: Dunia Pustaka.
D. Ratna Wilis. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Deddy Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Donald K. Emmerson. 1989. Islam and Regim in Indonesia: Who’s coopting
Whom?, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat.
Fakhruddin, Fuad. Korelasi antara Kesadaran Plurlisme Agama dengan Perilaku
Sosial Siswa Muslim SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Ajaran 2011/2012.
Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
Hadari Nawawi, M. Martini Hadari. 1995. Instrument Penelitian Bidang Sosial
Yogyakarta: Gajah Mada University.
Hartono Ahmad Jaiz. 2009. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1984. Sociology. Edisi keenam.
International Student Edition. Tokyo: Mc.Graw-Hill Book Company Inc.
Husaen Muhammad. 2011. Mengaji Pluralisme. Bandung: Putaka Nuansa.
105
Husaini Usman. 1996. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Jannah, Fadhulil. Model Toleransi Keagamaan Remaja Muslim Pada
Lingkungan Beda Agama di Dusun Celengan Desa Lopait Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2014
Jauharotul Munawaroh, Konsep Pluralisme Agama dan Implikasinya dalam
Pendidikan Islam Studi Analisis Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid.
IAIN Walisongo Semarang, Skripsi. Semarang. Tahun 2012
Keith Davis.1962. Human Relations at Work. New York, San Francisco, Toronto,
London.
Moleong, L. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Muhammad, Arni. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. 2000. Human Communication. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muslim Nurdin, dll. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta.
Nasution. 1996. Metode Research. Bandung: Bumi Aksara.
Onong Uchjana Effendy. 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Pius A. P, M. Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Arkola.
Proyek Pembinaan Kerukunan antar Umat Beragama Departemen Agama
Kerjasama Sosial Kemasyarakat. 2011. Jakarta: PPKHB.
Roswidyaningsih. Laras Pengaruh Tingkat Toleransi Beragama Terhadap
Interaksi Sosial di Desa Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali Tahun 2014. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agam Islam Negeri Salatiga.
Sifuddin Azwan. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 1976. Understanding Practice and
Analysis. New York: Random House.
Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
106
Stephen P.Robbins. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain, dan Aplikasi.
Jakarta: Arcan.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta.
Sukron Kamil. 2013. Islam dan Politik Indonesia Terkini. Jakarta: Pusat Studi
Indonesia dan Arab.
Toto Suryana, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.
Bandung: Tiga Mutiara.
Tubbs, Stewart L.Moss, Sylvia. 2005. Human Communication: Konteks-Konteks
Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,.
Zakiah Darajat, dkk. 1984. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: CV Kuning
Mas.