tingkat keanekaragaman jenis gastropoda pada...
TRANSCRIPT
TINGKAT KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA
PADA ZONA INTERTIDAL PERAIRAN KAMPUNG SUNGAI CENOT
DESA MANTANG BARU KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN
Sapriyan
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Ita Karlina
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Susiana
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Sapriyan. 2016. Tingkat Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Zona
Intertidal Perairan Kampung Sungai Cenot Desa Mantang Baru
Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan, Skripsi, Tanjungpinang: Jurusan
Ilmu Kelautan, Fakultas Imu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing I: Ita Karlina, S.Pi, M.Si.
Pembimbing II: Susiana, S.Pi, M.Si.
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman jenis gastropoda yang terdapat pada zona intertidal Perairan
Kampung Sungai Cenot dengan berdasarkan indeks keanekaragaman (H’), indeks
kemerataan (E) dan indeks dominansi (D). 2. Untuk mengetahui jenis-jenis
gastropoda apa saja yang dapat ditemukan pada zona intertidal perairan Kampung
Sungai Cenot. 3. Untuk mengetahui kondisi perairan pada setiap stasiun
pengamatan dengan berdasarkan parameter fisika yang meliputi suhu dan
salinitas, parameter kimia yang meliputi pH air dan oksigen terlarut (DO), serta
pengamatan jenis substrat pada setiap stasiun.
Metode sampling gastropoda dalam penelitian ini adalah Purposive
Sampling dengan membagi lokasi menjadi tiga stasiun. Pengambilan sampel
tersebut menggunakan teknik garis transek (line transeck technique). Pemasangan
garis transek pada setiap stasiun dilakukan dengan cara menarik garis transek
tegak lurus pantai sejauh 100 meter dimulai dari bibir pantai menuju ke arah laut.
Dari setiap garis transek tersebut ditempatkan plot atau petakan ukuran 1x1 meter
yang berfungsi sebagai luasan area pengambilan sampel gastropoda yang berada
didalam setiap plot tersebut. Jarak setiap plot sejauh 10 meter.
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut: 1. Kategori indeks keanekaragaman pada stasiun I “Sedang”, pada stasiun
II “Rendah” dan pada stasiun III “Rendah”. Kategori indeks kemerataan yang
diperoleh pada stasiun I “Tinggi”, pada stasiun II “Rendah” dan pada stasiun III
“Rendah”. Untuk kategori indeks dominansi pada stasiun I “Rendah”, pada
stasiun II “Tinggi” dan pada stasiun III “Tinggi”. 2. Jenis gastropoda yang
ditemukan sebanyak 16 jenis. Jenis yang mendominansi yaitu Strombus urceus
dan Stosicia houbricki. 3. Kondisi parameter perairan yang didapat pada setiap
stasiun termasuk kondisi yang masih dapat mendukung untuk kehidupan
gastropoda yang terdapat pada zona intertidal perairan Kampung Sungai Cenot.
Jenis substrat yang diketahui berupa pasir kasar, lumpur berpasir dan batu
berpasir.
Kata kunci : indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, indeks dominansi dan
Gastropoda
THE LEVEL OF DIVERSITY GASTROPODS TYPE INTERTIDAL ZONE OF WATERS
AT THE VILLAGE RIVER SUBDISTRICT CENOT DISTRICTS MANTANG OF BINTAN
Sapriyan
Programme Study of Marine Science, FIKP UMRAH, [email protected]
Ita Karlina
Programme Study of Marine Science, FIKP UMRAH, [email protected]
Susiana
Study Programme of Aquatic Resources Management, FIKP UMRAH,
ABSTRACT
Sapriyan. 2016. The level of Diversity Gastropods Type Intertidal Zone of Waters
At the Village River Subdistrict Cenot Districts Mantang of Bintan,
Thesis, Tanjungpinang: Department of Marine Sciences, Faculty of
Marine Sciences and Fisheries, Maritime University of Raja Ali Haji.
Preceptor I: Ita Karlina, S.Pi, M.Si. Preceptor II: Susiana, S.Pi, M.Si.
Purpose does this research Namely : 1. To know the level of diversity of
species gastropods contained on the intertidal zone waters of Village River Cenot
with the based on diversity index (H’), evenness index (E) and dominance index
(D). 2. To find out the types gastropods anything that can be found on the
intertidal zone waters of Village River Cenot. 3. To determine the condition of
water at each station based observation with physical parameters which include
temperature and salinity, chemical parameters which include water pH and
dissolved oxygen (DO), as well as the observations of substrates at the each
station.
Sampling method gastropods in this research is purposive sampling by
dividing the locations into three stations. The use of sampling techniques transect
line (line transeck technique). Installation of line transects in each station is done
by pulling the line transect perpendicular to the coast as far as 100 meters starts
from the beach edge toward the ocean. Of each transect lines were placed plot or
plots 1x1 meter size of the area that serves as a sampling gastropods that resides in
each plot. The distance of each plot as far as 10 meters.
The results of the research that has been done can summed up as follows :
1. Category index of diversity at the station I "Medium”, at station II “Low”, and
at station III “Low”. Category index evenness that obtained at station I “High”, at
station II “Low”, and at station III “Low”. For the category dominance index at
station I “Low”, at station II “High”, and at station III “High”. 2. Type gastropods
that found as many as 16 species. The type of dominance namely Strombus urceus
and Stosicia houbricki. 3. Conditions waters parameters obtained on each station
including a condition that can still support for the life of gastropods contained on
the intertidal zone waters of Village River Cenot. The type of substrate known to
form of coarse sand.
Keywords: diversity index, evenness index, dominance index and gastropods
PENDAHULUAN
Latar belakang Lingkungan wilayah pesisir
merupakan zona perairan yang mengalami
naik turunnya permukaan air laut atau dikenal
dengan istilah pasang-surut air laut, zona ini
akan tenggelam pada saat pasang dan akan
muncul kembali pada saat surut. Zona
perairan yang mengalami pasang-surut air laut
dikenal dengan zona intertidal yang
merupakan daerah terkecil dari semua daerah
yang terdapat di samudera dunia (Nybakken,
1988).
Kampung Sungai Cenot adalah bagian
dari wilayah Kecamatan Mantang, Kabupaten
Bintan. Karakteristik pantai pada daerah ini
landai serta bersubstrat pasir, lumpur dan
berbatu. Pada kawasan zona intertidal
perairan Kampung Sungai Cenot ini banyak
memberikan manfaat bagi masyarakat
setempat untuk membantu memenuhi
kebutuhan tambahan mereka. Kawasan
tersebut dijadikan sebagai tempat
pemanfaatan untuk menangkap organisme-
organisme yang memiliki nilai ekonomis.
Kegiatan penangkapan tersebut dikenal
dengan istilah “Berkarang”, kegiatan
berkarang ini dilakukan pada saat air laut
surut.
Kawasan zona intertidal pada setiap
wilayah pesisir merupakan tempat yang
memiliki keanekaragaman jenis biota yang
cukup tinggi, begitu pula pada kawasan zona
intertidal perairan Kampung Sungai Cenot
yang dijadikan sebagai tempat untuk
melakukan kegiatan penangkapan organisme
perairan oleh masyarakat setempat. Dari
kegiatan tersebut sebagian masyarakat juga
menangkap beberapa jenis organisme dari
golongan gastropoda seperti jenis siput
gonggong (Strombus turturella), ranga
(Lambis lambis) dan gonggong ayam
(Strombus urceus). Organisme tersebut
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk
dikonsumsi atau dijual kepada konsumen lain.
Dari ketiga jenis tersebut, mungkin terdapat
jenis gastropoda lain yang hidup pada
kawasan zona intertidal perairan Kampung
Sungai Cenot, namun terbatasnya informasi
terhadap keberadaan jenis gastropoda di
wilayah Kampung Sungai Cenot ini
merupakan hal dasar pentingnya dilakukan
penelitian mengenai tingkat keanekaragaman
jenis gastropoda pada zona intertidal perairan
Kampung Sungai Cenot.
Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman jenis gastropoda
yang terdapat pada zona intertidal
Perairan Kampung Sungai Cenot
dengan berdasarkan indeks
keanekaragaman (H’), indeks
kemerataan (E) dan indeks dominansi
(D).
2. Untuk mengetahui jenis-jenis
gastropoda apa saja yang dapat
ditemukan pada zona intertidal
perairan Kampung Sungai Cenot.
3. Untuk mengetahui kondisi perairan
pada setiap stasiun pengamatan
dengan berdasarkan parameter fisika
yang meliputi suhu dan salinitas,
parameter kimia yang meliputi pH air
dan oksigen terlarut (DO), serta
pengamatan jenis substrat pada setiap
stasiun.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk
memberikan informasi serta dapat dijadikan
sebagai data tambahan untuk peneliti
mengenai jenis gastropoda yang ada pada
zona intertidal Perairan Kampung Sungai
Cenot, Desa Mantang Baru, Kecamatan
Mantang, Kabupaten Bintan.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
april 2016 sampai bulan juli 2016, dimana
kegiatan dimulai dari tahap persiapan, kegiatan
lapangan (survei dan observasi), pengolahan data
dan penyusunan laporan akhir. Sedangkan lokasi
penelitian dilakukan pada kawasan zona intertidal
Perairan Kampung Sungai Cenot yang terdiri dari
tiga lokasi pengamatan yaitu stasiun 1, stasiun 2
dan stasiun 3.
Peta Lokasi Penelitian
Alat dan bahan penelitian
Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode observasi
sistematis (Arikunto, 2010) yang merupakan
pengamatan dengan menggunakan pedoman
sebagai instrumen atau alat untuk mengamati
objek penelitian yaitu jenis-jenis gastropoda
yang berada pada kawasan zona intertidal
Perairan Kampung Sungai Cenot, Kecamatan
Mantang, Kabupaten Bintan.
Prosedur penelitian
Survei lokasi
Pengamatan ini merupakan langkah
awal untuk mengetahui gambaran lokasi
penelitian mengenai gastropoda yang
terdapat pada kawasan zona intertidal
perairan Kampung Sungai Cenot yang
merupakan tempat pemanfaatan sebagian
masyarakat untuk melakukan kegiatan
penangkapan organisme pada kawasan
tersebut. Survei lokasi dilakukan dengan
menentukan titik kordinat pada setiap stasiun
pengamatan yaitu stasiun 1, stasiun 2 dan
stasiun 3.
Penentuan lokasi sampling Gastropoda
Penentuan lokasi sampling dalam
penelitian ini dengan berdasarkan tujuan
tertentu yaitu untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman dari jenis gastropoda yang
berada pada kawasan zona intertidal perairan
Kampung Sungai Cenot dan telah
dipertimbangkan melalui survei lokasi serta
informasi dari masyarakat setempat yang
memanfaatkan kawasan tersebut sebagai
tempat penangkapan biota khususnya pada
golongan gastropoda.
Lokasi yang dijadikan sebagai tempat
penyamplingan gastropoda dalam penelitian
ini dibagi menjadi tiga stasiun dengan
dibedakan berdasarkan seringnya masyarakat
yang berkunjung untuk melakukan aktivitas
penangkapan.
Stasiun 1 : Aktivitas penangkapan tinggi (00
45’ 46,9” LU & 1040 31’ 37,09” BT)
Stasiun 2 : Aktivitas penangkapan sedang (00
45’ 29,24” LU & 1040 31’ 8,27” BT)
Stasiun 3 : Aktivitas penangkapan rendah (00
45’ 2,89” LU & 1040 31’ 40,47” BT)
Metode sampling Gastropoda
Metode sampling gastropoda dalam
penelitian ini adalah Purposive Sampling
(Fachrul, 2007) dengan tujuan tertentu yaitu
untuk mengambil sampel gastropoda pada
kawasan zona intertidal perairan Kampung
Sungai Cenot yang terdiri dari tiga stasiun.
Pengambilan sampel tersebut mengadopsi
penyamplingan lamun yaitu dengan teknik
garis transek (line transeck technique)
(Fachrul, 2007). Pemasangan garis transek
pada setiap stasiun dilakukan dengan cara
menarik garis transek tegak lurus pantai
sejauh 100 meter dimulai dari bibir pantai
menuju ke arah laut.
Jumlah garis transek pada setiap
stasiun terdiri dari satu garis transek. Dari
setiap garis transek tersebut akan ditempatkan
plot atau petakan ukuran 1x1 meter yang
berfungsi sebagai luasan area pengambilan
sampel gastropoda yang berada didalam
setiap petakan plot tersebut. Jarak antara plot
satu dengan plot yang lain sejauh 10 meter.
Pemasangan plot pertama dimulai pada jarak
100 meter dari arah pantai.
Contoh garis transek sampling gastropoda
Sampling Gastropoda
Penyamplingan gastropoda dimulai
dari proses pengambilan sampel di dalam
setiap petakan plot ukuran 1x1 meter yang
dilakukan pada saat surut, dengan cara
mengambil objek yang berada di atas
permukaan substrat, di dalam substrat dan
yang menempel pada lamun, mangrove atau
bebatuan. Untuk proses pengambilan sampel
yang berada di dalam substrat dilakukan
dengan cara membenamkan pipa paralon
ukuran diameter 4 inci kedalam substrat
sampai kedalaman 5 cm ( Rahmasari et al.,
2015) sebanyak satu kali ulangan pada setiap
petakan plot 1x1 meter. Selanjutnya substrat
yang berada di dalam pipa diambil dan diayak
menggunakan ayakan kawat dengan ukuran
mata 0,5 cm selanjutnya sampel gastropoda
yang tersangkut pada ayakan diambil dan
dimasukkan kedalam plastik sampel.
Gastropoda yang diambil berukuran ≥
1 cm dengan maksud agar lebih
mempermudah proses identifikasi. Sampel-
sampel yang didapat dimasukkan kedalam
plastik sampel yang telah diberi lebel sebagai
tanda. Sampel tersebut dibawa ke darat untuk
dihitung jumlah individu yang didapat dengan
berdasarkan bentuk morfologinya. Dari setiap
individu tersebut diambil salah satu untuk
diidentifikasi lebih lanjut dengan cara
membersihkan sampel terlebih dahulu
selanjutnya dimasukkan kembali ke dalam
plastik sampel dengan keadaan bersih dan
diawetkan menggunakan formalin 10 %.
Proses identifikasi sampel tersebut
dengan melihat bentuk cangkang, warna,
corak dan jumlah putaran cangkang. Setiap
jenis yang ditemukan dicocokkan
karakteristik morfologinya dengan acuan
gambar dari http://www.Marinespesies.org
dan buku Dharma (1988). Jika ditemukan
gastropoda yang tidak dikenali atau diragukan
jenisnya akan diidentifikasi lebih lanjut di
Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Hasil pengamatan gastropoda di lokasi langsung dicatat ke dalam tabel sebagai data awal
pengamatan.
Tabel untuk keperluan hasil pengamatan jenis Gastropoda
Pengukuran parameter perairan
Parameter perairan merupakan data
pendukung dalam penelitian ini. Pengukuran
parameter perairan dilakukan secara langsung
dilokasi pada setiap garis transek
pengambilan sampel gastropoda. Hasil yang
didapat selama pengamatan akan dirata-
ratakan untuk mendapatkan nilai akhirnya.
Parameter yang diukur meliputi parameter
fisika yaitu : suhu dan salinitas, parameter
kimia yaitu : pH air, dan oksigen terlarut
(DO).
Suhu
Suhu perairan dapat diukur dengan
menggunakan alat digital yaitu Multitester.
Alat ini dilengkapi dengan elektroda
pengukur suhu yang berbentuk besi putih
memanjang. Penggunaan alat tersebut sebagai
berikut:
Masukkan elektroda suhu pada
Multitester.
Tekan tombol “ POWER” pada
Multitester.
Celupkan elektroda suhu
selama 30 detik pada perairan
yang ingin diketahui nilai
suhunya.
Lihat nilai suhu yang
ditunjukkan pada layar
Multitester di pojok kiri
bawah. Catat angka tersebut.
Salinitas
Salinitas perairan dapat diukur dengan
menggunakan alat Refractometer yang hasil
pengukurannya dinyatakan dalam satuan
permil (0/00), Sebelum digunakan, terlebih
dahulu alat tersebut harus dikalibrasi dengan
cara berikut :
- Meneteskan aquadest ke kaca
prisma alat tersebut,
selanjutnya amati skala yang
ditunjukkan, jika nilai yang
ditunjuk adalah nol maka alat
tersebut benar, dimana
diketahui bahwa aquades
tidak memiliki kadar salinitas
atau nilainya nol.
- Selanjutnya lakukan
pengulangan dengan
menggunakan air aquadest
tersebut sebanyak tiga kali.
- Jika pada saat mengkalibrasi
alat tersebut menunjukkan
skala yang bukan angka nol,
misalnya skala menunjukkan
pada angka lima, maka
lakukan penyetelan pada alat
dengan cara memutar knop
atau penyetel skala pada alat
tersebut.
- Jika alat tersebut tetap
menunjukkan angka lima,
maka saat pengamatan
menggunakan faktor koreksi,
di mana hasil yang didapat
dikurang dengan angka lima
tersebut.
- Bersihkan sisa aquadest yang
tertinggal menggunakan
kertas tisu.
- Kemudian teteskan air sampel
yang ingin diketahui
salinitasnya.
- Lihat ditempat yang
bercahaya dan catat hasil yang
ditunjukkan oleh skala.
- Setelah selesai pengukuran,
bilas kaca prisma
refractometer dengan
aquadest dan keringkan
dengan tisu.
pH (derajat keasaman)
Pengukuran derajat keasaman air dapat
dilakukan dengan menggunakan alat
Multitester. Sebelum melakukan proses
pengukuran, terlebih dahulu alat tersebut
harus di kalibrasi dengan melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
Siapkan standar pH atau buffer
yang akan digunakan misalnya
buffer pH 4, pH 7, dan pH 10.
Rendam elektroda multitester
khusus pH kedalam buffer pH 4,
biarkan pembacaan stabil
(menunjukkan nilai 4.00 pada
layar).
Cuci elektroda dengan aquadest
dan keringkan dengan tisu, rendam
elektroda kedalam buffer pH 7,
biarkan pembacaan stabil
(menunjukkan nilai 7.00).
Cuci elektroda dengan aquadest
dan keringkan dengan tisu, rendam
elektroda ke dalam pH 10, biarkan
pembacaan stabil (menunjukkan
nilai 10.00).
Setelah selesai kalibrasi yang telah
memastikan bahwa alat tersebut
dalam keadaan normal atau tidak
rusak, maka alat siap di gunakan
untuk mengukur pH perairan
dengan mencelupkan elektroda
khusus pH keperairan dan goyang
sedikit agar larutan homogen atau
terdeteksi secara merata, setelah
itu pada layar multitester akan
menunjukkan angka atau nilai pH
yang masih berubah-ubah, tunggu
sampai angka tersebut menetap,
itulah nilai pH dari perairan
tersebut.
Oksigen terlarut (DO)
Dalam pengukuran kadar oksigen
terlarut suatu perairan dapat menggunakan
alat digital yaitu Multitester, alat ini
dilengkapi dengan probe pengukur oksigen
terlarut untuk dapat mengetahui kadar oksigen
terlarut di dalam suatu perairan. Adapun cara
penggunaanya yaitu dengan cara
mencelupkan probe tersebut ke dalam
perairan dan nilainya akan ditunjukkan pada
layar Multitester. Sebelum digunakan, alat
tersebut harus dikalibrasi untuk memastikan
alat dalam keadaan normal atau tidak rusak.
Cara kalibrasi alat tersebut yaitu :
Buka tutup ujung probe.
Cuci probe dengan
menggunakan aquadest.
Keringkan sisa cucian dengan
menggunakan tisu.
Kibaskan sedikit sampai air
benar-banar kering.
Sambungkan probe ke
Multitester.
Tekan tombol “POWER” pada
Multitester.
Tekan tombol “MODE” untuk
memilih parameter DO.
Tekan tombol “REC” dan
“HOLD” secara bersamaan,
tunggu hingga muncul perintah
untuk menekan tombol “
ENTER” lalu tunggu
perhitungan mundur selama 30
detik dan selanjutnya muncul
angka 20,9.
Tekan tombol “ RANGE”
untuk mengubah satuan
menjadi mg/l
Lakukan pengukuran dengan
cara mencelupkan Probe DO
ke perairan yang ingin
diketahui nilainya.
Substrat
Pengamatan jenis substrat diamati
secara langsung untuk mengetahui substrat
yang ada pada setiap stasiun penelitian,
apakah substrat berpasir, berlumpur dan
berbatu (Lopo, 2013). Pengamatan dilakukan
dengan cara mengambil substrat pada salah
satu plot yang dianggap mewakili dari setiap
stasiun menggunakan pipa paralon ukuran
diameter 4 inci dengan melakukan cara yang
sama pada saat pengambilan sampel
gastropoda di dalam substrat. Jenis substrat
yang akan diamati adalah substrat permukaan,
jadi pengambilan substrat cukup dengan
kedalaman 5 cm dari permukaan. Selanjutnya
sampel substrat yang didapat diraba
menggunakan tangan dan estimasi secara
visual jenis dari substrat tersebut (Arfah,
2010).
Teknik pengolahan data
Proses pengolahan data dengan
berdasarkan tujuan utama dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman dari jenis Gastropoda yang
dikhususkan pada kawasan zona intertidal
perairan Kampung Sungai Cenot, Desa
Mantang Baru, Kecamatan Mantang,
Kabupaten Bintan. Dalam proses pengolahan
data penelitian ini meliputi dari beberapa
indikator yaitu Indeks keanekaragaman (H’),
Indeks Kemerataan (E), dan Indeks Dominasi
(D).
Indeks keanekaragaman (H’)
Untuk mengetahui keanekaragaman
jenis dari gastropoda yang terdapat pada zona
intertidal perairan Kampung Sungai Cenot
menggunakan rumus indeks dari Shannon-
Wiener (Basmi, 1999 dalam Fachrul, 2007).
Keterangan:
H’= Indeks keanekaragaman jenis
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
S = jumlah genera
Besarnya indeks keanekaragaman
jenis menurut Shannon-Wiener didefinisikan
sebagai berikut (Fachrul, 2007) :
H’ > 3,0 : Keanekaragaman spesies
tinggi
1 < H’ < 3 : Keanekaragaman spesies
sedang
H’ < 1 : Keanekaragaman spesies sedikit
atau rendah
Indeks kemerataan (E)
Untuk mengetahui seberapa besar
kesamaan penyebaran jumlah individu tiap
jenis gastropoda di gunakan indeks
kemerataan. Jika nilai indeks kemerataan
relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis
biota di perairan dalam kondisi merata.
(Fachrul, 2007).
keterangan :
E = Indek kemerataan
H’ maks = ln s (s adalah jumlah
genera)
H’ = Indeks keanekaragaman
Nilai Indeks berkisar antara 0-1
E = 0 Kemerataan antara spesies rendah,
artinya kekayaan individu yang
dimiliki masing-masing spesies sangat
jauh berbeda.
E = 1 Kemerataan antara spesies relatif
merata atau jumlah individu masing
masing spesies relatif sama.
Indeks dominansi (D)
Menurut Odum (1997) dalam Fachrul
(2007) untuk mengetahui adanya dominansi
jenis tertentu di perairan dapat digunakan
indeks dominansi Simpson dengan
persamaan berikut:
Keterangan :
D = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
S = Jumlah genera
Indeks dominansi antara 0-1
D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang
mendominansi spesies lainnya atau struktur
komunitas dalam keadaan stabil.
D = 1, berarti terdapat spesies yang
mendominansi spesies lainnya atau struktur
komunitas labil, karena terjadi tekanan
ekologis (stres).
Analisis data
Proses analisis data terdiri dari satu
variabel utama yaitu tingkat keanekaragaman
jenis gastropoda yang terdapat pada kawasan
zona intertidal perairan Kampung Sungai
Cenot dan untuk variabel pendukung berupa
parameter lingkungan perairan yang terdiri
dari suhu, salinitas, pH, DO dan jenis substrat.
Data hasil pengamatan jenis gastropoda akan
mengacu pada indeks keanekaragaman
Shannon-Wienner dan data pengamatan
parameter perairan akan mengacu pada Baku
Mutu Air Laut untuk Biota Laut (KEPMEN
LH no 51 tahun 2004) dan dijelaskan terhadap
kesesuaian biota menurut literatur atau jurnal
yang telah diterbitkan. Data-data tersebut
akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif
dengan berupa angka-angka selanjutnya akan
dipaparkan ke dalam bentuk tabel atau grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tujuan utama
dilakukannya penelitian ini yaitu untuk
mengetahui tingkat keanekaragaman jenis
gastropoda pada zona intertidal Perairan
Kampung Sungai Cenot dengan berdasarkan
indeks keanekaragaman (H’), indeks
kemerataan (E) dan indeks dominansi (D).
Kategori indeks keanekaragaman
Grafik indeks keanekaragaman
Berdasarkan hasil perhitungan indeks
keanekaragaman jenis gastropoda pada setiap
stasiun diperoleh nilai pada stasiun I (2,09),
menurut besaran indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener (Fachrul, 2007) nilai pada
stasiun satu ini dikategorikan memiliki
keanakaragaman sedang karena nilai 1 < H’ <
3. Sedangkan pada stasiun II dan III diperoleh
nilai (0,71) dan (0,57). Kategori nilai pada
D = ∑ (
)
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
(H’)
stasiun ini dikatakan rendah karena nilai H’ <
1. Jadi kategori indeks keanekaragaman
sedang diperoleh pada stasiun I, hal ini dapat
terjadi dikarenakan jenis gastropoda yang
ditemukan lebih banyak dibandingkan pada
stasiun II dan III. Sesuai dengan pendapat
Arbi (2011) dalam Saripantung (2013) yang
menjelaskan bahwa tinggi rendahnya nilai
indeks keanekaragaman jenis dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
jumlah jenis atau individu yang didapat dan
adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam
jumlah yang lebih melimpah dari pada jenis
lainnya.
Untuk kategori keanekaragaman yang
rendah terdapat pada stasiun II dan III, hal ini
dapat diduga karena adanya jumlah spesies
gastropoda yang lebih banyak ditemukan
dibandingkan spesies lainnya. Spesies yang
banyak ditemukan pada stasiun II yaitu
Strombus urceus dan spesies yang banyak
ditemukan pada stasiun III yaitu Stosicia
houbricki. Dewiyanti (2004) dalam Erlinda
(2014), menyatakan bahwa adanya spesies
yang lebih menonjol akan menyebabkan
rendahnya keanekaragaman.
Kategori indeks kemerataan
Grafik indeks kemerataan
Berdasarkan kriteria indeks
kemerataan menurut Fachrul (2007)
menyatakan bahwa nilai Indeks kemerataan
berkisar antara 0-1. Hasil perhitungan indeks
kemerataan jenis gastropoda pada setiap
stasiun diperoleh nilai pada stasiun I (0,91)
nilai ini dikategorikan tinggi karena nilai
indeks kemerataan pada stasiun I mendekati
nilai satu. Hasil perhitungan indeks
kemerataan jenis gastropoda pada stasiun II
dan III diperoleh nilai (0,44) dan (0,41). Nilai
ini dikategorikan rendah karena nilai indeks
kemerataan pada stasiun II dan III mendekati
nilai nol.
Menurut Fachrul (2007), Indeks
kemerataan ini akan menunjukkan pola
sebaran biota, yaitu merata atau tidak, jika
nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka
keberadaan setiap jenis biota di perairan
dalam kondisi merata. Hasil dari perhitungan
nilai indeks kemerataan tertinggi diperoleh
pada stasiun I, hal ini menunjukkan bahwa
pada stasiun I kemerataan antar spesies relatif
merata atau jumlah individu masing-masing
spesies relatif sama (Fachrul, 2007).
Sedangkan pada stasiun II dan III
dikategorikan rendah, hal ini menunjukkan
bahwa kemerataan antara spesies rendah,
yang artinya kekayaan individu yang dimiliki
masing-masing spesies sangat jauh berbeda
(Fachrul, 2007).
Kategori indeks dominansi
0,00
0,50
1,00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
E
Grafik indeks dominansi
Menurut Odum (1997) dalam Fachrul
(2007), Indeks dominansi berkisar antara 0-1.
Hasil perhitungan indeks dominansi jenis
gastropoda pada setiap stasiun diperoleh nilai
pada stasiun I (0,15) nilai ini dikategorikan
rendah karena nilai indeks dominansi pada
stasiun I mendekati nilai nol. Sedangkan hasil
perhitungan indeks dominansi jenis
gastropoda pada stasiun II dan III diperoleh
nilai (0,68) dan (0,74) nilai ini dikategorikan
tinggi karena nilai indeks dominansi pada
stasiun II dan III mendekati nilai satu.
Menurut Odum (1997) dalam Fachrul
(2007), Indeks dominansi ini digunakan untuk
mengetahui adanya dominansi jenis tertentu
di perairan. Hasil yang ditunjukkan pada
stasiun I dikategorikan rendah, hal ini
menunjukkan bahwa pada stasiun I tidak
terdapat spesies yang mendominansi spesies
lainnya atau struktur komunitas dalam
keadaan stabil (Odum, 1997 dalam Fachrul,
2007). Sedangkan pada stasiun II dan III
indeks dominansi dikategorikan tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat spesies yang
mendominansi spesies lainnya atau struktur
komunitas labil, karena terjadi tekanan
ekologis (Odum, 1997 dalam Fachrul, 2007).
Jenis gastropoda yang mendominansi
pada stasiun II yaitu Strombus urceus yang
merupakan famili dari Strombidae. Jenis ini
banyak ditemukan pada stasiun II dikarenakan
substrat pada stasiun II berupa lumpur
berpasir yang merupakan habitat bagi siput
gongong atau famili dari Strombidae. Sesuai
dengan pernyataan dari Abbott (1960) dalam
Anonim (2015) yang menyatakan bahwa
habitat siput gonggong umumnya adalah
substrat lumpur berpasir yang banyak
ditumbuhi tumbuhan bentik seperti lamun
dan makro alga, mulai dari batas surut
terendah hingga kedalaman ± 6 meter.
Jenis yang mendominansi pada stasiun
III yaitu Stosicia houbricki, jenis ini banyak
ditemukan pada stasiun III dikarenakan
substrat pada daerah stasiun III yaitu batu
berpasir, spesies Stosicia houbricki
merupakan jenis gastropoda yang ditemukan
menempel pada bebatuan, dicelah batu atau
permukaan batu yang terdapat pada stasiun
tersebut. Sesuai dengan penjelasan Hutabarat
dan Evans (2006) yang menyatakan bahwa
pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky
shore) merupakan tempat yang sangat baik
bagi hewan-hewan yang dapat menempelkan
diri pada lapisan ini, golongan ini termasuk
banyak jenis gastropoda-moluska.
Identifikasi Gastropoda
Dari salah satu tujuan dilakukannya
penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis-
jenis gastropoda apa saja yang dapat
ditemukan pada zona intertidal Perairan
Kampung Sungai Cenot tersebut, sehingga
hasil yang didapat setelah dilakukan
penelitian ini ditemukan gastropoda
sebanyak 16 jenis yang berbeda pada setiap
stasiun dan juga ditemukan 3 jenis
gastropoda yang sama pada setiap stasiun.
Jenis gastropoda yang ditemukan
diidentifikasi dengan cara melihat bentuk
morfologinya berdasarkan acuan gambar dari
http://www.Marinespesies.org dan buku
Dharma (1988).
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
D
Jenis gastropoda pada setiap stasiun
Jenis gastropoda yang banyak
ditemukan terdapat pada stasiun I dan yang
sedikit terdapat pada stasiun II dan III, hal ini
dapat dipengaruhi oleh kualitas perairan pada
stasiun I jauh lebih baik dibandingkan pada
stasiun II dan III. Salah satu parameter
perairan yang mempengaruhi yaitu pH. Dari
hasil pengamatan pH pada stasiun II dan III
jauh lebih rendah dibandingkan nilai pH pada
stasiun I. Nilai pH rendah atau kurang dari 7
mengindikasikan bahwa suatu perairan asam,
pH netral bila nilainya sama dengan 7,
sedangkan pH yang tinggi atau lebih dari 7
mengindikasikan perairan basa (Mahyuddin,
2010). Wijayanti (2007) dalam Lopo (2013),
menyatakan bahwa, organisme perairan
mempunyai kemampuan berbeda dalam
mentoleransi pH perairan, kematian lebih
sering diakibatkan karena pH yang rendah
dari pada pH yang tinggi.
Dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan ditemukan dua jenis yang sama pada
stasiun I dan stasiun II yaitu jenis Clivipollia
pulchra dan Chicoreus capucinus.
Sedangkan pada stasiun I dan stasiun III
ditemukan satu jenis yang sama yaitu
Stosicia houbricki. Jadi dari hasil
pengamatan tersebut dapat disimpulkan
bahwa ditemukan 16 jenis gastropoda yang
berbeda pada setiap stasiun dan 3 jenis yang
sama pada stasiun I dan II / stasiun I dan III.
Jenis gastropoda berdasarkan kebiasaan hidup
Dari hasil penyamplingan jenis
gatropoda yang dibedakan berdasarkan
kebiasaan hidup yang terdiri dari epifauna
(hidup diatas permukan substrat), infauna
(hidup didalam substrat) dan treefauna (hidup
menempel), diperoleh jumlah jenis epifauna
sebanyak 9 jenis, jumlah jenis infauna
sebanyak 1 jenis dan jumlah jenis treefauna
sebanyak 6 jenis. Jumlah jenis terbanyak yaitu
epifauna dengan jumlah 9 jenis dan jumlah
jenis paling sedikit yaitu infauna dengan
jumlah 1 jenis, hal ini dikarenakan jenis
gastropoda yang hidup pada permukaan
substrat lebih mudah untuk ditemukan di
bandingkan dengan jenis yang hidup di dalam
substrat.
Parameter perairan Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan
dan pengamatan jenis substrat.
kisaran nilai DO pada setiap stasiun
tidak jauh berbeda dengan rata-rata dari ketiga
stasiun berkisar antara 5,4-5,5 mg/l. Kisaran
nilai DO tersebut termasuk kisaran baku mutu
perairan laut, menurut Kep.MenLH No.51
(2004) yang menyatakan bahwa kisaran DO
perairan laut yang sesuai untuk biota laut
berada pada kisaran > 5 mg/l. Sedangkan
Clark (1974) dalam Naldi (2015) menyatakan
bahwa kadar oksigen terlarut bagi kehidupan
hewan mollusca bentik adalah 4,1-6,6 ppm
(part per million), sedangkan batas minimum
yang masih dapat ditolelir oleh hewan
mollusca adalah 4 ppm. Sehingga kadar
oksigen terlarut pada setiap stasiun masih
tergolong baik untuk kehidupan Gastropoda
yang merupakan golongan dari hewan
mollusca.
Salah satu sumber utama oksigen
terlarut dalam air adalah proses difusi udara
yang masuk ke dalam perairan melalui
pergerakan dari air tersebut. Sesuai dengan
pernyataan Mahyuddin (2010) yang
menyebutkan bahwa proses difusi ini akan
selalu terjadi apabila ada pergerakan air
sehingga mendorong terjadinya proses difusi
oksigen dari udara ke dalam air.
Kisaran nilai pH yang diperoleh
terdapat perbedaan diantara setiap stasiun
pengamatan. Pada stasiun I diperoleh nilai
rata-rata (7,9), pada stasiun II diperoleh rata-
rata (6,9), dan pada stasiun III diperoleh rata-
rata (6,5). Berdasarkan Kep.MenLH No.51
(2004) yang menyatakan bahwa kisaran nilai
pH yang sesuai untuk biota laut berada pada
kisaran 7-8,5. Namun kisaran pH yang
terdapat pada setiap stasiun masih dapat
mendukung untuk kehidupan gastropoda,
sesuai dengan pernyataan Pennak (1978)
dalam Lopo (2013) bahwa pH yang
mendukung kehidupan gastropoda berkisar
antara 5,7 – 8,4.
Mahyuddin (2010) yang menyebutkan
bahwa secara alamiah, pH perairan
dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan
senyawa-senyawa yang bersifat asam, pada
malam hari fitoplankton dan tanaman air
lainnya mengonsumsi oksigen dalam proses
respirasi yang menghasilkan CO2, suasana ini
menyebabkan kandungan pH air menurun.
Dari pernyataan tersebut dapat
dijelaskan bahwa rendahnya pH pada stasiun
II dapat diduga karena adanya lamun yang
merupakan tumbuhan air yang dapat
berfotosintesis dan berespirasi sehingga dari
aktivitas tersebut dapat menurunkan kadar
pH. Sedangkan pada stasiun III merupakan
daerah yang dekat dengan dermaga dan
permukiman masyarakat sehingga dengan
adanya aktifitas-aktifitas masyarakat pada
daerah tersebut dapat mempengaruhi kadar
pH perairan.
Hasil pengukuran suhu pada setiap
stasiun tidak jauh berbeda yakni rata-rata dari
ketiga stasiun berkisar antara 27-28 0C.
Berdasarkan Kep.MenLH No.51 (2004) yang
menyatakan bahwa kisaran nilai suhu suatu
perairan alami dan diperbolehkan < 2 °C dari
kondisi normal suatu lingkungan. Sedangkan
menurut Sukarno (1981) dalam Lopo (2013)
suhu yang baik untuk pertumbuhan
Gastropoda berkisar antara 25 - 31 °C.
Kisaran suhu pada setiap stasiun pengamatan
tersebut masih tergolong baik untuk
kehidupan Gastropoda.
Hasil pengukuran kadar salinitas pada
setiap stasiun diperoleh nilai rata-rata 37 0/00.
Gross (1972) dalam Lopo (2013) menyatakan
bahwa Gastropoda umumnya mentoleransi
salinitas yang berkisar antara 25–40 ‰.
Sedangkan Kep.MenLH No.51 (2004)
menyatakan bahwa salinitas alami dan
diperbolehkan < 5 ‰ dari rata-rata musiman.
Berdasarkan pernyataan tersebut kisaran
salinitas pada setiap stasiun masih termasuk
kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh
hewan-hewan dari golongan Gastropoda.
Pengamatan jenis substrat yang
dilakukan secara estimasi visual diketahui
bahwa jenis substrat yang terdapat pada ketiga
stasiun terdapat perbedaan. Pada stasiun I
substrat pasir kasar, stasiun II substrat lumpur
berpasir, dan stasiun III substrat batu berpasir.
Dari ketiga jenis substrat tersebut telah
ditemukan beberapa jenis gastropoda namun
jenis gastropoda yang banyak ditemukan
berada pada substrat pasir kasar yang terletak
pada stasiun I. Berdasarkan pernyataan
Nybakken (1992) dalam Satria (2014) bahwa
tipe substrat berpasir memudahkan moluska
untuk mendapatkan suplai nutrisi dan air yang
diperlukan untuk kelangsungan hidupnya,
dibandingkan dengan tipe substrat berlumpur,
tipe substrat berpasir akan lebih memudahkan
moluska untuk menyaring makanan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kategori indeks keanekaragaman pada
stasiun I “Sedang”, pada stasiun II
“Rendah” dan pada stasiun III
“Rendah”. Kategori indeks
kemerataan yang diperoleh pada
stasiun I “Tinggi”, pada stasiun II
“Rendah” dan pada stasiun III
“Rendah”. Untuk kategori indeks
dominansi pada stasiun I “Rendah”,
pada stasiun II “Tinggi” dan pada
stasiun III “Tinggi”.
2. Jenis gastropoda yang dapat
ditemukan selama penelitian pada
zona intertidal Perairan Kampung
Sungai Cenot sebanyak 16 jenis. Jenis
gastropoda yang mendominansi yaitu
Strombus urceus terdapat pada stasiun
II dan Stosicia houbricki terdapat pada
stasiun III.
3. Kondisi parameter perairan pada
setiap stasiun termasuk kondisi yang
masih dapat mendukung untuk
kehidupan gastropoda yang terdapat
pada zona intertidal perairan Kampung
Sungai Cenot. Hasil pengamatan jenis
substrat diketahui pada stasiun I
berupa pasir kasar, pada stasiun II
lumpur berpasir dan pada stasiun III
batu berpasir.
Saran
Saran yang dapat disimpulkan setelah
dilakukannya penelitian ini yaitu perlu adanya
penelitian lebih lanjut oleh peneliti yang akan
datang untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman jenis moluska lain yang
terdapat pada zona intertidal perairan
Kampung Sungai Cenot, Desa Mantang Baru,
Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayunda, R., 2011, Struktur komunitas
gastropoda pada ekosistem mangrove
di gugus pulau pari kepulauan seribu,
Skripsi, Universitas Indonesia.
Arikunto, S., 2010, Prosedur Penelitian,
Jakarta.
Arfah, H., Patty, S.I., 2014, Keanekaragaman
Dan Biomassa Makro Algae Di
Perairan Teluk Kotania, Seram Barat,
Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 2:(2).
Anonim, 2015, Makalah Siput Gonggong,
http://dokumen.tips/documents/
makalah-siput-gonggong.html. 18 Juni
2016.
Dharma, B., 1988, Siput dan Kerang
Indonesia, Jakarta: PT.Sarana Graha.
Erlinda, L., Yolanda, R., Purnama, A.A.,
2014, Struktur Komunitas Gastropoda
Di Danau Sipogas Kabupaten Rokan
Hulu Provinsi Riau, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Pasir Pengaraian
Fahrul, M. F., 2007, Metode Sampling
Bioekologi, Jakarta.
Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara,
Kanisius, Yogyakarta.
Hitalessy, R.B., Leksono, A.S., Herawati,
E.Y. 2015, Struktur Komunitas Dan
Asosiasi Gastropoda Dengan
Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir
Lamongan Jawa Timur, Jurnal. Vol. 6.
No. 1. Universitas Brawijaya.
Hutabarat, S., Evans, S.M., 2006, Pengantar
Oseanografi, Universitas Indonesia.
Kep.Men-LH, keputusan menteri lingkungan
hidup/tentang baku mutu air laut.
Kep.Men-LH No.51 tahun 2004.
Jakarta.
Lopo, Y., 2013, Diversitas Jenis Gastropoda
Sebagai Bioindikator
Kualitasperairan Pantai Kecamatan
Kota Lama Kota Kupang, Skripsi,
Universitas PGRI, NTT.
Maniam, M.B.S., Syulasmi, A., 2008,
Persiapan Ujian Nasional Biologi
Untuk SMA/MA, Grafindo Media
Pratama, Bandung.
Mahyuddin, K., 2010, Panduan Lengkap
Agribisnis Patin, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Naldi, J., Pratomo, A., Idris, F., 2015,
Keanekaragaman Gastropoda Di
Perairan Pesisir Tanjung
UnggatKecamatan Bukit Bestari Kota
Tanjungpinang, Fakultas Ilmu
Kelautan Dan Perikanan, UMRAH,
Tanjungpinang.
Nybakken, J.W., 1988, Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis, PT Gramedia,
Jakarta.
Rahmasari, T., Purnomo, T., Ambarwati, R,
2015, Keanekaragaman dan
Kelimpahan Gastropoda di Pantai
SelatanKabupaten Pamekasan,
Madura, Jurnal Biologi, Universitas
Negeri Surabaya, Indonesia.
Rahmah, A., Khairunnisa, A., Nestiyanto,
Yulianti, S., Kholifah, Sari, N.K.,
2015, Big Book : Biologi SMA,
Cmedia, Jakarta.
Satria, M., Zulfikar, A., Zen, L.W. 2014.
Keanekaragaman Dan Distribusi
Gastropoda Di Perairan Desa
Berakit Kabupaten Bintan, Jurnal,
Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan, UMRAH,
Tanjungpinang.
Saripantung, G.L., Tamanampo, J.F., Manu,
G. 2013. Struktur Komunitas
Gastropoda Di Hamparan Lamun
Daerah Intertidal Kelurahan
Tongkeina Kota Manado, Jurnal
Ilmiah Platax, Universitas Sam
Ratulangi.
Setiowati, T., Furqonita, D., 2007. Biologi
Interaktif, Azka Press, Jakarta.
www.marinespecies.org