tindakan komunikatif pada ritual keagamaan...
TRANSCRIPT
TINDAKAN KOMUNIKATIF PADA RITUAL KEAGAMAAN
(Analisis Kualitatif pada Ritual Waqiahan di Desa Doropayung, Juwana,
Pati, Jawa Tengah)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Yogyakarta
Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh:
AZIZ DARYONO
11730100
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
YOGYAKARTA
2016
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK ALLAH SWT,
SETIAP KORBAN PEMIKIRAN KRITIS HABERMAS
DAN
ALMAMATER ILMU KOMUNIKASI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
vi
HALAMAN MOTTO
“Gusti Pengeran Mboten Nate Sare.”
-Emak Ku-
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada setiap entitas di muka bumi.
Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, yang kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir kelak. Amin.
Kajian ini merupakan upaya peneliti menjawab pertanyaan Habermas
mengenai ko-eksistensi Tindakan Komunikatif dengan Agama. Riset berbasis empiris
ini berusaha mengungkapkan bentuk-bentuk tindakan komunikatif yang ada dalam
ritual agama. Obyek yang peneliti pilih adalah agama Islam dan ritual Waqiahan.
Melalui kata pengantar ini, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Mohammad Sodik S.Sos, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Drs. Siantari Rihartono, M.Si, Kaprodi Ilmu Komunkasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Bapak Alip Kunandar, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
Dosen Pembimbing Skripsi peneliti yang senantiasa sudi dijarah waktu,
rumah, serta jatah kuliah doktorat-nya guna diskusi panjang selama proses
penyelesaian penelitian yang makin lama makin menggelisahkan ini.
4. Dr Iswandi Syahputra M.Si, serta Dra Marfuah Sri Sanistyastuti M.Si selaku
Penguji I dan II juga Dr. Yani Tri Wijayanti M.Si selaku ketua sidang yang
berkenan memberi masukan yang amat membangun dalam proses
penyelesaian penelitian ini.
viii
5. Segenap dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, semoga semua ilmu yang bapak dan ibu
ajarkan dapat menjadi berkah dunia dan akhirat. Amin.
6. Bapak dan ibu karyawan TU terlebih Ibu Nur Fadhilah yang tidak pernah letih
membantu proses administrasi penelitian ini.
7. Kedua orang tua peneliti, Bapak Subiyanto dan Ibu Sudarmini serta ananda
Isti’la Nurul Istiqomah dan Izzatuz Zahroil Athiroh. Terima kasih untuk setiap
peluh dan dukungan yang tiada habisnya tercurah bagi peneliti. Percayalah
abangmu ini pasti lulus.
8. K.H Gus Nur Salim selaku Wali Sanad Manaqib Al Waqiah di Pondok
Pesantren Sunan Kali Jogo Patebon Kendal, K.H Abdul Wakhid dan
Mujahadah pembacaan surat Al Waqiah “Manaqib Waqiah Al Karomah”
Cluwak, Pati serta Bapak Subiyanto dan seluruh jamaah Majlis pembacaan
surat Al Waqiah di Desa Doropayung yang telah mengijinkan peneliti
melakukan penelitian terhadap ritual Waqiahan.
9. Prof. Damien Barca PhD, mr. Hansel McManaman PhD, Dr Malik Syarif,
bapak Faiq Habibie M.Sc, abang Albertus Da Silva Mphil, mas Anfasul
Marom MA, dan Gus Khusni Zainury Lc yang berkenan menjadi mentor
peneliti. Diskusi dengan bapak-bapak sekalian tak pernah tidak mencerahkan
sekaligus menggembirakan.
10. Prof Benkei Kurosawa, Mr. Jung Young-Ha PhD, Bapak Widjanarko M.Si,
Bapak Ibnu Soetowo S.H, Bapak Kamli Darsono S.Hum serta segenap jajaran
peneliti di NGO North Coast Study yang telah membantu peneliti begadang
sebulan penuh guna pengambilan sumber data lapangan penelitian ini.
11. Robert, Nandi, Falah, and Odi in Amsterdam, Orsten, Susanto, Karim, and
Memo in Gronigen, Mark, Hans, Dimitry, and El Hadji in Frankfurt. Also
ix
Derek, Carson, Tsatsuma, and Geremi in Paris, thank you for every chat,
discussion, correspondence, corrections, references, books, journals, and
literature that has been given in order to enrich the analysis of this research.
12. Go Eun Ri, Levi, Agirrexte, Noah, Inago, Eygun, Mehmed, Dobrev, Patel,
Raunaaq, and Kumar in Casa del Mare, Los Bermejales, Seville also Izza and
Zain in Brussels thank you for all suportive effort, and wonderful memories.
13. Qonita, Riesvi, Fitri, Ladli, Revita, Vina, Luna dan Nazwa, yang sudi
berjibaku menjadi kawan diskusi sekaligus korektor EYD selama proses
penyusunan penelitian ini. Tanpa kalian jelas penelitian ini akan jauh-jauh
lebih cepat terselesaikan.
14. Orang tua peneliti selama di Yogyakarta, Bapak H Muhammad Syamsudin,
Dr. Badrus Sholeh, Bapak Gatot, Bapak Sumadi serta jajaran pengurus takmir
Masjid Khoirul Anwar yang senantiasa memberi dukungan baik moral
maupun material selama penulis menuntut ilmu di Yogyakarta
15. Seluruh santri Madrasah Khoirul Anwar yang peneliti banggakan sekaligus
saudara semasjid dan sepembaringan, Mas Boedi, Kak Alim, Gus Hilmi,
Kang Doer, Kang Mahfud dan Gandi, terima kasih sudah sudi menjadi kawan,
saudara, koki, konter pulsa, sumber sarapan, baitul mal berjalan sekaligus
guru hidup yang luar biasa Masya Allah.
16. Segenap Tim IV Studi Media Yogyakarta yang peneliti ingkari sumbangsih
dan peran sertanya, abang Marledi Tampubolon M.Phil, Samad Sabeni M.A,
Damar Van Rieben S.Ant, Medina Safira M.Si, Taigan Tora Taira S.Sos,
Denise Valeria S.Phil, dan Zukhruful Anam S.Hum, percayalah kamerad jalan
perjaka (dan perawan) kita masih amat panjang.
17. Mas Hambali dan mbak Riana KORA, mbak Fivi, mbak Genta, mbak Evie di
KameraDM, abang Bone, dan Anderson di Markiss, mas Fatih Kemal, mbak
x
Diana, mbak Latifa, alm mas I Gde Anak Badung, alm mas Moksa Jayanagri.
Terima kasih telah menjerumuskan peneliti dengan jalan emansipasi penuh
onak duri bernama kritis, yang entah kenapa begitu mengelijang.
18. Seluruh sahabat PMII Humaniora Park Korp Gareng 2011, antek-antek
Lingkar Kajian Media Yogyakarta, para kuli tinta di KiriBelok, penghuni
PETAK9, kawan-kawan di LiterasiDesa, kawan-kawan di Remot, komunitas
KORA2, komunitas Tukang Garong-Buku, dan komunitas KineFilm.
19. Komunikasi 2011 Yasin, Arif, Egi, Uum, Nuri, Irhas, Aim, Eni, Chus, Niken,
Fuad, Nanda, Hari, Rama, Yoga, dan juga teman-teman kelas KOMBHE.
Teruntuk Riki, Rais, Akbar, Nuha, dan Amri, segeralah kembali ke jalan yang
di ridhoi Allah Subhanahu Wa Ta’ala nak, kalian belok terlalu jauh!
Akhir kata peneliti ingin mengucapkan maaf apabila masih ada banyak
kekurangan dan kesalahan yang peneliti lakukan, semoga bisa lebih baik lagi di
penelitian selanjutnya
Yogyakarta, 15 November 2016
Aziz Daryono
NIM: 11730100
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ ii
HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
ABSTRACT .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian............................................................................... 9
E. Batasan Penelitian.....................................................................................9
F. Telaah Pustaka .................................................................................... 10
G. Landasan Teori .................................................................................... 12
H. Metode Penelitian... ............................................................................. 23
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.........................................................23
2. Lokasi Penelitian................................................................................26
3. Subjek Penelitian................................................................................26
4. Objek Penelitian.................................................................................26
5. Teknik Pengumpulan Data.................................................................28
6. Teknik Analisis Data..........................................................................28
7. Teknik Penyajian Data.......................................................................29
8. Validitas dan Reliabilitas Data...........................................................29
I. Sistematika Pembahasan Skripsi .......................................................... .31
xii
J. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 32
BAB II GAMBARAN UMUM...................................................................... .33
A. Gambaran Umum Desa Doropayung.........................................................34
B. Majlis Pembacaan Surat Al Waqiah..........................................................40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 47
A. Pemilihan Narasumber ........................................................................ 47
B. Konsensus Pada Ritual Waqiah Desa Doropayung .............................. 53
C. Konsensus Pada Ritual Waqiah Desa Doropayung .............................. 58
D. Kritik Ideologi ..................................................................................... 92
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 103
A. Kesimpulan ......................................................................................... 103
B. Saran .................................................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.Kerangka Pemikiran .................................................................... 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Interview Guide Klaim Kejujuran
Lampiran 2 : Data Jamaah Majlis Waqiahan
Lampiran 3 : Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Cover)
Lampiran 4 : Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Hadroh)
Lampiran 5 : Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Al Waqiah)
Lampiran 6 : Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Dzikir)
Lampiran 5 : Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Doa)
xv
ABSTRACT
Three decades ago, Habermas said that in the future, the role of religion would
be replaced by social praxis that is produced by the communicative action.
Through the communicative actions consensus, the role of sacred religious entity
as a moral justification will be replaced by rationality. But modernity project
expected by Habermas apparently never happened. Modern society is stuck in
rationality monade and confirming its position as the entity that set aside the
moral and also an individualistic. Religion on the other hand, managed to pull out
its potential for maintaining ethical morality aspect through the dogmas of
religion.
Habermas sees this as a chance of co-existence between rationality and
religion through communicative Action. However Habermas thinks this was a
mere possibility. Considering the religious praxis social systems would
complicate the formation of a consensus in the religious praxis. The existence of
consensus has indeed become the main requirement of a communicative act.
Therefore, this research would like to prove the potential of the coexistence
between religions and communicative action. The researchers chose the Islamic
religion and the rituals of Waqiahan in Doropayung, Juwana, Pati as objects of
research. Consider the social condition of Islam in Indonesia, which open towards
the social praxis of grassroots community. In addition, the Ritual of waqiahan in
Doropayung, Juwana, Pati was chosen because the ritual is an overview of the
religious ritual of the Nahdliyin community. A well-known moderate and open-
minded social Islamic community in Indonesia.
Using Habermas theory of Communicative Action, researcher managed to
find the forms of communicative action in the activities of the Waqiahan ritual. In
addition, all consensuses in ritual also have met all terms to be a communicative
act. All aspects concerning the comprehensive claims (sincerity, truthfulness and
rightness) until the emergence of an Ideological Criticism on social praxis
community also successfully met. Furthermore, communicative act that occurred
in the Waqiahan ritual in Doropayung, Juwana, Pati also managed to answer
Habermas questions about the epistemic position of religion (Islam) in the
forefront of modernity. To note, critique of the ideology formed by rituals
tactically criticized the culture of hedonism and religious social praxis that
occurred in Doropayung.
Keywords: Communicative Action, Religion, Islamic Ritual, Waqiahan,
Habermas, Critique Idiology
xvi
ABSTRAK
Tiga dekade lalu, Habermas pernah menuturkan bahwa kelak peran agama
akan digantikan oleh praksis sosial yang lahir dari Tindakan Komunikatif.
Melalui konsensus yang lahir dari Tindakan Komunikatif, peran agama sebagai
justifikasi moral ternafikan oleh rasionalitas. Namun proyek modenitas yang
digadang-gadang habermas ternyata luput. Masyarakat modern terjebak dalam
monade rasionalitas dan mentahbiskan diri sebagai entitas yang individualistik
serta mengesampingkan moral. Agama disisi lain, berhasil mengeluarkan
potensinya untuk tetap mengakomodir moralitas melalui dogma agama.
Habermas melihat ini sebagai potensi agama untuk menjadi kawan diskusi
yang baik bagi Tindakan komunikatif. Namun Habermas menganggap hal ini
masih sebatas potensi. Konsensus menjadi syarat utama terciptanya sebuah
tindakan komunikatif. Mengingat sistem praksis sosial keagamaan yang kurang
bersahabat bagi lahirnya konsensus dalam praksis keagamaan. Untuk itu
penelitian ini ingin membuktikan potensi koeksistensi antara agama dan tindakan
komunikatif. Peneliti memilih agama Islam dan ritual Waqiahan di desa
Doropayung, Juwana, Pati sebagai objek penelitian. Hal ini mengingat kondisi
sosial agama Islam yang ramah terhadap praksis sosial masyarakat akar rumput.
Disamping itu Ritual waqiahan di desa Doropayung, Juwana, Pati dipilih karena
ritual ini secara tidak langsung merupakan cerminan ritual keagamaan warga
Nahdliyin. Sebuah komunitas agama Islam di Indonesia yang terkenal moderat
dan terbuka.
Dengan menggunakan skema teoritik Tindakan Komunikatif Habermas,
peneliti berhasil menemukan bentuk-bentuk tindakan komunikatif dalam kegiatan
ritual Waqiahan.Selain itu konsensus yang terdapat dalam ritual waqiahan
terbukti memenuhi segala syarat guna menjadi sebuah tindakan komunikatif.
Seluruh aspek menyangkut klaim komprehensibilitas (sincerity, truthfulness dan
rightness) hingga lahirnya sebuah Kritik Ideologi pada praksis sosial masyarakat
berhasil dipenuhi. Tidak hanya itu tindakan komunikatif yang terjadi dalam ritual
Ritual Waqiahan di desa Doropayung, Juwana, Pati juga berhasil menjawab
pertanyaan Habermas mengenai posisi epistemis agama (Islam) dalam kancah
pergumulan modernitas. Mulai dari aspek universalitas dogma, konvergensi sosial
hingga moral egaliter. Yang patut digaris bawahi, kritik ideologi yang terbentuk
dari tindakan komunikatif ritual Waqiahan secara taktis juga mengkritisi budaya
hedonisme dan praksis sosial keagamaan yang terjadi di desa Doropayung
Kata Kunci : Tindakan Komunikatif, Agama, Ritual Agama Islam, Waqiahan,
Habermas, Kritik Ideologi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini berangkat dari observasi awal yang peneliti lakukan
pada Juni hingga Juli 2015 pada kegiatan ritual waqiahan1. Peneliti
memfokuskan diri pada ritual waqiahan yang dilakukan masyarakat pesisir
Utara Jawa Tengah khususnya di kawasan Kabupaten Pati. Kawasan
Kabupaten Pati dipilih karena wilayah ini merupakan kantong massa umat
Islam tradisionalis atau Nahdliyin2. Sekelompok masyarakat yang secara
kultural terikat dengan organisasi sosial keagamaan Nahdhatul Ulama
(Suetowo, wawancara, 11 Juni 2015). Ritual waqiahan sendiri merupakan
sebuah ritual keagamaan yang lazim dilakukan oleh kaum Nahdliyin.
Ritual waqiahan merupakan sebuah ritual yang rutin dilakukan
oleh masyarakat pesisir pantai Utara Jawa setiap empat puluh hari sekali
atau dalam istilah lokal dinamakan selapanan3. Tujuannya, untuk ngalap
berkah sekaligus mendekatkan diri pada Allah SWT. Ritual ini kerap
dihelat dalam bentuk mujahadah4, maupun majelis dzikir. Secara umum
dalam praktik pelaksanaannya jamaah akan membaca surat Al Waqiah
1 Ritual Waqiahan merupakan sebutan bagi sebuah ritual agama islam yang berbasis pada
pembacaan Surat Al Waqiah sembari diiringi dzikir-dzikir tertentu (K.H Gus Nur Salim,
wawancara, 4 Juni 2015)
2 Nahdliyin merupakan sebutan bagi sekelompok masyarakat baik yang berafiliasi secara kultural
ataupun organisasional dengan organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama‟
3 Selapanan merupakan sebutan bagi fase 40 hari dalam penanggalan Jawa.
4 Mujahadah, merupakan kegiatan ritual berdoa secara serentak dan berjamaah.
2
secara bersama-sama untuk kemudian diakhiri dengan membaca dzikir dan
doa. Dzikir dan doa yang dilakukan dapat saja berbeda antara satu majelis
dengan majelis yang lain, bergantung pada mursyid5 yang mensanadkan
ritual ini kepada pemangku ritual.
Penelitian ini akan menyorot pada perbedaan yang terjadi dalam
ritual waqiahan. Meskipun berasal dari mursyid yang sama, sebuah ritual
waqiahan dapat berbeda antara satu sama lain. Realitas ini peneliti
dapatkan dalam ritual waqiahan yang dilakukan oleh majelis pembacaan
Alwaqiah di desa Doropayung, Juwana, Pati dengan mujahadah
pembacaan surat Al Waqiah “Manaqib Waqiah Al Karomah” yang diasuh
oleh K.H Abdul Wachid yang bertempat di desa Cluwak, Pati. Keduanya
berasal dari Sanad6 dan mursyid ritual waqiahan yang sama, yaitu K.H
Gus Nur Salim selaku pengasuh Pondok Pesantren Sunan Kalijaga yang
berada di desa Purwosari, Patebon, Kendal.
Keduanya juga berasal dari latar belakang yang sama, yaitu
Nahdliyin. K.H Abdul Wachid secara struktur tercatat sebagai pengurus
Nahdhatul Ulama ranting. Begitu pula dengan jamaah majelis pembacaan
surat Al Waqiah di desa Doropayung. Meski secara struktur tidak tercatat
sebagai anggota ormas Nahdhatul Ulama, desa Doropayung dikenal
sebagai basis Nahdhatul Ulama yang kuat di kawasan Juwana. Ritual
keagamaan yang kerap dihelat di desa Doropayung sangat kental dengan
5 Mursyid dalam pemaknaanya disejajarkan dengan terma “guru”.
6 Sanad merupakan bukti bersambungnya silsilah pewarisan amalan dari satu guru ke guru lainnya
(Hilmi Naufar, wawancara, 30 November 2015)
3
nuansa Nahdhatul Ulama, semisal tahlilan7, manaqiban
8, yasinan
9,
barzanji10
, burdahan11
, hingga asroqolan12
.
Selain itu benang merah yang menghubungkan kegiatan di atas
dengan kultur Nahdliyin adalah ritual keagamaan di atas melewati proses
Syahadah atau Ijazah. Syahadah atau Ijazah dalam terma pondok
pesantren memiliki banyak makna. Hal ini bermakna serupa dengan proses
perizinan yang diberikan seorang Kyai kepada santrinya untuk
mengamalkan amalan tertentu. Ijazah ini penting karena sebagai bukti
bahwa seorang santri memahami esensi, fadhilah hingga mekanisme
pelaksanaan sebuah amalan, sehingga dapat mengamalkan dan
mengajarkan kepada masyarakat umum (Sadzali, wawancara 14 Juli
2016).
7 Tahlilan merupakan kegiatan membaca serangkaian dzikir yang seringkali diiringi pembacaan
surat Yasin dengan pembacaan kalimah thoyyibah sebagai intinya. Seringkali kegiatan ini
diasosiasikan dengan kegiatan mendoakan orang yang sudah meninggal.
8 Manaqiban berasal dari kata bahasa arab „manaqib‟ yang berarti biografi, kemudian ditambah dengan akhiran „an‟ akhiran bahasa Jawa menjadi manaqiban yang berarti kegiatan pembacaan
manaqib (biografi) Syaikh „Abdul Qodir al-Jailani.
9 Yasinan merupakan kegiatan membaca Surat Yasin pada momen-momen tertentu. Seringkali
kegiatan ini diasosiasikan dengan kegiatan mendoakan orang yang sudah meninggal
10 Berzanji merupakan sebuah kegiatan membaca kitab karangan Syekh Ja'far al-Barzanji bin
Hasan bin Abdul Karim. Kitab ini berisi doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi
Muhammad SAW mulai dari kelahiran, khitanan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad saw.
Kegiatan ini biasanya dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa digunakan pada sajak-
sajak arab
11 Burdahan merupakan suatu kegiatan melantunkan qasidah (lagu-lagu) yang berisi syair tentang
pujian/ sholawat kepada Nabi Muhammad s.a.w.. Syair tersebut diciptakan oleh Imam al Busiri dari Mesir.
12 Asroqolan merupakan kegiatan melantunkan sholawat nabi dengan episentrumnya berupa
sholawat Badar.
4
Hal ini pula yang terjadi pada mujahadah pembacaan surat Al
Waqiah “Manaqib Waqiah Al Karomah” di desa Cluwak, Pati, Jawa
Tengah. K.H Gus Nur Salim sebagai Kyai mensanadkan mekanisme
praktik ritual waqiahan kepada K.H Abdul Wachid sebagai santri ritual
waqiahan. Melalui K.H Abdul Wachid pula mekanisme ritual waqiahan
diartikan, dilanjutkan, diajarkan dan dijaga sebagai sebuah praksis
keagamaan. Sehingga antara ritual waqiahan yang dilakukan oleh K.H
Nur Salim dan K.H Abdul Wachid sama dan sebangun. Hal ini pula yang
terjadi dalam banyak kegiatan ritual waqiahan yang berada di wilayah
Kabupaten Pati.
Akan tetapi, pada majelis pembacaan Alwaqiah di desa
Doropayung, Juwana, Pati, terdapat beberapa perbedaan. Praksis ritual
waqiahan bukan lagi hanya ditentukan oleh mekanisme ritual waqiahan
yang disanadkan oleh K.H Gus Nur Salim. Praksis sosial masyarakat desa
Doropayung kemudian ikut menentukan garis arah ritual waqiahan.
Mekanisme ritual waqiahan yang tadinya hanya berpusat pada pembacaan
surat Al Waqiah kemudian bergeser. Praktiknya, peneliti dapati
mekanisme pembacaan surat Al Quran lain layaknya Yasin, Ar Rahman,
hingga Al Mulk yang disesuaikan dengan praksis sosial masyarakat
Doropayung. Begitu hal ini dikonfirmasi kepada Subiyanto sebagai
penerima Syahadah ritual waqiahan pertama dalam majelis pembacaan
Alwaqiah di desa Doropayung, Subiyanto menuturkan tidak mampu
berbuat banyak.
5
Subiyanto sendiri bukanlah Kyai layaknya K.H Abdul Wachid,
sehingga Subiyanto merasa tidak mempunyai kompetensi dalam
menentukan arah serta gerak ritual waqiahan yang ada dalam majelis
pembacaan Alwaqiah di desa Doropayung, Juwana, Pati. Subiyanto
memang penerima Syahadah pertama dari K.H Gus Nur Salim serta ikut
memprakarsai berdirinya majelis tersebut, akan tetapi dalam hal praktik
ritual waqiahan, Subiyanto menyerahkan sepenuhnya pada kesepakatan
seluruh jamaah. Lebih lanjut Subiyanto pernah menuturkan hal ini kepada
K.H Gus Nur Salim dan selaku mursyid kegiatan ritual waqiahan K.H Gus
Nur Salim tidak berkeberatan hal tersebut dilakukan.
Realitas inilah yang coba peneliti potret dalam koridor riset
komunikasi dengan menggunakan teori Tindakan Komunikatif Habermas.
Habermas mendefinisikan Tindakan Komunikatif sebagai sebuah tindakan
yang dihasilkan dan dipengaruhi oleh aturan yang disepakati bersama
antara partisipan komunikasi. Tolak ukur keberhasilan proses komunikasi
bukan lagi dilandaskan pada upaya pemenuhan satu sisi akan tetapi hasil
yang dituju lebih berorientasi pada pemahaman timbal balik antar
partisipan komunikasi (Habermas, 1990: 60-61). Pemahaman timbal balik
ini mampu dicapai apabila setiap partisipan komunikasi terbuka akan
terjadinya sebuah ruang argumentasi yang bebas represi. Keberadaan
ruang argumentasi yang bebas represi ini sangat dipengaruhi oleh kultur
komunikasi masyarakat yang membentuknya. Habermas menganggap
masyarakat modern sebagai kultur masyarakat rasional. Sebuah kultur
6
masyarakat dengan corak low context culture yang kental (Bertus,
wawancara, 12 Desember 2016).
Komunikasi yang berlangsung dalam Low context culture bersifat
linier dan konstan serta cenderung menggunakan kata-kata yang tak
pernah putus. Komunikasi melalui konteks ini bersifat langsung, tepat,
dramatis, terbuka, dan didasarkan pada perasaan atau niat. Makna secara
eksplisit dinyatakan melalui bahasa. Orang-orang yang saling
berkomunikasi biasanya mengharapkan penjelasan ketika ada sesuatu yang
masih belum jelas. Kebanyakan peserta komunikasi mengharapkan
transmisi pesan secara langsung guna menanggulangi minimnya
pengetahuan akan konteks komunikasi (Hall E. dan Hall M, 1990: 6-15)
kontek seperti inilah yang menjadi kunci kompetensi munculnya tindakan
komunikatif dalam pelaksanaan ritual waqiahan yang ada dalam majelis
pembacaan Alwaqiah di desa Doropayung, Juwana, Pati.
Masyarakat pesisir Utara Jawa Tengah – dalam hal ini masyarakat
desa Doropayung - hidup dan dibesarkan dalam budaya blak-blakan13
dan
Blókó-sutó14
(jujur dan apa adanya). Budaya ewuh-pakewuh15
yang secara
umum ada dalam masyarakat Jawa pada umumnya hanya terlihat pada
aspek-aspek yang melibatkan disparitas antar entitas sosial masyarakat
yang berbeda jauh, semisal dalam hal keilmuan, agama, ataupun tingkat
13 Budaya masyarakat pesisir yang cenderung berkata apa adanya.
14 Konsep komunikasi masyarakat pesisir yang berbasis pada etika jujur dan apa adanya.
15 Budaya malu. Malu disini lebih bermakna mengedepankan sikap sungkan dalam bermasyarakat
7
ekonomi. Pola komunikasi antara masyarakat biasa dengan orang-orang
terpandang, Kyai atau pemangku kepentingan cenderung mengedepankan
budaya ewuh-pakewuh. Akan tetapi, dalam keseharian antar sesama
masyarakat yang sama dalam hal status sosial dan keilmuan, proses
komunikasi yang terjadi cenderung terbuka serta impromtu (Widjanarko,
wawancara, 9 Oktober 2015).
Dahulu, wilayah pantai Utara Jawa Tengah tercatat sebagai
kawasan ekonomi yang berbasis pada kota pelabuhan. Kota-kota ini
kemudian tumbuh menjadi kawasan suburban bagi para saudagar,
pendatang, nelayan, buruh, serta pekerja yang kerap berpindah dari satu
pelabuhan kapal ke pelabuhan lain. Sehingga alih-alih muncul budaya
komunikasi yang berorientasi pada aspek kepriyayian layaknya di wilayah
Yogyakarta, budaya pesisir Utara Jawa Tengah berkembang dengan
menggunakan kultur khas masyarakat menengah kebawah yang Blókó-
sutó sebagai episentrum (Widjanarko, wawancara, 13 Oktober 2015).
Kultur komunikasi yang seperti ini seringkali melahirkan kultur
komunikasi yang berbasis Low context communication.
Low context culture dalam bentuk sikap Blókó-sutó inilah yang
menentukan terjadinya sebuah tindakan-tindakan komunikatif dalam ritual
waqiahan majelis pembacaan Alwaqiah di desa Doropayung, Juwana,
Pati. Praksis ritual waqiahan yang seharusnya mengikat dan ditentukan
oleh sebuah otoritas pemangku ritual kemudian menjadi cair, dan di
dasarkan pada praksis masyarakat pelaku ritual. Ibarat piramida terbalik,
8
garis besar serta arah ritual waqiahan didefinisikan secara terbuka oleh
masyarakat, untuk kemudian dirumuskan dalam tataran kebutuhan praksis
kemasyarakatan. Sebuah keadaan yang Habermas singgung sebagai posisi
epistemis dalam proses saling belajar antara tindakan komunikatif dan
agama. “Praksis iman jemaat yang harus menentukan arah tindakan
komunikatif” (Habermas, 2006: 114).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti
mencoba untuk memaparkan keunikan kasus sebagai bentuk pemahaman
khusus terhadap penelitian yang dilakukan. Maka peneliti menyusun
rumusan masalah:
Bagaimana bentuk tindakan komunikatif yang terjadi pada Ritual
Waqiahan, desa Doropayung, Juwana, Pati?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab
pertanyaan dari rumusan masalah di atas, yaitu:
Menganalisa konsep Tindakan Komunikatif yang ada pada Ritual
Waqiahan, desa Doropayung, Juwana, Pati.
9
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap pengembangan Sosiologi Komunikasi, dan dapat
menimbulkan ide-ide baru untuk penelitian yang lebih luas pada Tindakan
Komunikatif dalam aspek-aspek agama.
2. Manfaat praktis
Penelititan ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
gambaran terhadap konsep Tindakan Komunikatif Habermas dalam
posisinya sebagai upaya diskursus terhadap praksis keagaaman.
Pemahaman tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan
kerangkan pemikiran yang dapat diperankan dalam kehidupan masyarakat.
E. Batasan Penelitian
Guna menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga
mengaburkan fokus permasalahan dalam penelitian ini maka perlu dibuat
batasan-batasan masalah. Adapun batasan masalah yang akan digunakan
peneliti adalah:
1. Peneliti hanya menganalisa bentuk Tindakan Komunikatif yang terjadi
pada selang waktu Juni 2011-Juni 2015
Tahun 2011 merupakan awal berdirinya majelis pembacaan surat
Al Waqiah yang berlokasi di desa Doropayung, Juwana, Pati, sedangkan
Juni 2015 merupakan waktu peneliti melakukan preliminari riset
10
2. Peneliti hanya menganalisa aspek-aspek pembentuk Tindakan
Komunikatif beserta Kritik Ideologinya
Mengingat teorama Tindakan Komunikatif merupakan sebuah
grand-theory yang terbagi menjadi tiga kamar besar; Tindak Tutur,
Tindakan Komunikatif dan Ruang Publik. Penelitian ini akan menafikan
korelasi antara ketiga teori diatas dan hanya akan fokus pada analisis
terhadap aspek-aspek pembentuk Tindakan Komunikatif dan Kritik
Ideologi yang dibawanya.
F. Telaah Pustaka
Telaah pustaka berguna sebagai pembanding serta acuan penelitian
dari beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Karya yang
menjadi telaah pustaka ini dipilih berdasarkan relevansi tema dengan
penelitian yang akan dilakukan. Telaah pustaka juga berguna untuk
meminimalisir pengulangan atau tindakan plagiat penelitian. Maka dari itu
peneliti telah menemukan hasil penelitian sebelumnya yang dapat di
jadikan acuan antara lain;
Penelitian yang dilakukan oleh Zulfatul Choiriyah mahasiswi
Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada (2014) dengan judul “Konflik
Etnis Cina Di Indonesia Dalam Tinjauan Teori Tindakan Komunikatif
Jurgen Habermas”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penyebab
terjadinya konflik antara masyarakat etnis Cina dengan masyarakat
pribumi melalui kacamata teori Tindakan Komunikatif. Penelitian ini
11
berbentuk Studi Pustaka dengan menggunakan metode analisis
Hermeneutika Filsafat.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini terdapat pada
penggunaan Teori Tindakan Komunikasi Habermas. Perbedaannya,
Zulfatul Choiriyah lebih fokus pada pendefinisian dan proses
pembentukan konflik yang terjadi akibat kebuntuan komunikasi antar
etnis. Namun dalam penelitian ini peneliti lebih fokus pada bentuk
tindakan komunikatif yang terjadi pada ritual pembacaan Surat Alwaqiah,
serta konsensus yang dibuat selama kegiatan tersebut berlangsung.
Telaah selanjutnya merupakan penelitian yang dilakukan oleh
Awal Muqsith Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Filsafat Universitas
Gajah Mada (2012) dengan judul “Interpretasi Komunikatif Terhadap
Ayat Perang Dalam Perspektif Tindakan Komunikasi Jurgen Habermas”
dalam penelitian ini dibahas mengenai 1) Teori tindakan komunikasi yang
dikembangkan oleh Jurgen Habermas, (2) Historisitas ayat perang, (3)
Permasalahan yang ada dalam ayat perang dan (4) Penerapan teori
tindakan komunikasi dalam interpretasi ayat perang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Hermeneutika dalam
metode analisis teks guna menyingkap aspek intersubjektifitas antar
manusia dalam menyikapi ayat perang. Perbedaan penelitian diatas dengan
penilitian ini terletak pada fokus bahasan. Peneliti fokus pada ritual
keagamaan yang didasari dari sebuah konsensus tindakan komunikatif.
Sedangkan Awal Muqsith lebih fokus pada aspek historisitas sebuah ayat.
12
Telaah yang terakhir berasal dari penelitian yang dilakukan oleh
Ricardo F. Nanuru Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Filsafat Universitas
Gajah Mada (2011) dengan judul “Fungsi Sosial Gereja Menurut Konsep
Rasionalitas Komunikatif Jurgen Habermas”. Penelitian ini menelaah
fungsi gereja ketika berhadapan dengan aspek-aspek globalisasi layaknya
kemisikinan, penindasan, krisis ekologi dan sebagainya. Teori Rasio
Komunikatif Habermas difungsikan sebagai faktor yang mendorong
terciptanya fungsi gereja yang komunikatif.
Penelitian di atas menggunakan pendekatan Hermeneutika dan
Heuristika guna menganalisis objek penelitian. Peneliti mendapati banyak
kesamaan pendekatan dengan penelitian Ricardo F. Nanuru. Kedua
peneliti mencoba mendialogkan aspek agama layaknya gereja dan ritual
pembacaan Alwaqiah dengan teori Tindakan Komunikatif Habermas.
Sedangkan dalam hal perbedaan antara kedua penelitian terdapat pada
pendekatan penelitian dan subjek, objek penelitian.
G. Landasan Teori
1. Teori Tindakan Komunikatif
Teori tindakan komunikatif punya distingsi yang jelas
mengenai ranah kehidupan praksis. Praksis disini bermakna tindakan
manusia sebagai mahluk sosial yang tidak hanya didasarkan pada
kesadaran rasio. Esai yang berjudul “Labor and interaction : remarks
on Hegel‟s jena „philosophy of mind‟ (Hardiman, 1990:17-22),
13
Habermas menjelaskan bahwasannya Hegel sebagai bapak ilmu sosial
kritis kontemporer telah membedakan ranah praksis dalam dua sekat
besar. Pertama arbeit (kerja) dan kommunikation (komunikasi).
Menurut logika ini, dalam komunikasi terdapat hubungan kegiatan
penaklukan dalam interaksi intersubjektif melalui bahasa sehari-hari.
Layaknya kerja yang membuat jarak antar manusia dengan alamnya,
begitu juga dengan bahasa sehari-hari yang otomatis menjadi jarak
pemisah antara manusia dengan persepsi atas dunia.
Di sinilah letak kerancuannya, menurut Habermas logika
penaklukan Hegel tidaklah tepat bila diarahkan pada proses
komunikasi. Upaya penafsiran sempit semacam ini hanya akan
membawa kita mundur jauh. Problematika ini pula yang membuat
mesin paradigmatik Marxist dan Frankfurter Schule membentur titik
kulminasi. Menurut Habermas komunikasi yang ideal adalah
komunikasi yang membebaskan. Sebuah pengalaman komunikasi
yang tertanam di dalamnya pengalaman kebebasan (Magnis Suseno,
1992:171). Hal ini jelas tidak akan terwujud dengan logika
penaklukan yang dibawa oleh Karl Marx dan para begawan
Frankfurter Schule.
Kebebasan dalam proses berkomunikasi sudah selayaknya
hemoglobin dalam darah. Sebuah pesan akan senantiasa tersampaikan,
namun belum tentu dengan makna sebuah pesan. Seseorang
komunikan tidak akan dapat dipaksa untuk menerima makna pesan
14
dari komunikator. Seluruh anggota komunikasi harus sepaham dalam
ranah pengalaman dan pengetahuan guna menyepakati sebuah makna
pesan. Kesepakatan ini bersifat bebas serta terbuka.
Konsep praksis dan kebebasan komunikasi inilah yang
melatarbelakangi lahirnya tindakan komunikatif. Habermas membagi
rasio dalam tiga bentuk; yang pertama rasio instrumental yang
melahirkan tindakan instrumental. Kemudian rasio strategis yang
berakar dari kerja atau tindakan rasional bertujuan. Terakhir rasio
komunikatif, sebuah derivasi dari praksis komunikasi (Habermas,
1990: 59).
Tindakan instrumental berorientasi pada pemenuhan teknis
dengan mempertimbangkan pengetahuan empiris untuk kemudian
memilih sarana paling tepat guna mewujudkan tujuan instrumental.
Sama halnya tindakan instrumental, hanya saja Zweckrationales
handlens (tindakan strategis) berorientasi pada kenyataan sosial
sedangkan tindakan instrumental pada kenyataan non sosial. Namun
dalam hal pemenuhan tujuan, tindakan strategis lebih
mempertimbangkan nilai-nilai dan kaidah. Sehingga gagal atau
tidaknya sebuah usaha dinilai dari sejauh mana keberhasilan dalam
mewujudkan tujuan (Habermas, 1990: 60).
Kedua bentuk rasionalitas ini sebenarnya sama dan sebangun
dengan konsep rasionalitas yang diutarakan Weber guna membagi
bentuk-bentuk tindakan manusia. Akan tetapi Habermas bergerak
15
lebih jauh dengan menambahkan rasio komunikatif sebagai basis dari
tindakan komunikatif. Habermas mendefinisikan tindakan
komunikatif sebagai sebuah tindakan yang dihasilkan dan dipengaruhi
oleh aturan yang disepakati bersama antara anggota komunikasi.
Tolak ukur keberhasilan bukan lagi didasarkan pada upaya
pemenuhan satu sisi akan tetapi hasil yang dituju lebih berorientasi
pada pemahaman timbal balik antar partisipan komunikasi (Habermas,
1990: 60-61).
Konsep pemahaman verstandingung (timbal balik) inilah yang
merupakan titik tolak bagi Habermas dalam merumuskan teori
Tindakan Komunikatif. Adanya pemahaman timbal balik maka
terbuka kesempatan bagi setiap partisipan komunikasi untuk
melakukan sanggahan, kritik, serta alasan guna memperoleh
pengakuan intersubjektif (Habermas 2007: 11). Tidak ada sebuah
klaim yang absolut, keabsahan sebuah klaim terdapat pada adanya
opsi untuk melakukan koreksi dan belajar dari kesalahan. Kesadaran
inilah yang nantinya akan membawa pada pemahaman komunikatif .
Habermas sendiri membagi bentuk klaim atas tiga bagian
utama; bagian yang pertama merupakan Truth (klaim kebenaran);
sebuah dasar dari dunia objektif. Lalu Rightness (klaim ketepatan);
bagi validitas dunia intersubjektif atau sosial dan yang terakhir
Sincerity (klaim kejujuran); untuk validitas dunia subjektif (Habermas,
1987: 120). Apabila kita mampu menjelaskan ketiga klaim diatas
16
dengan benar maka kita akan sampai pada tahap yang Habermas sebut
sebagai klaim Comprehensibility (komprehensibilitas) (Hardiman
2009: 19).
Sebuah proses komunikasi berhasil apabila memenuhi kriteria
yang ada dalam realitas dunia yang dirujuk ketika proses komunikasi
berlangsung. Alasan utama kegagalan proses komunikasi sebenarnya
dilatarbelakangi oleh kegagalan dalam merujuk realitas dari klaim
yang bersangkutan. Jika ketiga konsep tersebut dikaitkan dengan
sebuah tindakan maka diharapkan akan melahirkan sebuah proses
komunikasi yang berorientasi pada kesepahaman.
Norma, adat, hukum serta prananta sosial bukanlah ekses dari
Tindakan Rasionalitas, akan tetapi hasil dari proses saling percaya dan
memahami antara berbagai elemen masyarakat. Hal ini merupakan
hasil dari sebuah relasi antar subjek yang sejajar. Konsep pemahaman
komunikatif dilandasi oleh penyatuan pengalaman menuju sebuah
konsensus. Setiap partisipan dituntut untuk melampaui pandangan
subjektif mereka untuk kemudian meyakinkan diri akan kesatuan
dunia yang intersubjektif. Semua ini dilandasi oleh mutualitas
keyakinan dan rasionalitas atas dasar kesatuan makna dan pemahaman
makna (Habermas 1981: 14).
Inilah kunci pemikiran Habermas mengenai konsep rasionalitas
dan pemahaman. Rasionalitas dapat menjadi sebuah upaya
emansipatoris jika dan hanya jika rasionalitas berjalan seimbang.
17
Rasio kerja berfungsi sebagai kontrol teknis atas alam dan proses
objektif. Sedangkan Rasio Komunikatif bekerja pada ranah diskusi
publik yang bebas dari dominasi. Sebuah ranah diskusi yang di
dalamnya terdapat pengurangan tingkat represi norma sosial dan
reduksi aspek-aspek kekakuan. Sehingga norma yang berlaku di
dalamnya menjadi cair dan fleksibel serta terbuka bagi lahirnya
refleksi.
Masalahnya Habermas menengarai adanya penyempitan
pemahaman atas rasionalitas, yaitu dengan hanya melihatnya pada sisi
efektifitas. Padahal seharusnya rasionalitas ini dimaknai sebagai arena
argumentatif yang tanpa sekat, me-reunifikasi-kan gagasan guna
mengatasi pandangan subjektif guna saling meyakinkan secara
rasional agar terbentuk sebuah Konsensus (Habermas 1984: 99-100).
Konsensus ini kemudian menjadi manifestasi tindakan komunikatif
Habermas yang diarahkan sebagai sebuah kritik terhadap masyarakat
modern yang mulai individualistik membatasi konteks relasi yang
terjalin antara manusia hanya sebatas penguasaan antara satu dengan
yang lain.
Perkembangan konsep ini kemudian berkembang lebih jauh
sejurus dengan ketertarikan Habermas terhadap kondisi ideal sebuah
komunikasi yang nir-represi. Tindakan komunikatif sejalan kemudian
menjadi sebuah grand-theory yang mencakup tiga teori besar yaitu
Tindak Tutur, Tindakan Komunikatif, dan Ruang Publik. Tindak
18
Tutur melihat konteks tindakan individu dilihat dari segi komunikasi,
kemudian Tindakan Komunikatif fokus pada peran komunikasi dalam
membentuk konsensus dalam masyarakat. Hingga pada fase terakhir
bagaimana sebuah masyarakat yang komunikatif mampu membangun
sebuah ruang diskusi bebas represi bernama Ruang Publik.
Tidak hanya berhenti disitu, Habermas mencoba melangkah
lebih jauh dengan melirik keberadaan agama sebagi media
terbentuknya tindakan komunikatif, mengingat selama ini tindakan
komunikatif senantiasa menggantungkan diri rasionalitas masyarakat
nan sekularistik. Hal ini bukannya tanpa alasan, Habermas merasa
pesimis terhadap potensi masyarakat modern dalam menghasilkan
tindakan komunikatif. Masyarakat modern yang digadang-gadang
Habermas menjadi ladang subur tumbuhnya tindakan komunikatif tak
lebih hanya menawarkan harapan palsu. Alih-alih menjadi terbuka
dengan pandangan disekitarnya masyarakat modern kini tersekat
dalam monade-monade individualistik berbentuk sosial media dan
cyber society (Habermas: 2006, 49-50).
Habermas beranggapan agama mampu menjadi kawan diskusi
yang baik bagi masyarakat jika dan hanya jika agama mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan nalar sekularistik. Caranya,
dengan membuka kesempatan terbentuknya tindakan komunikatif
pada praksis keagamaan. Sehingga kegiatan kegamaan tidak berakhir
sebagai dogma semata, akan tetapi menjadi sebuah tindakan
19
komunikatif yang bersifat emansipatoris. Not only enlighting faith but
also improving humanity.
Meskipun Habermas mengatakan masih sebatas potensi dan
belum pernah ada pembuktian empiris mengenai praksis keagamaan
yang mampu menjadi tindakan emansipatoris, Habermas
mensyaratkan bahwa dalam setiap aspek-aspek tindakan komunikatif
harus melibatkan proses komunikasi yang bebas repsesi. Sehingga bila
terbentuk sebuah tindakan komunikatif dalam aspek keagamaan, maka
didalamnya harus menjamin terjadinya proses komunikasi yang bebas
repsesi. Disinilah posisi proses komunikasi disini menjadi sangat
krusial.
Bagi Habermas proses komunikasi dapat dikatakan bebas
represi bila memenuhi klaim komprehensibilitas. Klaim
komprehensibilitas terbagi atas tiga bagian; bagian yang pertama
merupakan Truth (klaim kebenaran); sebuah dasar dari dunia objektif
empiris. Lalu Rightness (klaim ketepatan); bagi validitas dunia
intersubjektif yang sifatnya normatif dan yang terakhir Sincerity;
(klaim kejujuran); untuk validitas dunia subjektif (Habermas, 1987:
58). Terma di atas jelas bukan terma yang lumrah ditemui dalam ranah
komunikasi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat Habermas
mencetuskan teori ini memang bukan dari rahim komunikasi akan
tetapi filsafat komunikasi. Namun hal tersebut bukannya tanpa jalan
20
keluar, bila lebih teliti tiga klaim diatas dapat diubah dalam konteks
komunikasi yang lebih familiar.
Klaim kebenaran yang harus sesuai dengan kenyataan empiris
dapat dikatakan sebagai pesan dari sebuah tindakan komunikatif.
Klaim ketepatan yang mengacu pada tatanan dunia sosial normatif
dapat dimaknai sebagai source atau konteks komunikasi. Sedangkan
klaim kejujuran yang menuntut seseorang menyatakan secara
sungguh-sungguh terhadap apa yang dia lakukan dapat
dikelompokkan sebagai channels atau saluran. Saluran yang dimaksud
dalam hal ini adalah bahasa oral yang digunakan. Habermas
menyatakan dalam hal keagamaan bahwa klaim ketepatan dalam
sebuah komunikasi bisa dilihat dalam konteks keagamaan (Habermas:
2006, 67).
Sejurus kemudian secara ekplisit Habermas menjelaskan pula
bahwa klaim kebenaran dalam tindakan komunikatif yang dihasilkan
oleh agama harus dapat ditemukan dalam teks-teks keagamaan yang
melandasi terbentuknya konsensus (Habermas: 2006, 69).
Dikarenakan belum ada penelitian sejenis mengenai ritual Waqiahan,
maka menurut peneliti konteks keagamaan dalam penelitian tindakan
komunikatif pada ritual Waqiahan di desa Doropayung dapat berupa
perilaku keagamaan para jamaah Waqiahan, hingga adat serta ritus
masyarakat yang serupa. Sedangkan pada aspek klaim kebenaran,
Dalam kasus penelitian ini, peneliti mengasumsikan bahwa pesan
21
tindakan komunikatif harus dapat ditemukan dalam teks-teks
keagamaan Islam, layaknya Al Quran, Hadist, serta literatur
pendukung seperti Kitab Tafsir hingga Fiqh.
Setelah seluruh klaim terpenuhi maka tugas selanjutnya adalah
melakukan analisa lanjutan pada bentuk Tindakan Komunikatif, yang
menjadi ciri utama tindakan komunikatif adalah adanya kemampuan
melakukan kritik melalui argumentasi berbasis konsensus, bukan via
revolusi ataupun kekerasan. Melalui media konsensus Habermas
membuat distingsi antara argumen sebagai diskursus ataupun sebagai
Kritik. Diskursus guna memenuhi klaim kebenaran maka disebut
diskursus teoritis. Jika untuk memenuhi klaim ketepatan disebut
diskursus praktis. Terakhir, guna menepati klaim komprehensif maka
dihasilkan diskursus eksplikatif (Habermas dalam Hardiman 2009: 18-
19).
Hal yang berbeda akan terjadi bila proses komunikasi yang
kemudian menjadi episentrum gangguan. Sehingga mengakibatkan
pengandaian terhadap akan terjadinya sebuah konsensus menjadi tidak
valid, maka alih-alih menghasilkan konsensus, tindakan komunikatif
akan beralih fungsi sebagai Kritik Ideologi. Kritik Ideologi merupakan
konsepsi pemikiran khas filsuf Jerman yang dimaknai sebagai sebuah
upaya dialektika emansipatif guna membongkar, mengubah dan
menyadarkan masyarakat dari upaya pemberangusan kemanusiaan
melalui pelanggengan suatu “ideologi” (Hardiman, 1991: 51-59).
22
Tindakan komunikatif memiliki dua bentuk; Diskursus dan
Kritik. Diskursus dibagi menjadi tiga; Diskursus guna memenuhi
klaim kebenaran maka disebut diskursus teoritis. Jika untuk
memenuhi klaim ketepatan disebut diskursus praktis. Terakhir, guna
menepati klaim komprehensif maka dihasilkan diskursus eksplikatif
(Habermas dalam Hardiman 2009: 18-19). Demikian pula dengan
kritik, kritik terhadap dunia objektif; kritik estetis bertujuan
membedah korelasi dan kesesuaian norma objektif dengan dunia
batiniah kita. Ke dua, kritik teurapeutis yang mencoba menyingkap
penipuan diri masing-masing pihak yang berkomunikasi (Hardiman
2009: 19). Hal diatas bertujuan guna menjawab posisi epistemis
agama dalam suatu tindakan komunikatif (Habermas, 2005: 143).
Telaah diatas menjadi penting karena agama Islam dalam
tindakan komunikatif bukanlah sekedar induk semang bagi tindakan
komunikatif untuk bertumbuh, akan tetapi agama Islam harus menjadi
ruang terbuka yang mampu mengakomodir praksis keagamaan yang
lahir dari tindakan komunikatif. Menurut Habermas setidaknya ada
tiga hal yang harus dijawab guna membuktikan hal tersebut; pertama,
agama harus pengetahuan tanpa mampu menunjukkan aspek
universalitasnya Kedua, agama mampu membuktikan relasi dogma
agamanya dengan pengetahuan sekular tanpa terjadi friksi yang
berarti. Terakhir, Agama harus membuktikan adanya prinsip moral
23
serta egaliter antar individu di dalam doktrin keagamaan (Habermas,
2005:143).
Jika melihat postulat di atas, maka ritual Waqiahan sebagai
bentuk dari praksis keagamaan hanya bisa menjadi sebuah gerakan
emansipatif bila di dalamnya terdapat tindakan komunikatif. Tentu
saja tindakan komunikatif yang ada di dalam ritual Waqiahan harus
memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh Habermas. Mulai dari
kelengkapan klaim komprehensibilitas, yang terdiri dari klaim
kebenaran, klaim ketepatan, dan klaim kejujuran hingga bentuk dari
tindakan komunikatif itu sendiri, apakah menjadi sebuah diskursus
belaka atau malah sebuah kritik, hingga menjawab posisi epistemisnya
dalam kancah tindakan komunikatif
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan teori Tindakan Komunikatif guna
menganalisisi objek material berupa kegiatan ritual waqiahan pada
majelis pembacaan surat Al Waqiah yang berlokasi di desa
Doropayung. Sumber data primer pada penelitian ini berupa observasi,
wawancara, serta dokumentasi kegiatan ritual waqiahan pada majelis
pembacaan surat Al Waqiah. Sedangkan sumber data sekunder
menggunakan literatur buku, jurnal, esai, dan tulisan yang mengkaji
paradigma teori Tindakan Komunikatif Habermas.
24
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data-data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Kualitatif merupakan penelitian yang
memiliki tujuan dokumentasi, identifikasi, dan interpretasi mendalam
terhadap pandangan dunia, nilai, makna, keyakinan, pikiran, dan
karakteristik umum seseorang atau sekelompok masyarakat tentang
penilaian-penilaian kehidupan, situasi kehidupan, kegiatan-kegiatan
ritual dan gejala-gejala khusus kemanusiaan yang lain. Peneliti pada
penelitian kualitatif dengan memperhatikan syarat-syarat penelitian
kualitatif yang ada diharapkan akan memunculkan suatu penelitian
yang objektif. Penelitian yang dilakukan secara objektif akan memberi
arah pada penelitian layak dan dapat dipertanggung-jawabkan
hasilnya (Moleong, 2013: 4-5).
Pada penelitian kualitatif, terdapat beberapa macam metode,
diantaranya adalah studi kasus, fenomenologi, etnografi,
etnometodologi, dan sebagainya. Penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan salah satu dari berbagai macam metode tersebut, yaitu
dengan menggunakan metode etnografi. Etnografi selain dapat
dipandang sebagai sebuah tipe penelitian, juga dapat diperlakukan
sebagai metode penelitian. Jika dilihat dalam konteks yang lebih
besar, maka etnografi adalah sebuah metode penelitian yang
25
berpayung dibawah paradigma konstruktivisme dan didalam
perspektif teoretik interpretivisme (Sri Rejeki 2004: 41).
Etnografi sebagai sebuah metode yang berada di bawah
perspektif teoretik interpretivisme merupakan suatu cara bagi peneliti
untuk mendekati objek penelitian dalam kerangka interpretivisme.
Adapun landasan pemikiran adalah bahwa realitas sosial diciptakan
dan dilestarikan melalui pengalaman subjektif dan intersubjektif dari
para pelaku sosial. Para pelaku sosial ini dipandang aktif sebagai
interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas
simbolik mereka. Aktivitas-aktivitas simbolik itu seperti permainan
bahasa, ritual, ritual verbal, metafora-metafora, dan drama-drama
sosial (Sri Rejeki 2004: 42).
Makna-makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna
konsensus. Makna subjektif adalah makna yang mengacu pada
interpretasi individual, sedangkan makna konsensus merupakan
makna yang diinterpretasikan secara kolektif. Makna subjektif
dikontruksi melalui proses-proses kognitif manusia. Sementara,
makna konsensus dikontruksi melalui proses-proses interaksi sosial.
Kedua makna tersebut pada hakikatnya merupakan makna-makna
yang menunjukkan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas
secara sosial dikonstruksi melalui kata, simbol, dan perilaku dari para
anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku ini.
26
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada di desa Doropayung, Juwana,
Pati. Khususnya pada masyarakat yang tergabung dalam ritual
waqiahan pada majelis pembacaan surat Al Waqiah yang berlokasi di
desa Doropayung, Juwana, Pati.
3. Subjek Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan orientasi
lapangan mengenai keadaan narasumber untuk melihat kemungkinan
dilakukannya penelitian. Agar sesuai dengan tema yang telah
ditentukan oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan di daerah Juwana
dengan subjek berusia 25-90 tahun. Semua subjek merupakan Jamaah
beragama Islam sekaligus Jamaah ritual waqiahan pada majelis
pembacaan surat Al Waqiah. Semua subjek juga tergabung dalam
ritual waqiahan pada majelis pembacaan surat Al Waqiah yang
berlokasi di desa Doropayung, Juwana, Pati Jawa Tengah.
4. Objek Penelitian
Penelitian ini menetapkan seluruh tindakan ritual yang
dilakukan dalam ritual waqiahan pada majelis pembacaan surat Al
Waqiah yang berlokasi di desa Doropayung, Juwana, Pati, Jawa
Tengah sebagai objek penelitian.
27
5. Teknik Pengumpulan Data
Moloeng (2013:225) menyatakan bahwa teknik pengumpulan
data pada penelitian kualitatif meliputi metode observasi, wawancara,
serta penelitian dokumen dan data individu. Penelitian ini
menggunakan teknik observasi dan wawancara sebagai metode
pengumpulan data.
a. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah pengamat melakukan dua peran
sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi
anggota resmi dari kelompok yang diamatinya tersebut.
Peneliti pertanggal 20 Juni 2015 bergabung dengan majelis
pembacaan surat Al Waqiah agar dapat melakukan
observasi secara terbuka kepada subjek penelitian yang
sekaligus jamaah ritual waqiahan pada majelis pembacaan
surat Al Waqiah.
b. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan kepada yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut, (Moleong, 2013:232). Ketika proses
ini peneliti akan melakukan wawancara mendalam pada
tokoh-tokoh sentral yang ada dalam ritual waqiahan pada
28
majelis pembacaan surat Al Waqiah. Diantaranya:
Subiyanto, Sudarmini, Yun Sarkono, Lasiman, Purnomo,
Parli, Sumiyati, Rus Yanto, Pani.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode yang menggunakan
sumber data berupa bahan-bahan tertulis seperti buku,
dokumen, notulen rapat, paper, majalah, foto-foto yang
berkenaan dengan ritual waqiahan pada majelis pembacaan
surat Al Waqiah.
Berdasarkan pada uraian mengenai teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda, diharapkan mampu mengumpulkan data yang
saling mendukung dan melengkapi kekurangan dari masing-masing
metode, sehingga menghasilkan data yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan dari penelitian ini
6. Teknik Analisis Data
Untuk memberikan arti dari data yang telah dikumpulkan,
diperlukan suatu analisis. Analisis data kualitatif menurut Bognan &
Biklen (1982) sebagaimana dikutip Moleong (2013:248), adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, disintesiskan, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.
29
Peristiwa ini secara umum analisis data yang dimulai dari data lalu
dibawa menjadi suatu kesimpulan. Jadi kesimpulannya berdasar pada
data yang telah diperoleh dalam penelitian yang sifatnya terbuka.
7. Teknik Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan (Prastowo, 2011: 244). Penyajian data
dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu
bentuk yang padu dan mudah dipahami. Menurut Sugiyono (2009:
249), dengan penyajian data maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang dipahami tersebut. Bentuk penyajian data dalam
penelitian ini yaitu bentuk teks yang bersifat naratif.
8. Validitas dan Reliabilitas Penelitian
Validitas dan reliabilitas merupakan unsur penting yang
menjamin keabsahan data penelitian secara ilmiah. Menurut Moeloeng
(2010:226) teknik pemeriksaan keabsahan data berdasarkan pada
beberapa kriteria antara lain, derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability).
Validitas data ditentukan oleh kredibilitas temuan dan
interpretasinya agar bersifat faktual atau sesuai dengan situasi yang
hendak diteliti. Reliabilitas ditunjukkan dengan jalan melakukan
30
replikasi studi. Artinya, jika dilakukan beberapakali pengulangan studi
dalam suatu kondisi yang sama memiliki hasil yang secara esensial
sama (Moleong, 2013: 156).
Usaha yang dapat dilakukan peneliti dalam menentukan
validitas dan reliabilitas dalam penelitian dapat dilakukan melalui
beberapa prosedur berikut (Moleong, 2013: 159):
a. Triangulasi, yaitu dengan melakukan pengecekan kembali (recheck)
terhadap temuan bentuk-bentuk tindakan komunikatif, konteks sosial
tindakan komunikatif melalui perbandingan dengan berbagai
wawancara dengan K.H Gus Nur Salim, K.H Abdul Wachid, selaku
penggiat ritual Waqiahan, K.H Asmu‟i Sadzali dan Hilmi Naufar
M.Hum selaku cendekiawan Islam, Widjanarko M.Si dan Ibnu
Soetowo S.H selaku peneliti budaya pesisir. Juga melalui
perbandingan pada teori-teori komunikasi layaknya Gatekeeper
Theory, Group Communication and Group Decision Making Theory,
juga Communication Identity Theory.
b. Memperpanjang durasi penggalian data, yang dimaksudkan untuk
membangun kepercayaan narasumber terpilih terhadap peneliti
(building report). Narasumber tersebut diantaranya Subiyanto,
Sudarmini, Yun Sarkono, Lasiman, Purnomo, Parli, Sumiyati, Rus
Yanto, Pani.
31
I. Sistematika Pembahasan Skripsi.
Untuk memudahkan dalam mengkaji dan memahami secara
keseluruhan skripsi ini, peneliti akan menguraikan tentang sistematika
pembahasan sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika
pembahasan skripsi.
Bab II yang berisi gambaran umum tentang majelis pembacaan
surat Al Waqiah yang berlokasi di desa Doropayung. Pembahasan
pada bab ini meliputi: sejarah berdiri hingga struktur demografis.
Bab III pembahasan tentang bentuk Tindakan Komunikatif
dalam ritual waqiahan yang dilakukan oleh majelis pembacaan surat
Al Waqiah yang berlokasi di desa Doropayung. Bab ini terdiri atas
pembahasan mengenai bentuk Tindakan Komunikatif, landasan Klaim
Tindakan Komunikatif, serta jenis Tindakan Komunikatif.
Bab IV adalah bagian penutup yang terdiri dari: kesimpulan,
saran, dan kata penutup. Pada bagian akhir juga dicantumkan daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.
32
J. Kerangka Pemikiran.
Bagan 1
Kerangka Pemikiran
(Sumber: Olahan Peneliti)
103
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk tindakan komunikatif dalam
ritual menggunakan pendekatan etnografi, dengan analisis data serta
pembahasan menggunakan teorama Tindakan Komunikatif Habermas
pada Ritual Waqiahan di desa Doropayung dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ditemukan tiga bentuk tindakan komunikatif dalam Ritual Waqiahan
di desa Pertama; pergeseran ritual Waqiahan dari sistem selapanan
menjadi manasuka, lalu penambahan surat-surat Al Quran selain surat
Al Waqiah berdasarkan kebutuhan jamaah, dan patungan antar jamaah
guna konsumsi berdasarkan kemampuan individu jamaah.
2. Pergeseran ritual Waqiahan dari sistem selapanan menjadi manasuka
merupakan sebuah diskursus ekplikatif. Lewat tindakan komunikatif
berbentuk penambahan surat-surat Al Quran selain surat Al Waqiah
berdasarkan kebutuhan jamaah, dihasilkan Diskursus praktis.
konsensus patungan antar jamaah guna konsumsi berdasarkan
kemampuan individu jamaah lebih bersifat kritik estetis.
3. Sebagai Kritik Ideologie, ritual Waqiahan melakukan kritik secara
menyeluruh terhadap fenomena sosial yang terjadi di desa
Doropayung. Dalam hal ini budaya konsumtif dan kultur hedonisme
yang melanda masyarakat desa Doropayung.
104
4. Kegiatan menangis bersama yang dilakukan oleh para jamaah Majelis
Pembacaan Surat Al Waqiah desa Doropayung bukanlah bentuk
katarsis akan tetapi Healing Process dalam psikoanalisis.
B. SARAN
Melihat penelitian yang telah dilakukan ada beberapa saran yang
diajukan peneliti sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan,
diantaranya;
1. Bagi peneliti komunikasi
Pada perkembangannya penelitian berbasis filsafat komunikasi
dalam ranah sosial praksis kemasyarakatan kini menjadi sangat langka.
Diharapkan bagi peneliti komunikasi tidak hanya fokus menghasilkan
penelitian yang berguna bagi industri komunikasi akan tetapi sesekali
juga menggali kompleksitas komunikasi dalam basis praksis sosial.
2. Bagi penelitian secara umum
Sebagai sebuah penelitian, Untuk itu diharapkan bagi penelitian
selanjutnya dapat menggunakan pendekatan yang berbeda guna
melengkapi data-data mengenai Tindakan Komunikatif dalam ranah
agama. Entah melalui teori Tindak Tutur ataupun Ruang Publik
3. Bagi khalayak pembaca
Pembaca diharapkan lebih cermat dan kritis dalam melihat realitas
sosial. Tidak mudah begitu saja mengikuti arus yang berkembang di
masyarakat.
105
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
American Psychological association. 2007. “Dictionary of Psychology”.
Washington DC: Author.
Amstrong, Karen. 2004. “Buddha”. Westminister: London. Penguin Publisher.
______________. 2007. “The Great Transformation: The Beginning of Our
Religious Traditions”. USA. Anchor Book Publisher.
Axel Honeth, dkk. 1981. “The Dialectic of Rationalisation an Interview with
Jurgen Habermas”. Telos Publisher
Axel, Honeth and Hans Joas eds. 1990. “Communicative Action”. Cambridge
Massacusett: MIT Press
Bell, Catherine. 1997. “Ritual; Perspective and Methodology”. New york:
Oxford. Oxford University Press.
______________. 2009. “Ritual; Theory and Practice” New york: Oxford.
Oxford University Press
Butler, and Jurgen Habermas eds 2011. “The Power of Religion in Public
Sphere”. West sussex: Colombia University Press
Browning, and Francis Schusler eds. 1992. “Habermas, Modernity, and Public
Theology ”. New York: Crossroads.
Carey, James. 2009. “Communication as Culture: Essays on Media and Society”.
Newyork: Routledge. Taylor & Francis.
106
Couldry, Nick. 2005. “Media Rituals: Beyond Functionalism,”. dalam Media
Anthropology. Editor: Eric W. Rothenbuhler dan Mihai Coman. Thousand
Oaks: SAGE Publications.
Ellen, Basso and Ghunter Senft eds. 2009. “Ritual Communication”. Sussex :
Bloomsbury
Hall, E. dan Hall, M. 1990. “Understanding cultural differences: Germans,
French and Americans.”. Yarmouth: Intercultural Press.
Hardiman, Budi. 1991. “Kritik Ideologi Pertautan pengetahuan dan
kepentingan”. Yogyakarta: Kanisius.
_______________. 1991. “Ideologi dan Utopia”. Yogyakarta: Kanisius.
_______________. 2009. “Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat,
politik, dan postmodernisme”. Yogyakarta: Kanisius.
_______________. 2009. “Demokrasi Deliberatif. Menimbang Negara Hukum
dan Ruang Publik Dalam Teori Diskursus Habermas”. Yogyakarta:
Kanisius.
_______________, (ed) 2010. “Ruang Publik: Melacak Partisipasi demokrastis”.
Yogyakarta: Kanisius.
Habermas and Ratzinger 2006 “J.Habermas/J.Ratzinger, Dialektik der
Sakularisierung. Uber Vernunft und Religion”. Freiburg: Herder Verlag.
(translated by Brian Mcneil ) The Dialectic of secularization, On Reason
and Religion. San Francisco: Ignatius Press.
107
Habermas, Jurgen. 1981. “Theorie Des Kommunikativen Handeln Band 1.
handlungsrationalitat und gesselschaftliche rationalisierung” (translated
by Thomas mccharty). Frankfurt am Main: Suhrkamp Verlag.
_______________. 1984. “The Theory of Communicative Action I”. Boston:
Beacon Press.
_______________. 1987. “Philosopical Discourse Of Modernity”(Translated by
Frederic Lorens). Cambridge Massacusett: MIT Press.
_______________. 1988. “Theorie Des Kommunikativen Handeln Band 2. Zur
Kritik der Funktionalistischen Vernuft”. Frankfurt am Main: Suhrkamp
Verlag.
_______________. 2005. “Religion in der Öffentlichkeit. Kognitive
Voraussetzungen für den öffentlichen Vernunftgebrauch religiöser und
säkularer Bürger” in Zwischen Naturalismus und Religion.
Philosophische Aufsätze Frankfurt am Main: Suhrkamp Verlag.
_______________. 1990. “Strukturwandel der Offentlichkeit”. Frankfurt am
Main: Suhrkamp Verlag.
_______________. 1991. “Ilmu dan Teknologi sebagai Ideology”. Jakarta:
LP3ES.
_______________. 1992. “Zu Max Horkheimers Satz <Einen Unbedingten Sinn
zu Retten Ohne Gott, ist Eitel”. Frankfurt am Main: Suhrkamp Verlag. In
Habermas, Jurgen and Joseph Ratzinger. 2006. “Dialectics of
Secularization. On Reason and Religion”.(translated by Brian McNeil
C.R.V). San Fransisco: Ignatius Press.
108
_______________. 2002. “Religion and Rationality”. Cambridge Cambridge
Massacusett: MIT Press.
_______________. 2007. “Teori Tindakan Komunikatif I: Rasio dan
Rasionalisasi Masyarakat”. (diterjemahkan oleh Nurhadi) Yogyakarta :
Kreasi Wacana.
_______________. 2007. “Teori Tindakan Komunikatif II: Kritik Atas Rasio
Fungsionaris”. (diterjemahkan oleh Nurhadi) Yogyakarta : Kreasi
Wacana.
_______________. 2010. “Awarness of What is Missing: Faith and Reason In
Secular Age”. Cambridge United Kingdom: Polity.
_______________. 2015. “Theory and Practice”. Cambridge United Kingdom:
Polity.
Hirokawa, Robert. Y and M. Scott Poole. 1996. “Communication and Group
Decision Making”. United Kingdom: Sage Publisher.
Kantor Kelurahan Desa Doropayung. 2012. “Data sensus Penduduk”. Juwana. 17
Maret 2012.
Kantor Kelurahan Desa Doropayung. 2013. “Data sensus Ekonomi Penduduk”.
Juwana. 25 Juni 2013.
Kleden, Paul Budi dan Andrianus Sunarko (ed) 2010. “Dialektika Sekularisasi:
Dialog Habermas dan Ratzinger serta tanggapan”. Maumere Flores:
Lodalero.
Kuntowijoyo. 1991. “Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi”. Bandung:
Mizan.
109
Magnis, Suseno F. 1992. “Filsafat sebagai Ilmu Kritis”. Yogyakarta: Kanisius.
Moelong, J. Lexy 2013. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mendieta, and Craig Calhound. 2013. “Habermas and Religion”. UK: Polity
Press
Moeslim, Abdurrahman. 1997. “Islam Transformatif”. Jakarta: Pustaka Firdaus.
_______________. 2003. “Islam Sebagai Kritik Sosial”. Jakarta: Erlanga.
_______________. 2003. “Setangkai Pemikiran Islam: Sebuah Pengantar”.
dalam M. Imadudin Rahmat, et.al. “Islam Pribumi: Mendialogkan Agama
Membaca Realitas”. Jakarta: Erlanga.
_______________. 2005. “Islam yang Memihak”. Yogyakarta: LkiS.
Mulyana, Dedi. 2004. “Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar”. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Prastowo, Andi. 2011. “Metode Penelitian Kualitatif”. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Pusey, Michael. 2011. “Habermas Dasar dan Konteks Pemikiran”. Yogyakarta:
Resist Book.
Rahardjo, Turnomo. 2009. “Cetak Biru Teori Komunikasi dan Studi Komunikasi
Di Indonesia”. Disampaikan Dalam Simposium Nasional: Arah Depan
Pengembangan Ilmu Komunikasi Di Indonesia. Jakarta.
Theunissen. 1992. “Negative Theologie der Zeit”. Frankfurt am Main: Suhrkamp
Verlag.
110
Samovar, Lary A. and Richard E. Poeter. 2010. “Communication Between
Cultures, Seventh Edition”. Wardsworth: Canada.
Schuller, Florian. 2005. “J.Habermas/J.Ratzinger, Dialektik der Sakularisierung.
Uber Vernunft und Religion”. Freiburg: Herder Verlag.
Shoemaker, P.J. 2005. “Communication Concept 3,Gatekeeping”. Newbury Park:
SAGE Publications.
Sri Rejeki, MC Ninik Sri. 2004. “Etnografi Dalam Penelitian Komunikasi Antar
Budaya”. Dalam Birowo, M Antonius. “Metode Penelitian Komunikasi:
Teori dan Aplikasi” Yogyakarta: Gitanyali.
Sugiyono. 2009. “Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif”. Bandung:
Alfabeta
B. Maktabah
Al Ghozali. Abu Hamid Muhammad. 1984. “Minhajul Abidin”. Madinah: Ad Dar
al Hudari.
Al-Mahally, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-suyutti. 1993. “Tafsir
Jalalain”. Jilid II.Cairo: Maktabah Fi Din.
_________, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-suyutti. 1993. “Tafsir
Jalalain”. Jilid IV Beirut: Ad Dar Al Fikr.
As-Sa'diy, Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah. 1998. “Al Qowaidul
Fiqhiyyah”. Kudus: Menara.
As-Sa‟laby, Ahmad Abu Ishaq. 1991. “Al Kasyfu wal Bayan fi Tafsiril Quran”.
Kudus: Menara.
111
Hanbal, Abu Abdullah Muhammad. 1993. “Musnad Ahmad bin Hanbal wa bi
Hamisyihi Muntakhab Kanzul Ummal fi al-Aqwal wa al-Af'al”. Juz I.
Beirut: Dar al-Fikr.
_______, Abu Abdullah Muhammad. 1997. “Musnad Ahmad bin Hanbal wa bi
Hamisyihi Muntakhab Kanzul Ummal fi al-Aqwal wa al-Af'al”. Juz II.
Lebanon: Dar al-Kutub Al Ilmiyyah.
Ibnu Katsiir, Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh.
1990. “Lubabut Tafsiir min Ibni Katsiir”. Cairo: Ad Dar Al Fikr.
Mustofa, Bisri. 2011. “al-Ibriz Li Ma'rifah Tafsir al-Qur'an al-Aziz”. Rembang:
Menara Kudus.
C. Artikel Jurnal
Andar, Nubowo. 2013. “Membaca-ulang Ekspresi Politik Umat Islam; Sebuah
Pengantar”. Maarif Vol 8 No 02. Desember 2013. Hal 14-35.
Celarent, Barbara. 2012. “On the Sociology of Islam by Ali Shariʾati Marxism and
Other Western Fallacies by Ali Shariʾati”. American Journal of Sociology
Vol 117. No 4. January 2012. Hal 1288-1294.
Hammad, Ibnu. 2006. “Komunikasi Sebagai Wacana”. MediaTor Vol 6 No 07.
Desember 2006. Hal 259-268.
Kiki, Zakia. 2008. “Penelitian Etnografi komunikasi: Tipe dan Metode”.
MediaTor Vol 9 No 01. Juni 2008. Hal 181-188
112
Prihatanto. 2007. “Agama, Modernisasi, dan Teori Kritis: Sebuah Potret
Pertautan”. UNISIA Vol XXX No 64. Juni 2007. Hal 259-268.
Manafe, D. Yarmia 2011. “Komunikasi Ritual pada Budaya Bertani Atoni Pah
Meto di Timor-Nusa Tenggara Timur”. Jurnal Komunikasi Vol 1 No 03.
Juli 2011. Hal 287-298.
D. Artikel Skripsi, Tesis dan Desertasi
Awal, Muqsith. 2012. “Interpretasi Komunikatif Terhadap Ayat Perang Dalam
Perspektif Tindakan Komunikasi Jurgen Habermas”. Tesis. Fakultas
Filsafat. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Levitan, Elizabeth. 2011. “The Liberation Theology of Gustavo Gutierrez: A
Dialectic Reconciliation of Hegel and Marx”. Thesis. Department of
Religion. Haverford College. USA
Muttoharoh. 2013. “Teologi Islam Transformatif Moeslim Abdurrahman dan
Relevansinya Terhadap Pemikiran Agama di Era Kontemporer”. Skripsi.
Fakultas Ushuluddin. Institut Agama Islam Sunan Ampel. Surabaya
Ricardo, F. Nanuru. 2011. “Fungsi Sosial Gereja Menurut Konsep Rasionalitas
Komunikatif Jurgen Habermas”. Tesis. Fakultas Filsafat. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Zulfatul, Choiriyah. 2014. “Konflik Etnis Cina Di Indonesia Dalam Tinjauan
Teori Tindakan Komunikatif Jurgen Habermas”. Skripsi. Fakultas Filsafat.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN I
PEDOMAN WAWANCARA
Klam Komprehensibilitas:
Klaim Kejujuran (Data Primer: Jamaah pembacaan surat Alwaqiah desa Doropayung)
Deskripsi umum Jamaah.
1. Siapakah nama bapak / ibu?
2. Apa pekerjaan bapak / ibu?
3. Bagaimana bapak / ibu mengetahui kegiatan ritual Waqiahan?
4. Dari siapa bapak / ibu mengetahui kegiatan ritual Waqiahan?
5. Sejak kapan bapak / ibu mengikuti kegiatan ritual Waqiahan?
6. Apakah posisi bapak / ibu dalam kegiatan ritual Waqiahan?
7. Bagaimana pendapat bapak / ibu mengenai kegiatan ritual Waqiahan?
8. Apakah perbedaan antara ritual waqiahan dengan kegiatan yang lain (yasin / tahlil)
9. Apa yang bapak / ibu rasakan selama mengikuti kegiatan ritual Waqiahan?
Deskripsi Konsensus.
1. Apakah bapak / ibu mengetahui adanya konsensus (disebutkan bentuk TK-nya)?
2. Siapakah inisiaator terjadinya konsensus tersebut?
3. Apakah konsensus tersebut melibatkan jamaah dalam pembentukan konsensus?
4. Apakah bapak / ibu ikut serta menentukan konsensus tersebut?
5. Apakah alasan dibalik terjadinya konsensus tersebut?
6. Bagaimanakah proses pembentukan konsensus?
Respon terhadap Konsensus
1. Adakah penolakan dari jamaah lain terhadap konsensus tersebut?
2. Apakah konsensus tersebut berpengaruh pada kegiatan ritual Waqiahan?
3. Apakah konsensus tersebut mengubah kegiatan ritual Waqiahan?
4. Bagaimanakah pendapat bapak / ibu mengenai konsensus tersebut?
5. Apakah konsensus tersebut mewakili keinginan bapak / ibu?
LAMPIRAN II
Daftar Nama Jamaah Waqiahan
No Nama RT Usia Pekerjaan
1 Mulyani 2 53 Penjual Jamu
2 Latipah 2 51 Penjual Tempe
3 Sunarti 3 55 -
4 Kati 3 77 -
5 Sumiyati 3 40 Kelontong
6 Marni 3 35 Kelontong
7 Susi 3 41 Penjual Bakso
8 Suparni 3 62 Siwalan
9 Lasiman 3 40 Tukang Ojek
10 Darsumi 3 61 Penjual Dolanan
11 Nahni 3 74 Pensiun
12 Warsiyah 3 45 Penjual Jajanan
13 Srirejeki 3 30 -
14 Yatemi 3 62 Pension
15 Hanipah 3 45 Penjual Stiker
16 Sugirah 3 65 -
17 Rusyanto 3 39 Tukang Masak
18 Munarni 3 40 Buruh Masak
19 Munasih 3 45 Buruh
20 Kuswati 3 45 Penjual Angkringan
21 Suharti 3 60 Tukang Jaga Air
22 Dian 3 31 -
23 Yun 3 35 Penjual Sawo
24 Etik 3 35 Penjual Lontong
25 Rini 3 35 -
26 Marsiyah 3 40 Penjual Jajanan
27 Mini 3 65 Penjual Nasi
28 Rumisih 3 40 Penjual Jus
29 Sarni 3 65 Penjual Nasi
30 Karman 3 60 Supir
31 Masini 3 53 -
32 Purnomo 3 41 Penjual Es
33 Tun 3 55 Penjual Angkringan
34 Sarkono 3 39
35 Rini 4 38 -
36 Hardini 4 60 Perias
37 Purwati 4 42 Penjual Bakso
38 Narwati 4 35 -
39 Rumisih 4 35 -
40 Supik 4 44 Penjual Jajanan
41 Puji 4 36 Penjual Jamu
42 Ponijah 4 40 -
43 Yati 4 66 Penjual Lontong
44 Parli 5 45 Penjual Mi Ayam
45 Fatonah 5 47 Tukang masak
47 Udin 6 49 Penjual Martabak
48 Bu Udin 6 41 -
Sumber: Data Tahunan Kelurahan Doropayung, Juwana
LAMPIRAN III
Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Cover)
LAMPIRAN IV
Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Hadroh)
LAMPIRAN V
Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Al Waqiah)
LAMPIRAN VI
Buku Pegangan Jamaah Maj lis Waqiahan (Dzikir)
LAMPIRAN VII
Buku Pegangan Jamaah Majlis Waqiahan (Doa)
CURRICULUM VITAE
Nama : Aziz Daryono
Tempat/Tgl. Lahir : Pati, 29 Juni 1991
NIM : 11730100
Fakultas : Ilmu Sosial dan Humaniora
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Alamat Asal : Doropayung, Juwana, Pati, Jawa Tengah
Alamat Tinggal : Kradenan, Maguwohardjo, Depok, Sleman, Yogyakarta
No Telp : 085727380988
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
MI Raudlatul Ulum (1999-2005)
MTs Raudlatul Ulum (2006-2009)
MAN Raudlatul Ulum (2009-2011)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2011-2016)