teori motivasi kerja.doc

74
Tinjauan Pustaka Bab II - BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Kerja 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham Sperling (1987:183) mengemukakan bahwa “Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive”. (Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif). Quality Is Our Tradition

Upload: pakpahan-merjames

Post on 14-Dec-2014

284 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Teori tentang bagaimana memelihara dan meningkatkan motivasi kerja bawahan

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi Kerja

2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja

Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja,

dibawah ini dikemukakan pengertian motif, motivasi dan

motivasi kerja. Abraham Sperling (1987:183) mengemukakan

bahwa “Motive is defined as a tendency to activity, started by

a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to

satisfy the motive”. (Motif didefinisikan sebagai suatu

kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan

dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri.

Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif).

William J. Stanton (1981:101) mendefinisikan

bahwa “A motive is a stimulated need which a goal-oriented

individual seek to satisfy”. (Suatu motif adalah kebutuhan

yang distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu

dalam mencapai rasa puas).

Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford

(1969:173) bahwa “Motivation as an energizing condition of

the organism that serves to direct that organism toward the

Quality Is Our Tradition

Page 2: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

goal of a certain class”. (Motivasi sebagai suatu kondisi yang

menggerakan manusia kearah suatu tujuan tertentu).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat dapat

disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan

kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar

pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang

menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari

motifnya.

Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi

untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arosal). Hal

ini akan lebih jelas jika diperhatikan pada bagan dibawah

yang dikemukakan oleh Robert A. Baron, et.al., (1980:295).

Gambar 2.1Bagan motivasi sebagai pembangkit dorongan

Bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan maka

timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon

Quality Is Our Tradition

Page 3: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan.

Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas.

Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja,

Ernest J. McCormick (1985:268) mengemukakan bahwa

“Work motivation is defined as conditions which influence the

arousal, direction, and maintenance af behaviors relevant in

work settings”. (Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi

yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan

memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan

kerja).

2.1.2 Teori- Teori Motivasi Kerja

a. Teori Kebutuhan

Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu

kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu

kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri.

Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi

maka pegawai tersebut akan menunjukan perilaku kecewa.

Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai

tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai

manifestasi dari rasa puasnya.

Quality Is Our Tradition

Page 4: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari

perilaku pegawai. Kita tidak mungkin memahami perilaku

pegawai tanpa mengerti kebutuhannya.

Abraham Maslow mengemukakan bahwa hierarki

kebutuhan manusia adalah sebagai berikut.

1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan,

minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan

ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut

pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.

2) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan

perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan

lingkungan hidup.

3) Kebutuhan untuk merasa memiliki, berinteraksi, dan

kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.

4) Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk

dihormati, dan dihargai oleh orang lain.

5) Kebutuhan akan mengaktualisasikan diri, yaitu

kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan

potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan

mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik

terhadap sesuatu.

Quality Is Our Tradition

Page 5: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan dari A. Maslow

Selanjutnya, Abraham Maslow mengemukakan

bahwa orang dewasa secara normal memuaskan kira-kira 85

persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman,

50 persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen

kebutuhan harga diri, dan hanya 10 persen dari kebutuhan

aktualisasi diri. Hal ini digambarkan dalam bagan dibawah.

Gambar 2.3 Proporsi kebutuhan yang terpuaskan

Quality Is Our Tradition

Page 6: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

Dalam studi motivasi lainnya, David McClelland

(1961) mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan

manusia, yaitu berikut ini

1) Need for Achievement, yaitu

kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi

dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan

masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan

akan berprestasi tinggi cenderung untuk berani

mengambil resiko.

2) Need for Affiliation, yaitu kebutuhan

untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk

berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang

lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang

lain.

3) Need for power, yaitu kebutuhan

untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan

untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh

terhadap orang lain.

2. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer

Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga

dasar kebutuhan, yaitu:

Quality Is Our Tradition

Page 7: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

a. Existence needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan

fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum,

pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe

benefits.

b. Relatedness needs. Kebutuhan interpersonal, yaitu

kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja.

c. Growth needs. Kebutuhan untuk mengembangkan

dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan

kemampuan dan kecakapan pegawai.

Daftar kebutuhan dari Alderfer tidak selengkap

kebutuhan menurut Abraham Maslow. Hal ini digambarkan

sebagai berikut :

a. Teori ERG kurang menekankan

pada susunan hierarki. Pegawai dapat memuaskan lebih

dari satu kebutuhan dalam waktu yang bersamaan.

Kepuasan terhadap suatu kebutuhan dapat

menggambarkan peningkatan kepada kebutuhan yang

lebih tinggi.

b. Perubahan orientasi merupakan

kegagalan dari kebutuhan yang lebih tinggi dapat

menunjukan regresi dengan penambahan pada tingkat

kebutuhan yang lebih rendah.

Quality Is Our Tradition

Page 8: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

3. Teori Insting

Teori motivasi insting timbulnya bersdasarkan

teori evaluasi Charles Darwin. Darwin berpendapat bahwa

tindakan yang intellegent merupakan refleks dan instingtif

yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku

dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran.

Berdasarkan teori Darwin, selanjutnya William

James, Sigmund freud, dan Mc Dougall mengembangkan

teori insting dan menjadikan insting sebagai konsep yang

penting dalam psikologi. Teori Freud menempatkan motivasi

pada insting agresif dan seksual. Mc Dougall menyusun

daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku :

terbang, rasa jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa

rendah diri, menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar,

berkelompok, ketamakan, dan membangun.

4. Teori Drive

Konsep drive menjadi konsep yang tersohor dalam

bidang motivasi sampa tahun 1918. Woodrorth menggunakan

konsep tersebut sebagai energi yang mendorong organisasi

untuk melakukan suatu tindakan. Kata drive dijelaskan

sebagai aspek motivasi dari tubuh yang tidak seimbang.

Misalnya, kekurangan makanan mengaakibatkan berjuang

Quality Is Our Tradition

Page 9: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II -

untuk memuaskan kebutuhannya agar kembali seimbang.

Motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan yang

membangkitkan untuk keluar dari ketidak seimbangan atau

tekanan.

Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi

sebagai akibat dari reinforcement. Ia berasumsi bahwa semua

hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan

drive keseimbangan. Teori Hull dirumuskan secara matematis

yang merupakan hubungan antara drive dan habit strength.

Kekuatan motivasi = fungsi (drive x habit)

Habits strength adalah hasil dari factor – factor

reinforcement sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhn

ketidakseimbangan fisiologis atau (physiological imbalance)

yang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan kebutuhan

komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan

perumusan teori Hull tersebut dapat disimpulkan bahwa

motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan

dalam dirinya (drive) dan factor kebiasan (habit) pengtalaman

belajar sebelumnya.

5. teori Lapangan

teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Lewin.

Teori ini merupakan kognitif untuk mempelajari prilaku dan

Quality Is Our Tradition

Page 10: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 10

motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada fikiran

nyata seorang pegawai ketimbang pada insting atau habit.

Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu

fungsi dari lapangan pada momen waktu. Kuet Lewin juga

percaya pada pendapat para ahli psikologi Gestalt yang

mengemukakan bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari

seorang pegawai dengan lingkungannya.

2.1.3. Perinsip – Perinsip dalam Motivasi Kerja Pegawai

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja

pegawai :

a. Prinsip partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan

kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan

yang akan dicapai oleh pemimpin.

b. Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang

berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan

informasi yang jelas, pegawai akan mudah dimotivasi

kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui andil bawahan (pegawai)

mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan.

Quality Is Our Tradition

Page 11: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 11

Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan mudah

dimotivasi kerjanya.

d. Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang

kepada pegawai bawahan untuk sewaktu – waktu dapat

mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang

dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan

menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang

diharapkan oleh pemimpin.

e. Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang

diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai

bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

2.1.4. Teknik Motivasi Kerja Pegawai

Beberapa teknik memotivasi kerja pegawai, antara

lain sebagai berikut :

1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai

Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan

fundamen yang mendasari perilaku kerja. Kita tidak mungkin

dapat memotivasi kerja pegawai tanpa memperhatikan apa

yang dibutuhkannya.

Quality Is Our Tradition

Page 12: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 12

Abraham maslow mengemukakan hierarki

kebutuhan pegawai sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan,

minum, perlindunan fisik, bernafas, dan seksual.

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling

mendasar. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini

pemimpin perlu memberikan gaji yang layak kepada

pegawai.

b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan

dari ancaman, bahaya dan lingkungan kerja. Dalam

hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu

memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan,

perumahan, an dana pensiunan.

c. Kebutuhan sosial dan rasa memiliki, yaitu kebutuhan

untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi,

berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. Dalam

hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu

menerima eksistensi / keberadaan pegawai sebagai

anggota kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang

baik, dan hubungan kerja yang romantis.

d. Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk

dihormati, dihargai oleh orang lain. Dalam hubungan

dengan kebutuhan ini, pemimpin tidak boleh sewenang –

Quality Is Our Tradition

Page 13: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 13

wenang memperlakukan pegawai karena mereka perlu

dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk

mengembangkan diri dan potensi, mengembangkan ide –

ide, memberikan penilaian, kritik, dan berprestasi. Dalam

hubungannya dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu

memberi kesempatan kepada pegawai bawahan agar

mereka dapat mengaktualisasikan diri secara baik dan

wajar di perusahaan.

Selanjutnya, Abraham Maslow berpendapat bahwa

orang dewasa (pegwai bawahan) secara normal harus

terpenuhi minimal 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen

kebutuhan rasa aman, 50 persen kebutuhan social, 40 persen

kebutuhan penghargaan, dan 15 persen kebutuhan aktualisasi

diri. Jika tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan

mengalami konflik diri, keluarga, dan bisa juga menjadi

penyebab terjadinya konflik kerja. Dengan demikian, jika

kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pemimpin akan

mengalami kesulitan dalam memotivasi kerja pegawai.

2.Teknik Komunikasi Persuasif

Teknik komunikasi persuasive merupakan salah

satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan

Quality Is Our Tradition

Page 14: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 14

cara mempengauhi pegawai secara ekstralogis. Teknik ini

dirumuskan : ”AIDDAS”.

A = Attention (Perhatian)

I = Interest (Minat)

D = Desire (Hasrat)

D = Decision (Keputusan)

A = Action (Aksi/Tindakan)

S = Satisfaction (Kepuasan)

Penggunaannya, pertama kalipemimpin harus

memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya

tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai

terhadap pelaksaan kerja, jika telah timbul minatnya maka

hasratnya menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan

melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang

diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan

bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadp hasil

kerjanya.

2.1.5. Motivasi Berprestasi

2.1.5.1. Pendahuluan

Prof. Dr. David C. McClelland, seorang ahli

psikologi bangsa Amerika dari Universitas Harvard, dalam

teori motivasinya mengemukakan bahwa produktivitas

Quality Is Our Tradition

Page 15: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 15

seeorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada

dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong

seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara

maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari 3

golongan kebutuhan, yaitu Need of achievement (kebutuhan

untuk berprestasi), Need of affiliation (kebutuhan untuk

memperluas pergaulan), dan Need of power (kebutuhan untuk

menguasai sesuatu).

Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat

penting membina virus mental manajer dengan cara

mengembangkan potensi mereka melalui lingkungan kerja

secara efektif agar terwujud produktifitas perusahaan yang

berkualitas tinggi dan tercapai tujuan utama organisasi.

Pada kesempatan ini, penulis hanya membahas

virus mental yang berhubungan dengan motif berprestasi.

2.1.5.2. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu

dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau

mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik–

baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Hal

ini sesuai dengan pendapat Jhonson (1984:101) yang

Quality Is Our Tradition

Page 16: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 16

mengemukakan bahwa “Achievement motive is impetus to do

well relative to some standard of excellence”.

Sebagai contoh, manajer yang mempunyai

motivasi berprestasi tinggi cenderung akan bekerja sebaik –

baiknya agar dapat mencapai pestasi kerja dengan predikat

terpuji.

2.1.5.3. Karakteristik Motivasi Berprestasi

a.Karakteristik motivasi berprestasi tinggi

David C. McClelland (1961:112) mengemukakan

6 karakteristik orang yang mempunyai motif berprestasi

tinggi, yaitu sebagai berikut:

1. memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi

2. berani mengambil dan memikul resiko

3. memiliki tujuan yang realistic

4. memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan

berjuang untuk merealisasi tujuan

5. memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam

semua kegiatan yang dillakukan

6. mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana

yang telah diprogramkan

Quality Is Our Tradition

Page 17: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 17

Edward Murray (1957) berpendapat bahwa

karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi

tinggi adalah sebagai berikut :

1. melakukan sesuatu dengan sebaik – baiknya

2. melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan

3. menyelesaikan tugas – tugas yang memerlukan

uasaha dan keterampilan

4. berkeinginan menjadi orang terkenal atau

menguasai bidang tertentu

5. melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil

yang memuaskan

6. mengerjakan sesuatu yang sangat berarti

7. melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada

orang lain

8. menulis novel atau cerita yang bermutu

berdasarkan pendapat McClelland dan Edward

Murray, dapat dikemukakan bahwa karakteristik manajer

yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, antara lain:

1. memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi

2. memiliki program kerja berdasarkan rencana dan

tujuan yang realistic serta berjuang untuk

merealisasikannya

Quality Is Our Tradition

Page 18: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 18

3. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan

dan berani mengambil resiko yang dialaminya

4. melakukan pekerjaan yang berarti dan

menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan

5. mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka

yang menguasai bidang trtentu

b. Karakteristik motivasi berprestasi rendah

karakteristik manajer yang motif berprestasinya

rendah dapat dikemukakan, antalain :

1. kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam

mengerjakan suatu pekerjaan atau kegiatan

2. memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada

rencana dan tujuan yang realistic, serta lemah

melaksanakannya

3. bersikap apatis dan tidak percaya diri

4. rata – rata dalam mengambil keputusan

5. tindakannya kurang terarah pada tujuan

2.1.5.4. Hubungan Motivasi Berprestasi dengan

Pencapaian Prestasi Kerja

Berdasarkan hasil penelitian McClelland (1961),

Edward Murray(1957), Miller dan Gordon W.(1970),

Quality Is Our Tradition

Page 19: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 19

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara

motivasi berprestasi denngan pencapaian prestasi. Artinya,

manajer yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi

cenderung memiliki prestasi kerja tinggi, dan sebaliknya

mereka yang berprestasi kerja rendah dimungkinkan karena

motivasi berprestasinya rendah

2.1.5.5. Faktor – faktor yang harus diperhatikan

penulis berpendapat ada 2 faktor yang sangat

mempengaruhi motivasi berprestasi dan pencapian prestasi,

yaitu tingkat kecerdasan (IQ) dan kepribadian. Artinya, orang

yang mempunyai motivasi prestasinya tinggi bila memiliki

kecerdasan yang memadai dan kepribadian yang dewasa akan

mampu mencapai prestasi maksimal. Hal ini karena IQ

merupakan kemampuan potensi, dan kepribadian merupakan

kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan fungsi psiko-

fisiknya yang sangat menentukan dirinya dalam

menyesuaikan diri terhadap lingkungan

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian kinerja (Prestasi kerja)

Istilah kinerja berasal dari kata job Performance

atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi

Quality Is Our Tradition

Page 20: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 20

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian

kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai dan perilaku karyawan (ketangguhan

dan sikap kerja) dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.2.2 faktor – factor yang Mempengruhi Kinerja

factor yang mempengaruhi pencapaian kinerja

adalah factor kemampuan (ability) dan factor motivasi

(motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis,

(1964:484) yang merumuskan bahwa :

Human Performance = ability + Motivation

Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + skill

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai

terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality

(knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ

diatas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan

pekerjaan sehari – hari, maka ia akan lebih mudah mencapai

kinerja yang diharapkan. Olehkarena itu pegawai perlu

ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya

Quality Is Our Tradition

Page 21: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 21

(the right man in the right place, the right man on the right

job).

b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang

pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi

merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

Sikap mental merupakan kondisi mental yang

mendorong diri pgawai untuk berusaha menvapai prestasi

kerja secara maksinmal.

Sikap mental seorang pegwai harus sikap mental

yang siap secara psikofisik (siap secara menal,

fisik,tujuan,dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap

mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan

target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan

menciptakan situasi kerja.

Sikap mental yang siap secara psikofisik terbentuk

karena pegawai mempunyai “MODAL dan KREATIF”.

Modal merupakan singkatan dari M = Mengolah, O = Otak,

D= dengan, A = Aktif, L = Lincah, sedangkan Kreatif

singkatan dari K = keinginan maju, R = Rasa ingin tahu

tinggi, E = Energik, A= Analisis sistematik, T = Terbuka dari

kekurangan, I = Inisiatif tinggi, energik, analisis sistematik,

Quality Is Our Tradition

Page 22: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 22

terbuka untuk menerima pendapat, inisiatif tinggi, dan pikiran

luas terarah.

David C McClelland (1987) berpendapat bahwa “

ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan

pencapaian kinerja”.

Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri

pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan

sebaik – baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja

(kinerja) dengan predikat terpuji.

Selanjutnya McClelland mengemukakan 6

karakteristik dari pegawai yang memiliki motif berprstasi

tinggi, yaitu pertama, memiliki tanggung jawab pribadi yang

tinggi. Kedua, berani mengambil resiko.ketiga, memiliki

tujuan yang realistis. Keempat, memiliki rencana kerja yang

menyeluruh dan berjuang untuk merealisaikan tujuannya.

Kelima, memanfaatkan umpan balik (feed back) yang

konkret dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.

Keenam, mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana

yang telah diprogramkan.

Berdasarkan pendapat McClelland tersebut,

pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia

memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang

perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari dalam

Quality Is Our Tradition

Page 23: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 23

diri sendiri selain dari lingkungan kerja. Hal ini karena motif

berprestasi yang ditumbuhkan dalam diri sendiri akan

membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan

kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih

mudah. Oleh karena itu, kembangkanlah motif berprestasi

dalam diri dan manfaatkan serta ciptakan situasi yang ada

pada lingkungan kerja guna mencapai kinerja maksimal.

2.3 Skala Pengukuran

Skala adalah suatu ukuran yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menyuratkan responden

dalam ukuran yang lebih tepat berdasarkan variable tertentu.

Macam-macam skala pengukuran dalam suatu

penelitian adalah :

a. Skala Nominal

Skala nominal sebenarnya tidak melakukan

pengukuran, namun lebih pada mengkategorikan, memberi

nama, dan menghitung fakta-fakta dari objek yang diteliti.

Skala nominal akan menghasilkan data yang disebut data

nominal atau data diskrit, yaitu data yang diperoleh dari

mengkategorikan, memberi nama, dan menghitung fakta-

fakta dari objek yang diteliti.

b. Skala Ordinal

Quality Is Our Tradition

Page 24: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 24

Skala ini mengartikan bahwa peneliti sudah

melakukan pengukuran terhadap variable yang diteliti. Skala

ordinal adalah skala yang berjenjang dimana sesuatu lebih

atau lebih kurang dari yang lain. Data yang diperoleh dari

pengukuran dengan skala ini disebut data ordinal, yaitu data

berjenjang yang jarak antara satu data dengan data yang

lainnya tidak sama.

c. Skala Interval

Pada skala ini peneliti telah melakukan

pengukuran terhadap variable yang akan diteliti, hanya data

yang diperoleh berbda dengan data ordinal. Skala interval

adalah skala yang jarak antara satu data dengan data yang lain

sama , tetapi tidak mempunyai nilai nol (0) absolute.

d. Skala Ratio

Skala ini digunakan untuk pengukuran terhadap

variable tertentu, seperti halnya skala ordinal dan interval.

Data yang diperoleh berbeda dengan data ordinal dan interval.

Data ratio adalah data yang antara interval satu dengan yang

lainnya mempunyai jarak yang sama, tetapi mempunyai nilai

nol absolute.

Dari 4 jenis skala pengukuran yang telah

disebutkan diatas, ternyata skala interval lebih banyak

digunakan untuk mengukur fenomena atau gejala sosial. Para

Quality Is Our Tradition

Page 25: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 25

ahli sosiologi membedakan 2 jenis skala menurut fenomena

sosial yang diukur, yaitu :

1. Skala pengukuran untuk mengukur perilaku sosial

dan kepribadian, yang termasuk kedalam jenis ini adalah

sikap moral, uji karakter, dan skala partisipasi sosial.

2. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai

berbagai aspek budaya lain dan lingkungan sosial, yang

termasuk kedalam jenis ini adalah skala untuk mengukur

sistem sosial ekonomi, lembaga-lembaga sosial, lembaga

kemasyarakatan, kebudayaan, dan kondisi

kerumahtanggaan.

Para peneliti sering menggunakan skala

pengukuran yang dapat digunakan dalam berbagai bidang,

hanya perbedaanya terletak pada isi dan penekanannya saja.

Para ahli sosiologi lebih menekankan pada pengembangan

instrumen untuk mengukur prilaku manusia. Adapun berbagai

skala sikap yang sering digunakan ada 5 macam, yaitu :

a. Skala Likert

Skala ini dikembangkan oleh Rensis Likert,

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang mengenai fenomena sosial.

Dalam penelitian femnomena sosial ini telah ditetapkan

secara spesifik oleh peneliti dan selanjutnya sebagai variabel

Quality Is Our Tradition

Page 26: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 26

penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan

diukur dijabarkan menjadi sub variabel, lalu sub variabel ini

dijabarkan menjadi komponen yang diukur. Komponen yang

diukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan-

pertanyan yang kemudian dijawab oleh responden. Tetapi

kelemahannya adalha tidak dapat diketahuinya seberapa kali

satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden

lainnya dalam skala.

b. Skala Guttman

Dengan skala pengukuran jenis ini didapat

jawaban yang tegas, seperti ya-tidak, benar-salah, pernah–

tidak pernah dan lainnya. Data yang diperoleh dapat berupa

data interval atau ratio dikotomi (dua alternatif). Penelitian ini

menggunakan skala guttman bila menginginkan didapat

jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang

ditanyakan.

c. Skala Rating

Untuk pengukuran skala-skala sebelumnya, data

yang didapat adalah data kualitatif lalu kemudian diubah

menjadi data kuantitatif. Dengan skala ini, data yang

Quality Is Our Tradition

Page 27: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 27

diperoleh berupa angka lalu ditafsirkan kedalam pengertian

kualitatif. Responden tidak akan menjawab salah satu dari

jawaban kualitatif yang tersedia, tetapi menjawab salah satu

dari jawaban kuantitaf yang telah disediakan. Skala rating ini

sifatnya fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap

kerja, tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap

fenomena lainnya, seperti untuk mengukur status sosial

ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, proses kegiatan dan

lainnya.

d. Skala Differensial

Skala berbentuk sementik differensial,

dikembangkan oleh Osgord. Skala ini juga mengukur sikap,

hanya bentuknya bukan pilihan ganda ataupun checklist,

tetapi tersusun dalam suatu garis kontinu, jawaban sangat

positifnya terdapat dibagian baris kanan garis, dan jawaban

negatifnya terdapat dibagian kiri garis atau sebaliknya. Data

yang diperoleh adalah data interval dan besarnya skala ini

digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu

yang dimiliki oleh seseorang.

e. Skala KonsistensiInterval / Thurstone

Quality Is Our Tradition

Page 28: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 28

Skala ini bertujuan untuk mengurutkan responden

berdasarkan kriteria tertentu. Skala thurstone menggunakan

ukuran interval yang mendekati sama besar.

2.4 Metoda Sampling

Sampel digunakan untuk memperoleh data

mengenai populasi, pemilihan sample merupakan prosedur

yang mendasar dalam suatu penelitian. Keuntungan dalam

menggunakan teknik sampling antara lain adalah mengurangi

ongkos, mempercepat waktu penelitian, dan dapat

memperbesar ruang lingkup penelitian.

2.4.1 Penentuan Sampel

Untuk menentukan jumlah sample minimum yang

diperlukan, digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut :

Dimana : n = Jumlah sample yang diperlukan

Z =Unit standard error dari distribusi normal yang akan

menghasilkan tingkat kepercayaan yang diinginkan.

= Poporsi populasi yang akan diteliti.

Quality Is Our Tradition

Page 29: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 29

E = Tingkat ketelitian atau perbedaan maksimum antara

proporsi sample dengan proporsi populasi yang dapat

diterima untuk tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan

2.4.2 Pengambilan Sampel

Pada dasarnya terdapat 2 macam metode

pengambilan sample, yaitu :

a. Pengambilan sample secara acak / probabilitas

Penganbilan sample secara acak adalah suatu

metode pemilihan ukuran sample, dimana setiap anggota

populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih

menjadi anggota sample, sehingga metode ini sering disebut

sebagai cara terbaik. Beberapa cara pengambilan sample

dengan metode ini adalah sebagai berikut :

Cara undian

Cara table bilangan random

Cara sistematis

b. Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling)

Populasi yang dianggap heterogen menurut suatu

karakteristik tertentu terlebih dahulu dikelompokan dalam

beberapa sub populasi sehingga tiap sub-populasi yang ada

memiliki anggota sample yang honogen.

c. Cara Kluster (Cluster Sampling)

Quality Is Our Tradition

Page 30: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 30

Pengambilan sample dengan cara ini mirip dengan

cara stratifikasi mengakibatkan adanya sub populasi yang

homogen, sedangkan cara kluster unsur-unsurnya heterogen.

d. Pengambilan Sampel non Probabilistic / Tidak acak

Dengan metode ini semua elemen populasi belum

tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi

sample karena ada bagian tertentu yang tidak dimasukan

dalam penelitian untuk mewakili populasi.

Beberapa cara pengambilan sample metode ini

adalah sebagai berikut :

Cara keputusan (Judgement Sampling)

Cara Kuota (Quota Sampling)

Cara Dipermudah (Convindence Sampling)

Cara Bola Salju (Snow ball Sampling)

Cara Sampling Jenuh

2.4.3 Alat Ukur Penelitian

Pada perinsipnya terdapat tiga langkah dalam

penusunan sebuah alat ukur. Yaitu :

1. Menetapkan sebuah konstruk (variabel laten), yaitu

membuat batasan mengenai variabel yang akan diukur

2. Menetapkan faktor-faktor (variabel manifes), yaitu

mencoba menemukan unsur-unsur yang ada dari sebuah

Quality Is Our Tradition

Page 31: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 31

konstruk faktor pada dasarnya adalah perincian lebih

lanjut dari sebuah konstruk.

3. Menyusun butir-butir pertanyaan, yaitu mencoba

menjabarkan sebuah faktor lebih lanjut dalam berbagai

pertanyaan yang langsung berinteraksi dengan pengisi

kuesioner.

Sebuah kuesioner dapat disusun dengan

pertanyaan yang besifat terbuka atau tertutup, maupun

campuran. Berikut ini adalah keuntungan dan kerugian dari

kuesioner tertutup, yaitu :

Keuntungannya :1. Responden tidak memerlukan waktu yang tidak

terlalu lama untuk mengisi kuesioner.

2. Data dapat diperoleh dengan lebih mudah yaitu

secara kuantitatif

3. Peluang kuesioner dikembalikan lebih besar

dibandingkan dengan kuesioner terbuka.

Kekerugiannya :1. Responden tidak memiliki kesempatan memberikan

jawaban diluar pilihan yang ada.

2. Pilihan jawaban belum tentu lengkap.

3. tidak membuka objek penelitian seluas – luasnya.

Kuesioner yang baik adalah kuesioner yang

mengandung pertanyaan yang mudah dimengerti oleh

Quality Is Our Tradition

Page 32: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 32

responden dan tidak menimbulkan pengetian ganda yang

dapat membingungkan responden dalam menjawabnya. Ada

serangkaian asumsi yang harus diperhatikan, diantranya

adalah :

Responden dianggap sebagai individu yang

mengetahui dan mengerti akan dirinya sendiri

Jawaban atas sikap responden mencerminkan

keadaan sikap atau pendapat sebenarnya tanpa

dipengaruhi orang lain.

Interpretasi responden terhadap pertanyaan-

pertanyaan yang dipakai dalam kuesioner adalah sama

atau sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

2.4.4 Uji validitas dan reliabilitas Alat Ukur

Ada dua syarat pentng yang berlaku untuk sebuah

alat ukur (kuesioner), yaitu keharusan sebuah alat ukur valid

dan reliabel.

2.4.4.1 Uji validitas

suatu alat ukur dinyatakan valid jika pertanyaan

pada alat ukur tersebut mampu untuk mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur. Validitas alat ukur mempunyai pengertian

Quality Is Our Tradition

Page 33: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 33

bahwa kemampuan dari alat ukur tersebut menyeleksi item-

item pertanyaan yang baik.

Uji validitas pada umumnya menggunakan teknik

korelasi product moment dari pearson, yang persamaannya

adalah sebagai berikut :

Dimana : r = angka korelasi

X = skor pertanyaan j dari responden ke-I

Y = skor total responden ke-i

N = jumlah responden

Korelasi mutlak yang dipergunakan diambil dari

tabel angka kritik nilai r yang ditetapkan, kemudian

dibandingkan dengan hasil perhitungan korelasi product

moment dari pearson. Jika hasil perhitungan kurang dari tabel

angka kritik nilai r, maka item pertanyaan tersebut dibuang,

sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari nilai tabel

angka kritik nilai r, maka item pertanyaan dapat digunakan.

2.4.4.2 Uji Reliabilitas

reliabilitas adalah tingkat konsistensi atau

ketetapan suatu alat ukur dalam menilai kemampuan

Quality Is Our Tradition

Page 34: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 34

seseorang yang tidak berubah atau tetap sama hasilnya bila

dilakukan beberapa kali pengukuran. Penelitian ini

menggunakan satu alat tes tunggal dan dilakukan satu kali

pengukuran, maka menggunakan metoda internal consistency

dengan menggunakan koefisien alpha cronbach (), dengan

rumus sebagai berikut :

Dimana : k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten

r = rata-rata korelasi antara variabel manifes

= koefisien keandalan alat ukur

Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu

angka yang disebut koefisien reliabilitas, walaupun secara

teoritis berkisar antara 0 sampai 1, tapi pada kenyataannya

koefisien 1 tidak pernah tercapai dan koefisien yang nilainya

kurang dri nol (negatif) tidak ada artinya karena interpretasi

reliablitas selalu mengacu pada koefisien yang positif.

Menurut Kaplan dan Sakujo (1993), variabel-variabel yang

diuji dinyatakan reliabel dan dianggap paling baik jika hasil

perhitungan yang diperoleh minimal berada diatas 0,7.

2.5 Trnnsformasi data

Quality Is Our Tradition

Page 35: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 35

Data yang berukuran ordinal tidak memungkinkan

diperolehnya nilai mutlak (abslut) dari objek yang diteliti,

tetapi hanya kecenderungannya saja. Untuk mendapatkan

nilai mutlak diperlukan pengubahan atau transformasi data

dari data yang berskala ordinal ke skala interval, dimana skala

interval dapat menghasilkan data yang bernilai absolut.

Metode yang digunakan adlah metode succesive Interval,

adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Mengelompokan data berskala ordinal dalam

masing-masing variabel.

2. Menghitung proporsi seluruh jawaban ysng jatuh

pada setiap kategori untuk masing-masing variabel.

3. Menghitung proporsi kumulatif pada setiap kategori

untuk semua variabel.

4. Mencari nilai batas Z dari hasil proporsi kumulatif

yang diperoleh dari kurva normal.

5. Menghitung nilai fungsi padat probabilitas pada

absis Z dengan rumus :

, - < Z < + dengan rataan Z= 0 dan variansinya 1.

6. Menghitung nilai skala (NS) dengan rumus :

Quality Is Our Tradition

Page 36: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 36

7. Menghitung nilai konversi (K) dengan rumus :

K=1+|min(NS)|

8 Menghitung nilai rataan

interval dengan rumus :

Nilai rataan interval = (NS)+K

2.6 Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan salah satu metode

statistika multivariat yang tujuan utamanya adalah untuk

mereduksi dan mengikhtisarkan data. Dari hasil ini dapat

diketahui variabel manifes mana yang membentuk variabel

laten dari dimensi yang diukur.

Tujuan umum analisis faktor adalah untuk

mendapatkan cara mengikhtisarkan informasi yang

terkandung dalam sejumlah variabel asal menjadi dimensi

(faktor) komposit baru yang lebih sedikit, dan mencari serta

mendefinisikan dimensi-dimensi yang dianggap mendasari

variabel-variabel asal.

Quality Is Our Tradition

Page 37: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 37

Fungsi utama analisis faktor adalah untuk

mereduksi banyaknya variabel penelitian dengan tetap

mempertahankan sebanyak mungkin informasi dari data awal.

Banyaknya variabel awal dapat dikurangi menjadi variabel

yang lebih sedikit dengan tetap mempertahankan variabel

data.

Adapun kelebihan dari analisis faktor adalah

sebagai berikut :

Dapat mengungkapkan karakteristik variabel

dominan yang dimilki faktor

Dapat menganalisis sejumlah variabel manifes

Dapat menggabungkan sejumlah variabel manifes

yang diteliti menjadi sejumlah variabel laten yang lebih

sedikit

Dapat mereduksi faktor, sehingga akan didapat

faktor-faktor mana saja yang dianggap penting dalam

penelitian.

Analisis faktor didasarkan pada keyakinan bahwa

variabel-variabel yang diobservasi dalam suatu penelitian

sebagian besar memiliki interkorelasi satu sama lain. Hal ini

akan memungkinkan adanya faktor-faktor umum yang

mendasari keterakuratan pada data. Dalam analisis faktor

terdapat dua asumsi penting, yaitu :

Quality Is Our Tradition

Page 38: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 38

Keunikan masing-masing variabel tidak memberikan

kontribusi pada hubungan antar variabel

Faktor-faktor yang terbentuk dalam analisis faktor

bersifat bebas satu dengan yang lainnya

Langkah-langkah analisis faktor adalah sebagai

berikut :

1. Pembentukan Matriks Korelasi

Tujuan pembentukan matriks korelasi adalah

untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel

manifes. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melihat

kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis

faktor. Analisis faktor ini dilakukan pada variabel-variabel

yang mempunyai korelasi tinggi, dan nilainya dapat dilihat

pada nilai determinasi matriks yang mendekati nol.

Matriks korelasi yang didapat perlu diuji apakah

berbentuk matriks identitas atau bukan. Pengujian yang

dilakukan adalah dengan metode Bartlett Test of Sphericity.

Pengujian korelasi ini dilakukan dengan pengujian terhadap

nilai korelasi parsial. Korelasi parsial ini merupakan estimasi

atau faktor unik dan harus mendekati nol untuk memenuhi

asumsi analisis faktor..

Untuk menguji kesesuaian penggunaan analisis

faktor digunakan pengukuran Kaiser-Meyer-Olkin (KMO),

Quality Is Our Tradition

Page 39: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 39

harga KMO ini merupakan indeks untuk membandingkan

besarnya koefisien korelasi observasi dengan besarnya

koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang mendekati 1

artinya nilai kuadrat koefisien korelasi parsial dari semua

pasangan variabel kurang dari jumlah kuadrat koefisien

korelasinya. Harga KMO yang terkecil menandakan bahwa

analisis faktor yang digunakan kurang sesuai untuk

digunakan, selain itu juga disebabkan karena korelasi antar

pasanan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.

Menurut Kaiser-Meyer-Olkin (1974), skala nilai KMO yang

menyatakan baik atau tidaknya digunakan analisis faktor

untuk menganalisis data, adalah sebagai berikut :

KMO 0,9 = menyatakan sangat memuaskan

0,7 KMO < 0,9 = menyatakan memuaskan

0,6 KMO < 0,7 = menyatakan cukup memuaskan

0,5 KMO < 0,6 = menyatakan jelek

KMO < 0,5 = menyatakan ditolak

Untuk pengukuran kesesuaian data digunakan

besarnya Measures of Sampling Adequacy (MSA).

Kecukupan sampling setiap variabel dinyatakan cukup atau

berhasil ditunjukan dengan nilai MSA yang berada diatas 0,5.

jika angka MSA dibawah 0,5 menunjukan bahwa item

pertanyaan yang ada atau variabel harus dibuang dan

Quality Is Our Tradition

Page 40: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 40

pembuangannya harus sau persatu. Jika dalam proses

pengolahan data terdapat lebih dari dua item pertanyaan yang

nilai MSA-nya dibawah 0,5, pembuangan item pertanyaan

dimulai dengan nilai MSA terkecil, kemudian dilakukan

iterasi kembali dengan item pertanyaan yang telah dikurangi

untuk melihat apakah masih terdapat nilai MSA dibawah 0,5.

fungsi dari penghilangan nilai MSA dibawah 0,5 ini adalah

untuk memperoleh faktor-faktor mana saja yang mengalami

proses reduksi.

2. Ekstraksi Faktor

Pada tahap ini dilakukan ekstraksi faktor yang

bertujuan untuk mengekstraksi vriabel-variabel manifes

sehingga membentuk variabel laten. Proporsi variansi yang

tergabung dalam suatu faktor disebut sebagai komunalitas

(jumlah kuadrat dari loefisien faktor-faktor kesamaan atau

loading faktor) dan dapat dijadikan ukuran sejauh mana

variansi variabel dapat diterangkan oleh variansi faktor-

faktor. Kesamaan komunalitas tergantung dari banyaknya

faktor yang diasumsikan, sedangkan untuk mempermudah

proses penentuan jumlah faktor yang diekstraksi maka

digunakan kriteria nilai eigen yang menyatakan nilai

komunalitas dari variabel penelitian untuk mewakili faktor

yang terbentuk.

Quality Is Our Tradition

Page 41: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 41

Jadi dalam ekstraksi faktor terdapat dua besaran

penting, yaitu komunalitas dan nilai eigen. Nilai komunalitas

menunjukan proporsi variansi dari variabel-variabel yang

dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang dapat diekstraksi,

besarnya nilai komunalitas antara 0 dan 1. Nilai komunalitas

yang cukup baik harus menunjukan nilai 1. Nilai eigen adalah

nilai yang menggambarkan variansi dari variabel-variabel

manifes, nilai ini menunjukan variabel manifes untuk

mewakili variabel laten.

3. Rotasi Faktor

Rotasi faktor bertujuan untuk mengidentifikasi

variabel-variabel manifes sehingga dapat mempermudah

interpretasi dalam menentukan variabel-variabel mana saja

yang tercakup dalam suatu faktor.

Rotasi yang digunakan adalah metode varimax.

Metode varimax adalah proses mencari harga maksimum dari

kontribusi variabel manifes pada suatu variabel laten dengan

memperbesar variansi bobot faktor untuk suatu faktor dengan

tujuannya adalah untuk mendapatkan harga maksimum dari

kontribusi variabel manifes pada salah satu variabel laten

Quality Is Our Tradition

Page 42: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 42

sehingga memudahkan interpretasi pada variabel laten

tersebut.

4. Identifiksi Faktor

Tahap ini merupakan tahap akhir analisis faktor,

identifikasi faktor dilakukan untuk mengetahui variabel

manives mana saja yang membentuk variabel laten. Variabel

manifes yang memiliki bobot faktor yang lebih besar

memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap variabel laten.

Untuk melakukan eliminasi terhadap variabel manifes, bobot

faktor yang ditentukan dengan jumlah responden kurang dari

100 adalah |0,3|, sedangkan untuk jumlah responden lebih

dari atau sama dengan 100 adalah |0,5| (Dillion dan Goldstein

’84)

2.7 Analisis Multiregresi Linier

Dalam tahap ini data setiap variabel manifes yang

telah membentuk variabel laten dijumlahkan kemudian dibagi

dengan jumlah variabel manifes yang tergabung dalam

variabel laten yang bersangkutan. Tujuan pengolahan ini

adalah agar kontribusi setiap nilai antara variabel laten yang

satu dengan yang lain sama besarnya. Dengan demikian

kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen

menjadi lebih mudah untuk dibandingkan.

a. Proses kuadrat terkecil least square

Quality Is Our Tradition

Page 43: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 43

Metode ini mencari garis yang memiliki jarak rata-

rata terkecil dengan titik data yang diambil. Persamaan

matematisnya adalah sebagai berikut :

dimana : Y = variabel dependen X = variabel independen

1…k = koefisien kemiringan regresi = error random

Tujuan dari proses kuadrat terkecil adalah untuk

mencari koefisien kemiringan regresi untuk setiap variabel

independen sehingga diketahui kontribusinya terhadap

variabel dependen dari variabel independen yang satu

dibandingkan dengan variabel independen yang lain.

b. Perhitungan nilai R2, nilai t dan nilai F

Ada beberapa notasi yang penting dalam analisi

multi regresi linier yang pertama adalah nilai koefisien

determinan (R2) nilai ini dipakai untuk menguji apakah

variabel dependen bergantung secara linier terhadap variable

independen. Nilai koefisien R2 diperoleh dengan rumus :

Dimana : SS Regresi = jumlah kuadrat regresi

SS Residu = jumlah kuadrat error

SS Total = SS Regresi + SS Residu

Quality Is Our Tradition

Page 44: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 44

Koefisien ini menunjukan proporsi variabel total

pada variabel dependen yang dijelaskan oleh model regresi.

Koefisien multi korelasi R2 mempunyai nilai minimal 0 dan

maksimal 1. nilai R2 yang mendekati 1 menunjukan bahwa

variansi data variabel dependen dapat diterangkan secara

linier oleh variabel independen.

Akan tetapi nilai R2 yang mendekati nol bukan

berarti variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel

independen, melainkan hubungan antara variabel dependen

dan variabel independen tidak berhubungan linier.

Nilai R2 ini perlu disesuaikan karena model

persamaan biasanya tidak menggambarkan populasi

sesungguhnya. Nilai R2 yang telah disesuaikan ini disebut R2

adjusted (Ra2) yang dimiliki lebih mencerminkan kecocokan

model dengan dunia nyata yang diwakilinya. Nilai Ra2, dapat

diperoleh dari nilai R2 dengan rumus :

dimana ; Ra =koefisien determinan ytang sudah disesuaikan

k = banyaknya variabel independen dalam persamaan regresi

N = ukuran sampel.

Nilai t digunakan untuk uji signifikansi koefisien

regresi () terhadap model regresi yang diperoleh dengan

Quality Is Our Tradition

Page 45: Teori Motivasi Kerja.doc

Tinjauan Pustaka Bab II - 45

tingkat kepercayaan tertentu dapat ditentukan apakah nilai

koefisien regresi yang diperoleh mempunyai pengaruh

signifikansi terhadap nilai variabel dependen

Nilai signifikansi F merupakan gambaran

kesesuaian garis regresi dengan data sampel. Signifikansi

F=0,1 memiliki arti bahwa data yang ada memiliki

probabilitas penolakan data tersebut sesuai dengan persamaan

regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,1.

Quality Is Our Tradition