teknik pengolahan dan pemanfaatan jernang …database.forda-mof.org/uploads/jernang_2014.pdf ·...
TRANSCRIPT
TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON’S BLOOD) UNTUK PENINGKATAN
NILAI TAMBAH
1. Ir. Totok K Waluyo, M.Si. 2. Gunawan Pasaribu, S.Hut, M.Si. 3. Dr. Muhammad Nasir.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN
DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, DESEMBER 2014
LEMBAR PENGESAHAN
TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON’S BLOOD) UNTUK
PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Bogor,
Mengetahui Ketua Kelti,
Gunawan Pasaribu, S.Hut. M.Si NIP. 19770527 200212 1 003
Ketua Tim Pelaksana,
Ir, Totok K. Waluyo, M.Si
NIP. 19600506 198703 1 004
Menyetujui
Koordinator,
Ir. Totok K. Waluyo, M.Si
NIP. 19600506 198703 1 004
Mengesahkan Kepala Pusat,
Dr. Ir. Rufi’ie, MSc.
NIP. 19601207 198703 1 005
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………….………………….…...…………….......... i
LEMBAR PENGESAHAN .….…….………….………….……………..…….... ii
DAFTAR ISI …………………..…………..……………………………….…….. iii
DAFTAR TABEL ……………………………..………………………………..… iv
DAFTAR GAMBAR …………………………..………………………………..… v
Abstrak ….……………………….…….…………………………………….. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... B. Tujuan dan Sasaran ............................................................................. C. Luaran ................................................................................................ D. Hasil Yang Telah Dicapai ................................................................... E. Ruang Lingkup .............................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Jernang ............................................................................ B. Ekstraksi Jernang ......................................................................... C. Komponen Kimia Jernang .............................................................. D. Sifat dan Kegunaan Jernang ..................................................... E. Penyembuh Luka (Wound healing) ................................................. F. Standardisasi Jernang ................................................................... G. Ekstraksi Komponen Kimia ......................................................... H. Dracorhodin .................................................................................... BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ........................................................................... B. Bahan dan Alat ............................................................................ C. Prosedur .................................................................................... D. Analisa Data ............................................................................... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Matriks Nanoserat ................................................ B. Uji Toksisitas Ekstrak Jernang ..................................................... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... B. Saran ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
1
2 3 3 4 7
8 8
10 10 11 12 12 13
14 14 14 16
18 21
22 22 23
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis-jenis rotan jernang hasil eksplorasi .................................... 4
Tabel 2. Rata-rata rendemen ekstraksi jernang ........................................ 4
Tabel 3. Sifat fisiko-kimia 5 jenis jernang .................................................. 5
Tabel 4. Uji fitokimia ekstrak jernang ....................................................... 5
Tabel 5. Hasil uji aktifitas antioksidan ........................................................ 6
Tabel 6. Kriteria dan mutu jernang ..................................................... 12
Tabel 7. Unsur-unsur yang terdapat pada matriks nanoserat ......... 19
Tabel 8. Toksisitas LC50 ekstrak jernang ............................................... 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alat ekstraksi jernang (A); cara ekstraksi jernang (B) ………….. 9
Gambar 2. Buah rotan jernang ......................................................... 9
Gambar 3. Struktur dracohordin .............................................................. 13
Gambar 4. Diagram alir uji toksisitas larva udang ..................................... 17
Gambar 5. SEM matriks nanoserat (500X) .................................................. 19
Gambar 6. Difraktogram matriks nanoserat ............................................. 20
Gambar 7. Spektrum FTIR matriks tanpa ekstrak jernang ........................ 21
Gambar 8. Spektrum FTIR matriks dengan 5% ekstrak jernang ................. 21
Gambar 9 Spektrum FTIR matriks dengan 10% ekstrak jernang 21
TEKNIK PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN JERNANG (DRAGON”S BLOOD) UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Oleh
Totok Kartono Waluyo; Gunawan Pasaribu; M. Nasir
Abstrak
Jernang (dragon’s blood) adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang. Kegunaan jernang antara lain sebagai bahan pewarna alami, obat-obatan, dan lain-lain. Ekstrak jernang diaplikasikan pada matriks
serat nano sebagai penyembuh luka. Untuk mengetahui kompatibel tidaknya matriks tersebut maka perlu dilakukan uji sifat-sifatnya. Warna merah pada jernang karena adanya dracohordin yang merupakan senyawa turunan senyawa flavonoid antosianin. Senyawa golongan antosianin cenderung memiliki aktifitas antikanker, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memastikan kemungkinan jernang berpotensi sebagai anti kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pembuatan matriks nanoserat dan karakteristiknya sebagai media untuk pemanfaatan ekstrak jernang sebagai penyembuh luka dan mendapatkan informasi potensi ekstrak jernang sebagai antikanker melalui uji sitotoksik/toksisitas. Metode uji untuk mengetahui karakteristik matriks menggunakan alat SEM-EDS, FTIR, X-Ray. Sedangkan untuk uji sitotoksik ekstrak jernang menggunakan metode Brine Shrimb Lethality Test (BSLT). Hasil penelitian menunjukkan matriks nanoserat PVDF (Polyvinylidene Fluoride) berubah sifat-sifatnya dengan penambahan ekstrak jernang. Terdapat perubahan persentase unsur yang terkandung didalam nanoserat. Persentase unsur carbon (C), oksigen (O) meningkat dan unsur fluorine (F) menurun. Disamping itu juga terjadi penurunan kristalinitas nanoserat. Ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol 2 jenis jernang (rambai dan kalamuai ) berpotensi sebagai obat antikanker.
Kata kunci : jernang, ekstraksi, matriks, toksisitas, antikanker.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jernang (Dragon’s blood) adalah resin alami hasil sekresi buah
rotan jernang. Resin tersebut menempel dan menutupi bagian luar buah
rotan. Masyarakat sekitar hutan memanen jernang dari hutan alam,
dengan cara berburu secara berkelompok maupun perorangan. Musim
berburu jernang dilakukan pada bulan September–Desember (Elvidayanty
dan Erwin, 2006).
Untuk mendapatkan resin jernang dilakukan ekstraksi buah rotan
jernang. Ekstraksi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat di dalam dan
sekitar hutan seperti suku Anak Dalam, Melayu Jambi, Talang Mamak
dan Melayu Tua di Propinsi Jambi. Pada mulanya jernang digunakan
untuk keperluan mereka sendiri, tetapi akhir-akhir ini banyak
diperjualbelikan di pasaran dengan harga cukup mahal yaitu Rp. 700.000,-
sampai Rp. 1.000.000,-/kg. (Waluyo, 2008).
Jernang terdapat di Asia Tenggara khususnya Indonesia dan
dikenal di pasaran internasional berasal dari jenis rotan Daemonorops
draco Bl. termasuk famili Palmae (Aracaceae). Di Srilangka, jernang
berasal dari famili Euphorbiaceae yang dikenal dengan nama Croton. Di
kepulauan Kanari, India dan Zanzibar berasal dari jenis Dracaena
cinnabari. Satu sama lain jernang tersebut berbeda baik dalam hal bentuk
dan kemurnian. Hal ini dimungkinkan karena berasal dari jenis yang
berbeda dan semuanya dikenal dragon’s blood (Pearson dan
Prendergast, 2001).
Kegunaan jernang adalah sebagai bahan pewarna alami, obat-
obatan, dan lain-lain (Sumadiwangsa, 1973). Salah satu kegunaan
jernang sebagai obat adalah sebagai antikoagulasi darah. Hal ini
dinyatakan oleh Yi, et al. (2011) yaitu dengan menguji secara in vitro
antikoagulasi 2 obat herbal jernang (dragon’s blood) yang berasal dari
China. Selanjutnya Xin, et al. (2011) juga menyatakan ekstrak jernang
(Dracaena cochinensis) berfungsi sebagai antikoagulasi darah. Disamping
sebagai antikoagulasi, ternyata jernang dapat juga berfungsi sebagai
prokoagulasi darah. Sifat prokoagulasi jernang tersebut dibuktikan oleh
suku anak dalam yaitu dengan menaburkan serbuk jernang pada luka
agar luka cepat sembuh/kering. Hasil penelitian Waluyo, dkk (2012)
menyebutkan bahwa ekstrak etil asetat jernang bersifat prokoagulasi.
Jernang sebagai bahan pewarna alami dikarenakan warna
jernang merah terang. Warna merah tersebut adalah dracorhodin yang
merupakan komponen jernang utama dan merupakan turunan senyawa
flavonoid antosianin (Shi, et.al.,2009). Amin dan Mousa (2007)
mengemukakan bahwa senyawa golongan antosianin cenderung memiliki
aktivitas antikanker.
Berkaitan dengan tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian
toksisitas ekstrak jernang yang selanjutnya dikaitkan dengan aktifitas
antikanker dari ekstrak tersebut dan karakteristik serat nano sebagai
matriks obat penyembuh luka.
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
a. Mendapatkan informasi pembuatan matriks serat nano dan
karakteristiknya sebagai media ekstrak jernang untuk penyembuh
luka.
b. Mendapatkan informasi potensi ekstrak jernang sebagai antikanker
melalui uji sitotoksik.
2. Sasaran
Tersedianya data dan informasi sifat-sifat matriks serat nano sebagai
media ekstrak jernang untuk penyembuh luka dan daya sitotoksik
ekstrak jernang.
C. Luaran
1. Laporan hasil penelitian yang berisi informasi kesesuaian matriks
serat nano sebagai media ekstrak jernang untuk penyembuh luka dan
potensi ekstrak jernang sebagai anti kanker.
2. Contoh produk matriks serat nano sebagai media ekstrak jernang
untuk penyembuhan luka.
3. Draft karya tulis ilmiah
D. Hasil yang Telah Dicapai
1. Eksplorasi jenis rotan jernang
Hasil eksplorasi ditemukan 5 jenis rotan jernang seperti pada
Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis rotan jernang hasil eksplorasi
No Nama lokal Nama botani Family
1. 2. 3. 4. 5.
Jernang burung Jernang umbut Jernang kalamuai Jernang rambai Jernang kepala puyuh
Daemonorops didymophylla Becc. Daemonorops melanochaetes Blume. Daemonorops longipes Mart. Daemonorops draco BL. Daemonorops sp.
Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae
2. Ekstraksi jernang
Hasil ekstraksi jernang dengan cara kering dan basah
menggunakan pelarut metanol tercantum pada Tabel 2.
3. Sifat fisiko-kimia jernang
Hasil analisis sifat fisiko-kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar
kotoran dan titik leleh masing-masing jernang tercantum pada Tabel 3.
Tabel 2. Rata-rata rendemen ekstraksi jernang
Jenis rotan jernang
Rata-rata rendemen ekstraksi (%)
Kering Basah (Metanol)
Daemonoros didymophylla Daemonorops melonochaetes Daemonorops longipes Daemonorops draco Daemonorops sp.
1,20 12,15 11,24 11,48 12,03
4,01 24,82 21,08 23,56 23,73
Tabel 3. Sifat fisiko-kimia 5 jenis jernang
No. Sifat fisiko-kimia Jenis jernang SNI 01-1671-1989
DDd DM DL DDr Dsp Mutu I Mutu II
1. 2. 3. 4.
Kadar air (%) Kadar kotoran (%) Kadar abu (%) Titik leleh (0C)
4,3 5,1 0,8 85
3,5 4,4 1,3 105
3,7 4,7 1,6 105
3,5 5,6 1,9 95
4,0 4,8 1,2 95
Maks. 3 Maks. 14 Maks.8 80-120
Maks..6 Maks. 39 Maks.20 80-120
Keterangan : DDd : Daemonorops didymophylla DM : Daemonorops melanochaetes DL : Daemonorops longipes
DDr : Daemonorops draco Dsp : Daemonorops sp.
4. Fitokimia jernang
Analisis fitokimia merupakan analisis awal suatu bahan tumbuhan
untuk mengetahui golongan-golongan senyawa yang dikandungnya
sehingga dapat dengan mudah memperkirakan pemanfaatannya
(Harborne, 1987). Tumbuhan banyak mengandung bahan hasil
metabolisme sekunder yang berguna untuk bahan-bahan obat seperti
golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan lain-lain (Tiwari, et.al. 2011).
Tabel 4. Uji fitokimia ekstrak jernang
Senyawa Kimia
Jernang kalamuai Jernang rambai Jernang umbut
Ekstrak Metanol
Ekstrak etil
asetat
Ekstrak Heksana
Ekstrak metanol
Ekstrak etil
asetat
Ekstrak heksana
Ekstrak Metanol
Ekstrak etil
asetat
Ekstrak heksana
Alkaloid - - - - - - - - -
Steroid - - - - - - - - -
Flavonoid + + - + + - + + -
Tanin - - - - - - - + -
Saponin - - - - - - - - -
Triterpenoid + + - + + - + + -
Keterangan : + ada; - tidak ada
Ekstrak jernang terdeteksi mengandung senyawa golongan
flavonoid dan triterpen (Tabel 4). Adanya senyawa golongan flavonoid ini
berarti ada kemungkinan jernang dapat bersifat antioksidan. Nariya, et.al.
(2012), menyebutkan bahwa bahan dapat bersifat antioksidan disebabkan
adanya senyawa-senyawa flavon, isoflavon, flavonoid, antosianin,
coumarin, lignan, catechin dan isocatechin. Hasil uji fitokimia ekstrak
jernang tercantum pada Tabel 4.
5. Aktivitas antikoagulasi
Blouis (1958), menyebutkan bahwa suatu bahan dapat berpotensi
sebagai aktivitas antioksidan yang kuat jika memiliki nilai IC50 kurang dari
200 mgL-1. Semakin kecil nilai IC50-nya maka semakin besar aktifitas
antioksidannya (Molyneux, 2004). Berdasarkan hal itu maka hasil uji
aktifitas antioksidan secara umum ketiga resin jernang yang diteliti bersifat
antioksidan.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa jernang akan bersifat
antioksidan bila jernang kalamuai diekstrak menggunakan pelarut metanol
dan etil asetat, jernang rambai dan umbut diekstrak dengan metanol.
(Tabel 5).
Tabel 5. Hasil uji aktifitas antioksidan
Jernang Pelarut ekstrak IC50 (mgL-1
)
Kalamuai Metanol Etil asetat Heksana
76,59 + 3,84 71,89 + 3,89
5635 + 273,88
Rambai Metanol Etil asetat Heksana
117,63 + 3,02 260,64 + 1,70
1851,8 + 32,21
Umbut Metanol Etil asetat Heksana
103,20 + 6,98 218,38 + 2,73
7131 + 231,41
6. Uji aktifitas antikoagulasi secara in vitro pada darah kelinci
Ekstrak jernang duji aktifitas antikoagulasi darah. Hasil uji
menunjukkan bahwa ekstrak jernang tidak bersifat antikoabulasi bahkan
cenderung sebagai prokoagulasi. Pemberian ekstrak jernang justru
mempercepat darah menjadi beku. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak
maka semakin cepat darah membeku.
Pemberian ekstrak jernang kalamuai konsentrasi 10% pada darah
kelinci menghasilkan waktu yang diperlukan darah menjadi beku sangat
singkat yaitu 9,75 detik dibanding perlakuan lainnya.
7. Uji aktifitas anti jamur dan antimikroba ekstrak jernang
Ekstrak n-heksana jernang rambai dan kalamuai bersifat
antimikroba (antijamur dan antibakteri) terhadap species Basillus subtilis,
Staphylococcus aureus dan Candida albicans, sedangkan ekstrak metanol
jernang rambai resisten terhadap Basillus subtilis.
Ekstrak etil asetat dan metanol jernang rambai dan kalamuai
resisten terhadap Candida albicans dan Aspergilus flavus.
8. Ekstrak jernang sebagai prokoagulasi
Hasil uji secara in vitro menggunakan kelinci, formulasi substansi
prokoagulasi yang paling efektif adalah formula ekstrak jernang dengan
konsentrasi 5% dengan filler etil asetat yaitu 0,05 gr ekstrak jernang + 100
mL filler etil asetat
E. Ruang Lingkup
Kegiatan meliputi pembuatan matriks serat nano yang
mengandung/berisi ekstrak jernang sebagai penyembuh luka, uji
karakteristik matriks sebelum dan setelah diisi ekstrak jernang
menggunakan SEM-EDS, X-Ray dan FTIR. Kegiatan uji
sitotoksik/toksisitas jernang terhadap larva udang diawali dengan
ekstraksi jernang dengan pelarut etil asetat dan metanol. Ekstrak jernang
bersifat toksik bila dengan konsentrasi 50% (LC50) dapat mematikan larva
udang. Sifat toksik tersebut dapat bersifat antikanker bila nilai LC50 di
bawah 1000 ppm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jenis Jernang
Jernang (Dragon’s blood) di Asia Tenggara khususnya Indonesia
dan dikenal di pasaran internasional berasal dari jenis rotan
Daemonorops draco Bl. termasuk famili Palmae. Di Srilangka berasal dari
famili Euphorbiaceae yang dikenal dengan nama Croton. Di kepulauan
Kanari, India dan Zanzibar berasal dari jenis Dracaena cinnabari. Satu
sama lain jernang tersebut berbeda baik dalam hal bentuk dan
kemurnian. Hal ini dimungkinkan karena berasal dari jenis yang berbeda
dan semuanya dikenal dragon’s blood (Pearson dan Prendergast, 2001).
Lebih lanjut Edwards.et.al.(2004) menyatakan bahwa selain adanya
perbedaan seperti tersebut di atas, ada perbedaan warna dan kandungan
bahan aktif.
Di Indonesia, ada beberapa jenis rotan yang berpotensi
menghasilkan jernang selain D. draco yaitu D. draconcellus BECC.; D.
mattanensis BECC.; D. micrantus BECC.; D. motleyi BECC.; D.
propinquess BECC.; D. rubber BL.; D. sabut BECC.; D. micracanthus
BECC. dan lain-lain (Heyne, 1987; Dransfield and Manokaran, 1994;
Januminro, 2000). Selama ini dikenal jernang yang berasal dari Indonesia
di pasar internasional adalah jenis rotan jernang (Daemonorops draco).
B. Ekstraksi Jernang
Jernang adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang
(Daemonorops draco BL.). Resin tersebut menempel dan menutupi
bagian luar buah rotan, di mana untuk mendapatkannya diperlukan proses
ekstraksi buah. Ada 2 cara ekstraksi resin jernang yaitu ekstraksi kering
dan basah (Januminro, 2000).
1. Ekstraksi kering
Peralatan yang digunakan untuk mengekstraksi buah rotan
jernang adalah ambung (Gambar 1) yaitu keranjang yang terbuat dari
rotan, kayu penumbuk dan lembaran plastik untuk menampung jernang
hasil ekstraksi.
Tahapan-tahapan ekstraksi sebagai berikut:
1) Buah rotan jernang dilepas dari tandan
2) Buah rotan jernang dimasukkan ke dalam keranjang rotan yang
dinamakan “ambung”
3) Buah rotan jernang di dalam ambung ditumbuk secara perlahan-lahan
4) Jernang keluar melalui celah-celah ambung dan tertampung di plastik
Teknik ekstraksi dilakukan dengan menumbuk buah rotan
dengan hati-hati guna menghindari kulit buah terkelupas dan buah rotan
pecah/hancur. Teknik ekstraksi ini tergolong ekstraksi kering karena
tanpa menggunakan media air atau pelarut. Jernang yang dihasilkan
dengan cara ini sedikit tercampur dengan sisik kulit buah rotan. Serbuk
jernang hasil ekstraksi dimasukkan dalam wadah plastik dan dalam waktu
± 30 menit akan menggumpal/mengeras. Rendemen ekstraksi dengan
cara ini sebesar 7,42% (Waluyo, 2008)
(A) (B)
Gambar 1. Alat ekstraksi jernang (A); cara ekstraksi jernang (B).
2. Ekstraksi basah
Cara ekstraksi basah ini menggunakan media air untuk
mendapatkan resin jernang. Buah rotan jernang dimasukkan ke suatu
wadah yang berisi air, selanjutnya ditumbuk dan di aduk-aduk. Resin
jernang akan lepas dari buah rotan dan mengendap. Endapan tersebut
dipisahkan dan selanjutnya disaring dengan menggunakan kain.
Cara ekstraksi basah menggunakan pelarut organik (metanol,
hexana, dll). Cara ini dilakukan dengan memasukkan buah rotan jernang
ke dalam wadah yang berisi pelarut organik hingga resin yang menempel
pada buah rotan bersih. Selanjutnya larutan diuapkan dengan soklet atau
penyulingan sehingga tersisa jernang dalam wadah tersebut. Rendemen
rata-rata ekstraksi basah dengan menggunakan pelarut metanol 9,41%
(Waluyo, 2008)
Gambar 2. Buah rotan jernang
A = buah sebelum diekstraksi B = buah setelah diekstraksi
C. Komponen Kimia Jernang
Komponen kimia utama pada resin yang dihasilkan buah jernang
adalah resin ester dan dracoresino tannol (57-82%). Selain itu resin
berwarna merah tersebut juga mengandung senyawa-senyawa seperti
dracoresene (14%), dracoalban (hingga 2,5%), resin tak larut (0,3%),
residu (18,4%), asam benzoat, asam benzoilasetat, dracohodin dan
beberapa pigmen terutama nordracorhodin dan nordracorubin ( Chu, 2006
dalam Risna, 2006).
D. Sifat dan Kegunaan Jernang
Jernang termasuk kedalam kelompok resin keras yaitu padatan
yang mengkilat, bening, atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan
mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas
(Sumadiwangsa, 2000). Sumadiwangsa (1973) dan Coppen (1995) juga
memasukkan jernang ke dalam kelompok resin keras, berwarna merah,
berbentuk amorf, berat jenis (BJ) 1,18-1,20; bilangan asam rendah,
bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120C, larut dalam alhohol,
eter, minyak lemak dan minyak atsiri, sebagian larut dalam kloroform, etil
asetat, petroleum spiritus dan karbon disulfide serta tidak larut dalam air.
Kegunaan jernang sebagai bahan pewarna vernis, keramik,
marmer, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya.
Selain itu juga digunakan sebagai bahan obat-obatan seperti obat diare,
A B
disentri, obat luka, serbuk untuk gigi, asma, sipilis, berkhasiat aphrodisiak
(meningkatkan libido) serta banyak kegunaan lainnya (Anonim, 2006;
Grieve, 2006). Ekstrak jernang berfungsi juga sebagai antikoagulan darah
(Xin, et all. 2011).
E. Penyembuh Luka (Wound healing)
Masyarakat suku Anak Dalam di Jambi menggunakan serbuk
jernang untuk penyembuh luka (wound healing). Luka diartikan adalah
luka fisik yang mengakibatkan terbukanya kulit. Penyembuhan luka
penting agar kelangsungan anatomi kulit tidak terganggu (Umachigi, et.al.
2007)
Menurut Rawat, et.al (2012), luka diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Luka terbuka (Open wounds)
Luka yang mengeluarkan darah terlihat dengan jelas. Luka ini
lebih lanjut diklasifikasikan sebagai luka gores, luka sobek, lecet, luka
tusukan dan luka yang dalam atau luka tembak.
2. Luka tertutup (Closed wounds)
Luka yang mengakibatkan darah keluar dari sistem peredaran
darah dan darah mengalir tidak terlihat. Luka tersebut dinamakan luka
memar atau lebam, adanya tumor darah, dan lain-lain.
3. Luka akut (Acute wounds)
Luka akut biasanya disebabkan oleh sayatan bedah dan
memerlukan penyembuhan cukup lama.
4. Luka kronis (Chronic wounds)
Luka kronis adalah luka yang memerlukan penyembuhan cukup
lama bahkan sulit disembuhkan. Kalaupun sembuh suatu saat akan
kambuh lagi, hal ini disebabkan penderita mengidap diabetes melitus,
malnutrisi dan lain-lain.
Beberapa ekstrak tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai
penyembuh luka antara lain ekstrak kulit, daun, buah dan bunga jabon
(Anthocepalus cadamba), ekstrak buah Cupresus, dan lain-lain (Umachigi,
et.al. 2007; Desu, et.al. 2011).
F. Standardisasi Jernang
Mutu jernang berdasarkan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI
1671: 2010) dibagi 3 mutu yaitu mutu super, mutu A dan mutu B. Kriteria
untuk menentukan mutu jernang tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Kriteria mutu jernang
No
Jenis Uji
Satuan
SNI 1671 : 2010
Mutu Super Mutu A Mutu B
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kadar resin (b/b) Kadar air (b/b) Kadar kotoran (b/b) Kadar abu (b/b) Titik lele Warna
% % % % 0C --
Min. 80 Maks. 6
Maks. 14 Maks. 4 Min. 80
Merah tua
Min. 60 Maks. 8 Maks. 39 Maks. 8 Min. 80 Merah muda
Min. 25 Maks. 10 Maks. 50 Maks. 20
-- Merah pudar
G. Ekstraksi Komponen Kimia
Ekstraksi adalah suatu istilah yang digunakan dimana komponen-
komponen pembentuk bahan berpindah ke dalam cairan lain (pelarut).
Heath (1987) menyatakan bahwa secara umum proses ekstraksi dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu maserasi, digestion dan perkolasi. Kondisi
proses ekstraksi yang berpengaruh adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis
pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang sangat
penting dalam proses ekstraksi. Pelarut yang dipilih harus mampu
melarutkan komponen yang diinginkan dan memiliki viskositas rendah
untuk memudahkan sirkulasi.
Menurut Achmadi (1992), pertimbangan yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan pelarut adalah (1) pelarut polar akan melarutkan
senyawa polar, demikian sebaliknya pelarut non polar akan melarutkan
senyawa non polar; (2) pelarut organik cenderung melarutkan senyawa
organik; (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan
garam dari asam maupun basa organik; (4) asam-asam organik dapat
diekstraksi ke dalam larutan air dengan menggunakan basa.
Suksmanto, et.al. (2007), mengekstraksi beberapa bagian
tanaman mahkota dewa dengan menggunakan 3 pelarut yaitu pelarut
polar (metanol), semi polar (etil asetat) dan non polar (heksana).
H. Dracorhodin
Resin jernang mengandung senyawa dracohordin, senyawa
dracorhodin merupakan senyawa penciri dari resin jernang (Toriq, 2013).
Menurut Shi, et.al., (2009), dracorhodin merupakan komponen utama
resin jernang yang memberikan warna merah mencolok dan merupakan
turunan senyawa flavonoid antosianin. Senyawa golongan antosianin
cenderung memiliki sifat aktifitas antikanker (Amin dan Moussa, 2007).
Gambar 3. Struktur dracorhodin (5-metoksi-6-metil-2-fenil-7H-1-benzopiran-7-on)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Kegiatan pengumpulan bahan penelitian berupa jernang di Jambi
dan Aceh. Ekstraksi dan partisi jernang dilakukan di laboratorium HHBK
Pustekolah, Bogor. Selanjutnya kegiatan pembuatan matriks nano serat di
Puslitbang Kimia LIPI, Bandung.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 2 jenis resin jernang (jernang
rambai/Daemonorops draco dan jernang kalamuai/Daemonorops
melanochaetes), larva udang (Artemia salina Leach), etil asetat, metanol,
n-heksana, aseton, khloroform, DMSO (Dimetil sulfoksida), polimer PVDF
(Polyvinylidene Fluoride), N.N. Dimetyl acetamide, dan lain-lain. Alat yang
digunakan adalah mikropipet, neraca analitik, oven, penguap putar, GC-
MS, spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR),
electrospinning, magnetic stirrer, SEM-EDX, X-Ray, dan lain-lain.
C. Prosedur Kerja
1. Karakteristik Matriks nano serat (Nanofibers)
a. Pembuatan larutan matriks
Pembuatan matriks serat nano yaitu dengan melarutkan bahan
polimer PVDF (Polyvinylidene Fluoride) sebanyak 4 g dalam pelarut
N.N. Dimetyl acetamide sebanyak 20 mL atau dengan nisbah 1 :5
(b/v). Bahan dilarutkan dengan menggunakan bantuan magnetic
stirrer hingga larut sempurna.
b. Pembuatan matriks
Larutan matriks dimasukkan ke alat electrospinning dan alat ini
berfungsi sebagai penyemprot larutan matriks di atas lembaran
polyester sehingga membentuk matriks/membran di permukaan
polyester tersebut.
c. Pembuatan matriks yang mengandung ekstrak jernang
Untuk memasukkan ekstrak jernang ke dalam matrik, ekstrak
jernang dilarutkan dalam etil asetat dan disuntikkan ke matriks.
Ekstrak jernang dimasukkan ke matriks dengan cara mencelupkan
matriks ke larutan ekstrak dengan konsentrasi 5% dan 10%.
d. Pengujian karakteristik matriks
Karakteristik matriks sebelum dan setelah diisi ekstrak jernang
diamati dan dianalis dengan menggunakan SEM-EDS, X-Ray dan
FTIR.
2. Uji Toksisitas Ekstrak Jernang dengan Metode Brine Shrimb Lethality
Test (BSLT)
a. Ekstraksi jernang
Sebanyak ± 100 g serbuk jernang dimaserasi dalam campuran
metanol-etil asetat 1:1 selama 3x24 jam. Nisbah sampel jernang
dengan pelarut 1:3 (b/v). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan
kertas saring, selanjutnya dipekatkan dengan alat penguap putar
(Rotary evaporation).
b. Partisi Ekstrak Jernang
Ekstrak pekat jernang dilarutkan dalam 100 mL air lalu dipartisi
dengan 300 mL etil asetat dengan nisbah 1:3 sehingga diperoleh
lapisan air (1) dan lapisan etil asetat. Setelah dipekatkan dengan
alat penguap putar, lapisan etil asetat dipartisi dengan campuran
1:1 metanol 50% dan n-heksana. Lapisan n-heksana dipekatkan
dengan alat penguap putar, sedangkan lapisan metanol 50%
dipartisi kembali dengan campuran 1:3 air dan etil asetat. Lapisan
etil asetat dipekatkan dengan alat penguat putar, sementara lapisan
air (2) yang baru saja diperoleh digabungkan dengan lapisan air (1)
dan dipekatkan. Masing-masing tahapan partisi dilakukan 3 kali
ulangan. Ekstrak air pekat dimaserasi dengan metanol dan
selanjutnya dipekatkan dengan alat penguap putar.
c. Penetasan Telur Artemia salina Lech
Telur A. salina yang sudah siap ditetaskan ditimbang sebanyak 0,5
g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi air laut yang sudah
disaring dan diaerasi. Telur dibiarkan selama 48 jam di bawah
cahaya lampu agar menetas sempurna. Telur yang telah menetas
menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.
d. Uji Toksisitas terhadap A. salina
Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat dibuat dalam konsentrasi
5000 ppm, kemudian diencerkan dengan air menjadi 10, 50, 100
dan 500 ppm. Apabila ekstrak tidak larut, ditambahkan DMSO. Ke
dalam multiwell dimasukkan 400 mL air laut, 10 ekor larva udang
dalam 600 µL air laut dan 1 mL ekstrak jernang. Multiwell ditutup
dengan kertas aluminium dan diinkubasi selama 24 jam. Masing-
masing konsentrasi ekstrak dihitung rata-rata persen kematian larva
udang. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
D. Analisa Data
1. Toksisitas terhadap A. salina Lech
Nilai konsentrasi mematikan ekstrak jernang 50% (LC50) ditentukan
dari kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak (sumbu x) dan rata-
rata persen kematian larva udang (sumbu y). Selanjutnya, toksisitas
ekstrak/bahan dapat dikaitkan dengan sifat anti kanker, apabila nilai
LC50 nya di bawah 1000 ppm.
2. Karakteristik matriks nanoserat
Hasil pengamatan dan pengujian matriks sebelum dan setelah diisi
ekstrak dengan menggunakan SEM-EDS, FTIR dan X-Ray dianalisis
deskriptif.
Maserasi dengan metanol-etil asetat (1:1)
Partisi dengan H2O-etil asetat (1:3)
Lapisan etil asetat Lapisan air (1)
Ekstrak kasar
Jernang (2 jenis)
Partisi metanol 50%- n heksana (1:1)
Partisi H2O-etil asetat (1:3)
Dipekatkan
Maserasi dengan
metanol
Gambar 4. Diagram alir uji toksisitas larva udang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Matriks Nanoserat
1. SEM-EDX (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray)
Hasil pengamatan matriks nanoserat tanpa ekstrak jernang, diisi
ekstrak etil asetat jernang 5% dan 10% seperti pada Gambar 5.
Lapisan metanol
Lapisan air (2)
Uji Toksisitas Larva Udang
Ekstrak heksana
Ekstrak metanol
Ekstrak etil asetat
0% ekstrak 5% ekstrak 10% ekstrak
Gambar 5. SEM matriks nanoserat (500X)
Matriks nanoserat tanpa penambahan ekstrak jernang tampak
jelas serat-serat pembentuk matriks, sedangkan matriks yang
ditambahkan/diberi larutan ekstrak jernang 5% serat-serat tidak tampak
jelas hanya berupa lekukan-lekukan permukaan serat. Ekstrak jernang
mengisi celah-celah diantara serat. Matriks dengan penambahan larutan
ekstrak jernang 10% serat-serat sudah tertutup sepenuhnya oleh ekstrak.
Berdasarkan analisa EDX, terdapat unsur-unsur yang terdapat
pada ke tiga matriks tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Matriks tanpa
penambahan ekstrak jernang terdapat 3 unsur (Carbon/C, Fluorine/F dan
Gold/Au). Unsur C dan F merupakan unsur yang terdapat pada polimer
sebagai bahan pembuatan nanoserat, sedangkan unsur tersebut
merupakan unsur Au (emas) merupakan bahan coating pada preparat
nanoserat sebelum di uji dengan EDX. Matriks dengan penambahan
ekstrak jernang 5% dan 10% mengakibatkan meningkatnya persentase
unsur C dan O. Hal ini disebabkan salah satu kandungan ekstrak jernang
adalah dracorhodin (Shi, et.al.,2009; Toriq, 2013). Dracorhodin terdiri dari
kedua unsur tersebut seperti pada Gambar 3.
Tabel 7. Unsur-unsur yang terdapat pada matriks nanoserat
No. Matriks Unsur
1.
2.
Matriks + 0% larutan ekstrak jernang Matriks + 5% larutan ekstrak jernang
Carbon (C) 29,21%, Fluorine (F) 62,52%, Gold (Au) 8,27% Carbon (C) 47,71%, Fluorine (F) 25,80%,
3.
Matriks + 0% larutan ekstrak jernang
Oxygen (O) 10,38% ,Gold (Au) 16,11% Carbon (C) 62,33%, Fluorine (F) 4,17%, Oxygen (O) 15,97%, Gold (Au) 17,52%
2. X-Ray
Hasil analisis difraktogram sinar-x matriks nanoserat,
penambahan ekstrak jernang menunjukkan adanya perubahan puncak,
hal ini menunjukkan adanya perubahan struktur pada matriks (Gambar 6).
Masuknya ekstrak jernang 5% dan 10% pada matriks menyebabkan
terjadi sedikit penurunan derajat kristalinitas dari 53,71% menjadi 41,22%
dan 38,16%.
Gambar 6. Difraktogram matriks nanoserat
3. FTIR (Fourier Transform Infrared)
Hasil analisis FTIR muncul spektrum baru dibilangan 1086 cm-1
dengan adanya penambahan ekstrak jernang pada matriks nanoserat
(Gambar 7, 8 dan 9). Puncak tersebut menunjukkan adanya ikatan C-O
dari ekstrak jernang.
0%
5% 10%
Gambar 7. Spektrum FTIR matriks tanpa ekstrak jernang
Gambar 8. Spektrum FTIR matriks dengan 5% ekstrak jernang
Gambar 9. Spektrum FTIR matriks dengan 10% ekstrak jernang
B. Uji Toksisitas Ekstrak Jernang
Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimb Lethality Test (BSLT)
digunakan untuk mencari senyawa bioaktif baru dari bahan alam (Mukhtar,
et al.,2007). Bioaktif yang digunakan adalah berasal dari resin jernang.
Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT ekstrak jernang rambai dan
kalamuai seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Toksisitas LC50 ekstrak jernang
No.
Jenis jernang
Toksisitas LC50 (ppm)
Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol
1.
2.
Jernang rambai
Jernang kalamuai
570
593
70
594
Berdasarkan hasil uji toksisitas (Tabel 8), nilai LC50 terkecil
tersebut mempunyai sifat toksik tertinggi dibanding ekstrak lainnya.
Menurut Colgate dan Molyneux (2008), suatu ekstrak dikatakan memiliki
potensi antikanker apabila nilai LC50 di bawah 1000 ppm. Dengan
demikian, ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat kedua jenis jernang
dapat dikategorikan memiliki potetensi antikanker. Sifat toksik yang tinggi
dari suatu bahan diperkirakan akan mampu menghambat pertumbuhan
bahkan mungkin dapat membunuh sel-sel kanker (Mukhtar, et al., 2007)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Matriks nanoserat PVDF (Polyvinylidene Fluoride) berubah sifat-
sifatnya dengan penambahan ekstrak jernang. Terdapat perubahan
persentase unsur yang terkandung didalam nanoserat. Persentase
unsur carbon (C), oksigen (O) meningkat dan unsur fluorine (F)
menurun. Disamping itu juga terjadi penurunan kristalinitas nanoserat.
2. Toksisitas ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol jernang rambai LC50
570 ppm dan LC50 70 ppm, sedangkan jernang kalamuai LC50 593
ppm dan LC50 594 ppm. Semua ekstrak 2 jenis jernang tersebut
berpotensi sebagai obat antikanker
B. Saran
Perlu dilakukan uji lanjut ekstrak jernang dengan uji secara in vitro
dengan menggunakan sel kanker.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S.S. 1992. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.
Amin, A. and M. Mousa. 2007. Merits of anticancer plants from the Arabian Gulf Region. Cancer Ther. 5,55-66
Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI 1671 : 2010. Getah Jernang. Jakarta.
Blouis, M.S. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 181,1199-1200.
Colgate, S.M. and R.J. Molyneux. 2008. Bioactive Natural Products: Detection, Isolation, and Structural Determination. California (US): CRC Pr.
Coppen, J.J.W. 1995. Gum, resins, and latexes of plant origin. FAO Roma: Non Wood Forest Products. No.6.
Desu, B.S.R.; B. Suresh; K. Elango; M. Ramanathan; K.M.N. Satish; S.A. Dhanraj and P. Vijaya. 2011. Antibacterial, antfungal and infected wound healing activity of Cupresus glauca LINN. Pharmanest 2(1),24-27
Dransfield, J. and N. Manokaran. 1994. Plants Resource of South-East Asia. No. 6. Rattans. PROSEA. Bogor.
Edwards, H.G.M.; L.F.C. de Oliviera and H.D.V. Prendergast. 2004. Raman Spectroscopic Analysis of Dragon’s blood Resins – Basis for distinguishing between Dracaena, Daemonorops and Croton. Analyst, The Royal Society of Chemestry. www.rsc.org/analyst.
Elvidayanti dan D. Erwin. 2006. Berburu jernang: dari masyarakat desa sampai suku pedalaman. Gita Buana. Edisi 2, 22-23.
Grieve, M. 2006.Dragon’s Blood. Website :http://www.botanical.com/botanical/mgmh/d/dragon20.html. Diakses tanggal 21 Maret 2007
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan oleh J.B. Harborne, terbitan ke-2, diterjemahkan oleh Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro. ITB-Bandung.
Heath, H.B. and G. Reineccius. 1987. Flavour Chemistry and Tecnology. Wesport Connecticut. Art Publ. Co.Inc.,
Heyne., K. 1987. Tumbuhan Berguna III (Terjemahan). Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.
Januminro, C.F.M. 2000. Rotan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Mukhtar, M.H.; A.Z. Adnan and M.W. Pitra. 2007. Uji Sitotoksisitas Minyak Atsiri Daun Kamanggi dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test Bioassay. J Sains Tek Farm 12,1-4
Molyneux P. 2004. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimazing antioxidant activity. Songklanakarin J Sci Technol 2,211-219
Nariya, P. B.; V. J. Shuka and R. N. Acharya. 2012. Phytochemical screening and in vitro evaluation of free radical scavenging
activity of Cordia macleodii bark. (HOOK.F. & THOMSON). Free Rad. Antiox. 2(3),36-40
Pearson and Prendergast. 2001. Economic Botany. Bronx, NY 10458-5126. USA: The New York Botanical Garden Press.
Rawat, S.; R. Singh; P. Thakur; S. Kaur and A. Semwal. 2012. Wound healing agents from medicinal plants; A Review. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine S1910-S1917.
Risna, R. A. 2006. Dragon’s blood (Daemonorops draco Bl.) tumbuhan obat yang menjanjikan dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Warta Kebun Raya, Pusat Konservasi tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI. Vol. 6.No. 1, 45 – 49
Shi, J.; R. Hu; Y. Lu; C. Sun and T. Wu. 2009. Single-step purification of dracohordin from dragon’s blood resin of Daemonorops draco using high-speed counter-current chromatography combined with pH modulation. J.Sep Sci 32,4040-4047
Suksmanto, A.; Y. Hapsari dan P. Simanjuntak. 2007. Kandungan Antioksidan pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phakeria macrocarpa [Scheff] Boerl. (Thymelaceae). Biodiversitas 8(2),92-95
Sumadiwangsa, S. 1973. Klasifikasi dan Sifat Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Bogor. Laporan No. 28.
_____________ . 2000. Usulan Kerja Peneliti (UKP). Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan.
Tiwari, P.; B. Kumar; M. Kaur; G. Kaur and H. Kaur. 2011. Phytochemical screening and Extraction : A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia 1(1),98-106
Toriq, U. 2013. Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan Parameter Standar Nasional Indonesia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. (Skripsi)
Umachigi, S.P.; G.S. Kumar; K.N. Jayaveera; D.V.K. Kumar; C.A.K. Kumar and R. Dhanapal. 2007. Antimicrobial, wound healing and antioxidant of Anthocephalus cadamba. Afr.J.Trad. CAM 4(4),481-487
Waluyo, T. K. 2008. Teknik Ekstraksi Tradisional Dan Analisis Sifat-sifat Jernang Asal Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26 (1), 30-40
Yi, T.; H.B. Chen; Z.Z. Zhao; Z.L. Yu and Z.H. Jiang. 2011. Comparison of the chemical profile and anti-platelet aggregation effects of two “Dragon’s blood” drugs used in traditional Chinese medicine. Journal of Ethnopharcology 133 (2011), 796-802
Xin, N.; Y.J. Li; Y. Li; R. J. Dai; W.W. Meng; Y. Chen; M. Schlappi and Y.L. Deng. 2011. Dragon’s Blood extract has antithrombotic properties, affecting platelet aggregation functions and anticoagulation activities. Journal of Ethnopharmacology 135, 510-515