teh lamtoro.doc

20
TEH ALAMI DAUN LAMTORO (Leucaena leucocephala) PROPOSAL Kelompok 2 : Anis Rochani 130342615317 Hesti Nur Choirunnisa 130342615321 Mirza Yanuar Rizky 130342615308 Siti Aminatul Mukarromah 130342615323 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI AGUSTUS 2015

Upload: anis-rochani

Post on 10-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEH LAMTORO.doc

TEH ALAMI DAUN LAMTORO (Leucaena leucocephala)

PROPOSAL

Kelompok 2 :

Anis Rochani 130342615317

Hesti Nur Choirunnisa 130342615321

Mirza Yanuar Rizky 130342615308

Siti Aminatul Mukarromah 130342615323

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

AGUSTUS 2015

Page 2: TEH LAMTORO.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara tropis Indonesia memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat

dimanfaatkan semaksimal mungkin  untuk kepentingan manusia atau makhluk hidup lainnya.

Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat

obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat obat tersebut

dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional. Banyak sekali khasiat yang dapat

dihasilkan oleh tanaman tradisional yang ada di indonesia, manfaat yang merupakan efek dan

khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam berbagai tanaman tersebut. Sebagai contoh

zat kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasa digunakan sebagai adalah alkaloid,

flavonoid, glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol. Jenis-jenis hijauan pakan ternak

yang ada di kawasan tropika umum nya banyak yang mengandung tannin, dan hal ini

tentunya akan memberikan nilai tambah yang ada pada hijauan apabila dimanfaatkan dan

difahami dengan benar manfaat dan pengaruh dari pemberian hijauan pakan yang

mengandung tannin. (Chusnul, 1992)

Tanin adalah suatu seyawa polifenol yang banyak terdapat pada hijauan pakan ternak.

Suatu senyawa yang bersifat anti nutrisi yang dapat mengakibatkan keracunan pada ternak

apabila dikonsumsi oleh ternak secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena sifat utamanya

yang dapat berikatan dengan protein atau polimer lainnya.

Tanin mengikat protein membentuk senyawa kompleks sehingga kelarutan proteinnya

menurun dan sulit dicerna. Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu

tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis

merupakan polimer gallic atau ellagic acid  yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula,

sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-

karbon. Tanin banyak terkandung dalam beberapa jenis tanaman terutama yang mengandung

kandungan protein yang cukup tinggi, salah satunya yaitu hijauan pakan ternak atau lebih

dikenal dengan legum. Pada tanaman tanin dapat berfungsi menjaga kandungan protein yang

dikandungnya, namun hal ini dapat berdampak negatif pada ternak yang memakannya yaitu

dapat menurunkan keernaan bahan kering dan protein sehinga dapat terjadi defisiensi protein

pada ternak. Pemilihan jenis pakan ternak dan banyaknya kandungan tanin yang dikonsumsi

pada hijauan yang mengandung tanin harus diperhatikan, sehingga ternak dapat terjamin akan

Page 3: TEH LAMTORO.doc

kebutuhan protein yang diperlukan. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan

hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan

kualitas yang berbeda-beda. (Cheeke,1985)

Salah satu tanaman Leucaena yang mengandung tanin adalah Daun Lamtoro (Leucaena

leucocephala). Daun lamtoro biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak (hewan

ruminansia). Padahal daun lamtoro memiliki kandungan zat kimia yang banyak dan

bermanfaat. Lamtoro mengandung tanin yang dapat menurunkan palatabilitas pakan clan

penurunan kecernaan protein (Soebarinoto, 1986) . Namun adanya sejumlah tanin dalam

Iamtoro dapat mencegah kembung dan melindungi degradasi protein yang berlebihan oleh

mikroba rumen. Dalam proposal ini kami akan membahas tentang pemanfaatan daun lamtoro

sebagai Teh alami.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada judul penelitian dan latar belakang diatas, maka dapat

dirumuskan tujuan masalah sebagai berikut :

1. Mengetahui teknik pengolahan daun lamtoro menjadi teh alami daun lamtoro.

2. Mengetahui kandungan teh alami daun lamtoro.

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan judul, latar belakang serta tujuan penelitian diatas, maka dapat

ditarik hipotesis bahwa daun lamtoro mengandung tanin dan dapat dimanfaatkan

sebagai teh alami.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dan latar belakang diatas maka kegunaan dari

penelitian ini sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemanfaatan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam

industri pengolahan pangan khususnya pada industri minuman berupa teh

alami.

2. Agar minuman ini dapat dinikmati oleh konsumen sebagai minuman herba

untuk kesehatan.

Page 4: TEH LAMTORO.doc

1.2 Definisi Istilah atau Defini Operasional

1. Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa

polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi

dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya

termasuk asam amino dan alkaloid.

2. Minuman herba adalah salah satu ramuan tradisionalyang dapat dikonsumsi

langsung yang dibuat atau diracik menjadi minuman.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala).

Menurut Soebarinoto, (1986) Lamtoro atau petai cina sebagai makanan hijauan

ataupun konsentrat (biji), hanya bisa diberikan pada hewan – hewan ruminansia seperti

sapi, kerbau, kambing, dan domba atau bisa diberikan kepada  monogastrik, tetapi dalam

jumlah terbatas, mengingat bahwa tanaman ini mengandung racun (toxic). Kandungan

racun ini disebabkan adanya glukosida mimosin yang terdapat baik pada daun maupun

biji. Didalam suatu percobaan pada ternak babi dengan menggunakan tepung hijauan

lamtoro dalam jumlah 15 % yang dicampurkan ke dalam ransom, tak menimbulkan efej

negative (sakit), tetapi tepung daun lamtoro ini tak diberika kepada hewan yang sedang

bunting. Sedang pada unggas bisa diberikan pula, asal jumlahnya terdiri dari atau ak

melebihi dari 15 % .

Klasifikasi lamtoro ( Leucaena leucocephala ) adalah sebagai berikut (Soebarinoto,

1986 ) :

Kindom      : Plantae

Divisio       : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class          : Dicotyledoneae

Family       : Leguminoseae

Subfamily : Papilionaceae

Genus       : Leucaena

Spesies     : Leucanena leucocephala

Page 5: TEH LAMTORO.doc

Menurut Soebarinoto (1986), Lamtoro, Leguminosa adalah tanaman polongan yang

merupakan tanaman yang daun dan bijinya banyak mengandung nitrogen dan karenanya

merupakan sumber bahan makanan yang utama untuk ternak.Berdasarkan penelitian Prof

Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro dapat menyembuhkan

beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan

gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim,

patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam hal ini, tanaman

lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak diketahui oleh

orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan

penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak pada percepatan

kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.

2.2 Sejarah tanaman Lamtoro

Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama

botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di

Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara

tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini

penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak

makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas

“common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman

ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru

(tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak

berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di

Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan

tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan

dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan

konservasinya.

Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang

paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28

atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat,

kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan

terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan

yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L.

leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk

Page 6: TEH LAMTORO.doc

mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut

sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin

masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya

adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan

antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah

tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan

Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi

berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga

disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya.

2.3 Klasifikasi Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Nama Umum Leucaena Leucocephala

Nama Umum : Petai Cina

Nama Lokal : Kemlandingan, Lamtoro (Jawa); Palanding, Peuteuy selong (Sunda),

Kalandingan (Madura);

Nama Ilmiah :Leucaena leucocephala, Lmk. de wit , Leucaena glauca, Benth.

2.4 Deskripsi Leucaena Leucocephala

Petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki batang pohon

keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda.

Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan

buah petai (Parkia speciosa) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih

tipis. Buah petai cina termasuk buah polong, berisi biji-bibji kecil yang jumlahnya cukup

banyak. Petai cina oleh para petani di pedesaan sering ditanam sebagai tanaman pagar,

pupuk hijau dan segalanya. Petai cina cocok hidup di dataran rendah sampai ketinggian

1500 meter di atas permukaan laut. Petai cina di Indonesia hampir musnah setelah

terserang hama wereng. Pengembangbiakannya selain dengan penyebaran biji yang sudah

tua juga dapat dilakukan dengan cara stek batang.

Tanah asli lamtoro adalah Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini

tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipinadi

akhir abad XVI. dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian

dunia; ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan

Page 7: TEH LAMTORO.doc

ternak yang lekas tumbuh. Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini

menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia.

Tanaman semak atau pohon tingggi sampai 18 m, bercabang banyak dan kuat, dengan

kulit batang abu-abu dan lenticel yang jelas. Daun bersirip dua dengan 4-9 pasangan sirip,

bervariasi dalam panjang sampai 35 cm, dengan glandula besar (sampai 5 mm) pada dasar

petiole, helai daun 11-22 pasang/sirip, 8-16 mm x 1-2 mm, akut. Bunga sangat banyak

dengan diameter kepala 2-5 cm,stamen (10 per bunga) dan pistil sepanjang 10 mm. Buah

polong 14-26 cm x 1,5-2 cm, pendant, coklat pada saat tua. Jumlah biji 18-22 per buah

polong, berwarna coklat.

Petai cina (Leucaena glauca, Benth) merupakan salah satu tanaman yang sudah

dikenal masyarakat sebagai obat bengkak. Pemanfaatannya dengan cara dikunyah kunyah

atau diremas-remas, kemudian ditempelkan pada bagian yang bengkak. Selain itu,

masyarakat juga menggunakan petai cina sebagai bahan makanan, lauk-pauk atau

makanan ternak. Biji dari buah petai cina yang sudah tua setiap 100 g mempunyai nilai

kandungan kimia berupa zat kalori sebesar 148 kalori, protein 10,6 g, lemak 0,5 g, hidrat

arang 26,2 g, kalsium 155 mg, besi 2,2 mg, vitamin A, Vitamin BI 0,23 mg. Daun petai

cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin. Dalam petai cina,

mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, mimosin, leukanin,

protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Berbagai kandungan yang

terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah

flavonoid. Flavonoid dalam bentuk aikon bersifat nonpolar, sedangkan dalam bentuk

glikosida bersifat polar. Berdasarkan sifat flavonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat

digunakan etanol 70% sebagai bahan penyarinya, karena etanol 70% bersifat semi polar

yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-polar. Selain itu, etanol

70% tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan

obat terlarut.

2.5 Penggunaan Leucaena Leucocephala

Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi,

sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh

dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13—18 m) dalam waktu 3

sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap

kayu sebesar 20 hingga 60 m³ perhektare pertahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat

tumbuh mencapai gemang 50 cm. Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan

Page 8: TEH LAMTORO.doc

serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani).

Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3—10 m, di antara larikan-larikan

tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin,

jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, panili,

markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao. Di hutan-hutan

tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela

untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah.

Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen.

Kayu lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki

nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap

dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.

Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500—600

kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro

cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu

ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak

mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang. Kayu terasnya berwarna coklat

kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu

perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan

agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap

bahan pengawet. Lamtoro juga merupakan penghasil pulp (bubur kayu) yang baik, yang

cocok untuk produksi kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50—52% pulp, dengan

kadar lignin rendah dan serat kayu sepanjang 1,1—1,3 mm. Kualitas kertas yang didapat

termasuk baik.

Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein

yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60

hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan

pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik

dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran

lamtoro (jarak tanam 5—8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan

memberikan hasil paling ekonomis. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan

bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30%

lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi

dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia.

Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar

Page 9: TEH LAMTORO.doc

4% berat kering. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh

sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun

dapat mengurangi toksisitas mimosin. Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap

mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang

lebih keras dari kopi. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa

digunakan sebagai campuran pecal dan botok. Daun-daunnya juga kerap digunakan

sebagai mulsa dan pupuk hijau. Daun-daun lamtoro lekas mengalami dekomposis.

Berdasarkan penelitian Prof Hembing Wijayakusuma, dijelaskan bahwasannya lamtoro

dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti diabetes, susah tidur, radang ginjal,

disentri, meningkatkan gairah seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka

terpukul, bisul, eksim, patah tulang, tertusuk kayu atau bambu, dan pembengkakan. Dalam

hal ini, tanaman lamtoro tidak hanya bermanfaat pada bijinya saja (seperti yang banyak

diketahui oleh orang awam), namun semua bagian tanaman ini sangat berkhasiat untuk

menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Penggunaan secara tepat akan berdampak

pada percepatan kesembuhan penyakit ini, begitupun sebaliknya.

Pada bagian akar lamtoro pun memiliki khasiat yang tak kalah hebatnya dengan bagian

biji. Di salah satu bagian tanaman ini, seringkali dimanfaatkan orang sebagai obat peluruh

haid. Metode pengobatan yang relatif tradisional ini menawarkan berbagai kelebihan yang

tidak dimiliki oleh metode pengobatan modern. Manakala obat modern mengandung efek

samping dari unsur kimiawi buatan yang sangat kuat, maka dari tanaman lamtoro ini efek

samping masih rendah karena bersifat alami dan belum tersentuh unsur buatan manusia.

Tanaman lamtoro dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Manfat-manfaat tanaman

lamtoro diantaranya adalah sebagai obat cacing, peluruh kencing, patah tulang, luka

terpukul, susah tidur (insomnia), bengkak (oedem), radang ginjal, dan kencing manis.

Akar tanaman lamtoro ini pun dapat dimanfaatkan sebagai peluruh haid.( Soebarinoto,

1986)

2.6 Kandungan Kimia

Daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin. Dalam

petai cina, mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, mimosin,

leukanin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Berbagai

kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai

antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dalam bentuk aglikon bersifat nonpolar,

sedangkan dalam bentuk glikosida bersifat polar. Berdasarkan sifat flavonoid tersebut,

Page 10: TEH LAMTORO.doc

maka untuk ekstraksi dapat digunakan etanol 70% sebagai bahanpenyarinya, karena etanol

70% bersifat semi polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-

polar. Selain itu, etanol 70% tidak menyebabkan 23 pembengkakan membran sel dan

memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.

2.7 Tanin

Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik.

Istilah tanin pertama sekali diaplikasikan pada tahun 1796 oleh Seguil. Tanin terdiri dari

sekelompok zat – zat kompleks terdapat secara meluas dalam dunia tumbuh – tumbuhan,

antara lain terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun dan buah – buahan. Ada beberapa

jenis tumbuh – tumbuhan atau tanaman yang dapat menghasilkan tanin, antara lain :

tanaman pinang, tanaman akasia, gabus, bakau, pinus dan gambir. Tanin juga yang

dihasilkan dari tumbuh – tumbuhan mempunyai ukuran partikel dengan range besar. Tanin

ini disebut juga asam tanat, galotanin atau asam galotanat. (Kumar, 1984)

Kegunaan Tanin :

1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat massa pertumbuhan bagian tertentu pada

tanaman.

2. Sebagai anti hama bagi tanaman shingga mencegah serangga dan fungi.

3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.

4. Pada industri farmasi tanin digunakan sebagai anti septik pada jaringan luka, misalnya

luka bakar yaitu dengan cara mengendapkan protein. Selain itu tanin juga digunakan

untuk campuran obat cacing dan anti kanker.

5. Pada industri kulit tanin banyak dipergunakan karena kemampuannya mengikat

bermacam – macam protein sehinggga dapat mencegah kulit dari proses

pembusukkan.

6. Tanin juga dipergunakan pada industri pembuatan tinta dan cat karena dapat

memberikan warna biru tua atau hijau kehitam – hitaman dengan kombinasi –

kombinasi tertentu.

7. Tanin dapat berperan sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara

mengeluarkan asam tamak yang tidak terlarut.

8. Pada industri minuman tanin juga digunakan untuk pengendapan serat – serat organik

pada minuman anggur atau bir.

2.2 Spesifikasi Produk

Page 11: TEH LAMTORO.doc

Tanin juga dinamakan asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak berwarna tetapi ada

juga yang berwarna kuning atau cokelat. Berikut adalah sifat – sifat dari tanin :

1. Memiliki rumus molekul C76H52O46

2. Memiliki berat molekul 1701.22

3. Tanin dapat diidentifikasi dengan kromatografi

4. Merupakan padatan berwarna kuning atau kecoklatan

5. Memiliki titik leleh 3050C

6. Memiliki titik didih 12710 C

7. Merupakan senyawa yang sukar dipisahkan

8. Kelarutan dalam etanol 0,82gr dalam 1 ml (700C)

9. Kelarutan dalam air 0,656 gr dalam 1ml (700C). (Swain, 1965)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian yang bersifat eksperimental.

Penelitian ini disebut eksperimental karena melakukan sebuah percobaan

untuk membuat Teh alami dari daun lamtoro (Leucaena leucocephala). Minuman

tersebut akan diuji untuk mengetahui karakteristik yang meliputi rasa, warna, dan

aroma.

Selain itu perolehan data dari penelitian ini juga dilakukan dengan penelusuran

informasi digital dari internet dan perpustakaan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lamtoro (Leucaena

leucocephala). Sedangkan sampel penelitian adalah daun lamtoro (Leucaena

leucocephala) yang diambil dari rumah peneliti di daerah Tumpang, Malang.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Page 12: TEH LAMTORO.doc

Dalam tahap ini peneliti melakukan eksperimen yang hasilnya diuji cobakan

ke 25 tester, selanjutnya tester mengisi angket dan diolah menjadi data.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data ini menggunakan berbagai macam alat dan

bahan. Alat Timbangan digital, kertas saring, gelas ukur, oven, dan Vaccum rotary

evaporator. Bahan Daun teh kering, daun lamtoro kering, Ethanol 70%, dan Aquadest. 

Langkah-langkah ekstraksi:

1. Daun lamtoro sebanyak 1 kg dicuci bersih dengan air mengalir.

2. Daun dipotong kecil-kecil dan dikeringkan tanpa  bantuan sinar matahari selama 7

hari.

3. Untuk daun teh sudah diperoleh dalam bentuk kemasan kering.

4. Daun yang telah kering ditimbang sebanyak 250 gr. Kemudian direndam dengan pelarut

ethanol-air dengan perbandingan 1 : 1 sebanyak 1 liter.

5. Aduk hingga homogen kemudian simpan kedalam ruangan selama 7 hari.

6. Hasil rendaman disaring menggunakan kertas saring.

7. Filtrat yang diperoleh diuapkan menggunakan vaccum rotary evaporator pada suhu 40-

60oC sampai diperoleh ekstrak pekat.

8. Ekstrak pekat dikeringkan menggunakan oven dengan kisaran suhu 68-700C selama 3

menit untuk memperoleh ekstrak dalam bentuk serbu.

3.5 Teknik analisis data

Dalam tahap ini peneliti melakukan eksperimen

1. Tahap pertama peneliti melakukan eksperimen pembuatan Teh alami daun

lamtoro (Leucaena leucocephala).

2. Tahap kedua peneliti mengujicobakan hasil eksperimen ke 25 tester

3. Tahap ketiga peneliti penyebarkan angket untuk diisi oleh 25 tester

4. Tahap keempat peneliti mengolah data yang diperoleh dari hasil angket

Page 13: TEH LAMTORO.doc

DAFTAR RUJUKAN

.

Arif, Chusnul. 1992. Suplementasi Analog Hidroksi Metionin pada Beberapa Leguminosa

Pohon untuk Pakan Anak Sapi Perah Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Cheeke, P.R., and L.R. Shull. 1985. Tannins dan Polyphenolic. Compounds. In : Cheeke,

P.R. (Ed.). Natural Toxicants in Feeds and Poisonous Plants. AVI Publishing

Company, Connecticut. USA.

Kumar, R., and M.Singh. 1984. Tannins : Their Adverse Role in Ruminant Nutrition. Journal

of Agricultural and Food Chemistry. 32 (3) : 447-453.

Soebarinoto.1986. Evaluasi Beberapa Hijauan Leguminosa Pohon Sebagai Sumber Protein

untuk Hewan. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Swain T. 1965. The Tannin. Di dalam Bonner J. dan Varner J.E. (Eds.) Plant Biochemistry.

Academic Press, New York