tak ‘kan lagi aku membujukmu · 2017. 9. 20. · tapi ingatlah, sekali lagi jika logam itu memang...
TRANSCRIPT
-
PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACARNYA –
Karya: WS. RENDRA
Sitti,
kini aku makin ngerti keadaanmu
Tak ‘kan lagi aku membujukmu
untuk nikah padaku
dan lari dari lelaki yang miaramu
Nasibmu sudah lumayan
Dari babu dari selir kepala jawatan
Apalagi?
Nikah padaku merusak keberuntungan
Masa depanku terang repot
Sebagai copet nasibku untung-untungan
Ini bukan ngesah
Tapi aku memang bukan bapak yang baik
untuk bayi yang lagi kau kandung
Cintamu padaku tak pernah kusangsikan
Tapi cinta cuma nomor dua
Nomor satu carilah keslametan
Hati kita mesti ikhlas
berjuang untuk masa depan anakmu
Janganlah tangguh-tangguh menipu lelakimu
Kuraslah hartanya
Supaya hidupmu nanti sentosa
Sebagai kepala jawatan lelakimu normal
suka disogok dan suka korupsi
Bila ia ganti kau tipu
itu sudah jamaknya
Maling menipu maling itu biasa
Lagi pula
di masyarakat maling kehormatan cuma gincu
-
Yang utama kelicinan
Nomor dua keberanian
Nomor tiga keuletan
Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta
Inilah ilmu hidup masyarakat maling
Jadi janganlah ragu-ragu
Rakyat kecil tak bisa ngalah melulu
Usahakan selalu menanjak kedudukanmu
Usahakan kenal satu menteri
dan usahakan jadi selirnya
Sambil jadi selir menteri
tetaplah jadi selir lelaki yang lama
Kalau ia menolak kau rangkap
sebagaimana ia telah merangkapmu dengan isterinya
itu berarti ia tak tahu diri
Lalu depak saja dia
Jangan kecil hati lantaran kurang pendidikan
asal kau bernafsu dan susumu tetap baik bentuknya
Ini selalu menarik seorang menteri
Ngomongmu ngawur tak jadi apa
asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan
Kerna begitulah cermin seorang menteri
Akhirnya aku berharap untuk anakmu nanti
Siang malam jagalah ia
Kemungkinan besar dia lelaki
Ajarlah berkelahi
dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang
Jangan boleh menilai orang dari wataknya
Sebab hanya ada dua nilai: kawan atau lawan
Kawan bisa baik sementara
Sedang lawan selamanya jahat nilainya
Ia harus diganyang sampai sirna
-
Inilah hakikat ilmu selamat
Ajarlah anakmu mencapai kedudukan tinggi
Jangan boleh ia nanti jadi propesor atau guru
itu celaka, uangnya tak ada
Kalau bisa ia nanti jadi polisi atau tentara
supaya tak usah beli beras
kerna dapat dari negara
Dan dengan pakaian seragam
dinas atau tak dinas
haknya selalu utama
Bila ia nanti fasih merayu seperti kamu
dan wataknya licik seperti saya–nah!
Ini kombinasi sempurna
Artinya ia berbakat masuk politik
Siapa tahu ia bakal jadi anggota parlemen
Atau bahkan jadi menteri
Paling tidak hidupnya bakal sukses di Jakarta
Jakarta, 1972.
-
Dari Ibu Seorang Demonstran
Karya: Taufiq Ismail
“Ibu telah merelakan kalian
Untuk berangkat demonstrasi
Karena kalian pergi menyempurnakan
Kemerdekaan negeri ini”
Ya, ibu tahu, mereka tidak menggunakan gada
Atau gas airmata
Tapi langsung peluru tajam
Tapi itulah yang dihadapi
Ayah kalian almarhum
Delapan belas tahun yang lalu
Pergilah pergi, setiap pagi
Setelah dahi dan pipi kalian
Ibu ciumi
Mungkin ini pelukan penghabisan
(Ibu itu menyeka sudut matanya)
Tapi ingatlah, sekali lagi
Jika logam itu memang memuat nama kalian
(Ibu itu tersedu sedan)
Ibu relakan
Tapi jangan di saat terakhir
Kau teriakkan kebencian
Atau dendam kesumat
Pada seseorang
Walapun betapa zalimnya
Orang itu
-
Niatkanlah menegakkan kalimah Allah
Di atas bumi kita ini
Sebelum kalian melangkah setiap pagi
Sunyi dari dendam dan kebencian
Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan
Serta rasul kita yang tercinta
pergilah pergi
Iwan, Ida dan Hadi
Pergilah pergi
Pagi ini
(Mereka telah berpamitan dengan ibu dicinta
Beberapa saat tangannya meraba rambut mereka
Dan berangkatlah mereka bertiga
Tanpa menoleh lagi, tanpa kata-kata)
1966
-
Sajak Anak Muda
Karya: W.S Rendra
Kita adalah angkatan gagap
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum.
Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.
Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,
karena tidak diajar filsafat atau logika.
Apakah kita tidak dimaksud
untuk mengerti itu semua?
Apakah kita hanya dipersiapkan
untuk menjadi alat saja?
Inilah gambaran rata-rata
pemuda tamatan SLA,
pemuda menjelang dewasa.
Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.
Dasar keadilan di dalam pergaulan.
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
https://archeilia.wordpress.com/2012/03/21/sajak-anak-muda-karya-w-s-rendra/https://archeilia.wordpress.com/2012/03/21/sajak-anak-muda-karya-w-s-rendra/
-
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.
Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri.
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.
Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai,
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.
Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa henti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?
Kita hanya menjadi alat birokrasi!
Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan –
menjadi benalu di dahan.
Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberikan pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan.
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengagnguran.
-
Apakah yang terjadi di sekitarku ini?
Karena tidak bisa kita tafsirkan,
lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.
Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?
Apakah ini? Apakah ini?
Ah, di dalam kemabukan,
wajah berdarah
akan terlihat sebagai bulan.
Mengapa harus kita terima hidup begini?
Seseorang berhak diberi ijasah dokter,
dianggap sebagai orang terpelajar,
tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.
Dan bila ada tirani merajalela,
ia diam tidak bicara,
kerjanya cuma menyuntik saja.
Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja?
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagai bendera-bendera upacara,
sementar hukum dikhianati berulang kali.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.
Kita berada di dalam pusaran tata warna
yang ajaib dan tak terbaca.
Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara.
-
Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya
-
Sajak Putih
Karya: Chairil Anwar, 1944
buat tunanganku Mirat
Bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku
hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah…
Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku…
(1944)
-
SURAT CINTA
Karya: W.S Rendra
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta kepadamu!
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!
-
Sebelum Hujan Jadi Kalender Basah
Karya: Sulaiman Djaya
Sebelum hujan jadi kalender-kalender basah
di matamu kubayangkan pohon-pohon dan cuaca
saling berbagi rahasia
senja yang tak lagi belia
Aku pandangi dinding malam
dari jendela kaca
bersama seneon lampu kamar
ketika dingin mencuri
bintang-bintang di galaksi
dan di meja lembab
maut pun menulis puisi.
Barangkali kau akan berpikir
waktu sebenarnya
adalah apa yang membuat kita
menjadi lebih akrab
pada segala yang tak terduga.
Aku pernah bertanya ‘di manakah Tuhan berada’
ketika firman-firman suci diubah jadi senjata?
Namun segera aku jadi bosan
kepada mereka yang tertipu majelis-majelis
di abad ini. Sayang, kutulis puisi ini,
ketika kita mencintai kebenaran
dari segala kebetulan
yang justru acapkali membuat kita heran.
Kemarin, ketika gerimis
seperti kasidah para darwis, aku teringat
-
bagaimana kau membacakanku sekomposisi larik
tentang hidup yang jadi indah
karena selalu mempermainkan kita
dengan hasrat dan teka-teki
yang membuat kita marah atau bergairah
entah karena apa?
Dan di Desember yang kesekian kali ini,
barangkali, di esok nanti
kita akan lagi-lagi menulis puisi
dari keluguan atau gairah yang tak kita mengerti.
2015
-
P L E D O I
Karya: Rois Renaldi
Tenang.
Aku tidak di sini. Kepentingan di mataku
mati.
Duduklah
di singgasanamu. Duduk manis.
Kekuasaan
tidak menghinakanku. Tidak memuliakanku.
Aku tidak dalam belenggumu.
Tubuh yang kau rajam ini
rangka. Aku terlepas dari kehendak
dan ketakutan.
Akulah
yang mengungkungmu. Kematianku
yang begitu kau damba
tidak akan membuatmu bebas. Tidak
ada jalan bagimu
untuk berjarak dariku.
Kemana pun
kau berlari, aku arah yang mengantarmu
kepada kenyataan yang bergerak
di antara masa lalu dan masa depan.
Hari ini bagimu
hanya ada aku.
Tidak peduli, kini, musim apa,
-
semua yang tumbuh di kepalamu
gugur seketika. Tinggal aku
yang hidup di sana.
Aku yang mengakar
dan menjalar!
Kau telanjangi aku, tapi hidup ini lebih telanjang.
Dalam telanjang begini jubah agungmu
tampak sungguh lucu. Aku tidak kedinginan.
Kau yang menggigil.
Tidak. Di tanganmu aku tidak tersiksa.
Kaulah
yang tersiksa. Kesakitan-kesakitanku
mengganggu waktu tidurmu.
Menghilangkan
napsu makan.
Aku yang ingin kau kuasai,
telah menguasaimu.
Ketika
kau mengakhiri hari ini dengan darahku
kau budak
dalam kemerdekaanku!
Banten, 2014
-
DIAN MUSIM KELANA
Karya: Chavcay Saifullah
o, dua renjana membumbung
sepasang kekasih memeluk hujan di balik cinta berdentang
langit masih mendung
namun tidak begitu gelap
kerinduan hangat yang lama dijaga
lidah waktu menjulur ke batas-batas tangis
yang perempuan terbang seperti merpati
yang lelaki berkelahi seperti ayam jantan
dian malam itu hampir padam
namun masih juga terjaga
sepasang kekasih jadi unggas malam yang bingung
yang betina terkulai di atas kasur
yang jantan mencari ramuan orang desa
keduanya menatap kelam
suara-suara resah tak bertuan terbentur dinding
terkoyak tetesan peluh yang netes dari bibir tak lagi merah
sepasang kekasih bertaruh nama di pojok kamar
keduanya tak lagi menyebut dosa
dian musim kelana
di akhir rindu dan tangis sepi
sepasang merpati terbang pulang ke sarang masing-masing
keduanya lama ditunggu waktu
yang betina berjalan gontai kehabisan darah
yang jantan berjalan cepat menghapus dosa
namun angin sore yang ribut
tetap mencatat kisah sepasang merpati
pada tugu kelana yang resah
di suatu akhir tahun yang lapar
-
Jakarta, aku pulang!
Karya: Chavcay Saifullah
Jakarta, aku pulang!
sore ini aku kembali dalam pelukmu
mari kita minum kopi hitam sambil mencicipi singkong rebus
tenang saja, aku tak kaget dengar kabar banjir kiriman
aku ini kelahiran jakarta
sudah lama kudengar soal-soal seperti itubanjir kiriman adalah soal sepele
ciliwung marah, jati luhur ngambek, cisadane pundung
itu semua soal sepele
persis seperti kabar jebolnya bendungan katulampa di bogor
atau mampatnya jutaan sampah di manggarai
jakarta, aku pulang!
sejak menjelma sarang tawon
memerankan pasar yang gemerlap
kau terus dihujani nafsu dan amarah
hujan korupsi, peluru, darah, dan tangis menyatu
menghantam sekujur tubuhmu
doa-doa tak kuat lagi jadi tiang
kau dijadikan daratan penimbun barang
jakarta, aku pulang!
sore ini aku kembali dalam tangismu
sudah sekian tahun kulihat airmatamu
orang-orang terlalu karut marut
jerit bayi-bayi tak lagi menembus sunyi
jakarta, aku pulang!
aku ingin menggambar belati di antara
kopi hitam dan singkong rebus
-
namun apa daya
belati itu masih saja bersarang di jantung bayi-bayimu
-
Dalam Do’aku
Karya : Sapardi Djoko Damono
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
-
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
Keselamatanmu
-
Hujan Bulan Juni
Karya: Sapardi Djoko Damono
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
-
Sajak Cinta
Karya: Mustofa Bisri
Sajak Cinta
cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya
cinta romeo kepada juliet si majnun qais kepada laila
belum apa-apa
temu pisah kita lebih bermakna
dibanding temu-pisah Yusuf dan Zulaikha
rindu-dendam kita melebihi rindu-dendam Adam
dan Hawa
aku adalah ombak samuderamu
yang lari-datang bagimu
hujan yang berkilat dan berguruh mendungmu
aku adalah wangi bungamu
luka berdarah-darah durimu
semilir sampai badai anginmu
aku adalah kicau burungmu
kabut puncak gunungmu
tuah tenungmu
aku adalah titik-titik hurufmu
huruf-huruf katamu
kata-kata maknamu
aku adalah sinar silau panasmu
dan bayang-bayang hangat mentarimu
bumi pasrah langitmu
aku adalah jasad ruhmu
-
fayakun kunmu
aku adalah a-k-u
k-a-u
mu
-
Taman Bunga di Mata Gadis Kecilku
Karya: Ibnu PS Megananda
Katanya pagi awannya ungu
Ia berangkat mandi nikmati embun
Tubuhnya menggigil kecil kaki menapak
Tempat tinggal yang becek salah musim
Rimba dan kali yang hilang diwajah sucinya
Gadis kecilku bicara vakansi
Dan bercerita hukum pasti tentang alam
-gunung dan telaga pasti rindang
-kali dan laut meriah ikannya
Teman-temannya mengangguk di kota sesak asap
Jendela gedung-gedung kaca menyilau mata
Ia tak pernah bertanya pada tv
Berita yang menyesakkan
Ia percaya pada bapaknya, emaknya
Dianggap melindungi dan menjaga embun
Karena melihat bunga-bunga yang ditanam
Ia terkejut saat bunga-bunga itu menghilang
-
-bapak dimana taman bunga kita?
-itu bukan taman bunga, tapi pasar bunga!
-lalu?
-gantinya rupiah
-apa rupiah lebih indah taman bunga?
Aku membisu dungu