ta asi
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut World Helath Organization (WHO), obesitas adalah
akumulasilemak secara berlebihan atau abnormal dalam tubuh yang dapat
mengganggukesehatan. Obesitas dan overweight dikatakan lebih berhubungan
denganpenyebab kematian global berbanding kejadian underweight. Pada
tahun 2008,angka orang dewasa usia 20 tahun keatas yang mengalami
overweight di seluruhdunia adalah sebanyak 1.5 bilyar. Daripada angka
tersebut lebih dua ratus jutaorang dewasa laki-laki dan tiga ratus juta orang
wanita mengalami obesitas.Obesitas yang dahulunya dianggap sebagai
masalah yang melanda negara dengansosioekonomi tinggi kini semakin
meningkat angka kejadian di negarasosioekonomi menengah dan rendah.
(WHO, 2011).
Di Indonesia, perkiraan 210 juta penduduk Indonesia pada tahun
2000,dan penduduk yang mengalami overweight diperkirakan melebihi 76.7
juta(17.5%) dan obesitas melebihi 9.8 juta (4.7%). Penelitian di Indonesia
menurutSjarif, et al., menunjukkan prevalensi obesitas pada anak-anak usia
sekolahsebesar 5%, dengan prevalensi terbesar terdapat di Jakarta (25%),
Semarang (24,3%) Medan (17,7%) dan Palembang (13,2%) (Ilham, 2010).
Menurut Soekiman yang dikutip oleh Aritonang (2003),
terdapathubungan erat antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah
kota, perubahanpola konsumsi pangan dengan meningkatnya penyakit
degenaratif. Perubahandalam gaya hidup, terutama di perkotaan, karena
adanya perubahan pola makan.Pola makan tradisional yang tadinya tinggi
karbohidrat, tinggi serat dan rendahlemak berubah ke pola makan baru yang
rendah karbohidrat, tinggi lemaksehingga menggeser mutu makanan ke arah
yang tidak seimbang. Perubahan gayahidup pada golongan tertentu
menyebabkan masalah gizi lebih berupa kegemukandan obesitas (Almatsier,
2006).
1
2
Menurut WHO (2011), obesitas dan overweight adalah faktor
resikokelima terbanyak yang menyebabkan kematian global. Sekurang-
kurangnya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun akibat obesitas atau
overweight.Dimana 44% disertai penyakit Diabetes, 23% dengan penyakit
jantung iskemikdan antara 7% hingga 41% disertai kejadian kanker akibat
kondisi obesitas danoverweight.
Obesitas jika menetap selama periode waktu tertentu dapat
menyebabkanterjadinya berbagai gangguan metabolik dan diantaranya
hiperkolesterolemia.Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan dimana
kadar kolesterol tinggi dalam darah. Hiperkolesterolemia yang disebabkan
oleh obesitas merupakan halyang sangat membimbangkan kerana merupakan
faktor resiko utama untukterjadinya arterosklerosis dan meskipun tanpa
kehadiran faktor lain keadaan inisendiri sudah cukup untuk merangsang
perkembangan pembentukan lesi namundianggap faktor resiko yang bisa
dimodifikasi dengan diet teratur dan olahragayang rutin (Kumar, et al.,2007).
Dalam waktu 15 tahun mendatang, penyakit kardiovaskuler
diperkirakanakan menjadi penyebab utama kematian, meliputi Amerika,
Eropah, dan sebagianbesar Asia. Berdasarkan prediksi terkini dikatakan
bahwa pada tahun 2020penyakit kardiovaskuler, khususnya aterosklerosis
akan menjadi penyebab utamakematian non accidental (Sakinah, 2009).
Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan sebab
utamakematian penduduk Indonesia adalah penyakit kardiovaskuler yaitu
penyakitjantung dan pembuluh darah sebesar 26,3%. Proporsi terbesar
kematian akibatpenyakit kardiovaskuler mulai terjadi pada usia di atas 35
tahun ( Mawi, 2005).
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara. Metode yang lazim
digunakan saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar
pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul
(Caballero B., 2005). Hubungan Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang
dengan Hipertensi.
3
Berdasarkan literatur yang penulis dapat, maka dalam penelitian ini
penulis tertarik untuk meneliti prevalensi obesitas pada mahasiswa baru
dengan menggunakan Body Mass Index dan pengukuran lingkar pinggang.
Penulis memilih mahasiswa baru karena pada mahasiswa baru merupakan
masa transisi atau masa remaja akhir menginjak dewasa, dimana pada
literature diatas disebutkan prevalensi obesitas meningkat berdasarkan umur.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat penelitian
4
AB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Obesitas
1.1.1. Definisi
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energy yang dikendalikan oleh beberapa faktor
biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi
perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan
sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau
berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat menggangu kesehatan.
Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena
mempunyai tanda dan gejala khas, antara lain wajah yang membulat, pipi
yang tembem, dagu rangkap, leher relative pendek, dada yang membusung
dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak, perut
membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat serta kedua tungkai
umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling
menempel dan bergesekan akibatnya menyebabkan laserasi dan ulserasi
yang dapat menimbulkan bau yang kurang sedap.
Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan
yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam
masyarakat primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas
fisik yang tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan
genetik akan berperan dalam penyimpan kalori sebagai lemak karena
makanan yang dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Richard Harvey et
al., 2005).
Bentuk fisik obesitas dibedakan menurut distribusi lemak yaitu bila
lebih banyak lemak di bagian atas tubuh (dada dan pinggang) maka
disebut apple shape body (android), dan bila lebih banyak lemak dibagian
bawah tubuh (pinggul dan paha ) disebut pear shape body (gynoid). Betuk
yang pertengahan aadalah intermediate. Apple shape cenderung beresiko
5
lebih besar mengalami penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes
dibandingkan pear shape.
Walaupun demikian pengukuran yang lebih obyektif tetap
diperlukan, selain untuk memastikan diagnosis, penting untuk pemantaun
hasil terapi. Pengukuran antara lain dengan pengukuran antoprometrik dan
laboratorik.
1.1.2. Faktor Penyebab Obesitas
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih
banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidak
seimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:
1. Faktor genetik.
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga
makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya
obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan
faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor
genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan
seseorang.
2. Faktor lingkungan.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas,
tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup
berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya
apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana
aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola
genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
3. Faktor psikis.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi
kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap
emosinya dengan makan.
6
Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita
muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang
berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam
pergaulan sosial.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas
yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam
hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini
biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip
dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah
sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan
memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya
kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada
malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti
dengan makan yang berlebihan,agitasi dan insomnia pada malam hari.
4. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
- Hipotiroidisme
- Sindroma Cushing
- Sindroma Prader-Willi
- Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak
makan.
5. Obat-obatan
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa
menyebabkan penambahan berat badan.
6. Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam
tubuh.
Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-
kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak
7
dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal.
Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat
badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak
di dalam setiap sel.
7. Aktivitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu
penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah
masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan
lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi
makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang
seimbang, akan mengalami obesitas.
8. Sosial-ekonomi
Latif (1999) mengatakan bahwa perubahan pengetahuan, sikap,
perilaku gaya hidup, dan pola makan serta faktor peningkatan
pendapatan mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis
makan- an dan jumlah yang dikonsumsi. Sebagai contoh,
meningkatnya jumlah ibu rumah tangga yang sekaligus bekerja
sebagai wanita karier berpe- ngaruh pada pola makan dan jenis
makanan yang dikonsumsi keluarga. Mereka lebih sering makan di
luar akibat kesibukan yang dilakukan sepanjang hari. Karena
kesibukan itu juga, mayoritas orang memilih makanan jenis fast food.
Sumber : http://medicastore.com/penyakit/42/Obesitas.html
1.1.3. Epidemiologi Obesitas
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30
kg/m2 melebihi 250 juta orang yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa
di dunia.
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya
mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yagn
tersedia.Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi
8
obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk Indonesia.
Walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang baku mengenai
obesitas, data yang ada saat ini sudah menunjukkan terjadinya
penambahan jumlah penduduk dengan obesitas, khususnya di kota-kota
besar. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah sub urban di
daerah koja, Jakarta Utara, pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi
obesitas sebesar 4,2%; di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat, sepuluh tahun
kemudian (1992), prevalensi obesitas sudah mencapai 17,1% dimana
ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan masing-
masing 10,9% dan 24,1%. Pada populasi obesitas ini, dislipidemia terdapat
pada 19% laki-laki dan 10,8% perempuan, dan hipertrigliseridemia pada
16,6%laki-laki. Pada penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok
pada tahun 2001 didapatkan 48,6%, pada tahun 2002 didapat 45% dan
2003 didapat 44% orang dengan berat badan lebih atau obesitas.
Di Indonesia, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen
Indonesia mencatat dari perkiraan 200 juta penduduk Indonesia pada tahun
2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan 76,7 juta (17,5%)
dan penderita obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 di Jakarta, tingkatan prevalensi
obesitas pada masa remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2% dan pada umur
17-18 tahun sebanyak 11,4%. Dari hasil survey ditemukan bahwa pada
tahun 2007 ditemukan peningkatan obesitas sebesar 19,1%.Dari data diatas
dapat disimpulkan bahwa lebih dari 15% untuk umur 12-19 tahun
mengalami obesitas.
1.2. Metode menentukan obesitas
Ada beberapa metode klasifikasi yang digunakan para ahli dalam
menentukan obesitas, yaitu:
1. Standart Berat Badan
9
Metode ini dilakukan dengan pengukuran berat badan dihubungkan
dengan tinggi badan. Berat badan baku ditetapkan dengan perhitungan
sederhana, yaitu:
Untuk wanita 45,5 kg (100 lb) bila tingginya 152 cm (60 inch),
selanjutnya bertambah 2,3 kg (5 lb) setiap penambahan tinggi
2,54 cm (1 inch).
Untuk pria 48 kg (106 lb) bila tingginya 152 cm (60 inch),
selanjutnya bertambah 27 kg (6 lb) setiap penambahan tinggi 2,54
cm (1 inch).
Selanjutnya dibuat rentang + 10% yang masih direkomendasikan
sebagai renyang normal.
2. Tabel Tinggi Badan – Berat Badan
Metode ini dilakukan degan menggunakan tabel tinggi berat-badan.
Dengan tabel ini tinggal mencocokan berat badan standart dari tinggi
badan terukur. Height-Weight Table ini lebih cepat dan mudah
penggunaanya teteapi memiliki keterbatasan yaitu: tidak dapat berlaku
untuk semua populasi, tidak dapat dihubungkan dengan angka
kematian serta tidak menggambarkan komposisi tubuh. Kelemahan ini
sama dengan metode weight standart. Salah satu dari metode ini
adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
Metode ini juga menggunakan parameter tinggi dan berat badan,
tetapi penetapan indeksnya menggunakan rumus: berat (kg) / tinggi
(m)2. Pengukuran IMT ini dilakukan tanpa mempertimbangkan jenis
kelamin. Di samping kelemahan bias gender, juga ad kelemahan IMT
berkaitan denggan massa otot yang dapat lebih tinggi pada atlit dan
sangat berkurang pada usia lanjut.
Selain BMI ada beberapa indeks yang menggunakan tinggi dan berat
badan sebagai parameter dasarnya, antara lain: Quatelet’s Index
10
(BMI), Khosla-Lowe Index (Weight/Height 1/3). Dari sekian banyak
indeks yang ada, yang lazim digunakan adalah BMI/Quatelet’s index.
Tabel 1, klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan
IMT menurut WHO
Klasifikasi IMT
Berat Badan Kurang < 18,5
Kisaran Normal 18.5-24.9
Berat Badan Lebih >25
Pra-obes 25,0-29,9
Obes Tingkat I 30,0-34,9
Obes Tingkat II 35,0-39,9
Obes Tingkat III >40
Sumber : WHO technical seies, 2000
Table 2, klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar
perut menurut criteria asia pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
<90 cm (Laki-Laki) >90 cm (Laki-Laki)
<80 cm (Perempuan) >80 cm (perempuan)
Berat badan kurang <18,5 rendah (resiko meningkat sedang
Pada masalah klinis lain
Kisaran normal 18,5-22,9 sedang meningkat
Berat badan lebih >23,0
Beresiko 23,0-24,9 menigkat moderat
Obes I 25,0-29,9 moderat berat
Obes II >30,0 berat sangat berat
11
Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The-Asia Pacific Perspective:
Redefining Obesity and is Treatment (2000).
3. Body Fat Percent
Kelemahan BMI adalah tidak mengukur secara langsug kandungan
lemak tubuh. Hasil pengukuran BMI sering lebih rendah disbanding
pengukuran body fat percent(BF%) yang dilakukan menggunakan
Deuterium Oxide Dilution Technique, bahan kimia yang dapat
digunakan untuk mengukur kompartemen tubuh manusia. Metode
yang lain adalah Dual Energy X-ray Absorptiometry. Sebagai
gambaran, populasi asia yang memiliki BF% yang sama. Hal ini
karena perbedaan komposisi tubuh, yaitu perbedaan rasio panjang
badan dan kaki.
4. Waist Circumference (WC) / lingkar pinggang
Waist circumference merupakan salah satu cara pengukuran
kegemukan dengan mengukur lingkar pinggang menggunakan pita
pengukur antropometri. Lokasi pengukuran terletak diantara tulang
rusuk paling bawah dengan tepi atas tulang panggul. Pengukuran
dilakukan horizontal meligkar perut sejajar tepi atas tulang panggul
dan parallel dengan lantai. Pada saat pembacaan pita pengukur tidak
boleh menekan kulit dan subyek dalam kondisi ekspirasi normal.
5. Waist to hip ratio (WHR)
Waist to hip ratio adalah rasio atau perbandingan antara lingkar
pinggang dan lingkar panggul. Lingkar pinggang diukur mulai antara
bawah rusuk dan atas umbilicus. Pengukuran dilakukan menghadap
subyek dan subyek berdiri dengan otot perut relaksasi, tangan di
samping badan serta dalam kondisi ekspirasi normal. Linglar panggul
adalah lingkaran terbesar panggul yang diukur pada posisi berdiri.
Pengukur jongkok disamping subyek untuk mengamati lingkaran
terbesar panggul. Pita pengukur antropometris dilingkarkan horizontal
pada pinggul, menempel kulit tidak sampai menekan. Biasanya perlu
12
asisten untuk membantu membetulkan letak pita pengukur. WHR
dianggap berisiko bila >0,9 pada pria dan >0,8 pada wanita
(Esmaillzadeh et al., 2004; dalam oetomo, 2011;51)
6. Imaging Method
Yang termasuk metode ini adalah Computed Tomography (CT) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI). Kedua metode ini mengukur
komposisi tubuh menggunakan sinar X yang dilewatkan tubuh dengan
mengetahui beda densitas. Biasanya CT scan digunakan sebagai alat
diagnosis penyakit tetapi juga dapat dipakai untuk mengukur
komposisi jaringan tubuh termasuk akumulasi lemak di bawah kulit
dan di rongga abdomen, sehingga CT tidak hanya mengukur lemak
tubuh total tetapi juga lokasinya. Ada 3 tempat yang efaktif untuk
diukur jaringan lemaknya, yaitu bawah dada, perut dan pertengahan
paha, khususnya pada wanita obese.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat digunakan mengukur
komposisi jaringan tubuh sekaligus analisis kimianya tanpa
membahayakan tubuh karena tidak memakai sinar X. prinsip dasar
metode ini adalah inti atom berperan sebagai magnet dengan dua
kutub utara dan selatan disebut magnetic dipole. Selain komposisi
jaringan, metode MRI dapat mendeteksi secara kwantitatif jumlah
ATP, fosfokreatif dalam jaringan tubuh, juga memonitor fungsi
metabolisme jaringan dan organ selama masa terapi termasuk dietnya.
7. Metode Lain
Ada beberapa metode lain untuk mengukur obesitas yang jarang
digunakan di klinik, misalnya Total Body Potasium, Neutron
Activation Analysis, Creatinin Escertion dan Dual X-ray
Absorptiometry (DEXA). Telah dibuktikan bahwa validitas dan
realibilitas antara metode DEXA sama dengan CT scan untuk
mengukur obesitas sentral.
13
1.3. Kolesterol
Kolesterol adalah prekursor bagi hormon steroid, asam empedu
danvitamin D. Kolesterol juga merupakan unsur penting dalam membran
sel danlapisan luar lipoprotein (Botram dan Mayes, 2006). Zat ini hanya
ditemukan padahewan. Sterol yang serupa ditemukan pada tumbuhan
normalnya tidak diabsorpsidari saluran cerna. Kebanyakan kolesterol
dalam diet terkandung di dalam kuningtelur dan lemak hewani (Ganong,
2005).
kolesterol atau yang disebut juga dengan lemak tak jenuh merupakan
substansi seperti lilin yang warnanya putih, kolesterol secara alami sudah ada
dalam tubuh kita. Hati adalah yang memproduksi kolesterol, kolesteorol
berfungsi untuk membangun dinding sel dan juga untuk membuat hormon-
hormon tertentu. Sebenarnya tubuh manusia sudah bisa menghasilkan kolesterol
sendiri, namun karena manusia mengkonsumsi makan-makanan yang
mengandung lemak sehingga menyebabkan seseorang kadar lemak dalam
tubuhnya sangat berlebih.
Penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah merupakan penyakit yang
disebabkan oleh kadar kolesterol yang berlebihan dalam darah. Hal itu bisa
terjadi karena kolesterol yang berlebih akan membentuk bekuan dan plak yang
akan menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran darah ke jantung yang
akan menyebabkan serangan jantung, dan ke otak akan menyebabkan stroke.
Jadi agar terhindar dari serangan jantung sangat disarankan untuk mengontrol
kadar kolesterol dalam tubuh kita. Jika seseorang pernah mengalami serangan
jantung atau pembedahan baypass, kadar kolesterolnya harus diperiksa secara
rutin. dengan menjaga kolesterol agar tetap wajar merupakan jaminan terbaik
untuk terhindar dari penyumbatan pembuluh darah arteri.
Kadar kolesterol sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu :
- Kolesterol HDL singkatan dari High-Density Lipoprotein, HDL adalah
“kolesterol baik” karena mempunyai kemampuan untuk membersihkan
pembuluh darah arteri.
- Kolesterol LDL singkatan dari Low-Density Lipoprotein, LDL adalah
“kolesterol jahat” yang membuat endapan dan menyumbat pembuluh darah
arteri.
14
Kadar kolesterol HDL di atas 60 berarti sangat baik. Makin tinggi kadar
kolesterol HDL, makin rendah resiko untuk mendapat serangan jantung
atau stroke. Kadar kolesterol LDL yang baik adalah lebih rendah dari 130,
dan semakin rendah, akan semakin baik.
Untuk melakukan pemeriksaan kadar kolesterol paling baik
dilakukan setelah berpuasa selama 12 jam. Pemeriksaan darah juga akan
mengukur komponen darah seperti trigliserida. Seperti halnya kolesterol,
trigliserida merupakan sejenis lemak yang ditermukan di dalam makanan
seperti daging, keju, ikan dan kacang-kacangan dan juga dibuat sendiri
oleh tubuh.
1.3.1. Hubungan obesitas dengan peningkatan kadar kolesterol
Obesitas yang menetap selama periode waktu tertentu, kilokalori
yangmasuk melalui makanan lebih banyak dapat menyebabkan terjadinya
gangguanmetabolik berupa hiperkolesterolemia. Pengaturan metabolisme
kolesterol akanberjalan normal apabila jumlah kolesterol dalam darah
mencukupi kebutuhan dantidak melebihi jumlah normal yang dibutuhkan.
Namun pada obesitas dikatakandapat terjadinya gangguan pada regulasi
asam lemak yang akan meningkatkankadar trigliserida dan ester kolesteril
(Sherwood, 2001). Peningkatan kolesteroldarah juga dapat disebabkan
oleh kenaikkan kolesterol yang terdapat pada verylow-density lipoprotein
dan low–density lipoprotein sekunder karena peningkatantrigliserida yang
besar dalam sirkulasi apabila terjadi penumpukan lemakberlebihan
didalam tubuh (Ahmar, 2010).
1.3.2. Pengukuran kadar kolesterol
Untuk mengetahui kadar kolesterol dalam tubuh kita, dapat
dilakukan dengan menggunakan alat cek kolesterol yang berbentuk mesin
elektronis yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengecekan
darah. Umumnya hanya untuk mengukur kadar lemak total dalam darah
saja, meskipun ada juga beberapa alat tes yang sudah dilengkapi untuk
15
mengukur kadar kolesterol baik (High Density Lipoprotein atau HDL) dan
kadar LDL (Low Density Lipoprotein atau kolesterol jahat).
Alat ini dapat secara cepat memperoleh hasil pengecekan kadar
kolesterol, selain untuk pengecekan kolesterol alat ini jiga dapat digunakan
untuk cek gula darah dan asam urat.
Untuk menggunakan tes kolesterol ini seseorang hanya perlu
menusuk jari dengan jarum khusus dan menaruh setetes darah di selembar
kertas yang mengandung bahan kimia di atasnya, setelah itu dimasukkan
ke dalam alat hingga muncul hasilnya. Umumnya hasil tes kolesterol ini
memiliki tingkat akurasi sekitar 95 persen atau mendekati hasil
pengukuran dengan menggunakan darah di laboratorium, seperti dikutip
dari WebMD, Rabu (22/6/2011).
Hasil dari pengukuran ini untuk mengetahui jumlah kolesterol total.
Jika jumlahnya lebih dari 200 mg/dl darah maka bisa menjadi peringatan
peningkatan risiko penyakit jantung dan sebaiknya melakukan tes lebih
lanjut seperti mengetahui jumlah HDL dan LDL-nya. Meski begitu jika
hasilnya di bawah 200 mg/dl bukan berarti ia bebas dari gangguan
kolesterol, karena jika kadar LDL-nya lebih dari 100 mg/dl darah ia tetap
berisiko terhadap penyakit tertentu.
Untuk mendapatkan nilai HDL dan LDL diperlukan tes profil lipid
lengkap yang harus dilakukan di laboratorium. Untuk mendapatkan hasil
LDL yang lebih akurat, seseorang biasanya disarankan untuk berpuasa
setidaknya selama 9-12 jam.
Umumnya dokter akan menyarankan tes kolesterol secara rutin di
laboratorium setiap 5 tahun, sedangkan pada orang yang sebelumnya
memiliki kadar kolesterol tinggi atau risiko penyakit kardiovaskular
disarankan lebih sering.
Tapi pengukuran kolesterol melalui jari ini cukup efektif untuk
memantau atau sekedar mengetahui kadar kolesterol yang dimiliki. Meski
pada jangka waktu tertentu tetap dibutuhkan pemeriksaan darah melalui
laboratorium.
16
BAB III
KERANGKA KONSEP
Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan yang
ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam masyarakat primitif,
dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi dan
makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan genetik akan berperan dalam
penyimpan kalori sebagai lemak karena makanan yang dikonsumsi tidak melebihi
kebutuhan (Richard Harvey et al., 2005).
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi
lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan
ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa
kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak
dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan
aktivitasnya. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi
1. Faktor genetik2. Faktor lingkungan3. Faktor pikir4. Faktor kesehatan5. Obat-obatan6. Faktor perkembangan7. Aktivitas fisik8. Sosial ekonomi
OBESITAS
KOLESTEROL
- BMI (Body Mass Index)- Pengukuran lingkar pinggang- Rasio lingkar pinggang dan
lingkar pinggul
17
kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya
dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang
negatif.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu
makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma
makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan
kekecewaan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas adalah
Hipotiroidisme, Sindroma Cushing, Sindroma Prader-Willi, Beberapa kelainan
saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa
menyebabkan penambahan berat badan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel
lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan
dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-
kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan
orang yang berat badannya normal..
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang
makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori.
Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak
melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.