syokhipovolemik.docx
DESCRIPTION
menjelaskan tentang syok hipovolemik akibat diareTRANSCRIPT
Syok Hipovolemik et causa Diare Akut suspect Kolera
Barlina Simar Damarisa Watloly - 10-2008-220
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
Kasus
Seorang wanita berusia 46 tahun digotong keluarganya ke UGD karena penurunan kesadaran. Badan
terasa dingin, mata tidak membuka spontan dan pasien tidak berbicara. Ia hanya menunjukan respon
bergumam dan menarik tangannya setelah diberikan rangsang nyeri. Pasien telah menderita diare sejak 2
hari yang lalu. Diare telah berlangsung 1-2x setiap jam, sebanyak kira-kira setengah gelas aqua, berwarna
seperti tajin dan disertai muntah-muntah.
Pada PF ditemukan kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam, nadi kecil dan cepat, turgor menurun.
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain
memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat
yang berakhir pada kegagalan beberapa organ bahkan kematian, disebabkan oleh volume sirkulasi yang
tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
PEMBAHASAN
A. Anamnesis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan Pasien Tak Sadar
Anamnesis
Anamnesis bisa dan harus selalu didapatkan pada pasien yang tidak sadar.3 Anamnesis atau wawancara
dapat dilakukan terhadap anggota keluarga, kerabat atau teman (jika tak ada harus diupayakan untuk
menghubungi mereka dan dapatkan anamnesis lewat telepon jika perlu).
Seperti halnya melakukan anamnesis dengan pasien, pertanyaan yang sama harus diajukan kepada
anggota keluarga yang membawa pasien. Hal-hal yang penting ditanyakan saat anamnesis:
Rincian peristiwa di sekitar hilangnya kesadaran
Setiap masalah medis atau psikologis terakhir
Riwayat pemakaian obat (baik yang tidak resmi maupun yang diresepkan)
Alergi
Setiap episode hilangnya kesadaran sebelumnya.
Setiap riwayat penyakit terdahulu yang merupakan gejala gangguan jantung, pernapasan,
neurologis, atau metabolik yang signifikan
Setiap gejala medis terakhir seperti nyeri kepala, demam, atau depresi.
Pemeriksaan Fisik
Status kesadaran pasien di nilai secar kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif, di bagi menjadi :
o Komposmentis (sadar)
o Apatis (acuh tak acuh)
o Somnolen (penderita di rangsang/dipanggil/disentuh baru bangun)
o Sopor (dengan rangsang nyeri yang hebat baru penderitanya bangun)
o Koma (segala rangsangan tidak berespon)
Tingkat-tingkat kesadaran :
Komposmentis Apati Somnolen Sopor Koma
Secara kuantitatif, dengan skala Glasgow coma scale dapat di nilai.
Glasgow mencoba mengkaitkan antara kesadaran seseorang dengan reflek fisik. Jika fisiknya tidak bisa
merespon stimulasi dengan baik, maka secara bertahap kesadaran orang tersebut dianggap menurun,
sampai pada suatu batas terendahnya yaitu koma alias mati suri. Total nilai antara respon mata, verbal,
dan motorik diberi angka 15. Jika seseorang memperoleh nilai akumulatif 15 berarti orang tersebut berada
dalam kondisi 'sadar' alias 'terjaga' penuh. Jika di bawah angka 8, ia sudah dikategorikan sebagai koma.
Derajat berat ringannya dapat diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan menjumlahkan: E + M
+ V = (score: 3 – 15 )
Glasgow Coma Scale pada Orang Dewasa 1
Respons Jenis Respons Poin
Eye Opening (E) Spontan mata berkedip 4
Terbuka dengan perintah bicara/jeritan 3
Terbuka pada rangsangan sakit 2
Tidak ada respons dengan suara & rasa sakit 1
Verbal (V) Percakapan terorientasi 5
Bicara membingungkan, dapat menjawab pertanyaan 4
Respons tidak jelas, kata-kata tidak cocok 3
Kata-kata sembarangan 2
Tidak ada respons terhadap pertanyaan 1
Motorik (M) Melakukan gerakan yang diperintahkan 6
Tahu lokasi rangsang sakit (rasa sakit lokal) 5
Tidak merasakan sakit 4
Fleksus tidak normal, decorticate posture (fleksi sendi siku) 3
Ekstensor abnormal (rigit), decerebrate posture 2
Tidak ada respons nyeri 1
Keterangan
Ringan : 13 – 15 poin
Moderate : 9-12 poin
Berat : 3-8 poin
Koma : < 8 poin
Periksa juga keadaan neurologis pasien:
dilakukan inspeksi untuk mencari kelainan postur, gerak abnormal seperti mioklonus dan
pengecilan otot.
Tonus ekstermitas harus diperiksa, reflex genggam dicari, dan kekuatan ekstermitas dinilai bila
perlu, sebagai respon terhadap rangsang nyeri
Respon terhadap rangsang sensoris, seringkali nyeri, harus dinilai di ekstermitas dan sesuai
dengan distribusi nervus trigeminus
Perhatian harus diberikan mata gerakan mata atau deviasinya , ukuran, simetri, dan respon cahaya
pada pupil. Pemeriksaan funduskopi yang teliti harus dilakukan dan adanya edema papil harus
dicari. Adanya reflex muntah kornea harus dicari dan jika tidak ada pastikan jalan napas dan mata
terlindungi.
Pemeriksaan Diare
Coba tentukan :
Penyebab diare
Adakah kekurangan cairan atau elektrolit atau kehilangan darah yang substansial.
Adakah tanda yang menunjukan sebab dasar yang serius, misalnya, penyakit radang yang serius,
obstruksi usus sub akut, atau tanda-tanda malabsorpsi.3
Anamnesis
Apa yang dimaksud pasien dengan diare yang dialaminya? Sering buang air besar? Buang air
besar lunak? Encer? Apakah volume tinja benar-benar meningkat? Apakah sangat berair? Adakah
makanan yang tidak tercerna dalam tinja?
Seberapa sering terjadi diare? Sudah berapa lama terjadi diare? Adakah urgensi atau tenesmus?
Apa warna dan konsistensi tinja? Adakah darah, lender atau nanah? Apakah tinja pucat, apakah
mengapung (akibat steatorea)?
Jika ada darah, apakah tercampur dalam tinja, melapisi permukaan< atau hanya ada di kertas
toilet (ini akan menunjukan hemoroid)?
Pertimbangkan kemungkinan diare yang ‘mengalir terus’ akibat konstipasi.
Adakah gejala lain yang berhubungan seperti muntah atau nyeri abdomen?
Adakah gejala sistemik seperti demam, ruam atau atralgia?
Apakah baru-baru ini ada perubahan kebiasaan buang air besar? Adakah konstipasi?
Adakah tanda-tanda yang menunjukan malabsorpsi (misalnya penurunan berat badan, gejala
anemia)?
Adakah kontak dengan orang lain yang menderita diare dan muntah?
Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat diare sebelumnya, penyakit saluran cerna yang
diketahui, atau operasi perut?
Perjalanan keluar negri : Pernahkah pasien berpergian keluar negeri?
Obat-obatan : Adakah obat yang dikonsumsi pasien yang mungkin menjadi penyebab diare?
Pernahkah pasien mengkonsumsi obat untuk mengobati diare?
Riwayat keluarga : adakah penyakit radang usus atau keganasan saluran cerna di keluarga?
Adakah perubahan kebiasaan buang air besar? Perubahan kebiasaan buang air besar merupakan
gejala penting karena bisa terjadi akibat lesi caluran cerna, seperti kanker rektal, polip
ademomatosa, atau akibat malabsorpsi. Akan tetapi, perubahan kebiasaan buang air besar bisa
terjadi pada kondisi ringan, seperti sindrom iritasi usus.
Pemeriksaan Fisik
Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Apakah pasien demam?
Adakah tanda-tanda kekurangan cairan (takikardi, hipotensi postural, hipotensi atau membran
mukosa kering)? Adakah tanda penurunan berat badan, anemia, stomatitis angularis atau
koilonikia?
Berapa Indeks Massa Tubuh?
Adakah tanda penyakit radang usus?
Adakah tanda tirotoksikosis?
Adakah nyeri tekanan abdomen, massa, ata nyeri tekan rektal?
Apakah bising usus normal,hiperaktif, atau mendenting dengan nada tinggi (menunjukan
obstruksi)?
Adakah darah, lender, atau massa pada pemeriksaan rektal?
Pemeriksaan Penunjang
Tes darah : hitung darah lengkap, anemia atau tromsositosis mengarahkan dugaan adanya
penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi Patoka untuk tingkat keparahan penyakit
namun tidak spesifik.
Kultur tinja : bisa mengidentifikasiorganisme penyebab. Bakteri C. difficle ditemukan pada 5%
orang sehat, oleh karenanya diagnosis ditegakan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya
toksin, bukan berdasarkan ditemukannya organisme saja.
Foto polos abdomen : bisa menunjukan gambaran kolitis akut.6
Pemeriksaan Muntah
Anamnesis
Ajukan pertanyaan berikut:3
Apakah penyebab muntah?
Adakah kekurangan cairan atau kehilangan darah yang substansial?
Adakah tanda lain yang menunjukan penyebab dasar yang serius, misalnya gangguan metabolik,
kedaruratan kardiopulmonal (misalnya MI) atau obstruksi usus?
Apa yang sesungguhnya yang dimaksud pasien dengan muntah (ingin muntah atau mual atau
benar-benar muntah)?
Seberapa sering pasien muntah? Apa yang mereka muntahkan (makanan yang sudah tercerna,
darah, ‘butiran kopi’) dan sejak kapan? Apakah mereka bisa minum dan tidak memuntahkan
cairan?
Adakah sesuatu yang memicu muntah? Gerakan atau makanan?
Apa gejala penyerta yang timbul? Nyeri abdomen, nyeri di tempat lain, atau diare?
Apakah pasien mengalami vertigo?
Pernahkah ada penurunan nafsu makan? Penurunan berat badan?
Adakah kemungkinan intoksikasi atau kehamilan?
Adakah gejala penyakit neurologis?
Adakah riwayat gangguan saluran cerna (misalnya pankreatitis, keganasan ususyang diketahui)?
Adakah riwayat pembedahan pada perut sebelumnya?
Adakat riwayat episode obstruksi usus sebelumnya, misalnya akibat perlengketan?
Adakah riwayat pemakaian obat (khususnya kemoterapi dan opiat)?
Adakah riwayat diabetes mellitus?
Adakah riwayat gagal ginjal?
Adakah riwayat konsumsi alkohol?
Pemeriksaan Fisik
Apakah pasien tampak sakit berat? Apakah pasien kesakitan atau demam? Pasien yang muntah
seringkali tampk pucat dan mungkin terjadi aktivasi vagal yang kuat misalnya bradikardia.
Adakah bukti kekurangan cairan yang signifikan? Adakah pucat, takikardi, hipotensi, atau
hipotensi postural?
Adakah tanda obstruksi usus (distensi abdomen, suara berdebur, bising usus bernada tinggi, dan
nyeri tekan abdomen)?
Adakah bau keton (akibat ‘kelaparan’ atau ketoasidosis diabetikum)?
Adakah tanda-tanda neurologis (misalnya tanda peningktan tekanan intracranial atau nistagmus)?3
Pemeriksaan Syok
Anamnesis
Kapan awal penyakit? Apa gejalanya?
Pernahkah ada nyeri dada, hemoptysis, atau sesak napas?
Adakah gejala yang menunjukan penurunan volume (misalnya muntah, sesak napas, diare,
melena, poliuria?)
Pernahkan terpajan allergen potensial (misalnya makanan, obat, bisa ular?)
Adakah gejala yang menunjukan septicemia (misalnya demam, menggigil, berkeringat, infeksi
lokal (batuk, nyeri dada, sesak napas,abses, meningismus, ruam, inflamasi sendi)
Apakah ada riwayat episode syok sebelumnya?
Adakah riwayat jantung yang serius sebelumnya (misalnya MI)?
Adakah riwayat imunosupresi?
Adakah riwayat kelainan abdomen yang diketahui (misalnya aneurisma aorta atau pankreatitis
sebelumnya)?
Apakah pasien sedang mengkonsumsi atau baru saja mengkonsumsi kortikosteroid?
(Pertimbangkan kemungkinan penyakit Addison)
Apakah pasien mengkonsumsi obat dengan potensi anafilaktik?
Adakah kemungkinan overdosis obat kardiodepresan?
Adakah alergi pada pasien yang diketahui?3
Pemeriksaan Fisik
Khususnya periksa tanda-tanda syok.
Denyut nadi : takikardi atau bahkan bradikardi
Tekanan darah : menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif
Warna kulit (pucat) dan suhu.
Keluaran urin berkurang
Adanya syok memerlukan terapi segera (berikan oksigen, pasang jalur vena dengan berdiameter besar,
berikan cairan intravena langsung sambil memantau ketat dan ambil darah untuk cross-match), serta
tegakan diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status hidrasi. Periksa dengan teliti status hidrasi :
Periksa turgor kulit
Periksa membrane mukosa (kering?)
Periksa JVP: meningkat atau menurun? (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP atau PCWP
jika tidak yakin.)
Periksa denyut nadi, TD (perubahan postural) dan pulsus paradoksus (penurunan tekanan sistolik
saat inspiasi).
Periksa tanda-tanda penyakit jantung atau pernapasan mayor (misalnya murmur[ misalnya VSD baru]),
gesekan pleura, tanda Kussmaul (kenaikan JVP saat inspirasi menunjukan konstriksi/tamponade
perikard), sianosis, atau peningkatan laju pernapasan.
Periksa dengan teliti tanda-tanda atau sumber sepsis dan patologi abdomen (misalnya konsolidasi paru,
meningismus, abses, ruam, nyeri tekan abdomen, nyeri lepas tahanan, dan ileus).
Pemeriksaan Syok Hipovolemik
Anamnesis
Dapatkan anamnesis lengkap mengenai cairan yang masuk dan keluar.
Dapatkan informasi dari pasien, kerabat, perawat, bagan keseimbangan cairan, catatan anastesi, dan berat
badan harian.3
Gejala hipovolemia bisa berupa :
Letargi dan kelemahan umum;
Pusing postural;
Haus;
Mulut kering;
Keluaran urin berkurang;
Merasa dingin;
Menggigil;
Sulit bernapas dan perubahan status mental jika berat
Pemeriksaan Fisik
Yang sangat penting adalah:
TD;
Adanya penurunan TD saat berdiri atau duduk tegak;
Takikardia (atau yang lebih jarang bradikardi pada hipovolemia yang sangat berat);
Perubahan kecepatan nadi postural.
Pencatatan teliti menganai perubahan berat badan bisa sangat bernilai dalam menentukan cairan yang
masuk dan keluar .
Tanda lain yang harus dicari adalah:
JVP;
Pucat;
Kecukupan perfusi perifer;
Kekeringan membrane mukosa;
Adanya edema paru dan perifer;
Pemeriksaan penunjang
Jika ada hipovolemia, tangani segera dengan cairan intravena.
Dan pemeriksaan penunjang yang termasuk :
EKG (dan pemantauan EKG);
Analisis gas dara (dan/atau oksimetri nadi);
Rotgen toraks;
Kultur darah.
B. Diagnosis Kerja
Diagnosis Kerja dalam kasus ini adalah Syok Hipovolemik et causa Diare akut.
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat kehilangan cairan (dehidrasi)
adalah sama meski ada sedikit perbedaan kecepatan timbulnya syok. Respon fisiologi yang
normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume
darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis,
hperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stress serta ekspansi besar guna
pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan intersisial, intraselular dan
menurunkan produksi urin. Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardi
ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring.
Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardi
lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat
ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardi. Pada hipovolemia berat maka gejala
klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastic dan tak stabil walaupun dalam posisi
berbaring, pasien menderita takikardi hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan
syaraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran
adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau
malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat dimana
kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok
maka dengan resusitasi agresif dan cepat.1
C. Diagnosis Banding
1. Syok Anafilaktik
Gejala reaksi anafilaktik bukan akibat langsung reaksi antigen-antibodi tetapi akibat
dilepaskannya bahan farmakologik aktif. Bahan farmakologik aktif ini bertindak sebagai
perantara (mediator) untuk terjadinya kerusakan jaringan. Manifestasi klinik dari syok
anafilaktik merupakan gabungan dari reaksi kulit, saluran pernafasan, pencernaan dan sistem
kardiovaskular. Pada umumnya syok anafilaktik timbul mendadak dan progresif dalam waktu
beberapa detik-menit. Makin pendek antara timbulnya gejala dan masuknya antigen makin cepat
dan hebat reaksi yang terjadi.5
Manifestasi klinis Syok Anafilaktik
Timbul serangan beberapa detik/menit
Penyebab nya bisa dari suntikan (antibiotic seperti penisilin, sera, vaksin, lokal anastesi),
gigitan serangga, jodium, asam acetylsalicylate
Manifestasi di kulit : urtikaria, eritem, edema angioneurotik
Manifestasi di pencernaan : mual dan muntah, mencret, kolik
Manifestasi di pernapasan : rhinitis, batuk, edema laring, bronchospasme dengan gejala
asma, cyanosis, kegagalan pernafasan (insufisiensi)
Manifestasi kardiovaskuler : hipotensi, kolaps sirkulasi, cardiac arrest
2. Syok Septik
Penyebab : infeksi kuman gram negatif (endotoksin).5
Gejala klinis
Ditandai dengan gambaran syok dan infeksi
Demam
Gangguan kardiovaskular
Gangguan pernafasan
Gagal ginjal
Gangguan hematologik
Pendarahan gastrointestinal
Gangguan metabolism
Disfungsi multi organ
3. Syok Kardiogenik
Suatu sindroma dengan ciri-ciri :
Hipotensi, tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg
Perfusi jaringan yang tidak memadai, comfusion, atau koma, vasokonstriksi perifer,
oliguria dan asidosis metabolik.
Penyebab : kegagalan pompa jantung karena komplikasi infark miokard (5%), pengisian
diastolic ventrikel tidak adekuat, curah jantung yang tidak adekuat.5
4. Syok Neurogenik
Mirip dengan analgesia spinal tinggi atau sindroma Gullain Barre berat. Adanya hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tamping (Capa Citance Vessels)
Klinis mirip dengan gejala syok hipovolemik.
Penyebab adalah trauma medulla spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).5
D. Etiologi
Muntah adalah gejala yang sering dijumpai baik pada penyakit serius maupun penyakit
ringan yang bisa sembuh dengan sendirinya. Penyebabnya beragam, mulai dari masalah
struktural pada saluran cerna seperti obstruksi usus halus, gangguan metabolik seperti uremia,
MI, intoksikasi alkohol atau obat, mabuk kendaraan, migren, bulimia nervosa, nyeri berat, atau
gastroenteritis virus.3
Diare akut adalah diare yang terjadi kurang dari48-72 jam yang disebabkan oleh infeksi atau
keracunan makanan. Selain itu gejala diare akut juga bisa didapatkan kelainan usus lain
(khususnya kolitis psudomembranosa)
Umum : keracunan makanan, kolitis (diare akibat toksin Clostridium difficile), kanker
kolon
Jarang : kolitis iskemik, perubahan diverticular, kelainan endokrin misalnya
hipertiroidisme.6
Syok hipovolemik atau oligemik merupakan pendarahan atau kehilangan cairan yang banyak
akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar atau dehidrasi yang menyebabkan pengisian
ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan volume
dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini menyebabkan syok dengan
menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung yang tidak adekuat. Keadaan ini
diduga merupakan penyebab syok yang paling sering.1
E. Patofisiologi
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata – rata
kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi
syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah
menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadang sampai soporokomateus).
Akibat dari diare adalah oliguria atau anuria dan asidosis metabolik. Bila sudah terjadi asidosis metabolik
pasien akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam atau pernapasan Kussmaul.
Akibat kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang terjadi dalam waktu 24 jam dapat timbul
ganguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok). Selain itu, akan terjadi Gangguan gizi akibat kehilangan
air dan kurangnya masukan makanan. Adapun Hipoglikemi terjadi karena habisnya persediaan glikogen
di dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan kejang, stupor sampai koma. Bahkan, sampai terjadi
kematian apabila lalai dalam menangani dehidrasi tersebut.
Kehilangan cairan eksternal menimbulkan volume darah menurun sehingga tekanan balik vena
pun menurun. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang
rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ:1
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan
tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan
lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk
pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak
mampu menyimpan cadangan energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan
oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang
melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial
pressure/MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel
di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh.
Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonomi tubuh yang mengatur perfusi serta
substrak lain.
Kardiovaskular
Tiga variable seperti ; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan
kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam menontrol volume sekucup. Curah jantung. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya
menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun
memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi
endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative yang mati di dalam usus. Hal ini memicu
pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel
dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya
sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah
nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi
hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama
dengan aldosterone dan vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
Beberapa karasteristik patogenesis syok sama tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.
Jalur end dari syok adalah kematian sel. Begitu sejumlah besar sel dari organ vital telah
mencapai stadium ini, syok menjadi irreversible, dan kematian terjadi meskipun dilakukan
koreksi penyebab yang mendasari. Konsep irreversibilitas ini berguna karena menekankan
diperlukannya mencegah berkembangnya syok.2
Mekanisme patogenetik yang menyebabkan kematian sel tidak seluruhnya dimengerti. Satu dari
denominator yang lazim daro ketiga bentuk syok adalah curah jantung yang rendah. Pada pasien
syok oligemik, kardiogenik dan obstruktif ekstrakardiak dan pada sebagian kecil pasien dengan
syok distributive timbul penurunan curah jantung yang berat dan dengan demikian penurunan
perfusi organ vital. Pada awalnya, mekanisme kompensasi seperti vasokonstriksi dapat
mempertahankan tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal. Bagaimanapun jika proses
yang menyebabkan syok terus berlangsung, mekanisme kompensasi endnya gagal, menyebabkan
manifestasi klinis sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel akan terjadi dan
menyebabkan syok irreversible.
Di antara bentuk syok dengan curah jantung rendah, syok oligemik paling cermat dipelajari, baik
pada manusia maupun pada hewan. Orang dewasa dapat mengkompensasi kehilangan 10%
volume darah total yang mendadak terutama vasokonstriksi yang diperantarai sistem simpatis.
Akan tetapi jika 20 sampai 25 persen volume darah hilang dengan cepat, mekanisme kompensasi
biasanya mulai gagal dan terjadi sindroma klinis syok. Curah jantung menurun, dan terjadi
hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi menyeluruh. Pengaturan aliran darah lokal
mempertahankan perfusi jantung dan otak sampai end perjalanan, bila mekanisme ini juga gagal.
Vasokonstriksi, yang dimulai dengan mekanisme kompensasi pada syok mungkin menjadi
berlebihan pada beberapa jaringan dan menyebabkan lesi destrukstif seperti nekrosis iskemik
intestinal atau jari-jari.
F. Penatalaksanaan
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan
pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernapasan dan diberikan resusitasi cairan dengan
cepat lewat askes intravena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central
venous pressure) atau jalur intra arterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes
dengan cepat (hati-hati dengan asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti
Ringer’s Laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian
cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat
mengembalikan keadaan hemodinamik.1
Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan tekanan pengisian ventrikel
dapat dilakukan pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila
hemodinamik tetap tidak stabil, berarti pendarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Jenis darah
transfuse tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang digunakan telah melalui test cross-match (uji
silang), bila sangat darurat maka dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif.
Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan dukungan inotropic dengan dopamine,
vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup
setelah volume darah dicukupi terlebih dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak banyak memberikan
manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg
dalam 1 jam dalam dekstros 5 % dapat membantu meningkatkan MAP.
Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan
bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan. Kerusakan organ akhir jarang terjadi dibandingkan dengan
syok septik atau traumatic. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan syaraf pusat, hati dan ginjal dan
ingat ginjal merupakan komplikasi yang penting pada syok ini.
Urutan Tatalaksana Syok Hipovolemik Secara Umum:5
1. Letakan pasien dalam posisi telentang.
2. Beri O2 5-10 liter/menit dengan kaul nasal atau sungkup muka.
3. Beri infus (kateter no 16,14) dengan cairan : Kristaloid (NaCl 0,9%, Ringer’s Laktat, Ringer’s
Acetat), Kaloid [darah pendarahan lebih 25% , plasma, komponen darah, pengganti plasma
(Dextran 40,70)]
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang
paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan
sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara
untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
4. Monitor resusitasi
Penuntun resusitasi : Tekanan Vena Sentral (TVS) dan Tekanan Baji Kapiler (TBKP) bila
berhasil nilai TVS 3-8 cm H2O menandakan kesadaran membaik dan perfusi perifer
membaik, diuresis, analisa gas darah, pengukuran curah jantung
Tanda-tanda kegagalan : TVS dan diuresis lebih dari normal, TVS dan diuresis kurang
dari normal, TVS meningkat diuresis menurun
Evaluasi terapi : tekanan darah, nadi, pernafasan, hematocrit periodik, analisis gas darah,
dan kadar elektrolit
5. Tindakan suportif
Terapi elektrolit dan asam basa : asidosis metabolik merupakan indikasi pemberian
bikarbonat.
Obat-obat inotropik : stimulant jantung diberi bila syok tetap ada seperti dopamine
dengan dosis 5-30 mog/kgBB/menit
Diuretic : bila oliguria meskipun volume darah, cukup diberikan furosemide 10 mg IV
Steroid (Hidrokortison 150 mg/kgBB diulang 4-6 jam selama 24-48 jam) : penggunaan
masih kontrovesional, ada manfaat melalui efek vasodilatasi, inotropik, lysosome
stabilizing dan efek metabolism seluler.
Untuk penggantian cairannya :
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan
elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua
pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena
yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan
2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu
tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air.
Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan
cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip dari 8
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
Tabel 2. Skor Daldiyono 8
- rasa haus/muntah 1
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1
- kesadaran apatis 1
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
- Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
- Facies cholerica 2
-Voxcholerica 2
- Turgor kulit menurun 1
- Washer’s woman’s hand 1
- Ekstremitas dingin 1
-Sianosis 2
- Umur 50-60 tahun -1
- Umur> 60 tahun -2
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan :18
Cara I :
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka kehilangan cairan
kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental seperti
bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada orang
dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase akut sama dengan
defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari berat badan
untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 = volume air badan
sekarang
G. Epidemiologi
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit
dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam
yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan
Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V.
Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus
diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.
H. Komplikasi
Jika syok terus berlanjut, kerusakan organ terjadi, yang mencetuskan sindrom distress respirasi
dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan yang menyebabkan
kematian.2
I. Preventif
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari
toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah
pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan
untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Penanganan kasus diare akut juga harus ditangani dengan adekuat untuk mencegah terjadinya
dehidrasi yang berat dan menyebabkan syok. Untuk itu segera dilakukan rehidrasi sedini mungkin.
J. Prognosis
Syok Hipovolemik selalu sebagai kedaruratan medis. Namun gejala-gejala dan hasil bergantung
pada :
Jumlah volme darah/cairan yang hilang
Tingkat kehilangan darah/cairan
Cedera yang menyebabkan kehilangan
Mendasari pengobatan kronis seperti diabetes, jantung, paru-paru dan penyakit ginjal.2
Secara umum, pasien dengan derajat syok lebih ringan prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan
pasien dengan derajat syok lebih berat. Dalam kasus syok hipovolemik berat, kematian adalah mungkin
bahkan dengan perhatian medis yang segera. Orang yang berusia lanjut biasanya memiliki prognosis yang
lebih buruk. Namun, bila tindakan kedaruratan ditatalaksana dengan tindakan yang tepat dan adekuat
maka kualitas kesembuhan dapat lebih baik.
KESIMPULAN
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut
dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi
shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolik. Keadaan diare tersebut perlu ditangani secara adekuat dengan
pemberian infuse fisiologis sebagai rehidrasi, agar mencegah terjadinya syok hipovolemik berat
sampai kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Santoso M. Anamnesa dan pemeriksaan fisis umum. Dalam: Pemeriksaan fisik diagnosis.
Jakarta : Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.2-50
2. Zimmerman J. Diagnosis and Management of Shock. Dalam: Fundamental Critical
Support. London: Chapman and Hall, 2009; 65-70.
3. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Penerbit Buku ECG. 2004 h.218-223
4. Barus. S. Patologi Umum dan Sistematik. Penerbit Buku ECG. 2004 hl.186-187
5. Robbins. Patologi. Edisi 7 Volume 1. Penerbit buku ECG 2004. Hl.108-112
6. Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. Diunduh dari www. Medicastore. Com. Website.
(diakses 12 Februari 2012).
7. Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolek. Diunduh dari www. Kalbefarma. Com.
website (diakses 12 Februari 2012).
8. Zein, Umar, 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri, [Cited December 9th 2009], URL :
http://www.e-USUrespository.com
9. Guandalini, Stefano. 2009, Diarrhea, [Cited December 5th 2009], Available from URL :
http://www.emedicine.com