sustainable development goals di indonesia: pengukuran dan

25
143 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 KONTEKSTUALITA p-ISSN: 1979-598X Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan e-ISSN: 2548-1770 Vol. 33 No. 2, Desember 2018 (hlm. 143-167) DOI: 10.30631/kontekstualita.v35i02.512 Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan Agenda Mewujudkannya dalam Perspektif Ekonomi Islam Sustainable Development Goals in Indonesia: Its Measurement and Agenda in the Perspective of Islamic Economics Rofiqoh Ferawati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia Jl. Lintas Jambi - Muara Bulian KM.16, Simpang Sei Duren, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, Jambi 36361 [email protected] Abstract: Artikel ini untuk mengukur kemampuan Indonesia untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah pertumbuhan ekonomi (PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah (DPK) dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan kemiskinan. Regresi Panel Provinsi di Indonesia dan untuk melihat wilayah yang mampu mencapai SDGs dilakukan pemetaan dengan Diagram Cartesius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB, IPM, DPK, dan IKLH berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan secara bersama-sama, namun secara parsial IKLH tidak berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Wilayah provinsi yang memiliki peluang mewujudkan SDGs adalah Jawa Tengah, karena wilayah ini memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dengan IKLH yang juga tinggi. Kata kunci : SDGs, PDRB, IPM, IKLH, DPK, Kemiskinan Abstract: This paper aims to measure Indonesia's capability to achieve Sustainable Development Goals (SGDs). The variables used in this study are economic development (GDRP), Human Development Index (HDI), third party funds (DPK), and environmental quality index (IKLH) and welfare. The Provincial Regression Panel in Indonesia and regions which are capable of achieving SDGs are found by mapping using Cartesian Diagram. This study shows that the GDRP, HDI, DPK, and IKLH at the same time affect to the poverty reduction, but IKLH does not affect poverty reduction partially. The most potential province to implement SDGs is Central Java due to its economic growth is higher than average and its IKLH is also high. Keywords: SDGs, GDRP, HDI, IKLH, Poverty

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

143 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

KONTEKSTUALITA p-ISSN: 1979-598X Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan e-ISSN: 2548-1770 Vol. 33 No. 2, Desember 2018 (hlm. 143-167) DOI: 10.30631/kontekstualita.v35i02.512

Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan Agenda Mewujudkannya dalam Perspektif Ekonomi Islam

Sustainable Development Goals in Indonesia: Its Measurement and Agenda in the Perspective of Islamic Economics

Rofiqoh Ferawati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia Jl. Lintas Jambi - Muara Bulian KM.16, Simpang Sei Duren, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, Jambi 36361 [email protected]

Abstract: Artikel ini untuk mengukur kemampuan Indonesia untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah pertumbuhan ekonomi (PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah (DPK) dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan kemiskinan. Regresi Panel Provinsi di Indonesia dan untuk melihat wilayah yang mampu mencapai SDGs dilakukan pemetaan dengan Diagram Cartesius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB, IPM, DPK, dan IKLH berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan secara bersama-sama, namun secara parsial IKLH tidak berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Wilayah provinsi yang memiliki peluang mewujudkan SDGs adalah Jawa Tengah, karena wilayah ini memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dengan IKLH yang juga tinggi.

Kata kunci : SDGs, PDRB, IPM, IKLH, DPK, Kemiskinan

Abstract: This paper aims to measure Indonesia's capability to achieve Sustainable Development Goals (SGDs). The variables used in this study are economic development (GDRP), Human Development Index (HDI), third party funds (DPK), and environmental quality index (IKLH) and welfare. The Provincial Regression Panel in Indonesia and regions which are capable of achieving SDGs are found by mapping using Cartesian Diagram. This study shows that the GDRP, HDI, DPK, and IKLH at the same time affect to the poverty reduction, but IKLH does not affect poverty reduction partially. The most potential province to implement SDGs is Central Java due to its economic growth is higher than average and its IKLH is also high.

Keywords: SDGs, GDRP, HDI, IKLH, Poverty

Page 2: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 144

Pendahuluan

Sustainable development Goals (SDGs) saat ini menjadi diskursus global setelah agenda

sebelumnya, Millenium Development Goals (MDGs) tidak terlaksana sebagaimana

mestinya1. Pada dasarnya, ide SDGs merupakan pengembangan dari MDGs2. Tujuan

pembangunan berkelanjutan ditargetkan akan tercapai pada tahun 2030 dengan

tantangan selain beorientasi pada hasil yang terukur secara kuantitatif juga

berorientasi pada kualitas4. Pembangunan berkelanjutan adalah proses yang

berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan

kebutuhan generasi masa depan”.

Pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga tiang utama yang saling

terintegrasi, yaitu ekonomi (keberlanjutan ekonomi), sosial (keberlanjutan sosial) dan

lingkungan (kelestarian lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat5.

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi

kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi

mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan

manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan

demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang

akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Sejalan dengan pendapat

Sudarmadji keberlanjutan adalah kegiatan memenuhi kebutuhan saat ini sebagai proses

pertukaran utama antara masyarakat dan alam 5.

Di dalam Tujuan pembangunan berkelanjutan seluruh negara di dunia terdapat 17

pilar, 3169 target dan 303 indikator. Pilar 1 -6 yang tercakup daam 17 pilar adalah

agenda inti yang merupakan lanjutan dari MDGs, sedangkan pilar ke- 7-17 adalah

landasan baru, yaitu : (1) Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh

penjuru dunia; (2) Tanpa kelaparan, tidak ada lagi kelaparan, (3) mencapai ketahanan

pangan, serta mendorong budidaya pertanian berkelanjutan; Kesehatan yang baik dan

kesejahteraan, menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejateraan hidup

untuk seluruh masyarakat di segala umur: (4) Pendidikan berkualitas, menjamin

pemerataan pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan kesempatan belajar untuk

semua orang; (5) Kesetaraan gender; (6) Air bersih dan sanitasi; (7) Energi bersih dan

terjangkau, (8) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, lapangan kerja yang

Page 3: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

145 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua orang; (9) Industri, inovasi dan

infrastruktur; (10) Mengurangi kesenjangan; (11) Keberlanjutan kota dan komunitas;

(12) Konsumsi dan produksi bertanggung jawab; (13) Aksi terhadap iklim, bertindak

cepat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya; (14) Kehidupan bawah laut,

melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan sumber daya laut

untuk perkembangan yang berkelanjutan; (15) Kehidupan di darat, melindungi,

mengembalikan dan meningkatkan keberlangsungan pemakaian ekosistem darat,

mengelola hutan secara berkelanjutan, mengurangi tanah tandus serta tukar guling

tanah; (16) Institusi peradilan yang kuat dan kedamaian; (17) Kemitraan untuk

mencapai tujuan.

Dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga pilar utama yaitu

sosial, ekonomi dan lingkungan. Artikel ini tidak mengukur 17 pilar tersebut, tapi hanya

mengambil kemiskinan, indeks pembangunan manusia untuk piar sosial, pertumbuhan

ekonomi dan dana pihak ketiga perbankan syariah untuk pilar ekonomi, dan pilar

lingkungan melingkupi indeks kualitas lingkungan hidup. Ketiga pilar tersebut

merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi untuk dapat dikatakan

berkelanjutan. Tujuan sosial dan ekonomi yang harus dicapai dengan kewajiban

menghitung dampak terhadap lingkungan. Pilar sosial dimulai dengan indikator

kemiskinan atau penghapusan kemiskinan, karena kemiskinan merupakan salah satu

contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat, dan terdapat di mana-

mana, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Ketidakadilan struktur

sosial (faktor eksternal kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses

ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah), rumah sehat, dan

pelayanan pendidikan. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya kepemilikan hak

atas tanah yang mereka huni. Sebagai akibatnya, mereka sulit untuk mendapat akses ke

pekerjaan yang baik dan stabil.

Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya alam yang besar dan

melimpah yang tersebar diberbagai wilayah. Sumber daya alam yang ada meliputi

pertanian, perkebunan, komoditas mineral tambang dan energi, perikanan dan

kelautan. Ironisnya tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Di Indonesia

perkembangan kemiskinan selama 16 tahun mengindikasikan kecenderungan

Page 4: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 146

penurunan, namun persentase penurunan tersebut semakin turun setiap tahunnya,

sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Indonesia 2002-2017

Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa kemiskinan di Indonesia masih tinggi,

Jumlah penduduk miskin Indonesia pada 2015, 2016 dan 2017 sebesar 28.6 juta, 27.3

juta, dan 26.9 juta. Persentase penduduk miskin sampai dengan 2017 sebesar 10.12

persen. Tingginya kemiskinan ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia.

Tantangan besar berkaitan dengan SDGs yang menginginkan tidak adanya kemiskinan

di tahun 2030, sedangkan rekam jejak penurunan kemiskinan selama enam belas tahun

sangat kecil, yang terlihat dari 2016-2017 penurunan kemiskinan hanya 4%. Tingkat

penurunan kemiskinan yang kecil tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor tersebut dapat dilihat dari pencapaian kesejahteraan masyarakat, yang

digunakan gambaran mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat pada periode

tertentu sesuai kondisi lapangan dengan melihat berbagai indikator keluaran

pembangunan. Untuk menilai SDGs ada banyak indikator yang lebih- kurang sudah

tersedia dan sesuai6. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang diindikasikan antara lain

dengan angka harapan hidup (AHH), angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan

kompsisi pengeluaran penduduk (pengeluaran perkapita) yang semuanya terkategori

dalam suatu indeks, yaitu indek pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan

indikator sebagai tolok ukur pembangunan manusia.

IPM terdiri atas tiga komponen utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan

pendapatan. IPM Indonesia juga masih rendah. Human Development Report UNDP, IPM

Indonesia hingga 2016 masih berada pada peringkat 113 dari 188 negara jauh

tertinggal dari negara tetangga Malaysia yang berada di peringkat 59 (UNDP, 2016).

Peringkat 113 tersebut berdasarkan kategori IPM dunia yang terdiri atas empat

-0,5 -1,1 -1,2 -1

4,2

-2,13 -2,21 -2,43 -1,51 -1 -0,92 -0,2

-1,1

0,8

-1,3 -0,4

-4

-2

0

2

4

6

0

20

40

60

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Jumlah Penduduk Miskin Persentase penduduk miskin

Penurunan jumlah penduduk miskin

Page 5: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

147 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

kategori, yaitu Very High Human Development (negara berperingkat 1- 51), High Human

Development (negara berperingkat 52-106), Medium Human Development (negara

berperingkat 107-147) dan Low Human Development (negara berperingkat 148-188).

Berdasarkan kategori tersebut sesuai dengan peringkatnya Indonesia berada pada

kategori Medium Human Development (UNDP, 2018).

IPM menunjukkan adanya proses pembangunan di Indonesia. Setiap negara atau

wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi.

Kegiatan pembangunan bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran

bersama) serta menghapuskan kemiskinan. Pembangunan berkelanjutan merupakan

upaya untuk menyatukan dua paradigma yang kontras antara pertumbuhan ekonomi

dan sumber daya alam. Meadrows mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang

tinggi dan bertahan merupakan trade off dengan sumber daya alam yang efisien7.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berfluktuasi,

peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat meningkat pada tahun 2014 dan 2016 dan

perlu dicatat bahwa pada tahun 2015 merupakan berakhirnya era MDGs. Pada tahun

itu pertumbuhan ekonomi Indonesia justru berada di titik terendah yaitu 4.94, sebelum

meningkat pada 2016 dan kembali menurun keangka 5.06 persen pada 2017.

Paradoks dari sumber daya alam yang besar namun kemiskinan masih tinggi dan

IPM yang rendah diindikasikan penyebabnya adalah masih kurangnya sumber daya

manusia yang mampu mengolahnya dan minimnya jumlah wirausahawan (Wirausaha).

Jika melihat penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dan merupakan negara

berpenduduk terbesar ke-empat didunia, jumlah entreprenuernya belum dapat

mengimbangi dengan potensi jumlah penduduknya. Menurut sosiolog David McClelland

suatu negara akan makmur ketika ada Wirausaha sedikitnya 2% dari jumlah

penduduk8. Sebagai contoh Singapura memiliki pengusaha sekitar 7.2 persen dari

jumlah penduduknya. Sebagai negara yang sumberdaya alam minim, Singapura mampu

menjadi negara makmur. Besarnya wirausaha di Singapura memaksa negara tersebut

mengimpor tenaga kerja dari negara lain, seperti dari Indonesia. Rendahnya jumlah

wirausaha di Indonesia membuat daya saing Indonesia pun masih rendah. Data World

Economic Forum menunjukkan tingkat daya saing Indonesia pada 2012-2013 berada

diperingkat 50 dan pada 2013-2014 berada pada peringkat 38.

Untuk mencapai dan menjawab tujuan SGDs tersebut upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan meningkatkan jumlah Wirausaha sehingga dapat meningkatkan

Page 6: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 148

lapangan kerja. Miskin berarti memiliki keterbatasan kesempatan kerja, keterbatasan

peluang mengembangkan usaha. Wirausaha menawarkan lebih banyak peluang untuk

menciptakan dan meningkatkan pendapatan. Wirausaha melalui usaha mikro

merupakan kelompok pelaku usaha terbesar (99%), dengan kontribusi terhadap PDB

terbesar (95.94%), serta serapan tenaga kerja terbesar (90.77%).

Di balik besarnya peran dari wirausaha bagi perekonomian nasional, sektor ini

masih dihadapkan dengan berbagai kendala. Kendala utama pada 2012-2013, menurut

Global Competitive Report diantaranya yaitu birokrasi yang berbelit-belit atau tidak

efisien (15.4%), kendala utama kedua berupa korupsi (14.2%), infrastruktur yang

kurang memadai (8.7%), minimnya etos kerja (7.2%), peraturan ketenagakerjaan

(5.6%), inflasi (5.6%) dan akses ke pembiayaan. Pada 2015-2016 kendala utama

mengalami perubahan komposisi korupsi merupakan kendala terbesar (14.3 persen)

dan akses pembiayaan menjadi masalah keempat terbesar yang dihadapi (6.9%) (GCR,

2018).

Kendala permodalan merupakan salah satu masalah yang menyebabkan usaha

sulit untuk berkembang. Menurut Fadahunsi, kegagalan 85 persen dari 100 UMKM

adalah karena kurangnya akses terhadap modal9. Devereux juga menemukan hal yang

sama dengan Fadahunsi, bahwa faktor penghambat utama pertumbuhan dan

perkembangan usaha UMKM di Ethiopia adalah kurangnya akses terhadap kredit.

Permasalahan akses ini juga terjadi di Indonesia10, menurut Situmorang sebesar 87.4

persen membutuhkan modal namun sulit mendapatkan akses kredit dari perbankan11.

Untuk mengatasi masalah permodalan tersebut adalah dengan menumbuh

kembangkan Lembaga Keuangan Mikro. Keuangan mikro merupakan alternatif yang

kredibel yang memungkinkan masyarakat miskin memiliki akses ke jasa keuangan

dengan biaya rendah12 . Untuk itu salah satu solusi dari permodalan dengan mengakses

pembiayaan dari Lembaga Keuangan Mikro berdasarkan prinsip syariah Islam (bunga

sama dengan riba, menggunakan prinsip bagi hasil dan profit margin) yaitu perbankan

syariah.

Durrani, dkk menunjukkan bahwa perbankan syariah tidak hanya membantu

menghasilkan pendapatan tetapi juga mampu meningkatkan standar sosial masyarakat

miskin serta meningkatkan daya beli dan merupakan alat yang efektif untuk memerangi

kemiskinan 14. Sistem pembiayaan syariah di Indonesia sudah diterapkan oleh

beberapa lembaga keuangan. Penghimpunan dana dikenal dengan dana pihak ketiga.

Page 7: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

149 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Perkembangan dana pihak ketiga perbankan syariah selengkapnya disajikan dalam

tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah

Jenis Dana (12) Dana Pihak Ketiga Perbankan syariah Menurut Jenis Dana

(Milyar Rupiah) 2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010

Giro Wadiah 27969 21193 18649 18523 17709 12006 9056

Deposito Mudharabah

166174 141329 135629 107811 84731 70806 44075

Tabungan Mudharabah

85188 68653 63581 57200 45072 32603 22906

Total DPK 279331 231175 217858 183534 147512 115415 76036

Pembentukan perbankan syariah berkembang di masyarakat untuk dapat

membantu pengusaha mikro dan miskin memulai bisnis baru, mengembangkan usaha

yang sudah ada, mengurangi kerentanan masyarakat terhadap faktor eksternal, dan

memungkinkan mereka untuk memperoleh pendapatan yang cukup untuk menutupi

pengeluaran mereka15. Menurut Ahmed keuangan mikro Islam adalah instrumen yang

berpotensi untuk mendorong kewirausahaan dan memfasilitasi penciptaan usaha mikro

dan membantu masyarakat miskin dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Keuangan

mikro Islam juga dapat mengintegrasikan dana-dana wakaf, zakat dan amal yang efektif

digunakan untuk mengurangi kemiskinan16.

Pengurangan kemiskinan apabila dilakukan tanpa memikirkan akibat terhadap

lingkungan tidaklah dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan, karena itu pilar

ketiga adalah lingkungan. Bagaimana pembangunan dapat dilakukan atau dipenuhi

dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Degradasi lingkungan menjadi isu awal

pembangunan berkelanjutan. Degradasi lingkungan dapat diatasi dengan menjaga

kelestarian dari lingkungan yang berkualitas. Kualitas lingkungan digabungkan kedalam

suatu indeks komposit yaitu indeks kualitas lingkungan hidup yang menggambarkan

indek kualitas udara, indeks kualitas air, indeks kualitas tutupan lahan. Indeks kualitas

merupakan indikasi pencemaran lingkungan yang terjadi dan kompleksitas persoalan

lingkungan. Indeks kualitas bukanlah semata-mata hanya peringkat, namun lebih

kepada dorongan upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup sebagai upaya pencapaian

Sustainable Development Goals. Perkembanggan kualitas lingkungan hidup di Indonesia

pada 2011-2016 terlihat bahwa secara umum kualitas lingkungan hidup Indonesia pada

Page 8: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 150

2015 beriringan dengan berakhirnya era MDGs mengalami peningkatan sebesar 4.81

poin dibandingkan tahun 2014 yaitu dari 63 menjadi 68. Hal ini dipengaruhi

meningkatnya Indeks Kualitas Udara dan Indeks Kualitas Air yang dikarenakan masih

terkendalinya laju emisi dikawasan transportasi, perindustrian, pemukiman dan

perkantoran dan keberhasilan program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas air

sungai dan pengawasan industri pencemar. Kualitas hidup rata-rata Indonesia dari

tahun 2011 sampai tahun 2016 berada pada kisaran angka 60-70 yang berarti kualitas

lingkungan hidup cukup baik, masih berada di bawah kualitas baik (Statistik

Lingkungan Hidup, 2017). Hal ini juga mengindikasikan bahwa tekanan lebih besar

pada pemanfaatan sumber daya lingkungan dibandingkan upaya perbaikan kualitas

lingkungan hidup. Peningkatan tingkat degradasi lingkungan, kesenjangan yang besar

dalam ekonomi dan sosial atau pembangunan ekonomi dan sosial secara komprehensif

dengan memperhatikan perbaikan kualitas lingkungan yang terukur secara kuantitatif

dan kualitas merupakan tantangan untuk mencapai Sustainable Development Goals.

Sehingga perlu diketahui tentang kemampuan/peluang Indonesia untuk mencapai

Sustainable Development Goals dilihat dari pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks

pembangunan manusia, ketimpangan pendapatan, dpk perbankan syariah terhadap

kemiskinan.

Berbagai penelitian yang berhubungan dengan Sustainability Development Goals

(SDGs) pernah dilakukan oleh Beatte Littig dan Erich Griesller tentang Social

Sustainability: A Catchword between Political Pragmatism and Social Theory dengan

hasil penelitian mengusulkan konsep keberlanjutan yang didasarkan pada konsep

kebutuhan dan kerja, sebagai proses pertukaran utama antara masyarakat dan alam

dan mendukung keberlanjutan sosial dari segi konsep dan analitis 5. Penelitian

selanjutnya dilakukan oleh Renee Kemp, Saeed Parto, Robert B. Gibson yang mengenai

Governance for Sustainability Development: Moving from Theory to Practice dengan hasil

penelitian menguraikan unsur-unsur utama pembangunan dan tata kelola

berkelanjutan, dan menemukan bahwa keberlanjutan adalah proses peburahan adaptif

yang secara sosial dilembagakan dimana inovasi aladah elemen penting dan penelitian

ini menghasilkan kerangka kerja konseptual untuk pembuatan kebijakan menuju

keberlanjutan 21

Kemudian penelitian Barnes Anger, Poverty Eradication, Millenium Development

Goals and Sustainable Development Goals in Nigeria, dengan hasil penelitian Program

Page 9: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

151 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

MDGs memberi dampak positif terhadap pemberantasa kemiskinan di Nigeria dan

untuk mencapai SDGs pemerintah di berbagai tingkatan harus membuat program-

program penanggulangan kemiskinan yang tepat dan berkesinambungan 22. Penelitian

selanjutnya dilakukan oleh Thomas Hak, Svatava dan Bedrich Moldan dengan hasil

penelitian bahwa untuk mencapai SDGS membutuhkan kerangka konseptual dan

metodologi tidak hanya statistik sosial ekonomi dan lingkungan serta Relevansi dari

semua indikator SDGs merupakan indikator kunci dalam pencapaian target 4. Temuan

lainnya yaitu bahwa keberhasilan agenda SDGs dipengaruhi oleh proses politik yang

mempertimbangkan pengetahuan ilmiah dan berdasarkan fakta didalam tahap awal

siklus kebijakan.

Penelitian selanjutnya adalah Diah yang berjudul Pengaruh IPM, Biaya

Infrastruktur, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan di Provinsi Bali dengan hasil penelitian bahwa IPM berpengaruh langsung

dan signifikan pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali, biaya infrastruktur dan

pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh langsung dan signifikan pada ketimpangan

distribusi pendapatan di Provinsi Bali. IPM serta biaya infrastruktur memiliki pengaruh

pada ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Bali. IPM serta biaya infrastruktur yang semakin baik setiap

tahunnya serta kesejahteraan masyarakat yang semakin baik akan memberikan

peningkatan kapasitas perekonomian daerah dimana sektor riil suatu daerah akan

bergerak baik dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat sehingga

dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan 23.

Artikel ini disusun dalam beberapa bagian; bagian pertama terdiri atas

pendahuluan, kemudian bagian kedua terdiri dari kajian literatur dan penelitian

terdahulu yang relevan. Serta selanjutnya terdiri atas pembahasan dan penutup.

Artikel ini mengunakan pendekatan kuantitatif-dekriptif dalam menentukan

kemampuan/peluang Indonesia untuk mencapai SDGs di Indonesia dilihat dari

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), DPK

perbankan syariah (mewakili perspektif ekonomi islam) dan IKLH terhadap

pengurangan kemiskinan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda

dengan program statistik eviews serta menggunakan data panel dari 34 provinsi di

Indonesia 2013-2017 yang meliputi data kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia

(IPM), Petumbuhan Ekonomi dan Dana Pihak Ketiga dan IKLH. Kemudian untuk

Page 10: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 152

melihat kemampuan mewujudkannya dipetakan dari 34 provinsi tersebut dengan

menggunakan diagram kurtosis.

KAJIAN TEORI

1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan

Masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang

berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan

antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang (Salim, 1990).

Pembangunan berkelanjutan tidak hanya merupakan pembangunan ekonomi

namun juga pembangunan intelektual, emosional, moral dan spiritual. Keberlanjutan

adalah kunci utama menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi dunia, seperti

akses makanan yang tidak tercukupi, degradasi lingkungan, penurunan sumber daya

alam dan hilangnya hutan serta memburuknya gizi dan kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat (kemiskinan). Pembangunan berkelanjutan adalah tantangan umum bagi

komunitas global, yang telah menjadi tujuan dan diakui secara luas bagi masyarakat.

Menurut Griggs keterpaduan lingkungan dan sosial adalah hal utama karena keduanya

tersebut merupakan trade-off17, karena itu pendekatan berbasis kebijakan dan

pendekatan konseptual sangat diperlukan.

Pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur

keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu:

a. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural

resources

b. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya

c. Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable

resource.

Senada dengan konsep diatas, Sutamihardja menyatakan sasaran pembangunan

berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergeneration

equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan

pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali

ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam yang

unreplacceable.

b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan

Page 11: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

153 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam

rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik generasi yang akan datang.

c. Pemanfaatan dan pengelolaaan sumber daya alam semata untuk kepentingan

mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan

sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.

d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa

kini maupun masa mendatang (inter temporal).

e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber daya alam

dang lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari

antar generasi.

f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan

habitatnya.

Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu

mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural, menyebarluaskan

nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berbeda dalam batas kemampuan

lingkungan, serta secara wajar semua orang mampu mencita-citakannya. Namun

demikian ada kecenderungan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung

pada kebutuhan d alam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan

produksi pada skala maksimum. Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan

pertumbuhan ekonomi ditempat yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten

dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan prinsip-prinsip

berkelanjutan. Akan tetapi kenyataannya aktivitas produksi yang tinggi dapat saja

terjadi bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat

membahayakan lingkungan.

Lingkungan strategis dunia yang berkembang dengan sangat pesat sejak

berakhirnya Perang Dunia II telah mendorong bangsa-bangsa di dunia bersaing dengan

ketat dalam mengejar dan mempertahankan kemakmurannya. Berbagai strategi

pembangunan diterapkan untuk dapat meningkatkan dan mempertahankan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Bersamaan dengan itu tidak dapat dipungkiri bahwa sumberdaya alam baik di laut

maupun di darat akan mengalami tekanan pemanfaatan yang berlebihan. Apabila

pemanfaatan ini melampauai daya dukungnya, tentu akan menimbulkan masalah

lingkungan baik ditingkat lokal, regional, nasional maupun global.

Page 12: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 154

Keadaan ini telah menimbulkan kesadaran pada umat manusia tentang

pentingnya kelestarian lingkungan bagi keberlanjutan kehidupan manusia. Semenjak

dicanangkannya pernyataan tentang pentingnya kesadaran segenap pihak tentang

berbagai isu lingkungan global, disusul terbitnyan buku “Our Common

Future oleh World Commission On Environment And Development (Oxford University

Press, 1987), istilah sustainable development (pembangunan berkelanjutan) menjadi

sangat populer.

Hakikat pengertian tentang pembangunan berkelanjutan (ada pula yang

menyebutnya dengan istilah bertahankelanjutan) sebagaimana dikatakan Brundtland

(1987) dalam dalam Budihadjo (1999; 2) pada dasarnya adalah : pembangunan yang

mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan

generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses

perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan,

dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling

memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan

dan aspirasi manusia.

Holden, Daily dan Ehrlich dalam “The Meaning of Sustainable” (1992)

menyebutkan tentang persyaratan minimum pembangunan berkelanjutan berupa

terpeliharanya apa yang disebut dengan “total natural capital stoct” pada tngkat yang

sama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding dengan keadaan sekarang.

Oleh Satriaji (2004; 5) dikatakan rumusan konsep pembangunan yang

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam

secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan

mutu lingkungan.

b. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan secara

berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya

manusia dengan cara menyerasikan aktifitas manusia sesuai dengan kemampuan

sumber alam untuk menopangnya.

c. Adalah sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang

(WCED: World Commission on Environment and Development).

Page 13: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

155 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Dalam perkembangan konsep selanjutnya, pembangunan berkelanjutan

dielaborasi oleh 18 sebagai suatu interaksi antara tiga sistem: sistem biologi dan

sumberdaya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Memang kelengkapan konsep

berkelanjutan dalam trilogi; ekologi-ekonomi-sosial tersebut semakin menyulitkan

pelaksanaannya, namun lebih bermakna dan gayut dengan masalah khususnya negara

berkembang. Sebagai contoh, dengan masuknya tolok ukur sosial, sasaran

berkelanjutan menjadi lebih jelas dan terarah, antara lain dikaitkan dengan upaya

pemerataan sosial, penanggulangan dan penghapusan kemiskinan, keadilan spasial dan

semacamnya.

Brown (1981), menunjukkan penilaian terhadap pembangunan berkelanjutan dari

beberapa sudut pandang seperti tertinggalnya transisi energi, memburuknya sistem

biologis utama (perikanan laut, padang rumput, hutan, lahan pertanian) ancaman

perubahan iklim (polusi, dampak rumah kaca), dan kurangnya bahan pangan 19. Para

pendukung konsep pembangunan berkelanjutan menyatakan pentingnya strategi eco-

development yang intinya menyatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu

daerah harus berkembang secara bersama– sama untuk mencapai produktivitas dan

pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi namun tetap pada strategi pembangunan yang

berkelanjutan, baik dari sisi ekologi maupun sosial.

Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya alam yang dimiliki berupa tanah, air,

mineral, flora maupun fauna harus dimanfaatkan dan dikelola secara berhati-hati dan

dengan perhitungan, sehingga dapat memberi manfat bagi kesejahteraan masyarakat.

Penyelamatan lingkungan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan

berfungsi sebagai penyanggah perikehidupan manusia, sehingga pengelolaan dan

pengembangan sumber daya diarahkan untuk mempertahankan keberadaan dan

keseimbangannya melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi secara terus

menerus 20.

Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas yang

bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan

organisasi sosial mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfir menyerap

berbagai pengaruh dari berbagai aktivitas manusia. Teknologi dan sumber daya

manusia dapat ditingkatkan kemampuannya guna memberi jalan bagi era baru

pertumbuhan ekonomi.

Page 14: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 156

Dengan demikian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang

menggunakan prosedur yang memperhatikan kelestarian, kemampuan, dan fungsi

komponen lingkungan alam dalam ekosistem untuk mendukung pembangunan saat ini

dan masa yang akan datang. Jadi pembangunan berkelanjutan mensyaratkan

masyarakat terpenuhi kebutuhan dengan cara meningkatkan potensi produksi mereka

dan sekaligus menjamin kesempatan yang sama semua orang.

2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi; Pertama dimensi

waktu, karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang

akan datang. Kedua dimensi interaksi yakni antara sistem ekonomi dan sistem sumber

daya alam dan lingkungan.

3. Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi,

keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang.

a. Pembangunan yang menjamin pemerataan dan keadilan sosial

Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur.

Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan

pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak

negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian

pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi asa datang yang tidak dapat

dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini.

b. Pembangunan yang menghargai keanekaragaman

Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa

sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa

datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem.

Peneliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata

terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat

dapat lebih dimengerti.

c. Pembangunan yang menggunakan pendekatan integratif

Pembangunan berkelanjutan menggunakan keterkaitan antara manusia dengan

alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya

dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleknya keterkaitan antara sistem alam

dan sistem sosial.

Page 15: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

157 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

d. Pembangunan yang meminta perspektif jangka panjang

Pembanguan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda

dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah

perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek

mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi oleh karena itu perlu

dipertimbangkan.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan

masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik yang berlangsung pada level makro

(nasional) dan mikro (community/grup). Makna penting dari pembangunan adalah

adanya kemajuan perbaikan (progress), pertumbuhan dan deversifikasi.

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang

menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya

mencakup bidang ekonomi dan industri melainkan telah merambah keseluruh aspek

yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu modernisasi

diartikan sebagai proses transformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi

segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya dan sebagainya.

Menurut Quraish Shihab prinsip-prinsip yang menjadi landasan untuk

pembangunan yaitu:

a. Tauhid, prinsip ini tidak hanya diartikan sebagai kepercayaan tentang keesaan

Tuhan, namun mencakup pengertian bahwa segala sesuatu harus dikaitkan dengan

keesaan-Nya sebagai sumber dari segala sumber.

b. Rububiyah, Tuhan memelihara manusia antara lain melalui petunjuk-petunjuk-Nya,

rahmat dan rezeki-Nya, sehingga harus disyukuri.

c. Khilafah, Prinsip ini menetapkan kedudukan dan peranan manusia sebagai makhluk

yang telah menerima amanat setelah ditolak oleh makhluk-makhluk lainnya (QS. 33

: 72).

d. Tazkiyah, prinsip ini menetapkan bahwa hubungan antara manusia dengan Tuhan,

semuanya dan alam lingkungannya, harus selalu diliputi oleh kesucian serta

pemeliharaan nilai-nilai agama, akal, jiwa, harta dan kehormatan manusia.

Page 16: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 158

Analisis Data

1. Uji Model

Analisis data panel pada penelitian ini dengan data 34 provinsi yang digunakan

merupakan data cross section dan data tahun merupakan data time series. Untuk

mendapatkan model yang terbaik, maka data yang telah diinput di uji dengan tiga

model yaitu common effect, fixed effect dan random effect. Hasil uji dari ketiga model

tersebut tampak dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji Common Effect

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 306.7950 17.95349 17.08832 0.0000

IPM -77.91501 15.02712 -5.184961 0.0000

DPK -0.031150 0.004981 -6.253254 0.0000

IKLH 1.543240 4.249325 0.363173 0.7169

C 5330.119 1122.334 4.749139 0.0000

R-squared 0.665401 Mean dependent var 822.8110

Adjusted R-squared 0.657190 S.D. dependent var 1198.531

S.E. of regression 701.7399 Akaike info criterion 15.97431

Sum squared resid 80267547 Schwarz criterion 16.06729

Log likelihood -1336.842 Hannan-Quinn criter. 16.01205

F-statistic 81.03749 Durbin-Watson stat 0.393988

Prob(F-statistic) 0.000000

Tabel 2 memperlihatkan bahwa PDRB, IPM dan DPK perbankan syariah

bberpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan, hanya IKLH yang tidak berpengaruh

terhadap pengurangan kemiskinan. PDRB merupakan faktor dominan yang

mempengaruhi kemiskinan. Namun temuan ini menarik, karena pertumbuhan ekonomi

yang tinggi justru menyebabkan kemiskinan juga tinggi. Temuan ini terjawab dengan

teori Trickle Down Effect, Hirschman bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak

merata atau ketimpangan yang tinggi.

Page 17: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

159 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Selanjutya dilakukan uji dengan Fixed Effect. Hasi uji fixed Effect akan disajikan

pada tabel 3.

Tabel 3 Hasil Uji Fixed Effect

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 22.30167 38.28287 0.582550 0.5612

IPM -24.14560 6.731167 -3.587134 0.0005

DPK -0.000365 0.000667 -0.546534 0.5856

IKLH 1.434187 0.804474 1.782765 0.0770

C 2322.171 470.1803 4.938895 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.997543 Mean dependent var 822.8110

Adjusted R-squared 0.996844 S.D. dependent var 1198.531

S.E. of regression 67.33547 Akaike info criterion 11.45320

Sum squared resid 589428.5 Schwarz criterion 12.15981

Log likelihood -924.0690 Hannan-Quinn criter. 11.73998

F-statistic 1426.452 Durbin-Watson stat 2.068410

Prob(F-statistic) 0.000000

Pada tabel 3 terlihat IPM merupakan faktor dominan yang mempengaruhi

pengurangan kemiskinan, artinya bahwa semakin tinggi IPM maka kemiskinan semakin

rendah atau semakin sejahtera masyarakat maka semakin berkurang kemiskinan.

Selanjutnya tabel 4 menyajikan hasi uji dengan model Random Effect.

Page 18: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 160

Tabel 4 Hasil Uji Random Effect

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 159.6049 20.87706 7.644988 0.0000

IPM -25.97264 6.499130 -3.996325 0.0001

DPK -0.001248 0.000637 -1.957713 0.0520

IKLH 1.674257 0.798632 2.096407 0.0376

C 2029.757 449.1418 4.519190 0.0000

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 586.8774 0.9870

Idiosyncratic random 67.33547 0.0130

Weighted Statistics

R-squared 0.254143 Mean dependent var 42.29375

Adjusted R-squared 0.235840 S.D. dependent var 87.84948

S.E. of regression 76.83887 Sum squared resid 962386.6

F-statistic 13.88514 Durbin-Watson stat 1.411443

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.501533 Mean dependent var 822.8110

Sum squared resid 1.20E+08 Durbin-Watson stat 0.345969

Tabel 3 memperlihatkan hal yang menarik yaitu dengan model random effect

seluruh variabel yaitu PDRB, IPM, DPK perbankan syariah dan IKLH berpengaruh

terhadai pengurangan kemiskinan. Maka seelum dilakukan uji pemilihan model,

sementara terlihat dari ketiga model yang diuji, model random effect merupakan

model yang terbaik.

Page 19: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

161 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Pemilihan mode, dari ketiga model yang telah di-estimasi akan dipilih model

mana yang paling tepat/sesuai dengan tujuan penelitian. Ada tiga uji (test) yang dapat

dijadikan alat dalam memilih model regresi data panel (CE, FE atau RE) berdasarkan

karakteristik data yang dimiliki, yaitu: F Test (Chow Test), Hausman Test dan

Langrangge Multiplier (LM) Test.

2. F Test (Chow Test)

Dilakukan untuk membandingkan/memilih model mana yang terbaik antara

Common Effect (CE) dan Fixed Effect (FE).

Tabel 5 Hasil Uji Chow Test

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Redundant Fixed Effects Tests Equation: MODEL1 Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 532.521780 (33,130) 0.0000 Cross-section Chi-square 825.546507 33 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Panel Least Squares Sample: 2013 2017 Periods included: 5 Cross-sections included: 34 Total panel (unbalanced) observations: 168

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 306.7950 17.95349 17.08832 0.0000 IPM -77.91501 15.02712 -5.184961 0.0000 DPK -0.031150 0.004981 -6.253254 0.0000 IKLH 1.543240 4.249325 0.363173 0.7169

C 5330.119 1122.334 4.749139 0.0000

R-squared 0.665401 Mean dependent var 822.8110 Adjusted R-squared 0.657190 S.D. dependent var 1198.531 S.E. of regression 701.7399 Akaike info criterion 15.97431 Sum squared resid 80267547 Schwarz criterion 16.06729 Log likelihood -1336.842 Hannan-Quinn criter. 16.01205 F-statistic 81.03749 Durbin-Watson stat 0.393988 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 20: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 162

Berdasarkan hasil uji Chow Test terlihat nilai probabilitas (Prob.) untuk Cross-

section F. Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section F

sebesar 0,0000 yang nilainya < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model FE

lebih tepat dibandingkan dengan model CE.

3. Hausman Test

Selanjutnya dilakukan lagi uji Hausman atau Hausman Test. Uji ini dilakukan

untuk membandingkan/memilih model mana yang terbaik antara FE dan RE.

Tabel 6 Hasil Uji Hausman Test

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: MODEL1 Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 52.768125 4 0.0000

Cross-section random effects test comparisons: Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

PDRB 22.301674 159.604881 1029.726454 0.0000 IPM -24.145600 -25.972638 3.069921 0.2971 DPK -0.000365 -0.001248 0.000000 0.0000 IKLH 1.434187 1.674257 0.009365 0.0131

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Panel Least Squares Sample: 2013 2017 Periods included: 5 Cross-sections included: 34 Total panel (unbalanced) observations: 168

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2322.171 470.1803 4.938895 0.0000

PDRB 22.30167 38.28287 0.582550 0.5612 IPM -24.14560 6.731167 -3.587134 0.0005 DPK -0.000365 0.000667 -0.546534 0.5856 IKLH 1.434187 0.804474 1.782765 0.0770

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.997543 Mean dependent var 822.8110

Adjusted R-squared 0.996844 S.D. dependent var 1198.531 S.E. of regression 67.33547 Akaike info criterion 11.45320 Sum squared resid 589428.5 Schwarz criterion 12.15981 Log likelihood -924.0690 Hannan-Quinn criter. 11.73998 F-statistic 1426.452 Durbin-Watson stat 2.068410 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 21: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

163 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Uji Hausman terlihat di tabel yang paling atas bahwa nilai Prob. Cross-section

random sebesar 0,000 yang nilainya < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

model FE lebih tepat dibandingkan dengan model RE, karena secara teori Jika nilai

probabilitas Cross-sSaction Random > 0,05 maka model yang terpilih adalah RE,

tetapi jika < 0,05 maka model yang terpilih adalah FE.

Maka dari berbagai uji coba model terlihat pada bahwa Pertumbuhan Ekonomi,

Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga berpengaruh terhadap pengurangan

kemiskinan. Sedangkan Indeks Kualitas Lingkungan tidak berpangaruh terhadap

pengurangan kemiskinan. Hasil Uji Chow Test dan Hausman Test model terbaik adalah

Fixed Effect. Dimana Hasil Uji Chow Test memperlihatkan ketiga variabel kecuali

Indeks Kualitas Lingkungan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Uji

Hausman memperlihatkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia merupakan faktor

dominan yang mempengaruhi pengurangan kemiskinan sebagai salah satu tujuan

SDGs dimana pengaruhnya negatif artinya jika semakin baik indeks pembangunan

manusia yang artinya semakin sejahtera maka semakin berkurang kemiskinan begitu

juga sebaliknya. Sedangkan uji secara simutan memperlihatkan bahwa secara

bersama-sama pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak

Ketiga dan IKLH berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan.

Dari hasil uji regresi maka selanjutnya untuk penguatan hasil penelitian ini

dengan melihat pencapaian SDGs berdasarkan wilayah, peneliti menggunakan

pemetaan dengan diagram cartesius. Berikut disajikan hasil pemetaan.

Berdasarkan analisis empat kuadran dengan diagram cartesius terlihat bahwa

selama rata-rata 5 tahun sangat menarik dimana wilayah/provinsi yang pertumbuhan

ekonominya tinggi juga merupakan wilayah yang memiliki jumlah kemiskinan tinggi.

Page 22: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 164

Wilayah tersebut adalah Jawa tengah, jawa barat, sumatera selatan, sulawesi selatan

dan banten. Hal ini memperlihatkan bahwa di lima wilayah tersebut merupakan

wilayah dengan ketimpangan yang tinggi, dimana teori Kuznets tidak terbukti dimana

untuk jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membuat ketimpangan

semakin kecil dan pada kelima wilayah tersebut teori Trickle Down Effect Hischman

tidak berjalan.

Berdasarkan analisis empat kuadran dimana membandingkan antara wilayah

dengan pertumbuhan ekonomi tinggi namun mmemiliki dampak kerusakan lingkungan

yang rendah ditemukan empat wilayah yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara

dan Sumatera Selatan. Artinya keempat wilayah ini merupakan wilayah yang akan

mampu mewujudkan SDGs, dimana pertumbuhan ekonomi yang dilakukan dengan

tidak mengorbankan lingkungan di masa depan. Perspektif Ekonomi Islam memandang

bahwa perwujudan SDGs di Indonesia dapat dicapai. Hal ini terlihat dari hasi;

pengukuran dengan beberapa model yang diuji, DPK perbankan syariah selalu

berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Artinya jika semakin banyak DPK

perbankan syariah disalurkan dalam bentuk pembiayaan dan pinjaman kebaijkan maka

akan semakin berkurang kemiskinan. Hal ini sejalan dengan prinsip keberadaan

perbankan syariah selain profit oriented, juga social oriented yang dapat menjangkau

lebih banyak masyarakat miskin.

Page 23: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

165 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Kesimpulan

Secara umum keempat variabel tersebut berpengaruh terhadap pengurangan

kemiskinan, namun setelah dilakukan uji secara parsial dengan pemilihan metode yang

terpiih adalah fixed effect dengan uji Chow Test maka secara parsial kecuali Indeks

Kualitas Lingkungan yang tidak berpengaruh, ketiga variabel lain berpengaruh. Dengan

uji Hausman terlihat bahwa secara parsial hanya Indeks pembangunan Manusia yang

mempengaruhi kemiskinan. Penguatan hasil uji regresi dilakukan pemetaan dimana

terlihat temuan regresi sejalan dengan pemetaan bahwa wilayah yang pertumbuhan

ekonomi tinggi juga memiliki kemiskinan yang tinggi.

Catatan:

1. Dixon, J. A. & Fallon, L. A. The concept of sustainability: Origins, extensions, and usefulness for policy. Soc. Nat. Resour. 2, 73–84 (1989).

2. Loewe, M. German Development Institute (2012), Briefing Paper-Post 2015: How to Reconcile the Millennium Development Goals (MDGs) and the Sustainable Development Goals (SDGs). (2015); Brito, L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).

3. Brito, L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).

4. Hák, T., Janoušková, S. & Moldan, B. Sustainable Development Goals: A need for relevant indicators. Ecol. Indic. 60, 565–573 (2016).

5. Littig, B. & Griessler, E. Social sustainability: a catchword between political pragmatism and social theory. Int. J. Sustain. Dev. 8, 65–79 (2005).

6. Bunge, M. What is a quality of life indicator? Soc. Indic. Res. 2, 65–79 (1975).

7. Meadows, D. H. The limits to growth: a report for the Club of Rome’s project on the predicament of mankind. (Universe books, 1972).

8. McClelland, D. C. Achieving society. vol. 92051 (Simon and Schuster, 1967).

9. Fadahunsi, O. & Daodu, T. Small and medium enterprise development: Programmes and Prospects. West Afr. Manag. Dev. Inst. Netw. Lagos (1997).

10. Devereux, S. The new famines: why famines persist in an era of globalization. (Routledge, 2006).

11. Situmorang, J. Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UKM sebaga Lembaga Keuangan Alternatif. J. Infokop 2, 24–35 (2007).

12. Abdelkader, I. B. & Salem, A. B. Islamic vs conventional microfinance institutions: performance analysis in MENA countries. Int. J. Bus. Soc. Res. 3, 218–233 (2013); Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using panel data from Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005)

13. Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using panel data from Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005).

14. Durrani, M. K. K., Usman, A., Malik, M. I. & Shafiq, A. Role of micro finance in reducing poverty: A look at social and economic factors. Int. J. Bus. Soc. Sci. 2, (2011).

15. Effendi, J. The role of Islamic microfinance in poverty alleviation and environmental awareness in Pasuruan, East Java, Indonesia: A comparative study. (Universitätsverlag Göttingen, 2013).

Page 24: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 166

16. Ahmed, H. Financing microenterprises: An analytical study of Islamic microfinance institutions. Islam. Econ. Stud. 9, 27–64 (2002).

17. Griggs, D. et al. Policy: Sustainable development goals for people and planet. Nature 495, 305 (2013).

18. Stren, R., White, R. & Whitney, J. Sustainable cities: urbanization and the environment in international perspective. (1992).

19. Kuncoro, M. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. (Unit Penerbit Dan Percetakan PN, 1997).

20. Djajadiningrat, S. T., Suparmoko, M. & Ratnaningsih, M. Neraca sumberdaya alam untuk pembangunan berkelangjutan. (Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1992).

21. Kemp, R., Parto, S. & Gibson, R. B. Governance for sustainable development: moving from theory to practice. Int. J. Sustain. Dev. 8, 12–30 (2005).

22. Anger, B. Poverty eradication, millennium development goals and sustainable development in Nigeria. J. Sustain. Dev. 3, 138–144 (2010).

23. Pradnyadewi, D. T. & Purbadharmaja, I. B. P. Pengaruh IPM, biaya infrastruktur, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi bali. E-J. Ekon. Pembang. Univ. Udayana 6, 255–285 (2016).

Daftar Pustaka

Abdelkader, I. B. & Salem, A. B. Islamic vs conventional microfinance institutions: performance analysis in MENA countries. Int. J. Bus. Soc. Res. 3, 218–233 (2013); Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using panel data from Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005)

Ahmed, H. Financing microenterprises: An analytical study of Islamic microfinance institutions. Islam. Econ. Stud. 9, 27–64 (2002).

Anger, B. Poverty eradication, millennium development goals and sustainable development in Nigeria. J. Sustain. Dev. 3, 138–144 (2010).

Brito, L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).

Bunge, M. What is a quality of life indicator? Soc. Indic. Res. 2, 65–79 (1975).

Devereux, S. The new famines: why famines persist in an era of globalization. (Routledge, 2006).

Dixon, J. A. & Fallon, L. A. The concept of sustainability: Origins, extensions, and usefulness for policy. Soc. Nat. Resour. 2, 73–84 (1989).

Djajadiningrat, S. T., Suparmoko, M. & Ratnaningsih, M. Neraca sumberdaya alam untuk pembangunan berkelangjutan. (Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1992).

Durrani, M. K. K., Usman, A., Malik, M. I. & Shafiq, A. Role of micro finance in reducing poverty: A look at social and economic factors. Int. J. Bus. Soc. Sci. 2, (2011).

Page 25: Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan

167 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Effendi, J. The role of Islamic microfinance in poverty alleviation and environmental awareness in Pasuruan, East Java, Indonesia: A comparative study. (Universitätsverlag Göttingen, 2013).

Fadahunsi, O. & Daodu, T. Small and medium enterprise development: Programmes and Prospects. West Afr. Manag. Dev. Inst. Netw. Lagos (1997).

Griggs, D. et al. Policy: Sustainable development goals for people and planet. Nature 495, 305 (2013).

Hák, T., Janoušková, S. & Moldan, B. Sustainable Development Goals: A need for relevant indicators. Ecol. Indic. 60, 565–573 (2016).

Kemp, R., Parto, S. & Gibson, R. B. Governance for sustainable development: moving from theory to practice. Int. J. Sustain. Dev. 8, 12–30 (2005).

Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using panel data from Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005).

Kuncoro, M. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. (Unit Penerbit Dan Percetakan PN, 1997).

Littig, B. & Griessler, E. Social sustainability: a catchword between political pragmatism and social theory. Int. J. Sustain. Dev. 8, 65–79 (2005).

Loewe, M. German Development Institute (2012), Briefing Paper-Post 2015: How to Reconcile the Millennium Development Goals (MDGs) and the Sustainable Development Goals (SDGs). (2015); Brito, L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).

McClelland, D. C. Achieving society. vol. 92051 (Simon and Schuster, 1967).

Meadows, D. H. The limits to growth: a report for the Club of Rome’s project on the predicament of mankind. (Universe books, 1972).

Pradnyadewi, D. T. & Purbadharmaja, I. B. P. Pengaruh IPM, biaya infrastruktur, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi bali. E-J. Ekon. Pembang. Univ. Udayana 6, 255–285 (2016).

Situmorang, J. Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UKM sebaga Lembaga Keuangan Alternatif. J. Infokop 2, 24–35 (2007).

Stren, R., White, R. & Whitney, J. Sustainable cities: urbanization and the environment in international perspective. (1992).