sunan bonang: pemuka agama islam dan legenda kabupaten tuban

40
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Sunan Bonang merupakan salah satu wali songo (sembilan wali) yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Pengaruhnya begitu besar baik di kalangan internal para wali, maupun di lingkungan sosial kemasyarakatan pada saat itu. Ajarannya tersebar luas di hampir seluruh pelosok tanah Jawa, khususnya di Kabupaten Tuban, tempatnya mendirikan pondok pesantren yang menjadi pusat dakwah Sunan Bonang. Beliau mendakwahkan Islam bersamaan dengan pengembaraannya di tanah Jawa, sampai hatinya tertambat pada Kabupaten Tuban yang kelak menjadi tempat peristirahatan terakhir beliau. Semasa hidupnya, Sunan Bonang menjadi panutan bagi masyarakat dan para wali lain dalam bertindak maupun berdakwah, karena keimanan dan kesalehannya yang dinilai tinggi. Pengaruh ajarannya tersebut bertambah melekat di hati rakyat dengan adanya murid Sunan Bonang yang cukup legendaris, yaitu Sunan Kalijaga yang memperkenalkan metode dakwah Islam melalui percampuran dengan tradisi lokal masyarakat Jawa. Perkembangan Islam di Tuban cukup pesat dengan adanya kedua wali ini, bahkan Tuban sempat menjadi daerah Islam yang cukup diperhitungkan di era Kesultanan Demak. Pengaruh Sunan Bonang masih terasa hingga sekarang, ajaran serta makamnya masih banyak diminati oleh umat By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos. Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Upload: darundiyo-pandupitoyo-s-sos

Post on 14-Jun-2015

2.337 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

1

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Sunan Bonang merupakan salah satu wali songo (sembilan wali)

yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Pengaruhnya begitu besar baik di

kalangan internal para wali, maupun di lingkungan sosial kemasyarakatan

pada saat itu. Ajarannya tersebar luas di hampir seluruh pelosok tanah

Jawa, khususnya di Kabupaten Tuban, tempatnya mendirikan pondok

pesantren yang menjadi pusat dakwah Sunan Bonang. Beliau

mendakwahkan Islam bersamaan dengan pengembaraannya di tanah

Jawa, sampai hatinya tertambat pada Kabupaten Tuban yang kelak

menjadi tempat peristirahatan terakhir beliau. Semasa hidupnya, Sunan

Bonang menjadi panutan bagi masyarakat dan para wali lain dalam

bertindak maupun berdakwah, karena keimanan dan kesalehannya yang

dinilai tinggi.

Pengaruh ajarannya tersebut bertambah melekat di hati rakyat

dengan adanya murid Sunan Bonang yang cukup legendaris, yaitu Sunan

Kalijaga yang memperkenalkan metode dakwah Islam melalui

percampuran dengan tradisi lokal masyarakat Jawa. Perkembangan Islam

di Tuban cukup pesat dengan adanya kedua wali ini, bahkan Tuban

sempat menjadi daerah Islam yang cukup diperhitungkan di era

Kesultanan Demak. Pengaruh Sunan Bonang masih terasa hingga

sekarang, ajaran serta makamnya masih banyak diminati oleh umat

By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos.

Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Page 2: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

2

muslim dari seluruh penjuru pulau Jawa. Peziarah makam Sunan Bonang

datang dengan berbagai macam tujuan dari yang bersifat sakral maupun

profan. Semua datang berduyun-dutun untuk meminta berkah di makam

Sunan bonang, sembari berharap keinginannya dapat dikabulkan oleh

Allah SWT melalui Sunan Bonang.

Banyaknya peziarah yang datang ke makam Sunan Bonang tidak

hanya menjadikan makam Sunan Bonang sebagai lahan basah bagi

pemerintah daerah, namun juga oleh masyarakat sekitar yang mampu

melihat kesempatan mengais rezeki dari banyaknya peziarah makam

Sunan Bonang. Berbagai macam persepsi muncul dari masyarakat lokal

terhadap peziarah makam Sunan Bonang.

Penelitian penulis kali ini, berusaha memunculkan beberapa

persepsi masyarakat lokal mengenai ribuan peziarah yang datang ke

makam Sunan Bonang. Pada penelitian antropologis ini akan nampak,

bagaimana masyarakat menaggapi fakta tentang banyaknya peziarah

yang datang ke makam dengan berbagai macam tujuan. penilaian

masyarakat lokal ini tentu berkaitan dengan pengetahuan tentang tujuan

para peziarah dan tersebar melalui gosip di kalangan masyarakat lokal

Tuban. Ilmu gosip inilah yang harus diperhatikan perkembangnnya,

karena gosip adalah bagian dari komunikasi dan komunikasi merupakan

unsur dari budaya.

Page 3: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

3

I.2 Rumusan Masalah

Persepsi apa sajakah yang muncul di kalangan masyarakat lokal

Tuban tentang para peziarah yang datang untuk mengunjungi makam

Sunan Bonang di Kabupaten Tuban? Karena persepsi lokal nantinya akan

berpengaruh pada penerimaan masyarakat Tuban terhadap para peziarah

yang datang ke makam Sunan Bonang

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian penulis kali ini bertujuan untuk menelaah persepsi

apa sajakah yang muncul di kalangan masyarakat lokal Tuban tentang

para peziarah yang datang untuk mengunjungi makam Sunan Bonang di

Kabupaten Tuban.

I.4 Kerangka Teori

1.4.1 Folklore Sebagai Ilmu Gosip

Persepsi penduduk merupakan hasil pengamatan terhadap tingkah

laku atau kebendaan dan diolah dalam sistem kognisi mereka sehingga

menhasilkan penjelasan dari pandangan mereka sendiri. Persepsi ini

muncul dan menyebar dari mulut ke mulut sebagai gosip. Persepsi

masyarakat lokal yang diturunkan dari mulut ke mulut, dari satu generasi

ke generasi lain mempunyai ciri yang bisa dimasukkan ke dalam kategori

folklore seperti yang diungkap oleh Danandjaja (1994:3), bahwa salah

Page 4: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

4

satu ciri folklore adalah penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan

secara lisan, yaitu disebarkan dari mulut ke mulut (atau dengan suatu

contoh yang disertai gerak isyarat dan alat pembantu pengingat) dari satu

generasi ke generasi lainnya.

Definisi folklore sendiri menurut Danandjaja (1994:2), adalah:

sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertau dengan gerakan isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)

Menurut Danandjaja (1994:21-22), Folklore dibagi menjadi tiga

bagian penting yaitu folklore lisan (verbal folklore) yaitu folklore yang

bentuknya murni lisan seperti misalnya bahasa rakyat seperti logat dan

dialek. Kedua, folklore sebagian lisan (partly verbal lisan) yaitu campuran

antar unsur lisan dan unsur non lisan, semisal kepercayaan rakyat, pesta

rakyat, adat istiadat. Ketiga adalah folklore bukan lisan (non verbal lisan),

yaitu folklore yang bentuknya bukan lisan atau dalam bentuk cerita seperti

misalnya gerak isyarat tradisional, musik rakyat. Kepercayaan rakyat

terhadap makam Sunan Bonang juga termasuk dalam kategori folklore

sebagian lisan. Kepercayaan ini berkaitan dengan keyakinan masyarakat

jawa bahwa roh orang yang sakti dan taat beragama selalu dekat dengan

sang Maha Pencipta, maka apabila manusia berdoa dan meminta sesuatu

lewat perantara roh tersebut, permintaan tersebut mudah dikabulkan.

Page 5: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

5

1.4.2 Pandangan hidup Jawa

Istilah “ Pandangan Hidup Jawa “ di sini mempergunakan pengertian

yang longgar, jadi istilah ini dapat saja diganti dengan istilah-istilah lain

yang mempunyai arti yang kurang lebih sama, seperti “ Filsafat Jawa “ (

Abdulah Ciptoprawiro ) “ Filsafah Kejawen “ atau istilah lain lagi. Tetapi

pandangan hidup Jawa, ini tidaklah identik dengan “ Aliran Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa “ atau “ Islam Abangan “ atau “ Mistik

Jawa “ dan lebih-lebih dengan “ ilmu-ilmu klenik “. Sementara itu beberapa

istilah lain seperti “ Agama Jawa “atau “ Agama Jawi “ ( Koentjaraningrat )

“ the religion of jawa “ ( Clifford Geertz ) dan lain-lain, itu tidak identik

dengan “ Pandangan Hidup Jawa “ sekalipun terlihat adanya beberapa

segi persamaan.

C. Geertz dalam bukunya the religion of java (1960),1 suatu

deskripsi mengenai agama, orang jawa harus membedakan dua

meanifestasi dari agama islam jawa yang cukup banyak berbeda, yaitu

agama jawi dan agama islam santri.

Pandangan hidup Jawa bukanlah suatu agama, tetapi suatu

pandangan hidup dalam arti yang luas, yang meliputi pandangan terhadap

Tuhan dan alam semesta ciptaanNYA beserta posisi dan peranan

manusia di dalamnya. Ini meliputi pula pandangan terhadap segala aspek

kehidupan manusia, termasuk pula pandangan terhadap kebudayaan

manusia beserta agama-agama yang ada.

1 Buku C. Geertz mengenai agama orang jawa itu mengandung deskripsi pertama yang pernah dibuat oleh seorang ahli mengenai kedua varian agama islam di Jawa.

Page 6: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

6

Berbeda dengan pendapat sementara pakar yang menyimpulkan

bahwa ciri karakteristik regiositas Jawa dan pandangan hidup Jawa

bukanlah sinkretisme tetapi suatu semangat yang saya beri nama

tantularisme. Saya namakan demikian karena semangat ini bertumpu

pada atau memancar dari ajaran Empu Tantular lewat kalimat kakawin

Sutasoma :

….Budaya Jawa dan pandangan hidup Jawa memang telah dan akan selalu mengalami perubahan dan pergeseran sesuai dengan perkembangan jaman. Tetapi sejarah telah membuktikan bahwa perubahan-perubahan itu selama tidak sampai mencabut pandangan hidup Jawa dari akar dan sumber kekuatannya, yaitu tantularisme, yang adalah juga merupakan kristalisai dari proses sejarah yang amat panjang. Disinilah letak kekuatan budaya Jawa yang harus tetap dipertahankan dengan sadar. Semangat tantularisme yang merupakan sumber kekuatan Jawa itu sebenarnya bukan hanya cocok untuk orang Jawa. Ia bersifat universal. Oleh karena itu tantularisme juga merupakan sumbangan yang sebenarnya amat diperlukan oleh umat manusia sekarang ini….

Permusuhan dan perang antar etnik; persaingan, kebencian dan

kecemburuan antar pemeluk agama yang telah mengorbankan beribu-ribu

nyawa manusia yang senantiasa terjadi sampai sekarang ini, semuanya

akan dapat diredam oleh semangat tantularisme yang damai, sejuk dan

bernafaskan asih ing sasami. Tantularisme memancarkan cinta kasih

kepada sesama, yang juga diajarkan oleh semua agama yang dipeluk

oleh orang-orang yang membenci itu! Islam, Kristen, Hindu, Budha, Sikh,

dan lain-lain, semuanya mengajarkan cinta kasih kepada sesama;

ironisnya sementara ini banyak pemeluknya saling membenci dan

bermusuhan! Atas nama agama ?

Page 7: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

7

1.4.2 Sinkretisme Jawa

Pakar dan pengamat budaya Jawa berpendapat bahwa ciri

karakteristik pandangan Jawa adalah sinkretisme. Namun cukup banyak

pula pengamat yang tajam penglihatannya, meragukan kesimpulan

semacam itu.

Pengamatan yang tajam akan dapat melihat bahwa kecenderungan

yang paling menonjol dalam budaya Jawa bukanlah kecenderungan

sinkretik yang berupa kecenderungan atau semangat untuk membangun

suatu sistem kepercayaan (termasuk agama) baru dengan

menggabungkan unsur-unsur yang berasal dari system - sistem

kepercayaan yang telah ada.

Para pengamat yang menyangkal sinkretisme sebagai ciri karektistik

pandangan Jawa itu, mencoba mencari istilah-istilah lain yang dianggap

lebih tepat, seperti istilah mosaik ( Abdulah Ciptoprawiro ), coalition (

Gonda ) atau sekedar “ Percampuran “ atau Vermenging ( Kern ) istilah-

istilah lain lagi yang juga dipakai oleh sementara pakar sebagai pengganti

istilah “ sinkretisme “ adalah amalgamtion, blending, fusi atau fusion (

peleburan ) dan lain-lain.

Memang dalam pengamatan sinkretisme bukanlah ciri karaktistik

pandangan Jawa, gejala sinkretisme dapat kita temui dimana-mana. Juga

dalam berbagai agama yang kita kenal sekarang ini, bahkan dalam A

Distionary Of Comparative Religion dinyatakan bahwa hanya sedikit saja

agama yang benar-benar bebas dari sinkretisme. Di kalangan

Page 8: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

8

masyarakata Jawa, kecenderungan sinkretisme memang ada

kecenderungan itu cukup besar, tetapi adalah tidak benar kalau

disimpulkan bahwa sinkretisme adalah merupakan ciri karaktistik

pandangan hidup Jawa, yang betul-betul merupakan ciri karaktistik

menurut penghayatan saya adalah semangat tantularisme itu.

Istilah “ tantulisme “ ini masih baru dan tentunya masih asing bagi

para pakar budaya Jawa. Sekalipun istilahnya baru, tetapi sebenarnya

tuntalisme adalah semangat yang sudah sejak jaman dahulu tumbuh

subur dikalangan masyarakat Jawa. Berbagai istilah alternatif terhadap

sinkretisme tersebut bisa dipersepsikan semangat yang terdapat di dalam

dan merupakan ciri karetistik pandangan Jawa.Istilah-istilah tersebut

terkesan hanya menunjuk pada bentuk dan proses yang terjadi, bukan

pada semangat. Istililah-istilah tersebut juga tidak mampu menunjuk

secara tegas perbedaan yang mendasar dengan sinkretisme

Prof. J.H.C Kern telah menuangkan pendapatnya melalui

karangannya “ Over de Vermenging Van Civaisme en Buddhisme op Java,

Naar aanleiding van het Oudjavaasch gedicht Sutasoma “ hanya terpukau

pada proses percampuran atau vermenging antar dua agama yang

menjadi obyek penelitiannya, yaitu Civaisme ( Hindu ) dan Buddhisme.

Kebudayaan Jawa sebagai subkultur Kebudayaan Nasional

Indonesia, telah mengakar bertahun-tahun menjadi Pandangan Hidup dan

Sikap Hidup orang Jawa. Sikap hidup masyarakat Jawa, memiliki identitas

dan karakter yang menonjol yang dilandasi dengan nasehat-nasehat

Page 9: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

9

nenek moyang sampai turun temurun, hormat kepada sesama serta

berbagai perlambang dalam ungkapan Jawa, menjadi jiwa seni dan

budaya Jawa.

Prinsip pengendalian diri dengan "Mulat Sarisa" suatu sikap

bijaksana untuk selalu berusaha tidak menyakiti perasaan orang lain, serta

" Aja Dumeh " adalah peringatan kepada kita bahwa jangan takabur dan

jangan sombong, tidak mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya

yang masih mempunyai arti yang sangat luas.

Kepercayaan terhadap roh nenek moyang, menyatu dengan

kepercayaan terhadap kekuatan alam yang mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan manusia, menjadi ciri utama bahkan memberi warna

khusus dalam kehidupan religiusitas serta adat istiadat masyarakat Jawa.

Yaitu : Sinkretisme, Tantularisme dan Kejawen yang bersifat Toleran,

Akomodatif serta Optimistik.

Berbagai perlambang dan ungkapan Jawa, merupakan cara

penyampaian terselubung yang bermakna " Piwulang " atau pendidikan

moral, karena adanya pertalian budi pekerti dengan kehidupan spiritual,

menjadi petunjuk jalan dan arah terhadap kehidupan sejati. Terkemas

hampir sempurna dalam seni budaya gamelan dan gending-gending serta

kesenian wayang kulit purwa yang perkembanganya mempunyai warna

yang unik, yaitu dari akar yang kuat, berpegang pada kepercayaan

terhadap roh nenek moyang, kemudian bertambah maju setelah mengenal

serta menggabungkan segala bentuk kesenian dari India dan dan

Page 10: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

10

kesenian asli Jawa serta menjadi sempurna dengan menambahkan

ajaran Islami di pulau Jawa.

Paham mistik yang berpokok " Manunggaling Kawula Gusti " (

persatuan manusia dengan Tuhan ) dan " Sangkan Paraning Dumadi " (

asal dan tujuan ciptaan ) bersumber pada pengalaman religius. Berawal

dari sana, manusia rindu untuk bersatu dengan yang Illahi, ingin

menelusuri arus kehidupan sampai ke sumber dan muaranya. Perumusan

pengalaman religius Jawa dalam sejarahnya tidak lepas dari pengaruh

agama-agama besar seperti Hindu, Budha dan Islam beserta dengan

mistiknya yang khas, seperti terlihat dalam kitab-kitab Tutur, Kidung dan

Suluk.

I.5 Metode Penelitian

Metode penelitian ini dipilih dengan mempertimbangkan

kesesuaian antara obyek yang diteliti serta studi ilmu yang bersangkutan.

Untuk mendeskripsikan secara mendalam fenomena budaya antropologi

industri khususnya mengenai sismbiosis mutualisme karyawan dengan

pihak pabrik, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dengan

metode ini diharapkan temuan-temuan empiris dapat dideskripsikan

secara lebih rinci, lebih jelas dan lebih akurat, terutama berbagai hal yang

berkaitan dengan antropologi industri khususnya mengenai sismbiosis

mutualisme karyawan dengan pihak pabrik.

Salah satu pendekatan dari metode kualitatif yang tepat digunakan

pada penelitian ini adalah etnometodologi yang menghasilkan karya

Page 11: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

11

etnografi. Pendekatan ini pada awalnya diperkenalkan oleh Harorld

Garfinkel (Pendit, 2003:281). Seperti yang disarankan oleh Bogdan dan

Biklen (1982:37 dalam Dyson, 2001:117), bahwa etnometodologi tidaklah

mengacu kepada suatu model atau teknik pengumpulan data ketika

seseorang sedang melakukan suatu penelitian, tetapi lebih memberikan

arah mengenai masalah apa yang akan diteliti. Moleong (1988)

mendefinisikan sebagai berikut:

“Studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari–hari. Subyek etnometodologi adalah orang–orang dalam pelbagai macam situasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi berusaha memahami berbagai orang–orang mulai melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup” (Moleong, 1988:15).Dengan menggunakan pendekatan ini, lebih banyak dipelajari

suatu fenomena dengan pendukung kebudayaan tersebut, sehingga

peneliti dapat memahami dan mendeskripsikannya. Salah satu antropolog

kenamaan Clifford Geertz yang mendorong para ilmuwan sosial

(khususnya para antropolog) agar mementingkan sisi pandang yang

diteliti. Itu sebabnya antropologi memerlukan pendekatan yang mampu

menghasilkan thick description, yaitu gambaran yang sangat kental atau

padat dan terinci. Dalam hal ini maka dalam sebuah laporan penelitian

etnografi dapat dikatakan sebuah “fiksi antropologis” (meminjam istilah

Pendit, 2003) yang berupaya keras mengungkapkan sebuah obyek

penelitian dari sisi pandang peneliti. Dalam hal ini dapat dikategorikan pula

sebagai penelitian eksplorasi yang bersifat emik. Jadi bukan menurut

konsep dan tafsir kami.

Page 12: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

12

Salah satu kritik terhadap etnometodologi (yang ditulis kembali oleh

Pendit 2003:284-285) adalah pada keengganan kami menggunakan

banyak analisis teori dengan alasan ingin mengungkapkan sisi pandang

obyek penelitian sebagaimana adanya. Dengan kata lain etnometodologi

lebih mengutamakan bukti-bukti empiris daripada teori. Perdebatan

tentang hal ini sampai menimbulkan tuduhan bahwa karya etnografi

adalah empirisme gaya baru saja dan memicu perdebatan baru tentang

hubungan atau pertentangan antara pengetahuan berdasarkan teori dan

pengalaman.

Terlepas dari kritik-kritik di atas, etnometodologi telah berkembang

dan diterima sebagai salah satu upaya untuk mengurangi “pengaruh ilmu

eksak” terhadap ilmu sosial. Sebagai sebuah pendekatan dalam metode

penelitian ilmiah, etnometodologi dianggap sudah dapat membantu para

ilmuwan sosial-budaya dalam memahami fenomena di masyarakat,

khususnya dalam hal ini fenomena antropologi industri khususnya

mengenai sismbiosis mutualisme karyawan dengan pihak pabrik

I.5.1 Lokasi penelitian

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive atau sengaja.

Karena secara langsung penelitian ini berlokasi di suatu tempat yaitu di

lokasi pabrik Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Page 13: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

13

I.5.2 Teknik penentuan informan

Untuk memperolah kedalaman materi yang disajikan serta validitas

data yang diperoleh, maka pemilihan informan menjadi sesuatu yang

sangat penting mengingat dari merekalah awal mula data diperoleh dan

dikembangkan dalam proses selanjutnya. Informan adalah orang-orang

yang pengetahuannya luas dan mendalam mengenai masalah antropologi

industri khususnya mengenai persepsi masyarakat lokal tergadap

peziarah makam Sunan Bonang, sehingga ikut memberikan informasi

yang bermanfaat (Bungin, 2001:208). Informan dipilih berdasarkan

beberapa kriteria tertentu, dan pemilihan ini juga dilakukan secara

purposive (sengaja) berdasarkan informasi awal yang kami peroleh.

Sedangkan kriteria pemilihan informan sebagaimana dikemukakan oleh

Spreadley (1995:61-70) adalah sebagai berikut:

1. Enkulturasi penuh

Enkulturasi merupakan proses yang ada dan pasti dalam setiap

studi tentang suatu budaya tertentu. Informan yang baik adalah

bagaimana ia mengetahui dengan jelas baik secara perilaku maupun

kognisi budaya mereka tanpa harus memikirkannya. Kriteria ini merujuk

pada para informan yang (pernah) melihat langsung atau ikut bekerja di

lahan persawahan. Sehingga informan tersebut bersedia memberikan

informasi segala sesuatu yang berhubungan dengan peran dan eksistensi

fenomena yang sedang diselidiki.

Page 14: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

14

2. Keterlibatan langsung

Keterlibatan langsung serta aktif seseorang informan dalam setiap

perkembangan budaya juga merupakan hal yang cukup penting. Untuk hal

ini kami merujuk pada perorangan yang terlibat bekerja di sekitar makam

sunan Bonang dan juga masyarakat lokal Tuban pada umumnya.

3. Suasana budaya yang tidak dikenal

Dalam kondisi ini jika seorang peneliti mempelajari suatu budaya

tertentu, dimana budaya tersebut tidak dikenalnya, maka seorang peneliti

diharuskan menciptakan sebuah hubungan yang sinergis dan produktif

dengan informan. Sementra itu seorang peneliti juga diharuskan

mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap kemampuan membaca

fenomena sosial yang sedang ia amati.

4. Cukup waktu

Dalam pemilihan seorang informan, maka hal – hal yang harus

mendapat perhatian khusus adalah informan – informan yang mempunyai

cukup waktu luang dan bersedia meluangkan waktunya untuk penelitian

ini. Kemudian dalam melakukan wawancara dengan informan, idealnya

waktu-waktu yang dipilih adalah siang dan sore hari atau waktu-waktu lain

yang telah disepakati antara peneliti dengan informan.

Page 15: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

15

5. Non analitik

Informan yang bagus adalah ketika ia dapat memberikan sebuah

respon yang cukup positif terhadap setiap pertanyaan–pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti, tanpa ia harus memberikan sebuah analisa yang

rumit terhadap pertanyaan tersebut. Sehingga informasi yang didapat

bersifat polos apa adanya. Dan akhirnya informan – informan yang dipilih

adalah informan yang memenuhi kriteria – kriteria di atas.

I.5.3 Strategi pengumpulan data

Agar memperoleh informasi yang akurat mengenai pola

penggarapan sawah, penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan

langsung dan wawancara yang disertai dengan catatan lapangan. Dimana

dengan teknik tersebut dapat menghasilkan data ilmiah yang autentik dan

validitasnya dapat dipertanggung jawabkan.

Pengamatan langsung (observasi)

Dalam penelitian ini digunakan pengamatan langsung (observasi)

dan terlibat terhadap fenomena yang terjadi pada wilayah observasi, baik

berupa budaya fisik, situasi, kondisi maupun perilaku. Sehingga dapat

diatikan bahwa pengamatan langsung dan terlibat adalah suatu

pengamatan yang dibarengi interaksi antara peneliti dengan informan.

Sudikan (2001:59) menyarankan dalam pengamatan langsung

diperlukan pendekatan antropologi visual, yaitu berupa penggunaan alat

Page 16: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

16

bantu seperti alat pemotret (kamera) untuk mengambil foto atau gambar

hidup (sebagai dokumentasi) pada obyek-obyek yang relevan dengan

tema yang hendak diteliti, serta berhubungan dengan latar belakang

etnografisnya.

Wawancara mendalam

Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan sebuah gambaran

yang jelas mengenai pola budaya dalam suatu komunitas tertentu, Sevilla

(1992:71) menuliskan bahwa salah satu ciri penting dalam penelitian

adalah komunikasi langsung antara peneliti dengan informan yang telah

ditentukan.

Bentuk komunikasi langsung tersebut berupa wawancara terbuka

(open interview) dan mendalam (indepth interview). Maksud dari

wawancara ini adalah untuk mengumpulkan seluruh keterangan tentang

antropologi industri khususnya mengenai sismbiosis mutualisme karyawan

dengan pihak pabrik. Pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua

kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Sudikan

(2001:64) menambahkan, untuk memfokuskan wawancara, diperlukan

catatan daftar pokok-pokok pertanyaan yang disebut pedoman wawancara

(interview guide).

Dengan pedoman wawancara yang digunakan sebagai penuntun,

kondisi ini memungkinkan proses wawancara berlangsung dangan santai

dan tekesan akrab. Sehingga ketika proses wawancara telah menciptakan

kondisi yang intens, maka informasi yang dihasilkan akan lebih detail.

Page 17: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

17

I.6. Analisis data

Penelitian tentang folklore khususnya mengenai persepsi

masyarakat lokal tergadap peziarah makam Sunan Bonang ini

menggunakan strategi analisis kualitatif. Strategi ini dimaksudkan bahwa

analisis bertolak dari data dan bermuara pada simpulan-simpulan umum.

Di dalam penelitian ini, kesimpulan umum itu bisa berupa kategorisasi

maupun proposisi. Untuk membangun proposisi atau teori dapat dilakukan

dengan analisis induktif.

Maka dalam penelitian ini, akan digunakan analisis induktif melalui

beberapa tahap. Setidaknya Taylor dan Bogdan (1984:127 dalam Bungin,

2001:209) adalah sebagai berikut: (a) membuat definisi umum atau

kategorisasi yang bersifat sementara tentang folklore khususnya persepsi

masyarakat lokal tergadap peziarah makam Sunan Bonang (b)

merumuskan suatu hipotesis untuk menguji kategorisasi tersebut secara

triangulasi, hal mana didasarkan pada hasil wawancara mendalam,

pengamatan terlibat dan dokumentasi dari berbagai sumber (informan,

waktu dan tempat) yang berbeda, (c) mempelajari satu kasus untuk

melihat kecocokan antara kategorisasi dan hipotesis, (d) bila ditemui

kasus negatif, diformulasikan kembali hipotesis atau didefinisikan

kategorisasi.

Dari rumusan tersebut di atas, dapatlah kita menarik garis, bahwa

analisis data pada penelitian kualitatif berfungsi untuk mengorganisasikan

Page 18: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

18

data. Data yang tekumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan,

foto dokumentasi, biografi, artikel dan sebagainya. Strategi analisis data

dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan

mengkategorikannya.

Dalam analisis, data tersebut dikaitkan dengan acuan teoritik yang

relevan dan sesuai dengan masalah yang dibahas dan sesuai dengan

perkembangan di lapangan. Yaitu dengan menggambarkan, menjelaskan

dan menguraikan secara detail atau mendalam dan sistematis tentang

keadaan yang sebenarnya, yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan

sehingga diperoleh suatu penyelesaian masalah penelitian yang

memuaskan.

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan analisis data, maka

peneliti menggunakan tahap-tahap analisis induktif tersebut di atas

dengan cara silang (Bungin, 2001:210). Maksudnya data yang diperoleh

dari responden, disilang dengan teori-teori folklore.

Akhirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu dilakukan

dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai

dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara

intensif, yaitu sesudah meninggalkan lokasi penelitian.

Page 19: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

19

BAB IISUNAN BONANG DAN PERANAN PEMIKIRAN

SUFISTIKNYA

II.1 Jatidiri Sunan Bonang

Di kalangan ulama tertentu mungkin peranan Sunan Bonang

dianggap tidak begitu menonjol dibanding wali-wali Jawa yang lain. Tetapi

apabila kita mencermati manuskrip-manuskrip Jawa lama peninggalan

zaman Islam yang terdapat di Museum Leiden dan Museum Batavia

(sekarang dipindah ke Perpustakaan Nasional), justru Sunan Bonang

yang meninggalkan warisan karya tulis paling banyak, berisi pemikiran

keagamaan dan budaya bercorak sufistik.

Putra Raden Rahmad alias Sunan Ampel, dan cucu Maulana Malik

Ibrahim, yang nenek moyangnya berasal dari Samarqand (sebuah kota di

Uzbekistan sekarang) ini, masih bersaudara dengan Sunan Giri, wali yang

paling berpengaruh di Jawa Timur. Kedua bersaudara ini diperkirakan lahir

pada pertengahan abad ke-15 M, diduga lahir pada tahun 1465

(Wikipedia, 2005), pada saat Kerajaan Majapahit sedang di ambang

keruntuhan. Sunan Bonang (nama sebenarnya Makhdum Ibrahim bergelar

Khalifah Asmara) wafat sekitar tahun 1525 M di Tuban, tempat

kegiatannya terakhir dan paling lama, pada masa jayanya Kerajaan

Demak Darussalam.

Kedua wali itu dikenal sebagai pendakwah Islam yang gigih.

Keduanya sama-sama belajar di Malaka dan Pasai, baru kemudian

Page 20: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

20

menunaikan ibadah haji di Mekah. Bedanya, jika Sunan Giri lebih condong

pada ilmu fiqih, syariah, teologi, dan politik; Sunan Bonang –tanpa

mengabaikan ilmu-ilmu Islam yang lain– lebih condong pada tasawuf dan

kesusastraan. Sumber-sumber sejarah Jawa, termasuk suluk-suluknya

sendiri menyatakan bahwa ia sangat aktif dalam kegiatan sastra, mistik,

seni lakon, dan seni kriya. Dakwah melalui seni dan aktivitas budaya

merupakan senjatanya yang ampuh untuk menarik penduduk Jawa

memeluk agama Islam.

Sebagai musikus dan komponis terkemuka, konon Sunan Bonang

menciptakan beberapa komposisi (gending), di antaranya Gending

Dharma. Gending ini dicipta berdasarkan wawasan estetik sufi, yang

memandang alunan bunyi musik tertentu dapat dijadikan sarana kenaikan

menuju alam kerohanian. Gending Darma, konon, apabila didengar orang

dapat menghanyutkan jiwa dan membawanya ke alam meditasi (tafakkur).

Penabuhan gending ini pernah menggagalkan rencana perampokan

gerombolan bandit di Surabaya. Manakala gending ini ditabuh oleh Sunan

Bonang, para perampok itu terhanyut ke alam meditasi dan lupa akan

rencananya melakukan perampokan. Keesokannya pemimpin bandit dan

anak buahnya menghadap Sunan Bonang, dan menyatakan diri memeluk

Islam.

Sunan Bonang bersama Sunan Kalijaga dan lain-lain, jelas

bertanggung jawab bagi perubahan arah estetika Gamelan. Musik yang

semula bercorak Hindu dan ditabuh berdasarkan wawasan estetik Sufi.

Page 21: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

21

Tidak mengherankan gamelan Jawa menjadi sangat kontemplatif dan

meditatif, berbeda dengan gamelan Bali yang merupakan warisan musik

Hindu. Warna sufistik gamelan Jawa ini lalu berpengaruh pada gamelan

Sunda dan Madura.

Sunan Bonang juga menambahkan instrumen baru pada gamelan.

Yaitu bonang (diambil dari gelarnya sebagai wali yang membuka

pesantren pertama di Desa Bonang). Bonang adalah alat musik dari

Campa, yang dibawa dari Campa sebagai hadiah perkawinan Prabu

Brawijaya dengan Putri Campa, yang juga saudara sepupu Sunan

Bonang. Instrumen lain yang ditambahkan pada gamelan ialah rebab, alat

musik Arab yang memberi suasana syahdu dan harus apabila dibunyikan.

Rebab, yang tidak ada pada gamelan Bali, sangat dominan dalam

gamelan Jawa, bahkan didudukkan sebagai raja instrumen.

Sebagai Imam pertama Masjid Demak, Sunan Bonang bersama

wali lain, terutama murid dan sahabat karibnya Sunan Kalijaga, sibuk

memberi warna lokal pada upacara-upacara keagamaan Islam seperti Idul

Fitri, perayaan Maulid Nabi, peringatan Tahun Baru Islam (1 Muharram

atau 1 Asyura) dan lain-lain. Dengan memberi warna lokal maka upacara-

upacara itu tidak asing dan akrab bagi masyarakat Jawa. Syair Islam pun

akan mulus dan ajaran Islam mudah diresapi.Toh, menurut Sunan

Bonang, kebudayaan Islam tidak mesti kearab-araban. Menutupi aurat

tidak mesti memakai baju Arab, tetapi cukup dengan memakai kebaya dan

kerudung.

Page 22: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

22

Di antara upacara keagamaan yang diberi bungkus budaya Jawa,

yang sampai kini masih diselenggarakan ialah upacara Sekaten dan

Grebeg Maulid. Beberapa lakon carangan pewayangan yang bernapas

Islam juga digubah oleh Sunan Bonang bersama-sama Sunan Kalijaga.

Di antaranya Petruk Jadi Raja dan Layang Kalimasada.

Setelah berselisih paham dengan Sultan Demak I, yaitu Raden

Patah, Sunan Bonang mengundurkan diri sebagai Imam Masjid Kerajaan.

Ia pindah ke desa Bonang, dekat Lasem, sebuah desa yang kering

kerontang dan miskin. Di sini ia mendirikan pesantren kecil, mendidik

murid-muridnya dalam berbagai keterampilan di samping pengetahuan

agama. Di sini pula Sunan Bonang banyak mendidik para mualaf menjadi

pemeluk Islam yang teguh. Suluk-suluknya seperti Suluk Wujil,

menyebutkan bahwa ia bukan saja mengajarkan ilmu fikih dan syariat

serta teologi, melainkan juga kesenian, sastra, seni kriya, dan ilmu

tasawuf. Tasawuf diajarkan kepada siswa-siswanya yang pandai, jadi

tidak diajarkan kepada sembarangan murid.

Keahliannya di bidang geologi dipraktekkan dengan menggali

banyak sumber air dan sumur untuk perbekalan air penduduk dan untuk

irigasi pertanian lahan kering. Sunan Bonang juga mengajarkan cara

membuat terasi, karena di Bonang banyak terdapat udang kecil untuk

pembuatan terasi. Sampai kini terasi Bonang sangat terkenal, dan

merupakan sumber penghasilan penduduk desa yang cukup penting.

Page 23: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

23

II.2 Karya dan Ajaran

Karya Sunan Bonang, puisi dan prosa, cukup banyak. Di antaranya

sebagaimana disebut B Schrieke (1913), Purbatjaraka (1938), Pigeaud

(1967), Drewes (1954, 1968 dan 1978) ialah Suluk Wujil, Suluk Khalifah,

Suluk Regok, Suluk Bentur, Suluk Wasiyat, Suluk Ing Aewuh, Suluk

Pipiringan, Suluk Jebeng dan lain-lain. Satu-satunya karangan prosanya

yang dijumpai ialah Wejangan Seh Bari. Risalah tasawufnya yang ditulis

dalam bentuk dialog antara guru tasawuf dan muridnya ini telah

ditranskripsi, mula-mula oleh Schrieke dalam buku Het Boek van Bonang

(1913) disertai pembahasan dan terjemahan dalam bahasa Belanda,

kemudian disunting lagi oleh Drewes dan disertai terjemahan dalam

bahasa Inggris yakni The Admonition of Seh Bari (1969).

Sedangkan Suluk Wujil ditranskripsi Purbatjaraka dengan

pembahasan ringkas dalam tulisannya “Soeloek Woedjil: De Geheime leer

van Soenan Bonang” (majalah Djawa no. 3-5, 1938). Melalui karya-

karyanya itu kita dapat memetik beberapa ajarannya yang penting dan

relevan. Seluruh ajaran Tasawuf Sunan Bonang, sebagai ajaran Sufi yang

lain, berkenaan dengan metode intuitif atau jalan cinta (isyq) pemahaman

terhadap ajaran Tauhid; arti mengenal diri yang berkenaan dengan ikhtiar

pengendalian diri, jadi bertalian dengan masalah kecerdasan emosi;

masalah kemauan murni dan lain-lain.

Cinta menurut pandangan Sunan Bonang ialah kecenderungan

yang kuat kepada Yang Satu, yaitu Yang Mahaindah. Dalam pengertian ini

Page 24: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

24

seseorang yang mencintai tidak memberi tempat pada yang selain Dia. Ini

terkandung dalam kalimah syahadah La ilaha illa Llah. Laba dari cinta

seperti itu ialah pengenalan yang mendalam (makrifat) tentang Yang Satu

dan perasaan haqqul yaqin (pasti) tentang kebenaran dan keberadaan-

nya. Apabila sudah demikian, maka kita dengan segala gerak-gerik hati

dan perbuatan kita, akan senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan

oleh-Nya. Kita menjadi ingat (eling) dan waspada.

Cinta merupakan, baik keadaan rohani (hal) maupun peringkat

rohani (maqam). Sebagai keadaan rohani ia diperoleh tanpa upaya,

karena Yang Satu sendiri yang menariknya ke hadirat-Nya dengan

memberikan antusiasme ketuhanan ke dalam hati si penerima keadaan

rohani itu. Sedangkan sebagai maqam atau peringkat rohani, cinta dicapai

melalui ikhtiar terus-menerus, antara lain dengan memperbanyak ibadah

dan melakukan mujahadah, yaitu perjuangan batin melawan

kecenderungan buruk dalam diri disebabkan ulah hawa nafsu.

Ibadah yang sungguh-sungguh dan latihan kerohanian dapat

membawa seseorang mengenal kehadiran rahasia Yang Satu dalam

setiap aspek kehidupan. Kemauan murni, yaitu kemauan yang tidak

dicemari sikap egosentris atau mengutamakan kepentingan hawa nafsu,

timbul dari tindakan ibadah. Kita harus menjadikan diri kita masjid yaitu,

tempat bersujud dan menghadap kiblat-Nya, dan segala perbuatan kita

pun harus dilakukan sebagai ibadah. Kemauan mempengaruhi amal

Page 25: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

25

perbuatan dan perilaku kita. Kemauan baik datang dari ingatan (zikir) dan

pikiran (pikir) yang baik dan jernih tentang-Nya.

Dalam Suluk Wujil (Pambudi, 2000), yang memuat ajaran Sunan

Bonang kepada Wujil pelawak cebol terpelajar dari Majapahit yang berkat

asuhan Sunan Bonang memeluk agama Islam sang — wali bertutur:

Jangan terlalu jauh mencari keindahanKeindahan ada dalam diriMalah jagat raya terbentang dalam diriJadikan dirimu CintaSupaya dapat kau melihat dunia (dengan jernih)Pusatkan pikiran, heningkan ciptaSiang malam, waspadalah!Segala yang terjadi di sekitarmuAdalah akibat perbuatanmu jugaKerusakan dunia ini timbul, Wujil!Karena perbuatanmuKau harus mengenal yang tidak dapat binasaMelalui pengetahuan tentang Yang SempurnaYang langgeng tidak lapukPengetahuan ini akan membawamu menuju keluasanSehingga pada akhirnya mencapai TuhanSebab itu, Wujil! Kenali dirimuHawa nafsumu akan terlenaApabila kau menyangkalnyaMereka yang mengenal diriNafsunya terkendali

Kelemahan dirinya akan tampakDan dapat memperbaikinya

Dengan menyatakan `jagat terbentang dalam diri` Sunan Bonang

ingin menyatakan betapa pentingnya manusia memperhatikan potensi

kerohaniannya. Adalah yang spiritual yang menentukan yang material,

bukan sebaliknya. Tetapi karena pikiran manusia kacau, ia menyangka

yang material semata-mata yang menentukan hidupnya. Karena potensi

kerohaiannya inilah manusia diangkat menjadi khalifah Tuhan di bumi.

Page 26: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

26

Dalam Suluk Kaderesan (Pambudi, 2000), Sunan Bonang menulis:

Jangan meninggikan diriBerlindunglah kepada-NyaKetahuilah tempat sebenarnya jasad ialah rohJangan bertanyaJangan memuja para nabi dan wali-waliJangan kau mengaku Tuhan.

Dalam Suluk Ing Aewuh (Pambusi, 2000), ia menyatakan:

Perkuat dirimu dengan ikhtiar dan amalTeguhlah dalam sikap tak mementingkan duniaNamun jangan jadikan pengetahuan rohani sebagai tujuanRenungi dalam-dalam dirimu agar niatmu terkabulKau adalah pancaran kebenaran ilahiJalan terbaik ialah tidak mamandang selain Dia.

II.3 Relevansi dan Pengaruh

Jelas sekali bahwa Sunan Bonang mengajarkan tasawuf positif

dengan menekankan pentingnya ikhtiar dan kemauan (kehendak) dalam

mencapai cita-cita.

Pengaruh ajaran ini juga terasa pula pada pandangan hidup dan

budaya masyarakat muslim pesisir, khususnya di Jawa Timur dan Madura.

Penduduk muslim Jawa Timur dan Madura sejak lama ialah pengikut

madzab Syafii yang patuh dengan kecenderungan tasawuf yang kuat.

Namun mereka juga memiliki etos kerja keras dan akrab dengan

budayadagang. Tasawuf yang diresapi dan dipahami ternyata bukan

tasawuf yang eskapis dan pasif.

Sebaliknya yang dihayati ialah tasawuf yang aktif dan militan; aktif

dan militan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik, dan juga dalam

Page 27: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

27

kehidupan agama dan kebudayaan.Pengaruh penting lain ajaran Sunan

Bonang ialah pada pemikiran kebudayaan termasuk dalam seni atau

wawasan estetik. Sunan Bonang berpendapat bahwa agama apa pun,

termasuk Islam, dapat tersebar cepat dan mudah diresapi oleh

masyarakat, apabila unsur-unsur penting budaya masyarakat setempat

dapat diserap dan diintegrasikan ke dalam sistem nilai dan pandangan

hidup agama bersangkutan.

II.4 Kontroversi Letak Makam Sunan Bonang

Menurut Setyorini (1998:15), Sunan Bonang wafat pada tahun

1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun,

yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam

Sunan Bonang ada dua karena konon, saat beliau meninggal, kabar

wafatnya beliau sampai pada seorang muridnya yang berasal dari

Madura. Sang murid sangat mengagumi beliau sampai ingin membawa

jenazah beliau ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya

dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian beliau. Saat

melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari

Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah

Sunan Bonang dan akhirnys mereka memperebutkannya.

Page 28: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

28

BAB IIIPERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI SUKMO

KAWEKAS SUNAN BONANG

Makam Sunan Bonang merupakan magnet bagi kaum muslim di

Indonesia karena cerita ketokohannya yang mengakar dari generasi ke

genarasi melalui folklore maupun melalui buku-buku cerita wali songo

yang banyak beredar di masyarakat. Menurut Imam (1998:13), cerita yang

paling terkenal dari sejarah hidup Sunan Bonang adalah saat beliau

meyakinkan Raden Said (Sunan Kalijaga muda) yang saat itu menjadi

perampok, tentang ketuhanan Allah SWT dengan mengubah segerombol

buah enau menjadi emas di depan mata dan kepala raden Said. Kesaktian

Sunan Bonang yang melegenda tersebut tersebar ke seluruh penjuru

tanah Jawa dan menjadikannya seorang penyebar Islam yang sangat

disegani baik tutur kata maupun tindakannya.

Stratifikasi bukan hanya ada di kalangan masyarakat umum saja

seperti misalkan kaum petani, buruh, pedagang, tentara dan lainnya.

Stratifikasi juga muncul dalam bidang spesifik dalam sistem sosial budaya

masyarakat, yaitu agama. Dalam agama kita kenal beberapa strata

fungsional seperti nabi, rasul, tokoh-tokoh spesialis pembawa agama

seperti Sunan, missionaris, pemimpin-pemimpin agama, disamping ada

pula yang berstatus sebagai umat pengikut karena pada umumnya awam

dalam pengetahuan keagamaan mereka.

Page 29: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

29

Agus (2006:228), menuliskan bahwa pembagian antara pemimpin

dan pengikut agama didasari oleh prinsip division of labor atau pembagian

menurut tugas yang diembannya dalam masyarakat. Pembagian antara

pemimpin agama dan pengikut beragama ini biasa ditemukan di seluruh

kalangan umat beragama dunia. Sebagaimana masyarakat secara

keseluruhan membutuhkan seorang pemimpin dan para spesialis, umat

beragama juga membutuhkan kaum agama yang dinamakan religious

specialist.

Para pengikut agama memerlukan kaum spesialis agama untuk

menjelaskan agama dan membimbing mereka dalam pelaksaan ibadat.

Tidak jarang tugas yang diemban oleh para spesialis agama ini

bertumpuk-tumpuk. Biasanya diawali dari pioneer dalam penyebaran

suatu agama, lalu menjadi pemimpin dari agama tersebut pada golongan

yang menjadi objek penyebaran agamanya. Selain itu para pemimpin

agama biasanya merangkap sebagai pemimpin daerah yang ditempati

oleh agama tersebut.

Dalam sejarah Kabupaten Tuban, Sunan Bonang beserta para

muridnya yang salah satunya adalah Sunan Kalijaga membuka lahan baru

untuk pemukiman warga dan menjadikan semua warganya beragama

Islam. Sunan Bonang adalah sosok yang sakti mandraguna dan

mempunyai kharisma sebagai pemimpin kelompok. Sunan Bonang saat

itu memiliki posisi rangkap, yaitu sebagai :

1. Pembuka lahan baru di hutan Tuban

Page 30: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

30

2. Penyebar agama Islam di Kabupaten Tuban

3. Pemimpin kelompok keluarga yang tinggal di lahan baru

4. Pemimpin umat Islam

Dengan ”jabatan” rangkapnya inilah, masyarakat setempat sangat

menghargai eksistensi dari Sunan Bonang yang dianggap telah berjasa

banyak bagi berdirinya Kabupaten Tuban, bahkan sampai sekarangpun

roh Sunan Bonang masih dianggap melindungi wilayah Kabupaten Tuban.

Hal tersebut tidak lepas karena kesaktian Sunan Bonang semasa

hidupnya yang telah menolong banyak orang. Setelah beliau

meninggalpun, makam tempat jenazahnya dikuburkan masih

dikeramatkan dan dijaga betul kesuciannya.

Makam Sunan Bonang dijadikan tempat untuk ritual nyadran dan

berdoa agar keinginan bisa terkabul atau hanya sekedar ritual nyadranan

bersih desa dengan menghormati makam leluhur desa tanpa ada maksud

permohonan pribadi apapun dibaliknya. Pengakuan masyarakat

Kabupaten Tuban terhadap eksistensi makam serta tokoh Sunan Bonang

nampak dari nyadranan yang sering dilakukan masyarakat sekitar maupn

darimluar Kabupaten. Bila ada hajat atau keperluan yang nampak mustahil

dikerjakan, maka masyarakat berdoa serta memberikan sesajen di makam

Sunan Bonang.

Pengakuan dari umat Islam tersebut membuat makam Sunan

Bonang menjadi simbol kuatnya pengaruh Islam di tanah Jawa khususnya

Kabupaten Tuban. Sedekah bumi Kabupaten Tuban juga sering dilakukan

Page 31: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

31

di makam Sunan Bonang, dimana semua penduduk desa turut bergabung

tanpa memandang golongan Kristen atau Islam. Mereka berdoa bersama

demi kelanjutan hidup masyarakat Kabupaten Tubandengan memohon

perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa melalui makam Sunan Bonang.

Diluar ritual sedekah bumi yang dilaksanakan setahun sekali di

Kabupaten Tuban, makam Sunan Bonang juga sering dijadikan tempat

orang-orang yang punya hajat agar cepat dikabulkan. Menurut informan

kami, Nawawi (42), sebagain besar orang yang mempunyai hajat dan

memohon di makam Sunan Bonang adalah masyarakat Kabupaten Tuban

sendiri, sisanya adalah masyarakat dari Kabupaten sekitar Tuban.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Sunan Bonang dianggap sebagai

pemimpin yang baik dan mempunyai kesaktian tinggi oleh masyarakat

Kabupaten Tuban. Makamnya juga dianggap keramat dan memiliki daya

magis dalam mengabulkan semua permintaan Kabupaten Tuban.

Sebenarnya berdoa pada makam atau nyadran di makam bukanlah

kegiatan yang dianjurkan, bahkan dilarang oleh agama Islam. Hal tersebut

merupakan pengaruh dari kepercayaan Jawa kuno mengenai hal-hal

mistik yang mampu mengabulkan permintaan mereka. Masyarakat Jawa

tradisional masih menganggap bahwa berdoa pada makam-makam tokoh

yang dikenal memiliki kesaktian akan mempercepat terkabulnya hajat

yang mereka inginkan. Menurut informan penulis, Tadji (36), salah

seorang pengurus makam Sunan Bonang:

Page 32: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

32

” nek sak ngertos kulo nggih katahe tiyang mriki kagem ngalap berkah mawon, sing bener-bener pengen ziarah kubur ndongo kagem tenange sukmonipun kanjeng Sunan mung sakipret mawon mas. Lha wong tiyang tebih-tebih saking Rembang, Semarang, Kudus, Pati sampe Jakarta nopo kok mas. Nggih mesti wonten karepe nggih to mas?”

” kalau setahu saya kebanyakan orang (peziarah) yang datang kesini untuk meminta berkah (memohon suatu permintaan) saja, yang benar-benar ingin ziarah kubur berdoa demi tenangnya roh yang mulia SunanBonang Cuma sedikit mas. Orang-orang datang dari jauh seperti dari rembang, Semarang, Kudus, pati sampai Jakarta. Pasti mereka punya kemauan tersendiri ya khan mas?”

Masyarakat seakan ingin menggabungkan antara dua bentuk

keyakinan yang berbeda, mereka ingin membuktikan bahwa ketiga bentuk

tersebut bisa bersanding dan menghasilkan sebuah harmoni inter-religi

yang sekarang ini banyak disorot oleh publik. Kesaktian Sunan Bonang

yang sangat tinggi membuat makamnya dianggap keramat hingga

sekarang. Makam yang di nisannya berbentuk salib tersebut banyak

tersebar bunga-bunga turi dan mawar segar, berarti hal tersebut

mengindikasikan makam tersebut benar-benar dikeramatkan oleh warga

setempat dan masih sering dikunjungi.Warga seakan tidak mempedulikan

apakah Sunan Bonang merupakan penyebar agama Kristen yang ada di

Mojowarno atau justru penyebar agama Islam.

Dengan adanya beberapa testimoni mengenai doa-doa mereka

yang terkabul setelah berdoa di makam Sunan Bonang dan menyebar di

kalangan masyarakat luas melalui pembicaraan serta gosip, maka

semakin banyak orang yang datang ke makam Sunan Bonag bukan hanya

untuk ziarah kubur melainkan untuk ngalap berkah atau yang biasa

disebut dengan meminta agar permohonannya dikabulkan lewat makam.

Page 33: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

33

Dalam masyarakat Jawa tradisional terdapat satu konsep religi

yang sangat populer yaitu konsep Sukmo Kawekas. Konsep tersebut

menjelaskan bahwa roh seorang tokoh sakti mandraguna pada masa

hidupnya dapat dengan mudah menyampaikan keinginan-keinginan atau

doa pada Tuhan bila ada manusia di dunia yang memohon pada rohnya

dan menghargai segala peninggalannya. Seperti yang dituturkan informan

penulis, Sukman (53):

”tiyang-tiyang niku nganggepe nek ndongo ting makame kanjeng SunanBonang niku gampang keturutane mas, biasane niku kajat-kajat ingkang ageng utawi kajat kados ketrimo mboten ting gaweane. Soale sukmone kanjeng Sunan niku kawekas kalian gusti Allah lan saget nyampeaken dongane tiyang kathah ingkang nyuwun ting makame kanjeng Sunan”

”orang-orang itu (peziarah) menganggap kalau berdoa di makamnya SunanBonang mudah untuk terkabul mas, biasanya itu hajat-hajat (kemauan) yang besar atau hajat seperti keterima atau tidaknya seseorang dalam suatu pekerjaan. Karena rohnya yang mulia Sunan Bonang itu dekat dengan Allah dan bisa menyampaikan doa orang banyak yang memohon di makamnya yang mulia Sunan Bonang”

Konsep tersebut akhirnya banyak diaplikasikan oleh masyarakat

dengan memohon dan berdoa pada roh-roh orang yang dulunya dianggap

sakti mandraguna dan mempunyai kharisma luar biasa. Mereka

beranggapan bahwa doa dan keinginan mereka cepat tersampai bila

disampaikan pada roh tokoh tersebut dan menyampaikannya pada Tuhan.

Roh tokoh sakti dianggap bisa menjadi mediator dalam penyampaian doa

dan keinginan kepada Tuhan.

Sunan Bonang dianggap masyarakat sebagai seorang tokoh sakti

mandraguna dan menjadi pemimpin berkharisma selama hidupnya di

Kabupaten Tuban, rohnya bisa menjadi mediator yang baik bagi doa dan

keinginan bagi siapapun yang memohon dan menghargai peniggalannya.

Page 34: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

34

Faktor kedua adalah Sunan Bonang tetap diakui dan dihargai karena jasa-

jasanya membuka lahan baru bagi masyarakat dan menyebarkan agama

Islam di Kabupaten Tuban. Sunan Bonang tidak hanya menyebarkan

Islam saja, namun juga ikut menata, memimpin serta menjaga desanya

dari gangguan pihak asing.

Testimoni-testimoni mengenai keberhasilan doa-doa penduduk

dalam memohon hajat menyebar ke seluruh penjuru pulau Jawa dan

terdengar hingga ke pelosok, sehingga membuat orang datang berduyun-

duyun untuk membuktikan keberhasilan doa. Penyebaran berita lewat

bahasa lisan masyarakat merupakan bagian dari kajian folklore yang

memang harus dipelajari lebih dalam.

Jadi, faktor diatas yang secara langsung maupun tidak langsung

membuat makam Sunan Bonang masih tetap eksis, dihargai dan dihormati

bahkan menjadi populer sebagai tempat untuk mencari berkah.

Page 35: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

35

BAB IVPERSEPSI EKONOMIS DARI BANYAKNYA

PEZIARAH YANG DATANG

Persepsi ekonomis datangnya dari masyarakat lokal yang tinggal di

sekitar makam Sunan Bonang dan mempunyai jiwa oportunis dengan

memanfaatkannya untuk berdagang barang-barang religius atau

berdagang makanan dan minuman bagi para peziarah yang datang.

Pedagang-pedagang ini tentunya menaikkan harga-harga barang

dagangannya karena berada pada lokasi wisata dimana para peziarah

membutuhkan sesuatu yang urgent atau butuh buah tangan untuk dibawa

pulang. Menurut data yayasan Sunan Bonang (2005), jumlah pedagan

resmi yang memiliki kios di sekitar makam Sunan Bonang dan berada di

bawah binaan yayasan tersebut berjumlah 45 kios. Dari penjual barang-

barang keislaman sampai penjual buah tangan khas Tuban.

Karena para pedagang tahu bahwa para peziarah tidak akan mau

jauh pergi lagi untuk membeli buah tangan atau makanan, maka

diciptakan khusus sentra pedagang di sekitar makam Sunan Bonang

dengan harga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan harga pada

umumnya di Kabupaten Tuban. Seperti misalnya saat penulis

mengadakan penelitian di warung-warung kecil sekitar makam Sunan

Bonang, penulis menemukan beberapa makanan ringan yang harganya

jauh diatas pemikiran penulis seperti misalnya rempeyek udang dengan

harga Rp.5000,- (lima ribu rupiah), harga tersebut bahkan lebih mahal dari

Page 36: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

36

harga seporsi nasi pecel yang mereka tawarkan dengan harga Rp. 3000,-

(Tiga ribu rupiah).

Bagi mereka (para pedagang di sekitar makam Sunan Bonang),

kedatangan para peziarah ke makam Sunan Bonang memberikan mereka

keuntungan yang berlimpah dan menjadikan hal tersebut sebagai ladang

penghasilan mereka. persepsi mereka terhadap para peziarah yang

datang adalah sebagai kantong uang yang siap untuk mengeluarkan uang

mereka demi barang-barang unik yang ada di sekitar makam Sunan

Bonang. Seperti yang dituturkan oleh Abid (32), salah sorang pedagang

barang-barang Islam di sekitar makam Sunan Bonang:

”nek aku yo tambah seneng yen akeh sing teko makam Sunan Bonang, tambah akeh sing tuku. Ne pas rame asile sak dino iso sigawe mangan seminggu, nek pas sepi koyok ngene iki paling yo iso digawe mangan cuman dino iki thok. Ra peduli karepe teko iku apane ngalap berkah utowo bener-bener ndungo”

”kalau saya tambah senang bila yang berziarah ke makam banyak, jadi banyak yang membeli barang saya. Kalau lagi musim ramai, hasil berdagang sehari bisa untuk makan seminggu, tapi kalau sedang sepi, mungkin Cuma bisa untuk makan satu hari ini saja. Saya tidak peduli dengan niat para peziarah yang datang, sekedar mau memohon permintaan atau berdoa” Para pedagang bisa saja menaikkan harga dagangan mereka

200% saat musim ramai seperti pada saat haul Sunan Bonang atau pada

saat malam satu suro saat sedekah bumi berlangsung. Seperti misal

harga untuk sebotol air mineral kemasan 1,5% yang harga biasanya

berkisar antara Rp. 1500 - Rp 2000 menjadi Rp. 5000,-. Jadi pada intinya

sudut pandang masyarakat lokal yang diwakili oleh para pedagang di

sekitar makam Sunan Bonang menganggap bahwa para peziarah

merupakan sumber pendapatan bagi mereka karena sebagian dari

Page 37: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

37

mereka murni menggantungkan hidupnya dari berjualan di sekita area

Sunan Bonang. Mereka tidak peduli apa motif atau maksud kedatangan

para peziarah datang ke makam Sunan Bonang, bagi mereka yang pasti

adalah kedatangan para peziarah salalu menjadi yang terbaik demi

kelancara penghidupan mereka.

Persepsi ekonomis juga datang dari masyarakat non-pedagang

yang berpendapat bahwa semakin banyak peziarah yang datang ke

makam Sunan Bonang, maka semakin bertambah pula PAD (Pendapatan

Asli Daerah) Kabupaten Tuban. Seperti kita ketahui bersama bahwa PAD

juga digunakan untuk pembangunan masyarakat dan lingkungan.

Keterangan ini, penulis peroleh dari salah seorang informan, Sukasto (47):

”lha nek katah ingkang dateng ting makam Sunan Bonang, mestine pendapatan daerah lak bertambah toh mas, nek ngoten lak pembangunan tambah rejo, rakyate makmur”

”kalau banyak yang datang ke makam Sunan Bonang, pastinya pendapatan daerah bertambah banyak khan mas, kalau begitu pembangunan tambah maju, rakyat juga tambah makmur”.

Para penduduk tidak merasa terganggu dengan kedatangan para peziarah

yang datang ke makam Sunan Bonang, namun terkadang lalu lintas di

sekitar makam Sunan Bonang (yang kebetulan adalah tepat di jantung

kota) kacau karena banyak pengemudi becak yang melanggar aturan dan

banyak peziarah yang memenuhi jalan raya.

Page 38: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

38

BAB VPENUTUP

V.1 Kesimpulan

Penelitian penulis kali ini berhasil menelaah beberapa persepsi

masyarakat lokal mengenai peziarah makam Sunan Bonang yang datang

setiap hari. Kebanyakan dari informan yang penulis wawancarai memang

berpendapat bahwa sebagian besar peziarah yang datang ke makam

Sunan Bonang mempunyai hajat tertentu yang ingin dikabulkan.

Makam Sunan Bonang memang banyak dijadikan sebagai media

meminta permohonan untuk dikabulkan, hal ini berkiatan dengan konsep

religi masyarakat jawa pada umumnya seperti yang penulis ketahui pada

saat melakukan wawancara dengan salah seorang informan. Konsep

tersebut mereka kenal dengan nama sukmo kawekas, konsep tersebut

menjelaskan bahwa Konsep tersebut akhirnya banyak diaplikasikan oleh

masyarakat dengan memohon dan berdoa pada roh-roh orang yang

dulunya dianggap sakti mandraguna dan mempunyai kharisma luar biasa.

Mereka beranggapan bahwa doa dan keinginan mereka cepat tersampai

bila disampaikan pada roh tokoh tersebut dan menyampaikannya pada

Tuhan. Roh tokoh sakti dianggap bisa menjadi mediator dalam

penyampaian doa dan keinginan kepada Tuhan.

Sunan Bonang dianggap masyarakat sebagai seorang tokoh sakti

mandraguna dan menjadi pemimpin berkharisma selama hidupnya di

Page 39: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

39

Kabupaten Tuban, rohnya bisa menjadi mediator yang baik bagi doa dan

keinginan bagi siapapun yang memohon dan menghargai peniggalannya.

Faktor kedua adalah Sunan Bonang tetap diakui dan dihargai karena jasa-

jasanya membuka lahan baru bagi masyarakat dan menyebarkan agama

Islam di Kabupaten Tuban. Sunan Bonang tidak hanya menyebarkan

Islam saja, namun juga ikut menata, memimpin serta menjaga desanya

dari gangguan pihak asing.

Persepsi lain datang dari masyarakat lokal yang Cenderung

memilki jiwa oportunistik, dalam persepsi mereka para peziarah adalah

pohon uang yang siap dipetik buahnya. Mereka memanfaatkan lokasi

makam Sunan Bonang untuk berdagang macam-macam barang antara

lain buah tangan khas Tuban, barang-barang keislaman, makanan dan

minuman.

V.2 Saran

Dari pengamatan penulis di lapangan, makam Sunan bonang

semakin kotor dari tahun ke tahun (karena penulis merupakan warga asli

Kabupaten Tuban). Penulis berharap agar pemerintah daerah Kabupaten

Tuban peka terhadap permasalahan lingkungan di sekitar makam Sunan

Bonang, karena makam Sunan Bonang adalah salah satu ikon Kabupaten

Tuban dan dikunjungi oleh para peziarah yang banyak datang dari luar

kota.

Page 40: Sunan Bonang: Pemuka Agama Islam dan Legenda Kabupaten Tuban

Folklore

40

Selain permasalahan tersebut, terdapat juga permasalahan lain

yang datang dari bidang politik. Pada tahun 2005, permasalahan datang

dari perseteruan antara yayasan Sunan Bonang yang selama ini

mengelola lokasi makam Sunan Bonang dengan Pemerintah Kabupaten

Tuban, tentang hak pengelolaan makam. Sampai sekarang masalah ini

masih menggantung da belim ditemukan solusinya. Penulis berharap

bahwa diantara kedua belah pihak mampu menemukan win-win solution

yang berdampak pada kalangsungan wisata religi makam Sunan Bonang

ini.