substitusi rumput gajah dengan limbah tauge … · usaha budidaya ternak ... pemanfaatan limbah...
TRANSCRIPT
SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TAUGE DALAM
RANSUM BENTUK PELLET TERHADAP PERFORMA DAN NILAI
KOMERSIL KELINCI LOKAL JANTAN PERSILANGAN
JIHAD MUKTI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Substitusi Rumput
Gajah Dengan Limbah Tauge Dalam Ransum Bentuk Pellet Terhadap Performa
dan Nilai Komersil Kelinci Lokal Jantan Persilangan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Jihad Mukti
NIM D24080262
ABSTRAK
JIHAD MUKTI. Substitusi Rumput Gajah dengan Limbah Tauge dalam Ransum
Bentuk Pellet Terhadap Performa dan Nilai Komersil Kelinci Lokal Jantan
Persilangan. Dibimbing oleh DWI MARGI SUCI dan LIDY HERAWATI.
Alternatif pakan untuk mengurangi penggunaan ransum komersil adalah
limbah tauge. Penelitian ini bertujuan membandingkan performa kelinci jantan
lokal yang diberi pakan komplit berbentuk pellet dengan menggunakan limbah
tauge yang mensubstitusi penggunaan rumput gajah. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Ternak yang
digunakan 16 ekor kelinci lokal jantan berumur 2 bulan dengan bobot hidup rata
rata 879.375 + 60.874 g ekor-1
. Perlakuan yang diberikan terdiri dari P0 = 15%
rumput gajah + 85% konsentrat, P1 = 10% rumput gajah + 5% limbah tauge +
85% konsentrat, P2 = 5% rumput gajah + 10% limbah tauge + 85% konsentrat, P3
= 15% limbah tauge + 85% konsentrat. Data dianalisis dengan sidik ragam
(ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan limbah tauge sampai taraf
15% dalam Pellet dapat mensubstitusi rumput gajah dan menurunkan harga pakan
dengan memberikan performa yang baik pada ternak kelinci jantan lokal.
Pertambahan bobot badan harian kelinci yang diberi pellet P2 dan P3 sebesar
18.954 – 19.785 g ekor-1
hari-1
dengan bobot badan akhir lebih besar dibandingkan
P0 dan P1. Konsumsi pellet yang paling tinggi pada perlakuan P2 dan P1,
konsumsi pellet perlakuan P3 tidak terlalu tinggi dan menunjukkan rataan bobot
badan akhir lebih baik selain itu dapat menurunkan biaya.
Kata kunci : kelinci jantan lokal, limbah tauge, performa, pellet, rumput gajah.
ABSTRACT
JIHAD MUKTI. Substitution of Pennisetum purpureum to Sprouts Waste in
Pellet Form Rations toward Performance and Commercial Value of Crossed Male
Local Rabbit. Guided by DWI MARGI SUCI and LIDY HERAWATI.
Alternative feed rations to reduce the use of commercial waste are sprouts.
This study aimed to compare the performance of local male rabbits fed by
complete sprouts waste pellet shaped to substitute the use of elephant grass. This
study used a completely randomized design with 4 treatments and 4 repetitions.
There were 16 local male rabbits aged 2 months with an average live weight
879.375 + 60.874 g head-1
. Treatments consisted of P0 = 15 % of elephant grass +
85 % of concentrate, P1 = 10 % elephant grass + 5 % of sprouts waste + 85 %
concentrate, P2 = 5 % of elephant grass + 10 % sprouts waste + 85 % concentrate,
P3 = 15 % of sprouts waste + 85 % concentrate. Data were analyzed by analysis
of variance (ANOVA). The results showed that the use of waste to the extended
15 % of sprouts waste pellets could substitute the usage of elephant grass and
reduce the price of feed to give a good performance on the local male rabbits.
Daily weight gain of rabbits given pellet P2 and P3 is 18.954 to 19.785 g day-1
with a final body weight greater than P0 and P1. The highest pellet consumption
is the treatment of P2 and P1, the consumption of P3 pellet treatment is not too
high and shows the average final body weight better than others. It also could
decrease the cost.
Keywords: local male rabbits, pellets, Pennisetum purpureum, performance,
sprouts waste.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TAUGE DALAM
RANSUM BENTUK PELLET TERHADAP PERFORMA DAN NILAI
KOMERSIL KELINCI LOKAL JANTAN PERSILANGAN
JIHAD MUKTI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Substitusi Rumput Gajah dengan Limbah Tauge dalam Ransum
Bentuk Pellet terhadap Performa dan Nilai Komersil Kelinci
Jantan Lokal persilangan.
Nama : Jihad Mukti
NIM : D24080262
Disetujui oleh
Ir Dwi Margi Suci, MS
Pembimbing I
Ir Lidy Herawati, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHKS M.Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
JuJu l Skripsi : Substitusi RUlnput Gajah dengan Limbah Tauge dalam R&nsum Bentuk Pellet terhadap Perfonna dan Nilai Komersil Kelinci Jantan Lokal persilangan.
Nama NIM
: Jihad Mukti : D24080262
Disetujui oleh
<dW~ If Dwl Margi Suei, MS. . Ir Lidy Herawati, MS
Pempimbing I Pembimbing II
-, 'n 4Tanggal Lulus: (2 3 D: . ~. .. J .. ;
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Substitusi Rumput Gajah Dengan Limbah Tauge Dalam Ransum Bentuk Pellet
Terhadap Performa dan Nilai Komersil Kelinci Lokal Jantan Persilangan. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini berisi informasi tentang manfaat penggunaan limbah tauge pada
ransum komplit berbentuk pellet yang mensubtitusi rumput gajah untuk ternak
kelinci dalam memenuhi kebutuhan zat makanan untuk hidup pokok dan
produksinya. Potensi ketersediaan dan kandungan zat makanan yang dimiliki
limbah tauge diharapkan mampu memenuhi ketersediaan hijauan pakan di
Indonesia yang berfluktuasi secara kuantitas dan kualitas serta memaksimalkan
produktifitas ternak kelinci dalam memenuhi kebutuhan protein hewani.
Penulis memahami bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan semua pihak yang membutuhkan serta dapat diaplikasikan dengan baik.
Bogor, Desember 2013
Jihad Mukti
NIM D24080262
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Bahan 2
Kandang dan Peralatan 3
Lokasi dan Waktu 3
Prosedur Percobaan 3
Peubah Yang Diamati 5
Rancangan Percobaan 6
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Umum 6
Konsumsi Bahan Kering 7
Persentasi Konsumsi Bahan Kering 8
Pertambahan Bobot Badan 8
Efisiensi Pakan 9
Nilai Ekonomi 9
KESIMPULAN DAN SARAN 11
Kesimpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
RIWAYAT HIDUP 13
UCAPAN TERIMA KASIH 13
LAMPIRAN 14
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nutrient rumput gajah dan limbah tauge 2
2. Komposisi penggunaan bahan pada pellet perlakuan 4
3. Kandungan nutrient pellet perlakuan 5
4. Rataan temperatur dan kelembaban relatif kandang 6
5. Rataan konsumsi bahan kering dan persentasi konsumsi bahan
kering
7
6. Rataaan pertambahan bobot badan 8
7. Efisiensi pakan 9
8. Perhitungan nilai ekonomi 10
DAFTAR GAMBAR
1. Kelinci penelitian 2
2. Limbah tauge 3
3. Rumput gajah 3
4. Kandang penelitian 3
5. Pakan penelitian 5
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil sidik ragam peubah penelitian menggunakan software ibm spss
statistics 20. 14
2. Uji jarak duncan konsumsi bahan kering (ge-1
h-1
) 14
3. Uji jarak duncan kebutuhan konsumsi bahan kering (%) 14
4. Uji jarak duncan pertambahan bobot badan harian (ge-1
) 15
5. Uji jarak duncan efisiensi 15
PENDAHULUAN
Kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani semakin meningkat
akan tersedianya sumber protein hewani. Kelinci merupakan salah satu ternak
penghasil daging yang dapat dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani dan mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai
penghasil daging. Kelinci cepat berkembang biak, memiliki laju pertumbuhan
tinggi, serta mudah dalam pemenuhan kebutuhan pakan. Usaha budidaya ternak
kelinci sebagai penghasil daging lebih menguntungkan karena kelinci merupakan
ternak prolific yang dapat beranak 6 kali dalam setahun dengan rata rata jumlah
anak 6 ekor perkelahiran (Sudaryanto 2007). Kualitas daging kelinci juga
mengandung protein tinggi yaitu 21 g 100g-1
dan rendah kolesterol yaitu
164 mg 100g-1
(Lebas et al. 1997).
Ketersediaan bahan baku pakan yang terjamin nilai nutrisinya dengan harga
yang lebih ekonomis merupakan salah satu penunjang usaha produksi ternak
kelinci. Kelinci merupakan hewan pseudo-ruminant sehingga kelinci juga mampu
mengkonsumsi hijauan, limbah sayuran dan hasil produk pakan yang mudah
tersedia atau murah. Pellet komersil untuk kelinci yang ada di pasaran relatif
mahal sehingga diperlukan alternatif untuk mencari pakan yang tersedia
kontinYu, murah, mudah didapat, memliki nilai gizi yang cukup, mudah dicerna
serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Salah satu alternatif pakan untuk
menurunkan harga pellet adalah limbah tauge. Pemanfaatan limbah sebagai pakan
ternak juga merupakan salah satu cara pemecahan masalah dalam mengurangi
pencemaran lingkungan akibat limbah industri.
Limbah tauge adalah sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau
dan pecahan-pecahan tauge yang dibawa dalam cucian akhir pembuatan tauge
segar yang tidak mempunyai nilai ekonomi dan dapat mencemari lingkungan
(Agustina 2002). Total produksi tauge daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan
berpeluang menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton hari-1
(Rahayu et al. 2010).
Limbah tauge juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik, yaitu kandungan air
63.35%, abu 7.35%, lemak 1.17%, protein 13.62% dan serat kasar 49.44%. Serat
dalam pakan kelinci merupakan komponen penting karena kelinci merupakan
pseudoruminant yang fisiologi pencernaannya beradaptasi tinggi terhadap
konsumsi dinding sel tanaman (Maertens 2007). Serat berpengaruh pada laju
pengosongan saluran pencernaan dan menjadi komponen utama dalam
pengembangan mikroba (Chao and Li 2008). Level serat yang digunakan pada
pakan kelinci pertumbuhan yaitu sebesar 12.2%-24.4% (Gidenne et al. 2010).
Serat kasar erat hubungannya dengan kemampuan ternak untuk menghasilkan
sumber energi. Serat memiliki hubungan positif dengan tingkat konsumsi.
Kenaikan tingkat serat akan menurunkan tingkat kecernaan, ternak akan
mengkonsumsi lebih banyak pakan agar dapat memenuhi kebutuhan energi
(Van Soest 1994).
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa kelinci jantan
lokal yang diberi pakan komplit berbentuk pellet dengan menggunakan limbah
tauge yang mensubstitusi rumput gajah sebagai sumber hijauan. Informasi yang
dibutuhkan untuk pengkajian adalah level penggunaan limbah tauge yang efisien
untuk performa kelinci lokal jantan persilangan dan dapat menggantikan sebagai
sumber hijauan.
2
Melihat kandungan gizinya yang tinggi sangat memungkinkan limbah tauge
digunakan sebagai pakan tambahan untuk mengurangi penggunaan pakan
komersil pada kelinci. Pemanfaatan limbah tauge secara maksimal merupakan
langkah strategis dalam upaya mencapai efisiensi usaha, terlebih limbah tauge
bukan merupakan kebutuhan langsung bagi manusia. Penggunaan limbah tauge
dapat menggantikan rumput, selain itu dapat memberikan performa yang baik dan
dapat menurunkan harga pakan.
METODE
Bahan
Ternak yang digunakan adalah kelinci jantan lokal persilangan, sebanyak
16 ekor umur 2 bulan dengan bobot hidup rata rata 879.375 + 60.874 g ekor-1
.
Ternak kelinci dikandangkan pada kandang individu dengan 1 minggu masa
adaptasi dan 5 minggu masa pemeliharaan.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan pellet antara lain rumput gajah,
limbah tauge dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan terdiri dari jagung,
pollard, bungkil kedelai, bungkil kelapa, onggok, dedak halus, CaCO3, premix,
CPO dan garam. Kandungan nutrien pada hijauan yang digunakan berdasarkan
100% BK (Bahan Kering) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrien rumput gajah dan limbah tauge dalam BK
Hijauan Rumput Gajah (RG) Limbah Tauge (LT)
(%)
Abu 12.00 10.44
Protein Kasar 8.69 13.20
Lemak Kasar 2.71 1.17
Serat Kasar 32.30 41.49
Beta-N 44.30 33.70
Ca 0.47 1.07
P 0.34 0.38 Keterangan : Analisa dilakukan oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, IPB (2012).
Gambar 1 Kelinci penelitian
3
Kandang dan Peralatan
Penelitian ini menggunakan kandang battery sebanyak 16 buah dengan
ukuran panjang x lebar x tinggi masing-masing 0.5 x 0.5 x 0.5 meter, yang terbuat
dari bambu. Tiap kandang berisi satu ekor kelinci, selain itu juga disediakan
kandang karantina untuk kelinci yang sakit.
Peralatan yang dibutuhkan adalah timbangan digital untuk mengukur
pellet yang diberikan dan untuk menimbang bobot badan kelinci, thermometer dan
hygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban daerah sekitar kandang, alat
kebersihan, mangkok pakan dan tempat air.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan dengan melakukan persiapan, pembuatan ransum,
pembuatan pellet di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Pemeliharaan dan pengamatan kelinci dilakukan di kandang
Laboratorium Pemuliaan Genetik, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan
bulan Agustus 2012.
Prosedur Percobaan
Penelitian ini menggunakan pakan komplit bentuk pellet yang menggunakan
hijauan rumput gajah (RG), limbah tauge (LT) dan konsentrat. Penelitian ini
terdiri dari empat perlakuan ; P0: 15 % RG + 85% Konsentrat, P1: 10% RG + 5%
LT + 85% Konsentrat, P2: 5% RG + 10% LT + 85% Konsentrat dan P3: 15% LT
+ 85% Konsentrat.
Gambar 4 Kandang penelitian
Gambar 3 Rumput gajah Gambar 2 Limbah tauge
4
Pengambilan data konsumsi dilakukan setiap hari selama lima minggu
setelah satu minggu masa adaptasi. Waktu pemberian pellet dilakukan pagi dan
sore hari, pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Waktu
pengambilan data konsumsi dilakukan sebelum pemberian pellet pagi hari pukul
08.30 WIB dengan cara menimbang sisa pellet pemberian hari sebelumnya dan
pellet yang berjatuhan yang tidak dimakan ikut ditimbang, air minum diberikan
ad libitum.
Pengambilan data PBB dilakukan setiap minggu selama lima minggu
dengan menimbang bobot badan awal setelah satu minggu masa adaptasi. Waktu
pengambilan data PBB dilakukan sebelum pemberian pakan pagi hari.
Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari pagi pukul 07.00
WIB, siang pukul 13.00 WIB, sore pukul 17.00 WIB dan malam pukul 21.00
WIB. Komposisi penggunaan bahan pada pellet perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi penggunaan bahan pada pellet perlakuan
Bahan Pakan P0 P1 P2 P3
( % )
Rumput gajah 15.0 10.0 5.0 -
Limbah tauge - 5.0 10.0 15.0
Jagung 20.0 20.0 20.0 20.0
Pollard 15.0 15.0 15.0 15.0
Bungkil kedelai 16.0 16.0 16.0 16.0
Bungkil kelapa 11.0 11.0 11.0 11.0
Dedak halus 6.0 6.0 6.0 6.0
Onggok 12.0 12.0 12.0 12.0
CaCO3 1.0 1.0 1.0 1.0
Premix 0.5 0.5 0.5 0.5
CPO 3.0 3.0 3.0 3.0
Garam 0.5 0.5 0.5 0.5
Total 100 100 100 100 Keterangan : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5% Limbah
Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat.
Tepung rumput gajah dibuat dengan cara rumput gajah segar diangin
anginkan dibawah sinar matahari sampai sedikit layu kurang lebih 2 hari masa
penjemuran sinar matahari, rumput gajah yang sudah layu kemudian dicacah
menggunakan mesin pencacah. Rumput gajah yang sudah dicacah dijemur sampai
kering. Rumput gajah yang sudah kering digiling sampai terbentuk tepung rumput
gajah. Tepung limbah tauge dibuat dengan cara limbah tauge segar disortir dari
kotoran yang terbawa, kemudian limbah tauge dijemur menggunakan plastik
terpal diatas sinar matahari sampai kering, limbah tauge yang sudah kering
digiling sampai terbentuk tepung limbah tauge. Setelah terbentuk tepung rumput
gajah dan tepung limbah tauge, dilakukan pencampuran sesuai dengan persentase
yang telah ditentukan. Tepung hijauan yang telah dicampurkan selanjutnya
digabungkan dengan konsentrat yang terdiri dari jagung, pollard, bungkil kedelai,
bungkil kelapa, dedak halus, onggok, CaCO3, premix, CPO dan garam, setelah itu
dilakukan pengadukan sampai homogen, lalu dimasukan kedalam mesin pellet
5
dengan ukuran diameter die 4 mm. Pellet yang telah terbentuk diangin anginkan
sampai dingin lalu disimpan dalam karung.
Kandungan nutrien pellet perlakuan harus diketahui sebelum diberikan
kepada ternak agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
fisiologisnya. Nutrien adalah elemen atau komponen kimia yang mendukung
pertumbuhan, reproduksi, laktasi dan proses dalam kehidupan seekor ternak
(Damron 2006). Pellet penelitian dapat dilihat pada Gambar 5, kandungan nutrien
pellet perlakuan berdasarkan hasil analisa lab dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 5 Pakan penelitian
Keterangan gambar : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5%
Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10%
Limbah Tauge + 85% Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat
Tabel 3 Kandungan nutrien pellet perlakuan
Perlakuan P0 P1 P2 P3
% BK
Abu 8.45 8.39 8.33 8.12
Protein Kasar 19.09 19.32 19.54 19.77
Serat Kasar 11.8 12.01 12.22 12.58
Lemak Kasar 4.53 4.6 4.68 4.75
Bahan ekstrak tanpa Nitrogen 56.13 55.68 55.23 54.78
TDN* 85.41 85.35 85.30 85.24 Keterangan : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5% Limbah
Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat Analisa dilakukan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB(2012). TDN*
dihitung dengan rumus TDN % = % digestible crude protein (DCP + 2.25 × %
digestible ether extract (DEE)+ % digestible carbohydrates (DCHO) (Frik SundstØl,
1993)
Peubah Yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari konsumsi bahan
kering (BK) (g ekor-1
hari-1
) dihitung dari konsumsi pakan dikali persen bahan
kering pakan, persentasi konsumsi bahan kering (BK) (%) dihitung dengan cara
jumlah total konsumsi dibagi bobot badan akhir dikalikan 100%, Pertambahan
bobot badan (g ekor-1
hari-1
), pengukuran pertambahan bobot badan dilakukan
setiap minggu kemudian dihitung selisihnya yang merupakan nilai PBB, efisiensi
pakan dihitung dari pertambahan bobot badan selama penelitian dibagi jumlah
6
konsumsi bahan kering selama penelitian, nilai ekonomi diketahui dengan
menghitung total biaya selama pemeliharaan dan total hasil penjualan kelinci.
Rancangan Percobaan
Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap. Materi
penelitian diberi perlakuan secara acak berdasarkan jenis ransum dan posisi urutan
kandang individu. Ulangan dilakukan sebanyak empat kali. Model yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = + i + ij
Keterangan :
Yij : respon percobaan dari perlakuan 1,2,3,4 dan ulangan 1,2,3,4
: nilai rataan umum dari pengamatan
i : efek perlakuan 1,2,3,4,
ij : pengaruh error perlakuan 1,2,3,4 dan ulangan
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati
dilakukan Analisis Sidik Ragam (ANOVA), selanjutnya jika bebeda nyata
dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan
(Steel and Torrie 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini menggunakan kandang terbuka sehingga kondisi temperatur
dan kelembaban sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Rataan suhu dan
kelembaban selama penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan temperatur dan kelembaban relatif kandang
Parameter Pagi Siang Sore Malam
Temperatur (ºC) 25.99 + 1.46 30.23 + 0.83 29.16 + 1.16 25.99 + 0.85
Kelembaban (%) 80.66 + 4.89 62.26 + 1.46 55.31 + 5.76 76.33 + 5.39
Suhu dan kelembaban dalam kandang menunjukkan keadaan berada di
luar zona nyaman untuk kelinci, terlebih suhu siang hari. Temperatur dan
kelembaban udara yang optimal untuk kelinci yang sedang tumbuh berkisar
15-20ºC dan kelembaban 45-65% untuk kelinci yang berasal dari daerah iklim
sedang (Harris 1994). Kelinci lokal lebih toleran terhadap panas (suhu tinggi)
dibandingkan kelinci impor (Herman 2000).
7
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi merupakan aspek yang penting untuk menentukan nilai nutrisi
bahan pakan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh
nyata terhadap konsumsi bahan kering (P<0.05). Ransum P0 berbeda nyata lebih
kecil (P<0.05) dibandingkan dengan P1, P2, P3 dalam mempengaruhi konsumsi
bahan kering diduga kadar serat kasar pakan pada perlakuan P1, P2 dan P3
sebesar 12.01%, 12.22% dan 12.58%, sedangkan P0 11.8%. Semakin tinggi kadar
serat kasar dalam ransum, maka semakin cepat pula laju pergerakan makanan
(Cheeke and Patton 1980). Taraf pemberian limbah tauge dalam ransum sebesar
5% (P1) berbeda nyata lebih kecil dengan pemberian limbah tauge 10% (P2) dan
15% (P3), akan tetapi taraf pemberian 10% (P2) tidak berbeda nyata dengan taraf
pemberian 15% (P3) dalam mempengaruhi konsumsi bahan kering. Kondisi
tersebut memperlihatkan bahwa jumlah komposisi rumput gajah disubstitusi mulai
dari taraf 5% (P1) sudah meningkatkan jumlah konsumsi bahan kering pellet pada
kelinci jantan. Data rataan konsumsi bahan kering dapat dilihat pada Tabel 5.
Rataan konsumsi bahan kering pada penelitian ini yaitu 46.619-55.088 g
ekor-1
hari-1
. Hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Junaidi (2012)
yaitu 69.13-104.41 g ekor-1
hari-1
pada kelinci lokal jantan masa pertumbuhan
yang diberikan ransum komplit dengan campuran limbah tauge. Hasil konsumsi
yang lebih rendah pada penelitian ini disebabkan oleh kandungan lemak kasar
pada pakan yang berbeda. Peningkatan kecernaan energi pada kelinci
pertumbuhan disebabkan karena penambahan lemak pada pakan, namun
penambahan lemak tersebut dapat menurunkan konsumsi bahan kering sehingga
memperbaiki konversi pakan (Chen and Li 2008).
Tabel 5 Rataan konsumsi bahan kering dan persentasi konsumsi bahan kering
Perlakuan Konsumsi Bahan Kering
(g ekor-1
hari-1
)
Persentasi Konsumsi Bahan
Kering (%)
P0 48.043 + 1.424 a 4.385 + 0.129 A
P1 51.485 + 2.408 ab 4.568 + 0.042 B
P2 54.306 + 2.672 b 4.784 + 0.210 C
P3 54.523 + 0.565 b 4.784 + 0.078 C Keterangan : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5% Limbah
Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat. Huruf pada data
konsmusi bahan kering yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), huruf
pada data persentasi konsumsi bahan BK menunjukkan berbeda sangat nyata
(P<0.01).
Meningkatnya konsumsi bahan kering kelinci pada pellet yang
disubstitusikan limbah tauge menunjukkan bahwa penggunaan limbah tauge
cenderung meningkatkan palatabilitas pakan kelinci. Taraf limbah tauge yang
semakin tinggi menyebabkan konsumsi bahan kering cenderung meningkat, hal
ini dapat terjadi karena kandungan serat kasar pada settiap pellet perlakuan
meningkati. Konsumsi bahan kering ransum pakan kelinci meningkat
2.97 g ekor-1
hari-1
untuk setiap kenaikan satu persen kandungan serat
(De Blast et al. 1981), hasil penelitian ini menunjukkan kelinci jantan lokal
toleran pada kenaikan kandungan serat kasar pada pellet perlakuan.
8
Persentasi Konsumsi Bahan Kering
Persentasi konsumsi bahan kering perlu diketahui agar dapat menentukan
kebutuhan ternak dalam memenuhi hidup pokok dan produksinya. Rataan
kebutuhan konsumsi bahan kering dapat dilihat pada Tabel 5.
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat
nyata terhadap persentasi konsumsi bahan kering (P<0.01). Ransum P2 dan P3
berpengaruh sangat nyata dibandingkan dengan ransum P0 dan P1 terhadap
kebutuhan konsumsi bahan kering pellet, hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi pemberian limbah tauge pada pakan maka semakin besar konsumsi bahan
keringnya. Pertambahan bobot badan harian kelinci yang diberi pellet P2 dan P3
sebesar 18.954 – 19.785 g ekor-1
hari-1
dengan bobot badan akhir lebih besar
dibandingkan P0 dan P1, maka persentasi akan konsumsi bahan keringnya juga
tinggi.
Kebutuhan jumlah/kuantitas pakan untuk kelinci ditentukan oleh
banyaknya bahan kering pakan yang diberikan (Arrington and Kelley 1976).
Kebutuhan bahan kering untuk kelinci yang sedang tumbuh sekitar 3% - 3,5% dari
bobot hidup. Kelinci mengkonsumsi bahan kering sebanyak 5% dari bobot
badannya (Okerman 1994). Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase rataan
kebutuhan konsumsi bahan kering pada penelitian ini yaitu 4.256% - 4.862% dari
bobot badan. Kondisi ini disebabkan karena konsumsi ransum harian yang rendah
sehingga konsumsi bahan kering penelitian ini belum memenuhi kebutuhan bahan
kering kelinci.
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan bobot badan kelinci perlakuan diamati agar dapat diketahui
hasil pertumbuhan bobot kelinci antar perlakuan. Ternak mengalami pertumbuhan
yang baik ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan yang tinggi.
Kecepatan pertumbuhan kelinci umur 8 sampai 26 minggu adalah 100-150
g minggu-1
(Smith and Mangkoewidjojo 1988). Rataan pertambahan bobot badan
harian kelinci antar pelakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Rataan pertambahan bobot badan
Perlakuan Pertambahan Bobot Badan (g ekor-1
hari-1
)
P0 15.890 + 0.014 A
P1 18.090 + 0.017 B
P2 18.954 + 0.014 C
P3 19.785 + 0.141 D Keterangan : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5% Limbah
Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat. Huruf yang berbeda
menunjukan sangat berbeda nyata (P<0.01).
Hasil analisa statistik menunjukan bahwa perlakuan pellet sangat berbeda
nyata terhadap pertumbuhan bobot badan (P<0.01), artinya limbah tauge yang
mensubstitusi rumput gajah pada ransum komplit memberikan pengaruh terhadap
pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Tabel 6 menunjukkan bahwa
pertambahan bobot badan P3 lebih tinggi dari P2, P1 dan P0. Hasil tersebut
9
disebabkan karena dalam pellet yang disubstitusikan limbah tauge mempunyai
kualitas protein lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot
badan. Protein kasar yang terkandung dalam pellet P0 (19.09%) lebih rendah dari
P1 (19.32%), P2 (19.54%) dan P3 (19.77%).
Konsumsi bahan kering sangat mempengaruhi pertambahan bobot badan.
Rataan konsumsi bahan kering harian tiap pelakuan P0 (48.083 g ekor-1
hari-1
),
P1 (51.485 g ekor-1
hari-1
), P2 (54.306 g ekor-1
hari-1
) dan P3 (54.523
g ekor-1
hari-1
). Perlakuan P3 menunjukkan konsumsi bahan kering yang paling
tinggi sehingga hal ini sesuai dengan pernyataan Rashid (2009), yaitu salah satu
faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi pakan.
Konsumsi pakan dan kecernaan pakan yang tinggi akan menghasilkan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh semakin
banyak nutrien yang diserap oleh tubuh ternak tersebut.
Rataan pertambahan bobot badan pada penelitian ini berkisar antara
15.876-19.926 g ekor-1
hari-1
. Pertumbuhan kelinci di daerah tropis sekitar 10-20
g/ekor/hari (Cheeke 1987), sehingga rataan pertambahan bobot badan pada
penelitian ini masih dalam kisaran normal.
Efisiensi Pakan
Efisiensi penggunaan ransum adalah rasio antara rata-rata pertambahan
bobot badan yang dihasilkan (g ekor-1
hari-1
) dengan nilai rata rata konsumsi
ransum (g ekor-1
hari-1
). Nilai efisiensi disajikan pada Tabel 7. Perlakuan pellet
yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakannya (P>0.05).
Hasil uji Duncan menunjukan antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05), akan
tetapi efisensi pada P0 – P3 menunjukan peningkatan. Efisiensi pakan yang tinggi
menunjukkan performa yang baik. Kondisi ini disebabkan karena semakin tinggi
nilai efisiensi pakan maka pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tersebut lebih
sedikit untuk menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang tinggi
(Christiana 2012).
Tabel 7 Efisiensi pakan
Perlakuan Efisiensi Pakan
P0 0.331 + 0.010
P1 0.352 + 0.017
P2 0.350 + 0.018
P3 0.363 + 0.004
Keterangan : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5% Limbah
Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat.
Efisiensi pakan yang didapat dalam penelitian ini berkisar antara
0.321–0.367. Menurut Ensminger and Olentine (1978), dengan pemberian ransum
yang berkualitas tinggi dan tata laksana yang baik, angka efisiensi ransum kelinci
berkisar 0.25 sampai 0.35. Kandungan serat kasar cenderung dapat meningkatkan
konsumsi bahan kering, pada penelitian ini serat kasar P0–P3 semakin tinggi
dikarenakan level penggunaan limbah tauge pada pakan meningkat. Sesuai
dengan pernyataan Farell and Rahardjo (1984) bahwa pemberian hijauan yang
tinggi akan meningkatkan efisiensi ransum pada kelinci. Kandungan protein kasar
10
pada pellet perlakuan yang semakin besar menyebabkan bobot badan kelinci
bertambah sehingga meningkatkan efisiensi pakan.
Nilai Ekonomi
Peternak kelinci umumnya memberikan pakan berupa hijauan dan hanya
sedikit petani yang memberikan konsentrat dalam bentuk pellet dikarenakan
harga konsentrat relatif mahal. Pemberian hijauan pada kelinci yang dilakukan
petani terdapat kendala karena hijauan bersaing dengan ruminansia,
ketersediaannya tergantung musim dan konsistensi nilai nutrisi yang terkandung
pada hijauan tidak memenuhi kebutuhan kelinci.
Pemberian pakan untuk ternak membutuhkan pertimbangan terhadap biaya
yang dikeluarkan, substitusi yang dilakukan dengan menggunakan limbah tauge
diharapkan dapat menurunkan biaya pakan, dapat mensubtitusi penggunaan
rumput dan memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci yang akan digemukan.
Perhitungan nilai ekonomi selama pemeliharaan 5 minggu dilakukan tanpa biaya
pekerja dikarenakan jumlah kelinci yang digunakan hanya 16 ekor sehingga tidak
efisien apabila menggunakan pekerja. Data pada Tabel 8 P0 menunjukkan harga
pakan lebih tinggi dibandingkan pakan perlakuan lain, hal ini disebabkan P0
menggunakan rumput gajah yang harganya lebih tinggi dari limbah tauge. Harga
pellet mulai dari perlakuan P1 sampai P3 menunjukkan penurunan harga
dikarenakan dari P1 sampai P3 penggunaan level limbah tauge semakin banyak
dan harga limbah tauge rendah dikarenakan limbah maka ketersediaan limbah
tauge banyak. Total pengeluaran biaya pellet tidak terlalu menunjukkan perbedaan
disebabkan jumlah konsumsi antar perlakuan berbeda. Konsumsi pellet yang
paling tinggi pada perlakuan P2 dan P1, konsumsi pellet perlakuan P3 tidak
terlalu tinggi dan menunjukkan rataan bobot badan akhir lebih baik selain itu
dapat menurunkan biaya.
Tabel 8 Perhitungan nilai ekonomi
Hasil Penjualan Kelinci : P0 P1 P2 P3
Rataan bobot badan akhir (kg ekor-1
) 1.45 1.51 1.55 1.57
Harga bobot hidup (Rp kg-1
) 35,000 35,000 35,000 35,000
Total penjualan (Rp Ekor-1
) 50,260 53,025 54,075 54,810
Harga beli (Rp Ekor-1
) 25,000 25,000 25,000 25,000
Biaya pellet (Rp Ekor-1
)* 7,925 8,144 8,255 7,978
Obat obatan 1,000 1,000 1,000 1,000
Total Pengeluaran (Rp Ekor-1
) 33,924 34,144 34,255 33,978
Perkiraan keuntungan (Rp Ekor-1
) 16,336 18,881 19,820 20,832
Harga pellet (Rp kg-1
) 3,657 3,654 3,651 3,648
Jumlah konsumsi pakan (kg) 2.17 2.23 2.26 2.18
Keterangan : P0: 15 % Rumput gajah + 85% Konsentrat, P1: 10% Rumput gajah + 5% Limbah
Tauge + 85% Konsentrat, P2: 5% Rumput gajah + 10% Limbah Tauge + 85%
Konsentrat dan P3: 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat. *Biaya pellet diperoleh dari harga pellet dikali jumlah konsumsi pellet.
11
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian penggunaan limbah tauge 15% dalam pellet perlakuan dapat
mensubstitusi rumput gajah dan menurunkan harga pakan dengan memberikan
performa yang baik pada ternak kelinci lokal jantan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut limbah tauge dicampur dengan
hijauan jenis lain dan menaikan level penggunaanya terhadap kelinci lokal jantan
serta membandingkan pellet penelitian dengan pellet komersil.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina R. 2002. Pengaruh pemberian limbah tauge kacang hijau (Vigna radiata
(L). Wilczek) terhadap pertumbuhan dan kandungan zat gizi ikan mas
(Cyprinus carpio L). [Skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arrington LR, Kelley KC. 1976. Domestic Rabbit Biology and Production.
Gainesville (US): The University Press of Florida.
Chao HY, Li FC. 2008. Effect of level of fibre on performance and digestion traits
in growing rabbits. J. Anim Sci.144(2): 279-291.
Cheeke PR, Patton NM. 1980. Carbohydrate overlead the hindgut a probable
cause of enteritis. Journal Applied Rabbit Research. 3(1): 20-23.
Cheeke PR. 1987. Rabbit Feeding and Nutrient. Oregon (US). Oregon State
University. Corvalis.
Chen P, Li PF. 2008. Effect of dietary fat addition on growth performance,
nutrient digestion and caecum fermentation in 2-3 months old meat
rabbits. Proceedings of the 9th
World Rabbits Congress. Italy.
Christiana N. 2012. Efisiensi dan kecernaan serat ransum mengandung limbah
tauge pada kelinci lokal jantan masa pertumbuhan. [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Damron WS. 2006. Introduction to Animal Science. 3rd
Edition. New Jersey (US)
Pearson education. Upper Sanddle River.
De Blas JC, Perez, Fraba MJ, Rodtiguez JM, Galvez JF. 1981. Effect of diet on
feed intake and growth of rabbits from weaning to slaughter at different
ages and weights. J. Anim. Sci. 52(1): 1225-1232.
Ensminger ME, Olentine CG. 1978. Feed and Nutrition Complete. California
(US). The Ensminger Publishing Company.
Farrel DJ, Rahardjo YC. 1984. The potential for meat production from rabbit.
Bogor (ID): Central Research Institute for Animal Science.
12
SundstØl F. 1993. Energy systems for ruminants. ICEL. AGR. SCI. Norway:
Agricultural University of Norway.
Gidenne T, Carabano R, Garcia J, De Blas C. 2010. Fibre Digestion Nutrition of
the Rabbit, 2 Edition. Wallingford (UK). Editor : De Blas & Wiseman.
CABI Publishing.
Harris I. 1994. The laboratory rabbit. ANZCCART News. Volume: 7: No 1-8.
http://www.accessadellaide.com/ANZCCART/publications/FS_Rabbit.pdf
[Diunduh1 Mei 2013].
Herman R. 2000. Produksi Kelinci dan Marmut, Anatomi dan Fisiologi Alat
Pencernaan serta Kebutuhan. Edisi Ketiga. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Junaidi MM. 2012. Substitusi ransum komersil dengan limbah tauge terhadap
efisiensi penggunaan ransum pada kelinci lokal jantan masa pertumbuhan.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Maertens L. 2007. Feeding strategies to reduce enteritis problems in relation to
small and medium scale rabbit industry. International Conference on
Rabbit Production Towards a Small and Medium Scale Rabbit Industry.
Bogor (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Martawidjaja M, K Dwiyanto. 1986. Pengaruh lingkungan di dataran sedang
(Bogor) terhadap status fisiologi dan perubahan bobot badan kelinci.
IP. 2(1): 71-74.
Okerman L. 1994. Diseases of Domestic Rabbits. 2nd
Edition. Oxford (UK).
Blackwell scientific publication.
Rahayu S, Diapari D, Wandito DS, Ifafah WW. 2010. Survey potensi ketersediaan
limbah tauge sebagai pakan ternak alternatif di Kodya Bogor. [Laporan
Penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rashid H. 2009. Performa produksi kelinci lokal jantan pada pemberian rumput
lapang dan berbagai level ampas tahu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Smith Bj, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Cobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia
Press.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta (ID): Gramedia.
Sudaryanto B. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di Perkotaan. Yogyakarta (ID):
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Van Soest PJ. 1994. Nutrition Ecology of The Ruminant. 2nd
Edition. New York
(US): O and B Books, Inc. Corvalis. Cornell University Press.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 08 Mei 1990 di
Subang, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Muksin dan Ibu Tati
Juwati (Almh). Pendidikan sekolah menengah atas
ditempuh di SMA Negeri 1 Subang pada tahun 2005 dan
diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima di IPB
pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan.
Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif sebagai Kepala Divisi Seni dan
Budaya Forum Komunikasi Keluarga Subang (OMDA) Institut Pertanian Bogor
tahun 2008 – 2010. Penulis aktif sebagai anggota di UKM Capoeira Institut
Pertanian Bogor tahun 2008 – 2009. Penulis pernah mengikuti magang kerja
HIMASITER 2010 yang dilaksanakan di Badan Inseminasi Buatan (BIB)
Lembang pada tanggal 26 Juli sampai dengan 7 Agustus 2010. Penulis menjadi
panitia Gebyar Nusantara tahun 2010. Penulis menjadi peserta OMI 2011 kategori
renang estafet dan menjadi juara dua, tahun 2011 penulis mengikuti seminar
Trobos Go to Campus, serta kegiatan Entrepreneurship Workshop and
Competitions – INDOPOS tahun 2011, penulis juga aktif pada kegiatan
keorganisasian luar kampus dengan tergabung di Forum Peternak Sapi Indonesia
mulai tahun 2012.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Dwi Margi Suci MS dan Ir. Lidy
Herawati MS. Sumber dana untuk penelitian ini merupakan dana dari Ir. Lidy
Herawati MS. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Dr. Ir. Moh Yamin M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Didid Diapari MS selaku dosen penguji.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga untuk orang orang terpenting
dalam hidup penulis ibunda tercinta almarhumah Tati Juwati S.Pd, ayahanda
Muksin S.Pd M.Si, kakak dan adik penulis Sinta Nuripa Amkeb, Hasna Fauzia
dan Rizky Utami Dewi S.Pt yang selalu memberikan dukungan moril, materil,
segala doa, kesabaran dan kasih sayang yang tidak ada hentinya yang telah
diberikan. Terima kasih untuk sahabat penulis Aditya GZR, Selviana Yustika
Moechry S.Pt, Ayu Muntheani S.Pt, Iwan Purwanto, Ira Dewiyana Sambas S.Pt,
Emmy Ratna Susanti S.Pt, Lenna Adriana S.Pt dan penghuni saungkuring yang
selalu memberikan dukungan semangat dengan tali kasih persahabatan yang
begitu indah dan tak lupa untuk warga Genetic’45 (Intp 45).
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Sidik Ragam Peubah Penelitian Menggunakan Software IBM
SPSS Statistics 20.
Jumlah
Kuadrat
Kesalahan
Derajat
Bebas
Rata rata
Kuadrat
Kesalahan
Rata rata
Anova Signifikansi
Konsumsi BK Antar Grup
Observasi 125.813 3 41.938 5.949 .010
Didalam Grup
Observasi 84.600 12 7.050
Total 210.413 15
PBB Harian Antar Grup
Observasi 33.713 3 11.238 2186.949 .000
Didalam Grup
Observasi .062 12 .005
Total 33.774 15
Keb.
Persentase BK
BB
Antar Grup
Observasi .519 3 .173 72.312 .000
Didalam Grup
Observasi .029 12 .002
Total .548 15
Efisiensi
Pakan
Antar Grup
Observasi .001 3 .000 1.427 .283
Didalam Grup
Observasi .004 12 .000
Total .006 15
Lampiran 2 Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering (g-1
e-1
h-1
)
Duncan.a
Perlakuan Ulangan Tingkat Kesalahan = 0.05
1 2
Limbah tauge 0% 4 47.45575
Limbah tauge 5% 4 51.48500 51.48500
Limbah tauge 10% 4 53.79500
Limbah tauge 15% 4 54.71800
Signifikansi .053 .127
Rata rata dari grup yang disatukan dapat terlihat.
a. Ukuran sample rata rata = 4000
15
Lampiran 3 Uji Jarak Duncan Kebutuhan Konsumsi Bahan Kering (%)
Duncan.a
Perlakuan Ulangan Tingkat Kesalahan = 0.05
1 2 3
Limbah tauge 0% 4 4.32994
Limbah tauge 5% 4 4.56820
Limbah tauge 10% 4 4.72556
Limbah tauge 15% 4 4.80042
Signifikansi 1.000 1.000 .051
Rata rata dari grup yang disatukan dapat terlihat.
a. Ukuran sample rata rata = 4000
Lampiran 4 Uji Jarak Duncan Pertambahan Bobot Badan Harian (g-1
e-1
)
Duncan.a
ppjfdgd Perlakuan Ulangan Tingkat Kesalahan = 0.05
1 2 3 4
Limbah tauge 0% 4 15.89000
Limbah tauge 5% 4 18.08950
Limbah tauge 10% 4 18.95400
Limbah tauge 15% 4 19.789525
Signifikansi 1.000 1.000 .051
Rata rata dari grup yang disatukan dapat terlihat.
a. Ukuran sample rata rata = 4000
Lampiran 5 Uji Jarak Duncan Efisiensi
ppjfdgd Perlakuan Ulangan Tingkat Kesalahan = 0.05
1
Limbah tauge 0% 4 .33550
Limbah tauge 5% 4 .35200
Limbah tauge 10% 4 .35400
Limbah tauge 15% 4 .36175
Signifikansi .
Rata rata dari grup yang disatukan dapat terlihat.
a. Ukuran sample rata rata = 4000