strategi peningkatan mutu dan keamanan produk
TRANSCRIPT
STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK
SUSU BUBUK LACTONA DI PT MIROTA KSM YOGYAKARTA
Untuk menghadapi hal tersebut, perusahaan perlu memperhatikan efisiensi dari biaya
produksi yang dikeluarkan, yaitu dengan cara membatasi pemborosan sumber daya secara
menyeluruh, menghentikan kerusakan alat produksi dan selalu menjamin mutu produk
berada dalam karakteristik yang telah ditentukan.
Analisis Potensi Bahaya
Menurut Panduan Codex (European Committee for Standardisation 2003), analisis potensi
bahaya adalah :
“Proses mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang potensi bahaya dan kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkannya untuk memutuskan yang mana yang paling berpengaruh nyata
terhadap keamanan pangan dan dengan demikian harus dimasukkan dalam rencana
HACCP.”
Menurut NACMCF (1999) ataupun CAC (1997), tujuan dilaksanakannya analisis bahaya ini
adalah untuk mengembangkan suatu daftar bahaya yang beberapa di antaranya diketahui nyata
(signifikan) dapat menyebabkan cidera atau sakit bila tidak dikendalikan secara efektif, sedang
proses analisis bahaya itu sendiri terdiri atas dua tahap, yaitu : identifikasi bahaya dan evaluasi
bahaya.
Bahaya (hazards) didalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore dan Wallace (1995)
adalah perangkat biologi, kimiawi, dan fisik yang dapat menyebabkan gangguan menjadi tidak
aman untuk dikonsumsi manusia dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
International Commission of Microbiological Specifications for Foods (ICMSF 1992)
membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat resiko bahaya, yaitu Grup I yang mempunyai
bahaya besar, Grup II mempunyai tingkat bahaya sedang tetapi bahaya penyakit yang
ditimbulkannya berpotensi untuk menyebar, dan Grup III yang mempunyai tingkat bahaya
sedang dengan penyebarannya yang terbatas. Jenis-jenis bahaya mikrobiologis tersebut dapat
dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :
Menurut Cliver (1992) bahaya kimia dalam makanan dibagi menjadi dua macam, yaitu secara
alami terjadi dan bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja. Bahan yang tidak disengaja
ditambahkan berasal dari residu/kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk
tujuan produksi, bahan mentah pada penanganan yang terus terbawa sampai saat dikonsumsi,
terdapat pada bahan pangan (sedikit atau banyak) akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan dan pengemasan, sisa pestisida, pupuk, antibiotik, herbisida dan logam berat;
sedangkan yang sengaja ditambahkan misalnya bahan pengawet, antioksidan, pengemulsi dan
penstabil, pewarna, penguat rasa, humektan, pewangi, pengasam, pemanis, pemutih, enzim,
penambah nilai gizi dan lain-lain.
Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang secara normalnya
tidak terdapat dalam pangan dan dapat menimbulkan penyakit (termasuk trauma psikologis)
atau luka terhadap individu (Corlett 1992). Sumber bahaya fisik antara lain berasal dari bahan
mentah air, gedung, peralatan, material gedung dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan
bahaya fisik lainnya meliputi rambut, kotoran, kelupasan cat, karat, debu dan kertas (Pierson
dan Corlett 1992). Bahaya kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada
kenyataannya memberikan resiko kesehatan tidak cukup fatal dan umumnya memberikan
pengaruh dalam waktu yang panjang. Bahaya biologis lebih besar, kemungkinan bahaya yang
ditimbulkannya dalam bentuk keracunan pangan/makanan. Adapun bahaya fisik sangat mudah
dikenali dan dihindari oleh konsumen (Thaheer 2005).
Identifikasi bahaya kadang-kadang atau seringkali dilakukan dengan cara mengumpulkan
bahan-bahan informasi dari peraturan pemerintah, undang-undang yang berlaku, hasil
penelitian dari lembaga/instansi yang kompeten di bidangnya oleh tim HACCP dan
selanjutnya tim HACCP akan meninjau atau mengkaji ulang tentang : bahan baku dan/atau
ingredien yang digunakan dalam produk, aktivitas yang dilakukan pada setiap langkah proses
pengolahan, peralatan yang digunakan untuk membuat/menghasilkan produk pangan, cara
penyimpanan dan distribusi, serta tujuan penggunaan produk dan konsumen yang
memanfaatkannya, sedang evaluasi bahaya dilakukan setelah bahaya-bahaya yang
teridentifikasi tersebut dievaluasi berdasarkan dua faktor, yaitu berdasarkan tingkat
keparahannya menyebabkan sakit atau cidera dan peluang kemungkinan terjadinya bahaya
tersebut (Bernand et al. 1999). Bahkan analisis bahaya ini diperlukan sebagai dasar
penyediaan informasi penentuan titik kendali kritis atau CCP.
Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya pada produk pangan,
maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Kategori resiko bahaya pada produk pangan
ada enam bahaya, yaitu bahaya A sampai F disajikan pada Tabel 10, sedangkan penetapan
kategori resiko produk dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini :
Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, ingredien pangan dan
produk pangan, maka National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods
(1995), mengelompokkan kategori resiko bahaya dalam enam kategori, yaitu kategori resiko I
sampai dengan VI seperti yang tercantum pada Tabel 12 di bawah ini :
Metode Quality Function Deployment (QFD)
Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen yang mengikutsertakan
seluruh anggota organisasi dalam menerapkan konsep dan teknik kendali mutu untuk
mendapatkan kepuasaan pelanggan serta orang yang mengerjakannya (Marimin 2004).
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan TQM adalah Quality Function
Deployment (QFD). Nasution (2001) mendefinisikan QFD sebagai suatu proses atau
mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menerjemahkannya ke
dalam kebutuhan teknis yang relevan dimana masing-masing area fungsional dan tingkat
organisasi dapat mengerti dan bertindak. Sementara itu, menurut Subagyo (2000) QFD
adalah suatu cara untuk meningkatkan mutu barang atau jasa dengan memahami
kebutuhan konsumen lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk
menghasilkan barang atau jasa pada setiap tahap pembuatan barang atau jasa yang
dihasilkan.
Menurut Gasperz (2001), QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme
terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-
kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area
fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. Menurut Kolarik (1995), ciri
khas QFD adalah target kualitas, analisis kompetitor dan karakteristik penjualan, alternatif
proses produksi dan identifikasi bottleneck. Manfaat utama yang dapat diperoleh
perusahaan dengan menggunakan metode QFD adalah sebagai berikut (Ariani 1999) :
1. Mengurangi Biaya
Mulai
PT Mirota KSM
Indentifikasi factor mutu susu bubuk Lactona
Penilaian faktor-faktor lingkungan
Penentuan faktor-faktor internal dan eksternal
Penentuan posisi perusahaan
Perumusan alternative strategi
Rekomendasi straregi
selesai
QFD (Quality Function Deployment)
Matriks IFE Matriks EFE
Analisis SWOT Matriks TOWS
Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan
dan harapan konsumen sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pembuangan bahan
baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh konsumen.
Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku, biaya
overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan proses produksi.
2. Meningkatkan Pendapatan
Hal ini dapat dilakukan dengan adanya pengurangan biaya agar hasil yang didapatkan
menjadi meningkat.
3. Mengurangi Waktu Produksi
QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk memfokuskan pada
program pengembangan kebutuhan dan harapan konsumen. Proses dalam QFD
dilaksanakan dengan menyusun sebuah matriks yang disebut rumah mutu atau The House
of Quality (HOQ).