strategi pengelolaan kabupaten limapuluh kota … · dalam teks dan dicantumkan dalam daftar...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGELOLAAN
TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT
Oleh
ISKANDAR MUDAE.051050171
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengelolaan Taman
Wisata Alam Lembah Harau Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi Sumatera Barat
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2010
ISKANDAR MUDA
NRP E051050171
ABSTRACT
ISKANDAR MUDA. Natural Park Management Strategy Harau Valleyregency of West Sumatra Province. Supervised by SAMBAS BASUNI andDODIK RIDHO NURROCHMAT.
TWA Harau Valley is one of the tourist potential in the District Harauregency of West Sumatra Province. TWA was determined based on the ValleyHarau Minister of Agriculture Decree No. 478/Kpts/Um/8/1979 Date August 2,1979 with an area of 27.5 hectares, which has changed the status from NatureReserve to Natural Park (MoF 2008).
This research aims to develop management direction TWA Harau Valleysustainable in terms of knowledge about the value of direct benefits that can befelt by communities around the region and for the region. While the specificobjectives of this research is to: identify problems in the management of TWAHarau Valley, describing the perceptions of local government/managers,communities around the region, NGOs, private sectors, universities, and visitorsto the preservation of the TWA Harau Valley, to analyze costs and benefits ofTWA Harau Valley management and formulate the development strategy ofsustainable TWA Harau Valley and sustainable in the regency.Sampling techniques performed intentionally (purposive sampling) with a snowball method, with consideration that the respondent is residing in communitiesaround the region and actors (individuals or institutions) that influence policymakers, either directly or indirectly in the management of TWA as well. Directobservation of the object of research in the field is how to get a picture of theTWA Harau Valley conditions. In order to analyze the policy ofstrategy/management is using SWOT analysis (Strength, Weakness, Opportunity,Threat) and analysis of AHP (Analytical Hierarchy Process) by using the softwareExpert Choice 2000 and to analyze the financial feasibility is using the calculationof net present value (Net Present Value), the net cost benefit ratio (Net Benefitand Cost Ratio/NBCR), and internal rate of return (Internal Rate of Return / IRR).
Based on the research in the field there are four results that can be used,TWA management issues comes from two things. Issues from outside the area arerampant destruction by the community areas around the area by reason ofeconomic motives. A problem of the region is not optimal due to lack of financialresources management. In order to avoid overlapping in the implementation ofrights and obligations, there must be collaboration among stakeholders to createclear rules in the management, and Financial analysis on interest rate 14%,indicating exploitation of TWA has not been financially feasible, although theNPV and BCR = 1.598.644.867 = 2,062 but IRR = 11% and The best strategy inTWA management is SO (strength - opportunity) strategy by the way: theconstruction of supporting facilities and infrastructure, maintaining andoptimizing the use of TWA as well as the promotion of the beauty of the TWAHarau Valley
Keywords: TWA Harau Valley, Management Strategy.
RINGKASAN
ISKANDAR MUDA. Strategi Pengelolaan Taman Wisata Alam LembahHarau Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing olehSAMBAS BASUNI dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Sektor kehutanan pada era desentralisasi serta implementasi paradigma
pengelolaan hutan berbasis masyarakat, memunculkan dilema baru bagi
pengelolaan kawasan konservasi di daerah. Tuntutan masyarakat terhadap
kawasan hutan sebagai lahan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mengakibatkan
kegiatan pemanfaatan sumber daya di dalam kawasan semakin tidak terkendali.
Kawasan hutan konservasi yang sering dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia
salah satunya adalah Taman Wisata Alam (TWA).
Indonesia memiliki 122 (104 di darat dan 18 di laut) lokasi TWA dan
empat diantaranya berada di Sumatera Barat (Dephut 2008). Empat lokasi TWA
yang ada di Sumatera Barat, salah satunya adalah TWA Lembah Harau, yang
merupakan salah satu potensi wisata di Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh
Kota Provinsi Sumatera Barat. TWA Lembah Harau ini ditetapkan berdasarkan
SK Mentan No. 478/Kpts/Um/8/1979 Tanggal 2 Agustus 1979 dengan luas 27,5
Ha, dimana telah berubah status dari Cagar Alam menjadi Taman Wisata Alam
(Dephut 2008).
Untuk menanggulangi kerusakan fisik habitat dan sumber daya alam dari
praktik pemanfaatan yang cenderung tidak terkendali, serta tetap terpeliharanya
keberadaan dan kelestarian ekosistem dengan segenap fungsi utama kawasan,
maka sangat diperlukan langkah-langkah strategis pengelolaan TWA Lembah
Harau secara lebih terencana dan terpadu agar kepentingan antar sektor maupun
antar pengguna (user/stakeholders) dapat terakomodasi terutama mencakup aspek
perlindungan fungsi ekologis, aspek pemanfaatan terbatas dengan nilai ekonomi
optimal, serta pemberdayaan dan pelibatan masyarakat setempat. Oleh karena itu,
diperlukan suatu penelitian yang dapat memberikan solusi dalam pengelolaan
TWA Lembah Harau.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menyusun arahan pengelolaan
TWA Lembah Harau yang berkelanjutan dilihat dari nilai manfaat langsung yang
dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan maupun bagi daerah. Sedangkan
tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: mengidentifikasi permasalahan
dalam pengelolaan TWA Lembah Harau, mendeskripsikan persepsi stakeholder
terhadap pelestarian TWA Lembah Harau, menganalisa kelayakan finansial
pegelolaan TWA Lembah Harau dan merumuskan strategi pengembangan TWA
Lembah Harau yang lestari dan berkelanjutan di Kabupaten Limapuluh Kota.
Teknik pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) dengan metode snowball dengan memperhatikan prinsip keterwakilan
sesuai dengan tujuan penelitian. Responden adalah masyarakat yang berada di
sekitar kawasan TWA dan pelaku (individu atau lembaga) yang mempengaruhi
pengambil kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan
TWA serta pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian di lapangan
untuk mendapatkan gambaran kondisi TWA Lembah Harau. Untuk menganalisis
strategi pengelolaan dilakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Threat), serta analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan menggunakan
software Expert Choice 2000. Sedangkan untuk menganalisis ukuran kelayakan
finansial digunakan perhitungan nilai bersih sekarang (Net Present Value), rasio
manfaat biaya bersih (Net Benefit and Cost Ratio/NBCR), dan tingkat
pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR).
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa permasalahan
dalam pengelolaan TWA Lembah Harau berasal dari dua hal yaitu: faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah maraknya pengrusakan
kawasan oleh masyarakat sekitar kawasan dengan alasan motif ekonomi. Faktor
internal adalah belum optimalnya pengelolaan karena kurangnya sumber dana.
Berdasarkan analisis persepsi terhadap pengelolaan TWA Lembah Harau terlihat
bahwa para pihak (stakeholder), dalam hal ini adalah pemerintah daerah dan
pengelola, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pihak swasta,
perguruan tinggi dan pengunjung, mengharapkan adanya perbaikan pengelolaan
TWA Lembah Harau untuk masa yang akan datang. Beberapa saran perbaikan
berdasarkan persepsi stakeholder antara lain adalah adanya kolaborasi antar
semua stakeholder, adanya aturan yang jelas dalam pengelolaan dan tidak adanya
tumpang tindih dalam hak dan kewajiban.
Hasil analisis finansial pada tingkat suku bunga 14 %, menunjukkan
pengusahaan TWA belum layak secara finansial, walaupun nilai NPV =
1.598.644.867 dan BCR = 2.062 namun IRR = 11%. Dari hasil ini dapat diketahui
bahwa NPV dan BCR sudah mencukupi sedangkan dari nilai IRR masih belum
layak jika dilakukan investasi di kawasan ini karena tingkat pengembalian
investasi masih di bawah tingkat suku bunga bank. Berdasarkan hasil analisis
SWOT strategi pengelolaan TWA Lembah Harau yang paling tepat adalah strategi
SO (strength-opportunity) yaitu dengan cara: melakukan pembangunan sarana dan
prasarana pendukung, melakukan pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan
TWA serta melakukan promosi mengenai keindahan TWA Lembah Harau.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAMLEMBAH HARAU KABUPATEN LIMAPULUH KOTA
PROVINSI SUMATERA BARAT
ISKANDAR MUDA
TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains padaProgram Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2010
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Salawat
dan salam penuliskan kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan yang baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada
bulan Desember 2008 sampai Desember 2009 ini adalah Strategi Pengelolaan
Taman Wisata Alam Lembah Harau Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi
Sumatera Barat.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih atas semua bantuan dan do’a,
dukungan, semangat, arahan dan bimbingan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc selaku anggota komisi
pembimbing atas arahan, bimbingan dan saran yang diberikan dengan
penuh kesabaran mulai dari penulisan proposal hingga penulisan tesis ini
selesai.
2. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kehutanan beserta staf pengajar dan
karyawan.
3. Dekan dan Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf
yang banyak membantu selama saya mengikuti kuliah di Program
Pascasarjana IPB.
4. Bapak Bupati Kabupaten Limapuluh Kota beserta seluruh staf yang terkait
dalam penelitian ini.
5. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota beserta seluruh staf
atas bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan dan mendukung
terlaksananya penelitian ini.
6. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Limapuluh Kota beserta staf atas
bantuannya selama penulis melakukan pengambilan data.
7. Camat Harau beserta staf, Wali Nagari Tarantang beserta seluruh warga
yang membantu penulis selama berada di lokasi penelitian.
8. Orang tua yang penulis cintai, Bapak H. Zulfan Efendi dan Ibu Hj. Kemala
Presti serta adik-adik tercinta dr.Tridia Emilda, Rindayani, Iroito Nazomi dan
Gemala Fatma, tak lupa juga buat dua ponakanku Haikal dan Ratu yang
telah memberikan doa, semangat, bantuan moril dan materil demi
penyelesaian pendidikan S2 ini.
9. Teman-teman di Program Studi IPK 2005: Mas Anto, Bang Rafik, Mba Eva,
Mba Resti, Mba Muly, Mba Melly, Mas Yatap, Mas Arif, Erny Eva, Aah dan
lain-lain.
10. Teman-teman di IPB: Pini Wijayanti, SP. M.Si, M.Yazid,SP, Mas Agung, Mas
Yano, Mba Ratih dan lain-lain
11. Khusus untuk Nana dan keluarga atas doa, semangat dan bantuannya
dalam penyelesaian studi ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat pada
tanggal 31 Desember 1980 sebagai putra pertama dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak H. Zulfan Efendi dan Ibu Hj. Kemala Presti. Pendidikan dasar
sampai menengah atas diselesaikan di Payakumbuh. Pada tahun 1999 penulis
lulus dari SMU 2 Payakumbuh dan pada tahun yang sama diterima sebagai
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat pada Fakultas
Kehutanan Jurusan Teknologi Hasil Hutan, lulus pada tahun 2004.
Setelah lulus S1, penulis bekerja sebagai tim penilai independen proyek
GNRHL di berbagai tempat di Sumatera Barat, selama 6 bulan. Selanjutnya pada
tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.
DAFTAR ISIHalaman
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Perumusan Masalah ..................................................................................... 3
Tujuan ......................................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
Kerangka Pemikiran .................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
Taman Wisata Alam .................................................................................... 6
Penilaian Sumberdaya Hutan ....................................................................... 8
Persepsi ....................................................................................................... 8
Ketergantungan Masyarakat Sekitar terhadap Sumberdaya Hutan ................ 9
Otonomi Daerah .......................................................................................... 9
Analisis SWOT ............................................................................................ 11
Proses Hirarki Analisis (AHP) ..................................................................... 14
Pengusahaan Pariwisata Alam ..................................................................... 19
Analisis kelayakan investasi ........................................................................ 19
METODE PENELITIAN .................................................................................. 21
Lokasi dan Waktu penelitian ............................................................................. 21
Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 21
Cara Penentuan Responden ................................................................................ 22
Metode Analisis ................................................................................................. 23
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................... 30
Sejarah Kawasan ............................................................................................... 30
Status TWA Lembah Harau ............................................................................... 31
Letak dan Luas ............................................................................................ 31
Keadaan Fisik Lapangan .............................................................................. 32
Keanekaragaman Flora dan Fauna ............................................................... 33
Objek-objek wisata di TWA Lembah Harau ................................................ 34
Pengelolaan TWA Lembah Harau ................................................................ 35
Fasilitas Rekreasi ......................................................................................... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 37
Identifikasi Permasalahan Pengelolaan ........................................................ 37
Persepsi Stakeholder .................................................................................... 42
Analisis Biaya dan Manfaat Pengusahaan .................................................... 48
Strategi Pengelolaan TWA ........................................................................... 54
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69
LAMPIRAN....................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis dan sumber data primer yang diperlukan dalam penelitian................. 21
2. Jenis dan sumber data skunder yang diperlukan dalam penelitian .............. 22
3. Jumlah penduduk dan kepadatannya di Kecamatan Harau ......................... 38
4. Kependudukan berdasarkan jenis kelamin ................................................. 38
5. Kependudukan berdasarkan pendidikan .................................................... 39
6. Kependudukan berdasarkan profesi ........................................................... 39
7. Biaya pembangunan .................................................................................. 49
8. Biaya investasi lanjutan ............................................................................ 50
9. Biaya rutin pengelolaan TWA ................................................................... 51
10. Jumlah kunjungan wisata tahun 2008 ........................................................ 52
11. Pendapatan dalam pengelolaan TWA ........................................................ 53
12. Evaluasi variabel internal kekuatan .......................................................... 54
13. Evaluasi variabel internal kelemahan ........................................................ 58
14. Evaluasi variabel eksternal peluang ........................................................... 62
15. Evaluasi variabel eksternal ancaman ......................................................... 63
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran .................................................................................. 5
2. Proses pengambilan keputusan strategis .................................................... 12
3. Diagram SWOT ........................................................................................ 13
4. Matrik SWOT ........................................................................................... 28
5. Lingkaran permasalahan ............................................................................ 39
6. Monumen peninggalan Belanda ................................................................ 56
7. Kondisi jalan menuju TWA ...................................................................... 57
8. Kondisi dalam kawasan TWA .................................................................. 59
9. Kantor penjualan tiket masuk TWA .......................................................... 61
10. Diagram SWOT strategi pengembangan TWA .......................................... 65
11. Diagram analisis matrik SWOT ................................................................ 67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis finansial ....................................................................................... 72
2. Peta kawasan konservasi Sumatera Barat .................................................. 74
3. Peta kawasan CA dan TWA Lembah Harau .............................................. 75
4. Hasil pembobotan faktor internal kekuatan dengan metode AHP .............. 76
5. Hasil pembobotan faktor internal kelemahan dengan metode AHP ............ 76
6. Hasil pembobotan faktor eksternal peluang dengan metode AHP .............. 77
7. Hasil pembobotan faktor eksternal ancaman dengan metode AHP ............ 77
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia berpeluang besar mengembangkan potensi wisata alam. Hal ini
dapat dilihat dari potensi wisata alam yang dimilikinya seperti: (1) Alamnya yang
indah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, (2) Sumber daya manusia yang
bisa dikembangkan, (3) Seni budaya yang beranekaragam, (4) Letak geografis
yang strategis, (5) Kondisi iklim yang relatif baik sepanjang tahun untuk kegiatan
wisata. Kelima potensi tersebut merupakan modal yang dapat memberikan
sumbangan besar pada pembangunan ekonomi lokal, regional dan terciptanya
lapangan kerja melalui pengembangan industri pariwisata.
Perkembangan dalam industri pariwisata yang berbasis alam (natural
tourism) saat ini mengalami kemajuan yang pesat. Menurut World Tourism
Organization (WTO 1995), pertumbuhan per tahun untuk wisata umum (general
international travel) hanya 5%, sedangkan wisata alam 30%. Di Indonesia
pengembangan Wisata Alam lebih banyak berkembang pada Kawasan Pelestarian
Alam.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 pasal 31 tentang Kawasan Pelestarian
Alam disebutkan bahwa di dalam kawasan pelestarian alam (Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam) dapat dilakukan kegiatan untuk
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya dan wisata. Kawasan Taman Wisata Alam merupakan salah satu kawasan
pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
pariwisata dan rekreasi alam.
Indonesia memiliki 122 (104 di darat dan 18 di laut) lokasi TWA dan
empat diantaranya berada di Sumatera Barat (Dephut 2008). Empat lokasi TWA
yang ada di Sumatera Barat, salah satunya adalah TWA Lembah Harau, yang
merupakan salah satu potensi wisata di Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh
Kota Provinsi Sumatera Barat. TWA Lembah Harau ini ditetapkan berdasarkan
SK Mentan No. 478/Kpts/Um/8/1979 Tanggal 2 Agustus 1979 dengan luas 27,5
Ha. Lokasinya merupakan bagian dari CA Lembah Harau yang diubah statusnya
menjadi Taman Wisata Alam (Dephut 2008).
2
Potensi wisata di TWA Lembah Harau berupa keindahan alam dan
berbagai jenis flora dan fauna dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Keindahan alam yang dapat dinikmati antara lain: air terjun, tempat olahraga
panjat tebing, dan pemandangan alam. Vegetasi yang mendominasi kawasan
TWA Lembah Harau merupakan tipe vegetasi primer hutan hujan tropis
pegunungan dan jenis pohon penyusun vegetasi tersebut didominasi antara lain
oleh famili Medang-Medangan (Lauraceae), Jambu Hutan (Myrtaceae), Melinjo
(Gurtacae), Manggis (Guttiferae) dan Meranti (Dipterocarpaceae). Disamping itu
juga masih terdapat fauna yang dapat dijumpai di TWA Lembah Harau antara lain:
Kambing Hutan (Nemorchaedus atau Capricornis sumatrensis), Harimau
Sumatera (Pantera tigris sumatrensis), Siamang (Hylobates syndactylus), Rusa
(Cervus timorensis), Tapir (Tapirus indicus) dan Burung Kuau (Argusia nusargus)
(Dephut 2008). Adanya hewan buas seperti Harimau Sumatera tidaklah berbahaya
dalam pengelolaan, karena hewan ini berada di atas tebing lembah dan hutan yang
berbatasan dengan kawasan CA Lembah Harau. Dengan keberadaan hewan buas
di kawasan ini, pengelola bisa juga mengembangkan obyek wisata minat khusus
pengamatan Harimau Sumatera. Selain itu TWA Lembah Harau juga dilintasi oleh
jalan provinsi sehingga akses menuju TWA tersebut lebih mudah.
Kawasan TWA Lembah Harau merupakan salah satu tempat yang
berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama dalam kaitannya dengan
usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan devisa negara dari
sektor non migas, maka peranan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor
penting dalam mendukung kebijakan tersebut. Sektor pariwisata menjadi bagian
penting dalam menghasilkan devisa negara. Berdasarkan statistik kunjungan
wisatawan, pada tahun 2007 diperoleh devisa dari kunjungan wisatawan
mancanegara sebesar US $ 5.345.980.000 sedangkan total devisa negara pada
tahun 2007 adalah sebesar US $ 56.900.000.000. Dengan kedatangan wisatawan
mancanegara telah menyumbang devisa sebesar 9.4% dari total devisa negara
pada tahun 2007 (BPS 2007). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola
Lembah Harau selama tahun 2007 terjadi juga peningkatan pendapatan di TWA
3
Lembah Harau. Halini dapat dilihat dari target pemasukan Rp 95.000.000,-
diperoleh pemasukan sebesar Rp 134.000.000,-.
Namun demikian, dalam menyokong kebijakan peningkatan PAD dari
sektor pariwisata perlu dilakukan penelitian terhadap strategi pengelolaan yang
diterapkan di TWA Lembah Harau, guna mendukung pengelolaan yang tepat. Di
sisi lain, pengambil kebijakan (pemerintah daerah) pada umumnya membuat
alokasi sumber daya berdasarkan pada keuntungan ekonomi jangka pendek. Oleh
karena itu, dalam upaya meyakinkan pengambil kebijakan, maka perlu adanya
argumen yang kuat tentang sumbangan kawasan pelestarian alam terhadap
ekonomi daerahnya (McNeely 1992).
Implementasi otonomi daerah dan paradigma pengelolaan hutan berbasis
masyarakat, memunculkan dilema baru bagi pengelolaan kawasan konservasi di
daerah. Tekanan terhadap kawasan hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat mengakibatkan kegiatan pemanfaatan sumber daya di dalam kawasan
semakin tidak terkendali.
Untuk menanggulangi kerusakan fisik habitat dan sumber daya alam dari
praktik pemanfaatan yang cenderung tidak terkendali, serta tetap terpeliharanya
keberadaan dan kelestarian ekosistem dengan segenap fungsi utama kawasan,
maka sangat diperlukan langkah-langkah strategi pengelolaan TWA Lembah
Harau secara lebih terencana dan terpadu. Hal ini perlu dilakukan agar berbagai
kepentingan antar sektor maupun antar pengguna (user/stakeholders) dapat
terakomodasi, terutama mencakup aspek perlindungan fungsi ekologis, aspek
pemanfaatan terbatas dengan nilai ekonomi optimal, serta pemberdayaan dan
pelibatan masyarakat setempat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang Strategi Pengelolaan
Taman Wisata Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi
Sumatera Barat sangat relevan untuk dilakukan.
Perumusan Masalah
Terdapat berbagai aktivitas masyarakat yang mengancam keberadaan
TWA Lembah Harau, antara lain: perluasan lahan pertanian, pemanfaatan flora
dan fauna, dan penebangan liar. Hal ini merupakan indikasi bahwa potensi wisata
di TWA Lembah Harau juga terancam.
4
Usaha perlindungan suatu sumber daya alam seringkali terganjal oleh
dinamika masyarakat yang berada di sekitar sumber daya tersebut, dimana
terdapat kecenderungan bahwa dinamika tersebut memerlukan ruang untuk
dimanfaatkan dalam proses pengembangan dan peningkatan kualitas hidup.
Akibatnya, terjadi benturan antara kepentingan masyarakat yang menginginkan
adanya penghidupan yang layak dan kepentingan pemerintah yang menginginkan
lingkungan tetap lestari.
Dari uraian tersebut di atas, maka timbul beberapa pertanyaan:
1. Apa sesungguhnya yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan TWA
Lembah Harau ?
2. Bagaimana persepsi stakeholder terhadap pengelolaan TWA Lembah Harau ?
3. Bagaimana kemanfaatan finansial dari pengelolaan TWA Lembah Harau ?
4. Bagaimanakah strategi pengelolaan TWA Lembah Harau yang tepat untuk
meningkatkan pendapatan daerah secara berkelanjutan ?
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun arahan pengelolaan
Taman Wisata Alam Lembah Harau (TWA Lembah Harau) yang berkelanjutan
berdasarkan pengetahuan tentang nilai manfaat langsung yang dapat dirasakan
oleh masyarakat sekitar kawasan maupun bagi daerah. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi permasalahan pengelolaan TWA Lembah Harau.
2. Mendeskripsikan persepsi stakeholder terhadap pengelolaan TWA Lembah
Harau.
3. Menganalisa kelayakan finansial pengusahaan TWA Lembah Harau.
4. Merumuskan strategi pengelolaan TWA Lembah Harau yang lestari dan
berkelanjutan di Kabupaten Limapuluh Kota.
Manfaat Penelitian
Rumusan arahan pengelolaan TWA Lembah Harau yang didasarkan atas
hasil penelitian ini diharapkan :
1. Memberikan bahan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Limapuluh
Kota tentang pengelolaan TWA Lembah Harau.
5
2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai penting TWA
Lembah Harau.
3. Bagi dunia pendidikan, sebagai referensi dan informasi dalam merencanakan
penelitian lebih lanjut.
Bagan Alir Penelitian
Bagan alir pemikiran, yang secara diagramatis menggambarkan hubungan
antara latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, serta metode analisis
yang digunakan disajikan pada Gambar 1 berikut ini :
Gambar 1 Bagan alir pemikiran penelitian.
Masyarakat
Sekitar KawasanPengelola
IdentifikasiKepentingan
Sikap dan Presepsi
DukunganPolitis
PengunjungPemerintah
KeinginanRencana
Pengusahaan
Swasta PerguruanTinggi
LSM
TWA LEMBAH HARAU
Analisis Strategi
(SWOT)
Arahan Strategi Pengelolaan TWALembah Harau
IdentifikasiVariabel SWOT
Rumusan Strategis
Pengelolaan (AHP)
Analisis
Finansial
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data sekunder dilakukan melalui penelusuran literatur yang
dimulai sejak bulan Desember 2007, sedangkan pengambilan data lapangan
dilaksanakan selama 1 bulan mulai dari bulan November 2008 sampai akhir
Desember 2008. Lokasi penelitian bertempat di kawasan Taman Wisata Alam
Lembah Harau (TWA Lembah Harau) Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi
Sumatera Barat dan masyarakat sekitar kawasan.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari para pelaku pengambil
keputusan (stakeholder) melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan
berpedoman pada point-point pertanyaan (interview guidance) yang telah
disediakan sebelumnya. Lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan sumber data primer yang diperlukan dalam penelitian
No Jenis Data Keterangan(Sumber Informasi)
12
3
4
5
Kondisi Fisik/Gambaran Umum KawasanKarakteristik Permasalahan TWA bagiMasyarakatKebijakan Pengelolaan Kawasan TWA
Pendapat Strategi Pengelolaan TWA yangTepat
Persepsi Pengunjung dan Pengelola
Observasi LapanganMasyarakat di Kawasan
Pengelola TWA (DinasPariwisata)BAPPEDA, BAPEDALDA,Dishut Sumbar, DinasPariwisata, LSM, PemukaMasyarakat, DPRD, PerguruanTinggiPengunjung dan Pengelola
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelusuran
laporan atau dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan
data pendukung lainya mengenai Taman Wisata Alam Lembah Harau serta
pustaka yang relevan dengan penelitian, seperti dari Lembaga Swadaya
Masyarakat, Kantor Desa/Camat di wilayah studi, BKSDH propinsi dan Dinas
22
Kehutanan, Bappeda dan Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota, untuk
pihak universitas dipilih Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang
merupakan perguruan tinggi satu-satunya yang memiliki Fakultas Kehutanan di
Sumatera Barat. Pada Tabel 2 disajikan secara rinci jenis dan sumber data yang
diperlukan dalam penelitian.
Tabel 2. Jenis dan sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian.
No Jenis Data Sumber Data12
345
678
9
10
Sejarah Kawasan TWAPeta Administrasi dan Penggunaan Lahandalam KawasanPerda-Perda Mengenai TWAData Kebijakan Pengelolaan TWAPendapatan Asli Daerah
Monografi Kecamatan/DesaKeadaan Sosial Ekonomi PendudukPermasalahan dan Kasus-Kasus yang Terjadidi TWALaporan Tahunan, Rencana Pengelolaan,Rencana Anggaran dan Biaya dan RencanaStrategisData Penunjang Lainnya
Dinas Kehutanan/PariwisataDinas Kehutanan/Bappeda
Dinas Kehutanan/BappedaDinas Kehutanan/BappedaDispenda Kab. LimapuluhKotaKantor Desa/CamatKantor Desa/CamatDinas Kehutanan (BKSDA)/Dinas PariwisataDinas Kehutanan/DinasPariwisata
Dinas/Kantor Terkait
Cara Penentuan Responden
Teknik pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
dengan metode snowball dengan memperhatikan prinsip keterwakilan sesuai
dengan tujuan penelitian. Responden adalah masyarakat yang berada di sekitar
kawasan dan pelaku (individu atau lembaga) yang mempengaruhi pengambil
kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan TWA serta
pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian di lapangan untuk
mendapatkan gambaran kondisi TWA Lembah Harau
Responden terdiri dari para stakeholder yaitu pejabat atau staf yang
menguasai permasalahan yang berasal dari beberapa instansi/lembaga, antara lain
BAPPEDA Kabupaten Limapuluh Kota, Kantor Dinas Kehutanan atau BKSDA
Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota, Perguruan
Tinggi (Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat) Lembaga Swadaya
23
Masyarakat (LSM) dan Tokoh Masyarakat. Dari pengunjung diambil data tentang
sikap dan persepsi berupa keinginan.
Metode Analisis
Sesuai dengan tujuan penelitian, analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat), serta
analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan menggunakan software
Expert Choice 2000.
Analisis Deskriptif
Menurut Whitney dalam Nazir (2003) metode deskriptif adalah pencarian
fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat, atau suatu metode yang digunakan
dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Penelitian dengan
metode deskriptif bertujuan untuk mempelajari masalah-masalah dalam
masyarakat, tata cara yang berlaku pada masyarakat dalam situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh
dari suatu fenomena. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan membuat gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Analisis Kelayakan Investasi
Tujuan analisis kelayakan investasi adalah untuk memperbaiki penilaian
investasi agar dapat menentukan hasil dan memilih diantara berbagai alternatif
dengan jalan menghitung biaya dan manfaat yang diharapkan (Husein 1999). Cara
yang paling banyak diterima untuk menilai suatu proyek jangka panjang seperti
pada taman wisata alam adalah “discounted cashflow analysis” atau analisis DCF
(Gittinger 1986). Analisis DCF menilai harga suatu proyek dengan
memperhitungkan waktu kejadian (timing) dan besarnya “cashflow” diartikan
sebagai arus pembayaran tunai kepada atau oleh suatu usaha. Biaya dipandang
sebagai cashflow negatif atau arus pengeluaran (outflow) sedangkan manfaat yang
24
dihasilkan sebagai cashflow positif atau arus penerimaan (inflow). Satu asumsi
kunci dalam hal ini adalah uang yang berada ditangan sekarang ini lebih berharga
dari jumlah uang yang sama dimasa yang akan datang. Nilai uang di masa
mendatang dan proses perhitungannya dinamakan pemajemukan (compounding),
sedangkan hal kebalikannya disebut “discounting” .
Pada hakikatnya dilaksanakan atau tidaknya proyek tersebut ditentukan
oleh pemilik proyek itu sendiri, sebagai pengambil keputusan. Evaluasi proyek
yang dilakukan hanyalah merupakan bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan untuk pelaksanaan suatu proyek.
Menurut Gittinger (1986), alat analisis yang digunakan untuk mencari
ukuran kelayakan finansial tersebut yang akan diteliti adalah nilai bersih sekarang
(Net Present Value), rasio manfaat biaya bersih (Net Benefit and Cost
Ratio/NBCR), dan tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR).
Net Present Value (NPV)
Kriteria NPV ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang
merupakan jumlah nilai manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus
persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
NPV =
n
tti
CtBt
0 )1(
keterangan :
Bt = Manfaat pengusahaan TWA pada tahun t
Ct = Biaya setiap pola investasi pengusahaan TWA pada tahun t
termasuk pengeluaran (investasi, biaya rutin pemeliharaan dan
lain-lain)
n = Umur ekonomis dari pada proyek
i = Discount rate
t = Periode
Bila NPV > 0 berarti investasi dinyatakan menguntungkan dan proyek
tersebut layak dikembangkan, sedangkan apabila NPV < 0 maka investasi
dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk
dikembangkan. Pada keadaan NPV = 0, maka investasi pada proyek tersebut
25
hanya mengembalikan manfaat yang posisi sama dengan tingkat social
opportunity cost of capital.
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Kriteria ini merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri
atas nilai total dari manfaat bersih yang bersifat positif, sedangkan sebagai
penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan
biaya kotor lebih besar dari manfaat kotor. Jika Net B/C ≥ 1 maka proyek
dikatakan layak dikembangkan, sedangkan Net B/C < 1 maka proyek dikatakan
tidak layak dikembangkan. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Net B/C =)0(
)0(
)1(
)1(0
CtBt
CtBt
i
BtCt
i
CtBt
t
n
tt
Internal Rate of Return (IRR)
IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih
dalam suatu proyek pengembangan Taman Wisata Alam (TWA). Setiap benefit
bersih yang diwujudkan secara otomotis ditanam kembali dalam tahun
berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang diberi bunga selama sisa
umur proyek. Dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
IRR = I1 +21
121 )(
NPVNPV
iiNPV
Proyek dikatakan layak dikembangkan, bila IRR > dari tingkat bunga
berlaku. Bila IRR ternyata sama dengan tingkat bunga yang berlaku, maka NPV
dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari tingkat bunga yang
berlaku, maka berarti bahwa nilai NPV < 0, berarti proyek tidak layak
dikembangkan.
26
Analisis Sensitivitas
Salah satu keuntungan dari analisis proyek yang dilakukan secara cermat
adalah dapat diketahui kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar
perencanaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas, yaitu meneliti
kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi
akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 1986). Hal ini bertujuan untuk
melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada sesuatu
kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit
(Kadariah et al 1978).
Layak atau tidaknya suatu proyek sangat ditentukan oleh nilai kriteria
investasinya yaitu NPV, ratio B/C dan IRR. Nilai ketiga kriteria tersebut sangat
dipengaruhi oleh besarnya manfaat berupa penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan. Perubahan pada penerimaan dan biaya secara otomotis akan
mengubah nilai-nilai kriteria investasi. Analisis sensitivitas dilakukan untuk
melihat kelayakan proyek apabila terjadi perubahan pada penerimaan dan biaya.
Analisis Arahan Srategi Pengelolaan
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks
dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki.
Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara
subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan
variabel yang lain. Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis
untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk
mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004).
Secara umum langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada
tingkatan kriteria yang paling bawah
Tahapan dalam melakukan analisis data AHP menurut Saaty (1993)
dikemukakan sebagai berikut:
27
A= (aij) =
1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan
menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara
mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para responden yang memahami
permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan
yang dihadapi.
2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada
tingkatan kriteria paling bawah.
3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen
terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Teknik
perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan
judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key
person. Mereka dapat terdiri atas : 1) pengambil keputusan; 2) para pakar;
serta 3) orang yang dapat terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.
4. Matrik pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut:
C1 C2 ........... Cn
C1
C2
............
Cn
1
1/a12
.
1/a1n
a12
1
.
1/a2n
...........
...........
...........
...........
a1n
a2n
.
1
Dalam hal ini C1,C2,..........Cn adalah set elemen pada suatu tingkat dalam
hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan
membentuk matrik n x n. Nilai aij merupakan nilai matrikspendapat hasil
perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.
5. Matrik pendapat gabungan, merupakan matriks yang elemen-elemennya
berasal dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapat individu yang nilai
rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.
6. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi
jawaban responden.
28
7. Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan
tertentu terdapat sasaran utama.
Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat
cukup tinggi (>0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar,
sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat
terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.
Dalam AHP diperlukan skala angka Saaty mulai dari 1, yang
menggambarkan atribut yang satu terhadap yang lain sama pentingnya. Untuk
atribut yang sama selalu bernilai 1 sampai 9, yang menggambarkan satu atribut
sangat penting terhadap atribut lainnya. Jika hasil perhitungan tersebut
menunjukkan nilai CR < 0,10 artinya penilaian pada pengisian kuisioner
tergolong konsisten.
Selajutnya untuk menentukan strategi yang akan dilakukan dengan
memperhatikan faktor internal dan faktor eksternal yaitu kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman digunakan analisis SWOT dengan mengelompokkan faktor-
faktor internal maupun eksternal yang ada dengan menggunakan matriks SWOT
seperti yang terlihat pada gambar 4 berikut.
IFA/EFA Strenghts (S) Weakness (W)
Opportunities (O) Strategi SO
Menciptakan strategi yangmenggunakan kekuatanuntuk memanfaatkanpeluang.
Berada pada kuadran I
Strategi WO
Menciptakan strategi yangmenimalkan kelemahanuntuk memanfaatkanpeluang.
Berada pada Kuadran III
Threats (T) Strategi ST
Menciptakan strategi yangmenggunakan kekuatanuntuk membatasi ancaman .
Berada pada kuadran II
Strategi WT
Menciptakan starategi yangmeminimalkan kelemahandan menghindari ancaman.
Berada pada kuadran IV
Gambar 4 Matrik IFA/EFA dalam Analisis SWOT.
Arahan strategi pengelolaan TWA Lembah Harau dibuat berdasarkan hasil
analisis SWOT dan AHP. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
29
1. Menyusun matrik faktor-faktor strategis eksternal (EFAS = eksternal strategic
factors analisys summary), dan faktor-faktor strategis internal (IFAS =
internal strategic factors analisis summary) dari status penguasaan kawasan
TWA Lembah Harau, kemudian mengidentifikasi variabel-variabel eksternal
berupa peluang dan ancaman serta variabel-variabel internal berupa kekuatan
dan kelemahan.
2. Menentukan bobot dan rating dari masing-masing variabel faktor eksternal
dan internal melalui pengumpulan pendapat responden dengan mengunakan
AHP dan Skala Likert.
3. Besarnya nilai pengaruh masing variabel eksternal dan internal ditentukan
dengan mengalikan bobot dan rating dari masing-masing variabel tersebut.
4. Berdasarkan hasil pada poin (3) kemudian disusun diagram dan matrik SWOT
untuk menentukan arahan strategis pengelolaan TWA Lembah Harau di
Kabupaten Limapuluh Kota.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kawasan Wisata
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Pemerintahaan Hindia Belanda
No. 15 tertanggal 10 Januari 1933, Lembah Harau ditetapkan statusnya sebagai
Cagar Alam. Pada tahun 1926 Belanda telah memanfaatkan sebagian kawasan
Lembah Harau sebagai Taman Wisata. Hal ini dapat terbukti dengan adanya bekas
kupel dan monumen di dekat air terjun Sarasah Bunta. Pada monumen tersebut
tertulis "Dilarang memotong kayu dan bunga-bunga di sekeliling Sarasah ini", dan
diresmikan pada tanggal 14 Agustus 1926. Bekas jembatan dan jalan menuju
Sarasah Bunta dan jalan menuju Akar Berayun yang sekarang telah diperbaiki
merupakan peninggalan jaman Belanda.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar lokasi Taman
Wisata Lembah Harau, pada waktu itu juga terdapat jalan-jalan setapak yang
menuju kupel dan merupakan jalan berbatu kerikil warna putih yang banyak
terdapat di sungai-sungai kecil pada lokasi tersebut. Sedangkan kupel yang
terdapat di Sarasah Bunta tinggal bekasnya. Dahulu dibangun dengan bentuk segi
empat dan beratap yang pada setiap sudutnya terdapat patung kepala Harimau.
Jalan yang menuju lokasi Sarasah Bunta pada jaman dahulu cukup lebar dan dapat
dilalui kendaraan mobil maupun bendi.
Pada masa pendudukan Jepang tidak ada pemeliharaan kurang terhadap
tempat tersebut, bahkan salah satu jembatan menuju Sarasah Bunta runtuh.
Keadaan kupel rusak sehingga tinggal bekas-bekasnya yang berupa pondasi.
Sedangkan monumen tetap tampak masih utuh sampai sekarang meskipun tidak
terpelihara. Keadaan jalan tersebut sampai sekitar tahun 50-an masih dapat dilalui
oleh truk-truk yang mengangkut kayu bakar. Jalan mulai rusak setelah satu
penduduk membendung sungai untuk mengairi sawahnya, karena jalan tersebut
terletak lebih rendah daripada ketinggian air sungai sehingga setiap musim hujan
sering terendam air. Pada akhirnya jalan tersebut sulit dilalui dan tidak pernah lagi
dikunjungi orang, demikian juga jalan-jalan setapak yang ada telah tertutup oleh
semak-semak, sehingga tempat tersebut seperti tidak diketahui/dikenal oleh orang
dan penduduk setempat. Tapi sekarang keadaannya terbuka kembali (Heiza
1985).
31
Lembah Harau khususnya Sarasah Bunta tinggal merupakan saksi mati
dari legenda setempat yang menceritakan kasih tak sampai dua sejoli atau lebih
dikenal dengan "Randai putri Sari Banilai". Cerita tersebut mengisahkan bahwa
pada zaman dahulu tinggal seorang putri yang cantik bernama Putri Sari Banilai
dan tunangannya yang telah berjanji untuk sehidup semati. Sebelum meresmikan
pertunangannya, tunangan Putri Sari Banilai berkeinginan mencari ilmu di negri
orang. Mereka sepakat apabila salah satu mengingkari janjinya maka Putri akan
berubah menjadi batu dan tunangannya akan berubah menjadi kijang. Namun
setelah beberapa tahun berlalu Putri tidak sabar menanti, menyusul tunangannya
masuk hutan keluar huran. Sampai pada suatu tempat Putri seolah-olah melihat
tunangannya yang ternyata mengingkarinya. Sekejap Putri akhirnya menjadi batu.
Batu tersebut dapat dilihat sekarang pada salah satu sisi tebing di Lembah Harau
(Disbudpar 2008).
Status Kawasan Wisata Lembah Harau
Sebagian kawasan hutan Lembah Harau harus tetap dipertahankan sebagai
Cagar Alam karena adanya susunan vegetasi primer dari tipe vegetasi Hutan
Hujan Tropis pegunungan dan masih banyak terdapat jenis satwa-satwa liar yang
dilindungi. Kawasan tersebut harus mutlak dilindungi/dilestarikan dari pengaruh
manusia yang merusak. Disamping itu juga dibuka seluas-luasnya untuk
kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dan menginginkan, terutama yang menyangkut flora, fauna
maupun ekosistimnya.
Namun demikian adanya alam yang mengagumkan dengan tebing-
tebingnya yang curam dan adanya air terjun tidak dapat disangkal lagi bahwa
tempat tersebut banyak dikunjungi orang untuk tujuan rekreasi. Oleh karena itu
dalam usaha mengsinkronkan kedua kepentingan diatas, disamping kepentingan
yang lain, sebagian dari kawasan tersebut dirubah statusnya sebagai Taman
Wisata Alam Lembah Harau dengan Surat Keputusan Menteri pertanian tanggal 2
Agustus 1979 Nomor: 478/Kpts/Um/8/1978. Hal ini karena kepentingan untuk
tempat rekreasi semakin mendesak, dengan adanya pengunjung di kawasan ini
semakin meningkat yang tujuan utamanya adalah rekreasi.
32
Letak dan Luas
Secara administratif TWA Lembah Harau terletak di Kenagarian Harau
dan Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Propinsi Sumatera
Barat. Menurut pembagian wilayah Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam
termasuk Rayon Perlindungan dan Pelestarian Alam Payakumbuh, Balai
Perlindungan dan Pelestarian Alam Sumatera Barat. Secara astronomis TWA
Lembah Harau terletak lebih kurang 100038’19” Bujur Timur dan 006’ Lintang
Selatan (Dephut 1986).
Dalam Surat Keputusan Menteri pertanian tanggal 2 Agustus 1979
Nomor: 478/Kpts/Um/8/1978, luas TWA Lembah Harau yaitu 27,5 Ha dengan
batas-batas kawasan adalah:
Sebelah Utara : berbatasan dengan sawah dan ladang dari penduduk
Jorong Harau dan berbatasan dengan tanah hutan Nagari
Jorong Harau.
Sebelah Selatan : berbatasan dengan sawah dan ladang penduduk Jorong
Lubuk Limpato dan Tarantang dan tanah hutan Nagari
Tarantang.
Sebelah Timur : berbatasan dengan hutan dari wilayah KPH Harau, BKPH
Limapuluh Kota.
Sebelah Barat : berbatasan dengan desa Solok Bio-Bio.
Keadaan Fisik LapanganTopografi
Keadaan lapangan TWA Lembah Harau bergelombang dan merupakan
lembah di antara dua tebing yang curam. Bukit-bukit yang mengapit TWA
Lembah Harau adalah di sebelah Barat Bukit Jambu dengan ketinggian lebih
kurang 700 m, di sebelah Utara Bukit Air Putih dengan ketinggian lebih kurang
850 m dan Bukit Singkarak di bagian Barat Daya dengan ketinggian lebih kurang
850 m di atas permukaan laut (Harau dalam angka 2007). Lembah-lembah yang
topografinya datar sampai dengan kemiringan yang ringan terdapat di antara
Bukit Jambu dan Bukit Singkarak.
33
Geologi dan Tanah
Menurut Lembaga penelitian Tanah dan Pemupukan Bogor tahun 1964
(Dephut 1986), pembagian tanah di kawasan Cagar Alam/TWA Lembah Harau
meliputi macam tanah podsolik merah kuning dan litosol, bahan induk batuan
beku fisiografi intrusi meliputi sebagian besar Cagar Alam tersebut. Serta macam
tanah litosol, bahan induk batuan beku fisiografi vulkan, meliputi sebagian kecil
saja yaitu bagian Selatan Cagar Alam.
Iklim
Berdasarkan Klasifikasi Schmidt dan Ferguson, TWA Lembah Harau
memiliki tipe A dengan curah hujan rata-rata 2.500 - 3.200 mm pertahun dan suhu
udara berkisar antara 28° C - 30° C. Sedangkan data yang dipantau BPP Tanjung
pati, rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.257 mm/tahun, jumlah hari hujan 131
hari/tahun dengan intensitas curah hujan sebesar 17.22 mm/hari (Dephut 1986).
Air dan Sumber Air
Sungai-sungai yang terdapat di dalam kawasan Cagar Alam merupakan
sumber air minum bagi satwa yang berada di dalamnya, juga berfungsi sebagai
sumber air bersih bagi penduduk sekitar lokasi dan juga diharapkan akan dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan penyediaan air bersih sehubungan dengan
rencana pengembangan Taman Wisata Alam yang bersangkutan.
Di lokasi tersebut terdapat beberapa sungai kecil yang mengalir
diantaranya Sungai Sarasah Bunta, Sungai Air Lulus dan Sungai Sarasah Asap.
Dari sungai-sungai tersebut sebagian bersatu dan mengalir ke bawah melewati
tebing yang curam dan merupakan Air Terjun. Air Terjun yang terdapat di Taman
Wisata Lembah Harau antara lain adalah Akar Berayun, Air Terjun Sarasah Bunta
dan Air Terjun Sarasah Air Lulus. Sedang dalam Kabupaten Limapuluh Kota
dalam angka 1984 beberapa sungai yang lewat lokasi Kecamatan Harau adalah
Batang Sinamar sepanjang lebih kurang 75 km, Batang Limpasi sepanjang lebih
kurang 30 km, Batang Agam lebih kurang 25 km, Batang Mungo lebih kurang 15
km dan Batang Sanipan lebih kurang 20 km.
34
Keanekaragaman Flora dan Fauna
Flora
Sebagian besar susunan vegetasi kawasan Taman Wisata Alam dan Cagar
Alam Lembah Harau (sekitar 80% dari luas kawasan) merupakan tipe vegetasi
Hutan Hujan Tropis pegunungan yang masih primer dan jenis pohon penyusun
vegetasi tersebut didominasi oleh famili Lauraceae, Myrtaceae, Gurtaceae,
Guttiferae dan Dipteraceae. Ditjen PHPA melaporkan bahwa berdasarkan hasil
survei areal cadangan Suaka Alam/Hutan Wisata Propinsi Sumatra Barat pohon-
pohon yang dominan di areal cadangan perluasan Cagar Alam Lembah Harau
adalah jenis Medang (Litsea sp), Kalek (Eugenia sp) dan Gambir (Fam.
araucaceae). Sedangkan jenis lainnya adalah Cemara (Pygeum parviflorium),
Banir (Shorea platycladas), Meranti bunga (Shorea sp) juga Surian hutan. (Toona
sureni) dan diduga masih terdapat puluhan jenis lagi yang terdapat di arael ini
yang menandai bahwa areal tersebut memiliki keanekaragaman jenis flora.
Fauna
Di dalam kawasan Cagar Alam (CA) Lembah Harau dan sekitarnya yang
berhubungan langsung dengan TWA Lembah Harau masih dijumpai jenis-jenis
satwa yang dilindungi ataupun yang tidak, antara lain: Harimau Sumatra
(Panthera tigris sumatraensis), Kambing Hutan (Nemerhaedus sumatraensis),
Siamang (Hylobates syndaetylus), Rusa (Rusa timorensis), Tapir (Tapirus
indicus), Kuau (Argusiamus argus) dan beberapa jenis burung.
Obyek-Obyek Wisata di Taman Wisata Lembah Harau
Potensi wisata yang dimiliki oleh TWA Lembah Harau yang diharapkan
dapat menunjang usaha pengembangan TWA yang bersangkutan antara lain
berupa potensi keindahan alam dan potensi areal untuk melakukan
kegiatan/aktivitas. Keindahan alam yang terdapat di TWA Lembah Harau yaitu:
1. Pemandangan lepas
Dari atas tebing-tebing dapat dilihat pemandangan yang indah di lembah-
lembah tanpa mendapat halangan oleh pandangan yang lain.
2. Tebing-tebing
Tebing-tebing curam yang membatasi TWA Lembah Harau di sepanjang jalan
35
menuju Sarasah Bunta sampai Sarasah Brengkuk sehingga dapat
menimbulkan rasa kagum dan ngeri bagi para pengunjung. Ketinggian tebing-
tebing itu berkisar antara 30 m sampai 80 m.
3. Air terjun
Dengan latar belakang tebing-tebing air terjun merupakan suatu keindahan
tersendiri yang dapat dinikmati oleh para pengunjung obyek tersebut. Di
kawasan TWA Lembah Harau terdapat beberapa lokasi air terjun, yaitu:
a. Air Terjun Akar Berayun yang terletak lebih kurang 1 km dari pondok
jaga yang saat ini telah banyak dikunjungi orang. Tinggi air terjun tersebut
lebih kurang 60 m. Pada musim kemarau air terjun tersebut airnya tinggal
sedikit dan kadang-kadang malah kering.
b. Air Terjun Sarasah Bunta, disini terdapat tiga air terjun yaitu Sarasah
Bunta, Sarasah Air Lulus dan Sarasah Bungkak dengan ketinggian antara
30 m saampai 80 m. Kompleks air terjun tersebut terletak lebih kurang dua
km dari pondok jaga. Kompleks ini dapat dikembangkan menjadi obyek
wisata yang lebih menarik. Pengunjung TWA Lembah Harau lebih
terkonsentrasi pada lokasi Air Terjun Akar Berayun dan Sarasah Bunta
(keterangan a dan b).
c. Masih terdapat tiga air terjun yang lain yaitu air terjun pada batas bukit
jambu dan air terjun pada batas daerah hutan Nagari Lubuk Limpato.
4. Gua-gua dan celah-celah alam banyak terdapat di dalam kawasan TWA ini,
diantaranya adalah Gua Jerman.
5. Peninggalan jaman Belanda berupa monumen dan pos jaga yang terdapat di
kompleks Air Terjun Sarasah Bunta.
6. Pantulan suara di antara dua tebing yang lebih dikenal dengan nama Echo
terdapat di pinggir jalan menuju Air Terjun Akar Berayun.
7. Disamping itu banyak flora dan fauna yang telah diuraikan pada uraian
sebelumnya.
Pengelolaan TWA Lembah Harau
Pengelolaan TWA Lembah Harau seharusnya dikelola oleh Balai
Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), tapi pada tahun 2004 berdasarkan Surat
Keputusan Bupati nomor 40 tahun 2004 tentang Pembubaran Unit Pengelola
36
Kepariwisataan Daerah Kabupaten Limapuluh Kota serta Pengembalian
Pengelolaan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Limapuluh Kota kepada Kantor
Pariwisata Seni dan Budaya, obyek wisata Lembah Harau dikelola oleh
Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota (Kanesti 2008).
Berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2010 pasal 8
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, pengusahaan TWA Lembah Harau
yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota termasuk
kegiatan illegal karena saat ini masih belum memiliki izin dari Mentri Kehutanan,
hanya berdasarkan SK Bupati.
Fasilitas Rekreasi
Jarak jalan dari kota Payakumbuh ke Kenegerian Harau adalah berjarak 14
km. Dan TWA Lembah Harau berjarak 5 km ke jalan lintas Provinsi Sumatera
Barat-Propinsi Riau. Keadaan sarana transportasi berupa kendaraan menuju ke
lokasi TWA tersebut belum ada trayek khusus, hanya ada pada hari Minggu dan
hari besar/libur saja, ada kendaraan menuju lokasi untuk mengantarkan para
pengunjung yang berekreasi. Bangunan pengawas berupa pos jaga letaknya di
jalan masuk ke TWA tersebut.
Prasarana yang ada antara lain:
1. Pesanggrahan: ukuran 5 m x 6 m, untuk sementara dijadikan tempat
peristirahatan/warung makan yang dilakukan oleh masyarakat/petugas
setempat terutama hanya pada waktu-waktu ramai pengunjung (hari Minggu
dan hari libur).
2. Tempat sembahyang (musholla): ukuran 2 m x 3 m.
3. Kolam renang dengan ukuran lebih kurang 12 m x 15 m, keadaannya telah di
dindingi bagian pinggirnya maupun dasarnya di bawah Air Terjun Akar
Berayun.
4. Kupel yang letaknya tidak jauh dari kolam renang yang dapat dipergunakan
sebagai tempat duduk/santai.
5. Shelter-shelter yang dibuat dari bambu, dilengkapi dengan tempat duduk dan
tempat sampah, merupakan tempat peristirahatan pengunjung yang datang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Permasalahan dalam Pengelolaan TWA Lembah Harau
Secara umum pengelolaan kawasan konservasi harus melibatkan berbagai
pihak. Peraturan perundang-undangan mempersyaratkan semua lembaga/instansi
menjalankan peran masing-masing di dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Namun terkadang fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga dalam
pengelolaan suatu kawasan khususnya hutan tidak jelas dan saling tumpang
tindih. Dasar aturan formal kebijakan yang digunakan dalam pengelolaan, tidak
konsisten antara satu dengan yang lainnya, bahkan kadang ada yang bertentangan.
Ditambah lagi dengan visi dan misi serta kepentingan yang berbeda dari berbagai
lembaga terkait sehingga dapat berpotensi memicu konflik antar lembaga.
Permasalahan yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat sehubungan dengan
pengelolaan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung adalah:
a. Sebagian besar hutan belum dilakukan rescoring untuk mengetahui kelayakan
alokasi fungsi hutan melalui perhitungan bobot/skor berdasarkan faktor
kelerengan, jenis tanah dan intensitas hujan.
b. Terbatasnya data dan informasi mengenai gambaran umum yang ada di
sebagian besar hutan serta belum dilakukan rescoring untuk mengetahui
jumlah flora maupun fauna yang ada.
c. Sering terjadi pemindahan patok batas (PAL) di kawasan tersebut bahkan ada
yang hilang.
d. Terjadi pengrusakan hutan akibat adanya perambahan dan ilegal logging
sehingga menyababkan berkurangnya luas kawasan hutan.
e. Terbatasnya tenaga pendukung dalam mengelola kawasan sehingga proses
pengawasan hutan tidak efektif.
Dilihat dari hal di atas, maka permasalahan pengelolaan TWA Lembah
Harau terdiri atas permasalahan eksternal dan internal.
Permasalahan eksternal pengelolaan TWA Lembah Harau
Masalah eksternal terdiri atas motif sosial ekonomi dan aspek kesejarahan.
Dorongan sosial ekonomi menyebabkan TWA Lembah Harau sebagai
38
sumberdaya bagi pemenuhan kebutuhan hidup yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain pemilikan lahan, pendapatan, pendidikan dan keterampilan,
ketersediaan lapangan kerja lain di luar sektor pertanian dan aksesibilitas. Faktor-
faktor tersebut satu sama lain saling terkait mengakibatkan ketidakberdayaan
masyarakat untuk mendapatkan sumberdaya (lahan) atau keuntungan finansial.
Dorongan tersebut didukung oleh berbagai faktor yang menjadi daya tarik TWA
Lembah Harau sehingga menyebabkan banyak terjadi kendala dalam pengelolaan
TWA Lembah Harau.
Berdasarkan hasil studi di lapangan, dari 3354.30 Km2 luas total
Kabupaten Limapuluh Kota, 416.80 Km2 atau 12,43% adalah Kecamatan Harau.
Jumlah penduduk dan kepadatannya dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan
jumlah kependudukan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dari Tabel 4.
Tabel 3. Jumlah penduduk dan kepadatannya di Kecamatan Harau
Tahun Luas (Km2) Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk/Km2
2004 416,80 40.810 98
2005 416,80 41.510 100
2006 416,80 41.875 100
2007 416,80 42.019 101
Sumber: BPS, Kabupaten Limapuluh Kota 2007
Tabel 4. Kependudukan berdasarkan jenis kelamin
No JorongPenduduk (Jiwa)
Laki-laki Perempuan L + P1 Tarantang 641 562 12032 Lubuk Limpato 408 379 787
Jumlah 1049 941 1990Sumber: BPS, Kabupaten Limapuluh Kota 2007
Dari segi pendidikan, masyarakat sekitar kawasan TWA Lembah Harau
rata-rata hanya berpendidikan dasar 9 tahun. Hal ini berarti pendidikan yang
dicapai umumnya hanya sampai SLTP. Sekolah yang ada di Kenagarian
Tarantang hanya sampai SLTP. Sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi
umumnya berada di ibukota Kecamatan atau di Kenagarian yang masih sulit
dijangkau dari pemukiman penduduk sekitar TWA Lembah Harau. Untuk
mencapai sekolah dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari kawasan
39
TWA Lembah Harau, harus menempuh jarak yang jauh dan tidak ada kendaraan
umum yang murah. Kendaraan umum yang tersedia umumnya becak motor, tetapi
tarifnya mahal. Di satu sisi pendapatan mereka rendah, di sisi lain untuk
mendapatkan pendidikan yang memadai, mereka harus mengeluarkan biaya yang
relatif tinggi. Oleh karena itu, mereka umumnya jarang yang berpendidikan tinggi
(Tabel 5). Sedangkan data kependudukan berdasarkan profesi di Kenagarian
Tarantang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Kependudukan berdasarkan pendidikan
Wilayah
Tidak Sekolah/butaAksara
SD SLTP SLTA KejuruanPerguruan
Tinggi10-44 Th
45 keAtas
NagariTarantang
102 271 441 284 100 66 15
Sumber: BPS, Kabupaten Limapuluh Kota 2007
Tabel 6. Kependudukan menurut profesi
WilayahProfesi (Orang)
TNI POLRI PNS Buruh Swasta Petani PengangguranNagariTarantang
1 2 58 385 400 503 376
Sumber: BPS, Kabupaten Limapuluh Kota 2007
Terjadi lingkaran permasalahan sebagai berikut, karena pendapatan rendah
mereka tidak mampu untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
selanjutnya tidak mampu bersaing mendapatkan pekerjaan yang dapat
memberikan pendapatan yang layak sehingga pendapatannya tetap saja rendah
(Gambar 5). Hal ini akan terus terjadi turun temurun dari generasi ke generasi.
Gambar 5 Lingkaran Permasalahan Penyebab Ketergantungan Masyarakat
terhadap kawasan hutan Lembah Harau
Pada akhirnya lapangan pekerjaan yang diperoleh hanya bidang pertanian,
dengan menggarap lahan yang ada atau dengan membuka lahan baru dalam
Pendapatan Rendah Pendidikan Rendah
Pekerjaan Tidak Layak
40
kawasan TWA dan Cagar Alam Lembah Harau. Ketergantungan penduduk akan
lahan sangat tinggi, karena tingkat pendidikan dan keterampilan bidang non-
pertanian rendah. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa keterampilan bertani mereka
tinggi. Pertanian mereka umumnya belum mempraktikkan sistim pertanian yang
berkelanjutan, yaitu yang menerapkan teknik-teknik konservasi tanah dan air.
Luas areal sawah di Kenagarian Tarantang adalah 17,4 Ha dan perkebunannya 50
Ha (Dinas Pertanian Kabupaten Limapuluh Kota 2007).
Masalah internal Kawasan TWA Lembah Harau
Di samping masalah eksternal, faktor penyebab terjadinya permasalahan
adalah adanya masalah internal dari dalam kawasan TWA Lembah Harau itu
sendiri. Masalah internal terdiri atas berbagai faktor yang secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam keterbukaan/ketersediaan sumberdaya lahan dan adanya
kesempatan yang memungkinkan dilakukannya pembukaan lahan. Pada dasarnya,
terjadinya okupasi dan penggarapan lahan oleh masyarakat tersebut menunjukan
inkonsitensi kebijakan kehutanan serta keterbatasan kemampuan Dinas Pariwisata
dan Dinas Kehutanan Kabupaten Limapuluh Kota memangku kawasan dengan
baik.
Kurangnya pengawasan menyebabkan lahan TWA Lembah Harau seolah-
olah merupakan sumberdaya alam yang tidak ada pemiliknya, bersifat terbuka
bagi siapa saja. Para petugas TWA Lembah Harau yang diwawancarai
menyatakan bahwa pengawasan TWA Lembah Harau belum sepenuhnya dapat
dilakukan dengan baik karena kurangnya dukungan sumberdaya manusia serta
sarana dan prasarana.
Keterbukaan sumberdaya lahan ini juga dapat dilihat dengan tekanan pada
kawasan yang terus berlangsung oleh sebagian penduduk maupun wisatawan
antara lain penebangan kayu, perburuan satwa liar dan lain-lain. Sebagai contoh,
wisatawan dapat saja mengambil tumbuhan tertentu atau memetik bunga yang
indah tanpa terawasi oleh petugas karena minimnya jumlah petugas di lokasi
TWA Lembah Harau.
Pengelolaan TWA Lembah Harau dilakukan Dinas Pariwisata Kabupaten
Limapuluh Kota berdasarkan perundang-undangan atau peraturan pemerintah
yang berlaku baik di pemerintahan pusat maupun daerah. Adapun dasar
41
hukumnya adalah:
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistimnya
2. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
3. PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
4. PP No. 7 Tahun 1999 tentang Penawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
5. PP No. 8 Tahun 1999 Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
6. PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai
Daerah Otonomi
7. Perda Kabupaten Limapuluh Kota No. 12 Tahun 1998 tentang Retribusi
Masuk TWA Lembah Harau
Saat ini kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten
Limapuluh Kota sebagai pengelola adalah dengan cara memposisikan masyarakat
sebagai mitra untuk membangun kawasan TWA Lembah Harau, yang diarahkan
kepada bentuk-bentuk pembinaan dan pemanfaatan hutan antara lain:
1. Mengelola hasil hutan bukan kayu seperti: biji, getah, buah, kulit, bambu,
rotan, obat-obatan dan sebagainya
2. Pengamanan hutan
3. Rehabilitasi kawasan hutan
4. Mengelola sumberdaya hutan yang besifat jasa lingkungan sepeti: air,
pengembangan potensi wisata, penangkaran satwa dan budidaya tanaman
hutan di luar kawasan (lebah, madu, ulat sutra, damar dan nilam)
Permasalahan yang timbul adalah kurangnya pengawasan dari pihak
terkait yang dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata, BKSDA, dan Dinas
Kehutanan Kabupaten Limapuluh Kota, sehingga terjadi perambahan atau
pemanfaatan sumberdaya hutan yang tidak terkendali, akibatnya hutan semakin
rusak. Kurangnya pengawasan yang dilakukan Dinas terkait disebabkan
minimnya jumlah petugas yang bertugas di sekitar kawasan, sehingga hanya
sebagian kecil kawasan yang terawasi, serta tidak adanya aturan yang jelas yang
mengatur proses pengawasan di sekitar kawasan. Selain masalah perambahan dan
illegal logging terdapat pula masalah perubahan atau pergeseran tata batas (PAL)
42
kawasan sehingga mengakibatkan ketidakjelasan mengenai ukuran dan batas luar
kawasan tersebut.
Persepsi Stakeholder terhadap Kelestarian TWA Lembah Harau
Persepsi adalah suatu gambaran, pengertian serta interpretasi seseorang
mengenai suatu obyek, terutama bagaimana orang tersebut menghubungkan
informasi itu dengan dirinya dan lingkungan. Persepsi ini dipengaruhi oleh
pengalaman, penilaian, kepercayaan, sikap dan keadaan sosial ekonomi serta
harapannya di masa depan. Persepsi juga melibatkan pengertian kesadaran, makna
atau suatu penghargaan terhadap obyek tersebut (Nasution 1995).
Persepsi oleh berbagai stakeholder terhadap TWA Lembah Harau ini
dilakukan dengan memberikan skor terhadap nilai kualitatif (jelek, kurang baik,
cukup, baik, sangat baik) diberi skor 0 untuk penilaian terendah dan berurutan
untuk penilaian berikutnya atau setingkat di atasnya. Demikian juga penilaian
kualitatif terkait dengan keindahan, kelengkapan, keamanan dan pengetahuan
tentang sesuatu terhadap kawasan dan peraturannya.
Kondisi jalan menuju TWA Lembah Harau termasuk kriteria penilaian
baik. Aksesibilitas masih sulit karena masih terbatasnya angkutan umum dari
jalan besar (jalan raya lintas provinsi) menuju lokasi obyek yang cukup jauh untuk
berjalan kaki, yaitu ± 5 km. Angkutan umum yang tersedia adalah angkot, ojek,
becak motor dan bendi. Untuk angkot hanya dengan frekwensi dua kali sehari,
pagi dan sore hari. Angkot ini beroperasi dengan trayek Salilamak–Payakumbuh.
Trayek khusus ke TWA Lembah Harau tidak ada. Untuk ojek pun relatif sedikit
jumlahnya karena merasa kalah bersaing dengan becak motor. Becak motor yang
ada jumlahnya juga sedikit sekitar 10 unit saja. Tarif untuk becak motor
tergantung tawar-menawar penumpang dengan kisaran Rp 5.000–15.000. Untuk
kendaran tradisional bendi, sama dengan angkot yang kebetulan pemiliknya
adalah penduduk setempat.
Keindahan alam TWA Lembah Harau memiliki kriteria penilaian dari
indah sampai sangat indah. Keindahan alam berupa tebing-tebing cadas yang
tinggi dan terjal, air terjun yang mengucur cukup deras, panorama-panorama alam
yang mempesona, terdapat satwa atau kera yang bergelantungan di dahan pohon,
43
kesejukan dan kesegaran udaranya dan lain-lain. Sistim tata ruang di kawasan
TWA Lembah Harau termasuk kategori kurang baik sampai dengan cukup. Hal
ini dapat terlihat dengan banyaknya warung yang menyediakan makan dan
minuman dan barang dagangan kecil lainnya yang berdekatan dengan tempat
santai pengunjung. Bahkan ada warung-warung yang lokasinya sangat
mengganggu pemandangan dan kenyamanan pengunjung. Seharusnya pengelola
dapat lebih tegas dalam menertibkan lokasi-lokasi warung-warung makan
tersebut.
Sarana dan fasilitas rekreasi masih dirasakan kurang lengkap; seperti tidak
terkelolanya kebersihan taman-taman bermain untuk anak-anak, penyediaan air
buat musholla yang belum kontinyu keberadaannya, belum adanya toilet yang
layak, papan-papan interprestasi yang kurang lengkap dan tidak terawat, serta
kurangnya sarana transportasi. Banyak responden yang menyarankan tentang
peningkatan pengelolaan atau pengorganisasian TWA Lembah Harau, sehingga
pengunjung dapat lebih menikmati obyek wisata secara optimal. Keadaan
keamanan kawasan TWA Lembah Harau ini relatif aman, karena jarang sekali
terjadinya suatu tindakan kriminal (pencurian, penodongan, penipuan dan lain
sebagainya).
Sebagian besar responden sudah mengetahui bahwa TWA Lembah Harau
juga merupakan kawasan pelestarian alam serta mereka mengetahui peraturan-
peraturan yang berlaku. Sedangkan pelayanan, penerangan dan informasi dari
petugas TWA Lembah Harau masih kurang, karena masih banyaknya pengunjung
yang tidak tahu tentang segala sesuatunya tentang TWA Lembah Harau itu
sendiri, misalkan tentang legenda-legenda yang ada, obyek-obyek gua yang
menarik untuk dilihat yang berada dibukit yang hanya dapat ditempuh dengan
cara tracking (jelajah rimba), informasi mengenai flora dan faunanya dan lain
sebagainya. Sesuai dengan pernyataan Douglass (1970) menyatakan bahwa
banyaknya kesempatan-kesempatan yang digunakan oleh masyarakat atau
gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum dapat
diharapkan bila tersedia fasilitas yang memadai.
Untuk kemajuan pengelolaan TWA Lembah Harau, keinginan yang
diberikan oleh pihak pengelola sendiri adalah kelengkapan sarana dan prasarana
44
pendukung, adanya aturan yang jelas terhadap pengelolaan TWA Lembah Harau,
kerjasama dengan investor-investor swasta serta perubahan terhadap perda-perda
yang sudah kadaluarsa, contohnya Perda Kabupaten Limapuluh Kota No. 12
Tahun 1998 tentang retribusi masuk TWA Lembah Harau yang dirasa tidak sesuai
lagi untuk masa sekarang. Perubahan perda ini dimaksudkan untuk peningkatan
harga karcis masuk.
Peningkatan harga karcis masuk TWA Lembah Harau harus ditunjang
dengan peningkatan pelayanan dan fasilitas rekreasi bagi pengunjung, penataan
kawasan yang lebih baik, tersedianya sarana transportasi yang lancar serta
akomodasi dan sarana prasarana lainnya yang mendukung kegiatan rekreasi alam.
Jika peningkatan harga karcis masuk tidak diikuti dengan peningkatan pelayanan
maka nilai kesediaan membayar dari pengunjung akan berkurang, berarti akan
menurunnya nilai manfaat TWA Lembah Harau. Pengunjung akan mencari obyek
wisata lain yang lebih murah namun memberikan kepuasan yang sama.
Peningkatan harga karcis dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
dan mengembangkan TWA Lembah Harau sehingga semakin berkontribusi
terhadap pendapatan daerah. Pengembangan terhadap Taman Wisata Alam ini
dapat dilakukan melalui peningkatan berbagai fasilitas pengunjung dan
disesuaikan dengan kondisi alamnya seperti penginapan perlu mendapat perhatian
karena untuk TWA Lembah Harau cukup potensial untuk dikembangkan jika
dilihat dari kenyamanan untuk menikmati keindahan alam. Selain itu aktivitas
yang potensial bekaitan dengan potensi alam atau wisata yang terdapat di kawasan
seperti jelajah rimba, menyelusuri gua serta air terjun. Pada ketinggian bukit yang
mengapit TWA Lembah Harau ini terdapat area yang datar dan cukup lebar
sehingga area ini cukup potensial dikembangkan sebagai bumi perkemahan.
Pengelolaan dan pengembangan pariwisata memerlukan koordinasi dan
kerjasama antar stakeholder pada berbagai tingkat tanggung jawab dan
kewenangan. Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan kepariwisataan
adalah pemerintah daerah/pengelola, masyarakat, swasta, lembaga swadaya
masyarakat dan perguruan tinggi.
45
Pemerintah Daerah/Pengelola
Pemerintah memiliki otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan
peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata.
Tidak hanya itu pemerintah bertanggungjawab dalam menentukan arah
pengembangan pariwisata. Kebijakan makro yang ditempuh pemerintah
merupakan panduan bagi stakeholder yang lain dalam memainkan peran masing-
masing. Namun demikian seringkali peran pemerintah kurang dipahami atau
kurang diperhatikan oleh aparat pemerintah maupun oleh pelaku lainnya dalam
perencanaan dan implementasi program pariwisata. Jalinan kerjasama lintas-
sektoral di instansi pemerintah yang bertujuan untuk memacu kemajuan
pariwisata masih lemah. Akibatnya, kinerja industri pariwisata secara keseluruhan
menjadi rendah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Limapuluh Kota serta Dinas Pariwisata
(pengelola TWA Lembah Harau) terus melakukan pembenahan dalam segala
bidang demi mengoptimalkan potensi wisata di daerah Kabupaten Limapuluh
Kota. Hal ini dapat dilihat dari segi perbaikan fasilitas akomodasi dan sarana
transportasi. Pemerintah/pengelola juga melakukan kegiatan promosi kawasan
TWA Lembah Harau dengan diadakannya pameran di tingkat kabupaten, provinsi,
nasional serta sampai tingkat internasional. Kegiatan pengembangan jaringan
kerjasama promosi pariwisata ini dilakukan dengan pihak lintas-sektoral, swasta
dan masyarakat. Namun kegiatan ini belum terorganisir dengan baik karena tidak
adanya laporan tertulis tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut.
Masyarakat
Masyarakat, terutama masyarakat lokal yang bermukim di dalam dan
sekitar kawasan wisata merupakan pemain kunci dalam pariwisata. Mereka
sebetulnya merupakan pemilik dari setiap jasa wisata yang ditawarkan seperti
atraksi budaya, lingkungan alam dan jasa-jasa wisata lainnya yang berada di
wilayah dimana mereka tinggal. Oleh karena itu, masyarakat ini merupakan
pemain penting dalam pengembangan sektor pariwisata.
Para wisatawan sebenarnya penikmat atraksi wisata milik masyarakat
lokal. Air, hutan, tanah dan lansekap yang merupakan sumberdaya pariwisata
yang dikonsumsi oleh wisatawan dan pelaku wisata lainnya berada di tangan
46
mereka. Kesenian yang menjadi salah satu daya tarik wisata juga hampir
sepenuhnya milik masyarakat lokal. Oleh karena itu perubahan-perubahan yang
terjadi di kawasan wisata akan bersentuhan langsung dengan kepentingan mereka.
Tidak jarang masyarakat lokal sudah terlebih dahulu terlibat dalam
pengelolaan aktivitas pariwisata sebelum ada kegiatan pengembangan dan
perencanaan. Oleh sebab itu peran mereka terutama tampak dalam bentuk
penyediaan akomodasi dan jasa guilding dan penyediaan jasa tenaga kerja. Selain
itu masyarakat lokal biasanya juga memiliki tradisi dan kearifan lokal dalam
pemeliharaan sumberdaya pariwisata yang tidak dimiliki oleh pelaku pariwisata
lainnya. Pasar-pasar tradisional pun sepenuhnya dikelola oleh masyarakat. Semua
hal tersebut sangat esensial dalam perencanaan pariwisata.
Persepsi masyarakat dalam memandang hutan akan dipengaruhi oleh
kebutuhan masyarakat tersebut terhadap hutan seperti kayu bakar, pakan ternak
dan lain-lain serta kepercayaan, adat istiadat, legenda/cerita rakyat dan sebagainya
(Pranowo 1985). Persepsi masyarakat di desa-desa sekitar kawasan TWA Lembah
Harau mengenai pengelolaan kawasan cenderung homogen. Hal ini disebabkan
tingkat pendidikan dan jalur informasi yang dapat diakses masyarakat dalam suatu
desa cenderung sama. Misalkan informasi yang mereka dapat adalah dari tokoh-
tokoh masyarakat. Namun persepsi ini dapat berbeda karena faktor pengalaman
dan latar belakang sosial budaya.
Saran dari masyarakat sekitar TWA Lembah Harau adalah agar perhatian
pemerintah lebih ditingkatkan terkait kesejahteraan mereka dan harapannya
adalah agar TWA Lembah Harau dapat dikelola dengan baik dan terarah dengan
melibatkan semua stakeholder yang ada.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Banyak LSM, baik lokal, regional maupun internasional yang melakukan
kegiatan di kawasan wisata. Bahkan jauh sebelum pariwisata berkembang, LSM
sudah melakukan aktivitasnya, baik secara parsial maupun bekerjasama dengan
masyarakat. Kadang-kadang fokus kegiatan mereka dapat menjadi salah satu
daya tarik wisata. LSM di dalam komunitas lokal juga merupakan pelaku tidak
langsung dalam pengembangan pariwisata. Mereka melakukan berbagai kegiatan
47
yang terkait dengan konservasi dan regulasi kepemilikan dan pengusahaan
sumberdaya alam setempat.
Saat ini di TWA Lembah Harau sudah ada lembaga swadaya yang
terbentuk atas kesadaran masyarakat sekitar kawasan akan pentingnya menjaga
hutan dan wilayah mereka. Lembaga swadaya ini bernama Komunitas Lembah
Hijau. Komunitas ini berperan dalam membantu masalah kehutanan, pariwisata
dan K3.
Swasta
Peran sektor swasta dalam pengembangan pariwisata cukup penting, selain
sebagai investor juga sebagai mediator pengembangan daerah kunjungan wisata
tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kontribusi tenaga profesional,
pendanaan dan investasi sebagai proses awal menjalin kemitraan pengembangan
pariwisata. Peran swasta ini juga mencakup cara, proses, produk, pasar, SDM dan
tenaga baru yang perlu diintegritaskan serta memberikan informasi tentang
psikologi wisatawan.
Di TWA Lembah Harau masih sedikit pihak swasta yang mau
berinvestasi. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, sebagai contoh adalah
karena masih kurangnya promosi belum optimalnya pengelolaan. Pihak swasta ini
mungkin sudah melakukan analisis finansial di TWA Lembah Harau dan menurut
penulis sendiri memang belum menguntungkan untuk dilakukan investasi di
lokasi ini, sesuai dengan analisis finansial yang telah di lakukan (Lampiran 1).
Perguruan Tinggi
Peran perguruan tinggi dalam pengembangan pariwisata adalah dalam
memberikan data dan informasi tentang daerah wisata. Hal ini diperoleh dengan
dilakukannya penelitian-penelitian di dalam daerah wisata sehingga data dan
informasi tentang daerah wisata tersebut jadi lebih lengkap dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Perguruan tinggi yang pernah melakukan kegiatan di TWA Lembah Harau
adalah Universitas Andalas (UNAND) dan Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat (UMSB). Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa UNAND adalah kerja
48
sama penangkaran kupu-kupu dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Limapuluh
Kota dan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa UMSB adalah praktek lapang.
Kegiatan penelitian tentang TWA itu sendiri sangat jarang sehingga data
dan informasi tentang TWA Lembah Harau ini masih data lama dari instansi
terkait dan belum diperbaharui.
Pengunjung
Pengunjung pada TWA Lembah Harau adalah masyarakat yang
melakukan rekreasi di sana. Peran pengunjung ini adalah sebagai sumber
pemasukan bagi pengelola untuk menutupi biaya pengelolaan dan untuk
memperoleh keuntungan. Pengunjung tidak hanya tertarik kepada obyek yang ada
saja, kenyamanan dan ketertiban selama mereka berada di lokasi juga sangat
mempengaruhi keinginan pengunjung untuk memilih lokasi rekreasi.
Di TWA Lembah Harau, masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan
pengelola untuk kenyamanan pengunjung. Berdasarkan kuisioner pada
pengunjung, sarana dan prasarana penunjang yang belum ada seperti tempat
penitipan barang dan lokasi parkir yang strategis perlu mendapat perhatian dari
pengelola. Keamanan pengunjung sudah baik, namun hal ini sangat penting untuk
tetap dijaga karena jika ada pengunjung yang merasa kurang aman maka akan
mengurangi minat pengunjung untuk datang kembali.
Analisis Finansial Pengusahaan TWA
Berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Kabupaten
Limapuluh Kota, pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya, salah
satunya adalah kebijaksanaan pengembangan TWA Lembah Harau di Kecamatan
Harau. Hal ini, dapat dilakukan dengan pendekatan finansial. Melalui analisis
finansial, akan dapat diketahui kondisi dan potensi daerah pada saat sekarang ini.
Analisis finansial menekankan pada sektor swasta, apabila investasi proyek
dibiayai dari dana swasta, maka analisis lebih dititik beratkan kepada analisis
finansial, yang lebih menitik beratkan hanya dari segi profitabilitas dan aliran kas.
Pengoperasian TWA ini tentu akan menimbulkan biaya, seperti biaya
anggaran rutin yang terdiri dari biaya personal dan kebutuhan operasional,
anggaran pembangunan, penyetoran ke pemerintah daerah, kolektor dan anggaran
49
tak terduga. Komponen biaya dalam pengusahaan TWA Lembah Harau adalah
sebagai berikut:
Biaya Investasi
Biaya investasi dibagi menjadi dua yaitu investasi awal dan investasi
lanjutan. Biaya investasi merupakan biaya-biaya yang harus dikeluarkan pada
awal tahun pendirian sarana-sarana yang mendukung pengembangan TWA
Lembah Harau. Biaya-biaya investasi di TWA Lembah Harau selama Tahun 2008
dapat dilihat dari Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Biaya pembangunan dalam pengusahaan TWA Lembah Harau
No Uraian Volume HargaSatuan (Rp)
Jumlah(Rp)
1
234
5
67
Biaya Jasa Pembuatan MediaInformasiPengadaan Sepeda AirBelanja Pembuatan ArboretumPengadaan dan PemasanganLampu Hias TamanPemasangan Listrik RumahGonjong HarauPembangunan KiosPengadaan Sarana Panjat Tebing
1 Paket5 Unit1 Paket
1 Paket
1 Paket30 Unit1 Unit
25.000.00015.000.00015.000.000
75.000.000
2.000.0008.000.000153.000.000
25.000.00075.000.00015.000.000
75.000.000
2.000.000240.000.000153.000.000
TOTAL 585.000.000Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota 2008
Biaya Investasi Lanjutan
Biaya pembangunan adalah biaya yang harus dikeluarkan secara rutin dalam
setiap tahunnya selama umur proyek, biaya ini berpengaruh langsung terhadap
proyek. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan lokasi dan taman, perjalanan dinas,
biaya rapat, biaya tamu dan barang inventaris. Untuk lebih rincinya dapat dilihat
dari Tabel 8 berikut ini.
50
Tabel 8. Biaya investasi lanjutan pengusahaan TWA Lembah Harau
No Uraian VolumeHarga
Satuan (Rp)Jumlah
(Rp)1
2
3
4
56
78
9
1011
Belanja Peningkatan JalanTrail dan Penataan TamanBelanja Peningkatan ArealParkirPeningkatan JembatanTaman AnakPerbaikan Jembatan AkaBerayunPeningkatan Dermaga AirPeningkatan SaranaPrasarana Kolam MandiPerbaikan WC Aka BerayunPemeliharaan FasilitasLainnyaPerbaikan Ringan KantorPengelola HarauPerbaikan Ringan MusollaPeningkatan SaranaBermain
1 Paket
1 Paket
1 Paket
1 Paket1 Paket
1 Paket1 Unit
1 Unit
1 Unit1 Unit
1 Unit
95.000.000
22.450.000
170.000.000
23.000.00037.000.000
111.000.00015.000.000
4.500.000
3.500.0003.500.000
72.100.000
95.000.000
22.450.000
170.000.000
23.000.00037.000.000
111.000.00015.000.000
4.500.000
3.500.0003.500.000
72.100.000TOTAL 557.050.000
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota 2008
Biaya Rutin
Struktur biaya rutin dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya operasional dan
biaya personil. Biaya personil adalah komponen biaya tetap terdiri dari gaji
pengurus harian TWA Lembah Harau. Biaya operasional merupakan biaya rutin
yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Biaya rutin tersebut dapat dilihat
dari Tabel 9 berikut ini.
51
Tabel 9. Biaya rutin pengusahaan TWA Lembah Harau
No Uraian Volume Harga Satuan(Rp)
Jumlah(Rp)
1
2
PersonilHonorium PegawaiHonorer/Tidak Tetap- Penjaga dan Pemelihara
Satwa- Petugas K3 Kawasan Pulau
Lembah Harau- Petugas K3 Kawasan Aka
Berayun dan Sarasah Bunta- Penjaga GerbangOperasional- Belanja Peralatan
Kebersihan- Belanja Pakan Satwa- Belanja Obat Satwa
12 Bln
12 Bln
24 Bln12 Bln
12 Bln52/Mggu12 Bln
450.000
450.000
300.000450.000
150.000375.000150.000
5.400.000
5.400.000
7.200.0005.400.000
1.800.00019.500.0001.800.000
TOTAL 46.500.000Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota 2008
Komponen penerimaan dalam pengusahaan TWA Lembah Harau adalah
sebagai berikut:
Retribusi Karcis
Manfaat atau pendapatan TWA Lembah Harau diperoleh dari retribusi
pengunjung, sewa kios-kios cendramata dan makanan serta parkir kendaraan.
Pendapatan yang bersumber dari retribusi pengunjung dan retribusi parkir
diperoleh dari analisis data sekunder dan pengamatan di lapangan. Berdasarkan
data kunjungan selama tahun 2008, dapat diproyeksikan jumlah pengunjung dan
penjualan karcis tanda masuk TWA Lembah Harau. Jumlah kunjungan selama
tahun 2008 dapat dilihat dari Tabel 10 berikut ini.
52
Tabel 10. Jumlah kunjungan wisata di TWA Lembah Harau Tahun 2008
No BulanPengunjung TWA Lembah Harau (Orang)
Wisnu Wisman Jumlah123456789101112
JanuariFebruariMaretAprilMeiJuniJuliAgustusSeptemberOktoberNovemberDesember
8.1326.9797.8274.945
10.33218.366
7.78111.95811.44017.118
7.7756.506
1003025372550396933756553
8.2327.0097.8524.982
10.35718.416
7.82012.02711.47317.193
7.8406.559
Jumlah 119.159 601 119.760Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota 2008
Berdasarkan dari jumlah pengunjung ini, akan dapat diketahui besarnya
retribusi yang berasal dari pengunjung. Harga karcis masuk TWA Lembah Harau
saat sekarang ini adalah sebesar Rp 1.500 per orang.
Retribusi Parkir
Pendapatan dari retribusi parkir kendaraan diperoleh dari setiap kendaraan
yang ke dalam kawasan, besarnya retribusi kendaraan ditentukan dari jenisnya,
untuk kendaraan roda empat parkirnya rata-rata Rp 2.000, sedangkan untuk
kendaraan roda dua Rp 1.000. Retribusi parkir rata-rata dari petugas parkir ke
pengelola dalam sebulan adalah sebesar Rp 500.000.
Sumber Pendapatan Lain
Selanjutnya untuk pendapatan lain bersumber dari sewa 30 unit kios
makanan dan cindramata yaitu Rp 15.000. Sedangkan hasil obyek bermain taman
anak, sepeda air dan camping ground pengelola mendapat setoran rata-rata dalam
sebulan adalah ± Rp 2.500.000. Penjelasan lebih rincinya dapat dilihat dari Tabel
11 berikut ini.
53
Tabel 11. Pendapatan dalam pengusahaan TWA Lembah Harau
No Uraian Volume HargaSatuan (Rp)
Jumlah(Rp)
123
Retribusi KarcisRetribusi ParkirSewa Kios, Taman Anak,Sepeda Air, Camping Ground
12/Bln12/Bln
12/Bln
1.500500.000
2.500.000
179.640.0006.000.000
30.000.000TOTAL 215.640.000
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota 2008
Analisis finansial pengusahaan TWA Lembah Harau bertujuan untuk
memberi gambaran mengenai kelayakan pengusahaan TWA Lembah Harau dari
segi finansial. Kelayakan ini terutama ditinjau dari keuntungan usaha dalam arti
dari nilai keuntungan yang dapat diperoleh untuk setiap pengorbanan dana atau
investasi yang dilakukan. Dalam kaitan dengan pengusahaan TWA Lembah Harau
yang sudah ada sejak dahulu, kelayakan finansial nampaknya menemui masalah,
karena pengusahaan tersebut diawali dengan investasi, sehubungan dengan
rusaknya berbagai sarana dan prasarana yang ada disana.
Investasi yang diperlukan berkaitan dengan pengusahaan TWA Lembah
Harau tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 7, sedangkan Biaya Rutin dan
Biaya Pembangunan pada Tabel 8. Besarnya pendapatan yang digunakan dalam
analisis finansial ini secara rinci telah diuraikan pada Tabel 9, 10 dan Tabel 11.
Hasil analisis finansial pengusahaan TWA Lembah Harau berdasarkan data di atas
secara rinci disajikan pada Lampiran 1.
Angka-angka pada Lampiran 1 mengindikasikan bahwa secara finansial
pengusahaan Taman Wisata Alam ini belum layak dan belum dapat memberikan
keuntungan finansial bagi pengelolanya. Sejalan dengan itu, pengusahaan Taman
Wisata Alam tersebut memberikan nilai NPV (Nilai Sekarang dari Keuntungan
Bersih) yang rendah karena pendapatan masih sangat rendah jika dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan.
Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan terhadap TWA
Lembah Harau diperoleh nilai NPV untuk tingkat suku bunga 14% sekitar Rp
1.598.644.867, BCR = 2,062 dan IRR sebesar 11 %. Nilai ini menunjukkan bahwa
secara finansial pengusahaan TWA Lembah Harau belum layak untuk dilakukan
investasi dan belum dapat memberikan keuntungan yang optimal dalam jangka
54
waktu pengelolaan 30 tahun pada PP No. 18 Tahun 1994 dan 55 tahun pada PP
No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam karena tingkat
pengembalian investasi masih di bawah tingkat suku bunga bank. Nilai ini
memberikan keuntungan yang tidak terlalu besar karena biaya retribusi yang
dikenakan masih terlalu kecil dan jumlah pengunjungnya juga masih relatif
sedikit. Nilai pendapatan ini diharapkan akan semakin bertambah apabila
pengelolaan dan pengusahaan TWA Lembah Harau dilakukan dengan baik dan
profesional, untuk itu diperlukan suatu strategi yang tepat agar pengelolaannya
dan pengembangannya berjalan dengan baik.
Strategi Pengelolaan TWA
Analisis strategis terhadap pengelolaan TWA Lembah Harau dilakukan
dengan menggunakan analisis SWOT dan pemberian bobotnya dilakukan dengan
melakukan perbandingan berpasangan pada metode AHP sedangkan pemberian
rating dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. Analisis ini menghasilkan
peubah-peubah yang bersifat strategis yang terdiri dari faktor internal dan
eksternal yang berpengaruh terhadap pengelolaan TWA Lembah Harau.
Faktor Internal Kekuatan (Strength)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang berkaitan langsung
dengan pengelolaan TWA Lembah Harau diperoleh evaluasi variabel-variabel
kekuatan seperti yang disajikan pada Tabel 12, dimana pada Tabel ini dapat
diketahui bahwa variabel yang relatif mempunyai skor paling tinggi adalah
variabel daya tarik kawasan dengan skor 1,40. Variabel yang mempunyai skor
terendah adalah obyek wisata unggulan Kabupaten Limapuluh Kota dengan skor
0.24.
55
Tabel 12. Evaluasi variabel internal kekuatan
No. Variabel Bobot Rating Skor
1 Daya Tarik Kawasan 0,35 4 1,40
2 Dukungan Masyarakat 0,23 4 0,92
3 Lokasi 0,13 4 0,52
4 Kondisi Jalan 0,13 3 0,39
5 Pilihan Rekreasi 0,08 4 0,32
6 Obyek Wisata Unggulan KabupatenLimapuluh Kota 0,08 3 0,24
J u m l a h 3,79
Data pada Tabel 12 mengenai variabel internal kekuatan dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
Daya tarik kawasan. Keindahan alam dan keunikan sumberdaya alam pada
TWA Lembah Harau merupakan daya tarik utama yang membuat orang-orang
beminat untuk mengunjungi kawasan tersebut. TWA Lembah Harau merupakan
dataran rendah yang diapit oleh tebing terjal menjulang tinggi (berkisaran antara
30 m sampai dengan 80 m), sehingga merupakan salah satu pemandangan alam
yang unik dan telah terbukti banyak menarik minat untuk dikunjungi. Terdapat air
terjun dengan ketinggian ± 30 m yang terletak di pusat kegiatan pengunjung. Air
terjun ini merupakan daya tarik utama di TWA Lembah Harau. Banyak terdapat
gua alam dan sebuah monumen peninggalan Belanda. Pada zaman Belanda dulu,
mungkin tempat ini sudah dikenal sebagai obyek wisata alam yang sering
dikunjungi. Para pemanjat tebing, mungkin yang paling beruntung, karena mereka
dapat melihat bentang alam yang indah dari puncak-puncak tebing yang terjal.
56
Gambar 6 Monumen peninggalan Belanda
Dukungan masyarakat. Dukungan masyarakat sangat diperlukan dalam
pengembangan TWA Lembah Harau ini. Tanpa adanya dukungan dari
masyarakat, maka akan sulit untuk mengembangkan usaha jasa wisata. Dari hasil
wawancara dan pengisian kuisioner, masyarakat sekitar TWA Lembah Harau
mendukung terhadap kegiatan kepariwisataan di daerah tersebut. Mereka
berpendapat bahwa dengan adanya kegiatan kepariwisataan akan menambah
pendapatan mereka yaitu dengan menjual hasil kerajinan rakyat, berdagang dan
juga usaha jasa seperti ojek motor.
Lokasi. Lokasi TWA Lembah Harau ini sangat strategis karena dilintasi
oleh jalan provinsi yang menghubungkan antara Provinsi Sumatera Barat dan
Provinsi Riau. TWA Lembah Harau dari Kota Pariwisata Bukit Tinggi, berjarak ±
50 km, dengan kendaraan roda empat dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih
satu jam. Sedangkan jarak dari pusat Kota Payakumbuh menuju lokasi TWA
Lembah Harau berjarak ± 18 Km. Umumnya pengunjung dalam rombongan,
mencarter kendaraan mini bus dari Payakumbuh atau banyak dijumpai
pengunjung yang menggunakan sepeda motor.
Kondisi jalan. Saat ini kondisi jalan menuju kawasan TWA Lembah
Harau sudah sangat memadai, jalanannya sudah diaspal sehingga memudahkan
akses kendaraan untuk keluar masuk kawasan.
57
Gambar 7 Kondisi jalan menuju TWA
Pilihan rekreasi. Rekreasi santai bersama keluarga di hari minggu,
menikmati pemandangan alam dengan udaranya yang sejuk dan diselingi oleh
merdunya kicauan burung merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh
masyarakat dari Kota Payakumbuh dan sekitarnya. Kolam renang sederhana yang
terletak di bawah air terjun biasanya paling banyak pengunjungnya dan untuk
tujuan rekreasi anak dan remaja seperti Ayunan putar, sepeda air, taman satwa dan
ada juga kios souvenir dan makan/minuman. Tempat bermain anak-anak yang
tersedia, merupakan sarana penunjang bagi pendidikan awal tentang kecintaan
terhadap alam bagi anak-anak.
Memanjat tebing terjal yang banyak terdapat di TWA Lembah Harau,
merupakan kegiatan khusus yang sering dilakukan oleh mahasiswa dan para
pemanjat tebing yang datang dari kota-kota Sumatera, Jawa, bahkan dari luar
negeri. Kegiatan wisata alam lainnya adalah menelusuri gua-gua alam, berkemah,
lintas alam.
Obyek wisata unggulan Kabupaten Limapuluh Kota. TWA Lembah
Harau merupakan primadona untuk obyek wisata alam di Kabupaten Limapuluh
Kota, karena letaknya yang strategis dan banyaknya obyek sebagai daya tarik
yang ada. Jika dibandingkan dengan obyek wisata sejenis yang ada di Kabupaten
Limapuluh Kota, obyek-obyek wisata lainnya hanya mengandalkan satu atau dua
daya tarik saja. Obyek wisata sejenis misalnya Rest Area Gunung Sanggul,
Panorama Puncak Talang, Waduk Koto Panjang, Panorama Kelok Sambilan,
58
Bukik Bulek Taram, Kapalo Banda Taram, Pusako Rumah Gadang, Ngalau Indah
hanya mengandalkan pemandangan alamnya saja. Salah satu contoh juga adalah
Ngalau Indah, yang juga terletak di pinggir jalan provinsi tetapi disana
pengunjung hanya bisa menikmati keindahan goa alam dan pemandangan alam
saja, tidak sebanyak obyek yang bisa dinikmati jika pengunjung tersebut
berkunjung ke TWA Lembah Harau.
Faktor Internal Kelemahan (Weakness)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden diperoleh evaluasi
variabel-variabel kelemahan seperti yang disajikan pada Tabel 13, dimana pada
Tabel ini dapat diketahui bahwa variabel yang relatif mempunyai skor paling
tinggi adalah variabel kurang terpeliharanya kondisi TWA dengan skor 1,16.
Variabel yang mempunyai skor terendah adalah kurangnya kemampuan petugas
berbahasa asing dengan skor 0.09.
Tabel 13. Evaluasi variabel internal kelemahan
No. Variabel Bobot Rating Skor1 Kurang Terpeliharanya Kondisi TWA 0,29 4 1,162 Sumber Dana 0,20 4 0,83 Data dan Informasi Mengenai TWA 0,12 3 0,364 Sistim Tata Ruang 0,12 4 0,485 Adanya Pedagang Asongan 0,07 3 0,216 Secara Finansial Belum Layak untuk
Dikembangkan 0,07 3 0,217 Jumlah Petugas 0,05 3 0,158 Tiket Masuk bagi Pengunjung 0,05 3 0,159 Kurangnya Kemampuan Petugas Berbahasa
Asing 0,03 3 0,09J u m l a h 3,61
Data pada Tabel 13 mengenai variabel internal kelemahan dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
Kurang terpeliharanya kondisi TWA. Kondisi TWA Lembah Harau saat
ini cukup memprihatinkan. Hal ini disebabkan kurangnya dana dan kualitas
maupun kuantitas tenaga pekerja dalam mengelola kawasan. Kondisi TWA
Lembah Harau yang memprihatinkan ini jika tidak segera ditanggulangi,
dikhawatirkan akan mengurangi minat pengunjung untuk datang dan kembali lagi
ke TWA Lembah Harau. Tidak terpeliharanya kebersihan, keindahan dan
59
kenyamanan (K3) serta adanya bangunan-bangunan yang sudah rusak dan tidak
layak pakai lagi merupakan salah satu faktor yang bisa mengurangi minat
pengunjung untuk mengunjungi TWA Lembah Harau. Jadi dalam pengelolaan
TWA Lembah Harau masalah pelestarian lingkungan tetap diutamakan dan
dipertahankan.
Gambar 8 Kondisi dalam kawasan TWA Lembah Harau
Sumber dana. Saat ini sumber dana yang ada bagi TWA Lembah Harau
hanya berasal dari sewa tempat berjualan, tiket masuk dan parkir. Dana yang
masuk ini masih kurang memadai dari biaya pengelolaan yang dibutuhkan.
Harapan ke depannya agar para investor mau mengalokasikan dananya di TWA
Lembah Harau sehingga pemasukan bagi daerah meningkat.
Data dan informasi mengenai TWA. Data yang ada tentang TWA
Lembah Harau sangat terbatas. Data serta informasi yang ada merupakan data
lama yang belum diperbaharui. Dinas Pariwisata sebagai pengelola diharapkan
melakukan promosi ke perguruan-perguruan tinggi yang ada di Sumatera Barat
atau yang ada di luar Sumatera Barat untuk melakukan penelitian sehingga data
dan informasi terbaru tentang kawasan akan diperoleh dan secara tidak langsung
para peneliti ini nantinya akan melakukan promosi di dalam tulisan-tulisan yang
mereka buat.
Sistim tata ruang. Berdasarkan survey yang dilakukan di lapangan,
terlihat dengan jelas kalau pihak pengelola belum membuat aturan yang jelas
tentang izin memdirikan bangunan yang dilakukan oleh para pedagang, sehingga
ada bangunan yang di dibangun sangat dekat dengan obyek. Hal ini menyebabkan
obyek yang ada menjadi kurang menarik.
60
Adanya pedagang asongan. Pedagang-pedagang asongan ini sebenarnya
merupakan penduduk di dalam dan sekitar kawasan, pada umumnya masih anak-
anak. Mereka menjual makanan dan minuman dengan mengikuti para pengunjung
yang ada, sampai para pengunjung ini membeli. Jadi secara tidak langsung para
pedagang asongan ini melakukan pemaksaan dalam menjual dagangan mereka.
Hal ini harus segera mendapat perhatian dari pihak pengelola kawasan sehingga
terciptanya suasana yang nyaman yang dirasakan oleh para pengunjung.
Secara finansial belum layak untuk dikembangkan. Berdasarkan
analisis finansial yang dilakukan di TWA Lembah Harau, didapatkan nilai NPV
sebesar 1.598.644.867, BCR sebesar 2.062 dan IRR sebesar 11% dari tingkat suku
bunga bank BI 14 %. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa NPV dan BCR sudah
mencukupi sedangkan dari nilai IRR masih belum layak jika dilakukan investasi
di kawasan ini karena tingkat pengembalian investasi masih di bawah tingkat suku
bunga bank.
Jumlah petugas. Jumlah petugas yang ada di TWA Lembah Harau saat
ini masih belum mencukupi. Pembagian jumlah petugas saat ini adalah: penjaga
dan pemelihara satwa (satu orang), petugas K3 Kawasan Pulau Lembah Harau
(satu orang), petugas K3 Kawasan Aka Berayun dan Sarasah Bunta (dua orang)
dan penjaga gerbang (satu orang).
Upaya pembenahan dan optimalisasi kerja petugas adalah dengan
menambah jumlah personil petugas yang bekerja dalam pengelolaan TWA. Pihak
pengelola sendiri kesulitan untuk mengatasi hal ini, karena jika jumlah petugas
ditambah akan terjadi peningkatan biaya operasional, sedangkan pemasukan
belum bertambah.
Tiket masuk bagi pengunjung. Tiket masuk ke dalam TWA Lembah
Harau tergolong murah yaitu Rp 1.500,-/orang. Dengan tiket masuk itu
pengunjung sudah bisa menikmati seluruh areal kawasan kecuali taman bermain
anak. Pengelola sedang berusaha untuk mengoptimalkan pengelolaan, hal ini
diharapkan jika pengelolaan ditingkatkan maka harga tiket masuk juga bisa
meningkat sehingga dapat menutupi biaya pengelolaan yang tinggi. Saat ini
pengelola yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota tengah berusaha
mengusulkan kepada Bupati untuk meningkatkan tarif biaya masuk kawasan
61
dengan mengganti perda tentang biaya masuk kawasan TWA Lembah Harau yang
sudah kadaluarsa.
Gambar 9 Kantor penjualan tiket masuk TWA Lembah Harau
Kurangnya kemampuan petugas berbahasa asing. Kemampuan
Berbahasa Petugas yang bertugas di TWA Lembah Harau masih mencakup untuk
wisatawan lokal. Bahasa yang dikuasai masih bahasa daerah (bahasa minang) dan
bahasa Indonesia. Biasanya turis-turis dari manca negara yang datang, pasti
bersama tour guidenya sendiri. Jadi jika ada turis-turis yang datang sendiri,
mereka akan kesulitan untuk berkomunikasi dan mendapatkan data serta informasi
tentang TWA Lembah Harau ini.
Evaluasi Variabel Eksternal Peluang (Opportunity)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden diketahui variabel-
variabel peluang seperti yang disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan data pada
Tabel ini dapat diketahui bahwa variabel yang relatif mempunyai skor paling
tinggi yaitu dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan TWA
Lembah Harau dengan nilai skor 1,44 dan variabel yang mempunyai skor
terendah yaitu variabel masuk dalam rute kunjungan wisata Sumatera Barat
dengan skor 0,30.
62
Tabel 14. Evaluasi variabel eksternal peluang
No. Variabel Bobot Rating Skor
1. Dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalamPengembangan TWA 0.36 4 1,44
2. Peningkatan Trend Kunjungan Wisatawan 0.27 4 1,08
3. Potensi bagi Investor Lokal dan Manca Negara 0.17 4 0,68
4. Salah Satu Sumber Penerimaan Daerah yangPotensial 0.1 3 0,30
5. Masuk dalam Rute Kunjungan Wisata SumateraBarat 0.1 3 0,30
J u m l a h 3.80
Data pada Tabel 14 mengenai variabel eksternal peluang dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan TWA.
Dalam pengembangan TWA Lembah Harau sangat diperlukan dukungan dari
semua pihak terutama dari pemerintah itu sendiri sebagai pemilik kawasan.
Pemerintah pusat memberikan dukungan melalui APBN, karena kawasan ini
merupakan salah satu aset nasional, sedangkan pemerintah daerah sebagai
pengelola diharapkan memberikan perhatian yang lebih sehingga dapat
menambah/meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Peningkatan trend kunjungan wisatawan. Saat ini pengunjung TWA
Lembah Harau pada umumnya masih berasal dari daerah Payakumbuh dan
sekitarnya sedangkan pengunjung dari daerah lain masih sedikit, diharapkan
dengan ditingkatkannya pengelolaan dapat menambah minat para wisatawan dari
payakumbuh dan sekitarnya serta daerah lain untuk berekreasi di TWA Lembah
Harau.
Potensi bagi investor lokal dan manca negara. Dari hasil analisis
finansial diketahui bahwa IRR masih 11 % nilai ini masih di bawah tingkat suku
bunga bank yaitu 14 %, maka rendahnya tingkat pengembalian investasi
menyebabkan kurangnya minat investor, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa di
kawasan ini belum layak dilakukan investasi. Namun, dengan adanya trend
kenaikan kunjungan wisata, jika dilakukan pengelolaan secara optimal diharapkan
63
para investor–investor lokal maupun manca negara mau berinvestasi di TWA
Lembah Harau.
Salah satu sumber penerimaan daerah yang potensial. Pendapatan
yang diperoleh dari TWA Lembah Harau, masuk ke dalam PAD daerah
Kabupaten Limapuluh Kota. Jika pengelolaannya dilakukan seoptimal mungkin
diharapkan pendapatan yang didapat oleh pemerintah daerah juga akan
meningkat.
Masuk dalam rute kunjungan wisata Sumatera Barat. Saat ini TWA
Lembah Harau belum masuk ke dalam rute kunjungan biro travel wisata yang ada
di Sumatera Barat. Peningkatan kualitas pelayanan dan optimalisasi pengelolaan
dapat menarik minat para pengusaha jasa wisata untuk membawa wisatawan-
wisatawan yang datang ke Sumatera Barat untuk berkunjung ke TWA lembah
Harau.
Faktor Eksternal Ancaman (Threat)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden ketahui variabel-
variabel eksternal ancaman seperti yang disajikan pada Tabel 15. Berdasarkan
data pada Tabel ini dapat diketahui bahwa variabel yang relatif mempunyai skor
paling tinggi adalah variabel masih adanya pengambilan kayu dan penggunaan
lahan oleh petani dalam kawasan TWA dengan skor 1,64. Variabel yang
mempunyai skor terendah yaitu minimnya sarana dan prasarana transportasi
umum menuju lokasi dengan skor 0,78.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden diperoleh evaluasi
variabel-variabel ancaman seperti yang disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Evaluasi variabel eksternal ancaman
No. Variabel Bobot Rating Skor
1. Pengambilan Kayu dan Penggunaan LahanOleh Petani Dalam Kawasan TWA
0,41 4 1,64
2. Kawasan Penyangga TWA 0,33 4 1,32
3. Sarana dan Prasarana Transportasi UmumMenuju Lokasi TWA
0,26 3 0,78
Jumlah 3,74
64
Data pada Tabel 15 mengenai variabel eksternal ancaman dapat dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
Pengambilan kayu dan penggunaan lahan oleh petani dalam kawasan
TWA. Sama seperti halnya dengan kawasan-kawasan konservasi yang lain, TWA
Lembah Harau juga tak luput dari pengambilan-pengambilan kayu dan
penggunaan lahan untuk keperluan lain yang dilakukan oleh penduduk yang
berada di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Walaupun terkadang lokasinya
masih diluar kawasan, tetapi lambat laun karena lokasinya berdekatan dapat
merupakan ancaman terhadap keberadaan kawasan TWA Lembah Harau. Jalan
keluar yang harus dilakukan adalah dengan pemeliharaan batas kawasan dan bila
memungkinkan dapat dilakukan dengan pemagaran, khususnya pada areal yang
berbatasan dengan lahan penduduk.
Kawasan penyangga TWA. Daya tarik utama kawasan TWA Lembah
Harau adalah air terjun. Sehubungan dengan perambahan yang dilakukan oleh
penduduk yang bertanam Gambir di daerah penyangga TWA Lembah Harau. Ini
akan menyebabkan berkurangnya debit air terjun dan akan mengurangkan nilai
daya tarik TWA Lembah Harau.
Sarana dan prasarana transportasi umum menuju lokasi TWA.
Minimnya sarana transportasi menuju lokasi TWA lembah Harau dapat menjadi
penyebab kurangnya jumlah pengunjung. Pengunjung yang tidak memiliki
kendaraan pribadi akan enggan datang karena mereka harus mengeluarkan biaya
yang relatif lebih mahal dan waktu yang terbuang untuk menunggu antrian
kendaraan itu.
Analisis Matrik Internal Eksternal
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis pengelolaan
TWA Lembah Harau di Kabupaten Limapuluh Kota adalah matrik SWOT. Matrik
ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki, dimana matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan
alternatif strategis (Rangkuti 2005).
65
Hasil analisis menunjukkan bahwa total skor faktor internal kekuatan
adalah sebesar 3,79; faktor internal kelemahan 3,61; sedangkan untuk faktor
eksternal peluang 3,80; faktor eksternal ancaman 3,74. Berdasarkan nilai-nilai ini
diperoleh posisi strategi pengelolaan TWA Lembah Harau terletak pada sel 1
dengan nilai koordinat (0,18; 0,06), dan diagram SWOT-nya disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10 Diagram SWOT strategi pengembangan TWA Lembah Harau
Diagram SWOT pada Gambar 10 menunjukkan bahwa posisi TWA
Lembah Harau berada pada sel pertama yang berarti bahwa sistem pengelolaan
TWA Lembah Harau saat ini mempunyai kekuatan dan peluang untuk
dikembangkan ke depan. Menurut Rangkuti (2005), apabila posisi berada pada
kuadran (sel) 1 maka sebaiknya diterapkan strategi SO (strength–opportunity),
yaitu menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang.
Posisi TWA Lembah Harau yang berada pada sel 1 menunjukkan bahwa
strategi yang harus diterapkan yaitu SO (strength – opportunity) dengan cara:
1. Melakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung
Kelemahan (W)
0,18; 0,06
-0,03
-0,25
-0,20
-0,15
-0,10
-0,05
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
-0,14 -0,12 -0,10 -0,08 -0,06 -0,04 -0,020
0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14
Peluang (O)
Ancaman (T)
Kekuatan (S)
Sel 3 Sel 1
Sel 2Sel 4
66
2. Melakukan pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan TWA
3. Melakukan promosi mengenai keindahan TWA
Strategi yang direkomendasikan antara lain: 1) Membangun sarana dan
prasarana pendukung lainnya yang belum ada di TWA seperti penginapan; 2)
Melakukan pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana yang ada seperti
jalan dan fasilitas lainnya dengan melibatkan masyarakat setempat dalam
pemeliharaan serta memperbaiki sistem manajemen yang ada; 3) Melakukan
promosi ke luar mengenai keindahan TWA karena selama ini keindahan alamnya
belum diketahui banyak oleh wisatawan di luar Sumatera Barat dan manca negara.
Promosi ini dapat dilakukan melalui jaringan internet dengan
memuat/menuliskannya pada website pemerintah kabupaten, provinsi dan bahkan
kalau memungkinkan dapat dibuatkan website sendiri.
Diagram SWOT pada Gambar 10 dapat menghasilkan empat alternatif
strategi yaitu strategi SO, WO, ST dan WT yang dirumuskan dengan
menyesuaikan kekuatan dan kelemahan berdasarkan ancaman dan peluang yang
ada (Gambar 11).
67
Kekuatan (S)1. Daya Tarik Kawasan
2. Dukungan Masyarakat
3. Lokasinya yang Strategis
4. Kondisi Jalan yang Memadai
5. Banyak Pilihan Rekreasi
6. Obyek Wisata Unggulan KabupatenLimapuluh Kota
Kelemahan (W)1. Kurang Terpeliharanya Kondisi TWA2. Sumber Dana3. Data dan Informasi Mengenai TWA4. Sistim Tata Ruang5. Adanya Pedagang Asongan6. Secara Finansial Belum Layak untuk
Dikembangkan7. Jumlah Petugas8. Tiket Masuk bagi Pengunjung9. Kurangnya Kemampuan Petugas Berbahasa
AsingPeluang (O)
1. Dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalamPengembangan TWA
2. Peningkatan Trend Kunjungan Wisatawan3. Potensi bagi Investor Lokal dan Manca Negara4. Salah Satu Sumber Penerimaan Daerah yang Potensial5. Masuk dalam Rute Kunjungan Wisata Sumatera Barat
Strategi IKekuatan dikembangkan untuk meraih
Peluang
Melakukan Pembangunan Sarana danPrasarana Pendukung
Melakukan Pemeliharaan danOptimalisasi Pemanfaatan TWA
Melakukan Promosi MengenaiKeindahan TWA
Strategi IIKelemahan diminimalkan untuk meraih
Peluang
Melengkapi dan Memperbaiki Infrastrukturdan Fasilitas TWA
Intensifikasi Promosi dan Pemasaran melaluiPengembangan Jejaring
Ancaman (T)
1. Adanya Pengambilan Kayu dan Penggunaan Lahan olehPETAni dalam Kawasan TWA
2. Rusaknya Kawasan Penyangga TWA yang MenurunkanDebit Air Terjun
3. Minimnya Sarana dan Prasarana Transportasi UmumMenuju Lokasi
Strategi IIIKekuatan dikembangkan untuk mengurangi
Ancaman
Menciptakan Kolaborasi denganMasyarakat Sekitar dalam PengelolaanKawasan TWA
Meningkatkan Manfaat Ekonomi TWAbagi Masyarakat Lokal
Strategi IVKelemahan diminimalkan untuk mengurangi
Ancaman
Mempertegas Kebijakan Pengembangan KawasanTWA dan Aturan bagi Stakeholder agar TerciptaSustainable Tourism
Gambar 11 Diagram analisis matrik SWOT strategi pengembangan TWA Lembah Harau
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
68
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengelolaan TWA Lembah Harau di
Kabupaten Limapuluh Kota maka dapat dirumuskan beberapa simpulan sebagai
berikut:
1. Permasalahan pengelolaan TWA bersumber dari dua hal. Masalah dari luar
kawasan adalah maraknya pengrusakan kawasan oleh masyarakat sekitar
kawasan dengan alasan motif ekonomi. Masalah dari dalam kawasan adalah
belum optimalnya pengelolaan karena kurangnya sumber dana dan kurangnya
SDM yang ada.
2. Agar tidak terjadi tumpang tindih antara keinginan dan kewenangan
stakeholder maka harus ada kolaborasi antar stakeholder guna menciptakan
aturan yang jelas dalam pengelolaan.
3. Hasil analisis finansial pada tingkat suku bunga 14 %, menunjukkan
pengelolaan TWA belum layak secara ekonomi, walaupun nilai NPV =
1.598.644.867 dan BCR = 2.062 namun IRR = 11%. Dari hasil ini dapat
diketahui bahwa NPV dan BCR sudah mencukupi sedangkan dari nilai IRR
masih belum layak jika dilakukan investasi di kawasan ini karena tingkat
pengembalian investasi masih di bawah tingkat suku bunga bank.
4. Strategi pengelolaan TWA yang paling tepat adalah strategi SO (strength-
opportunity) yaitu dengan cara: melakukan pembangunan sarana dan
prasarana pendukung, melakukan pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan
TWA serta melakukan promosi mengenai keindahan TWA Lembah Harau.
Saran
1. Seluruh komponen stakeholder harus duduk bersama untuk membangun
koordinasi yang intensif, membahas dan merumuskan kembali strategi
pengelolaan TWA, agar dapat dipahami, dimengerti dan diimplementasikan
secara bersama oleh seluruh aktor yang terlibat dalam pengelolaan.
2. Mempertegas aturan-aturan dalam dokumen TWA, khususnya menyangkut
batas yuridiksi, hak dan kewajiban para pihak.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Statistik Wisatawan Indonesia 2006. Jakarta.www.bpstatistik.com. [15-10-2007].
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Kawasan Konservasi.http://www.dephut.go.id Webside Departemen Kehutanan. [02-01-2008].
[Dephut] Departemen Kehutanan. Ditjen PHPA. Ditjen Taman Nasional danTaman Wisata. 1986. Site Plan Taman Wisata Lembaha Harau SumateraBarat. Bogor.
Dinas Pertanian Kabupaten Limapuluh Kota. 2007. Harau dalam Angka.Payakumbuh.
[Disbudpar] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 2008. Lembah Harau danLegendanya. http://www.harau.info Webside Dinas Kebudayaan danPariwisata Kabupaten Limapuluh Kota. [26-08-2008].
Gittinger PJ. 1986. Analisa Ekonomi Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press.Jakarta.
Hastari B. 2005. Karakteristik Objek Wisata dan Persepsi Masyarakat sebagaiDasar dalam Pengembangan Wisata Alam. [Tesis] Program PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Heiza W. 1985. Studi Potesi Taman Wisata Lembah Harau sebagai ObjekRekreasi dan Kemungkinan Pengembangannya. [Skripsi] Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Hufschmidt MM, James DE, Meister AD, Bower BT, Dixon JA. 1983.Environment, Natural System and Development – An EkonomicValuation Guide. Baltimore and London: The Jhons Hopkins UniversityPress.
Husein U. 1999. Studi Kelayakan Manajemen Bisnis. Jakarta : PT GramediaPustaka Utama.
IPB. 1997. Aplikasi AHP (Analitical Hierarcy Process) untuk Riset danPerencanaan Stratejik. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Jalaluddin R. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung
Kadariah KL, Gray C, Lien K. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta :Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kanesti N. 2008. Pengembangan Pariwisata Alam Prioritas di Kabupaten LimaPuluh Kota Provinsi Sumatera Barat. [Skripsi] Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
McNeely A. 1992. Ekonomi Keanekaragaman Hayati: Mengembangkan danMemanfaatkan Perangsang Ekonomi untuk Melestarikan SumberdayaHayati. Terjemahan oleh Kusdiyantinah SB. Yayasan Obor. Jakarta.
Munasinghe M. 1994. Economic and Policy Issues in Natural Habitats andProtected Areas. Protected Areas Economics and Policy: LinkingConservation and Sustainable Development. Edited by MohanMunasinghe and Jeffry McNeely. The World Bank. Washington, DC.
Nasution AI. 1995. Studi Persepsi Masyarakat Terhadap Kelestarian TamanLingkungan. [Skripsi] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.Tidak Diterbitkan.
Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Grahalia Indonesia.
Nikijuluw V. 1999. Analisis dan Metoda Pengumpulan Data Ekonomi untukWilayah Pesisir. Makalah Disampaikan pada Pelatihan untuk PelatihBidang Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu, April 1999. Bogor.
Patabang M. 2007. Strategi Pengembangan Hutan Pinus Rakyat Di KabupatenTana Toraja. [Tesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Tidak Diterbitkan.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1998. Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNo. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan KawasanPelestarian Alam. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNo. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SuakaMargasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman WisataAlam. Jakarta.
Pranowo H A. 1985. Manusia dan Hutan. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
Purnomo H. 2005, Teori Sistem Kompleks, Pemodelan dan Simulasi untukPengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor: FakultasKehutanan IPB.
Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Proses HierarkiAnalitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks).Jakarta: P.T. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta (Terjemahan).
Sahwan. 2002. Analisis Kebijakan Pengelolaan Taman Hutan Raya (Studi KasusTahura Sesaot Provinsi Nusa Tenggara Barat). [Tesis] Program PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Setiawan A. 2000. Nilai Ekonomi Taman Hutan Raya Wan Abdul RahmanProvinsi Lampung. [Tesis] Program Pascasarjana Institut PertanianBogor. Tidak Diterbitkan.
Sudradjat A. 2002. 21 Isu Desentralisasi (Otonomi Kehutanan). Mencari FormatDesentralisasi Kehutanan pada Masa Transisi. Jakarta: Nectar Indonesia.
Susiantik T. 1998. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap KegiatanPembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu. [Tesis] ProgramPascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Widada. 2004. Nilai Manfaat Ekonomi dan Pemanfaatan Taman Nasional GunungHalimun bagi Masyarakat. [Disertasi] Pascasarjana. Bogor: Institut PertanianBogor.
WTO. 1995. Faktor Dominan Sustainable Tourism Development: Guide forPlaners. World Tourism Organization. Spain.
Yumarni. 2002. Manfaat Taman Hutan Raya DR. Mohammad Hatta terhadapEkonomi Daerah. [Tesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Tidak Diterbitkan.
Cash Flow Pengelolaan TWA Lembah Harau
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14PendapatanPengunjungan 97222 108287 119115.7 131027.27 144129.997 158542.9967 174397.2964 191837.026 211020.7286 232122.8015 255335.0816 280868.5898 308955.4488 339850.9936 373836.093Retribusi Karcis 145833000 162430500 178673550 196540905 216194995.5 237814495.1 261595944.6 287755539 316531092.9 348184202.2 383002622.4 421302884.7 463433173.1 509776490.4 560754139Retribusi Parkir 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000Sewa Kios 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000Total Pendapatan 181833000 198430500 214673550 232540905 252194995.5 273814495.1 297595944.6 323755539 352531092.9 384184202.2 419002622.4 457302884.7 499433173.1 545776490.4 596754139DF 14% 1 0.87719298 0.7694675 0.6749715 0.592080277 0.519368664 0.455586548 0.39963732 0.350559055 0.307507943 0.26974381 0.236617377 0.207559102 0.182069388 0.15970999Total Pendapatan DF 14 % 181833000 174061842 165184326 156958487 149319682.9 142210668.6 135580709 129384797 123582966.7 118139693.7 113023363.6 108205809 103661901.1 99369191.65 95307597.4
BiayaBiaya InvestasiInvestasi Awal 585000000Investasi Lanjutan 557050000 557050000Biaya RutinBiaya Personil 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000Biaya Operasional 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000Total Biaya 1166530000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 581530000 24480000 24480000 24480000Total Biaya DF 14 % 1166530000 21473684.2 18836565 16523303 14494125.19 12714144.9 11152758.69 9783121.66 8581685.663 7527794.441 6603328.457 137600103.1 5081046.828 4457058.621 3909700.54NPV(t) -984697000 152588158 146347761 140435185 134825557.7 129496523.7 124427950.3 119601675 115001281.1 110611899.3 106420035.1 -29394294.15 98580854.31 94912133.03 91397896.8NPV 1598644867BCR 2.061998643IRR 11%
Lanjutan. Cash Flow Pengelolaan TWA Lembah Harau
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
411219.7023 452341.6725 497575.8398 547333.4238 602066.7661 662273.4427 728500.787 801350.8657 881485.9523 969634.5475 1066598.002 1173257.802 1290583.583 1419641.941 1561606.135 1717766.749616829553.4 678512508.8 746363759.7 821000135.6 903100149.2 993410164.1 1092751181 1202026299 1322228928 1454451821 1599897003 1759886704 1935875374 2129462912 2342409203 2576650123
6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 6000000 600000030000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000 30000000
652829553.4 714512508.8 782363759.7 857000135.6 939100149.2 1029410164 1128751181 1238026299 1358228928 1490451821 1635897003 1795886704 1971875374 2165462912 2378409203 26126501230.140096482 0.122891651 0.107799694 0.094561135 0.082948364 0.072761723 0.06382607 0.055987783 0.04911209 0.043080781 0.037790159 0.033149262 0.0290783 0.025507281 0.022374808 0.01962702491459123.83 87807621.82 84338573.74 81038905.45 77896820.97 74901656.98 72043754.8 69314347.74 66705461.84 64209828.51 61820807.5 59532319.01 57338783.83 55235070.47 53216448.51 51278547.42 3103962108
557050000
19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 19800000 198000004680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000 4680000
24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 581530000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 24480000 244800003429561.881 3008387.615 2638936.504 2314856.583 2030575.95 1781206.974 37116776 1370580.928 1202263.972 1054617.519 925103.0868 811493.9358 711836.7858 624418.2331 547735.2922 480469.5546 150531724188029561.95 84799234.21 81699637.23 78724048.87 75866245.02 73120450.01 34926978.8 67943766.81 65503197.87 63155210.99 60895704.41 58720825.08 56626947.05 54610652.24 52668713.22 50798077.86
Lampiran 2. Peta Kawasan Konservasi Sumatera Barat
Lampiran 3. Peta Kawasan CA dan TWA Lembah Harau
Lampiran 4. Hasil Pembobotan Faktor Internal Kekuatan dengan Metode AHP
Lampiran 5. Hasil Pembobotan Faktor Internal Kelemahan dengan Metode AHP
Lampiran 6. Hasil Pembobotan Faktor Eksternal Peluang dengan Metode AHP
Lampiran 7. Hasil Pembobotan Faktor Eksternal Ancaman dengan Metode AHP