status mata robby

Upload: robbycassanova

Post on 06-Jul-2015

294 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

STATUS ILMU PENYAKIT MATA RSUD WALED CIREBON

IDENTITAS Nama Lengkap Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Status Marital Nomor Rekam Medis Tanggal Masuk : Ny. M : 32 tahun : Perempuan : Ibu Rumah Tangga : Dompyong : Menikah : 621987 : 30 Juni 2011, pkl. 11.42 wib

ANAMNESIS ( autoanamnesis ) Keluhan Utama : Mual Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan mual muntah sejak 2 minggu yang lalu. Muntah berisi makanan yang dimakan. Dalam sehari pasien muntah 3-4 kali. Muntah tidak berhubungan dengan makanan dan pola makan.

Pasien mengatakan sering merasakan pusing sehingga membuatnya mual dan sampai muntah. 1 bulan yang lalu pasien mengatakan kedua matanya sakit. Keluhan kedua mata sakit disertai mata merah dan gatal sehingga membuatnya sering mengucek mata.1

3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien memeriksakan matanya ke Puskesmas terdekat, kepada pasien diberikan 1 botol obat tetes mata, dan 2 macam obat minum namun pasien tidak ingat nama dan jenis obat yang diberikan. Pasien tidak merasakan perubahan yang berarti. Pasien mengeluhkan sakit di kedua matanya semakin memberat sejak 1 minggu terakhir ini. Keluhan disertai dengan pusing yang semakin hebat, nyeri di kedua bola mata, penglihatan yang kurang jelas di seluruh lapang pandang, dan pasien sering merasakan seperti ada pelangi di sekeliling lampu. Apabila melihat cahaya pasien juga mengeluh penglihatan matanya terasa sangat silau. Keluhan juga disertai sering keluar air mata. Pasien menyangkal adanya penglihatan seperti bintik-bintik kehitaman yang berterbangan. Keluhan sering nyeri-nyeri pada persendian maupun pernah menderita batuk-batuk yang lama disangkal. Pasien menyangkal di rumahnya memelihara hewan peliharaan seperti kucing atau anjing. Pasien menyangkal suka mengkonsumsi sayuran maupun daging mentah. Pasien menikah 1 kali dan memiliki 2 orang anak. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis.

Riwayat Penyakit Dahulu

:

Pasien menyangkal pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Trauma / Operasi : Pasien menyangkal pernah terkena trauma pada bagian matanya dan menyangkal memiliki riwayat operasi mata sebelumnya.

2

Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengaku dikeluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tinggi Badan Berat Badan Status Gizi : tampak sakit sedang : compos mentis : 150 cm : 48 kg : kgBB (TB)2 = 48 kg (1,50 m)2 = 48 2,25 = 21,3 (normoweight)

Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu Tubuh : 110/60 mmHg : 82 x/menit : 22 x/menit : 36,40C

3

STATUS GENERALIS Kepala Leher : normocephali : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid, trakea di tengah Thorax Paru Jantung Abdomen Ekstremitas : VBS Simetris kanan dan kiri, ronkhi - / -, wheezing - / : BJ I dan II regular murni, Gallop -, Murmur : datar, lembut, BU + normal : tidak ada kelainan

STATUS LOKALIS PEMERIKSAAN SUBJEKTIF Pemeriksaan SC CC STEN KOREKSI ADDE VOD 2/60 (+) : 0,1 VOS 2/60 (+) : 0,1 -

4

PEMERPemeriksaan Posisi Mata

B EKTIFO.D Ortoporia + + + + + Ortoporia + + + + + OS

Pergerakan Bola Mata

Palp. Superior

+ + + Bleparospasme (+), Ektropion (-), Entropion (-) Ektropion (-), Entropion (-) Trichiasis (-), Distichiasis (-) Lakrimasi (+), Epifora (-) Hiperemis (+) Hiperemis (+) Injeksi Siliar (+), Injeksi Konjungtiva (+) Keratik Presipitat (+) Dangkal, Flare (+) Coklat, Sinekia (-), Rubeosis (+) Bulat, RC (+) lambat, : 2 mm Jernih

+ + + Bleparospasme (+), Ektropion (-), Entropion (-) Ektropion (-), Entropion (-) Trichiasis (-), Distichiasis (-) Lakrimasi (+), Epifora (-) Hiperemis (+) Hiperemis (+) Injeksi Siliar (+), Injeksi Konjungtiva (+) Keratik Presipitat (+) Dangkal, Flare (+) Coklat, Sinekia (-), Rubeosis (+) Bulat, RC (+) lambat, : 2 mm Jernih

Palp. Inferior Cilia Apparatus Lakrimal Conj. Tars. Superior Conj. Tars. Inferior Conj. Bulbi

Cornea CoA Iris Pupil Lensa Gambar

Bleparospasme

Miosis Pupil

Rubeosis Iridis

Injeksi Siliar Rubeosis Iridis

Keratik Presipitat

Injeksi Conjungtiva

5

Palpasi T.I.O

: OD : n + 1, Nyeri OS : n + 1, Nyeri

Tonometri

: OD : 27,2 OS : 27,2

Diagnosa Banding : 1. Glaukoma Sekunder ODS et causa Uveitis Akut Anterior ODS 2. Glaukoma Akut ODS 3. Keratokonjungtivitis Akut ODS

Diagnosa : Glaukoma Sekunder ODS et causa Uveitis Akut Anterior ODS

Usulan Pemeriksaan : Opthalmoskop Direct dan Indirect Gonioskopi Cek GDS Rontgen Thorax

Konsultasi : Dokter Spesialis Mata

6

Terapi : Cendotropin 1% Tryaxitrol Glaukon

3 dd 1gtt ODS 1gtt ODS / 2 jam 3 dd 1 tab

Dexamethasone Inj 15mg / 6 jam Ranitidine Inj / 8 jam

Edukasi : Menjaga kesehatan dan kebersihan diri Menjaga kebersihan lingkungan rumah tinggal Tidak mengucek mata yang dalam keadaan sakit

Prognosa : Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

7

RESUME

Pasien perempuan berusia 32 tahun dengan keluhan mual muntah sejak 2 minggu yang lalu. Muntah tidak berhubungan dengan makanan dan pola makan. Pasien mengatakan sering merasakan pusing sehingga membuatnya mual dan sampai muntah. 1 bulan yang lalu pasien mengatakan kedua matanya sakit. Keluhan kedua mata sakit disertai mata merah dan gatal. 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien memeriksakan matanya ke Puskesmas terdekat, kepada pasien diberikan 1 botol obat tetes mata, dan 2 macam obat minum namun pasien tidak ingat nama dan jenis obat yang diberikan. Pasien tidak merasakan perubahan yang berarti. Pasien mengeluhkan sakit di kedua matanya semakin memberat sejak 1 minggu terakhir ini. Keluhan disertai dengan pusing yang semakin hebat, nyeri di kedua bola mata, penglihatan yang kurang jelas di seluruh lapang pandang, dan pasien sering merasakan seperti ada pelangi di sekeliling lampu. Apabila melihat cahaya pasien juga mengeluh penglihatan matanya terasa sangat silau. Keluhan juga disertai sering keluar air mata. Penglihatan seperti bintik-bintik kehitaman yang berterbangan disangkal. Dari pemeriksaan fisik subjektif didapatkan VOD 2/60 dan VOS 2/60 dengan stenhole pic lebih baik (0,1) ODS.

8

PEMBAHASAN

Pada pasien ini di Diagnosa Glaukoma Sekunder ODS et causa Uveitis Akut Anterior ODS karena didapatkan baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik subjektif maupun objektif sebagai berikut :

Mual dan Muntah 2 minggu Kepala pusing Mata nyeri Peningkatan Tekanan Intra Okuler COA Dangkal Halo Phenomenon Mata merah dan gatal Mata sering berair Injeksi Siliar dan Injeksi Konjungtiva Pupil Miosis, Rubeosis Iridis Flare (+) Keratik Presipitat Fotofobia Penurunan Visus Onset serangan < 3 bulan

9

UVEITIS ANTERIOR

Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata/korona. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi : infeksi, proses imunologik yang berhubungan dengan penyakit sistemik, genetik, neoplastik, autoimun, dan idiopatik. Tujuan manajemen uveitis anterior ialah mencegah kerusakan struktur dan fungsi mata seperti sinekia posterior, sinekia anterior, kerusakan pembuluh darah iris, katarak, glaukoma, parut kornea, dan kekeruhan badan kaca. Oleh sebab itu dalam penanganan uveitis anterior diperlukan diagnosis etiologik, mengingat keadaan yang telah dikemukakan di atas, maka untuk menemui etiologik uveitis anterior harus dilakukan secara sistematik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan mata, pemeriksaan laboratorium dan konsultasi antara disiplin ilmu. Dengan pendekatan ini maka dapat dicapai maksimal 80% diagnosis etiologik pada kasus-kasus uveitis anterior. Dengan penemuan diagnosis etiologik, kebutaan disebabkan oleh penyulit dapat diatasi.

ANATOMI UVEA Uvea secara garis besar merupakan jaringan vaskuler didalam bola mata yang terdiri dari: 1. 2. 3. Iris Badan Silliar ( Corpus Cilliaris ) Koroid

10

Koroid Badan Siliar Iris Gambar 1. Penampang Uvea Pada Mata UVEA

GEJ L KL Gej l ej l uveiti anteri r meli uti :

Mata merah, fotofobia, lakrimasi, rasa sakit, dan penglihatan kabur. Mata yang terkena biasanya satu pihak namun dapat juga bilateral, disertai dengan adanya flare dan sel di dalam bilik mata depan; jarang dijumpai adanya hipopion. Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebab. Uveitis anterior yang disebabkan oleh reaksi anafilaksis terhadap protein lensa akan didominir oleh adanya selsel besar di bilik mata depan; sedang jika disebabkan oleh sindroma Reiter justru didominir oleh eksudat fibrin dan sel sel kecil atau lazim disebut radang non granulomatosa

11

GE ALA SUB EKTIF 1) Nyeri :y

Uveitis anterior akut Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri.

y

Uveitis anterior kronik Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa akibat glaukoma sekunder.

2) Fotofobia dan lakrimasiy

Uveitis anterior akut dan subakut Ditandai dengan blefarospasmus. Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Derajat 3+4+ blefarospasmus menetap, ringan 1+2+ bila disinari dengan sinar yang kuat baru timbul bleforaspasmus. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia.

y

Uveitis anterior kronik Gejala subjektif ini hampir tidak ada atau ringan.

3) Kabur / Penurunan Penglihatan Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab.12

y

Uveitis anterior akut Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.

y

Uveitis anterior residif atau kronik Disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kelainan kornea seperti edema, lipatan Descemet, vesikel epitel dan keratopati. Edema kornea akibat glaukoma sekunder dapat mengalami kalsifikasi. Pada infeksi herpes simpleks terdapat edema menetap disertai neovaskularisasi stroma perifer dan pannus kornea.

GE ALA OBYEKTIF Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi. 1) Hiperemi Pemeriksaan dilakukan dengan iluminasi fokal dalam ruang gelap. Merupakan gambaran bendungan pembuluh darah sekitar kornea atau limbus. Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar 360 sekitar limbus, berwarna ungu.y

Uveitis anterior akut Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.

y

Uveitis anterior hiperakut Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.

13

Hubungan derajat hiperemi dengan kelainan kornea mengikuti pembagian Hogan 1959. - Derajat nol : Hiperemi sekitar kornea dan kelainan kornea tidak ada. - Derajat 1 : Hiperemi sekitar kornea dan edema kornea ringan. - Derajat 2 : Hiperemi sekitar kornea jelas dan difus, disertai hiperemi pembuluh darah episklera dan konjungtiva. Edema stroma dan epitel kornea difus dengan lipatan membran Descemet. - Derajat 3 : Hiperemi hebat sekitar kornea disertai hiperemi difus episklera dan konjungtiva. Edema difus stroma dan epitel kornea, lipatan Descemet, vaskularisasi perifer disertai permulaan fibrosis daerah tertentu stroma kornea. - Derajat 4 : Injeksi kornea, hiperemi pembuluh darah konjungtiva, kemosis. Edema hebat stroma, keratitis bulosa dan vaskularisasi perifer.

2) Perubahan korneay Keratik presipitat

Terjadi karena pengendapan agregasi sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuwos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan :o

Baru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih.

o

Jenis sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. limfosit kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat.14

3) Kelainan kornea :o Uveitis anterior akut

Keratitis dapat bersamaan dengan keratouveitis dengan etiologi tuberkulosis, sifilis, lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.o Uveitis anterior kronik

Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descemet dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea bcrupa lipatan Descemet dan vesikel pada epitel kornea. Harus dibedakan dari keratitis profunda misalnya keratitis disciformis dengan edema menetap, neovaskularisasi stroma perifer dan pannus. Keratopati band akibat tekanan bola mata meninggi dan iridosiklitis pada anak.

4) Bilik mata Kekeruhan dalam bilik depan mata dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, set, dan fibrin. Efek Tyndall menunjukkan ada atau menetapnya peradangan dalam bola mata.

15

PENATALAKSANAAN Kortikosteroid topical dan Cycloplegik segera diberikan, kecuali jika diduga penyebabnya suatu infeksi. Kortikosteroid Kortikosteroid topical merupakan terapi utama dan dapat digunakan sebagai terapi awal serangan. Kortikosteroid oral atau injeksi periokular kortikosteroid dapat diberikan jika tidak ada respon membaik dengan terapi topical dalam 1 minggu sampai 10 hari. Injeksi steroid kontraindikasi pada pasien dengan TIO yang meningkat. Bila dengan preparat korikosteroid oral tidak menolong dapat diberikan ACTH drip iv. 25 iu dalam D5%. Cycloplegia Cyclopentolate atau homatropine dapat digunakan sebagai penghilang sakit dan fotofobia serta untuk mencegah terjadinya sinekia posterior. Supresan aqueus topical Diberikan jika TIO tinggi. NSAIDs Obat topical anti infalmasi non steroid (NSAIDs) sedikit atau kurang bermanfaat Terapi Seri Demam (Fever Therapy) Dengan memberikan 0,1 cc vaksin thypoid intravena atau 10cc susu steril intravena pada kasus yang sukar sembuh sambil mencari penyebab dari bagian tubuh lainnya seperti pada hidung, tenggorokan, gigi dsb. Pengobatan terhadap penyulit Dengan adanya sinekhia posterior, seklusi pupil, oklusi pupil maka visus dapat terganggu, dapat dilakukan iridektomi optis di daerah fissura palpebra untuk16

membuat pupil baru. Atau bila disertai glaukoma dapat dilakukan iridektomi basalis setalah glaukomanya ditekan. Dimana iris dipotong sampai ke akarnya sehingga selain visus diperbaik, juga glaukoma diatasi. Pada seklusi pupil yang disertai Iris Bombe yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder dilakukan transfiksi iridis.

PROGNOSIS Prognosis Uveitis baik jika tidak terjadi katarak, glaukoma atau penyulit lainnya seperti diatas.

GLAUKOMA SEKUNDER

Glaukoma sekunder bukan merupakan satu kesatuan penyakit tetapi merupakan gabungan beberapa kelainan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli yang behubungan dengan penyakit primer dimata ataupun peyakit sistemik

FAKTOR RESIKO Jika terkena intraokular melebihi dari normal, merupakan resiko tinggi terjadinya glaukoma tetapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempertinggi resiko glaukoma antara lain :o o o o

Umur Ras Riwayat Glukoma Penyakit penyerta17

o o

Trauma Pemakaian Steroid

KLASIFIKASI Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuler dibagi menjadi: 1. Glaukoma sekunder sudut terbuka Pada glaukoma sekunder sudut terbuka terjadi hambatan aliran humor akueus oleh membran pretrabekuler,oedema dan peningkatan vena episklera. 2. Glakoma sekunder sudut tertutup Glaukoma sekunder sudut tertutup bisa berhubungan atau tidak dengan

penutupan pupil.

Berdasarkan penyebab penyakit primer, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Lens induced glaukoma Infammatory glaukoma (glaukoma due to intraokuler inflammation) Pigmentary glaukoma. Neovaskular glaukoma Glaukoma associated with irido-corneal endothelial syndrome Pseudoexfoliative glaukoma Glaukoma associated with intraocular hemorrhage Steroid induced glaukoma Traumatic Glaukoma

10. Glaukoma in aphakia 11. Glaukoma associated with intraocular tumor

18

Uveitis Induce Glaukoma (Glaukoma akibat peradangan Uvea) Pada uveitis tekanan intraokular biasanya lebih daripada normal karena korpus siliare yang meradang kurang berfungsi dengan baik. Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edama sekunder, atau kadang -kadang terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis). Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskular sudut, yang semuanya meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusi pupil akibat sinekia posterior 360 derajat menyebabkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut. Terapi terutama ditujukan kepada pengontrolan uveitis disetai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan, menghindari miotik karena dapat meningkatkan kemungkinan pembentukan sinekia posterior. Terapi jangka panjang, termasuk tindakan bedah, sering perlu dilakukan karena kerusakan jalinan trabekula yang irreversible. Penutupan sudut akut akibat penutupan pupil dapat di pulihkan oleh midriasis intensif tetapi sering memerlukan iridektomi perifer dengan laser atau iridektomi bedah. Uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan midriatikum sewaktu uveitisnya aktif untuk mengurangi risiko penutupan pupil.

19

PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDER Sekunder glukoma dapat di tangani dengan obat-oabatan atau pembedahan. Penyebab sistemik dari glaukoma sekunder harus di kontrol (contohnya : diabetes, yang mungkin penyebab dari neovaskular glaukoma). Penyebab lokal dari glaukoma sekunder harus dapat juga dikoreksi (contonya : Hifema dapat menyebabkan glaukoma sudut tertutup).

Obat - Obatan Yang Biasa Di Gunakan Untuk Glaukoma 1. Supresi Pembentukan Humor Akueus Penghambat adrenergik beta

Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian : penyakit obstruksi jalan napas menahun terutama asma dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor1

dan afinitas keseluruhan terhadap semua reseptor

yang rendah

menurunkan walaupun tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir, dan rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.

Apraklonidin adalah agonis adrenergik

2

baru yang menurunkan pembentukan

humor akueus tanpa efek pada aliran keluar. Tidak seperti Epinefrin dan dipivefrin yang memiliki efek pada pembentukan humor akueus.

Inhibitor karbonat anhidrase sistemik - asetazolamid adalah yang paling banyak

digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil20

memuaskan dan pada glaukoma akut di mana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, atau dapat secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat menimbulkan efek samping sistemik mayor yang membatasi penggunaan obat-obat ini untuk terapi jangka panjang.

2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Akueus Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan

bekerja pada jalinan trabekular kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0.75%-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat kolinesterase ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat demekarium bromida, 0,125% dan 0,25%, dan iodida, 0,03-0,25%, yang umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Perhatian : Obat-obat antikolinesterse ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan selama anestesia, dan ahli anestesi harus diberi tahu sebelum tindakan bedah. Obat-obat ini menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit. Pasien harus juga diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.

21

Efinefrin, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari meningkatkan aliran

keluar humor akueus dan disertai penurunan pembentukan humor akueus. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva refleks, endapan konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema okular sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisme secara intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera anterior sempit.

3. Penurunan Volume Korpus Vitreum Obat-obatan hiperosmotik menyebabkan terjadinya penurunan produksi humor

akuous. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder). Gliserin (gliserol) oral, 1 mt/kg berat dalam suatu larutan 50% dingin dicampur

dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.

4. Miotik, Midriatik, & Sikloplegik Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup

akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.

22

Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik

(siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.

TINDAKAN BEDAH & LASER Iridektomi & Iridotomi Perifer Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan penyulit intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan pentupan sudut.

Trabekuloplasti Laser Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya23

memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran

trabekuloplasti laser dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.

Bedah Drainase Glaukoma Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness (mis., sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Hal ini lehih mudah terjadi pada pasien berusia muda, pasien berkulit hitam, dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi adjuvan dengan antimetabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko kegagalan bleb. Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap trabekulektomi. Pasien dari kelompok yang terakhir ini adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama glaukoma neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis, dan glaukoma setelah tindakan tandur kornea. Sklerostomi laser holmium adalah suatu tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi.

24

Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan trabekular.

Tindakan Siklodestruktif Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan, yang paling mutakhir, terapi laser neodinium:YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan encrgi laser argon yang diberikan secara transpupilar dan transvitreal Iangsung ke prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit diatasi.

25

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kansky, Jack J. Clinical Opthalmology. 6th Edition. 2007. St. Louis Sidney Toronto: Elsevier Oxford USA.

2.

James, Bruce., Chew, Chris. Lecture Notes Oftalmology. 9th Edition. 2006. Jakarta : Erlangga.

3.

Ilyas, H. Sidarta., Prof. dr. Sp.M. Ilmu Penyakit Mata. 2006. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

4.

Wijana, Nana., dr., Sp.M. Ilmu Penyakit Mata. 2005. Jakarta.

26

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT MATA

Glaukoma Sekunder ODS et causa Uveitis Anterior ODS

Disusun Oleh : DWI ROBBIARDY EKSA (03310096)

Konsulen : Dr. H. Boyke S., Sp.M Dr. Binto A., Sp.M

Pembimbing : Dr. Intan Dwi Rahayu

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUD WALED CIREBON 201127