skripsi pengaruh distraksi menonton animasi kartun ...repo.stikesicme-jbg.ac.id/55/1/skripsi_full...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENGARUH DISTRAKSI MENONTON ANIMASI KARTUN TERHADAP TINGKAT
STRES HOSPITALISASI PADA ANAK SAAT DILAKUKAN INJEKSI BOLUS
(Studi di Paviliun Seruni RSUD Jombang)
Disusun Oleh:
DESSY EKAWATI 13.321.0013
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG 2017
i
PENGARUH DISTRAKSI MENONTON ANIMASI KARTUN TERHADAP TINGKAT
STRES HOSPITALISASI PADA ANAK SAAT DILAKUKAN INJEKSI BOLUS
(Studi di Paviliun Seruni RSUD Jombang)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi S1
Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
DESSY EKAWATI
13.321.0013
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG 2017
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang, 17 Desember 1994. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara dan merupakan anak dari pasangan Bapak Baderi
dan Ibu Muni’ah.
Pada tahun 2007 penulis lulus dari SDN Mancar 01 Peterongan, Jombang,
pada tahun 2010 penulis lulus dari SMPN 2 Jombang, pada tahun 2013 penulis
lulus dari SMAN 01 Mojoagung , pada tahun 2013 penulis lulus seleksi masuk
STIKes “Insan Cendekima Medika” Jombang melalui PMDK. Penulis memilih
program studi S1 Keperawatan di STIKes “ICMe” Jombang.
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar – benarnya.
Jombang, Mei 2017
DESSY EKAWATI 13.321.0013
vi
MOTTO
“Bagaimanapun keadaan kita, sedih, bahagia, waktu tidak pernah berhenti untuk menunggu. Waktu tetap berjalan. “
vii
PERSEMBAHAN
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan akan kehadirat Allah SWT atas rahmat
serta hidayah-Nya yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam
penyusunan skripsi ini hingga selesai sesuai dengan yang dijadwalkan. Dan
semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan.
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Kedua orang tua saya (Bapak Baderi dan Ibu Muni’ah) yang tak henti
mencurahkan do’a serta kasih sayang yang tak terhingga. Dengan semangat
dan dukungan yang tiada hentinya , baik secara moril maupun materi.
Hanya do’a dan prestasi yang dapat saya berikan. Terima kasih ayah dan ibu
atas do’a dan kasih sayang yang telah kalian berikan.
2. Semua keluarga saya khususnya ketiga adik saya serta nenek saya yang
telah banyak memberi do’a , semangat serta dukungan demi kelancaran
kuliah saya.
3. Teman – teman Mahasiswa S1 – Keperawatan STIKes ICMe Jombang yang
selalu sabar mendengarkan keluh kesah saya dan memotivasi disetiap
langkah saya.
4. Kedua dosen pembimbing saya, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns., M.Kep.
serta Bapak Sumarsono, S.Si., M.MT yang telah membimbing saya dengan
sabar dan teliti dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga ilmu dan nasehat
yang beliau berdua berikan dapat bermanfaat.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen S1 Keperawatan terima kasih banyak atas
semua ilmu , nasehat serta motivasi yang telah diberikan dan semoga
bermanfaat.
6. Kepala ruangan dan seluruh perawat di Paviliun Seruni RSUD Jombang
yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitiandan membantu dalam
menyelesaikan penelitian ini.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Distraksi Menonton Animasi Kartun Terhadap Tingkat Stres
Hospitalisasi Pada Anak Saat Dilakukan Injeksi Bolus (Studi di Paviliun Seruni
RSUD Jombang)“ ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak H.Bambang Tutuko S.H.,S.Kep.,Ns.,M.H. selaku ketua STIKes ICMe
Jombang; Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns,.M.Kep. selaku Kaprodi S1
Keperawatan dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan serta motivasi
kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini; Bapak Sumarsono, S.Si.,
M.MTselaku pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, tenaga serta
pikirannya demi terselesaikannya skripsi ini; Direktur RSUD Jombang yang telah
memberikan ijin penelitian serta kepala ruangan dan seluruh perawat Paviliun
Seruni yang telah memberikan ijin penelitian serta menyediakan data yang
diperlukan selama menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, Amin.
Jombang, Mei 2017
Penulis
ix
ABSTRAK
PENGARUH DISTRAKSI MENONTON ANIMASI KARTUN TERHADAP TINGKAT
STRES HOSPITALISASI PADA ANAK SAAT DILAKUKAN INJEKSI BOLUS (Studi di Paviliun Seruni RSUD Jombang)
Oleh :
Dessy Ekawati
Hospitalisasi bagi anak merupakan suatu tindakan yang akan membatasi
anak dengan dunia luar. Saat anak dalam masa perawatan sering didapatkan anak
menangis, terlihat gelisah, rewel dan bersikap tidak kooperatif. Anak sering
merasa ketakutan dan cemas karena bertemu dengan orang baru, lingkungan baru
serta tindakan medis maupun keperawatan yang diberikan pada anak. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh distraksi menonton animasi kartun
terhadap tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di
Paviliun Seruni RSUD Jombang. Desain penelitian ini adalah one group pre test post test design. Populasi
dalam penelitian ini adalah rata – rata pasien anak per bulan usia 3 – 5 tahun
selama tahun 2016 di Paviliun Seruni RSUD Jombang sejumlah 57 anak,
sampelnya berjumlah 50 anak dengan teknik consequtive sampling. Variabel
independent yakni distraksi menonton animasi kartun serta variabel dependent
yaitu tingkat stres hospitalisasi. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi
Modifikasi DASS 21. Teknik analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon
test. Hasil penelitian ini didapatkan dari 50 responden, sebelum pemberian
distraksi sebagian besar responden mengalami tingkat stres hospitalisasi berat
sejumlah 28 anak (56%) dan stres sedang sejumlah 22 anak (44%), sesudah
pemberian distraksi hampir seluruh responden mengalami tingkat stres
hospitalisasi ringan sejumlah 40 anak (80%) dan stres sedang sejumlah 10 anak
(20%). Uji statistik Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai p = 0.000 < α (0.05)
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya adalah ada pengaruh distraksi menonton animasi kartun
terhadap tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di
Paviliun Seruni RSUD Jombang.
Kata Kunci: anak, distraksi, stres hospitalisasi
x
ABSTRACT
THE EFFECT OF DISTRACTION WATCHING CARTOON ANIMATION ON THE LEVEL
OF STRESS HOSPITALIZATION TO CHILDREN WHEN BOLUS INJECTION WAS DONE
(Studied in the Pavilion of Seruni RSUD Jombang)
by :
Dessy Ekawati
Hospitalization for children is an act that will limit children to the outside
world. When the child in the treatment often found the child crying, looking
anxious, fussy and uncooperative. Children often feel frightened and anxious
about meeting new people, new surroundings as well as the medical or nursing
actions given to the child. The purpose of this research was to analyze the effect of
distraction watching cartoon animation on level of stress hospitalization to
children when bolus injection was done in the Pavilion of Seruni RSUD Jombang. This research design was one group pre test post test design. The population
in this research was the average pediatric patient per month of age 3 – 5 years
old during the year 2016 in the Paviliun of Seruni RSUD Jombang numbered 57
children, the samples were numbered 50 children with technique of consequtive
sampling. The independent variabel which was distraction of watching cartoon
animation and the dependent variabel which was the level of stres hospitalization.
Data collecting used observation sheet of modification DASS 21. Data analyzing
techniques used a statistical test of Wilcoxon test. The results was obtained that’s from 50 respondents, before giving
distraction most of respondents experienced severe hospitalization stress levels in
number were 28 children (56%) and moderate hospitalization stress levels in
number were 22 children (44%),while after giving disraction almost all of
respondent experienced light hospitalization stress levels in number were 40
children (80%)and moderate hospitalization stress levels in number were 10
children (20%). The statistical test of Wilcoxon showed that’s the value of p =
0.000 < α (0.05) so H0 was rejected and H1 was accepted. The conclusion was there’s an influence distraction of watching cartoon
animation on the stress level of hospitalization in children When bolus injection was done in the Pavilion of Seruni RSUD Jombang.
Keywords : child, distraction, hospitalization stress
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL DALAM .................................................................................. ii
LEMBAR KEASLIAN ................................................................................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................... iv
PENGESAHAN PENGUJI ........................................................................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi
MOTTO ........................................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ix
ABSTRAK ....................................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ......................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anak ............................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Anak ........................................................................... 6
2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak ................................... 7
2.1.3 Prinsip – prinsip Keperawatan Anak ........................................ 21
2.2 Konsep Stres Hospitalisasi ....................................................................... 23
2.2.1 Definisi Stres Hospitalisasi ........................................................ 23
2.2.2 Stresor dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi .................. 23
2.2.3 Dampak Hospitalisasi .................................................................. 26
xii
2.2.4 Tingkat Stres Hospitalisasi
27
2.2.5 Pengukuran Tingkat Stres
Hospitalisasi 28
2.2.6 Cara Mengatasi Dampak
Hospitalisasi Pada Anak 29
2.3 Teknik Distraksi ......................................................................................... 32
2.3.1 Definisi Teknik Distraksi
32
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Teknik
Distraksi 32
2.3.3 Prosedur Teknik Distraksi
32
2.3.4 Kelemahan dan Kelebihan Animasi Sebagai Media
Distraksi Stres Hospitalisasi 35
2.4 Injeksi Intravena Secara Tidak Langsung (Bolus) .............................. 36
2.4.1 Definisi Bolus 36
2.4.2 Tujuan Bolus 36
2.4.3 Pengaruh Injeksi Bolus Terhadap Stres Hospitalisasi
Anak 36
2.4.4 Hal Yang Harus
Diperhatikan Selama Pemberian Obat 37
2.5 Pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat
stres hospitalisasi anak 38
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konsetual .................................................................................. 41
3.2 Hipotesis ...................................................................................................... 42
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 43
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 44
4.3 Populasi, sampel dan sampling ............................................................... 44
4.4 Kerangka Kerja ........................................................................................... 46
4.5 Identifikasi Variabel .................................................................................. 47
4.6 Definisi Operasional .................................................................................. 47
4.7 Instrumen Penelitian .................................................................................. 48
4.8 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data .............................................. 51
4.9 Pengolahan dan analisa data .................................................................... 52
4.10 Etika penelitian........................................................................................... 56
4.11 Keterbatasan penelitian ……………………………………….... 56
xiii
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian 57
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 57
5.1.2 Data Umum 58
5.1.3 Data Khusus 61
5.2 Pembahasan 64
5.2.1 Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi
bolus sebelum pemberian distraksi menonton animasi
kartun 64
5.2.2 Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi
bolus sesudah pemberian distraksi menonton animasi
kartun 67
5.2.3 Pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap
tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi
bolus 70
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan 73
6.2 Saran 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
No. Daftar Tabel Halaman
2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pieget ........................................... 11
2.2 Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg ......................................... 13
2.3 Tahap Perkembangan Spiritual Menurut Fowler ......................................... 16
2.3 Teori Psikoseksual Menurut Freud ................................................................. 20
2.5 Delapan Tahap Perkembangan Psikososial Menurut Erikson ................... 20
4.1 One Group Pretest – Posttest Design ............................................................. 43
4.2 Definisi operasional............................................................................................ 48
5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pasien
anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang ...................................................... 58
5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur pasien anak di
Paviliun Seruni RSUD Jombang ..................................................................... 59
5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama masuk rumah sakit
(MRS) pasien anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang ........................... 59
5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman
hospitalisasi pasien anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang .................. 60
5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis penyakit pasien
anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang ...................................................... 60
5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni
RSUD Jombang .................................................................................................. 61
5.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sesudah
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni
RSUD Jombang .................................................................................................. 62
5.8 Tabulasi silang pengaruh distraksi menonton animasi kartun
terhadap tingkat stres hospitalisasi pada aak saat dilakukan injeksi
bolus di Paviliun Seruni RSUD Jombang ..................................................... 63
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Daftar Gambar Halaman
3.1 Kerangka konseptual .............................................................................................. 41
4.1 Kerangka kerja ......................................................................................................... 46
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Permohonan Menjadi Responden
2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
3. Lembar Observasi Modifikasi DASS 21
4. Lembar SOP Teknik Distraksi Menonton Animasi Kartun
5. Lembar Pernyataan Dari Perpustakanan
6. Lembar Surat Studi Pendahuluan
7. Lembar Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan dan Penelitian dari
RSUD Jombang
8. Lembar Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
9. Lembar Konsultasi Proposal Penelitian dan Skripsi
10. Jadwal Kegiatan Penelitian
11. Lembar Tabulasi Data Umum
12. Lembar Tabulasi Data Khusus
13. Lembar Hasil Output SPSS Data Umum
14. Lembar Hasil Output SPSS Data Khusus
15. Lembar Bebas Plagiasi
xvii
DAFTAR LAMBANG
1. H1 : hipotesis alternatif
2. % : prosentase
3. : alfa (tingkat signifikansi)
4. O1: sebelum perlakuan (pretest)
5. O2: sesudah perlakuan (posttest)
6. X : perlakuan
7. N : jumlah populasi
8. n : jumlah sampel
9. > : lebih besar
10. < : lebih kecil
11. ≥: lebih besar sama dengan
12. ≤: lebih kecil sama dengan
13. ∑ : Total (sigma)
DAFTAR SINGKATAN
STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
DASS : Depression Anxiety Stress Scale
SPSS : Statistic Package for The Social Software
SOP : Standart Operasional Prosedur
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hospitalisasi bagi anak merupakan suatu tindakan yang akan membatasi
anak dengan dunia luar. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu psikologi
anak terlebih bila anak tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan
barunya di rumah sakit (Supartini, 2012). Fenomena yang terjadi di rumah sakit
saat anak dalam masa perawatan sering didapatkan anak sering menangis, terlihat
gelisah, rewel dan bersikap tidak kooperatif. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya rasa takut anak terhadap pengobatan, lingkungan yang asing bagi anak
serta takut pada petugas kesehatan yang datang meskipun hanya untuk mengukur
suhu sekalipun (Ambarwati, 2015). Pengalaman hospitalisasi yang dialami anak
selama rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu psikologi anak, tetapi juga
akan sangat berpengaruh pada psikososial anak dalam berinteraksi terutama pihak
rumah sakit termasuk pada perawat. Masalah tersebut akan berpengaruh pada
pelayanan keperawatan yang akan diberikan misalnya saat pemberian obat melalui
injeksi bolus.
Timbulnya berbagai jenis penyakit yang menyerang anak – anak membuat
populasi anak yang dirawat dirumah sakit meningkat, sehingga semakin banyak
anak – anak yang mengalami stress akibat hospitalisasi. Berdasarkan data
Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di Amerika, sebanyak 6,5 juta
anak/tahun yang menjalani perawatan di rumah sakit dengan usia kurang dari 17
tahun (CDC National Health Report, 2013). Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi
1
2
Nasional (Susenas) tahun 2016, angka kesakitan anak umur 0 – 6 tahun tertinggi
terdapat pada umur 1 – 2 tahun yakni pada anak laki – laki sebesar 49% dengan
perawatan selama 4 hari sedangkan untuk anak perempuan sebesar 49,6% dengan
perawatan selama 4 hari. Proporsi angka kesakitan pada umur 7 – 12 tahun
menurut Susenas 2016 terdapat angka tertinggi pada umur 7 tahun yakni sebesar
27,7% pada anak laki – laki dan 28,2% pada anak perempuan dengan rata – rata
perawatan selama 3 – 4 hari (Susenas, 2016). Angka proporsi kesakitan anak di
Paviliun Seruni RSUD Jombang pada bulan Januari 2017 sebesar 399 anak dan
pada bulan Februari 2017 sebesar 272 anak.
Berdasarkan penelitian Cut (2012) yang dilakukan di Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta tentang “Hubungan Lama Rawat Inap Dengan
Stres Anak Akibat Hospitalisasi” melaporkan bahwa rata – rata anak usia sekolah
mengalami stres sedang (47,5%) saat menjalani hospitalisasi. Studi pendahuluan
yang dilakukan peneliti pada tanggal 6 Maret 2017 di Paviliun Seruni RSUD
Jombang didapatkan hasil bahwa dari 10 anak usia 3 – 5 tahun yang menjalani
hospitalisasi, seluruh anak mengalami gejala stres hospitalisasi saat dilakukan
injeksi bolus, seperti menangis, memanggil nama ibunya, tidak bersikap
kooperatif bahkan memukul orang yang berada disekitarnya tanpa disengaja. Hal
tersebut membuktikan bahwa anak yang dirawat di rumah sakit hampir seluruhnya
mengalami stress hospitalisasi.
Asuhan keperawatan selama proses hospitalisasi pada umumnya
memerlukan tindakan invasif berupa pemasangan infus dan injeksi (Nursalam,
2005). Tindakan invasif tersebut dapat menimbulkan sugesti secara langsung pada
anak. Anak akan meyakini bahwa dirawat dirumah sakit (hospitalisasi) adalah
.
3
pengobatan yang menakutkan. Stress yang dialami anak memberikan berbagai
dampak yang cukup mempengaruhi proses perawatan selama di rumah sakit,
misalnya waktu perawatan yang seharusnya diperlukan untuk kesembuhan anak
hanya 4 hari, akan menjadi lebih lama karena anak tidak dapat bersikap kooperatif
akibat stress yang anak alami dan mengakibatkan waktu perawatan yang
dibutuhkan semakin lama (Ibung, 2008).
Perawat memerlukan teknik komunikasi terapeutik yang efektif dalam setiap
tindakan yang akan diberikan kepada klien termasuk untuk prosedur pemberian
injeksi bolus, selain itu diperlukan pula teknik non farmakologis agar anak dapat
bersikap kooperatif misalnya dengan teknik distraksi (pengalihan) (Prasetyo,
2010). Salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan pada anak adalah
menonton kartun animasi (Wong, 2009). Ketika anak lebih fokus pada kegiatan
menonton film kartun, hal tersebut mengakibatkan impuls nyeri yang disebabkan
adanya cidera tidak mengalir melalui tulang belakang, pesan nyeri tidak
tersampaikan ke otak sehingga anak tidak merasakan nyeri (Brannon dkk, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Chusniyah (2016) pada anak usia 6-9 tahun
dengan judul “Pengaruh Bimbingan Imajinasi Mengunakan Media Audio Visual
(Video) Terhadap Stress Hospitalisasi Anak di RS Islam Surabaya” menunjukan
hasil analisa perbedaan rerata didapatkan pada kelompok perlakuan nilai rerata
sebelum intervensi (pretest) 12.25 (stres sedang ) dan setelah dilakukan bimbingan
imajinasi menggunakan media video (post test) memiliki nilai rerata 6.75 (stres
ringan). Penelitian tersebut membuktikan bahwa tingkat stres hospitalisasi juga
dapat diturunkan dengan metode distraksi jenis lain berupa imajinasi terbimbing.
.
4
Dari uraian diatas dan melihat fenomena yang terjadi peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh teknik distraksi menonton kartun animasi
terhadap tingkat stress hospitalisasi anak saat dilakukan prosedur injeksi bolus.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat
diambil adalah apakah ada pengaruh teknik distraksi menonton kartun animasi
terhadap tingkat stress hospitalisasi pada anak saat dilakukan prosedur injeksi
bolus ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh teknik distraksi menonton kartun animasi terhadap
tingkat stress hospitalisasi pada anak saat dilakukan prosedur injeksi bolus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat stress hospitalisasi pada anak saat dilakukan
prosedur injeksi bolus sebelum pemberian teknik distraksi menonton kartun
animasi.
2. Mengidentifikasi tingkat stress hospitalisasi pada anak saat dilakukan
prosedur injeksi bolus sesudah pemberian teknik distraksi menonton kartun
animasi.
3. Menganalisis pengaruh teknik distraksi menonton kartun animasi terhadap
tingkat stress hospitalisasi pada anak saat dilakukan prosedur injeksi bolus.
.
5
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kajian pustaka
untuk menambah kasanah keilmuan dalam bidang keperawatan anak .
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi perawat rumah sakit
Sebagai bahan masukan guna lebih meningkatkan kreatifitas saat
memberikan asuhan keperawatan terutama dalam mengatasi stres
hospitalisasi yang dialami anak.
2. Bagi Institusi STIKes ICME
Sebagai bahan tambahan pengetahuan dalam memberikan materi tentang
keperawatan anak.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai informasi serta menjadi referensi ilmiah pada penelitian lebih lanjut
untuk lebih menyempurnakan pembahasan dan penggunaan perlakuan atau
metode lain guna membantu mengatasi stres hospitalisasi yang dialami anak
– anak saat perawatan dirumah sakit. Penelitian lanjutan dapat berupa
penelitian dengan sampel yang lebih besar, jenis dan rancangan penelitian
yang berbeda serta penggunaan kelompok kontrol.
.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep anak
2.1.1 Pengertian Anak
Anak adalah individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak yaitu masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun) (Wong, 2009). Anak satu dengan anak lainnya
memiliki rentang yang berbeda mengingat latar belakang anak berbeda. Anak
memiliki rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat
dan lambat. Anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan
perilaku sosial dalam proses perkembangannya (Winarno, 2012).
Perkembangan konsep diri anak sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum
terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan
pertambahan usia pada anak. Pola koping yang dimiliki anak juga sudah terbentuk
mulai bayi, hal ini dapat terlihat saat bayi menangis (Supartini, 2012).
Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis seperti saat anak
lapar, sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya.
Perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk
mulai bayi. Perilaku sosial pada anak saat masih bayi sudah terlihat seperti saat
anak mau diajak orang lain, bersama dengan orang banyak dengan menunjukkan
keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku sosial
yang sesuai dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku sosial juga dapat
6
7
berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti saat anak sudah mau bermain
dengan kelompoknya (Azis, 2005).
Anak merupakan individu yang rentan karena perkembangan kompleks
yang terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Anak juga secara
fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa serta memiliki pengalaman
yang terbatas, yang mempengaruhi pemahaman dan persepsi mereka mengenai
dunia (Supartini, 2012). Penyakit awal yang menyerang anak seringkali
mendadak dan penurunan status kesehatan dapat berlangsung dengan cepat. Faktor
yang mempengaruhi adalah sistem pernapasan dan kardiovaskular yang belum
matang, memiliki tingkat metabolisme yang lebih cepat, pertukaran gas yang lebih
besar dan asupan cairan serta asupan kalori yang lebih tinggi per kilogram berat
badan dibandingkan orang dewasa. Kerentanan terhadap ketidakseimbangan
cairan pada anak adalah akibat jumlah dan distribusi cairan di dalam tubuh
(Wong, 2009).
Tubuh anak terdiri dari 70 – 75% cairan, dibandingkan dengan 57 – 60%
cairan pada orang dewasa. Sebagian besar cairan pada anak – anak berada di
kompartemen cairan ekstrasel , sehingga cairan ini lebih dapat diakses. Oleh
karena itu apabila anak kehilangan cairan yang relatif sedang dapat mengurangi
volume darah, menyebabkan syok, asidosis dan kematian (Slepin, 2006).
2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Aspek tumbuh kembang pada anak merupakan aspek yang menjelaskan
mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial.
Winarno (2012) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu:
.
8
1. Faktor Herediter
Supartini (2004) menjelaskan bahwa faktor herediter merupakan faktor
pertumbuhan yang dapat diturunkan, yaitu suku, ras dan jenis kelamin.
2. Faktor Lingkungan (Hidayat, 2008)
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan penting dalam
menentukan tercapai dan tidak suatu potensi yang sudah dimiliki. Faktor
lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu: a) Faktor Pranatal
Faktor pranatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari
konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi ibu hamil, lingkungan
mekanis, toksin/zat kimia, hormon, radiasi, infeksi, kelainan
imunologis dan kondisi psikologis ibu.
b) Faktor Paskanatal
Faktor paskanatal merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi
anak setelah lahir. Secara umum dapat digolongkan menjadi
lingkungan biologis, faktor fisik, faktor psikososial, dan faktor
keluarga.
I. Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan anak yaitu bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam
arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multifikasi sel-sel tubuh serta
bertambah besarnya ukuran sel (Wong, 2009). Adanya multifikasi dan
pertambahan ukuran sel berarti terdapat pertambahan secara kuantitatif dan hal
tersebut terjadi sejak dimu/lai proses konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan
sperma hingga dewasa (IDAI, 2000). Pertumbuhan lebih ditekankan pada
.
9
bertambahnya ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih
matang bentuknya, seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan
lingkar kepala.
Pertumbuhan pada masa anak-anak bervariasi sesuai dengan bertambahnya
usia anak. Pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki. Kematangan
pertumbuhan pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, lalu secara
berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah. Pertumbuhan kepala pada
masa fetal lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu 50 % dari
total panjang badan. Pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.
Besar kepala pada usia dua tahun kurang dari seperempat panjang badan
keseluruhan, sedangkan ukuran ekstremitas bawah lebih dari seperempatnya.
II. Perkembangan
Perkembangan yaitu bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2000). Aspek perkembangan
bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing
bagian tubuh. Perkembangan diawali dengan berfungsinya jantung untuk
memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak
untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya
serta kematangan emosi dan sosial anak. Perkembangan anak menurut
Winarno (2012) meliputi :
.
10
1. Perkembangan Kognitif
Piaget (Winarno, 2012) mengemukakan ada empat tahap
perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis, yaitu :
a. Tahap Sensori Motorik 0 – 2 tahun (Sensory Motoric Stage)
Anak yang berada di tahap ini memperoleh pengalaman melalui fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada tahap
ini, bayi lahir dengan reflek bawaan, skema dimodifikasi dan
digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks.
Anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Anak
hanya dapat mengetahui hal – hal yang ditangkap dengan indranya
(Winarno, 2012).
b. Tahap Pre Operasi 2 – 7 tahun (Pre Operational Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian tindakan
kognitif yang konkret, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek,
menata letak benda – benda menurut urutan tertentu, dan membilang.
Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya tetapi masih terbatas pada
hal – hal yang dapat dijumpai dilingkungannya saja (Winarno, 2012).
c. Tahap operasi konkret 7 – 11 tahun (Concrete Operational Stage) Anak
– anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah
Dasar dan telah memahami operasi logis dengan bantuan benda
– benda konkret. Anak telah dapat mengetahuii simbol – simbol
sistematis tetapi belum dapat menghadapi hal – hal yang abstrak (tak
berwujud) (Winarno, 2012).
d. Tahap operasi formal 11 tahun keatas (Formal Operational Stage)
Anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak
dibingungkan oleh isi argumen. Pada tahap ini, anak telah memasuki
.
11
tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan
penalran abstrak. Operasi formal memungkinkan berkembangnya
sistem nilai dan ideal serta pemahaman untuk masalah filosofis
(Winarno, 2012).
Tabel 2.1 Fase Perkembangan Kognitif Menurut Pieget
Fase dan Tahap Usia Perilaku Signifikan
Fase Sensorimotor Lahir – 2 tahun
Tahap 1 Lahir – 1 bulan Sebagian besar tindakan bersifat reflek Penggunaan Reflek
Tahap 2 1 – 4 bulan Persepsi tentang berbagai kejadian terpusat pada Reaksi Sirkuler tubuh
Primer Objek merupakan eksistensi diri
Tahap 3 4 – 8 bulan Mengenali lingkungan eksternal
Reaksi Sirkuler dan Membuat perubahan secara aktif di dalam lingkungan
Sekunder
Tahap 4 8 – 12 bulan Dapat membedakan tujuan dari cara pencapaian Koordinasi Skema tujuan tersebut
Sekunder
Tahap 5 12 – 18 bulan Mencoba dan menemukan tujuan serta cara baru Reaksi Sirkuler untuk mencapai tujuan
Tersier Ritual merupakan hal penting
Tahap 6 18 – 24 bulan Menginterpretasi lingkungan dengan kesan mental Penemuan Arti Melakukan permainan imajinasi dan imitasi
yang Baru
Fase Prakonseptual 2 – 4 tahun Menggunakan pendekatan egosentrikuntuk mengakomodasi tuntutan lingkungan
Semua hal bermakna dan berkaitan dengan “aku”
Mengeksplorasi lingkungan
Bahasa berkembang dengan cepat
Mengasosiasikan kata dengan objek
Fase Pemikiran 4 – 7 tahun Pola pikir egosentrik berkurang
Intuitif Memimikirkan sebuah ide pada satu waktu Melibatkan orang lain di lingkungan tersebut Kata – kata mengekspresikan pikiran
Fase Operasi 7 – 11 tahun Menyelesaikan masalah yang konkret Konkret Mulai memahami hubungan seperti ukuran
Mengerti kanan dan kiri
Sadar akan sudut pandang orang
Fase Operasi 11 – 15 tahun Menggunakan pemikiran yang rasional Formal Pola pikir yang deduktuf dan futuristik
Sumber : Piaget, J. (1996). The Origin of Intelligence in Children. International Universities Press, Inc.
2. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan dari
perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama , yaitu : 1.
Pre Conventional 2. Conventional 3. Post Conventional (Supartini, 2012).
.
12
a. Fase Pre Conventional
Anak belajar baik dan buruk, benar dan salah melalui budaya sebagai
dasar dari peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan.
Tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak. Tahap dua
yaitu orientasi hukumandan ketaatan. Tahap selanjutnya yaitu anak
berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan.
b. Fase Conventional
Anak berorentasi pada mutualitas hubungan interpersonal dengan
kelompok. Anak sudah mampu bekerjasama dengan kelompok dan
mempelajari serta mengadpsi norma – norma yang ada di dalam
kelompok selain norma yang ada di keluarganya. Anak
mempersepsikan perilakunya sebagai suatu kebaikan ketika perilaku
anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga atau teman
sekelompoknya. Anak akan mempersepsikan perilakunya sebagai
suatu keburukan ketika tindakannya mengganggu hubungannya
dengan keluarga, temannya atau kelompoknya. Anak melihat keadilan
sebagai suatu yang saling menguntungkan antar individu.
c. Fase Post Conventional
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip
yang dimiliki dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya
dipersepsikan sebagai suatu kebaikan. Ada dua fase pada tahapan ini,
yaitu orientasi pada hukum dan orientasi pada prinsip etik yang
umum. Pada fase pertama , anak mendapatkan nilai budaya, hukum
dan perilaku yang tepat yang menguntungkan bagi masyarakat sebagai
.
13
sesuatu yang baik. Fase kedua adalah dapat menilai perilaku baik dan
buruk pada dirinya sendiri.
Tabel 2.2 Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Tingkat Tahap Usia Rata – rata
1. Pra Convensional 1. Orientasi Hukuman dan Kepatuhan Todler – usia 7 Anak berespon terhadap Takut terhadap hukuman, bukan rasa tahun
peraturan budaya mengenai label hormat terhadap otoritas merupakan
baik buruk , benar atau salah. alasan terbentuknya keputusan, perilaku
Peraturan yang terbentuk secara dan konformitas.
eksternal menentukan tindakan 2. Orientasi Relavist Instrumental Prasekolah – usia
yang benar atau salah. Anak Konformitas didasarkan pada sekolah
memahaminya dalam istilah kebutuhan egosentrik dan narsisistik.
hukuman, penghargaan atau Tidak ada rasa keadilan, loyalitas dan pertukaran kebaikan. terima kasih.
Fase Egosentrik 2. Convensional 3. Orientasi Persetujuan Interpersonal Usia sekolah – Individu memikirkan upaya Keputusan dan perilaku didasarkan dewasa (sebagian
untuk mempertahankan harapan pada kekhawatiran akan reaksi orang besar wanita berada
dan peraturan keluarga, lain. Individu menginginkan pada tahap ini)
kelompok, negara serta persetujuan dan penghargaan dari masyarakat. Perasaan bersalah orang lain. Respon empati, yang
telah berkembang dan didasarkan pada pemahaman tentang
mempengaruhi perilaku. perasaan orang lain, merupakan faktor
Individu menerima nilai tertentu terbentuknya keputusan dan
konformitas, loyalitas dan perilaku. Remaja dan dewasa berusaha aktif dalam 4. Orientasi Hukum dan Tata Tertib (sebagian besar
mempertahankan tata tertib dan Individu ingin menerapkan peraturan pria berada pada
kontrol sosial. yang berasal dari otoritas. Alasan tahap ini)
terbentuknya keputusan dan perilaku
Fokus Sosial adalah bahwa peraturan dan tradisi
sosial dan seksual menuntut respon
tersebut.
3. Post Convensional 5. Orientasi Legalistik Kontrak Sosial Usia pertebgahan Individu hidup secara otonom Peraturan sosial bukan merupakan satu atau lansia
dan mendefinisikan nilai serta – satunya dasar terbentuknya keputusan
prinsip moral yang membedakan dan perilaku. Sebab, individu meyakini
antara identifikasi pribadi adanya prinsip moral yang lebih tinggi.
dengan kelompok. Individu 6. Orientasi Prinsip Etis Universal Usia pertengahan
hidup menurut prinsip yang Kepuusan dan perilaku didasarkan pada atau lansia.
disetujui secara universal dan peraturan yang terinternalisasi , lebih Beberapa orang
yang dianggap sesuai untuk kepada hati nurani ukan hukum sosial, mencapai atau
kehidupannya. dan juga berdasar prinsip etis dan mempertahankan
abstrak pilihan pribadi yang bersifat tahap ini.
Fokus Bersifat Universal universal, komperehensif dan
konsisten. Sumber : Murray, R.B., Zentner, J.P. (2001). Health Promotion Strategies Through the
Life Span, 7th
ed. (hlm. 252 – 253).Upper Saddle River, NJ : Merril/Prentice Hall
.
14
3. Perkembangan Spiritual
James Fowler (1993, 2000) mengemukakan bahwa antara
kebutuhan kognitif dan emosional tidak dapat dipisahkan dalam
perkembangan spiritual. Spritual tidak dapat berkembang lebih cepat dari
kemampuan intelektual dan tergantung pada perkembangan kepribadian.
Jadi teori perkembangan spiritual Fowler meliputi ketidaksadaran,
kebutuhan, kemampuan seseorang, dan perkembangan kognitif. Menurut
Fowler (2000) dalam buku karangan Dacey, et.al.(2004) melihat ada 6
fase perkembangan spiritual yaitu :
a. Intuitive-projective faith
Fase ini minimal terjadi setelah usia 4 tahun. Pada fase ini manusia
hanya fokus pada kualitas secara permukaan saja, seperti apa yang
digambarkan oleh orang dewasa dan tergantung pada luasnya fantasi
dari manusia itu sendiri. Di sini konsep Tuhan direfleksikan sebagai
sesuatu yang gaib.
b. Mythical-literal faith
Fase ini terjadi pada usia minimal 5 sampai 6 tahun. Pada fase ini,
fantasi sudah tidak lagi menjadi sumber utama dari pengetahuan, dan
pembuktian fakta menjadi perlu. Pembuktian kebenaran bukan berasal
dari pengalaman aktual yang dialami sendiri, tapi berasal dari sesuatu
yang dianggap lebih ahli, seperti guru, orang tua, buku, dan tradisi.
Kepercayaan di fase ini mengarah pada sesuatu yang konkrit dan
tergantung dari kredibilitas orang yang bercerita.
.
15
c. Poetic-conventional faith
Terjadi pada usia minimal 12 sampai 13 tahun. Pada fase ini
kepercayaan tergantung pada konsensus dari opini orang lain, orang
yang lebih ahli. Mempelajari fakta masih menjadi sumber informasi,
tapi individu mulai percaya pada penilaian mereka sendiri. Meskipun
demikian mereka belum sepenuhnya percaya terhadap penilaian mereka
tersebut.
d. Individuating-reflective faith
Fase ini terjadi pada usia minimal 18 sampai 19 tahun. Pada fase yang
ketiga remaja tidak dapat menemukan area pengalaman baru karena
tergantung pada orang lain di kelompoknya yang belum tentu dapat
menyelesaikan masalah. Individu di fase ini mulai mengambil
tanggungjawab atas kepercayaannya, perilaku, komitmen, dan gaya
hidupnya. Tapi individu pada tahap ini tetap masih membutuhkan
figure yang bisa diteladani.
e. Paradoxical-consolidation faith
Fase ini terjadi pada usia minimal 30 tahun. Pada fase ini individu
mulai bisa memahami dan mengintegrasikan elemen spiritual seperti
simbolisasi, ritual, dan kepercayaan. Individu di fase ini juga
menganggap bahwa semua orang termasuk dalam kelompok yang
universal dan memiliki rasa kekeluargaan terhadap semua orang.
f. Universalizing faith
Fase ini terjadi pada usia minimal 40 tahun. Tapi meskipun begitu
Fowler menganggap bahwa sangat sedikit orang yang mampu mencapai
fase ini, sama seperti fase terakhir dari perkembangan moral Kohlberg.
.
16
Tabel 2.3 Tahap Perkembangan Spiritual Menurut Fowler Tahapan Usia Deskripsi
Tahapan ke – 0 0 – 3 tahun Bayi tidak mampu merumuskan konsep Tidak Terdeferensiasi mengenai diri sendiri ataupun lingkungan.
Tahapan ke – 1 4 – 6 tahun Suatu kombinasi gambaran dan kepercayaan Intuitif – Proyektif yang diberikan oleh orang lain yang
dipercaya, yang digabungkan dengan
pengalaman dan imainasi anak sendiri.
Tahapan ke – 2 7 – 12 tahun Dunia fantasi dan khayalan pribadi, m=simbol Mitos – Faktual – simbol mengacu pada sesuatu yang khusus;
kisah dramatik dan mitos digunakan untuk
menyampaikan maksud spiritual.
Tahapan ke – 3 Remaja Dunia dan lingkungan yang mendasar yang Sintetik– konvensional dewasa tersusun atas pengharapan dan penilaian orang
lain; fokus interpersonal.
Tahapan ke – 4 Setelah 18 Membangun sistem pribadi yang eksplisit; Individualisasi – Refleksi tahun kesadaran diri tinggi.
Tahapan ke – 5 Setelah 30 Kesadaran akan kebenaran yang berasal dari Paradoksial– Konsolidatif tahun berbagai sudut pandang.
Tahapan ke – 6 Mungkin tidak Menjadi perwujudan prinsip cinta dan Universalizing akan pernah keadilan.
Sumber: Fowler, J. (1985). Life Maps : Conversation in The Journey of Faith. Waco, TX
: Word Books.
4. Perkembangan Psikoseksual
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk pada
usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam
pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian
hari. Jika tahap – tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya
adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan
pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. Fiksasi merupakan suatu fokus
yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan,
individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang
terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan
dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
Kozier (2012) menjelaskan perkembangan psikoseksual menurut teori
Freud, yaitu :
.
17
a. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut,
sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting.
Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi mendapat kesenangan
dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi
dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh
(yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus
menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi
pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan
ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah
dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
b. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido
adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar.
Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet training, anak
harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.
Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan
kemandirian. Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini
tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet.
Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk
menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan
.
18
membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya
bahwa pengalaman positif selama tahap ini berperan sebagai dasar
orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan
kreatif. Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan
dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang
tua bahkan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk
kecelakaan.
Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan
hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu
longgar, Freud menyarankan bahwa kepribadian anak dapat
berkembang di mana individu menjadi boros atau merusak
kepribadian mereka. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet
training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian anal
berkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
c. Fase Phalic
Pada tahap phallic, fokus utama dari libido adalah pada alat
kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan
wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah
mereka sebagai saingan untuk kasih sayang ibu. Kompleks Oedipus
menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk
menggantikan ayah. Namun, anak juga memiliki kekhawatiran bahwa
ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini.
.
19
d. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap
ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan
interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan
keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri. Freud
menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil.
Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak
membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak
selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi
sebagai suatu periode terpisah.
e. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu
mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana
dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu,
kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika
tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus
seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
.
20
Tabel 2.4 Teori Psikoseksual Menurut Freud
Tahap – Usia Karakteristik
Fase Oral Sumber kenikmatan utama bayi melibatkan aktivitas berorientasi mulut (Lahir – 12 bulan) (menghisap dan menelan)
Konflik utama : Penyapihan
Fase Anal Anak mendapatkan kepuasan seksual dengan menahan atau (12 – 18 bulan) melepaskan feses. Zona kepuasan anak adalah daerah anal
Konflik utama: toilet training
Fase Phalic Anak menjjadi lengket dengan orang tua dari jenis kelamin berlainan (3 – 6 tahun) kemudian mengidentifikasinya dengan orang tua berjenis kelamin
sama. Superego berkembang. Zona kepuasan bergeser pada daerah
genital.
Fase Latency Energi digunakan untik aktivitas fisik dan intelektualitas. Impuls (6 tahun – pubertas) seksual yang muncul cenderung ditekan. Membangun hubungan
dengan teman sebaya yang berjenis kelamin sama.
Fase Genital Kemunculan kembali dorongan seksual tahap phalic, disalurkan (Pubertas – dengan seksualitas masa dewasa. Energi diarahkan untuk kematangan
Kedewasaan) dan fungsi seksual yang utuh dan perkembangan keterampilan
dibutuhkan untuk menghadapi lingkungan. Sumber : Murray, R.B., Zentner, J.P. (2001). Health Promotion Strategies Through the
Life Span, 7th
ed. (hlm. 238).Upper Saddle River, NJ : Merril/Prentice Hall
5. Perkembangan Psikososial
Pendekatan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak
adalah dengan menguraikan lima tahapan perkembangan psikososial ,
yaitu percaya vs tidak percaya (0 – 1 tahun), otonomi vs rasa malu dan
ragu (1 – 3 tahun), inisiatif vs rasa bersalah (3 – 6 tahun), industry vs
infiority (6 – 12 tahun), serta identitas vs kerancuan peran (12 – 18 tahun).
Tabel 2.5 Delapan Tahap Perkembangan Psikososial Menurut Erikson
Tahap – Tugas Pokok Indikator Resolusi Positif Indikator Resolusi Negatif Usia
Bayi Percaya vs Belajar untuk mempercayai Tidak percaya, menarik diri, (Lahir – 18 tidak percaya orang lain mengasingkan diri, isolasi
bulan) sosial
Kanak – Otonomi vs Kendali diri tanpa kehilangan Kendali diri kompulsif atau kanak Awal rasa malu dan harga diri kepatuhan
(18 bulan – ragu Kemampuan untuk bekerjasama Kurang kemauan dan
3 thn) dan mengekspresikan diri ketidakpatuhan
sendiri
Kanak – Inisiatif vs Mempelajari sejauh mana sikap Kurang percaya diri, kanak Akhir rasa bersalah asertif dan tujuan pesimisme, takut membuat
(3 – 5 thn) mempengaruhi lingkungan kesalahan Memulai kemampuan untuk Kendali dan pematasan
mengevaluasi perilaku diri aktivitas diri yang
sendiri berlebihan
Usia Industri vs Mulai untuk menciptakan, Putus harapan, merasa diri Sekolah inferioritas mengembangkan, dan biasa – biasa saja
(6 – 12 thn) memanipulasi sesuatu Menarik diri dari teman
Mengembangkan rasa potensi sekolah dan teman sebaya
dan ketekunan
.
21
Remaja Identitas vs Sadar akan diri sendiri Perasaan bingung, tidak (12 – 20 th) kebingungan Bermaksud untuk mampu membuat keputusan
peran mengaktualisasikan diri sendiri dan mungkin terdapat
perilaku anti – sosial
Dewasa Keakraban vs Memiliki hubungan yang intim Hubungan impersonal Muda isolasi dengan orang lain Menghindari komitmen
(18 – 25 thn) Memiliki komitmen terhadap dalam hubungan, karier atau
pekerjaan dan hubungan gaya hidup
Dewasa Generativitas Kreativitas, produktivitas dan Mengikuti kata, memikirkan (25 – 65 th) vs stagnasi kepedulian terhadap orang lain diri sendiri dan kurang minat
serta komitmen
Lanjut Usia Integritas vs Penerimaan terhadap kelebihan Merasa kehilangan, (65 th – putus asa dan keunikan diri sendiri memandang rendah orang
wafat) Penerimaan akan kematian lain. Sumber : Erikson, E. (1963). Childhood and Society, 2
nded., (pp.247 – 274). W.W Norton
& Company,Inc., New York.
2.1.3 Prinsip – prinsip Keperawatan Anak
Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai
pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Perawat harus
memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan
asuhan keperawatan. Menurut Aziz (2005), prinsip dalam asuhan keperawatan
anak tersebut adalah:
1. Anak bukan miniature orang dewasa melainkan sebagai individu yang unik.
Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa perawat tidak boleh
memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa
melainkan anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola
pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan. Pola-pola
tersebut harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja tetapi
kemampuan dan kematangannya.
2. Anak merupakan individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan. Anak memiliki berbagai kebutuhan yang
berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang.
Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi
.
22
dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain. Anak juga
sebagai individu yang membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan
spiritual. Hal tersebut terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak.
Perawat perlu memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh
anak.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit.
Hal tersebut berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
pada anak, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa.
4. Keperawatan anak adalah disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak.
5. Praktik keperawatan anak terdiri atas kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai
dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan remaja yaitu untuk meningkatkan maturasi
atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai mahluk
biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat.
7. Keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh
kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak.
.
23
2.2 Konsep stres hospitalisasi
2.2.1 Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu proses yang menjadi alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
pengobatan dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Anak yang
baru pertama kali dirawat di rumah sakit menunjukan perilaku kecemasan. Orang
tua akan menunjukkan perasaan cemasnya juga apabila kurang mendapat
dukungan emosi dan sosial dari keluarga, kerabat, maupun petugas kesehatan
(Supartini, 2012).
2.2.2 Stresor dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada
anak. Jika seorang anak dirawat dirumah sakit, maka anak tersebut akan mudah
mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang terjadi baik
terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari –
hari serta anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian – kejadian yang bersifat menekan. Reaksi
anak dalam mengatasi krisis tersebut dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia,
pengalaman sebelumnya terhadap proses sakit dan dirawat, sistem dukungan yang
tersedia, serta keterampilan koping dalam menangani stres (Ambarwati, 2015).
Adapun stresor utama dari hospitalisasi dan reaksi anak prasekolah menurut
Wong (2009) dalam Ambarwati (2015) adalah sebagai berikut :
1. Cemas akibat perpisahan
Sebagian besar stres terjadi pada bayi usia pertengahan sampai anak
periode pra sekolah, khususnya anak yang berumur 0 sampai 30 bulan
.
24
adalah cemas karena perpisahan. Balita belum mampu berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar serta memiliki pengertian
yang terbatas tentang realitas. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat pada
usia ini, akibatnya perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan pada anak sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan
tidak aman dan rasa cemas. Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi
dalam 3 tahap, yaitu :
a. Tahap Protes (Phase of Protes)
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif seperti
menendang , menggigit, memukul, mencubit , mencoba membuat orang
tuanya tetap tinggal dan menolak perhatian orang lain. Secara verbal,
anak menyerang dengan rasa marah , seperti mengatakan “pergi”.
Perilaku tersebut dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Perilaku menangis tersebut akan terus berlanjut dan hanya akan
berhenti bila anak merasa kelelahan. Pendekatan dengan orang lain
secara tergesa – gesa akan meningkatkan protes.
b. Tahap Putus Asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini anak nampak tegang, tangisannya berkurang, tidak aktif,
kurang berminat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, tidak
mau berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi (misalnya mengompol
atau menghisap jari). Pada tahap ini, kondisi anak mengkhawatirkan
karena anak menolak makan, minum ataupun bergerak.
.
25
c. Tahap Menolak (Phase of Denial)
Pada tahap ini, secara samar – samar anak menerima perpisahan, mulai
tertarik dengan apa yang ada disekitarnya, dan membina hubungan
dengan orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya
terjadi pada anak setelah perpisahan yang lama dengan orang tuanya.
2. Kehilangan Kendali
Balita berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan otonominya.
Hal ini terlihat jelas pada kemampuan mereka dalam hal motorik, bermain,
melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari – hari
serta berkomunikasi. Balita telah mampu menunjukkan kestabilan dalam
mengendalikan dirinya dengan cara mempertahankan kegiatan – kegiatan
rutin misalnya bermain. Saat sakit dan dirawat dirumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan pandangan egosentris dalam mengembangkan
otonominya. Hal tersebut akan menimbulkan regresi. Ketergantungan
merupakan kharakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap
ketergantungan dengan sikap negatif, terutama anak akan menjadi lebih
mudah marah dan agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu
yang lama, maka anak akan kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan
menarik dri dari hubungan interpersonal (Wong, 2009 dalam Ambarwati,
2015).
3. Cidera tubuh dan adanya nyeri
Konsep tentang citra tubuh (body image) , khususnya pengertian mengenai
perlindungan tubuh (body boundaries) sedikit sekali berkembang pada
balita. reaksi anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti
.
26
reaksi terhadap tindakan yang sangat menyakitkan. Reaksi balita terhadap
respon nyeri sama seperti sewaktu masih bayi, namun jumlah variabel yang
mempengaruhi responnya lebih kompleks dan bermacam – macam (Wong,
2009).
Menurut Potter & Perry (2005) , semua prosedur atau tindakan
keperawatan baik yang menimbulkan nyeri maupun tidak, keduanya akan
menyebabkan kecemasan bagi anak usia prasekolah selama hospitalisasi
sehingga anak usia prasekolah lebih mudah mengalami stres hospitalisasi.
Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah,
menangis, mengatupkan gigi, mengigit bibir, membuka amata dengan lebar,
atau melakukan tidakan yang agresif seperti mengigit, menendang,
memukul atau berlari keluar. Pada akhir periode balita, anak biasanya sudah
mampu menyampaikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan
lokasi nyeri. Namun demikian, kemampuan mereka dalam menggambarkan
bentuk dan intensitas nyeri belum berkembang (Ambarwati, 2015).
2.2.3 Dampak Hospitalisasi
Dampak hospitalisasi bagi anak tidak hanya terjadi pada anak tersebut,
melainkan kepada orang tua serta saudara-saudaranya. Dampak hospitalisasi pada
anak dan orang tua adalah sebagi berikut :
1. Dampak Ke Anak
Salah satu dampak hospitalisasi pada anak adalah perubahan perilaku.
Anak akan bereaksi terhadap stres pada saat sebelum, selama dan setelah
proses hospitalisasi. Perubahan perilaku yang dapat diamati pada anak
setelah pulang dari rumah sakit berupa merasa kesepian,tidak mau lepas dari
.
27
orang tua, menuntut perhatian dari orang tua serta takut adanya perpisahan
(Supartini, 2012). Faktor yang mempengaruhi dampak negatif hospitalisasi
adalah lamanya rawat inap, tindakan invasif yang dilakukan serta
kecemasan orang tua. Respon yang biasa muncul pada anak akibat
hospitalisasi adalah regresi, cemas karena perpisahan, apatis, takut, dan
gangguan tidur terutama terjadi pada anak yang berusia kurang dari 7 tahun
(Ramdaniati, 2011).
2. Dampak Ke Orang tua
Perawatan anak di rumah sakit menimbulkan berbagai macam
perasaan yang muncul pada orang tua yaitu takut, rasa bersalah, stres dan
cemas. Perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua
mengalami stres maka orang tua tidak dapat merawat anaknya dengan baik
dan akan menyebabkan anak akan menjadi semakin stres (Supartini, 2012).
Perasaan takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang banyak
diungkapkan oleh orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan
keseriusan penyakit dan prosedur medis yang dilakukan. Kecemasan yang
paling besar berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadi pada anak.
Perasaan frustasi sering berhubungan dengan prosedur dan pengobatan,
ketidaktahuan tentang peraturan rumah sakit, rasa tidak diterima oleh
petugas,serta prognosis yang tidak jelas, atau takut mengajukan pertanyaan
(Wong, 2009).
2.2.4 Tingkat Stres Hospitalisasi
Rasmun (2004) mengatakan bahwa stres hospitalisasi dibagi menjadi empat
tingkatan. Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari
.
28
seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan setiap anak misalnya lupa, lapar,
ketiduran, dan lain-lain. Stres ringan biasanya hanya terjadi beberapa menit atau
beberapa jam. Situasi ini tidak menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus
– menerus.
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Contoh yang dapat menimbulkan stres sedang adalah berpisah dari orang tua
ataupun orang terdekat anak dengan waktu yang cukup lama, anak tidak dapat
menyesuaikan lingkungan yang baru, serta riwayat hospitalisasi sebelumnya. Hal
ini dapat menyebabkan anak rewel, terus menangis dan tidak dapat bersikap
kooperatif.
Stres berat dan sangat berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa
minggu sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres
berat dan sangat berat adalah perceraian kedua orang tua, putus sekolah, adanya
musibah yang menyebabkan trauma dan penyakit kronis yang dialami. Stres ini
dapat membuat anak menjadi lebih pemurung, tidak ingin berkomunikasi dengan
orang lain, bersikap destruktif (merusak) bahkan bunuh diri jika tidak cepat
diatasi.
2.2.5 Pengukuran Tingkat Stres Hospitalisasi
Tingkat stres dapat dikelompokkan dengan menggunakan kriteria
modifikasi dari DASS (Depression Anxiety Stress Scale) 21. DASS 21 terdiri dari
21 respon yang dapat diamati dari klien. Respon yang dinilai yaitu respon
fisiologis dan respon emosional / perilaku. Jika klien mengalami respon yang
terdapat di dalam DASS 21, maka cukup diberikan nilai 1 pada kolom YA dan
apabila klien tidak mengalami respon tersebut dapat diberikan nilai 0 pada kolom
.
29
TIDAK. Selanjutnya dihitung jumlah tanda centang di kolom YA. Jumlah yang
didapat pada kolom YA dikalikan dua lalu dimasukkan ke dalam indikasi
penilaian derajat stres, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Ringan : 15 – 18
2. Sedang : 19 – 25
3. Berat : 26 – 33
4. Sangat Berat : ≥ 34
Penelitian ini menggunakan lembar observasi / kuisioner modifikasi dari
DASS 21 dalam mengukur tingkat stress hospitalisasi anak. Modifikasi DASS 21
juga dipergunakan oleh Bottesi, et.al., (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
The Itallian Version of Depresion Anxiety Stress Scale – 21 : Factor Structure and
Psychometric Properties on Community and Clinical Sampel yang menyatakan
bahwa Modifikasi DASS 21 sangat berguna untuk praktek klinik komunitas
maupun individu. Instrumen Modifikasi DASS 21 juga digunakan oleh Yosiana,
et.al., (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Gambaran Tingkat Stress Pada
Anak Hospitalisasi Di Ruang Kelas Tiga Rumah Sakit Al Islam , Bandung. Dari
dua penelitian tersebut, terbukti bahwa instrumen Modifikasi DASS 21 valid
untuk dipergunakan dalam pengukuran tingkat stres hospitalisasi anak.
2.2.6 Cara Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Ketakutan yang dialami anak akibat hospitalisasi biasanya disebabkan
karena tidak mempunyai pengalaman dirawat atau ketidaktahuan tentang prosedur
tindakan. Penelitian Karuniawati (2011) menyatakan bahwa dampak dari lama
masuk rumah sakit akibat hospitalisasi juga dapat berakibat pada tingkat
kecemasan. Apabila kecemasan anak tidak segera ditangani, maka anak tersebut
akan mengalami stres hospitalisasi. Apabila anak tidak mempunyai koping yang
.
30
efektif, hal tersebut akan menimbulkan stres. Stres yang terjadi dapat dicegah
dengan cara memberikan penjelasan kepada anak, seperti membawa anak
berkeliling rumah sakit , atau melalui teknik distraksi (pengalihan). Ketika anak
didaftarkan untuk dirawat, perawat sebaiknya menjelaskan mengenai prosedur –
prosedur yang akan dilakukan pada anak (Wong, 2009). Pelander & Leino-Kilpi
(2010) dalam Utami (2014) menyatakan bahwa semakin sering seorang anak
berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil tingkat stres hospitalisasi
yang dialami. Cara mengatasi dampak hospitalisasi pada anak juga dijelaskan oleh
Ambarwati (2015) yaitu :
1. Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan
a. Rooming In
Rooming In berarti orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk
mempertahankan kontak / komunikasi antara orang tua dan anak
b. Partisipasi Orang Tua
Oraang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang
sakit, terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan. Perawat dapat
memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan
anak atau memandikannya. Dalam hal ini, perawat berperan dalam hal
pendidik kesehatan (health educator) bagi keluarga.
c. Membuat Ruang Perawatan
Ruang perawatan dibuat seperti situasi dirumah dengan mendekorasi
dinding memakai poster / kartu bergambar sehingga anak merasa aman
jika berada di ruangan tersebut.
.
31
2. Meminimalkan Perasaan Kehilangan Kendali
a. Mengusahakan kebebasan bergerak
Pembatasan fisik / imobilisasi pada anak untuk mempertahakan aliran
infus dapat dicegah apabila anak bersikap kooperatif.
b. Mempertahankan kegiatan rutin anak
Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan kegiatan
sehari – hari adalah dengan jadwal kegiatan yang terstruktur yang
meliputi seua kegiatan penting bagi anak, seperti prosedur tindakan,
bermain, serta menonton TV. Jadwal tersebut disusun oleh perawat,
orang tua dan anak bersama – sama.
c. Dorongan anak untuk independen
Anak sebaiknya diberi kesempatan untuk berpartisipsi dalam setiap
kegiatan misalnya, anak diberikan kesempatan untuk memilih makanan
atau mengatur waktu tidur.
3. Mencegah dan Meminimalkan Perlukaan Tubuh dan Rasa Sakit
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah
penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat dapat menjelaskan apa yang
akan dilakukan , siapa yang daat ditemi oleh anak jika anak merasa takut,
dan lain – lain. Memanipulasi prosedur juga dapat megurangi ketakutan
akibat perlukaan tubuh, misalnya jika anak takut diukur temperaturnya
melalui anus maka hal tersebut dapat dilakukan melaui ketiak (axila). Untuk
mengatasi rasa nyeri dapat dilakukan dengan obat maupun tanpa obat,
misalnya dengan teknik distraksi.
.
32
2.3 Teknik distraksi
2.3.1 Definisi Teknik Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan perhatian klien ke hal yang lain sehingga
dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). Pada prinsipnya teknik distraksi merupakan suatu
cara untuk mengalihkan fokus anak dari rasa sakit pada kegiatan lain yang
menyenangkan bagi anak (Pillitteri, 2010).
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Teknik Distraksi
Teknik distraksi dalam intervensi keperawatan bertujuan untuk pengalihan
atau menjauhkan perhatian klien terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya
rasa nyeri. Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu agar seseorang
yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai, dan merasa berada pada
situasi yang lebih menyenangkan. Apabila tujuan dan manfaat distraksi tercapai,
maka stress yang dialami saat hospitalisasi dapat diatasi. (Asmadi, 2012).
2.3.3 Prosedur Teknik Distraksi
Menurut Asmadi (2012) ,teknik distraksi dapat bekerja secara efektif
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Komunikasi antar perawat dan klien
2. Media distraksi yang dipakai
3. Jangka waktu yang digunakan
4. Tingkat stress, cemas maupun depresi yang dialami klien
Prosedur teknik distraksi berdasarkan jenisnya, antara lain (Asmadi, 2012) :
.
33
1. Distraksi visual
Distraksi visual merupakan jenis distraksi yang menggunakan indra melihat.
Contoh distraksi visual adalah dengan melihat majalah, melihat
pemandangan, dan gambar (Prasetyo, 2010).
2. Distraksi pendengaran (audio)
Distraksi visual merupakan jenis distraksi yang menggunakan indra
mendengar. Contoh distraksi pendengaran berupa mendengarkan musik
yang disukai, suara burung, atau gemercik air. Klien diminta untuk
memilih musik yang disukai dan musik yang tenang, seperti musik klasik.
Klien diarahkan untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga
dianjurkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti
bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2007).
3. Distraksi pernafasan
Distraksi pernafasan dilakukan dengan beberapa tahap yakni tahap
pertama, yaitu bernafas ritmik. Klien dianjurkan untuk memandang fokus
pada satu objek atau memejamkan mata, kemudian melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat (dalam hati),
lalu menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Klien dianjurkan untuk
berkosentrasi pada sensasi pernafasan serta terhadap gambar yang
memberi ketenangan, lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola
pernafasan ritmik. Tahap kedua, yaitu bernafas ritmik dan massase, klien
diintruksikan untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang
.
34
bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri
dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
4. Distraksi intelektual
Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti mengisi
teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (ditempat tidur),
misalnya mengumpulkan perangko atau menulis cerita. Pada anak dapat
digunakan teknik menghitung benda atau barang yang ada di sekeliling
anak.
5. Teknik sentuhan
Distraksi sentuhan merupakan distraksi dengan memberikan sentuhan pada
lengan, mengusap, atau menepuk-nepuk tubuh klien. Tindakan ini dapat
digunakan untuk mengaktifkan saraf lainnya guna menerima respons atau
teknik gateway control. Teknik sentuhan memungkinkan impuls yang
berasal dari saraf penerima input sakit atau nyeri tidak sampai ke medula
spinalis sehingga otak tidak menangkap respons sakit atau nyeri tersebut.
Impuls yang berasal dari input saraf nyeri tersebut diblok oleh input saraf
yang menerima rangsang sentuhan karena saraf yang menerima sentuhan
lebih besar dari saraf nyeri .
6. Distraksi audiovisual
Distraksi audiovisual merupakan jenis distraksi gabungan dari distraksi
audio dan distraksi visual. Contoh distraksi audioviual adalah menonton
animasi kartun yang menggunakan media animasi kartun dalam
pelaksanaannya. Media animasi adalah media berupa gambar yang
bergerak disertai dengan suara (Utami, 2007). Kartun biasa disebut dengan
.
35
animasi 2 dimensi. Kartun berasal dari kata Cartoon yang berarti gambar
lucu. Contohnya: Looney Tunes, Pink Panther, Tom and Jerry, Scooby
Doo, Doraemon, Mulan, Lion King, Brother Bear, Spirit, Snow White and
Pinocchio. Teknik ini dapat menggunakan bantuan dari media elektronik
seperti TV, Tablet, Handphone, dan lain-lain tergantung dari usia anak.,
misalnya untuk anak usia dini dapat menggunakan media yang sesuai
dengan ukuran tubuhnya agar anak dapat menikmati animasi kartun yang
diberikan. Anak-anak menyukai unsur-unsur seperti gambar, warna dan
cerita pada film kartun animasi. Unsur-unsur seperti gambar, warna, cerita,
dan emosi (senang, sedih, seru, bersemangat) yang terdapat pada film
kartun merupakan unsur otak kanan dan suara yang timbul dari film
tersebut merupakan unsur otak kiri. Sehingga dengan menonton film
kartun animasi otak kanan dan otak kiri anak pada saat yang bersamaan
digunakan duaduanya secara seimbang dan anak fokus pada film kartun
(Windura, 2008).
Penggunaan teknik distraksi menonton animasi kartun dapat efektif
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:
a. Komunikasi antar perawat dan klien
b. Media distraksi yang dipakai
c. Jangka waktu yang digunakan
d. Tingkat stress, cemas maupun depresi yang dialami klien
.
36
2.3.4 Kelemahan dan Kelebihan Animasi Sebagai Media Distraksi Stres
Hospitalisasi
Artawan (2010) mengemukakan bahwa animasi memiliki beberapa
kelemahan serta kelebihan apabila digunakan sebagai media distraksi, diantaranya
sebagai berikut :
1. Kelemahan
a. Memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang cukup memadai untuk
mendesain animasi yang dapat secara efektif digunakan sebagai media
distraksi
b. Memerlukan media yang sesuai dengan usia untuk membukanya.
Penggunaan media yang sesuai usia juga perlu diperhatikan agar saat
digunakan dapat berfungsi dengan baik, misalnya ukuran gadget yang
sesuai dengan usia anak.
2. Kelebihan
a. Memudahkan tenaga kesehatan untuk membuat anak kooperatif saat
tindakan keperawatan
b. Memperkecil ukuran objek yang cukup besar.
c. Mengalihkan perhatian anak terhadap stressor dengan menghadirkan
daya tarik bagi anak terutama animasi yang dilengkapi dengan suara.
d. Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya
menggabungkan unsur audio dan visual.
2.4 Injeksi intravena secara tidak langsung (Bolus)
2.4.1 Definisi Bolus
Bolus merupakan tindakan memasukkan/menyuntikan obat-obatan melalui
intravena (IV) lewat selang infus (Ambarawati, 2009).
.
37
2.4.2 Tujuan Bolus
Tujuan bolus yaitu untuk memudahkan pemberian obat injeksi IV lewat
selang infus tanpa harus menyuntikan jarum lagi ke tubuh pasien, agar pasien
tidak merasa sakit karena suntikan langsung ke kulit (Setyorini, 2006 : 5).
2.4.6 Pengaruh Injeksi Bolus Terhadap Stres Hospitalisasi Anak
Asuhan keperawatan selama proses hospitalisasi pada umumnya
memerlukan tindakan invasif berupa pemasangan infus dan injeksi (Nursalam,
2005). Injeksi intravena secara tidak langsung (bolus) merupakan injeksi yang
sering diberikan dalam proses keperawatan anak. Anak sering takut untuk disuntik
karena mereka menganggap bahwa suntik itu sakit. Torrance (1989) dalam Jin,
et.al. (2015) mencantumkan sejumlah faktor yang menyebabkan rasa sakit:
1. Jarum
2. Komposisi kimia dari obat.
3. Teknik
4. Kecepatan suntikan.
5. Volume obat.
Kecemasan anak akan berkurang apabila tenaga medis bersikap tenang dan
percaya diri, pemberian informasi yang sesuai serta teknik injeksi yang baik.
Teknik pengalihan perhatian atau modifikasi perilaku dapat berguna, terutama
untuk program pengobatan yang panjang, juga persiapan yang dilakukan tidak
terlihat oleh anak dapat mengurangi kecemasan. Apabila hal tersebut tidak
diperhatikan, maka kecemasan anak akan semakin meningkat dan anak menjadi
lebih mudah mengalami stres selama proses hospitalisasi. Stres yang dialami anak
saat proses hospitalisasi akan membuat proses perawatan dan penyembuhan anak
.
38
terganggu. Anak akan sering rewel, menangis, memanggil nama orang
terdekatnya dan bersikap tidak kooperatif pada petugas medis, sehingga proses
perawatan yang dibutuhkan akan semakin lama (Ibung, 2008).
2.4.7 Hal Yang Harus Diperhatikan Selama Pemberian Obat
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan selama prosedur pemerian
obat menurut Setyorini (2006) yaitu :
1. Obat suntikan yang akan diberikan harus sesuai dengan program
pengobatan.
2. Sebelum menyiapkan obat suntikan, bacalah dengan teliti petunjuk
pengobatan yang ada dalam catatan medis atau status pasien, meliputi
nama obat, dosis, waktu dan cara pemberiannya.
3. Pada waktu menyiapkan obat, bacalah dengan teliti label dari tiap obat.
4. Perhatikan teknik septik dan antiseptiknya.
5. Spuit dan jarum suntik tidak boleh digunakan untuk menyuntik pasien
yang lain sebelum disterilkan.
6. Spuit yang retak atau bocor dan jarum suntik yang sudah tumpul, berkarat,
atau ujungnya bengkok tidak boleh dipakai lagi.
7. Memotong ampul-ampul harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak
melukai tangan dan pecahannya tidak masuk ke dalam obat.
8. Pasien yang telah mendapat suntikan harus diawasi untuk beberapa waktu
sebab ada kemungkinan timbul reaksi alergi.
2.5 Pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres
hospitalisasi anak
Penelitian terkait pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap
tingkat stres hospitalisasi pada anak telah banyak dilakukan. Penelitian yang
.
39
dilakukan oleh Chusniyah (2016) pada anak usia 6-9 tahun dengan judul
“Pengaruh bimbingan imajinasi menggunakan media audio visual (video)
terhadap stress hospitalisasi anak di RS Islam Surabaya” menunjukan hasil analisa
perbedaan rerata didapatkan pada kelompok perlakuan nilai rerata sebelum
intervensi 12.25 (stres sedang) dan setelah dilakukan bimbingan imajinasi
menggunakan media video memiliki nilai rerata 6.75 (stres ringan). Penelitian
tersebut menggunakan media video kartun animasi dan membuktikan bahwa
tingkat stres hospitalisasi juga dapat diturunkan dengan metode distraksi jenis lain
berupa imajinasi terbimbing menggunakan media video kartun animasi.
Kaur ,et.al.(2014) melakukan penelitian yang berjudul “Effectiveness of
cartoon disraction on pain perception and distress in children during intravenous
injection”. Penelitian tersebut menggunakan metode jenis penelitian quasy –
experimental design dan menggunakan sampel sebesar 30 responden anak yang
berumur 4 sampai 12 tahun. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
distraksi kartun adalah sebuah distraksi yang efektif untuk menurunkan nyeri dan
distres anak yang menjalani proses injeksi intravena.
Teknik distraksi sangat diperlukan dalam suatu pendekatan pada anak
hospitalisasi guna membantu proses asuhan keperawatan. Selain teknik distraksi
menonton animasi kartun, terdapat juga distraksi dengan aktifitas mewarnai
gambar. Aizah dan Wati (2014) melakukan sebuah penelitian yang berjudul
“Upaya menurunkan tingkat stres hospitalisasi dengan aktifitas mewarnai gambar
pada anak usia 4-6tahun di ruang Anggrek, RSUD Gambiran Kediri”. Dari
penelitian tersebut didapatkan adanya perbedaan yang signifikan dari rata-rata
anak mengalami stres berat kemudian menurun ke tingkat stres ringan sampai
.
40
dengan sedang sehingga dapat disimpulkan bahwa distraksi dengan aktifitas
mewarnai gambar dapat menurunkan tingkat stres hospitalisasi anak usia 4-6
tahun di ruang anggrek RSUD Gambiran Kota Kediri.
Sarfika, et.al. (2015) juga menggunakan animasi kartun sebagai media teknik
distraksi dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh teknik distraksi menonton
kartun animasi terhadap nyeri anak usia pra sekolah saat instalasi pemasangan
infus di instalasi rawat inap anak RSUP.DR.M.Djamil Padang”. Penelitian
tersebut menggunakan sampel sebanyak 22 orang anak usia prasekolah (2-6
tahun) yang terbagi atas 11 orang kelompok eksperimen dan 11 orang kelompok
kontrol. Melalui Skala FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability)
didapatkan hasil penelitian adanya perbedaan rata-rata skala yeri yang signifikan
(P<0,05) antara anak yang diberikan teknik distraksi menonton kartu animasi
dengan anak yang tidak diberikan teknik distraksi saat dilakukan pemasangan
infus. Hal ini membuktikan bahwa distraksi menonton kartun animasi juga dapat
menurunkan skala nyeri yang dialami anak akibat pemasangan infus.
Sebuah studi penelitian yang dilakukan oleh Olliveira, et.al. (2016) juga
meneliti tentang distraksi audiovisual dengan judul “Audiovisual distraction for
pain relief in paediatric inpatients: A crossover study”. Penelitian tersebut
menggunakan kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan sampel sebanyak 40
responden (anak). Hasil penelitian tersebut memberikan hasil perbedaan yang
sangat signifikan antara kelompok kasus yang diberikan perlakuan distraksi
berupa menonton animasi dengan kelompok kontrol yang tidak diberik perlakuan
distraksi menonton animasi. Hasil tersebut membuktikan bahwa distraksi
.
41
menonton animasi dapat sangat efektif digunakan untuk meredakan nyeri akut
pada anak hospitalisasi.
Distraksi menonton animasi kartun juga dapat digunakan untuk menurunkan
kecemasan anak sebelum operasi. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Lee,
et.al (2012) dengan judul Cartoon Distraction Alleviates Anxiety in Children
During Induction of Anesthesia yang memberikan hasil bahwa distraksi menonton
animasi kartun sangat efektif dalam menurunkan kecemasan anak selama
menunggu proses anestesi. Peneliti juga sangat menganjurkan intervensi distraksi
menonton animasi kartun karena murah, mudah diterapkan serta merupakan salah
satu metode yang komprehensif dalam menurunkan kecemasan anak dalam proses
operasi pada anak.
.
.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual
Tingkat stress
Faktor yang
hospitalisasi anak
saat dilakukan
mempengaruhi: Distraksi menonton injeksi bolus
1. Komunikasi antar kartun animasi 1. Ringan
perawat dan klien 2. Sedang
2. Media distraksi 3. Berat
yang dipakai 4. Sangat Berat
3. Jangka waktu
yang digunakan
4. Tingkat stress,
cemas maupun
depresi yang
Tidak dapat
dialami klien Dapat
menurunkan
(Asmadi, 2012) menurunkan
tingkat stres
tingkat stres
hospitalisasi
hospitalisasi
1. Anak dapat bersikap 1. Anak tidak dapat
kooperatif bersikap kooperatif
2. Waktu penyembuhan 2. Waktu penyembuhan
yang dibutuhkan lebih yang dibutuhkan lebih
singkat lama
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Pengaruh
Gambar 3.1 : Kerangka konseptual pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres hospitalisasi anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun Seruni RSUD Jombang.
42
43
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara dari jawaban rumusan masalah
penelitian (Sujarweni, 2014). Hipotesis sebagai hubungan yang diperkirakan
secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan yang dapat diuji (Noor, 2013). Hipotesis pada penelitian ini adalah :
H1 : Ada pengaruh distraksi menonton animasi terhadap tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun Seruni
RSUD Jombang
.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang
memungkinkan, memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi validiti suatu hasil. Desain riset sebagai petunjuk peneliti dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau
menjawab suatu pertanyaan (Nursalam, 2011).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimen. Dikatakan
pre – experimental design karena desain ini belum merupakan eksperimen
sungguh – sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh
terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi, hasil eksperimen yang merupakan
variabel dependen itu bukan semata – mata dipengaruhi oleh variabel independen
(Sugiyono, 2009).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group
pretest posttets design yang merupakan rancangan eksperimen dengan cara
dilakukan pretest terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan kemudian setelah
diberi perlakuan dilakukan posttest, dengan demikian hasil perlakuan dapat
diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum
diberi perlakuan (Sugiono, 2010).
Tabel 4.1 One Group Pretest – Posttest Design (Sugiono, 2010). Pretest Treatment Posttest
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Pengukuran tingkat stress hospitalisasi anak saat injeksi bolus sebelum diberi perlakuan.
X : Perlakuan distraksi menonton animasi kartun. O2 : Pengukuran tingkat stress hospitalisasi anak saat injeksi bolus sesudah
diberi perlakuan.
44
45
4.2 Waktu dan tempat penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Februari – Mei
2017
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Paviliun Seruni RSUD
Jombang
4.3 Populasi, sampel dan sampling
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualtas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni, 2014). Populasi
dalam penelitian ini adalah rata – rata pasien anak per bulan usia 3 – 5 tahun
selama tahun 2016 di Paviliun Seruni RSUD Jombang sejumlah 57 anak.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014). Dalam menentukan
besarnya sampel, peneliti menggunakan rumus Slovin (Noor, 2011) dengan
tingkat kesalahan 5% atau 0.05 yaitu sebagai berikut :
=
Keterangan :
n = Jumlah elemen / anggota sampel
1 + ( 2)
N = Jumlah elemen / anggota populasi
e = Error level / tingkat kesalahan, 5% atau 0.05
=
57
1 + (57 0.052)
57 57
=
=
= 49.8 = 50
1 + (57 0.0025) 1.1425
.
46
Jadi jumlah elemen sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 pasien anak.
Sampel dipilih dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi yang
sudah ditentukan. Berikut kriteria inklusi dan ekslusi di dalam penelitian ini:
1. Kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2015) yaitu:
a. Anak hospitalisasi yang mendapat injeksi bolus dengan usia 3 – 5 tahun
b. Anak hospitalisasi yang dirawat inap dihari pertama
c. Anak hospitalisasi yang tingkat kesadaran (GCS) 14 – 15 atau dalam
keadaan sadar penuh
d. Anak hospitalisasi yang bersedia menjadi responden atau yang sudah
mendapat persetujuan dari orang tua
2. Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak
memenuhi kriteria inklusi dari studi (Nursalam, 2015) sebagai berikut:
a. Anak hospitalisasi yang demam tinggi
b. Anak hospitalisasi yang sedang tidur
c. Anak hospitalisasi yang menjalani perawatan intensif/isolasi
d. Anak hospitalisasi yang mengalami trauma post fracture, trauma post
operasi
4.3.3 Sampling
Sampling penelitian adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili
populasi yang ada (Nursalam, 2013). Teknik sampling adalah cara – cara yang
ditempuh dalam pengambilan sampel guna memperoleh sampel yang benar –
benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995
& Nursalam, 2008 dalam Nursalam , 2013). Penelitian ini menggunakan teknik
sampling yaitu consequtive sampling.
.
47
4.4 Kerangka kerja (Frame Work)
Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah – langkah dalam aktivitas ilmiah
yang dilakukan dalam sebuah penelitian / kegiatan sejak awal hingga akhir
penelitian (Nursalam, 2013). Frame Work dalam peneltian ini adalah sebagai
berikut :
Penyusunan proposal
Populasi Rata – rata per bulan seluruh pasien anak selama tahun 2016
di Pav. Seruni RSUD Jombang sebanyak 57 anak
Teknik Sampling Consequtive sampling
Sampel Sebagian rata – rata per bulan pasien anak selama tahun 2016
di Pav. Seruni RSUD Jombang sebanyak 50 anak
Desain Penelitian Pre - eksperimental: one group pretest posttets design
Variabel Independent Distraksi menonton animasi kartun
Variabel Dependent Tingkat stres hospitalisasi pada anak
Pengumpulan Data Lembar observasi / kuesioner tingkat stres modifikasi DASS 21
Pengolahan data (Editing, Coding, Scoring, Tabulating)
Analisa data Univariate, Bivariate (Uji Wilcoxon)
Penarikan kesimpulan
Penyajian hasil penelitian
Gambar 4.1 : Kerangka kerja pengaruh distraksi menonton kartun animasi
terhadap tingkat stres hospitalisasi pada anak saat injeksi bolus di Paviliun Seruni RSUD Jombang.
.
48
4.5 Identifikasi variabel
Variabel penelitian adalah suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut
dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009 dalam Sujarweni, 2014).
4.5.1 Variabel independent (bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
penyebab munculnya maupun perubahan pada variabel dependent
(Sujarweni, 2014). Variabel independent pada penelitian ini adalah
distraksi menonton animasi kartun.
4.5.2 Variabel Dependent (terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variable bebas (Sujarweni, 2014). Variabel dependent dalam
penelitian ini adalah tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan
injeksi bolus.
4.6 Definisi operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
(Hidayat, 2011).
.
49
Tabel 4.2. Definisi operasional Pengaruh Distraksi Menonton Animasi Kartun Terhadap Tingkat Stres Hospitalisasi Pada Anak Saat Dilakukan Injeksi
Bolus.
Variabel Definisi
Parameter Alat Ukur Skala
Skor
Operasional
Independent Merupakan - Jenis Handphone - -
pengalihan animasi
Distraksi perhatian klien kartun
Menonton ke hal yang lain yang
Animasi dengan media diberikan
Kartun animasi kartun - Media
sehingga dapat gambar,
menurunkan suara
kewaspadaan
terhadap nyeri,
bahkan
meningkatkan
toleransi
terhadap nyeri
Dependent Perasaan anak Respon Lembar O Skor:
yang terjadi fisiologis observasi / R Ringan = 1
Tingkat Stres karena anak dan respon kuesioner D Sedang = 2
Hospitalisasi berusaha untuk emosi / modifikasi I Berat = 3
beradaptasi perilaku DASS 21 N Sangat berat = 4
dengan A
lingkungan baru L Kriteria:
yaitu rumah 1. Stres ringan
sakit, sehingga apabila
kondisi tersebut mendapat nilai
menjadi faktor 15 – 18
stresor bagi 2. Stres sedang
anak baik apabila
terhadap anak mendapat nilai
maupun orang 19 – 25
tua dan 3. Stres berat
keluarga. apabila
mendapat nilai
26 – 33
4. Stres sangat
berat apabila
mendapat nilai
≥ 34
(Modifikasi DASS 21)
4.7 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang disusun dengan
maksud untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif maupun data
.
50
kuantitatif (Nursalam, 2013). Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian ini adalah dengan menggunakan handphone yang dipergunakan untuk
memutar video animasi kartun dan lembar observasi / kuesioner Modifikasi DASS
21 yang terdiri dari 21 pernyataan yang sudah dimodifikasi guna mengukur
tingkat stress hospitalisasi anak. Modifikasi DASS 21 juga dipergunakan oleh
Bottesi, et.al., (2015) dalam penelitiannya yang berjudul The Itallian Version of
Depresion Anxiety Stress Scale – 21 : Factor Structure and Psychometric
Properties on Community and Clinical Sampel yang menyatakan bahwa
Modifikasi DASS 21 sangat berguna untuk praktek klinik komunitas maupun
individu. Instrumen Modifikasi DASS 21 juga digunakan oleh Yosiana, et.al.,
(2012) dalam penelitiannya yang berjudul Gambaran Tingkat Stress Pada Anak
Hospitalisasi Di Ruang Kelas Tiga Rumah Sakit Al Islam , Bandung. Dari dua
penelitian tersebut, terbukti bahwa instrumen Modifikasi DASS 21 valid untuk
dipergunakan dalam pengukuran tingkat stres hospitalisasi anak.
4.8 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk
mengungkap atau menjaring informasi kuantitatif dari responden sesuai lingkup
penelitian (Sujarweni, 2014). Prosedur yang ditetapkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengurus perijinan surat pengantar penelitian dari STIKes ICMe Jombang
yang akan diberikan kepada Direktur RSUD Kabupaten Jombang.
2. Peneliti memberikan surat pengantar penelitian dari Stikes Icme kepada
Direktur RSUD Jombang untuk memperoleh ijin melakukan penelitian.
.
51
3. Menjelaskan kepada orang tua anak (calon responden) tentang penelitian
dan bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani
inform concent.
4. Jika disetujui, dilakukan observasi tingkat stress hospitalisasi pada anak
saat injeksi IV (bolus) sebelum diberikan intervensi distraksi menonton
animasi kartun.
5. Menanyakan pada orang tua responden tentang jenis kartun yang disukai
anak (responden).
6. Memberikan distraksi menonton animasi kartun pada anak beberapa menit
sebelum dilakukan injeksi bolus.
7. Memberikan kembali distraksi menonton animasi kartun pada anak
sekaligus mengobservasi tingkat stress hospitalisasi pada anak saat
dilakukan injeksi IV (bolus).
8. Data yang terkumpul dari klien kemudian dilakukan pengolahan data
menggunakan SPSS.
4.9 Pengolahan dan analisa data
4.9.1 Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2011) setelah angket dari responden terkumpul,
selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
.
52
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini
sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam
satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat dan arti suatu
kode dari suatu variabel.
a. Data Umum
1) Responden 1 : R1
Responden 2 : R2
Responden 3 : R3
2) Jenis Kelamin : K
Laki – laki : K1
Perempuan : K2
3) Umur :
3 tahun : U1
4 tahun : U2
5 tahun : U3
4) Lama masuk rumah sakit (MRS) : J
1 – 8 jam : J1
9 – 16 jam : J2
17 – 24 jam : J3
5) Pengalaman Hospitalisasi : P
Pertama kali : P1
.
53
Pernah ( 1 – 2 kali ) : P2
Sering (lebih dari 2 kali): P3
6) Jenis Penyakit : I
Akut : I1 (DHF, diare, Dengeue Fever, Gastroenteritis Acute,
Faringitis dan lain-lain)
Kronis : I2 ( Talasemia, Epilepsi, dan lain – lain)
b. Data Khusus
Lembar observasi / kuisioner Modifikasi DASS 21 meliputi 21
pertanyaan dengan dikelompokkan dalam 2 respon utama.
1) Respon fisiologis
(Respon ada atau tidaknya peningkatan denyut nadi, tekanan darah,
frekuensi pernafasan, frekuensi BAK, adanya dilatasi pupil,
gemetar serta keringat dingin).
Tidak : 0
Ya: 1
2) Respon emosional / perilaku
(Respon ada atau tidaknya kegelisahan, sulit tidur, menolak makan,
menangis, tidak kooperatif, perilaku regresi, agresif, depresi,
represi, menarik diri serta diplesemen).
Tidak : 0
Ya: 1
3. Scoring
Skoring adalah melakukan penilaian untuk tingkat stress hospitalisasi
dengan baik dan benar, dengan kategori :
Ringan : 1
Sedang : 2
.
54
Berat : 3
Sangat Berat : 4
4. Tabulating
Tabulating adalah mengelompokkan data ke dalam satu tabel tertentu
menurut sifat-sifat yang dimiliki. Pada data ini dianggap bahwa data telah
diproses sehingga harus segera disusun dalam suatu pola format yang telah
dirancang.
Adapun hasil pengolahan data tersebut diinterprestasikan menggunakan
skala kumulatif :
100 % = Seluruhnya
76 % - 99 % = Hampir seluruhnya
51 % - 75 % = Sebagian besar dari responden
50 % = Setengah responden
26 % - 49 % = Hampir dari setengahnya
1 % - 25 % = Sebagian kecil dari responden
0 % = Tidak ada satupun dari responden
(Arikunto, 2010).
4.9.2 Analisa Data
1. Analisa Univariate
Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010) yaitu variabel distraksi
menonton animasi kartun dan tingkat stress hospitalisasi pada anak pra
sekolah saat dilakukakan injeksi bolus.
Variabel dependent dianalisa dengan menggunakan prosentasi frekuensi :
.
55
= 100%
Keterangan :
P = prosentase penilaian tingkat stres hospitalisasi
f = frekuensi jumlah responden di masing – masing tingkat stres
hospitalisasi
n = jumlah keseluruhan responden
2. Analisa Bivariate
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan uji wilcoxon
yaitu dengan mencari perbedaan mean pretest dan posttest. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui tingkat stres hospitalisasi pada anak saat
dilakukan injeksi bolus sebelum diberikan terapi dan sesudah diberikan
terapi. Setelah data terkumpul dan telah diskoring kemudian dilakukan uji
wilcoxon untuk mengetahui perbandingan pengamatan sebelum dan sesudah
perlakuan terhadap variabel independent dan variabel dependent.
Untuk mengetahui perbedaan antara dua variabel apakah signifikansi atau
tidak dengan menggunakan tingkat signifikansi atau kebenaran (α) 0,05
dipergunakan software SPSS versi 17, dimana nilai p (p value) lebih kecil
dari nilai alpha () (p < = 0,05) maka ada perbedaan yang signifikan,
sehingga akan diketahui pengaruh perlakuan distraksi menonton kartun
animasi terhadap tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi
bolus dengan membandingkan nilai posttest dengan pretest. Sedangkan
apabila p > = 0,05 maka tidak ada perbedaan yang signifikan, sehingga
diketahui tidak ada pengaruh distraksi menonton kartun animasi terhadap
tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus.
.
56
4.10 Etika penelitian
4.10.1 Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberi kan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
Informed Consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya.
4.10.2 Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan
nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
4.10.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,
2011).
4.11 Keterbatasan penelitian
Sebagaimana penelitian yang lain, penelitian ini juga tidak lepas dari
keterbatasan. Adapun keterbatasan penelitian ini sebagai berikut :
1. Waktu penelitian yang belum ditentukan sehingga peneliti tidak dapat
menyampaikan secara jelas kepada pihak rumah sakit terkait dengan lama
penelitian yang akan dilakukan.
2. Responden dalam penelitian ini terbatas pada anak yang sakit tanpa
membedakan penyakit akut dan kronis, sehingga distraksi yang diberikan
pada anak dengan penyakit kronis tidak memberikan hasil yang maksimal.
.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan di Paviliun
Seruni RSUD Jombang dimulai pada tanggal 30 Maret 2017 sampai 13 April
2017 dengan responden 50 pasien anak. Penelitian ini menggunakan alat berupa
lembar observasi Modifikasi DASS 21 untuk mengumpulkan data umum dan data
khusus tentang pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus. Hasil penelitian disajikan
dalam dua bagian yaitu data umum dan data khusus. Data umum dimuat
karakteristik jenis kelamin, umur, lama masuk rumah sakit (MRS), riwayat
hospitalisasi serta jenis penyakit yang diderita pasien. Sedangkan data khusus
terdiri dari tingkat stres hospitalisasi anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
dan sesudah diberikan distraksi menonton animasi kartun serta tabel perbedaan
yang menggambarkan pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap
tingkat stres hospitalisasi anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun Seruni
RSUD Jombang.
5.1 Hasil penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUD Kabupaten Jombang terletak di Kota Jombang. Rumah sakit ini
memiliki batas wilayah yaitu sebelah utara : JL. Jaya Negara, sebelah selatan : JL.
Kaliwungu, sebelah barat: JL. Wahid Hasyim, dan sebelah timur : JL.
Adityawarman. RSUD Kabupaten Jombang dikelola oleh pegawai RS dan para
stafnya. Fasilitas yang ada di RSUD Kabupaten Jombang yaitu terdapat ruang
57
58
rawat inap, aula, IGD, Poli klinik, kamar mandi, ruang administrasi , ruang
informasi dan masih banyak lagi. Penelitian ini dilakukan di Paviliun Seruni
dimana ruang ini terletak disebelah mushola dan memiliki tenaga dokter spesialis
anak sebanyak 3 orang, kepala ruangan 1 orang, wakil kepala ruangan 1 orang,
kepala tim perawat 2 orang serta perawat sebanyak 25 orang. Selain itu terdapat
tenaga non perawat yakni dibagian administrasi sebanyak 4 orang, asper 4 orang
dan bagian kebersihan sebanyak 2 orang. Paviliun seruni memiliki 35 tempat tidur
yang terbagi dalam beberapa ruangan, meliputi ruang HCU 6 tempat tidur, kelas I
ada 6 tempat tidur, kelas II ada 8 tempat tidur, serta kelas III ada 15 tempat tidur,
selain itu Paviliun Seruni juga memiliki taman bermain untuk pasien.
5.1.2 Data Umum
Data umum responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur,
lama masuk rumah sakit (MRS), riwayat hospitalisasi serta jenis penyakit yang
diderita responden. Hasil ulasan deskripsi data umum berupa tabel adalah sebagai
berikut :
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik jenis kelamin akan menjelaskan tentang jenis kelamin
responden. Hasil ulasan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pasien anak
di Paviliun Seruni RSUD Jombang Jenis Kelamin Jumlah ( anak ) Presentase (%)
Laki – laki 18 36
Perempuan 32 64
Total 50 100
Sumber : Data Primer 2017
.
59
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan sejumlah 32 anak (64 %).
2. Karakteristik responden berdasarkan umur
Karakteristik umur akan menjelaskan tentang umur responden. Hasil
ulasan karakteristik responden berdasarkan umur adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur pasien anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang
Umur (Tahun) Jumlah (anak) Presentase (%)
3 12 24
4 22 44
5 16 32
Total 50 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hampir dari setengah
responden berumur 4 tahun sejumlah 22 anak (44%).
3. Karakteristik responden berdasarkan lama masuk rumah sakit (MRS)
Karakteristik lama masuk rumah sakit (MRS) akan menjelaskan tentang
waktu dimana responden pertama kali masuk rumah sakit hingga bertemu
dengan peneliti. Hasil ulasan karakteristik responden berdasarkan lama masuk
rumah sakit (MRS) adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama masuk rumah sakit
(MRS) pasien anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang
MRS (Jam) Jumlah (anak) Presentase (%)
1 – 8 22 44
9 – 16 27 54
17 – 24 1 2
Total 50 100 Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
masuk rumah sakit antara 9 – 16 jam sejumlah 27 anak (54%).
.
60
4. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman hospitalisasi
Karakteristik pengalaman hospitalisasi akan menjelaskan tentang
pengalaman hospitalisasi yang mungkin dialami responden sebelumnya.
Hasil ulasan karakteristik responden berdasarkan pengalaman hospitalisasi
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman hospitalisasi
pasien anak di Paviliun Seruni RSUD Jombang
Pengalaman hospitalisasi (kali ) Jumlah (anak) Presentase (%)
1 17 34
2 23 46
>2 10 20
Total 50 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hampir dari setengah
responden pernah dirawat 2 kali sejumlah 23 anak (46%).
5. Karakteristik responden berdasarkan jenis penyakit
Karakteristik jenis penyakit akan menjelaskan tentang jenis penyakit yang
diderita responden Hasil ulasan karakteristik responden berdasarkan jenis
penyakit adalah sebagai berikut :
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis penyakit pasien anak
di Paviliun Seruni RSUD Jombang Jenis Penyakit Jumlah (anak) Presentase (%)
Akut 38 76
Kronis 12 24
Total 50 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden
mengalami jenis penyakit akut sejumlah 38 anak (76%).
.
61
5.1.2 Data Khusus
Data khusus responden dalam penelitian ini meliputi tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum pemberian distraksi
menonton animasi kartun, tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan
injeksi bolus sesudah pemberian distraksi menonton animasi kartun serta tabulasi
silang pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun Seruni RSUD
Jombang. Hasil ulasan deskripsi data khusus berupa tabel adalah sebagai berikut :
1. Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni RSUD
Jombang
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni RSUD Jombang
Tingkat Stres Hospitalisasi Pre Test
Jumlah (anak) Presentase (%)
Ringan 0 0
Sedang 22 44
Berat 28 56
Sangat berat 0 0
Total 50 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengalami tingkat stres hospitalisasi berat saat dilakukan injeksi bolus
sebelum pemberian distraksi menonton animasi kartun sejumlah 28 anak
(56%).
.
62
2. Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sesudah
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni RSUD
Jombang
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sesudah
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun
Seruni RSUD Jombang
Tingkat Stres Hospitalisasi Post Test
Jumlah (anak) Presentase (%)
Ringan 40 80
Sedang 10 20
Berat 0 0
Sangat berat 0 0
Total 50 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden
mengalami tingkat stres hospitalisasi ringan saat dilakukan injeksi bolus
sesudah pemberian distraksi menonton animasi kartun berada sejumlah 40
anak (80%).
3. Tabulasi silang pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap
tingkat stres hospitalisasi pada aak saat dilakukan injeksi bolus.
Tabulasi silang akan mendiskripsikan dan menyampaikan hasil pengaruh
distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres hospitalisasi pada
anak saat dilakukan injeksi bolus. Hasil tersebut disajikan pada tabel tabulasi
silang berikut ini :
.
63
Tabel 5.8 Tabulasi silang pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres hospitalisasi pada aak saat dilakukan
injeksi bolus di Paviliun Seruni RSUD Jombang.
Teknik distraksi Tingkat stres hospitalisasi pada anak
sangat Total
menonton ringan sedang berat
berat
animasi kartun
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Sebelum 0 0 22 44 28 56 0 0 50 100
Sesudah 40 80 10 20 0 0 0 0 50 100
Hasil uji statistik Wilcoxon signed rank test diperoleh p =
0.000 Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa diketahui adanya
perubahan jumlah responden sebelum diberikan perlakuan berupa distaksi
menonton animasi kartun sebagian besar mengalami tingkat stres berat
sejumlah 28 anak (56%) sedangkan jumlah responden sesudah diberikan
perlakuan berupa distraksi menonton animasi kartun hampir seluruh
responden mengalami tingkat stres ringan sejumlah 40 anak (80%). Hasil
penelitian tersebut diperkuat oleh hasil perbedaan melalui nilai uji beda
Wilcoxon signed rank test didapatkan p value sebesar 0.000. Nilai p value
penelitian ini menunjukkan nilai p value < α (0,05) yang berarti memiliki
perbedaan nilai yang sangat bermakna. Berdasarkan nilai tingkat stres
hospitalisasi sebelum dan sesudah distraksi menonton animasi kartun
diketahui bahwa sebelum distraksi menonton animasi kartun, sebagian besar
responden mengalami stres berat sedangkan sesudah distraksi menonton
animasi kartun, hampir seluruh responden mengalami stres ringan sehingga
dapat disimpulkan ada pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap
tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun
Seruni RSUD Jombang.
.
64
5.2 Pembahasan
5.2.1 Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
pemberian distraksi menonton animasi kartun.
Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
pemberian distraksi menonton animasi kartun berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Paviliun Seruni RSUD Jombang didapatkan bahwa sebagian besar
responden mengalami stres berat sejumlah 28 anak (56%).
Menurut peneliti, hasil dari penelitian sebelum diberikan distraksi menonton
animasi kartun ditemukan sebagian besar responden mengalami stres berat
disebabkan karena anak bertemu dengan orang – orang baru yang belum
dikenalnya seperti dokter, perawat serta petugas kesehatan lainnya. Anak merasa
asing dengan orang baru dan lingkungan yang baru di rumah sakit. Adanya
lingkungan baru di rumah sakit membuat anak yang tidak dapat beradaptasi
menjadi lebih mudah stres terutama bagi anak yang pertama kali mengalami
hospitalisasi. Selain tingkat stres berat, terdapat pula tingkat stres sedang sejumlah
22 anak (44%). Hal tersebut disebabkan juga oleh adanya prosedur injeksi bolus
yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang dialami oleh anak. Anak meyakini
bahwa apapun jenis injeksi yang diberikan kepada anak akan menyakiti tubuhnya.
Lamanya proses hospitalisasi yang mengharuskan anak menjalani berbagai
prosedur perawatan di rumah sakit serta adanya trauma dari riwayat hospitalisasi
sebelumnya yang mungkin dialami oleh anak akan mempengaruhi tingkat stres
hospitalisasi yang dialami oleh anak.
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada
anak. Jika seorang anak dirawat dirumah sakit, maka anak tersebut akan mudah
.
65
mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang terjadi baik
terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari –
hari serta anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian – kejadian yang bersifat menekan
(Ambarwati, 2015). Stressor utama yang dialami anak saat proses hospitalisasi
menurut Wong (2009) dalam Ambarwati (2015) yakni cemas akibat perpisahan,
kehilangan kendali, citra tubuh dan adanya nyeri. Pemberian prosedur injeksi
bolus merupakan jenis prosedur invasif yang sering diberikan pada anak saat
menjalani proses hospitalisasi dan tindakan tersebut sering membuat anak merasa
cemas dan nyeri.
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil bahwa hampir dari setengah
responden berumur 4 tahun sejumlah 22 anak (44%). Usia 4 tahun tergolong
dalam usia pra sekolah. Menurut peneliti, anak usia pra sekolah lebih mudah
mengalami stres hospitalisasi karena mereka sulit beradaptasi dengan lingkungan
barunya di rumah sakit, selain itu adanya prosedur injeksi bolus membuat anak
sering mengalami kecemasan dan ketakutan. Selain usia 4 tahun, terdapat pula
responden yang juga termasuk dalam usia prasekolah yakni berusia 3 tahun
sejumlah 12 anak (24% ) dan usia 5 tahun sejumlah 16 anak (32%). Respon yang
ditunjukkan oleh anak usia pra sekolah akibat rasa cemas dan takut dari
hospitalisasi adalah anak sering rewel, mudah marah dan tidak dapat bersikap
kooperatif pada petugas kesehatan. Menurut Potter & Perry (2005) , semua
prosedur atau tindakan keperawatan baik yang menimbulkan nyeri maupun tidak,
keduanya akan menyebabkan kecemasan bagi anak usia prasekolah selama
.
66
hospitalisasi sehingga anak usia prasekolah lebih mudah mengalami stres
hospitalisasi.
Berdasarkan tabel 5.3 dan 5.4 , dapat dilihat bahwa karakteristik responden
berdasarkan waktu masuk rumah sakit (MRS) dan riwayat hospitalisasi didapatkan
hasil bahwa sebagian besar responden masuk rumah sakit hingga bertemu dengan
peneliti berkisar antara 9 – 16 jam sejumlah 27 anak (54%) serta hampir dari
setengah responden pernah dirawat 1 – 2 kali sejumlah 23 anak (46%). Menurut
peneliti, riwayat hospitalisasi serta lama masuk rumah sakit (MRS) juga
mempengaruhi tingkat stres hospitalisasi yang dialami oleh anak. Anak yang tidak
memiliki riwayat hospitalisasi sebelumnya dan belum terlalu lama masuk rumah
sakit (MRS) pasti memiliki tingkat stres hospitalisasi yang tinggi. Meskipun
begitu, anak yang memiliki riwayat hospitalisasi sebelumnya juga masih
mengalami stres hospitalisasi namun tingkat stres hospitalisasi yang dialami lebih
rendah dibandingkan dengan yang belum memiliki riwayat hospitalisasi. Sesuai
dengan teori Pelander & Leino-Kilpi (2010) dalam Utami (2014) bahwa semakin
sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil tingkat
stres hospitalisasi yang dialami. Penelitian oleh Chusniyah (2016) juga
mengatakan bahwa selain umur, pengalaman dirawat di rumah sakit juga sangat
berpengaruh pada kondisi stres hospitalisasi pada anak. Hal ini berarti pengalaman
dirawat di rumah sakit mempengaruhi anak mengalami kondisi stres saat
menjalankan hospitalisasi.
Berdasarkan Tabel 5.3 dan 5.4 terdapat pula responden yang pertama kali
mengalami hospitalisasi sejumlah 17 anak (34%) dan responden yang lebih dari 2
kali mengalami hospitalisasi sejumlah 10 anak (20%). Lamanya waktu masuk
.
67
rumah sakit yang dialami responden dari awal masuk rumah sakit hingga bertemu
dengan peneliti bervariasi, diantaranya sekitar 1 – 8 jam sejumlah 22 anak (44%)
dan 17 – 24 jam sejumlah 1 anak (2%). Menurut peneliti, stres hospitalisasi yang
dialami anak akan menurun apabila anak tersebut telah memiliki riwayat
hospitalisasi sebelumnya, selain itu kemampuan anak dalam beradaptasi dengan
lingkungan di rumah sakit dari awal masuk hingga bertemu dengan peneliti akan
sangat mempengaruhi tingkat stres hospitalisasi pada anak. Sesuai dengan hasil
penelitian Karuniawati (2011) bahwa dampak dari lama masuk rumah sakit akibat
hospitalisasi juga dapat berakibat pada tingkat kecemasan. Apabila kecemasan
anak tidak segera ditangani, maka anak tersebut akan mengalami stres
hospitalisasi.
5.2.2 Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sesudah
pemberian distraksi menonton animasi kartun.
Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sesudah
pemberian distraksi menonton animasi kartun berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Paviliun Seruni RSUD Jombang didapatkan bahwa hampir seluruh
responden mengalami stres ringan sejumlah 40 anak (80%).
Menurut peneliti, tingkat stres hospitalisasi yang dialami pasien anak di
Paviliun Seruni setelah diberikan distraksi menonton animasi kartun mengalami
penurunan. Hal ini dibuktikan pada hasil tabel 5.6 bahwa tidak ada responden
yang mengalami stres ringan, namun pada tabel 5.7 justru hampir seluruh
responden mengalami stres ringan meskipun masih terdapat sebagian kecil
responden yang mengalami stres sedang sejumlah 10 anak (20%). Penurunan stres
hospitalisasi yang dialami responden disebabkan karena adanya pengalihan
.
68
(distraksi) yang diberikan oleh peneliti saat dilakukan injeksi bolus berupa
tontonan animasi kartun yang disukai responden. Anak terutama usia prasekolah
sangat menyukai animasi kartun yang sering dilihatnya saat dirumah sebelum
mengalami proses hospitalisasi. Saat diberikan injeksi bolus, anak akan
memberikan respon berupa gelisah, takut, atau bahkan kesakitan dengan cara
menangis, memukul, dan tidak ingin ditinggal oleh orang tuanya. Namun disaat
yang bersamaan, peneliti memberikan distraksi berupa tontonan animasi kartun
sehingga anak menjadi lebih rileks, dan perhatian anak terhadap injeksi bolus
yang akan diberikan padanya teralihkan. Hal ini yang membuat tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus menurun.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarfika, et.al (2015) bahwa
anak usia prasekolah sangat mudah didistraksi atau dialihkan perhatiannya
terhadap apa yang membuatnya mengalami stres hospitalisasi. Pada prinsipnya
teknik distraksi merupakan suatu cara untuk mengalihkan fokus anak dari rasa
sakit pada kegiatan lain yang menyenangkan bagi anak (Pillitteri, 2010). Anak-
anak menyukai unsur-unsur seperti gambar, warna dan cerita pada film kartun
animasi. Unsur-unsur seperti gambar, warna, cerita, dan emosi (senang, sedih,
seru, bersemangat) yang terdapat pada film kartun merupakan unsur otak kanan
dan suara yang timbul dari film tersebut merupakan unsur otak kiri. Sehingga
dengan menonton film kartun animasi otak kanan dan otak kiri anak pada saat
yang bersamaan digunakan duaduanya secara seimbang dan anak fokus pada film
kartun (Windura, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5, hampir seluruh responden
mengalami penyakit akut sejumlah 38 anak (76%). Beberapa jenis penyakit akut
.
69
yang dialami responden yakni demam, diare, faringitis, dan lain-lain. Menurut
peneliti, jenis penyakit akut juga mempengaruhi tingkat stres hospitalisasi anak
sesudah diberikan distraksi menonton animasi kartun. Anak yang mengalami
penyakit akut sebagian besar memiliki riwayat hospitalisasi sebanyak 1 – 2 kali.
Hal tersebut tentunya membuat rutinitas anak di rumah menjadi berubah dan
dihadapkan oleh lingkungan dan rutinitas yang baru di rumah sakit. Hampir
seluruh anak memiliki rutinitas / kebiasaan menonton animasi kartun saat
dirumah, namun saat anak menderita penyakit akut dan menjalani proses
hospitalisasi, anak diharuskan untuk lebih sering istirahat serta mendapatkan
berbagai prosedur tindakan keperawatan. Hal ini sesuai dengan teori Price dan
Gwin (2005) dalam Utami (2014) bahwa aturan ataupun rutinitas rumah sakit,
prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain
sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang
dalam taraf perkembangan.
Berdasarkan Tabel 5.5, terdapat pula sebagian kecil responden mengalami
penyakit kronis sejumlah 12 anak (24%). Menurut peneliti, anak yang memiliki
penyakit kronis seperti thalasemia, epilepsi dan lain-lain masih mengalami stres
hospitalisasi namun tingkat stresnya lebih rendah. Hal tersebut terjadi karena anak
sudah mampu beradaptasi dan terbiasa dengan lingkungan dirumah sakit. Anak
akan menganggap bahwa rumah sakit adalah rumah kedua yang harus sering ia
kunjungi. Meskipun begitu, anak masih mengalami kecemasan apabila ditinggal
oleh orang tuanya walaupun hanya sebentar. Sehingga, teknik distraksi menonton
animasi kartun yang diberikan pada anak penderita penyakit kronis yang
mengalami stres tidak akan memberikan respon baik terlalu besar karena anak
.
70
tersebut sudah mengerti bahwa distraksi menonton animasi kartun adalah sebuah
pengalihan dari rasa nyeri yang dialaminya akibat injeksi bolus.
5.2.3 Pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus
Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa diketahui adanya perubahan
jumlah responden sebelum diberikan perlakuan berupa distaksi menonton animasi
kartun sebagian besar mengalami tingkat stres berat sejumlah 28 anak (56%)
sedangkan jumlah responden sesudah diberikan perlakuan berupa distraksi
menonton animasi kartun hampir seluruh responden mengalami tingkat stres
ringan sejumlah 40 anak (80%). Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil
perbedaan melalui nilai uji beda Wilcoxon signed rank test didapatkan p value
sebesar 0.000. Nilai p value penelitian ini menunjukkan nilai p value < α (0,05)
yang berarti memiliki perbedaan nilai yang sangat bermakna. Berdasarkan nilai
tingkat stres hospitalisasi sebelum dan sesudah distraksi menonton animasi kartun
diketahui bahwa sebelum distraksi menonton animasi kartun, sebagian besar
responden mengalami stres berat sedangkan sesudah distraksi menonton animasi
kartun, hampir seluruh responden mengalami stres ringan sehingga dapat
disimpulkan ada pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat
stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun Seruni RSUD
Jombang.
Cemas dan nyeri yang dialami oleh anak termasuk faktor yang
meningkatkan stres hospitalisasi pada anak. Teknik distraksi berupa pemberian
tontonan animasi kartun sangat efektif dalam menurunkan cemas dan
mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan anak sehingga stres hospitalisasi yang
.
71
dialami anak menurun. Anak diberikan kebebasan dalam pemilihan kartun
favoritnya dengan durasi yang rata – rata sama yakni 2 – 3 menit selama
menggunakan teknik distraksi sehingga anak dapat menjalani prosedur tindakan
keperawatan dengan tenang dan meminimalkan trauma. Begitu pula dengan orang
tua anak, orang tua yang mendampingi anak selama hospitalisasi tidak cemas
karena melihat anaknya tenang saat dilakukan tindakan invasif seperti injeksi
bolus. Keefektifan distraksi menonton animasi kartun juga dapat dibuktikan
dengan penurunan jumlah responden yang mengalami stres sedang saat sebelum
diberikan distraksi menonton animasi kartun sejumlah 22 anak (44%) sedangkan
saat sesudah diberikan distraksi menonton animasi kartun turun menjadi 10 anak
(20%).
Manfaat lain juga dirasakan oleh perawat sebagai tenaga kesehatan yang
sering melakukan prosedur injeksi bolus pada anak. Ketika anak lebih fokus pada
kegiatan menonton film kartun, hal tersebut mengakibatkan impuls nyeri yang
disebabkan adanya cidera tidak mengalir melalui tulang belakang, pesan nyeri
tidak tersampaikan ke otak sehingga anak tidak merasakan nyeri. Perawat dapat
dengan mudah dan cepat melakukan injeksi bolus, karena anak tidak lagi
menangis keras, meronta – ronta, menendang bahkan memukul perawat saat
dilakukan injeksi bolus. Nyeri yang dirasakan anak dapat teralihkan dengan
menonton film kartun animasi, dan tindakan injeksi bolus dapat berjalan dengan
lancar.
Penelitian teknik distraksi menonton kartun animasi ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan beberapa ahli seperti James, et.al.(2014) dengan
menggunakan desain penelitian quasi-eksperiment. Penelitian tersebut bertujuan
.
72
untuk melihat pengaruh menonton film kartun animasi terhadap respon perilaku
dari persepsi nyeri anak usia prasekolah yang menjalani venipuncture. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa adanya penurunan nyeri yang signifikan setelah
anak menonton film kartun saat dilakukan venipunctur. Dari hasil penelitian
tersebut peneliti menyarankan bahwa menonton film kartun dapat digunakan
untuk mengatasi respon prilaku nyeri anak saat menjalani tindakan invasif secara
efektif.
Distraksi menonton animasi kartun sangat efektif dalam mengalihkan
perhatian pasien terhadap rasa cemas, ketakutan, dan depresi yang dialami pasien
namun hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Asmadi (2012),
faktor yang mempengaruhi distraksi menonton animasi kartun yaitu komunikasi
antar perawat dan klien, media distraksi yang dipakai, jangka waktu yang
digunakan serta tingkat stress, cemas maupun depresi yang dialami pasien.
.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sebelum
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni RSUD
Jombang sebagian besar responden mengalami stres berat.
2. Tingkat stres hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus sesudag
pemberian distraksi menonton animasi kartun di Paviliun Seruni RSUD
Jombang hampir seluruh responden mengalami stres ringan
3. Ada pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap tingkat stres
hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di Paviliun Seruni
RSUD Jombang
6.2 Saran
1. Bagi perawat rumah sakit
Teknik distraksi menonton kartun animasi perlu menjadi rujukan
intervensi keperawatan dalam hal menurunkan tingkat stres hospitalisasi
saat dilakukan injeksi bolus pada anak.
2. Bagi penunggu pasien selama rawat inap
Dapat memfasilitasi anak dengan melakukan distraksi menonton animasi
kartun secara mandiri jika pasien mengalami stres hospitalisasi atau saat
pasien akan menghadapi prosedur tindakan keperawatan yang
membuatnya cemas dan takut.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar, jenis
dan rancangan penelitian yang berbeda serta penggunaan kelompok
73
74
kontrol. Pemberian distraksi selain dengan menonton animasi kartun, juga
dapat dilakukan dengan cara memberikan distraksi berupa menggambar,
mewarnai, bermain clay therapy, dan lain sebagainya yang memungkinkan
lebih baik lagi dalam menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada anak.
.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Nasution. 2015. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan Balita,
cetakan I. Cakrawala Ilmu ,Yogyakarta.
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Cetakan ke – 15 . Rajawali Pers, Jakarta.
Artawan, R. 2010. Relaksasi dan Distraksi. Erlangga, Jakarta.
Asmadi.2012. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika, Jakarta.
Azizah, Siti, et al., 2014. Upaya Menurunkan Tingkat Stres Hospitalisasi Dengan
Aktifitas Mewarnai Gambar Pada Anak Usia 4-6 Tahun di Ruang Anggrek RSUD Gambiran, Kediri. Jurnal Kesehatan STIKes Satria Bhakti Nganjuk,
Vol.1, No. 25 , hal 8 – 9 .
Brannon, L, Feist, J, and Updegraff, J.A. 2013. Health psychology : an
introduction to behavior and health, eight edition. Wadsworth, USA.
CDC (Centers of Disease Control and Prevention) National Health Report 2005 –
2013 : Leading Causes of Morbidity and Mortality and Associated Behaviour Risk and Protective Factors. United States
Chusniyah, Nurul ; Santy, Wesiana Heris. 2016. Pengaruh Bimbingan Imajinasi
Mengunakan Media Audio Visual (Video) Terhadap Stress Hospitalisasi
Anak di RS Islam Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan,Vol. 9, No. 2, Agustus
2016, hal 200-208.
Cut, 2012. Gambaran tingkat stres pada anak usia sekolah selama hospitalisasi di
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1347, sitasi 16 Februari 2017.
Dacey, J.S., & Travers, J.F. 2004. Human Development: Across The Lifespan. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hidayat. 2011. Menyusun Skripsi dan Tesis Edisi Revisi. Informatika, Bandung.
Ibung, Dian. 2008. Stres Pada Anak (usia 6 – 12 tahun). Media Komputindo, Jakarta.
Jin JF, Zhu LL, Chen M, et al. 2015. The optimal choice of medication
administration route regarding intravenous, intramuscular, and
subcutaneous injection 9: 923–42.Patient Prefer Adherence
Kozier, Barbara et al. 2012. Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice. (9ed). New Jersey, USA: Pearson Education, Inc.
.
Nirwana, Ade Benih. 2011. Psikologi Ibu, Bayi dan Anak. Nuha, Yogyakarta.
Noor, Juliansyah. 2013. Metodologi Penelitian, Cetakan Ke – 3. Prenada Media
Group, Jakarta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Edisi Pertama. Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan – Pendekatan Praktis
Edisi Ke – 3. Salemba Medika, Jakarta.
Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan – Pendekatan Praktis
Edisi Ke – 4. Salemba Medika, Jakarta.
Nurtjahjawilasa. 2004. Efektifitas Multimedia dalam Menunjang Pembelajaran.
http://www.pusdiklathut.com/silvika_eng.php disitasi pada tanggal 24
Februari 2017
Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu, Jakarta.
Ramdaniati, Sri. 2011. Analisis Determinan Kejadian Takut pada Anak Pra
Sekolah dan Sekolah yang Mengalami Hospitalisasi di Ruang Anak RSU Blud dr. Slamet Garut. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister
Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Setyorini. 2006. Skill Labs. Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Sugiyono, Dr. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif . Alfabeta, Bandung.
Sujarweni, V. Wiratma. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan, Cetakan Pertama. Gava Media, Yogyakarta.
Supartini, Yupi.2012. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC ,
Jakarta.
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) .2016. http://microdata.bps.go.id
Susiati, Maria . 2008. Keterampilan Keperawatan Dasar. Erlangga, Jakarta.
Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. EGC , Jakarta.
Utami, Dina. 2007. Animasi Dalam Pembelajaran.
http://www.uny.ac.id/akademi/default.php disitasi pada tanggal 24 Februari
2017
Winarno. 2012. Psikologi Perkembangan Anak. Platinum, Jakarta.
Wong, L. Donna. 2009. Pedoman Klinis Keerawatan Pediatrik. EGC, Jakarta.
.
LAMPIRAN 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Judul : Pengaruh Distraksi Menonton Animasi Kartun Terhadap Tingkat
Stres Hospitalisasi Pada Anak Saat Injeksi Bolus
Peneliti : Dessy Ekawati
NIM : 133210013
Dengan hormat,
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
Sarjana Keperawatan di STIKes ICMe Jombang, saya bermaksud untuk
mengadakan penelitian. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya
dapat saya peroleh dengan kerjasama dari Anda dalam memberikan ijin agar anak
Anda bersedia menjadi responden.
Dalam penelitian ini, saya hanya akan memberikan sebuah video animasi
kartun pada anak Anda saat dilakukan injeksi bolus, setelah itu dilakukan
pengukuran tingkat stres hospitalisasi dengan mengisi kuesioner. Untuk pengisian
kuesioner dilakukan oleh saya sebagai peneliti. Semua pernyataan dari kuesioner
akan dijaga kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk penelitian ini saja.
Bantuan Anda dalam memberikan perijinan merupakan bantuan yang sangat
besar dan berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas kerjasamanya, saya
ucapkan terima kasih.
Jombang, Maret 2017
Peneliti
(Dessy Ekawati)
.
LAMPIRAN 2
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
(Informed – Consent)
Setelah membaca, mendengarkan dan memahami isi penjelasan tentang
tujuan dan manfaat penelitian ini, maka saya :
Bersedia menjadi responden penelitian.
Tidak bersedia menjadi responden penelitian.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S1 Keperawatan STIKes
ICMe Jombang yaitu :
Nama : Dessy Ekawati
NIM : 133210013
Judul : Pengaruh Distraksi Menonton Animasi Kartun Terhadap
Tingkat Stres Hospitalisasi pada Anak Saat Injeksi Bolus
Persetujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Jombang, Maret 2017
Peneliti Responden
Dessy Ekawati ………………………
.
LAMPIRAN 3
Instrumen Pengukuran Tingkat Stress saat Hospitalisasi pada Anak
MODIFIKASI DASS 21
DASS 21 merupakan bentuk pendek dari DASS yang terdiri atas 21 pertanyaan.
Nilai yang didapat harus dikalikan dua sebelum dikategorikan.
Ketentuan :
Ya bernilai 1
Tidak bernilai 0
Kriteria :
Stres ringan : 15 – 18
Stres sedang : 19 – 25
Stres berat : 26 – 33
Stres sangat berat : ≥ 34
No. Respon YA TIDAK
Fisiologis
1 Peningkatan denyut nadi
2 Peningkatan Tekanan Darah
3 Peningkatan frekuensi buang air kecil
4 Gemetar
5 Keringat dingin
6 Peningkatan frekuensi bernapas
7 Dilatasi pupil
Emosional / Perilaku
8 Gelisah
9 Sulit tidur
10 Menolak makan
11 Menolak bekerja sama
.
12 Menangis diam – diam
13 Tidak mau ditinggalkan orang tua
14 Terus bertanya kapan orang tua kembali
15 Regresi
16 Proyeksi
Melimpahkan perasaan emosionalnya
pada orang lain
17 Agresif
- Anak mengamuk
- Menggigit
18 Depresi
- Diam
- Murung
- Sering menjawab “saya tidak tahu”
19 Diplesemen
Mengalihkan emosi kepada benda
20 Menarik diri
- Sedih
- Hilangnya minat bermain
- Tidak memberikan respon
21 Represi
Memukul orang terdekat tanpa disengaja
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Hurlock,E.B.2000. Perkembangan Anak. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga :
Jakarta
.
LAMPIRAN 4
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
DISTRAKSI MENONTON ANIMASI KARTUN
SOP DISTRAKSI MENONTON ANIMASI KARTUN
Salah satu distraksi audiovisual yang merupakan jenis
PENGERTIAN distraksi gabungan dari distraksi audio dan distraksi visual
menggunakan media animasi kartun.
TUJUAN Pengalihan atau menjauhkan perhatian klien terhadap
sesuatu yang sedang dihadapi.
MANFAAT Pasien merasa lebih nyaman, santai, dan merasa berada
pada situasi yang lebih menyenangkan.
1. Pasien yang mengalami nyeri akut dan memiliki skala
INDIKASI ringan sampai sedang
2. Pasien yang mengalami stres hospitalisasi
KONTRAINDIKASI -
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Membaca status kesehatan pasien
Tahap Pra Interaksi 2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan peralatan (media untuk menonton, video
animasi kartun)
1. Memberikan salam kepada pasien
Tahap Orientasi 2. Validasi kondisi pasien
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
pada pasien dan keluarga
1. Berikan kesempatan pada pasien atau keluarga untuk
bertanya jika kurang jelas
2. Menanyakan keluhan pasien
3. Menjaga privacy pasien
4. Mengatur posisi pasien agar rileks
Tahap Kerja 5. Memberikan salah satu teknik distraksi yakni menonton
animasi kartun, animasi kartun yang diberikan berupa
video dengan durasi 2 – 3 menit
6. Menganjurkan keluarga pasien untuk melakukan teknik
distraksi menonton animasi kartun bila pasien merasakan
ketidaknyamanan.
1. Evaluasi hasil kegiatan Tahap Terminasi2. Akhiri kegiatan dengan baik
3. Cuci tangan 1. Catat waktu pelaksanaan tindakan
Dokumentasi2. Catat respon pasien terhadap teknik distraksi 3. Paraf dan nama perawat jaga.
.
LAMPIRAN 5
.
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
.
LAMPIRAN 8
.
LAMPIRAN 9
.
.
LAMPIRAN 10
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
JOMBANG
2017
No Jadwal Kegiatan Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi judul dan studi kepustakaan
2 Studi pendahuluan
3 Menyusun dan konsultasi BAB 1
4 Menyusun dan konsultasi BAB 2
5 Menyusun dan konsultasi BAB 3
6 Menyusun dan konsultasi BAB 4
7 Konsultasi lembar observasi
8 Sidang Proposal
9 Revisi Proposal
10 Pengambilan data
11 Pengolahan data
12 Konsultasi tabulasi
13 Menyusun dan konsultasi BAB 5 dan 6
14 Konsultasi abstrak dan kelengkapan
sidang skripsi
15 Sidang hasil skripsi
.
LAMPIRAN 11
Tabulasi Data Umum Pengaruh Distraksi Menonton Animasi KartunTerhadap
Tingkat Stres Hosptalisasi Pada Anak Saat Dilakukan Injeksi Bolus
No. Jenis Umur
Lama Masuk Riwayat Jenis
Responden Kelamin Rumah Sakit Hospitalisasi Penyakit
R1 K1 U3 J1 P1 I1
R2 K2 U3 J1 P3 I2
R3 K2 U3 J1 P1 I1
R4 K2 U1 J2 P1 I1
R5 K1 U1 J2 P1 I1
R6 K2 U1 J1 P2 I2
R7 K1 U1 J2 P1 I1
R8 K2 U1 J1 P2 I1
R9 K2 U1 J1 P2 I1
R10 K2 U2 J2 P1 I1
R11 K1 U1 J1 P1 I1
R12 K1 U3 J1 P2 I1
R13 K2 U1 J3 P3 I2
R14 K1 U2 J2 P2 I1
R15 K1 U2 J2 P1 I1
R16 K1 U1 J1 P2 I1
R17 K2 U1 J1 P2 I1
R18 K1 U2 J2 P3 I2
R19 K2 U3 J2 P2 I1
R20 K2 U2 J1 P1 I1
R21 K2 U2 J1 P2 I1
R22 K2 U2 J2 P1 I1
R23 K1 U3 J2 P2 I1
R24 K2 U2 J2 P3 I2
R25 K2 U3 J1 P1 I1
R26 K1 U2 J1 P2 I2
R27 K2 U2 J2 P1 I1
R28 K2 U2 J2 P2 I1
R29 K2 U2 J2 P1 I1
R30 K2 U3 J1 P3 I2
R31 K1 U1 J1 P2 I1
R32 K2 U2 J2 P2 I1
R33 K2 U3 J2 P2 I1
R34 K1 U2 J2 P1 I1
R35 K2 U3 J2 P3 I2
R36 K2 U3 J2 P2 I1
R37 K2 U3 J1 P2 I1
R38 K1 U2 J1 P3 I2
.
R39 K1 U2 J2 P2 I1
R40 K2 U2 J2 P2 I1
R41 K2 U3 J1 P1 I1
R42 K2 U2 J2 P3 I2
R43 K1 U3 J1 P2 I1
R44 K2 U3 J2 P2 I1
R45 K2 U2 J1 P1 I1
R46 K2 U2 J2 P2 I1
R47 K1 U1 J2 P2 I1
R48 K1 U2 J2 P1 I1
R49 K2 U2 J2 P3 I2
R50 K2 U3 J1 P3 I2 ∑ = reponden ∑ jenis ∑ umur = ∑ waktu MRS = ∑ riwayat ∑ jenis 50 kelamin = 3 tahun = 1 – 8 jam = 22 hospitalisasi = penyakit =
Laki – laki = 12 9 – 16 jam = 27 1 kali =17 Akut = 38
18 4 tahun = 17 – 24 jam = 1 2 kali =23 Kronis = 12
Perempuan = 22 >2 kali =10
32 5 tahun =
16
Keterangan :
1) Nomor Responden : 4) Lama Masuk Rumah Sakit : J
R 1 – 8 jam : J1
Responden 1 : R1 9 – 16 jam : J2
Responden 2 : R2 17 – 24 jam : J3
Responden 3 : R3
5) Pengalaman Hospitalisasi : P
2) Jenis Kelamin : K Pertama kali : P1
Laki – laki : K1 Pernah ( 1 – 2 kali ) : P2
Perempuan : K2 Sering (lebih dari 2 kali): P3
3) Umur : U 6) Jenis Penyakit : I
3 tahun : U1 Akut : I1 (DHF, diare, Dengeue
4 tahun : U2 Fever, Gastroenteritis
5 tahun : U3 Acute, Faringitis dan
lain-lain) Kronis : I2 ( Talasemia, Epilepsi,
dan lain – lain)
.
LAMPIRAN 12
Tabulasi Data Khusus Pengaruh Distraksi Menonton Animasi KartunTerhadap
Tingkat Stres Hosptalisasi Pada Anak Saat Dilakukan Injeksi Bolus
SEBELUM (PRE) DIBERIKAN SESUDAH (POST) DIBERIKAN
DISTRAKSI MENONTON ANIMASI DISTRAKSI MENONTON ANIMASI
KARTUN KARTUN
No. Skor Tingkat Kategori No. Skor Tingkat Kategori
Respon Stres Tingkat Respon Stres Tingkat Stres
den Hospitalisasi Stres den Hospitalisasi Hospitalisasi
Hospitalisasi
R1 2 Sedang R1 1 Ringan
R2 2 Sedang R2 1 Ringan
R3 2 Sedang R3 1 Ringan
R4 3 Berat R4 1 Ringan
R5 3 Berat R5 2 Sedang
R6 2 Sedang R6 1 Ringan
R7 3 Berat R7 1 Ringan
R8 3 Berat R8 1 Ringan
R9 3 Berat R9 2 Sedang
R10 3 Berat R10 1 Ringan
R11 3 Berat R11 1 Ringan
R12 2 Sedang R12 1 Ringan
R13 2 Sedang R13 1 Ringan
R14 2 Sedang R14 1 Ringan
R15 3 Berat R15 1 Ringan
R16 3 Berat R16 1 Ringan
R17 3 Berat R17 2 Sedang
R18 2 Sedang R18 1 Ringan
R19 2 Sedang R19 1 Ringan
R20 3 Berat R20 1 Ringan
R21 3 Berat R21 1 Ringan
R22 3 Berat R22 1 Ringan
R23 2 Sedang R23 1 Ringan
R24 2 Sedang R24 1 Ringan
R25 3 Berat R25 2 Sedang
R26 2 Sedang R26 1 Ringan
R27 3 Berat R27 1 Ringan
R28 3 Berat R28 1 Ringan
R29 3 Berat R29 2 Sedang
R30 2 Sedang R30 1 Ringan
R31 3 Berat R31 1 Ringan
R32 3 Berat R32 1 Ringan
R33 2 Sedang R33 1 Ringan
R34 3 Berat R34 2 Sedang
.
R35 2 Sedang R35 1 Ringan
R36 2 Sedang R36 1 Ringan
R37 2 Sedang R37 1 Ringan
R38 2 Sedang R38 1 Ringan
R39 3 Berat R39 2 Sedang
R40 3 Berat R40 1 Ringan
R41 3 Berat R41 1 Ringan
R42 2 Sedang R42 1 Ringan
R43 3 Berat R43 2 Sedang
R44 2 Sedang R44 1 Ringan
R45 3 Berat R45 2 Sedang
R46 3 Berat R46 1 Ringan
R47 3 Berat R47 1 Ringan
R48 3 Berat R48 2 Sedang
R49 2 Sedang R49 1 Ringan
R50 2 Sedang R50 1 Ringan
∑ Sedang = 22 ∑ Ringan = 40
responde Berat = 28 responde Sedang 10 n n
berdasar berdasar
kan kan
tingkat tingkat
stres stres
.
LAMPIRAN 13
HASIL UJI SPSS DATA UMUM Pengaruh Distraksi Menonton Animasi KartunTerhadap
Tingkat Stres Hosptalisasi Pada Anak Saat Dilakukan Injeksi Bolus
1. Jenis Kelamin
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
Jeniskelamin
N Valid 50
Missing 0
Jenis kelamin Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki – laki 18 36.0 36.0 36.0
Perempuan 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
2. Umur
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
Umur
N Valid 50
Missing 0
Umur Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid3 tahun 12 24.0 24.0 24.0
4 tahun 22 44.0 44.0 68.0
5 tahun 16 32.0 32.0 100.0
.
Umur Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid3 tahun 12 24.0 24.0 24.0
4 tahun 22 44.0 44.0 68.0
5 tahun 16 32.0 32.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
3. Lama Masuk Rumah Sakit (MRS)
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
MRS
N Valid 50
Missing 0
MRS Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 - 8 jam 22 44.0 44.0 44.0
9 - 16 jam 27 54.0 54.0 98.0
17 - 24 jam 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
4. Riwayat Pengalaman
Hospitalisasi Frequencies
[DataSet0]
Statistics Pengalaman N Valid 50
Missing 0
Pengalaman
.
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid pertama 17 34.0 34.0 34.0
1 - 2 23 46.0 46.0 80.0
>2 10 20.0 20.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
5. Jenis Penyakit
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
Penyakit
N Valid 50
Missing 0
Penyakit Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid akut 38 76.0 76.0 76.0
kronis 12 24.0 24.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
.
LAMPIRAN 14
HASIL UJI SPSS DATA KHUSUS Pengaruh Distraksi Menonton Animasi KartunTerhadap
Tingkat Stres Hosptalisasi Pada Anak Saat Dilakukan Injeksi Bolus
NPar Tests
[DataSet0]
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks N Mean Rank Sum of Ranks
sesudah distraksi - Negative Ranks 50a 25.50 1275.00
sebelum distraksi
Positive Ranks 0 b .00 .00
Ties 0c
Total 50
a. sesudah distraksi < sebelum distraksi b. sesudah distraksi > sebelum distraksi c. sesudah distraksi = sebelum distraksi
Test Statisticsb
sesudah
distraksi - sebelum
distraksi
Z -6.398a
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Descriptives
[DataSet0]
Descriptive Statistics Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
sebelum distraksi 50 2 3 2.56 .501
.
sesudah distraksi 50 1 2 1.20 .404
Valid N (listwise) 50
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
sebelum sesudah
distraksi distraksi
N Valid 50 50
Missing 0 0
Mean 2.56 1.20
Median 3.00 1.00
Std. Deviation .501 .404
Minimum 2 1
Maximum 3 2
Frequency Table
sebelum distraksi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sedang 22 44.0 44.0 44.0
berat 28 56.0 56.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
sesudah distraksi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ringan 40 80.0 80.0 80.0
sedang 10 20.0 20.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
.
LAMPIRAN 15
.