skripsi faisal maulana akbar...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI
(Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri)
Skripsi
FAISAL MAULANA AKBAR H34087017
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
FAISAL MAULANA AKBAR “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih Padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri) Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia
yang paling mendasar, kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Produksi padi nasional pada tahun 2009 mengalami peningkatan produksi dari tahun 2008 sampai 2009 Peningkatan produksi tersebut diikuti dengan adanya peningkatan luas panen di Indonesia pada tahun 2009. Bersamaan dengan hal tersebut, Seiring dengan adanya peningkatan produksi padi nasional tentunya tidak terlepas dari banyaknya penggunaan benih bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia. Salah satu perusahaan milik pemerintah yang memproduksi benih padi diantaranya adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS). PT. SHS merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core bussines perbenihan pertanian. PT. SHS didalam produksi benih padi membagi lahan areal produksi kedalam lahan kerjasama dan swakelola. Lahan kerjasama merupakan suatu bentuk kerjasama produksi benih padi dengan para petani penangkar benih di dalam berproduksi dengan alasan bahwa keterbatasan sumberdaya manusia didalam mengelola lahan area produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar adalah penggunaan pupuk urea, pupuk TSP, pupuk NPK, obat-obatan, dan tenaga kerja. penggunaan pupuk urea dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale. Apabila terus meningkatkan input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi petani. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan apabila sudah menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk urea sudah terdapat didalam pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to scale. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan didalam berproduksi apabila sudah menggunakan pupuk urea, dan pupuk TSP. Karna kandungan pupuk urea dan pupuk TSP sudah terdapat didalam kandungan pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Tenaga kerja merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani penangkar. Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari petani pengelola.
Hasil total panen benih padi varietas ciherang adalah 8.999.532 Kg atau sebanyak ± 9.000 ton benih dengan produktivitas rata sebesar 5.425 Kg/ha atau sebesar 5,4 Ton/Ha. Hasil panen musim tanam 2010/2011 meningkat dari musim tanam sebelumnya. Peningkatan produktivitas dari musim tanam sebelumnya
adalah sebesar 2,6 Ton/Ha. Pendapatan bersih yang diperoleh oleh petani penangkar didalam memproduksi benih padi (pendapatan atas biaya total) dengan luas lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya sebesar Rp 238.322. Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata Saat ini harga beli rata-rata PT. SHS di dalam membeli hasil panen benih sebar yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp 3.202 per Kg. Margin keuntungan rata-rata yang didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar Rp 464 per Kg. untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 517 per kg benih padi yang dihasilkan. Untuk luas lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha memiliki margin keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar Rp 35 per kg, kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan lahan rata-rata 1,6-2 Ha sebesar Rp 624 per kilogram, dan selisih margin keuntungan per kg untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679.
Karakteristik petani yang dapat mempengaruhi produksi adalah pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan. Para petani penangkar mengatakan bahwa mereka mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk musim tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi. Banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani ternyata menjadi beban bagi petani penangkar, mereka tidak maksimal didalam memproduksi. Para petani penangkar mengatakan bahwa seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi.
Perlu diadakannya pelatihan-pelatihan produksi dengan melibatkan karyawan PT. SHS, petani penangkar yang bermitra dengan PT. SHS, dan tenaga kerja borongan atau buruh yang diselenggarakan oleh dinas pertanian, badan karantina, dan BPSB guna meningkatkan kemampuan petani penangkar didalam memproduksi benih padi. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat usahatani berada pada kondisi increasing (daerah I) dan decreasing return to scale (daerah III). Harapan yang dapat dilakukan oleh PT. SHS bukan hanya sekedar memberikan pelatihan produksi semata, akan tetapi penggunaan faktor produksi secara tepat penggunaan dapat diberikan secara intensif dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi produksi dapat tercapai.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI
(Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri)
FAISAL MAULANA AKBAR H34087017
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Proposal : Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani
Penangkar Benih padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT.
Sang Hyang Seri)
Nama : Faisal Maulana Akbar
NIM : H34087017
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP : 195 307 181 978 032 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadii, MS NIP : 195 809 081 984 031 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih padi (Kasus
Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri) adalah karya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011
Faisal Maulana Akbar H34087017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 Oktober 1986. penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Rochman dan Ibu Sri
Nuryanah. Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3 Karawaci
Tangerang pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Islamic Centre dan lulus
pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah
kejuruan Negeri 1 Kuningan - Jawa Barat dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Lalu pada tahun
2009, penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Program Studi Manajemen
Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis aktif dalam mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) antara lain : UKM Bola Basket, UKM Bela Diri Merpati Putih
pada tahun 2010. Saat ini penulis bekerja di PT. BPR DPM Kredit Mandiri.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Produksi dan
Pendapatan Petani Penangkar Benih padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT.
Sang Hyang Seri)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh
petani penangkar benih di PT. Sang Hyang Seri. Mengingat saat ini perlu adanya
peningkatan terhadap ketersediaan benih bersertifikat yang berkualitas untuk
dapat memenuhi kebutuhan peningkatan produksi padi secara nasional dengan
acuan bahwa beras merupakan komsumsi utama masyarakat Indonesia. Berangkat
dari hal tersebut, tentunya tanpa mengesampingkan pendapatan yang dimiliki para
petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi ciherang yang
merupakan prioritas varietas yang dianjurkan oleh pemerintah didalam
meningkatkan hasil produksi. Apabila tidak adanya perhatian yang memadai
terhadap pendapatan yang dimiliki oleh para petani penangkar benih nantinya,
tentunya hal ini akan dapat berdampak terhadap keinginan para petani didalam
memproduksi benih apabila merasa dirugikan.
Berangkat dari hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah adanya
peningkatan produksi benih padi varietas ciherang agar dapat lebih ditingkatkan
kembali dengan meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi. Namun demikian,
sangat disadari masih terdapat kekurangan karna keterbatasan dan kendala yang
dihadapi. Untuk itu penulis berusaha membangun kearah penyempurnaan pada
skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2011
Faisal Maulana Akbar
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai suatu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin
menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :
1. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, cinta, dan doa yang
tak henti-hentinya yang telah diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan
yang terbaik.
2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua departemen agribisnis yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa
di fakultas ekonomi dan manajemen, program studi manajemen agribisnis,
IPB
3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
4. Ir. Netty Tinaprilia, MSi selaku dosen evaluator atas masukannya yang telah
diberikan di dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.
5. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen penguji atas masukan yang telah
diberikan didalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.
6. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya
kepada penulis di dalam penyempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh staff dosen pengajar yang telah memberikan materi pembelajaran
yang selama ini penulis peroleh.
8. Seluruh staff PT. Sang Hyang Seri RM I yang telah memberikan kesempatan,
arahan, dan bimbingan kepada penulis di dalam melakukan penelitian ini.
9. Seluruh Staff sekretariat manajemen agribisnis yang telah membantu dan
memberikan kemudahan kepada penulis selama menjalani kuliah dan
penyusunan skripsi ini.
10. Seluruh teman mahasiswa ekstensi agribisnis yang telah memberikan
dukungan dan bantuannya baik secara moril dan materiil kepada penulis
didalam penyusunan skripsi ini.
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian karena memiliki
dampak yang secara langsung terhadap kebutuhan pokok dasar masyarakat di
Indonesia. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia
yang paling mendasar, kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring
peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Perkembangan jumlah
penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun Penduduk (Jiwa) 2005 219.850.000 2006 222.735.400 2007 225.590.000 2008 228.454.500 2009 231.294.200 2010 237.556.363
2011* n Sumber : BPS, 2011
Keterangan : *) = Angka Prediksi n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa perkembangan jumlah penduduk
Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa dengan peningkatan
jumlah penduduk dari tahun 2009 sebesar 6.262.163 jiwa. Mengingat hal tersebut,
acuan dasar mengenai ketersediaan padi secara nasional tentunya dapat terlaksana
di dalam meningkatan jumlah produksi padi secara nasional dan didukung oleh
ketersediaan supply benih padi bermutu tinggi, serta memiliki keunggulan daya
tumbuh, produktivitas, dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Produksi padi nasional pada tahun 2009 mencapai 64.389.890 ton atau
mengalami peningkatan produksi dari tahun 2008 sampai 2009 sebanyak
4.063.965 ton atau sebesar 6,31 persen. Peningkatan produksi tersebut diikuti
dengan adanya peningkatan luas panen di Indonesia pada tahun 2009 yaitu seluas
556.151 hektar penambahannya atau sebesar 4,32 persen dari tahun 2008.
Bersamaan dengan hal tersebut, produktivitas tanaman rata-rata per hektar
2
mengalami peningkatan sebanyak 1.50 kuintal per hektar pada tahun 2009 atau
sebesar 2,1 persen peningkatannya dari tahun 2008. peningkatan luas panen,
produktivitas, dan produksi padi nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Nasional
Sumber : BPS, 2010
Peningkatan produksi padi tersebut terlihat dari kenaikan produksi benih
padi bersetifikat yang cukup tinggi setiap tahunnya. Seiring dengan adanya
peningkatan tersebut tentunya tidak terlepas dari banyaknya penggunaan benih
bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia. Kebutuhan benih padi
potensial dan total produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun 2002-2008
Tahun Kebutuhan Benih Potensial (Ton)
Produksi Benih Total (Ton)
2002 296.397 113.634 2003 295.808 114.540 2004 312.978 119.482 2005 310.246 120.375 2006 317.053 121.412 2007 n 147.524 2008 360.000 181.400
Sumber : Deptan, 2010 Keterangan : n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 3, Volume produksi benih padi bersertifikat inbrida
dan hibrida yang telah diproduksi baik oleh perusahaan swasta ataupun BUMN
dengan total produksi sebesar 181.400 ton pada tahun 2008 atau kurang lebih
separuh dari kebutuhan benih padi nasional yang mencapai 360.000 ton benih
padi pada tahun 2008. Peningkatan volume produksi benih terus mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan lebih tinggi dari tahun 2007 dimana total benih
No Tahun Jenis Tanaman
Luas Panen(Ha)
Produktivitas (Ku/Ha) Produksi(Ton)
1 2005 Padi 11.839.060 45,74 54.151.097 2 2006 Padi 11.786.430 46,20 54.454.937 3 2007 Padi 12.147.637 47,05 57.157.435 4 2008 Padi 12.327.425 48,94 60.325.925 5 2009 Padi 12.883.576 49,99 64.398.890
3
yang diproduksi pada tahun 2007 sebesar 147.524 ton dan terus mengalami
peningkatan produksi benih padi pada tahun 2008 mencapai 181.400 ton, sebesar
22,96 persen (23 persen) peningkatannya dari tahun 2007 atau sebanyak 33.876
ton benih padi peningkatannya.
Deptan (2007), mengatakan bahwa Departemen Pertanian pada tahun 2007
telah menghasilkan teknologi atau inovasi melalui pendekatan Program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang bertujuan untuk memacu
peningkatan produktivitas usahatani padi dan peningkatan pendapatan petani.
Komponen program yang digunakan di dalam program P2BN yang dijalankan
antara lain adalah : (1) Penggunaan Varietas Unggul Baru, (2) Penggunaan Benih
Bermutu, (3) Pengelolaan air. Benih padi Varietas unggul yang digunakan adalah
Ciherang, Cilarang, Ciliwung, Cibogo, dan Memberamo. Kelima varietas tersebut
merupakan varietas padi pengganti IR-64 yang sudah lama telah diaplikasikan
oleh petani, kondisi benih varietas IR-64 saat ini sudah tidak tahan terhadap
berbagai macam penyakit, oleh karena itu IR-64 diharapkan tidak dipergunakan
kembali oleh para petani di dalam berproduksi. Adapun deskripsi kelima varietas
benih padi yang digunakan pada P2BN dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Deskripsi Varietas Benih Padi Program P2BN Varietas Ciherang Ciliwung Cibogo Memberamo Cilarang
Umur tanaman 116-125 hari 117-125 hari 115–125 hari 115-120 hari n
Tinggi tanaman 107-115 cm 114-124 cm 100-120 cm 126-140 cm n
Anakan produktif 14-17 batang 18-25 batang 12-19 batang 17-20 batang n
Rata-rata hasil 6,0 t/ha 4,8 t/ha 7,0 t/ha 6,5 t/ha n
Potensi hasil 8,5 t/ha 6,5 t/ha 8,1 t/ha 7,5 t/ha n Sumber : Balitpa, 2009 Keterangan : n = Data tidak tersedia
varietas yang menjadi pilihan pemerintah di dalam Peningkatan Produksi
Beras Nasional (P2BN) adalah varietas ciherang menjadi pilihan utama untuk
lebih banyak digunakan di dalam berproduksi karena varietas ciherang memiliki
potensi hasil hingga mencapai 8,5 ton/ha1.
Salah satu perusahaan milik pemerintah yang memproduksi benih padi
diantaranya adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS), yang mana telah memiliki 1 Wawancara dengan karyawan PT. SHS
4
fasilitas di dalam memproduksi benih padi dengan kapasitas produksi benih padi
25.000 ton benih per tahun. Regulasi mengenai perbenihan juga sangat
mendukung pengembangan industri benih di dalam negeri, alasannya adalah
menurut peraturan yang berlaku, importir benih sudah harus bisa memproduksi
sendiri benih apabila sudah mengimpor benih selama dua tahun2.
PT. SHS merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia
serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core
bussines perbenihan pertanian (Widoyoko Y., Andibya B. W., Nugroho B., 2007).
PT. SHS merupakan BUMN yang memproduksi benih padi, jagung, kacang-
kacangan dan sayuran. Kapasitas produksi benih padi yang dimiliki oleh PT. SHS
adalah 25.000 ton per tahun diantaranya fasilitas baru berkapasitas 10.000 ton per
tahun dengan sistem IRSPP (Integrated Rice Seed Processing Plant). Fasilitas
produksi terbaru merupakan fasilitas terintergrasi dengan laboratorium basah (wet
laboratory) dan laboratorium kering (dry labolatory) yang terletak di PT. SHS
Regional Manager I Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang,
Jawa Barat yang mulai dipergunakan pada tahun 20083.
Dalam sektor formal industri perbenihan komersial, PT. SHS dan PT.
Pertani merupakan BUMN yang telah mendominasi pasar benih padi di Indonesia,
dan telah memasok lebih dari 50 persen produksi benih padi unggul. Penyediaan
mengenai benih varietas unggul merupakan salah satu faktor penting untuk
Pengembangan suatu industri benih yang berorientasi memproduksi benih unggul
bermutu dan memiliki produktivitas tinggi dan dilakukan secara komersial4.
PT. SHS memiliki fasilitas breeding center di Sukamandi. Breeding
Center difungsikan sebagai tempat untuk menciptakan atau melahirkan plasma
nutfah baru, baik merupakan hasil dari seorang peneliti yang dimiliki PT. SHS
atau disebut sebagai Breeder, maupun hasil kerjasama dengan peneliti dari
perusahaan benih di luar negeri. Varietas unggul lokal yang dimiliki PT. SHS
memiliki karakteristik produk keunggulan seperti rasa nasi pulen, tahan hama dan
2 Indonesian Commerce Newsletter.april 2009. Perkembangan Industri Tanaman Pangan. http://icn.co.id . Senin,
November 08, 2010 3 Indonesian Commerce Newsletter.april 2009. Perkembangan Industri Tanaman Pangan. http://icn.co.id . Senin,
November 08, 2010 4 Universitas Muhammadiyah Malang.2003. Perumusan Kelembagaan Benih Padi Indonesia (Studi Kepustakaan atas
Kebijakan Perbenihan. http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/15/jiptummpp-gdl-s1-2004-aguswahyud-734-Pendahul-n.pdf . Senin, November 08, 2010
5
penyakit, namun memiliki umur yang panjang dan produksinya rendah.
Sedangkan karakteristik benih padi dari luar memiliki keunggulan seperti
produksinya tinggi, umurnya pendek, akan tetapi rasanya belum sesuai dengan
yang diharapkan. Dengan kombinasi tersebut, maka akan dibentuk kerjasama
dengan perusahaan benih di luar negeri dan harapannya dapat memperoleh
varietas yang umurnya pendek, produksinya tinggi, rasanya enak, dan tahan hama
dan penyakit. PT. SHS menargetkan pada 2011 PT. SHS sudah dapat
menghasilkan varietas produksi benih padi hibrida yang memiliki
produktivitasnya tinggi. Oleh karena itu PT. SHS mulai tahun 2008 membentuk
breeding center.
Arintadisastra (1997), mengatakan bahwa guna mendukung peningkatan
produktivitas melalui intensifikasi, maka perlu ditumbuh kembangkan petani
penangkar benih dilokasi sentra produksi. Adapun salah satu Industri benih padi
yang melakukan kerjasama dengan para petani penangkar benih yaitu PT. SHS.
Kerjasama merupakan makna yang terkandung di dalam kemitraan,
dimana Kerjasama merupakan adanya interaksi dua pihak atau lebih yang
berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam
hubungannya dengan perbenihan, kerjasama tersebut dilakukan antara industri
perbenihan dengan petani penangkar benih, alasannya adalah karena tidak ada
industri benih yang mengelola sendiri benihnya. Karena hal ini menyangkut lahan
dan sumberdaya manusia5.
1.2.Perumusan Masalah
Lahan yang digunakan oleh PT. SHS didalam produksi benih padi adalah
lahan kerjasama dan swakelola. Lahan kerjasama adalah merupakan suatu bentuk
kerjasama produksi benih padi dengan para petani penangkar benih di dalam
berproduksi dengan alasan bahwa keterbatasan sumberdaya manusia didalam
mengelola lahan area produksi. Lahan Swakelola merupakan lahan produksi yang
dilakukan oleh karyawan PT. SHS dengan tujuan agar harga pokok produksi dapat
lebih terkendali6
5 Sinar Tani.2008. Saham dan BUMP Solusi Peningkatan Kemitraan. http://sinartani.com . Senin, November 08, 2010 6 Wawancara dengan Asisten Manager Kebun Produksi Benih Padi Hibrida PT. SHS
6
Hafsah (1999) dalam Lestari (2009), menambahkan bahwa dalam kondisi
ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan yaitu 1)
meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat; 2) meningkatkan
perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3) meningkatkan pemerataan dan
pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4) meningkatkan pertumbuhan
ekonomi pedesaan, Wilayah, dan nasional; 5) memperluas kesempatan kerja; 6)
meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Banyaknya jumlah petani penangkar
benih sebagai mitra dari PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Petani Penangkar Benih Padi PT. SHS Per Musim Tanam. Musim Tanam Jumlah Petani
(Orang) 2008/2009 1.469
2009 1.491 2009/2010 1.482
Sumber : SHS, 2010 Keterangan : n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 5, didapatkan bahwa Pada musim tanam 2009/2010,
penggunaan lahan kerjasama untuk memproduksi benih padi menurun menjadi
2.274,63 Ha atau mengalami penurunan 1,13 Ha yang diikuti penurunan jumlah
petani penangkar menjadi 1.482 atau mengalami penurunan jumlah petani
penangkar benih sebanyak 9 orang petani dengan rata-rata penggunaan lahan pada
musim tanam 2009/2010 adalah 1,53 Ha.
Sebagian besar lahan yang dimiliki PT. SHS digunakan sebagai lahan
kerjasama untuk memproduksi benih padi. Luas lahan kerjasama pada tahun 2010
ditetapkan seluas 2.274,63 Ha atau sebesar 72,20 persen dari total keseluruhan
luasan. Adapun hasil produksi benih padi di PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Produksi Benih Padi PT. SHS Musim Tanam
Swakelola Kerjasama Tanam
(Ha) Produksi
(Kg) Produktivitas
(Kg) Tanam
(Ha) Produksi
(Kg) Produktivitas
(Kg) 2008/2009 768.03 2.690.583 3.503 2.240,87 8.284.061 3.696
2009 736.77 1.907.785 2.589 2.275,76 6.674.271 2.932 2009/2010 736.77 2.967.872 4.028 2.274,63 6.447.949 2.834
Sumber : SHS, 2010
Produksi benih padi tertinggi terjadi pada musim tanam 2008/2009
mencapai 8.284.061 Kg dengan total luas tanam pada lahan kerjasama seluas
7
2.240,87 ha dengan produktivitas 3.696 Kg/Ha. Namun hingga musim tanam
2009/2010 mengalami penurunan mengenai total hasil produksi benih padi pada
lahan kerjasama seluas 2.274,63 Ha yaitu sebesar 6.447.949 Kg dengan
produktivitas 2.834 Kg/Ha. Walaupun pada musim tanam 2008/2009 dengan
status luasan lahan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan luas lahan
pada musim tanam 2009/2010, akan tetapi hasil produksi mengalami penurunan
sebesar 1.836.112 Kg dari musim tanam 2008/2009.
Adanya Penurunan produktivitas produksi benih yang dilakukan oleh
petani penangkar pada lahan kerjasama mengalami kecenderungan menurun
apabila dibandingkan dengan produktivitas produksi benih pada lahan swakelola
yang dilakukan oleh karyawan PT. SHS.
Input dan penggunaan teknologi yang diterapkan pada lahan kerjasama
dari musim tanam 2008/2009 sampai musim tanam 2009/2010 tidak mengalami
perubahan kecuali luasan lahan produksi, akan tetapi output hasil produksi benih
padi berupa gabah kering panen (GKP) dalam kilo gram per Ha pada lahan
kerjasama mengalami penurunan hasil apabila dibandingkan dengan musim tanam
2008/2009 dengan luasan lahan produksi lebih sedikit jika dibandingkan dengan
luasan lahan produksi pada musim tanam 2009/2010. Melihat kondisi yang
terjadi, hal tersebut akan berdampak kepada pendapatan yang diperoleh petani
penangkar benih padi yang semakin menurun.
Benih Padi inbrida yang menjadi prioritas utama untuk di produksi pada
lahan kerjasama PT. SHS adalah varietas ciherang yang menempati urutan
pertama, alasannya adalah varietas ciherang banyak diminati di pasaran oleh para
petani pada umumnya karena produksinya tinggi dan dapat mencapai potensi hasil
8,5 ton/ha7. Dalam upaya peningkatan hasil produksi (output), diduga tergantung
kepada penggunaan input (Faktor-faktor produksi) secara optimal.
Rahim dan Hastuti (2008), menambahkan bahwa tenaga kerja dalam hal
ini petani merupakan faktor penting dimana harus mempunyai kualitas berfikir
yang maju seperti para petani dapat mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama di
dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang memiliki
kualitas bagus sehingga memiliki nilai jual tinggi.
7 Wawancara dengan Koordinator Wilayah Kebun Kerjasama Produksi PT. SHS
8
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan rumusan
permasalahannya dalam bentuk pertanyaan (Statement of Problem) sebagai
berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi benih padi varietas
ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih ?
2. Berapa tingkat pendapatan Usahatani para petani penangkar benih padi
varietas ciherang?
3. Bagaimana Pengaruh karakteristik umum yang dimiliki petani penangkar
benih terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS ?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan di dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalah diatas
adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih padi varietas
ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih.
2. Menganalisis pendapatan para petani penangkar benih padi varietas ciherang
3. Menganalisis pengaruh karakteristik umum petani penangkar benih terhadap
hasil produksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat mengenai kajian penelitian ini dan dapat berguna
bagi berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan menjadi bahan masukan dan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi PT. SHS khususnya, dan perusahaan benih
di Indonesia pada umumnya. Harapan tersebut berupa keputusan kebijakan
yang dapat menciptakan keharmonisan yang berkesinambungan dan multiplier
effect positif yang berkelanjutan demi kekontinuitasan di dalam memproduksi
benih dengan cara menjaga kerjasama dengan para petani penangkar benih,
serta memperbaiki segala bentuk kekurangan yang dapat menjadikan
penurunan produktivitas produksi benih padi, dan diharapkan dapat terus
meningkatkan kinerja perusahaan di dalam menghasilkan benih-benih
bermutu tinggi demi ketersediaan supply benih padi baik inbrida maupun
9
hibrida untuk memenuhi target kebutuhan nasional di dalam mendukung
pencapaian ketahanan pangan di Indonesia.
2. Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah keragaman ilmu yang didapatkan,
menjalin jaringan kerja (networking) yang lebih luas, serta dapat menyalurkan
aspirasi para petani penangkar benih kepada perusahaan dan diharapkan
kesejahteraan para petani dapat meningkat.
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Benih
2.1.1. Pengertian
Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan
pengembangan di dalam usaha tani, yang mana memiliki fungsi secara agronomis
atau merupakan suatu komponen agronomi (Sadjad et al, 1975 dalam
Kartasapoetra, 1986). BPSB VI Maros (1988), mengatakan bahwa varietas adalah
merupakan bagian dari suatu jenis tanaman yang ditandai oleh bentuk tanaman,
pertumbuhan, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat membedakan
dengan golongannya di dalam jenis yang sama.
2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi
Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki bentuk rumput
berumpun. Tanaman padi termasuk ke dalam pertanian kuno yang berasal dari dua
benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada
3.000 tahun SM. Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp.
Terdapat 25 spesies padi yang dikenal adalah Oryza sativa dengan dua
subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi
cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di
dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan
air8.
8 Smk.2010. Mengenal Tanaman Padi Lebih Dekat. http://smk.nuruljadid.net/admin/files/MENGENAL TANAMAN
PADI LEBIH DEKAT.doc. Rabu, Desember 15, 2010
11
2.3. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang
Tanaman padi varietas ciherang termasuk ke dalam golongan padi cere,
yang memiliki umur tanaman 116-125 hari setelah tanam dan memiliki anakan
produktif sebanyak 14-17 batang dan memiliki potensi hasil panen sebanyak 8,5
Ton/Ha. Adapun mengenai karakteristik Tanaman padi varietas ciherang dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang Uraian Keterangan
Golongan Padi Cere Umur tanaman 116-125 hari setelah tanam Bentuk tanaman Tegak Tinggi tanaman 107-115 cm Anakan produktif 14-17 batang Bentuk gabah Panjang ramping Warna gabah Kuning bersih Kerontokan Sedang Kerebahan Sedang Tekstur nasi Pulen Kadar amilosa 23% Indeks Glikemik 54 Bobot 1000 butir 28 g Rata-rata hasil 6,0 Ton/Ha Potensi hasil 8,5 Ton/Ha
Ketahanan terhadap Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl Dilepas tahun 2000
Sumber : Balitpa, 2009
2.4. Kerjasama Kemitraan
Dasar kerjasama kemitraan adalah kebutuhan bersama/yang bermitra,
persoalan usaha, dan manfaat usaha. Pentingnya didalam membentuk suatu
kemitraan adalah agar usaha kecil berorientasi pasar dan komersial, kendala-
kendala usaha terpecahkan, serta adanya kepedulian usaha menengah dan besar.
Adapun peranan pelaku kemitraan yaitu dimana 1) pengusaha besar melakukan
pembinaan, pengembangan, dan bimbingan sumber daya manusia, penyandang
dana/penjamin kredit, bimbingan teknologi, saprodi, menjamin pembelian hasil
produksi, dan promosi hasil produksi; 2) Pengusaha kecil menerapkan teknologi
dan kesepakatan dengan pengusaha besar, kerjasama antar pengusaha kecil untuk
mendukung pasokan produksi kepada pengusaha besar, dan pengembangan
profesionalisme sumber daya manusia.
12
Pola kemitraan dapat dikatakan dengan pola kemitraan langsung dan tidak
langsung. Pola kemitraan langsung merupakan pembinaan dimana terdapat kaitan
yang secara langsung dengan kegiatan usahanya, sedangkan pola kemitraan tidak
langsung merupakan pembinaan dimana tanpa ada kaitan dengan kegiatan
usahanya.
Pola kemitraan dapat dilihat sebagai vertikal dan horizontal. Pola
kemitraan vertikal yaitu membagi risiko kepada unit dibawahnya. Adapun
beberapa pola kemitraan vertical yaitu :
a) Pola Inti Plasma
Yaitu merupakan hubungan kerjasama kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan
kelompok mitra sebagai plasma.
b) Pola Sub Kontrak
Yaitu dimana dua kelompok mitra memproduksi kebutuhan pasar perusahaan
besar (adanya kontrak bersama).
c) Pola Dagang Umum
Yaitu kontrak antar pedagang
d) Pola Waralaba/keagenan
Yaitu merupakan suatu hubungan kemitraan yang terjalin antara dua pihak
atau lebih dimana kelompok mitra diberikan hak secara khusus untuk dapat
memasarkan suatu barang/jasa usaha yang dimiliki oleh perusahaan mitra.
Pola kemitraan horizontal merupakan pola kemitraan yang secara
bersama-sama menghadapi persaingan dari luar walaupun mereka sendiri
melakukan persaingan sehat9.
2.4.1. Kemitraan Petani Penangkar Benih
Lestari (2009), mengatakan kemitraan adalah jalinan kerjasama di dalam
menjalankan usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua
belah pihak atau lebih dengan mengandung prinsip saling menguntungkan.
Alasannya adalah pada dasarnya kedua belah pihak atau lebih memiliki
9 http://www.scribd.com/doc/52115631/kemitraan-usaha -pertanian. Senin, Juni 06, 2011
13
kelemahan dan kelebihan, sehingga dengan adanya kemitraan yang terjalin
tentunya akan saling melengkapi.
Melihat definisi dasar tersebut, maka didapatkan bahwa Kemitraan petani
penangkar benih adalah suatu ikatan perjanjian kerjasama antara petani sebagai
penangkar benih dengan perusahaan benih milik pemerintah ataupun swasta lokal
dan luar negeri di dalam memproduksi benih, dimana terkandung makna saling
menguntungkan dan saling membutuhkan terkait keterbatasan lahan dan
sumberdaya manusia.
2.5. Produksi Benih Padi
Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa produksi komoditas
pertanian dapat dinyatakan sebagai suatu perangkat prosedur dan kegiatan yang
terjadi di dalam menghasilkan komoditas berupa suatu kegiatan usahatani maupun
usaha lainnya. Proses produksi komoditas pertanian atau disebut juga budidaya
tanaman merupakan proses usaha bercocok tanam / budidaya di lahan untuk
menghasilkan bahan segar (raw material), dimana bahan segar tersebut nantinya
akan dijadikan bahan baku setengah jadi (work in process) atau barang jadi
(finished product). Di dalam proses produksi di lahan, dapat menggunakan faktor-
faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, dan
manajemen.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
produksi benih padi adalah seperangkat proses kegiatan budidaya tanaman padi
dengan menggunakan berbagai kombinasi input dan teknologi yang tersedia
dengan menggunakan benih indukan (parent seed) berkualitas dan bermutu tinggi
untuk menghasilkan output berupa benih padi bersertifikat sesuai dengan
ketentuan standar mutu yang telah ditetapkan oleh BPSB.
2.6. Penelitian Terdahulu
Lestari (2009), melakukan penelitian yang berkaitan terhadap pendapatan
dan kepuasan peternak plasma didalam bermitra. Berdasarkan hasil mengenai
karakteristik responden, didapatkan bahwa didapatkan mayoritas responden
berjenis kelamin laki-laki (94 persen), berusia 25-35 tahun (54 persen),
menempuh pendidikan SMA (52 persen), jumlah tanggungan keluarga 1-2 orang
14
(42 persen), jumlah ternak yang dipelihara antara 2.000-10.000 ekor (84 persen),
peternak memiliki pekerjaan diluar usaha ternak ayam (52 persen), pengalaman
beternak kurang dari lima tahun (62 persen), status kepemilikan lahan milik
sendiri (96 persen), alasan beternak ayam karena sebagai pekerjaan utama (44
persen), alasan bermitra dengan PT. X adalah untuk meningkatkan keuntungan
(58 persen), lama bermitra dengan perusahaan PT. X selama satu tahun (36
persen), sumber informasi mengenai PT. X didapatkan langsung dari pihak
perusahaan (48 persen), dan manfaat yang diperoleh dengan kemitraan adalah
resiko usaha rendah (30 persen). Peternak yang memproduksi skala besar
mendapatkan R/C rasio sebesar 1,066, sedangkan peternak yang memproduksi
dalam skala sedang memperoleh nilai R/C rasio 1,069, maka didapatkan bahwa
skala usaha tidak menjadi jaminan akan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar.
Femina (2006), melakukan penelitian yang berkaitan dengan dampak
kebijakan harga gabah terhadap produksi padi di pulau jawa. Penelitian tersebut
menggunakan persamaan simultan untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi padi di pulau jawa. Hasil penelitian yang dilakukan,
maka didapatkanlah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi dimana
memiliki variabel independen seperti harga dasar gabah, harga dasar pupuk urea,
dan luas areal padi. Respon mengenai luas areal panen padi dalam jangka pendek
inelastis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Disti (2006), melakukan penelitian dengan judul Analisa pendapatan dan
efisiensi produksi usahatani program pengelolaan tanaman dan sumberdaya
terpadu (PTT). Hasil yang didapatkan bahwa berdasarkan evaluasi program PTT,
maka teknologi yang masih digunakan oleh petani adalah penggunaan organic
padat dan efisiensi penggunaan urea, SP36, dan phonska berdasarkan pupuk
berimbang. Berdasarkan hasil perbandingan tingkat pendapatan, bahwa
penggunaan faktor produksi usahatani masih dapat ditingkatkan, alasannya adalah
ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan
biaya aktual.
Rohela (2008), melakukan penelitian yang berjudul Dampak program
peningkatan produksi beras nasional (P2BN) terhadap pendapatan petani. Hasil
15
penelitian yang dilakukan adalah apabila dilihat dari bilai R/C rasio yang
didapatkan bahwa nilai R/C rasio petani program lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan petani non program. Berdasarjan hasil analisis pendapatan
usahatani bahwa petani padi program P2BN lebih tinggi yaitu sebesar 5.757
kg/Ha. Dalam pengujian efektif tidaknya program P2BN dalam meningkatkan
pendapatan petani maka dilakukan analsisi regresi berganda dalam mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dengan variabel independen
yang dimiliki antara lain adalah biaya tenaga kerja, biaya saprodi, hasil produksi.
Harga jual. Variabel dependennya adalah pendapatan petani, dengan dummy D1
untuk petani yang berpendidikan SMP, D2 utnuk petani yang berpendidikan SMA,
D3 untuk petani lahan sendiri, dan D4 untuk petani peserta program P2BN.
Penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Benih Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus : Petani Penangkar Benih PT. Sang
Hyang Seri (Persero) Regional Manager (RM) I Unit Bisnis Daerah (UBD)
Khusus Sukamandi, Subang – Jawa Barat memiliki persamaan dan perbedaan
Persamaan dengan Lestari, Disti, dan Rohela adalah didalam menganalisa
pendapatan yang didapatkan oleh petani, sedangkan persamaan dengan femina
adalah didalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi.
Persamaannya secara umum adalah terdapat beberapa kesamaan komoditi yang
digunakan, menganalisis gambaran umum kemitraan, karakteristik responden,
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Perbedaan penelitian
yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah lebih spesifik terhadap
produksi benih dengan spesifik penggunaan varietas ciherang dan masalah yang
diteliti berbeda.
16
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani
Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan didalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan
seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal
mungkin. Soekartawi (2003), menambahkan bahwa tujuan dari usahatani antara
lain dikategorikan menjadi dua yaitu maximum profit minimum profit, konsep
maximum profit adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah
tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh maximum profit. Sedangkan
konsep minimum profit adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecil-
kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa dalam usahatani, para petani
memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkannya, serta memperhitungkan
penerimaan yang diperoleh. Biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua
nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya
didalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai usahatani artinya adalah jumlah uang yang di
bayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, sedangkan biaya yang
diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh
petani dimana dapat berupa faktor produksi yang digunakan tanpa menggunakan
biaya tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri,
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi,
dan penyusutan dari sarana produksi.
Dilihat dari sifatnya, biaya produksi terdiri dari fixed cost dan variabel
cost. Fixed cost adalah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada
besarnya produksi, sedangkan variabel cost adalah merupakan pengeluaran
usahatani yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah seiring
besarnya produksi yang dilakukan. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang
yang diterima dari penjuaan produk usahatani yang diproduksi. Pengeluaran tunai
17
usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan
jasa bagi usahatani. Selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai disebut
dengan pendapatan tunai usaha tani. pendpatan kotor usahatani disebut sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Selisih antara pendapan kotor usahatani dan pengeluaran total
usahatani disebut sebagai pendapatan bersih tunai.
Soeharjo dan Patong (1973) dalam Nadhwatunnaja (2008), mangatakan
bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi,
alasannya adalah kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi
yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan
pengukuran efisiensi. Hernanto (1989) dalam Purba (2008), menambahkan salah
satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue-
cost ratio atau R/C.
Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani
yang dilakukan berdasarkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan
pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila R/C > 1, maka penerimaan yang
diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
penerimaan tersebut. Apabila R/C < 1, maka setiap unit yang dikeluarkan akan
lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh, dan apabila R/C = 1, maka
kegiatan usaha impas (tidak untung/tidak rugi).
Suratiyah (2006), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya
biaya dan pendapatan sangat kompleks, sehingga dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi biaya dan
pendapatan terdiri dari 1) umur petani; 2) pendidikan; 3) pengetahuan; 4)
pengalaman; 5) keterampilan; 6) luas lahan; 7) modal. Sedangkan untuk faktor
eksternal yang memepengaruhi biaya dan pendapatan terdiri dari 1) ketersediaan
input; 2) harga input; 3) permintaan output; 4) harga output. Adapun bagan
mengenai faktor internal dan eksternal yang secara bersamaan mempengaruhi
biaya dan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Gambar 1.
18
Faktor Internal Faktor Eksternal Umur Petani Input Pendidikan a. Ketersediaan Pengetahuan b. Harga Keterampilan Output Luas Lahan a. Permintaan Modal b. Harga
Gambar 1. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani Sumber : Suratiyah (2006)
3.1.2. Teori Produksi
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa hasil akhir dari suatu proses
produksi adalah produk atau output. Nicholson (1999), mengatakan bahwa
produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan
kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki. Soekartawi et al
(1986), menambahkan bahwa input dalam produksi biasa disebut sebagai faktor
produksi.
3.1.3. Faktor Produksi
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa faktor produksi disebut juga
sebagai “korbanan produksi”, dimana faktor produksi atau disebut juga sebagai
input di dalam berproduksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk
yang dihasilkan (output). Dalam menghasilkan suatu produk, maka diperlukan
adanya pengetahuan mengenai hubungan antara faktor input dan output.
Hubungan antara input dan output disebut juga sebagai “factor relationship”.
Produksi merupakan suatu proses di dalam menciptakan suatu produk
yang dihasilkan (output). Hubungan mengenai faktor produksi dengan produksi,
dimana hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk (output). Produksi di
dalam bidang pertanian dapat bervariasi, yang mana disebabkan karena perbedaan
kualitas, alasannya adalah karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses
produksi yang baik, dan dilaksanakan dengan baik, dan begitu pula sebaliknya.
Usahatani
Biaya dan Pendapatan
19
3.1.4. Fungsi Produksi
Lipsey (1995), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan
mengenai input yang digunakan di dalam proses produksi dengan kuantitas hasil
output yang dihasilkan.
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi adalah hubungan
fisik antara variabel yang dipengaruhi (Y sebagai dependent) dan variabel yang
mempengaruhinya (X sebagai independent), dimana variabel Y dijelaskan berupa
output di dalam produksi dan variabel X dijelaskan berupa input di dalam
produksi. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa variabel input di dalam
produksi dapat berupa seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain-
lain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi, namun tidak semua input
dipakai di dalam analisis, hal tersebut tergantung dari penting tidaknya pengaruh
input yang digunakan terhadap produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat
ditulis sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2,.., Xn)
Dimana :
Y = Output / hasil produksi f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor di dalam
produksi dengan hasil produksi X1, X2,.., Xn = input / faktor produksi
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Pengukuran tingkat produktivitas
dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk
marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input
di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan
satu-satuan output produksi yang dihasilkan (Y). rumus penulisan PM adalah
sebagai berikut :
PM =
Dimana :
Y = Perubahan hasil produksi X = Perubahan faktor produksi ke-i
20
Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit
input (X) dapat menyebabkan setiap tambahan unit output (Y) secara
proporsional. Apabila terjadi suatu penambahan satu-satuan unit input produksi
(X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y),
maka peristiwa tersebut disebut sebagai the law of diminishing returns (kenaikan
hasil yang semakin berkurang) dimana menyebabkan PM turun. PR adalah
perbandingan antara produk total per jumlah input. Rumus PR dapat dituliskan
sebagai berikut :
PR =
Dimana :
Y = Hasil produksi Xi = Jumlah faktor produksi
Dalam mengukur perubahan yang terjadi dari produk total (PT) yang
diproduksi/dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi (input) yang
digunakan di dalam berproduksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi
(Ep). Ep adalah persentase perubahan dari produk yang dihasilkan (output) akibat
persentase perubahan dari input produksi yang digunakan. Persamaan Ep dapat
dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
E = PM .1
PR
Dimana :
Ep = Elastisitas Produksi PM = Produk Marginal PR = Produk Rata-rata
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi berdasarkan nilai
Ep terbagi menjadi tiga daerah yaitu :
1) Tahap I (increasing rate) dimana lebih dari satu (Ep > 1) yang artinya adalah
bahwa produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi
yang lebih banyak.
2) Tahap II (decreasing rate) dimana nol kurang dari Ep dan Ep kurang dari satu
(0 < Ep < 1) yang artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi
akan menyebabkan penambahan output paling tinggi sebesar satu persen dan
21
paling rendah nol persen. Daerah dua dicirikan dengan penambahan hasil
produksi yang menurun, dan pada daerah dua dicapai keuntungan maksimum
dengan penggunaan faktor tertentu.
3) Tahap III (negative decreasing rate) dimana Ep kurang dari nol (Ep < 0) yang
artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen, maka
akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar nilai Ep. Adapun
tahapan suatu proses di dalam produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi
Sumber : Soekartawi, 1990
Keterangan :
PT = Produk total PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi
Ep>1
X1 X2 X3 X
PM
PR
PM/PR
Y
PT
Ep<0 0<Ep<1
III II I
22
Berdasarkan gambar dua mengenai tahapan suatu proses produksi, maka
Hubungan antara PM dan PT dapat dijelaskan bahwa :
1) Apabila PT meningkat, maka nilai PM akan positif
2) Apabila PT mencapai titik maksimum, maka PM akan berubah menjadi nol
3) Apabila PT mulai menurun, maka nilai PM akan negative
Hubungan antara PM dan PR antara lain adalah :
1) Apabila PM > PR, maka PR masih berada dalam keadaan menaik
2) Apabila PM < PR, maka PR dalam keadaan menurun
3) Apabila PM = PR, maka PR dalam keadaan maksimum.
Hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai Ep
adalah sebagai berikut :
1) Ep = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila PR = PM, dan
sebaliknya apabila PM = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka Ep = 0.
2) Ep > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR
akan meningkat pada daerah I.
3) 0 < Ep < 1, dimana dalam kondisi tersebut maka setiap tambahan sejumlah
input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan
output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana
PT akan menaik pada tahap decreasing rate.
4) Ep < 0, dimana terletak pada daerah irrasional III. Dalam kondisi tersebut, PT
dalam keadaan menurun, nilai PM akan negatif, dan PR akan menurun.
Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi
petani yang berproduksi.
Soekartawi (1990), menambahkan bahwa di dalam melakukan suatu
kegiatan produksi, Returns to scale (RTS) perlu untuk diketahui dari kegiatan
usaha produksi yang dilakukan dan disesuaikan dengan kaidah increasing,
constant, atau decreasing returns to scale. RTS merupakan penjumlahan dari
semua elastisitas faktor-faktor produksi, dimana terbagi menjadi tiga bagian yaitu
: (1) decreasing returns to scale, dimana < 1, yang artinya bahwa proporsi
penambahan input faktor produksi melebihi proporsi penambahan output
produksi; (2) constant returns to scale, dimana = 1, yang artinya bahwa dalam
23
kondisi demikian setiap penambahan input faktor produksi akan proporsional
dengan penambahan output produksi yang dihasilkan; (3) increasing returns to
scale, dimana > 1, yang artinya berarti setiap proporsi penambahan input
faktor produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsinya
lebih besar.
3.1.5. Model Fungsi Produksi
Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan di dalam memilih fungsi produksi yaitu :
1) Fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan kegiatan
budidaya yang sebenarnya terjadi.
2) Fungsi produksi yang digunakan dapat dengan mudah untuk diukur atau
dihitung secara statistik.
3) Fungsi produksi dapat dengan mudah untuk di artikan khususnya arti ekonomi
dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.
Model fungsi produksi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Soekartawi (1990), mengatakan
bahwa model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan
yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan biasa
disebut dengan istilah dependent (Y) dan variabel yang menjelaskan biasa disebut
dengan istilah independent (X).
Soekartawi (1990), menambahkan bahwa penyelesaian mengenai
hubungan antara variabel dependent dan independent dalam fungsi produksi
Cobb-Douglas untuk menaksir parameter-parameternya harus ditransformasikan
kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan bentuk linear
berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis menggunakan metode
kuadrat terkecil (ordinary least square). Penyelesaian di dalam fungsi produksi
Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi
linear, dengan persyaratan :
1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, alasannya adalah karena
logaritma dari nol adalah merupakan suatu bilangan yang besarnya tidak
diketahui (infinite).
24
2) Diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan
(non neutral difference in the respective technologies), apabila fungsi Cobb-
Douglas dipakai sebagai model di dalam pengamatan, dan bila diperlukan
adanya analisis yang memerlukan model lebih dari satu model, maka
perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan tidak terletak pada slope
model tersebut.
3) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah
terkandung di dalam disturbance term.
Pertimbangan dasar dalam penggunaan model fungsi produksi Cobb-
Douglas berdasarkan kelebihan yang dimiliki antara lain :
1) Penyelesaian relatif lebih mudah, karena dapat dirubah ke dalam bentuk
linear.
2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran nilai elastisitas.
3) Besaran nilai elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran
returns to scale (RTS).
Model fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan yang
dimiliki diantaranya yaitu :
1) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan Ep bernilai negatif atau
memiliki nilai terlalu besar atau memiliki nilai terlalu kecil. Spesifikasi
variabel yang keliru dapat menimbulkan adanya multikolinearitas pada
variabel independent (X) yang digunakan sebagai input faktor produksi.
2) Kesalahan di dalam pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran Ep
terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3) Terjadi adanya multikolinearitas, dimana variabel X tidak mempunyai
hubungan kuat di dalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X
tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk ke dalam input
faktor produksi.
Persamaan model fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematik dapat
dituliskan sebagai berikut :
25
Y = aX X X … X … X e
Dimana :
Y = variabel dependent Xi = variabel independent a,b = besaran yang akan diduga u = disturbance term (unsur sisa/galat) e = logaritma natural (2,718)
Berdasarkan beberapa kelemahan yang dimiliki model fungsi produksi
Cobb-Douglas, maka dalam mempermudah pendugaan terhadap persamaan
tersebut diubah ke dalam bentuk double logaritme natural (ln) dengan cara
melogaritmakan persamaan yang dimiliki di dalam penyelesaian fungsi produksi
Cobb-Douglas. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + … + bi ln Xi + … + bn ln Xn + u
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai b1 sampai bn
adalah tetap walaupun variabel X1 sampai Xn yang terlibat telah dilogaritmakan.
Alasannya adalah karena b1 sampai bn pada model fungsi produksi Cobb-Douglas
sekaligus sebagai Ep variabel Xn terhadap Y.
Parameter dugaan dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah di
transformasikan dalam bentuk double logaritme natural (ln) merupakan bentuk
linear berganda (variabel independent lebih dari satu), yang kemudian dilakukan
analisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square).
Metode pendugaan OLS dapat dipakai apabila memenuhi beberapa asumsi
diantaranya yaitu :
1) Variabel u adalah variabel acak yang riil dimana memiliki nilai tengah nol; E
(un) = 0
2) Homoskedastisitas, dimana ragam untuk setiap ui memiliki nilai sama untuk
setiap pengamatan Xi; E (ui2) = (varians konstan)
3) Tidak terdapat autokorelasi; E (uiun) = 0, dimana i
4) Besaran ui menyebar secara normal; ui ~ N (0, )
5) Nilai ui dan Xi adalah independen; E (uiX1i) = E (uiX2i) = 0
6) Tidak terdapat multikolinearitas antar variabel Xi
26
3.2. Hubungan Karakteristik Petani Penangkar Benih Terhadap Produksi
Suratiyah (2006), mengatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu
unsur penentu bagi keberhasilan kegiatan usahatani. karakteristik yang dimiliki
petani merupakan faktor penting yang dimiliki petani di dalam menjalankan
usahataninya karna akan berdampak kepada biaya dan pendapatan pada akhirnya
dalam mengelola usahataninya.
Besarnya pendapatan yang diterima petani berdasarkan banyaknya hasil
produksi benih yang dihasilkan pada satu satuan waktu produksi. Oleh karena itu
karakteristik yang dimiliki petani memiliki hubungan terhadap hasil produksi
yang akan dicapai. Suratiyah (2006), menambahkan bahwa apabila ditinjau dari
segi usia, semakin tua umur petani maka akan semakin berpengalaman dan
semakin baik dalam mengelola usahataninya, akan tetapi semakin tua umur petani
maka akansemakin menurun kemampuan fisiknya sehingga memerlukan tenaga
kerja tambahan dalam mengelola usahataninya.
Pendidikan yang ditempuh oleh petani baik formal dan terutama non
formal misalnya seperti adanya kursus yang diberikan oleh kelompok tani
setempat, penyuluhan, atau studi banding yang pada akhirnya dapat membuka
jalan fikiran petani dan menambah keterampilan dan pengalaman petani didalam
mengelola usahatani yang dijalankannya.
3.3. Kerangka Operasional
PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar
benih. Kerjasama kemitraan akan dapat berlangsung dengan adanya persetujuan
dari PT. SHS selaku perusahaan inti dan pihak petani penangkar selaku plasma.
Bagi PT. SHS kerjasama kemitraan tersebut berfungsi guna untuk memenuhi
kebutuhan dan kekontinuitasan produksi yang berorientasi terhadap profit.
Sedangkan bagi petani penangkar kerjasama kemitraan tersebut dapat membantu
didalam memperoleh bantuan modal, jaminan pemasaran produk hasil produksi
benih,dan pemberian pelatihan mengenai budidaya produksi benih padi yang baik.
Produksi Benih padi PT. SHS sebagian besar memproduksi benih padi
varietas ciherang. Adanya penurunan hasil produksi terjadi pada musim tanam
2008/2009 sampai dengan 2009/2010. Dengan memperhatikan kondisi diatas,
27
telah terjadi adanya penurunan produksi benih padi varietas ciherang dari para
petani penangkar benih yang berkerjasama dengan PT. SHS. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
menurunnya produksi benih padi varietas ciherang yang di produksi oleh para
petani penangkar benih, karakteristik umum petani penangkar benih dan
kemitraan yang terjalin.
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk melihat banyaknya
penerimaan yang didapatkan petani penangkar didalam memproduksi benih padi
varietas ciherang. Korelasi antara atribut karakteristik umum petani penangkar
benih terhadap produksi dianalisis menggunakan korelasi rank spearman dengan
variable X yang terkandung adalah usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan,
jumlah tanggungan, dan pendapatan. Sedangkan variabel Y nya adalah hasil
produksi. Alasan menggunakan korelasi rank spearman adalah data yang
digunakan berbentuk data ordinal.
Dari hasil analisis tersebut diatas dapat dilihat mengenai faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dimana penyelesaiannya mengenai
hubungan antara variabel dependen dan independen, maka parameter-
parameternya harus ditransformasikan kedalam double logaritme natural (ln)
sehingga merupakan suatu bentuk liniear berganda yang kemudian dianalisis
menggunakan metode ordinary least square (OLS). Alasan menggunakan analisis
OLS adalah karena data yang digunakan berbentuk rasio dan digunakan untuk
menjelaskan mengenai hubungan antara variable X mempengaruhi Y. Bagan
kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
28
Gambar 3. Bagan Kerangka Operasional
Ordinary Least Square (OLS)
PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar benih untuk memproduksi benih padi pada lahan kerjasama
Prioritas benih padi yang diproduksi yaitu varietas ciherang
Produktivitas produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar mengalami penurunan
PT. Sang Hyang Seri
Rekomendasi kepada PT. SHS berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang agar dapat tercapai
optimalisasi produksi benih padi varietas ciherang
Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Benih varietas Ciherang
Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Analisis Pendapatan usahatani
Analisis Pendapatan R/C
Karakteristik umum petani penangkar benih terhadap
produksi
Uji Korelasi Rank Spearman
29
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Unit Bisnis
Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang – Jawa Barat. Pemilihan lokasi
dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dimana teknik penentuan
berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut antara lain adalah 1).
PT. SHS merupakan produsen benih padi terbesar di Indonesia yang menguasai
25 persen benih padi di Indonesia dengan kapasitas produksi benih padi 25.000
ton per tahun, 2). PT. SHS memiliki lahan sawah yaitu 3.150,65 hektar dalam satu
lokasi dan berada dalam satu pengelolaan manajemen. Kegiatan pengambilan data
dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai Mei 2011.
4.2. Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah menggunakan
Stratified Sample. Metode tersebut digunakan jika populasi yang tidak homogen,
maka populasi dibagi kedalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau dalam
strata, dan anggota sample ditarik dari setiap strata (Nazir, 2005). Adapun
mengenai jumlah petani mitra berdasarkan luasan lahan kerjasama yang dikelola
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Luasan Lahan Kerjasama yang Dikelola Musim 2010/2011
Luas Lahan (Ha) Jumlah Petani Persen (%) Jumlah Responden 1,00-1,50 574 48 48 1,51-2,00 521 44 44
> 2,00 89 8 8 Total 1184 100 100
Sumber : SHS, 2010 (Data Diolah)
Dalam pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan
convinience sampling yang artinya adalah kemudahan di dalam memperoleh
responden untuk penelitian, dilakukan setelah jumlah responden telah ditentukan
berdasarkan persentase proporsional pada setiap luasan lahan yang memproduksi
benih padi varietas ciherang. Dalam penerapannya, penulis diperbantukan oleh
setiap koordinator wilayah PT. SHS untuk bertemu dengan petani penangkar.
30
Alasannya adalah sulitnya didalam membedakan antara petani yang melakukan
kemitraan dengan tenaga kerja atau buruh harian dikarenakan luasan lahan yang
terlalu luas.
Berdasarkan Tabel 8, didapatkan bahwa jumlah petani penangkar benih
untuk dijadikan sebagai responden berjumlah 100 orang pada lahan kerjasama
yang memproduksi benih varietas ciherang di PT. SHS. Penentuan jumlah
tersebut dengan alasan jumlah petani mitra berdasarkan luasan lahan kerjasama
yang dikelola oleh petani penangkar benih.
4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan
Data primer adalah sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan secara
langsung di lapangan oleh seseorang yang akan melakukan penelitian atau yang
bersangkutan yang memerlukannya (Sugiyono, 2009). Data primer didapatkan
secara langsung di lapangan, dimana berdasarkan kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai karakteristik umum dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang oleh petani penangkar benih
yang berkerjasama dengan PT. SHS. Selain itu, diperoleh juga mengenai data-data
yang berkaitan dengan perusahaan. Sedangkan dari segi waktunya merupakan
data cross section yang artinya adalah data yang diperoleh pada saat pengumpulan
di lapang dan diambil dalam kurun waktu tertentu sesuai kebutuhan penelitian.
Data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan
data kepada pengunpul data atau seseorang yang akan melakukan penelitian. Data
sekunder diperoleh dari lembaga Departemen Pertanian (Deptan), Badan Pusat
Statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB, dan internet.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Sugiyono (2009), mengatakan metode pengumpulan data merupakan
langkah yang paling utama di dalam melaksanakan penelitian, alasan tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun macam-macam teknik
pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, Kuesioner (Angket), trianggulasi/
gabungan tertera pada Gambar 4.
31
Gambar 4. Macam-macam Teknik Pengumpulan Data Sumber : Sugiyono (2009)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara
Nazir (2005), mengatakan bahwa wawancara Yaitu proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap
muka.
2. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya.
4.5. Metode Pengolahan Data
Sugiyono (2009), mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Penelitian kuantitatif adalah
metode penelitian dimana data penelitian yang dimiliki berupa angka-angka dan
dianalisis menggunakan statistik.
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan
statistik deskriptif, dimana digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya berdasarkan data yang didapatkan dilapangan. Teknik analisis data dalam
penelitian kuantitatif dapat menggunakan statistik inferensia yang artinya adalah
Teknik Pengumpulan Data
Wawancara
Kuesioner (Angket)
Obsevasi
Trianggulasi / Gabungan
32
teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis suatu data sampel, dan
hasilnya akan diberlakukan untuk populasi sampel yang dimiliki.
Statistik inferensia meliputi statistik parametris dan non parametris.
Penelitian ini menggunakan uji statistik parametris dan non parametris. Uji
statistik parametris merupakan pengujian yang memerlukan terpenuhi banyak
asumsi dan statistik parametris dapat digunakan untuk data yang berbentuk
interval dan rasio. Asumsi yang utama adalah dimana data yang akan di analisis
harus berdistribusi normal. Statistik non parametris merupakan pengujian yang
tidak memerlukan terpenuhinya banyak asumsi dan digunakan apabila datanya
berbentuk nominal atau ordinal.
Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini menggunakan
data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif mengenai gambaran umum
kemitraan yang dilaksanakan oleh PT. SHS dengan para petani penangkar benih.
Karakteristik umum petani penangkar benih, dan Karakteristik Usahatani akan
dianalisis secara deskriptif dengan bantuan dalam bentuk tabulasi frekuensi
sederhana.
Data kuantitatif akan digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani
dengan menggunakan analisis R/C, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi benih padi varietas ciherang akan dianalisis menggunakan model fungsi
produksi Cobb-Douglas yang diselesaikan menggunakan metode ordinary least
square (OLS), dan menganalisis hubungan karakteristik petani penangkar
terhadap produksi benih padi varietas ciherang dengan menggunakan alat analisis
korelasi rank spearman.
Pengolahan data primer menggunakan Microsoft Excel, dan SPSS 14,
yang bertujuan untuk memperoleh hasil dan kesimpulan berdasarkan data yang
telah terkumpul.
4.5.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
4.5.1.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah merupakan
hubungan fisik antara variabel yang dipengaruhi/dijelaskan (Y) dan variabel yang
mempengaruhi/menjelaskan (X). variabel Y berupa output produksi dan variabel
X berupa input produksi.
33
Fungsi produksi yang digunakan adalah menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas, dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam memproduksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS RM I
UBD Khusus Sukamandi, Subang-Jawa Barat, dan langkah selanjutnya adalah
menyusun faktor produksi yang digunakan (input) kedalam suatu model fungsi
produksi Cobb-Douglas untuk menduga hubungan mengenai faktor produksi yang
digunakan (input) dengan jumlah produksi yang dihasilkan (output).
Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi komoditas pertanian yaitu lahan pertanian, tenaga kerja,
modal (fixed cost, variabel cost), pupuk (urea, TSP, KCl), pestisida, benih/bibit,
teknologi, dan manajemen.
Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa input produksi seperti
lahan, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya yang dapat
mempengaruhi besar kecilnya output produksi yang diperoleh, namun tidak semua
masukan tersebut digunakan dalam analisis yang dilakukan, hal tersebut
tergantung dari penting atau tidaknya pengaruh input produksi terhadap output
yang diperoleh.
4.5.1.2. Uji Asumsi Ordinary Least Square
Metode pendugaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji asumsi Ordinary Least Square, dan didalam penyelesaian
penghitungan uji asumsi OLS dihitung menggunakan software minitab 14.
Asumsi dalam ordinary least square yaitu model linier (dalam parameter),
komponen error (menyebar acak & normal dengan nilai tengah 0), ragamnya
homogen, dan terdapat autokorelasi, dan tidak terdapat multikolinear diantara
variabel independent (X). Dengan mengacu kepada asumsi OLS, maka pengujian
awal yang harus dilakukan agar pengujian OLS dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
1) Uji Normalitas
Sugiyono (2009), mengatakan bahwa untuk menguji normalitas data yang
berbentuk rasio dapat menggunakan statistik parametris. Iriawan dan Astuti
(2006) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa residual di dalam
model regresi telah menyebar mengikuti distribusi normal, dan nilai P-Value
34
uji normal residual pada grafik telah melebihi 15 persen. Pengujian hipotesis
di dalam penelitian ini menggunakan statistik parametris karena data yang di
uji berbentuk ratio dan akan di uji menggunakan Chi Kuadrat.
2) Homoskedastisitas
Iriawan dan Astuti (2006) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
suatu model akan memenuhi asumsi homoskedastisitas, dimana memiliki
kandungan error yang sama, yaitu nilai Y bervariasi dan memiliki satuan
yang sama baik untuk nilai variabel X yang tinggi ataupun nilai variabel X
yang rendah. Hal tersebut dilihat dari plot antara sisaan dengan nilai dugaan
yang telah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut telah menyebar secara acak
dan tidak membentuk pola.
3) Multikolinearitas
Soekartawi (2003) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
multikolinearitas merupakan situasi yang nilai-nilai pengamatan memiliki
hubungan yang kuat, sehingga menyebabkan variabel X tidak begitu
mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X dipengaruhi oleh variabel
X. Dalam mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varians
Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF>10, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat adanya multikolinear diantara variabel Independent (X).
4) Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antar error satu dengan yang lainnya. Gujarati (1993) diacu dalam
Nadhwatunnaja (2008), menambahkan bahwa autokorelasi merupakan suatu
kondisi linier antara serangkaian anggota observasi, dimana berdasarkan
waktu dan ruang. Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa masalah
mengenai adanya autokorelasi pada umumnya terdapat pada data time series.
Di dalam penelitian ini tidak dilakukan autokorelasi, alasannya adalah data
yang digunakan di dalam penelitian ini bukan menggunakan data time series,
akan tetapi menggunakan data cross section.
Secara matematik model fungsi produksi Cobb-Douglas yang di
transformasikan ke dalam bentuk linier dan dianalisis menggunakan uji asumsi
Ordinary Least Square adalah sebagai berikut :
35
lnY = ln + lnX1 + lnX2 + lnX3 + lnX4 + lnX5 + lnX6 + lnX7 + u
Dimana :
lnY = Hasil Produksi per musim tanam (Kg) lnX1 = Luas lahan (m2) lnX2 = Benih (Kg) lnX3 = Urea (Kg) lnX4 = TSP (Kg) lnX5 = NPK (Kg) lnX6 = Obat-obatan (ml) lnX7 = Tenaga Kerja (Rp) ln = Nilai Konstanta (Intercept)
, , … = Koefisien Regresi (Slope) u = disturbance term (unsur sisa/galat)
Unsur error (u) di dalam model mewakili :
Variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model
Komponen Nonlinieritas hubungan antara variabel independent dengan
variabel dependent
Adanya salah ukur saat melakukan observasi
Kejadian yang sifatnya Random
Dengan menggunakan Metode Ordinary Least Square, digunakan untuk
mencari Pendugaan Koefisien Regresi. untuk menguji hipotesis digunakan Uji-F
dan Uji-T serta didukung dengan nilai Koefisien Determinasi (R2).
R2
Gujarati (1993) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur besarnya variabel variasi-
variasi variabel Dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh model (R2), sedangkan
besarnya variabel-variabel Dependen yang tidak dapat dijelaskan di dalam model
(1-R2) maka akan dijelaskan oleh komponen error (u). Nilai koefisien determinasi
berkisar antara nilai nol (0) dan satu (1), apabila nilai koefisien determinasi
semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaan mengenai produktivitas
yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.
36
Uji-F
Uji-F digunakan untuk melihat mengenai variabel independen (X) apakah
berpengaruh terhadap variabel tidak dependen (Y). Di dalam penelitian ini untuk
melihat apakah model dugaan yang digunakan signifikan untuk menduga variabel
X mempengaruhi variabel Y.
Dari Tabel F, untuk taraf nyata = , V1 = k & V2 = (n-k-1), maka akan
diperoleh nilai F (v1=k & v2=(n-k-1)). Kriteria ujinya adalah Bila Fhit > F (v1, v2) atau
apabila P < , maka dapat disimpulkan bahwa tolak H0 pada taraf nyata .
Berdasarkan kriteria Uji-F, maka apabila Fhit > F atau P < , maka secara
bersamaan variabel-variabel independen memiliki pengaruh yang nyata terhadap
dependen (Y), maka tolak H0, dan sebaliknya apabila Fhit < F atau P > , maka
terima H0, yang artinya adalah secara bersamaan variabel-variabel independen
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y).
Uji-t
Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dugaan dari
masing-masing variabel independen (Xi) berpengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen (Y).
Uji statistik yang digunakan di dalam pengujian signifikansi masing-
masing koefisien regresi dugaan menggunakan Uji-t adalah sebagai berikut :
thit =
Dimana :
bi = Koefisien regresi ke-i Sbi = Standar Deviasi Koefisien Regresi ke-i
Dari tabel T, untuk taraf nyata = & DF = (n-k-1), maka akan diperoleh
nilai t ( ). Kriteria Uji-t adalah Bila |t | > t( / , ) atau bila P < ,
maka dapat disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata (uji 2 arah). Apabila |t | <
t( / , ) atau bila P > , maka dapat disimpulkan terima H0 (uji 2 arah).
37
Berdasarkan kriteria Uji-t, maka dapat disimpulkan bahwa apabila bi
memiliki tanda positif, maka dapat disimpulkan bahwa apabila Xi meningkat satu
satuan Xi, maka diduga variabel dependen (Y) rata-rata akan meningkat sebesar bi
satuan Y, Cateris paribus. Apabila bi memiliki tanda negatif, maka dapat
disimpulkan bahwa apabila Xi meningkat satu satuan Xi, maka diduga variabel
dependen (Y) rata-rata akan turun sebesar bi satuan Y, Cateris paribus.
4.5.1.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka diajukan
hipotesis sebagai dasar pertimbangan di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
o Tolak H0, Bila |t | > t( / , )
o Terima H0, Bila |t | < t( / , )
Kriteria Uji-t adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak memiliki hubungan nyata input produksi yang digunakan dapat
mempengaruhi hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi
oleh para petani penangkar benih.
H1 : Adanya input produksi yang memiliki hubungan dalam mempengaruhi
produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh para petani
penangkar benih.
4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Dalam menganalisis pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan
antara penerimaan usahatani (total revenue) dengan sejumlah biaya yang
dikeluarkan dalam memproduksi. Penerimaan total usahatani merupakan nilai dari
harga dikalikan dengan total produksi dalam periode tertentu. Total biaya
pengeluaran merupakan semua nilai factor produksi yang dipergunakan didalam
menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani
adalah merupakan selisih antara penerimaan yang dikurangi dengan pengeluaran
total. Adapun rumus pendapatan usahatani adalah sebagai berikut :
TR = Y + L TC = (P + B + PE) + (TK + BL) = TR – TC
38
Dimana :
TR = Total penerimaan (Total revenue) (Rp) TC = Total biaya (Total cost) (Rp)
= Pendapatan (Rp) Y = Penerimaan dari penjualan hasil produksi benih (Rp) L = Penerimaan Lain-lain (Rp) P = Biaya Pupuk (Rp) B = Biaya Benih (Rp) PE = Biaya obat tanaman (Rp) TK = Biaya tenaga Kerja (Rp) BL = Biaya lain-lain
Dengan kriteria sebagai berikut :
Apabila TR > TC, maka usaha tersebut menguntungkan
Apabila TR = TC, maka usaha tersebut impas
Apabila TR < TC, maka usaha tersebut rugi
4.5.2.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menggambarkan
penerimaan yang diperoleh dari setiap satu-satuan biaya yang dikeluarkan
didalam kegiatan usahatani. R/C digunakan untuk mengetahui mengenai tingkat
keuntungan relative kegiatan usahatani yang dijalankan. Adapun rumus R/C
antara lain adalah sebagai berikut :
R/C =
R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satu satuan rupiah
biaya yang dilakukan dalam periode tertentu. Rumus yang digunakan dalam R/C
adalah apabila R/C > 1 maka usahatani tersebut menguntungkan untuk dijalankan,
yang artinya adalah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya
yang dikeluarkan selama proses produksi dalam periode produksi tertentu, dan
apabila R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, yang artinya
adalah penerimaan yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi dalam periode produksi tertentu.
4.5.2.2. Pengujian Skala Usaha
Pengujian skala usaha (return to scale) petani penangkar benih yang
memproduksi benih padi varietas ciherang dilakukan menggunakan model regresi
39
yang terbatas (constraint regression), dimana dilakukan adanya pembatasan
model berdasarkan kondisi skala hasil yang tetap (constant return to scale, i =
1). Adapun hipotesis pengujian yang dilakukan didalam pengujian ini adalah :
H0 : i = 1 (Constant Return to Scale)
H1 : i Constant Return to Scale)
Uji statistik yang digunakan adalah :
F-Hitung = ( )/
/( )
Dimana :
e12 = error sumsquare (ESS) dari regresi yang tidak dibatasi
e22 = error sumsquare (ESS) dari regresi yang dibatasi
m = banyaknya pembatasan linear n = jumlah sampel k = banyaknya parameter dalam regresi yang tidak dibatasi (n-k) = derajat bebas (degree of freedom) Kriteria uji :
Apabila F-Hitung < F-Tabel (m, n-k), maka terima H0
Apabila F-Hitung > F-Tabel (m, n-k), maka tolak H0
4.5.3. Analisis Korelasi Atribut Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Terhadap Produksi Dalam menganalisis hubungan karakteristik terhadap produksi
menggunakan alat analisis korelasi rank spearman dengan atribut karakteristik
umum petani penangkar benih yaitu usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan,
jumlah tanggungan, dan pendapatan. Penyelesaian didalam menganalisis
hubungan karakteristik terhadap produksi diselesaikan menggunakan software
SPSS 19. Sugiyono (2009), mengatakan bahwa korelasi rank spearman digunakan
untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila
masing-masing variable yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data
antar variable tidak harus sama.
Nazir (2005), mengatakan bahwa Pengujian hipotesis korelasi rank
spearman menggunakan statistik non parametrik, dimana pengukurannya berupa
40
respon kualitatif atau nilai-nilai pada skala ordinal dengan diberikan peringkat
menurut urutan tertentu dan menganalisis peringkat-peringkat tersebut. Adapun
rumus korelasi rank spearman adalah sebagai berikut :
r = 16 di
n n
Dimana :
rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman di = Selisih Besarnya Rank dari peubah X dan Y n = Banyaknya Contoh
Besarnya nilai rs terletak antara -1 < rs < 1, yang artinya adalah :
rs = 1, hubungan antara X dan Y sempurna positif (hubungan sangat kuat positif) rs = -1, hubungan X dan Y Sangat sempurna negative rs = 0, hubungan X dan Y bersifat lemah (tidak ada hubungan)
Dalam menentukan kuat atau lemahnya korelasi antara X dan Y, maka
digunakan ketentuan sebagai berikut :
r mendekati 1, maka hubungan sangat kuat dan searah
r mendekati -1, maka hubungan sangat kuat tetapi tidak searah antara X dan Y
r memiliki nilai dibawah 0,5 atau -0,5 maka memiliki hubungan kurang kuat
antara X dan Y.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert
dengan ketentuan sebagai berikut :
Sangat baik = 4 Baik = 3 Tidak Baik = 2 Sangat Tidak baik = 1
Alasan dalam menggunakan skala likert antara lain adalah untuk
menghindari jawaban yang samar, artinya dengan menggunakan skala 4 tingkatan
maka terdapat kepastian perbedaan yang jelas antar jawaban.
4.5.3.1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis hubungan atribut
karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut :
41
H0 = Tidak terdapat hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih
terhadap produksi
H1 = Terdapat hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih
terhadap produksi .
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :
Tolak H0, apabila nilai signifikan > 0,05, artinya adalah terdapat hubungan
nyata atribut karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi
Terima H0, apabila nilai signifikan < 0,05, artinya adalah Tidak terdapat
hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi
4.5.4. Definisis Operasional
4.5.4.1. Usia
Tingkat usia petani penangkar benih diukur berdasarkan tingkatan yang
dibagi menjadi usia 17-27 tahun, usia 28-38 tahun, usia 39-49 tahun, usia > 50
tahun.
4.5.4.2. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh petani penangkar benih diukur
berdasarkan beberapa tingkatan yaitu Tidak Sekolah, SD, SMP, dan SMA.
4.5.4.3. Pengalaman
Pengalaman diukur berdasarkan lamanya petani penangkar benih
memproduksi benih padi, dimana diukur berdasarkan beberapa tingkatan yaitu 1-5
tahun, 6-10 tahun, 11-15 tahun, dan > 16 tahun.
4.5.4.4. Pelatihan
Pelatihan diukur berdasarkan banyaknya pelatihan yang diikuti oleh petani
penangkar benih dalam memproduksi benih, yaitu 1 kali dalam setahun, 2 kali
dalam setahun, 3 kali dalam setahun, dan > 4 kali dalam setahun.
4.5.4.5. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan merupakan banyaknya anggota keluarga yang dibiayai
seperti istri, anak, dan saudara. Jumlah tanggungan dianalisis berdasarkan
beberapa tingkatan diantaranya yaitu 1-3 orang, 4-5 orang, 6-7 orang, dan > 8
orang.
42
4.5.4.6. Pendapatan
Pendapatan dilihat dari mutu kehidupan para dimana merupakan gabungan
pendapatan dari produksi benih padi varietas ciherang dan pendapatan di luar
produksi benih per bulannya. Pendapatan petani penangkar benih dari produksi
benih padi adalah banyaknya penerimaan yang didapatkan petani penangkar
benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang, sedangkan pendapatan
di luar produksi benih merupakan penerimaan yang didapatkan oleh petani
penangkar benih dengan melakukan suatu pekerjaan atau usaha diluar produksi.
Pendapatan diukur berdasarkan beberapa tingkatan yaitu – 1,9
Juta/bulan, 2 – 2,9 Juta/bulan,
4.5.4.7. Kerjasama Kemitraan
Kerjasama kemitraan merupakan suatu jalinan kerjasama antara
PPBPVC dengan PT. SHS selaku perusahaan inti didalam memproduksi benih
padi varietas ciherang.
4.5.4.8. Produksi
Produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan
kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki (Soekartawi et al,
1986). Pengukuran hasil output produksi dalam penelitian ini adalah
menggunakan satuan Kilogram (Kg) per luasan lahan yang diproduksi.
4.5.4.9. Luas Lahan (X1)
Luas lahan merupakan faktor produksi utama di dalam memproduksi benih
padi. Satuan luasan yang digunakan untuk mengukur luas lahan yang dikelola
adalah meter persegi (m2). Hipotesis yang digunakan adalah semakin luas lahan
yang dikelola oleh petani penangkar benih, maka semakin tinggi produksi benih
padi varietas ciherang.
4.5.4.10. Benih (X2)
Benih merupakan salah satu input produksi utama di dalam memproduksi
calon benih dengan menggunakan parent seed (benih tetua/indukan).
Hipotesisnya adalah semakin banyak penggunaan benih parent seed yang
digunakan berdasarkan kebutuhan benih per satuan luas lahan tanam berdasarkan
43
anjuran penggunaan, maka semakin tinggi produksi benih padi. Satuan yang
digunakan untuk benih adalah Kilogram (Kg)
4.5.4.11. Urea (X3)
Hadisuwito (2007), mengatakan bahwa Urea merupakan salah satu jenis
pupuk tunggal dengan kandungan hara makro yang dibutuhkan bagi tanaman
dengan kandungan unsur kimia Nitrogen (N). penggunaan pupuk urea dapat
mendukung pertumbuhan tanaman. Alasannya adalah tanaman yang kekurangan
unsur N akan terus mengecil (kerdil), bahkan secara cepat berubah menjadi
kuning karena N yang tersedia tidak cukup untuk membentuk protein dan
klorofilselain itu, apabila tanaman kekurangan kekurangan klorofil maka akan
menyebabkan kemampuan tanaman memproduksi karbohidrat menjadi berkurang.
Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk urea sesuai anjuran penggunaan,
maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan
untuk pupuk urea adalah Kilogram (Kg).
4.5.4.12. TSP (X4)
Pupuk TSP merupakan salah satu jenis pupuk tunggal yang dibutuhkan bagi
tanaman dengan kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan bagi tanaman
dengan kandungan unsur kimia Fosfor (P2O5). Penggunaan pupuk TSP dapat
mendukung pertumbuhan tanaman, alasannya adalah unsur P2O5 merupakan zat
yang penting sebagai sumber energy, oleh karena itu apabila tanaman kekurangan
unsur P2O5, maka dapat menghambat pertumbuhan dan reaksi metabolism
tanaman, sementara itu, kandungan fosfor pada tanaman dapat membantu dalam
proses pertumbuhan bunga, buah, dan biji, serta mempercepat proses pematangan
buah. Apabila tanaman kekurangan unsur P2O5, maka dapat menyebabkan daun
dan batang tanaman menjadi kecil, daun tanaman berwarna hijau keabu-abuan,
mengilap, dan terlihat pigmen merah pada daun bagian bawah daun dan akhirnya
mati, pembentukan bunga terhambat dan berdampak kepada produksi buah atau
bijinya kecil.
Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk TSP sesuai anjuran penggunaan,
maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan
untuk pupuk TSP adalah Kilogram (Kg).
44
4.5.4.13. NPK (X5)
Pupuk NPK merupakan salah satu jenis pupuk majemuk yang dibutuhkan
bagi tanaman dengan unsur kimia Nitrogen, Phospor, dan Kalium (N ,P2O5, K2O).
fungsi kandungan yang dimiliki untuk nitrogen dan fosfor sama dengan
penjelasan sebelumnya, dan kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan
karbohidrat, selain itu kalium berperan penting dalam pembentukan antibody
tanaman untuk melawan penyakit yang menyerangnya. Apabila tanaman
kekurangan kalium, maka daun tanaman akan tampak keriting dan mengkilap,
lama-kelamaan daun akan menguning pada bagian pucuk dan pinggirannya.
Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk NPK sesuai anjuran penggunaan,
maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan
untuk pupuk KCl adalah Kilogram (Kg).
4.5.4.14. Obat-obatan (X7)
Obat-obatan merupakan salah satu sarana input produksi baik berupa
pestisida, herbisida, dan fungisida dimana penggunaan obat-obatan yang
digunakan sesuai anjuran, maka akan mempengaruhi banyaknya produksi benih
yang dihasilkan, karena obat-obatan dapat melindungi tanaman dari hama dan
penyakit.
Hipotesisnya adalah penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan dosis
penggunaan pada saat terserang hama penyakit, maka akan meningkatkan hasil
produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan untuk pestisida adalah mililiter
(ml).
4.5.4.15. Tenaga Kerja (X8)
Tenaga Kerja merupakan salah satu input dalam memproduksi benih,
dimana banyaknya tenaga kerja per hari yang digunakan tergantung berdasarkan
luasan lahan yang dimiliki. Hipotesisnya adalah semakin banyak penggunaan
tenaga kerja yang digunakan maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman
padi. Satuan yang digunakan adalah Tenaga Kerja (Rp).
45
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Sejarah Perusahaan
PT. Sang Hyang Seri (Persero) berdiri pada tahun 1971 dengan status
perusahaan Umum (PERUM) di Sukamandi, Subang, Propinsi jawa Barat,
mewarisi bekas perkebunan milik Inggris, Pamanukan dan Tjiasem Land yang
bergerak dibidang usaha Tapioka dan Rosella, yang kemudian melalui proses
nasionalisasi menjadi Yayasan Pembangunan Daerah Jawa Barat, kemudian
Lembaga Sang Hyang Seri yang selanjutnya pada tahun 1971 menjadi Perum
Sang Hyang Seri, melalui peraturan pemerintah No. 22 tahun 1971, dengan core
bussines benih tanaman pangan yang pada tahap awal menitik beratkan pada
komoditi benih padi dan beberapa palawija penting.
Gambar 5. PT. Sang Hyang Seri Regional Manager I
Pendirian PT. Sang Hyang Seri (Persero) bersamaan dengan dibentuknya
institusi perbenihan nasional yaitu Badan Benih Nasional (BBN), Lembaga Pusat
Penelitian Pertanian Sukamandi, sekarang menjadi Balai Penelitian Padi
(BALITPA) Sukamandi, dan Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih di Jakarta
yang kini menjadi Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
Kemudian secara berturut-turut PT. Sang Hyang Seri (Persero)
mengembangkan wilayah pelayanannya yakni tahun 1973 mendirikan Distrik
Benih di Malang Jawa Timur dengan 7 unit produksi benih (UPB) dan pada tahun
1982 mendirikan cabang di Luar Jawa, yaitu di Lampung, Sumatera Utara,
Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat.
46
Pada tahun 1985 dasar pendirian perusahaan disempurnakan kembali
melalui Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1985, selanjutnya pada tahun 1995
dengan memperluas core bussines menjadi benih pertanian dan usaha lain yang
langsung menunjang usaha perbenihan yang dapat meningkatkan pendapatan dan
kinerja perusahaan.
PT. Sang Hyang seri (Persero) kurang lebih dapat dikatakan telah 34 tahun
lamanya menggeluti bisnis benih bersertifikat yaitu sejak berdirinya tahun 1971,
perkembangan komoditi yang ditangani pada awalnya hanya benih padi, kedelai
dan jagung komposit. Pada tahun 1985 mengembangkan benih bersertifikat
jagung hibrida, serta pada tahun 1997 PT. Sang Hyang Seri mulai
mengembangkan benih hortikultura. Dengan demikian PT. Sang Hyang seri
(Persero) sejak mulai berdirinya mempunyai fokus core bussines benih dan tidak
menangani bisnis lain di luar komoditas bisnis benih, komoditas yang dominan
sampai sekarang masih menitik beratkan pada benih padi bersertifikat. Dengan
demikian PT. Sang Hyang Seri (Persero) merupakan perintis dan Pelopor usaha
perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang mempunyai core bussines perbenihan pertanian.
5.2. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
PT. Sang Hyang Seri berlokasi di daerah Sukamandi desa Ciasem girang,
Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Dati II Subang Propinsi Dati I Jawa Barat,
antara Jakarta – Cirebon km 115-123. Sukamandi terletak pada posisi 6,20° LS
dan 107,39° BT, dengan jarak 3 sampai 15 km dari pantai utara pulau jawa
dengan ketinggian tempat 10 mdpl. Letak daerah tertinggi yaitu pada daerah
Patokbeusi, dimana pintu pemasukan air dari saluran irigasi waduk jatiluhur
berada.
PT. Sang Hyang Seri Sukamandi berbatasan dengan desa Sukahaji, desa
Gempol sari dan desa Tambak sari di sebelah barat. Di sebelah timur berbatasan
dengan desa Ciasem girang dan Ciasem tengah, sebelah utara berbatasan dengan
desa Blanakan dan sebelah selatan berbatasan dengan desa Sukamandi Jaya.
Kebun benbih PT. Sang Hyang Seri (Persero) Sukamandi berada di sebelah utara
dan sebelag barat komplek perusahaan. Di wilayah kebun terdapat sungai yang
berfungsi sebagai saluran pembuangan yaitu sungai Blanakan.
47
5.3. Struktur Organisasi
PT. Sang Hyang seri (Persero) memiliki struktur organisasi tersendiri.
Berdasarkan surat keputusan Direksi No 56/SHS.01/kept/IV/2000, manajemen
PT. SHS menggunakan System Regional Manager (Kantor Wilayah). Setiap
kantor wilayah akan membawahi beberapa Unit Produksi dan Pemasaran Benih
(UPPB) pada cabang lain, mengelola, dan bertanggung jawab atas seluruh
aktivitas yang dilaksanakan di setiap wilayah. UPPB khusus sukamandi
merupakan cabang khusus PT. SHS karena memiliki areal produksi sendiri.
PT. Sang Hyang Seri cabang Jawa Barat merupakan cabang terbesar yang
berkedudukan di Sukamandi Subang Jawa Barat. PT. Sang Hyang Seri Sukamandi
dipimpin oleh seorang kepala cabang yang membawahi beberapa kepala bagian
yang meliputi : Bagian Sekretariat, Bagian Produksi Swakelola, Bagian Produksi
Kerjasama dan UBD, Pengolahan Benih, Bagian Pemasaran, Bagian Keuangan
dan Material. Setiap kepala bagian membawahi beberapa kepala seksi, struktur
organisasi PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manager I dan struktur
organisasi PT. Sang Hyang Seri cabang khusus Jawa Barat dapat dilihat pada
Lampiran 18.
5.4. Bidang Usaha
1. Varietas Pelayanan
Menangani komoditi benih dari varietas yang dititik beratkan untuk
menunjang program pembangunan pertanian dalam arti luas di Indonesia
dengan karakteristik low profit, high risk, bersifat musiman, masa kadaluarsa
relatif singkat, mudah rusak, masa perputaran modal kerja rendah, produk
substitusi, bersifat retail dan konsumen berdaya beli rendah yang menyebar di
pedesaan.
Benih Padi
Volume usaha benih padi adalah terbesar dari core bussines perusahaan
dengan jumlah varietas lebih dari 25 varietas. Selain itu juga melakukan
pemurnian dan penjualan benih varietas lokal unggulan.
48
Benih Jagung
Usaha benih jagung terdiri dari 2 kelompok yaitu komposit, dengan
jumlah 2 varietas jagung bersari bebas dan hibrida dengan jumlah 2
varietas, hasil kerja sama dengan mitra dalam negeri.
Benih Kacang-kacangan
Produksi dan pemasaran benih kedelai dengan 5 varietas. Selain itu juga
memproduksi dan memasarkan benih kacang hijau dan kacang tanah.
2. Varietas Komersial
Menangani komoditi benih sayuran, buah tanaman hias/bunga, jagung dan
padi hibrida serta kemitraan usaha yang terkait dengan benih unggul dan
usaha hilirnya seperti pemasaran hasil konsumsi dan olahannya, dengan
melibatkan mitra usaha strategis dan petani pelaksana sebagai plasma dengan
pendekatan agribisnis.
Benih Hortikultura :
Benih sayuran
Terdiri dari 2 kelompok benih yaitu impor dan produksi sendiri (SHS
Selection). Adapun jenis tanaman yang ditangani untuk benih impor
kurang lebih 26 jenis tanaman dan 110 varietas yaitu cabe, tomat,
paprika, kubis, chinese cabbage, mustard, tsoi-sim, pak-choy putih,
pak-choy hijau, selada, cauli flower, brokoli, lobak, ketimun, squash,
bitterground, buncis, seledri, wortel, jagung manis, bawang, bawang
daun dan bayam.
Sedangkan SHS Selection kurang lebih 15 komoditi, 20 varietas
terutama sayuran dataran rendah seperti cabe merah, cabe rawit, tomat,
kangkung, mentimun, paria, terung, kacang panjang, oyong, labu,
buncis, tsoi-sim, jagung manis, bayam, dan wortel.
Benih Buah-buahan
Terdiri dari 12 varietas watermelon dan 2 varietas yang berasal dari
impor. Varietas yang ditangani antara lain Sunlight, Yang-tse,
Emerald, dan Dark sweet (seedles), Dragon giant, Sugar Dragon,
Sugar Baby, Uranus, Long Dragon, King 999, dan Melon 2 varietas
yaitu F1-Indo dan F1 Rockstar.
49
Benih Tanaman Hias/Bunga
Terdiri dari 44 varietas yang semuanya dari impor antara lain Aster,
Carnation, dan Sun flower.
Benih Perkebunan & Kehutanan
- Benih tembakau Virginia, 4 varietas lokal dan impor.
- Bibit Jati, berasal dari pengembangan secara kultur jaringan yang
bekerjasama dengan mitra usaha dalam negeri.
- Bibit Tebu uji coba 5 varietas impor dan pengembangan varietas
lokal.
- Bibit/benih lainnya.
Benih Perikanan
Pengembangan usaha benih ikan akan dilakukan dengan mitra usaha
(Perguruan Tinggi & Swasta).
3. Kemitraan Usaha
Kemitraan usaha adalah jenis usaha yang dibangun dengan pola kerjasama
antara PT.Sang Hyang Seri dengan mitra strategis sebagai investor sekaligus
pasar (off farm) dengan petani plasma (penangkar benih) sebagai pelaksana
lapang (on farm). Adapun produk dan kegiatan yang ditangani saat ini adalah
sebagai berikut :
Pembeli dan penjual gabah konsumsi.
Produksi dan pemasaran beras (khusus, kepala, wangi, ketan) dengan
merek PHITALOKA.
Jagung pipil/giling dan kedele konsumsi.
Memasarkan produk sarana produksi antara lain pupuk buatan / pupuk
organik, PPC bioorganik, pestisida, dan lain-lain dengan merek SANG
HYANG SERI / BIOSANG.
Pengembangan produksi & pemasaran pakan ternak.
Pengembangan Pusat Pelatihan Agribisnis.
4. Penelitian dan Pengembangan
Aktivitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan diarahkan kepada
penelitian terapan yang menunjang usaha pokok dan pengembangan bisnis
baru yang menguntungkan. Aktivitas yang dilaksanakan saat ini adalah :
50
Program Benih Dasar dan Penelitian terapan, antara lain :
- Pengadaanh produk / varietas baru melalui perakitan sendiri, perjanjian
lisensi atas hak PVT dari dalam dan Luar Negeri serta kerjasama
dengan Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi.
- Perbaikan dan pemurnian varietas unggul yang telah dirilis.
- Pemantapan penyediaan benih sumber (NS/BS/FS) dan benih induk
padi hibrida (CMS, restorer, maintainer).
Membangun Bank Benih (Germplasm Bank) :
- Memelihara dan mempertahankan nucleous (NS) dan plasma nutfah
lainnya.
- Memelihara koleksi varietas.
Pengembangan Usaha :
- Pemantapan jejaring perusahaan serta membangun brand image dan
brand name perusahaan.
- Pengujian agro-input lainnya untuk menunjang bisnis inti.
- Penjajagan kerjasama dalam rangka pemberdayaan aset perusahaan.
Menyediakan informasi dan pelatihan dalam industri perbenihan.
5. Pusat Benih Sumber (P-BS)
Merupakan suatu unit usaha ynag bergerak dalam bidang produksi dan
pemasaran benih sunber kelas Benih Dasar (BD) dan kelas Benih Pokok (BP)
baik untuk memenuhi institusi lain yang memerlukan.
51
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih
Karakteristik umum yang dimiliki oleh petani penangkar benih
berdasarkan hasil analisis di lapang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Uraian Keterangan Jumlah Persen
Usia 39-49 Tahun 55 55 Jenis Kelamin Laki-laki 95 95 Pendidikan SD 75 75 Pengalaman Menjadi Petani >16 Tahun 72 72 Pelatihan >10 Kali/Tahun 89 89 Jumlah Tanggungan 4 sampai 5 Orang 54 54
Pendapatan 28 28 1,1 - 1,9 Juta/bulan 28 28
Berdasarkan Tabel 9 didapatkan bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 95 Orang dan perempuan sebanyak 5 orang. Dilihat
dari sisi umur, sebagian besar responden berumur 39-49 tahun atau sebesar 55
persen dari total jumlah responden yang digunakan.
Dalam memproduksi benih padi dibutuhkan adanya pengetahuan dan
keterampilan khusus, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi petani
penangkar yang memiliki pendidikan rendah untuk memproduksi benih.
Alasannya adalah karena petani dapat belajar dari petani lainnya yang sudah
terlebih dahulu memproduksi benih padi yang dilakukan di PT. SHS ataupun
melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS melalui
koordinator wilayah setiap daerah binaan yang bekerjasama dengan dinas
pertanian dan BPSB setempat. Para petani penangkar benih yang menjadi
responden pada umumnya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 75 orang
atau sebesar 75 persen dari total jumlah petani penangkar yang dijadikan sebagai
responden.
Pengalaman yang dimiliki oleh petani petani penangkar benih berdasarkan
hasil yang didapatkan memiliki pengaruh terhadap perkembangan usahataninya di
dalam memproduksi benih, karena semakin berpengalaman dalam bidangnya
52
maka semakin tinggi kemampuan dan keterampilan yang dimiliki dalam
mengelola usahataninya. Pengalaman responden menjadi petani pada umumnya
memiliki pengalaman dalam bertani selama >16 tahun sebanyak 72 orang atau
sebesar 72 persen dari total responden yang dimiliki.
Pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS pada umumnya bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petani penangkar benih
dalam mengelola usahataninya agar dapat mengoptimalkan produksinya dan
diselenggarakan setiap musim tanam. Pelatihan tersebut diselenggarakan oleh PT.
SHS yang dilaksanakan oleh koordinator wilayah binaan dan bekerjasama dengan
dinas pertanian setempat serta BPSB setempat setiap tahunnya. Pelatihan yang
diikuti oleh para petani penangkar benih setiap tahunnya pada umumnya adalah
>10 kali/tahun, dimana rata-rata pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS
dan instansi terkait setiap musim tanam adalah sebanyak empat kali. Mayoritas
petani penangkar benih yang mengikuti pelatihan sebanyak >10 kali/tahun
berjumlah 89 orang atau sebesar 89 persen.
Jumlah tanggungan merupakan banyaknya jiwa yang tinggal dalam satu
atap atau rumah dan masih di biayai atau menjadi tanggungan oleh setiap individu
petani penangkar yang dijadikan responden. Jumlah tanggungan responden rata-
rata 4 sampai 5 orang yang masih harus di biayai dalam satu atap atau rumah oleh
petani penangkar dimana total respondennya mencapai 54 orang atau sebesar 54
persen dari total petani penangkar yang dijadikan sebagai responden.
Pendapatan yang dimiliki responden merupakan berasal dari keuntungan
usahatani per musim tanam dan diluar usahatani setiap bulannya. Pendapatan rata-
rata per bulan yang dimiliki oleh petani penangkar benih yang dijadikan sebagai
responden yaitu sebesar Rp1.000.000 per bulan sebanyak 28 orang atau sebesar
28 persen, dan Rp1.100.000 – 1.900.000 sebanyak 28 orang atau sebesar 28
persen.
6.2. Karakteristik Usahatani Petani Penangkar Benih
Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa proses produksi atau lebih
dikenal dengan istilah budidaya tanaman merupakan suatu proses dalam usaha
bercocok tanam untuk menghasilkan raw material. Proses tersebut dimulai dari
53
persiapan lahan sampai kepada pemanenan. Adapun mengenai karakteristik
usahatani petani penangkar benih dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Usahatani Petani Penangkar Benih Uraian Keterangan Jumlah Persen
Luas Lahan 1-1.5 Hektar 48 48 Pekerjaan Bertani 96 96 Alasan Budidaya Benih Padi Pekerjaan Utama 100 100
Alasan Melakukan Kemitraan Ingin Mendapatkan Jaminan Pasar 70 70
Pengalaman Menjadi Petani Penangkar Benih >16 Tahun 72 72
6.2.1. Luas Lahan
Soekartawi (1990) mengatakan, bahwa Lahan pertanian dibedakan dengan
tanah pertanian. Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk
diusahakan usahatani, namun tanah pertanian diartikan sebagai tanah yang belum
tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Ukuran lahan pertanian dinyatakan
dengan hektar. Lahan pertanian yang diusahakan oleh para petani penangkar
benih merupakan lahan yang disewakan kepada petani penangkar benih sebagai
mitra dari PT. SHS dan sistem pembayaran sewa lahan menggunakan hasil
produksi benih yang dihasilkan sebanyak 1200 kg/Ha.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa tingkat keasaman tanah
rata-rata dengan pH 6,5-7, dengan ketinggian lokasi 10 meter diatas permukaan
laut (mdpl). Adapun mengenai luas lahan yang di gunakan oleh petani penangkar
yang dijadikan sebagai responden di dalam memproduksi benih yaitu rata-rata
seluas 15.854 m2 atau seluas 1,58 Ha.
Berdasarkan tinjauan lokasi didapatkan bahwa tingkat keasaman tanah
rata-rata dengan pH 6,5-7, dengan ketinggian lokasi 10 meter diatas permukaan
laut (mdpl). Adapun mengenai luas lahan yang di gunakan oleh petani penangkar
yang dijadikan sebagai responden di dalam memproduksi benih yaitu rata-rata
seluas 15.854 m2 atau seluas 1,58 Ha. Adapun mengenai lahan produksi PT. SHS
dapat dilihat pada Gambar 6.
54
Gambar 6. Lahan Produksi PT. SHS
6.2.2. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu mata pencaharian yang dilakukan oleh
seseorang di dalam mendapatkan penghasilan berupa uang. Pekerjaan yang
dilakukan oleh petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden dibagi
menjadi dua bagian, yaitu 1). Bertani dan 2). Bertani serta melakukan pekerjaan
lain diluar aktivitas bertaninya. Adapun persentase berdasarkan hasil yang
didapatkan mengenai status pekerjaan para petani penangkar benih yang dijadikan
sebagai responden dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Persentase Status Pekerjaan Petani Penangkar Benih
Status pekerjaan yang digeluti oleh para petani penangkar benih yang
dijadikan sebagai responden mayoritas hanya bertani, dimana sebesar 96 persen
atau sebanyak 96 orang petani penangkar benih yang hanya bertani saja tanpa
melakukan pekerjaan lain diluar aktivitas bertaninya untuk mendapatkan
penghasilan tambahan, dan hanya 4 orang atau 4 persen petani penangkar yang
menjalani pekerjaan lain diluar aktivitas bertaninya didalam mendapatkan
penghasilan tambahan.
96%
4%
Pekerjaan
Bertani
Selain Bertani
55
6.2.3. Alasan Budidaya Benih Padi
Budidaya Benih padi merupakan suatu kegiatan bercocok tanam yang
menghasilkan output berupa benih padi yang bersertifikat. Adapun Persentase
alasan para petani penangkar didalam melakukan budidaya benih padi dapat
dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Persentase Alasan Petani Penangkar Budidaya Benih Padi
Alasan utama menurut pengakuan dari para penangkar benih padi yang
dijadikan sebagai responden mayoritas seluruhnya mengatakan bahwa alasan
budidaya Benih padi yaitu merupakan pekerjaan utama mata pencaharian para
petani penangkar dalam sehari-hari.
6.2.4. Alasan Melakukan Kemitraan
Kemitraan petani penangkar benih merupakan suatu kemitraan yang
terjalin antara petani penangkar dengan perusahaan benih. Adapun persentase
alasan petani penangkar benih PT. SHS melakukan kemitraan dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Persentase Alasan Melakukan Kemitraan
0%
100%
0%0%
Alasan Budidaya Benih Padi
Mudah Dibudidayakan
Pekerjaan Utama
Pekerjaan Sampingan
Memperoleh Hasil Panen Yg Besar
12%1%
17%
70%
Alasan Melakukan Kemitraan
Ingin Mendapat Bantuan Modal
Ingin Menambah Pengetahuan
Ingin Keuntungan Meningkat
Ingin Mendapatkan Jaminan Pasar
56
Alasan para petani penangkar benih didalam melakukan kemitraan dengan
PT. SHS adalah ingin mendapatkan jaminan pasar mengenai hasil panen produksi
milik para petani penangkar.
6.2.5. Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih
Pengalaman di dalam menjadi petani penangkar benih merupakan lamanya
seseorang atau individu yang melakukan kegiatan usahatani didalam
menghasilkan output atau hasil panen berupa benih. Adapun persentase lamanya
pengalaman para patani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden dapat
dilihat pada Gambar 10.
Pengalaman yang dimiliki responden menjadi petani penangkar benih
umumnya selama >16 tahun atau sebanyak 72 orang petani penangkar atau
sebesar 72 persen dari total responden yang dimiliki di dalam menjadi seorang
petani penangkar benih. Pengalaman tersebut diperoleh oleh para petani
penangkar benih di PT. SHS dengan melakukan kerjasama dengan PT. SHS.
Gambar 10. Persentase Pengalaman Menjadi Petani Penangkar Benih
6.3. Kajian Kemitraan Petani Penangkar Benih PT. SHS
Pola kemitraan petani penangkar benih merupakan pola kemitraan inti
plasma yang merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan inti. Peranan petani penangkar benih selaku plasma yaitu mengelola
unit bisnisnya hingga panen dan menjual seluruh hasil produksi benihnya kepada
perusahaan inti (PT. SHS) didalam memenuhi kebutuhan perusahaan.
Dalam hal ini PT. SHS menyediakan lahan sawah yang berupa lahan
sawah irigasi, fasilitas kendaraan pengangkut hasil panen berupa truk dan traktor
1% 9%
18%
72%
Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih
1 sampai 5 Tahun6 sampai 10 Tahun11 sampai 15 Tahun>16 Tahun
57
pengangkut hasil panen, sarana produksi pertanian berupa benih, pupuk, dan obat-
obatan, pengawalan teknis dan pembinaan produksi melalui koordinator masing-
masing wilayah, manajemen, menampung dan mengolah hasil panen,
memasarkan hasil produksi yang telah melalui seperangkat proses pengolahan,
memberikan pinjaman modal panen, dan menetapkan harga beli hasil panen calon
benih berdasarkan harga yang berlaku di pasaran dan dinilai berdasarkan kadar air
benih yang terkandung (persen) dan kotoran (persen).
Secara sederhana mengenai penjelasan kemitraan yang terjalin antara PT.
SHS dengan para petani penangkar benih dapat digambarkan mengenai hak dan
kewajiban bagi kedua belah pihak yang tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Hak dan Kewajiban Yang Tertera Di Dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan PT. SHS dan Petani Penangkar Benih.
No Uraian PT. SHS Petani Penangkar Benih 1 Kewajiban Melakukan
pembinaan dan pengawalan teknis produksi.
Membayar benih pokok sebanyak 25 Kg/Ha/Musim. Membayar bagi hasil sebesar 1.200 Kg/Ha/Musim Membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp 130.000,-/Ha/Musim
Mengelola areal dengan baik dan tidak dipindah tangankan kepada orang lain maupun dijual belikan.
Mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku di PT. Sang Hyang Seri (Persero).
2 Hak Berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual kepada PT. Sang Hyang Seri (Persero) apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban bagi hasil.
Sumber : SHS, 2010
6.3.1. Pertimbangan Petani Penangkar Bermitra Dengan PT. SHS
Pertimbangan yang dipilih oleh para petani penangkar benih merupakan
pertimbangan yang diputuskan dan ditetapkan tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun. Mayoritas pertimbangan utama dari petani penangkar benih yang
dijadikan sebagai responden di dalam menjalin hubungan kemitraan dengan PT.
SHS karena tidak memiliki lahan untuk berproduksi. Hal tersebut yang menjadi
alasan utama para petani penangkar menjalami kemitraan dengan PT. SHS.
6.3.2. Sumber Informasi Kemitraan PT. SHS
Sumber penyampaian informasi yang didapatkan oleh para petani
penangkar benih yang dijadikan sebagai responden pada umumnya berasal
langsung dari PT. SHS yaitu sekitar 76 orang atau sebesar 76 persen dari total
58
responden yang dimiliki. Adapun mengenai sumber informasi kemitraan PT. SHS
yang didapatkan para petani penangkar didalam memproduksi benih dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12. Sumber Informasi kemitraan Sumber Informasi Kemitraan Jumlah Persen (%)
Teman/Rekan Kerja Sesama Petani 19 19 Keluarga 5 5 Tahu Sendiri 0 0 Langsung Dari PT. SHS 76 76 Total 100 100
Sumber tersebut didapatkan langsung dari PT. SHS dengan cara mengikuti
sosialisasi yang diselenggarakan langsung oleh PT. SHS dengan warga sekitar
untuk menjadi petani penangkar benih PT. SHS.
6.3.3. Pemahaman Kontrak Kemitraan
Pemahaman kontrak kemitraan yang telah dijalani oleh para petani
penangkar benih adalah merupakan suatu pemahaman mengenai isi yang tertera
mengenai kontrak perjanjian yang telah disepakati antara petani penangkar benih
dengan PT. SHS baik mengenai isi surat kontrak kemitraan mengenai hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Adapun mengenai pemahaman mengenai kontrak
kemitraan yang telah disepakati oleh para petani penangkar benih dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Pemahaman Kontrak kemitraan Pemahaman Kontrak Kemitraan Jumlah Persen (%)
Tidak Mengerti 34 34 Mengerti 66 66 Total 100 100
Pemahaman para petani penangkar benih pada umunya mengerti mengenai
isi dari surat perjanjian kontrak kemitraan yang telah disepakati dengan PT. SHS,
baik mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat. Pada
umunya para petani penangkar memahami surat perjanjian kontrak kemitraan
yang telah disepakati.
59
6.3.4. Penetapan Harga Benih Pokok
Benih pokok merupakan benih yang ditanam dan menghasilkan output
hasil panen berupa benih sebar (benih yang akan di komersilkan/dijual oleh PT.
SHS). Harga benih pokok yang diberikan oleh PT. SHS yaitu Rp 7.500 per Kg.
Per Ha lahan membutuhkan benih pokok sebanyak 25 Kg dengan pembayaran
sesudah panen (Yarnen).
6.3.5. Penetapan Harga Beli Hasil Panen
Penetapan harga beli hasil panen merupakan harga yang ditetapkan oleh
PT. SHS dan disepakati bersama dengan para petani penangkar benih didalam
membeli hasil panen para petani penangkar benih yang menjadi mitra dari PT.
SHS. Penetapan harga mengikuti harga yang berlaku di pasaran berdasarkan tiga
lokasi yang berdekatan dengan area yang dimiliki PT. SHS dan digunakan harga
rata-rata berdasarkan hasil survey setiap minggunya pada saat musim panen.
Adapun mengenai adanya penetapan harga beli hasil panen dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Penetapan harga Beli Penetapan Harga Beli Jumlah Persen (%)
Setuju 98 98 Tidak Setuju 2 2 Total 100 100
Penetapan harga beli yang telah ditetapkan oleh PT. SHS berdasarkan
hasil kesepakatan dengan para petani penangkar benih sebagai mitra dari PT. SHS
mengatakan kata sepakat (setuju) mengenai penetapan harga beli hasil panen yang
telah ditetapkan secara objektif dan dimusyawarahkan terlebih dahulu kepada para
petani penangkar benih PT. SHS.
6.3.6. Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan salah satu cara pembayaran sewa lahan milik
PT. SHS dalam bentuk calon benih sebanyak 1200 kg/Ha yang dipotong dari hasil
panen yang dimiliki oleh para petani penangkar benih selaku mitra. Adapun
pernyataan mengenai penetapan harga yang diberikan oleh PT. SHS dapat dilihat
pada Tabel 15.
60
Tabel 15. Sistem Bagi Hasil (Imbal jasa) Sistem Bagi Hasil (Imbal Jasa) Jumlah Persen (%)
Setuju 100 100 Tidak Setuju 0 0 Total 100 100
Pernyataan para petani penangkar benih mengenai penetapan bagi hasil
didapatkan bahwa setuju dengan sistem bagi hasil sebagai wujud pembayaran
sewa lahan.
6.3.7. Penetapan Biaya Operasional Kemitraan
Biaya Operasional Kemitraan merupakan biaya yang para petani
penangkar wajib dibayarkan sesudah cair pembayaran hasil panen. Biaya
operasional diperuntukkan untuk pemeriksaan lapang pertama sampai
pemeriksaan lapang ketiga, dimana dilakukan oleh petugas dari bagian pengawas
mutu benih PT. SHS.
Pemeriksaan lapang pertama dilakukan pada phase vegetative (satu bulan
setelah tanam) dilakukan terhadap pangkal batang, muka daun, telinga daun,
posisi daun, bentuk tanaman, dan warna lidah daun. Pemeriksaan lapang kedua
dilakukan pada phase reproduktif (pertanaman berbunga lebih dari 80 persen)
dilakukan terhadap warna ujung gabah dan posisi daun bendera dan keserempakan
berbunga. Pemeriksaan ketiga dilakukan pada phase pemasakan (paling lambat
satu minggu sebelum panen) dilakukan pada pemeriksaan bentuk gabah dan
warna gabah.
Pemeriksaan lapangan pertama dan kedua dapat dilakukan dua kali sampai
pertanaman benar-benar telah memenuhi standar pemeriksaan, sedangkan
pemeriksaan ketiga dilakukan hanya sekali. Apabila ketiga pemeriksaan telah
dilakukan dan memenuhi syarat maka pertanaman dinyatakan lulus lapang.
Adanya biaya pemeriksaan lapang sebesar Rp 130.000 per petani penangkar yang
dibebankan tentunya bervariasi mengenai pernyataan mengenai besaran nilai
rupiah yang harus dibayarkan. Adapun mengenai pernyataan para petani
penangkar yang dijadikan sebagai responden dan selaku mitra dari PT. SHS dapat
dilihat pada Tabel 16.
61
Tabel 16. Penetapan Biaya Operasional Kemitraan Penetapan Biaya Operasional Kemitraan Jumlah Persen (%)
Mahal 2 2 Tidak Mahal 98 98 Total 100 100
Pernyataan para petani penangkar benih mengenai biaya operasional
kemitraan yang telah ditetapkan dimana mayoritas petani penangkar benih
mengatakan mengenai biaya operasional yaitu sebanyak 98 orang atau sebesar 98
persen yang mengatakan “Tidak Mahal” dari total jumlah responden.
6.3.8. Penetapan Penggunaan Varietas
Penetapan penggunaan varietas merupakan suatu keputusan yang telah
ditetapkan oleh PT. SHS kepada petani penangkar benih di dalam memproduksi
benih setiap musimnya dan penetapan tersebut dilakukan oleh PT. SHS
berdasarkan keputusan manajemen setiap musim tanamnya. Adapun mengenai
pernyataan yang dirasakan petani penangkar benih dengan adanya penetapan
penggunaan varietas dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Penetapan Penggunaan Varietas Penetapan Penggunaan Varietas Jumlah Persen (%)
Setuju 2 2 Tidak Setuju 98 98 Total 100 100
Pernyataan petani penangkar benih mengenai adanya penetapan
penggunaan varietas yang akan ditanam setiap musim tanamnya bahwa mayoritas
para petani menyetujui mengenai adanya penetapan penggunaan varietas yang
akan diproduksi oleh para petani penangkar benih.
6.3.9. Pendistribusian Benih Pokok
Benih yang akan ditanam atau di produksi oleh petani penangkar benih
berasal dari benih pokok milik PT. SHS. Dimana pada umumnya diberikan satu
hari sebelum tanam. Pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS kepada petani
merupakan salah satu bagian penting di dalam kemitraan yang terjalin. Alasannya
adalah ketepatan waktu tanam dapat mempengaruhi rencana panen yang sudah
ditetapkan oleh manajemen. Adapun pernyataan yang dirasakan oleh petani
62
penangkar benih terhadap pelayanan yang diberikan PT. SHS didalam
pendistribusian benih pokok dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pendistribusian Benih Pokok Pendistribusian Benih Pokok Jumlah Persen (%)
Tepat Waktu 99 99 Tidak Tepat Waktu 1 1 Total 100 100
Pelayanan yang diberikan PT. SHS mengenai ketepatan waktu dalam
penyediaan dan pendistribusian benih pokok yang akan digunakan oleh petani
penangkar dirasakan memiliki pelayanan yang baik. Mayoritas petani penangkar
benih sebanyak 99 orang atau 99 persen dari total responden mengatakan bahwa
PT. SHS didalam penyediaan dan pendistribusian benih pokok selalu “Tepat
Waktu”.
6.3.10. Fasilitas Dalam Kemitraan
Fasilitas yang diberikan dalam kemitraan yang terjalin antara PT. SHS
dengan petani penangkar benih yaitu mobil pengangkutan hasil panen yang
berjumlah 10 unit Traktor jektor dan 3 unit truk pengangkutan hasil panen dan
karung untuk menampung hasil panen. Permasalahan yang terjadi adalah masih
kurangnya unit kendaraan pengangkutan hasil panen yang dirasakan oleh para
petani penangkar yang mengakibatkan hasil panen tidak dapat langsung dibawa ke
pabrik pengolahan. Adapun mengenai kendaraan pengangkut hasil panen dapat
dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kendaraan Traktor Jektor Angkutan Hasil Panen
Dampak negatif yang petani penangkar rasakan adalah meningkatnya
kadar air hasil panen lapang akibat belum terangkutnya hasil panen yang dapat
63
mempengaruhi harga yang diterima petani di dalam menjual hasil panennya,
karena petani sebagai penerima harga dan yang menentukan harga beli yaitu PT.
SHS.
6.3.11. Pengawalan Teknis Produksi Benih
Pengawalan teknis produksi benih dilaksanakan oleh setiap koordinator
wilayah setiap harinya. Jumlah koordinator wilayah berjumlah lima orang, dimana
setiap koordinator wilayah memegang luasan lahan rata-rata 500 Ha. Pengawalan
Rata-rata setiap musim tanam menurut pengakuan dari para petani penangkar
yang dijadikan sebagai responden adalah 93 kali dalam satu kali musim tanam
atau rata-rata lima sampai enam kali dalam satu minggu setiap koordinator
wilayah melakukan pengawalan dalam berproduksi.
6.3.12. Pelatihan Produksi Benih
Pelatihan produksi benih merupakan suatu pelatihan bagi para petani
penangkar dalam memproduksi benih milik PT. SHS secara teknis di lapang.
Rata-rata pelatihan produksi benih diselenggarakan dalam satu tahunnya adalah
sebanyak 12 kali atau empat kali dalam satu musim tanam. Tujuan PT. SHS
melakukan pelatihan rutin bagi para petani adalah agar para petani penangkar
dapat meningkatkan produktivitas kerjanya sehingga dapat lebih professional di
dalam memproduksi benih. Hasil pengakuan dari para petani penangkar bahwa
apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan
oleh PT. SHS, maka bagi para petani yang tidak mengikuti pelatihan akan
dikenakan sangsi berupa tidak boleh menjadi petani mitra PT. SHS untuk musim
tanam berikutnya sebagai peringatan yang diberikan oleh PT. SHS kepada para
petani yang bermitra dengan PT. SHS.
6.3.13. Pinjaman Modal Panen
Pinjaman modal panen yang diberikan PT. SHS kepada para petani
penangkar benih selaku mitra yaitu sebesar Rp 1.500.000 per Ha. Pada umumnya
para petani baru akan memanen hasil produksinya apabila modal panen sudah
diberikan Modal panen diberikan kepada petani penangkar rata-rata satu sampai
dua minggu sebelum panen. Pengembalian pinjaman modal panen petani
64
penangkar benih langsung dipotong pada saat pembayaran hasil panen setiap
musim tanam.
6.3.14. Penanggungan Risiko Produksi
Penanggungan risiko produksi di dalam kemitraan yang terjalin antara
petani penangkar benih dengan PT. SHS yaitu risiko produksi langsung
ditanggung sendiri oleh petani penangkar benih selaku mitra PT. SHS dan petani
penangkar benih tetap harus membayarkan benih pokok, pupuk (apabila
mengambil), obat-obatan (apabila mengambil), biaya operasional, pinjaman
modal panen (apabila sudah meminjam), dan membayar sistem bagi hasil (imbal
jasa) sebagai nilai untuk sewa lahan kepada PT. SHS (biasanya ada kebijakan dan
dapat dibayarkan pada musim tanam selanjutnya apabila mengalami gagal panen
dengan mengakumulasi imbal jasa musim selanjutnya).
6.3.15. Keluhan Kemitraan Dengan PT. SHS
Keluhan dalam kemitraan yang terjalin merupakan suatu bentuk
kekecewaan yang petani penangkar benih rasakan didalam kemitraan yang terjalin
dengan PT. SHS.
Kekecewaan yang sangat dirasakan oleh para petani penangkar benih
didalam kemitraan yang terjalin adalah dimana 1). terkait mengenai selalu adanya
keterlambatan didalam pembayaran hasil panen yang dapat mencapai ± satu bulan
dan bahkan bisa lebih dari satu bulan didalam pembayaran hasil panen, 2).
mengenai kurangnya mobil angkutan hasil panen di lapang yang saat ini
berjumlah 10 unit traktor dan 3 unit truk dimana harus mengcover seluruh luas
lahan produksi yang dimiliki PT. SHS.
Hal tersebut mengakibatkan hasil panen para petani penangkar harus
bermalam di lahan dan bahkan dapat mencapai berhari-hari (paling lama 1
minggu) yang mana nantinya dapat berdampak terhadap adanya kenaikan kadar
air benih yang terkandung didalamnya karena benih dapat menyerap air, sehingga
dapat mempengaruhi harga jual nantinya kepada PT. SHS. Kadar air panen yang
ditetapkan oleh PT. SHS yaitu standar normal kadar air panen di lapang mencapai
25 persen dan kotoran sebesar dua persen. Besar harapan yang diinginkan para
65
petani penangkar benih agar pembayaran hasil panen dapat dipercepat dan
angkutan hasil panen dapat ditambah.
Keluhan yang dirasakan oleh petani penangkar benih selaku mitra PT. SHS
seluruhnya merasakan kekecewaan mengenai keterlambatan pembayaran hasil
panen dan kurangnya angkutan hasil panen. Pembayaran biasanya baru dilakukan
paling cepat 1 bulan setelah panen.
Alasan utama PT. SHS adalah proses pengajuan dana yang ditujukan ke
kantor pusar PT. SHS untuk membayar hasil panen para petani penangkar tidak
dapat langsung cair karena perlu adanya pemeriksaan kembali mengenai besaran
dana yang akan digunakan untuk membayarkan hasil panen milik petani
penangkar.
6.3.16. Manfaat Bermitra Dengan PT. SHS
Manfaat yang didapatkan oleh para petani penangkar benih adalah
memiliki penghasilan dari keuntungan yang didapatkan dalam memproduksi
benih milik PT. SHS. Pengakuan Para petani penangkar benih mengatakan bahwa
akan terus melakukan kemitraan agar terus memiliki penghasilan karena bertani
merupakan pekerjaan utama.
6.4. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Benih Padi varietas Ciherang
6.4.1. Proses Budidaya
Proses budidaya merupakan urutan proses produksi dari mulai persiapan
pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan sampai pemanenan.
a. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang bertujuan agar
tanaman dapat berproduksi secara maksimal. Pengolahan yang petani
penangkar benih lakukan adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah
sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus
teksturnya. Selain membuat bongkahan tanah menjadi halus teksturnya juga
ketersediaan mengenai kecukupan air perlu diperhatikan.
66
Pengolahan yang digunakan oleh petani penangkar benih padi varietas
ciherang terdapat dua sistem pengolahan yaitu sistem Maximum Tillage dan
Minimum Tillage. Maximum Tillage yaitu lahan diolah menggunakan alat
berat pengolahan seperti Rome Flow yang dapat menghasilkan olahan tanah
hingga kedalaman 30 cm. Sistem Maximum Tillage digunakan pada musim
tanam peralihan, namun pada musim tanam berikutnya perusahaan mengambil
kebijakan untuk tidak melakukan pengolahan dengan sistem Maximum Tillage
karena biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Para petani penangkar benih
menerapkan sistem Minimum Tillage atau Tanpa Olah Tanah (TOT) dalam
melakukan pengolahan pada musim tanam berikutnya. Usaha untuk
menunjang kesuburan tanah hanya dilakukan melalui pemupukan, baik pupuk
organik maupun pupuk anorganik dan pencangkulan di sekitar tanaman
pokok.
Pengolahan tanah pada sistem Minimun Tillage tidak menggunakan
pembajakan, akan tetapi menggunakan cara tradisional yaitu pencangkulan
dengan melakukan pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya dan
gulma yang terdapat pada lahan tersebut. Pencangkulan bagian atas bedengan
dapat di lakukan setelah bedengan bersih. Lahan digenangi air dan dibiarkan
selama seminggu setelah dibajak.
Tenaga kerja yang digunakan oleh para petani penangkar benih padi
varietas ciherang di dalam melakukan pengolahan tanah tahap awal dengan
luasan lahan rata-rata 1,58 Ha yaitu menggunakan tenaga kerja borongan
dengan biaya rata-rata sebesar Rp 755.812 dan dibayarkan secara tunai.
b. Pembuatan Persemaian
Pembuatan persemaian diperuntukkan untuk persiapan tempat untuk
membibitkan benih pokok varietas ciherang yang akan ditanam dan
dipersiapkan pada saat pengolahan lahan. Luas lahan untuk persemaian benih
padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih untuk
kebutuhan tanam berdasarkan luasan lahan rata-rata membutuhkan luasan
seluas lima are (500 m2). Rata-rata tenaga kerja yang digunakan adalah laki-
laki sebanyak dua orang dengan biaya rata-rata per orang Rp 48.950 perhari
sudah termasuk uang makan dan rokok, dan dimulai dari jam tujuh pagi
67
sampai jam empat sore. Hari orang kerja rata-rata adalah selama satu hari
didalam menyelesaikan pembuatan lahan untuk persemaian bibit yang akan
ditanam. Pembayaran dilakukan secara tunai.
c. Penampingan
Penampingan merupakan tahap kedua di dalam membalikkan tanah
dengan menggunakan cangkul dan langsung dibuatkan pematang/bedengan
(galengan) lahan yang akan dipergunakan untuk memproduksi padi (benih
sebar) varietas ciherang. Penampingan dilakukan setelah satu minggu lahan
digenangi air. Tenaga kerja rata-rata yang digunakan adalah laki-laki sebanyak
enam orang dengan hari orang kerja selama satu hari. Biaya tenaga kerja rata-
rata per orang yaitu sebesar Rp 48.535 per hari dan dimulai dari jam tujuh
pagi sampai jam empat sore. Biaya per tenaga kerja sudah termasuk uang
makan dan rokok. Pembayaran dilakukan secara tunai
d. Pemopokan
Pemopokan merupakan tahap ketiga didalam merapihkan
pematang/bedengan (galengan), tujuan pemopokan adalah agar
pematang/bedengan (galengan) terlihat lebih padat dan rapih sebelum
dilakukan penanaman yang bertujuan agar pada saat lahan digenangi air tidak
terjadi kebocoran pada pematang/bedengan (galengan). Pemopokan yang
dilakukan para petani penangkar benih padi varietas ciherang dilakukan satu
hari setelah penampingan dilakukan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk
pemopokan yaitu laki-laki sebanyak enam orang dengan biaya tenaga kerja
per hari rata-rata yaitu Rp 48.333 sudah termasuk uang makan dan rokok. Hari
orang kerja didalam penyelesaian pemopokan rata-rata membutuhkan waktu
selama satu hari, dimulai dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore.
Pembayaran tenaga kerja dilakukan secara tunai
d. Peleleran
Peleleran merupakan tahap akhir pada saat pengolahan lahan dimana
bertujuan untuk meratakan tanah sawah agar siap untuk ditanam
(menghaluskan tekstur tanah sawah agar menjadi lumpur yang sangat halus).
Peleleran dilakukan setelah dua hari setelah dilakukan pemopokan dan
68
dibiarkan dengan air yang menggenang sampai bibit siap untuk ditanam. Rata-
rata penggunaan tenaga kerja untuk peleleran yaitu laki-laki sebanyak enam
orang dengan biaya per tenaga kerja rata-rata yaitu sebesar Rp 48.100 per hari
sudah termasuk uang makan dan rokok. Lamanya hari orang kerja dalam
menyelesaikan peleleran yaitu selama satu hari. Pembayaran tenaga kerja
dilakukan secara tunai.
e. Penanaman
Penanaman bibit padi varietas ciherang dilakukan pada saat umur bibit
18-21 hari pada saat dipersemaian, memiliki enam helai daun, tinggi bibit 25
cm, memiliki batang besar dan keras, dan bebas dari hama penyakit. Standar
operasional prosedur Jarak tanam yang ditetapkan oleh PT. SHS adalah 20 cm
x 20 cm, akan tetapi jarak tanam yang digunakan oleh para petani penangkar
benih padi varietas ciherang pada umumnya adalah 25 cm x 25 cm.
Rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penanaman merupakan
tenaga kerja borongan, akan tetapi pembayaran tidak dilakukan secara
langsung, tapi akan diperhitungkan pada saat panen dengan pembayaran
menggunakan benih yang dipanen dengan perhitungan 1 : 6 (sistem ceblok)
berdasarkan banyaknya hasil panen lahan yang digarap oleh tenaga kerja
untuk menanam padi. Rata-rata pembayaran sistem ceblok yang harus
dibayarkan oleh petani penangkar benih adalah sebanyak 1.415 Kg benih
dengan luasan lahan rata-rata 1,58 Ha. Sistem ceblok merupakan sistem
pembayaran tenaga kerja menggunakan hasil panen benih, dimana tenaga
kerja tersebut melakukan penanaman dan pengaritan saat panen pada lahan
yang sama.
f. Penyulaman
Penyulaman yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas
ciherang yaitu maksimal dua minggu setelah tanam yang bertujuan untuk
mengganti tanaman padi varietas ciherang yang mati agar masaknya padi
dapat serentak. Penyulaman dilakukan apabila tanaman padi tidak tumbuh
setelah ditanam. Tanaman padi yang tidak tumbuh segera diganti atau disulam
dengan tanaman padi dari persediaan yang telah disediakan sebanyak 10
69
persen. Tujuannya adalah agar umur tanaman untuk penyulaman tidak berbeda
jauh saat di sulam maupun saat berproduksi.
Rata-rata tenaga kerja yang digunakan oleh petani penangkar benih
padi varietas ciherang adalah sebanyak 86 orang petani penangkar benih
menggunakan tenaga kerja laki-laki, dan hanya 14 orang petani penangkar
benih yang menggunakan tenaga kerja perempuan. Upah tenaga kerja antara
laki-laki dan wanita tidak berbeda (disamakan). Banyaknya rata-rata
penggunaan tenaga kerja untuk penyulaman adalah sebanyak delapan orang
tenaga kerja dengan upah rata-rata Rp 47.750 per hari. Rata-rata hari orang
kerja dalam menyelesaikan penyulaman adalah selama satu hari dan
pembayaran dilakukan tunai.
g. Pemupukan
Pupuk mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dengan
konsentrasi relatif tinggi. Pupuk penting untuk memperkaya unsur hara tanah
dan untuk mempertahankan produksi tinggi. Unsur hara yang disediakan oleh
pupuk organik bagi tanah dalam jumlah sedikit, sehingga dengan penggunaan
pupuk anorganik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara tanah
yang cukup tinggi dan penggunaannya harus dengan dosis rendah (Irawan,
2001). Pemberian pupuk anorganik dilakukan oleh para petani penangkar
benih padi varietas ciherang dengan menggunakan pupuk tunggal (Urea, dan
TSP) maupun pupuk majemuk (NPK). Penggunaan pupuk anorganik yang
diberikan dengan rata-rata luas lahan garapan para petani penangkar benih
padi varietas ciherang seluas 1,58 Ha yaitu total pupuk tunggal urea (N)
sebanyak 537 Kg, total pupuk tunggal TSP (P) sebanyak 157 Kg, dan total
pupuk majemuk NPK sebanyak 115 Kg.
Pemupukan urea rata-rata dilakukan sebanyak tiga kali pemupukan,
TSP sebanyak satu kali pemupukan, dan NPK sebanyak satu kali pemupukan.
Total rata-rata kebutuhan tenaga kerja yang digunakan untuk pemupukan
sebanyak sembilan orang tenaga kerja laki-laki dengan upah per hari rata-rata
yaitu Rp 49.750. pemupukan dilakukan tiga kali, dimana setiap kali
pemupukan menggunakan tiga orang tenaga kerja laki-laki dan diselesaikan
dalam kurun waktu satu hari untuk luasan lahan rata-rata 1,58 Ha.
70
Pembayaran tenaga kerja yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi
varietas ciherang adalah pembayaran tunai.
g. Pemberian Obat-obatan
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk menjaga pertumbuhan
tanaman padi varietas ciherang dari serangan hama dan penyakit yang dapat
menyebabkan tanaman padi kerdil, dan produktivitas hasil panen benih
varietas ciherang menurun. Para petani penangkar benih menggunakan
pestisida untuk menanggulangi hama penyakit tanaman, dan herbisida
bertujuan untuk menanggulangi rumput (gulma) yang tumbuh di area
pertanaman padi varietas ciherang yang di produksi oleh petani penangkar
benih.
Total rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pemberian obat-obatan
yaitu sebanyak Sembilan orang tenaga kerja laki-laki dengan upah per tenaga
kerja yaitu Rp 49.740 per hari. Total rata-rata pemberian obat-obatan yang
dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang yaitu sebanyak
tiga kali, dimana setiap aplikasi pemberian obat-obatan membutuhkan tiga
orang tenaga kerja laki-laki dan diselesaikan dalam waktu satu hari untuk
luasan lahan rata-rata 1,58 Ha. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai.
h. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan tujuan agar pertumbuhan tanaman padi
normal dengan mendapatkan hara yang cukup di dalam tanah, karena gulma
dan tanaman-tanaman lain yang tumbuh di lahan pertanaman padi dapat
menyebabkan perebutan unsur hara di dalam tanah dan tanaman padi tidak
mendapatkan unsur hara yang cukup. Rata-rata 83 orang petani penangkar
benih padi varietas ciherang menggunakan tenaga kerja perempuan untuk
melakukan penyiangan, dan hanya 17 orang petani penangkar benih yang
menggunakan tenaga kerja laki-laki untuk melakukan penyiangan.
Rata-rata total kebutuhan tenaga kerja untuk penyiangan adalah
sebanyak 20 orang tenaga kerja dengan biaya tenaga kerja per hari yaitu
Rp 47.550. Rata-rata penyiangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada umur
satu bulan setelah tanam dan umur 55 hari setelah tanam, dimana setiap kali
71
melakukan penyiangan menggunakan 10 orang tenaga kerja. Pembayaran
yang dilakukan oleh petani penangkar benih varietas ciherang yaitu
pembayaran secara tunai.
i. Pengairan
Produksi benih padi varietas ciherang memerlukan ketersediaan air
yang cukup pada saat pertumbuhan. Lahan yang digunakan para petani
penangkar benih merupakan lahan sawah irigasi. Pengairan memiliki peranan
sangat penting. Pasokan air irigasi sepenuhnya tergantung pada jaringan
irigasi di lokasi penanaman. Jaringan saluran irigasi yang digunakan oleh para
petani penangkar benih pada lahan kerjasama milik PT. SHS yaitu
bekerjasama dengan PT. Jasa Tirta. Keunggulan para petani penangkar benih
didalam memproduksi benih padi varietas ciherang yaitu musim tidak
berpengaruh, alasannya adalah ketersediaan air untuk lahan yang digunakan
selalu terjamin mengenai pasokan air irigasi dari PT. Jasa Tirta.
Gambar 12. Pintu Pengaturan Pengairan Lahan Produksi PT.SHS
Pengairan lahan sawah yang dilakukan oleh petani penangkar benih
padi varietas ciherang yaitu menggunakan ulu-ulu. Ulu-ulu merupakan
seorang tenaga kerja laki-laki yang mengatur penyaluran air pada setiap blok
lahan yang akan digenangi air. Deskripsi kerja ulu-ulu yaitu mengatur
penyaluran air pada saat awal pertumbuhan, pembentukan anakan,
pembungaan, masa bunting, dan melakukan pengeringan sawah.
Pembayaran yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas
ciherang yaitu pembayaran menggunakan benih pada saat panen. Rata-rata
72
pembayaran berupa benih yang dibayarkan oleh petani penangkar benih padi
varietas ciherang berdasarkan luasan rata-rata 1,58 Ha yang dikelola oleh para
petani penangkar yaitu sebanyak 39,64 Kg.
j. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan bertujuan untuk mensertifikasi tanaman agar
kondisi tanaman benar-benar bebas dari varietas lain dan dilakukan.
Pemeriksaan lapang pertama dilakukan pada phase vegetative (satu bulan
setelah tanam) dilakukan terhadap pangkal batang, muka daun, telinga daun,
posisi daun, bentuk tanaman, dan warna lidah daun.
Pemeriksaan lapang kedua dilakukan pada phase reproduktif
(pertanaman berbunga lebih dari 80 persen) dilakukan terhadap warna ujung
gabah dan posisi daun bendera dan keserempakan berbunga.
Pemeriksaan ketiga dilakukan pada phase pemasakan (paling lambat
satu minggu sebelum panen) dilakukan pada pemeriksaan bentuk gabah dan
warna gabah.
Pemeriksaan lapangan pertama dan kedua dapat dilakukan dua kali
sampai pertanaman benar-benar telah memenuhi standar pemeriksaan,
sedangkan pemeriksaan ketiga dilakukan hanya sekali. Apabila ketiga
pemeriksaan telah dilakukan dan memenuhi syarat maka pertanaman
dinyatakan lulus lapang. Biaya operasional yang harus dibayarkan oleh petani
penangkar benih varietas ciherang yaitu sebesar Rp 130.000 per musim tanam.
k. Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah tanaman padi varietas ciherang
mencapai umur 120 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara
pengaritan tanaman padi yang akan menjadi calon benih (benih sebar). Setelah
itu padi di lakukan pengayakan baik secara tradisional atau menggunakan
teknologi (tresher), akan tetapi mayoritas petani penangkar benih lebih banyak
menggunakan cara tradisional. Setelah padi dilakukan pengayakan, lalu
dilakukan pengarungan dan pengikatan oleh petani penangkar benih padi
varietas ciherang.
73
Gambar 13. Perontokkan Hasil Panen Benih Padi
Tenaga kerja yang digunakan untuk pengaritan pada saat panen adalah
rata-rata petani penangkar benih padi varietas ciherang menggunakan sistem
ceblok untuk luasan rata-rata 1,58 Ha adalah sebanyak 1.415 Kg. tenaga kerja
untuk pengayakan, pengarungan, dan pengikatan yang digunakan bersifat
borongan dengan perhitungan rata-rata biaya per ton yaitu Rp 28.230, dengan
total rata-rata hasil panen para petani penangkar benih dengan luasan rata-rata
1,58 Ha adalah 8,49 ton dan dibayarkan secara tunai.
Tenaga kerja kuli panggul (kulpang) dibayarkan dengan sistem
hitungan biaya perkarung rata-rata Rp 2.000. total rata-rata hasil panen yang
sudah dikarungkan milik petani penangkar benih rata-rata berjumlah 100
karung dan dibayarkan secara tunai. Adapun mengenai tenaga kerja kuli
panggul dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Tenaga Kerja Kuli Panggul
74
6.4.2. Analisis Fungsi Produksi Benih Padi varietas Ciherang
Model yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan fungsi
produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan metode pendugaan OLS didalam
penyelesaiannya. Adapun faktor-faktor yang digunakan di dalam model fungsi
Cobb-Douglas antara lain adalah:
Y = Produksi X1 = Luas Lahan X2 = Benih X3 = Urea X4 = TSP X5 = NPK X6 = Obat-obata X7 = Tenaga Kerja.
Faktor tersebut merupakan peubah bebas yang akan digunakan untuk
menduga produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani
penangkar benih yang dijadikan sebagai responden. Data mengenai penggunaan
faktor produksi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil pendugaan model dengan menggunakan fungsi produksi dapat
dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pendugaan model tersebut terdapat
adanya multikolinearitas dimana terdapat hubungan linier diantara peubah bebas
(independent). Hal tersebut dapat diidentifikasi dengan melihat nilai VIF yang
memiliki nilai lebih dari 10 (>10), dimana didapatkan bahwa nilai VIF untuk
variabel bebas luas lahan (X1) yang memiliki nilai 15,5 dan variable bebas benih
(X2) memiliki nilai 755219.9. Masalah multikolinearitas merupakan salah satu
kelemahan yang dimiliki dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan demikian
perlu adanya perbaikan model fungsi produksi untuk menghilangkan
permasalahan didalam pengolahan data sehingga dapat memenuhi asumsi OLS
yang digunakan.
6.4.3. Analisis Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS)
Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh fungsi produksi Cobb-Douglas
yaitu mengenai masalah multikolinearitas. Untuk menghilangkan adanya korelasi
yang terjadi pada fungsi produksi tersebut, maka faktor produksi yang memiliki
nilai VIF > 10 dihilangkan dari model fungsi produksi benih padi varietas
ciherang yang dilakukan oleh para petani penangkar benih. Berdasarkan hasil
75
yang didapatkan setelah mengeluarkan variabel bebas yang menyebabkan
terjadinya multikolinear, maka faktor produksi yang digunakan adalah urea (X3),
TSP (X4), NPK (X5), obat-obatan (X6), dan tenaga kerja (X7). Adapun mengenai
hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Hasil pendugaan yang diperoleh dari model yang didapatkan setelah
dilakukan pengujian menggunakan uji asumsi OLS, maka pendugaan model yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
ln Y = -3.35 – 0.0010 lnX3 + 0.0035 lnX4 - 0.0153 lnX5 + 0.0555 lnX6 + 0.778 lnX7
6.4.3.1. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil koefisien determinasi (R2-adj) yang didapatkan adalah sebesar 70,8
persen, yang artinya adalah variasi produksi benih padi varietas ciherang yang
dilakukan oleh para petani penangkar benih dapat diterangkan oleh model tersebut
yang terdiri dari urea (X3), TSP (X4), NPK (X5), obat-obatan (X6), dan tenaga
kerja (X7), sedangkan sisanya sebesar dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang
tidak dijelaskan oleh model. Hasil pengujian asumsi OLS fungsi produksi
usahatani produksi benih padi varietas ciherang petani penangkar benih dapat
dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Uji Asumsi OLS Fungsi Produksi Usahatani Produksi Benih Padi Varietas Ciherang Petani Penangkar Benih Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan dan Benih
Variabel Koefisien Regresi P-Value VIF Constant -3.348 lnX3 -0.00105 0.992 4,5 lnX4 0.00345 0.858 1,0 lnX5 -0.015304 0.105 1,2 lnX6 0.05551 0.212 1,5 lnX7 0.7784 0.000** 4,7 R2 72.3% R2-adj 70.8% F-Hitung 49,10 P 0.000
Sumber : Data Diolah Keterangan : * = Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed)/95% ** = Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed)/99%
76
6.4.3.2. Uji Signifikansi Korelasi Ganda (Uji-F)
Nilai F-hitung yang didapatkan adalah sebesar 49,10 berpengaruh nyata
pada selang kepercayaan 99 persen, yang artinya adalah bahwa variabel bebas X3
(urea), X4 (TSP), X5 (NPK), X6 (obat-obatan), dan X7 (tenaga kerja) secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi benih varietas ciherang yang
dilakukan oleh para petani penangkar benih pada selang kepercayaan 95 persen.
hal tersebut dikarenakan penggunaan pupuk urea rata-rata penggunaan pupuk urea
sebanyak 338 Kg/Ha yang mana seharusnya sesuai anjuran PT. SHS sebanyak
250 Kg/Ha. Hal yang sama terjadi didalam penggunaan pupuk NPK yang
digunakan jauh dibawah ketentuan standar penggunaan yang ditetapkan oleh PT.
SHS sebanyak 150 Kg/Ha, akan tetapi para petani hanya menggunakan sebanyak
80 Kg/Ha dan lebih banyak kearah penggunaan pupuk urea. sedangkan
penggunaan pupuk TSP masih dapat ditingkatkan kembali penggunaannya.
Adapun mengenai output pendugaan fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 25.
6.4.3.3. Uji Signifikansi Koefisien Regresi Dugaan (Uji-t)
Pengujian variabel bebas secara parsial (sebagian) dilakukan dengan uji-t.
adapun mengenai hasil pengujian yang dilakukan adalah bahwa hanya faktor X7
(tenaga kerja) yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen.
Penggunaan tenaga kerja yang digunakan oleh petani penangkar bersifat
borongan. Biaya yang dikeluarkan oleh petani penangkar benih lebih banyak
pengalokasiannya dari mulai pengolahan lahan sampai dengan pemanenan.
Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam
memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh
PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi
mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari
petani pengelola. Hal tersebut dapat berdampak terhadap kemampuan tenaga kerja
yang digunakan untuk memproduksi benih.
Petani penangkar lebih cenderung mengikuti pola tradisional yang sering
mereka gunakan dibandingkan dengan mengikuti anjuran penggunaan input
produksi yang ditetapkan oleh PT.SHS sesuai standar penggunaan input produksi
yang telah ditetapkan oleh PT. SHS. Hal tersebut yang menjadi perhatian penting
77
didalam mempengaruhi produksi, karna seluruh penggunaan input produksi akan
dikelola oleh tenaga kerja, sehingga membutuhkan perhatian khusus mengenai hal
tersebut.
6.4.3.4. Uji Normalitas dan Homoskedastisitas
Analisis mengenai hasil normalitas yang didapatkan bahwa residual di
dalam model regresi telah menyebar mengikuti distribusi normal, dan nilai P-
Value uji normal residual pada grafik telah melebihi 15 persen, dan plot antara
sisaan dengan nilai dugaan yang telah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut
telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Adapun mengenai hasil
uji normalitas dan homoskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 5 - 10.
Berdasarkan hasil pada model yang diperoleh. Didapatkan bahwa nilai
koefisien regresi pada masing-masing faktor produksi memiliki nilai negatif dan
positif. Nilai negatif pada model menggambarkan bahwa pengaruh yang dimiliki
faktor produksi tersebut tidak berbanding lurus, sedangkan untuk nilai koefisien
regresi yang bernilai positif menggembarkan bahwa pengaruh yang dimiliki faktor
produksi tersebut berbanding lurus. Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh faktor
produksi tersebut yang juga merupakan nilai elastisitas masing-masing peubah
bebas pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut :
a. Urea (X3)
Koefisien regresi dari faktor urea sebesar -0.0010 yang artinya adalah
bahwa penambahan penggunaan pupuk urea sebesar satu persen dapat
menurunkan hasil produksi sebesar 0.0010 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi urea sebesar 0.0010 menunjukkan bahwa urea yang
digunakan berada pada daerah III, yaitu daerah irrasional karena memiliki nilai
Ep< 0.
Hipotesis yang digunakan adalah penggunaan pupuk urea sesuai anjuran
penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun
berdasarkan hasil uji-t, urea tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi
benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak
berpengaruhnya penggunaan urea ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di
lapangan bahwa penggunaan pupuk urea yang digunakan oleh para peani
78
penangkar benih terlalu berlebihan dengan rata-rata penggunaan pupuk urea
sebanyak 338 Kg/Ha. Alasannya adalah standar operasional prosedur penggunaan
pupuk urea sebesar 250 Kg/Ha
b. TSP (X4)
Koefisien regresi dari faktor urea sebesar 0.0035 yang artinya adalah
bahwa penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar satu persen dapat
meningkatkan hasil produksi sebesar 0.0035 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi pupuk urea sebesar 0.0035 menunjukkan bahwa pupuk
TSP yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki
nilai yang berada diantara antara nol dan satu (0 <Ep < 1).
Hipotesis yang digunakan adalah penggunaan pupuk TSP sesuai anjuran
penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun
berdasarkan hasil uji-t, pupuk TSP tidak berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar
benih. Tidak berpengaruhnya penggunaan pupuk TSP ini diduga berdasarkan hasil
tinjauan di lapangan bahwa penggunaan pupuk TSP yang digunakan oleh para
peani penangkar benih hanya bersifat melengkapi saja dan tidak ada dalam
standar operasional prosedur.pupuk TSP bukan merupakan prioritas pupuk yang
digunakan walaupun berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa pupuk TSP masih
dapat ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan hasil produksi benih padi
varietas ciherang, namun para petani penangkar benih lebih memprioritaskan
pupuk urea yang digunakan. Rata-rata pupuk TSP yang digunakan petani
penangkar adalah sebanyak 101 Kg/Ha.
c. NPK (X5)
Koefisien regresi dari faktor pupuk NPK sebesar -0.0153 yang artinya
adalah bahwa penambahan penggunaan pupuk NPK sebesar satu persen dapat
menurunkan hasil produksi sebesar 0.0153 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi pupuk NPK sebesar 0.0153 menunjukkan bahwa pupuk
NPK yang digunakan berada pada daerah III, yaitu daerah irrasional karena
memiliki nilai Ep< 0.
Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk NPK sesuai anjuran penggunaan,
maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun berdasarkan hasil
79
uji-t, pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi
varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak
berpengaruhnya penggunaan pupuk NPK ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di
lapangan bahwa penggunaan pupuk NPK yang digunakan oleh para petani
penangkar benih hanya sebagai pelengkap dan bukan merupakan prioritas pupuk
yang digunakan. Walaupun standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh PT.
SHS adalah sebanyak 150 Kg/Ha, akan tetapi penggunaan pupuk NPK rata-rata
yang dilakukan petani penangkar adalah sebanyak 80 Kg/Ha.
d. Obat-obatan (X6)
Koefisien regresi dari faktor obat-obatan sebesar 0.0555 yang artinya
adalah bahwa penambahan penggunaan obat-obatan sebesar satu persen dapat
meningkatkan hasil produksi sebesar 0.0555 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi obat-obatan sebesar 0.0555 menunjukkan bahwa obat-
obatan yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena
memiliki nilai yang berada diantara antara nol dan satu (0 <Ep < 1).
Hipotesisnya adalah penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan dosis
penggunaan pada saat terserang hama penyakit, maka akan meningkatkan hasil
produksi tanaman padi. Namun berdasarkan hasil uji-t, obat-obatan tidak
berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang
diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak berpengaruhnya penggunaan obat-
obatan ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di lapangan bahwa obat-obatan yang
telah digunakan oleh para petani, digunakan hanya untuk menjaga tanaman
mereka saja sebelum terjadi adanya serangan hama penyakit yang dapat
menyerang tanaman para petani penangkar benih padi varietas ciherang tanpa
mempertimbangkan adanya serangan hama penyakit. Jadi, penggunaan obat-
obatan yang digunakan atas dasar ada atau tidaknya serangan hama penyakit yang
menyerang tanaman padi varietas ciherang yang di produksi oleh petani
penangkar benih akan tetap menggunakan obat-obatan untuk menjaga tanaman
mereka.
e. Tenaga Kerja (X7)
Koefisien regresi dari faktor tenaga kerja sebesar 0.778 yang artinya
adalah bahwa penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen dapat
80
meningkatkan hasil produksi sebesar 0.778 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi tenaga kerja sebesar 0.778 menunjukkan bahwa tenaga
kerja yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena
memiliki nilai yang berada diantara antara nol dan satu (0 <Ep < 1).
Hipotesisnya adalah semakin banyak penggunaan tenaga kerja yang
digunakan maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Berdasarkan
hasil uji-t, tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi
varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada tingkat
kepercayaan 99 persen.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja memiliki faktor positif
terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani
penangkar benih, diduga berdasarkan keterampilan tenaga kerja yang dimiliki dan
pengalaman yang dimiliki tenaga kerja tersebut didalam memproduksi benih padi
varietas ciherang.
6.5. Analisis Skala Usaha (Return to Scale)
Hasil pengujian skala usaha, didapatkan bahwa penggunaan pupuk urea
dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale (daerah III),
artinya bahwa proporsi penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen,
maka akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar 0,001 persen, dan
penambahan penggunaan pupuk NPK sebesar 1 persen, maka akan menyebabkan
penurunan tambahan produksi sebesar 0,015 persen. Apabila terus meningkatkan
input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi petani yang
berproduksi. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan didalam
berproduksi apabila sudah menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk
urea sudah terdapat didalam pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan
didalam berproduksi. Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk
TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to
scale (daerah I), artinya bahwa petani penangkar masih dapat ditingkatkan
pemakaian input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja.
6.6. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani menunjukkan struktur biaya yang
dikeluarkan dan penerimaan yang didapatkan/diperoleh dari usahatani yang di
81
jalani oleh petani penangkar benih varietas ciherang. Adapun mengenai hasil
panen total benih padi yang di produksi pada lahan kerjasama milik PT. SHS
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Produksi Benih Padi Musim Tanam 2010/2011 di PT. SHS Nama Wilayah Varietas Luas Lahan
(Ha) GKP (Kg) Produktivitas
Swakelola
Ciherang 335.79 1.048.373 3.122 Inpari 1 199.60 918.586 4.602 Inpari 13 39.77 213.972 5.380 Inpago 3 SHS 128.29 380.847 2.969
Jumlah 703.45 2.348,020
Kerjasama
Ciherang 1.658,90 8.999.532 5.425 Inpari 1 113.03 520,159 4.602 Situbagendit 190.03 743,308 3.912 IR-64 207.46 n n Mekongga 46.99 n n Inpara 3 46.54 n n Cigeulis 20.20 n n
Jumlah 2.283,15 10.262.999 Sumber : Data Diolah Keterangan : n = Belum Panen
Berdasarkan Tabel 19, diketahui bahwa total panen benih padi varietas
ciherang adalah 8.999.532 Kg atau sebanyak ± 9.000 ton benih dengan
produktivitas rata sebesar 5.425 Kg/ha atau sebesar 5,4 Ton/Ha. Hasil panen
musim tanam 2010/2011 meningkat dari musim tanam sebelumnya. Peningkatan
produktivitas dari musim tanam sebelumnya adalah sebesar 2,6 Ton/Ha.
6.6.1. Analisis Penerimaan Usahatani Produksi Benih Padi Varietas Ciherang
Penerimaan usahatani pada musim tanam 2010/2011 pada bulan maret
sampai bulan april 2011 di analisis untuk perhitungan satu kali musim tanam
(empat bulan) dan luas lahan yang dipergunakan adalah luas lahan yang dibagi
menjadi empat yaitu luas lahan 1 hektar, luas lahan rata-rata 1,1-1,5 hektar, luas
lahan rata-rata 1,6-2 hektar, dan luas lahan rata-rata 2,1 hektar.
Total produksi berdasarkan luasan lahan dikalikan dengan harga rata-rata
yang berlaku pada bulan tersebut yang ditetapkan berdasarkan rata-rata harga
yang berlaku di tiga titik lokasi daerah yang berdekatan dengan area PT. SHS
sesuai harga pasaran setiap minggunya dan disepakati oleh kedua belah pihak
yaitu petani penangkar benih dan PT. SHS. Adapun mengenai penerimaan
82
usahatani produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani
penangkar benih dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Penerimaan Usahatani Produksi Benih Padi Verietas Ciherang Oleh Petani Penangkar Benih
Penerimaan Usahatani Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang
Komponen
Rata-rata Jumlah
Fisik Total (Kg)
Harga Pokok
Produksi (Rp)
Rata-rata Harga/ Satuan (Rp)
Margin Keuntungan
per Kg (Rp)
Rata-rata Nilai
Produksi (Rp)
Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 1 Hektar
5.762 2.685 3.202 517 18.449.924
Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 1,1-1,5 Hektar
6.796 3.167 3.202 35 21.760.792
Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 1,6-2 Hektar
10.965 2.578 3.202 624 35.109.930
Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 2,1 Hektar
12.564 2.523 3.202 679 40.229.928
Harga beli rata-rata PT. SHS di dalam membeli hasil panen benih sebar yang
diproduksi oleh petani penangkar benih pada musim tanam 2010/2011 adalah
sebesar Rp 3.202 per Kg benih sebar yang nantinya akan dijadikan sebagai calon
benih yang dikomersialkan oleh PT. SHS. Margin keuntungan rata-rata yang
didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar Rp 464 per Kg. Luasan lahan
rata-rata 1 Ha mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 517 per Kg benih padi
yang dihasilkan. Untuk luas lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha memiliki margin
keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar Rp 35 per Kg,
kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang
digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam
perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih
dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan lahan rata-rata 1,6-
2 Ha sebesar Rp 624 per Kg, dan selisih margin keuntungan per kilogram untuk
luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679.
6.6.2. Analisis Biaya Usahatani Produksi Benih Padi Varietas Ciherang
Komponen biaya usahatani produksi benih padi varietas ciherang terbagi
menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari tenaga kerja
(pengolahan lahan, persemaian, penampingan, pemopokan, peleleran, penyiangan,
83
penyulaman, pemupukan, pemberian obat-obatan, panen), pupuk (urea, TSP, dan
NPK), obat-obatan, dan biaya lain-lain. Sedangkan biaya diperhitungkan terdiri
tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan nilai peralatan. Proporsi penggunaan
biaya yang paling besar dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas
ciherang adalah dari biaya tunai. Adapun mengenai analisis biaya usahatani dapat
dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Analisis Biaya Usahatani Produksi Benih Padi Verietas Ciherang Oleh Petani Penangkar Benih Berdasarkan Luasan Lahan
Pendapatan Usahatani Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang
Komponen
Rata-rata Nilai Produksi
(Rp) Luas Lahan 1 Ha
Rata-rata Nilai Produksi
(Rp) Luas Lahan
1,1-1,5 Ha
Rata-rata Nilai Produksi
(Rp) Luas Lahan
1,6-2 Ha
Rata-rata Nilai Produksi
(Rp) Luas Lahan 2,1 Ha
PENERIMAAN
Benih Padi (Fisik) 5.762 6.796 10.965 12.564
Benih Padi (Rp) 18.449.924 21.760.792 35.109.930 40.229.928
Total Penerimaan 18.449.924 21.760.792 35.109.930 40.229.928
PENGELUARAN Biaya Tunai Tenaga Kerja 2.878.106 4.064.289 5.676.097 6.903.326
Pupuk 1.043.337 1.738.118 1.799.535 2.061.336
Obat-obatan 1.074.275 1.718.840 1.933.695 2.148.550
Biaya Lain-lain 161.848 161.848 161.848 161.848
Sewa Lahan 3.842.400 5.597.096 7.476.670 9.112.892
Penyusutan Alat 21.789 30.538 24.900 15.350
Benih Pokok 187.500 273.150 364.875 444.600
Penanaman dan Pemanenan 3.073.920 3.627.866 5.853.256 5.103.988
Pengairan 80.050 116.617 155.777 189.815
Biaya Operasional Kerjasama 130.000 189.400 252.998 308.263
Biaya Modal Panen 1.500.000 2.185.385 2.919.205 3.556.875
Total Biaya Tunai (Rp) 13.993.225 19.703.147 26.618.857 30.006.843
Biaya Diperhitungkan
Tenaga Kerja dalam keluarga 1.456.000 1.792,000 1,624,000 1.680.000
Penyusutan Alat 20.943 27.323 24,900 15.350
Total Biaya Diperhitungkan (Rp) 1.476.943 1.819.323 1.648.900 1.695.350
Total Biaya 15.470.168 21.522.470 28.267.757 31.702.193 Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp) 4.456.699 2.057.645 8.491.073 10.223.085
Pendapatan atas Biaya Total (Rp) 2.979.756 238.322 6.842.173 8.527.735
Nilai R/C atas Biaya Tunai 1.32 1.10 1.32 1.34
Nilai R/C atas Biaya Total 1.19 1.01 1.24 1.27
84
Adapun mengenai penyebab besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh
petani terkait dengan komponen sewa lahan, tenaga kerja, dan biaya penanaman
dan pemanenan. Biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh para petani penangkar
benih untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah Rp 13.993.225, sedangkan biaya
tunai akan terus meningkat seiring peningkatan luasan lahan. Hal tersebut terlihat
berdasarkan adanya peningkatan penggunaan jumlah input produksi dengan total
biaya tunai untuk luasan rata-rata 2,1 Ha adalah sebesar Rp 30.006.843.
6.6.3. Analisis Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya (R/C)
Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan bahwa pendapatan petani
penangkar benih atas biaya tunai dengan luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah
sebesar Rp 4.456.999. pendapatan petani atas biaya tunai akan meningkat seiring
meningkatnya luas area produksi yang dikelola. Hal tersebut terlihat bahwa
pendapatan atas biaya tunai petani dengan luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah
sebesar Rp 10.223.086.
Pendapatan bersih milik petani yang didapatkan didalam memproduksi
benih padi (pendapatan atas biaya total) dengan luas lahan rata-rata 1 Ha adalah
sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya
sebesar Rp 238.322. hal tersebut dikarenakan para petani lebih banyak
menggunakan tenaga kerja yang terlalu berlebihan. Alasannya adalah banyaknya
tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan
masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha apabila
petani mengelola lebih dari 1 Ha. Adapun mengenai analisis imbangan biaya
penerimaan dan biaya dapat dilihat pada Tabel 23.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh nilai
Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya (R/C) tunai usahatani petani penangkar
benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang adalah sebesar 1,32
untuk luasan lahan 1 Ha yang artinya adalah untuk setiap biaya yang dikeluarkan
petani penangkar benih sebesar Rp 1,- maka petani penangkar benih tersebut akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,32. Nilai R/C atas biaya tunai yang
didapatkan meningkat seiring peningkatan luas area yang dikelola.
Nilai imbangan biaya penerimaan dan biaya (R/C) total usahatani petani
penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang adalah
85
sebesar 1,19 untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha yang artinya adalah untuk setiap
biaya yang dikeluarkan petani penangkar benih sebesar Rp 1,- maka petani
penangkar benih tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.19. nilai
R/C atas biaya total akan terus meningkat seiring peningkatan luas area yang
dikelola.
Tabel 23. Analisis Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya Analisis Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya
Komponen
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan
1 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1,1-1,5 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan
1,6-2 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan
2,1 Ha Penerimaan 18.449.924 21.760.792 35.109.930 40.229.928
Pengeluaran
Biaya Tunai 13.993.225 19.703.147 26.618.856 30.006.842
Biaya Diperhitungkan 1.476.943 1.819.323 1.648.900 1.695.350
Total Biaya 15.470.168 21.522.470 28.267.756 31.702.192 Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp) 4.456.699 2.057.645 8.491.074 10.223.086
Pendapatan atas Biaya Total (Rp) 2.979.756 238.322 6.842.174 8.527.736
Nilai R/C atas Biaya Tunai 1.32 1.10 1.32 1.34
Nilai R/C atas Biaya Total 1.19 1.01 1.24 1.27
Berdasarkan hasil analisis kedua nilai imbangan biaya penerimaan dan
biaya (R/C) memiliki nilai lebih dari 1 (>1), maka dapat disimpulkan bahwa
usahatani para petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas
ciherang tersebut layak untuk diusahakan.
6.7 Analisis Korelasi Atribut Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Terhadap Produksi
Atribut karakteristik umum yang dimiliki petani penangkar benih tersebut
yaitu meliputi usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan, jumlah tanggungan, dan
pendapatan. Adapun mengenai hasil analisis korelasi atribut karakteristik umum
petani penangkar benih padi varietas ciherang terhadap produksi dapat dilihat
pada Tabel 23
Berdasarkan Tabel 24 didapatkan bahwa karakteristik umum yang dimiliki
petani penangkar benih berupa pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan
dapat mempengaruhi produksi benih yang dilakukan oleh petani penangkar benih,
86
sedangkan usia, pendidikan, dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap
produksi.
Tabel 24. Analisis Korelasi Atribut Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Terhadap Produksi
PRODUKSI Faktor Keterangan Nilai Korelasi
Usia Correlation Coefficient 0.094 Sig. (2-tailed) 0.351 N 100
Pendidikan Correlation Coefficient 0.156 Sig. (2-tailed) 0.121 N 100
Pengalaman Correlation Coefficient -0.055 Sig. (2-tailed) 0.587 N 100
Pelatihan Correlation Coefficient -0.301** Sig. (2-tailed) 0.002 N 100
Jumlah tanggungan Correlation Coefficient -0.198* Sig. (2-tailed) 0.049 N 100
Pendapatan Correlation Coefficient 0.709** Sig. (2-tailed) 0.000 N 100
Sumber : Data Diolah Keterangan : * = Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) ** = Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Banyaknya pelatihan yang diikuti oleh petani penangkar benih dalam satu
tahun mayoritas mengikuti pelatihan sebanyak > 10 kali/tahun sebanyak 89 orang
atau 89 persen dari total petani penangkar benih yang dijadikan sebagai
responden. Adapun mengenai hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 24.
Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa pelatihan produksi memiliki
nilai rs (p-value) pada kolom Sig.(2-tailed) > level of significant
0.01, maka terima H1 dan tolak H0. Artinya adalah terdapat hubungan nyata
atribut pelatihan produksi terhadap produksi benih pada taraf nyata satu persen,
namun memiliki korelasi yang negatif. Artinya adalah semakin sedikit pelatihan
produksi yang diikuti, maka semakin meningkat hasil produksi benih yang
dilakukan oleh petani penangkar benih.
Para petani penangkar mengatakan bahwa mereka mengikuti pelatihan
yang diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah
apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan
87
oleh PT. SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk
musim tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi atau
dengan kata lain tidak bisa bergabung kedalam kemitraan yang terjalin antara PT.
SHS dengan para petani penangkar benih selaku mitra.
Banyaknya jumlah tanggungan terhadap produksi memiliki nilai rs (p-
value) pada kolom Sig.(2-tailed) > level of significant
terima H1 dan tolak H0. Artinya adalah terdapat hubungan nyata atribut pelatihan
produksi terhadap produksi benih pada taraf nyata lima persen, dan hubungan
yang didapatkan memiliki korelasi yang negatif. Artinya adalah semakin sedikit
jumlah tanggungan petani penangkar benih, maka semakin banyak hasil produksi
yang dimiliki oleh petani penangkar benih. Para petani penangkar mengatakan
bahwa seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan
rumah tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi
penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi
Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata
juta sampai 1,9 Juta/bulan atau sebanyak 56 persen. Berdasarkan hasil yang
didapatkan bahwa pendapatan memiliki nilai rs (p-value) pada kolom Sig.(2-
tailed) > level of significant 1 dan tolak H0.
Artinya adalah terdapat hubungan nyata atribut pendapatan terhadap produksi
pada taraf nyata satu persen. Dari hasil yang didapatkan bahwa pendapatan
memiliki korelasi yang positif terhadap produksi . Artinya adalah semakin tinggi
pendapatan yang diperoleh petani, maka semakin tinggi hasil produksi yang
diperoleh petani penangkar benih.
88
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani produksi benih padi varietas
ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar adalah penggunaan pupuk urea,
pupuk TSP, pupuk NPK, obat-obatan, dan tenaga kerja. penggunaan pupuk urea
dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale. Apabila terus
meningkatkan input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi
petani. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan apabila sudah
menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk urea sudah terdapat didalam
pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi.
Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan
tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to scale. Penggunaan pupuk
NPK seharusnya tidak digunakan didalam berproduksi apabila sudah
menggunakan pupuk urea, dan pupuk TSP. Karna kandungan pupuk urea dan
pupuk TSP sudah terdapat didalam kandungan pupuk NPK dan hal tersebut
merupakan pemborosan didalam berproduksi. Tenaga kerja merupakan hal yang
paling berpengaruh terhadap produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani
penangkar. Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam
memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh
PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi
mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari
petani pengelola.
Pendapatan yang diperoleh oleh petani penangkar didalam memproduksi
benih padi dengan luas lahan 1 Ha adalah sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk
luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya sebesar Rp238.322. hal tersebut
dikarenakan para petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja yang terlalu
berlebihan. Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata
1 juta sampai 1,9 Juta/bulan. Saat ini harga beli rata-rata PT. SHS di dalam
membeli hasil panen benih sebar yang diproduksi oleh petani penangkar benih
pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp 3.202 per Kg. Margin
keuntungan rata-rata yang didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar
89
Rp 464 per Kg. untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 517 per
kilogram benih padi yang dihasilkan. Untuk luas lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha
memiliki margin keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar
Rp35 per kilogram, kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya
tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan
masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani
mengelola lebih dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan
lahan rata-rata 1,6-2 Ha sebesar Rp 624 per kilogram, dan selisih margin
keuntungan per kilogram untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679.
Petani penangkar mengatakan bahwa didalam mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah apabila
para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT.
SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk musim
tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi atau dengan
kata lain tidak bisa bergabung kedalam kemitraan yang terjalin antara PT. SHS
dengan para petani penangkar benih selaku mitra. Banyaknya jumlah tanggungan
yang dimiliki oleh petani ternyata menjadi beban bagi petani penangkar, mereka
tidak maksimal didalam memproduksi. Para petani penangkar mengatakan bahwa
seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi
penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi. Dengan
adanya kemitraan yang terjalin, para petani penangkar merasakan dampak yang
positif karna memiliki mata pencaharian untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangganya setiap bulannya.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. SHS, maka saran yang
dapat diberikan adalah :
1. Perlu diadakan pelatihan-pelatihan dengan melibatkan karyawan PT. SHS,
petani penangkar yang bermitra dengan PT. SHS, dan tenaga kerja borongan
atau buruh yang diselenggarakan oleh dinas pertanian, badan karantina, dan
BPSB guna meningkatkan kemampuan petani penangkar didalam
memproduksi benih padi
90
2. Mengingat usahatani berada pada kondisi increasing (daerah I) dan
decreasing return to scale (daerah III), diharapkan agar PT. SHS bukan hanya
sekedar memberikan pelatihan produksi semata, akan tetapi penggunaan
faktor produksi secara tepat penggunaan dengan harapan dapat meningkatkan
efisiensi produksi dapat tercapai.
3. Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis efisiensi
usahatani produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani penangkar
benih yang tidak terdapat didalam penelitian ini.
91
DAFTAR PUSTAKA
Arintadisastra S. 1997. Konsep dan Strategi Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta
BALITPA. 2009. Deskripsi Varietas Padi. DEPTAN. Jakarta
BPSB. 1988. Benih Bermutu Tanaman Pangan. BPSB VI. Maros
BPS. 2010. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia. BPS. Jakarta
___. 2011. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia. BPS. Jakarta
DEPTAN. 2007. Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Jakarta
_______. 2010. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi. Jakarta
Gujarati, Damodar.1993. Ekonometrika Dasar. Di Dalam : Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Hadisuwito S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta
Iriawan N. dan Septi P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Edisi 1. Dalam : Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Lestari M. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Studi Kasus : Kemitraan PT. X di Yogyakarta) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Lipsey R. et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Dalam : Alpian A. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor
92
Nicholson W. 1999. Teori Ekonomi Mikro : Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Dalam : Alpian A. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Rahim A., Dan Hastuti D. R. D. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. PS. Jakarta
Rohela. 2008. Dampak Program Peningkatan Produksi beras Nasional (P2BN) Terhadap Pendapatan Petani [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor
Sadjad S. 1975. Dasar - dasar Teknologi Benih. Dalam : Kartasapoetra A. G., Editor. 1986. Teknologi Benih “Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum”. Bina Aksara. Jakarta
Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon, dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia-Press. Jakarta
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi (dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas). Rajawali Pers. Jakarta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung
Suratiyah Ken. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Widoyoko Y., Andibya B. W., Nugroho B. 2007. Kepemimpinan BUMN Dalam Sebuah Arus Perubahan Corporate Culture & Values Good Corporate Governance. Gibbon Group Publication. Jakarta
93
LAMPIRAN
94
Lampiran 1. Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Benih Padi Varietas Ciherang Per Musim Tanam Yang Dilakukan Oleh Para Petani Penangkar Benih
Resp Produksi (Y) Luas Lahan (X1)
Benih (X2)
Urea (X3)
TSP (X4)
NPK (X5)
Pestisida (X6)
Tenaga Kerja (X7)
1 6160 15000 37.50 600 150 150 2625 5475000 2 6000 12900 32.25 581 129 129 2903 2990500 3 6427 15000 37.50 600 150 150 2625 4581675 4 5500 10000 25.00 350 100 100 1500 2925500 5 5230 10000 25.00 450 100 200 3000 3187750 6 5768 11500 28.75 518 230 115 1438 4161200 7 4073 10000 25.00 450 100 100 4500 2566825 8 6360 10000 25.00 300 100 100 1500 3395800 9 5077 10000 25.00 300 100 100 1500 3709925 10 6152 10000 25.00 350 100 100 1500 3438800 11 5492 10000 25.00 300 100 100 1500 3301300 12 7143 10000 25.00 250 100 100 1500 3444290 13 6081 10000 25.00 250 100 50 2000 3398025 14 4963 10000 25.00 400 100 100 4500 3488964 15 4463 10000 25.00 450 100 100 2500 3161575 16 6433 10000 25.00 300 100 100 2750 3607990 17 6558 10000 25.00 400 100 100 3500 3308950 18 5947 10000 25.00 350 100 100 2500 3303675 19 5373 10000 25.00 300 200 100 3500 3039325 20 6210 15000 37.50 675 150 150 5250 5051250 21 4614 10000 25.00 300 100 100 5500 3118420 22 8558 15000 37.50 600 150 150 3750 4767950 23 5568 10000 25.00 300 100 100 3000 3047040 24 7312 15000 37.50 300 300 450 3750 4356240 25 7606 15000 37.50 555 150 150 4500 4355150 26 6214 15000 37.50 450 150 150 4500 4926280 27 7421 10000 25.00 280 100 100 2000 3051525 28 7320 15000 37.50 450 150 150 3750 4401000 29 6728 10000 25.00 250 100 100 4500 2572200 30 5508 10000 25.00 300 100 100 4000 2630700 31 5211 10000 25.00 350 100 100 1500 2606330 32 8209 10000 25.00 350 100 100 3250 3062270 33 6592 10000 25.00 350 100 150 2750 2999800 34 7832 15000 37.50 450 150 300 4125 4052960 35 5323 10000 25.00 350 100 100 3000 2916690 36 5347 10000 25.00 300 100 100 4000 2817410 37 6542 15000 37.50 450 300 150 4125 4016260 38 4736 10000 25.00 200 100 100 1750 2543080 39 6394 15000 37.50 525 150 225 4500 4354820 40 5994 10000 25.00 300 150 100 3250 2999820 41 4474 10000 25.00 300 150 100 2500 2723220 42 4196 10000 25.00 300 100 100 4500 2794900 43 6873 10000 25.00 350 100 100 2750 2962190 44 5286 10000 25.00 300 100 100 3500 2821580 45 6485 10000 25.00 350 100 100 3750 2969975 46 5698 10000 25.00 300 100 100 2750 2790940 47 6223 10000 25.00 300 100 100 5000 3291690 48 6356 10000 25.00 350 100 100 2750 3430680 49 11184 20000 50.00 900 200 0 5000 7075520 50 11800 20000 50.00 900 200 0 4000 5691000 51 11900 20000 50.00 900 200 0 6000 4936000 52 11600 20000 50.00 900 200 0 6000 6938000 53 10094 19000 47.50 760 570 1045 18525 4084820 54 11660 20000 50.00 800 200 200 4500 6141800 55 12747 20000 50.00 900 200 400 2500 6002410 56 11648 17600 44.00 704 88 176 4400 6951200 57 13931 20000 50.00 900 200 200 5000 7377875 58 10959 16800 42.00 504 168 168 2520 4696770 59 13376 20000 50.00 900 300 200 8000 5983280 60 10733 20000 50.00 600 200 100 7000 6261990 61 11847 20000 50.00 600 200 0 1500 6235410
95
62 9442 19300 48.25 772 0 193 6755 6128260 63 10319 20000 50.00 700 200 200 5000 5777570 64 10214 20000 50.00 700 0 200 7500 5739350 65 11171 20000 50.00 600 200 0 7000 6025130 66 9368 17900 44.75 716 0 0 4475 5296040 67 8403 16000 40.00 480 160 0 6400 4744105 68 10488 20000 50.00 600 200 100 6000 5935080 69 8741 16700 41.75 668 84 84 4175 4655230 70 10497 20000 50.00 500 400 0 7000 5854910 71 10600 20000 50.00 600 200 100 5000 5821000 72 10318 20000 50.00 600 400 0 5000 5635540 73 10914 20000 50.00 500 200 100 9500 5663420 74 12445 20000 50.00 600 400 100 10000 5953350 75 7931 20000 50.00 600 400 100 5500 5868275 76 11889 20000 50.00 600 200 0 5000 5866670 77 12285 20000 50.00 600 200 100 5000 5888550 78 9972 16300 40.75 489 82 82 4075 4622160 79 11094 18900 47.25 567 189 0 4725 5504350 80 14818 20000 50.00 600 100 0 5000 5894450 81 13104 20000 50.00 600 100 0 5000 5591120 82 7417 17800 44.50 534 178 178 5340 5098510 83 14100 20000 50.00 700 200 0 7500 6083000 84 12550 20000 50.00 600 100 100 5500 6246500 85 10760 20000 50.00 600 200 0 7000 6090800 86 8351 20000 50.00 600 200 0 13000 5720530 87 10182 20000 50.00 700 100 200 7000 6025460 88 13100 20000 50.00 600 100 200 7000 5758500 89 12499 20000 50.00 600 100 0 5000 5954970 90 7331 20000 50.00 600 100 0 5000 5443275 91 7293 20000 50.00 600 200 100 5000 5258790 92 11385 20000 50.00 500 100 0 2000 5861550 93 12366 27500 68.75 963 275 138 6875 8763980 94 9423 25000 62.50 875 250 500 3750 7209690 95 9231 26200 65.50 786 131 0 3930 6989775 96 9389 23000 57.50 690 115 0 5750 5728670 97 10478 23000 57.50 690 115 0 5750 6763340 98 8389 22000 55.00 880 220 0 6050 6609670 99 8455 21000 52.50 840 210 105 7875 6556375 100 8780 22000 55.00 880 110 88 5500 6529400
Rata-rata 8490 15854 40 537 157 115 4595 4744529
96
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Memilih
The regression equation is ln Produksi (Y) = 1074 - 179 ln Luas Lahan (X1) + 180 ln Benih (X2) -
0.0732 ln Urea (X3) - 0.0138 ln TSP (X4) + 0.00013 ln NPK (X5) - 0.0073 ln Obat-obatan (X6) + 0.492 ln Tenaga Kerja (X7)
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 1073.5 261.2 4.11 0.000 ln Luas Lahan (X1) -179.17 43.63 -4.11 0.000 755177.3 ln Benih (X2) 179.72 43.64 4.12 0.000 755219.9 ln Urea (X3) -0.07317 0.09554 -0.77 0.446 5.1 ln TSP (X4) -0.01378 0.01783 -0.77 0.442 1.1 ln NPK (X5) 0.000128 0.009057 0.01 0.989 1.4 ln Obat-obatan (X6) -0.00728 0.04374 -0.17 0.868 1.8 ln Tenaga Kerja (X7) 0.4919 0.1747 2.82 0.006 12.0 S = 0.163961 R-Sq = 77.8% R-Sq(adj) = 76.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 7 8.6854 1.2408 46.15 0.000 Residual Error 92 2.4732 0.0269 Total 99 11.1587 Durbin-Watson statistic = 1.32189
97
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih
The regression equation is Ln Produksi(Y) = -2.07 + 0.482 ln Luas Lahan (X1)- 0.077 ln Urea (X3)-
0.0018 ln TSP (X4) - 0.0106 ln NPK (X5) + 0.0136 ln Obat-obatan (X6) + 0.446 ln Tenaga Kerja (X7)
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -2.065 1.443 -1.43 0.156 ln Luas Lahan (X1) 0.4824 0.2139 2.26 0.026 15.5 ln Urea (X3) -0.0767 0.1034 -0.74 0.460 5.1 ln TSP (X4) -0.00182 0.01904 -0.10 0.924 1.0 ln NPK (X5) -0.010553 0.009392 -1.12 0.264 1.3 ln Obat-obatan (X6) 0.01361 0.04703 0.29 0.773 1.8 ln Tenaga Kerja (X7) 0.4457 0.1887 2.36 0.020 12.0 S = 0.177471 R-Sq = 73.8% R-Sq(adj) = 72.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 8.2296 1.3716 43.55 0.000 Residual Error 93 2.9291 0.0315 Total 99 11.1587 Durbin-Watson statistic = 1.34872
98
Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan
The regression equation is ln Produksi (Y) = -3.35 – 0.0010 ln Urea (X3) + 0.0035 ln TSP (X4) -
0.0153 ln NPK (X5) + 0.0555 ln Obat-obatan (X6) + 0.778 ln Tenaga Kerja (X7)
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -3.348 1.355 -2.47 0.015 ln Urea (X3) -0.00105 0.09992 -0.01 0.992 4.5 ln TSP (X4) 0.00345 0.01930 0.18 0.858 1.0 ln NPK (X5) -0.015304 0.009350 -1.64 0.105 1.2 ln Obat-obatan (X6) 0.05551 0.04414 1.26 0.212 1.5 ln Tenaga Kerja (X7) 0.7784 0.1202 6.47 0.000 4.7 S = 0.181290 R-Sq = 72.3% R-Sq(adj) = 70.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 8.0693 1.6139 49.10 0.000 Residual Error 94 3.0894 0.0329 Total 99 11.1587 Durbin-Watson statistic = 1.40749
99
Lampiran 5. Hasil Normalitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Memilih
100
Lampiran 6. Hasil Uji Homoskedastisitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Memilih
101
Lampiran 7. Hasil Normalitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih
102
Lampiran 8. Hasil Uji Homoskedastisitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih
103
Lampiran 9. Hasil Normalitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan
104
Lampiran 10. Hasil Uji Homoskedastisitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan