sinusitis

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENDAHULUAN SINUS PARANASALIS Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung. Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis: a) Sinus maksilaris b) Sinus etmoidalis c) Sinus frontalis d) Sinus sfenoidalis. Dengan adanya sinus ini maka: - Berat dari tulang wajah menjadi berkurang - Kekuatan dan bentuk tulang terpelihara - Resonansi suara bertambah 1

Upload: ansyah-edison

Post on 08-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

SINUSITIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN

SINUS PARANASALIS

Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung.

Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis:

a) Sinus maksilaris

b) Sinus etmoidalis

c) Sinus frontalis

d) Sinus sfenoidalis.

Dengan adanya sinus ini maka:

- Berat dari tulang wajah menjadi berkurang

- Kekuatan dan bentuk tulang terpelihara

- Resonansi suara bertambah

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya yang sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak.

Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis banyak ditemukan pada penderita hay fever yang mana pada penderita ini terjadi pilek menahun akibat dari alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung.

Sinusitis meurpakan salah satu dari penyakit yang sering dikeluhkan pasien ketika berobat ke dokter. Dengan berkembangnya zaman, banyak alat-alat canggih dan modern yang dapat digunakan untuk sebagai pemeriksaan penunjang sinusitis. Hal ini digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam penanganan sinusitis ini. Dari sisi penyakitnya, terapinya, akibat akibat yang ditimbulkan baik dari penyakitnya sendiri maupun dari terapi yang dilakukakan.

II.1Anatomi sinus paranasal

Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. Sinus parasanal adalah rongga udara yang terdapat pada tulang tengkorak disekitar daerah hidung. Empat tempat sinus paranasal :

1. Sinus frontal

2. Sinus maxillary

3. Sinus ethmoid

4. Sinus sphenoid

Sinus maksilaris

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15ml saat dewasa. Sinus maksilaris berbentuk segitiga dan juga dapat terbagi-bagi oleh adanya septum-septum. Dinding anterior sinus adalah permukaan facial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya ialah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral hidung serta dinding inferiornya ialah prosessus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada di sebelah postero-superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksilaris adalah :

1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar-akar gigi rahang atas ( premolar 1, premolar 2, molar 1, molar 2, kadang-kadang juga caninus dan molar 3 ), bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2. Letak sinus maksila berdekatan dengan orbita sehingga dapat menimbulkan komplikasi ke orbita.

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, karenanya drenase sangat tergantung pada gerak silia, disamping itu harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis maksilaris.

Sinus frontalis

Sinus frontal yang terletak di os.frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkebang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8cm tingginya, lebarnya 2,4cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoidalis anterior.

Sinus Ethmoidalis

Pada orang dewasa bentuk sinus etmoidalis seperti piramid dengan dasarnya dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5cm, tinggi 2,4cm dan lebarnya 0,5cm dibagian anterior dan 1,5cm di bagian posterior. Berdasarkan letaknya sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bemuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etomiod anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.

Bagian anterior ada bagian yang sempit yang disebut resesus frontal. Bagian ini berhubungan dengan sinus frontal. Sinus ini paling bervariasi dibanding dengan sinus sinus lainnya. Terletak di dalam massa bagian lateral os etmoid, sinus etmoid bentuknya berongga rongga terdiri dari sel sel yang menyerupai sarang tawon. Ukuran anterior-posterior sekitar 4-5 cm, tinggi 2,4 cm lebar di bagian anterior 0,5 cm, di bagian posterior 1,5 cm. Atap sinus etmoid disebut fovea etmoidalis yang berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral adalah lamina papirasea yang membatasi sinus etmoid dengan rongga orbita. Bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sphenoid.

Sinus Sphenoidalis

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid di bagi menjadi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya adalah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. Karotis interna dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Fungsi Sinus Paranasal

Sampai saat ini belum ada kesepakatan pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Beberapa teori yang dikemukakan untuk fungsi dari sinus paranasal ini adalah :

1. Sebagai pengatur kondisi udara

2. Sebagai penahan suhu.

3. Membantu keseimbangan kepala

4. Membantu resonansi suara

5. Peredam perubahan tekanan udara

6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.

Pemeriksaan pada Sinus Paranasal

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan inspeksi, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, trasiluminasi, radiologik, sinoskopi.

Pada pemeriksaan inspeksi dari luar diperhatikan ada tidaknya pembengkakan pada muka, pipi, kelopak mata. Pemeriksaan palpasi, jika terjadi pada nyeri tekan pada daerah-daerah sinus, maka terjadi gangguan pada sinus yang bersangkutan.

Pemeriksaan transluminasi, yaitu dengan menggunakan alat sumber cahaya. Akan tetapi jenis pemeriksaan ini hanya dapat dipakai pada pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal. Jenis pemeriksaan ini dilakukan jika sarana untuk pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap didaerah infraorbita,mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau neoplasma di dalam antrum.

Pemeriksaan radiologik dilakukan jika dicurigai adanya kelainan sinus paranasal. Posisi yang rutin digunakan adalah posisi Waters, P-A dan lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior-anterior untuk menilai sinus frontal, sedangkan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sfenoid dan etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT scan.

Pemeriksaan sinoskopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan endoskop yang dimasukkan ke dalam sinus maksila melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dalam pemeriksaan tersebut dilihat apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

BAB II

SINUSITIS

A. DEFINISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.

Sinus maksila disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena :

1. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar,

2. Letak ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia,

3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.

4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

B. PATOFISIOLOGI

Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadinya perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista.

C. FAKTOR PREDISPOSISI

Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertopi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri.

Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.

D. KLASIFIKASI

Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu; sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan; dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.

Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda-tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible dan disebut sinusitis kronik bila perubahan histologik mukosa sinus sudah ireveersible, misalnya sudah berubah menjadi granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.

D.1 Sinusitis Akut

Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.

D.1.1 Etiologi

Penyebab sinusitis akut ialah :

1. Rinitis akut.

2. Infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut.

3. Infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1, P2.

4. Berenang dan menyelam

5. Trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal

6. Barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.

D.1.2 Gejala Klinis

Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal.

1. Gejala sistemik

a. Demam, dan

b. Rasa lesu.

2. Gejala lokal (hidung)

a. Terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.

b. Hidung tersumbat.

c. Rasa nyeri di sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan juga ditempat lain karena nyeri alih (reffered pain).

1) Sinusitis maksila

Rasa nyeri di bawah kelopak mata. Kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi.

Rasa nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.

2) Sinusitis etmiod

Rasa nyeri di pangkal hidung dan kantus medius. Kadang-kadang dirsakan nyeri di bola mata atau dibelakangnya, dan nyeri akan b ertambah bila digerakkan.

Rasa nyeri alih dirasakan di pelipis (parietal)

3) Sinusitis frontal

Rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri di seluruh kepala.

4) Sinusitis sfenoid

Rasa nyeri di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid.

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis akut akan ditemukan :

1. Tampak pembengkakan di daerah muka.

a. Sinusitis maksila, pembengkakan terlihat di pipi dan kelopak mata bawah.

b. Sinusitis frontal, pembengkakan di dahi dan kelopak mata atas.

c. Sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi

2. Pada rinoskopi anterior.

a. Mukosa konka : hiperemis dan edema.

b. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal, sinusitis etmoid anterior : tampak mukopus atau nanah di meatus medius.

c. Pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid : tampak nanah keluar dari meatus superior.

3. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip)

D.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA, dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan dinding mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.

D.1.4 Pemeriksaan Mikrobiologi

Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophillus influenza. Selain tiu mungkin juga virus atau jamur.

D.1.5 Terapi

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk mempelancar drenase sinus. Boleh diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri.

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau ke intrakranial; atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.Dapat diberikan sistemik maupun topikal (dibatasi selama 5 hari untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.

D.2 SINUSITIS SUBAKUT

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akut (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.

Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius dan superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.

D.2.1 Terapi

Mula-mula diberikan terapi medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan yaitu diatermi atau pencucian sinus.

Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas, atau yang sesuai dengan resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga diberikan obat-obat simtomatis berupa dekongestan lokal (obat tetes hidung) untuk mempelancar drenase. Obat tetes hidung hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa. Selain itu, dapat diberikan analgetika, antihistamin dan mukolitik.

Tindakan dapat berupa dengan sinar gelombong pendek (ultra short wave diathermy), sebanyak 5 sampai 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.

Pada sinusitis maksila dilakukan tindakan pungsi irigasi. Pada sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus dengan cara Proetz (Proetz displacement therapy).

D.2.2 Pungsi Dan Irigasi Sinus Maksila

Dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila. Caranya dengan memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar mata atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan garam fisiologi. Sekret akan keluar melalui hidung atau mulut. Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina. Pada kasus yang meragukan, pungsi dapat digunakan sebagai tindakan diagnostik untuk memastikan ada atau tidaknya sekret di sinus maksila.

D.2.3 Antrostomi

Dibuat lubang pada meatus inferior yang menghubungkan rongga hidung dengan antrum (sinus maksila). Lubang lubang itu dipakai untuk penghisap sekret dan ventilasi sinus maksila.

Ada yang berpendapat bahwa antrostomi tidak bermanfaat untuk drenase sekret karena aliran sekret dalam sinus maksila akan selalu menurut gerakan silia ke arah ostiumnya di bagian atas dinding medial sinus.

D.2.4 Tindakan Pencucian Proetz (Proetz Displacement Therapy)

Pada prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal untuk dapat menghisap sekret ke luar. Diteteskan larutan vasokonstriktor (HCL efedrin 0,5 1,5 %) untuk membuka ostium yang kemudian masuk ke dalam sinus. HCL efedrin akan mengurangi edema mukosa dan tercampur dengan sekret di dalam rongga sinus, kemudian dihisap ke luar. Sementara itu pasien harus mengatakan kak-kak-kak supaya palatum mole terangkat, sehingga ruang antara nasofaring dan orofaring tertutup. Dengan demikian cairan tidak dapat masuk ke orofaring, sedangkan ruang nasofaring, hidung serta sinus menjadi satu rongga yang bertekanan negatif pada saat penghisapan, sehingga sekret mudah ke luar.

Tindakan internasal lain yang mungkin perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor predisposisi antara lain operasi koreksi septum bila terdapat deviasi septum, pengangkatan polip bila ada polip dan konkotomi parsial atau total bila ada hipertrofi konka. Prinsipnya ialah supaya drenase sekret menjadi lancar.

D.3 SINUSITIS KRONIK

Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.

Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga drenase sekret akan terganggu. Drenase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak dan seterusnya.

D.3.1 Gejala Klinis

Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

1. Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret dihidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip).

2. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan

3. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbat tuba Eustachius.

4. Adanya nyeri /sakit kepala.

5. Gejala mata, oleh karena perjalanan infeksi melalui duktus naso-lakrimalis.

6. Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.

7. Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.

Kadang- kadang gejala sangat ringan hanya terdapat sekret di nasofaring yang mengganggu pasien. Sekret pasca nasal yang terus menerus akan mengakibatkan batuk kronik.

Nyeri kepala pada sinusitis kronik biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya stasis vena.

Gejala obyektif, pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorokan.

D.3.2 Pemeriksaan Mikrobiologik

Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aerus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan fusaobakterium.

D.3.3 Diagnosis Sinusitis Kronis

Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT-Scan.

D.3.4 Terapi

Pada sinusitis kronik perlu diberikan terapi antibiotika untuk mengatasi infeksinya dan obat-obatan simtomatis lainnya. Antibiotika diberikan selama sekurang-kurangnya 2 minggu. Selain itu dapat juga dibantu dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari di daerah sinus yang sakit.

Tindakan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan untuk membantu memperbaiki drenase dan pembersihan sekret dari sinus yang sakit. Untuk sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis etmoid, sinusitis frontal atau sinisitis sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian sinus ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekrer purulen, berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka perlu dilakukan operasi radikal.

Untuk mengetahui perubahan mukosa sinus masih reversible atau tidak, dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan sinoskopi, yaitu melihat antrum (sinus maksila) secara langsung dengan menggunakan endoskop.

D.3.5 Pembedahan Radikal

Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi radikal yaitu mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal).

Drenase sekret pada sinus frontal dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) operasi dari luar(ekstranasal), seperti pada operasi Killian. Drenase sinus sfenoid dilakukan dalam hidung (intranasal).

D.3.6 Pembedahan Tidak Radikal

Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasl dengan menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-meatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan dranase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik engan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi ialah :

1. Osteomielitis dan abses subperiostal.

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.

2. Kelainan orbita.

Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan msinusitis maksila. Penyebab infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosus sinus kavernosus.

3. Kelainan intrakranial.

Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.

4. Kelainan paru.

Seperti bronkitis kronik dan bronkiektaktasis. Adanya kelainan sinus paranasal sisertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial.

PAGE

4