sintesis dan karakterisasi polipaduan poli asam …digilib.unila.ac.id/54767/3/skripsi tanpa bab...

66
SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIPADUAN POLI ASAM LAKTAT DENGAN POLIKAPROLAKTON SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG BEDAH OPERASI (Skripsi) Oleh Fransisca Clodina Dacasta FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: doanthu

Post on 17-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIPADUAN POLI ASAM LAKTAT

DENGAN POLIKAPROLAKTON SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG

BEDAH OPERASI

(Skripsi)

Oleh

Fransisca Clodina Dacasta

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRACT

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION POLYBLEND OF POLY

LACTIC ACID WITH POLYCAPROLACTONE AS RAW MATERIAL OF

SURGICAL

By

Fransisca Clodina Dacasta

Research about the use of biodegradable and bioresorbable polymers is mostly

carried out in the form of homopolymers or polyblends. This research focuses

about developing new materials such as biomedical applications of surgical. In

this study a combination of poly lactic acid (PLA) polymers and polycaprolactone

(PCL) was made with 3 different comparisons to determine the polyblend

composition suitable as a surgical. The syntheses carried out include PLA: PCL

(4: 1 (A4B)), PLA: PCL (1:1 (A1B)), and PLA: PCL (1:4 (AB4)). After being

synthesized, the degradation test and mechanical strength test were carried out to

find out the best polyblend composition as a surgical. Among the three polyblend

made, A4B had the largest presentation of weight loss of 2,39% in 0,9% NaCl

solution, 1,75% in pH 6 phosphate buffer solution, 2,84% in pH 7 phosphate

buffer, and 4,53% in pH 8 phosphate buffer. The value of the largest mechanical

strength also has A4B polyblend of 18 N/mm2, but this result is still quite far

compared to the value of the mechanical strength of commercial surgical threads.

The cause of the low mechanical strength is indicated by the characteristics of

FTIR, TGA/DTA and SEM. FTIR characterization showed no chemical

interaction between PLA and PCL combined, it showed by of the same spectra

between PLA and PCL before and after integration. The lack of homogeneity

between PLA and PCL is also a cause of low mechanical strength in A4B

polyblend. This is showed by the low thermal stability value of A4B polyblend

and random morphology when compared between pure A4B polymers and pure

PLA or PCL.

Keyword: Polymer, Poly Lactic Acid (PLA), Polycaprolatcone (PCL), Surgical

ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIPADUAN POLI ASAM LAKTAT

DENGAN POLIKAPROLAKTON SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG

BEDAH OPERASI

Oleh

Fransisca Clodina Dacasta

Penelitian tentang penggunaan polimer biodegradable dan bioresorbable banyak

dilakukan baik dalam bentuk homopolimer atau polipaduan. Penelitian ini banyak

berfokus pada pengembangan bahan-bahan baru yang digunakan pada bidang

lanjutan seperti aplikasi biomedis, contohnya benang bedah. Pada penelitian ini

dibuat polipaduan antara polimer poli asam laktat dan polikaprolakton dengan 3

perbandingan berbeda untuk mengetahui kompisisi polipaduan yang cocok

sebagai benang bedah. Sintesis yang dilakukan diantaranya PAL: PCL (4:1

(A4B)), PAL: PCL (1:1(A1B)), dan PAL: PCL (1:4(AB4)). Setelah disintesis,

dilakukan uji degradasi dan uji kekuatan mekanik untuk mengetahui komposisi

polipaduan yang terbaik sebagai benang bedah. Diantara ketiga polipaduan yang

dibuat, polipaduan A4B memiliki presentase penurunan berat terbesar yaitu

2,39% pada larutan NaCl 0,9%, 1,75% pada larutan buffer fosfat pH 6, 2,84%

pada buffer fosfat pH 7, dan 4,53% pada buffer fosfat pH 8. Nilai kekuatan

mekanik terbesar juga dimiliki polipaduan A4B sebesar 18 N/mm2, namun hasil

ini masih cukup jauh jika dibandingkan dengan nilai kekuatan mekanik benang

bedah komersial. Penyebab rendahnya nilai kekuatan mekanik ditunjukkan oleh

karakterisasi FTIR, TGA/DTA dan SEM. Karakterisasi FTIR menunjukkan tidak

adanya interaksi kimia antara PAL dan PCL yang dipadukan, dibuktikan dengan

munculnya spektrum-spektrum yang sama antara PAL dan PCL sebelum dan

sesudah dipadukan. Homogenitas yang kurang antara PAL dan PCL juga menjadi

penyebab rendahnya kekuatan mekanik pada polipaduan A4B. Hal ini dibuktikan

dengan nilai stabilitas termal polipaduan A4B yang rendah dan morfologi acak

jika dibandingkan antara polipaduan A4B dengan PAL atau PCL yang murni.

Kata kunci: Polimer, Poli asam laktat (PAL), Polikaprolakton (PCL), Benang

bedah

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIPADUAN POLI ASAM LAKTAT

DENGAN POLIKAPROLAKTON SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG

BEDAH OPERASI

(Skripsi)

Oleh

Fransisca Clodina Dacasta

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA SAINS

pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Selatan pada tanggal 24

Januari 1995 dan merupakan anak pertama dari dua

orang bersaudara dari Bapak Laurentino Maubuti

Vicente dan Ibu Kristina. Penulis mulai menempuh

pendidikan TK di Yayasan Katolik Mardi Waluya Bogor

dan lulus pada tahun 2002, lalu melanjutkan pendidikan

di SD dan SMP yayasan yang sama dan lulus pada tahun 2011. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan SMK di SMK Analis Kimia YKPI Bogor selama empat

tahun dan lulus pada tahun 2014. Penulis selanjutnya menempuh pendidikan di

Universitas Lampung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan

Kimia pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SBMPTN).

Selama menempuh pendidikan sejak SMP hingga SMA, penulis aktif dalam

organisasi seperti menjadi anggota OSIS SMP Mardi Waluya dan SMK Analis

Kimia YKPI Bogor. Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi selama

perkuliahan, diantaranya: Kader Muda Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA

Universitas Lampung tahun 2014, Anggota Bidang Kesekretariatan HIMAKI

(Himpunan Mahasiswa Kimia) periode 2014-2016, International Relation

Matching Staff di AIESEC Universitas Lampung periode 2015-2016, Incoming

Exchange Marketing Manager AIESEC Universitas Lampung periode 2016-2017,

dan anggota bidang Komunikasi dan Sosial Media di Komunitas Mahasiswa

Katolik Lampung periode 2017-2018. Penulis juga pernah menjadi Asisten Kimia

Dasar pada tahun 2016-2017 dan Asisten Kimia Organik 1 pada tahun 2018.

Semasa perkuliahan penulis juga bergabung menjadi salah satu pengajar kimia

dan matematika di Les Privat Selection and Learning Bandar Lampung. Pada

tahun 2015 dan 2016 penulis juga berhasil mendapatkan beasiswa pendidikan dari

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kasih-Nya

telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Sintesis dan

Karakterisai Polipaduan Poli Asam Laktat dan Polikaprolakton sebagai

Bahan Baku Benang Bedah Operasi”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Dalam proses

penyelesaian skripsi ini, tidak lepas dari rintangan dan juga hambatan, namun

semua dapat penulis lalui berkat pertolongan tangan Tuhan Yang Maha Esa serta

dukungan dan semangat yang terus mengalir dari orang-orang terkasih yang

hadir dalam kehidupan penulis. Maka dengan ketulusan pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kado terindah Tuhan yang Ia berikan sejak pertama datang ke dunia ini.

Papaku terhebat Laurentino Maubuti Vicente, manusia yang mengajarkanku

kedisiplinan, pemilik hati yang terlembut dan selalu bertanggung jawab

untuk membuatku bahagia. Mamaku terhebat Kristina, manusia cantik yang

berjasa menjadi perantara Tuhan untuk menghadirkan penulis di bumi ini.

Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang paling tulus yang diberikan

kepada penulis sehingga bisa menjadi seperti saat ini.

2. Saudara perempuanku Elisabeth Risky P., terimakasih sudah menjadi teman

hidup yang selalu membahagiakan dan membuat penulis selalu bersyukur

memiliki adik sepertimu.

3. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T ., selaku pembimbing I penulis

yang banyak memberikan, ilmu, kritik, saran dan motivasi untuk penulis

selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Semoga segala

kebaikan beliau yang telah diberikan kepada penulis, akan dibalas oleh

Tuhan Yang Maha Esa.

4. Ibu Dr. Kamisah D. Pandiangan, M.Si., selaku pembimbing II penulis yang

memberi banyak perhatian, ilmu, dan dukungan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ilim, M.Si., selaku pembahas yang memberikan kritik dan saran yang

amat berguna bagi penulis dalam menjalani proses penelitian dan penulisan

skripsi ini.

6. Bapak Mulyono, Ph.D., selaku pembimbing akademik atas kesediannya

untuk membimbing, menasehati, dan memberikan masukkan selama kegiatan

perkuliahan berlangsung.

7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia

Fakultas Matematika Ilmu dan Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

9. Keluarga besar Mbah Seneng, Mbah Giyah, Om Sudip, Bi Darmi, Pak Sur,

Bi Daryati, Om Marsel, Bi Wanti, Om Nugroho dan Bi Warni yang menjadi

orang tua kedua bagi penulis selama menempuh pendidikan di Lampung.

10. Om Mateus, Tante Linda, Gregorius, dan Kristo yang menjadi keluarga

kedua bagi penulis selama di Lampung.

11. Kristoforus Astaka Piko Anggoro, terimakasih atas canda, tawa, perhatian,

pengalaman dan penghiburan yang diberikan kepada penulis. Distance

shouldn’t stop us, see you when I see you.

12. Sahabat terbaikku “Sister from Another Mom”, Gabriella, Edith, Sabeth, dan

Beber yang sudah menjadi adik, saudara, orang tua, teman curhat, teman

main, teman gereja, teman dikala susah dan senang, teman yang membuatku

semakin dewasa, teman yang mau menerima aku apa adanya. Terimakasih

sudah menjadi salah satu alasanku suatu saat nanti untuk terus kembali ke

Lampung. Love you more!!

13. Sahabat Keluarga Kecil OHANA, Rere, Oce, Lusi, Kak Carmel, dan Kak

Lenny. Beruntungnya diriku punya sahabat yang membuatku semakin jatuh

cinta dengan Tuhan.

14. Keluarga Kecil Yuta, Dian, Dahliani, dan Sri, yang membuat aku selalu

termotivasi untuk berbuat kebaikkan dan taat kepada Tuhan. Selalu

bertumbuh dalam iman adikku.

15. Arinas Team, Cia , Sasha, Arum yang selalu menjadi partner kepanitiaanku

dalam acara apapun di KMKL. Aku akan sangat merindukan kalian.

16. Partner penelitianku “Pak Dwi Squad” Nella, Mba Yolanda, dan Dhia yang

sabar dan mau berjuang bersamaku dalam dunia polimer ini. Terkhusus

untuk teman sepenelitian luar biasaku Nella yang menjadi teman begadang

bersama, pusing bersama, seminar bersama, repot bersama, diriku beruntung

punya kamu. Keep in touch ya guys!

17. Kakak seperbimbingan diriku, Mba Sella, Mba Dona, Mba Aulia, Mba Siti,

Mba Imah dan Kak Ridho yang sudah banyak memberikan bantuan dan

saran selama proses penelitianku.

18. Adik adik seperbimbinganku 2015, terimakasih atas hadiah, doa dan

dukungan yang diberikan. Semangat untuk penelitiannya, usaha tidak akan

menghianati hasil.

19. Penghuni Laboratorium Organik, Risa, Ufi, Ela, Risky, Wahyu, Dicky,

Gabriel, Elisabeth, Laili, Kartika, Herda, Astriva, Mba Arni, Mba Imah, Mba

Yolanda, Nella, Dhia dan adik-adik 2015. Terimakasih membuat

kehidupanku di Lab menjadi tidak membosankan.

20. Para laboran dan staff Jurusan Kimia Universitas Lampung, Mba Wit, Pak

Gani, Pak Jon, Mba Lisa, Mas Nomo, Mba Umi, dkk. Terimakasih sudah

banyak membantu selama proses perkuliahan dan penelitian.

21. Angkatanku “Chemistry 2014”, yang telah mau menemani, mewarnai,

menghibur dan memberikan ilmu tentang arti pertemanan. Kalian akan

menjadi list meet up ketika aku akan kembali ke Lampung.

22. Kakak tingkatku 2010, 2011, 2012, 2013 atas ilmu dan pengalaman yang

diberikan agar perkuliahanku berjalan dengan baik.

23. Adik tingkatku 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang sudah memberikan

keceriaan dan dukungan, terkhusus yang pernah menjadi praktikanku.

24. Keluarga Mahasiswa Katolik Lampung yang banyak sekali memberikan

pengalaman iman, canda, tawa dan pertolongan dalam masa perkuliahanku.

Terimakasih karena kalian perkuliahanku menjadi sebahagia ini.

25. Seluruh member AIESEC Unila 2015/2016, dan 2016/2017 terkhusus untuk

The Troops 15/16, Summer Troops 15/16, Aloha Teams 16/17, The Vission

16/17, EmKiTi 16/17, dan Nirvana Team 17/18 yang menjadi team terbaikku

dan memberikan banyak ilmu yang berguna bagi kehidupanku selanjutnya.

Terimakasih telah menginspirasi hidupku untuk tidak selalu menyerah!

26. Sahabat SMP GLB (Gila Lebai Bersama) Ocha, Nanda, Apri, Betty, Baler,

Vera, Intan, Yoyoh, Dhea, Agie, Putri dan Neke serta Sahabat SMK aku

Mercy, Hera, Tiwi, Cindy, Muti, Finta dan Nila, yang masih menjadi

sahabatku hingga hari ini walaupun aku harus pergi jauh dari Bogor untuk

waktu yang lama.

27. Keluarga Komunitas Tritunggal Mahakudus Sel Maria Faustina dan

Donbosco yang selalu mendoakan kelancaran dalam perkuliahanku

walaupun kita berjauhan.

28. Teman-teman KKN Desa Tanjung Setia tahun 2017 yang telah menjadi

keluargaku selama 40 hari, terimakasih pernah menjadi tim terbaikku.

29. Keluarga Les Private „Selection and Learning” serta anak les privatku yang

mengingatkanku untuk selalu menggali ilmu dan belajar membagi waktu.

30. Penghuni Kosan Bunda Ratna yang selalu menjadi teman ketika aku

mengalami ketakutan untuk tidur sendiri. Maafkan aku jika terkadang diriku

mengganggu kalian.

31. Almamater tercinta Universitas Lampung.

32. Kepada semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu dan telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikkan tulus yang

diberikan kepada penulis. Penulis sadar bahwa skripsi yang disajikan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang akan membantu penulis dalam penulisan untuk penelitian selanjutnya.

Semoga skripsi yang sudah penulis buat dapat bermanfaat untuk para pembaca.

Amin.

Bandar Lampung, Desember 2018

Penulis

Fransisca Clodina Dacasta

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3

C. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5

A. Benang Bedah Operasi ............................................................................. 5

B. Polimer ................................................................................................... 10

C. Polimer Biodegradable .......................................................................... 13

D. Polipaduan .............................................................................................. 16

E. Poli Asam Laktat (PAL) ........................................................................ 17

F. Poli ɛ-kaprolakton (PCL) ....................................................................... 20

G. Larutan NaCl 0,9% ................................................................................ 22

H. Buffer Fosfat .......................................................................................... 22

I. Uji Tarik ................................................................................................. 24

I.1. Deformasi ............................................................................................ 25

I.2. Hukum Hook ....................................................................................... 25

J. Fourier Transform Infrared Red Spectroscopy (FTIR) ......................... 27

K. Scanning Electron Microscopy (SEM) .................................................. 30

L. Thermo Gravimetric Analyzer (TGA) dan Differential Thermal

Analysis (DTA) ...................................................................................... 31

III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 34

B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 34

C. Prosedur Percobaan ................................................................................ 35

C.1. Pembuatan polipaduan PAL dan PCL ................................................ 35

C.2. Uji Kelarutan dalam NaCl 0,9% (Larutan fisiologis)......................... 36

C.3. Uji Pengaruh pH terhadap Polipaduan PAL dan PCL ....................... 36

C.4. Uji Tarik ............................................................................................. 37

C.5. Uji dengan FTIR ................................................................................. 37

C.6. Uji dengan SEM ................................................................................. 37

C.7. Uji dengan TGA/DTA. ....................................................................... 38

ii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 39 A. Pembuatan Polipaduan PAL dan PCL ................................................... 39

B. Uji Degradasi Polipaduan ...................................................................... 42 C. Uji Kekuatan Mekanik ........................................................................... 50 D. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR ..................................................... 52 E. Analisis Degradasi Termal Menggunakan TGA/DTA .......................... 56 F. Analisis Morfologi Permukaan dengan SEM ....................................... 59

V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 62

A. Simpulan .............................................................................................. 62

B. Saran ..................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64

LAMPIRAN ....................................................................................................... 69

Tabel 9-12 ........................................................................................................... 82

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sifat fisik dan mekanik PAL ......................................................................... 20

2. Sifat fisik PCL ............................................................................................... 21

3. Korelasi inframerah....................................................................................... 28

4. Sifat -sifat bahan setelah dilakukan hot-press ............................................... 40

5. Nilai kekuatan mekanik sampel .................................................................... 50

6. Spektrum FTIR PAL dan sampel A4B pada sampel .................................... 53

7. Spektrum FTIR PCL dan sampel A4B pada sampel .................................... 53

8. Nilai termogram TGA pada PAL, PCL, dan polipaduan A4B ..................... 57

9. Persen degradasi sampel dalam larutan NaCl 0,9% ...................................... 83

10. Persen degradasi sampel pada buffer fosfat pH 6 ......................................... 85

11. Persen degradasi sampel pada larutan buffer fosfat pH 7 ............................. 87

12. Persen degradasi sampel pada larutan buffer fosfat pH 8 ............................. 89

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Mekanisme degradasi pada polimer poliester. .............................................. 14

2. Struktur poli asam laktat. .............................................................................. 19

3. Struktur kimia poli(ɛ-kaprolakton) ............................................................... 21

4. Diagram tegangan dan regangan bahan polimer. .......................................... 26

5. Skema interaksi antara bahan dan elektron di dalam SEM. .......................... 31

6. Contoh hasil analisis termal kurva TGA untuk dekomposisi karet, yang

memperlihatkan dekomposisi minyak dan polimer dalam N2 hingga

600 oC. ........................................................................................................... 32

7. Metode analisis termal .................................................................................. 33

8. Interaksi kimia antara polimer PLA dan PCL. .............................................. 41

9. Grafik sisa berat sampel setelah perendaman dalam larutan NaCl 0,9%...... 42

10. Grafik sisa berat sampel setelah perendaman dalam larutan buffer fosfat

pH 6. .............................................................................................................. 44

11. Grafik sisa berat sampel setelah perendaman sampel dalam larutan buffer

fosfat pH 7. .................................................................................................... 44

12. Grafik sisa berat sampel setelah perendaman dalam larutan buffer fosfat

pH 8. .............................................................................................................. 45

13. Grafik perbandingan degradasi polipaduan ................................................. 46

14. Perbandingan penurunan berat antara polipaduan A4B dengan benang

bedah. ............................................................................................................ 48

15. Sampel setelah dilakukan perendaman selama 28 hari ................................ 49

16. Grafik nilai kekuatan tarik dan regangan sampel.......................................... 51

v

17. Spektrum FTIR sampel ................................................................................ 54

18. Grafik perbandingan nilai TGA pada PAL, PCL, polipaduan A4B. ............ 58

19. Grafik perbandingan nilai DTA pada PAL, PCL, polipaduan A4B. ........... 59

20. Mikrograf SEM dari permukaan atas sampel ............................................... 60

21. Mikrograf SEM dari permukaan samping sampel ........................................ 61

22. Grafik analisis kekuatan mekanik polipaduan. ............................................. 78

23. Grafik analisis kekuatan mekanik PAL dan PCL murni. .............................. 79

24. Grafik analisis gugus fungsi dengan FTIR pada polipaduan A4B. .............. 80

25. Grafik analisis gugus fungsi dengan FTIR pada PAL murni. ....................... 80

26. Grafik analisis gugus fungsi dengan FTIR pada PCL. ................................. 81

27. Grafik analisis degradasi termal dengan TGA/DTA pada polipaduan

A4B. .............................................................................................................. 81

28. Grafik analisis degradasi termal dengan TGA/DTA pada PAL murni. ....... 82

29. Grafik analisis degradasi termal dengan TGA/DTA pada PCL murni. ....... 82

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa tahun sebelumnya, banyak penelitian dilakukan tentang penggunaan

polimer biodegradable dan bioresorbable baik campuran dan komposit.

Penelitian tersebut berfokus pada pengembangan bahan-bahan baru yang

digunakan pada bidang lanjutan seperti aplikasi biomedis (Ulery et al., 2012).

Polimer biodegradable dinilai efektif karena sifatnya yang ramah lingkungan,

memiliki ketahanan yang baik dan aman bagi tubuh. Penggunaan bahan polimer

dalam bidang medis seperti implan bedah dan benang jahitan dikarenakan

fleksibilitas yang baik bila dibandingkan dengan bahan logam, keramik atau

bahan lainnya. Berbagai macam aplikasi penggunaan polimer dalam bidang

medis adalah mikrosfer (pengungkung obat), implan gigi, implan tulang dan

benang bedah (Pillai and Sharma., 2010).

Benang bedah memiliki peran penting diantara semua implan medis lainnya.

Benang bedah digambarkan sebagai helaian bahan, sintetis atau alami, yang

dimaksudkan untuk penutupan luka (Dumitriu, 2001). Penggunaan benang bedah

dalam dunia kesehatan mencapai 1,3 miliar per tahun (Champeau et al., 2017).

2

Jenis-jenis benang yang dapat digunakan dalam membantu menyembuhkan luka

yaitu benang yang dapat diserap oleh tubuh (absorbable suture) dan tidak dapat

diserap oleh tubuh (non-absorbable suture). Penggunaan benang bedah

absorbable banyak disukai karena meminimalisir reaksi inflamasi dalam tubuh

dan menyembuhkan luka lebih cepat (Tan et al., 2008). Salah satu contoh benang

bedah yang dapat diserap oleh tubuh adalah catgut. Catgut memiliki beberapa

kelemahan, salah satunya adalah mudah larut dalam cairan tubuh. Terdapat kasus

pasien yang mengalami demam, infeksi difensisasi protein, atau apabila luka

operasi dalam kondisi basah, akan menambah tingkat penyerapan benang bedah di

dalam tubuh. Akhirnya benang akan habis atau benang akan kehilangan

kekuatannya sebelum luka tersebut tertutup secara sempurna (Andrzejewska,

2017).

Selama ini sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari bahan baku

lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku benang bedah terutama yang

bersifat terserap dalam tubuh. Bahan baku tersebut menimbulkan reaksi

inflamasi, pemrosesan yang rumit, dan masih sedikit industri yang memproduksi

benang bedah yang bersifat absorbable ini (Adhitiosa, 2012). Salah satu polimer

yang diperkirakan dapat dijadikan benang bedah yang dapat diserap dalam tubuh

yaitu poli asam laktat (PAL) yang memiliki sifat biodegradable yang baik dan

aman dalam tubuh namun memiliki sifat permeabilitas yang rendah dan

cenderung kaku. Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknik polipaduan yang

merupakan teknik pendekatan yang dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik

dari polimer tersebut (Chen et al., 2003). Polimer lain yang dapat dirasa cocok

3

sebagai paduan poli asam laktat adalah polikaprolakton (PCL). PCL memiliki

kekuatan mekanik dan permeabilitas yang baik, namun memiliki waktu degradasi

yang lebih lama dibandingkan PAL (Gunatille and Adhikari, 2003). Setelah

dilakukan perpaduan antara kedua polimer tersebut diharapkan sifat yang dimiliki

oleh masing-masing polimer dapat saling melengkapi satu dengan yang lain.

Pembuatan benang bedah dilakukan dengan cara mencampurkan kedua polimer

dengan pelarut yang sama, yang kemudian diuji dengan berbagai macam metode

pengujian. Pengujian yang akan dilakukan yaitu pengujian degradasi diantaranya

perendaman menggunakan larutan NaCl 0,9% (larutan fisiologis), dan juga buffer

fosfat yang memiliki 3 varian pH yaitu 6, 7, dan 8. Kemudian dilakukan uji tarik

material dengan standar ASTM D882 untuk mengetahui kekuatan polipaduan

antara PAL dan PCL. Setelah itu dilakukan karakterisasi menggunakan alat

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui perubahan

gugus fungsi polipaduan, Scanning Electron Microscope (SEM) untuk

mengetahui morfologi polipaduan, dan Thermo Gravimetric Analyzer/Differential

Thermogavic Analyzer (TGA/DTA) untuk mengetahui degradasi polipaduan

berdasarkan fungsi suhu.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan sintesis antara polimer PAL dengan PCL dengan berbagai

perbandingan.

4

2. Mengetahui perbandingan polipaduan PAL dan PCL yang baik sebagai bahan

baku benang bedah.

3. Mengetahui persen degradasi (kehilangan bobot) per minggu, nilai kekuatan

tarik, morfologi, perubahan gugus fungsi, dan degradasi berdasarkan fungsi

suhu pada polipaduan dengan melakukan uji tarik, biodegradabilitas,

karakterisasi dengan spektroskopi seperti Spektrofotometri Fourier Transform

Infrared (FTIR), Scanning Electron Microscope (SEM), dan TGA (Thermo

Gravimetric Analyzer).

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah mengetahui hasil

karakterisasi dengan menggunakan alat-alat spektroskopi dari poli asam laktat dan

polikaprolakton dalam berbagai macam perbandingan.

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Benang Bedah Operasi

Benang bedah operasi digunakan dalam mengatasi penyembuhan luka atau trauma

pada tubuh (Ethicon, 2014). Tujuan dilakukannya penjahitan adalah untuk

memegang jaringan bersama, memudahkan dan mempercepat proses

penyembuhan dengan tidak ada bekas luka akibat cedera atau prosedur

pembedahan (Mackenzie, 1978). Fitur dan sifat dari benang bedah berkontribusi

terhadap fungsi jahitan yang akan dilakukan. Berbagai bahan seperti emas, perak,

besi dan kawat baja, usus hewan kering, bulu binatang (contohnya adalah rambut

kuda), sutra, kulit pohon, dan serabut tanaman (contohnya adalah linen dan kapas)

digunakan sebagai bahan jahitan di masa lalu, dan sementara beberapa masih

digunakan sampai sekarang. Selain itu digunakan juga bahan polimer seperti poli

(asam laktat-glikolat) sebagai bahan benang jahit. Adapun beberapa hal yang

berbeda dari benang jahit satu dengan lainya adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan tingkat penyerapannya

Penyerapan suatu benang bedah khusunya benang absorbable berbeda,

tergantung dengan bahan baku benang tersebut. Benang catgut memiliki

waktu penyerapan sekitar 14-21 hari, sedangkan benang polygliconate

6

memiliki waktu serap 90 hari. Benang absorbable dapat diserap dalam

tubuh melalui mekanisme enzimatik, contohnya catgut dan kolagen. Enzim

proteolitik dalam lisosom PMN akan menghancurkan benang. Mekanisme

hidrolisis tersebut yang akan berefek adanya air dalam benang. Gangguan

air pada benang akan menyebabkan benang lebih rapuh lalu hancur.

Hidrolisis akan meningkat dengan perubahan pH. Pemilihan benang

disesuaikan dengan organ yang akan dijahit dengan mempertimbangkan

waktu penyerapannya.

2. Berdasarkan asal bahannya

Menurut asalnya benang bedah absorbable (terserap) terdiri dari benang

alami (natural) dan buatan serta non-absorbable suture yang terdiri dari

benang alami (natural) dan buatan (sintetis).

a. Absorbable suture alami (natural)

Contoh benang yang digunakan adalah plain catgut dan chromic catgut,

bahan dasar ini menggunakan bahan baku kolagen sapi atau domba.

b. Absorbable suture buatan (sintesis)

Contoh dari benang ini adalah polyglatin ( vicryl atau salfil),

polyglycapron (monocryl atau monosyn), dan polydioxanone, benang

ini terbuat dari bahan sintesis, memiliki daya pengikat 2-3 minggu,

diserap secara lengkap dalam waktu 9-120 hari.

c. Non-absorbable suture alami (natural)

Contoh dari benang ini adalah sutera yang terbuat dari protein bernama

fibroin di dalam serabut sutera hasil produk ulat sutera. Benang ini

tidak dapat diserap oleh tubuh.

7

d. Non-absorbable suture buatan (sintesis)

Benang non absorbable sintesis seperti benang nilon (merk dagang

Ethilon atau Dermalon), polyester (merk dagang Mersilene) dan

propylene (merk dagang Prolene).

3. Berdasarkan serat benangnya

Benang bedah dibagi menjadi monofilamen (serat tunggal) dan multifilamen

(serat banyak). Monofilamen umumnya bersifat lebih lentur namun

kekuatan simpulnya (knotting security) lebih kecil, sehingga dapat

mengakibatkan jahitan mudah terbuka. Keunggulannya yakni bekas jahitan

halus. Benang serat banyak menghasilkan kekuatan simpul yang besar,

karena jalinan seratnya membuat benang lebih kesat dan menggigit. Benang

dengan serat banyak akan dibagi-bagi menjadi dua yaitu braided (berupa

benang anyaman seperti rambut dikepang dan twisted (berupa benang yang

dipilin).

4. Berdasarkan lapisannya (coated)

Pelapisan yang dilakukan dalam benang bedah bertujuan mendapatkan

benang bedah yang lebih kesat sehingga kekuatan simpulnya lebih baik,

mengamankan jalinan benang agar lebih rapih dan kokoh, karena pori-pori

yang ada pada benang akan menjadi tempat pertumbuhan bakteri

(Dudley, 2000).

Klasifikasi yang harus dipenuhi oleh suatu bahan yang digunakan sebagai benang

bedah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki tensile strength (nilai kuat tarik) yang tinggi. Semakin kuat tensile

strength maka akan semakin kuat dalam menahan luka.

8

b. Tidak menyebabkan alergi atau inflamasi pada jaringan tubuh.

c. Memiliki daya simpul yang baik.

d. Daya kapilaritas yang dimiliki harus rendah sehingga tidak menyerap banyak

cairan pada jaringan yang sedang meradang dan menyebabkan infeksi.

e. Mudah dalam sterilisasi.

f. Murah.

Ukuran benang jahit tersedia dalam berbagai macam tergantung tensile strength

yang dimilikinya. Standar untuk mengidentifikasi tensile strength yang bervariasi

ditentukam dari jumlah angka nol. Ukuran dimulai dari 0 dan berlanjut dengan

10-0. Contohnya, benang jahit operasi jenis nilon ukuran 4-0 memilki diameter

yang lebih besar dari benang jahit nilon ukuran 6-0. Benang jahit operasi yang

lebih tebal biasanya tepat digunakan untuk penjahitan pada lapisan nukleosa yang

lebih dalam dan mengikat pembuluh darah. Sedangkan benang yang lebih tipis

biasa digunakan untuk menutup jaringan. Bahan benang bedah yang bersifat

absorbable tipis seperti konjungtiva dan insisi dapat digunakan pada wajah

(Posthtletwait, 1970).

Dunia medis banyak menggunakan benang yang dapat terserap dalam tubuh

dibandingkan dengan benang bedah yang tidak terserap dalam tubuh. Banyak

dokter menilai bahwa benang yang absorbable tidak mengandung bahan-bahan

yang menimbulkan reaksi inflamasi dalam tubuh. Kandungan bahan pada benang

absorbable mampu diurai dalam tubuh sehingga tidak adanya reaksi asing pada

sistem metabolisme dalam tubuh. Hal itu membuat benang bedah tidak

memerlukan proses pengeluaran benang bedah ketika luka sudah sembuh (Pillai

9

and Sharma, 2010). Salah satu tindakan medis yang sering menggunakan benang

bedah adalah sesar. Dilaporkan bahwa 73,9% dokter kandungan di Inggris lebih

memilih untuk menutup luka akibat sesar dengan menggunakan benang bedah

dibandingkan dengan metode lainnya. Hal ini terjadi karena para pasien

mengganggap bahwa bekas luka akibat operasi sesar akan lebih cepat sembuh dan

memberikan bekas luka yang sedikit jika menggunakan benang bedah yang dapat

terserap dalam tubuh (absorbable) (Tan et al., 2008).

Catgut merupakan salah satu jenis benang bedah yang banyak digunakan untuk

proses penyembuhan luka. Catgut terbuat dari usus hewan seperti sapi, babi, dan

domba. Penggunaan catgut sebagai benang bedah sudah dilakukan sejak tahun

1930. Catgut banyak digunakan karena ketangguhan dan keuletannya yang tinggi

jika dibandingkan bahan sebelumnya. Sebelumnya proses penjahitan luka

dilakukan dengan menggunakan benang bedah berbahan dasar kapas dan sutra.

Hanya saja bahan-bahan tersebut tidak dapat terserap dalam tubuh, sehingga

menimbulkan reaksi inflamasi dalam proses penyembuhan luka (Francoeur and

Lister, 2010).

Dibalik kelebihan yang dimiliki catgut terdapat beberapa kekurangan yang

membuat para peneliti mulai mencari bahan-bahan alternatif lain. Penjahitan luka

dengan menggunakan catgut sangat mudah diserap oleh tubuh manusia terutama

karena tindakan enzim proteolitik fagosit dan sel lain. Hal ini menyebabkan

hilangnya kekuatan secara cepat dan terkadang melebihi periode penyembuhan

luka (Okada et al., 1992). Jahitan catgut hanya dapat mempertahankan kekuatan

tarik selama 4-5 hari pertama saja dan setelah 2 minggu kekuatan tarik akan

10

hilang. Oleh karena itu penggunaan catgut terbatas kerena hanya dapat digunakan

dalam jenis operasi yag tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses

penyembuhan. Selain itu bahan baku yang digunakan dalam benang bedah catgut

menimbulkan reaksi alergi pada beberapa pasien. Hal ini terjadi karena catgut

mengandung struktur protein asing yang tidak dapat diterima oleh tubuh pasien

tersebut. Hasil degradasi jahitan catgut mengandung akumulasi padat seperti

makrofag, limfosit, dan sel-sel raksasa asing (Vasanthan et al., 2009).

Salah satu bahan yang dapat dijadikan bahan alternatif sebagai benang bedah

adalah polimer. Postletwait (1970), menggunakan benang bedah dengan bahan

kopolimer antara laktida dengan glikosida. Benang bedah tersebut memiliki

waktu degradasi yang lebih cepat dibandingkan dengan catgut dan memiliki

waktu degradasi yang sama pada semua bagian tubuh. Penelitian lain dilakukan

juga pada benang bedah vicryl yang memiliki kekuatan menahan jaringan luka

lebih besar dibandingkan dengan catgut. Bahkan vicryl juga memiliki laju

degradasi yang hampir sama dengan catgut. Edlich et al (2006), juga

mengungkapkan bahwa benang bedah polimer memiliki resiko reaksi inflamasi

yang lebih kecil dibandingkan catgut. Hal tersebut yang membuat penelitian

mengenai penemuan bahan baku alternatif benang bedah dari polimer banyak

dilakukan.

B. Polimer

Polimer didefinisikan sebagai senyawa yang memiliki massa molekul besar

dengan struktur berupa rantai, tersusun atas monomer yang berulang. Polimer-

11

polimer tersebut dapat digolongkan berdasarkan asal, sifat polimer, komposisi,

fase, dan reaksi pembentukkannya.

1. Berdasarkan asalnya, polimer dibagi menjadi polimer alam dan sintetik.

a. Polimer alam

Bahan polimer alam biasanya ditemukan pada makhluk hidup.

Contohnya protein, amilum, selulosa, glikogen, karet alam (poliisoprena),

wol, sutra, jaring-jaring benang pada sarang laba-laba, dan katun.

Umumnya polimer alam mudah mengalami kerusakkan yang disebabkan

oleh organisme hidup, seperti ulat dan rayap.

b. Polimer sintetik

Polimer sintetik adalah polimer yang terbuat dari reaksi kimia seperti

karet fiber, poliester, poliesterena, dan polietilen.

2. Berdasarkan sifatnya, polimer dibagi menjadi polimer termoplastik dan

polimer termoset.

a. Polimer termoplastik

Jenis polimer termoplastik ini akan melunak jika dipanaskan dan

mengeras kembali jika didinginkan. Contoh: polietilen (PE), polipropilen

(PP), polivinil klorida (PVC), nilon, dan poliester.

b. Polimer termoset

Jenis polimer termoset ini mempunyai bobot molekul yang tinggi, tidak

melunak jika dipanaskan, dan sukar larut. Contoh: bakelit.

3. Berdasarkan komposisinya, polimer dibagi menjadi homopolimer dan

heteropolimer

12

a. Homopolimer

Polimer yang disusun oleh satu jenis monomer dan merupakan polimer

yang paling sederhana.

b. Heteropolimer (kopolimer)

Polimer yang terbuat dari dua atau lebih monomer.

4. Berdasarkan fasenya, polimer dibagi menjadi kristalin dan amorf.

a. Kristalin

Susunan antara rantai yang satu dengan rantai yang lain adalah teratur dan

mempunyai titik leleh (melting point).

b. Amorf

Susunan rantai yang satu dengan yang lain orientasinya acak dan

mempunyai transisi gelas (Billmeyer, 1984).

5. Berdasarkan reaksi pembentukannya, polimer dibagi menjadi adisi dan

kondensasi.

a. Polimer adisi

Suatu polimer yang terbentuk dari polimerasi adisi (poliadisi). Poliadisi

yaitu pembentukan polimer yang disertai dengan adanya reaksi

pemutusan ikatan rangkap dari monomer yang memiliki ikatan rangkap

serta diikuti oleh penambahan monomer berikatan rangkap. Unit

pengulangan pada adisi polimer memiliki komposisi yang sama sebagai

monomernya karena tanpa adanya pelepasan pada molekul apapun.

b. Polimer kondensasi

Suatu polimer yang terbentuk dari polimerasi kondensasi, pada

polimerisasi ini merupakan suatu reaksi pembentukan polimer yang

13

terjadi antara gugus fungsi dari monomer-monomer yang sama atau

monomer yang berbeda. Polimer akan membentuk molekul besar yang

baru dan melepaskan molekul kecil sebagai hasil samping (Cowd, 1991)

C. Polimer Biodegradable

Polimer biodegradable adalah polimer yang dapat diurai oleh mikroorganisme

menjadi monomer-monomer pembentuknya. Polimer yang dapat terdegradasi

biasanya memiliki ikatan ester di dalamnya (Sykes, 1975). Ikatan ester pada

polimer akan mengalami hidrolisis yang membuat masing-masing ikatan

monomernya terlepas. Pelepasan monomer ini yang menyebabkan menurunnya

bobot molekul pada polimer. Monomer yang terlepas pada polimer dapat larut

dalam air sehingga menyebabkan terjadinya penurunan bobot pada polimernya

(Calabia, 2010).

Molekul polimer akan terpecah menjadi dua yang terdiri atas gugus karboksilat

dan alkohol. Jumlah molekul dengan gugus karboksilat dan alkohol akan

meningkat seiring dengan lamanya polimer tersebut didegradasi (Farrar and

Gilson, 2002). Ikatan C=O karbonil pada ester diserang oleh H2O yang kemudian

akan berdifusi ke dalam polimer yang diikuti dengan swelling. Reaksi awal

degradasi polimer diawali dengan serangan pada rantai C karbonil oleh ion -OH

(Gopffrich, 1997).

14

Terdegradasinya polimer disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi degradasi adalah derajat

kristanilitas, hidrofilitas, massa molekul, adanya plasticizers, agen penstabil

(compatibilizers), serta morfologi yang dimiliki oleh polimer.

Gambar 1. Mekanisme degradasi pada polimer poliester.

Polimer yang memiliki derajat kristanilitas yang tinggi memiliki struktur yang

rapat sehingga membuat air sulit untuk berdifusi dan memecah ikatan ester di

dalamnya. Sedangkan dengan adanya penambahan plasticizer dalam polimer

membuat struktur polimer menjadi lebih acak, sehingga membuat air lebih mudah

untuk berdifusi dan memecah ikatan ester didalamnya (Zahedi et al., 2011). Hal

yang sama juga dilakukan oleh Wulan (2011), yang menambahkan agen penstabil

(compatibilizer) dalam polimer yang dibuat, hal ini membuat ukuran partikel dari

15

polimer merata dan membantu dalam meningkatkan kecepatan proses degradasi.

Semakin kecil luas permukaan partikel maka akan memudahkan proses degradasi.

Faktor eksternal yang mempengaruhi dalam proses degradasi polimer yaitu

temperatur dan pH. Temperatur akan menaikkan difusi karena kenaikan

fleksibilitas molekul. Hal ini juga membuat kenaikan degradasi pada polimer

meningkat, karena besarnya temperatur membuat ikatan ester pada polimer

semakin mudah terputus. Nilai pH yang semakin besar juga berpengaruh pada

kecepatan degradasi. Persen degradasi dalam lingkungan asam dan netral yang

dihasilkan lebih kecil dibandingkan lingkungan basa. Perbedaan persen degradasi

dalam lingkungan asam, netral, dan basa terjadi berkaitan dengan ikatan hidrogen

yang dimiliki oleh polimer. Ikatan rangkap dua antara C dan O pada ester akan

terpecah pada pH yang basa dan lebih sulit terpecah pada keadaan asam dan

netral. Kondisi lingkungan basa kaya akan serangan nukleofilik yang akan

memecah ikatan karbonil sehingga pemutusan ikatan akan semakin banyak dan

membuat polimer memiliki persen degradasi yang tinggi (Javad et al., 2016).

Pengukuran kemampuan degradasi dari polimer dilakukan dalam kondisi basah

maupun kering. Jumlah sampel yang digunakan sedikit dan dilakukan secara in

vivo. Pengujian in vivo merupakan salah satu metode uji menggunakan bahan-

bahan yang memiliki sifat mirip dengan sistem metabolisme dalam tubuh. Proses

ini bertujuan sebagai simulasi kecil, untuk mengetahui mekanisme degradasi

polimer dalam tubuh (Andrzejewska, 2017). Salah satu metode kuantitatif yang

biasa digunakan untuk menentukan besarnya degradasi pada suatu polimer adalah

dengan menentukan kehilangan bobot material polimer tersebut (Owen et al.,

16

1995). Kehilangan bobot ditentukan dengan cara menimbang massa polimer

sebelum dan setelah proses degradasi selama selang waktu tertentu.

Sifat-sifat yang dimiliki oleh polimer biodegradable sangat cocok digunakan

sebagai bahan baku peralatan dalam dunia medis. Aplikasi penggunaan polimer

biodegradable dalam bidang medis adalah benang bedah, vascular stents

cardiovascular, gafts, craniofacial fixation, bahkan dapat digunakan sebagai

ostheosynthesis. Selain dapat terserap di dalam tubuh, polimer biodegrable tidak

bersifat racun. Hal ini karena polimer ini dapat dicerna dalam sistem metabolism

tubuh (Andrzejewska, 2017).

D. Polipaduan

Polipaduan adalah proses penggabungan fisik antara beberapa polimer yang

berbeda. Pembuatan polipaduan dilakukan untuk mendapatkan formulasi materi

yang memiliki sifat dan karakter yang unggul dari masing-masing polimer yang

dicampurkan. Kehomogenan polipaduan dapat dilihat dari hasil karakterisasi

yang dilakukan. Salah satunya adalah nilai transisi gelas (Tg) yang menunjukkan

rata-rata dari nilai Tg dari polimer yang dipadukan. Jika nilai Tg yang dimiliki

polipaduan lebih condong kearah salah satu komposisi polimer, maka polipaduan

belum tercampur secara sempurna. Kehomogenan tersebut juga akan

mempengaruhi nilai kompitabilitas yang rendah. Hal ini menggambarkan

kekuatan antar aksi yang terjadi pada campuran polimer rendah (Steven, 2001).

17

Pembuatan polipaduan dibagi menjadi dua jenis diantaranya pembuatan secara

fisika dan kimia. Pembuatan polipaduan secara fisika dapat dilakukan dengan

melarutkan polimer dengan pelarut organik atau melelehkannya kemudian

setelahnya dicampurkan. Cara ini dianggap efektif karena tidak membutuhnya

waktu yang lama dan biayanya yang relatif murah (Jain, 2000). Pembuatan

polipaduan secara kimia melibatkan proses-proses yang rumit. Proses

pembuatannya membutuhkan beberapa katalis untuk membuka cincin polimer

yang akan digabungkan dan menjadikannya monomer-monomer terpisah.

Monomer-monomer dari kedua polimer yang berbeda kemudian disatukan, dan

dijadikan polimer yang baru. Hal ini membuat polipaduan memiliki ikatan yang

baru. Ikatan-ikatan baru yang terbentuk yang akan mengubah sifat-sifat dari kedua

polimer yang digabungkan. Cara ini dinilai lebih efektif jika dibandingkan

dengan paduan secara fisik karena kehomogenannya yang lebih tinggi namun

biaya yang dibutuhkan relatif besar (Semba et al., 2006).

E. Poli Asam Laktat (PAL)

Salah satu jenis polimer yang dapat terdegradasi adalah poli asam laktat yang

ditemukan oleh Carothers (DuPont). Poli asam laktat atau poli laktida adalah

sejenis polimer atau plastik yang memiliki sifat biodegadrable, thermoplastic,

serta polyester alifatik yang dapat dibuat dari bahan-bahan terbarukan seperti pati

jagung atau tanaman tebu (Inkinen et al., 2011). Struktur PAL terdiri dari

kumpulan monomer asam laktat yang berjumlah banyak dan diikat oleh ikatan

ester seperti pada Gambar 2. PAL memiliki beberapa gugus hidroksil pada ujung

18

rantainya. Adanya gugus hidroksil membuat PAL terdegradasi alami oleh

cahaya, bakteri, maupun proses hidrolisis. Selain itu dengan adanya ikatan ester

membuat PAL sensitif terhadap hidrolisis kimia maupun enzimatik. Kemampuan

degradasi PAL dalam tubuh tidak menimbulkan efek yang berbahaya serta dapat

dikeluarkan melalui sistem ekskresi dalam tubuh (Wulan, 2011).

Industri saat ini memproduksi asam laktat melalu proses fermentasi karbohidrat

oleh mikroba. Cara ini dianggap lebih ramah lingkungan dan ekonomis karena

tidak membutuhkan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Adanya bahan-bahan

kimia sisa produksi yang masih ada dalam PAL akan mengurangi tingkat

kemurniannya. Kemurnian PAL yang berkurang akan mengurangi tingkat

kristanilitas dan degradasi dari PAL yang diproduksi. Oleh karena itu, perlunya

pendektesian dan penghilangan kotoran-kotoran pada PAL sangatlah penting agar

tidak mengurangi kualitas dari PAL yang dihasilkan (Achmad et al., 2009).

Polimerisasi pembukaan cincin merupakan salah satu metode pembuatan PAL

dengan kemurnian yang tinggi. Setelah monomer asam laktat diproduksi, proses

dilanjutkan dengan pembukaan cincin asam laktat dengan menggunakan katalis

Sn (timah). Selanjutnya dilakukan kondensasi antar monomer asam laktat, yang

kemudian akan dipolimerisasi. Proses dipolimerisasi oligomer laktida terdiri dari

berbagai jenis yang dibedakan berdasarkan kiralisasinya diantaranya: L,L-laktida,

D,D-laktida serta D,L-laktida. Campuran antara L,L-laktida dan D,D-laktida akan

membentukan laktida yang rasemik. PAL yang terdiri atas oligomer L,L laktida

memiliki struktur yang lebih amorf dibandingkan dengan D,D-laktida. Hal ini

membuat kekuatan mekanik dari L,L-laktida akan lebih kecil dibandingkan

19

dengan D,D-laktida dan juga akan mempengaruhi tingkat degradasi, struktur yang

amorf akan lebih mudah didegradasi. Pencirian kiralitas PAL dapat dilihat dari

karakterisasi menggunakan H-NMR (Nuclear Magnetic Resonance) (Inkinen et

al., 2011).

Sifat fisik dan mekanik PAL tertera pada Tabel 1. PAL termasuk polimer yang

memiliki kekakuan yang tinggi. Hal ini membuat PAL memiliki nilai kekuatan

tarik yang tinggi jika dibandingkan dengan polimer biodegradable lainnya. Hal

itu membuat PAL memiliki nilai regangan yang regangan yang kecil, sehingga

dibutuhkan pencampuran PAL dengan polimer lainnya yang dapat mengurangi

sifat kaku dari PAL. Sifat fisik dan mekanik PAL akan berkurang apabila

dicampur dengan polimer lain yang memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih

rendah (Lu and Chen, 2004).

Gambar 2. Struktur poli asam laktat.

20

Tabel 1. Sifat fisik dan mekanik PAL

Sifat PLA Keterangan

Kerapatan

Titik leleh

Kristalinitas

Temperatur peralihan kaca (Tg)

Modulus

Regangan

Biodegradasi

Permeabilitas air

Tegangan permukaan

1,25

161oC

1%

61oC

2050 Mpa

9%

100

172 g/me

50 mN.nm

Saat ini, PAL sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya pada bidang

medis, kemasan, dan tekstil. Contoh aplikasi PAL dalam bidang medis adalah

penggunaan polimer sebagai bahan benang bedah operasi serta bahan

pembungkus kapsul. Selain itu pada 10 tahun terakhir PAL juga dikembangkan

dalam upaya perbaikan jaringan tubuh manusia (Saputro, 2012). Dilihat dari sifat

mekanik yang dimiliki PAL, polimer tersebut harus dikombinasikan dengan

polimer lainnya, sehingga menghasilkan sifat mekanik yang memenuhi kriteria.

F. Poli ɛ-kaprolakton (PCL)

Polikaprolakton adalah polimer biodegradable bersifat termoplastik yang

disintesis dari penurunan minyak mentah dan diikuti oleh proses polimerisasi

pembukaan cincin. PCL memiliki sifat yang tahan terhadap air, minyak, pelarut

dan klorin, mempunyai kekentalan rendah, mudah diproses secara termal,

mempunyai titik leleh yang rendah, dan memiliki sifat mekanik yang cukup baik.

PCL memiliki titik leleh yang relatif rendah, serta dapat diproses dengan mudah

21

menggunakan metode konvensional (Manoa et al., 2004). Perkiraan waktu

degradasi dari PCL adalah lebih 24 bulan (Gunatille et al., 2003). Gambar 3 dan

Tabel 2 menunjukkan struktur kimia dan sifat fisik dari PCL. Penggabungan PCL

dengan polimer lainnya diharapkan menghasilkan kolaborasi antar sifat mekanik

dan fisik kedua polimer, yang akan meningkatkan kompatibilitas dan

degradibilitas yang lebih baik (Rasal et al., 2010).

Gambar 3. Struktur kimia poli(ɛ-kaprolakton).

Polikaprolakton memiliki beberapa kekurangan yang dapat mempengaruhi

regenerasi sel dan laju degradasinya. Hal itu disebabkan oleh sifat hidrofilitasnya

yang rendah. Tingkat hidrofilitas dari PCL dapat ditingkatkan dengan

mencampurkan PCL dan polimer lainnya yang memiliki tingkat hidrofilitas yang

lebih tinggi (Cengiz et al., 2008).

Tabel 2. Sifat fisik PCL

Sifat Fisik Polikaprolakton

Temperatur transisi gelas C) 50 oC

Titik leleh (oC) 60

Kuat tarik saat putus (Mpa) 0,4

Elongasi (%) 800-1000

Densitas (g/cm3) 1145

22

G. Larutan NaCl 0,9%

Natrium klorida merupakan senyawa ion dengan rumus NaCl. Natrium klorida

adalah garam yang paling berperan penting dalam cairan ekstraselular dari banyak

organisme multiselular. Jenis-jenis NaCl yaitu NaCl 0,3%, NaCl 0,5%, NaCl

0,9%. Cairan ini merupakan cairan fisiologis efektif untuk perawatan luka karena

kandungannya yang sesuai dengan kadar garam tubuh. Larutan NaCl bersifat

non toksin dan tidak memiliki harga yang mahal. Cairan fisiologis ini aman

digunakan dalam kondisi apapun.

Na dan Cl pada natrium klorida hampir mirip dengan plasma darah, dan tidak

akan memiliki pengaruh terhadap sel darah merah dalam tubuh. Larutan fisiologis

NaCl merupakan larutan isotonis yang aman untuk tubuh dan tidak menimbulkan

iritasi. Manfaat larutan fisiologis NaCl 0,9% diantaranya adalah sebagai

pelindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, penjaga kelembaban sekitar

luka, dan membantu luka menjalani proses penyembuhan (Kristiyaningum dkk.,

2013).

H. Buffer Fosfat

Larutan buffer merupakan salah satu larutan penyangga yang berperan untuk

menjaga agar pH tidak mengalami perubahan yang ekstrim ketika ditambahkan

asam atau basa pada suatu larutan. Larutan buffer memiliki peranan yang sangat

penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam tubuh manusia. Buffer akan

mempertahankan pH khususnya dalam darah, pH darah yang baik dalam tubuh

23

manusia yaitu sekitar 7,4. Nilai tersebut termasuk kategori netral, sehingga jika

darah bersifat lebih asam atau basa, akan timbul gangguan dalam tubuh. Larutan

buffer yang terdapat pada tubuh manusia yaitu asam dihidrogen fosfat. Buffer ini

berperan juga dalam mengeluarkan ion H+ dalam ginjal. (Kristiyaningrum dkk,.

2013).

Sifat yang khas dari larutan buffer adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan

pemberian sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan buffer tersusun dari asam

lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam konjugatnya.

Reaksi diantara kedua komponen penyusun ini disebut sebagai reaksi asam-asam

konjugasi. Kandungan komponen asam dan basa pada larutan buffer dapat

bereaksi dengan asam (ion H+) maupun dengan basa (ion OH

) apa saja yang

memasuki larutan. Oleh karena itu, penambahan sedikit asam atau sedikit basa ke

dalam larutan buffer tidak mengubah pH-nya.

Pada makhluk hidup, buffer fosfat umumnya terdapat di dalam sitoplasma sel.

Buffer fosfat dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4)

dan basa konjugatnya yaitu disodium fosfat (Na2HPO4). Sistem buffer fosfat

serupa dengan sistem buffer bikarbonat. Garam natrium dari dihidrogen fosfat dan

monohidrogen fosfat masing-masing akan berperan sebagai asam lemah dan basa

lemah (James, 2008).

24

I. Uji Tarik

Uji tarik merupakan metode pengujian yang digunakan untuk mengetahui

kekuatan suatu material (tensile strength). Material mengalami tegangan beserta

deformasinya selama pemrosesan dan penggunaan. Jika fungsi semula diinginkan

dari material berakhir maka akan terjadi proses pematahan. Terdapat beberapa

cara untuk menghindari perpatahan. Salah satunya dengan mengkombinasikan

bahan tersebut dngan bahan lain yang memiliki nilai kekuatan yang lebih tinggi.

Oleh karena itu harus dipertimbangkan konsentrasi-tegangan dan ketangguhan

dari kedua bahan yang dicampurkan (Vlack, 2006).

Material polimer mengalami suatu regangan plastis (permanen) sebelum

mengalami kerusakan. Contohnya, jika suatu bahan berbentuk batang diberikan

beban, maka batang itu akan melentur secara elastis. Pelenturan akan hilang jika

beban ditiadakan, dan menimbulkan kerusakan permanen jika tegangan

melampaui kekuatan luluh dari bahan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa batang

yang bengkok itu telah gagal, tetapi belum patah. Hal ini diperlukan untuk

mengetahui baik waktu produksi maupun pada waktu pemakaian: tegangan kritis

yang dibutuhkan agar deformasi permanen bisa terjadi dan jumlah regangan

plastis yang dapat diterima sebelum suatu bahan mengalami perpatahan (Surdia

and Shin, 2000).

25

I.1 Deformasi

Struktur yang dimililki polimer cukup berbeda sehingga perilaku mekanisnya

tidak sama dengan bahan lainnya. Polimer yang berbentuk padatan, akan

memiliki tegangan dan akan menimbulkan regangan elastis (deformasi elastis).

Regangan elastis muncul ketika ada tegangan yang terus ditambahkan dan tetap

konstan apabila tegangannya hilang. Deformasi elastis adalah regangan yang

bersifat reversible. Jika suatu tegangan diberikan dalam bentuk tarik, material

akan menjadi lebih panjang. Hal itu dapat terjadi karena adanya pergeseran tetap

dari atom-atom dalam suatu bahan disamping regangan elastis.

I.2 Hukum Hook

Ketika suatu spesimen mendapatkan beban, maka spesimen akan mengalami

perpanjangan, sampai kemudian putus. Jika l1 adalah panjang mula-mula dari

spesimen dan l2 adalah panjang akhir spesimen setelah penarikan, maka

perpanjangan persatuan panjang (e) adalah:

Perpanjangan persatuan panjang ini disebut regangan (strain). Nilai regangan

yang dimiliki dapat mengetahui mampu bentuk suatu bahan. Semakin besar nilai

regangan artinya bahan tersebut semakin lentur sifatnya. Tetapi jika nilai reng

gangan yang dimiliki kecil, maka bahan tersebut kaku.

26

Selain elastisitas spesimen juga mendapatkan pembebanan (P) per satuan luas (A)

yang memiliki besar.

Pada pengujian tarik ini dihasilkan diagram hubungan antara tegangan dan

regangan (Vlack, 2006). Bentuk diagram tegangan-regangan pada tiap bahan

adalah berbeda, Gambar 4 merupakan contoh diagram bahan polimer:

Gambar 4. Diagram tegangan dan regangan bahan polimer.

Pada bagian awal linear garis OA merupakan daerah elastis. Titik A ialah batas

elastis yang didefinisikan sebagai tegangan terbesar yang dapat ditahan oleh

bahan tanpa mengalami regangan permanen apabila beban ditiadakan. Penentuan

batas elastis cukup rumit, tergantung kepekaan instrumen pengukur regangan.

Hal itu yang menyebabkan mengapa batas elastis sering diganti dengan batas

proporsional. Batas proporsional adalah garis lengkung tegangan-regangan yang

menyimpang dari kelinierannya. Titik B merupakan kekuatan tubuh (yield

27

strength) yang akan menghasilkan deformasi permanen dalam jumlah yang kecil

yang pada umumnya sama dengan regangan sebesar 0,2% dari ukuran semula

(Sumaryono, 2012).

J. Fourier Transform Infrared Red Spectroscopy (FTIR)

Fourier Transform Infrared Red Spectroscopy (FTIR) menjadi salah satu alat

yang biasa digunakan dalam menganalisis gugus suatu senyawa. Dalam FTIR ini

dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR

yang dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah

IR. FTIR memiliki spektrum gelombang elektromagnetik dengan rentang bilang

gelombang 10 cm 1

hingga 14000 cm 1

. FTIR memiliki tiga daerah inframerah

dengan rentang sebagai berikut:

1. Daerah inframerah sedang dengan rentang 4000 400 cm 1

, yang memberikan

informasi tentang gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut.

2. Daerah inframerah jauh dengan rentang daerah 400 10 cm 1

, bermanfaat

untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat seperti

senyawa anorganik, namun membutuhkan teknik khusus yang lebih baik.

3. Daerah inframerah dekat dengan rentang daerah 12500 4000 cm 1

, yang peka

terhadap vibrasi overtone (Schecter et al., 1997).

Pada alat FTIR, satuan bilangan gelombang merupakan satuan yang umum

digunakan. Nilai bilangan gelombang berbanding terbalik terhadap frekuensi atau

energinya. Bilangan gelombang dan panjang gelombang dapat dikonversi satu

sama lain menggunakan persamaan di bawah ini :

28

Suatu FTIR dapat mengukur suatu gugus fungsi karena adanya perbedaan momen

dipol pada gugus tersebut. Momen dipol tersebut akan menimbulkan vibrasi

ikatan yang mengakibatkan fluktuasi momen dan menghasilkan gelombang listrik.

Suatu ikatan kimia dapat bervibrasi sesuai dengan level energinya sehingga

memberikan frekuensi yang spesifik. Jenis-jenis vibrasi molekul biasanya terdiri

dari enam macam, yaitu symmetrical stret alhing, assymmetrical stret alhing,

scissoring, rocking, wagging, dan twisting (Ellis et al., 2006).

Perbandingan serapan dari dua senyawa yang diperkirakan identik, dapat

diperoleh kesimpulan senyawa tersebut identik atau tidak. Pelacakkan ini biasa

disebut dengan bentuk sidik jari dari dua spektrum inframerah. Manfaat lain dari

spektrum inframerah adalah memberikan keterangan tentang molekul. Kisaran

serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan tipe ikatan. Tabel korelasi

dari inframerah digunakan untuk memperoleh interpretasi data yang lebih jelas

seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Korelasi inframerah

Rentang (cm 1

) Jenis ikatan

3700 2500 Ikatan tunggal ke hidrogen

2300 2000 Ikatan rangkap tiga

1900 1500 Ikatan rangkap dua

1400 650 Ikatan tunggal selain ke hidrogen

Beberapa kelebihan menggunakan FTIR adalah sebagai berikut:

a. Tidak memerlukan waktu yang lama

29

b. Digunakan untuk identifikasi gugus fungsi tertentu dari suatu molekul

c. Spektrum inframerah yang diberikan untuk suatu senyawa bersifat unik

sehingga dapat digunakan sebagai sidik jari dari senyawa tersebut.

Analisis FTIR menggunakan sumber cahaya, sinar datang dari sumber sinar akan

diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian

sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin

yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan

dipantulkan kembali menuju pemecah sinyal untuk saling berinteraksi. Dari

pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian

menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar

yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan

ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan

melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang

sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut

interferog.

Analisis poli asam laktat dengan spektroftometer FTIR diharapkan terlihat pita

serapan melebar dengan intensitas pada daerah 3500-3000 cm 1

yang

menunjukkan karateristik vibrasi ulur OH. Pita serapan lainnya pada daerah

3000-2850 cm 1

menunjukkan karateristik vibrasi ulur CH. Kemudian pita

serapan lainnya pada daerah 1470-1350 cm 1

yang menunjukkan vibrasi tekuk

CH. Selain itu pita serapan pada daerah 1290-970 cm 1

yang menunjukkan

vibrasi tekuk C-O-H. Terdapat pula pita serapan pada daerah 1730-1715 cm 1

yang menunjukkan vibrasi C=O karbonil (Hsu, 1994).

30

Sedangkan pada PCL pada panjang gelombang 2840-3000 cm 1

akan terdapat

uluran C-H, pada bilangan gelombang 1715-1730 cm 1

akan muncul sebuah peak

C=O karbonil, dan yang terakhir terdapat uluran C-O ester jauh dengan bilangan

gelombang 1163-1210 cm cm

(Silverstein et al,. 1998). Perubahan pada

komposisi kimia dari PAL atau interaksi antara matriks PAL dan penguatan

biasanya dapat diamati sebagai pergeseran puncak karakteristik ke bilangan

gelombang yang lebih tinggi di FT-IR. Jika perubahannya hanya bersifat ikatan

fisik, maka tidak terjadinya perubahan bilangan gelombang pada masing-masing

gugus fungsi melainkan penggabungan spektrum antara polimer satu dengan

lainnya (Inkinen et al., 2011).

K. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning electron microscopy (SEM) adalah metode khas yang digunakan untuk

mengetahui morfologi dan interaksi bahan atau antara bahan dan pengisi atau

penguatan campuran atau komposit (Inkinen et al., 2011). SEM merupakan suatu

metode yang digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi lain yang dapat

memberikan bantuan penglihatan untuk mengamati apa yang terjadi di dalam

sekitar interfence antara bahan dengan lapisan oksida secara detail. Identifikasi

struktur mikro lapisan oksida dengan menggunakan SEM tidaklah sekedar

pengambilan gambar dan fotografi tetapi harus dilakukan analisis yang benar.

Suatu berkas elektron yang menempel pada permukaan sampel, kemudian terjadi

interaksi elektron dengan atom-atom di permukaan maupun dibawah permukaan

sampel seperti yang digambarkan pada Gambar 5. Interaksi tersebut

31

mengakibatkan sebagian besar berkas elektron berhasil keluar kembali. Elektron-

elektron tersebut disebut sebagai Backscattered Electrons (BSE). Kemudian

sebagian kecil elektron masuk ke dalam bahan memindahkan sebagian besar

energi pada elektron atom sehingga energi tersebut terpental keluar permukaan

bahan, yaitu Secondary Electrons (SE).

Gambar 5. Skema interaksi antara bahan dan elektron di dalam SEM.

L. Thermo Gravimetric Analyzer (TGA) dan Differential Thermal Analysis

(DTA)

Salah satu analisis yang digunakan dalam pengujian kualitas suatu polimer adalah

Thermo Gravimetric Analyzer. Analisis ini merupakan metode yang

menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal, kehilangan bobot dari

bahan setiap tahap, dan temperatur awal penurunan (Jamicson and Nail, 1978).

Kegunaan dari analisis TGA adalah untuk menentukan kandungan pengisi

kestabilan termal dari suatu bahan.

Analisis panas polimer merupakan suatu objek yang sangat penting untuk dikaji

terhadap polimer yang mempunyai ketahanan panas dan masalah kestabilan

32

polimer yang mempunyai keseimbangan panas. Baru-baru ini telah diperluas

rentang analisis termal, sehingga kini dapat diteliti berbagai aspek lain dari

perilaku material. Sebagai contoh dengan memanfaatkan analisis termal mekanik

dinamik (DMTA), dapat dihasilkan informasi mengenai sifat mekanik dan

struktur seperti respon viskolastik sampel polimer apabila mengalami tegangan

tarik, tegangan lentur atau geser pada waktu pemanasan.

Gambar 6. Contoh hasil analisis termal kurva TGA untuk dekomposisi karet,

yang memperlihatkan dekomposisi minyak dan polimer dalam N2

hingga 600 oC (Hill and Nicholas, 1989).

DTA merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menganalisis

perubahan yang terjadi selama pemanasan sampel yang meliputi pelepasan atau

absorpsi energi. Adapun tahap pengerjaan dalam DTA ini adalah sampel S dan

material pembanding R yang innert secara kimiawi dan termal (alumina sinter

atau silika yang diendapakan) ditempatkan dalam blok pemanas dan dipanaskan

pelahan-lahan. Setelah itu akan terjadi termokopel S dan R dihubungkan

berlawanan, dan perbedaan temperatur antar termokopel ∆T diperkuat dan

33

digambarkan terhadap temperatur. Daerah puncak pada rekaman ini merupakan

fungsi perubahan entalpi ∆H) dan karateristik massa dan termal dari sampel S,

untuk memperoleh sampel yang kecil dengan syarat bahwa sampel tersebut betul-

betul mewakili material. Secara teoritis seharusnya nilai kapasitas panas spesifik

dari S dan R seharusnya sama, DTA umumnya dianggap sebagai metode semi-

kuantitatif yang digunakan untuk penelitian devitrifikasi pada gelas oksida dan

transisi gelas pada polimer (Hay, 1982).

Gambar 7. Metode analisis termal, a)Thermal Gravimetric Analysis, b)Different

Thermal Analysis.

III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung pada bulan

Maret September 2018. Uji kekuatan mekanik dan hot-press dilakukan di

Laboratorium Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Analisis FTIR, SEM, dan analisis TGA/DTA dilakukan di Unit Pelaksana Teknis

Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT LTSIT) Universitas

Lampung.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pengaduk magnetik,

sentrifius, neraca analitik, cawan petri, peralatan gelas kimia, hot-press (Yasuda

Electric Heating System Mini Test Press), alat uji kekuatan mekanik (UTM

Shimadzu AG-IS 50kN), Spectrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR

Cary 630), Scanning Electron Microscope (SEM EVO® MA 10), dan analisis

TGA/DTA (Seiko/ AXSTAR TGA/DTA). Sedangkan bahan yang digunakan

35

antara lain: poli asam laktat, polikraprolakton, kloroform, larutan NaCl 0,9%

(larutan infus), dan buffer fosfat pH 6,7, dan 8.

C. Prosedur Percobaan

C.1. Pembuatan polipaduan PAL dan PCL

Pembuatan poli asam laktat dilakukan dengan cara menimbang poli asam

laktat sebanyak 56 gram dan polikaprolakton sebanyak 14 gram. Kemudian

dilarutkan dengan kloroform sebanyak 175 mL dan diaduk selama 3 jam atau

sampai larutan homogen. Hal yang sama juga dilakukan pada polipaduan

lainnya dengan perbandingan PAL dan PCL 1:1 dan 4:1. Perbandingan

polipaduan 1:1 menggunakan PAL dan PCL sebanyak 35 gram dan pada

polipaduan 4:1 menggunakan 14 gram PAL dengan 56 gram PCL. Setelah

terbentuknya gel antara PAL dan PCL, gel didiamkan selama semalam hingga

mengeras. Setelah polipaduan mengeras, polipaduan ditekan kembali dengan

menggunakan hot-press dengan suhu 170 oC. Ketiga polipaduan kemudian

didiamkan selama beberapa jam hingga mengeras kembali. Setelahnya

polipaduan dipotong-potong kecil dengan ukuran 6x6 mm dan bobot yang

sama satu dengan lainnya (±0,0001). Setelah itu PAL, PCL, dan benang

bedah juga ditekan dengan hot-press pada suhu yang sama seperti polipaduan.

PAL, PCL dan benang bedah kemudian dipotong lalu ditimbang dengan

ukuran dan bobot yang sama seperti polipaduan.

36

C.2. Uji kelarutan dalam NaCl 0,9% (Larutan fisiologis)

Larutan fisiologis NaCl 0,9% sebanyak 25 mL yang dimasukkan ke dalam

botol kaca. Kemudian dimasukan potongan polipaduan, PAL, PCL dan

benang benang yang telah ditimbang ke dalam botol tersebut. Selanjutnya

semua sampel direndam dengan interval waktu 1, 7, 14, 21, dan 28 hari

diamati perubahannya. Setiap minggunya sampel ditimbang kemudian dicatat

bobot akhirya. Setelah itu dihitung persen degradasi pada masing-masing

sampel.

Rumus massa terdegradasi:

% Massa terdegradasi =

Keterangan:

M1: bobot polipaduan sebelum perendaman

M2: bobot polipaduan sesudah perendaman

C.3. Uji pengaruh pH terhadap polipaduan PAL dan PCL

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan buffer fosfat dengan pH 6, 7, 8.

Masing-masing buffer tersebut dimasukkan kedalam botol kaca yang berbeda

sebanyak 25 mL. Kemudian potongan-potongan polipaduan, PAL, PCL dan

benang bedah dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi larutan buffer

fosfat tersebut, kemudian sampel didiamkan selama 1, 7, 14, 21 dan 28 hari.

Sampel ditimbang kemudian dicatat bobot akhirnya. Setelah itu dihitung

besar persen degradasi pada masing-masing sampel.

37

C.4. Uji tarik

Polifilm masing-masing sampel yang telah dibuat dipotong dengan ukuran

1x8 cm dan ketebalan 0,5 mm. Kemudian masing- masing sampel akan

ditarik dengan menggunakan alat uji tarik Universal Testing Machine (UTM)

Shimadzu 50 kN. Kedua ujung sampel dijepit pada mesin uji tarik.

Setelahnya dinyalaan knob start dan alat menarik hingga putus dan dicatat

nilai kekuatan tarik dari sampel. Pengujian dilakukan sebanyak 2 kali setiap

sampel.

C.5. Uji dengan FTIR

Pertama-tama sampel akan diubah menjadi serbuk, setelah itu sebanyak 0,2

mg serbuk hasil blending antara PAL dan PCL dicampur dengan 2 mg KBr

dan dibentuk menjadi pellet. Pellet dari sampel kemudian dimasukkan ke

instrumen FTIR Cary 630 dengan λ 4 400 cm

1

C.6. Uji dengan SEM

Analisis menggunakan SEM EVO® MA 10 dilakukan antara PAL dan PCL

dipreparasi terlebih dahulu, preparasi awal yang akan dilakukan dengan

mendispersikan komposit ke dalam air, kemudian komposit yang terdispersi

diteteskan di atas tube yang telah diberi perekat. Serat tersebut dikeringkan

pada suhu 105 °C selama 24 jam, lalu dilapisi dengan emas dan diamati.

38

C.7. Uji dengan menggunakan TGA/DTA.

Analisis menggunakan TGA/DTA Seiko AXSTAR yang dilakukan dengan

cara film PAL, PCL, dan polipaduan ditimbang sebanyak 8,3 mg. Kemudian

sampel dialiri gas N2 dengan laju alir 100 mL/min. Setelahnya sampel yang

kemudian dipanaskan pada suhu 30-600 oC dengan kecepatan pemanasan

10oC/min. Hasil ditampilkan dalam bentuk kurva.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun simpulan pada penelitian ini adalah:

1. Sintesis polipaduan dengan perbandingan PAL: PCL (4:1) menghasilkan sifat

kekakuan yang tinggi, PAL: PCL (1:1) memiliki sifat yang semi kaku, dan

PAL: PCL (1:4) memiliki sifat lentur.

2. Polipaduan A4B memiliki nilai degradasi dan kekuatan mekanik yang paling

besar dan cocok dijadikan sebagai bahan baku benang bedah.

3. Sisa berat hasil degradasi paling besar dimiliki oleh polipaduan A4B sebanyak

97,61% pada larutan fisiologis NaCl 0,9%, 98,25% pada larutan buffer fosfat

pH 6, 97,16% pada larutan buffer fosfat pH 7, dan 95,47% pada larutan buffer

fosfat pH 8.

4. Nilai kekuatan mekanik terbesar dimiliki oleh polipaduan A4B sebesar 18

N/mm2.

5. Hasil FTIR dari sampel A4B terdapat serapan ulur CH pada bilangan

gelombang 2944,6 cm 1

, CH tekuk pada bilangan gelombang 1453,7 cm 1

,

COH tekuk pada bilangan gelombang 1080,9 cm 1

, C=O ulur pada bilangan

gelombang 1744,4 cm 1

, dan C-O ester jenuh pada bilangan gelombang 1177,8

63

cm 1

. Hasil TGA menunjukkan polipaduan A4B mengalami 3 fase

dekomposisi yaitu pada suhu 281,4, 369, dan 423 oC.

6. Hasil DTA menunjukkan polipaduan A4B mengalami 3 perubahan fase 59,7

dan 144 oC yang mendekati nilai titik leleh dari PAL dan PCL, kemudian 360

dan 429 oC yang mendekati nilai dekomposisi senyawa organik PAL dan PCL.

Polipaduan A4B mengalami penurunan stabilitas termal jika dibandingkan

dengan PAL dan PCL.

7. Morfologi polipaduan A4B menunjukkan morfologi permukaan sampel dengan

struktur berlapis-lapis yang lebih acak jika dibandingkan dengan morfologi

permukaan yang dimiliki oleh PAL dan PCL.

B. Saran

Adapun saran untuk penelitian berikutnya adalah:

1. Perlu dilakukan variasi waktu dan kecepatan pengadukan pada saat

sintesis polipaduan dilakukan agar didapatkan polipaduan yang lebih

homogen kembali.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari bahan yang dapat

menambah nilai persen degradasi dan nilai kekuatan tarik dari polipaduan

yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F., Yamanishi, K., Liu, Z. Y., and Kokuan, T. 2009. The Effect of the

Impurities in Refinery Process from Fermentation Broth on Lactic Acid

Polymerization. Journal of Chemical Engineering of Japan. 42: 632-635.

Adhitiosa, S. 2012. Paduan Gel Getah Batang Pisang dengan PGA sebagai

Bahan Baku Benang Jahit Operasi yang Absorbable (Skrpsi). Universitas

Airlangga. Surabaya.

Andrzejewska, A. 2017. Mechanical Characterization of Biodegradable

Materials in Surgery. University of Science and Technology in

Bydgoszez- Press. Polandia.

Aoyagi, Y., Yamashita, K., and Doi, Y. 2002. Thermal Degradation of Poly(R)-3

hydroxybutyrate, Poly(e-caprolactone), dan Poly(S)-lactide. Polymer

Degradation and Stability. 76: 53-59.

Asano, M., Yoshida, M., and Kaetsu, I. 1985. Biodegradability of a Hot-Pressed

Poly Lactic Acid Formulation with Controlled Release of LH-RH Agonist

and Its Pharmacological influence on Rat Prostate. Makromol Chem. 6:

509-513.

Billmeyer, F. 1984. Textbook of Polymer Science 3rd Edition. John Wiley and

Sons. New York.

Botelho, T., Nadia, T., and Filipe, A. 2004. Polylactic Acid Production from

Sugar Molasses. International Patent WO 2004/057008 A1.

Calabia, B. 2010. Synthesis, Structures, Properties, Processing, and Applications.

Wiley Series on Polymer Engineering and Technology. New Jersey.

Cengiz, B., Yavuz, G., & Nuray, Y. 2008. Synthesis and Characterization of

Hydroxyapatite Nanocomposite . Colloids and Surface a Physicochem.

322: 29-33.

Champeau, M., Thomassin, J. M., and Tassaing, T. 2017. Current Manufacturing

Processes of Drug-Eluting Sutures. Expert Opinion on Drug Delivery. 11:

1-10.

65

Chen, C., Ju-Yu, Tseng, H., Ming, H., and Lee, S.-Y. 2003. Preparation and

Characterization of Biodegredable PLA Polymerics Blends. Biomaterials.

10: 1167-1173.

Chen, E.C., and Wu, T.M. 2007. Isothermal Crystallization Kinetics and Thermal

Behaviour of Poly(e-caprolactone)/ Multi- Walled Carbon Nanotube

Composite. Polymer Degradation and Stability. 10: 1009-1015.

Chu, C. 2004. An In-Vitro Study of The Effect of Buffer on The Degradation of

Poly(Glicolic Acid) Sutures. Journal of Biomedical Materials Research.

15: 20-27.

Cowd, M. 1991. Kimia Polimer. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Diana, M. 2011. Degradasi Invitro Mikrosfer Polipaduan Poli Asam Laktat dan

Polikaprolakton (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta.

Dudley, R. 2000. The Biomechanics Of Insect Flight: Form, Function, Evolution.

Princeton University Press. New York.

Dumitriu, S. 2001. Polymeric and Biomaterial, Revised and Expanded. CRC-

Press. Kanada.

Edlich, R., Drake, D., and Rodeheaver, G. 2006. Stainless Steel Suture, A

Collective Review of its Performance in Surgical Wound Closure. Effect

of Medical Implants. 16: 101-110.

Ellis, D., and Goodacre, R. 2006. Metabolic Fingerprinting in Disease Diagnosis:

Biomedical Applications of Infrared and Raman Spectroscopy. Analyst. 8:

875–885.

Ethicon, I. 2014. Wound Closure Manual. England: Available at: http://

www.uphs.upenn.edu/surgery/Education/facilities/measey/Wound_ .

Farrar, D., and Gilson, R. 2002. Hydrolytic Degradation of Polyglyconate B: The

Relationship between Degradation Time Strength and Molecular Weight.

Biomaterial. 23: 3905-3912.

Ferri, J. M., Fenollar, O., Vilaplana, A. J., Sanoguera, D. G., and Balart, R.

(2016). Effect of Miscibility on Mechanical and Thermal Properties of

Poly(lactic acid)/ Poly(caprolactone) Blends. Polymer International. 65:

453-463.

Francoeur, J., and Lister, J. 2010. Surgeon Scientist. Surgical . 13: 1827-1912.

Gopffrich. 1997. Mechanism of Polymer Degradation and Elimination. Oversae

Publisher Assosiation. Amsterdam.

Gunatille, P., and Adhikari, R. 2003. Biodegredable Synthetic Polymers for

Tissue Enginering Cells and Materials. Polymer Chemistry. 5: 1-16.

66

Hay, J. 1982. Thermal Methods of Analysis of Polymers. Thermal Analysis of

Polymers. L. S. Bark dan N. S Allen Editorial. London.

Hill, M. and Nicholas, P. 1989. Thermal Analysis in Materials Development.

Metals and Material. Institute of Materials. London.

Hsu, C. 1994. Infrared Spectroscopy, Handbook of Instrumental Techniques for

Analytical Chemistry. Separation Sciences Research and Product

Development Mallinckrodt, Inc. Mallinckrodt Baker Division.

Inkinen, S., Hakkarainen, M., Albertsson, Christie, A., Sodegrard, and Anders.

2011. From Lactic Acid to Poly(Lactid Acid) (PLA): Characterization and

Analysis of PLA and Its Precursor. Journal of Biomacromolecul. 12: 523-

532.

Ivan, N., Valentina, S., Franco, D., Luigi, T., Jose, K., and Laura, P. 2016. Design

of Biodegradable Blends Based on PLA and PCL: from Morphological,

Thermal and Mechanical Studies to Shape Memory Behavior. Polimer

Degradation and Stability. 132: 1-35.

Jain. 2000. The Manufacturing Techniques of Various Drug Loaded

Biodegradable Poly(Lacticdeco-Glycolide) (PLGA) Device. Biomaterial,

21: 2475-2490.

James, J. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Erlangga. Jakarta.

Jamicson, A., and Mc Nail, L. 1978. Thermal Degradation of Mixture Poly

(Methyl-metacrylate) and Silver Acetate. Journal of Polymer Science.

129: 2225-2235.

Javad, E., Hesaraki, S., Mohammad, S., Esfandeh, M., and Ebrahimzadeh, M. H.

2016. Microstructure and Mechanical Properties of Biodegradable Poly

(D/L) Lactic Acid/Polycaprolactone Blends Processed from the Solvent-

Evaporation Technique. Materials Science and Engineering: 71: 808-

8019.

Kaseem, M., Hamad, K., and F, D. 2012. Thermoplastic starch blends: A Review

of Recent Works. Journal of Biomaterial. 24: 165-176.

Khatri, Z., Jatoi, A. W., Ahmed, F., and Kim, I.-S. 2016. Cell Adhision Behavior

of Poly(e-caprolactone)/ Poly(L-lactic acid) Nanofibers Scaffolds.

Materials Letters. 171: 178-181.

Kristiyaningrum, Indanah, dan Suwarto. 2013. Efektifitas Penggunaan Larutan

NaCl Dibandingkan dengan D40% Terhadap Proses Penyembuhan Luka

Ulkus Dm di RSUD KUDUS. Jurnal Keperawatan. 1: 78-89.

Lu, Y., and Chen, S. 2004. Micro and Nanofabrication of Biodegradable

Polymers for Drug Delivery. Advanced Drug Delivery Reviews. 56: 1621-

1633.

67

Mackenzie, D. 1978. The Scottish Society of the History of Medicine. Medical

History. 17: 158-168.

Manoa, J., Sousaa, R., Luciano, F. B., and Nuno, M. N. 2004. Bioinert,

Biodegradable and Injectable Polymeric Matrix Composites. Composite

Science and Technology. 64: 789–817.

Mofokeng, J., & Luyt, A. 2016. Mophology and Thermal Degradation Studies of

Melt-Mixed Poly(lactic acid) (PLA)/ Poly(caprolactone) (PCL)

Biodegradable Polymer Blend Nanocomposites with TiO2 as filler.

Material Behaviour. 45: 93-100.

Nahrowi, R. 2015. Konversi Selulosa Menjadi Karboksimetil Selulosa dari

Tandan Kosong Sawit (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Okada, T., Hayashi, T., and Ikada, Y. 1992. Degradation of Collagen Suture In

Vitro and In Vivo. Biomaterials. 7: 448-454.

Owen, S., Masaoka, R. K., and Sakota, N. 1995. Biodegradation of Poly-D,L-

Lactic Acid Polyurethanes. Degradable Polymers, Recycling, and Plastic

Waste Management. Marcel Dekker Inc. New York.

Pillai, C. K., and Sharma, C. P. 2010. Review Paper: Absorbable Surgical

Sutures: Chemistry, Production, Properties, Biodegradability, and

Performance. Journal Of Biomaterial and Aplications, 291-336.

Posthtletwait. 1970. Polyglycolic Acid Surgical Suture. Journal of Surgical. 101.

489-494.

Rasal, R., Janokar, A., and Hirt, D. 2010. Poly(Lactic Acid) Modifications.

Progress in Polymer Science. 35: 338-36.

Saara, I., Hakkarainen, M., Albertsson, A. C., and Andersoderg. 2011. From

Lactic Acid to Poly(lactic acid) (PLA): Characterization and Analysis of

PLA and Its Precursors. Journal of Biomacromolecules. 101: 523-532.

Saputro, D. F. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Ramah Lingkungan

dari Campuran Polisterena-Poli Asam Laktat (Skripsi). Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Schecter, I., Barzilai, I., and Anda, B. V. 1997. Online Remote Prediction of

Gasoline Properties by Combined Optical Method. Chim Acta. New

York.

Semba, T., Kitagawa, K., Ishiaku, U. S., and Hamaka, H. 2006. The Effect of

Crosslinking on The Mechnical Propertis of Polylatic Acid/

Polycaprolactone Blends. Journal of Applied Polymer Science. 101: 1816-

1825.

Silverstein, R. M., and Bassler. 1998. Spectrometric Identification of Organic

Compounds Sixth Edition. John Willey and Sons, Inc. New York.

68

SNI 16-3366-1994. Benang Operasi Serap Hologen Sekali Pakai (Absorbable

Sutures). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Steven, M. 2001. Kimia Polimer. Erlangga. Jakarta.

Sujatno, A., Salam, R., Bandriyana, and Dimyati, A. 2015. Studi Scanning

Electron Microscopy (SEM) untuk Karakterisasi Proses Oksidasi Paduan

Zirkonium. Jurnal Forum Nuklir. 9: 2-6.

Sumaryono. 2012. Perilaku Pengujian Tarik pada Polimer Polistiren dan

Polipropilen IKIP Veteran Semarang. Gardan. 1: 66-80.

Surdia, M. and Shin, R. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Erlangga. Jakarta.

Sykes, P. 1975. A Guide Book to Mechanism in Organic Chemistry 4th Edition.

UK: Longman Grup, Ltd. London.

Tan, P. C., Mubarak, S., and Omar, S. Z. 2008. Absorbable Versus Non-

absorbable Sutures for Subticular Skin Closure of Transverse Suprapubic

Incision. Medical Science. 20: 179-181.

Ulery, B. D., Nair, L. S., and Laurencin, C. T. 2012. Biomedical Application of

Biodegrables Polymers. Polymer Physics. 49832-864.

Vasanthan, A., Satheesh, Hoopes, W., Lucaci, P., Williams, K., & Rapley, J.

2009. Compraing Suture Strenghts for Clinical Applications: A Novel In

Vitro Study. Sugical Science. 80: 618-624.

Vlack, L. 2006. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material Ed.6th. Erlangga.

Jakarta.

Wulan, M. 2011. Degradasi In Vitro Mikrosfer Polipaduan Poli Asam Laktat dan

Polikaprolakton (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta.

Zahedi, P., Karami, Z., Rezaeian, I., Jafari, S. H., Mahdaviani, P., Abdolghaffari,

A. H., and Abdollahi, M. 2011. Preparation and Performance Evaluation

of Tetracycline Hydrochloride Loaded Wound Dressing Mats Based on

Electrospun Nanofibrous Poly (Lactid Acid)/ Poly(e-caprolactone)

Blends. Journal of Applied Polymer Science. 124: 4175-4183.