sebagai penghambat pembelahan dan pertumbuhan …
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
POTENSI EKSTRAK BUAH LEGUNDI (Vitex trifolia)SEBAGAI PENGHAMBAT PEMBELAHAN DAN PERTUMBUHAN
SEL TUMOR KULIT PADA TIKUS PUTIHYANG DIINDUKSI BENZOALPHAPYRENE
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
TIM PENGUSUL
Ketua : dr. Humairah Medina Liza Lubis, M.Ked. (PA), Sp.PA NIDN : 0115077401
Anggota : dr. Ilham Hariaji, M.Biomed NIDN : 0131107901
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
November 2016
i
RINGKASAN
Penyakit kulit terutama tumor semakin banyak ditemukan di masyarakat. Timbulnyatumor kulit memiliki faktor resiko yang potensial, antara lain adalah akibat terpapar olehradiasi sinar ultraviolet, agen fisika dan kimia secara berlebihan, luka yang lama tidaksembuh khususnya luka bakar, diantaranya adalah Marjolin’s ulcer, dan infeksi virus, yangapabila dibiarkan dan tidak diobati bisa berkembang menjadi kanker. Sampai saat inipengobatan untuk tumor lebih banyak menggunakan obat-obatan sintetik yang juga dapatmenimbulkan komplikasi dan kebanyakan belum menunjukkan hasil yang memuaskan,sehingga banyak penelitian ditujukan pada tanaman tradisional yang banyak tumbuh diIndonesia. Banyak sekali penelitian yang telah menggunakan tanaman obat untuk pengobatanberbagai penyakit termasuk tumor, tetapi dari studi literatur sampai saat ini belum ditemukanpenelitian tentang potensi buah legundi sebagai alternatif pengobatan tumor kulit.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) potensi penghambatpembelahan sel dari ekstrak buah legundi (Vitex trifolia) pada tikus putih yang diinduksibenzoalphapyrene, (2) jenis tumor kulit setelah induksi benzoalphapyrene denganpemeriksaan histopatologi jaringan.
Penelitian ini adalah studi eksperimental dengan menggunakan tikus Wistar yangdibagi dalam 5 kelompok. Benzoalphapyrene digunakan untuk menginduksi kanker kulitpada tikus. Ekstrak etanol buah legundi (Vitex trifolia) dibagi dalam 2 dosis yaitu 0,5 g dan1g/kgBB/hari/oral selama 3 minggu setelah paparan benzoalphapyrene. Insidensi tumordiamati dengan palpasi setelah pemberian benzoalphapyrene untuk menentukan ukuran dankonsistensi tumor kulit, dan diobservasi dibawah mikroskop untuk menentukan tipehistopatologi dari tumor kulit tersebut.
Dari penelitian didapatkan hasil berupa 3 slide (60%) dari kelompok kontrol yangdiinduksi benzoalphyrene adalah tumor ganas (non keratinizing squamous cell carcinoma),1 slide (20%) adalah lesi atipik, dan 1 slide (20%) adalah lesi jinak. Setelah pemberian terapimenggunakan buah legundi, kelompok 2, 3, dan 4 yang memiliki lesi tumor mengalamipenurunan ukuran (mengecil).
Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol buah legundi memiliki kemampuan untukmeginhibisi aktivitas proliferasi dan pertumbuhan dengan dosis pemberian 0,5 g dan1 gr/hari.
Kata Kunci : tumor kulit, benzoalphapyrene, buah legundi (Vitex trifolia), aktivitasproliferasi dan pertumbuhan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN……..................…………………………………………...
RINGKASAN....................................................................................................................
DAFTAR ISI…….............……………………………………………………………
BAB 1. PENDAHULUAN…………........…………………………………………...
1.1 Latar Belakang……...............………..........……………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah………..........................………………………….…………………..
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................................
1.4 Target Luaran..............................................................................................................
1.5 Luaran........................................................................................................................
1.6 Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan.....................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.……………….……………………….……..................
2.1 Tumbuhan Legundi (Vitex trifolia)...................................................................................
2.1.1 Sistematika Tumbuhan Legundi (Vitex trifolia).......................................................
2.1.2 Morfologi.........................................................................................................
2.2 Tumor Kulit................................................................................................................
2.2.1 Jenis-jenis Tumor Kulit.....................................................................................
2.2.2 Patogenesis Keganasan pada Tumor Kulit..........................................................
2.3 Potensi Benzoalphapyrene Sebagai Karsinogen..............................................................
2.4 Metode Ekstraksi........................................................................................................
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN…………………………………
3.1 Tujuan Penelitian………………………………………………………………………….
3.2 Manfaat Penelitian……………………………………………………………………..
BAB 4. METODE PENELITIAN...............................................…………………………….
3.1 Tahapan Penelitian.....................................................................................................
3.2 Lokasi Penelitian.........................................................................................................
3.3 Metode Penelitian................................................................................................................
3.4 Persiapan Hewan Uji..................................................................................................
3.5 Pemeliharaan Tikus Wistar...........................................................................................
3.6 Persiapan Bahan Uji.......................................................................................................
3.7 Tahap Pelaksanaan.....................................................................................................
i
ii
iii
iv
1
1
2
2
3
3
3
4
5
6
6
6
7
7
8
9
11
11
11
12
12
12
12
13
13
14
14
iv
3.8 Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi.............................................................
3.9 Teknik Analisis Data................................................................................................
3.10 Cara Penafsiran dan Penarikan Kesimpulan...............................................................
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI………………………………………………………
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYANYA…………………………………..
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN………....………………………………………
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
LAMPIRAN.............................................................................................................................
14
15
15
16
17
18
19
21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kulit terutama tumor semakin banyak ditemukan di masyarakat. Secara
umum, timbulnya tumor kulit memiliki faktor resiko yang potensial, antara lain adalah akibat
terpapar oleh radiasi sinar ultraviolet secara berlebihan, dan luka yang lama tidak sembuh
khususnya luka bakar, diantaranya adalah Marjolin’s ulcer yang bisa berkembang menjadi
karsinoma sel skuamosa (Buljan M, 2008). Sedangkan faktor predisposisi genetik termasuk
tahi lalat berukuran lebih besar dari 20 mm, infeksi Human Papilloma Virus (HPV), toksin
arsenik dan kekurangan beberapa vitamin dan mineral tertentu serta pada perokok beresiko
tinggi berkembang menjadi tumor. Secara mikroskopik, sel-sel penyusun kulit mengalami
pembelahan dan pertumbuhan (proliferasi) yang berlebihan. Apabila proliferasi ini
berlangsung secara terus menerus maka dapat menimbulkan kanker (Kumar V, 2005).
Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini dan timbulnya pemikiran untuk
memanfaatkan obat yang berasal dari tumbuhan tradisional. Di Indonesia dikenal lebih dari
20.000 jenis tumbuhan obat. Namun baru 1.000 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk
pengobatan tradisional. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat ini adalah tumbuhan legundi
(Vitex trifolia). Daun tumbuhan legundi dapat bermanfaat untuk obat influenza, demam,
migren, sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, diare, mata merah, rematik, beri-beri, batuk, luka
terpukul, luka berdarah, muntah darah, analgesik, peluruh kencing, sedangkan akar legundi
mempunyai efek untuk mencegah kehamilan dan perawatan setelah bersalin. Biji legundi
untuk obat pereda, penyegar badan dan perawatan rambut. Buah legundi digunakan untuk
obat cacing. Penggunaannya untuk obat-obatan dilakukan dengan meminum air rebusan daun
atau batang atau buah legundi (Dalimartha S, 2006).
Sejauh ini, telah banyak penelitian yang mengungkapkan manfaat dan khasiat dari
tanaman legundi ini baik yang berasal dari daun, batang, buah dan bijinya terutama efeknya
sebagai antibakteri, antifungi, insektisida, antikanker, analgesik, trakeospasmolitik, antialergi
maupun antipiretik. Mustanir dan Rosnani, 2008 telah berhasil melakukan penelitian dengan
mengisolasi senyawa bioaktif penolak nyamuk dari ekstrak aseton batang tumbuhan legundi
dan adanya senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun tumbuhan legundi. Sedangkan
Ramasamy Anandan, 2009 meneliti efek ekstrak etanol dari bunga legundi pada CCl4
yang
disuntikkan ke dalam mencit putih untuk melihat aktivitas hepatrotopik di dalam obat
1
pencegah penyakit hati. Hernández et al, 1999 yang telah meneliti aktivitas sitotoksik ekstrak
heksan, diklorometan dan metanol terhadap empat sel tumor manusia yaitu sel karsinoma
leher, sel kanker ovarium, sel karsinoma kolom dan sel nasofaringeal manusia. Li et al. 2005
mengisolasi enam flavonoid yang diisolasi dari V. trifolia yaitu persikogenin, artemetin,
luteolin, penduletin, viteksikarpin dan krisosplenol-D, yang selanjutnya di uji terhadap
proliferasi sel kanker tsFT210 tikus. Keenam flavonoid tersebut mampu menghambat
proliferasi sel kanker, dengan mekanisme penghambatan siklus sel dan menginduksi
apoptosis.
Timbul asumsi bahwa buah legundi juga dapat dipakai sebagai antiproliferasi sel-sel
tumor baik karena mengandung flavonoid yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari
bahaya penyakit kanker. Dari pencarian literatur tidak satupun penelitian yang meneliti
tentang potensi buah legundi sebagai antiproliferasi untuk menghambat pembelahan dan
pertumbuhan sel pada tumor khususnya tumor kulit. Penelitian-penelitian hanya ditujukan
untuk melihat efektifitas ekstrak daun legundi pada sel karsinoma leher, sel kanker ovarium,
sel karsinoma kolom dan sel nasofaringeal manusia.
Penelitian ini menggunakan tikus putih jenis Wistar yang selalu digunakan sebagai
hewan coba berbagai penelitian-penelitian in vivo karena memiliki struktur jaringan yang
mirip dengan jaringan tubuh manusia. Setelah penelitian ini selesai dan terbukti bahwa buah
legundi memiliki efek antiproliferasi maka akan dilanjutkan ke tingkat biologi molekuler
dengan pemeriksaan imunohistokimia, Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat di tingkat
sel dan buah legundi ini dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk tumor kulit
pengganti obat-obat sintetik konvensional (kemoterapi) yang memiliki efek dan komplikasi
yang merugikan pada manusia.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah buah legundi (V. trifolia) dapat
digunakan sebagai penghambat proliferasi sel tumor kulit yang membelah dan tumbuh secara
berlebihan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui potensi penghambat pembelahan sel
dari ekstrak buah legundi (V. trifolia) pada tikus putih yang diinduksi benzoalphapyrene, (2)
mengetahui jenis tumor kulit setelah induksi benzoalphapyrene dengan pemeriksaan
histopatologi jaringan.
2
1.4 Target Luaran
Target luaran yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memperoleh data yang
valid dan akurat tentang potensi ekstrak buah legundi (V. trifolia) sebagai penghambat
pembelahan dan pertumbuhan sel tumor kulit pada tikus putih yang diinduksi
benzoalphapyrene dan bahaya paparan benzoalphapyrene pada jaringan tubuh terutama kulit.
1.5 Luaran
Luaran penelitian ini adalah deskripsi dan analisis hasil penelitian yang
menggambarkan potensi ekstrak buah legundi (V. trifolia) sebagai penghambat pembelahan
dan pertumbuhan sel tumor kulit pada masing-masing kelompok perlakuan. Hasil penelitian
ini akan disusun dalam bentuk artikel ilmiah yang akan dimasukkan ke dalam Majalah
Patologi Indonesia dan dilaporkan ke Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai
sumbangsih untuk menambah inventaris tanaman obat. Selain itu juga dapat digunakan
sebagai referensi bahan ajar patogenesis tumor kulit akibat paparan benzoalphapyrene di
Departemen Patologi Anatomi dan tanaman herbal di Departemen Farmakologi dan Terapi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
1.6 Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dilakukan secara in vivo pada tikus putih yang diinduksi benzoalphyrene
pada lapisan kulit dengan harapan akan timbul lesi tumor yang akan diidentifikasi secara
makroskopik (kasat mata berupa ukuran, konsistensi dan mobilitas tumor) dan mikroskopik.
Jika hasil penelitian dengan pemberian ekstrak buah legundi efektif mengecilkan lesi tumor,
maka ekstrak buah legundi dapat dimanfaatkan sebagai tanaman tradisional penghambat
pembelahan dan pertumbuhan sel serta menyembuhkan penyakit tumor kulit secara alami
tanpa disertai pemakain obat sintetik yang selain harganya sangat mahal juga dapat
menimbulkan komplikasi yang merugikan. Penelitian ini juga dapat dipakai sebagai bahan
rujukan bagi peneliti berikutnya dalam pengobatan tumor-tumor di organ lain seperti
payudara, serviks, kelenjar gondok, dan lain sebagainya. Keunggulan penelitian ini adalah
karena penelitian-penelitian sebelumnya tidak ada yang meneliti tentang manfaat ekstrak
tanaman legundi ini baik dari daun, batang, buah maupun biji sebagai penghambat
pembelahan dan pertumbuhan sel tumor kulit.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit merupakan organ tubuh paling luar yang melindungi tubuh manusia dari
lingkungan hidup sekitar. Seperti organ tubuh lain pada umumnya, kulit juga tersusun dari
jutaan sel. Normalnya, sel-sel di dalam tubuh akan membelah lebih cepat pada masa
pertumbuhan, sedangkan pada masa dewasa sel akan lebih banyak membelah untuk
menggantikan sel-sel yang mati atau untuk memperbaiki kerusakan jaringan (Kumar V et al,
2005).
Meskipun kulit merupakan organ pelindung yang sangat kuat karena mengandung 3
lapisan utama yaitu lapisan epidermis, dermis dan subkutis, tetapi sel-sel kulit pun dapat
mengalami perubahan-perubahan akibat paparan zat-zat dan bahan-bahan berbahaya secara
terus menerus seperti sinar ultraviolet, infeksi virus dan lain sebagainya. Kelainan kulit yang
sering ditemukan selain proses peradangan akibat infeksi adalah timbulnya lesi tumor. Tumor
secara garis besar dibagi atas tumor jinak dan ganas. Tumor jinak merupakan manifestasi
kekacauan pertumbuhan kulit yang bersifat kongenital atau didapat, tanpa tendensi invasif
dan metastasis. Sedangkan tumor ganas (kanker) terjadi akibat kerusakan dari DNA. Sel
kanker akan terus tumbuh dan membelah (proliferasi) menjadi sel yang abnormal dan juga
dapat meluas ke jaringan yang normal (metastasis) (Kumar V et al, 2005).
Banyak sekali penelitian yang membuktikan potensi tanaman tradisional untuk
pengobatan berbagai penyakit. Salah satunya adalah tanaman legundi (V. trifolia) yang
mempunyai efek farmakologi antara lain sebagai antibakteri, antifungi, insektisida,
antikanker, analgesik, trakeospasmolitik, antialergi maupun antipiretik. Beberapa penelitian
melaporkan kandungan kimia dari buah maupun daun legundi yaitu senyawa golongan
flavonoid (kastisin; 3,6,7-trimetil kuersetagetin; vitexin; artemetin; 5-metil artemetin; 7-
desmetil artemetin; luteolin; luteolin-7-O-β-D-glukuronida; luteolin-3-O-β-D-glukuronida
dan isoorientin), terpenoid, maupun sterol (β-sitosterol and β-sitosterol-β-D-glukosida (Nair
et al., 1975; Vedantham dan Subramanian, 1976; Ramesh et al., 1986; Zeng et al., 1996).
Penelitian lain juga membuktikan aktivitas antikanker tanaman legundi (V. trifolia),
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Hernández et al, 1999 yang telah meneliti
aktivitas sitotoksik ekstrak heksan, diklorometan dan metanol terhadap empat sel tumor
manusia yaitu sel karsinoma leher, sel kanker ovarium, sel karsinoma kolom dan sel
nasofaringeal manusia. Secara umum, ekstrak heksan dan diklorometan mempunyai aktivitas
sitotoksik yang memadai, sedangkan efek dari ekstrak metanol adalah rendah. Ekstrak
4
diklorometan daun V. trifolia mempunyai aktivitas paling tinggi, terutama terhadap sel
karsinoma kolom dengan harga ED50 kurang dari 1 μg/mL . Di lain pihak, Li et al, 2005
berhasil menemukan lima senyawa aktif antikanker diterpen tipe labdan in vitro dengan
metode bioassay-guided separation yaitu (1) viteksilakton, (2) (rel 5S,6R,8R,9R,10S)-6-
asetoksi-9-hidroksi-13(14)-labden-16,15-olida, (3) rotundifuran, (4) vitetrifolin D, dan (5)
vitetrifolin E. Kelima senyawa tersebut dapat menginduksi apoptosis dan menghambat siklus
sel baru pada sel line tsFT210 dan K562. Lebih lanjut, Li et al. 2005 mengisolasi enam
flavonoid yang diisolasi dari V. trifolia yaitu persikogenin, artemetin, luteolin, penduletin,
viteksikarpin dan krisosplenol-D, yang selanjutnya di uji terhadap proliferasi sel kanker
tsFT210 tikus. Keenam flavonoid tersebut mampu menghambat proliferasi sel kanker, dengan
mekanisme penghambatan siklus sel dan menginduksi apoptosis.
Sementara itu, Wang et al. 2005 menguji salah satu senyawa aktif V. trifolia yaitu
viteksikarpin terhadap berbagai sel kanker manusia yaitu A2780, HCT-15, HT-1080 dan
K562. Viteksikarpin paling efektif menghambat proliferasi sel kanker K562, dan diduga
mempunyai mekanisme aksi menginduksi apoptosis pada sel kanker tersebut melalui jalur
apoptosis yang diatur oleh mitokondria. Penemuan tersebut diperkuat oleh Li et al. 2005,
enam flavonoid yang diisolasi dari V. trifolia yaitu persikogenin, artemetin, luteolin,
penduletin, viteksikarpin dan krisosplenol-D.
Timbul ketertarikan dari peneliti untuk membuktikan potensi dari buah legundi yang
kemungkinan juga mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi untuk melindungi tubuh
dari bahaya timbulnya tumor.
2.1 Tumbuhan Legundi (Vitex trifolia)
Tumbuhan Legundi (Vitex trifolia) merupakan pohon semak, tinggi berkisar 5 meter
dan batangnya ditutupi oleh rambut-rambut lembut. Daunnya tersusun beraturan sepanjang
batang dan biasanya majemuk, terdiri dari tiga selebaran linier yang berkisar antara 1-12 cm.
Permukaan atas daun berwarna hijau dan permukaan bawahnya berwarna hijau keabu-abuan.
Bunganya tumbuh berkelompok hingga 18 cm panjangnya. Bunga individu berwarna ungu
violet memiliki dua bibir mahkota selebar 5 mm. Buahnya berdaging sekitar 6 mm dan
mengandung 4 biji hitam kecil memiliki rasa pahit, pedas dan bersifat sejuk (Dalimartha S,
2006).
5
2.1.1 Sistematika Tumbuhan Legundi (Vitex trifolia)
Dari sistem sistematika (taksonomi), tumbuhan Legundi (V. trifolia) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Dicotylendonae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Vitex
Species : Vitex trifolia (Dalimartha S, 2006).
2.1.2 Morfologi
Tumbuhan legundi memiliki batang, kulit batang berwarna coklat muda hingga tua,
batang muda berbentuk segi empat, banyak dan bercabang. Daun majemuk berbentuk seperti
jari dan letak daun berhadapan. Bunga majemuk tersusun berkelompok, rapat dan berjejal.
Waktu berbunga Januari hingga Desember. Buah tipe drupa, berair atau kering dan
berdinding keras. Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji atau stek batang, jika
menggunakan stek batang sebaiknya diambil dari batang yang tidak terlalu muda. Stek batang
tersebut mudah sekali tumbuh dan akan mulai bertunas setelah 4-5 hari terhitung dari sejak
penanaman (Dalimartha S, 2006).
Pada umumnya tumbuh liar pada daerah hutan jati, hutan sekunder, tepi jalan, dan
pematang sawah. Tumbuhan ini mudah tumbuh di segala jenis tanah, namun lebih menyukai
tempat yang agak kering dan pada daerah yang terbuka. Tumbuh dengan baik pada media
tumbuh yang terdiri dari campuran pasir, pupuk kandang dan lempung (Dalimartha S, 2006).
2.2 Tumor Kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling luar yang melindungi tubuh manusia dari
lingkungan hidup sekitar. Seperti organ tubuh lain pada umumnya, kulit juga tersusun dari
jutaan sel. Normalnya, sel-sel di dalam tubuh akan membelah lebih cepat pada masa
pertumbuhan, sedangkan pada masa dewasa sel akan lebih banyak membelah untuk
menggantikan sel-sel yang mati atau untuk memperbaiki kerusakan jaringan (Kumar V et al,
2005).
Meskipun kulit merupakan organ pelindung yang sangat kuat karena mengandung 3
lapisan utama yaitu lapisan epidermis, dermis dan subkutis, tetapi sel-sel kulit pun dapat
mengalami perubahan-perubahan akibat paparan zat-zat dan bahan-bahan berbahaya secara
terus menerus seperti sinar ultraviolet, infeksi virus dan lain sebagainya. Kelainan kulit yang
6
sering ditemukan selain proses peradangan akibat infeksi adalah timbulnya lesi tumor. Tumor
secara garis besar dibagi atas tumor jinak dan ganas. Tumor jinak merupakan manifestasi
kekacauan pertumbuhan kulit yang bersifat kongenital atau didapat, tanpa tendensi invasif
dan metastasis. Sedangkan tumor ganas (kanker) terjadi akibat kerusakan dari DNA. Sel
kanker akan terus tumbuh dan membelah (proliferasi) menjadi sel yang abnormal dan juga
dapat meluas ke jaringan yang normal (metastasis) (Kumar V et al, 2005).
2.2.1 Jenis-jenis Tumor Kulit
Tumor jinak yang paling sering ditemukan ialah nevus pigmentosus (tahi lalat). Selain
itu bisa juga ditemukan xantelasma, siringoma, adenoma sebaseum, trikoepitelioma, keratosis
seboroik, skintag, kista, limfangioma, keratoakantoma, dermatofibroma, keloid, granuloma
piogenikum dan hemangioma. Sedangkan jenis kanker kulit yang banyak ditemukan di dunia
ialah karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS) dan melanoma maligna.
2.2.2 Patogenesis Keganasan pada Tumor Kulit
Meskipun secara klinis tumor jinak menunjukkan perilaku yang tidak agresif tetapi
akibat paparan sinar ultraviolet, agen fisika dan kimia, virus, merokok, serta genetika
(riwayat keluarga) dapat merubah susunan dan struktur sel-selnya. Seperti keratoakantoma,
ini merupakan lesi pre kanker dari KSS dan juga nevus pigmentosus atipik yang bisa
bertransformasi keganasan menjadi melanoma malignan.
Pembagian UV dari spektrum cahaya matahari dibagi menjadi tiga rentang panjang
gelombang (wavelength range) yaitu UVA (320 hingga 400 nm), UVB (280 hingga 320 nm),
dan UVC (200 hingga 280 nm). Dari ketiga UV ini, UVB bertanggungjawab untuk
menginduksi terjadinya kanker kulit pada manusia (Kumar et al, 2005).
Sinar UV termasuk UVB mempunyai sejumlah efek pada sel-sel, yakni menginhibisi
pembelahan sel, menginaktivasi enzim-enzim, menginduksi mutasi dan pada dosis adekuat
dapat menyebabkan kematian sel. Karsinogenisitas sinar UVB dianggap disebabkan karena
pembentukan pyrimidine dimer pada DNA. Tipe dari kerusakan DNA ini diperbaiki oleh
jalur nucleotide excision repair (NER). Terdapat lima langkah pada NER yaitu: (1)
pengenalan lesi DNA, (2) insisi dari strand yang rusak pada kedua sisi lesi, (3) pengeluaran
nukleotida yang rusak, (4) sintesis nukleotida baru dengan cara menempel kembali pada sisi
yang kosong, dan (5) ligasi. Pada sel mamalia, proses ini dapat melibatkan 30 protein-protein
atau lebih (Kumar et al, 2005).
Paparan terhadap radiasi UV dari matahari membentuk pyrimidine dimer, sehingga
mengubah bentuk DNA tersebut. Protein yang mengkode produk-produk gen mengikat DNA
yang rusak. Dengan paparan matahari berlebihan, beberapa kerusakan DNA tidak dapat
7
diperbaiki. Hal ini mengakibatkan kekeliruan transkripsional dan akhirnya akan terjadi
proliferasi sel mutan berlebihan yang akan menjurus pembentukan kanker. Pada karsinoma
sel skuamosa dan karsinoma sel basal terjadi delesi kromosom yang biasanya melibatkan
kromosom 3, 9, 11 dan 17 yang merupakan regio yang teridentifikasi, termasuk lengan
panjang kromosom 9 dimana berlokasi gen supresor tumor PTCH dan p53, dimana hal ini
juga akibat pengaruh daripada UVB (Wolff K et al, 2008).
Mutasi pada gen patch (PTCH) ditemukan pada KSB sedangkan mutasi pada gen p53
ditemukan pada KSS. Gen PTCH mengkode reseptor untuk produk protein dari gen sonic
hedgehog (SHH). Protein PTCH membentuk kompleks reseptor dengan protein
transmembran lain yang dikenal dengan SMO (smoothened). Dengan ketiadaan dari ligand
yaitu SHH, PTCH menginaktifasi SMO sehingga menghalangi SMO untuk mengaktifkan
signal transduksi. Sedangkan apabila PTCH berikatan dengan SHH akan menyebabkan
pelepasan SMO mengarahkan aktifasi gen target hedgehog melalui kaskade signal
intrasitoplasmik dan generasi faktor transkripsi, salah satunya adalah GLI1, yang akhirnya
akan terjadi proliferasi sel mutan yang berlebihan, nantinya akan menyebabkan erubahan
ekspresi gen yang akan menjurus pada KSB (Kumar et al , 2005)
Sedangkan pada KSS, terjadi mutasi pada gen p53, dimana fungsi gen p53 ini dalam
keadaan normal adalah untuk mencegah perbanyakan sel yang secara genetik sudah rusak.
Bila DNA sel dirusak oleh sinar ultraviolet, transkripsi p53 yang normal akan diperbanyak,
dan selanjutnya menghasilkan transkripsi beberapa gen abnormal yang menyebabkan
penghentian siklus sel dari fase G1 menuju S serta perbaikan DNA. Jika selama penghentian
siklus sel dapat dilakukan perbaikan DNA, sel tersebut diperbolehkan untuk melanjutkan
perkembangannya ke fase S. Tetapi jika kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki akan
menimbulkan apoptosis. Dengan terjadinya kehilangan p53, kerusakan DNA terus menerus
tidak dapat diperbaiki, sehingga sel yang membawa gen mutan akan terus membelah, makin
lama kerusakan sel menjadi makin parah dan akhirnya mengakibatkan kanker (Kumar et al,
2005; Wolff K et al, 2008).
8
2.3 Potensi Benzoalphapyrene Sebagai Karsinogen
Benzoalphapyrene dapat di jumpai di lingkungan sebagai hasil pirolisis lemak atau
sebagai hasil proses pembakaran yang tidak sempurna, seperti pada daging panggang, sate,
makanan di asap, asap rokok dan asap kendaraan bermotor. Sebagai senyawa karsinogen,
benzoalphapyrene dapat menyebabkan mutasi gen yang di manifestasikan sebagai kerusakan
kromosom, yaitu terjadi abrasi atau terbentuk patahan-patahan kromosom (Mahardini T).
Secara in vivo, benzoalphapyrene telah terbukti dapat menyebabkan tumor pada
setiap percobaan, baik melalui jalur makanan, pernafasan, maupun kontak pada permukaan
kulit. Inisiasi proses karsinogenik dari benzoalphapyrene bahkan dapat terjadi pada bagian
jaringan yang jauh dari titik asal paparannya (Mahardini T; Agency for Toxic Subtances and
Disease Registry, 1995).
2.4 Metode Ekstraksi
a. Destilasi air/water distillation/hydrodistillation
Destilasi air merupakan proses paling sederhana dan tertua untuk memperoleh minyak
esensial dari tanaman. Destilasi air berbeda dengan destilasi uap terutama pada bahan
tanaman yang hampir seluruhnya terendam air dalam penyuling. Salah satu factor penting
dalam destilasi air adalah air dalam tangki harus selalu dalam jumlah yang cukup selama
proses destilasi untuk mencegah overheat dan rusaknya bahan tanaman. Dalam metode ini,
air dididihkan dan minyak atsiri dilewatkan pada kondensor dengan uap yang terbentuk.
Minyak hasil destilasi air berwarna lebih gelap dan memiliki still notes yang jauh lebih kuat
daripada minyak yang dihasilkan dengan metode lain. Metode ini tergolong sederhana dalam
desain dan digunakan secara ekstensif oleh produsen minyak esensial skala kecil.Pada
destilasi serbuk tanaman, perlu diperhatikan secara khusus karena serbuk bertendensi
mengendap di bawah penyuling dan dapat terdegradasi oleh suhu. Juga, untuk bahan tanaman
yang bertendensi membentuk mucilage dan meningkatkan viskositas air. Untuk bahan
tanaman yang bertendensi mengendap menjadi massa yang teraglomerasi atau teraglutinasi
menjadi massa yang tidak dapat dipenetrasi saat uap dilewatkan (seperti kelopak mawar),
destilasi air merupakan metode terpilih untuk isolasi minyak esensial dari bahan tanaman
tersebut (Handa, et al, 2008).
b. Destilasi air dan uap (water and steam distillation)
Untuk mengeliminasi kelemahan destilasi air, dibuatlah beberapa modifikasi pada unit
destilasi.Sebuah logam berlubang diletakkan dalam distillation still, untuk meletakkan bahan
tanaman dan untuk menghindari kontak langsung dengan alas yang panas. Saat tinggi air
dijaga dibawah logam berlubang, minyak esensial akan terdestilasi oleh uap yang berasal dari
9
8
air mendidih. Metode inilah yang disebut sebagai destilasi air dan uap.Field distillation unit
(FDU), juga dikenal sebagai unit destilasi tipe api langsung, didesain berdasarkan prinsip
destilasi air dan uap. Unit ini mudah dibuat dan dapat dipasang di lahan pertanian.Oleh
karena konstruksi yang sederhana, biaya rendah dan mudah digunakan, FDU sangat populer
digunakan oleh produsen minyak esensial di negara berkembang (Handa, et al, 2008).
c. Destilasi uap (direct steam distillation)
Pada direct steam distillation, bahan tanaman didestilasi dengan uap yang dihasilkan
dari luar tangki dalam generator uap atau boiler. Seperti pada destilasi air dan uap, bahan
tanaman diletakkan di logam berlubang (perforated grid) diatas steam inlet. Penggunaan uap
bertekanan tinggi dalam unit destilasi uap modern menjadikan destilasi minyak esensial jauh
lebih cepat dan lengkap.Destilasi uap merupakan metode yang lebih efisien dalam
memperoleh minyak yang memiliki titik didih yang tinggi dan bahan yang keras seperti akar
dan kayu, misalnya cendana, cedarwood, dan nagarmotha.Destilasi uap juga mengurangi
waktu yang diperlukan untuk esktraksi minyak esensial.Selain itu biaya bahan bakar juga
lebih rendah karena efisiensi suhu yang lebih tinggi.
Minyak atsiri umumnya diperoleh dengan cara destilasi uap dari bagian tanaman yang
mengandung minyak atsiri, dimana metode yang digunakan tergantung pada apakah bagian
tanaman yang akan diambil minyak atsirinya tersebut masih segar atau kering. Jika bagian
tanaman yang digunakan adalah yang sudah dikeringkan (contohnya kayu manis, cengkeh)
diperlukan air untuk membasahi dan kemudian uap dilewatkan pada campuran yang dibasahi.
Karena minyak atsiri dapat rusak dengan pemanasan langsung, uap dilewatkan ke dalam
container yang memuat obat.Lapisan minyak dari destilat yang terkondensasi dipisahkan dari
lapisan akuosa, dan kemudian minyak ini dapat langsung dipasarkan dengan atau tanpa
pemrosesan lebih lanjut.
Untuk bagian tanaman yang masih segar (contohnya: peppermint, spearmint), bahan
dipanen dan dimasukkan langsung ke dalam distilling chamber. Karena bahan masih segar
dan memiliki kelembaban/kadar air, sehingga tidak diperlukan pembasahan. Uap yang
dilewatkan pada bahan segar membawa tetesan minyak ke dalam condensing chamber
(Handa, et al, 2008).
10
8
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
3.1.1 Tujuan Umum
Mengetahui potensi ekstrak buah legundi (V. trifolia) sebagai penghambat pembelahan
sel tumor pada tikus putih yang diinduksi benzoalphapyrene.
3.1.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui jenis tumor kulit setelah induksi benzoalphapyrene dengan pemeriksaan
histopatologi jaringan.
b. Mengetahui ukuran tumor kulit yang timbul setelah induksi benzoalphapyrene.
c. Mengetahui konsistensi tumor kulit yang timbul setelah induksi benzoalphapyrene.
3.2 Manfaat Penelitian
a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tanaman herbal berupa ekstrak buah legundi
apabila efektif mengecilkan lesi tumor maka dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
tradisional penghambat pembelahan dan pertumbuhan sel serta menyembuhkan
penyakit tumor kulit secara alami tanpa disertai pemakain obat sintetik yang selain
harganya sangat mahal juga dapat menimbulkan komplikasi yang merugikan.
b. Penelitian ini juga dapat dipakai sebagai bahan rujukan bagi peneliti berikutnya dalam
pengobatan tumor-tumor di organ lain seperti payudara, serviks, kelenjar gondok, dan
lain sebagainya.
11
8
BAB 4
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan
penyusunan laporan hasil penelitian. Pada tahap persiapan, aktivitas-aktivitas yang akan
dilakukan adalah studi literatur teori pendukung dari jurnal-jurnal penelitian, mencari lokasi
tumbuhan legundi dan pengurusan dan permohonan izin melakukan penelitian dari Komite
Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Luaran dari kegiatan
persiapan adalah draf rencana kerja penelitian,
Pada tahap pelaksanaan, aktivitas yang dilakukan adalah menjalankan penelitian
sesuai dengan draf rencana kerja yang telah disusun oleh tim peneliti dalam kegiatan
persiapan. Pelaksanaan penelitian diawali dengan (1) pemesanan zat karsinogen
benzoalphapyrene, (2) identifikasi tanaman legundi, (3) membuat ekstrak bahan uji yaitu
buah legundi, (4) mempersiapkan hewan uji, dilakukan penyesuaian lingkungan agar hewan
uji tidak stress saat penelitian, (5) perlakuan pada hewan uji, serta (6) pemeriksaan
histopatologi. Luaran dari kegiatan ini adalah data-data dan laporan hasil pelaksanaan
penelitian yang disusun oleh ketua dan anggota tim penelitian.
Pada tahap penyusunan laporan hasil penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah
menganalisis temuan-temuan (data-data) hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh ketua
dan anggota tim penelitian. Selain itu, juga dilakukan laporan penggunaan dana penelitian.
Luaran dari kegiatan ini adalah laporan hasil penelitian yang di dalamnya berisi deskripsi
pelaksanaan penelitian, hasil analisis data, dan laporan keuangan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, pembuatan ekstrak buah legundi
(Vitex trifolia) sesuai prosedur standar laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan pemeriksaan histopatologi jaringan massa tumor di Departemen Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jumlah sampel
25 ekor tikus putih jantan jenis Wistar dengan berat 200gr – 300gr, yang dibagi dalam 5
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor dengan nama kelompok K1, K2, P1,
P2, dan P3. Perlakuan akan diberikan selama 35 hari (5 minggu), dengan perincian timbul
12
massa tumor setelah induksi benzoalphapyrene selama 3 minggu dan pemberian ekstrak buah
legundi selama 2 minggu.
1. K1 = kelompok normal (hanya diberi diet standar tanpa induksi benzoalphapyrene).
2. K2 = kelompok kontrol positif (diberi diet standar, diinduksi benzoalphapyrene pada
lapisan subkutan, setelah timbul massa tumor tidak diberi ekstrak buah legundi, dan
diterminasi pada minggu ke-3 untuk melihat jenis tumor kulit secara mikroskopik).
3. P1 = Perlakuan 1 (diberi diet standar, diinduksi benzoalphapyrene pada lapisan subkutan
bersamaan dengan pemberian ekstrak buah legundi 0,5g/kgBB/hari selama 2 minggu
secara oral).
4. P2 = Perlakuan 2 (diberi diet standar, diinduksi benzoalphapyrene pada lapisan subkutan,
setelah timbul massa tumor diberi ekstrak buah legundi 0,5g/kgBB/hari selama 2 minggu
secara oral).
5. P3 = Perlakuan 3 (diberi diet standar, diinduksi benzoalphapyrene pada lapisan subkutan,
setelah timbul massa tumor diberi ekstrak buah legundi 1g/kgBB/hari selama 2 minggu
secara oral).
3.4 Persiapan Hewan Uji
Masing-masing kelompok hewan percobaan dipersiapkan dalam kandang yang
terpisah. Tikus Wistar dipilih dan dipisahkan secara random dalam keadaan baik, disiapkan
untuk beradaptasi selama 1 minggu sebelum dilakukan penelitian. Sebelum perlakuan,
terhadap setiap tikus ditimbang berat badannya dan diamati kesehatannya secara fisik
(gerakannya, berat badan, makan dan minum). Jika ada tikus yang sakit pada saat adaptasi
ini, maka diganti dengan tikus yang baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara acak.
3.5 Pemeliharaan Tikus Wistar
Tikus dipelihara dalam kandang berukuran 30 x 20 x 10cm, yang dilapisi sekam padi
1-2 cm serta ditutup dengan kawat ayam. Kandang dibersihkan dan sekam padi ditukar 2 hari
sekali untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat kotoran tikus tersebut. Kandang
ditempatkan dalam suhu kamar dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung.
Makanan tikus Wistar diberikan berupa pellet. Makanan dan minuman diberikan secukupnya
dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. Setiap minggu dilakukan pengukuran berat
badan tikus.
13
8
3.6 Persiapan Bahan Uji
Sebanyak 4 kg buah legundi di cuci dan dibersihkan, kemudian dilakukan ekstraksi
dengan menggunakan metode destilasi uap. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut etanol
70% dengan perbandingan buah legundi : pelarut etanol 70% (1:50) b/v selama 30 menit
pada temperatur 700C.
3.7 Tahap Pelaksanaan
Tikus dikelompokkan berdasarkan rancangan penelitian yang disusun, perlakuan
dilakukan selama 35 hari. Diberikan injeksi benzoalphapyrene di lapisan subkutan dengan
dosis 0,3mg/20gBB dalam oleum olivarium dengan volume pemberian 0,1ml/20grBB selama
10 hari (Juliyarsi I, 2007). Pada hari ke 21 akan dinilai pertumbuhan massa tumor berupa
ukuran, konsistensi dan mobilitas tumor. Setelah itu kelompok K2 akan diterminasi untuk
melihat jenis tumor secara mikroskopik sedangkan kelompok P2 dan P3 diberikan ekstrak
buah legundi selama 2 minggu kemudian dinilai setiap hari apakah tumor sudah mengecil,
menetap atau semakin membesar.
3.8 Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi
a. Fiksasi
Potongan lesi tumor dimasukkan dalam larutan formalin buffer (larutan formalin 10%
dalam buffer Natrium asetat) sampai mencapai pH 7. Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam.
Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam untuk
proses penghilangan larutan fiksasi.
b. Dehidrasi
Potongan lesi tumor dimasukkan dalam alkohol konsentrasi bertingkat. Jaringan menjadi
lebih jernih dan transparan. Jaringan kemudian dimasukkan dalam alkohol-xylol selama 1
jam dan kemudian larutan xylol murni selama 2x2 jam.
c. Impregnasi
Jaringan dimasukkan dalam paraffin cair selama 2x2 jam.
d. Embedding
Jaringan ditanam dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur 56-58oC, ditunggu
sampai parafin dipotong setebal 4 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan
ditempelkan pada kaca objek yang sebelumnya telah diolesi polilisin sebagai perekat.
Jaringan pada kaca objek dipanaskan dalam inkubator suhu 56-58oC sampai parafin
mencair.
14
e. Pewarnaan jaringan dengan Hematoksilin-Eosin
Secara berurutan jaringan pada kaca objek dimasukkan dalam :
1 Xylol 1 menit 9 Air 1 menit
2 Xylol 2 menit 10 Eosin 0,5%-alkohol 1 menit
asam asetat
3 Xylol 2 menit 11 Air 15 detik
4 Alkohol 100% 2 menit 12 Alkohol 80% 15 detik
5 Alkohol 96% 2 menit 13 Alkohol 96% 30 detik
6 Alkohol 80% 2 menit 14 Alkohol 100% 45 detik
7 Air 1 menit 15 Xylol 1 menit
8 Haematoksilin 7,5 menit 16 Xylol 1 menit
3.9 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan pada data hasil pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik. Data
yang diperoleh dari semua kelompok sampel diolah dengan program komputer SPSS
dilakukan uji statistik frekuensi untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan tumor
(Santoso, 2001; Saiman , 2003).
3.10 Cara Penafsiran dan Penarikan Kesimpulan
Data yang telah terkumpul akan dianalisis dan ditafsirkan dengan secara statistik dan
deskriptif tentang efektifitas buah legundi sebagai antiproliferasi alami.
15
8
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pembuatan Ekstrak
4 kg buah legundi kering yang diperoleh dari kebun Tiga Binanga Kabupaten Karo
diekstraksi menggunakan teknik maserasi dengan pelarut etanol 70% 25 L selama 4-5 hari
pada suhu ruang dan wadah penyimpanan yang tertutup rapat dengan sesekali diaduk atau
digoyangkan. Kemudian ekstrak biji legundi yang masih tercampur dengan pelarut
dipisahkan dari pelarut dengan rotary evaporator dengan titik didih etanol 780C sampai
seluruh pelarut habis teruapkan sehingga dihasilkan ekstrak etanol buah legundi sebanyak
250 ml.
5.2 Karakteristik tumor kulit pada tikus Wistar yang diinduksi Benzoalphapyrene
Hasil induksi benzoalphapyrene dosis 20 mg/kg BB sebanyak 10 kali pemberian
dengan pengamatan selama 3 minggu setelah pemberian benzoalphapyrene terakhir secara
makroskopis terlihat nodul palpable pada kulit tikus dengan konsistensi elastis hingga keras
padat. Secara mikroskopis berdasarkan analisis histopatologi 3 tikus terdiagnosis sebagai
tumor ganas dengan tipe non keratinizing squamous cell carcinoma, 1 slide dengan
diagnosis lesi atipik, dan 1 slide dengan tumor jinak. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kepekaan yang dimiliki tiap tikus berbeda terutama pada tikus yang diinjeksi
benzoalphapyrene. Tikus kelompok benzoalphapyrene mengalami penurunan nafsu makan
yang diikuti penurunan berat badan dan tikus tidak mampu bergerak. Sampai pengamatan
selesai tikus masih dalam keadaan hidup.
5.3 Pengaruh ekstrak etanol buah legundi terhadap kanker kulit yang diinduksi
Benzoalphapyrene
Munculnya nodul yang teramati secara makroskopis pertama kali terjadi pada tikus
perlakuan pada minggu ke-2 setelah pemberian benzoalphapyrene yang terakhir. Jumlah
nodul hanya satu yang timbul di tempat penyuntikan daerah punggung dengan diameter 52
mm.
Berdasarkan hasil pemeriksaan jaringan pada nodul tersebut terlihat jaringan
epidermis mengalami hyperkeratosis dan proliferasi sel pelapis kulit (skuamosa) yang
menembus sampai ke lapisan dermis. Sel-sel mengalami proses keganasan yang dapat dilihat
dari inti sel yang membesar.
Pemberian ekstrak etanol buah legundi pada kelompok perlakuan 2, 3, dan 4
menunjukkan pengecilan ukuran dari nodul sebesar 20-30mm bahkan pada 2 slide perlakuan
3 nodul bahkan menghilang.
16
8
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Ekstrak etanol buah legundi (Vitex trifolia) dengan dosis 0,5 g dan 1 gr/kg BB yang
diberikan bersamaan dengan induksi benzoalphapyrene maupun setelah timbul massa tumor
mampu menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel tumor.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai dosis untuk mendapatkan dosis
efektif buah legundi yang berkhasiat sebagai penghambat pertumbuhan dan pembelahan
sel tumor kulit.
2. Perlu dilakukan penelitian pada tingkat yang lebih tinggi untuk melihat peran biomarker
molekuler sebagai salah satu factor resiko terjadinya kanker kulit.
17
8
DAFTAR PUSTAKA
Agency for Toxic Subtances and Disease Registry (ATSDR), 1995, Toxicological Profile for
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs). Atlanta, GA: U.S.Departement of Health
and Human Services, Public Health Services.
Anandan, R,. et al. Effect of Ethanol Extract of Flowers of Vitex trifolia Linn. n CCL4
Induced Hepatic Injury in Rats 2009. Pak. J. Pharm. Sci., Vol.22, No.4, October :
391-394.
Buljan, M., Bulana, V, Stanic, S. 2008. Variation in Clinical Presentation of Basal Cell
Carcinoma. University Department of Dermatology and Venereology Zagreb Croatia
: 25-30.
Dalimartha S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Perpustakaan Nasional . Jilid 2.
Cetakan VII,. Jakarta.
Handa, S.S., Khanuja., Longo G., Rakhesh, D.D., 2008. Extraction technologies for
Medicinal and Aromatic Plants, International Centre for Science and High
Technology, Italy.
Herna´ndez, M.M., Heraso, C., Villarreal, M.L., Vargas-Arispuro, Aranda, E., 1999,
Biological activities of crude plant extracts from Vitex trifolia L. (Verbenaceae), J. of
Ethnopharmacol., 67 : 37–44.
Juliyarsi I., Melia S., 2007, Dadih susu sapi mutan lactococcus lactis sebagai food healthy
dalam menghambat kanker, Artikel Penelitian, Fakultas Peternakan Universitas
Andalas, Padang :1-25.
Kumar ,V., Cotran S. R., Robbins L. St. 2007. Robbins Basic Pathology. 8th Edition. W.B
Saunders Company. Philadelphia. Pennsylvania : 307; 1244-46.
Li, W.X., Cui, C.B., Cai, B., Yao, X.S., 2005a, Labdane-type diterpenes as new cell cycle
inhibitors and apoptosis inducers from V. trifolia, J Asian Nat Prod Res., 7(2) : 95-
105.
Mahardini, T., Renawati., Yulistia, A, Parameter Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)
dalam Standarisasi Produk Pangan. Balai Besar Industri Agro Deprin, Bogor.
Mustanir dan Rosnani. 2008. Isolasi Senyawa Bioaktif Penolak (Repellent) Nyamuk Dari
Ekstrak Aseton Batang Tumbuhan Legundi (Vitex trifolia). Bul. Littro. Vol. XIX No.
2 : 174-180.
Nair, A.G.R., Ramesh, P. and Subramanian, S., 1975., Two unusual flavones (artemetin and
7- desmethyl artemetin) from the leaves of V. trifolia., Curr. Sci., 44 (7) : 214–216.
18
Ramesh, P., Nair, A.G.R. and Subramanian, S.S., 1986. Flavone glycosides of V. trifolia.,
Fitoterapia, LVII 4, pp. 282–283.
Santoso, S., 2001, Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Penerbit PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.: 127-135.
Sulaiman, W., 2003, Statistik Non Parametrik Contoh Kasus dan Pemecahannya dengan
SPSS. Edisi Pertama. Penerbit ANDI, Yogyakarta.: 29.
Vedantham, T.N.C. and Subramanian, S.S., 1976. Non-flavonoid components of V. trifolia.,
Indian J. Pharmacol., 38 (1) : 13.
Wolff, K., Goldsmith, A. L., Katz, I. S., Gilchrest, A. B., Paller, S. A., Leffel, J. D,. 2008,
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. The McGraw-Hill
Companies,Inc. : 1315.
Zeng, X., Fang, Z., Wu, Y., Zhang, H., 1996, Chemical constituents of the fruits of V. trifolia,
Zhongguo Zhong Yao Za Zhi., 21(3):167-168, 191.
19
LAMPIRAN
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
302
Dokumentasi Penelitian
Biji legundi yang dihaluskan
Hasil setelah pengeringan Menimbang hasil preparasi untukekstraksi
Gambar 1. Preparasi Biji Legundi
31
Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% Perendaman
Proses penyaringan hasil ekstraksi maserasi
Gambar 2. Proses Ekstraksi dengan Metode Maserasi
32
Hasil ekstraksi maserasi Mengevaporasi campuran biji legundi denganpelarut etanol
Menimbang hasil ekstrak Hasil ekstrak
Gambar 3. Proses Evaporasi
33
Gambar 4. Pertumbuhan massa tumor setelah 3 minggu pemberian benzoalphapyrene
Gambar 5 dan 6. Penurunan ukuran tumor setelah diinduksi ekstrak buah legundi(Vitex trifolia) . 0,5 – 1 gr/hari
34
Gambar 7. Slide Histopatologi
Gambar 8. Gambaran sitology salah satu perlakuan dari kelompok K2 teridentifikasisebagai malignansi.
35
Gambar 9. Gambaran histopatologi salah satu sampel dari kelompok K2 teridentifikasisebagai karsinoma sel skuamosa non keratin
36
Personalia Tenaga Peneliti Beserta Kualifikasi
NoNama /NIDN
Instansi Asal Bidang IlmuAlokasiWaktu
(jam/minggu)Uraian Tugas
1
dr. HumairahMedina LizaLubis,M.Ked.(PA),Sp.PA /0115070401
FakultasKedokteranUniversitas
MuhammadiyahSumatera Utara
PatologiAnatomi
6
Membuatproposalpenelitian,memimpinkegiatanpenelitian,melaksanakankegiatanpenelitian danmenyusun hasillaporanpenelitian.
2
dr. IlhamHariaji,M.Biomed /0131107901
FakultasKedokteranUniversitas
MuhammadiyahSumatera Utara
Farmakologidan Terapi
5
Membantukegiatanpenelitian,melaksanakankegiatanpenelitian, danmenyusun hasillaporanpenelitian.
37
38
39
40