salim a fillah paulus dan abdullah bin sabaa 1

4
Alkisah, seorang Yahudi begitu bersedih. Dari ketiga putranya, yang bungsu pindah agama menjadi seorang Kristen. Dia termenung di sinagog besar, mengadu pada YHWH, Tuhannya. ”Tuhan, mengapa Kau biarkan salah satu anakku memasuki jalan sesat dengan menjadi seorang Kristen..” Pengaduannya terputus, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara entah dari mana. ”Mendingan juga kamu, anak masih dua yang beriman. Lha Aku, anakKu satu-satunya saja masuk Kristen dan jadi Tuhan di sana..” Adalah Gus Dur, yang pernah meriwayatkan guyon yang sebenarnya sensitif ini dengan amat smooth. The first Christian. Begitulah Karen Armstrong menyebut Paulus. Lalu Yesus? Jelas, tulis Armstrong, Yesus seorang Yahudi. Dia lahir sebagai Yahudi, hidup sebagai Yahudi, dan –menurut Armstrong- mati sebagai Yahudi. Menelaah setiap kalimat yang keluar dari Yesus –sementara begitu saja saya menyebutnya-, dan membandingkannya dengan apa yang ‘dikredokan’ oleh Paulus sebagai pondasi besar kekristenan membuat terperangah. Keduanya selalu bertolak belakang. Lukas 16:17 mencatat kata-kata Yesus, “Lebih mudah langit dan bumi lenyap daripada satu titik dari hukum Taurat batal.” Matius 5:17-18 juga mencatat, “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapkannya. Karena aku berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Sementara Yohannes 7:49 mencatat, “Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!” Itu Yesus. Apa kata Paulus? Beda lagi. Dalam I Korintus 15:56, Paulus mengatakan, ”Sengat maut adalah dosa. Dan kuasa dosa adalah hukum Taurat.” Dalam Roma 4:15, ia berpandangan, ”Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran.” Setelah beropini bahwa hukum Taurat itu menyusahkan, Paulus berkata dalam Roma 7:6, ”Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia yang

Upload: syifa-nurul-asma

Post on 22-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tausiyah from Salim A fillah.com

TRANSCRIPT

Page 1: Salim a Fillah Paulus Dan Abdullah Bin Sabaa 1

Alkisah, seorang Yahudi begitu bersedih. Dari ketiga putranya, yang bungsu pindah agama menjadi seorang Kristen. Dia termenung di sinagog besar, mengadu pada YHWH, Tuhannya. ”Tuhan, mengapa Kau biarkan salah satu anakku memasuki jalan sesat dengan menjadi seorang Kristen..” Pengaduannya terputus, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara entah dari mana. ”Mendingan juga kamu, anak masih dua yang beriman. Lha Aku, anakKu satu-satunya saja masuk Kristen dan jadi Tuhan di sana..”

Adalah Gus Dur, yang pernah meriwayatkan guyon yang sebenarnya sensitif ini dengan amat smooth.

The first Christian. Begitulah Karen Armstrong menyebut Paulus. Lalu Yesus? Jelas, tulis Armstrong, Yesus seorang Yahudi. Dia lahir sebagai Yahudi, hidup sebagai Yahudi, dan –menurut Armstrong- mati sebagai Yahudi. Menelaah setiap kalimat yang keluar dari Yesus –sementara begitu saja saya menyebutnya-, dan membandingkannya dengan apa yang ‘dikredokan’ oleh Paulus sebagai pondasi besar kekristenan membuat terperangah. Keduanya selalu bertolak belakang.

Lukas 16:17 mencatat kata-kata Yesus, “Lebih mudah langit dan bumi lenyap daripada satu titik dari hukum Taurat batal.” Matius 5:17-18 juga mencatat, “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapkannya. Karena aku berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Sementara Yohannes 7:49 mencatat, “Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!”

Itu Yesus. Apa kata Paulus? Beda lagi. Dalam I Korintus 15:56, Paulus mengatakan, ”Sengat maut adalah dosa. Dan kuasa dosa adalah hukum Taurat.” Dalam Roma 4:15, ia berpandangan, ”Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran.”

Setelah beropini bahwa hukum Taurat itu menyusahkan, Paulus berkata dalam Roma 7:6, ”Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia yang mengurung kita, yang sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” Sebelumnya, dalam Roma 6:14, Paulus mengatakan, ”Sebab kamu tidak akan lagi dikuasai oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” Puncaknya, sambil menanamkan doktrin ketuhanan Yesus, Paulus berkata dalam Efesus 2:15, ”Sebab dengan matiNya sebagai manusia, Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala segi dan ketentuannya.”

Beberapa contoh kecil ini cukup membuat orang berkesimpulan, jika Yesus adalah Kristus, maka Paulus adalah Anti-Kristus. Bagaimana bisa Paulus, aslinya bernama Saul, seorang Yahudi dari Tarsus yang sebelumnya dikenal sebagai penganiaya murid-murid Yesus itu bisa memutar balik semua dasar kekristenan?

Karen Armstrong mencatat dalam The Spiral Staircase, My Climb Out of  Darkness, setelah penelusurannya bertahun-tahun terhadap sejarah awal kekristenan, ”..Saya kini mengetahui bahwa surat-surat rasul Paulus merupakan dokumen Kristen paling awal yang masih ada dan bahwa Injil, yang semuanya ditulis bertahun-tahun setelah kematian Paulus sendiri, ditulis oleh orang-orang yang telah mengadopsi versi Kristennya Paulus. Bukannya Paulus

Page 2: Salim a Fillah Paulus Dan Abdullah Bin Sabaa 1

menyimpangkan Injil, tetapi –lebih dari itu-, Injil-lah yang justru memperoleh visinya dari Paulus..”

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan. (QS Al Baqarah [2]: 79)

Awalnya, inilah agama yang ditindas di seantero Imperium Romanum. Hingga, Konstantin, Kaisar cerdik itu membutuhkan stabilitas di negerinya yang mau tak mau harus dimulai dari perangkulan terhadap komunitas Kristen yang makin membesar. Atas prakarsanya, Konsili Nicea di tahun 327 M memvoting dasar-dasar kekristenan tentang ketuhanan Yesus, dosa waris, dan penebusan dosa. Semuanya hanyalah paganisasi sebagaimana dikehendaki oleh Konstantine. David Fiedler memberi sampul bukunya Ancient Cosmology and Early Christian Symbolism dengan tulisan plesetan dominan ”Jesus Christ, Sun of God.” Ya, karena semua yang diatributkan pada Yesus, -dari tanggal lahir, tempat lahir, hingga hari ibadah Sunday-, adalah atribut Sol Invictus, dewa matahari yang dipuja Konstantin.

Maka, walk out-lah Arius, Imam Alexandria dan pengikutnya yang tetap bersikukuh meyakini kenabian Yesus. Dia dan pengikutnya kemudian di-ekskomunikasi, ditindas, dan dibantai oleh para pengganti Konstantin yang telah mengambil hasil konsili sebagai agama negara. Maka ketika Rasulullah Muhammad menulis surat untuk Heraclius, kaisar Romawi di masanya, beliau tak lupa untuk menuliskan kalimat, “..Masuklah Islam, niscaya Allah akan melimpahkan kebaikan kepada tuan dua kali lipat. Namun jika tuan berpaling, maka tuan akan menanggung dosa atas Arisiyin..” Arisiyin berarti para pengikut Arius yang dipersekusi.

Unik juga. Modus operandi yang sama, dicobakan seorang Yahudi lain kepada agama Islam yang dibawa Muhammad Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Namanya ’Abdullah ibn Sabaa. Tetapi ia tak sesukses Paulus. Ia hanya berhasil membangun sebuah sistem kepercayaan yang di kemudian hari disebut sebagai Syi’ah. Jika objek Paulus adalah diri Yesus, maka ’Abdullah ibn Sabaa menggunakan ’Ali ibn Abi Thalib.

Al Qadhi Abu Ya’la ketika menjelaskan fitnah besar yang melanda kaum muslimin di masa khilafah ’Ali ibn Abi Thalib menyebut dengan jelas peran ’Abdullah ibn Sabaa. Satu kisahnya yang terkenal, ketika ’Ali dan pasukannya memasuki ’Iraq pasca tahkim (arbitrase), ’Abdullah menghasut sekelompok orang untuk bersujud pada ’Ali, yang disebutnya sebagai ’Pemegang washiat Nabi, orang yang dipilih untuk menggantikan beliau, imam junjungan kaum beriman, manifestasi Allah di muka bumi’.

Ketika mendapati orang-orang itu sujud, ’Ali sangat marah dan memerintahkan untuk membakar mereka. Maka ’Abdullah ibn Sabaa kembali beraksi, ”Aku telah mendengar hadits dari Nabi Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda, ”Tidak akan menyiksa dengan api kecuali Allah.” Adakah kita kenal ’Ali selain sebagai sosok ini?”

Inilah dasar bagi salah satu sekte paling ekstrim dalam Syi’ah; semisal Kaisaniyah, yang sampai menempatkan kedudukan ’Ali sebagai manifestasi Allah. Guntur adalah geramnya, dan halilintar adalah cambuk ’Ali yang murka pada para durjana. Tentu saja kerahasiaan keyakinan yang terlindungi oleh taqiyyah menyebabkan munculnya berbagai aliran Syi’ah yang sangat banyak dari yang paling moderat hingga paling ekstrim. Spektrum ajaran ini

Page 3: Salim a Fillah Paulus Dan Abdullah Bin Sabaa 1

amat lebar, dari Zaidiyah di Yaman yang amat dekat dengan Ahlus Sunnah hingga Bathiniyah Nushairiyah di Suriah yang amat jauh.