ringkasan etika

41
BAB I APAKAH ETIKA ITU? I.1. Istilah A. Etika dan Moral Etika = ethos = tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir → Secara etimologi: etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan/ ilmu tentang adat kebiasaan Moral = mores = kebiasaan, adat. → Secara etimologi etika dan moral sama: adat kebiasaan B. Amoral dan Immoral Amoral = unconcerned with, out of sphere of moral, non-moral = tidak berhubungan dengan moral, di luar suasana moral/etis, non-moral Immoral = opposed to morality; moral evil = bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral buruk, tidak etis. C. Etika dan Etiket Etika = ethos = moral Etiket = etiquette = sopan santun; secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang Persamaan : 1. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. 2. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku

Upload: yuki-ely-kawamura

Post on 01-Jul-2015

599 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Etika

BAB I

APAKAH ETIKA ITU?

I.1. Istilah

A. Etika dan Moral

Etika = ethos = tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan,

adat; akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir

→ Secara etimologi: etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan/ ilmu

tentang adat kebiasaan

Moral = mores = kebiasaan, adat.

→ Secara etimologi etika dan moral sama: adat kebiasaan

B. Amoral dan Immoral

Amoral = unconcerned with, out of sphere of moral, non-moral

= tidak berhubungan dengan moral, di luar suasana moral/etis, non-moral

Immoral = opposed to morality; moral evil

= bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral buruk, tidak etis.

C. Etika dan Etiket

Etika = ethos = moral

Etiket = etiquette = sopan santun; secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan

barang

Persamaan :

1. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia.

2. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya

memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa

yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Mis: memberikan sesuatu

pada orang lain dianggap kurang sopan dengan tangan kiri.

Perbedaan:

1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang dilakukan manusia. Di antara

cara yang mungkin dilakukan etiket menunjukkan cara yang tepat.

2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika di segala waktu dan tempat. Bila

tidak ada saksi mata maka etiket tidak berlaku. Mis: cara makan, duduk

Page 2: Ringkasan Etika

3. Etiket bersifat relatif, dan etika bersifat mutlak; tidak sopan dalam suatu

kebudayaan bisa sopan dalam kebudayaan lain. Mis: makan dengan tangan.

Etika bersifat absolut/universal, misalnya: mencuri.

4. Etiket bersifat lahiriah, sedangkan etika menyangkut hati, dari segi dalam.

Orang dapat munafik untuk suatu etiket tetapi orang tidak demikian dari segi

etis: tidak membunuh.

I.2. Etika sebagai Cabang Filsafat

A. Moralitas: Ciri khas Manusia

Banyak filsuf berpendapat bahwa manusia adalah binatang plus, artinya binatang

yang ditambah suatu perbedaan yang khas, yaitu: rasio, bakat untuk menggunakan

bahasa, kesanggupan untuk tertawa, untuk membuat alat, bahkan memiliki kesadaran

moral.

Moralitas merupakan suatu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada

makhluk di bawah tingkat manusiawi.

B. Etika: Ilmu tentang Moralitas

1. Etika Deskriptif

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas , mis: adat

kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan/ tidak

diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu

tertentudalam kebudayaan atau subkultur yang terdapat dalam suatu periode

sejarah, karena etika deskriptif hanya melukiskan, tidak member penilaian

2. Etika Normatif

Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dapat dipergunakan dalam praktek hidup. Tidak

bersifat netral, tapi menilai perilaku manusia; mis: menerima atau menolak

perilaku tertentu. Penilaian didasarkan pada norma-norma tertentu .

Disebut etika preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan tetapi

menentukan benar tidaknya anggapan moral; argumentasi perlu; alasan benar atau

salah; Argumentasi bertumpu pada norma/prinsip tidak dapat ditawar-tawar.

Etika Umum: apa itu moral, hak, kewajiban, norma dsb.

Etika Khusus: prinsip etis di wilayah perilaku khusus.

3. Metaetika

Tidak membahas moralitas secara langsung melainkan ucapan-ucapan kita

dibidang moralitas. Seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi dari perilaku etis,

Page 3: Ringkasan Etika

bahasa etis. Yang dipersoalkan adalah: apakah ucapan normatif dapat diturunkan

dari ucapan faktual; apakah dari dua premis deskriptif dapat diturunkan ucapan

preskriptif.

C. Hakikat Etika Filosofis

Kita tidak dapat melepaskan diri dari menilai. Etika sebagai ilmu memiliki

kecenderungan yang sama. Etika mulai, bila kita merefleksikan pendapat-pendapat

spontan kita. Karena refleksi dilakukan dengan kritis, metodis, sistematis dan

dilakukan dari sudut noma-norma maka disebut “ilmu”. Ia bukan pengetahuan empiris

yang berhenti pada penyelidikan fakta-fakta. Ia bicara apa yang baik dan buruk.

I.3. Peranan Etika dalam Dunia Modern

Setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam norma itu

masyarakat tradisional dijalankan tanpa pertanyaan. Nilai dan norma itu dapat bersumber

dari kebudayaan/tradisi, agama, nasionalisme, kehidupan sosial dsb. Nilai dan norma itu

implisit dan menjadi eksplisit ketika dilanggar.

Tiga ciri situasi dalam dunia modern:

1. Adanya pluralisme moral

Pada era ini semua komunikasi dapat langsung dan segera. Di dalamnya ada yang

bersifat nilai dan norma yang baik, yang sejalan, ada juga yang bertentangan, semua

kita serap. Transportasi, sistem komunikasi, industri pariwisata ikut mempercepat.

2. Timbul masalah etis baru yang dulu tidak terduga

Terutama karena perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang biomedis

dan computer: manipulasi genetis, transplantasi, reproduksi artifisial, abortus,

kejahatan lewat internet/ komputer.

3. Tampak suatu kepedulian etis yang universal

Globalisasi di bidang moral tidak dapat dihindarkan akibat tidak ada lagi batas

geografis pergaulan.

I.4. Moral dan Agama

Agama mengandung ajaran moral, yang dapat dipelajari secara metodis, kritis,

sistematis dengan tetap tinggal dalam konteks agama, disebut teologi moral. Jika agama

dan filsafat berbicara tentang hal-hal etis, sudut pandangnya berbeda. Namun perbedaan

itu dapat didekatkan. Dipandang dari sudut filasafat mau tidak mau orang dipengaruhi

oleh pandangan agamanya. Dipandang dari sudut agama orang akan berargumentasi, dan

terutama menggunakan cara-cara filsafat.

Page 4: Ringkasan Etika

I.5. Moral dan Hukum

Hukum tidak berarti banyak kalau tidak dijiwai moralitas. Tanpa moralitas hukum

akan kosong. Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralitas. Hukum

harus selalu diukur dengan norma moral.

Page 5: Ringkasan Etika

BAB II

HATI NURANI

II.1. Hati Nurani sebagai Fenomena Moral

A. Kesadaran dan Hati Nurani

Hati nurani dapat memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu. Ia

tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret.

Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan integritas pribadi dan

mengkhianati martabat terdalam kita.

Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai

kesadaran. Dengan kesadaran kita maksudkan kesanggupan manusia untuk mengenal

dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya.

B. Hati Nurani Retrospektif dan Hati Nurani Prospektif

Hati nurani retrospektif, memberikan penilaian tentang perbuatan yang telah

berlangsung di masa lampau, seakan melihat ke belakang dan menilai perbuatan yang

sudah lewat.

Hati nurani prospektif, melihat ke masa depan dan menilai perbuatan kita yang

akan datang, untuk mengajak kita atau dan melarang untuk melakukan sesuatu.

C. Hati Nurani Bersifat Personal dan Adipersonal

Bersifat personal artinya, selalu berkaitan erat dengan pribadi yang bersangkutan,

yang akan berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian. Selain

bersifat pribadi, hati nurani juga seolah melebihi pribadi kita. Karena aspek

adipersonal itu, orang beragama sering mengatakan bahwa hati nurani adalah suara

Tuhan.

D. Hati Nurani sebagai Norma Moral yang Subyektif

Mengikuti hati nurani merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Tidak ada

orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani seseorang.

Akibatnya, Negara harus menghormati putusan hati nurani para warganya, bahkan

jika kewajiban tersebut menimbulkan konflik dengan kepentingan lain.

Page 6: Ringkasan Etika

E. Pembinaan Hati Nurani

Kita tidak dapat melihat ke dalam hati nurani orang lain. Kita hanya tahu dengan

pasti hati nurani kita sendiri yang juga belum tentu benar. Hati nurani harus dididik,

dimulai dari tingkatan keluarga melalui hukuman, kemudian menanamkan kepekaan

batin terhadap yang baik.

II.2. Hati Nurani dan “Superego”

A. Pandangan Freud tentang Struktur Kepribadian

1. Id

Id merupakan lapisan paling dasar dalam susunan psikis manusia, meliputi segala

sesuatu yang bersifat impersonal atau anonym, tidak disengaja atau tidak disadari,

dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia.

2. Ego

Aktivitas ego bisa sadar (persepsi lahiriah), prasadar (fungsi ingatan), maupun tak

sadar (mekanisme pertahanan). Tugas ego untuk mempertahankan kepribadiannya

sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar, yang digunakan untuk

memecahkan konflik dengan realitas dan konflik dengan keinginan yang tidak

sesuai.

3. Superego

Superego adalah instansi yang melepaskan diri dari ego dalam bentuk observasi-

diri, kritik-diri, larangan dan tindakan refleksif lainnya. Superego dibentuk selama

masa anak-anak melalui jalan internalisasi dari faktor represif yang dialami

subyek sepanjang perkembangannya.

B. Hubungan Hati Nurani dengan Superego

Hati nurani dan superego tidak dapat disamakan, konteks pemakaian keduanya

sangat berbeda. Superego dimengerti sebagai dasar psikologis bagi hati nurani, atau

sebagai dasar psikologis bagi fungsi hati nurani yang etis.

II.3. L. Kohlberg tentang Perkembangan Kesadaran Moral

A. Maksud dan Metode Penelitian Kohlberg

Kasus-kasus tidak terjadi secara konkret, tapi pada prinsipnya bisa terjadi. Untuk

hal tersebut tidak tersedia pemecahan dalam lingkungan anak-anak sehingga mereka

harus mencari pemecahannya sendiri.

Page 7: Ringkasan Etika

B. Enam Tahap dalam Perkembangan Moral

1. Tingkat Prakonvensional

Si anak mengakui adanya aturan-aturan dan baik serta buruk mulai memiliki arti,

tapi hal tersebut dikarenakan hubungan dengan reaksi orang lain.

a. Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan

Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret dan atas hukuman yang

akan menyusul bila tidak patuh.

b. Tahap 2 : Orientasi relativis instrumental

Perbuatan adalah baik jika dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang

juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan orang lain

juga, tapi hubungan antar manusia dianggapnya hanya hubungan timbal balik.

2. Tingkat Konvensional

Perbuatan dinilai atas dasar norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas

dijunjung tinggi.

a. Tahap 3 : Penyesuaian dengan kelompok

Anak cenderung mengarahkan diri kepada keinginan serta harapan dari para

anggota keluarga atau kelompok lain (sekolah).

b. Tahap 4 : Orientasi hokum dan ketertiban

Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban

social. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati

otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku.

3. Tingkat Pascakonvensional

Hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas prinsip-

prinsip dasar yang dianut dalam batin.

a. Tahap 5 : Orientasi kontrak-sosial legalistis

Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus kemungkinan untuk

mengubah hokum demi kepentingan sosial. Selain bidang hokum, persetujuan

bebas dari perjanjian adalah unsur pengikat bagi kewajiban.

b. Tahap 6 : Orientasi prinsip etika yang universal

Pengaturan tingkah laku dan penilaian morak berdasarkan hati nurani pribadi.

Pada dasarnya prinsip-prinsip ini menyangkut keadilan, kesediaan membantu

satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk martabat manusia

sebagai pribadi.

Page 8: Ringkasan Etika

II.4. Shame Culture dan Guilt Culture

Shame culture : ditandai oleh rasa malu dan tidak dikenal rasa bersalah. Kebudayaan

dimana pengertian “hormat”, “reputasi”, “nama baik”, “status”, dan

“gengsi” sangat ditekankan

Guilt culture : terdapat rasa bersalah. Kebudayaan dimana pengertian “dosa”,

“kebersalahan”, dan sebagainya sangat dipentingkan.

Page 9: Ringkasan Etika

BAB III

KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB

III.1. Kebebasan

A. Beberapa Arti Kebebasan

1. Kebebasan Sosial Politik

Sebagian besar merupakan produk perkembangan sejarah, atau produk perjuangan

sepanjang sejarah. Dalam sejarah modern dapat dibedakan 2 bentuk, yaitu

tercapainya kebebasan politik rakyat dengan membatasi kekuasaan absolut para

raja, dan kemerdekaan yang dicapai oleh negara-negara muda terhadap penjajah.

a. Kebebasan Rakyat versus Kekuasaan Absolut

Kesadaran timbul karena kesusahan serta penderitaan rakyat akibat penindasan

raja-raja absolute (upeti, rodi, dll). Pengalaman pahit rakyat memperlihatkan

keyakinan bahwa kekuasaan tanpa batas dari monarki absolut tidak bisa

diterima, yang berdaulat adalah rakyat dan karena itu kekuasaan para raja

harus dibatasi serta dikontrol.

b. Kemerdekaan versus Kolonialisme

Di zaman modern timbul keyakinan bahwa tidaklah pantas suatu bangsa

dijajah oleh bangsa lain. Dan karena itu situasi kolonialisme tidak pernah

boleh terjadi lagi, kini system kolonialisme ditolak secara umum sebagai tidak

etis.

2. Kebebasan Individual

a. Kesewenang-wenangan

Kadang-kadang kebebasan dimengerti sebagai kesewenang-wenangan, orang

disebut bebas jika ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Disini

bebas dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan.

b. Kebebasan Fisik

Disini bebas berarti tiada paksaan atau rintangan dari luar. Dalam pengertian

ini, orang menganggap dirinya bebas jika bisa bergerak kemana saja ia mau

tanpa hambatan apa pun.

c. Kebebasan Yuridis

Kebebasan yuridis sebenarnya merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia.

Kebebasan disini memiliki arti syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu

dipenuhi agar kita dapat menjalankan kebebasan kita secara konkret, arti

Page 10: Ringkasan Etika

lainnya adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar manusia dapat

mengembangkan kemungkinan-kemungkinannya dengan semestinya.

- Kebebasan-kebebasan yang didasarkan pada hokum kodrat, dimaksudkan

semua kemungkinan manusia untuk bertindak bebas yang terikat erat

dengan kodrat manusia sehingga tidak boleh diambil dari masyarakat.

- Kebebasan-kebebasan yang didasarkan pada hukum positif yang

diciptakan oleh negara. Kebebasan ini merupakan buah hasil perundang-

undangan, yang merupakan penjabaran dan perincian kebebasan

didasarkan pada hokum kodrat.

d. Kebebasan Psikologis

Dengan kebebasan psikologis dimaksudkan kemampuan yang dimiliki

manusia untuk mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Kebebasan ini

berkaitan dengan manusia adalah makhluk berasio, yang dapat berpikir

sebelum bertindak.

e. Kebebasan Moral

Kebebasan moral berkaitan erat dengan kebebasan psikologis, kebebasan

psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan kebebasan moral berarti

sukarela (voluntary)

f. Kebebasan Eksistensial

Kebebasan eksistensial maksudnya adalah kebebasan menyeluruh yang

menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek

saja. Ini merupakan bentuk kebebasan tertinggi.

B. Beberapa Masalah Mengenai Kebebasan

1. Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif

Kebebasan lebih mudah dimengerti dengan cara negatif. Demikian pula dalam

hidup sehari-hari “bebas” dipahami sebagai “terlepas”, “tidak ada”, “tanpa”. Jauh

lebih sulit untuk menjelaskan kebebasan secara positif.

2. Batas-batas Kebebasan

Sartre berpendapat bahwa tidak ada batas lain untuk kebebasan daripada batas-

batas yang ditentukan manusia sendiri.

a. Faktor dari dalam

Kebebasan dibatasi oleh faktor-faktor dari dalam, baik fisik maupun psikis.

Selalu terdapat suatu struktur badani tertentu yang sangat membatasi

kemungkinan-kemungkinan seseorang. Terdapat juga suatu struktur psikis

tertentu, seorang adalah inteligen atau kurang inteligen.

Page 11: Ringkasan Etika

b. Lingkungan

Kebebasan dibatasi pula oleh lingkungan, baik alamiah maupun sosial.

c. Kebebasan orang lain

Kebebasan saya dibatasi oleh kebebasan orang lain, semua gerak-gerik saya

dibatasi oleh kebebasan teman-teman manusia. Tidak dibenarkan bahwa saya

begitu bebas sehingga tidak ada kebebasan lagi untuk orang lain. Inilah

pembatasan dengan kosekuensi paling besar bagi etika. Dan inilah alasan

utama mengapa diperlukan suatu tatanan moral di antara manusia.

d. Generasi-generasi mendatang

Kebebasan kita juga dibatasi oleh masa depan umat manusia atau oleh

generasi-generasi sesudah kita. Kebebasan kita dalam menguasai dan

mengeksploitasi alam dibatasi sampai titik tertentu, sehingga alam bisa juga

menjadi dasar hidup bagi generasi-generasi mendatang.

3. Kebebasan dan Determinisme

Determinisme dimaksudkan sebagai suatu sifat yang menandai alam, maksudnya

kejadian-kejadian di alam berkaitan satu sama lain menurut keterikatan yang

tetap, sehingga kejadian yang satu pasti mengakibatkan kejadian lain.

III.2. Tanggung Jawab

A. Tanggung Jawab dan Kebebasan

Dalam “tanggung jawab” terkandung pengertian “penyebab”. Orang bertanggung

jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Tanggung jawab dapat langsung atau

tidak langsung. Tanggung jawab bersifat langsung jika si pelaku sendiri bertanggung

jawab atas perbuatannya. Tapi kadang-kadang orang bertanggung jawab secara tidak

langsung. Baik untuk tanggung jawab retrospektif maupun prospektif, berlaku bahwa

tidak ada tanggung jawab jika tidak ada kebebasan.

B. Tingkat-tingkat Tanggung Jawab

Menentukan bertanggung jawab tidaknya seseorang adalah hal yang tidak mudah.

Hukum akan menentukan umur tertentu di mana seorang muda dianggap bertanggung

jawab. Sebenarnya hanya orang yang bersangkutan sendiri yang dapat mengetahui

bahwa dalam suatu kasus ia bertanggung jawab dan sejauh mana ia bertanggung

jawab. Namun demikian seringkali ada tidak nya tanggung jawab perlu dipastikan

juga oleh orang lain, khususnya pengadilan.

Page 12: Ringkasan Etika

C. Masalah Tanggung Jawab Kolektif

Suatu kelompok terikat karena adanya faktor-faktor afektif (keluarga atau bangsa

yang sama), karena solidaritas (mempunyai tujuan yang sama), dan karena faktor-

faktor sejarah serta tradisi. Karena itu suatu kelompok bisa merasa bertanggung jawab

atas perbuatan beberapa anggotanya, walaupun mereka sebagai kelompok tidak

terlibat

Page 13: Ringkasan Etika

BAB IV

NILAI DAN NORMA

IV.1. Nilai pada Umumnya

Dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang

kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai, dan diinginkan. Nilai selalu

mempunyai konotasi positif, sebaliknya sesuatu yang yang membuat kita melarikan diri

seperti: penderitaan, penyakit, atau kematian adalah “non-nilai” atau disvalue. Nilai

memiliki 3 ciri:

1. Nilai berkaitan dengan subyek. Jika tidak ada subyek yang menilai, maka tidak ada

nilai juga.

2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu.

3. Nilai-nilai menyangkut sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang

dimiliki oleh obyek.

IV.2. Nilai Moral

Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh

suatu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam tingka laku moral. Kejujuran misalnya,

merupakan suatu nilai moral, tapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidak diterapkan

pada nilai lain, seperti nilai ekonomis. Jadi nilai yang disebut sampai sekarang bersifat

“pramoral”. Nilai-nilai tersebut mendahului tahap moral, tapi bisa mendapat bobot moral,

karena diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Berikut adalah ciri-ciri nilai moral.

A. Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita

Yang khusus menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi

manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang

bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.

B. Berkaitan dengan Hati Nurani

Semua nilai selalu minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selau mengandung

semacam undangan atau himbauan. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa nilai

ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau

menentang nilai-nilai moral dan memuji bila mewujudkan nilai-nilai moral.

Page 14: Ringkasan Etika

C. Mewajibkan

Nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-tawar.

Kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa

nilai-nilai ini berlaku bagi manusia sebagai manusia. Dengan cara lain dapat

dikatakan juga bahwa kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal

dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia sebagai

keseluruhan, sebagai totalitas. Kegagalan dibidang moral berarti kegagalan total

sebagai manusia.

D. Bersifat Formal

Nilai moral tidak merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja

disamping jenis-jenis nilai lainnya, walaupun nilai-nilai moral merupakan nilai

tertinggi yang harus dihayati diatas semua nilai lain, namun itu tidak berarti bahwa

nilai ini menduduki jenjang teratas dalam suatu hierarki nilai-nilai. Nilai-nilai moral

tidak memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari dari nilai-nilai lain, tidak ada nilai moral

yang “murni” terlepas dari nilai-nilai lain.

IV.3. Norma Moral

Norma dimaksudkan adalah suatu aturan atau kaidah yang kita pakai sebagai tolok

ukur untuk menilai sesuatu. Ada banyak sekali macam norma, mis: ada norma yang

menyangkut benda (contoh: norma-norma yang menentukan kelayakan sebuah pesawat

terbang) dan norma lain yang menyangkut tingkah laku manusia. Norma yang

menyangkut tingkah laku manusia dibedakan menjadi norma umum yang menyangkut

tingkah laku manusia secara keseluruhan, dan norma khusus yang hanya menyangkut

aspek tertentu dari apa yang dilakukan manusia.

Norma moral menentukan apakah perilaku manusia kita baik atau buruk dari sudut

etis. Karena itu norma moral adalah norma tertinggi yang tidak dapat ditaklukkan pada

norma lain. Bahkan norma moral menilai norma-norma lain. Norma moral dapat

dirumuskan dalam bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk positif, norma moral tampak

sebagai suatu perintah yang menyatakan apa yang harus dilakukan, mis: kita harus

menghormati kehidupan manusia, kita harus mengatakan yang benar. Dalam bentuk

negatif, norma moral tampak sebagai suatu larangan yang menyatakan apa yang tidak

boleh dilakukan, mis: jangan membunuh, jangan berbohong.

Page 15: Ringkasan Etika

A. Relativisme Moral Tidak Tahan Uji

Norma moral tercantum dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian suatu

kebudayaan. Namun ada banyak kebudayaan sehingga kebudayaan yang berbeda

dapat mempunyai moral yang berbeda pula. Norma moral dalam suatu kebudayaan

dapat didasarkan pada kodrat (physis) atau pada kebiasaan (nomos). Jika kodrat

menjadi dasarnya, maka nilai dan norma moral tidak bisa diubah. Sedangkan jika adat

kebiasaan menjadi dasarnya, nilai dan norma moral akan berubah sejauh kebiasaan

berubah.

Relativisme tidak tahan uji jika diperiksa secara kritis Kritik dapat dijalankan

dengan memperlihatkan konsekuensi yang mustahil, seandainya relativisme moral itu

benar.

1. Seandainya relativisme moral benar, maka tidak bisa terjadi bahwa dalam satu

kebudayaan mutu etis lebih tinggi atau rendah daripada dalam kebudayaan lain.

Setiap kebudayaan akan kebal terhadap kritik atas praktek-praktek moralnya, tidak

akan mungkin kita mengatakan bahwa praktek-praktek dalam dalam suatu lingkup

budaya tidak etis. Padahal, kita yakin bahwa kita berhak mengkritik masyarakat

lain yang menggunakan norma-norma moral yang kita tolak.

2. Seandainya relativisme moral benar, maka kita hanya perlu memperhatikan

kaidah-kaidah moral suatu masyarakat untuk mengukur baik tidaknya perilaku

manusia dalam masyarakat tersebut. Jika seperti itu maka norma moral dalam

setiap masyarakat harus dianggap sempurna. Tidak mungkin memperbaiki norma

moral dalam suatu masyarakat, padahal kita yakin bahwa kadang norma-norma

moral dalam suatu kebudayaan harus direvisi. Dari segi etis, tidak semua

kebudayaan sempurna.

3. Seandainya relativisme moral benar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan di

bidang moral. Kemajuan terjadi jika cara bertingkah laku yang buruk diganti

dengan cara bertingkah laku yang lebih baik.

Semua konsekuensi dari relativisme moral diatas tidak dapat diterima. Dan menurut

logika jika suatu pandangan membawa konsekuensi-konsekuensi yang tidak bisa

dibenarkan, itu berarti bahwa pandangan itu sendiri tidak benar. Kalau diselidiki

secara kritis, relativisme moral tidak tahan uji, karena itu hanya tinggal kemungkinan

bahwa norma moral adalah absolut.

B. Norma Moral Bersifat Obyektif dan Universal

1. Obyektifitas norma moral

Page 16: Ringkasan Etika

Norma moral kita akui karena mewajibkan kita, karena secara obyektif

mengarahkan diri kepada kita. Kita harus taat pada norma moral. Walaupun

norma moral bersifat obyektif, hal tersebut tidak berarti bahwa kebebasan dengan

demikian ditiadakan. Obyektifitas norma tidak boleh dimengerti sebagai paksaan

yang menyingkirkan kebebasan kita, norma moral menjadi norma sungguh-

sungguh karena diterima dengan bebas.

2. Universalitas norma moral

Jika norma moral bersifat absolut, maka tidak boleh tidak norma itu harus juga

universal, artinya harus berlaku selalu dan dimana-mana. Tidak mungkin norma

moral yang berlaku di satu tempat tapi tidak berlaku di tempat lain.

C. Menguji Norma Moral

Benar tidaknya sebuah ungkapan tentang fakta hanya bisa dipastikan dengan

memandang kenyataan. Namun kebenaran norma moral tidak dapat diuji dengan cara

yang sama, kebenaran moral tidak tergantung pada kenyataan. Ada beberapa tes untuk

menguji kebenaran norma moral:

1. Konsistensi. Suatu norma moral harus konsisten, jika tidak pasti tidak dapat

berfungsi sebagai norma.

2. Generalisasi norma. Norma moral adalah benar jika dapat digeneralisasikan, dan

tidak benar jika tidak dapat digeneralisasikan. Menggeneralisasikan norma berarti

memperlihatkan bahwa norma itu berlaku untuk semua orang.

D. Norma Dasar Terpenting: Martabat Manusia

Manusia adalah pusat kemandirian, artinya manusia adalah satu-satunya makhluk

yang memiliki harkat intrinsik dan karena itu harus dihormati sebagai tujuan pada

dirinya. Martabat manusia selalu harus dihormati, tidak pernah manusia boleh

diperalat, tidak pernah manusia boleh dimanipulasi demi tercapainya tujuan yang

terletak di luar manusia tersebut.

Page 17: Ringkasan Etika

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN

V.1. Hakikat Hak dan Jenis-jenisnya

A. Hakikat Hak

Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap

yang lain atau terhadap masyarakat. Hak adalah klaim yang sah atau klaim yang dapat

dibenarkan. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut bahwa orang lain akan

memenuhi dan menghormati hak itu.

B. Hak Legal dan Moral

Hak legal adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak

legal berasal dari undang-undang, peraturan, hokum atau dokumen legal lainnya. Jika

hak legal berfungsi dalam bidang hukum, maka hak moral berfungsi dalam sistem

moral. Hak moral didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral belum

tentu merupakan hak legal juga.

C. Beberapa Jenis Hak yang Lain

1. Hak Khusus dan Hak Umum

Hak khusus timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa manusia atau

karena fungsi khusus antara beberapa manusia atau karena fungsi khusus yang

dimiliki satu orang terhadap orang lain. Jadi hak ini hanya dimiliki oelh satu atau

beberapa manusia.

Hak umum dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi tertentu,

melainkan semata-mata karena ia manusia. Hak ini dimiliki oleh semua manusia

tanpa kecuali, yang kita kenal dengan istilah “hak asasi manusia”

2. Hak Positif dan Negatif

Suatu hak bersifat negatif, jika saya bebas untuk melakukan sesuatu atau

memiliki sesuatu, dalam arti: orang lain tidak boleh menghindari saya untuk

melakukan atau memiliki hal itu. Hak negatif sepadan dengan kewajiban orang

lain untuk tidak melakukan sesuatu, yaitu tidak menghindari saya untuk

melaksanakan atau memiliki apa yang menjadi hak saya. Contoh: hak atas

kehidupan, kesehatan, milik atau keamanan. Hak negatif dibagi menjadi hak

negatif aktif dan hak negatif pasif. Hak negatif aktif adalah hak untuk berbuat atau

tidak berbuat seperti orang kehendaki, orang lain tidak boleh menghindari saya

Page 18: Ringkasan Etika

untuk melakukan sesuatu, atau dapat juga disebut hak kebebasan. Hak negatif

pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu, mis:

saya mempunyai hak bahwa orang lain tidak campur dalam urusan pribadi saya,

bahwa rahasia saya tidak dibongkar, bahwa nama baik saya tidak dicemarkan.

Suatu hak bersifat positif, jika saya berhak bahwa orang lain berbuat sesuatu

untuk saya. Contoh: hak atas makanan, pendidikan, pelayanan kesehatan.

3. Hak Individual dan Sosial

Hak individu terhadap negara adalah hak yang dimiliki setiap orang, negara tidak

boleh menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan hak-hak ini,

seperti hak mengikuti hati nurani, hak beragama, hak mengemukakan pendapat.

Disamping itu ada pula hak yang dimiliki manusia bukan terhadap negara,

melainkan sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain.

Hak ini disebut hak sosial, contoh: hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan.

V.2. Ada Hak yang Bersifat Absolut

Suatu hak adalah absolut jika berlaku mutlak, tanpa pengecualian. Kita dapat

mengatakan juga bahwa suatu hak bersifat absolut jika berlaku selalu dan dimana-

man, tidak terpengaruhi oleh keadaan. Yang berpeluang lebih besar untuk dianggap

absolute adalah hak-hak negatif pasif, karena tidak perlu berkonflik dengan hak-hak

lain. Sedangkan hak-hak positif pasti tidak bersifat absolut, karena selalu bisa

berkonflik dengan hak orang lain.

V.3. Hubungan antara Hak dan Kewajiban

A. Dipandang dari Segi Kejiwaan

Berdasarkan teori korelasi, terdapat hubungan antara hak dan kewajiban, tapi

hubungan tersebut tidak dapat dikatakan mutlak dan tanpa pengecualian. Tidak selalu

kewajiban satu orang sepadan dengan hak orang lain. John Stuart Mill berpendapat

bahwa kewajiban sempurna selalu terkait dengan hak orang lain, sedangkan

kewajiban tidak sempurna tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna

didasarkan atas keadilan, sedangkan kewajiban tidak sempurna tidak didasarkan atas

keadilan tapi memiliki alasan moral lain seperti berbuat baik atau kemurahan hati.

Page 19: Ringkasan Etika

B. Dipandang dari Segi Hak

Korelasi hak dan kewajiban paling jelas dalam kasus hak-hak khusus, setiap kali

saya mempunyai hak terhadap seseorang maka orang itu mempunyai kewajiban

terhadap saya. Diluar kasus hak-hak khusus ini, sering juga ada hubungan timbale

balik antara hak dan kewajiban, tapi tidak selalu.

C. Kewajiban terhadap Diri Sendiri

Kewajiban terhadap diri sendiri tidak boleh dimengerti sebagai kewajiban semata-

mata terhadap diri kita sendiri, kita sebagai individu dengan banyak cara terjalin

dengan orang lain, kewajiban yang kita miliki terhadap diri kita sendiri tidak terlepas

dari hubungan kita dengan orang lain. Jika dikaitkan dengan agama, maka kewajiban

diri sendiri sebenarnya diartikan sebagai kewajiban terhadap Tuhan.

V.4. Teori tentang Hak dan Individualisme

Ada ketidaksetujuan terhadap teori tentang hak, yang mana teori tersebut

mengandung suatu arti individualisme yang merugikan solidaritas dalam masyarakat,

yang berarti menempatkan individu di atas masyarakat. Padahal manusia adalah anggota

masyarakat dan tidak dapat dilepaskan dari akar-akar sosialnya, karena dalam lingkungan

masyarakat manusia baru menjadi manusia dalam arti sepenuhnya. Hak-hak tidak

mengasingkan manusia dari kehidupan sosial, tapi merupakan syarat untuk membentuk

kehidupan sosial yang sungguh-sungguh manusiawi. Mengakui hak dan kebebasan setiap

orang tidak mengancam eksistensi masyarakat, tapi menjamin suatu masyarakat dimana

etika dan perikemanusiaan dijunjung tinggi.

V.5. Siapa yang Memiliki Hak

Hanya makhluk yang mempunyai kesadaran dan dapat menyebut dirinya “aku”

yang dapat dianggap sebagai pemilik hak, yang pada prinsipnya dapat menyadari

bahwa ia memiliki hak, sehingga ia juga bisa melepaskan haknya jika ia mau. Bukan

hanya orang dewasa yang memiliki hak, tapi anak-anak juga.

Kewajiban tidak selalu harus dikaitkan dengan hak, dapat pula dikaitkan dengan

tanggung jawab, karena tanggung jawab merupakan kerangka acuan untuk membahas

kewajiban.

Page 20: Ringkasan Etika

BAB VI

MENJADI MANUSIA YANG BAIK

VI.1. Etika Kewajiban dan Etika Keutamaan

Kita dapat memandang perbuatan dan mengatakan bahwa perbuatan itu baik atau

buruk, adil atau tidak adil, jujur atau tidak jujur. Disini kita seolah-olah “mengukur” suatu

perbuatan dengan norma atau prinsip moral, jika perbuatan itu sesuai dengan prinsip

bersangkutan maka kita menyebutnya baik, adil, jujur, dsb. Selain itu ada cara

penilaian lain lagi yang tidak terlalu memandang perbuatan melainkan keadaan pelaku

sendiri. Disini kita menunjuk bukian kepada prinsip atau norma, melainkan kepada sifat

atau akhlak yang dimiliki atau tidak dimiliki orang itu.

Terdapat dua tipe teori etika yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yaitu etika

kewajiban dan etika keutamaan. Etika kewajiban mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-

aturan moral yang berlaku untuk perbuatan kita, etika ini menunjukan norma-norma dan

prinsip-prinsip yang perlu diterapkan dalam hidup kita, dan urutan pentingnya. Jika

terjadi konflik antara dua prinsip moral yang tidak dapat dipenuhi sekaligus maka etika

ini mencoba menentukan yang mana harus diberi prioritas.

Etika keutamaan mempunyai orientasi yang lain. Etika ini tidak terlalu melihat

perbuatan satu demi satu apakah sesuai dengan norma moral atau tidak, tapi lebih

menekankan pada manusia itu sendiri. Etika ini mempelajari keutamaan, artinya sifat

watak yang dimiliki manusia. Etika ini tidak menyelidiki apakah perbuatan kita baik atau

buruk, melainkan apakah kita sendiri orang baik atau buruk.

VI.2. Keutamaan dan Watak Moral

Keutamaan adakah disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan

memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.

1. Keutamaan adalah suatu disposisi, artinya suatu kecenderungan tetap, yang berarti

bahwa keutamaan tidak dapat hilang. Keutamaan adalah sifat watak yang ditandai

stabilitas. Keutamaan adalah sifat baik yang mendarah daging pada seseorang, tapi

tidak semua sifat baik adalah keutamaan.

2. Keutamaan berkaitan dengan kehendak. Keutamaan adalah disposisi yang membuat

kehendak mengarah ke arah tertentu. Karena berkaitan dengan kehendak, maka

adanya motivasi pelaku menjadi sangat penting, karena untuk mengarahkan

kehendak.

Page 21: Ringkasan Etika

3. Keutamaan diperoleh melalui jalan membiasakan diri dan merupakan hasil latihan.

Keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir. Keutamaan terbentuk dari suatu proses

pembiasaan dan latihan yang cukup panjang, dimana pendidikan juga berperan

penting.

4. Keutamaan berbeda dengan ketrampilan

- ketrampilan hanya memungkinkan orang untuk melakukan jenis perbuatan

tertentu, sedangkan keutamaan tidak terbatas pada satu jenis perbuatan saja.

- keutamaan dan ketrampilan berciri korektif, artinya keduanya membantu untuk

mengatasi kesulitan awal. Pada ketrampilan kesulitan yang timbul bersifat teknis,

sedangkan pada keutamaan kesulitan yang timbul bersifat kehendak.

VI.3. Keutamaan dan Ethos

Keutamaan membuat orang menjadi baik secara pribadi. Pada umumnya ethos suatu

profesi sebagian besar tercermin dalam kode etik untuk profesi yang bersangkutan.

VI.4. Orang Kudus dan Pahlawan

Teori-teori etika biasanya membedakan tiga kategori perbuatan. Pertama, ada

perbuatan yang merupakan kewajiban begitu saja dan harus dilakukan. Kedua, ada

perbuatan yang dilarang secara moral dan tidak boleh dilakukan. Ketiga, ada perbuatan

yang dapat diijinkan dari sudut moral, dalam arti tidak dilarang dan tidak diwajibkan.

Page 22: Ringkasan Etika

BAB VII

BEBERAPA SISTEM FILSAFAT MORAL

VII.1.Hedonisme

Hedonisme diartikan sebagai apa yang memuaskan keinginan kita, apa yang

meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan dalam diri kita. Pada dasarnya

setiap kesenangan dapat dinilai baik, namun tidak berarti setiap kesenangan harus

dimanfaatkan pula. Untuk itu kesenangan dibagi menjadi 3 macam keinginan: keinginan

alamiah yang perlu (mis: makanan), keinginan alamiah yang tidak perlu (mis: makanan

yang enak), dan keinginan yang sia-sia (mis: kekayaan). Hanya keinginan pertama yang

harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas akan menghasilkan kesenangan paling

besar.

VII.2.Eudemonisme

Dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan. Seringkali kita mencari

suatu tujuan untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Menurut Aristoteles, tujuan tertinggi

manusia adalah kebahagiaan. Namun pengertian tentang kebahagiaan berbeda-beda bagi

masing-masing orang, ada yang mengatakan bahwa kesenangan adalah kebahagiaan, ada

yang berpendapat uang dan kekayaan adalah inti kebahagiaan, dan ada pula yang

menganggap status sosial atau nama baik sebagai kebahagiaan.

VII.3.Utilitarisme

A. Utilitarisme Klasik

Utilitarisme dimaksudkan sebagai dasar etis untuk memperbaharui hukumdi

inggris, khususnya hukum pidana, dengan maksud adalah untuk memajukan

kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau

melindungi hak-hak kodrati. Salah satu kekuatan utilitarisme adalah bahwa mereka

menggunakan sebuah prinsip yang jelas dan rasional. Dengan mengikuti prinsip ini

pemerintah mempunyai pegangan jelas untuk membentuk kebijakannya dalam

mengatur masyarakat.

B. Utilitarisme Aturan

Utilitarisme aturan merupakan sebuah varian dari utilitarisme yang bertujuan

untuk meloloskan diri dari banyak kesulitan pada utilitarisme klasik. Namun,

Page 23: Ringkasan Etika

utilitarisme ini sendiri juga tidak lepas dari kesulitan juga. Kesulitan utama timbul

jika terjadi konflik antara dua aturan moral.

VII.4.Deontologi

Sistem etika ini tidak mengukur baik tidaknya suatu perbuatan berdasarkan hasilnya,

melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan

tersebut.

A. Deontologi Menurut I.Kant

Sebagai pencipta sistem moral ini, Kant berpendapat bahwa yang bisa disebut baik

dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik. Semua hal lain disebut baik

secara terbatas atau dengan syarat, contoh: kesehatan, kekayaan, atau inteligensi

adalah baik jika digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tapi jika dipakai oleh

kehendak yang jahat semua hal itu bisa menjadi jelek sekali. Menurut Kant kehendak

menjadi baik jika bertindak karena kewajiban, jika perbuatan dilakukan dengan suatu

maksud atau motif lain, perbuatan itu tidak bisa disebut baik betapapun luhur atau

terpuji motif itu.

B. Pandangan W.D.Ross

Dari kesimpulan deontologi menurut Kant, timbul penilaian moral yang umum,

saya tidak perlu atau malah tidak boleh membiarkan konsekuensi jelek dari perbuatan

yang sebenarnya baik, jika saya mempunyai kemungkinan untuk mencegahnya. Ross

mengusulkan jalan keluar dari kesulitan tersebut dengan menambahkan sebuah

nuansa yang penting. Kewajiban selalu merupakan kewajiban prima facie, artinya

suatu kewajiban untuk sementara dan hanya berlaku sampai timbul kewajiban yang

lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban awal. Berikut kewajiban prima facie:

1. Kewajiban kesetiaan: kita harus menepati janji yang diadakan dengan bebas.

2. Kewajiban ganti rugi: kita harus melunasi utang moril dan materiil.

3. Kewajiban terimakasih: kita harus berterimakasih kepada orang yang berbuat baik

kepada kita.

4. Kewajiban keadilan: kita harus membagikan hal-hal yang menyenangkan sesuai

dengan jasa orang-orang yang bersangkutan.

5. Kewajiban berbuat baik: kita harus membantu orang lain yang membutuhkan

bantuan kita

6. Kewajiban mengembangkan diri: kita harus mengembangkan dan meningkatkan

bakat kita dibidang keutamaan, inteligensi, dsb.

Page 24: Ringkasan Etika

7. Kewajiban intuk tidak merugikan: kita tidak boleh melakukan sesuatu yang

merugikan orang lain.

Menurut Ross, setiap manusia memiliki intuisi tentang kewajiban-kewajiban tersebut

artinya semua kewajiban itu berlaku bagi kita. Tapi kita tidak memiliki intuisi tentang

apa yang terbaik dalam situasi konkrit, untuk itu perlu dipergunakan akal budi. Kita

harus mempertimbangkan dalam setiap kasus mana kewajiban yang paling penting,

jika tidak mungkin memenuhi semua kewajiban sekaligus.

Page 25: Ringkasan Etika

BAB VIII

MASALAH – MASALAH ETIKA TERAPAN

DAN TANTANGANNYA BAGI ZAMAN KITA

VIII.1. Etika Sedang Naik Daun

Perkembangan pesat di bidang ilmu dan teknologi menimbulkan banyak persoalan

etis yang besar, khususnya dalam sector ilmu-ilmu biomedis. Saat ini filsafat moral

mengalami suatu masa kejayaan. Di banyak tempat di seluruh dunia setiap tahun

diadakan kongres dan seminar tentang masalah-masalah etis. Pentingnya etika terapan

saat ini juga tampak karena tidak jarang jasa ahli etika diminta untuk mempelajari

masalah-masalah yang berimplikasi moral, hal itu terutama terjadi jika pemerintah suatu

negara ingin membuat peraturan hukum tentang suatu masalah baru atau mengubah

ketentuan hukum yang berlaku.

VIII.2. Beberapa Bidang Garapan bagi Etika Terapan

Etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Dari sedemikian

banyak cabang-cabang etika terapan itu, yang paling banyak mendapat perhatian sekarang

ini adalah etika kedokteran, etika bisnis, etika tentang perang dan damai, dan etika

lingkungan hidup. Keempat cabang tersebut menjadi menarik karena di bidang-bidang

tersebut berlangsung perkembangan yang paling pesat, sehingga banyak persoalan-

persoalan etis yang perlu segera ditangani dan dicarikan pemecahannya.

VIII.3. Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner

Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerjasama erat antara etika dan

ilmu-ilmu lain. Etika terapan tidak dapat dijalankan dengan baik tanpa kerjasama

tersebut, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang bidang-bidang yang sama

sekali diluar keahliannya. Karena itu pelaksanaan etika terapan minta suatu pendekatan

multidisipliner, suatu pendekatan yang melibatkan pelbagai ilmu sekaligus.

VIII.4. Pentingnya Kasuistik

Kasuistik dimaksudkan usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral

dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum, jadi kasuistik ini sejalan dengan

maksud umum etika terapan. Salah satu cabang dimana kasuistik paling banyak

dipergunakan adalah etika biomedis. Yang menarik ialah praktek kasuistik cocok sekali

Page 26: Ringkasan Etika

dengan bidang kedokteran, yang juga memiliki tradisi menerapkan prinsip-prinsip

ilmiahnya pada kasus-kasus konkret. Kasuistik menarik karena mengungkapkan sesuatu

tentang kekhususan argumentasi dalam etika, penalaran moral ternyata berbeda dengan

penalaran matematis yang selalu dilakukan dengan cara yang sama, kapan saja, dan

dimana saja.

VIII.5. Kode Etik Profesi

Profesi adalah suatu moral community yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama,

mereka membentuk suatu profesi yang disatukan dengan latar belakang pendidikan yang

sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan

demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan

karena itu memiliki tanggung jawab khusus juga. Dengan adanya kode etik, kepercayaan

masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat karena setiap klien mempunyai kepastian

bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode etik menunjukan arah moral bagi suatu

profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi tersebut dimata masyarakat.

VIII.6. Etika di Depan Ilmu dan Teknologi

A. Ambivalensi Kemajuan Ilmiah

Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya

disamping banyak akibat positif terdapat juga akibat-akibat negatif. Tidak dapat

disangkal, berkat adanya ilmu dan teknologi manusia banyak memperoleh banyak

kemudahan dan kemajuan. Mula-mula perkembangan ilmiah dan teknologi dinilai

sebagai kemajuan belaka, orang hanya melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang

terbuka luas bagi manusia. Disamping kemajuan yang luar biasa, timbul pula banyak

kesulitan-kesulitan baru, dan kesulitan ini sering mempunyai konotasi etis. Kesadaran

akan aspek-aspek negatif yang melekat pada ilmu dan teknologi mungkin dirasakan

dengan jelas pada saat bom atom dijatuhkan pertama kali di Hiroshima.

B. Masalah Bebas Nilai

Ilmu dan moral merupakan dua kawasan yang sama sekali asing satu sama

lainnya, tapi terdapat persamaan dari keduanya. Pada saat tertentu dalam

perkembangan ilmu dan teknologi bertemu dengan moral.

C. Teknologi yang Tak Terkendali

Di situasi sekarang ini, sering dikemukakan bahwa perkembangan ilmu dan

teknologi merupakan proses yang seakan berlangsung secara otomatis, tidak

Page 27: Ringkasan Etika

tergantung dari kemauan manusia. Padahal fungsinya pada dasarnya bersifat

instrumental, artinya menyediakan alat-alat bagi manusia.

D. Tanda-tanda yang menimbulkan harapan

Batas bagi yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan ilmu dan teknologi harus

ditentukan berdasarkan kesadaran moral manusia. Pemikiran etis hanya menyusul

perkembangan ilmiah-teknologis. Baru sesudah masalah-masalah etis timbul, etika

sebagai ilmu mulai diikutsertakan.

VIII.7. Metode Etika Terapan

A. Sikap Awal

Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah etis apapun,

kita tidak pernah bertolak dari titik nol. Selalu ada suatu sikap awal. Kita mulai

dengan mengambil suatu sikap tertentu terhadap masalah yang bersangkutan. Pada

mulanya kita belum berpikir mengapa kita bersikap demikian. Peristiwa atau keadaan

tertentu dapat menjadi masalah yang membutuhkan pemikiran moral, dengan itu

refleksi etis memulai perjalanannya. Hal tersebut dapat berlangsung dalam hidup

pribadi seseorang yang berpikir tentang salah satu masalah etis.

B. Informasi

Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi.

Hal itu terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu

dan teknologi. Bisa saja terjadi sikap awal yang pro atau kontra yang sebenarnya

masih sangat emosional atau sipengaruhi oleh faktor subyektif yang tidak sesuai

dengan kenyataan obyektif.

C. Norma-norma moral

Unsur berikutnya adalah norma-norma moral yang relevan untuk topik atau

bidang yang bersangkutan. Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat,

tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topic atau bidang yang khusus ini.

Penerapan norma-norma moral ini merupakan unsure terpenting dalam metode etika

terapan.

Page 28: Ringkasan Etika

D. Logika

Uraian dalam etika terapan harus bersifat logis juga. Hal ini tentu tidak merupakan

tuntutan khusus bagi etika saja, sebab berlaku untuk setiap uraian yang mempunyai

pretense rasional. Logika dapat memperlihatkan bagaimana dalam suatu argumentasi

tentang masalah moral berkaitan dengan kesimpulan etis, dan juga apakah

penyimpulan itu tahan uji jika diperiksa secara kritis menggunakan aturan-aturan

logika.