referat gangguan makan
DESCRIPTION
Ilmu Kedokteran JiwaTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Referat...................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN..........................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................6
2.1 Anoreksia Nervosa...........................................................................6
2.1.1 Definisi.........................................................................................6
2.1.2 Epidemiologi..............................................................................7
2.1.3 Etiologi.......................................................................................7
2.1.4 Gambaran Klinis........................................................................8
2.1.5 Diagnosa....................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium.................................11
2.1.7 Diagnosis Banding.....................................................................11
2.1.8 Terapi.........................................................................................12
2.1.9 Prognosis...................................................................................13
2.2 Bulimia Nervosa............................................................................14
2.2.1 Definisi.....................................................................................14
2.2.2 Epidemiologi............................................................................15
2.2.3 Etiologi.....................................................................................15
2.2.4 Gambaran Klinis......................................................................16
2.2.5 Diagnosa..................................................................................17
2.2.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium.................................18
2.2.7 Diagnosa Banding....................................................................19
1
2.2.8 Terapi.........................................................................................19
2.2.9 Prognosis...................................................................................20
2.3 Gangguan Makan Berlebih (Eating Binge Disorder).......................21
2.3.1 Definisi.....................................................................................21
2.3.2 Etiologi.....................................................................................22
2.3.3 Gambaran Klinis......................................................................22
2.3.4 Diagnosis...................................................................................22
2.3.5 Terapi........................................................................................23
2.3.6 Prognosis...................................................................................23
KESIMPULAN.........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................25
2
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“GANGGUAN MAKAN”
BAGIAN ILMUPENYAKIT JIWA
Referat dengan judul “Gangguan Makan” telah diperiksa dan di setujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan dokter muda di Bagian Ilmu Penyakit Jiwa
Surabaya, 2 November 2015
Pembimbing,
Dr. Roni Subagyo, Sp.KJ
3
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan makan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami gangguan parah pada perilaku makan mereka dan
berhubungan dengan pikiran serta emosi. Seseorang dengan gangguan
makan biasanya menjadi terobsesi dengan makanan dan berat badan
mereka.
Gangguan makan dapat mempengaruhi beberapa juta orang pada
waktu tertentu, paling sering pada perempuan diantara usia 12 dan 35.
Ada tiga jenis utama gangguan makan, yaitu : anoreksia nervosa, bulimia
nervosa, dan gangguan makan berlebih (binge eating disorder).
Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat
secara global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan
satu hingga dua juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk Bulimia
nervosa, dan 500.000 wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk
Anoreksia nervosa (Academy for Eating Disorder, 2006). Peningkatan ini
berkaitan dengan kesadaran ekstrim tentang berat badan dan tampilan
fisik, kebanyakan dikalangan generasi muda. Di Indonesia, 12-22% wanita
berusia 15-29 tahun menderita defisiensi energi kronis (IMT <18,5) di
beberapa kawasan (Atmarita, 2005).
Seseorang dengan anoreksia nervosa dan bulimia nervosa cenderung
menjadi perfeksionis dengan harga diri yang rendah dan sangat kritis
terhadap diri dan tubuh mereka. Mereka biasanya “merasa gemuk” dan
melihat diri mereka seperti kelebihan berat badan (overweight), meskipun
kadang-kadang bisa menyebabkan kelaparan yang mengancam hidup
(malnutrisi). Terjadi ketakutan yang hebat akan kenaikan berat badan dan
menjadi gemuk. Pada tahap awal gangguan, biasanya pasien menyangkal
bahwa mereka mempunyai masalah.
4
Anoreksia nervosa ditandai dengan keengganan untuk menetapkan
berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan
ekstrim untuk menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat
terganggu. Bulimia nervosa ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah
yang besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian mencoba
memuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau
berolahraga secara berlebihan (National Institute of Mental Health, 2007).
Dalam beberapa kasus, gangguan makan terjadi bersamaan dengan
gangguan kejiwaan lain seperti kecemasan, panik, gangguan obsesif
kompulsif dan masalah penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Adanya
bukti baru menunjukkan bahwa faktor keturunan mungkin berperan dalam
terjadinya gangguan makan pada orang-orang tertentu, Tetapi gangguan
ini juga dialami oleh banyak orang yang tidak memiliki riwayat keluarga
sebelumnya.
Akibat dari gangguan makan yang berkepanjangan, bisa terjadi
hipotensi kronis, bradikardia, hipotermia, pembengkakan kelenjar liur,
anemia, dehidrasi, alkalosis dan hipokloremia dapat dilihat. Ruptur
lambung juga dapat terjadi. Lebih dari 90% penderita Anoreksia Nervosa
mengalami amenorrea sekunder disebabkan oleh malnutrisi kronis.
Pengurangan densitas tulang merupakan masalah yang serius karena
sukar diobati, dan keadaan ini meningkatkan resiko fraktur tulang.
Gangguan makan juga dapat menyebabkan gangguan pada jantung.
Resiko tertinggi pada penderita dengan gangguan makan adalah gagal
jantung (Tsuboi, 2005).
Tanpa adanya pengobatan baik dari gejala fisik maupun emosional
pada gangguan ini, maka kemungkinan dari malnutrisi, masalah pada
jantung, dan kondisi berpotensi fatal lainnya dapat terjadi. Namun, dengan
perawatan medis yang tepat, seseorang dengan gangguan makan dapat
melanjutkan kembali kebiasaan makan yang benar, dan kembali pada
kesehatan psikologis dan emosional yang lebih baik (American Psychiatric
Association (APA), 2015).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam
perilaku makan dan perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk
tubuh. Onset biasanya terjadi pada usia remaja. Menurut DSM-IV,
terdapat tiga jenis gangguan makan : anoreksia nervosa, bulimia nervosa,
dan gangguan makan yang tidak ditentukan.
2.1 Anoreksia Nervosa2.1.1 Definisi
Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) adalah penolakan yang
menetap untuk mempertahankan berat badan minimal atau diatasnya
(penurunan berat badan menyebabkan berat badan < 85% dari berat
badan yang diharapkan) atau kegagalan untuk mencapai berat yang
diharapkan selama masa pertumbuhan. Terjadi ketakutan yang berlebihan
akan terjadi gemuk, meskipun memiliki berat badan yang kurang. dan
tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut (Kaplan et al,
1997).
Anoreksia Nervosa terbagi menjadi dua jenis. Dalam jenis membatasi
(restricting type), selama periode anoreksia nervosa, seseorang hanya
akan membatasi asupan makanannya saja, tanpa makan berlebih atau
memuntahkan kembali atau menggunakan laksatif atau diuretik.
Sedangkan pada tipe makan berlebih/muntah kembali (binge
eating/purging type) selama periode anoreksia nervosa, seseorang akan
terlibat dalam makan berlebih atau memuntahkan kembali atau
menggunakan laksatif atau diuretik (Kaplan et al, 1997).
Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang
dengan kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita
kekurangan nutrisi.
6
Makan, makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi.
Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang
kali, menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan
jumlah yang sangat kecil dan hanya sebagian jenis makanan saja.
Penderita anoreksia nervosa biasanya memiliki kebiasaan makan yang
aneh, seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotong-
motongnya menjadi bagian bagian kecil, mengunyah lambat-lambat, serta
menghindari makan bersama keluarga. Mereka sangat suka
mengumpulkan resep-resep dan masak untuk keluarga dan teman-
temannya, tetapi tidak makan sedikitpun makanan yang mereka masak.
Dengan berlanjutnya gangguan ini, penderita mulai suka menyendiri dan
menarik diri dari teman dan keluarga (Wonderlich et al, 2005).
2.1.2 EpidemiologiGangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan sampai
pada 4% pelajar remaja dan dewasa muda. Anoreksia nervosa lebih
sering terjadi selama dekade belakangan ini dibandingkan di masa lalu,
dengan meningkatnya laporan gangguan pada anak perempuan
prapubertas dan pada laki-laki. Usia yang tersering untuk onset gangguan
adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa diperkirakan terjadi pada
kira-kira 0,5 sampai 1% gadis remaja. Gangguan ini terjadi 10 sampai 20
kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Prevalensi wanita
muda yang memiliki beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi yang tidak
memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan adalah mendekati 5%.
Tampaknya gangguan ini paling sering pada negara yang maju, dan
mungkin ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada wanita muda yang
profesinya memerlukan kekurusan, seperti model dan penari balet (Kaplan
et al, 1997).
2.1.3 Etiologi Faktor biologis, sosial, dan psikologis terkait sebagai penyebab
anoreksia nervosa. Beberapa bukti menyatakan tingginya angka
kesesuaian pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot.
7
Saudara perempuan dari pasien anoreksia nervosa cenderung terkena,
tetapi hubungan ini lebih mencerminkan pengaruh sosial dibandingkan
faktor genetik. Gangguan mood berat lebih sering ditemukan pada
anggota keluarga dibandingkan populasi umum. Secara neurokimia,
berkurangnya aktivitas norepinefrin diperkirakan oleh penurunan 3-
methoxy-4-hydroxypnehylgycol (MHPG) pada urin dan cairan
cerebrospinal pada beberapa pasien anoreksia nervosa. Suatu hubungan
terbalik ditemukan antara MHPG dan depresi pada pasien ini.
peningkatan MHPG menyebabkan penurunan depresi (Kaplan et al,
1997).
2.1.4 Gambaran KlinisPasien dengan gangguan ini menunjukkan perilaku aneh terhadap
makanan. Mereka menyembunyikan makanan dimana saja di dalam
rumah dan sering membawa permen dengan jumlah banyak dikantong
dan tasnya. Saat makan, mereka mencoba membuang makanan di dalam
serbet atau menyembunyikannya di dalam kantong. Mereka memotong
makanannya hingga potongan yang sangat kecil dan menghabiskan
banyak waktu untuk menyusun potongan-potongan tersebut didalam
piringnya. Jika pasien dimarahi tentang perilaku anehnya, mereka sering
menyangkal bahwa perilaku mereka adalah tidak lazim atau dengan datar
menolak membicarakannya.
Suatu ketakutan yang kuat akan penambahan berat badan dan
menjadi gemuk adalah ditemukan pada semua pasien dengan gangguan
dan tidak diragukan lagi berperan dalam hilangnya minat mereka dalam
terapi dan bahkan menolak terapi.
Perilaku obsesif-kompulsif, depresi, dan kecemasan adalah gejala
psikiatrik lain pada anoreksia nervosa yang sering dicantumkan di dalam
literatur. Pasien cenderung menjadi kaku dan perfeksionis, disertai
keluhan somatik, terutama gangguan epigastrik, yang biasanya sering
ditemukan. Mencuri kompulsif, biasanya permen dan laksatif dan kadang-
kadang pakaian dan benda-benda lain sering ditemukan.
8
Penyesuaian seksual yang buruk seringkali ditemukan pada pasien
dengan gangguan ini. Banyak pasien remaja dengan anoreksia nervosa
mengalami keterlambatan perkembangan seksual (Kaplan et al, 1997).
2.1.5 Diagnosis Kriteria diagnosis menurut DSM-IV Anoreksia Nervosa yaitu :
A. Menolak mempertahankan berat badan pada atau di atas berat
badan normal minimal sesuai dengan usia dan tinggi badan
(misalnya, menurunkan berat badan untuk mempertahan berat
badan kurang dari 85% yang diharapkan; atau kegagalan untuk
menaikkan berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan, sehingga menyebabkan berat badan kurang dari
85% dari yang diharapkan).
B. Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi
gemuk meskipun sebenarnya memiliki berat badan kurang.
C. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya
sendiri, berat badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas
dasar pemeriksaan sendiri, atau menyangkal keseriusan berat
badannya yang rendah.
D. Pada wanita pasca-menstruasi, amenorrea yaitu tidak adanya
siklus menstruasi sedikitnya 3 bulan berturut-turut. (seorang wanita
dianggap mengalami amenorrea jika periode menstruasinya terjadi
hanya setelah pemberian hormon, misalnya estrogen) (Kaplan et
al, 1997).
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-5 :
A. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan
sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oeh penderita
B. Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal-hal seperti
dibawah ini:
1. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang
seharusnya (baik yang berkurang maupun yang tak pernah
dicapai), atau “Quetelet’s body-mass index” adalah 17,5 atau
9
kurang (Quetelet’s body-mass index = berat [kg] / tinggi
[m]kuadrat). Pada penderita pra pubertas bisa saja gagal
mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
2. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan
menghindarkan makanan yang mengandung lemak dan
salah satu atau lebih dari hal-hal yang berikut ini:
Merangsang muntah oleh diri sendiri
Menggunakan pencahar
Olahraga berlebihan
Memakai obat penekan nafsu makan dan /
atau diuretika
3. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk psikopatologi
yang spesifik dimana ketakutan gemuk terus menerus
menyerang penderita, penilaian yang berlebihan terhadap
berat badan yang rendah
4. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan
“hypothalamic-pituitary-gonadal axis” dengan manifestasi
pada wanita sebagai amenore dan pada pria sebagai
kehilangan minat dan potensi seksual. (suatu kekecualian
adalah perdarahan vagina yang menetap pada wanita yang
anoreksia yang menerima terapi hormon,umumnya dalam
bentuk pil kontrasepsi). Juga dapat terjadi kenaikan hormon
pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan
metabolisme periferal dari hormon tiroid, dan sekresi insulin
abnormal
5. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas,
perkembangan pubertas tertunda, atau dapat pula tertahan
(pertumbuhan berhenti, pada anak perempuan buah
dadanya tidak berkembang dan terdapat amenore primer,
pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil). Pada
10
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi “menarche”
terlambat.
2.1.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium Tidak ada tes laboratorium tunggal yang mutlak membantu diagnosis
anoreksia nervosa. Bermacam-macam masalah endokrin dan medis dapat
berkembang sekunder karena kelaparan yang terjadi gangguan. Dengan
demikian urutan uji laboratorium adalah diperlukan pada orang yang
memenuhi kriteria diagnostik untuk anoreksia nervosa. Tes tersebut dapat
berupa elektrolit serum dengan tes fungsi ginjal, tes glukosa, amilase, dan
hematologis, elektrokardiogram, kadar kolesterol, tes supresi
deksametason, dan kadar karoten, klinisi mungkin menemukan penurunan
hormon tiroid, penurunan glukosa serum, nonsupresi kortisol setelah
deksametason, hipokalemia, peningkatan BUN, dan hiperkolesterolemia.
Komplikasi kardiovaskular adalah sering ditemukan dan berupa hipertensi
dan bradikardia (Kaplan et al, 1997).
2.1.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding anoreksia nervosa adalah dipersulit oleh
penyangkalan pasien akan gejalanya, kerahasiaan disekitar kebiasaan
makan pasien yang aneh, dan penolakan pasien untuk mencari
pengobatan. Jadi mungkin sulit untuk mengidentifikasi mekanisme
kehilangan berat badan dan pikiran tentang distorsi citra tubuh yang
menyertai pasien.
Klinisi harus meyakinkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis
yang dapat menyebabkan penurunan berat badan (sebagai contohnya,
tumor otak atau kanker).
Anoreksia nervosa harus dibedakan dari bulimia nervosa, suatu
gangguan dimana terjadi perilaku makan berlebih yang berulang diikuti
oleh mood depresif, pikiran menyalahkan diri sendiri, dan seringkali
muntah yang diinduksi diri sendiri, terjadi saat pasien mempertahankan
berat badannya dalam rentang normal. Selain itu, pada bulimia nervosa
11
pasien jarang mengalami penurunan berat badan 15%. Dua keadaan
tersebut jarang terjadi bersama-sama (Kaplan et al, 1997).
2.1.8 Terapi Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka
disarankan untuk melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk
rawat inap dirumah sakit, jika diperlukan, dan terapi individual maupun
keluarga. Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta pada
beberapa kasus, obat-obatan harus dipertimbangkan.
1) Rawat inap di rumah sakitPertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah
mengembalikan keadaan nutrisi pasien, dehidrasi, kelaparan, dan
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan yang serius, bahkan kematian. Pada umumnya, pasien
anoreksia nervosa yang berat badannya 20% dibawah berat badan yang
diharapkan, disarankan untuk menjalani program rawat inap di rumah
sakit, dan pasien yang berat badannya dibawah 30% dari berat badan
yang diharapkan membutuhkan perawatan psikiatrik yang berkisar antara
2 hingga 6 bulan.
2) Psikoterapi Sebagian besar pasien dengan anoreksia nervosa memerlukan
intervensi yang terus menerus setelah dipulangkan dari rumah sakit.
Psikoterapi berorientasi tilikan adalah membantu pada beberapa pasien
anoreksia nervosa jika mereka telah distabilkan.
Terapi perilaku kognitif Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat
diterapkan di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi
perilaku ternyata efektif untuk mencetuskan peningkatan berat badan.
Pemantauan adalah komponen penting pada terapi perilaku kognitif.
Pasien diajarkan untuk mengawasi asupan makanan, emosi, dan
12
perasaan, perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali, serta
masalah mereka di dalam hubungan interpersonal.
Psikoterapi Dinamik Psikoterapi suportif-ekspresif dinamik kadang-
kadang digunakan untuk pengkobatan pasien anoreksia nervosa.
Tetapi penolakan pasien menyebabkan proses ini sulit dilakukan dan
seksama. Ahli terapi harus menghindari penanaman yang berlebihan
dalam usaha mengganti perilaku makan pasien.
Terapi Keluarga Analisis keluarga harus dilakukan pada semua
pasien anoreksia nervosa yang tinggal dengan keluarganya.
berdasarkan analisis ini, penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan
jenis terapi keluarga atau konseling yang disarankan.
3) Farmakoterapi Penilitian farmakologis belum mengidentifikasi adanya medikasi yang
menyebabkan perbaikan definitif pada gejala inti anoreksia nervosa.
Beberapa laporan mendukung penggunaan Cyproheptadine (Periactin),
suatu obat dengan sifat antihistaminik dan antiserotonergik, pada pasien
dengan tipe anoreksia nervosa yang membatasi. Obat lain Amitriptyline
(Elavil) telah dilaporkan memberikan manfaat pada pasien dengan
anoreksia nervosa. Medikasi lain yang telah dicoba pada pasien anoreksia
nervosa termasuk Clomipramine (Anafranil), Pimozide (Orap), dan
Chlorpromazine (Thorazine) belum menunjukkan respon yang positif.
Percobaan Fluoxetine (Prozac) dalam beberapa laporan menghasilkan
kenaikan berat badan (Kaplan et al, 1997).
Beberapa bukti menyatakan bahwa terapi elektrokonvulsif (ECT)
adalah bermanfaat pada kasus anoreksia nervosa tertentu dan gangguan
depresif berat.
2.1.9 Prognosis Perjalanan gangguan anorexia nervosa adalah sangat bervariasi.
Pemulihan spontan tanpa pengobatan, pemulihan setelah berbagai
pengobatan, perjalanan kenaikan berat badan yang berfluktuasi disertai
13
kekambuhan, perjalanan gangguan yang secara bertahap memburuk
sehingga terjadi kematian yang disebabkan komplikasi kelaparan. Pada
umumnya, prognosis adalah tidak baik. Pada mereka yang telah
mencapai kembali berat badan yang cukup, preokupasi dengan makanan
dan berat badan seringkali terus terjadi, hubungan sosial seringkali buruk.
Dan banyak pasien mengalami depresi. Respon jangka pendek pasien
terhadap hampir semua program pengobatan rumah sakit adalah baik.
Penelitian telah menunjukkan rentang angka mortalitas mulai dari 5-18%.
30 sampai 50% pasien anoreksia nervosa memiliki gejala bulimia nervosa,
biasanya terjadi dalam 1,5 tahun setelah awal anoreksia nervosa (Kaplan
et al, 1997).
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi
yang berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala
mencoba untuk membunuh diri atau menghindari kegiatan sosialnya.
Perlu ditekankan bahawa gangguan ini tidak hanya mengganggu perilaku
makan, tetapi juga mendatangkan akibat pada fisik, psikologis dan aspek
sosial pasien (Tsuboi, 2005).
2.2 Bulimia Nervosa 2.2.1 Definisi
Bulimia Nervosa didefinisikan sebagai makan banyak / berlebihan
yang terjadi secara berulang disertai dengan perasaan diluar kendali dan
setelah itu diikuti oleh rasa bersalah, dan depresi terhadap diri sendiri.
Pada gangguan ini akan terjadi perilaku kompensasi berulang seperti ;
muntah yang diinduksi sendiri, pemakaian laksatif, diuretik, puasa atau
latihan yang berat untuk mencegah penambahan berat badan. Namun,
tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien bulimia nervosa dapat
mempertahankan berat badan yang normal.
Menurut kriteria DSM-IV, makan berlebih dan perilaku kompensasi
harus terjadi minimal 2 kali seminggu selama 3 bulan. Selain itu, DSM-IV
mengklasifikasikan Bulimia Nervosa menjadi dua tipe yaitu purging type
dan non purging type. Pada purging type, individu tersebut memuntahkan
14
kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar,
diuretik atau enema. Pada nonpurging type, individu tersebut
menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada purging type,
seperti berpuasa atau berolahraga secara berlebihan (Kaplan et al, 1997).
2.2.2 Epidemiologi Bulimia nervosa lebih sering terjadi dibandingkan anoreksia nervosa.
Diperkirakan bulimia nervosa berkisar antara 1 hingga 3% pada wanita
muda. Seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa secara signifikan lebih
sering pada wanita dibandingkan laki-laki, tetapi onsetnya lebih sering
terjadi pada masa remaja akhir dibandingkan dengan permulaan
anoreksia nervosa. Bulimia nervosa sering terdapat pada perempuan
berberat badan normal, tetapi kadang–kadang pasien memiliki riwayat
obesitas (Kaplan et al, 1997).
2.2.3 Etiologi Faktor Biologi Beberapa peneliti telah menemukan adanya
hubungan perilaku makan berlebih dan kompensasi dengan berbagai
neurotransmitter. Terbukti oleh pemberian antidepresan yang
bermanfaat pada pasien bulimia nervosa yang melibatkan serotonin
dan norepinefrin. Kadar endorfin plasma akan meningkat pada
beberapa pasien yang telah muntah, sehingga akan timbul perasaan
sehat yang dirasakan pasien setelah muntah.
Faktor Sosial Pasien dengan bumilia nervosa, seperti pada pasien
anoreksia nervosa, cenderung pada mereka yang mencapai kedudukan
tinggi dan perlu berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus.
Faktor Psikologis Pasien dengan bulimia nervosa memiliki
kesulitan dalam mengendalikan impulsnya dimana sering dihubungkan
dengan ketergantungan zat, alkohol, dan labilitas emosional (termasuk
usaha bunuh diri) (Kaplan et al, 1997).
15
2.2.4 Gambaran klinisMenurut DSM-IV, gambaran penting pada bulimia nervosa adalah
episode berulang makan berlebihan, suatu perasaan tidak adanya kendali
terhadap makan saat makan banyak, muntah yang dicetuskan sendiri,
penyalahgunaan laksatif atau diuretik, berpuasa, maupun olahraga
berlebihan untuk mencegah naiknya berat badan, dan penilaian diri sendiri
terus menerus yang terlalu dipengaruhi bentuk dan berat badan. Makan
berlebihan biasanya dilakukan kira-kira 1 jam sebelum muntah.
Muntah sering terjadi dan biasanya dipicu dengan cara mencolokkan
jari kedalam tenggorokan. Muntah akan mengurangi nyeri abdomen dan
perasaan kembung serta memungkinkan pasien untuk terus makan tanpa
takut akan kenaikan berat badan. Depresi sering mengikuti episode ini
dan disebut penderitaan setelah makan berlebih (postbinge anguish).
Selama makan banyak, pasien memakan makanan manis, berkalori tinggi,
dan umumnya lembut dan teksturnya halus seperti cake dan kue kering.
Beberapa pasien menyukai makanan yang besar tanpa memandang
rasanya. Makanan dimakan diam-diam dan dengan cepat bahkan kadang-
kadang tidak dikunyah. Sebagian besar pasien bulimia nervosa berat
badannya berada didalam kisaran normal, tetapi beberapa pasien merasa
prihatin tentang tubuh dan penampilannya, khawatir tentang bagaimana
orang lain memandang dirinya.
Pasien dengan bulimia nervosa pada purging type mungkin beresiko
untuk mengalami komplikasi medis tertentu, seperti hipokalemia akibat
muntah atau penyalahgunaan laksatif, dan alkalosis hipokloremik. Mereka
yang muntah berulangkali memiliki resiko mengalami resiko mengalami
robekan lambung dan esofagus. Pasien bulimia dengan purging type
mungkin memiliki perjalanan penyakit yang berbeda dari pasien yang
makan banyak dan selanjutnya diet atau berlatih (non purging type).
Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood
dan gangguan kendali impuls yang tinggi, juga memiliki gangguan
kecemasan, gangguan bipolar 1, dan gangguan disosiatif yang tinggi
(Kaplan et al, 1997).
16
2.2.5 Diagnosis Kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh DSM-IV yaitu :
a) Episode makan berlebihan yang berulang. Episode ini ditandai
dengan 2 hal berikut :
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2
jam), jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang
dapat dimakan oleh sebagian besar orang selama periode waktu
yang sama dan dalam situasi yang sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan
apa dan berapa banyak yang dimakan)
b) Perilaku kompensasi berulang yang tidak tepat untuk mencegah
kenaikan berat badan, seperti muntah yang diinduksi sendiri,
penyalahgunaan laksatif, diuretik, enema, berpuasa, atau olahraga
berlebihan.
c) Makan berlebihan dan perilaku kompensasi yang tidak tepat ini
keduanya ada, rata-rata setidaknya 2x/minggu selama 3 bulan
d) Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.
e) Gangguan ini tidak hanya terjadi selama episode anoreksia nervosa
(Kaplan et al, 1997).
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-5 :
a) Untuk diagnostik pasti, dibutuhkan semua berikut ini:
1. Terdapat preokupasi yang menetap untuk untuk makan, dan
ketagihan (craving) terhadap makanan yang tidak bisa dilawan,
penderita tidak berdaya terhadap datangnya episode makan
berlebihan dimana makanan dalam jumlah yang besar dimakan
dalam waktu yang singkat
2. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu atau
lebih cara seperti berikut :
Merangsang muntah oleh diri sendiri
Menggunakan pencahar berlebihan
Puasa berkala
17
Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan,
sediaan tiroid atau diuretika. Jika terjadi pada penderita
diabetes, mereka akan mengabaikan pengobatan insulinnya.
3. Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luar biasa
akan kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang
ketat dari ambang berat badannya, sangat dibawah berat
badan sebelum sakit dianggap berat badan yang sehat atau
optimal. Seringkali, tetapi tidak selalu, ada riwayat episode
anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara ke dua
gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap,
atau dalam bentuk ringan yang tersembunyi dengan kehilangan
berat badan yang sedang dan atau suatu fase sementara dari
amenore.
b) Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun
penderita bulimia sering mengalami gejala-gejala depresi.
2.2.6 Pemeriksaan Patologi dan LaboratoriumBulimia nervosa dapat menyebabkan kelainan elektrolit dan berbagai
derajat kelaparan, walaupun mungkin tidak sejelas pada pasien anoreksia
nervosa dengan berat badan rendah. Jadi meskipun berhadapan dengan
pasien bulimia nervosa dengan berat badan normal, klinisi harus
melakukan pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan metabolisme.
Dehidrasi dan gangguan elektrolit kemungkinan terjadi pada pasien
bulimia nervosa yang secara teratur menggunakan pencahar. Pasien
dengan bulimia nervosa seringkali menunjukkan hipomagnesemia dan
hiperamilasemia. Walaupun bukan merupakan ciri diagnostik inti, banyak
pasien dengan bulimia nervosa memiliki gangguan menstruasi. Hipotensi
dan bradikardia terjadi pada beberapa pasien (Kaplan et al, 1997).
18
2.2.7 Diagnosa BandingDiagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan
berlebihan dan memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode
anoreksia nervosa. Pada kasus seperti ini, diagnosisnya adalah anoreksia
nervosa, tipe makan berlebihan/mengeluarkan kembali (binge eating/
purging type).
Seorang klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki
penyakit neurologis seperti kejang epileptik-ekuivalen, tumor sistem saraf
pusat (SSP), Sindrom Kluver-Bucy atau sindrom Kleine-Levin (Kaplan et
al, 1997).
2.2.8 Terapi Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk
psikoterapi individual dengan pendekatan kognitif-perilaku, perilaku
kelompok, terapi keluarga, dan farmakoterapi. Karena komorbiditas
gangguan mood, gangguan kecemasan, dan gangguan kepribadian pada
bulimia nervosa, klinisi harus memasukkan gangguan tambahan tersebut
dalam rencana pengobatan.
Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak
membutuhkan rawat inap dirumah sakit. Umumnya pasien bulimia
nervosa tidak terlalu merahasiakan gejalanya seperti pada pasien
anorexia nervosa. Sehingga terapi rawat jalan biasanya tidak sulit.
1) Psikoterapi Terapi perilaku kognitif suatu kontrak perilaku dan
desensitisasi terhadap pikiran dan perasaan yang dimiliki pasien
bulimia nervosa tepat sebelum makan berlebih. Tetapi, banyak
pasien bulimia nervosa memiliki psikopatologi yang melebihi
perilaku makan berlebih. Sehingga, pendekatan psikoterapik
tambahan seperti terapi psikodinamik, interpersonal, dan keluarga
dapat sangat bermanfaat.
Psikoterapi Dinamik mengkonkretkan mekanisme pertahanan
introjektif dan proyektif. Dengan cara yang mirip dengan membelah,
pasien diharapkan akan mampu membagi makanan dalam dua
19
kategori. Makanan yang bergizi dan makanan yang tidak sehat.
Makanan yang dianggap bergizi mungkin diingesti karena makanan
tersebut secara tidak sadar menyimbolkan introjeksi yang baik.
Tetapi makanan yang buruk secara tidak sadar dihubungkan
dengan introjeksi yang buruk sehingga dikeluarkan melalui muntah,
dengan khayalan bawah sadar bahwa semua destruktivitas,
kebencian, dan kejahatan telah dibuang. Pasien mungkin
sementara merasa sehat setelah muntah karena pembuangan
yang dikhayalkannya, tetapi perasaan segalanya baik adalah
singkat, karena didasarkan pada kombinasi yang tidak stabil dari
pembelahan dan proyeksi.
2) Farmakoterapi Medikasi antidepresan dapat menurunkan perilaku makan berlebihan
dan mengeluarkan kembali, terlepas dari adanya gangguan mood. Jadi,
untuk gangguan makan berlebih yang tidak responsif terhadap psikoterapi
saja, antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine (Tofranil),
Despiramine (Norpramin), Trazodone (Desyrel), dan Monoamine Oxidase
Inhibitor (MAOI) telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga merupakan
terapi yang efektif. Pada umumnya, sebagian besar antidepresan efektif
pada dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif.
Meskipun demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi makan
berlebihan ini dapat lebih tinggi 60 hingga 80 mg/hari daripada dosis yang
diberikan untuk gangguan depresif.
Carbamazepine (Tegretol) dan Lithium (Eskalith) belum menunjukkan
hasil yang mengesankan sebagai pengobatan untuk bulimia nervosa,
tetapi obat tersebut telah digunakan dalam pengobatan pasien bulimia
nervosa dengan gangguan mood komorbid, seperti gangguan bipolar I
(Kaplan et al, 1997).
2.2.9 Prognosis Sedikit yang diketahui tentang perjalanan jangka panjang bulimia
nervosa, dan hasil jangka pendek adalah bervariasi. Secara keseluruhan,
20
bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia
nervosa yang mampu menjalani terapi dilaporkan mengalami 50%
perbaikan perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali. Diantara
pasien rawat jalan, perbaikan tampaknya berlangsung lebih dari 5 tahun.
Prognosis bergantung pada keparahan sisa mengeluarkan makanan
kembali, yaitu apakah pasien mengalami ketidakseimbangan elektrolit,
dan sampai derajat berapa seringnya muntah menyebabkan esofagitis,
amilasemia, pembesaran kelenjar saliva, dan karies gigi.
Pada beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi
spontan terjadi dalam 1-2 tahun (Kaplan et al, 1997).
2.3 Gangguan Makan Berlebih ( Binge Eating Disorder )2.3.1 Definisi
Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) yaitu suatu episode
makan berlebih dimana seseorang akan mengkonsumsi makanan dalam
jumlah yang sangat besar dalam waktu yang singkat dan merasa diluar
kendali/tidak terkontrol selama makan.
Tidak seperti pasien dengan bulimia nervosa, mereka tidak mencoba
untuk mengeluarkan makanan dengan menginduksi muntah atau
menggunakan cara-cara yang tidak aman lainnya, seperti berpuasa
secara berlebihan dan penyalahgunaan laksatif.
Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) bersifat kronis dan
dapat menyebabkan komplikasi yang serius, seperti obesitas, diabetes,
hipertensi dan penyakit kardiovaskular (American Psychiatric Association
(APA), 2015).
2.3.2 EtiologiObesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas
merupakan faktor risiko spesifik untuk terjadinya Binge Eating Disorder,
dan berkaitan dengan kelainan genetik yang sangat jarang, yaitu mutasi
pada gen untuk reseptor melanokortin 4 (Abraham dan Stafford, 2004).
21
2.3.3 Gambaran klinis
Terjadi komplikasi fisik Binge Eating Disorder termasuk peningkatan
berat badan, dan ruptur lambung (jarang) (Abraham dan Stafford, 2004).
Individu dengan Binge Eating Disorder juga mengalami rasa bersalah,
malu dan tertekan akan perilaku makannya, yang dapat mengakibatkan
keadaan perilaku makannya lebih buruk (NCCMH, 2007).
2.3.4 Diagnosis Kriteria diagnostik menurut DSM-IV yaitu:
A. Episode makan berlebihan yang berulang, yang ditandai oleh 2 hal
berikut ini :
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2
jam), jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang
dapat dimakan oleh sebagian besar orang selama periode waktu
yang sama dan dalam situasi yang sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan
apa dan berapa banyak yang dimakan)
B. Disertai oleh 3 atau lebih hal berikut :
1. Makan jauh lebih cepat daripada biasa/normal
2. Makan sampai merasa kekenyangan hingga mengganggu
3. Makan sejumlah besar makanan saat tidak merasa lapar secara
fisik
4. Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan
yang dikonsumsinya
5. Perasaan benci terhadap diri sendiri, depresi, dan merasa
bersalah setelah makan
C. Terdapat kekhawatiran yang jelas tentang perilaku makan berlebih
D. Perilaku makan tersebut terjadi minimal 2 hari/minggu selama 6 bulan
E. Perilaku makan berlebih tidak disertai dengan penggunaan perilaku
kompensasi yang tidak layak ( laksatif, puasa, olahraga berat ) dan
22
tidak terjadi selama perjalanan anoreksia nervosa atau bulimia
nervosa (Kaplan et al, 1997).
2.3.5 Terapi Tujuan terapi pada pasien dengan Binge Eating Disorder yaitu untuk
megurangi perilaku makan berlebihan tersebut, memperbaiki gejala
gangguan mood dan rasa cemas yang berkaitan dengan gangguan
makan, dan mengurangi berat badan pada individu yang juga mengalami
obesitas. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral therapy dan
farmakologis bukan saja efektif mengobati Bulimia Nervosa tetapi berguna
untuk mengurangi frekuensi makan pada pasien dengan Binge Eating
Disorder dan memperbaiki gangguan mood (Kay dan Tasman, 2006).
2.3.6 Prognosis Binge Eating Disorder mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun
tanpa pengobatan. Juga tidak ada kecenderungan untuk Binge Eating
Disorder beralih ke tipe gangguan makan yang lain (Abraham dan
Stafford, 2004). Serta bisa menyebabkan distress yang signifikan
(American Psychiatric Association (APA), 2015).
23
KESIMPULAN
1. Anoreksia nervosa (AN) adalah penolakan yang menetap untuk
mempertahankan berat badan minimal atau diatasnya (penurunan berat
badan menyebabkan berat badan < 85% dari berat badan yang
diharapkan) atau kegagalan untuk mencapai berat yang diharapkan
selama masa pertumbuhan. Terjadi ketakutan yang berlebihan akan
terjadi gemuk, meskipun memiliki berat badan yang kurang. dan tidak
mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut (Kaplan et al,
1997).
2. Bulimia Nervosa didefinisikan sebagai makan banyak / berlebihan yang
terjadi secara berulang disertai dengan perasaan diluar kendali dan
setelah itu diikuti oleh rasa bersalah, dan depresi terhadap diri sendiri.
Pada gangguan ini akan terjadi perilaku kompensasi berulang seperti ;
muntah yang diinduksi sendiri, pemakaian laksatif, diuretik, puasa atau
latihan yang berat untuk mencegah penambahan berat badan. Namun,
tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien bulimia nervosa dapat
mempertahankan berat badan yang normal.
3. Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) yaitu suatu episode
makan berlebih dimana seseorang akan mengkonsumsi makanan
dalam jumlah yang sangat besar dalam waktu yang singkat dan merasa
diluar kendali/tidak terkontrol selama makan.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. 1997. Kaplan and Sadock’s
Synopsis of Psychiatry. 7th edition. Chapter 22 : 178-193.
2. Wonderlich, S.A., Lilenfield, L.R., Riso, L.P., Engel, S., Mitchell,
J.E., 2005. Personality and Anorexia Nervosa. International
Journal of Eating Disorders, 37: S68-S71
3. Kay, J., Tasman, A., 2006. Essentials of Psychiatry. Wiley
Interscience
4. Tsuboi, K., 2005. Eating Disorders in Adolescence and Their
Implications. Japan of Japan Medical Association 48(3): 123-
129.
5. Atmarita, 2005. Nutrition Problems in Indonesia. Jakarta.
Available from: www.gizi.net/download/nutrition problem in
Indonesia.pdf [Accessed 11 March 2010].
6. Academy for Eating Disorder, 2006. Prevalence of Eating
Disorders. Austria: Academy for Eating Disorder. Available
from : http://www.aedweb.org/eating disorders/prevalence.cfm
7. American Psychiatric Association (APA), 2015. Let’s Talk Facts
About Eating Disorders. Available from:
http://www.psychiatry.org/patients-families/eating-disorders/what
-are-eating-disorders [Accessed 7 November 2015].
8. Chavez, M., Insel, T.R., 2007. Eating Disorders: National
Institute of Mental Health’s Perspective. American Psychology,
62(3): 159-166.
25