rasam usmani1

24
RASM USMANI A. Pendahuluan Alquran adalah salah satu kitab suci yang paling otentik. Keotentikan serta orisinilitas Alquran benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Karena ia merupakan kalam Allah baik dari segi lafadz maupun dari segi maknanya. Pemeliharaan keotentikannya selain dilakukan dengan hafalan, juga dilakukan dengan tulisan. Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat Alquran telah ditulis dan didokumentasikan oleh para penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah Saw. 1 Rasullullah Saw telah mengangkat para penulis wahyu Alquran dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bin Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abban bin Sa’id, Khalid bin al-Walid, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Tsabit bin Qais, Arqam bin Ubayy, Hanzhalah bin ar-Rabi’, dan lain-lainnya. Setiap ada ayat turun, beliau memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan didalam hati. 1 Hasanuddin AF, Anatomi Al-Quran Perbedaan dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995), h. 2. 1

Upload: tagor-mulia-siregar

Post on 02-Jul-2015

817 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rasam Usmani1

RASM USMANI

A. Pendahuluan

Alquran adalah salah satu kitab suci yang paling otentik. Keotentikan serta

orisinilitas Alquran benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Karena ia merupakan

kalam Allah baik dari segi lafadz maupun dari segi maknanya.

Pemeliharaan keotentikannya selain dilakukan dengan hafalan, juga dilakukan

dengan tulisan. Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat Alquran telah ditulis dan

didokumentasikan oleh para penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah Saw.1

Rasullullah Saw telah mengangkat para penulis wahyu Alquran dari sahabat-

sahabat terkemuka, seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bin Thalib, Mu’awiyah bin

Abi Sufyan, Abban bin Sa’id, Khalid bin al-Walid, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit,

Tsabit bin Qais, Arqam bin Ubayy, Hanzhalah bin ar-Rabi’, dan lain-lainnya.

Setiap ada ayat turun, beliau memerintahkan mereka menulisnya dan

menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu

membantu penghafalan didalam hati.

Disamping itu sebagian sahabat juga menuliskan Alquran yang turun itu atas

kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Rasulullah SAW. Mereka menuliskannya

pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana,

potongan tulang belulang binatang.

Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar memerintahkan agar catatan-catatan

tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang

tersusun serta dituliskan dengan sangat berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang

dengan itu Qur’an diturunkan. Dengan demikian Abu Bakar adalah orang pertama yang

mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan cara seperti ini, disamping

terdapat pula mushaf-mushaf pribadi pada sebagian sahabat, seperti mushaf Ali ra, Ubai

1Hasanuddin AF, Anatomi Al-Quran Perbedaan dan Pengaruhnya Terhadap  Istinbath Hukum  Dalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995), h. 2.

1

Page 2: Rasam Usmani1

dan Ibn Mas’ud ra. Tetapi mushaf-mushaf itu tidak ditulis dengan cara-cara diatas dan

tidak pula dikerjakan dengan penuh ketelitian dan kecermatan. Juga tidak dihimpun

secara tertib yang hanya memuat ayat-ayat yang bacaannya tidak dimansuk dan secara

ijma’ sebagaimana mushaf Abu Bakar.

Penyebaran Islam bertambah dan para penghafal Alquran pun tersebar di

berbagai wilayah. Dan penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari

qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Alquran yang mereka

bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan ‘huruf ‘ yang dengannya Al-Qur’an

diturunkan. Apabila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau di suatu medan

peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara

orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman ra. Beliau

banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an. Sebagian bacaan itu

bercampur dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang

pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan

mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap

Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga

memberitahukan kepada Huzaifah ra bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi

pada orang-orang yang mengajarkan qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan

tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat

memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan

menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin

lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam

pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.

Makalah ini akan mencoba membahas usaha yang dilakukan oleh Usman untuk

menyatukan umat islam pada satu bentuk bacaan yang tetap, yang dikenal dengan

istilah Rasm Usmani.

2

Page 3: Rasam Usmani1

B. Pengertian Rasm Usmani

Rasm berasal dari kata rasama, yarsamu, rasman, yang berarti menggambar atau   

melukis.2 Kata rasm ini juga biasa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut

aturan. Jadi rasm berarti tulisan atau penulisan yang mempunyai metode tertentu.

Adapun yang dimaksud rasm dalam makalah ini adalah pola penulisan Alquran yang

mengumpulkan dan membukukan dalam satu mushaf. Rasm Usmani adalah tulisan yang

dinisbatkan kepada sayyidina Usman ra. Istilah ini muncul setelah rampungnya

penyalinan Alquran yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Usman  pada tahun 25

H.

       Pada mulanya mushaf para sahabat berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Mereka mencatat wahyu Alquran tanpa pola penulisan standar, karena umumnya

dimaksudkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan

kepada generasi sesudahnya.

       Ali Al-Shobuni membagi kedalam dua masa tentang pengumpulan dan penulisan

Alquran yaitu masa Rasulullah Saw dan masa Khulafaurrasyidin.3

       Telah diketahui bahwa pengumpulan Alquran pada masa Rasulullah Saw, dilakukan

dengan dua cara, yaitu 1) pengumpulan dalam dada dengan cara menghafal, dan 2)

pengumpulan dalam wujud tulisan, yaitu menulis dan mengukirnya.4 Penulisan Al-

Qur’an pada masa Nabi adalah penyusunan surah dan ayat secara sistematis, namun

belum terkumpul dalam satu mushaf melainkan dalam keadaan terpisah pisah.

       Dalam proses penulisan di zaman Rasulullah Saw, yang menulis Alquran  yaitu Abu

bakar, Umar, Usman, Ali, Abban Bin Said, Khalid Bin Walid, dan Muawiyah Bin Abi

Sofyan, dan lain-lain.5 Setiap kali menerima wahyu Rasulullah SAW, memanggil para

juru tulis ( kaatibul wahyi ) untuk menulis wahyu yang baru diterimanya. Wahyu yang

ditulisnya, satu naskah disimpan Nabi Saw, dan lainnya untuk penulis.6

2 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir  (Yogyakarta: t.p 1954), h. 533.3 Muhammad Ali Al-Shobuni, At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Muhammad 

Qodirun Nur dengan Judul, Ikhtisar Ulumul Qur’an (Jakarta: Pustaka), h. 69.  4 Ibid, h. 695 Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 41.  6 Zainal Abidin, Seluk Beluk Al-Qur’an  (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 163.   

3

Page 4: Rasam Usmani1

Pada masa khalifah Abu Bakar, terjadi peristiwa-peristiwa besar berkenaan

dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan

mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah

yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Alquran.

Dalam peperangan ini tujuh puluh qari’ (penghafal Alquran) dari para sahabat gugur.

Umar bin Khatab ra merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu

Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Alquran

karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak

membunuh para qari’. Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan

di tempat-tempat lain akan membunuh banyak qari’ pula, sehingga Alquran akan hilang

dan musnah, awalnya Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa

yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya,

sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar ra. untuk menerima usulan tersebut,

kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat kedudukannya dalam

masalah qiraat, kemampuan dalam masalah penulisan, pemahaman dan kecerdasannya,

serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan

kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya

Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat

menerima dengan lapang dada perintah penulisan Alquran itu.

Zaid melalui tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada

dalam hati para qari’ dan catatan yang ada pada para penulis. Terus meneruslah Zaid

meneliti Alquran dengan mengumpulkan dan menulisanya dan Zaid sendiri orang yang

hafal Alquran, sehingga hafalannya itu sedikit mengurangi bebannya namun demikian

Zaid tidaklah mencukupkan dengan hafalannya dalam menetapkan ayat yang terdapat

perselisihan kecuali dengan saksi.7 Begitu pula dalam melaksanakan amanah menulis

Alquran tidak mengandalkan hanya hafalannya saja atau melalui pendengaranya saja

akan tetapi bertitik tolak dari pada penyelidikan yang mendalam dari dua sumber, yakni:

7 Ibrahim Al -Abyari, Sejarah Al-Qur’an (Semarang: Dina Utama, 1993), h. 69-70.

4

Page 5: Rasam Usmani1

1) sumber hafalan  yang tersimpan dalam dada hati para sahabat, dan 2) sumber tulisan

yang ditulis pada zaman Rasulullah Saw.8

Setelah selesai Alquran dikumpulkan dan ditulis kemudian diserahkan kepada

Abu Bakar, dan beliau menyimpan baik-baik hingga wafatnya. Sepeninggal Abu Bakar,

ia digantikan oleh Umar Bin Khattab yang kemudian disimpannya naskah itu. Dan

setelah wafatnya Umar Bin Khattab, naskah itu kemudian berada ditangan Hafsah binti

Umar.9

Penyebaran Islam bertambah dan para penghafal Alquran pun tersebar di

berbagai wilayah. Dan penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari

qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Alquran yang mereka

bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan ‘huruf ‘ yang dengannya Al-Qur’an

diturunkan. Apabila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau di suatu medan

peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini.

Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-

perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah.

Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan

kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan

bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan

menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan

permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara

orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Beliau banyak

melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Alquran. Sebagian bacaan itu bercampur

dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada

bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka

saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman

dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan 8 M.Quraish Shihab, Membumikan  Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), h. 25. 9 Munawir Khalil, Al-Quran dari Masa Kemasa (Semarang: Ramadhani, 1952),  h. 24.

5

Page 6: Rasam Usmani1

kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang

mengajarkan qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara

mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan

ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan

perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang

ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan

bacaan tetap pada satu huruf.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah untuk meminjamkan

mushaf Abu Bakar yang ada padanya dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran

itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Az-Zubair,

Said bin ‘As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ini adalah

orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf,

serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang

Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Alquran turun dengan logat mereka.

Setelah panitia penulisan mushaf Alquran yang ditunjuk dan diawasi langsung

oleh Khalifah Utsman bin ‘Affan selesai menunaikan tugasnya, beliau kemudian

melakukan beberapa langkah penting sebelum kemudian mendistribusikan mushaf-

mushaf itu ke beberapa wilayah Islam. Langkah-langkah penting itu adalah10 :

1. Membacakan naskah final tersebut di hadapan para sahabat. Ini dimaksudkan

sebagai langkah verifikasi, terutama dengan suhuf yang dipegang oleh Hafshah

binti Umar.

2. Membakar seluruh manuskrip Alquran lain. Sebab dengan selesainya mushaf

resmi tersebut, keberadaan pecahan-pecahan tulisan Alquran dianggap tidak

diperlukan lagi. Dan itu sama sekali tidak mengundang keberatan para sahabat.

Ali bin Abi Thalib r.a. menggambarkan peristiwa itu dengan mengatakan :

“Demi Allah, dia (‘Utsman) tidak melakukan apa yang ia lakukan terhadap

mushaf-mushaf itu kecuali (ia melakukannya) di hadapan kami semua.”

10 M.M. al-A’zhamy, The History of The Qur’anic Text from Revelation to Compilation, ( Jakarta, Gema Insani Press, 2005) h. 105 – 106.

6

Page 7: Rasam Usmani1

 

Setelah melakukan dua langkah tersebut, Usman kemudian mulai melakukan

pengiriman mushaf Alquran ke beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri

berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang ditulis dan disebarkan pada

waktu itu. Ada yang berpendapat sebanyak 4 eksemplar dan ada juga yang berpendapat

7 eksemplar.

Semua naskah itu ditulis di atas kertas, kecuali naskah yang dikhususkan Usman

untuk dirinya –yang kemudian dikenal juga dengan al-Mushaf al-Imam-. Sebagian

ulama mengatakan ditulis di atas lembaran kulit rusa. Mushaf-mushaf tersebut oleh para

ahli al-Rasm kemudian diberi nama sesuai dengan kawasannya. Naskah yang

diperuntukkan untuk Madinah dan Mekkah kemudian dikenal dengan sebutan Mushaf

Hijazy, yang diperuntukkan untuk Kufah dan Bashrah disebut sebagai Mushaf ‘Iraqy,

dan yang dikirim ke Syam dikenal dengan sebutan Mushaf Syamy. 

Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga tidak

lupa dilakukan oleh Usman. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari kalangan sahabat

Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut. Tujuannya tentu saja untuk

menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-mushaf tersebut sebagaimana

diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-

naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf konsonan, tanpa

dibubuhi baris maupun titik. Tanpa adanya para qari’ penuntun itu, kesalahan baca

sangat mungkin terjadi. Ini sekaligus menegaskan bahwa pewarisan pembacaan al-

Qur’an –yang juga berarti pewarisan al-Qur’an itu sendiri- sepenuhnya didasarkan pada

proses talaqqi, bukan pada realitas rasm yang tertuang pada lembaran-lembaran mushaf 

belaka.

       Dalam kerja penyalinan Alquran, tim yang diangkat oleh Usman mengikuti

ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh khalifah Usman. Ketentuan itu adalah bahwa

mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat mansukh

dan tidak diyakini dibaca kembali di masa hidup Nabi Saw, tulisannya secara maksimal

7

Page 8: Rasam Usmani1

mampu mengakomodasikan qira’at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua

tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat Alquran. Para penulis  dan para sahabat setuju

dengan tulisan yang mereka gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisan ini

sebagai Rasm  Al-Mushaf. Karena cara penulisan disetujui Usman sehingga sering pula

dinisbatkan kepada Usman, sehingga mereka sebut Rasm Usman atau Rasm Usmani.

C. Kaidah-Kaidah Rasm Usmani               

Rasm Usmani ditulis menurut kaidah-kaidah tulisan tertentu yang berbeda

dengan kaidah tulisan imlak (Rasm Imla’i). Para ulama merumuskan kaidah-kaidah

tersebut menjadi enam istilah.11

1. Penghapusan (Al-Hadzf), seperti penghapusan huruf-huruf sebagai berikut:

1. Huruf alif yang terdapat pada (ya’ seruan) sebagaimana yang tercantum

dalam bunyi ayat ( الناس �يها huruf alif yang terdapat pada ha at-tanbih ,(ياا

(peringatan) sebagaimana tercantum dalam bunyi ayat ( الء هو huruf ,( هانثم

alif yang terdapat (نا) apabila diikuti oleh suatu dhamir (kata ganti), seperti (

(انجينكم dan (واثينه), huruf alif terdapat setiap bentuk jama‘ shahih, baik

untuk jama’ mudzakakar atau jama’ muannats, seperti (الفنثاث), ,(

(المسلماث  dan lain-lain, serta huruf alif yang terdapat pada setiap bentuk

jamak yang menyerupai wazan mafa_i’lu dan yang serupa dengannya, seperti

.selain lafaz-lafaz yang memiliki kekecualian (النصري), (مسجد)

b.      Huruf “yaa” yang terdapat pada setiap lafazh “Al-manqush yang bertanwin,

baik dalam keadaan rafa’ (berharakat dhammah) maupun jarr (ber-harakat

11 Muhammad Ibnu Abdillah Al-Zarqazi, Al-Burhan Fi Ulum Al-Quran (Jilid, I; Cairo: Maktabah Isa Al-Babi Al-Halabi Wa Syirkah, 1972), h. 376-403.

8

Page 9: Rasam Usmani1

kashrah), seperti ungkapan ( والعاد (غيرباغ dan ungkapan ( قوم dan   (ولكل

huruf “yaa” dalam ungkapan seruan, seperti ungkapan: ( *قون فاث kecuali (يعباد

dalam ungkapan ( اسرفوا الذين ياعبادي .(قل

2. Penambahan (az-ziyadah), sebagaimana penambahan huruf-huruf berikut ini:

a. Penambahan huruf alif diakhir isim yang dijamakan atau dalam hukum yang

serupa dengannya, seperti ungkapan (اولواااللباب), ( بنوااسرائيل )   

b. Penambahan huruf “yaa’, sebagaimana yang terdapat didalam ungkapan:

( ), ( ), ( المرسلين ) ,( نباي ءيهم مال الليل اناءي ومن القربي ذي di dalam ,وايثاءي

surah Al-Nahl), ( المفثون يبكم ) dan ungkapan ,(با بنيناهاباييد .(والسماء

3. Aturan hamzah yang terdiri atas beberapa macam, yaitu sebagimana berikut ini:

a. Al-Hamzah al-Sakinah yang aslinya ditulis di atas huruf yang sesuai dengan

harakat sebelumnya, baik di awal, tengah, maupun akhir, seperti هيء , 

( ),( اقرأ( جئنك    kecuali dalam kata-kata tertentu, seperti dan (فادارءثم) (

(ورءيا   maka kedua kata tersebut hurufnya dihilangkan dan hamzah ditulis

menyendiri.

b. Al-Hamzah al-Mutaharrikah apabila berada di awal kata atau digabungkan

dengan huruf tambahan, hamzah tersebut ditulis  dengan alif secara pasti

(mutlak), baik dalam keadaan fatah, dammah maupun kasrah, seperti kata (

(سأصرف),(أيوب),(إذا).(أولوا

4. Aturan Al-Badhal (penggantian) yang terdiri atas beberapa macam aturan, yaitu:

9

Page 10: Rasam Usmani1

a. Gambar alif ditulis dengan al-wawu untuk menyatakan keagungan (al-

tafkhim), ketakutan (at-tahwil), dan kekejian (tafdhi), seperti kata ),(الربوا)

(الحيواث),(الصلواث),(الزكواث

b. Ha’ at-Ta’nis ditulis dengan huruf ta (ث) yang berbeda dengan huruf   aslinya

dibeberapa tempat di dalam al-Qur’an, seperti kata -dalam surah al (رحمة)

Baqarah. Al-imran, al-Maidah, dan lain-lain.12

5. Aturan pemisahan (al-fashl) dan penyambungan (al-washl). Di dalam ditulisan

terkadang, sebagian lafaz ditulis secara bersambung dan terkadang ditulis secara

terpisah, dan sebagian lagi tertulis dalam satu keadaan tertentu:

a. Penyambungan kata dengan harakat fatah dalam hamzah dan syiddah (أال)

dalam lam dan pemisahannya yang terjadi pada sepuluh tempat, diantaranya

adalah kata-kata ( الثقولوا ) dalam surah al-A’raf, kata (أن الثعبدوا dalam (أن

surah Hud dan surah Yasin, kata ( الله الثعلواعلي dalam (وان surah al-

Dukhan.

b. Penyambungan kata ) kecuali di dalam ungkapan ,(مما) أيمانكم ماملكث (من

dalam surah al-Nisa dan al-Rum, ungkapan ( مارزقناكم -dalam surah al (من

Munafiqun, penyambungan kata (ممن) secara mutlak.

c. Penyambungan kata (عما), kecuali di dalam .( مانهواعنه (عن

12 Muhammad Bin muhammad Abu Syuhbah, Al-Madkhal Li Dirasah Al-Qur’an Al-Karim, diterjemahkan oleh Taufiqurrahman dengan judul,  Studi Ulumul Qur’an: Telaah Atas Mushaf Ustmani (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 123-124.

10

Page 11: Rasam Usmani1

d. Penyambungan kata ,(عمن) kecuali di dalam firman-Nya ( من عن ويصرفه

dalam surah Al-Nur, dan firman-Nya (يشاء ( ثولي من -dalam surah al (عن

Najm.

e. Penyambungan kata kecuali dalam firman-Nya ,(كلما) ( الفثنة ماردواالي (كل

dan firman-Nya ( ماسألثموه كل .(من

f. Penyambungan kata (أمن), kecuali dalam firman-Nya ( وكيال عليهم يكون (أمن

dalam surah al-Nisa, firman-Nya ( أسس من (أن  dalam surah al-Taubah,

firman-Nya ( خلقنا من penyambungan kata ,(أن dengan harakat kasrah (اما)

pada huruf hamzah dan syiddah, kecuali dalam ungkapan dalam (ومانرينك)

surah al-Ra’du.

g. Penyambungan kata dengan harakat (أنما) fatah pada huruf hamzah secara

mutlak.

h. Dan lafaz-lafaz lainnya yang sewaktu-waktu ditulis secara bersambung dan

sewaktu-sewaktu terpisah, seperti kata (أنما), kata ( لم dengan harakat dan (أن

kasrah, kata ( لن ) kata ,(أن ما ال ) kata ,(أين ) dan kata ,(لكي ما .(في

6. Lafadz-lafadz yang memiliki dua bacaan dan dituliskan pada salah satunya, tetapi

yang kita maksudkan bukan bacaan yang janggal (syaddzah), seperti ungkapan (

الناس الله ),(يخدعون),(وعدنا),(ثفدون),(ولوالدفع الدين يوم وماهم),(سكري),(ملك

),(بسكري قرية علي ),(النساء),(أولسثم),(وحرم أيمانكم ,((ثظهرون ,(فرهن),(عقدث

dan ungkapan lainnya, semuanya ditulis di dalam mushaf  Usmani tanpa alif,

tetapi dibaca dengan alif atau dengan menghilangkan alif, ungkapan غيبث)

,dalam surah yusuf: 15 (الجب ( أكمامها من (شمرة  dalam surah fushilat, وهم)

11

Page 12: Rasam Usmani1

امنو الغرفث semua ungkapan tersebut telah ditulis dengan ta’maftutah dan ,(في

tanpa alif, dan dibaca dengan bentuk jama’ dan mufrad; ungkapan (فكهون) yang

ditulis tanpa alif, tetapi dibaca dengan alif atau tanpa alif; ungkapan (الصراط)

bagaimana pun terjadinya, (بصطة) dalam surah al-A’raf: 1; ungkapan (مصيطر),

yang ditulis dengan huruf shad, tanpa kecuali, tetapi dibaca dengan (المصيطر)

huruf  shad atau sin.13

C. Kesimpulan

Pengumpulan mushaf oleh Abu Bakar berbeda dengan pengumpulan yang

dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran

beliau akan hilangnya Alquran karena banyaknya para penghafal Alquran yang gugur

dalam peperangan yang banyak menelan korban. Sedang motif Usman adalah karena

banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Alquran yang disaksikannnya sendiri di

daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.

Yang masyhur di kalangan orang banyak ialah bahwa pengumpul Alquran itu

Usman, padahal sebenarnya tidak demikian, Usman hanyalah berusaha menyatukan

umat pada satu macam (wajah) qiraat, itupun atas dasar kesepakatan antara dia dengan

kaum muhajirin dan anshar yang hadir dihadapannya. Serta setelah ada kekhawatiran

timbulnya kemelut karena perbedaan yang terjadi karena penduduk Iraq dengan Syam

dalam cara qiraat. Sebelum itu mushaf-mushaf itu dibaca dengan berbagai macam qiraat

yang didasarkan pada tujuh huruf dengan mana Alquran diturunkan. Sedang yang lebih

dahulu mengumpulkan Alquran secara keseluruhan (lengkap) adalah Abu Bakar as-

Sidiq. Dengan usahanya itu Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan

mengikis sumber perselisihan serta menjaga isi Alquran dari penambahan dan

penyimpangan sepanjang zaman.

13Ibid. h. 128-129.

12

Page 13: Rasam Usmani1

Proses perkembangan penulisan Alquran dari zaman Rasullullah Saw, sampai

Khalifah Usman Bin Affan keotentikan Alquran masih tetap terpelihara dan terjaga

sebab, salah satu sekertaris penulis Alquran di zaman Rasullah, Zaid Bin Tsabit tidak

pernah lepas dari perannya sebagai penulis baik di zaman Abu Bakar maupun di zaman

Usman bin Affan. Ini membuktikan bahwa Allah selalu dan senatiasa memelihara

Alquran.

Rasm Usmani mempunyai beberapa  kaida-kaidah antara lain :

   a. Kaidah buang (Al_Hadzf)

   b. Kaidah panambahan (Al-Ziyadah)

   c. Kaidah hamzah (Al-Hamzah)

   d. Kaidah penggantian (Al-Badal)

   e. Kaidah sambung dan pisah (Washl Wa A-Fashl).

13

Page 14: Rasam Usmani1

DAFTAR PUSTAKA

Af, Hasanuddin, Anatomi Al-Qur’an Perbedaa Qiraat dan Pengaruhnya terhadap Istinmbath Hukum dalam Al-Qura’n. Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

M.Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir. Yogyakarta: t.tp 1954.

Al-shobuni, Muhammad Ali, At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, diterjemaahkan oleh Muhammad  Qodirun Nur, Ihktisar Ulmul Qur’an. Jakarta: Pustaka, T.Th.

Anwar, Rosihan, Ilmu Tafsir. Cet. III; Bandung: Pusta Setia, 2005.

Abidin, Zainal, Seluk Beluk Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Shihab, M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1994.

Al-Abyani, Ibrahim, Sejarah Al-Qur’an. Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1993.

Abdul Wahid, Ramli, Ulum Al-Qur’an, Edisi revisi. Cet. IV; Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2002

14

Page 15: Rasam Usmani1

15