radio kayu made in kandangan

Upload: setyo-utomo

Post on 22-Jul-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RADIO KAYU MADE IN KANDANGAN

KRISIS moneter yang menggoncang perekonomian dunia tidak membuat kecut hati alumnus design Institut Teknologi Bandung (ITB), Singgih Kartono (40). Ia tetap tekun dengan usaha pembuatan radio menggunakan bahan baku kayu. Berkat kreatititas produk dan strategi pemasaran yang jitu, produk karya Singgih berhasil melanglang buana mulai dari Jepang, daratan Eropa hingga Amerika sana. Berkat karya radio ini, Singgih berhasil meraih penghargaan International Design Resource Association (IDRA) di Seattle Amerika Serikat pada 1997 lalu. Kerajinan ini jawara untuk kriteria produk dengan bahan yang bisa didaur ulang, memberi potensi besar terhadap proses daur ulang, dan memberi nilai lebih terhadap produk. Radio retro ini bisa disetel untuk AM atau FM, juga untuk MP3 dan dua band gelombang pendek. Singgih mulai merintis usahanya itu sejak tahun 1995 lalu. Si penggagas radio kayu asal Desa Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah ini ingin mengubah pandangan orang bahwa kerajinan tangan tidak selalu identik dengan seni atau tradisional, tapi juga memasukkan industri elektronik. Selain meraih penghargaan dari IDRA, radio kayu made in Singgih tahun ini juga berhasil meraih penghargaan dari Design For Asia Award 2008. Dunia kayu memang sudah melekat pada diri pria satu ini, sebelum ia menekuni bangku kuliahnya di ITB. Saya tidak tahu persis, apa faktor kedekatan saya pada alam dan tumbuhan karena lingkungan alam di sekitar tempat saya tinggal di Temanggung banyak

ditumbuhi pohon sengon dan sonokeling. Kayu merupakan material yang luar biasa hidup, berkesinambungan dan terbatas, ujar Singgih saat ditemui Bangka Pos Group, pertengahan Oktober lalu. Perjuangannya dimulai sejak ia akan berangkat kuliah ke ITB. Sang ayah tak sanggup membiayainya secara penuh. Singgih sempat nekad bertanya pada ayahnya, berapa biaya yang bisa diberikan oleh sang ayah. Sisanya saya yang akan menanggungnya, ujar Singgih. Selesai menekuni masa belajarnya di Bandung, Singgih Kartono justru kembali ke tanah kelahirannya di Temanggung. Materi kayu tetap jadi pilihan Singgih untuk mencari mata pencaharian. Tidak heran bila alumnus ITB ini sering modar mandir di sekitar tempat tinggalnya mengendarai Vespa milik ayahnya, hanya untuk mencari dan mengumpulkan potongan-potongan kayu sebagai bahan materi pembuatan produknya. Singgih lalu merintis usaha di rumahnya yang diubah menjadi workshop. Sementara untuk pelaksanaan bisnis, Singgih terpaksa mengkontrak ruang tamu tetangganya sebagai tempat transaksi bisnisnya. Awal mula Singgih merintis usahanya pada usaha produk-produk peralatan kantor, seperti stepler kayu, tempat selotipe, kotak peralatan. Baru tahun 2005 keinginan membuat kotak radio dilakukannya. Jualan Lewat Internet Semua produk kayu hasil produksi Singgih ditawarkannya melalui jalur internet, mengingat bila dilakukan secara langsung, banyak kendala yang harus dihadapi. Dengan internet, buyer (pembeli) dapat langsung mengkontak dan sekaligus datang untuk membeli produknya. Diakui Singgih, setiap pembeli produk radio kayunya harus tetap menggunakan namanya serta merek usahanya, Magno. Saya tidak mengizinkan pembeli radio kayu produk saya mengganti dengan nama lain, kata Singgih. Radio kayu Singgih dijual dari kisaran 80, 58 dan 47,5 dolar AS untuk ukuran radio kayu kecil. Bahkan di Amerika, harga radio yang dibandrol dengan harga 47,5 dolar ini mampu menembus angka 250 unit per bulan. Perusahaan milik Singgih bernama Magno, memulai merintis usaha pertamanya membuat tempat kaca pembesar dan tempat kompas dari kayu. Kini Magno telah memiliki 33 tenaga pekerja dari Desa Kandangan. Kapasitas produksinya 250 hingga 300 unit radio per bulan. Dari jumlah itu, sekitar 80 persen produknya diekspor ke Amerika Serikat, sisanya masingmasing 15 persen ke kawasan Eropa dan Jepang.

Selain melakukan kegiatan bisnisnya dari bahan kayu, tak lupa setiap 2 persen persen dari hasil penjualan produk-produk radio maupun peralatan kantor disisihkan Singgih untuk pembibitan kayu sengon maupun sonokeling. Singgih tahu betul akan ekosistem alam, setiap dia menggunakan pohon untuk memproduksi, maka ia segera menanam kembali penggantinya. Mau tahu berapa besar omzetnya? Dari 300 radio kayu yang dijual hingga 250 dolar AS, Singgih mampu memperoleh Rp 750 juta per bulan. Kini keuntungannya terus berlipat seiring terus berkembangnya usaha ini. Bahkan Singgih mengaku jumlah permintaan produk buatannya berkisar 500 hingga 600 unit per bulan. Singgih pantas diacungi jempol. Selain mampu menghidupi kebutuhan keluarga, usahanya turut membantu kehidupan tetangga yang ikut bekerja memproduksi radio kayunya. Singgih hingga saat ini tidak pernah meraih penghargaan dari negerinya sendiri, justru dari dunia internasional memberikan apresiasi terhadap buah tangan orang asli Indonesia ini. (Persda Network/Budi Prasetyo)

Magno, Radio Kayu asal Temanggung

Views :1769 Times

Selasa, 05 Oktober 2010 09:07 Setiap pagi di pinggir Jalan Desa di Dusun Krajan 1, Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, suara pemotong dan penghalus kayu menderu-deru membelah keheningan. Di sebuah bangunan berlantai dua seluas 300 meter persegi tiga puluh pekerja sibuk dengan alat masing-masing.

Di bengkel kerja itulah, kayu pinus, mahoni, sengon, dan sonokeling disulap selama enam belas jam menjadi radio. Sebatang sengon yang biasa dijadikan kayu dihargai Rp 10 ribu, bernilai ratusan dollar Amerika setelah diolah dibengkel kerja milik Singgih Susilo Kartono itu. Sebuah radio kayu dijual dengan harga US$ 250-300 atau Rp 2,3-2,8 juta di Amerika dan Eropa. Singgih memilih mengeluti usaha kayu karena merasa sudah menjadi bagian dari hidupnya. Dia dibesarkan di desa yang dirimbuni pokok-pokok yang menjulang. Dari kayu juga,

sebagian warga Kandangan menggantungkan hidup mereka menjual gelondongan kayu yang sudah dipotong-potong. Itulah yang membuat lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu prihatin. Menjodohkan kayu dengan radio juga bukan tanpa alasan. Bagi ayah dua anak ini radio merupakan alat yang bisa menjadi teman manusia. Perjodohan inilah yang syarat nilai dan makna inilah yang melambungkan Singgih dan radionya ke panggung dunia. Desain yang menjadi tugas akhir kuliahnya ini memenangi Internasioal Design Resauce Award 1997 di Seattle, Amerika Serikat. Ketika itu radio yang ia buat masih prototype. Komponen radio berasal dari radio yang sudah jadi. Selama tujuh tahun ia bekerja di sebuah perusahaan furnitur. Pada tahun 2004 setelah perusahaannya gulung tikar, Singgih pulang kampung dan memulai usaha sendiri. Singgih menyulap ruang tamu rumah orang tuanya menjadi bengkel kerja, bersama istri dan empat karyawannya ia membuat alat-alat kantor, seperti tempat pulpen, stapler, dan tempat selotip dari kayu, juga kaca pembesar gagangnya dari kayu. Ia pun membuat radio kayu. Magno, demikian ia menyebut radio itu berasal dari kata magnifying (kaca pembesar) produk pertama yang ia buat. (*/Tempo) retweet

Bisnis: Radio Kayu Asal Temanggung Tembus Dunia Arip Budiman Published 08/26/2009 - 6:51 a.m. GMT

Rate This Article:

4

Radio kayu Magno ABOUT THE AUTHOR Arip Budiman Email: Click To Contact Author

Jakarta, KabariNews - Berbekal kreatifitas serta ilmu pendidikan yang didapatnya dari bangku kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Desain Produk, radio kayu buatan Singgih Susilo Kartono (40) telah menembus pangsa pasar di luar negeri. Mulai dari Jepang, daratan Eropa, hingga Amerika, radio kayu buatan pria asal Temanggung, Jawa Tengah, ini dipasarkan. Selain menembus pasaran luar negeri, radio kayu yang diberi merek Magno ini juga mendapatkan berbagai penghargaan internasional. Penghargaan yang telah diterima Singgih atas hasil karyanya tersebut diantaranya adalah penghargaan Brit Insurance Design of the Year 2009 di London, penghargaan dari The Design Museum untuk kategori Architecture, Fashion, Furniture, Graphics, Interactive, dan Transport. Selain itu, radio kayu Magno karya Singgih ini juga telah mengantongi penghargaan sebagai desain terbaik dalam kontes Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design, serta segudang penghargaan lainnya telah diraih Singgih dengan radio kayunya tersebut. Bila dilihat sepintas, radio kayu Magno buatan Singgih mungkin terlihat kuno dan tidak modern. Namun sisi ini lah yang menjadi daya tariknya. Kerajinan tangan yang biasanya selalu berkutat dengan seni tradisional kini sudah tidak lagi, ditangan Singgih, kerajinan tangan kini telah masuk dalam skala industri elektronik. Ide Singgih yang dimulai pada tahun 1995 ini juga sekaligus telah membuka lapangan pekerjaan bagi warga di sekitar bengkel kerjanya. Di Amerika Serikat saja, dalam sebulannya minimal 250 unit radio buatan Singgih ini terjual. Serta sedikitnya 50 unit radio per bulannya terjual di Jepang dan puluhan lainnya di Eropa. Menurut Singgih, harga radio buatannya tersebut mencapai US$ 47,5 hingga US$ 80 untuk penjualan di Amerika, 17.500 yen harga jual di Jepang, serta 160-240 euro untuk harga pasaran di Eropa. Selain penjualan secara langsung, Singgih juga menuturkan, bahwa pada situs-situs penjualan online, harga radio buatannya tersebut dapat dibandrol dengan harga minimal US$ 200 per unitnya. Dibengkel kerjanya yang diberi nama studio Piranti Works, di Desa Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah, Singgih kini memperkerjakan 50 orang karyawan dengan jumlah produksi 300 unit per bulan.

Omset yang dihasilkan pun tidak main-main, minimal Rp 750 juta setiap bulannya dapat dikantongi Singgih. Radio kayu Magno ini dapat digunakan dengan sinyal FM dan AM, serta menggunakan tiga tombol analog dan menggunakan baterai A3 untuk sumber dayanya. Bahkan di Jepang saja, radio ini dapat menerima saluran TV Analog dari chanel 1 sampai 3. Keberhasilan Singgih ini pun tidak putus sampai di sini, saat ini radio kayu Magno buatannya tengah ikut berkompetisi untuk memenangkan penghargaan Index Award. Index Award merupakan salah satu penghargaan bergengsi yang diberikan dari sebuah organisasi di Denmark dibawah naungan HRH The Crown Prince. Index Award pada awalnya di buat oleh seorang desainer bernama Johan Adam Lindeballe dan Danish. Tujuannya untuk merek Denmark yang menggunakan desain tradisional untuk menarik wisatawan dan investasi ke Denmark, serta meluncurkan kegiatan budaya utama di Kopenhagen. Belakangan awrd ini menjadi ajang pemilihan desain prestisius tingkat dunia. Pemilihan pemenang pada Index Award ini akan berlangsung mulai dari 21 Agustus hingga 13 September 2009 mendatang. Dengan motto Index saat ini adalah dunia Index, yakni Desain untuk meningkatkan hidup. Dari Denmark, Oleh Dunia dan Untuk Dunia. Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33650 Untuk melihat Berita Indonesia / Bisnis lainnya, Klik disini Klik disini untuk Forum Tanya Jawab Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

Singgih Susilo Kartono: Pembuat Radio Kayu Magno yang Dikenal di Jepang, Jerman, dan ASApril 14, 2010

tags: Brit Insurance Design Award 2009, Good Design Award 2008, Magno, Piranti Works, Rachmat Gobel, radio kayu, seni rupa ITB, Singgih Susilo Kartono

Anda pasti sering mendengar radio bermerek seperti Sony, Aiwa, Philips, dan merek-merek elektronik lain buatan luar negeri. Namun, pernahkah Anda mengenal radio bermerek Magno? Sebagai merek radio, Magno sudah cukup dikenal di Jepang, Jerman, dan AS. Tapi tahukah Anda kalau radio bermerek Magno ini merupakan produk lansiran dalam negeri. Singgih Susilo Kartono adalah seorang pembuat radio kayu dan kerajinan tangan di Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah. Singgih adalah sosok yang mewakili berkembangnya kesadaran bahwa batas negara dan daya tarik kota besar makin tak relevan sebagai determinan berkembangnya industri kerajinan. Internet memungkinkan Singgih memasuki pasar dunia. Awalnya Singgih mendesain radio kayu adalah ketika ia membuat karya akhirnya saat ia kuliah di seni rupa ITB. Pada mulanya Singgih hanya membuat rangka atau kemasan, sedangkan untuk peralatan elektronik di dalamnya, ia mengambil peralatan Panasonic yang ia beli di toko, dengan alasan memenuhi syarat ketat ramah lingkungan untuk pasar ekspor. Hingga suatu waktu ia bertemu dengan Pak Rachmat Gobel (Preskom Panasonic Indonesia) pada pameran produksi ekspor. Sejak saat itu Singgih tidak membeli radio di toko untuk kemudian dipreteli, ia kini membeli langsung peralatan elektronik dari Panasonic. Dari situlah Singgih mulai serius merancang dan memasarkan Magno. Singgih pernah mendapat pesanan 10.000 unit radio kayu senilai Rp 4,9 miliar dari rekanannya di AS. Sayang, kapasitas produksi pabrik Singgih, yaitu Piranti Works, belum memadai. Meskipun begitu Singgih mengaku senang, karena itu artinya konsep radio kayunya diterima dan mendapat kepercayaan internasional.

Radio kayu bermerek Magno itu juga pernah beberapa kali memenangkan penghargaan, seperti, lomba desain di Seattle, AS, tahun 1997, yang membuat seorang desainer Jepang tertarik dan mempopulerkan produk ini sejak 2004. Radio ini juga menjadi pemenang Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design. Magno masuk nominasi untuk Grand Awards untuk Desain for Asia Award yang digelar di Hongkong. Pada 19 Maret 2009, Magno memenangkan Brit Insurance Design Award 2009 untuk kategori produk . Untuk harga per unit, Magno dijual dengan harga 49-56 USD di AS, di Jepang dijual 17.500 yen dan di Jerman 160-240 euro. Di dalam negeri Magno diberi harga Rp 1,1 jutaRp 1,3 juta per unit. Agak mahal, karena menurut Singgih, Magno merupakan benda koleksi yang personal, bukan komoditas. Sumber: Kompas

Share this:

Twitter Facebook LinkedIn Digg Stu

Magno Radio dari Kandangan TemanggungMarch 31, 2009

Radio kayu buatan pengrajin di kampung Kandangan, Temanggung berhasil meraih penghargaan tertinggi dalam desain produk di London. Radio kayu Magno yang didesain dan diproduksi Singgih Susilo Kartono berhasil meraih penghargaan sangat prestisius Brit Insurance Design of the Year 2009. Penghargaan itu diserahkan dalam acara makan malam yang dispronsori stasiun televisi swasta Channel 4, Selasa malam. Selain penghargaan untuk desain produk, The Design Museum juga memberikan penghargaan untuk katagori Architecture, Fashion, Furniture, Graphics, Interactive, dan Transport The Design Museum merupakan museum terkemuka di dunia yang memberikan penghargaan kepada desain kontemporer di berbagai negara dan katagori . Singgih mengatakan di London, Rabu, ia sendiri merasa mendapat suatu kejutan. Saya tidak mengira apresiasi terhadap Magno Wooden radio ini cukup tinggi, katanya lalu mengatakan radio kayu desainnya menggunakan pendekatan filosofi desain Asia. Hal ini menurut Singgih sangat sejalan dengan prinsip-prinsip sustainable design. Radio kayu yang diberi merek Magno itu, sebelumnya juga diumumkan menjadi pemenang Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design. Magno juga masuk nominasi untuk Grand Awards untuk Desain for Asia Award yang digelar di Hongkong.

Radio kayu buatan Singgih bermerek Magno lebih banyak diekspor ke Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat dengan jumlah 300-400 unit per tahun. Penghargaan Brit Insurance Design diumumkan 18 Maret, yang pemenangnya dipilih oleh panel terdiri dari sembilan orang. Selama 12 bulan dewan juri yang terdiri para desainer terkemuka memberikan penghargaan The Brit Insurance Design Awards 2009, di bidang arsitektur dimenangkan oleh New Oslo Opera House. Dewan juri memuji konsep dan desain Singgih S Kartono yang mengunakan produk lokal dengan pengrajin dari daerah sekitar. Enterprenur asal Indonesia memiliki ide kreatif di balik idenya membuat radio kayu yang membantu ekonomi daerah dengan mempekerjakan masyarakat di desa Kandangan, kata dewan juri. Info Antara News Tulisan ini bisa di lihat di Temanggung City

Temanggung Berkarya - Radio Magno

Written by Administrator font size decrease font size increase font size Cetak E-mail Be the first to comment!

Singgih S Kartono, pembuat radio kayu dan kerajinan tangan, menganggap produknya sebagai bagian dari kehidupan berkelanjutan. Dengan konsep itulah, pembuat radio kayu di Kandangan, desa kecil di Temanggung, Jawa Tengah, ini mendapat pesanan 10.000 unit radio kayu senilai Rp 4,9 miliar dari rekanannya di Amerika Serikat. Singgih adalah sosok yang mewakili berkembangnya kesadaran bahwa batas negara dan daya tarik kota besar makin tak relevan sebagai determinan berkembangnya industri kerajinan. Internet memungkinkan Singgih memasuki pasar dunia.Sayang, kapasitas produksi saya belum sebesar itu. Apalagi saya juga melayani permintaan dari Jepang yang sudah rutin sejak tiga tahun lalu. Saya minta waktu setahun untuk memenuhi pesanan itu (dari AS). Bagaimanapun saya senang, konsep saya diterima dan mendapat kepercayaan, ujarnya, saat ditemui di pabrik-nya, Piranti Works, di Desa Kandangan, Temanggung. Ia menunjukkan tiga model radio dari kayu serta peralatan kantor dari kayu, seperti pembuka surat, penjepit kertas, stapler, dan kompas berlapis kayu. Radio kayu memang karya akhir saya ketika kuliah di seni rupa ITB. Saya hanya membuat rangka dan kemasan. Peralatan elektronik di dalamnya saya pakai dari Panasonic, yang memenuhi syarat ketat ramah lingkungan untuk pasar ekspor, ujarnya. Radio kayu yang diberi merek Magno itu, Rabu (8/10), diumumkan menjadi pemenang Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design. Magno juga masuk nominasi untuk Grand Awards untuk Desain for Asia Award yang digelar di Hongkong.

Awalnya Singgih membeli radio Panasonic di toko, lalu dipreteli dan dimasukkan dalam radio kayu. Saya sering memborong radio di Temanggung, sampai bertemu Pak Rachmat Gobel (Preskom Panasonic Indonesia) pada pameran produksi ekspor. Sejak itu saya membeli langsung peralatan elektronik dari Panasonic, tidak lagi membeli radio di toko, katanya. Radio kayu buatan Singgih bermerek Magno lebih banyak diekspor ke Jepang, Jerman, dan AS. Saya kirim 300-400 unit radio ke Jepang setahun. Pasar di Jerman baru kami tembus. Harga per unit 49-56 dollar AS, tapi di Jepang dijual 17.500 yen dan di Jerman 160-240 euro. Di dalam negeri saya jual Rp 1,1 juta-Rp 1,3 juta per unit. Agak mahal, karena ini benda koleksi yang personal, bukan komoditas, katanya. Radio buatan Singgih itu bisa dilihat di berbagai media gadget atau website. Setelah pameran demi pameran dan berbagai lomba desain diikuti, pemasaran lewat internet ia lakukan dan contoh produk dikirim ke berbagai pihak selama setahun. Saya menang lomba desain di Seattle, AS, tahun 1997, lalu seorang desainer Jepang tertarik dan memasarkan produk ini sejak 2004. Sejak itulah produk Magno makin populer. Tanam pohon Lalu apa urusan radio kayu dengan filosofi kehidupan berkelanjutan? Saya lahir dan dibesarkan di desa. Hutan dan kayu adalah lingkungan saya. Di desa, kayu dipakai untuk bahan bakar, bikin rumah, mainan, dan banyak hal dalam hidup. Setelah lulus kuliah, saya kembali ke desa, menghidupi desa dengan kayu dan menghidupkan kayu dari desa, ujarnya.Kerajinan kayu memberi nilai tambah signifikan bagi kayu. Sebatang kayu sengon sebagai kayu bakar hanya ekuivalen dengan 0,8 dollar AS. Tapi, sebagai produk kerajinan tangan, kayu yang sama bisa menghasilkan 1.000 dollar AS. Kita harus lebih cerdas memanfaatkan kayu, ujarnya. Ia mengalokasikan 10 persen dari hasil penjualan produk untuk dikembalikan kepada alam, lewat pembibitan dan penanaman pohon. Itulah mengapa dari 2.200 meter persegi tanah di pabriknya yang justru menghabiskan lahan adalah pembibitan ribuan sengon, mahoni, sonokeling, dan pinus.Bersama aktivis lingkungan, Mukidi, saya merintis penanaman pohon di kaki Gunung Sumbing yang gundul. Kami menanam 1.500-an pohon. Ada juga bantuan dari Panasonic, ujarnya. Ia juga bekerja sama dengan SMP Negeri 3 Bulu, Desa Wonotirto, di kaki Gunung Sumbing, menyebar kesadaran pelestarian alam dengan menanam pohon. Kami melibatkan murid menanam pohon di sekitar sekolah, di kaki gunung, di rumah-rumah. Anak-anak sadar akan pentingnya menyelamatkan hutan. Penggundulan hutan menyebabkan kelangkaan sumber air di kawasan ini, ujar Wiyono, Kepala Sekolah SMP 3 Bulu.

Penggundulan hutan di Gunung Sumbing kian parah karena penanaman tembakau. Para petani percaya, tembakau akan berkualitas baik jika mendapat sinar matahari langsung. Jadi, semua pohon di kaki gunung ini ditebangi. Hutan menjadi gundul, rawan longsor, dan banyak mata air mengering.Warga Desa Wonotirto harus mengambil air bersih dari sumber air yang jaraknya 6 kilometer. Itu sebabnya, kami membuat saluran air dari mata air dan membuat bak penampungan dekat sekolah. Tanpa bak itu, di sekolah ini tak ada setetes pun air bersih, ujar Singgih. Kerusakan lingkungan di Temanggung bisa diatasi jika ketergantungan warga pada penghidupan yang mengeksploitasi tanah dikurangi. Itu juga alasan saya mengembangkan kerajinan yang tak cuma efisien dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku, tapi juga memanfaatkan sebanyak mungkin tenaga kerja, ujarnya. Dengan konsep itu, setiap orang tanpa keterampilan apa pun bisa ditampung sebagai tenaga kerja. Sejak hari pertama masuk kerja, ia harus bisa mengerjakan satu bagian proses produksi. Dalam seminggu ia sudah terampil dan dalam 3-4 bulan ia terampil mengerjakan semua proses produksi. Dalam setahun, kalau mau dan punya modal, ia bisa bikin pabrik sendiri. Kalau bisa mendapat order 2.500 dollar AS sampai 3.000 dollar AS sebulan, ia bisa mempekerjakan 10 tenaga kerja, katanya. Singgih dibantu 30 karyawan dengan kapasitas produksi 400-an unit radio per bulan. Saya ingin bisa menampung 1.000 warga Kandangan atau 25 persen populasi desa. Dalam 15-20 tahun ke depan, kami punya hutan yang rimbun lagi, sumber air melimpah, dan lingkungan hidup yang baik, ujarnya optimistis. Singgih mengawali usahanya pada tahun 2003. Ia bekerja di ruang tamu rumahnya dengan peralatan rakitan sendiri. Ia berkeliling pabrik kayu, membeli sisa kayu potongan untuk bahan baku. Dibantu istri dan empat pekerja, ia mulai membuat radio kayu. Kini, ia punya pabrik berukuran 15 meter x 18 meter yang dibangun dengan biaya Rp 100 juta. Konsep hidup dan kerja inilah yang dijual. Orang tak hanya membeli radio kayu, tetapi mendukung konsep kehidupan berkelanjutan di Temanggung. Sumber artikel : http://www.idegift.com/article/17.html Sumber Image : http://anakbangsa.web.id/wp-content/uploads/2009/09/magno_big.jpg

LONDON, KOMPAS.com Radio kayu Magno buatan perajin di Kampung Kandangan, Temanggung, berhasil meraih penghargaan tertinggi dalam desain produk di London. Radio yang didesain dan diproduksi Singgih Susilo Kartono ini berhasil meraih penghargaan sangat prestisius, Brit Insurance Design of The Year 2009.

Penghargaan itu diserahkan dalam acara makan malam yang disponsori stasiun televisi swasta, Channel 4, Selasa (17/3) malam. Selain penghargaan untuk desain produk, The Design Museum juga memberikan penghargaan untuk kategori Architecture, Fashion, Furniture, Graphics, Interactive, dan Transport. The Design Museum merupakan museum terkemuka di dunia yang memberikan penghargaan kepada desain kontemporer di berbagai negara dan kategori. Singgih di London, Rabu, mengatakan, serasa mendapat suatu kejutan. "Saya tidak mengira apresiasi terhadap Magno Wooden radio ini cukup tinggi," katanya sambil mengungkapkan radio kayu desainnya menggunakan pendekatan filosofi desain Asia. Menurut Singgih, ini sangat sejalan dengan prinsip-prinsip sustainable design. Radio kayu yang diberi merek Magno itu sebelumnya juga diumumkan menjadi pemenang Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design. Magno juga masuk nominasi untuk Grand Awards untuk Desain for Asia Award yang digelar di Hongkong. Radio kayu buatan Singgih bermerek Magno lebih banyak diekspor ke Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat dengan jumlah 300-400 unit per tahun. Penghargaan Brit Insurance Design diumumkan 18 Maret, yang pemenangnya dipilih oleh panel terdiri dari sembilan orang. Selama 12 bulan dewan juri yang terdiri para desainer terkemuka memberikan penghargaan The Brit Insurance Design Awards 2009, di bidang arsitektur dimenangkan oleh New Oslo Opera House. Kategori fashion dimenangkan majalah Vogue Italia yang dalam terbitan Juli 2008, majalah Vogue Italia menulis laporannya mengenai A Black Issue for Fashion. Majalah Vogue Italia mendedikasikan terbitannya bulan Juli khusus mengenai kisah sukses model yang berkulit warna hitam. The Design Museum yang dibentuk 25 tahun lalu memberikan penghargaan untuk kategori furniture diraih desain bangku MYTO, sedangkan kategori desain grafis diraih oleh poster yang menggambarkan Barack Obama. Sedangkan kategori Transport dimenangkan Colombia`s Line-J Medellin Metro Cable. Pemenang untuk desain produk kontemporer tersebut berasal dari berbagai negara, seperti Indonesia, Kolombia, Amerika Serikat, Norwegia, dan Italia. Ketujuh pemenang diundang ke London untuk mendapatkan penghargaan yang sangat prestisius, Brit Insurance Design of The Year 2009, dalam acara makan malam. Dewan juri terdiri atas pakar desain terkemuka, di antaranya Alan Yentob, dan mereka mengaku sulit menentukan pemenang. Juri lainnya adalah desainer senior yang juga kurator arsitektur Paola Antonelli, desainer lingkungan dan pendidik Karen Blincoe, serta

arsitek Peter Cook, penulis kritisi fashion Sarah Mower. Produk pemenang desain dipamerkan di Design Museum, Shad Thames, London, hingga 14 Juni mendatang. Dewan juri memuji konsep dan desain Singgih S Kartono yang menggunakan produk lokal dengan perajin dari daerah sekitar. "Entrepreneur asal Indonesia memiliki ide kreatif di balik idenya membuat radio kayu yang membantu ekonomi daerah dengan mempekerjakan masyarakat di Desa Kandangan," kata dewan juri.

Pak Singgih, Putra Temanggung Pembuat Radio Kayu "Magno"Satu orang mengubahkan desanya. Ini adalah langkah terkonkrit dibanding orang yang berteriak-teriak, "Kita harus majukan Indonesia! Harus bersatu!", yang setelah itu dia turun dan duduk dengan kumpulannya, mengobrolkan esensi dan definisi sebuah kata. Kata mereka bergerak demi sebuah perubahan, tetapi tidak sedikit hanya sampai di ucapan mulut saja, tidak disertai dengan tindakan nyata. Ya, itu salah satu ciri mahasiswa tertentu. Idealis yang terlalu kental, tidak seimbang dengan perkataannya.

Singgih Susilo Kartono, seorang bersahaja yang memiliki semangat juang tinggi untuk mengubah desanya secara nyata. Beliau dikenal sebagai pemilik mahakarya putra Indonesia: radio kayu Magno yang telah dikenal di berbagai negara. Desain radio kayu ini mampu menyentuh hati orang-orang sehingga dapat menuntun masa depannya sendiri. Masa depan untuk dapat berguna bagi orang lain. Beliau memilih sebuah dusun kecil di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tempat kelahirannya sendiri untuk menjadi sasaran makna hidupnya.

Pak Singgih, begitu biasanya warga menyebut, adalah alumni ITB jurusan desain produk angkatan 1986. Beliau berasal dari keluarga sederhana di Desa Kandangan, Temanggung. Sewaktu kecil, beliau tinggal di sebuah rumah sederhana dan tidak terlalu besar, yang mungkin tinggi pintu rumahnya cukup mampu untuk membuat kepala orang terbentur. Dan memang, rata-rata rumah di daerah Kandangan tersebut tidak jauh dari gambaran ini dahulu. Pak Singgih mengaku telah mendapat banyak pelajaran selama berkuliah di ITB. Kuliah bukan hal yang mudah menurutnya, karena ia pun harus mencukupi kebutuhannnya dengan bekerja sambilan. Menjadi mahasiswa ITB adalah fenomena pertama yang terjadi di desanya. Tidak ada satu orang pun selain beliau -seorang anak desa Kandangan- yang mampu sampai di kampus ganesha tersebut. Seolah-olah memang beliau adalah putra terbaik daerah ini dan secara moral, ia diandalkan keluarganya dan masyarakat sekitar. Beban ini sampai ke dalam pikirannya, sampai ke dalam hatinya. Hingga akhirnya ketika lulus, beliau memutuskan untuk kembali ke tempat tinggalnya, di desa. "Hidup saya akan lebih berguna jika saya kembali ke kampung halaman saya. Terlalu banyak orang di kota. Terlalu banyak lulusan perguruan tinggi di sana. Saya tidak suka kota. Banyak kemacetan, polusi udara, kekacauan, dll. Lebih mending di sini, tidak ada macet, udara sejuk," ujarnya sambil tersenyum. Apa yang menjadi keputusannya menjadi beban berat ketika Pak Singgih telah sampai di kampung halamannya. Beliau memutuskan untuk menggunakan ilmunya dan mendirikan suatu usaha. Mulai dari nol. Titik ini yang harus beliau langkahi. Ia memulai merintis bisnisnya dengan satu ide, radio yang terbuat dari kayu. Alat-alat yang dibutuhkannya ia buat sendiri. Bahan-bahan kayu mulanya ia ambil dari kayu bekas di pabrik pemotongan kayu tak jauh dari rumahnya. Ya, benar-benar mulai dari nol. Dan ini menjadi beban mental yang besar ketika seorang lulusan mahasiswa kampus ternama pulang ke daerahnya dan harus memulai dari kekosongan, tidak ada apa-apa. Rumahnya sendiri ia buat sebagai layaknya pabrik, sampai memenuhi ruang tamu. Bahkan ia pun menyewa ruangan di rumah tetangga karena tidak adanya ruangan lagi untuk mencukupi kebutuhan ruang. Tetapi oleh karena ketekunan beliau, usaha ini semakin bertumbuh dan mulai dilirik oleh pasar desain. Mulailah penghargaan-penghargaan diberikan kepada karya ini, radio kayu Magno, sampai kepada penghargaan bergengsi internasional. Produk ini telah mencapai berbagai belahan dunia dan terjual satu produknya seharga US $300.

Magno wooden radio berfokus pada detail produk. Ketepatannya tidak lebih dari 0,5 mm. Jika meleset lebih dari 0,5 mm, maka komponen akan dieliminasi. Semuanya dibuat secara manual. Ini yang menjadi bagian tersulit sekaligus titik kunci mahakarya ini. Standar yang ditentukan memang begitu tinggi. Mulai dari pengaturan kelembaban bahan kayu, kemiringan posisi komponen, dll. Kini Magno semakin berkembang dengan dilengkapi mesin digital dan bluetooth. Mesin ini diimpor langsung dari luar negeri dengan desain khusus untuk radio kayu ini, karena perusahaan Indonesia tidak menyediakan kebutuhan. Karya Pak Singgih mengantarkan pada perwujudan mimpinya. Kini beliau telah mengubah rumah sederhananya menjadi rumah yang unik. Rumah ini bersusun dua lantai sekalipun masih banyak tanah kosong. Beliau sangat peduli terhadap lingkungan. Ia ingin memberi teladan bagaimana seharusnya manusia tidak berlebihan dalam mengeksploitasi alam. Rumah unik ini fleksibel untuk digunakan acara workshop kecil di lantai satu karena dindingnya dapat dibuka. Rumahnya tidak ber-TV. Beliau dan istrinya tidak ingin ada TV di rumah mereka. "Kini manusia meracuni dirinya sendiri dengan televisi. Berbagai racun gaya hidup, berita negatif, westernisasi, masuk ke dalam hidup kita tanpa kita sadari. Dan buruknya, banyak dari kita langsung menelan saja informasi tersebut tanpa menghiraukan apakah itu baik untuk kehidupan kita atau tidak. Manusia mulai kehilangan jati dirinya karena racun informasi ini. Lihat di sekitar kita, banyak warga desa sampai memasang parabola di atas rumah mereka. Sebenarnya mereka telah meracuni diri mereka," ucapnya penuh prihatin. Masih tentang rumah Pak Singgih. Di sana terparkir sebuah mobil karimun berwarna krem. Ya, kelihatannya beliau tidak memilih mobil yang sangat mewah dan itu tercermin oleh kesederhanaan dan kerendahhatian beliau. Di depan rumahnya, sebuah bangunan terbuat dari kayu, tempat pembuatan mahakarya wooden radio-nya. Segala arus produksi diatur di dalam bangunan ini. Istri Pak Singgih yang menjadi manajer produksinya. Tampak belasan karyawan sedang mengerjakan bagian-bagian dari komponen radio. Karyawan ini adalah pemuda-pemudi desa yang memang membutuhkan lapangan pekerjaan. Tekad Pak Singgih terwujud dalam kontribusinya membangun masyarakat dan lingkungannya. "Sebenarnya akar permasalahan bangsa ini terletak di daerah-daerah seperti pedesaan

seperti ini. Untuk mengubah bangsa itu terlalu besar untuk saya. Mengubah Indonesia yang sampai saat ini masih belum terubah. Orang-orang berlarian ke kota untuk mengubah hidupnya, mengubah bangsanya. Padahal akar permasalahan sebenarnya adalah di desa. Orang-orang berpendidikan malah hilang dari desa. Coba lihat mahasiswa ITB yang setelah lulus sebagian besar menetap di luar kota bahkan luar negeri. Yang seharusnya mereka adalah generasi unggul malah pergi dari desanya. Akibatnya desa kehilangan 'otak'nya. Di mana otak desa?" ujarnya. Inilah yang beliau maksud ketika ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Peran Pak Singgih dalam membangun desanya telah menjadi peran penting dalam perkembangan desa Kandangan dan sekitarnya. Melalui program bakti lingkungannya, beliau sampai saat ini telah menanam sebanyak 16.000 bibit pohon berkayu di lahan-lahan gundul. Tiap tahun perusahaannya hanya menebang 80 pohon, tetapi ia menanam sebanyak 6000 pohon pada tahun ini dan akan terus bertambah secara kuantitas dan kualitas. Beliau berprinsip bahwa terhadap lingkungan, manusia harus sedikit memakai, banyak memberi. Terbukti pada produknya ia buat dengan ukuran yang tidak besar, dan rata-rata pengembangan produknya seperti jam kayu, dudukan HP kayu, dll didesain dengan ukuran yang relatif kecil. Jika di kalangan lain segelondong kayu terjual hanya sekian puluh ribu rupiah, namun produk dari Magno ini mampu menjual sekian sentimeter kubik dengan harga yang tinggi. Beliau juga memprakarsai akses data online di kecamatan Kandangan. Segala macam arus data kini dihubungkan lewat internet di desa kecil ini. Sistem ini memang sederhana kelihatannya, tetapi sampai sekarang ini akses desa lain masih sangat terbatas. Menurut pendapatnya, baru desa Kandangan ini yang menggunakan akses manajemen data online setingkat desa. Pak Singgih merancang sebuah grand desain tersendiri untuk desanya. Beliau sedang dalam proses untuk menerapkan sistem tanam yang digabung dengan sistem pengairan bendung. Pertanian, perkebunan, dan perikanan tawar akan berkolaborasi dalam grand desain desa ini. Tepatnya, melalui grand desain ini, beliau ingin mengubah citra petani yang semula dianggap kotor, jauh dari kaya, dsb tersebut menjadi keadaan yang sebaliknya. Banyak dari anak-anak desa ketika ditanya, mau menjadi apa setelah nanti dewasa, mereka enggan untuk melanjutkan profesi orang tuanya sebagai petani karena anggapan tadi. Ya, citra ini memang perlu diubah karena memang anggapan tersebut bisa disalahkan. Beliau mempunyai impian selanjutnya untuk mendirikan sekolah desain di desa itu, sehingga masyarakat tidak perlu ke luar kota untuk mendapatkan ilmu dan berkarya di daerahnya. Terlihat tulisan di papan penghargaannya sewaktu reuni alumninya, "Ayo Pak Singgih, saya tunggu sekolah desain desa Kandangan.". Tampaknya tidak lama lagi beliau akan memulai untuk merintisnya. Peran satu orang pun dapat mengubah desa. Seandainya jika mahasiswa-mahasiswi di luar sana mempunyai kesadaran yang sama, minimal satu orang pun yang berinisiatif sama, maka bangsa ini akan lebih cepat menyelesaikan persoalaannya. Mereka yang berpendidikan tinggi sadar bahwa sebenarnya yang paling membutuhkan otak mereka

adalah masyarakat umum. Peran langsung ini sangat dibutuhkan di bangsa ini. Bukan kehidupan yang berorientasi pada diri, tetapi hidup yang berguna bagi orang lain, terutama masyarakat di lingkungan asal. Putra daerah kembali ke daerahnya, karena merekalah sebenarnya harapan masyarakat daerah. Pak Singgih menantang para pemuda Indonesia untuk dapat berperan langsung terhadap daerah kelahirannya. Beliau seakan menantang untuk tidak hanya sekedar idealis sampai di mulut, tetapi sampai di tindakan nyata kita untuk berguna bagi orang lain. Beliau telah memberikan satu contoh penggenapan amsal "Untuk Tuhan, bangsa, dan almamater.". Lalu, pemuda dan mahasiswa, siapkah Anda?

Berawal dari kegemaran membuat produk berbahan baku kayu, Singgih Kartono terkenal sebagai pembuat radio kayu (wooden radio) yang sangat diminati pembeli dari luar negeri. Ia menyampaikan pesan soal menghargai lingkungan.

USAHA yang ulet dengan ditambah sikap sabar sering menjadi resep sukses banyak orang. Salah satu yang telah merasakan kemanjuran resep ini adalahsinggihKartono. Ia tanpa henti berkreasi dan menghasilkan produk berkualitas, pria asal Temanggung, Jawa Tengah, itu mampu meraih sukses, di dalam negeri maupun luar negeri. Singgih dikenal sebagai pembuat dan pendesain radio kayu (wooden radio) yang kualitasnya sudah diakui di banyak negara sejak hampir sepuluh tahun terakhir. Radio unik buatannya itu sudah tersebar ke luar negeri. Mulai dari Jepang, Inggris, Perancis bahkan sampai ke negara-negara Skandinavia. Jepang, misalnya, tiap bulan meminta kiriman 50 unit Magno, merek radio kayu buatan Singgih. Jumlah itu belum seberapa dibanding pasar lain. Permintaan dari Amerika Serikat dan Kanada jauh lebih besar lagi. "Mereka sampai meminta 1.000 unit radio," ujarnya. Radio kayu buatansinggihmemang istimewa, sangat berbeda dengan produk radio lain. Satu hal yang menonjol, tampilan luar (casing) radio itu terbuat dari kayu pinus dan sonokeling. Bentuknya juga unik. Mungil, mengingatkan pada bentuk radio tua yang cukup populer pada masa 30 tahun silam. Selain bentuk dan desain yang unik, bahan baku dari kayu disukai pembeli dari luar negeri lantaran dianggap lebih ramah lingkungan. Produk handmade ini melejit di tengah isu kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh industri besar. Saat ini, setiap bulan, di bengkel Piranti Works miliknya,singgihmemproduksi 300 radio kayu. Ia dibantu 32 karyawan. "Semuanya berasal dari kampung saya di Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah," ujarnya. Singgih tak begitu saja mencapai kesuksesan. Idesinggihmembuat radio kayu sudah tercetus sejak lulus kuliah pada 1992. Waktu itu dia memang mendalami konsep radio kayu sebagai proyek tugas akhir di Jurusan Disain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Sayang, keinginan membuat radio itu harus mentok di tengah jalan. "Saya tidak punya dana buat modal produksi dan pemasaran," ujar Singgih. Alhasil, karena mentok dengan masalah klasik itu,singgih harus menyimpan rapat-rapat keinginannya itu. Setelah lulus kuliah,singgihbekerja di Bandung. "Saya bekerja di perusahaan kayu," ujarnya. Sejak kecil, ia memang menyukai produk dengan bahan baku kayu. Di tempat kerja tersebut, kemampuan dan keahliansinggihjustru semakin terasah. Tiga tahun bekerja di perusahaan itu,singgihlantas memutuskan keluar dan membuka

usaha sendiri. "Saya pulang kampung buat mendirikan usaha," ujarnya. Dengan modal kecilkecilan, pada 1995, bersama dengan seorang temannya,singgihmembuat produk kerajinan berbahan kayu. "Saat itu, pertama kali, saya membuat mainan anak dari kayu," ujarnya. Tapi, kerjasama ini tak berlangsung lama. Lantaran alasan perbedaan prinsip, kongsi itu putus di tengah jalan. Alhasil,singgihharus memulai lagi usaha pembuatan produk dari kayu dari nol. Dengan menggunakan sebuah ruang di rumahnya yang berukuran lima meter,singgihmulai kembali membangun usahanya. Ia mulai membuat produkproduk kayu seperti kaca pembesar dengan bingkai kayu dalam berbagai ukuran. Ia juga mulai membuat alat-alat kantor. Di sela pekerjaannya,singgihmasih sempat iseng-iseng membuat radio dari kayu. "Saya beli radio biasa di pasar, bungkus plastiknya saya preteli, lantas saya ganti dengan kayu," ujarnya. Singgih mulai aktif mengikutkan radio kayu buatannya di beberapa ajang kompetisi disain. Salah satunya adalah ajang International Design Resource Award di Seattle, Amerika Serikat pada 1997. Di ajang ini,singgihkeluar sebagai pemenang dan membuat dunia melek terhadap produk radio kayu buatannya. http://catatanlamsringo.blogspot.com/

Radio Temanggung No 1 di LondonKamis, 19 Maret 2009 08:08 WIB LONDON--Radio kayu buatan pengrajin di kampung Kandangan, Temanggung berhasil meraih penghargaan tertinggi dalam desain produk di London. Radio kayu Magno yang didesain dan diproduksi Singgih Susilo Kartono berhasil meraih penghargaan sangat prestisius Brit Insurance Design of the Year 2009. Penghargaan itu diserahkan dalam acara makan malam yang dispronsori stasiun televisi swasta Channel 4, Selasa malam. Selain penghargaan untuk desain produk, The Design Museum juga memberikan penghargaan untuk katagori Architecture, Fashion, Furniture, Graphics, Interactive, dan Transport The Design Museum merupakan museum terkemuka di dunia yang memberikan penghargaan kepada desain kontemporer di berbagai negara dan katagori . Singgih mengatakan di London, Rabu, ia sendiri merasa mendapat suatu kejutan. "Saya tidak mengira apresiasi terhadap Magno Wooden radio ini cukup tinggi," katanya lalu mengatakan radio kayu desainnya menggunakan pendekatan filosofi desain Asia. Hal ini menurut Singgih sangat sejalan dengan prinsip-prinsip "sustainable design." Radio kayu yang diberi merek Magno itu, sebelumnya juga diumumkan menjadi pemenang Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental

Design. Magno juga masuk nominasi untuk Grand Awards untuk Desain for Asia Award yang digelar di Hongkong. Radio kayu buatan Singgih bermerek Magno lebih banyak diekspor ke Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat dengan jumlah 300-400 unit per tahun. Penghargaan Brit Insurance Design diumumkan 18 Maret, yang pemenangnya dipilih oleh panel terdiri dari sembilan orang. Selama 12 bulan dewan juri yang terdiri para desainer terkemuka memberikan penghargaan The Brit Insurance Design Awards 2009, di bidang arsitektur dimenangkan oleh New Oslo Opera House. Katagori fashion dimenangkan majalah Vogue Italia yang dalam terbitan Juli 2008, majalah Vogue, Italia menulis laporannya mengenai A Black Issue for Fashion. Majalah Vogue Italia mendedikasikan terbitannya bulan Juli khusus mengenai kisah sukses model yang berkulit warna hitam. The Design Museum, yang dibentuk 25 tahun lalu memberikan penghargaan untuk katagori funiture diraih disain bangku MYTO, sedangkan katagori desain grafis diraih oleh poster yang mengambarkan Barack Obama. Sedangkan katagori Transport dimenangkan Colombia`s Line-J Medellin Metro Cable. Pemenang untuk disain produk kontemporer tersebut berasal dari berbagai negara seperti Indonesia, Colombia, USA, Norway dan Italia. Ketujuh pemenang diundang ke London untuk mendapatkan penghargaan yang sangat prestigious Brit Insurance Design of the Year 2009,dalam acara makan malam. Dewan juri terdiri atas pakar desain terkemuka, diantaranya Alan Yentob, dan mereka mengaku sulit menentukan pemenang. Juri lainnya adalah desainer senior yang juga kurator arsitektur Paola Antonelli, desainer lingkungan dan pendidik Karen Blincoe, serta arsitek Peter Cook, penulis kritisi fasion Sarah Mower. Produk pemenang desain dipamerkan di Design Museum, Shad Thames , London hingga 14 Juni mendatang. Dewan juri memuji konsep dan desain Singgih S Kartono yang mengunakan produk lokal dengan pengrajin dari daerah sekitar. "Enterprenur asal Indonesia memiliki ide kreatif di balik idenya membuat radio kayu yang membantu ekonomi daerah dengan mempekerjakan masyarakat di desa Kandangan," kata dewan juri.ant/kem Redaktur: