publikasi tesis arif salam indo
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
1/12
ANALISIS EROSI DAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN
PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH SUB DAS CICAJUR-CIPEUJEUH,
DAS CIMANUK KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
RINGKASAN TESIS
disusun oleh :
Arif Rahman Salam10/308639/PKT/947
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
2/12
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
3/12
1
ANALISIS EROSI DAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN
PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH SUB DAS CICAJUR-CIPEUJEUH,
DAS CIMANUK KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
Arif Rahman Salam1)
, Senawi2)
, Satyawan Pudyatmoko2)
ABSTRACT
Environmental damage in Indonesia has become a concern for many parties.Flood in rainy season and drought in the dry season show the phenomenon of the natural
resource management that have caused the damage to the water cycle. The increased of
the social economic and cultural activities of the society in the area of Sub-Watershed of
Cicajur-Cipeujeuh causing the tendency of transferring function of the land from
preserved function into agriculture and settlement. Sub-watershed of Cicajur-Cipeujeuh is
located in the upper course of Cimanuk watershed, which is one of the Priority I ofCimanuk Watershed (SK Menhut No. 328 in 2009). This area is also one of the national
priorities of disaster-prone area in order to halt environmental degradation. Therefore, it
is necessary to reformulate the land use, so that it can function optimally in supporting the
living.
This study aims to evaluate and formulate the optimal land use based on the levelof eerosion and the land capability. This research is conducted using the approach of land
units as the analysis units. To determine the actual rate of erosion, it uses the equation of
Universal Soil Loss Equation (USLE). Evaluation of the land capability is carried out by
methods of matching based on the restricting factors. The evaluation of the
appropriateness of the land use is done by comparing the actual land use with the
classification of land capability.
The results show that the actual rate of erosion in the Sub-watershed of Cicajur-Cipeujeuh is very high i.e. of 2,635,838.10 tons/yr or on average 388.77 tons/ha/yr. This
area consists of the land capability level III, IV, V, VI, VII and VIII, with the main
limiting factor namely the level of erosion and the surface slopes. The current land use is
mostly inappropriate negatively with the level of land capability of 5,298.41 ha (78.15%),
which is the cause of the land degradation and the high rate of erosion. Through
consideration of aspects of erosion, the ability of land and population force, the optimal
land use in these areas should be dominated by land use patterns that are more productive
and conservative i.e. as preserved forest area of 1,012.47 ha (14.93%) and plantations of
3,532.71 ha (52.11%). To control the rate of erosion up to the allowed level of erosion,
then the change of land use should be accompanied by the measures of soil conservationtechniques.
Keywords: Watersheds, The estimation of erosion, land capability, and land use
directives
1) The student of Post Graduate Program of Gadjah Mada University
2) The educator staff of Post Graduate Program of Gadjah Mada University
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
4/12
2
PENDAHULUAN
Kerusakan lingkungan di Indonesia telah menjadi keprihatinan banyak pihak.
Banjir bandang dan kekeringan di musim kemarau menunjukkan fenomena perubahantata air sebagai bentuk respon alam atas interaksi alam dan manusia dalam sistem
pengelolaan. Hal ini dapat ditangkap sebagai suatu fenomena pengelolaan sumber dayaalam telah menimbulkan kerusakan siklus air. Air hujan yang jatuh di atas bumi cepat
menjadi aliran permukaan dan langsung ke sungai, sangat sedikit yang meresap ke dalam
tanah.
Rusaknya wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan
air diduga sebagai salah satu penyebab utama terjadinya bencana alam tersebut.
Kerusakan DAS dipercepat oleh peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai
akibat dari pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi, konflik kepentingan dan
kurang keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era
otonomi daerah.
Isu internal terutama tingginya pertumbuhan jumlah penduduk di Jawa Barat
tahun 2007 yang mencapai 41,48 juta jiwa dan dalam waktu 20 tahun mendatang, yaitu
tahun 2029 akan berjumlah 54,16 juta jiwa. Hal ini tentu berimplikasi pada semakin
tingginya kebutuhan akan sumberdaya lahan, air, energi, ketahanan pangan, kesempatan
kerja, dan sebagainya. Salah satu masalah yang mencolok adalah besarnya tekanan
terhadap tata guna lahan. Dalam kurun waktu 10 tahun (1994-2005) telah terjadi
pertumbuhan kawasan permukiman hampir sebesar 110%. Luas kawasan hutan di
Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang signifikan, yaitu hutan primer sebesar 30% dan hutan sekunder sebesar 26 %. Hampir 18.000 ha lahan per tahun di Provinsi Jawa
Barat dijadikan lahan terbangun. (Kepala Bidang Fisik Bappeda Prov. Jawa Barat, 2009).
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan berpotensi besar
menimbulkan bahaya erosi dan penurunan produktifitas lahan. Erosi yang terjadi diwilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh dapat meningkatkan kerentanan bencana banjir di
wilayah hilir DAS Cimanuk. Upaya antisipasi dalam menekan laju erosi pada wilayah
dengan karakteristik fisiografis pegunungan tersebut dapat dilakukan melalui upaya
pengelolaan lahan yang bijaksana. Mengingat sebagian penduduk yang berada di wilayah
tersebut merupakan petani, maka perlu dirumuskan arahan fungsi pemanfaatan lahan
dengan pendekatan kemampuan lahan dan tingkat erosi. Terkait dengan hal tersebut maka
yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana tingkat erosi di
wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh?, (2) Bagaimana kesesuaian penggunaan lahan
berdasarkan kemampuan lahannya? (3) Bagaimana pola pemanfaatan lahan ideal diwilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh ditinjau dari tingkat erosi dan kemampuan
lahannya?
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Melakukan pendugaan erosi dan tingkat erosi
yang diperbolehkan, (2) Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kelas
kemampuan lahan, (3) Merumuskan arahan pemanfaatan lahan berdasarkan pertimbangan
tingkat erosi dan kemampuan lahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan
air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2004).
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
5/12
3
DAS juga diartikan sebagai sebuah unit hidrologi dimana presipitasi (hujan) menjadi
input utamanya dan debit (Q) merupakan outputnya (Seyhan, 1977).
Pada hakekatnya pelaksanaan pembangunan saat ini bertujuan untuk memberikankesejahteraan kepada masyarakat melalui peningkatan produktivitas sumber daya alam.
Tujuan pelaksanaan pembangunan tersebut tidak berbeda dengan tujuan dari pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Sasaran atau tujuan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
yaitu untuk memaksimalkan keuntungan sosial-ekonomis dari segala aktifitas tata guna
lahan di daerah aliran sungai. Sasaran atau tujuan yang spesifik harus dikaitkan dengan
kartakteristik DAS (sosial, budaya, ekonomi, fisik, biologi) yang akan dikelola. Namun
demikian sasaran yang ingin dicapai pada umumnya adalah untuk meningkatkan atau
memperbaiki keadaan DAS sehingga tingkat produktifitas di tempat tersebut tetap tinggi.
Pada saat bersamaan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan lahan
tersebut pada derah hilir dapat diperkecil (Asdak, 2004).
Landasan untuk pengelolaan secara menyeluruh suatu Daerah Aliran Sungai
berawal dari perencanaan. Oleh Karena itu tahap perencanaan menyeluruh pengelolaanDAS merupakan bagian strategis untuk tercapainya upaya aktifitas pembangunan, yaitu
pembangunan yang berkelanjutan (Asdak, 2004).
Untuk menentukan tingkat erosi yang terjadi pada pengelolaan suatu lahan dapat
dilakukan melalui pendugaan erosi. Pendugaan erosi adalah metode untuk
memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam
penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu (Arsyad, 2006). Pendugaan erosi mempunyai
dua tujuan utama yaitu pertama, untuk meramalkan besarnya erosi yang telah, sedang
dan/atau akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu. Kedua,
untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti luas yang mempunyai produktifitas
tinggi dan berkelanjutan (Rahim, 2006). Selanjutnya informasi tentang tingkat erosi dari
suatu lahan dapat dijadikan dasar untuk menentukan tingkat kemampuan suatu lahan.
Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosilahan adalah yang disebut persamaan musgrave, yang selanjutnya berkembang terus
menjadi USLE (Universal Soil-Loss Equation). USLE dikembangkan di USDA-SCS
(United State Departement of Agriculture - Soil Coservation Services) bekerja sama
dengan Universitas Purdue oleh Wischmeier and Smith, 1965 (dalam Williams andBerndt, 1972; Morgan, 1988; Selbe, 1993; Renard et.al., 1996 dan Suripin, 2004).
Persamaan USLE menggunakan lima variabel utama yang nilainya untuk setiap
tempat dapat dinyatakan secara numeris (Suripin, 2004). Persamaan USLE tersebut
adalah sebagai berikut:
Ea = R x K x LS x C x P .................................................................... (1.1)
Dimana :
Ea = Banyaknya tanah tererosi persatuan luas persatuan waktu., yang dinyatakan dalam
satuan ton/Ha/Tahun.R = Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan
K = Faktor erodibilitas tanah
LS = Faktor panjang kemiringan lereng
C = Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanamanP = Faktor tindakan konservasi praktis
Erosi yang diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau
ton/ha/tahun yang terbesar dan masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara
suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan dan
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
6/12
4
memungkinkan tercapainya produktifitas yang tinggi secara lestari (Arsyad, 2006).
Sedikitnya terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat
diperbolehkan tanpa kehilangan tanah secara permanen. Keempat faktor tersebut adalahkedalaman tanah, tipe bahan induk, produktifitas relatif dari top soil dan sub soil dan
jumlah erosi terdahulu. Makin dalam tanah dan makin tebal bahan yang tembus oleh akar
tumbuhan maka makin cepat erosi yang terjadi tanpa kehilangan kapasitas produksi yang
tidak dapat diperbaiki (Rahim, 2006).
Evaluasi Kemampuan Lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi lahan
bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan tidak membicarakan
peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan pengelolaannya (Sitorus
2004). Kemampuan lahan mengelompokkan lahan ke dalam sejumlah kecil klasifikasi.
Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan
pengelompokkannya ke dalam beberapa katagori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Arsyad, 2006).
Klasifikasi kemampuan lahan dalam penelitian ini menggunakan kriteriakemampuan lahan dari Arsyad (1989) hasil modifikasi dari metode Hockensmith dan
Steele (1943); Klingebiel dan Montgomery (1973). Menurut Arsyad dalam sistem ini
lahan dikelompokkan ke dalam tiga katagori utama yaitu ; kelas, Sub kelas dan satuan
kemampuan (capability units) atau satuan pengelolaan (management unit).
Pengelompokkan tanah ke dalam kelas kemampuan, sub-kelas dan satuan
pengelolaan tersebut bertujuan untuk menghasilkan produksi tanaman umum dan
tanaman makanan ternak (pasture plants) tanpa mengakibatkan kerusakan tanah dalam
periode waktu yang lama. Pengelompokan di dalam kelas kemampuan lahan didasarkan
atas intensitas faktor penghambat dari parameter lahan. Lahan dikelompokkan ke dalam
delapan kelas kemampuan lahan, ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII.
Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas I sampai VIII.
Lahan pada Kelas I sampai Kelas IV dengan pengelolaan yang baik mampumenghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman
pertanian umumnya (tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk pakan ternak, padang
rumput, dan hutan. Lahan Kelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman
pohon-pohon, atau vegetasi alami. Dalam beberapa hal lahan Kelas V dan VI dapatmenghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-
buahan, tanaman hias, atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi
dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Lahan Kelas VIII
sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode
survey. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey lapangan meliputi
pengamatan, pengukuran, uji lapangan, pencatatan dan pengambilan sampel tanah yang
dilanjutkan dengan uji laboratorium. Pengambilan sampel di lapangan ditentukan
berdasarkan titik-titik sampel yang ditentukan dengan metode Stratified Random
Sampling (sampel acak berstrata). Pengumpulan data sekunder dilakukan pada beberapainstansi terkait meliputi peta-peta dasar, peta-peta tematik, data curah hujan dan keadaan
sosial ekonomi penduduk di wilayah penelitian.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain Peta Rupa Bumi
Indonesia skala 1 : 25.000 tahun 2008 lembar 1208-623 wilayah Cikajang, 1208-624wilayah Cilawu, 1208-641 wilayah Samarang dan 1208-642 wilayah Garut, Peta Tanah
Tinjau Mendalam DAS Cimanuk Atas Tahun 1973 skala 1 : 50.000, data curah hujan
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
7/12
5
bulanan Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh dan sekitarnya selama 10 tahun terakhir, yaitu tahun
2001 sampai dengan 2010, Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009,
Citra Satelit Quickbird liputan tahun 2010, dan Shuttle Radar Topography Mission(SRTM) wilayah Jawa. Adapun peralatan yang digunakan adalah komputer analisis
berbasis Geographic Information System (GIS) dengan perangkat lunak : Arc.GIS 9.3.,
Arc View 3.2, Software LCLP, MS Word dan MS Excel, Global Positioning System
(GPS), peralatan lapangan untuk survei tanah, Soil test kit dan kamera digital.
Pendugaan erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan USLE (Universal
Soil-Loss Equation) dari Wischmeier and Smith, 1965. Parameter erosivitas hujan
ditentukan dengan menggunakan rumus Lenvain (dalam Bols, 1978), nilai erodibilitas
tanah ditentukan dengan menggunakan persamaan Hammer (1981), nilai faktor LS
ditentukan berdasarkan tabel konversi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007), sedangkan
nilai indeks penutupan tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P) ditentukan
berdasarkan tabel konversi menurut Arsyad (2006), Hardjowigeno dan Widiatmaka,
(2007) dan Departemen Kehutanan (1998).Laju Erosi yang diperbolehkan ditentukan berdasarkan persamaan Hammer
(1981). Untuk menentukan jenis penggunaan tanah ideal digunakan pembandingan laju
erosi yang diperboleh dan nilai perkalian RKLSP. Untuk menentukan praktek konservasi
tanah ditentukan dengan pembandingan laju erosi yang diperboleh dan nilai perkalian
RKLSC. Arahan penggunaan tanah optimal dilakukan dengan mempertimbangkan
kemampuan lahan, tingkat bahaya erosi dan tekanan penduduk agraris.
Pada penelitian ini evaluasi kemampuan lahan dilakukan menggunakan metoda
matching. Dalam metoda matching dilakukan pembandingan antara nilai faktor
penghambat pada unit lahan dengan tabel konversi. Faktor penghambat tersebut adalah
kemiringan lereng, kepekaan erosi (erodibilitas), tingkat erosi (hasil identifikasi dengan
menggunakan metode USLE), kedalaman tanah, tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah
lapisan bawah, permeabilitas, drainase, prosentase batuan/kerikil dan ancaman banjir.Proses pembentukan peta klasifikasi kemampuan lahan dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak LCLP (Land Classification And Landuse Planning). Perangkat lunak
LCLP merupakan alat yang dapat digunakan secara langsung untuk analisis kemampuan
lahan atau kesesuaian lahan (Worosuprojo, 2004).Penentuan kesesuaian penggunaan lahan dilakukan dengan metode overlay peta
penggunaan lahan saat ini dengan peta kelas kemampuan lahan. Selanjutnya arahan
penggunaan tanah optimal dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan lahan,
tingkat erosi dan tekanan penduduk agraris.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan posisi geografis Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh terletak pada 1070
4914 107
055 7 BT dan 7
013 4 7
019 11 LS (koordinat geografi) serta terletak
pada 810681 822722 mT dan 9189521 9200812 mU (koordinat UTM). Secara
administrasi melingkupi empat kecamatan di Kabupaten Garut yaitu Kecamatan Cilawu,
Bayongbong, Garut Kota dan Cigedug, serta melingkupi 28 desa di empat kecamatan
tersebut, dengan luas wilayah 6.779,86 Ha, serta merupakan bagian dari DAS Cimanuk.
Wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh termasuk dalam wilayah lereng sebelah
Utara Gunung Cikuray yang merupakan gunung tertinggi di Kabupaten Garut mulai dari
puncak dengan ketinggian elevasi 2.821 meter dpl sampai lembah dan dataran berupaoutlet paling bawah yang ditandai dengan muara sungai Cipeujeuh pada sungai Cimanuk
dengan ketinggian elevasi 750 meter dpl. Kondisi kelerengan di wilayah Sub DAS
Cicajur-Cipeujeuh didominasi oleh kelas lereng agak curam yaitu seluas 2.185,56 ha
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
8/12
6
(32,24 %), selanjutnya landai 1.738,92 ha (25,65 %), datar 1.628,99 ha (24,03 %), curam
771,03 ha (11,37 %) dan sangat curam 455,36 ha (6,72 %).
Sebagian besar wilayah SubDAS Cicajur-Cipeujeuh telah
mengalami pengelolaan lahan,
dengan kondisi penggunaan lahan
antara lain hutan seluas 377,60 ha
(5,57 %), semak belukar 542,94 ha
(8,01 %), sawah tadah hujan 788,89
ha (11,64 %), sawah irigasi 1.020,38
ha (15,05 %), kebun/perkebunan
1.203,16 ha (17,75 %), ladang
tegalan 1.808,42 ha (26,67 %),
pemukiman 1.036,69 ha (15,29 %)
dan tubuh air 1,79 ha (0,03 %).Berdasarkan Peta Tanah
Tinjau Mendalam DAS Cimanuk
Atas skala 1 : 50.000 dari Lembaga
Penelitian Tanah Bogor tahun 1973,
wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh
didominasi oleh tanah latosol coklat
seluas 2.830,52 ha (41,75 %). Jenis
tanah lainnya andosol coklat seluas
409,69 ha (6,04 %), andosol coklat
kekuningan 629,49 ha (9,28 %), glei
humus rendah 930,64 ha (13,73 %),
mediteran coklat kemerahan 1.060,51ha (15,64 %), regosol coklat tua
165,59 ha (2,44 %), asosiasi aluvial kelabu, aluvial coklat kekelabuan 135,64 ha (2,00
%), dan regosol kelabu 617,79 ha (9,11 %).
Berdasarkan penghitungan erosi dengan menggunakan persamaan USLE,diketahui laju erosi aktual di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh yaitu sebesar
2.635.838,10 ton/th atau rata-rata 388,77 ton/ha/th. Dengan rata-rata berat jenis tanah
sebesar 0,98 g/cc, maka terjadi laju kehilangan tanah rata-rata setebal 39,71 mm/th.
Analisis laju erosi berdasarkan jenis penggunaan lahan menunjukkan bahwa laju erosi
yang tinggi secara umum terjadi pada jenis penggunaan lahan ladang/tegalan yaitu
sebesar 883,00 ton/ha/th dan laju erosi terrendah terjadi pada jenis penggunaan lahan
sawah irigasi sebesar 0,18 ton/ha/th. Analisis erosi berdasarkan kelas kemiringan lereng,
menunjukkan bahwa laju erosi meningkat seiring dengan meningkatnya kelas kemiringan
lereng. Klasifikasi tingkat bahaya erosi di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh
Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Jumlah(Ha)Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Luas 308,10 1.267,15 1.705,18 1.148,42 2.351,01 6.779,86
% 4,54 18,69 25,15 16,94 34,68 100,00
Sumber : Analisis basis data erosi dan solum tanah digital menggunakan SIG (2012)
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
9/12
7
Hasil penghitungan erosi yang diperbolehkan (T), menunjukkan bahwa tingkat
erosi yang diperbolehkan di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh rata-rata sebesar 23,09
ton/ha/thn atau setara dengan tebal lapisan tanah 2,39 mm/tahun. Perbandingan antaratingkat erosi yang diperbolehkan dengan laju erosi aktual pada setiap satuan lahan
menunjukkan bahwa laju erosi aktual di wilayah ini telah melebihi standar erosi yang
diperbolehkan yaitu sebesar 365,68 ton/ha/th atau setebal 37,32 mm/th. Hal ini terjadi
karena aktifitas pemanfaatan lahan secara intensif telah banyak dilakukan di sebagian
besar wilayah ini.
Berdasarkan
penentuan indeks bahaya
erosi di wilayah Sub DAS
Cicajur-Cipeujeuh
diperoleh informasi bahwa
tingkat erosi dalam
klasifikasi IBE rendahseluas 2.045,82 ha (30,17
%), sedang 1.498,12 ha
(22,10 %), tinggi 750,16
ha (11,06 %) dan sangat
tinggi 2.485,76 ha (36,66
%). Sebagian besar
wilayah penelitian atau
sekitar 4.734,04 ha (69,83
%) perlu penataan kembali
bentuk pengelolaan
lahannya, dan hanya
sebagian kecil yaitu seluas2.045,82 ha (30,17 %) dari
seluruh wilayah Sub DAS
Cicajur-Cipeujeuh yang
dapat dipertahankanperuntukan lahannya.
Hasil analisis
kemampuan lahan
menunjukkan bahwa di
wilayah Sub DAS Cicajur-
Cipeujeuh terdiri dari
kelas kemampuan lahan
III, IV, V, VI, VII dan
VIII. Wilayah ini didominasi oleh lahan dengan kelas kemampuan VII seluas 2.175,58 ha
(32,09 %), dengan faktor pembatas utama yaitu erosi dan lereng permukaan. Klasifikasi
kemampuan lahan di wilayah ini disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil analisis spasial tingkat kesesuaian penggunaan lahan saat ini
dengan kelas kemampuan lahan pada setiap satuan lahan, menunjukkan bahwa tingkatkesesuaian penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh antara lain terdapat
penggunaan lahan yang tidak sesuai negatif seluas 5.298,41 ha (78,15 %), tidak sesuai
positif seluas 129,13 ha (1,90 %) dan yang sesuai hanya 1.352,32 ha (19,95 %). Kriteria
penggunaan lahan tidak sesuai negatif banyak terjadi pada jenis penggunaan lahanladang/tegalan yang tersebar pada kelas kemampuan lahan IV, V, VI dan VII.
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
10/12
8
Tabel 2. Klasifikasi Kemampuan Lahan di Wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh
NoPenggunaan Lahan
Saat Ini
Kelas Kemampuan Lahan (ha) Jumlah
(ha)III IV V VI VII VIII1 Pemukiman 35,98 70,11 287,72 407,05 175,39 58,95 1.035,19
2 Kebun/Perkebunan 76,81 372,64 274,63 491,83 1.215,92
3 Hutan 104,06 120,29 153,25 377,60
4 Sawah Irigasi 490,43 412,31 117,63 1.020,37
5 Ladang/Tegalan 24,81 234,13 221,41 1.331,57 1.811,93
6 Semak belukar 25,08 19,12 502,33 546,52
7 Sawah tadah hujan 127,44 569,19 60,87 13,04 770,54
8 Tubuh Air 1,79 1,79
Jumlah : 112,79 1.214,56 1.503,35 1.221,01 2.175,58 552,57 6.779,86
% 1,66 17,91 22,17 18,01 32,09 8,15 100,00
Sumber : Hasil analisis basis data kemampuan lahan dan penggunaan lahan (2012)
Berdasarkan
pertimbangan aspek erosi,
kemampuan lahan dan tingkattekanan penduduk, pemanfaatan
lahan optimal di wilayah Sub
DAS Cicajur-Cipeujeuh secara
umum dikelompokkan menjadi
hutan lindung seluas 1.012,47 ha
(14,93 %), kebun/perkebunan
3.532,71 ha (52,11 %), sawahtadah hujan 127,44 ha (1,88 %),
sawah irigasi 1.020,37 ha (15,05%), semak belukar 25,08 ha (0,37
%), pemukiman 1.035,19 ha
(15,27 %), ladang/tegalan 24,81
ha (0,37 %) dan tubuh air 1,78 ha(0,03 %).
Kondisi kemiringan
lereng di wilayah penelitian yang
sebagian besar relatif tinggi dansangat mempengaruhi tingkat
erosi. Oleh karena itu untuk
mengendalikan laju erosi sampai
dengan tingkat erosi yangdiperbolehkan, maka
pemanfaatan lahan di wilayah ini
harus disertai dengan upayateknik konservasi tanah. Berdasarkan hasil analisis basis data erosi, diperoleh beberapa
teknik konservasi tanah yang direkomendasikan di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh
yaitu teras bangku seluas 5.819,68 ha (85,84 %), teras gulud seluas 575,26 ha (575,26
%), teras tradisional 109,59 ha (1,62 %), tanpa upaya konservasi tanah 273,54 ha (4,03
%), dan tubuh air 1,79 ha (0,03 %).
Pendugaan potensi tingkat erosi yang akan terjadi di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh ditentukan berdasarkan arahan bentuk penggunaan lahan (nilai C) dan arahan
teknik konservasi tanah (nilai P) untuk setiap satuan lahan. Hasil analisis memperlihatkan
potensi tingkat erosi yang akan terjadi, sebagai berikut :
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
11/12
9
1. apabila dilakukan perubahan bentuk penggunaan lahan sesuai dengan arahan tanpateknik konservasi tanah, potensi erosi rata-rata sebesar 68,33 ton/ha/th;
2.
apabila hanya dilakukan perubahan upaya teknik konservasi tanah tanpa disertaiperubahan bentuk penggunaan lahan sesuai arahan, maka potensi erosi yang akan
terjadi adalah rata-rata sebesar 117,66 ton/ha/th;
3. apabila dilakukan perubahan bentuk penggunaan lahan sesuai dengan arahan disertaidengan upaya teknik konservasi tanah, maka potensi erosi yang akan terjadi adalah
rata-rata sebesar 16,37 ton/ha/tahun.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa laju erosi aktual di wilayah Sub
DAS Cicajur-Cipeujeuh sangat tinggi yaitu sebesar 2.635.838,10 ton/th atau rata-rata
388,77 ton/ha/th, sehingga terjadi laju kehilangan tanah rata-rata setebal 39,71 mm/th.
Tingkat erosi yang diperbolekan di wilayah ini rata-rata sebesar 23,09 ton/ha/thn atausetara dengan tebal lapisan tanah 2,39 mm/tahun, sehingga telah terjadi kelebihan lajuerosi sebesar 365,68 ton/ha/th atau setebal 37,32 mm/th. Hal ini terjadi karena kondisi
biogeofisik Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh yang rentan erosi, sedangkan pola pemanfaatan
lahan di wilayah ini sebagian besar tidak sesuai dengan kemampuan lahan dan tidak
mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.Wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh terdiri dari lahan-lahan dengan kelas
kemampuan lahan III, IV, V, VI, VII dan VIII, serta didominasi oleh lahan dengan kelas
kemampuan lahan VII seluas 2.175,58 ha (32,09 %). Secara umum faktor pembatas
utamanya yaitu tingkat erosi dan lereng permukaan. Penggunaan lahan saat ini yang tidak
sesuai negatif dengan kelas kemampuan lahan yaitu seluas 5.298,41 ha (78,15 %), yang
merupakan penyebab terjadinya degradasi lahan dan tingginya laju erosi, sehingga untuk
mengendalikan laju erosi dan degradasi lahan maka harus segera dilakukan perubahanpola pemanfaatan lahan sesuai kemampuan lahan dan kaidah konservasi tanah dan air.
Melalui pertimbangan aspek erosi, kemampuan lahan dan tingkat tekanan
penduduk, pemanfaatan lahan optimal di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh harus
didominasi oleh pola-pola pemanfaatan lahan yang bersifat lebih produktif dan
konservatif yaitu berupa hutan lindung seluas 1.012,47 ha (14,93 %) dan
kebun/perkebunan 3.532,71 ha (52,11 %). Pola penanaman kebun campuran diharapkandapat memenuhi kebutuhan hidup petani sekaligus dapat melindungi lahan dari erosi dan
degradasi lahan. Untuk dapat mengendalikan laju erosi sampai dengan tingkat erosi yang
diperbolehkan, maka perubahan penggunaan lahan tersebut harus disertai dengan upaya
teknik konservasi tanah, yang sebagian besar dapat dikembangkan berupa teras bangku
seluas 5.819,68 ha (85,84 %).
SARAN
Upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah di wilayah Sub DAS Cicajur-
Cipeujeuh sangat perlu untuk segera dilaksanakan. Pola pengelolaan lahan saat ini
terutama pada jenis penggunaan lahan ladang/tegalan dengan komoditi
sayuran/hortikultura memiliki kontribusi yang sangat tinggi terhadap terjadinya erosi,
tanah longsor dan bahaya banjir di wilayah hilir DAS. Hal ini perlu segera dilakukan
perubahan pola pemanfaatan lahan tersebut sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan
air, sehingga perlu ditunjang oleh upaya pembinaan dan bimbingan teknis oleh petugasdari sektor pertanian.
Produk-produk perencanaan wilayah yang ada terutama yang berkaitan dengan
penetapan kawasan lindung, perlu dilakukan sosialisasi secara langsung kepada
-
7/31/2019 Publikasi Tesis Arif Salam Indo
12/12
10
masyarakat, sekaligus diberikan pemahaman tentang pentingnya upaya rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah dalam setiap kegiatan pengelolaan lahan.
Tingginya laju erosi aktual di wilayah Sub DAS Cicajur-Cipeujeuh harus dapatdikendalikan dengan melaksanakan upaya konservasi tanah dan air secara efektif
terutama pada lahan dengan peruntukan sebagai lahan pertanian. Salah satu upaya
konservasi tanah yang harus dilakukan di wilayah ini adalah pembuatan terasering,
terutama pada lahan dengan kemiringan lereng relatif tinggi. Disamping itu untuk
mengendalikan laju erosi sekaligus meningkatkan resapan air ke dalam tanah, perlu
dibuat bangunan rorak.
Mengingat kebutuhan lahan usaha tani sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan
hidup, maka salah satu bentuk pola pengelolaan lahan sebagai pengganti tegalan/ladang
terutama pada kelas kemampuan V dan VI sekaligus untuk meningkatkan nilai ekonomis
lahan adalah berupa kebun campuran. Pada satu bidang lahan dapat ditanam secara
bersama-sama dan atau bergiliran tanaman kayu-kayuan, perkebunan, palawija, tanaman
bawah tegakan dan tanaman rumput pakan ternak. Sehubungan dengan hal ini, makadiperlukan penelitian lebih lanjut tentang kesesuaian lahan untuk menentukan jenis
komoditi yang dapat dikembangkan di wilayah ini.
REFERENSI:
Arsyad, S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Asdak, C., 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Departemen Kehutanan, 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai, Departemen
Kehutanan Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta
Hardjowigeno, S., Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Presiden RI. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.
Presiden RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 Tentang
Sumber Daya Air.
Rahim, S.E., 2006. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan.
Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Sarief, E. S., 1985, Konservasi Tanah dan Air, Cetakan ketiga, C.V. Pustaka Buana.
Bandung.
Senawi, 2007. Pemodelan Spasial Ekologis Untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan
Daerah Aliran Sungai (Kasus di DAS Solo Hulu). Disertasi. Universitas GadjahMada, Yogyakarta.
Senawi, 2010. Dasar-Dasar Tata Ruang Kehutanan. Buku Ajar Mata Kuliah Analisis TataRuang. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Seyhan, E., 1993, Dasar-dasar Hidrologi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sitorus, 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Worosuprojo, S., 2002. Pedoman Penggunaan LCLP, Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
www.bkprn.org. RTRW Provinsi Jawa Barat Bertekad Wujudkan Green Province. Kepala
Bidang Fisik Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi
Jawa Barat. Diakses pada tanggal 3 N opember 2011.