psikologi anak dan lansia 2013
DESCRIPTION
psikologiTRANSCRIPT
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
ANAK & LANSIA
MATERI KULIAH
BLOK XIX
OLEH:
NURINDAH FITRIA, S.Psi. M.Psi.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TAHUN 2013
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK DAN LANSIA
Nurindah Fitria, S.Psi., M.Psi.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami psikologi perkembangan anak dan lansia melalui pengetahuan
tentang:
1. Teori perkembangan kognitif Piaget
2. Teori psikososial Erikson
3. Isu-isu dalam psikologi perkembangan anak dan lansia
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang:
1. Teori perkembangan kognitif Piaget
2. Teori psikosial Erikson
3. Isu-isu mengenai perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial pada anak serta lansia
SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui tentang perkembangan kognitif dan psikososial manusia (C1)
2. Mahasiswa mengetahui isu-isu yang berkaitan dengan psikologi perkembangan anak
dan lansia (C1)
MATERI PEMBELAJARAN
1. Pendahuluan
2. Perkembangan kognitif dan psikosial manusia
3. Isu-isu yang berhubungan dengan perkembangan
4. Penutup
METODE PEMBELAJARAN
1. Kuliah interaktif
2. Tugas mandiri
I. PENDAHULUAN
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Dalam menentukan
perilaku seseorang, psikologi bergerak berdasarkan bukti-bukti yang didapat melalui penelitian
secara empiris. Perilaku manusia berkembang semenjak anak-anak, bahkan semenjak di dalam
kandungan, hingga akhirnya tutup usia.
Ilmu psikologi yang mempelajari tentang perkembangan perilaku ini disebut sebagai
Psikologi Perkembangan. Psikologi Perkembangan mencakup perkembangan seumur hidup
(lifespan development), yaitu ranah penelitian yang menelaah pola pertumbuhan, perubahan,
dan stabilitas perilaku yang terjadi di sepanjang rentang kehidupan manusia.
Psikologi perkembangan mencakup beberapa ranah, antara lain:
1. Perkembangan fisik, perkembangan yang meliputi perubahan fisik tubuh, termasuk otak,
sistem syaraf, otot, dan indra, serta kebutuhan akan makanan, minuman, dan tidur dalam
menentukan perilaku seseorang.
2. Perkembangan kognitif, perkembangan meliputi bagaimana pertumbuhan dan perubahan
dalam kapabilatas intelektual, mencakup pembelajaran, memori, kemampuan memecahkan
masalah, dan intelijensi, yang mempengaruhi perilaku seseorang.
3. Perkembangan psikososial, terdiri dari perkembangan kepribadian dan sosial seseorang.
Perkembangan kepribadian meliputi bagaimana dorongan karakteristik yang membedakan
seseorang dengan orang lainnya berubah sepanjang rentang kehidupan mereka.
Perkembangan sosial meliputi cara seseorang berinteraksi dengan orang lain dan
bagaimana hubungan sosial mereka tumbuh, berubah, atau tetap stabil sepanjang
kehidupan mereka. Perkembangan kepribadian menekankan pada kestabilan sifat
seseorang sedangkan perkembangan sosial melihat bagaimana pengaruh peristiwa atau
pengalaman hidup mempengaruhi seseorang.
Rentang kehidupan seseorang terbagi menjadi beberapa periode, yang dikelompok
berdasarkan usia seseorang. Periode prenatal (periode dari konsepsi hingga kelahiran); infant
dan toddler (usia 0-3 tahun); periode pra-sekolah atau anak-anak awal (usia 3-6 tahun); periode
anak-anak tengah (usia 6-12 tahun); periode remaja (usia 12-20 tahun); periode dewasa muda
(usia 20-40 tahun); periode dewasa tengah (usia 40-65 tahun); dan periode dewasa akhir (usia
65 hingga kematian). Pembagian periode ini adalah pembagian yang disepakati secara umum
di banyak negara. Akan tetapi, perbedaan budaya di masing-masing negara dapat
membedakan cakupan rentang dari masing-masing periode. Misalnya, menurut Sarwono (2006)
batas akhir usia remaja untuk masyarakat Indonesia adalah 23 tahun, dengan pertimbangan
kemandirian dan latar belakang budaya di Indonesia.
Perkembangan manusia seumur hidupnya tidak hanya dibawa secara herediter melalui
genetik yang diturunkan oleh orang tua tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat
seseorang tumbuh. Beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan manusia:
1. Cohort affect, merupakan contoh pengaruh yang disebabkan oleh sejarah. Cohort
merupakan sekelompok orang yang lahir di waktu yang sama pada tempat yang sama.
Kejadian sosial yang besar, seperti perang, keadaan ekonomi yang naik dan turun,
bencana kelaparan, dan epidemi (seperti virus AIDS) mempengaruhi anggota cohort
tertentu secara sama. Misalnya, orang-orang yang tinggal di kota New York saat serangan
teroris 9/11 ke WTC mengalami tantangan biologis dan lingkungan yang terbagi karena
serangan tersebut. Pada akhirnya, specter terorisme sebagai pengaruh sejarah menjadi hal
biasa bagi orang-orang yang tinggal di Amerika Serikat saat ini.
2. Pengaruh yang disebabkan oleh usia, merupakan pengaruh biologis dan lingkungan yang
serupa bagi individu-individu dari kelompok usia tertentu, tanpa melihat dimana atau kapan
mereka dibesarkan. Misalnya, kejadian biologis seperti pubertas dan menopause
merupakan kejadian umum yang terjadi pada waktu relatif sama di semua masyarakat.
3. Pengaruh yang disebabkan oleh sosial budaya, faktor sosial dan budaya yang hadir di
waktu tertentu untuk individu tertentu, tergantung pada variabel etnisitas, kelas sosial, dan
keanggotaan sub-budaya. Misalnya, perbedaan kebiasaan antara orang dari kelompok
mayoritas dan minoritas.
4. Kejadian hidup non-normatif, merupakan kejadian khusus dan tidak biasa yang terjadi
dalam kehidupan orang tertentu pada saat kejadian tersebut tidak terjadi pada kebanyakan
orang. Misalnya, seorang anak yang orang tanya mengalami kecelakaan mobil saat ia
berusia 6 tahun telah menjadi kejadian hidup non-normatif bagi anak tersebut.
Prinsip-prinsip pendekatan perkembangan (Baltes, dkk., 1987)
1. Perkembangan berlangsung seumur hidup
2. Perkembangan melibatkan perolehan dan kehilangan
3. Pengaruh relatif dari biologi dan budaya saling bergantian sepanjang hidup
4. Perkembangan melibatkan perubahan alokasi sumber daya
5. Perkembangan dapat diubah-ubah
6. Perkembangan dipengaruhi konteks sejarah dan budaya
Karakteristik-karakteristik perkembangan (Hurlock, 2002):
Perkembangan berlangsung menurut suatu pola tertentu.
Perkembangan berlangsung dari sifat-sifat umum ke sifat-sifat khusus.
Perkembangan adalah tidak terputus-putus.
Perbedaan kecepatan perkembangan antara kanak-kanak akan tetap berlangsung.
Perkembangan dari pelbagai bagian badan berlangsung masing-masing dengan kecepatan
sendiri.
Sifat-sifat dalam perkembangan ada sangkut pautnya antara satu dengan lainnya.
Perkembangan dapat dikira-kirakan lebih dahulu.
Tiap-tiap fase perkembangan mempunyai coraknya masing-masing.
Apa yang disebut sikap yang menjadi persoalan kerapkali sikap biasa sesuai dengan
umurnya.
Tiap-tiap orang yang normal akan mencapai masing-masing fasenya terakhir dalam
perkembangan.
II. PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN PSIKOSOSIAL MANUSIA
Dalam memahami perkembangan kognitif dan psikososial, beberapa ahli psikologi
mengembangkan teori yang sedikit banyak mempengaruhi psikologi perkembangan. Teori-teori
yang dikemukakan para ahli ini seringkali digunakan untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan seseorang baik secara kognitif maupun psikosial.
Salah satu tokoh yang cukup banyak mempengaruhi pemikiran tentang perkembangan
kognitif adalah Jean Piaget. Teorinya seringkali dikenal sebagai pendekatan Piagetian. Piaget
menekankan bagaimana individu mendapatkan intelektualitas dan mengembangkan proses
berpikir. Seorang anak dianggap memiliki perkembangan kognitif yang baik ketika berhasil
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan utama dari tiap tahap. Tahap perkembangan
kognitif Piaget antara lain meliputi empat tahapan, yaitu sensorimotor (0-2 tahun),
preoperasional (2-6 tahun), konkret operasional (6-12 tahun), dan formal operasional (12-15
tahun ke atas). Masing-masing tahapan memiliki tugas perkembangan dan keterbatasannya,
yang dapat dilihat sebagai berikut:
Usia Tahap Tugas Perkembangan Utama Keterbatasan
Lahir –
2 tahun
Sensorimotor Peningkatan pergerakan dan kesadaran
serta perkembangan makna diri terpisah
dari lingkungan eksternal, konsep
Penggunaan bahasa sedikit; tampak tidak memahami kekekalan objek pada bagian
kekekalan objek muncul sebagai
kemampuan untuk membentuk
perkembangan gambaran mental.
Bereaksi terhadap stimulus sensoris
melalui gerak refleks dan respon lain.
awal tahap ini.
2 – 6
tahun
Preoperasional Belajar untuk mengekspresikan diri
dengan bahasa; perkembangan
pemahaman isyarat simbolis; pencapaian
kekekalan objek.
Mengembangkan bahasa; dapat
menghadirkan kembali objek secara
mental melalui kata-kata dan simbol-
simbol lain; dapat berespon pada objek
yang diingat tetapi tidak hadir
Kurang operasional (proses mental berkebalikan); kurang konsep ketetapan; fokus pada satu sifat pada satu waktu (misal panjang atau lebar), tidak pada keduanya pada satu waktu; masih memiliki masalah membedakan yang tampak dan realita
6 – 12
tahun
Konkret
operasional
Belajar untuk menerapkan logika berpikir;
perkembangan pemahanan yang dapat
dibalikkan dan secara spasial; belajar
untuk membedakan dan mengklasifikasi;
peningkatan sosialisasi dan aplikasi
peraturan.
Memahami ketetapan massa, jumlah, dan
volume; dapat beralasan secara logis
terhadap objek-objek konkrit yang dapat
dilihat atau disentuh.
Memiliki masalah penalaran mengenai konsep abstrak dan situasi berupa hipotesis
12 – 15
tahun
ke atas
Formal
operasional
Belajar untuk berpikir dan beralasan
dalam istilah abstrak; membuat dan
menguji hipotesis; kapabilitas berpikir dan
penalaran logis meluas dan diperhalus;
mencapai kematangan kognitif.
Dapat beralasan secara logis mengenai
konsep-konsep abstrak dan berupa
hipotesis; mengembangkan strategi;
merencanakan tindakan ke depan.
Tidak ada selain pikiran irasional yang kadang terjadi
Perkembangan psikososial mencakup perkembangan kepribadian seseorang. Salah
satu tokoh yang mengungkapkan tentang perkembangan kepribadian dan cukup komprehensif
adalah Erik Erikson. Menurut Erik Erikson perkembangan manusia dibagi menjadi delapan
periode, dimana masing-masing periode individu memiliki tugas-tugas khusus yang
menghasilkan konflik sosial dan emosional bagi individu itu untuk melewatinya. Periode ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahapan Konflik Utama Tugas Perkembangan Utama Tipikal Pertanyaan
Bayi (0-18 bulan)
Trust vs mistrust Untuk mengembangkan
kepercayaan dasar dalam sosok
ibu dan mampu
menggeneralisasinya kepada
orang lain
Apakah dunia sosial saya dapat diprediksi dan mendukung?
Batita (usia 18 bulan-3 tahun)
Autonomy vs shame and doubt
Untuk mendapatkan beberapa
kontrol diri dan kemandirian di
dalam lingkungan
Dapatkah saya melakukan apapun oleh diri saya sendiri atau haruskah saya selalu bergantung pada orang lain?
Anak pra sekolah (3-6 tahun)
Inisiative vs guilt Untuk mengembangkan makna
tujuan dan kemampuan untuk
berinisiatif dan mengatur
aktivitasnya sendiri
Apakah saya baik atau buruk?
Pra remaja (6-12 tahun)
Industry vs inferiority
Untuk mencapai makna
kepercayaan diri melalui belajar,
berkompetisi, dan menunjukkan
performa secara sukses, serta
menerima pengakuan dari orang
lain, teman sebaya, dan kenalan
yang signifikan
Apakah saya sukses atau tidak berguna?
Remaja (12-20 tahun)
Identity vs identitiy confusion
Untuk mengintegrasikan tugas-
tugas yang dikuasai dalam tahap
sebelumnya ke dalam makna diri
yang aman
Siapa saya?
Dewasa muda (20-30 tahun)
Intimacy vs isolation
Untuk membentuk hubungan yang
intens dan awet atau komitmen
kepada orang, penyebab, institusi
atau usaha kreatif lain
Akankah saya berbagi kehidupan saya dengan orang lain atau hidup sendiri?
Dewasa tengah (30-65 tahun)
Generativity vs stagnation
Untuk mencapai tujuan akhir hidup
yang hadir bagi seseorang, selain
itu mempertimbangkan
kesejahteraan generasi masa
Akankah saya menyukseskan kehidupan saya, baik sebagai orang tua dan pekerja?
depan
Dewasa tua (> 65 tahun)
Ego integrity vs despair
Mengulas kehidupan seseorang
dan menurunkan makna dari
kejadian positif maupun negatif,
serta mencapai makna positif atas
keberhargaan diri
Apakah saya telah hidup sepenuhnya atau saya gagal?
Menurut Erikson, periode perkembangan ini merupakan tahapan berkelanjutan, dimana
keberhasilan individu menghadapi konflik di periode lebih lanjut bergantung pada kesuksesan
atau kegagalannya mengatasi konflik di periode sebelumnya.
III. ISU-ISU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKEMBANGAN
Isu-isu yang menjadi fokus pembelajaran dalam psikologi perkembangan berhubungan
dengan fungsi perkembangan yang harusnya dicapai seseorang setelah memasuki suatu
periode tertentu. Isu-isu ini dapat meliputi masalah pada perkembangan fisik, kognitif, maupun
psikososial yang dialami seseorang pada periode tersebut.
III.1. Isu Perkembangan Anak
Masalah-masalah yang dialami anak selama masa perkembangannya tidak hanya
berkaitan dengan bagaimana warisan orang tuanya secara genetis, tetapi juga bagaimana
lingkungan mempengaruhi fungsi genetis tersebut. Beberapa karakteristik yang dipengaruhi
oleh hereditas dan lingkungan, diantaranya sifat fisik dan fisiologis, intelijensi dan prestasi
sekolah, kepribadian, dan psikopatologi. Meskipun seorang anak membawa faktor hereditas
yang baik dari orang tuanya, ketika lingkungan tidak mampu untuk mengembangkan sifat-sifat
genetis ini maka akan berpengaruh pada perkembangan si anak.
Ketika salah satu ranah tidak berkembang secara sempurna maka akan berpengaruh
pada perkembangan yang lain. Perkembangan fisik menjadi titik awal bagaimana
perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial berkembang. Sebagai contoh, saat otak
janin tidak tumbuh dan berkembang secara sempurna selama masa kehamilan dan setelah
dilahirkan, maka akan berpengaruh pada fungsi otak sebagai pusat kognitif manusia. Si anak
tidak dapat mencapai perkembangan kognitif yang baik karena tidak memiliki kapasitas yang
sesuai untuk perkembangan kognitifnya. Kondisi akhirnya berpengaruh pada bagaimana
perkembangan psikosialnya, bagaimana kepribadian dan hubungannya dengan anak lain
berkembang.
Perlu disadari, perkembangan anak semenjak di dalam kandungan menentukan
bagaimana perkembangan seseorang selanjutnya hingga dewasa. Perkembangan terjadi terus-
menerus, bukan dalam bentuk yang terpisah-pisah sesuai dengan periode yang ada. Misalnya,
pada anak yang mengalami fetal alcohol syndrome, kombinasi abnormalitas mental, motor, dan
perkembangan yang mempengaruhi keturunan pada beberapa wanita peminum selama masa
kehamilan. Anak ini mengalami masalah pada sistem syaraf pusat yang akan terbawa hingga ia
memasuki usia tertentu. Ketika si anak berada pada usia infant, respon isapannya sangat
kurang, mengalami abnormalitas gelombang otak, dan gangguan tidur. Sedangkan sepanjang
masa anak-anak, mengalami pemrosesan informasi yang lambat, rentang atensi yang pendek,
gelisah, sensitif, hiperaktif, ketidakmampuan belajar, pertumbuhan retardasi, dan kecacatan
motorik.
Selain kemungkinan munculnya fetal alcohol syndrome, terdapat beberapa abnormalitas
yang dapat ditemui pada anak-anak, yaitu autisme, skizofrenia, dan AIDS. Abnormalitas ini
dapat disebabkan baik oleh herediter maupun lingkungan yang berkolaborasi membentuk anak.
Ketika seorang anak tumbuh dengan kondisi fisik serta fisiologis yang baik, bagaimana
orang tua dan pengasuh memperlakukan si anak berpengaruh pada perkembangan kognitif dan
psikososialnya. Perkembangan kognitif sendiri memiliki pendekatan, yaitu pendekatan
behavioris, mempelajari tentang dasar mekanis belajar, menekankan pada bagaimana
perubahan perilaku dari satu respon ke respon lain; pendekatan psikometris, mencari ukuran
perbedaan secara kuantitatif terhadap kemampuan kognitif menggunakan tes yang
mengindikasikan serta meramal kemampuan ini; dan pendekatan Piagetian, melihat perubahan
atau tahapan dalam kualitas fungsi kognitif, menekankan pada bagaimana pikiran membentuk
aktivitasnya dan beradaptasi dengan lingkungan. Masing-masing pendekatan ini memiliki
ketentuan bagaimana anak dikategorikan memiliki perkembangan kognitif yang baik atau
kurang baik.
Salah satu perkembangan psikososial anak berhubungan dengan temperamen yang ia
miliki. Temperamen merupakan karakteristik seseorang, atau karakteristik bawaan, bagaimana
cara ia mendekati dan bereaksi terhadap orang serta lingkungan secara biologis. Temperamen
dideskripsikan sebagai bagaimana perilaku seseorang: bukan apa yang dilakukan seseorang,
melainkan bagaimana mereka menjalankan sesuatu. Temperamen mungkin berpengaruh tidak
hanya cara anak-anak mendekati dan bereaksi terhadap dunia luar, tetapi cara mereka
mengatasi fungsi mental, emosional, dan perilaku mereka sendiri. Temperamen memiliki dasar
emosional; tetapi ketika emosi seperti rasa takut, gembira dan bosan datang dan berlalu,
temperamen cenderung konsisten dan kekal. Perbedaan temperamen individu membentuk akar
perkembangan kepribadiannya, pola perasaan, pikiran, dan perilaku cenderung tetap yang
membuat seseorang terlihat unik.
New York Longitudinal Study (NYLS) mengemukakan tiga pola temperamen anak, yaitu:
“easy” children, anak-anak yang secara umum bahagia, memiliki ritme biologis yang biasa, dan
siap menerima pengalaman baru; “difficult” children, lebih mudah terangsang (kesal atau
marah) dan sulit untuk gembira, ritme biologis yang tidak biasa, dan lebih intens
mengekspresikan emosi; “slow-to-warm up” children, mudah tetapi lambat dalam beradaptasi
terhadap orang serta situasi baru, ragu dalam menerima pengalaman baru. Satu hal penting
adalah goodness of fit, yaitu kecocokan antara temperamen anak dengan kebutuhan
lingkungan dan kendala anak harusnya diatasi, salah satunya dengan temperamen pengasuh.
Selain mengenai temperamen, hal penting lain dalam perkembangan anak adalah teori
Psikososial yang dikemukakan oleh Erikson. Teori Psikosial Erikson menjelaskan kepribadian
anak berkembang melalui sebuah krisis yang terjadi pada tiap periode perkembangan. Krisis ini
berbeda-beda sesuai dengan perkembangan yang dimiliki anak pada periode tertentu. Ketika
krisis berhasil dilewati, maka seseorang akan masuk pada krisis berikutnya, sehingga
keberhasilan atau kegagalan melewati krisis di tahap sebelumnya mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang di tahap berikutnya.
III.2. Isu Perkembangan Lansia
Memasuki masa dewasa akhir, lansia mulai menunjukkan perubahan yang signifikan
dari penampilan fisik dan pergerakannya. Salah satu yang paling mudah diketahui adalah
munculnya keriput dan bintik-bintik hitam. Lansia juga menjadi lebih pendek dari sebelumnya
dikarenakan hilangnya massa tulang pada bagian tulang belakang. Biasanya berat juga
menurun karena hilangnya massa otot. Lansia juga bergerak lebih lambat dibandingkan individu
yang lebih muda. Pergerakan yang lambat biasanya ditemui dalam kegiatan sehari-hari,
misalnya meraih dan menggenggam, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan
pergerakan yang berkelanjutan. Kemampuan pergerakan ini dipengaruhi oleh kekuatan otot,
kesehatan jantung, penglihatan, dan stabilitas tubuh. Biasa berjalan dapat mengurangi
munculnya ketidakmampuan fisik pada lansia.
Bertambahnya usia juga membuat lansia mengalami penurunan kualitas penglihatan,
misalnya keakuratan penglihatan, warna, dan persepsi kedalaman. Masalah kesehatan lain
yang biasanya membatasi kegiatan para lainnya adalah kondisi jantung, diabetes, asma, dan
artritis. Gaya hidup, faktor sosial dan psikologis juga mempengaruhi kesehatan. Adanya
kegiatan fisik dan dukungan emosional juga berhubungan dengan kesehatan yang lebih baik.
Banyak faktor mempengaruhi intelijensi, termasuk warisan genetis, pendidikan, latar
belakang sosial ekonomi, dan kondisi kesehatan. Individu yang lebih tua secara umum kurang
kompetitif dan kurang berminat dalam mengesankan orang lain dengan skor performa mereka.
Materi-materi baru dipelajari lebih lambat setelah usia bertambah. Sikap untuk belajar juga
cenderung berbeda. Orang yang lebih tua cenderung enggan untuk mencoba hal-hal baru dan
belajar. Tes intelijensi menunjukkan skor intelijensi lansia cenderung menurun, terutama untuk
sub tes performa yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Sebaliknya, untuk sub tes verbal
cenderung tidak terlalu berubah.
Sebagian lansia tetap menjaga produktivitasnya sepanjang hidup. Sebagian bekerja
dengan jam kerja yang sama seperti individu yang lebih muda. Kesehatan yang baik, komitmen
untuk bekerja yang kuat, dan tidak nyaman terhadap pensiun merupakan karakteristik penting
lansia yang masih melanjutkan untuk bekerja. Lansia yang sebelumnya pernah bekerja secara
penuh waktu hanya separuhnya saja yang benar-benar pensiun. Sebagian lagi berpindah
menjadi pekerja paruh waktu dengan mengurangi jam kerja dari karier mereka sebelumnya atau
mengambil pekerjaan baru yang lebih rendah pendapatannya.
Pada usia lansia ini juga berkembang isu mengenai bagaimana individu lansia yang
sukses dan optimal kehidupannya. Satu pendekatan melihat kesuksesan lansia berdasarkan
pengalaman subjektif yang mereka miliki, yaitu seberapa baik individu mencapai goal hidup
mereka dan seberapa puas mereka dengan kehidupan mereka. Teori aktivitas melihat peran
individu adalah sumber penting dalam melihat kepuasan mereka. Semakin hilang peran mereka
karena adanya pensiun, menjadi duda/janda, jarak dengan anak mereka, atau semakin lemah,
maka mereka akan menjadi semakin tidak puas. Mereka akan berusaha untuk mencari aktivitas
sebanyak mungkin dan menemukan pengganti bagi peran-perannya yang telah menghilang.
Lansia yang dapat beradaptasi dengan baik terhadap pensiun biasanya merupakan
lansia yang sehat, memiliki penghasilan yang adekuat, aktif, berpendidikan lebih baik, memiliki
jaringan sosial baik teman maupun keluarga yang luas, dan biasanya puas terhadap kehidupan
mereka sebelum pensiun. Fleksibilitas adalah kunci penting bagi lansia untuk dapat beradaptasi
dengan baik terhadap masa pensiun. Selain itu, lansia pun dapat mencari dan mencapai minat
mereka sendiri. Penting bagi lansia untuk membuat perencanaan pensiun untuk semua area
kehidupannya dengan lebih baik karena perencanaan pensiun yang hanya melibatkan kondisi
finansial membuat lansia tidak mampu beradaptasi dengan baik terhadap masa pensiunnya.
Individu yang telah lanjut usia biasanya menjadi pemimpin spiritual di gereja atau
komunitasnya. Agama menjadi bagian penting dalam kehidupan para lansia, termasuk di
dalamnya membaca materi-materi keagamaan, mendengarkan program-program keagamaan,
dan lebih sering beribadah. Lansia yang memaknai kehidupannya melalui agama memiliki
tingkat kepuasan hidup, self-esteem, dan optimisme yang lebih tinggi. Praktek keagamaan juga
berhubungan erat dengan perasaan kenyamaan dan kesejahteraan diri. Agama juga biasanya
dapat menjadi sumber kebutuhan penting bagi lansia yang sedang menghadapi kematian,
menemukan dan menjaga rasa kebermaknaan dari kehidupan mereka, dan menerima
kehilangan yang terjadi di usia tua. Doa dan meditasi juga ternyata dapat menurunkan tingkat
stres dan menekan kadar produksi hormon stres dalam tubuh seperti adrenalin.
Dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental lansia. Dukungan
sosial juga dapat mengurangi simptom-simptom dari penyakit dan kemampuan untuk
menemukan perawatan kesehatan yang dibutuhkan lansia. Dukungan sosial juga mengurangi
kemungkinan masuknya lansia ke panti werdha serta berkaitan erat dengan rendahnya tingkat
depresi pada lansia.
Lansia laki-laki biasanya mendapatkan dukungan sosial utama dari pasangan hidupnya
sedangkan lansia perempuan lebih menemukan dukungan sosial serta emosional pada teman,
relasi, dan anak-anak. Menjadi sendiri dan terisolasi dapat menjadi faktor resiko kesehatan
pada lansia sedangkan lansia yang tergabung dalam jejaring sosial berkaitan dengan
panjangnya kehidupan. Lansia cenderung untuk mengurangi hubungan dengan orang-orang
yang menurutnya kurang penting dan meningkatkan kontak emosional yang positif pada teman
dan keluarga. Mereka akan lebih menghabiskan waktunya dalam lingkaran kecil keluarga dan
teman untuk mengatasi emosi negatif yang dialaminya. Oleh karena itu, ketika di usia lanjut ini
mereka kehilangan pasangan, biasanya akan memberikan efek yang lebih besar dibanding
ketika kehilangan terjadi di masa sebelum ini. Efek dari kematian ini pun biasanya lebih banyak
dirasakan oleh lansia laki-laki dibandingkan lansia perempuan karena lansia laki-laki lebih
banyak terikat secara emosional pada pasangan hidupnya.
Teori socioemotional selectivity memprediksi lansia berusaha untuk menghabiskan
waktu lebih bersama orang-orang yang memiliki arti lebih bagi mereka, seperti anak-anak
mereka. Bagi lansia yang masih memiliki anak, berusaha untuk bertemu dengan anaknya
seminggu sekali bahkan seringkali menelepon anak mereka. Ada juga lansia yang berusaha
untuk tinggal tidak jauh dari anak-anak mereka. Lansia yang sering berhubungan dan merasa
dekat dengan keluarga akan menunjukkan kondisi kesehatan yang lebih baik dibandingkan
dengan yang tidak.
Tinggal di institusi merupakan salah satu alternatif perawatan bagi para lansia.
Kebutuhan untuk tinggal di rumah perawatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang. Lansia yang memiliki resiko tinggi untuk tinggal di institusi adalah individu yang
tinggal sendirian, tidak terlibat secara aktif dalam aktivitas sosial, individu yang aktivitas sehari-
harinya menjadi terbatas karena kesehatan yang kurang baik atau cacat, dan individu yang
perawatannya terlalu membebani. Rata-rata individu yang tinggal di institusi membutuhkan
bantuan paling tidak empat atau lima dari aktivitas dasar dalam kehidupan sehari-hari, seperti
mandi, makan, berpakaian, duduk di kursi, pergi ke toilet, dan berjaan. Institusi yang baik akan
menstimuls kegiatan dan kesempatan bagi para lansia untuk menghabiskan waktu bersama
orang lain. Institusi yang baik juga akan menyediakan pelayanan penuh dalam sosial,
therapeutic, dan rehabilitasi. Elemen yang paling penting di dalam institusi adalah adanya
kebebasan bagi para penghuninya untuk memutuskan dan megambil kontrol dalam kehidupan
mereka.
Beberapa stereotipe yang seringkali muncul pada lansia antara lain:
Stereotipe Karakteristik/Sifat
Negatif
Sangat lemah Berpikir lambat, tidak kompeten, lemas, inkoheren, pikun
Murung Depresi, sedih, tanpa harapan, takut, ditolak, sendirian
Pemberang/cerewet Mengeluh, mudah tersinggung, bergantung, keras kepala, sinis
Penyendiri Diam, segan, naif
Positif
Usia emas Aktif, mampu, bersosialisasi, mandiri, bahagia, menarik
Nenek-kakek sempurna Mencintai, mendukung, memahami, bijak, murah hati, baik
Konservatif Patriotik, konservatif, tegas, bangga, religius, bernostalgia
PENUTUP
Perkembangan berisikan tugas-tugas seumur hidup yang akan dilalui manusia hingga
tutup usia. Tugas psikologi perkembangan adalah menjelaskan tugas-tugas utama apa saja
yang harus dijalani individu normal pada ranah fisik, kognitif, dan psikososial. Saat individu
menyimpang dari tugas-tugas utama ini maka perlu ditelaah lebih lanjut penyebab dan
intervensi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Sebagai praktisi di bidang kesehatan,
seseorang tidak hanya perlu mengetahui kondisi fisik seseorang tetapi juga kondisi kognitif dan
psikososial individu karena ketiga ranah ini saling berhubungan dalam menentukan
perkembangan seseorang. Dalam pandangan psikologi perkembangan, kondisi individu tidak
hanya dipengaruhi oleh sifat genetis warisan dari orang tua tetapi juga pengaruh lingkungan,
seperti pengasuhan dan tempat tinggal individu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, L.R. (2002). Human Development in Adulthood. New York: Kluwer Academic Pub.
Feldman, R. S. (2009). Development Across the Life Span. (Ed. Ke-5). New Jersey: Pearson
Education International.
Mehrotra, C. M. & Wagner, L.S. (2009). Aging and Diversity: An Active Learning Experience.
(Ed. Ke-2). New York: Routledge.
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2004). Human development (Ed. Ke-9). New York:
McGraw-Hill.
Papalia, D.E., Sterns, H.L., Feldman, R.D., & Camp, C.J. (2007). Adult Development and Aging
(Ed. Ke-3). New York: McGraw-Hill.
Polan, E. U. & Taylor, D. R. (2007). Journey Across the Life-Span: Human Development and
Health Promotion. (Ed. Ke-3). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Santrock, J.W. (2006). Life-Span Development (Ed. Ke-10). New York: McGram-Hill.
Sarwono, S.W. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.