protozoa parasitik pada tinja badak … dan dedi candra. ... 2 elephantophilus zeta dan polydinium...
TRANSCRIPT
PROTOZOA PARASITIK PADA TINJA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis), GAJAH SUMATERA (Elephas
maximus sumatranus), DAN HEWAN TERNAK DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
RANI OCTALIA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2007
ABSTRAK
RANI OCTALIA. 2007. Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas. Dibimbing oleh SRI UTAMI HANDAYANI dan DEDI CANDRA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan protozoa parasitik pada tinja badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba di sekitar Taman Nasional Way Kambas sehingga penyakit akibat protozoa parasitik dapat dicegah. Sampel tinja diambil dari badak sumatera di Suaka Rhino Sumatera (SRS), gajah sumatera di Pusat Latihan Gajah (PLG), dan dari hewan ternak di desa-desa sekitar kawasan Taman Nasional Way Kambas. Pemeriksaan protozoa tinja menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Protozoa parasitik diidentifikasi berdasarkan morfologi, struktur, dan ukuran, mengacu pada literatur yang ada. Protozoa parasitik ditemukan pada tinja badak sumatera yaitu genus Entamoeba, Cryptosporidium, Balantidium, Cycloposthium, Prototapirella, genus dari famili Buetschliidae, Cycloposthidae dan Ophryoscolecidae; pada tinja gajah sumatera genus Entamoeba, Cryptosporidium, Balantidium, Spirodinium, genus dari famili Buetschliidae, genus Tripalmaria dan Triplumaria dari famili Cycloposthidae, dan famili Ophryoscolecidae; pada tinja sapi Entamoeba, Cryptosporidium, Eimeria, dan Balantidium, serta famili Ophryoscolecidae; pada tinja kerbau yaitu genus Entamoeba, Cryptosporidium, Eimeria dan famili Ophryoscolecidae; pada tinja kambing Cryptosporidium, Entamoeba, Eimeria dan Balantidium; pada tinja domba Entamoeba, Cryptosporidium, dan Eimeria. Protozoa parasitik yang banyak ditemukan pada tinja badak sumatera adalah Ordo Entodiniomorphida, dan pada tinja gajah sumatera yaitu dari genus Cryptosporidium. Genus Eimeiria dan Entamoeba banyak ditemukan di tinja hewan ternak.
PROTOZOA PARASITIK PADA TINJA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis), GAJAH SUMATERA (Elephas
maximus sumatranus), DAN HEWAN TERNAK DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Rani OctaliaB04103098
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2007
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Protozoa Parasitik
pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional
Way Kambas adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2007
Rani Octalia
B04103098
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas
Nama : Rani OctaliaNRP : B04103098Program Studi : Kedokteran Hewan
Menyetujui,
Dr. drh. Sri Utami Handayani, MS. Drh. Dedi CandraPembimbing I Pembimbing II
Mengesahkan,
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MSWakil Dekan I
Tanggal Kelulusan: 21 September 2007
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Protozoa Parasitik pada Tinja
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas
yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1 Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MS dan drh. Dedi Candra atas bantuan,
bimbingan dan arahannya selama penulisan skripsi ini.
2 Dr. drh. Risa Tiuria, MS atas kritik, saran, dan koreksinya sehingga skripsi
ini menjadi lebih baik.
3 Kepala Taman Nasional Way Kambas atas perizinan dan fasilitas selama
penelitian.
4 Ketua Yayasan Suaka Rhino Sumatera, Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, staf
Suaka Rhino Sumatra, Bpk Juus Rustandi, Ir. Sectionov, Mas Rusdianto
dan Mas Yanky.
5 Seluruh staf Suaka Rhino Sumatera di lapangan, drh Marcelius Adi CTR,
drh Andriansyah, Bpk Sumadi, Keepers (Mang Dede, Mas Lamijo, Mas
Rakimin, Mas Rois, Mas Sugiono, Pak Yohadi, Pak Sarno, Mas Sunar),
pegawai (Mas Ratno, Mas Surono, Bu Sholehah), dan Polisi Hutan (Pak
Harno, Mas Warji, Pak Pardi dan Pak Firman)
6 Seluruh staf dosen, pegawai, dan laboran di Laboratorium Protozoologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Dr. drh. Umi
Cahyaningsih, MS, drh Hj Tutuk Astyawati, MS, Bu Nani, Pak Qomar dan
Pak Saryo.
7 John M. Kinsella, Lihua Xiao, Maria Soledad Gomez Lopez, Marcus
Clauss for the scientific journals and support.
8 Tim Way Kambas 2006, Astri, Cepi, Silvi, Adam, Laura dan Erin atas
persahabatan, dukungan dan kerjasamanya.
9 Rhino Team 2005, Mba Nia, Mba Yenny, Mba Lia, Kak Rikki, Mas Eri,
dan Mba Reti atas dukungan dan masukannya.
10 Gymnolaemata 40, teman-teman seperjuangan semasa kuliah.
11 Keluarga besar Uni Konservasi Fauna atas kehangatan dan
kekeluargaannya selama ini, serta pengalaman-pengalaman berharga
yang tak terlupakan.
12 Orangtua, M. Hadran Marzuki, Rukiah Mastur, dan kakak, Dini Fardila di
Ciputat dan Riau atas dukungan dan kasih sayangnya.
13 Keluarga besar Wisma Asri atas dukungannya.
14 Rhama Budhiana, Namira Syarah, Daniel Ibrahim, dan Winny
Pramesywari atas kasih sayang, dukungan dan persahabatan selama ini.
15 Semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di dunia satwaliar.
Bogor, September 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL............................................................................................... viDAFTAR GAMBAR.......................................................................................... viiDAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix1 PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 11.2 Tujuan............................................................................................. 11.3 Manfaat........................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 32.1 Taman Nasional Way Kambas....................................................... 32.2 Protozoa Parasitik.......................................................................... 52.3 Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak.......... 6
3 METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 83.1 Waktu dan Tempat......................................................................... 83.2 Pengambilan Sampel..................................................................... 83.3 Bahan dan Alat............................................................................... 9
3.3.1 Bahan dan Alat di Lapangan........................................ 93.3.2 Bahan dan Alat di Laboratorium................................... 9
3.4 Identifikasi Protozoa....................................................................... 93.5 Penghitungan Jumlah Protozoa..................................................... 103.6 Analisis Data.................................................................................. 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 114.1 Protozoa Parasitik.......................................................................... 11
4.1.1 Filum Sarcomastigophora............................................. 114.1.2 Filum Apicomplexa....................................................... 154.1.3 Filum Ciliophora............................................................ 21
4.2 Perbandingan Keberadaan Protozoa Parasitik.............................. 314.3 Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera............................. 354.4 Protozoa Parasitik pada Tinja Gajah Sumatera............................. 364.5 Protozoa Parasitik pada Tinja Hewan Ternak................................ 36
5 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 395.1 Kesimpulan..................................................................................... 395.2 Saran…………………………………………………………………… 39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 41LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman1 Keberadaan Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan
Ternak..................................................................................................
.
32
2 Jumlah Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak.... 333 Data Keberadaan Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera...... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Genus Rhinozeta dari Badak Afrika........................................................... 72 Elephantophilus zeta dan Polydinium mysareum pada gajah India……… 73a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Kista
Entamoeba................................................................................................. 123b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Kista
Entamoeba................................................................................................. 123c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Kista Entamoeba 133d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Kista
Entamoeba................................................................................................. 133e Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Kista
Entamoeba................................................................................................. 133f Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Kista
Entamoeba................................................................................................. 144 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Trofozoit
Entamoeba……………………………………………………………………… 145a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus
Cryptosporidium......................................................................................... 155b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Genus
Cryptosporidium........................................................................................ 165c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Genus
Cryptosporidium......................................................................................... 165d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Genus
Cryptosporidium......................................................................................... 175e Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Genus
Cryptosporidium......................................................................................... 175f Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Genus
Cryptosporidium.......................................................................................
.
17
6a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Genus Eimeria..... 186b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Genus
Eimeria
19
6c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Genus
Eimeria....................................................................................................... 196d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Genus
Eimeria
20
7a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus
Balantidium................................................................................................
.
21
7b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Genus
Balantidium................................................................................................
.
21
7c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Genus
Balantidium................................................................................................
.
22
7d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Genus
Balantidium................................................................................................
.
228a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Famili
Buetschlidae............................................................................................... 238b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Famili
Buetschlidae............................................................................................... 249a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Famili
Ophryoscolecidae....................................................................................... 24
9b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Famili
Ophryoscolecidae
25
9c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan famili
Ophryoscolecidae……………………………………………………………… 259d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan famili
Ophryoscolecidae……………………………………………………………… 2610 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Famili
Cycloposthiidae.......................................................................................... 2711 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus
Cycloposthium............................................................................................ 2812 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus
Prototapirella.............................................................................................. 2813 Perbandingan Foto Protozoa pada Gajah dengan Genus Tripalmaria...... 2914 Perbandingan Foto Protozoa pada Gajah dengan Genus Triplumaria...... 3015 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Genus
Spirodinium................................................................................................ 3116 Penyebaran dan Persentase Positif Protozoa Parasitik pada Hewan
Ternak…………………………………………………………………………… 3717 Perbandingan Jumlah Rata-Rata Protozoa Parasitik per Gram Tinja
pada Hewan Ternak................................................................................... 3718 Perbandingan Jumlah Rata-Rata Cryptosporidium per Mililiter Tinja
pada Hewan Ternak…………………………………………………………… 38DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Keberadaan Protozoa Parasitik pada Badak Sumatera
Ukuran Protozoa Parasitik pada Badak SumateraLampiran 2 Hasil Pengamatan Protozoa Parasitik pada Gajah SumateraLampiran 3 Ukuran Protozoa Parasitik pada Badak SumateraLampiran 4 Hasil Pengamatan Protozoa Parasitik pada Hewan TernakLampiran 5 Ukuran Protozoa Parasitik pada Hewan TernakLampiran 6 Ukuran Rata-rata Protozoa Parasitik pada Hewan TernakLampiran 7 Ukuran Protozoa Filum Ciliophora ordo EntodiniomorphidaLampiran 8 Peta Pengambilan Sampel di Taman Nasional Way Kambas dan
Sekitarnya
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Nasional Way Kambas merupakan satu diantara kawasan
konservasi yang mempunyai ekosistem asli termasuk flora dan fauna. Pada
taman nasional ini terdapat dua spesies satwaliar khas di Indonesia yaitu badak
sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan gajah sumatera (Elephas maximus
sumatranus) yang berada di alam dan penangkaran. Kedua spesies tersebut
termasuk satwa langka yang dilindungi pemerintah. Kerusakan habitat akibat
penebangan hutan dan perburuan liar menyebabkan populasi badak dan gajah
sumatera di alam semakin menurun. Selain itu, faktor penyakit juga dapat
mengancam keberadaan satwaliar ini di alam maupun di penangkaran.
Protozoa parasitik merupakan mikroorganisme satu sel yang kompleks
dengan banyak variasi bentuk dan ukuran yang hidup dalam tubuh inang.
Beberapa protozoa parasitik dapat menyebabkan penyakit pada inangnya baik
hewan maupun manusia, dan dapat menular antar satu hewan dengan hewan
lainnya, bahkan dapat pula bersifat zoonosis. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai keberadaan protozoa parasitik pada badak dan gajah
sumatera di Taman Nasional Way Kambas. Tidak hanya pada satwaliar,
protozoa parasitik juga perlu diidentifikasi pada hewan ternak yang dipelihara di
desa-desa sekitar taman nasional. Sehingga dapat dilihat kemungkinan
penularan protozoa ini dari hewan ternak ke satwaliar maupun sebaliknya.
Dengan adanya informasi awal ini, pencegahan dapat dilakukan terhadap
gangguan penyakit yang diakibatkan protozoa parasitik, maupun penularan
protozoa antar hewan ternak dengan satwaliar.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan penyebaran
protozoa parasitik pada badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah
sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan hewan ternak di Taman Nasional
Way Kambas.
1.3 Manfaat
Dari penelitian ini dapat diperoleh informasi mengenai protozoa parasitik
pada tinja badak sumatera, gajah sumatera, dan hewan ternak. Informasi ini
akan berguna sebagai informasi awal mengenai kemungkinan penyakit yang
ditimbulkan protozoa parasitik dan kemungkinan penularan protozoa parasitik
dari satwaliar ke hewan ternak atau sebaliknya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taman Nasional Way Kambas
Secara administratif, Taman Nasional Way Kambas terletak di
Kecamatan Way Jepara, Labuan Meringgai, Sukadana, Purbolinggo, Rumbia
dan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah,
Propinsi Lampung1. Wilayah di sekitar kawasan antara lain 3 kabupaten yaitu
Lampung Timur, Lampung Tengah dan Tulang Bawang, terdiri dari 10
kecamatan dan 35 desa2. Kawasan ini diumumkan oleh Menteri Kehutanan
sebagai taman nasional pada tahun 1990 dan ditetapkan berdasarkan SK No.
670/Kpts-II/1999 dengan luas 125.621,3 hektar. Secara astronomi terletak pada
106° 32' - 106° 52' BT dan 04° 37' - 05° 15' LS.
Taman Nasional Way Kambas terdiri dari ekosistem hutan dataran
rendah diantaranya hutan payau atau pantai, padang alang-alang, semak
belukar dan hutan rawa. Secara umum kawasan Taman Nasional Way Kambas 1 http://www.dephut.go.id [17 Maret 2007]2 http://www.waykambas.or.id [11 September 2007]
mempunyai topografi yang relatif datar sampai bergelombang dengan ketinggian
antara 0 – 50 meter di atas permukaan laut. Di pesisir pantai dapat dijumpai
dataran lumpur dan pasir yang cukup luas serta terbentang sepanjang garis
pantai. Lebih dari 75% kawasan taman nasional merupakan areal bekas
penebangan hutan tahun 1960 – 1970. Pada awal tahun 1970 telah dilakukan
eksploitasi kayu meranti di kawasan tersebut yang mengakibatkan kerusakan
hutan. Hutan sekunder yang terjadi kemudian membutuhkan waktu lama untuk
pulih kembali. Akibat dari penebangan dan kebakaran hutan yaitu terdapat
kantung-kantung padang alang-alang di dalam kawasan1.
Taman Nasional Way Kambas memiliki curah hujan rata-rata 2.500-3.000
mm per tahun. kelembaban udara antara 70.1% sampai 93.1% dan suhu
berkisar antara 16º C - 32.6 ºC. Menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson
kawasan ini termasuk tipe iklim B.
Vegetasi hutan tropis basah dataran rendah di taman nasional ini meliputi
tumbuhan dari suku Dipterocarpaceae. Jenis tumbuhan lainnya yaitu api-api
(Avicennia marina), pedada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam
(Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion
borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina
equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea
sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus)
Hewan mamalia yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas berjumlah
sekitar 50 spesies diantaranya badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis
sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), beruang madu
(Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor), ungko (Hylobates agilis), lutung
merah (Presbytis rubicunda) dan siamang (Hylobates syndactylus syndactylus).
Terdapat 406 spesies burung diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata),
bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru (Lophura ignita), ayam
hutan (Gallus gallus), rangkong (Buceros sp.), kuau (Argusianus argus argus),
pecuk ular (Anhinga melanogaster) dan berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan
insekta3.
Suaka Rhino Sumatra (SRS) merupakan penangkaran semi insitu untuk
badak sumatera yang berada di Taman Nasional Way Kambas. Badak sumatera
yang dipelihara di penangkaran di seluruh dunia semakin kecil jumlahnya, untuk
3 http://www.dephut.go.id [17 Maret 2007]
itu dibangun Suaka Rhino Sumatera pada tahun 1996 untuk menyelamatkan
badak sumatera yang masih tersisa di beberapa kebun binatang agar dapat
bertahan hidup. Areal SRS memiliki luas 100 hektar, terdiri dari bangunan staf
dan perkandangan. Kandang diminimalkan untuk tidak merusak hutan tropis
yang sudah ada sebagai habitat badak sumatera4. SRS juga dibangun untuk
mengetahui fakta dan informasi ilmiah mengenai badak sumatera sehingga
dapat dijadikan pusat penelitian dan pusat pengembangbiakkan5.
Satu diantara potensi wisata yang terdapat di Taman Nasional Way
Kambas yaitu Pusat Latihan Gajah (PLG) Karangsari. PLG yang pertama di
Indonesia ini dibangun pada tahun 1985, terletak 9 kilometer dari gerbang Plang
Ijo. PLG ini telah berhasil melatih 290 ekor gajah sumatera yang dijadikan
sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah.
2.2 Protozoa Parasitik
Organisme parasit dipelajari dalam parasitologi, yaitu ilmu tentang
hubungan parasit dan inangnya juga tentang organisme yang hidup bersama.
Parasitisme didefinisikan sebagai hubungan yang erat antara dua organisme,
umumnya organisme parasit berukuran lebih kecil dari organisme inang dan
metabolismenya tergantung kepada inang. Parasit yang hidup di dalam tubuh
seperti saluran cerna, hati, paru-paru dan empedu dikenal sebagai endoparasit.
Sedangkan yang berada di permukaan tubuh inang disebut ektoparasit.
Organisme yang termasuk endoparasit diantaranya cacing dan protozoa (Cheng
1973).
Klasifikasi protozoa terus berkembang. Kesepakatan dari komite Society
of Protozoologist (Levine 1985) yaitu protozoa diklasifikasikan dalam kingdom
Protista, dengan 5 filum: Filum Sarcomastigophora, Apicomplexa, Microspora,
Myxozoa dan Ciliophora.
Protozoa merupakan organisme kecil, satu sel, dan mempunyai
mekanisme biologi dan biokimia yang kompleks dalam hidupnya (Kreier dan
Baker 1991). Protozoa terdiri dari organela-organela yang merupakan
diferensiasi dari satu sel (Levine 1978).
Berbeda dengan bakteri, protozoa memiliki inti yang dibungkus membran
atau eukariotik. Terdapat berbagai macam tipe nukleus dan protozoa dapat 4 http://www.waykambas.or.id [11 September 2007]5 Dokumen SRS
memiliki lebih dari satu inti (Levine 1985). Menurut Gandahusada (1998) inti
protozoa berfungsi penting untuk mempertahankan hidup dan reproduksi. Inti
terdiri atas membran inti, cairan inti, kariosom, dan butir-butir kromatin. Terdapat
dua tipe inti berdasarkan penyebaran butir kromatin, yaitu inti vesikuler dan inti
granuler. Butir-butir kromatin dalam satu massa pada inti vesikuler, dan tersebar
merata pada inti granuler. Pada kebanyakan anggota filum Ciliophora, terdapat
dua inti yaitu makronukleus dan mikronukelus.
Sitoplasma terdiri dari bagian luar atau ektoplasma, dan bagian dalam
yang lebih besar yaitu endoplasma (Gandahusada 1998). Ektoplasma terlihat
jernih dan homogen, berfungsi untuk mengambil makanan, alat pergerakan,
ekskresi, respirasi, dan bertahan diri. Endoplasma mengandung vakuol
makanan, vakuol kontraktil, makanan cadangan, mitokondria, badan golgi, dan
benda kromatid. Endoplasma bertanggungjawab terhadap nutrisi sel dan
reproduksi.
Menurut Levine (1978) pergerakan protozoa yaitu dengan flagela, silia,
pseudopodia, membran undulasi dan lainnya. Silia dapat berbentuk gabungan
atau disebut sirus, atau berjajar transversal yang dinamakan membranela, yang
biasa ditemukan di sekitar mulut dari anggota filum Ciliophora. Terdapat tipe
gerak seperti menggelinding, membengkok, menggertak, atau meliukkan seluruh
tubuh. Gandahusada (1998) menyatakan bahwa alat pergerakan berfungsi untuk
mendapatkan makanan dan bereaksi terhadap rangsang. Alat pergerakan
tersebut adalah bagian dari ektoplasma yang menonjol atau memanjang.
Protozoa bereproduksi dengan cara yang bervariasi (Tampubolon 2004).
Reproduksi protozoa berlangsung secara aseksual dan seksual. Tipe aseksual
yaitu pembelahan biner, pembelahan multipel dan pembentukan tunas. Tipe
seksual yaitu konjugasi dan syngami.
Levine (1978) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 64.000 spesies
protozoa telah diberi nama. Sekitar 7.000 spesies merupakan parasit pada
bermacam-macam hewan.
2.3 Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak
Pemeriksaan berkala di Suaka Rhino Sumatera menyebutkan protozoa
parasitik yang ditemukan di tinja badak sumatera diantaranya Entamoeba sp,
Eimeria sp, Balantidium sp. dan Ciliata (sekarang Filum Ciliophora)6. Protozoa
yang berada di saluran cerna yang dilaporkan pernah ditemukan pada badak
putih (Ceratotherium simum) dan badak hitam (Diceros bicornis) Afrika antara
lain genus Arachnodinium, Blepharoconus, Blepharosphaera, Didesmis,
Monoposthium, Phalodinium, Rhinozeta, dan famili Gilchristidae dari Filum
Ciliophora (van Hoven et al. 1987, van Hoven et al. 1988, van Hoven et al. 1998,
Ito et al. 2006). Genus Balantidium dan Entamoeba pernah dilaporkan ditemukan
pada badak India dan badak putih Afrika (Reddy dan Khan 1985 dan Jones 1979
diacu dalam Fowler 1993, Chakraborty dan Gogoi 1995, Fowler 2003). Warsito
(2006) menemukan Balantidium sp, Entamoeba sp, Criptosporidium sp, Eimeria
sp Cycloposthium sp, Lavierella sp, dan salah satu genus dari famili
Ophryoscolecidae pada tinja badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon.
Gambar 1 Genus Rhinozeta dari Badak Afrika (Sumber: van Hoven et al. 1988)
Protozoa yang pernah dilaporkan berada di saluran cerna gajah Afrika
(Loxodonta Africana) antara lain Genus Cryptosporidium dari filum Apicomplexa,
Blepharoconus, Blepharosphaera, Endoralim, Lavierella, Cycloposthium,
Prototapirella, dan Triplumaria dari Filum Ciliophora (Eloff dan van Hoven 1980,
Timoshenko dan Imai 1996, Fowler dan Mikota 2003, Kinsella et al. 2004). Kofoid
(1935) menemukan genus Elephantophilus dan Polydinium pada sekum gajah
India (Elephas maximus indicus). Genus Latteuria ditemukan pada gajah Afrika
maupun gajah India (Timoshenko dan Imai 1997). Antibodi terhadap Toxoplasma
gondii dilaporkan ditemukan pada gajah India di Thailand (Tuntasuvan et al.
2001).
6 Dedi Candra. 2007. Komunikasi Pribadi
Gambar 2 Elephantophilus zeta dan Polydinium mysareum pada Gajah India (Sumber: Kofoid 1935)
Protozoa parasitik yang ditemukan di saluran cerna hewan ternak antara
lain pada sapi (Bos taurus): genus Giardia, Acanthamoeba, Entamoeba,
Cryptosporidium, Eimeria, Buetschlia, Buxtonella, Charonina, Dasytricha,
Diplodinium, Diploplastron, Endoplastron, Eudiplodinium, Isotricha, Metadinium,
Ophryoscolex, Ostracodinium dan Polyplastron; pada kambing (Capra hircus):
genus Giardia, Entamoeba, Eimeria, Toxoplasma, Dasytricha, Isotricha dan
Ophryscolex (Levine 1985).
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan TempatPenelitian dilakukan di dua tempat yaitu Taman Nasional Way Kambas
dan di Fakultas Kedokteran Hewan. Pengambilan sampel dilakukan di Suaka
Rhino Sumatera (SRS) untuk tinja badak sumatera, Pusat Latihan Gajah (PLG)
untuk tinja gajah sumatera, dan di desa-desa terdekat sekitar Taman Nasional
Way Kambas untuk tinja hewan ternak. Waktu pengambilan sampel yaitu tanggal
8 Juli 2006 - 10 Agustus 2006. Pemeriksaan dilakukan pada bulan September
2006 - Agustus 2007 di Laboratorium Protozoologi, bagian Parasitologi dan
Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor.
Sampel tinja dari badak sumatera juga didapat dengan pengambilan langsung di
SRS pada tanggal 21 Februari 2007 dan dengan pengiriman sampel pada
tanggal 23 Maret 2007.
3.2 Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel tinja badak sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan hewan ternak
yang diambil di Taman Nasional Way Kambas dan di desa-desa sekitar.
Pengambilan sampel dibagi dalam beberapa tahap sesuai dengan lokasi hewan.
Tahap pertama yaitu pengambilan tinja badak sumatera di area kandang badak
di Suaka Rhino Sumatera, tahap kedua di Pusat Latihan Gajah untuk gajah
sumatera, dan terakhir, di desa-desa sekitar taman nasional yang lokasinya
dianggap berdekatan dengan Suaka Rhino Sumatera dan Pusat Latihan Gajah.
Hewan ternak pada penelitian ini antara lain sapi (Bos taurus), kerbau (Bubalus
bubalis), kambing (Capra hircus), dan domba (Ovis aries) yang tersebar di 6
desa yaitu Palang Kawati Labuhan Ratu 7 (PLKW), Brajayekti (BRJY), Brajaasri
(BRJA), Proyek Labuhan Ratu 6 (PRYK LR6), Plang Ijo (PLIJ), dan Susukan
Baru (SKBR). Jumlah sampel yang diambil yaitu 11 tinja badak sumatera, 39
tinja gajah sumatera, 99 tinja sapi, 8 tinja kerbau, 8 tinja kambing, dan 1 tinja
domba. Sampel diperoleh dengan mengambil langsung tinja segar dari tempat
hewan defekasi untuk semua gajah, sebagian badak, sapi, kerbau, dan kambing,
serta melalui palpasi perektal untuk sebagian badak dan sebagian hewan ternak.
Sampel yang diambil dimasukkan ke dalam kantung plastik transparan dan diberi
larutan kalium bikromat (K2Cr2O7) 2% secukupnya. Setiap sampel diberi identitas
berupa jenis hewan, nama atau kode hewan, umur tinja, kondisi tinja, tempat dan
tanggal pengambilan. Sampel-sampel tersebut diolah dengan metode kualitatif
yaitu natif dan pengendapan, dan metode kuantitatif yaitu metode McMaster dan
metode hemositometer.
3.3 Bahan dan Alat 3.3.1 Bahan dan Alat di Lapangan
Bahan yang digunakan di lapangan antara lain tinja badak, gajah, dan
hewan ternak, air, kalium bikromat (K2Cr2O7) 2%, lugol, dan larutan garam jenuh.
Alat yang digunakan antara lain gelas plastik, sendok plastik, saringan teh
dengan ukuran lubang 750-900 x 600-675 µm, gelas ukur, alat hitung McMaster,
alat penghitung, tabung reaksi, gelas objek, gelas penutup, mikroskop cahaya,
sentrifuge, timbangan digital, pipet gelas, lembar pencatatan dan kamera digital.
3.3.2 Bahan dan Alat di Laboratorium
Bahan yang digunakan di laboratorium antara lain tinja badak, gajah, dan
hewan ternak, air, lugol, larutan garam jenuh. Alat yang digunakan antara lain
gelas plastik, gelas ukur, saringan teh dengan ukuran lubang 750-900 x 600-675
µm, alat hitung McMaster, alat hitung hemositometer, alat penghitung, tabung
reaksi, gelas objek, gelas penutup, mikroskop cahaya, mikrometer okuler, lemari
es, sentrifuge, timbangan, pipet gelas, kamera digital, dan kamera foto.
3.4 Identifikasi ProtozoaProtozoa yang ditemukan diukur dan difoto. Dilakukan identifikasi
berdasarkan morfologi, struktur dan ukuran dari hasil pengamatan yang
disesuaikan dengan literatur.
a. Metode natif
Metode ini bertujuan menentukan ada tidaknya protozoa. Lugol diteteskan
pada gelas objek, ditambahkan sedikit tinja, lalu ditutup dengan gelas penutup
dan diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 kali dan 45
kali.
b. Metode pengendapan
Metode ini untuk menentukan keberadaan protozoa yang tidak ditemukan
pada metode natif. Tinja ditimbang 1 gram ditambah 14 mililiter air, disaring,
dilakukan pengendapan dengan sentrifuge berkecepatan 1500 rpm selama 5
menit, supernatan dibuang, endapan diperiksa dibawah mikroskop dengan
pembesaran objektif 10 kali dan 45 kali.
3.5 Penghitungan Jumlah Protozoaa. Metode McMaster
Untuk penghitungan protozoa yang terlihat dengan perbesaran objektif 10
kali digunakan alat hitung McMaster. Endapan hasil sentrifuge ditambah larutan
pengapung garam jenuh, dihomogenkan, dilakukan pengisian pada kamar
hitung, dan dihitung dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 kali.
b. Metode hemositometer
Alat hitung hemositometer digunakan untuk menghitung protozoa yang
terlihat dengan perbesaran objektif 45 kali Endapan hasil sentrifuge ditambah
dengan air sebanyak 15 mililiter, dihomogenkan, dilakukan pengisian pada
kamar hitung, dan dihitung di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 45
kali.
3.6 Analisis DataAnalisis data dilakukan secara deskriptif dari hasil identifikasi dan hasil
penghitungan protozoa. Protozoa yang ditemukan dibandingkan dengan
morfologi protozoa dari hewan sejenis atau yang berkerabat dekat dengan
hewan tersebut. Selain itu juga dilakukan analisis deskriptif mengenai
penyebaran protozoa parasitik di Taman Nasional Way Kambas dan sekitarnya.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Protozoa Parasitik
Hasil pengamatan 11 sampel tinja dari 5 ekor badak sumatera di Taman
Nasional Way Kambas yaitu semua sampel mengandung protozoa parasitik.
Protozoa tersebut yaitu genus Entamoeba dari filum Sarcomastigophora,
Cryptosporidium dari filum Apicomplexa, Balantidium, famili Buetschliidae, famili
Cycloposthidae dengan genus Cycloposthium dan genus Prototapirella, serta
famili Ophryoscolecidae dari filum Ciliophora. Untuk sampel tinja yang diambil
dari 39 ekor gajah sumatera didapatkan semua sampel mengandung protozoa
parasitik dari genus Entamoeba, Cryptosporidium, Balantidium, famili
Buetschliidae, famili Cycloposthidae dengan genus Tripalmaria dan Triplumaria,
famili Ophryoscolecidae, dan famili Spirodinidae dengan genus Spirodinium.
Sampel tinja untuk hewan ternak berasal dari hewan sapi, kerbau,
kambing, dan domba. Dari 55 sampel tinja sapi ditemukan protozoa parasitik dari
genus Entamoeba, Cryptosporidium, Eimeria dan Balantidium, serta famili
Ophryoscolecidae. Pada tinja 8 ekor kerbau ditemukan protozoa Entamoeba,
Cryptosporidium dan Eimeria serta famili Ophryoscolecidae. Sedangkan pada
tinja 6 ekor kambing ditemukan protozoa parasitik dengan genus
Cryptosporidium, Entamoeba, Eimeria dan Balantidium. Sampel tinja dari 1 ekor
domba mengandung protozoa dari genus Entamoeba, Cryptosporidium, dan
Eimeria. Protozoa parasitik yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan morfologi,
struktur dan ukuran dibandingkan dengan protozoa dari hewan sejenis atau
hewan yang berkerabat dekat yang tercantum di literatur.
4.1.1 Filum SarcomastigophoraGenus Entamoeba
Menurut Noble dan Noble (1982) dan Levine (1985) kista dari genus
Entamoeba memiliki inti berbentuk vesikuler dengan endosoma kecil di dekat
pusat inti dan granul-granul di sekitarnya. Inti berjumlah 1-8 buah dan dapat
disertai dengan benda kromatid pada kista yang masih muda. Dalam bentuk
trofozoit, Entamoeba sp berukuran rata-rata 9.4 µm. Ukuran diameter kista
bervariasi tergantung spesies, berkisar antara 5-33 µm dengan rata-rata 8 µm.
Pada hasil penelitian ditemukan protozoa berbentuk bulat dengan inti
seperti gelembung pada tinja badak, gajah, sapi, kerbau dan kambing. Ukuran
diameter berkisar antara 11.6-36.2 µm dengan rata-rata berbeda pada tiap
hewan. Berdasarkan ciri-ciri ini yang sesuai dengan genus Entamoeba, maka
protozoa yang ditemukan (Gambar 3a-f) dimasukan dalam genus ini.
Protozoa pada Badak (Perbesaran Objektif 45 kali)
Kista Entamoeba coli (Sumber: www.cdcfound.to.it7)
Keterangan: 1: dinding kista 2: inti sel
Gambar 3a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Kista Entamoeba
Protozoa pada Gajah(Perbesaran Objektif 45 kali)
Kista Entamoeba coli (Sumber: www.cdcfound.to.it)
7 http://www.cdcfound.to.it/html/coli3.htm [8 September 2006]
1
2
1
2
Keterangan: 1: dinding kista 2: inti sel
Gambar 3b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Kista Entamoeba
Trofozoit Entamoeba pernah dilaporkan diduga patogen pada badak putih
Afrika oleh Jones (1979) diacu dalam Fowler (1993). Diare dilaporkan terjadi
pada badak India yang diduga disebabkan oleh Entamoeba (Fowler 2003).
Beberapa penelitian menunjukkan Entamoeba sp. ditemukan pada badak yaitu
oleh Saraswati (2005) pada badak sumatera dan Warsito (2006) pada badak
jawa. Gambar 3a memperlihatkan protozoa yang ditemukan di badak sumatera
dengan ukuran 8,3-33.2 µm yang berada dalam kisaran ukuran kista Entamoeba.
Protozoa berbentuk bulat dengan satu inti, dan endosoma di tengah inti
Berdasarkan kemiripan bentuk dan ukuran, protozoa ini (Gambar 3a)
digolongkan dalam genus Entamoeba yang berbentuk kista.
Protozoa yang ditemukan pada gajah (Gambar 3b) berbentuk bulat
dengan satu inti yang terlihat jelas. Kisaran diameter protozoa ini yaitu 8.3-18.3
µm. Belum ditemukan literatur yang menyatakan keberadaan Entamoeba di
gajah, namun dilihat dari kesesuaian bentuk, inti dan ukuran, maka protozoa
pada gambar 3a dapat dimasukan dalam genus Entamoeba.
Protozoa pada Sapi (Perbesaran Objektif 40 kali)
Kista Entamoeba bovis(Sumber: Levine 1978)
Keterangan: 1: dinding kista 2: inti sel
Gambar 3c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Kista Entamoeba
Protozoa pada Kerbau (Perbesaran Objektif 45 kali)
Kista Entamoeba bovis(Sumber: Levine 1978)
2
1 1
2
1
2
1
2
Keterangan: 1: dinding kista 2: inti sel
Gambar 3d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Kista Entamoeba
Protozoa pada Kambing (Perbesaran Objektif 40 kali)
Kista Entamoeba ovis (Sumber: Levine 1978)
Keterangan: 1: dinding kista
Gambar 3e Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Kista Entamoeba
Protozoa pada Domba (Perbesaran Objektif 45 kali)
Kista Entamoeba ovis (Sumber: Levine 1978)
Keterangan: 1: dinding kista
Gambar 3f Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Kista Entamoeba
Genus Entamoeba umum ditemukan pada hewan ternak di seluruh dunia,
Entamoeba dapat ditemui di saluran cerna hewan ternak seperti sapi dan babi,
monyet, bahkan di dalam protozoa lainnya (Farmer 1980). Diantaranya
Entamoeba bovis pada tinja sapi dengan ukuran kista 4-14 µm, E. ovis pada
ruminansia berdiameter 4-13 µm, E. dilimani dan E. caprae pada kambing
dengan kisaran diameter kista 5-16 µm (Levine 1985). Pada penelitian ditemukan
protozoa berbentuk bundar di hewan ternak. Gelembung inti terlihat pada
protozoa di tinja sapi dan kerbau (Gambar 3c,d). Ukuran diameter protozoa yang
1
1
1
2
1
2
1
1
ditemukan pada sapi, kerbau, kambing, dan domba yaitu 8.3-19.9 µm, 9.9 µm,
8.3 µm dan 9.9-13.3 µm. berdasarkan kemiripan bentuk, struktur, dan ukuran,
protozoa pada Gambar 3c-f termasuk dalam anggota genus Entamoeba.
Protozoa pada Kerbau Trofozoit Entamoeba coli (Sumber: www.dpd.cdc.gov8)
Keterangan: 1: dinding kista 2: inti sel
Gambar 4 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Trofozoit Entamoeba
Bentuk trofozoit Entamoeba dapat ditemukan dalam tinja lembek atau cair
(Gandahusada et al. 1998). Trofozoit berukuran besar (10-60 µm) dengan
pseudopodia yang bergerak aktif (Tampubolon 2004). Protozoa pada Gambar 4
yang ditemukan di tinja kerbau memiliki kemiripan morfologi dengan trofozoit
genus Entamoeba. Terlihat jelas satu inti dengan endosoma di tengahnya,
sesuai dengan ciri trofozoit Entamoeba yang berinti tunggal. Gambar ini
merupakan foto yang diambil dari hasil pemeriksaan dalam waktu kurang dari 1
minggu setelah pengambilan tinja. Tampubolon (2004) menyatakan bahwa
trofozoit dapat tahan berada di tinja pada suhu 6-80C lebih dari satu hari.
4.1.2 Filum Apicomplexaa Genus Cryptosporidium
Menurut Richardson dan Kendall (1964) genus Cryptosporidium dicirikan
dalam bentuk ookista. Ookista matang mengandung 4 sporokista. Menurut
Levine (1985), Ookista berbentuk bundar dan berdinding tebal dengan diameter
1.5-5 µm. Sedangkan menurut Bowman et al. (2003), diameter dapat mencapai 8
µm. Sporulasi menghasilkan 4 sporozoit yang memanjang. Hasil penelitian pada
semua hewan yang diperiksa ditemukan protozoa berbentuk bundar, seperti
8 http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/ImageLibrary/A-F/Amebiasis/body_Amebiasis_il4.htm. [8 September 2006]
1
2
1
2
terdapat area luar yang transparan, dan bagian dalam merefraksikan cahaya
mikroskop, Tidak terlihat jelas sporozoit di bagian dalam. Kisaran diameter
protozoa ini yaitu 3.32-6.64 µm. Berdasarkan persamaan bentuk dan ukuran,
protozoa pada gambar 5a-f termasuk famili Eimeriidae dengan genus
Cryptosporidium.
Protozoa pada Badak (Perbesaran Objektif 40 kali)
Cryptosporidium parvum, pig genotype I(Sumber: Xiao et al. 2004)
Gambar 5a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus Cryptosporidium
Protozoa pada Gajah(Perbesaran Objektif 40 kali)
Cryptosporidium parvum, pig genotype I(Sumber: Xiao et al. 2004)
Gambar 5b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Genus Cryptosporidium
Pada tinja badak sumatera, ditemukan protozoa bulat berwarna
kekuningan dengan area jernih di sekelilingnya (Gambar 5a). Kisaran diameter
protozoa ini yaitu 3.3-6.6 µm. Pada tinja gajah, protozoa serupa berdiameter 3.3-
8.3 µm banyak ditemukan seperti mutiara yang memantulkan cahaya. Penelitian
oleh Majewska et al. (1997) di Kebun Binatang Poznan, Polandia menemukan
sebanyak 9.1 persen tinja hewan yang diperiksa mengandung ookista
Cryptosporidium diantaranya terdapat di kukang, badak putih, gajah India, dan
rusa. Cryptosporidium parvum pernah dilaporkan terdapat di gajah Afrika (Fowler
dan Mikota 2006). Gomez et al. (2000) dan Gracenea et al. (2002) menemukan
genus Cryptosporidium pada beberapa spesies primata dan herbivora termasuk
gajah di Kebun Binatang Barcelona. Bentuk, ukuran, dan keberadaan genus
Cryptosporidium pada badak dan gajah dapat dijadikan dasar penggolongan
protozoa yang ditemukan pada badak dan gajah sumatera tersebut (Gambar
5a,b) ke dalam famili Cryptosporidiidae genus Cryptosporidium.
Protozoa pada Sapi(Perbesaran Objektif 40 kali)
Cryptosporidium parvum(Sumber: Xiao et al. 2004)
Gambar 5c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Genus Cryptosporidium
Protozoa pada Kerbau(Perbesaran Objektif 40 kali)
Cryptosporidium parvum(Sumber: Xiao et al. 2004)
Gambar 5d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Genus Cryptosporidium
Protozoa pada Kambing (Perbesaran Objektif 40 kali)
Cryptosporidium parvum(Sumber: Xiao et al. 2004)
Gambar 5e Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Genus Cryptosporidium
Protozoa pada Domba(Perbesaran Objektif 45 kali)
Cryptosporidium parvum(Sumber: Xiao et al. 2004)
Gambar 5f Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Genus Cryptosporidium
Levine (1985) menyebutkan genus Cryptosporidium menyebabkan diare
pada beberapa hewan seperti sapi dan domba. Kuczynska dan Shelton (1999)
dan Davies et al. (2003) menyatakan bahwa ternak seperti sapi, domba, babi,
dan kuda rentan terinfeksi Cryptosporidium parvum. Genus ini tercantum dalam
daftar parasit yang terdapat pada kambing dan domba di New Zealand oleh
McKenna (1998). Penelitian di Lisbon Zoo, Portugal oleh Delgado et al. (2003)
menghasilkan sebanyak 3.6 persen ruminansia di kebun binatang tersebut
terinfeksi Cryptosporidium sp. C. parvum juga ditemukan di anak kerbau di Brazil
(Ribeiro et al. 2000). Pada hewan ternak, ditemukan protozoa berbentuk bundar,
mengkilap, dengan area jernih transparan di sekelilingnya (Gambar 5c-f).
Ukurannya berkisar 3.3-6.6 µm. Pada protozoa di kambing (Gambar 5e),
Cryptosporidium tidak diukur karena hanya ditemukan saat foto dan
penghitungan. Berdasarkan kemiripan bentuk dan ukuran, maka protozoa pada
hewan ternak tersebut dimasukan dalam genus Cryptosporidium.
b Genus Eimeria
Wenyon (1965) mencirikan genus Eimeria dalam bentuk ookista dengan
bentuk bulat, elipsoidal, atau seperti ovoid. Ookista matang mengandung 4
sporokista. Menurut Reginsson dan Richter (1997) spesies Eimeria diidentifikasi
berdasarkan ukuran ookista, keberadaan mikropil, ukuran sporokista, warna, dan
tekstur. Hasil penelitian pada tinja hewan ternak yaitu semua sampel
mengandung protozoa dengan bentuk, ukuran, dan struktur bagian dalam
bervariasi (Gambar 6a-d). Umumnya terlihat jelas lapisan dinding sel dan isi sel.
Bentuk yang ditemukan yaitu bulat, lonjong, dan menyerupai telur.
Protozoa pada Sapi(Perbesaran Objektif 40 kali)
Eimeria zurnii dan E. bovis(Sumber: Morgan dan Hawkins 1955, Levine
1978)
Keterangan: 1: dinding ookista 2: sporont (belum bersporulasi) 3: sporokista
Gambar 6a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Genus Eimeria
Protozoa pada Kerbau(Perbesaran Objektif 40 kali)
Eimeria zurnii dan E. bovis(Sumber: Morgan dan Hawkins 1955, Levine 1978)
Keterangan: 1: dinding ookista 2: sporont (belum bersporulasi) 3: sporokista
Gambar 6b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Genus Eimeria
Protozoa pada Kambing (Perbesaran Objektif 40 kali)
Eimeria ovina (Sumber: Levine 1978)
1
2
3
1
3
1
2
1
1
2
1
3
1
2
1
3
Keterangan: 1: dinding ookista 2: sporokista
Gambar 6c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Genus Eimeria
Protozoa pada Domba(Perbesaran Objektif 45 kali)
Eimeria parva (Sumber: Reginsson dan Richter 1997)
Keterangan: 1: dinding ookista 2: sporont (belum bersporulasi)
Gambar 6d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Genus Eimeria
1
1 2
1
2
1
2
2
1
2
1
2
Genus Eimeria merupakan anggota famili Eimeriidae yang memiliki
banyak variasi spesies (Wenyon 1965). Levine (1988) menyebutkan terdapat
1162 spesies Eimeria yang telah ditemukan pada berbagai hewan. Protozoa
yang mempunyai sinonim coccidia ini merupakan parasit di saluran pencernaan
pada baik hewan berdarah panas maupun hewan berdarah dingin. Semua
hewan ternak rentan terhadap infeksi Eimeria, tetapi tidak semua spesies dari
genus Eimeria bersifat patogen (Quigley 2001)9.
Morgan dan Hawkins (1955) menyebutkan setidaknya terdapat 12
spesies Eimeria sp. pada sapi. Ukuran bervariasi yaitu panjang 9-54 µm dan
lebar 8-34 µm. Hasil penelitian menemukan protozoa pada Gambar 4a dengan
ukuran panjang 14.9-49.8 dan lebar 11.6-49.8 µm. Penelitian oleh Ribeiro et al.
(2000) menemukan 6 spesies Eimeria terdapat di anak kerbau di Brazil.
McKenna (1998) menyebutkan terdapat 14 spesies Eimeria di kambing dan 10 di
domba. Yang terkecil yaitu Eimeria pallida (12-20 x 8-15 µm) dan terbesar yaitu
E. Intricata (39-53 x 27-34 µm). Barutzki dan Gothe (1988) diacu dalam
Reginsson dan Richter (1997) menyebutkan pada domba terdapat 15 spesies
Eimeria yang tersebar luas di dunia. Pada hasil penelitian ditemukan protozoa
berukuran 38.2-53.1 x 26.6-38.2 µm pada kambing dan 14.9-33.2 x 14.9-31.5 µm
pada domba (Gambar 6c,d). Berdasarkan persamaan bentuk dan ukuran,
protozoa pada hewan ternak tersebut (Gambar 6a-d) termasuk dalam genus
Eimeria dari famili Eimeriidae.
Pada hasil pengamatan di sapi, kerbau dan kambing, terlihat protozoa
memiliki isi berjumlah 4 buah yang disebut sporokista. Keberadaan sporokista
menunjukkan ookista sudah bersporulasi. Perkembangan atau sporulasi Eimeria
berada di luar tubuh inang. Sporulasi dapat terjadi pada suhu kamar (25-29oC)
dengan kelembaban dan oksigen yang cukup (Tampubolon 2004). Kemungkinan
yang terjadi tinja sempat berada di suhu ruang selama waktu antara
pengambilan tinja dan penyimpanan tinja.
4.1.3 Filum Ciliophora4.1.3.1 Ordo VestibuliferidaGenus Balantidium
Trofozoit atau bentuk vegetatif dari genus ini berukuran panjang 30-150
µm dengan rata-rata 60 µm dan lebar 30-100 µm. Kista berdiameter 40-60 µm,
9 Quigley J. 2001. A Review of Coccidiosis in Calves. http://www.calfnotes.com/pdffiles/CN017.pdf. [18 Agustus 2007]
berbentuk bundar sampai ovoid, dan dikenali dari bentuk makronukleusnya
(Levine 1985).
Protozoa pada Badak (Perbesaran Objektif 40 kali)
Balantidium coli 10
Gambar 7a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus Balantidium
Protozoa pada Gajah(Perbesaran Objektif 40 kali)
Balantidium coli
Gambar 7b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Genus Balantidium
Pada penelitian ditemukan protozoa berbentuk bulat sampai elips.
Protozoa yang ditemukan di badak (Gambar 7a) berukuran 66.4-76.4 x 51.5-66.4
µm dan yang ditemukan pada gajah (Gambar 7b) berukuran 31.5-101.3 x 29.9-
66.4 µm. Fowler (1993) menyebutkan Balantidium sp. menyebabkan diare pada
tapir, yang berkerabat dekat dengan badak. Chakraborty dan Gogoi (1995)
pernah menemukan Balantidium coli di dalam usus badak India. Balantidiasis
juga dilaporkan terjadi di badak putih Afrika oleh Reddy dan Khan (1985) diacu
dalam Fowler (1993). Saraswati (2005) menemukan genus ini dalam jumlah yang
banyak pada badak sumatera di Suaka Rhino Sumatera. Keberadaan genus
Balantidium pada badak di penelitian sebelumnya ini dapat dijadikan dasar
identifikasi protozoa yang ditemukan di badak.
Protozoa pada sapi(Perbesaran Objektif 40 kali)
Balantidium coli
10 www.udel.edu/medtech/dlehman/medt372/image.htm [29 Agustus 2007]
Gambar 7c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Genus Balantidium
Protozoa pada kambing(Perbesaran Objektif 40 kali)
Balantidium coli
Gambar 7d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Genus Balantidium
Victor et al. (1956) menyebutkan Balantidium pernah ditemukan di babi,
sapi, kuda, domba, dan spesies lainnya. Pada sapi dan kambing, ditemukan
protozoa berukuran rata-rata 82.2 x 65.4 µm dan 59.1 x 51.2 µm. Makronukleus
sulit terlihat pada pemeriksaan protozoa ini, namun dilihat dari persamaan bentuk
dan ukuran, protozoa pada gambar 7a-d dapat dimasukan dalam genus
Balantidium. Tidak ditemukan bentuk trofozoit pada hasil pengamatan. Maia
(1952) diacu dalam Victor et al. (1956) menemukan bahwa sedikit atau tidak ada
trofozoit Balantidium yang dapat diidentifikasi 6 jam setelah pengambilan sampel.
4.1.3.2 Ordo EntodiniomorphidaAnggota ordo Entodiniomorphida ditemukan dalam jumlah besar dalam
rumen ruminansia dan saluran cerna herbivora lainnya (Farmer 1980). Struktur
dan bentuk anggota ordo ini sangat rumit, dengan zona membranela yang
berkembang baik dan pelikel yang kokoh. Levine (1985) menyebutkan pelikel ini
terkadang berbentuk seperti duri yang menjulur keluar.
a. Famili Buetschlidae
Eloff dan van Hoven (1980) menemukan anggota famili ini yaitu genus
Blepharoconus dan Blepharosphaera pada gajah Afrika. Kedua genus tersebut
dan genus Didesmis juga ditemukan di saluran cerna badak putih dan badak
hitam Afrika (van Hoven et al. 1998). Blepharosphaera ceratotherii yang
ditemukan pada badak putih Afrika mempunyai ciri berbentuk agak membulat,
ditutupi silia seragam mengelilingi tubuhnya, makronukleus berbentuk oval dan
berukuran 26.5-39.5 x 24.7-37.3 µm. Genus Didesmis berbentuk oval. Hasil
penelitian pada tinja badak memperlihatkan protozoa dengan ciri-ciri berbentuk
oval, silia seragam menutupi seluruh tubuh, terlihat inti berbentuk lonjong, dan
ukuran berkisar 29.9-33.2 x 18.3-21.6 µm (Gambar 8a). Protozoa yang
ditemukan pada tinja gajah berbentuk ovoid memanjang, makronukleus
memanjang, berukuran antara 79.7-124.5 x 38.2-58.1 µm, dan terdapat seperti
kumpulan silia di kedua ujungnya (Gambar 8b).
Protozoa pada Badak (Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Buetschlidae, genus Blepharosphaera (Sumber: van Hoven et al. 1998)
Keterangan: 1: cilia 2: makronukleus
Gambar 8a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Famili Buetschlidae
Protozoa pada Gajah(Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Buetschlidae, Genus Didesmis dan Blepharoconus (Sumber: Eloff dan van
Hoven 1980, van Hoven et al. 1998)
Keterangan: 1: cilia 2: makronukleus
Gambar 8b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Famili Buetschlidae
1
2
12
1
2
b. Famili OphryoscolecidaeKarakter famili ini yaitu memiliki zona membranela di bagian anterior
(Farmer 1980). Anggotanya memiliki ciri umum sama yaitu terdapat zona
membranela di ujung anterior dan takik atau lekukan anal di ujung posterior.
Zona membranela dapat disebut juga membran bersilia, terletak pada daerah
mulut di bagian adoral atau dorsal. Menurut Levine (1985), silia-silia pada zona
ini dapat ditarik masuk, dan terdapat di daerah oral, adoral, dan anterodorsal.
Protozoa pada Badak (Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Ophryoscolecidae (Sumber: Eloff dan van Hoven 1980)
Keterangan: 1: zona membranela 2: zona membranella yang ditarik masuk
Gambar 9a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Famili Ophryoscolecidae
Protozoa pada Gajah (Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Ophryoscolecidae(Sumber: Eloff dan van Hoven 1980)
Keterangan: 1: zona membranela 2: zona membranella yang ditarik masuk
Gambar 9b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Famili
21
1
2
Ophryoscolecidae
Eloff dan van Hoven (1980) menemukan spesies dari famili
Ophryoscolecidae yang khas pada gajah Afrika yaitu Endoralim loxodontae dan
Lavierella africana. Protozoa yang ditemukan pada badak (Gambar 9a) dan
gajah (Gambar 9b), berbentuk oval dengan inti tidak terlihat begitu jelas,
mempunyai satu kumpulan silia pada ujung anterior dan lekukan pada ujung
posterior. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kudo (1960) yaitu anggota dari famili
Ophryoscolecidae memiliki bentuk oval memanjang, asimetris, dengan satu atau
dua zona membranela di adoral dan dorsal. Ukuran protozoa ini yaitu rata-rata
142.2 x 69.4 µm pada badak dan 152.7 x 78.4 µm pada gajah.
Protozoa pada Sapi(Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Ophryoscolecidae (Sumber: Kudo 1960)
Keterangan: 1: zona membranela
Gambar 9c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Famili Ophryoscolecidae
Protozoa pada Kerbau(Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Ophryoscolecidae (Sumber: Kudo 1960)
Keterangan: 1: zona membranela
Gambar 9d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Famili Ophryoscolecidae
1
1
Anggota famili ini umum terdapat dalam rumen ruminansia, seperti sapi
dan domba (Towne dan Nagaraja 1990). Levine (1985) menyebutkan beberapa
contoh anggota famili ini yang berasal dari ruminanansia seperti genus
Entodinium yang berukuran kecil yaitu 18-121 µm x 10-83 µm dan genus
Metadinium yang berukuran besar yaitu 110-288 x 60-170 µm. Ukuran rata-rata
yang ditemukan pada sapi yaitu 71.5 x 31.9 µm. Pada kerbau (Gambar 9d) tidak
dilakukan pengukuran karena ditemukan saat pemotretan.
c Famili CycloposthiidaeKudo (1960) menyebutkan ciri famili Cycloposthiidae diantaranya memiliki
bentuk kaku dengan pelikel yang keras, sitofaring pendek dan lebar,
makronukleus memanjang, dan memiliki zona membranela di ujung anterior.
Menurut Farmer (1980), zona membranela famili ini terdapat di adoral dan
dorsal, Somatik cilia atau cilia di sisi tubuh protozoa pada famili ini berbentuk
seperti tuft atau bundle, terletak di bagian posterior dan kaudal (van Hoven et al.
1988). Menurut Levine (1985), silia pada membranela adoral dapat ditarik
masuk, sedangkan di bagian kaudal tidak dapat.
Protozoa pada Badak (Perbesaran Objektif 40 kali)
Famili Cycloposthiidae (Sumber: Kudo 1960)
Keterangan: 1: zona membranela 2: cilia-bundle
Gambar 10 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Famili Cycloposthiidae
Menurut Noble dan Noble (1982) famili Cycloposthiidae dapat ditemukan
di kuda, gajah, badak, sampai simpanse. Hasil pengamatan pada tinja badak
(Gambar 10) menemukan protozoa berukuran rata-rata 143.5 x 72.5 µm, dengan
ciri memiliki zona membranela di bagian anterior dan 3 buah cilia-bundle. Pada
gajah famili ini diwakili oleh genus Tripalmaria dan Triplumaria. Van Hoven et al.
(1987) menemukan 2 genus baru dan 5 spesies baru anggota famili
Cycloposthiidae pada kolon badak putih Afrika.
c.1 Genus CycloposthiumMenurut Kudo (1960), Wenyon (1965), Farmer (1980) dan Levine (1985),
genus ini mempunyai ciri khas berbentuk seperti tong memanjang, berukuran
besar, membranela silia mengelilingi penonjoan berbentuk kerucut di ujung
anterior. Terdapat membranel silia di sisi dorsal dan ventral di dekat ujung
posterior, dipisahkan oleh penonjolan pita. Makronukleus berada memanjang di
sisi badan, dengan vakuola kontraktil di sepanjang letak makronukleus. Ukuran
genus ini yaitu berkisar antara 80-280 x 35-130 µm.
Protozoa pada Badak Genus Cycloposthium (Sumber: Morgan dan Hawkins 1955)
1
1
22
Ket: 1: makronukleus 2: cilia-bundle
Gambar 11 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Genus Cycloposthium
Protozoa pada badak (Gambar 11) berbentuk seperti tong, makronukleus
terlihat jelas memanjang, dan terdapat 2 penonjolan di bagian posterior, dan
berukuran sekitar 122.8-156.1 x 58.1-74.7 µm dengan rata-rata 135.0 x 67.5 µm.
Ciri-ciri ini sesuai dengan genus Cycloposthium. Berdasarkan persamaan
bentuk, struktur, dan ukuran, protozoa ini dikelompokkan dalam famili
Cycloposthiidae dengan genus Cycloposthium. Cycloposthium bipalmatum
ditemukan pada gajah Afrika oleh Eloff dan van Hoven (1979).
c.2 Genus PrototapirellaMenurut Wenyon (1965), genus Prototapirella memiliki 4 cilia-bundle yang
berada di bagian kaudal, di dekat tengah tubuh dan di ujung anterior. Genus ini
berukuran 80-140 x 60-120 µm.
Protozoa pada Badak Genus Prototapirella(Sumber: Wenyon 1965)
Ket: 1: cilia-bundle
Gambar 12 Perbandingan foto protozoa pada Tinja Badak dengan Genus Prototapirella
Hasil penelitian pada tinja badak (Gambar 12) menemukan protozoa
dengan penonjolan berjumlah 4, terletak sesuai dengan karakteristik pada genus
1
2
1
2
1
Prototapirella. Kisaran ukuran protozoa ini yaitu 127.8-157.7 x 63.1-66.4 µm.
Dilihat dari persamaan bentuk, struktur dan ukuran maka protozoa yang
ditemukan pada badak ini termasuk famili Cycloposthiidae genus Prototapirella.
Protozoa ini pertama kali ditemukan di tapir, yang masih berkerabat
dengan badak. Buisson (1923) diacu dalam Wenyon (1965) memberikan nama
pada spesies yang ditemukan di badak yaitu Prototapirella cristata dan P.
Clypeata. Penelitian yang dilakukan oleh Eloff dan van Hoven (1980)
mendapatkan 2 spesies dari genus Prototapirella tidak pada badak, tetapi pada
gajah Afrika. Penelitian lanjutan oleh Kinsella et al. (2004) juga menemukan
genus ini pada gajah Afrika.
c.3 Genus Tripalmaria
Karakteristik genus Tripalmaria menurut Kudo (1960), Wenyon (1965),
dan Levine (1985) yaitu mempunyai 3 cilia-bundle, 2 di bagian dorsal, dan 1 di
bagian ventral. Di ujung anterior atau pada sitostoma terdapat membranel adoral
melingkar. Makronukleus berbentuk lobus iregular seperti huruf U terbalik,
Ukuran genus ini yaitu 77-210 x 46-91 µm.
Protozoa pada Gajah Genus Tripalmaria(Sumber: Wenyon 1965)
Keterangan: 1: zona membranela 2: makronukleus 3: cilia-bundle
Gambar 13 Perbandingan Foto Protozoa pada Gajah dengan Genus Tripalmaria
Pada protozoa yang ditemukan di gajah (Gambar 13), terlihat penonjolan
berjumlah 3 buah, dan jumbai-jumbai silia di ujung anterior. Terlihat pula
makronukleus berbentuk seperti huruf U terbalik. Ciri ini sesuai dengan genus
Tripalmaria (Gambar 13). Ukurannya yaitu 217.5-247.5 x 127.5-165 µm. Ukuran
ini sedikit lebih besar dari kisaran ukuran genus Tripalmaria. Kemungkinan
1
2
3
termasuk ke dalam genus Tripulmaria atau ke variasi spesies yang berbeda
berdasarkan ukuran yang tidak disebutkan dalam literatur.
c.4 Genus Triplumaria.Genus Triplumaria di usus badak india ditemukan oleh Hoare (1937)
diacu dalam Kudo (1960). Timoshenko dan Imai (1996) menyebutkan 11 spesies
baru genus ini di gajah Asia dan gajah Afrika. Karakter Triplumaria yaitu badan
memanjang, umumnya persegi panjang. Terdapat 3 cilia-bundle di ventro-
posterior, dorso-posterior, dan antero-dorsal. Makronukleus memanjang di
bagian dorsal, dengan mikronukleus dan vakuola kontratil terletak di sepanjang
makronukleus. Spesies dengan ukuran terkecil adalah Triplumaria antis yaitu 54-
87 x 24-33 µm dan yang terbesar yaitu T. Heterofasciculata berukuran 131-249
x 60-126 µm. Karakteristik dari Triplumaria yaitu memiliki skeletal plate di sisi
dorsal tubuh dekat makronukleus.
Protozoa pada Gajah Genus Triplumaria(Sumber: Timoshenko dan Imai 1996)
Keterangan: 1: skeletal plate 2: makronukleus 3: cilia-bundle
Gambar 14 Perbandingan Foto Protozoa pada Gajah dengan Genus Triplumaria
Hasil penelitian menemukan protozoa di gajah dengan bentuk seperti
persegi panjang, terdapat 3 buah penonjolan, dan inti terlihat memanjang di
bagian sebelah kiri (Gambar 14), protozoa ini berukuran besar berkisar antara
165-315 x 67.5-187.5 µm. Seperti pada genus Tripalmaria, ukuran ini lebih besar
dari kisaran. Kemungkinan populasi dari filum Ciliophora tidak terlalu banyak
pada gajah yang ditemukan genus Triplumaria ini.
d Famili Spirodinidae
1
2
3
1
2
3
Genus SpirodiniumGenus Spirodinium berbentuk gelendong memanjang, terdapat zona
membranela di anterior dan barisan silia mengelilingi tubuh berbentuk spiral dari
anterior sampai mendekati posterior minimal 1 kali tubuhnya (Kudo 1960;
Wenyon 1965; Farmer 1980; Levine 1985). Spirodinium equi mempunyai
makronukleus berbentuk memanjang. Ukuran yaitu 80-230 x 30-108 µm. Genus
ini ditemukan di sekum dan kolon kuda.
Protozoa pada Gajah Genus Spirodinium(Sumber: Wenyon 1965)
Keterangan: 1: cilia
Gambar 15 Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Genus Spirodinium
Protozoa yang ditemukan pada gajah berbentuk memanjang, terlihat silia
di ujung anterior, lalu mengelilingi tubuhnya. Silia juga terlihat di bagian caudal di
bagian tubuh posterior. Ukurannya yaitu 112.9 x 43.2 µm. Berdasarkan kemiripan
bentuk, struktur dan ukuran, genus ini (Gambar 15) dapat dimasukan dalam
genus Spirodinium.
4.2 Keberadaan Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan TernakKeragaman macam protozoa parasitik yang ditemukan pada badak dan
gajah sebanyak 8 protozoa, pada sapi 5 protozoa, pada kerbau dan kambing 4
protozoa, dan pada domba 3 protozoa (Tabel 1). Persentase positif dan jumlah
protozoa per satuan tinja disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Data Keberadaan Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak
1 1
No Protozoa HewanBadak Gajah Sapi Kerbau Kambing Domba
1 Genus Entamoeba + + + + + +2 Genus Cryptosporidium + + + + + +3 Genus Eimeria - - + + + +4 Genus Balantidium + + + - + -5 Famili Buetschlidae + - - - - -6 Famili Ophryoscolecidae + + + + - -7 Famili Cycloposthiidae + + - - - -8 Genus Cycloposthium + - - - - -9 Genus Prototapirella + - - - - -10 Genus Tripalmaria - + - - - -11 Genus Triplumaria - + - - - -12 Genus Spirodinium - + - - - -
Dilihat dari Tabel 1 Genus Cryptosporidium dan Entamoeba ditemukan
pada tinja setiap hewan dalam penelitian. Genus Cryptosporidium tersebar luas
di berbagai negara menginfeksi manusia dan hewan (Majewska et al. 1999,
Slapeta 2006). Penyebaran yang luas diakibatkan karena Cryptosporidium dan
Entamoeba umum dijumpai pada mamalia dan mudah bertransmisi lewat air dan
pakan. Cryptosporidium sp. memiliki daur hidup yang cepat di hewan domestik
dan tidak mempunyai inang spesifik (Tzipori et al. 1981). Menurut Gracenea et
al. (2002) penyebaran terjadi dari hewan yang terinfeksi kronis sebagai sumber
penularan bagi hewan lainnya. Faktor yang mendukung penyebaran genus ini
antara lain suhu dan kelembaban lingkungan, bentuk fisik dari fasilitas serta
keadaan dan status fisiologi hewan dalam penangkaran. Ookista dari
Cryptosporidium sering ditemukan di air permukaan yang tercemar air kotor atau
drainase dari padang penggembalaan ternak atau tempat penyimpanan manur
(Davies et al. 2003, Olson 2004). Jellison et al. (2002), Tanyuksel dan Petri
(2003), Olson (2004) menyebutkan genus Entamoeba dan Cryptosporidium
diduga sebagai agen penyakit yang bersifat zoonosis. Sapi dianggap sebagai
reservoir penularan Cryptosporidium parvum bovine genotype dari hewan ke
manusia (Olson 2004, Ryan et al. 2005, Slapeta 2006, Xiao dan Ryan 2007).
Kriptosporidiosis pada manusia disebabkan oleh 2 spesies yaitu C. parvum dan
C hominis (Xiao et al. 2004, Ryan et al. 2005, Xiao dan Ryan 2007). Gejala
kriptosporidiosis dan amebiosis pada manusia umumnya adalah gejala
gastrointestinal seperti diare, sakit perut, muntah lalu berlanjut dengan
kelemahan dan penurunan berat badan. Pada hewan seperti sapi dilaporkan
gejala kriptosporidiosis yaitu diare, depresi, kurang nafsu makan, dehidrasi dan
demam (Bjorkman et al. 2003). Menurut Tzipori et al. (1980) diare ditemukan
pada hewan yang lebih muda yaitu di pedet, anak domba dan babi. Ribeiro et al.
(2000) menemukan C. parvum terdapat di anak kerbau baik yang diare maupun
tidak. Sapi dewasa tidak selalu menunjukan gejala klinis terhadap infeksi
protozoa ini, dan berpotensi sebagai sumber infeksi sapi lainnya (Bjorkman et al.
2003). Dari hasil pengamatan, genus Cryptosporidium banyak ditemukan pada
gajah, sedangkan genus Entamoeba banyak dijumpai pada ternak.
Tabel 2 Jumlah Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak
No
Proto zoa
HewanBadak Gajah Sapi Kerbau Kambing Domba
Positif (%)
Σ/satuan
tinja
Positif (%)
Σ/satuan
tinja
Positif
(%)
Σ/satuan tinja
Positif
(%)
Σ/satuan tinja
Positif (%)
Σ/satuan
tinja
Positif (%)
Σ/satuan
tinja1 Genus
Enta moeba
40 16.7/gr
66.7 119.2/gr
64.6 386.4/gr
37.5 100.0/gr
33.3 250.0/gr
100.0 600.0/gr
2 Genus Cryptospor idium
80 500.0/ml
97.4 9,947.4/ml
60.0 2,986.0/ml
25.0 2,500.0/ml
16.7 1,000.0/ml
100.0 1,000.0/ml
3 Genus Eimeria
- - - - 76.4 1,083.3/gr
50.0 712.5/gr
50.0 300.0/gr
100.0 1,900.0/gr
4 Genus Balanti dium
80 50.0/gr
64.1 110.0/gr
30.9 214.7/gr
0 0 16.7 0 0 0
5 Ordo Entodiniomor phida
80 3,394.4/gr
97.4 594.1/gr
20.0 300.0/gr
12.5 100.0/gr
0 0 0 0
Genus Eimeria hanya ditemukan pada tinja hewan ternak (Tabel 1 dan
Tabel 2). Koksidiosis atau penyakit akibat infeksi Eimeria merupakan masalah
kesehatan yang umum dijumpai pada berbagai macam ternak (Quigley 200111).
Tampubolon (2004) menyebutkan stadium yang resisten adalah ookista yang
keluar bersama tinja hewan terinfeksi. Ookista menjadi infektif bila telah
bersporulasi. Genus Eimeria spesifik pada inang tertentu. Sedikitnya terdapat 13
spesies Eimeria yang menyerang sapi, tetapi tidak semua bersifat patogen.
Spesies yang paling patogen yaitu Eimeria bovis dan Eimeria zuernii (Ribeiro et
al. 2000, Ernst dan Benz 1986 diacu dalam Quigley 2001). Hasil penelitian oleh
Ribeiro et al. (2000) menunjukkan Eimeria adalah genus yang paling sering
dijumpai pada anak kerbau dengan atau tanpa diare, dengan prevalensi tertinggi
di usia 3 minggu. Dilihat dari Tabel 2 keberadaan genus Eimeria cukup tinggi
dengan jumlah per gram tinja paling banyak dibandingkan protozoa lainnya pada
11 Quigley J. 2001. A Review of Coccidiosis in Calves. http://www.calfnotes.com/pdffiles/CN017.pdf. [18 Agustus 2007]
hewan ternak. Kondisi ini dikarenakan Eimeria mudah bertransmisi dari hewan
ke hewan lainnya dengan rute per oral dari pakan, air dan tanah yang
terkontaminasi (Kirkpatrick dan Selk 200712). Faktor lainnya yang mendukung
penyebaran Eimeria yaitu lingkungan dan karakteristik manajemen dari
peternakan (Ribeiro et al. 2000)
Genus Balantidium lebih banyak dijumpai pada tinja badak dan gajah
dibandingkan hewan ternak (Tabel 2). Transmisi terjadi dari air dan pakan yang
terkontaminasi melalui rute per oral (Little 1931). Pada badak dan gajah
kemungkinan penularan terjadi melalui babi hutan yang bebas keluar masuk
kandang di Suaka Rhino Sumatera dan Pusat Latihan Gajah. Protozoa ini
banyak ditemukan pada babi (Gandahusada et al. 1998). Balantidiosis yang
disebabkan spesies Balantidium coli dapat menular ke manusia. Gejalanya pada
manusia antara lain diare, sakit perut, muntah, sampai kekurusan.
Anggota dari ordo Entodiniomorphida banyak ditemukan di tinja badak
dan gajah dengan jumlah tertinggi per gram tinja terdapat pada badak,
sedangkan pada hewan ternak anggota ordo ini tidak banyak ditemukan.
Protozoa dari ordo Entodiniomorphida umumnya bersifat endosimbiotik
(Cameron et al. 2003). Protozoa dari ordo ini membantu dalam proses
fermentasi. Aktivitas fermentasi pada badak dan gajah kebanyakan terjadi di
sekum dan kolon (van Hoven et al. 1981, Clauss et al. 2005, Fowler dan Mikota
2006), sehingga protozoa banyak terdapat di kedua organ ini. Pada ruminansia,
protozoa berkembang dengan baik di rumen dan retikulum (Kofoid 1935).
Pemeriksaan protozoa dari ordo Entodiniomorphida di tinja pada hewan
ruminansia tidak representatif (Clauss 2007)13. Penyebaran Ordo
Entodiniomorphida pada ruminansia antar hewan melalui rumput yang
terkontaminasi saliva yang masih basah (Becker dan Hsiung 1929).
4.3 Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera
12 Kirkpatrick JG, Selk G. 2007. Coccidiosis in Cattle. http://osuextraokstate.edu/pdfs/F9129web.pdf [18 Agustus 2007]
13 Clauss M. 2007. Komunikasi pribadi
Dari sampel tinja yang diambil dari 5 ekor badak sumatera didapatkan
semua sampel positif protozoa parasitik seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data Keberadaan Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera
No Protozoa Badak
Andalas Bina Ratu Rosa TorgambaGenus Entamoeba - + - + -
2 Genus Cryptosporidium + + + + -3 Genus Balantidium + + - + +4 Famili Buetschlidae + - - - -5 Famili Ophryoscolecidae + - + + -6 Famili Cycloposthiidae + + + + -7 Genus Cycloposthium - - + + -8 Genus Prototapirella - - - + -
Jumlah positif 5 4 4 7 1Keterangan: + terdapat protozoa parasitik
- tidak terdapat protozoa parasitik
Dari Tabel 3 dapat dilihat badak Rosa memiliki keragaman protozoa
paling banyak. Protozoa yang berhabitat di saluran cerna dapat berpindah ke
hewan lain setelah dikeluarkan bersama tinja melalui air, makanan atau
dipindahkan oleh lalat seperti pada kista dewasa Entamoeba histolytica
(Tampubolon 2004). Penularan terjadi melalui oral saat hewan minum atau
makan. Kemungkinan yang terjadi yaitu Rosa dikabarkan sering kontak secara
tidak langsung melalui air atau kubangan lumpur dengan hewan ternak di desa
sewaktu masih berada di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Protozoa parasitik yang ditemukan pada Torgamba jenisnya tidak banyak
ditemukan. Pada saat penelitian, Torgamba sedang menjalani terapi pengobatan
dengan ramuan alami dari tumbuhan obat, diantaranya mengkudu, alang-alang,
kumis kucing, dan pasak bumi14. Kondisi ini yang memungkinkan parasit saluran
cerna tidak banyak ditemukan pada Torgamba. Herbal atau tanaman obat dapat
mengandung anti protozoa dan meningkatkan kekebalan tubuh hewan15.
Tanaman obat yang umum digunakan sebagai anti parasit termasuk anti
protozoa diantaranya bawang putih (Allium sativum), jahe (Zingiber officianalis),
kumis kucing (Uncaria tomentosa), kunyit (Curcuma longa), lavender (Lavandula
angustifolia), miana (Echinacea purpurea), dan peppermint (Mentha piperita)16.
Menurut Smith et al. (1982) pengobatan diduga mengurangi keberadaan
14 Dedi Candra. 2007. Komunikasi Pribadi15 http://meadowherbs.com/articleEPM.htm [22 September 2007]16 http://www.innvista.com/health/microbes/parasite/treatpar.htm [22 September 2007]
protozoa di saluran cerna. Protozoa di saluran cerna gajah Afrika yang sedang
diobati lebih sedikit jumlah dan jenisnya dibandingkan gajah lain.
Anggota dari Ordo Entodiniomorphida memiliki jumlah paling banyak jika
dibandingkan genus Entamoeba dan genus Balantidium. Anggota dari filum ini
paling umum dijumpai pada keempat badak dengan jumlah terbanyak terdapat
pada badak Rosa (Rata-rata 5,050.0/gr tinja).
4.4 Protozoa Parasitik pada Tinja Gajah Sumatera Hasil penelitian dari 39 sampel tinja gajah sumatera menunjukan semua
positif terdapat protozoa parasitik. Jika dibandingkan dengan genus Entamoeba
dan Balantidium, Ordo Entodiniomorphida menempati urutan terbanyak tiap gram
tinja Tetapi, genus Cryptosporidium lebih banyak ditemukan pada pengamatan
dibandingkan Ordo Entodiniomorphida.
Gajah sumatera di Pusat Latihan Gajah (PLG) menempati areal kandang
yang luas dan tidak tertutup, memungkinkan untuk satwaliar lainnya masuk ke
areal kandang. Gajah dibawa ke hutan dari pagi sampai menjelang sore setiap
hari jika sedang tidak bertugas. keadaan ini memungkinkan gajah sering kontak
secara tidak langsung dengan hewan lain. Gajah juga dimandikan dalam kolam
yang sama dan minum pada tempat yang sama, sehingga kemungkinan
penularan protozoa lewat air antara satu gajah dengan gajah lainnya sangat
besar terjadi. Faktor lain yang mendukung transmisi protozoa seperti
Cryptosporidium yaitu fasilitas di penangkaran atau kebun binatang (Delgado et
al. 2003).
4.5 Protozoa Parasitik pada Tinja Hewan TernakSampel tinja hewan ternak diambil dari 55 ekor sapi, 8 ekor kerbau, 6
ekor kambing, dan 1 ekor domba yang tersebar di 6 desa sekitar Taman
Nasional Way Kambas. Keberadaan dan jumlah protozoa parasitik pada hewan
ternak dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3.
0102030405060708090
100
BRJABRJY
PLKW PLIJ
PRYKSKB
R
Desa
Posi
tif (%
)
EntamoebaCryptosporidiumEimeriaBalantidiumOrdo Entodiniomorphida
Keterangan: BRJA=Braja Asri, BRJY=Braja Yekti, PLKW= Palang Kawati Labuhan Ratu 7, PLIJ=Plang Ijo, PRYK=Proyek Labuhan Ratu 6, SKBR=Susukan Baru
Gambar 16 Penyebaran dan Persentase Positif Protozoa Parasitik pada Hewan Ternak
Dari Gambar 16 dapat dilihat penyebaran jenis-jenis protozoa parasitik
secara umum di 6 desa. Genus Entamoeba paling banyak terdapat pada hewan
ternak di Desa Proyek Labuhan Ratu 6. Cryptosporidium hampir merata
ditemukan pada hewan ternak di 6 desa dengan jumlah ternak yang terinfeksi
terbanyak di desa Braja Asri. Eimeria menginfeksi 50 persen ternak di desa
Palang Kawati Labuhan Ratu 7. Balantidium dan Filum Ciliophora tidak banyak
terdapat di hewan ternak. Secara umum jenis protozoa parasitik yang banyak
menyerang hewan ternak adalah Eimeria dan Entamoeba.
0
500
1000
1500
2000
Sapi
Kerb
au
Sapi
Kerb
au
Sapi
Kerb
au
Kam
bing
Dom
ba
Sapi
Kam
bing
Sapi
Kam
bing
Sapi
BRJA BRJY PLKW PLIJ PRYK SKBR
Desa
Jum
lah
rata
-rat
a/gr
am ti
nja
Entamoeba
Eimeria
Balantidium
Ordo Entodiniomorphida
Keterangan: BRJA=Braja Asri, BRJY=Braja Yekti, PLKW= Palang Kawati Labuhan Ratu 7, PLIJ=Plang Ijo, PRYK=Proyek Labuhan Ratu 6, SKBR=Susukan Baru
Gambar 17 Perbandingan Jumlah Rata-Rata Protozoa Parasitik per Gram Tinja pada Hewan Ternak
Jumlah Eimeria paling tinggi dibandingkan protozoa parasitik per gram
tinja lainnya dan yang terbanyak yaitu pada kerbau di desa Braja Yekti, dan
domba di desa Palang Kawati (Gambar 17). Genus Cryptosporidium paling
banyak ditemukan di sapi dengan jumlah tertinggi pada desa Susukan Baru,
kemudian diikuti desa Braja Asri dan Braja Yekti (Gambar 18).
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
BRJA BRJY PLKW PLIJ PRYK SKBR
Desa
Jum
lah C
rypt
ospo
ridi
um/m
l tin
ja
SapiKerbau
Kam bing
Dom ba
Keterangan: BRJA=Braja Asri, BRJY=Braja Yekti, PLKW= Palang Kawati Labuhan Ratu 7, PLIJ=Plang Ijo, PRYK=Proyek Labuhan Ratu 6, SKBR=Susukan Baru
Gambar 18 Perbandingan Jumlah Rata-Rata Cryptosporidium per Mililiter Tinja pada Hewan Ternak
Dilihat dari lokasi, Pusat Latihan Gajah berjarak paling dekat dengan desa
Braja Yekti dan Braja Asri (Lampiran 8). Genus Cryptosporidium banyak
ditemukan pada gajah-gajah di PLG. Kemungkinan yang terjadi adalah genus
Cryptosporidium menular melalui air sungai yang mengalir dari PLG menuju
desa-desa terdekat.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1 Protozoa parasitik pada tinja badak sumatera yaitu genus Entamoeba,
Cryptosporidium, Balantidium, Cycloposthium, Prototapirella, genus dari
famili Buetschliidae, Cycloposthidae dan Ophryoscolecidae; pada tinja
gajah sumatera yaitu genus Entamoeba, Cryptosporidium, Balantidium,
Spirodinium, genus dari famili Buetschliidae, famili Cycloposthidae, dan
famili Ophryoscolecidae; pada tinja sapi yaitu Entamoeba,
Cryptosporidium, Eimeria, dan Balantidium, serta famili
Ophryoscolecidae; pada tinja kerbau yaitu genus Entamoeba,
Cryptosporidium, Eimeria dan famili Ophryoscolecidae; pada tinja
kambing yaitu Entamoeba dan Eimeria; pada tinja domba yaitu
Entamoeba, Cryptosporidium, dan Eimeria.
2 Genus Cryptosporidium dan Entamoeba dijumpai pada tinja badak, gajah,
dan hewan ternak. Ordo Entodiniomorphida lebih banyak ditemukan di
tinja badak dan gajah dibandingkan di hewan ternak.
3 Protozoa yang banyak ditemukan di tinja gajah yaitu genus
Cryptosporidium, pada tinja badak yaitu ordo Entodiniomorphida dan pada
tinja hewan ternak yaitu Entamoeba dan Eimeria.
5.2 Saran1 Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai protozoa parasitik sampai
tingkat spesies dari tiap protozoa parasitik.
2 Perlu dilakukan penelitian mengenai keberadaan protozoa parasitik di
tinja berbagai jenis satwaliar yang berhabitat di Taman Nasional Way
Kambas.
3 Perlu dilakukan penelitian mengenai daur hidup dari ordo
Entodiniomorphida yang terdapat di sekum dan kolon badak serta gajah.
4 Perlu dilakukan penelitian mengenai keberadaan Cryptosporidium dan
Entamoeba di lingkungan sekitar Suaka Rhino Sumatera, Pusat Latihan
Gajah dan di desa-desa sekitar Taman Nasional Way Kambas seperti di
air sungai, air kolam, maupun tanah di padang penggembalaan ternak.
Hal ini mengingat kedua genus tersebut berpotensi sebagaiagen penyakit
yang bersifat zoonosis.
5 Perlu dilakukan penelitian mengenai modifikasi metode kuantitatif dan
metode penghitungan protozoa di tinja pada hewan besar seperti badak
dan gajah.
6 Perlu dilakukan pemeriksaan rutin terhadap protozoa parasitik pada
badak di Suaka Rhino Sumatera dan gajah di Pusat Latihan Gajah serta
pemeriksaan rutin kesehatan pawang gajah.
7 Perlu dilakukan pemeriksaan rutin mengenai penyakit pada hewan ternak
di desa-desa sekitar Taman Nasional Way Kambas oleh Dinas
Peternakan setempat.
8 Perlu dilakukan pembatasan gerak hewan ternak yang dipelihara di desa-
desa sekitar untuk masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Way
Kambas.
DAFTAR PUSTAKA
Becker ER, Hsiung TS. 1929. The Method by Which Ruminants Acquire Their Fauna of Infusoria and Remarkas Concerning Experiments on the Host Specificity of These Protozoa. Proc NAS Vol 15: 684-690
Bjorkman C, Svensson C, Christensson B, Verdier K. 2003. Cryptosporidium parvum and Giardia intestinalis in Calf Diarrhoea in Sweden. Acta vet scand Vol 44: 145-152.
Cameron SL, Wright AG, O’Donoghue. 2003. An Expanded Phylogeny of the Entodiniomorphida (Ciliophora: Litostomatea). Acta Protozool Vol 42: 1-6
Chakraborty A, Gogoi AR. 1995. Parasites of Rhinoceros (Rhinoceros unicornis). Indian Journal of Animal Sciences Vol. 65(4): 421-422.
Cheng TC. 1973. General Parasitology. Florida. Academic Press, Inc.
Clauss M, Polster C, Kienzle E, Wiesner H, Baumgartner K, von Howald F, Ortmann S, Streich WJ, Dierenfeld ES. 2005. Studies on Digestive Physiology and Feed Digestibilities in Captive Indian Rhinoceros (Rhinoceros unicornis). Journal of Animal Physiology and Animal Nutrition Vol 89: 229-237.
Delgado E, Fancesa I, Fazendeiro I, Matos O, Antunes F, Cunha MB. 2003. Cryptosporidium spp. In Ruminant at the Lisbon Zoo. Journal of Zoo and Wildlife Medicine Vol 34(4): 352-356
Davies CM, Kaucner C, Deere D, Ashbolt NJ. 2003. Recovery and Enumeration of Cryptosporidium parvum from Animal Fecal Matrices. Applied and Environmental Microbiology Vol. 69(5): 2842-2847.
Eloff AK, Van Hoven W. 1980. Intestinal protozoa of the African elephant Loxodonta africana (Blumenbach). S. Afr. J. Zool Vol. 15: 83-90.
Farmer JN. 1980. The Protozoa-Introduction to Protozoology. London. The C.V. Mosby Company.
Fowler ME. 1993. Zoo and Wild Animal Medicine. Philadelphia. W.B. Saunders Company.
--------------. 2003. Zoo and Wild Animal Medicine. Philadelphia. W.B. Saunders Company.
Fowler ME, Mikota SK. 2006. Biology, Medicine, and Surgery of Elephants. Victoria. Blackwell Publishing.
Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta. Balai Penerbit FKUI
Gomez MS, Torres J, Gracenea M, Fernandez-Moreno J, Gonzalez-Moreno O. 2000. Further Report on Cryptosporidium in Barcelona Zoo Mammals. Biomedical and Life Science Vol 86(4).
Gracenea M, Gomez MS, Torres J, Carne E, Fernandez-Moran J. 2002. Transmission Dynamics of Cryptosporidium in Primates and Herbivores at the Barcelona Zoo: a Long Term Study. Vet Parasitol 104(1): 19-26
Ito A, van Hoven W, Miyazaki Y, Imai S. 2006. New Entodiniomorphid Ciliates from the Intestine of Wild African white Rhinoceros belong to a New Family, the Gilchristidae. Europan Journal of Protistology Vol 42:297-307.
Jellison KL, Hemond HF, Schauer DB. 2002. Source and Species of Cryptosporidium Oocyst in the Wachusett Reservoir Watershed. Applied and Environmental Microbiology Vol. 68(2): 569-575.
Kofoid CA. 1935. On Two Remarkable Ciliate Protozoa from The Caecum of The Indian Elephant. Zoology Vol 21: 501-506.
Kinsella JM, Deem SL, Blake S, Freeman AS. 2004. Endoparasites of African Forest Elephants (Loxodanta africana cyclotis) from the Republic of Congo and Central African Republic. Comp. Parasitol Vol. 7(12): 104-110.
Kuczynska E, Shelton DR. 1999. Method for Detection and Enumeration of Cryptosporidium parvum Oocyst in Feces, Manures, and Soils. Applied and Environmental Microbiology Vol. 65(7): 2820-2826.
Kudo RR. 1960. Protozoology. Ed : 4. Illinois : Charles C Thomas Publisher.
Levine ND. 1978. Parasitologi Veteriner.. Gatut Ashadi, penerjemah; Wardiarto, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Text Book of Veterinary Parasitology.
--------------. 1985. Protozoologi Veteriner. Soekardono, penerjemah; Brotowidjoyo, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Veterinary Protozoology.
---------------. 1988. The Protozoan Phylum Apicomplexa Vol 1. Florida. CRC Press, Inc.
Little JL. 1931. A Case of Balantidium Dysentery in Canada. The Canadian Medical Association Journal: 653-657.
McKenna PB. 1998. Checklist of Protozoan and Closely Related Parasites of Teresterial Mammals in New Zealand. New Zealand Journal of Zoology Vol 25:213-221.
Majewska AC, Kasprzak W, Werner A. 1997. A Prevalence of Cryptosporidium in mammals Housed in Poznan Zoological Garden, Poland. Acta Parasitologica Vol 42(4): 195-198.
Majewska AC. Werner A, Sulima P, Luty T. 1999. Survey on Equine Cryptosporidiosis in Poland and the Possibility of Zoonotic Transmission. Ann. Agric. Environ. Med. Vol 6: 161-165.
Morgan BB, Hawkins PA.1955. Veterinary Protozoology. Minneapolis. Burgess Publishing Company.
Noble ER, Noble GA. 1982. Parasitologi: Biologi Parasit Hewan. Wardiarto, penerjemah; Soeripto, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Parasitology: The Biology of Animal Parasite Ed 5.
Olson ME. 2004. Zoonotic Protozoan Parasites in Cattle: Emerging Issues. Proceeding of 23rd World Buiatric Congress, 11-16 Juli 2004.
Reginsson K, Ritcher SH. 1997. Coccidia of the Genus Eimeria in Sheep in Iceland. Icel. Agr. Aci. Vol 11: 99-106
Ribeiro AG, Langoni H, Jerez JA, Leite DS, Ferreira F, Jrez ZA. 2000. Identification of Enteropathogens from Buffalo Calves with and without diarrhea in the Ribeira Valley, State of St. Paulo, Brazil. Braz. J. Vet. Res. Anim. Sci. Vol 37(2).
Richardson UF, Kendall SB.1964. Veterinary Protozoology. London. Oliver and Boyl LTD.
Ryan UM, Bath C, Robertson I, Read C, Elliot A, Mcinnes L, Traub R, Besier B. 2005. Sheep May Not Be an Important Zoonotic Reservoir for Cryptosporidium and Giardia Parasites. Applied and Environmental Microbiology Vol 71(9): 4992-4997.
Saraswati Y. 2005. Parasit-parasit pada Badak Sumatera (Dicherorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas-Lampung [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Slapeta J. 2006. Cryptosporidium Species Found in Cattle: a Proposal for a new species. Trends in Parasitology Vol 22(10): 469-474
Smith TP, Jollie KG, Mohr JL. Gut Protozoans of Zoo Elephants. Journal of Protozoology Vol 29: 482
Tampubolon M. 2004. Protozoologi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor.
Tanyuksel M, Petri WA. 2003. Laboratory Diagnosis of Amebiasis. Clinical Microbiology Reviews Vol 16(4): 713-729.
Timoshenko O, Imai S. 1996. Eleven New Ciliate Species of the Genus Triplumaria (Ciliophora, Entodiniomorphida) from Asian Elephant, Elephas maximus and African Elephant, Loxodanta africana. Journal Protozool Vol 5: 157-175.
---------------------------------. 1997. Three New Intestinal Protozoan Species of the Genus Latteuria n.g. (Ciliophora: Trichostomatia) from Asian and African Elephants. Parasitology International Vol 46: 297-303
Towne G, Nagaraja TG. 1990. Omasal Ciliated Protozoa in Cattle, Bison, and Sheep. Applied and Environmental Microbiology Vol. 56(2): 409-412.
Tuntasuvan D, Mohkaew K, Dubey JP. 2001. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in Elephants (Elephas maximus indicus)in Thailand. Journal of Parasitology Vol 87(1): 229-230.
Tzipori S, Angus KW, Campbell I, Gray W. 1980. Cryptosporidium: Evidence for a Single-Species Genus. Infection and Immunity Vol 30(3): 884-886.
Tzipori S, Angus KW, Campbell I, Clerihew LW. 1981. Diarrhea Due to Cryptosporidium Infection in Artificially Reared Lambs. Journal of Clinical Microbiology Vol 14(1): 100-105.
van Hoven W, Prins RA, Lankhorst A. 1981. A Fermentative Digestion in the African Elephant. South African Journal of Wildlife Research Vol 11(3): 78-86.
van Hoven W, Gilchrist FMC, Hamilton-Attwell VL. 1987. Intestinal Ciliated Protozoa of African Rhinoceros: Two New Genera and five New Species from the White Rhino (Ceratotherium simum Burchell, 1817). Journal of Protozoology Vol. 34(3): 339-342.
------------------------------------------------------------------------. 1988. A New Family, Genus, and Seven New Species of Entodiniomorphida (Protozoa) from the Gut of African Rhinoceros. Journal of Protozoology Vol 35(1): 92-97
van Hoven W, Gilchrist FMC, Liebenberg H, Van Der Merwe CF. 1998. Three New Species of Ciliated Protozoa from the Hindgut of Both White and Black Wild African Rhinoceros. Journal of Veterinary Research Vol. 65: 87-95.
Victor M, Arean MD, Koppisch E. 1956. Balantidiasis. The American Journal of Pathology Vol 32(6): 1089-1115.
Warsito J. 2007. Identifikasi Protozoa Parasitik pada Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Wenyon CM. 1965. Protozoology. Volume ke-2. New York. Hafner Publishing Company.
Xiao L, Fayer R, Ryan U, Upton Sj. 2004. Cryptosporidium Taxonomy: Recent Advances and Implications for Public Health. Clinical Microbiology Reviews Vol 17(1): 72-97.
Xiao L. Ryan UM. 2007. Criptosporidium and Cryptosporidiosis. Molecular Epidemiology (Report) 2nd ed: 120-171.