proposal penelitian sistem reward and punishment
DESCRIPTION
proposal penelitianTRANSCRIPT
proposal penelitian sistem reward and punishment
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahPerkembangan ilmu-ilmu sosial di abad ke-duapuluh dan permulaan abad ke-duapuluh
satu telah menyuburkan tumbuhnya berbagai sistem yang agak berbeda terhadap tujuan
organisasi yang selama ini dicetuskan. Salah satu tujuan manajemen sumber daya
manusia, yaitu memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan
berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan yang dapat
memenuhi kebutuhan pekerjanya. Sumber daya manusia yang kompetitif merupakan
sumber daya yang mampu bersaing secara sehat dan menanggapi suatu perkembangan
baru dengan cara yang bijak. Sumber daya manusia yang kompetitif dan profesional
merupakan suatu tuntutan dan tantangan dalam menanggapi fenomena dalam konteks
pembangunan dan pembaharuan diberbagai sendi-sendi kehidupan rakyat Indonesia
sesuai tuntutan zaman.
Untuk meningkatkan kinerja yang efektif, maka instansi pemerintahan atau organisasi
dapat memperhatikan hal yang paling utama yakni pemenuhan kebutuhan pegawainya.
Untuk memenuhi kebutuhannya, maka diperlukan adanya imbalan atau kompensasi
sebagai bentuk motivasi yang diberikan kepada pegawai. Manajemen kompensasi penting
untuk meningkatkan motivasi pegawai mencapai prestasi yang terbaik. Prinsip penting
dalam sistem manajemen kompensasi adalah prestasi yang tinggi harus diberi
penghargaan (reward) yang layak dan apabila melanggar aturan dalam organinisasi harus
diberikan sangsi yang setimpal serta adil. Gibson, dkk (2000 : 179) dalam Wibowo
(2007:149) menyatakan tujuan utama program penghargaan (reward) adalah untuk
menarik orang yang cakap untuk bergabung dalam organisasi, menjaga pegawai agar
datang untuk bekerja, dan memotivasi pegawai untuk mencapai kinerja.Kekeliruan dalam
menerapkan sistem kompensasi, khususnya sistem penghargaan akan berakibat timbulnya
demotivasi dan tidak adanya kepuasan kerja dikalangan pegawai dan apabila hal tersebut
terjadi dapat menyebabkan rendahnya kinerja baik pegawai maupun organisasi. Dalam
kenyataannya organisasi menerapkan sistem manajemen kompensasi disesuaikan dengan
kondisi masing-masing
Tentu konsep ini juga menjadi landasan rasional nasional yang secara umum merupakan
usaha meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dengan
ditetapkannya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang diubah dengan undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah diharapkan menjadi birokrasi
yang efektif. Dalam Undang-undang disebutkan, pemerintah hanya mengelola enam
bidang saja yaitu: politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan
agama serta beberapa bidang lainnya yang membawa implikasi baru dalam manajemen
publik dimana domain pemerintah berbeda
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, peran birokrasi memiliki kedudukan dan fungsi
signifikan. Oleh karena itu perubahan peranan birokrasi di tengah masyarakat senantiasa
menjadi sangat vital. Arah perubahan sudah dimulai sejak masa reformasi sampai saat ini.
Dorongan internal tersebut kemudian melahirkan beberapa kebijakan diantaranya,
pertama Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih,
dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua, undang-undang Nomor 31/1999 tentang
Pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga, peraturan pemerintah Nomor 1 tahun 1999
Tentang Komisi Pemeriksa Kekayaan Negara. Keempat, Undang-undang Nomor 32/2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai kebijakan tersebut
menunjukkan keseriusan dan tekad pemerintah secara sungguh-sungguh menuju
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Namun demikian praktek-praktek KKN yang
tumbuh subur sejak pemerintahan orde baru cenderung meningkat saat pemerintah sedang
gencar-gencarnya melakukan pembenahan aparatur pemerintah.
Sumber daya aparatur saat ini dikonotasikan dengan sumber daya manusia (SDM) dengan
profesionalisme rendah yang terlihat dari indikator pelayanan yang tidak optimal,
penggunaan waktu tidak produktif, belum optimalnya peran dan inovasi dalam
menjalankan tugas.
Beberapa fakta berikut ini menunjukkan rendahnya sistem reward dan punishment pada
sejumlah organisasi bisnis terkemuka di dunia menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
daya kompetitif yang dimiliki dihasilkan melalui kompetensi khusus yang diciptakan
melalui pengembangan keterampilan tinggi bagi karyawan, kekhasan kultur organisasi,
sistem maupun proses manajemennya. Weatherly (2003) menemukan sekitar 85 persen
dari nilai pasar perusahaan (kinerjanya) ditentukan oleh SDM. Faktanya, praktik
manajemen pada tataran proses organisasional justru masih menunjukkan rendahnya
perhatian terhadap peran SDM. Tekanan perubahan lingkungan bisnis yang semakin
kompleks dan sulit diprediksi cenderung dihadapi dengan melakukan perubahan
struktural dan kultural yang tetap menonjolkan investasi fisik terutama teknologi dan
peralatan. Survei pada 54 perusahaan menemukan bahwa 51 diantaranya hanya sedikit
bahkan tidak melakukan penilaian SDM (pengukuran kuantitatif) terhadap upaya
departemen SDM (Ramlall, 2003). Dari 968 perusahaan kurang dari 10 persen yang
memiliki prosedur estimasi formal untuk menilai dan mengukur SDM mereka (Becker et
al., 1998). Relatif masih rendahnya komitmen organisasi pada investasi SDM terkait
dengan tingginya biaya yang harus ditanggung organisasi atau terjadinya proses anomali.
Demikian juga fakta yang menunjukkan rendahnya reward dan punishment pada pegawai
di indonesia. Kemendiknas telah mengumumkan adanya guru malas yang jumlahnya 500
ribu dari sebanyak 2,6 juta orang (dilansir Kemendiknas, SINDO, 26 Agustus 2010).
Disusul kemudian, pengumuman serupa beberapa kantor Kementerian di daerah, serta
beberapa pemerintah kabupaten/kota.
Fenomena globalisasi membawa implikasi pada perubahan aktivitas bisnis di Indonesia
dimana berbagai organisasi bisnis perusahaan didorong untuk mampu bersaing baik
dalam lingkup domestik maupun lintas antar negara. Semua perusahaan cendrung
berorientasi memenangkan persaingan (winner) dan sejalan dengan itu semakin disadari
perlunya memperhatikan masalah reward dan Punishment karyawan.
Penomena diatas memberi gambaran secara sekilas tentang rendahnya motivasi kerja
pegawai di indonesia, dimana rewad dan panishent pegawai di Indonesia masih jauh
seperti yang diharapkan. Berkaitan dengan fenomena tersebut, setidak-tidaknya ada dua
hal yang berkaitan dengan rendahnya semangat kerja saat ini: issu seputar masalah sistem
reward dan punishment
Observasi pada Kantor Perum Damri Makassar menunjukkan bahwa Pimpinan cenderung
memberikan kompesasi terhadap para pegawainya yang dihitung per bulan, Sesuai
dengan pangkat dan golongannya dan memberikan hukuman bagi yang melanggar aturan,
Akan tetapi kenyataannya masih terdapat para pegawai yang motivasi kerjanya rendah di
lingkungan Perusahaan sehingga keberhasilan perusahaan masih kurang efektif atau
belum optimal dan masih perlu ditingkatkan.
Perum Damri Makassar merupakan salah satu perusahaan BUMN yang berwewenang
untuk menyelenggarakan pengusahaan pelayanan angkutan umum dan barang dengan
menggunakan kendaraan bermotor, yang dalam pelaksanaan tugas pelayanan pada
masyarakat dituntut adanya kinerja yang efektif dari para pegawai. Sistem reward dan
punishment pada karyawan beragam, seperti yang dapat dilihat dari lingkungan
Perusahaan Perum Damri Makassar, dimana ada karyawan yang sistem reward dan
punishmentnya kurang baik, cukup baik serta memuaskan.
Fenomena rendahnya sistem reward dan punishment pada karyawan Perum Damri
Makassar dapat dilihat atas adanya indikasi antara lain menurunnya semangat kerja
pegawai, pegawai punya kemampuan tetapi tidak bergairah untuk bekerja, rendahnya
tingkat disiplin, tanggung jawab terhadap tugas yang tidak dapat diselesaikan tepat waktu,
merasa tidak dihargai atas prestasi kerja dan adanya kecendrungan tidak mematuhi
ketentuan atau perintah.
Secara teoritis, dikenal banyak sistem reward dan punishment yang diarahkan untuk
memajukan perusahaan seperti yang diuraikan. (Gibson, dkk. 2000 : 179) dalam Wibowo
(2007:149) menyatakan tujuan utama program penghargaan (reward) adalah untuk
menarik orang yang cakap untuk bergabung dalam organisasi, menjaga pegawai agar
datang untuk bekerja, dan memotivasi pegawai untuk mencapai kinerja. Hazli (2002:30)
mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman dalam situasi kerja, hadiah
menunjukkan adanya penerimaan terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan hukuman
menunjukkan penolakan perilaku dan perbuatannya.
Fakta-fakta yang dijumpai pada observasi awal tersebut sedikitnya telah menunjukkan
terdapatnya perbedaan antara pandangan teoretis mengenai sistem reward dan punishment
pada karyawan dengan kenyataan dilapangan. Karena itu asumsi sementara yang dapat
ditarik adalah sistem reward dan panihment terhadap karyawan, mungkin memiliki
peluang yang sama dalam keberhasilan perusahaan, sebagaimana juga kekeliruan dalam
pemberlakuan sistem reward dan punishment terhadap kekurang berhasilan perusahaan.
Dan jika asumsi ini dikaitkan dengan fakta-fakta mengenai sistem reward dan punishment
yang dilaksanakan Pimpinan Perum Damri Makassar, maka dapat diduga bahwa
informasi yang didasari oleh penelitian empiris menyangkut faktor- faktor yang
mempengaruhi sistem reward dan punishment dilingkungan Perum Damri Makassar,
relatif masih kurang. Kurangnya informasi empiris inilah yang mungkin menjadi
penyebab kegagalan bagi penetapan sistem reward dan punishment terhadap keberhasilan
perusahaan.
Dengan pemikiran tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan
sistem reward dan punishmnet pada Perum Damri Makassar, yang dikategorikan berhasil
serta faktor-faktor yang memperngaruhi sistem reward dan panishmnet tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini
adalah:
1. Magaimana Gambaran sistem reward dan punishmnet yang diterapkan oleh Pimpinan
Perum Damri Makassar yang dikategorikan berhasil.
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi sistem reward dan punishmnet yang
diterapkan oleh Pimpinan Perum Damri Makassar yang dikategorikan berhasil.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mendesksipsi Gambaran sistem reward dan punishmnet yang diterapkan oleh
Pimpinan Perum Damri Makassar yang dikategorikan berhasil.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi sistem reward dan
punishmnet yang diterapkan oleh Pimpinan Perum Damri Makassar yang
dikategorikan berhasil.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
Manfaat teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai bahan referensi
bagi yang berminat untuk memperdalam teori yang berkaitan dengan sistem reward
dan punishmnet yang diterapkan oleh pimpinan dalam organisasi.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pimpinan Perum Damri
Makassar tentang keefektifan sistem reward dan panishmnet. Dan yang kedua, untuk
memberikan sumbangan pemikiran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
sistem reward dan punishmnet yang dikategorikan berhasil
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Sistem Reward dan punishment
Manajemen sumberdaya manusia aparat merupakan salah satu upaya yang sangat penting
dalam peningkatan kinerja pegawai. Salah satu yang berpengaruh adalah pemberian
kompensasi terhadap setiap aktivitas yang dilakukan. Pemberian kompensasi merupakan
salah satu pemenuhan kebutuhan fisik, yang mempengaruhi motivasi yang pada
gilirannya mempengaruhi perilaku pegawai. Oleh karena itu manajemen kompensasi
penting untuk meningkatkan motivasi pegawai mencapai prestasi yang terbaik.
Pemberian kompensasi berupa penghargaan (reward) yang tepat dalam arti memenuhi
persyaratan adil dan layak merupakan prinsip penting dalam sistem manajemen
kompensasi. Manajemen kompensasi yang baik adalah kompensasi yang berorientasi
pada pemberian penghargaan, karena sistem penghargaan akan mendorong manajemen
untuk memperlakukan dan menempatkan karyawan pada posisi yang terhormat atau
dihormati dan berharga.
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan, atau imbalan. Dalam konsep manajemen,
reward merupakan salah satu alat untuk meningkatkan motivasi para pegawai. Metode ini
bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia,
senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara
berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi semakin
giat dalam usaha memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi yang diberikan ketika
terjadi pelanggaran.
Pemberian penghargaan berupa reward dan punishment tidak dapat dilakukan tanpa
alasan yang rasional oleh karena itu organisasi harus memiliki mekanisme reward dan
punishment yang jelas. Mekanisme atau proses pemberian reward dan panishment
melibatkan beberapa variabel seperti motivasi, kinerja, kepuasan, keadilan dan kepatuhan
pada peraturan yang berlaku dalam organisasi.
B. Sistem Reward dan punishment Dalam Pandangan Teoritis
Teori yang sangat berpengaruh dalam teori humanistik ini adalah Theory of Human
Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow mengemukakan
gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu deficiency
needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan
akan penghargaan. Dalam deficiency needs ini, kebutuhan yang lebih bawah harus
dipenuhi lebih dulu sebelum ke kebutuhan di level berikutnya. Growth needs meliputi
kebutuhan kognitif, kebutuhan estetik, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan self-
transcendence. Menurut Maslow, manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan
hanya jika deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow merupakan cara
yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan kesempatan yang
disediakan oleh lingkungan (Atkinson, 1983).
Sistem reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi
seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini
sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dunia kerja, dalam dunia
pendidikanpun kedua metode ini kerap kali digunakan. Namun selalu terjadi perbedaan
pandangan, mana yang lebih diprioritaskan antara reward dan punishment. Berbagai
definisi reward dikemukakan oleh para ahli, seperti Hazli (2002:30) mendefinisikan
reward yaitu hadiah dan hukuman dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan adanya
penerimaan terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan hukuman menunjukkan
penolakan perilaku dan perbuatannya. Nugroho (2006:5) juga mengatakan bahwa reward
artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan.
Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk meningkatkan
motivasi para pegawai Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan
seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka
melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga
bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau
meningkatkan prestasi yang telah dicapai.Berbeda dengan pernyataan tersebut, Istiara
(2008) mendefinisikan reward sebagai suatu penghargaan terhadap suatu karya yang telah
dihasilkan ataupun telah dilakukan oleh seseorang.
Wahyuningsih (2009) juga mendefinisikan reward adalah penghargaan/hadiah untuk
sesuatu hal yang tercapai. Sedangkan punishment adalah hukuman atas suatu hal yang
tidak tercapai/pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang pasti
beda persepsi dan beda pendapat. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam
memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan
kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan
produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya, hukuman untuk perbuatan jahat
dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya
berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih
baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Berdasarkan definisi reward dan punishment, pada prinsipnya kedua pernyataan tersebut
menekankan bahwa reward diberikan kepada seseorang sebagai apresiasi terhadap
kinerjanya sehingga yang bersangkutan termotivasi untuk melakukan suatu pekerjaan
menjadi lebih baik lagi. Qodriyah (2008), mengatakan bahwa penghargaan (reward)
sangat penting untuk meningkatkan kegiatan yang produktif dan mengurangi kegiatan
yang kurang produktif. Dengan reward, pegawai akan terangsang untuk meningkatkan
kegiatan yang positif dan produktif. Penghargaan ini akan lebih bermakna apabila
dikaitkan dengan prestasi pegawai secara terbuka sehingga setiap pegawai memiliki
peluang untuk meraihnya. Contohnya adalah kepada pegawai yang bekerja profesional,
produktif, terampil dan rajin.
Selain definisi reward sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Francisca (2006:2)
memfokuskan definisi reward sebagai hadiah atau bonus yang diberikan karena prestasi
seseorang. Reward dapat berwujud banyak rupa. Paling sederhana berupa kata-kata
seperti pujian adalah salah satu bentuknya.
Reward biasanya digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi
(Raharja, 2006:10). Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada
kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya sesuai evaluasi
kinerja sebelumnya. Selebihnya, dengan reward seseorang dapat meningkatkan cara
kerjanya tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart and Kelly
(dalam Raharja, 2006:12) bahwa reward yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh
sebagai konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia
secara fundamental.
Jefrey Pfeffer (dalam Afiff, 2004J, juga mengomentari makna reward. Menurutnya
promosi atau pertambahan penghasilan akan dipandang sebagai kenaikan gaji dan akan
membekas sebagai reward indikator hanya selama kurang lebih 30 hari saja. Setelah itu ia
hanya akan dilihat sebagai 'gaji' semata atau penghasilan rutin. Jeffrey juga menekankan
sebagai berikut: "Bila para manajer hanya menggunakan insentif sebagai alat kompensasi
untuk meningkatkan performance, maka hasilnya ada dua. Pertama, nothing will happen
over the long run dan kedua, they (staff) will spend a lot more money. Jadi yang paling
baik adalah membuat sistem yang berimbang antara intrinsic dan extrinsic rewards.
Dengan kata lain, insentif dalam bentuk uang, harus tetap dan selalu disertai dengan
pengakuan manajemen terhadap eksistensi dan kontribusi karyawan terhadap perusahaan.
Selanjutnya Gouillart dan Kelly (dalam Raharja, 2006:10) mengemukakan ada 3 sifat
dalam membangun system reward yaitu; (a) mengaitkan system reward dengan tujuan
organisasi, (b) memperluas sistem reward yang melampauhi batas-batas perusahaan, (c)
mendorong orang-orang dalam organisasi menentukan reward sendiri.
Tujuan dan ukuran suatu organisasi atau instansi saling berkaitan dimana reward sebagai
pengikat. Idealnya reward mencerminkan tujuan organisasi dan berkaitan dengan ukuran
yang bersifat multidimensi yang akan mendorong kinerja orang dan organisasi secara
keseluruhan. Seberapa jauh seseorang memberikan konstribusi terhadap pencapai tujuan
organisasi sesuai dengan ukuran, visi dan misi organisasi menjadi dasar dalam
menentukan sistem reward seseorang.
Memperluas sistem reward melampauhi batas-batas perusahaan mengandung arti bahwa
system reward dengan mengaitkan pada jaringan di luar organisasi (external stakeholder)
seperti pemasok, pelanggan mitra strategis, dan lain-lain. Pada organisasi pemerintah
misalnya, reward tidak semata-mata ditekankan pada seberapa besar kuota yang dicapai
oleh seseorang, tetapi juga dikaitkan dengan seberapa tinggi kepuasan masyarakat yang
dilayani.
Dengan demikian, masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pengukuran kinerja
individual dan organisasi. Seperti juga reward terhadap pegawai, mereka akan memiliki
motivasi tinggi atau rendah, tergantung kepada bagaimana organisasi atau instansi
pemerintah memperlakukan mereka. Oleh karenanya dalam praktek, reward terhadap
external stakeholder mungkin sulit dan bersifat tidak langsung. Kendati demikian,
beberapa bentuk yang mungkin diberikan antara lain memberikan penghargaan, pelibatan
dalam pertemuan atau berbagai seremoni organisasi dan sebagainya.
Intinya adalah bagaimana bentuk-bentuk reward dan punishment ini dikomunikasikan
sehingga dirasakan oleh penerima sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
Mendorong orang-orang untuk menentukan reward-nya sendiri, karena setiap organisasi
secara implisit memberi beban berupa sekumpulan tugas (a pack) pada pundak setiap
orang, sebagai dasar partisipasi mereka dalam organisasi.
Gouillart dan Kelly (dalam Raharja, 2006:11) menyebutnya sebagai kontrak psikologis.
Kontrak psikologis menurut Gouillart telah muncul dan berhasil di sejumlah perusahaan.
Bentuk kontrak psikologis kalau dinyatakan dalam statement, kurang lebih sebagai
berikut; "Anda adalah seorang individu yang bertanggung jawab terhadap hidup anda
sendiri, beri kami (perusahaan) dedikasi (anda) dengan menumbuhkan dan menjadikan
(perusahaan) Iebih baik, dan kami akan (memberi) anda kesempatan besar untuk
berkembang dan hidup Iebih baik." Kontrak psikologis yang seimbang antar perusahaan
dengan individu dicerminkan dalam suasana dimana perusahaan mengharapkan dedikasi
dan loyalitas pekerja, sementara para pekerja juga menyadari (tahu) bahwa perusahaan
akan memberikan reward kepada para pekerja dan keluarganya.
Krietner dan Kinicki (Wibowo, 2007) membagi reward menjadi exstrinsic reward dan
Intrinsic reward. Penghargaan ekstrinsik adalah penghargaan eksternal terhadap pekerjaan
seperti pembayaran, promosi dan jaminan sosial Gibson dkk (2000) menyatakan sebagai
penghargaan finansial, material atau sosial dan lingkungan. Penghargaan ekstrinsik
merupakan penghargaan yang bersifat eksternal yang diberikan terhadap kinerja yang
telah diberikan oleh pegawai. Penghargaan ekstrinsik antara lain berupa penghargaan
finansial (upah, gaji dan jaminan sosial), interpersonal (pengakuan dan kemampuan
berinteraksi sosial tentang pekerjaan) dan promosi (mengangkat seseorang dengan
mencocokkan orang yang tepat dengan pekerjaannya).
Sedangkan penghargaan intrinsik merupakan bagian dan pekerjaan itu sendiri, seperti
tanggung jawab, tantangan, dan karakteristik umpan balik dari pekerjaan. Penghargaan
intrinsik dapat dilihat dari penyelesaian pekerjaan, prestasi, otonomi, dan pengembangan
pribadi.
Menurut Rosvinintia (2008:16), bahwa elemen dari total reward compensation: Instrinsik,
merupakan non cash reward, antara lain career development, communication, non
monetary recognition, performance management, dan work environment. Ekstrinsik, ada
yang merupakan financial reward, yaitu compensation, benefit, penghargaan,
bonus/insentif. Dan non financial reward, berupa training/pendidikan, piagam/piala,
perlakuan istimewa. Tujuan reward stategy : To attrack, kandidat potensial yang
diinginkan. To retain, pegawai yang mempunyai kinerja baik. To motivate, seluruh
karyawan agar memiliki kinerja lebih baik dan lebih giat bekerja.
Gibson dkk (Wibowo, 2007) tujuan utama program penghargaan adalah untuk menarik
orang yang cakap untuk bergabung dalam organisasi, menjaga pekerja untuk mencapai
kinerja tingkat tinggi. Lebih lanjut Wibowo (2007) menyatakan bahwa penghargaan yang
diberikan kepada individu diharapkan dapat meningkatkan motivasi pegawai karena
merasa pekerjaannya dihargai sehingga meningkatkan kinerja pegawai.Disamping itu,
penghargaan dan kinerja tinggi akan meningkatkan kepuasan pekerja atau pegawai.
Hal ini dipertegas lagi dengan penelitian tentang apa yang membuat individu mencapai
tingkat kepuasan kerja yang menunjukkan hal sebagai berikut:
1. Kepuasan penghargaan merupakan fungsi atas seberapa banyak diterima dan
seberapa besar individu merasa harus menerima.
2. Perasaan kepuasan individu dipengaruhi oleh perbandingan dengan apa yang terjadi
pada orang lain.
3. Kepuasan dipengaruhi oleh seberapa puas pekerja atau pegawai terhadap
penghargaan intrinsik dan ekstrinsik.
4. Orang berbeda tentang penghargaan mereka inginkan dan dalam kepentingan relatif
penghargaan yang berbeda bagi mereka.
5. Beberapa penghargaan ekstrinsik memuaskan karena mengarah pada penghargaan
lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa upah merupakan
penggantian atas jasa yang diberikan oleh para pekerja kepada pihak lain atau majikan.
Dengan demikian, dalam pemberian upah, perusahaan-perusahaan perlu memperhatikan
adil dan layak.
C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Sintem Reward dan punishment
Teori Maslow mendorong penelitian-penelitian lebih lanjut yang mencoba
mengembangkan sebuah teori tentang motivasi yang memasukkan semua faktor yang
mempengaruhi motivasi ke dalam satu model (Grand Theory of Motivation), misalnya
seperti yang diusulkan oleh Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995). Menurut model ini,
terdapat 5 faktor yang merupakan sumber motivasi, yaitu 1) instrumental motivation
(reward dan punishment), 2) Intrinsic Process Motivation (kegembiraan, senang,
kenikmatan), 3) Goal Internalization (nilai-nilai tujuan), 4) Internal Self-Concept yang
didasarkan pada motivasi, dan 5) External Self-Concept yang didasarkan pada motivasi
(Leonard, et.al, 1995). Hal yang dapat dijadikan kebijakan dalam penetapan sistem
kompensasi menurut Mondy, Noe dan Premeaux (8th ed: 315) ada empat faktor, yaitu :
faktor organisasi (The Organization), faktor pegawai (The Employee), faktor pasaran
tenaga kerja (The Labor Market) dan jenis pekerjaan itu sendiri (The Job).
Dari faktor organisasi (the organization), penetapan kompensasi harus di lihat dari
sisi kebijakan manajemen, keadaan politik yang mempengaruhi organisasi dan
kemampuan organisasi dalam melakukan pembayaran.
Dari faktor pegawai (the employee) , penetapan kompensasi ini harus menyentuh hal-
hal yang berkaitan dengan kinerja pegawai itu, pembayaran berdasarkan merit,
variable gaji, pembayaran yang didasarkan pada keterampilan pegawai, pembayaran
berdasarkan pada kompetensi, Senioritas pegawai, pengalaman kerja, hubungan
keanggotaan dalam organisasi, potensinya, pengaruh politik dan yang terakhir adalah
keberuntungan.
Dari faktor pasaran tenaga kerja (the labor market), penetapan kompensasi juga harus
melihat kompensasi yang berlaku secara umum di pasar tenaga keja, untuk itu
organisasi dalam menetapkan system kompensasi ini haruslah melakukan survey
pada organisasi lain, kelayakan, biaya hidup, organisasi buruh, tingkat social dan
perundang-undangan ekonomi yang berlaku.
Sedangkan dari faktor pekerjaan (the job), maka penetapan system kompensasi harus
di dasari dengan, analisa jabatan (job analysis), uraian tugas pekerjaan (job
description), evaluasi jabatan (job evaluation) dan terakhir penawaran secara kolektip
(collective bargaining).
Mangkuprawira (2003) menyampaikan ada beberapa prinsip yang diterapkan dalam
manajemen kompensasi, antara lain:
Terdapatnya rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam organisasi.
Setiap pekerjaan dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan dan kinerja atau
performance.
Mempertimbangkan keuangan organisasi.
Nilai rupiah dalam sistem penggajian mampubersaing dengan harga pasar
tenagakerja sejenis.
Sistem penggajian yang baru dapat membedakan orang yang berprestasi baik dan
yang tidak dalam golongan yang sama.
Sistem penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja pegawai.
Pada umumnya pegawai akan menerima perbedaan kompensasi yang berdasarkan
tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan, produktivitas, “on – job” atau kegiatan
kegiatan manajerial. Sedangkan pembayaran yang berdasarkan ras, kelompok etnis, dan
jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.
Disamping sejumlah tujuan yang ingin dicapai melalui program kompensasi, masih ada
permasalahan lain yang perlu mendapatkan perhatian. Menurut Sulistiyani dan Rosidah
(2003). Beberapa faktor yang mempengaruhi kompensasi adalah;
1).Kebenaran dan keadilan Kompensasi harus didasarkan pada kondisi riil yang telah
dikerjakan oleh pegawai, artinya disesuaikan dengan kemampuan, pendidikan,kecakapan
dan jasa yang telah diberikan kepada organisasi.
2). Dana organisasi. Kemampuan organisasi memberikan kompensasi diberikan baik
berupa financial maupun non financial disesuaikan dengan dana yang tersedia.
3). Serikat pekerja. Para karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja dapat
mempengaruhi pelaksanaan kompensasi, karena serikat pekerja merupakan simbol
kekuatan dalam menuntut perbaikan nasibnya.
4).Produktifitas kerja. Produktifitas kerja pegawai merupakan faktor yang mempengaruhi
prestasi kerja, sedangkan prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam
penetapan kompensasi.
5).Biaya hidup. Penyesuaian biaya hidup kompensasi dengan biaya hidup pegawai
pegawai dengan keluarganya sehari-hari merupakan suatu hal yang layak/wajar dan perlu
mendapatkan perhatian dalam penetapan kompensasi.
6).Pemerintah. Interpensi pemerintah untuk menentukan besaran kompensasi sangat
diperlukan.
D. Indikasi Sistem Reward dan punishment yang dikategorikan berhasil.
Menurut Siagian (1995), rasa keadilan dapat membuat karyawan menjadi puas terhadap
kompensasi yang diterimanya. Sebaliknya, pihak perusahaan juga berharap bahwa
kepuasan yang dirasakan oleh karyawan akan mampu memotivasi karyawan tersebut
untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Apabila hal
ini dapat terwujud, sebenarnya bukan hanya tujuan perusahaan yang tercapai, namun
kebutuhan karyawan juga akan terpenuhi.
1. Pekerjaan itu sendiri.
Pekerjaan itu sendiri yaitu karakteristik pekerjaan yang dimiliki, tugas yang menarik,
peluang untuk belajar dan kesempatan untuk bertanggung jawab menunjukkan
kecenderungan untuk senang atas pekerjaannya. Bila perusahaan mampu
mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja karyawan, maka akan memperoleh
banyak sekali keuntungan.
Menurut Alex. S.Nitisemito (1984 : 150) keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:
(a). Pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan. (b). Kerusakan akan dapat dikurangi. (c).
Absensi akan dapat diperkecil. (d). Perpindahan karyawan dapat diperkecil. (e).
Produktivitas kerja dapat ditingkatkan. (f). Ongkos per-unit dapat diperkecil.
2. Upah
Upah yang merupakan hal yang berhubungan langsung berhubugan dengan kepuasan
kerja, namun kepuasan itu tidak semata-mata karena upah. Karena upah merupakan
dasar untuk mendapatkan kepuasan selanjutnya. pemenuhan upah. Kategori
keberhasilan reward dan panishmant juga dapat dilihat kemampuan pimpinan
memenuhi dan memamfaatkan sumber daya secara maksimal. Adanya peningkatan
efesiensi dan efekifitas pengelolaan sumber daya manusia melalui pembagian
tanggung jawab yang jelas, dan transparan, adalah salah satu indikator yang
penting.Selain itu tumbuhnya kemandirian dan kekurang tergantungan dikalangan
karyawan perusahaan, bersifat adaktif dan proaktif, serta memiliki jiwa kewirausahaan
tinggi,juga merupakan indikator terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
penghargaan selanjudnya.
3. Peluang promosi.
Peluang promosi akan mempengaruhi kepuasan kerja, karena itu merupakan bentuk
lain dari pemberian penghargaan. yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Kategori
keberhasilan sistem reward dan punishment dapat dilihat dari kesempatan untuk
promosi jabatan ke jenjang yang lebih baik. Adanya kesiapan karyawan untuk
berkompotisi secara sehat dengan karyawan lainnya dalam kesempatan untuk promosi,
upaya dan inovatif dengan dukungan pimpinan merupakan indikator keberhasilan
sistem reward dan punishment.
4. Pengawasan
Pengawasan, dari dua dimensi pengawasan yaitu employee centeretness dan partisipasi
maka, situasi kerja sama yang ditunjukkan oleh pengawas akan memiliki pengaruh
pada kepuasan kerja. Kategori keberhasil sistem reward dan punishment dapat dilihat
dari terintegrasinya pengawasan. Adanya peningkatan kinerja karyawan yang dapat
dicapai melalui kemandirian dan inisiatif pengawas karyawan dalam mengelola dan
mengunakan sumber-sumber yang tersedia.
5. Rekan kerja
Rekan kerja, secara alami kondisi rekan kerja akan sangat mempengaruhi semangat
kerja karyawan. Kepuasan karyawan dapat dilihat dari sejauh mana kerja sama antara
rekan kerja karyawan didalam melaksanakan tugasnya, sebaliknya yang di kategorikan
sistem reward dan punishment dapat dilihat pada adanya kerja sama, baik sesama
karyawan maupun antara karyawan dengan atasan dalan organisasi untuk mencapai
tujuan .
Semua sistem reward dan punishment yang baik tidak bisa dilihat dari satu sudut
kepentingan organisasi sebagai pemakai tenaga kerja saja atau kepentingan pegawai saja,
tetapi kepentingan dari berbagai pihak yang turut terlibat baik langsung maupun tidak
langsung.
Sedangkan sistem reward dan punishment merupakan salah satu alat untuk memotivasi
para karyawan untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan itu. Sistem
reward dan punishment umumnya diberikan sebagai imbalan atas perilaku kerja
individual, tetapi dapat pula diberikan kepada kelompok.
Implikasi dari Sistem reward dan panisnhment menunjukkan bahwa ada dikotoni antara
pemimpin sebagai superordinat (superordinate) dan pengikut sebagai subordinat
(subordinate) sejauh menyangkut peran dan fungsi. Namun terlepas dari itu, Kepala unit
sebagai pemimpin yang efektif, harus menawarkan pemberian Sistem reward dan
panisnhment yang adil dan bijaksana untuk memudahkan proses pelayanan pada
masyarakat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem reward dan panisnhment yang berbeda
mengundang perilaku yang berbeda. Tidak ada jaminan bahwa sistem reward dan
panisnhment dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
E. Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh
Wahyuningsih (2009) juga mendefinisikan reward adalah penghargaan/hadiah untuk
sesuatu hal yang tercapai. Sedangkan punishment adalah hukuman atas suatu hal yang
tidak tercapai/pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang pasti
beda persepsi dan beda pendapat. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam
memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan
kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan
produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya, hukuman untuk perbuatan jahat
dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya
berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih
baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Sedangkan indikator sistem reward dan punishment yang diketegorikan berhasil penulis
berdasarkan pada teori Steers & Porter (1991) bahwa tinggi rendahnya kinerja pekerja
berkaitan erat dengan sistem pemberian kompensasi yang diterapkan oleh
lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian kompensasi yang tidak tepat
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang. Ketidaktepatan pemberian
kompensasi disebabkan oleh ; (1) pemberian jenis kompenasasi yang kurang menarik (2)
pemberian penghargaan yang kurang tepat tidak membuat para pekerja merasa tertarik
untuk mendapatkannya. Akibatnya para pekerja tidak memiliki keinginan meningkatkan
kinerjanya untuk mendapatkan kompensasi tersebut
1. Kerangka pikir tidak lain dimaksudkan memberi arah bagi penelitian agar tidak keluar
dari fokus penelitian, kerangka gambar 1 memperlihatkan beberapa elemen yang
berkaitan.
Deskripsi berbagai sistem reward dan punishment dalam pandangan teoritis yang
dikategorikan berhasil khususnya pada Kantor perum Damri Makassar
2. Mendeskripsi faktor-faktor sistem reward dan punishment yang dapat dijadikan acuan
teoritis berdasarkan kesederhanaan, dikotoni yang jelas, dan memudahkan didalam
kegiatan penelitian.
3. Keefektifan sistem reward dan punishment yang diberlakukan oleh Pimpinan Perum
Damri Makassar dilihat dari masing-masing sistem reward dan punishment yang
berhasil memajukan perusahaan.
4. Mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem reward dan punishment
yang dikategorikan berhasil.
Gambar 1. Bagan alur kerangka pikir
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan lokasi penelitian
Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian data yang
bersifat kualitas, subyektif, dan fenomenologis.
Lokasi penelitian dipilih pada Kantor Perum Damri Makassar, masing-masing
dikategorikan sistem reward dan punishment yang dikategorikan berhasil meningkatkan
kinerja karyawan dengan menggunakan kriteria tertentu.
B. Sumber Data / Jenis Data
Jenis penelitian terdiri atas : data primer dan data sekunder,
a. Data primer
Data primer adalah Kepala Unit dan tiga kepala seksi dari masing-masing bagian yang
menerapkan sistem reward dan punishment yang dikategorikan berhasil. Data primer
tersebut adalah subyek yang akan memberi informasi mengenai pengalaman mereka
menyangkut pelaksanaan sistem reward dan punishment yang mereka terapkan pada
karyawan.
b. Data sekunder
Untuk melengkapi informasi dari data primer, penelitian ini juga melibatkan unsur
lain, yaitu data Sekunder, yaitu beberapa orang karyawan dari masing-masing bagian
yang dipiiih dengan cara purpossive sampling, terutama untuk mengklariflkasi
informasi dari masing-masing data primer. Informasi yang diperoleh dari para data
sekunder ini diperoleh melalui wawancara mendalam tak terstruktur. Jumlah data
sekunder mungkin saja berbeda untuk masing-masing bagian, bergantung pada
informasi yang dibutuhkan. Jika data atau informasi dianggap sudah "jenuh", maka
pencarian sampel untuk subyek sekunder pada sekolah yang bersangkutan akan
dihentikan.
C. Fokus penelitian dan deskripsi fokus
a. Fokus penelitian
Berdasarkan ungkapan masalah penelitian, penelitian ini difokuskan pada analisis
kualitatif tentang sistem reward dan punishment yang diterapkan pada karyawan
Perum Damri Makassar, serta memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi sistem
reward dan punishment tersebut.
b. Deskripsi fokus
Untuk menghindari kerancuhan dalam pendefenisikan, maka berikut dikemukakan
definisi operasional dari beberapa faktor atau variabel yang menjadi fokus dari
penelitian ini;
1. Sistem reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang diterima
atas prestasi kerja. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat
untuk peningkatan motivasi para pegawai. Reward dapat berwujud banyak rupa.
Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah salah satu bentuknya, yang
diharapkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
2. Punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk
reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang
negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang
supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan
mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang
lebih baik.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi sistem reward dan punishment yang dimaksudkan
dalam penelitian ini, meliputi: faktor intern organisasi, pribadi karyawan yang
bersangkutan, dan faktor ekstern pegawai organisasi.
a) Faktor Intern Organisasi
Faktor interen organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah dana
organsasi, dan serikat pekerja.
1) Dana Organisasi
Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana
yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai
akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin
besarnya prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan
organisasi/perusahaan. Besanya keuntungan perusahaan akan memperbesar
himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi akan makin
baik. Begitu pula sebaliknya
2) Serikat pekerja
Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi
pelaksanaan atau penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja
dapat menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib.
Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu
diperhitungkan oleh pihak manajemen.
b) Faktor Pribadi Karyawan
Faktor pribadi karyawan yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi
adalah produktifitas kerja, posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman serta
jenis dan sifat pekerjaan.
1) Produktifitas kerja
Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan
faktor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh ini
memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan
kompsasai yang berbeda. Pemberian kompesasi ini dimaksud untuk
meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
2) Posisi dan Jabatan
Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi.
Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan
tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan
seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin
tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya.
3) Pendidikan dan Pengalaman
Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan
faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih
berpengalaman dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang
lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat
pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan
organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu
karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.
4) Jenis dan Sifat Pekerjaan
Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan
pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk
pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu pula
halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis.
Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan
profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang
dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan
organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan biasanya mendaptkan
kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam ruangan/kantor.
Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggung jawab yang
dipikulnya.
c) Faktor Ekstern
Faktor ekstern pegawai dan organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi
adalah sebagai berikut :
1) Penawaran dan Permintaan kerja
Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply)
tenaga kerja ebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya
kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan
besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit,
maka kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya nilai kompensasi yang
ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk
memasuki organisasi tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga
kerja lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit
banyak menjadi terabaikan.
2) Biaya hidup
Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya
biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya
hidup minimal. Paling tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau
di atas biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih rendah dari
biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa.
3) Kebijaksanaan Pemerintah
Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari
kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi,
pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita,
pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin
berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-
praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.
d) Kondisi Perekonomian Nasional
Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar
dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya
rata-rata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu
negara mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan penghargaan
negara terhadap sumber daya manusianya.
D. Instrumen Penelitian dan Metode Pencatatan Data
Karena penelitian ini menuntut pengamatan berperan serta, maka peranan peneliti adalah
menentukan bagi keseluruhan, skenario penelitian. Karenanya peneliti adalah instrumen
utama dalam penelitian ini. Sebagai instrumen penelitian, peneliti memosisikan diri ke
dalam segi responsif, adaptatif (membangun raport), menekankan keutuhan, dan
mendasarkan diri pada pengetahuan, proses, ikhtisar dan pemanfaatan kesempatan untuk
mengungkapkan fenomena teoretis yang ditemui di lapangan, Dalam pelaksanaannya,
kegiatan penelitian ini didukung oleh beberapa instrumen pendukung dan instrumen
pencatatan dalam melaksanakan kegiatan lapangan. Dalam melaksanakan tugasnya
sebagai instrumen penelitian, peneliti menggunakan pedoman wawancara dan pedoman
observasi.
Selain itu, untuk mencatat data yang diperoleh baik yang bersumber dari dokumen,
wawancara-wawancara, maupun pengamatan-pengamatan langsung di lapangan,
digunakan berbagai instrumen pencatatan, sebagai berikut.
1. Catatan Lapangan adalah: catatan yang digunakan pada situasi pengamatan tidak
berperan serta. Catatan lapangan adalah laporan mengenai gambaran umum yang
singkat.
2. Log Book Pengalaman Lapangan adalah: Instrumen pencatatan berupa buku untuk
mencatat semua hasil kegiatan lapangan yang bersumber dari catatan lapangan yang
disusun secara "sistematis. Baik Log book Pengalaman Lapangan maupun Catatan
Lapangan digunakan sebagai data atau informasi yang akan dipakai pada tahap
kegiatan analisis. Dan analisis data akan dimulai sejak hari pertama pengumpulan data,
yang dimulai dengan penyusunan kategori-kategori.
3. Catatan Hasil wawancara: adalah kuesioner yang diisi sendiri oleh pengamat, bukan
oleh subyek. Tujuan dari Catatan Kuesioner ini adalah untuk memberikan umpan balik
kepada pengamat dalam menyusun narasi atas hasil rekaman suara pada saat
wawancara berlangsung.
E. Analisis Data, Penarikan Kesimpulan, dan Pemeriksaan Keabsahan
a. Analisis data
Sebagaimana dalam hal pengumpulan data, analisis dalam penelitian ini juga tidak
dilakukan dengan pentahapan. Pengumpulan data dan analisis data dilakukan
bersamaan selama masa penelitian lapangan. Kegiatan pengumpulan data lapangan
yang dilaksanakan bersamaan dengan analisis data. Namun secara kronologis, analisis
data dilakukan dalam beberapa tahap, sebagaimana diuaraikan berikut: (1) tahap
pengelolaan data (data managing), dimana diciptakan sistem pengarsipan dan
pengorganisasian data dilakukan berdasarkan jenis data yang dikumpulkan; (2) tahap
pembacaan dan pemodean (reading and memoing}, yakni menyempurnakan
pencatatan-pencatan hasil wawancara, membuat catatan-catatan margin dan
membentuk kode-kode awal pada tiap kelompok data; (3) tahap penguraian, di mana
peneliti menguraikan dan memilah berbagai pernyataan yang berbeda dari para subyek
yang diwawancarai; (4) tahap pengkalisikasian (classifying}, yakni tahap di mana
diupayakan menemukan dan mendaftarkan pernyataan-pernyataan dari hasil
wawancara mendalam dengan subyek utama, dan subyek sekunder dan
mengelompokkan pernyataan-pernyataan sejenis ke dalam unit-unit interpretasi,
termasuk pengalaman empiris dari para subyek utama penelitian; (5) tahap
penginterpretasian data (interpreting} dengan mengembangkan deskripsi struktural
dengan mengembangkan interpretasi yang mengarah pada jawaban atas masalah
penelitian; (6) Tahap Pendeskripsian, dimana dikembangkan deskripsi menyeluruh
tentang esensi pengalaman peneliti mengenai pikiran dan pemaknaan subyektif para
subyek yang dikembangkan dan dideskripsi,
b. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan dari penelitian ini dimulai dengan mereduksi jumlah kategori,
sekaligus memperbaiki rumusan dan integrasinya. Deskripsi fenomena yang terungkap
dari hasil analisis data, dilengkapi dengan narasi-narasi teoretis, dan akhirnya semua
hasil penelitian yang mengerah pada jawaban atas masalah-masalah penelitian ditarik
sebagai kesimpulan.
c. Pemeriksaan keabsahan data
Untuk menyakinkan bahwa semua data yang dihimpun memiliki keabsahan, maka
penelitian ini menggunakan kriteria tertentu untuk melihat derajat kepercayaan atau
kebenaran atas hasil penelitian. Kriteria itu mengacu pada model pemeriksaan
keabsahan data oleh Moleong (2005), dengan 4 (empat) teknik.
1) Derajat kepercayaan (credibility)
Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan penyelidikan sedemikian rupa sehingga
tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Beberapa cara yang dilakukan agar
kebenaran hasil penelitian dicapai, antara lain dengan:
a) Ketekunan/keajegan pengamatan. Dalam penelitian ini, ketekunan pengamatan
adalah menggali ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan.
b) Triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan mewawancarai beberapa subyek lain
yang diambil dan perusahaan lain di tempat lain, untuk mengecek kebenaran data
dan informasi yang diperoleh dari subyek utama.
c) Pemeriksaan melalui diskusi. Teknik ini dilakukan dengan mendiskusikan hasil
sementara atau yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat. Rekan
sejawat dalam hal ini adalah rekan-rekan yang memiliki pengetahuan yang sama
tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review
persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Dalam studi ini, rekan
sejawad adalah para mahasiswa program studi APB kekhususan manajemen publik,
atau para peserta seminar lainnya,
d) Analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh
dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dengan kecenderungan informasi yang
telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.
e) Mengadakan member check. Member check adalah pengecekan dengan anggota
yang terlibat dalam pengumpulan data yang menyangkut data, kategori analitis,
penafsiran, dan kesimpulan. Pada penelitian ini, member check dilakukan dengan
mengadakan diskusi di antara subyek utama penelitian, yakni para karyawan yang
menjadi subyek utama. Ini memberi kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari
hakekat dari jawaban responden, di samping untuk memperbaiki kekeliruan
terhadap interpretasi data yang mungkin terjadi.
f) Mengadakan audit trial. Audit trial adalah pengecekan kembali secara satu-persatu
seluruh proses penelitian dimulai dari pengumpulan data.penghimpunan,
pengategorian, analisis data sampai pada penyimpulan. Audit trial dapat dilakukan
bersama dengan dengan komisi penasihat.
2) Keteralihan (transferable}
Keteralihan merupakan validasi external yang didasarkan pada konteks empiris setting
penelitian, yaitu tentang "emic" yang diterima oleh peneliti dan "emic"yang merupakan
hasil interpretasi peneliti. Derajat keteralihan dapat dicapai melalui uraian yang cermat,
rinci, tebal atau mendalam serta adanya kesamaan konteks antara pengirim dan
penerima. Keteralihan dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description}, yaitu
menguraikan data yang cukup banyak untuk mencapai persamaan antara konteks
pengirim (emic) dan konteks penerima (etic).
3) Kebergantungan (dependebilitfi).
Dilakukan untuk memeriksa akurasi pengumpulan dan analisis data. Agar derajat
reliabilitas dapat tercapai, dilakukan audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap
seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil peneiitiannya. Untuk mengecek
salah-benarnya hasil penelitisn, dilihat dari keterkaitan atau kebergantungan antara
hasil penelitian dengan anaiisis dan interpretasi yang dilakukan sebelumnya. Untuk
kegiatan pengecekatan tersebut, peneliti akan selalu mendiskusikannya dengan komisi
penasihat. Hasil yang dikonsultasikan antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran
data serta tafsirannya.
4) Kepastian (confomability)
Yaitu obyektivitas yang berdasarkan pada perpektif "emid dan perspektif "etic"
sebagai tradisi penelitian kualitatif. Derajat ini dicapai melalui audit atau pemeriksaan
yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil
penelitiannya. Audit dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri dan auditor dalam
penelitian ini adalah komisi penasehat. Pemeriksaan menyangkut kepastian asal-usul
data, logika penarikan kesimpulan dari data dan penilaian derajat ketelitian serta telaah
terhadap kegiatan peneliti tentang keabsahan data.
4. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 1. Jadwal kegiatan penelitian
NO Kegiatan Studi/ penelitian Waktu Pelaksanaan
Feb-2011 Mar 2011 Aprl-2011 Mei 2011
1 Penyusunan proposal
2 Konsultasi proposal
3 Pelaksanaan seminar proposal
4 Perbaikan / revisi proposal
5 pengurusan izin penelitian
6 Pengumpulan data
7 Pengelolaan dan analisis data
8 Penyusunan laporan penelitian
9 Pelaksanaan seminar hasil
10 Perbaikan laporan penelitian
11 Penyajian laporan (Ujian tesis)
12 Selesai
Daftar pustaka
Arikunto Suharsini, 2001 Metode penelitian, Penerbit Gramedia, Jakarta.
-------------------------. 2002, prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Edisi Revisi, Penerbit PT Reneka, Jakarta. Dessler, G. 2000. Human Resource Management. 8th edition. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Dharma, Surya., 2005, Manajemen Kinerja, cetakan Pertama, Yogyakarta,PustakaPelajar.
Ellis, C,W, Management Skill for New Manager, 2005, American ManagementAssociation.
Gomez-Mejia, L.R., D.B. Balkin, dan R.L. Cardy. 1995. Managing Human Resources.Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.
Hasibuan Malayu,2001, Manajemen Sumber Daya Manusia,Edisi Revisi,Penerbit Bumi Aksara,Jakarta
-------------------------,2007, Manajemen Dasar,pengertian, Dan Masalah,Edisi Revisi,Penerbit Bumi Aksara,Jakarta.
Hatid Patilima,2007 Metode penelitian kualitatif, penerbit Alfabeta.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-kompensasi.html
http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/8-kompensasi-sdm.pdf
http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/221/gdlhub-gdl-s3-2009-sutadji-11025-dise-k.pdf
Hersey, P., dan K.H. Blanchard. 1995. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Ilyas, Y, 1997, Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian, Fakultas KesehatanMasyarakatUniversitas Indonesia, Jakarta.
.........., 2001, Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian, Fakultas KesehatanMasyarakatUniversitas Indonesia, Jakarta.
J. Long (1998:8) Compensation in Canada. Online http://jurnal-sdmku.blogspot.com/2011/1/teori-kompensasi.html
Luthan Fred (1995) Organisation Behavior, Edition New York
Lawler, E.E. 1983. Sistem Imbalan dan Pengembangan Organisasi. Jakarta: PustakaBinaman Pressindo.
Luthans, F. 1998. Organizational Behavior. 8th edition. New York: The McGraw-HillCo., Inc.
Nitisemito, A.S. 1996. 45 Wawasan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti.
Mondy, R.W., R.M. Noe, dan S.R. Premeaux. 1999. Human Resource Management. 7thedition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Rosvinintia,Vinta,2008, Using Good Performance Management System ToAttract, Motivate, And Retain Employee By Reward Program.Makalah Sebagai salah satu syarat dalam program Certified Human Resources Profesional (CHRP). Universitas Katolik Indonesia Atmajaya
Ridwan, 2003, Skala pengukuran variable-Variable penelitian, cetakan kedua,Penerbit Alfabeta, Bandung.
------------, 2004, Belajar mudah penelitian untuk guru, Karyawan dan peneliti pemula, cetakan pertama, penerbit Alfabeta, Bandung
Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta:Prenhallindo
Robbins, S.P. 2001. Organizational Behavior. 9th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Schuler, R.S., dan S.E. Jackson. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia: MenghadapiAbad Ke-21. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Siagian, S.P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sedarmayanti, 2003, Sumber Daya Manusia dan produktivitas kerja, Cetakan kedua. Penerbit CV Mandar Maju.Bandung
Setyabudi Indarto,2000,Aplikasi Sistem Kompensasi Dan Kepuasan Karyawan Pada PT Kuala Pelabuhan Indonesia IrianJaya.Suatu Kajian Teoritis dari Persfektif Manajemen Kualitas.Yokyakarta Universitas GajahMada
Public Administration Community pada 27 November 2010 jam 5:45Wahyuningsih,Hery 2009 Reward and Punishment (online) htt://Jengheny.com/reward-and-punishment, dikses tanggal 10 Desember 2010.
Wibowo ,2007, Manajemen Kinerja Devisi buku Perguruan Tinggi,PT Jasa Grafindo Persada,Jakarta