penerapan reward dan punishment sebagai strategi …
TRANSCRIPT
1
PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI STRATEGI PEMBINAAN
DISIPLIN SANTRI KELAS XII DI PONDOK PESANTREN DAARUL RAHMAN
JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah satu syarat
pencapaian gelar sarjana pendidikan
Disusun Oleh :
Virna Mutiara Wahyu
(11150182000039)
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Virna Mutiara Wahyu (NIM 11150182000039), Penerapan Reward dan Punishment
Sebagai Strategi Pembinaan Disiplin Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul
Rahman Jakarta, Skripsi Program Strata Satu (S1) Jurusan Manajemen Pendidikan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Penerapan Reward dan Punishment
Sebagai Strategi Pembinaan Disiplin Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif dalam
bentuk deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan
metode wawancara, observasi dan studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan Kepala
Sekolah, Wali Asuh, Wali Kelas, dan beberapa santri. Melalui wawancara ini, peneliti
mendapatkan informasi dan data-data yang diperlukan. Analisis data yang digunakan melalui
tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan Reward dan Punishment Sebagai
Strategi Pembinaan Disiplin Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
sudah berjalan cukup baik dari segi pemberian sanksi. Akan tetapi dalam pemberian reward
belumlah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dari analisis jenis pelanggaran, macam-
macam sanksi, dan data santri kelas XII yang melanggar peraturan. Data hasil penelitian ini,
diharapkan bisa memberikan masukan kepada Pimpinan Pondok Pesantren, majelis guru,
ketua pelajar, serta pihak-pihak lainnya yang ikut berkontribusi untuk meningkatkan kualitas
pembinaan disiplin santri.
Kata Kunci: Reward, Punishment, Pembinaan Disiplin Santri.
ii
ABSTRACT
Virna Mutiara Wahyu (11150182000039), The Application Of Reward and Punishment As
a Strategy For Developing Discipline Of Students Of Class XII In Daarul Rahman Islamic
Boarding School In Jakarta. Minithesis of Undergraduate Program (S1) Department of
Education Management, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah
State Islamic University, Jakarta, 2019.
This study aims to describe the Application of Reward and Punishment as a Class XII
Discipline Coaching Strategy in Daarul Rahman Islamic Boarding School Jakarta. The
research method used in this thesis is a qualitative method in the form of a qualitative
descriptive. Data collection techniques in this thesis were carried out by interview,
observation and document study methods. Interviews were conducted with the Principal,
Guardians, Guardians of Class, and several students. Through this interview, researchers
obtain information and data needed. Analysis of the data used through three activities,
namely data reduction, data presentation and conclusion drawing.
The results showed that the Implementation of Reward and Punishment as a Class XII
Discipline Coaching Strategy at Daarul Rahman Islamic Boarding School in Jakarta had
gone quite well in terms of sanctions. However, in giving rewards it has not gone well. This is
evidenced from the analysis of the types of violations, types of sanctions, and class XII
students who violated the rules. Data from the results of this study are expected to provide
input to Islamic Boarding School Leaders, teacher assemblies, student leaders, as well as
other parties who contribute to improving the quality of student discipline guidance.
Keywords: Reward, Punishment, Santri Discipline Development.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan limpahan karunia, rahmat dan nikmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Sholawat beriring salam juga tak lupa penulis
haturkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya.
Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S. Pd) pada jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Penerapan Reward dan
Punishment Sebagai Strategi Pembinaan Disiplin Santri Kelas XII di Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta”.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
hambatan dan kesulitan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, semangat, dan doa serta
tidak lepas dari bantuan, bimbingan, nasihat, dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dr. Sururin, M. Ag sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Muarif SAM sebagai Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga selaku Dosen
Penasihat Akademik dan Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga
dan pikirannya dengan penuh kesabaran dan ketulusan dalam memberikan bimbingan,
masukan, dan nasihat sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
3. Dr. Abd Aziz Hsb, M. Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikirannya dengan penuh kesabaran dan ketulusan dalam memberikan
bimbingan, masukan, dan nasihat sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
4. Seluruh dosen dan staff Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah membekali ilmu
pengetahuan, mendidik, member motivasi serta memberikan pelayanan terbaik kepada
penulis selama perkuliahan.
iv
5. Ustad Qosim Susilo sebagai Kepala Sekolah Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian
skripsi.
6. Ustadzah Zulfa Yunita, Ustad Syukron Ma’mun, dan Ustad Salman AlFarisi yang
telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian di Pondok Pesantren Daarul
Rahman Jakarta.
7. Rekan-rekan ustad/ustadzah dan staff Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta yang
telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan dalam skripsi ini.
8. Terkhusus untuk kedua orang tua terkasih Papa Yuyu Wahyudin dan Mama Yatmi
Maghfirah yang selalu memberikan support, semangat, dukungan moril maupun
materil, dan kasih sayang tak terjumlah, serta panjatan ribuan doannya yang selalu
meliputi setiap langkah penulis dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan dengan lancar dan baik.
9. Suamiku tersayang Muhammad Khairul Fikri yang selalu memberikan semangat di
kala ingin menyerah, nasihat di kala telah pasrah, dan sebagai tempat bersandar di
kala hati dan pikiran mulai penat dan butuh tempat istirahat. Selalu bersedia menjadi
teman, sahabat, kekasih, saingan, dan partner menuju Surga.
10. Sahabatku Ely Rohmayanti dan Astrie (Geng Fino) yang setia menemani selama 4
tahun ini. Dari mulai awal masuk kampus sebagai mahasiswa baru, tak henti berbagi
cerita, canda, suka dan duka bersama.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan Manajemen Pendidikan angkatan 2015, khusunya
kelas A, yang telah berjuang bersama dan saling berbagi semangat dalam
menyelesaikan perkuliahan.
Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun tidak sedikitpun mengurangi rasa
hormat dan terima kasih dari penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kata sempurna, maka penulis menerima segala bentuk kritikan dan saran yang bersifat
membangun. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi diri penulis, dan
umumnya bagi khayalak sekalian.
Tangerang Selatan, Januari 2020
Penulis
Virna Mutiara Wahyu
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... viii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah .................................................................................................................. 4
D. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ..................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 7
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ............................................................... 7
A. Kajian Teori ............................................................................................................................... 7
1. Reward (ganjaran) ................................................................................................................... 7
2. Punishment (hukuman) ......................................................................................................... 11
3. Disiplin Siswa ....................................................................................................................... 20
4. Pembinaan Disiplin Siswa .................................................................................................... 26
B. Penelitian yang Relevan ........................................................................................................... 31
C. Kerangka Berpikir .................................................................................................................... 32
BAB III ................................................................................................................................ 35
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................... 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................................. 35
C. Sumber Data Penelitian ............................................................................................................ 36
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................................................... 37
E. Kisi – kisi Instrumen ................................................................................................................ 40
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ....................................................................... 42
G. Teknik Analisis Data ................................................................................................................ 42
BAB IV ............................................................................................................................... 45
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................................. 45
vi
A. Deskripsi Objek Penelitian ....................................................................................................... 45
1. Sejarah Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta .............................................................. 45
2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta ..................................................... 46
3. Data Siswa Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta ........................................................ 46
4. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta ........................................ 48
5. Data Guru Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta .......................................................... 49
BAB V ................................................................................................................................. 69
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 69
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 69
B. Saran......................................................................................................................................... 70
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Waktu Penelitian......................................................................................................34
Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara............................................................................40
Tabel 3 Pedoman Observasi..................................................................................................40
Tabel 4 Daftar Ceklis Studi Dokumen.................................................................................41
Tabel 5 Jumlah Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta................................47
Tabel 6 Jadwal Keseharian Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta..........51
Tabel 7 Jenis-Jenis Pelanggaran Santri Kelas XII.............................................................53
Tabel 8 Macam-Macam Kategori Sanksi Santri Kelas XII..............................................59
Tabel 9 Catatan Pelanggaran Santriwati Kelas XII..........................................................62
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Sarpras Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Lampiran 2 Data Tenaga Pendidik Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Lampiran 3 Rekap Hasil Observasi
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Transkip Hasil Wawancara Wali Asuh
Lampiran 6 Transkip Hasil Wawancara Wali Kelas
Lampiran 7 Transkip Hasil Wawancara Kepala Sekolah
Lampiran 8 Transkip Hasil Wawancara Santri Kelas XII
Lampiran 9 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Lampiran 10 Program Kerja Ketua Pelajar
Lampiran 11 Surat Perjanjian Tertulis Santri
Lampiran 12 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 14 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 15 Lembar Uji Referensi
Lampiran 16 Kegiatan Pembinaan Disiplin Santri
Lampiran 17 Hasil Dokumentasi
Lampiran 18 Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang baik tentu berkaitan dengan kedisiplinan dan peraturan yang
diterapkan oleh guru atau sekolah. Sebab peraturan dibuat agar proses belajar-mengajar
berjalan lancar dan tanpa halangan. Disiplin berarti dengan sengaja mematuhi dan
mengikuti peraturan dan tata tertib yang telah disepakati dan ditetapkan. Peraturan dibuat
dengan tujuan agar kegiatan yang telah berjalan dapat dilaksanakan tanpa halangan atau
hambatan.
Menurut Suwarno dan Lathifah A. F (2014) “Kedisiplinan menjadi alat yang
ampuh dalam mendidik karakter manakala banyak orang yang sukses dalam menegakkan
disiplin. Kurangnya disiplin akan berakibat melemahnya motivasi seseorang untuk
melakukan sesuatu”.1 Disiplin menjadi faktor penting dalam kehidupan sehari-hari, bukan
hanya dalam sekolah saja. Ketidakdisiplinan akan membuat kekacauan dan kesemrawutan
semua jadwal dan kegiatan yang telah tersusun, dan bisa berakibat pada menurunnya
motivasi untuk berbuat lebih baik lagi. Kedisiplinan adalah suatu usaha untuk mematuhi
aturan yang berlaku yang dalam perwujudannya butuh kebiasaan dan latihan yang
konsisten.
Disiplin merupakan kesadaran yang terbentuk dari sebuah kebiasaan. Sebagai
contoh, anak yang terbiasa disiplin tidak telat datang ke sekolah, pastinya memliki
kebiasaan jam tidur dan bangun tepat waktu, sehingga tidak mungkin akan terlambat atau
kesiangan datang ke sekolah. Berbeda halnya dengan anak yang tidak terbiasa untuk
mematuhi aturan, sehingga jadwal kesehariannya pun akan kacau dan tidak karuan. Maka
perlu adanya pembiasaan untuk berdisiplin yang diterapkan oleh orang tua maupun guru
di sekolah, sebab disiplin bukan sesuatu yang instan dapat dilakukan, kebiasaan untuk
mengikuti peraturan dan tidak melanggarnya adalah tujuan utama dari tata kedisiplinan.
Bisa dikatakan bahwa kedisiplinan siswa sebenarnya sangat berkaitan dengan
kebiasan dan motivasi dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa yang membuat siswa
secara sadar atau dengan paksaan melaksanakan kedisiplinan. Bila siswa menjadikan
1 Suwarno dan Lathifah Arifatul Farida, Pengaruh Reward And Punishment Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas
Tinggi SD Negeri 3 Pandean Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali, Jurnal Pendidikan, 2014, h. 324
2
kedisiplinan sebagai sebuah beban, tentu ia akan merasa berat dan segan untuk
mematuhinya, misalnya siswa akan merasa berat untuk masuk kelas tepat waktu tanpa
terlambat, karena ia menjadikan peraturan dan kedisiplinan sebagai beban yang harus
ditanggungnya sendiri. Beda halnya bila siswa menjadikan kedisiplinan adalah sebuah
kesadaran untuk kebaikan dirinya sendiri, ia akan dengan mudah dan tidak merasa
tersiksa melakukan semua peraturan dan kegiatan di pondok pesantren yang padat dan
jadwalnya berkesinambungan.
Guru sebagai pendidik juga sekaligus pembuat peraturan di sekolah, sudah
selayaknya untuk ikut mematuhi peraturan dan menegakan disiplin yang berlaku.
Semisal, guru/sekolah membuat peraturan jam masuk sekolah pukul 7 pagi, maka
sebelum pukul 7 pagi seluruh guru semestinya sudah berada di sekolah. Guru sebagai
panutan dan figur yang dicontoh oleh murid, diharapkan mampu untuk berperilaku dan
bersikap baik sesuai peraturan sekolah yang berlaku. Menurut Masykur Arif Rahman
(2011) “Guru yang disiplin dapat diartikan sebagai guru yang menaati aturan yang dibuat
oleh sekolah. sebaliknya, guru yang tidak disiplin adalah guru yang seringkali melanggar
aturan yang dibuat oleh sekolah”.2 Dengan kata lain, cara atau upaya untuk bisa
menertibkan dan membuat siswa disiplin adalah sekolah harus memulainya dari
mendisiplinkan guru di sekolah. sebab guru adalah panutan, dan siswa akan senantiasa
berperilaku sesuai dengan panutannya.
Untuk terciptanya lingkungan sekolah disiplin dan teratur, seorang guru
sepatutnya menegakan disiplin akan peraturan yang berlaku. Setiap murid yang
melanggar harus dan mesti mendapat hukuman sebagai pembelajaran agar murid merasa
jera dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sikap guru yang cuek, tak acuh, tidak
mau peduli dan enggan ambil pusing akan sikap murid yang melanggar, akan
menciptakan mindset buruk pada siswa, dan siswa berpotensi untuk meremehkan
peraturan yang ada. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Masykur Arif Rahman (2014)
tentang penerapan disiplin siswa: “Pada umumnya yang menyebabkan tidak efektifnya
suatu peraturan untuk mendisiplinkan siswa adalah implementasi yang tidak
menggunakan konsep yang paling tepat untuk perkembangan zaman”.3
Sikap siswa yang sulit berdisiplin akan peraturan memang banyak terjadi di
lembaga-lembaga pendidikan. Salah satunya adalah di Pondok Pesantren Daarul Rahman
2 Masykur Arif Rahman, Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam Kegiatan Belajar-
Mengajar, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), h. 63
3 Ibid, h. 69
3
Jakarta. Santri di pondok ini telah dibiasakan untuk berdisiplin, karena memang kegiatan
pondok yang cukup padat dan saling berkesinambungan akan menuntut santri untuk mau
tak mau untuk berdisiplin. Sebagai contoh, misalnya santri yang terlambat bangun subuh,
maka akan terlambat datang ke masjid untuk sholat berjamaah juga, ketika ia terlambat
sholat berjamaah maka ia akan dihukum, dan ketika ia dihukum, maka ia akan terlambat
datang ke kelas untuk mengaji setelah subuh. Karena kepadatan kegiatan inilah, maka
guru selalu menghimbau para santri untuk terus berdisiplin. Sebab, ketidaksiplinan santri
akan berakibat kurang baik bagi diri santri.
Para guru telah berupaya untuk mengajak santri berdisiplin, salah satu
upayanya adalah dengan menjadikan para santri kelas 2 Aliyah sebagai pengurus harian
para santri. Hal ini dilakukan, agar santri selalu terawasi kedisiplinannya, baik saat waktu
sekolah ataupun di luar jam sekolah. Para santri ”senior” ini menertibkan santri dari
segala segi dan aspek. Baik dari segi ibadah, keamanan, kebersihan dan kesehatan,
maupun dari segi pengembangan bahasa. Para pengurus ini mendisiplinkan harian para
santri dari kelas 1 Tsanawiyah sampai santri kelas 1 Aliyah. Adapun untuk santri kelas 2
dan 3 Aliyah, maka tanggung jawab untuk mendisplinkannya di berikan langsung kepada
para guru. Para pengurus ini pula diberikan bimbingan tentang bagaimana mendisiplinkan
santri, misalnya dengan memberikan stimulus berupa reward atau pun punishment ketika
santri sudah mampu diajak untuk berdisiplin. Dan ketika pelanggaran santri sudah
melewati batas, maka guru akan memberikan sanksi tegas berupa pemanggilan orangtua
santri bahkan pengusiran santri secara tidak terhormat dari Pondok Pesantren.
Hasil yang didapatkan guru dari pengakatan kelas 2 Aliyah sebagai pengurus
harian santri terlihat cukup signifikan. Santri menjadi lebih disiplin, sebab selalu ada yang
mengawasi dan membimbingnya. Santri bukan hanya menjadi takut untuk melanggar,
tetapi juga segan bila ketahuan oleh pengurus harian tidak mematuhi aturan. Karena bila
mereka melakukan pelaggaran karena tidak mengikuti aturan, maka pengurus harian yang
akan menindak santri dan memberikannya hukuman sesuai dengan pelanggaran yang
dilanggar. Pengurus harian seumpama “tangan kanan” para guru, sehingga bila santri
tidak taat pada pengurus harian, atau bahkan menentangnya, maka sama saja santri itu
melawan dan tidak patuh pada majelis guru.
Tetapi, dari upaya-upaya yang telah dilakukan guru, justru masih saja ada
santri yang agak sulit untuk mengikuti peraturan yang berlaku. Terdapat beberapa faktor
yang membuat sebagian santri sulit untuk berdisiplin, yakni di antaranya adalah karena
tidak konsistensinya pengurus harian atau guru dalam memberikan hukuman ketika ada
4
santri yang melanggar. misalnya, saat ada santri yang tidak ikut sholat berjamaah, maka
diberikan hukuman dijemur di lapangan, tetapi terkadang juga ada yang dihukum hanya
disuruh bersih-bersih ruang guru, atau terkadang dihukum menghafal pelajaran.
Aminuddin Rasyad mengungutip pendapat Richard L. Solomon (1964) mengatakan
bahwa “Yang penting dihindari jenis hukuman yang dapat menyengsarakan atau
membuat peserta didik cedera”.4 Pemberian punishment yang selalu saja berubah-ubah
membuat santri tidak percaya akan penerapan disiplin seperti ini, sehingga santri selalu
saja mencari celah untuk melanggar peraturan. Atau bisa juga karena santri merasa tidak
betah di pondok, sehingga ia mencari alasan untuk selalu dihukum.
Berdasarkan temuan dari penelitian ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
lanjut melalui sebuah penelitian dengan judul “Penerapan Reward dan Punishment
sebagai Strategi Pembinaan Disiplin Santri di Pondok Pesnatren Daarul Rahman
Jakarta”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka ada beberapa hal yang diidentifikasi yaitu:
1. Adanya sikap kurang disiplin yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, seperti
datang terlambat, kehadiran yang kurang, tidak mengikuti pembelajaran dengan serius,
mempunyai kegiatan sendiri saat jam pelajaran berlangsung, tidak taat pada perintah
guru, membolos, dan sebagainya.
2. Kurangnya penegakan disiplin oleh pendidik dan pihak sekolah, seperti penetapan
sanksi yang setengah-setengah, sikap pilih kasih dan sebagainya.
3. Banyak faktor yang mempengaruhi kedisiplinan siswa, baik yang bersifat internal
maupun eksternal.
4. Kurang maksimalnya pemberian reward kepada siswa.
5. Kurang maksimalnya pemberian punishment kepada siswa.
C. Pembatasan Masalah
Dalam pembahasan ini banyak sekali permasalahan yang akan muncul, maka peneliti
membatasinya sebagai berikut:
1. Penerapan reward sebagai strategi pembinaan disiplin siswa di Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta.
2. Penerapan punishment sebagai strategi pembinaan disiplin siswa di Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta.
4 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Cet. 4 (Jakarta: UHAMKA Press, 2003), h. 100
5
3. Peran guru dalam pemberian reward dan punishment kepada siswa di Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dan akan
dikaji melalui penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana penerapan Reward sebagai strategi pembinaan disiplin siswa di Pondok
Pesantren Daarul Rahman Jakarta?
2. Bagaimana penerapan Punishment sebagai strategi pembinaan disiplin siswa di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta?
3. Bagaimana keberhasilan penerapan Reward dan Punishment di Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan reward sebagai strategi pembinaan siswa di Pondok
Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
2. Untuk mengetahui penerapan punishment sebagai strategi pembinaan siswa di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan guru untuk mengatasi
kendala penerapan reward dan punishment sebagai strategi pembinaan siswa di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, lembaga, dan peneliti sendiri:
1. Manfaat Teoritis
Secara umum, penelitian ini telah menyumbangkan ilmu pengetahuan dan
wawasan dalam peningkatan disiplin siswa dengan menggunakan alat pendidikan
yakni reward dan punishment.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti akan sistem pelaksaan
reward dan punishment dalam rangka meningkatkan kedisiplinan santri di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
6
b. Bagi Sekolah
Menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah dalam memandang pelaksaan
reward dan punishment sebagai alat pendidikan yang bisa digunakan untuk
meningkatkan disiplin siswa.
c. Bagi Guru
Mendapatkan wawasan mendalam tentang pelaksanaan reward dan
punishment dalam meningkatkan kedisplinan siswa, sehingga kedua alat
pendidikan ini tidak lagi digunakan kecuali dengan syarat-syarat dan tata cara
yang baik dan benar
7
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Reward (ganjaran)
a. Pengertian Reward
Menurut Ngalim Purwanto “Reward (ganjaran) adalah salah satu alat
pendidikan. Jadi, dengan sendirinya maksud ganjaran itu ialah sebagai alat
untuk mendidik anak-anak dapat merasa senang karena perbuatan atau
pekerjaannya mendapat penghargaan.” 5
Sedangkan menurut Alisuf Subri “Reward (ganjaran/hadiah)
merupakan satu-satunya alat pendidikan represif yang menyenangkan.
Sedangkan pemberitahuan, teguran, peringatan dan hukuman merupakan alat
pendidikan represif yang bersifat tidak menyenangkan.”
Menurut Abuddin Nata dan Fuzan “Secara psikologis, reward
(ganjaran) adalah sebuah kompensasi dari perbuatan yang memperkuat tingkah
laku khusus, baik dalam belajar atau yang lainnya yang berkenaan
denganwilayah kerja baik yang dapat merangsang manusia dengan perasaan
senang.”6
Di dalam Alquran, reward (ganjaran) disebut dengan pahala. Dalam
prakteknya, pahala atau ganjaran ini dapat mengambil bentuk hadiah,
cenderamata, bonus, dan sebagainya yang diberikan kepada orang-orang yang
menunjukan prestasi yang tinggi dalam bidang kebaikan.7 Sebagai mana
tertulis dalam Alquran Surat Ali Imran, 3:135 dan Surat Al-Hud, 11:11 yang
menjelaskan tentang pemberian reward (pahala) bagi orang-orang yang
berbuat baik, berbunyi:
”Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan syurga yang
di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan
itulah sebaik pahala orang-orang yang beramal” (QS. Ali Imran, 3:135).
5 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2014) Cet. 21, h. 182
6 Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits. (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005) Cet. 1, h.
373-374
7 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cet. 1, h. 157.
8
“Dan bahwa Allah tidak menyianyiakan pahala orang-orang yang sabar
(terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh, maka itu beroleh
ampunan dan pahala yang besar” (QS, Al-Hud, 11:11).
Namun demikian, Eric Jensen yang mengutip pendapat Kohn (1993) lebih
keras memberikan pendapat tentang pemberian reward:
“Jika tujuan anda adalah untuk membuat orang menaati aturan, tepat waktu
dan melakukan apa yang mereka katakan, imbalan dapat berfungsi. Tetapi, dia
menambahkan secara empatik, imbalan hanyalah merubah perilaku secara
spesifik saat itu dan bukan merubah orang. Jika tujuan anda adalah untuk
membantu pelajar untuk berprestasi secara autentik, imbalan sesungguhnya
tidak berfungsi.” 8
Dapat disimpulkan bahwa reward (ganjaran) adalah segala sesuatu
yang berupa penghargaan yang menyenangkan perasaan yang diberikan
kepada siswa karena mendapat hasil baik dalam proses pendidikannya dengan
tujuan agar senantiasa melakukan pekerjaan yang baik dan terpuji. Reward
juga sebagai stimulus bagi siswa untuk melakukan dengan senang hati hal-hal
yang diperintahkan guru. Sebagai alat pendidikan yang menyenangkan,
pemberian reward akan meningkatkan motivasi bagi siswa karena
pekerjaannya mendapatakn penghargaan dari guru. Siswa pun akan terpancing
untuk berbuat yang lebih baik lagi sebab reward sebagai awal pemicu
motivasinya.
b. Prinsip Pemberian Reward
Dalam pemberian reward terdapat beberapa prinsip yang harus
diketahui oleh semua pendidik yang menerapkan metode reward dalam
pembelajaran kepada siswa. prinsip tersebut ialah:
1) Reward diberikan berkaitan dengan responsibility anak didik.
2) Pemberian reward dilakukan tidak dalam bentuk pujian yang muluk-
muluk.
3) Reward diberikan secara langsung setelah anak sukses atau berhasil
dalam tugas dan berperilaku sesuai kesepakatan sosial karena reward
merupakan bentuk reaksi setelah adanya aksi yang dilakukan mereka.
4) Reward diberikan secara wajar dan realistis, sehingga dapat dihayati
anak. Syarat yang paling penting dalam pemberian reward harus
mampu menjadikan sermin diri yang menampakkan kepada anak
8 Eric Jensen, Pemelajaran Berbasis Otak; Paradigma Pengajaran Baru, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), h. 172.
9
gambaran realistis tentang apa yang diperbuat, mengenai prestasi.
Pemberian reward yang berlebihan berdampak pada anak menjadi
manja dan sombong. Secara umum, bentuk reward adalah kata-kata
pujian, pemberian kepercayaan senyuman dan tepukan punggung,
sesuatu yang bersifat materil (beasiswa/piagam penghargaan).9
c. Macam-Macam Reward
Ngalim Purwanto membagi reward menjadi bermacam-macam bentuk
untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada anak,
dan itu merupakan hal yang sangat sulit.10
Ganjaran sebagai alat pendidikan
banyak sekali macamnya, di antaranya :
1) Guru menganggukan kepalanya tanda senang dan membenarkan (pujian)
seperti, jawaban yang diberikan oleh anak.
2) Guru memberikan kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti,
“Rupanya sudah baik pula tulisanmu, man. Kalau kamu terus berlatih
pasti akan lebih baik lagi.
3) Pekerjaan dapat juga menjadi suatu ganjaran. Contoh, “Engkau akan
segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3
ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan”.
4) Ganjaran yang ditunjukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu.
Misalnya, “karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas
selesai, sekarang saya (guru) akan mengisahkan cerita yang bagus sekali”.
Ganjaran untuk seluruh kelas dapat juga berupa bernyanyi atau pergi
berdarmawisata.
5) Ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan
berguna bagi anak-anak. Misalnya, pensil, buku tulis, gula-gula, atau
makanan lainnya. Tetapi, dalam hal ini guru harus sangat berhati-hatidan
bijaksana sebab dengan benda-benda itu, mudah nbenar ganjaran berubah
menajdi “upah” bagi murid-murid. 11
Selanjutnya Armai Arief mengemukakan menerapkan cara untuk
memberikan ganjaran, antara lain:
1) Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.
2) Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak yang termotivasi dengan
pemberian hadiah.
3) Do’a, misalnya “Semoga Allah Swt. Menambah kebaikan kepadamu”.
4) Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadi kenang-kenangan bagi
murid atas prestasi yang diperolehnya.
5) Wasiat kepada orang tua, maksudnya melaporkan segala sesuatu yang
berkenaan dengan kebaikan siswa di sekolah kepada orang tuanya di
rumah.
9 Muamarotul Hasanah, “Pengaruh Pemberian Reward dan Punishment Terhadap Motivasi Belajar Mata
Pelajaran IPS Siswa Kelas VII SMP NU Pakis Malang”, Skripsi, Muamarotul Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015, h. 49-50.
10
Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 183
11 Ibid, h. 183.
10
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa reard dapat berupa isyarat
tubuh, kata-kata pujian, pekerjaan/tantangan, benda-benda, seni, darmawisata
dan sebagainya. Selain itu macam-macam reward (ganjaran) secara garis besar
menurut Alisuf Sabri dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1) Pujian
Pujian adalah satu bentuk ganjaran yang paling mudah dilakukan ,
karena hanya berupa kata-lata seperti baik sekali,bagus, atau bisa juga
berupa kata-kata sugestif seperti “Lain kali hasilnya pasti akan lebih
bagus lagi” dan sebagainya.
2) Penghormatan
Reward (ganjaran) yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua
macam pula. Pertama, berbentuk semacam penobatan, yaitu anak yang
mendapat ganjaran mendapat kehormatan diumumkan dan ditampilkan
di hadapan teman-teman sekelasnya atau sesekolah. Kedua,
penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan atau kesempatan
untuk melakukan sesuatu, misalnya, kepada anak yang berhasil
menyelesaikan tugas/PR yang sulit, disuruh mengerjakannya di papan
tulis supaya dilihat teman-temannya.
3) Hadiah
Hadiah ialah reward yang diberikan dalam bentuk barang, atau
keperluan alat-alat sekolah seperti:buku, pensil, pulpen, penggaris dan
sebagainya. Ganjaran dalam bentuk ini sering mendatangkan pengaruh
negative pada belajar yanitu anak bukan lagi belajar karena ingin
mendapat pengetahuan, tetapi semata0mata karena ingin mendapatkan
hadiah, akibatnya apabila dalam belajar tidak memperoleh hadiah maka
anak akan malas dalam belajarnya.
4) Tanda penghargaan
Tanda penghargaan adalah bentuk reward yang bukan dalam bentuk
barang tetapi dalam surat keterangan atau sertifikat sebagai symbol
tanda penghargaan yag diberikan atas prestasi yang dicapai oleh anak
didik. Tanda penghargaan ini sering disebut reward simbolis. Pada
umumnya reward simbolis ini besar sekali pengaruhnya terhadap
kehidupan pribadi anak sehingga dapat menjadi pendorong bagi
perkembangan anak selanjutnya.12
d. Syarat-Syarat dalam Memberikan Reward
Menurut Ngalim Purwanto ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan
oleh pendidik sebelum memberikan reward (ganjaran) kepada siswanya.
Sebab, pemberian reward bukanlah hal yang mudah bagi guru, guru mesti
memperhatikan maksud dan tujuan reward, dan reward apa saja yang sesuai
diberikan pada siswa. berikut adalah syarat-syarat pemberian reward, yaitu:
1) Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal
betul-betul kepada muridnya dan tahu menghargai dengan tepat.
12 Alisuf Subri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Cet. 1, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 56-61
11
Ganjaran dan penghargaan yang salah dan tidak tepat dapat membawa
akibat yang tidak diinginkan.
2) Ganjaran yang diberikan oleh seorang anak janganlah hendaknya
menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang
merasa bahwa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat
ganjaran.
3) Memberikan ganjaran hendaknya hemat, terlalu sering atau terus
menerus akan menghilangkan arti dari ganjaran itu sendiri.
4) Janganlah memebrikan ganjaran dengan menjanjikan lebih dahulu
sebelum anak-anak menunjukan prestasi kerjanya apalagi bagi ganjaran
yang diberikan kepada seluruh kelas.
5) Pendidik harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai
ganjaran yang diberikan kepada anak-anak diterimanya sebagai upah
dan jerih payah yang telah diberikannya.13
Berdasarkan syarat-syarat yang telah dijelaskan, dalam memberikan
reward seorang guru dan pihak sekolah hendaknya dapat mengetahui siapa
yang berhak mendapat reward dan siapa yang tidak. Memberikan reward tidak
bisa sembarangan sebab itu banyak sekali persayaratan yang hendaknya
dimengerti oleh guru sebelum memberikan reward pada siswanya.
2. Punishment (hukuman)
a. Pengertian Punishment
Hukuman berasal dari kata kerja Latin, punier dan berarti menjatuhkan
hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan, atau
pelanggaran sebagai ganjaran atau balasan. Walaupun tidak dikatakan jelas,
tersirat di dalamnya bahwa kesalahan perlawanan atau pelanggaran ini
disengaja dalam arti bahwa orang itu mengetahui perbuatan itu salah, tetapi
tetap melakukannya.14
Menurut Alisuf Sabri “Hukuman adalah tindakan pendidikan yang
sengaja dan secara sadar diberikan kepada anak didik yang melakukan suatu
kesalahan, agar anak didik tersebut menyadari kesalahnnya dan berjanji dalam
hatinya untuk tidak mengulanginya.”15
Sementara menurut Ngalim Purwanto berpendapat bahwa “Hukuman
ialah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
13 Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 184 14 Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit, h. 86
15
Alisuf Subri, Op.Cit, h. 57
12
seseorang (orangtua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran,
kejahatan atau kesalahan.”16
Menurut Rusdiana Hamid “Punishment dalam bahasa keseharian
adalah pemberian sanksi atau hukuman. Dalam pengertian terminologi
punishment adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja
yang menyebabkan penderitaan terhadap seseorang yang menerima
hukuman, sebagai akibat dari kesalahan yang dibuatnya. Hubungannya
dengan pendidikan, sebenarnya punishment juga termasuk dalam alat
pendidikan represif yang disebut juga alat pendidikan kuratif atau koreksi.17
Menurut Muhammad Muhammad Badri “Hukuman adalah bagian yang
sangat kecil dari proses pendidikan anak. Pendidikan adalah proses yang
membantu anak untuk bersikap benar dan berperilaku baik, pada waktu yang
bersamaan mengajari mereka mengemban tanggung jawab serta mengasah
kemampuan mereka untuk memilih cara yang benar dalam menjalani
kehidupan.”18
Sedangkan menurut Abuddin Nata yang mengutip perkataannya
Muhammad Qutbh mengatakan “Bila teladan dan nasihat tidak mamapu, maka
pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan
persoalan di tempat yang benar. Tindakan itu adalah hukuman.”19
Secara psikologi, hukuman adalah suatu kondisi yang tidak
menyenangkan, seperti sakit, linu dan rugi yang dialami atau dijatuhkan
kepada seorang yang melakukan kesalahan dalam suasana tertentu. Sehingga
melalui penerapan hukuman ini diharapkan terjadi perubahan tingkah laku
untuk tidak mengulangi lagi (Avoidance).20
Abuddin Nata mengutip perkataan Fuad Abd Al-Baqy yang mengatakan
bahwa di dalam Alquran, hukuman biasa disebut dengan azab dan diulang
sebanyak 373 kali. Jumlah yang besar ini menunjukan perhatian yang amat
besar terhadap masalah hukuman ini, dan meminta perhatian dari umat
manusia.21
Berikut ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan pemberian
hukuman, seperti termaktub dalam Surat Al-Taubah 9:74, Al-Nur 24:24, dan
Al-Maidah 5:38.
16 Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 186
17
Rusdiana Hamid, Op.Cit, h. 68 18 Muhammad Muhammad Badri, Sentuhan Jiwa untuk Anak Kita, (Bekasi: Daun Publishing, 2015), Cet. 2, h.
610.
19 Abuddin Nata, Op.Cit, h. 155
20 Abuddin Nata dan Fuzan, Op.Cit, h. 373
21
Abuddin Nata, Op.Cit, h. 156
13
“Bila kamu tidak berangkat untuk berperang niscahya Allah akan
menyiksa kamu dengan siksaan yang pedih dan menggantimu dengan
bangsa lain.” (QS. Al-Taubah, 9:74).
“Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah olehmu kedua
tanganya, sebagai pembalasan atas apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-
Maidah, 5:38).
Ayat di atas, selain mengakui keberadaan hukuman dalam rangka
perbakan ummat manusia, juga menunjukan bahwa hukuman itu tidak
diberlakukan kepada semua manusia, melainkan kehusus kepada manusia-
manusia yang melakukan pelanggaran saja.22
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
punishment (hukuman) adalah suatu penderitaan yang menimbulkan efek jera
kepada siswa karena telah melanggar peraturan yang telah dibuat dan
disepakati bersama. Hukuman yang bersifat memberikan kejeraan kepada
siswa, sebaiknya tidak terlalu sangat menyakiti dan tidak pula terlalu sangat
ringan, sebab tujuan utama dari pemberian hukuman adalah agar siswa tidak
melakukan kesalahan yang sama dan setelahnya mampu dan mau mengikuti
peraturan dengan penuh kesadaraan dan tidak ada unsur paksaan.
b. Macam-Macam Punishment
Ngalim Purwanto menjelaskan ada membedakan punishment menjadi
dua macam:
1) Hukuman preventif yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud
agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud
untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran itu dilakukan.
Misalnya seseorang dimasukan atau ditahan di dalam penjara, (selama
menantikan keputusan hakim); karena perkara tersebut ia ditahan
(peventif) dalam penjara.
2) Hukuman represif yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya
pelanggaran. Oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi, hukuman ini
dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan.23
Selanjutnya Ngalim Purwanto mengutip pendapat Wilian Stern juga
membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak-anak yang menerima hukuman tersebut, yaitu :
22 Ibid, h. 156-157.
23 Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 189.
14
1) Hukuman Asosiatif
Umumnya orang akan mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan
atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman
dengan perbuatan pelanggaram yang biasanya orang atau anak menjauhi
perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.
2) Hukuman Logis
Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak benar.
Dengan hukuman ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat
yang logis dari pekerjaan atau perbuataannya yang tidak baik. Anak
mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adalah akibat dari kesalahan
yang diperbuatnya. Misalnya seorang anak disuruh menghapus papan
tulis bersih-bersih karena ia telah mencoret-coret dan mengotorinya.
Karena datang terlambat, si Amir ditahan guru di sekolah untuk
mengerjakan pekerjaannya yang tadi belum selesai.
3) Hukuman Normatif
Adalah hukuman yang bermaksud untuk memperbaiki moral anak-anak.
hukuman ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran kepada
norma-norma etika, seperti berdusta, menipu dan mencuri. Jadi hukuman
normative sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-
anak, menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah, dan
memperkuat kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari
kejahatan. 24
Ngalim Purwanto melanjutkan, di samping pembagian seperti tersebut
di atas, hukuman itu dapat pula dibedakan seperti berikut.
1) Hukuman Alam
Yang menganjurkan hukuman ini ialah J.J Rousseau. Menurut
Rousseau, anak-anak ketika dilahirkan adalah suci, bersih dari
segala noda dan kejahatan. Adapun yang menyebabkan rusaknya
anak itu ialah masyarakat manusia itu sendiri. Maka dari itu,
Rousseau menganjurkan supaya anak-anak dididik menurut
alamnya. Demikian pula mengenai hukuman Rousseau
menganjurkan “hukuman alam.” Biarlah alam yang menghukum
anak itu. Tetapi, ditinjau secara pedagogis, hukuman alam itu tidak
mendidik. Sebab anak tidak mengetahui norma-norma dan etika-
etika yang baik dan buruk. Lagi pula, hukuman alam itu ada kalanya
sangat membahayakan anak dan kadang-kadang
membinasahkannya.
2) Hukuman yang Disengaja
Hukuman ini sebagai lawan dari hukuman alam. Hukuman macam
ini dilakukan dengan sengaja dan bertujuan. Sebagai contoh ialah
hukuman di pendidik dengan si anak didiknya. Atau hukuman yang
24 Ibid, h. 190.
15
dijatuhkan oleh seorang hakim kepada si terdakwa atau si
pelanggar.25
c. Prinsip Pemberian Punishment
Guru yang paham dan mengerti akan arti pentingnya hakikat
pemberian punishment, tentu akan menerapkannya dengan baik dan sesuai
kaidah. Selain itu, dalam memberikan punishment, para guru juga perlu untuk
mengetahui prinsip-prinsip yang meliputinya. Berikut adalah prinsip-prinsip
pemberian punishment menurut (Ahmadi dan Supriyono: 2004).
1) Punishment harus disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi anak.
2) Besar kecilnya pelanggaran serta perbedaan individual mempengaruhi
bentuk punishment yang diberikan pada anak.
3) Hukuman yang diberikan bersifat konsisten. Hal ini dimaks`u`d`kan
agar anak mengetahui bahwa kapan saja peraturan itu dilanggar,
hukumannya tidak dapat dihindari.
4) Hukuman harus diimbangi dengan penjelasan dari sang pemberi
hukuman. Anak memiliki persepsi yang berbeda terhadap
pendidik/guru serta penerimaan yang berbeda pula, sehingga sering
dijumpai pendidik dengan metode pembelajaran yang sama, akan
mendapat respon yang berbeda dari anak yang sama pula. Guru dalam
memberikan punishment harus menjelaskan kesalahan anak agar bisa
diterima dan berhasil dalam tugas edukatifnya. Demikian halnya dalam
pemberian hukuman, kewibawaan dan keseriusan guru ikut berperan
dalam menentukan efektivitas hukuman yang diberikan. Dan alasan
kenapa hukuman diberikan dimaksudkan untuk mengembalikan
kepercyaan diri anak didik dan menghilangkan rasa dendam dalam diri
anak.
5) Pemakaian metode ini berdampak positif dalam meningkatkan
kedisiplinan anak. Tetapi perlu diperhatikan bahwa hukuman tidak
berhenti pada hukuman itu sendiri, perlu ada tindak lanjut (follow up)
pasca pemberian hukuman secara impersonal untuk menghilangkan
rasa takut, minder serta penghapusan rasa dendam dalam diri anak.
6) Pasca pemberian hukuman secara impersonal untuk menghilangkan
rasa takut, minder serta penghapusan rasa dendam dalam diri anak.
Bentuk punishment secara umum yang digunakan oleh para pendidik
adalah pandangan sinis, peringatan dan ancaman, pemberian alfa,
berdiri di depan kelas, hukuman badan dan lain-lain. Namun dalam
pemberia punishment tersebut justru akan menjadikan mereka menjadi
takut sehingga menjadi rendah diri. Untuk memperbaiki tingkah laku,
hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman
dapat mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu
singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman
menunjukan apa yang mesti dilakukan oleh murid yang tak pantas
efektif dari pada tidak menghukum.26
25 Ibid, h. 190-191
26 Muamarotul Hasanah, Op.Cit, h.63-64.
16
d. Fungsi Punishment
Menurut Elizabeth B. Hurlock hukuman mempunyai tiga peran penting
dalam perkembangan moral anak. Dan membaginya menjadi tiga fungsi
hukuman:
1) Fungsi pertama ialah menghalangi. Hukuman menghalangi
pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Bila
anak menyadari bahwa tindakan itu akan dihukum, mereka biasanya
urung melakukan tindakan tersebut karena teringat akan hukuman yang
dirasakannya di waktu lampau akibat tindakan tersebut.
2) Fungsi kedua dari hukuman ialah mendidik. Sebelum anak mengerti
peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan
yang lain salah dan tidak mendapat hukuman bila mereka melakukan
tindakan yang diperbolehkan. Dengan meningkatnya usia, mereka
belajar peraturan terutama lewat pengajaran verbal. Tetapi mereka juga
belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal mematuhi peraturan
sudah barang tentu mereka akan dihukum.
3) Fungsi ketiga dari hukuman adalah adalah member motivasi.
Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai
motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. bila anak mampu
mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing
alternatif, mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu
tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka
memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk
menghindari tindakan tersebut.27
e. Syarat-syarat dalam Memberikan Punishment
Pemberian punishment (hukuman) tidak boleh sembarangan dan tanpa
tata cara yang benar. Sebab menghukum bukan berarti membuat orang
menderita secara jasmani atau rohani; menghukum berarti meneguhkan
peraturan yang hendak digoncangkan oleh pelanggaran itu.28
Sedangkan
menurut Ibnu Khaldun tidak membenarkan terlalu keras dalam memberikan
hukuman. Kekasaran dan kekerasan dapat ditimpakan bila memberikan
sumbangan pada perkembangan positif pada diri anak didik.29
Terdapat
beberapa syarat yang harus diperhatikan guru sebelum memberikan hukuman
kepada siswa yang melanggar peraturan. Berikut ini syarat-syarat yang
dikemukakan oleh Ngalim Purwanto tentang syarat-syarat khusus pemberian
punishment kepada siswa, yaitu:
27 Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit, h.87 28 Emile Durkheim, Pendidikan Moral, Penerjemah, Lukas Ginting (Penerbit Erlangga, 1996), h. 127
29 Warul Walidin, Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun; Perspektif Pendidikan Modern, (Yogyakarta:
Taufiqiyah Sa’adah & Suluh Press, 2005), h. 108-109
17
1) Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. Ini
berarti bahwa hukuman itu tidak boleh dilakukan dengan sewenang-
wenang. Walaupun dalam hal ini orang tua atau guru sedikit bebas
untuk memberikan hukuman mana yang akan diberikan kepada anak
didiknya, tetap dalam pada itu terikat kasih sayang terhadap anak-anak,
oleh peraturan hukum dan oleh batas-batas yang ditentukan oleh
pendapat umum.
2) Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Yang berarti
bahwa ia harus memiliki sifat mendidik (normative) bagi si terhukum
memperbaiki kelakuan dan moral anak-anak.
3) Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang
bersifat perorangan. Hukuman yang demikian tidak memungkinkan
adanya hubungan baik antara pendidik dan yang dididik.
4) Jangan menguhukum ketika dalam keadaan marah. Sebab jika
demikian, kemngkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.
5) Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah
diperhitungkan terlebih dahulu.
6) Bagi si terhukum (anak), hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya
sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. Karena
hukuman itu, anak merasa menyesal dan merasa bahwa untuk
sementara waktu ia kehilangan kasih sayang pendidiknya.
7) Jangan melakukan hukuman badan sebab pada hakikatnya hukuman
badan itu dilarang oleh negara, tidak sesuai dengan perikemanusiaan,
dan merupakan penganiyayaan terhadap sesame makhluk. Lagi pula,
hukuman badan tidak meyakinkan kita adanya perbaikan terhadap si
terhukum, tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap
suka melawan.
8) Hubungan tidak boleh merusak hubungan baik antara si pendidik dan
anak didiknya. Untuk ini, perlulah hukuman yang diberikan itu dapat
dimengerti dan dipahami oleh anak. Anak dalam hatinya menerima
hukuman itu dan merasai keadilan hukuman itu. Anak hendaknya
memhami bahwa hukuman itu akibat yang sewajarnya dari
pelanggaran yang telah diperbuatnya. Anak itu mengerti bahwa
hukuman itu bergantung pada kemauang pendidik, tetapi sepadan
dengan beratnya kesalahan.
9) Sehubungan dengan butir ke-8 di atas, maka perlulah adanya
kesanggupan member maaf dari si pendidik, sesudah menjatuhkan
hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya. Dengan kata
lain, pendidik hendaknya dapat mengusahakan pulihnya kembali
hubungan baik dengan anak didiknya. Dengan demikian, dapat
terhindar perasaan dan atau sakit hati yang mungkin ditimbulkan pada
anak. 30
Alisuf Subri juga mengemukakan beberapa syarat sebelum
memberikan punishment yang harus diperhatikan oleh guru atau sekolah:
1) Hukuman harus diberikan atas dasar cinta dan kasih sayang. Berarti
anak dihukum bukan karena dibenci atau pendidik ingin balas dendam
30 Ngalim Purwanto, Op. Cit, h. 169
18
atau karena ingin menyakiti hati si anak, demi kepentingan dan masa
depan anak. Oleh karena itu setelah hukuman diberikan jangan sampai
berakibat putusnya hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak
didik.
2) Hukuman diberikan karena suatu keharusan; artinya karena sudah tidak
ada lagi alat pendidikan lain yang dapat dipergunakan kecuali harus
diberikan hukuman. Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa
hukuman merupakan tindakan/alat pendidikan terakhir yang dapat
digunakan, setelah alat pendidikan lain seperti teguran dan peringatan
yang diberikan tidak memberikan hasil.
3) Memberikan hukuman harus dapat menimbulkan kesan kesadaran dan
penyeselan dalam hati anak didik. Dengan kesan tersebut anak
terdorong untuk insyaf karena menyadari kesalahan dan akibatnya
yang dapat merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu hukuman yang
diberikan diusahakan jangan sampai menimbulkan kesan yang negative
pada anak misalnya menyebabkan rasa putus asa; rasa rendah diri atau
rsa benci kepada pendidiknya.
4) Pemberian hukuman akhirnya harus diikuti dengan pemberian
ampunan dan disertai dnegan harapan dna kepercayaan bahwa anak
sanggup memperbaiki dirinya. Dengan demikian setelah anak selesai
melaksanakan hukumannya guru harus terbebas dari rasa-rasa yang
menjadi beban batinnya terhadap si anak sehingga ia dapat
melaksanakan tugasnya kembali dengan perasaan yang lega dan
bergairah. Di samping itu kepada anak didik harus diberikan
keercayaan kembali dan harapan bahwa anak tersebut akan mampu
berbuat baik seperti halnya kawan-kawannya yang lain. 31
Dalam hal ini, Elizabeth B. Hurlock juga memberikan beberapa syarat
untuk guru atau sekolah sebelum menetapkan hukuman kepada siswanya:
1) Hukuman harus disesuaikan dengan pelanggaran, dan harus mengikuti
pelanggaran sedini mungkin sehingga anak akan mengasosiasikan
keduanya. Bila seorang anak membuang makanan ke lantai karena
sedang marah-marah, anak itu harus langsung membersihkannya.
2) Hukuman yang diberikan harus konsisten sehingga anak itu
mengetahui bahwa kapan saja suatu peraturan dilanggar, hukuman itu
tidak dapat dihindarkan.
3) Apapun bentuk hukuman yang diberikan, sifatnya harus impersonal
sehingga anak itu tidak akan menginterprestasikannya sebagai
“kejahatan” si pemberi hukuman.
4) Hukuman harus konstruktif sehingga memberik motivasi untuk yang
disetujui secara sosial di masa mendatang.
5) Suatu penjelasan mengenai alasan mengapa hukuman diberikan harus
menyertai hukuman agar anak itu akan melatihnya sebagai adil dan
benar.
6) Hukuman harus mengarah ke pembentukan hati nurani untuk menjamin
pengendalian perilaku dari dalam dan masa mendatang.
31 Alisuf Subri, Op. Cit, h. 58-59
19
7) Hukuman tidak boleh membuat anak merasa terhina atau menimbulkan
rasa permusuhan.32
Selanjutnya Eka Prihatin yang mengutip pendapat (Ornstein dan Eggen
yang dikutip oleh Maman Rahman: 1998) menjabarkan syarat-syarat yang
berbentuk prinsip pemberian hukuman pada siswa.
1) Hukuman diberikan secara hormat dan penuh pertimbangan.
2) Berikan kejelasan/alasan mengapa hukuman diberikan.
3) Hindarkan pemberian hukuman pada saat marah atau emosional.
4) Hukuman hendaknya diberikan pada awal kejadian dari pada akhir
kejadian.
5) Hindari hukuman yang bersifat badaniah atau fisik.
6) Jangan menguhukum kelompok/kelas apabila kesalahan dilakukan oleh
seorang.
7) Jangan memberi tugas tambahan sebagai hukuman.
8) Yakini bahwa hukuman sesuai dengan kesalahan.
9) Pelajari tipe hukuman yang diizinkan oleh sekolah.
10) Jangan menggunakan sistem hukuman ganda.
11) Jangan mendendam.
12) Konsisten dengan pemberian hukuman.
13) Jangan mengancam dengan ketidakmungkinan.
14) Jangan memberikan hukuman berdasarkan selera.33
Punishment atau hukuman merupakan salah satu dari alat pendidikan
yang disangsikan kepada siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah atau
guru. Walau begitu, guru tidak bisa dengan seenaknya memberikan hukuman,
sebab terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan guru sebelum
memberikan punishment. Perlu diingat oleh guru, bahwa hukuman tidak boleh
diberikan ketika guru sedang dalam keadaan marah karena dapat menjadikan
hukuman yang diberikan menjadi bersifat tidak adil dan subjektif.
Sebagai strategi dari pembinaan disiplin siswa, reward dan punishment
harus diterapkan secara benar agar berhasil guna. Sebab bila reward dan
punishment tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menyebabkan siswa
sulit untuk berdisiplin. Memberikan reward terlalu berlebihan akan
menyebabkan siswa menjadi terbiasa melaksanakan perintah guru hanya
karena ada imbalannya, sehingga bila tidak ada imbalannya maka siswa akan
enggan untuk . Sedangkan bila terlalu berlebihan dalam memberikan
32 Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit, h. 89
33
Eka Prhatin, Manajemen Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 1, h. 100.
20
punishment akan membuat siswa menjadi pribadi yang takut, antipati dan
siswa akan berpikir bahwa sekolah adalah tempat yang menyeramkan.
3. Disiplin Siswa
a. Pengertian Disiplin Siswa
Siswa atau peserta didik adalah seseorang yang terdaftar dalam suatu
jalur, jenjang, dan jenis lembaga pendidikan tertentu, yang selalu ingin
mengembangkan potensi dirinya baik pada aspek akademis maupun
nonakademis melalu proses pembelajaran yang diselenggarakan.34
Menurut Sutirna “Disiplin berasal dari kata disciple yang artinya belajar
secara sukarela mengikuti pemimpin dengan tujuan dapat mencapai
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Pokok utama disiplin adalah
peraturan. Peraturan adalah pola tertentu yang diterapkan untuk mengatur
perilaku seseorang.”35
Sedangkan menurut Wardiman Djojonegoro “Disiplin adalah suatu kondisi
yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan
ketertiban. Disiplin akan membuat seseorang tahu dan dapat membedakan hal-
hal apa seharusnya dilakukan, dan yang tak sepatutnya dilakukan.”36
Dalam proses pembelajaran di sekolah siswa dituntut untuk berdisiplin
agar tujuan dari pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Disiplin siswa ialah
“Ketaatan atau kepatuhan siswa/peserta didik kepada peraturan atau tata tertib
sekolah yang telah ditetapkan.”37
Sedangkan menurut Ali Imron “ Disiplin Siswa adalah suatu keadaan
tertib atau teratur yang dimiliki oleh peserta didik di sekolah, tanpa ada
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap siswa sendiri dan terhadap sekolah secara keseluruhan.38
Menurut Suwarno dan Lathifah Arifatul Farida “Disiplin siswa adalah
perwujudan dari sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang tumbuh
dari dalam kesadaran dirinya untuk belajar dengan mematuhi dan
34 Badrudin, Manajemen Peserta Didik, (Jakarta: PT Indek, 2014), h. 20-21.
35 Sutirna, Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2013), h. 115
36 Sumarmo, Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah 1998, (Jakarta: PT. Sekala
Jalmakarya, 1997), h. 20
37 Imam Gunawan dan Djum Djum Benty, Manajemen Peserta Didik; Suatu Pengatar Praktik, (Bandung:
Alfabeta, 2017), h. 184
38 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 173.
21
melaksanakan segala macam peraturan yang berlaku baik di sekolah maupun
di rumah.” 39
Tidak berbeda jauh dengan pendapat Makmun Mubayidh yang
mengatakan bahwa “Disiplin siswa adalah membiasakan anak dengan tradisi
baik, seperti; mengetahui kewajibannya, tepat dan teliti dalam melaksanakan
tugasnya, memiliki motivasi dari dalam dirinya, dan bertanggung jawab.”40
Di sekolah, disiplin berarti taat pada peraturan sekolah. seorang murid
dikatakan berdisiplin apabila ia mengikuti peraturan yang ada di sekolah.
di sini pihak sekolah harus melaksanakannya dengan adil dan tidak
memihak. Jika disiplin secara sosial tetap dipertahankan, lama-lama tiap
individu pun menginternalisasi disiplin itu untuk dirinya sendiri.41
Menurut Rusdiana Hamid “Disiplin siswa adalah proses atau hasil dari
mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan tuntutan, keinginan atau
minat yang ideal atau untuk mencapai tujuan yang lebih efektif, atau
pengawasan otoriter langsung terhadap tingkah laku anak dengan
menggunakan hukuman dan ganjaran.”42
Menurut Piet A. Sahertian “Disiplin tidaklah sekedar tata aturan belaka,
tetapi maknanya menyentuh hakekat kemanusiaan. Oleh karena itu konsep
dasar bagi disiplin adalah mengungkapkan penyadaran diri sebagai pribadi
yang utuh yang sadar akan hidup bersama itu harus ada normanya”.43
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat ahli tentang
kedisiplinan adalah sikap dan perilaku seseorang yang dengan sadar mengikuti
dan mematuhi aturan dan tata tertib yang berlaku. Hukuman dan ganjaran
merupakan alat yang bisa digunakan untuk menegakkan disiplin yang sulit
untuk diikuti atau dipatuhi oleh individu maupun organisasional. Tetapi,
penerapan hukuman dan ganjaran dalam mendisiplinkan siswa juga
mempunyai tata caranya sendiri, agar tujuan dari disiplin dapat tercapai sesuai
yang diharapkan guru. Kedisiplinan yang baik lahir dari dalam diri siswa tanpa
paksaan dari pihak manapun. Dibutuhkan pembiasaan, pengawasan, dan
bimbingan dari guru agar anak-anak memandang sebuah kedisiplinan adalah
39 Suwarno dan Latifah, Op. Cit, h. 326.
40 Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan kesehatan Emosional Anak, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h.
113
41 Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), Cet. 1,
h. 39.
42 Rusdiana Hamid, Reward dan Punishment dalam Perspektif Pendidikan Islam, Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah
XI Kalimantan, Volume 4 No.5 April 2006, h. 66.
43 Piet A. Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h. 129
22
sebuah kebutuhan yang perlu diterapkan baik di sekolah, di rumah maupun
lingkungan sekitarnya.
Disiplin merupakan keadaan atau kondisi di mana seseorang dengan taat
dan patuh mengikuti peraturan yang berlaku. Adapun tiga macam konsep
disiplin dan alternatif pembinaannya, sebagai berikut:
1) Konsep otoritarian
Menurut kacamata konsep ini, peserta didik di sekolah dikatakan
mempunyai disiplin tinggi manakala mau duduk tenang dan
mendengarkan uraian guru ketika sedang mengajar. Peserta didik
diharuskan mengiyakan saja terhadap apa yang dikehendaki guru, dan
tidak boleh membantah. Dengan demikian guru bebas memberikan
tekanan kepada peserta didik, dan memang harus menekan peserta didik.
Dengan demikian, peserta didik takut dan terpaksa mengikuti apa yang
diingini oleh guru.
2) Konsep permissive
Menurut konsep ini, peserta didik haruslah diberikan kebebasan
seluas-luasnya di dalam kelas dan sekolah. Aturan-aturan di sekolah
dilonggarkan dan tidak perlu mengikat kepada peserta didik. Peserta didik
dibiasakan berbuat apa saja sepanjang itu menurutnya baik. Konsep
permissive ini merupakan antitesa dari konsep otoritarian. Kedua-duanya
sama-sama berada dalam kutub ekstrim.
3) Konsep Kebebasan yang terkendali
Disiplin demikian, memberikan kebebasan seluas-luasnya
kepada peserta didik untuk berbuat apa saja, tetapi konsekuensi dari
perbuatan itu, haruslah ia tanggung. Karena yang menabur maka dia pula
yang menuai. Konsep ini merupakan konvergensi dari konsep otoritarian
dari permissive di atas. Peserta didik memang diberikan kebebasan , asal
yang bersangkutan tidak menyalahgunakan kebebasan yang diberikan,
sebab tidak ada kebebasan mutlak di dunia ini. Kebebasan jenis ini juga
lazim dikenal dengan kebebasan terbimbing. Terbimbing karena dalam
menerapkan kebebasan tersebut, diaksentuasikan kepada hal-hal yang
konstruktif. Manakala arah tersebut berbalik atau berbelok ke hal-hal yang
destruktif maka dibimbing kembali ke arah yang konstruktif.44
Dalam praktek sehari-hari disiplin biasanya dijumpai pada anggota
militer, para siswa sekolah, para karyawan instansi pemerintah dan swasta dan
lain sebagainya. Hati merasa senang dan gembira melihat segala sesuatu yang
dilakukan secara disiplin dan tertib. Keinginan untuk menegakkan disiplin
sejalan dengan fitrah manusia.45
Sedangkan dalam Al-Quran, padanan kata yang sesuai dengan kata
disiplin adalah kata istiqamah yang artinya tegak lurus. Hal ini tergambar
dalam Surat Al-Jumu’ah (62) ayat ke 9-10.
44 Ibid, h. 173-174.
45 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), Cet. 6, h. 248
23
Yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru
untuk melaksanakan sholat pada Hari Jumat, maka segeralah kamu
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan, maka
bertebaranlah kamu di bum; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak agar kamu beruntung.”
Ayat di atas banyak menjelaskan tentang kewajiban seorang muslim
untuk melaksanakan sholat Jumat yang telah Allah syariatkan khusus kepada
muslim laki-laki. Bagi seorang muslim, menjalankan perintah Allah adalah
mutlak wajib. Patuh dan taat adalah salah satu dari esensi disiplin. Maka sikap
istiqamah seorang muslim yakni ia yang mempunyai sikap teguh dalam
beragama dan menaati syariat dari Allah.
Kedisiplinan seorang muslim dilihat dari seberapa istiqamahnya ia
menjalankan seluruh perintah agama. Sama seperti konsep disiplin yang juga
memerlukan hukuman dan ganjaran sebagai penunjangnya. Muslim yang tidak
bisa berdisiplin dalam kehidupan beragamanya, maka akan ada hukuman
(punishment) yang akan diterimanya. Sebaliknya, bila ia melakukan semua
peraturan Allah dengan baik dan ikhlas maka aka nada pula ganjaran pahala
(reward) yang akan diterimanya
b. Unsur-Unsur Disiplin Siswa
Diterapkannya disiplin diharapkan mampu untuk mendidik anak untuk
mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang telah dibuat sekolah atau guru.
Elizabert B. Hurlock membagi empat unsur pokok dari disiplin dan menjelaskan
bahwa bila dari salah satu unsur ini tidak dapat dipenuhi, maka akan
menyebabkan sikap tidak menguntungkan bagi siswa.46
Keempat unsur pokok
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Peraturan
Pokok pertama dalam disiplin adalah peraturan, peraturan adalah pola yang
ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan orang tua,
guru, atau teman bermain. Tujuannya adalah membekali anak dengan
pedoman perilaku yang disetujuai dalam situasi tertentu. Misalnya peraturan
sekolah, peraturan ini mengatakan kepada anak apa yang harus dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan sewaktu berada di dalam kelas, koridor
sekolah, ruang makan sekolah, kamar kecil atau lapang bermain sekolah.
Demikian juga peraturan di rumah yang mengajarkan anak apa yang boleh
dan tidak dilakukan, atau dalam hubungan dengan keluarga.
46 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, terj. Med Meitasari Tjandrasa, (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 84
24
b. Hukuman
Pokok kedua dalam disiplin adalah hukuman, hukuman berasal dari bahasa
latin yaitu punier yang berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena
melakukan kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau
balasan. Walaupun tidak dikatakan secara jelas, tersirat bahwa kesalahan,
perlawanan, atau pelanggaran ini disengaja, dalam arrti bahwa orang itu
mengetahui bahwa perbuatan itu salah tetapi tetap melakukannya.
c. Penghargaan
Pokok ketiga dari disiplin adalah penggunaan penghargaan, istilah
“penghargaan” memiliki arti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang
baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat pula berupa
kata-kata pujian, senyuman atau tepukan di bahu/punggung. Penghargaan
yang diberikan menyusul hasil yang telah dicapai, oleh sebab itu
penghargaan berbeda dengan suapan, yang merupakan suatu janji akan
imbalan yang digunakan untuk membuat orang berbuat sesuatu. Oleh karena
itu, suapan terutama diberikan sebelum tindakan dan bukan sesudah tindakan
seperti halnya penghargaan.
d. Konsistensi
Pokok keempat disiplin adalah konsistensi, konsistensi berarti tingkat
keseragaman atau stabilitas. Konsistensi tidak sama dengan ketetapan, yang
artinya tidak ada perubahan. Sebaliknya, konsistensi ialah artinya
kecenderungan menuju kesamaan. Bila disiplin itu konstan, tidak akan ada
perubahan untuk menghadapi kebutuhan yang berubah. Sebaliknya,
konsistensi memungkinkan orang menghadapi kebutuhan perkembangan
yang berubah pada waktu yang bersamaan, cukup mempertahankan ragaman
agar anak tidak akan bingung mengenai apa yang diharapkan dari mereka.
Konsistensi harus menjadi cirri semua aspek atau unsur pokok disiplin, harus
ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku,
konsistensi dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak
menyesuaikan pada standard dan konsistensi penghargaan bagi mereka yang
bisa menyesuaikan.47
c. Strategi Mendisiplinkan Peserta Didik
Sejatinya, mendisiplinkan peserta didik dapat dimulai dari mendisiplinkan
pribadi guru. Guru sebagai pembimbing dan panutan di sekolah, sudah
sepatutnya menjadi pribadi yang lebih tahu dan memahami makna kedisiplinan.
Menurut E Mulyasa “Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang dapat
dilakukakan secara demokratis, yakni dari, oleh, dan untuk peserta didik,
sedangkan guru tut wuri handayani.”48
E Mulyasa juga mengutip pendapat
Reisman dan Payne (1987: 239-241) yang mengemukakan starategi umum
mendisiplinkan peserta didik sebagai berikut:
1) Konsep diri (self-concept) strategi ini menekankan bahwa konsep-
konsep diri peserta didik merupakan faktor penting dari setiap perilaku.
47 Ibid, h. 85-91 48 E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertfikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 123
25
Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersifat empatik,
menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat
mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan
masalah.
2) Keterampilan berkomunikasi (communication skills); guru harus
memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima
semua perasaan dan mendorong timbulnya peserta didik.
3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik
telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini
mendorong munculnya perilaku-perilaku salah.
4) Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang
nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
5) Analisis transaksional (transactional analysis); disarankan agar guru
bersikap dewasa, terutama bila berhadapan dengan peserta didik yang
menhadapi masalah.
6) Terapi realitas (reality therapy); guru perlu bersikap positif dan
bertanggung jawab terhadap kegiatan di sekolah, dan melibatkan peserta
didik secara optimal dalam pembelajaran.
7) Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline); guru harus mampu
mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan, dan
tata tertib sekolah, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan
nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.
8) Modifikasi perilaku (behaviour modification); guru harus menciptakan
iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat memodifikasi perilaku
peserta didik.
9) Tantangan bagi disiplin (dare to discipline); guru harus cekatan,
terorganisir, dan tegas dalam mengendalikan disiplin peserta didik.49
d. Membentuk Karakter Disiplin Siswa
Menumbuhkan sikap disiplin siswa tidak bisa secara instan dan cepat.
Siswa butuh terbiasa untuk mengikuti segala peraturan yang berlaku dengan
bimbingan dan pengawasan guru. Menurut Nurla Isna terdapat beberapa hal
yang perlu dilakukan oleh guru untuk membentuk karakter disiplin pada diri
peserta didik.50
a) Konsisten
Dalam hal ini, guru harus membuat kesepakatan-kesepakatan dengan
peserta didik selama ia berada di lingkungan sekolah, seperti kesepakatan
untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat, tidak membuat
gaduh, masuk tepat waktu, dan mematuhi berbagai peraturan yang telah
ditetapkan.
b) Bersifat Jelas
49 Ibid, h. 124
50 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 56-
59.
26
Cara lain yang dapat dilakukan oleh guru dalam menanamkan sikap
disiplin pada peserta didik adalah membuat peraturan yang jelas. Peraturan
yang jelas dan sederhana bisa mempermudah peserta didik untuk
melakukannya. Sebaliknya, peraturan yang kurang jelas dan cenderung
berbelit-belit dapat menjadikan peserta didik merasa enggan untuk
mematuhi peraturan tersebut sehingga ia akan melakukan pemberontakan
dengan cara melanggarnya.
c) Memperhatikan Harga Diri
Jika ada peserta didik yang melakukan pelanggaran kedisiplinan,
sebaiknya guru jangan menegurnya di depan banyak orang. Cara seperti itu
dapat membuatnya merasa malu dan cenderung berusaha mempertahankan
sikapnya. Alangkah lebih baik jika guru memberikan nasihat secara
personal sehingga cara ini akan membuatnya merasa dihargai.
d) Sebuah Alasan yang Bisa Dipahami
Jika guru hendak emmberikan peraturan kepada peserta didik, sebaiknya ia
juga memberikan alasan-alasan yang mudah dipahami tentang peraturan
tersebut. Jangan biarkan peserta didik menerima peraturan itu tanpa
pemahaman yang memadai tentangnya. Sebaliknya, denngan memberikan
alasan yang mudah dipahami, peserta didik akan menaati peraturan
tersebut dengan penuh kesadaran diri.
e) Menghadiahkan Pujian
Tidak ada salahnya jika guru memberikan apresiasi berupa pujian kepada
peserta didik apabila ia telah mematuhi peraturan tata tertib kedisiplinan
yang ada di sekolah. sebuah pujian yang dikatakan secara jujur dan terbuka
oleh seorang guru akan menyebabkan peserta didik merasa dihargai
sehingga ia tidak merasa tertekan dengan adanya peraturan tersebut.
f) Memberi Hukuman
Apabila guru memang terpaksa memberi hukuman, sebaiknya ia berhati-
hati dalam menghukum. Hukuman hendaknya tidak sampai menyakiti fisik
dan psikologi peserta didik. Guru harus member hukuman yang bersifat
mendidik, seperti memerintahkan peserta didik untuk membersihkan kelas
dan lain sebagainya.
g) Bersikap Luwes
Guru harus mampu bersikap luwes dalam menegakkan disiplin. Hindari
bersikap kaku terhadap peserta didik dalam menegakkan peraturan agar ia
tidak merasa tertekan. Sebaiknya, peraturan dan hukuman harus
disesuaikan dnegan situasi peserta didik.
h) Melibatkan Peserta Didik
Dalam membuat peraturan, peserta didik sebaiknya dilibatkan di
dalamnya. Hindari membuat peraturan secara sepihak karena hal itu dapat
menimbulkan pertentangan pada dirinya.51
4. Pembinaan Disiplin Siswa
a. Pengertian Pembinaan Disiplin Siswa
Sikap disiplin tidak bisa muncul dengan sendirinya dalam diri siswa.
Siswa harus melalui proses riyadho (latihan) dan pembiasaan yang konsisten
51 Ibid, h. 56-59
27
dan terus menerus, sehingga disiplin menjadi sikap pada diri siswa. Karena itu
agar siswa mempunyai sikap disiplin maka harus ada upaya pembinaan yang
dilakukan oleh guru.
Disiplin adalah kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses
dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan, atau ketertiban. Nilai-nilai tersebut telah menjadi
bagian perilaku dalam kehidupannya. Perilaku itu tercipta melalui proses
binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman.52
Menurut Rohiat (2001) pembinaan siswa adalah pemberian pelayanan
kepada siswa di sekolah baik pada jam pembelajaran sekolah ataupun di luar
jam pelajaran sekolah dengan tujuan agar siswa menyadari posisi dirinya
sebagai pelajar dan dapat menyadari tugasnya dengan baik.
Menurut Eka Prihatin, pembinaan disiplin siswa merupakan salah satu
kajian dalam memahami manajemen peserta didik yang dapat dianalisis
melalui 4 kriteria, yakni (1) disiplin kelas, (2) tahapan pengembangan
disiplin, (3) penanggulanggan pelanggaran peserta didik, (4) membentuk
disiplin sekolah.53
1) Disiplin Kelas
Disiplin kelas menurut (dirjen PUOD dan dirjen disdakmen, 1996:10)
adalah keadaan tertib dalam suatu kelas yang di dalamnya tergabung
guru dan siswa taat kepada tata tertib yang telah ditetapkan. Dengan
disiplin para siswa bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan
tertentu dan menjauhi larangan tertentu. Menegakkan disiplin tidak
bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan yang lebih
besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuaannya. Akan tetapi
juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi atau dikekang dengan
peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan
kecemasan.
2) Tahapan Pengembangan Disiplin Kelas
Ada beberapa langkah untuk membantu mengembangkan disiplin
yang baik di kelas, yaitu sebagai berikut.
Perencanaan
Ini meliputi membuat aturan danprosedur, dan menentukan
konsekuen untuk aturan yang dilanggar, jauh sebelum siswa
datang guru harus mencoba meramalkan organisasi apa yang
diperlukan dan menentukan bagaimana merespon masalah yang
tak terelakkan.
52 Op.Cit, Imam Gunawan dan Djum Djum Noor Benty, Hal. 178.
53 Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, (Bandung:Alfabeta, 2011), Cet. 1, h. 94.
28
Mengajar siswa bagaimana mengikuti aturan
Pekerjaan ini harus dimulai pada hari pertama masuk kelas. Hasil
dari penelitian yang kita bahas dalam bab ini menunjukan bahwa
beberapa minggu pertama dalam kelas adalah masalah kritis
dalam mengembangkan pola-pola disiplin yang efektif dan
komunikasi yang baik antara guru dan siswa. dalam rangkaian
sistem pengelolaan kelas yang sukses, guru harus
mempertahankan disiplin dan komunikasi yang baik. Salah satu
cara yang terbaik adalah mencegah masalah dari smeua kejadian.
Merespon secara cepat dan kontruktif ketika masalah timbul
(seperti yang selalu guru lakukan)
Contoh apa yang kita lakukan ketika siswa menantang kita secara
terbuka di kelas; ketika seorang siswa menanyakan kita
bagaimana menyelesaikan masalah yang sulit; ketika kita
menangkap seorang siswa yang mencontek ketika seorang hilang
dan tidak mau berpartisipasi.
3) Penanggulangan Pelanggaran Disiplin
Penanggulangan disiplin kelas perlu dilaksanakan secara
penuh kehati-hatian, demokratis dan edukatif. Cara-cara
penanggulangan dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan
jenis gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh
individu atau kelompok. Langkah tersebut mulai dari tahapan
pencegahan sampai pada tahapan penyembuhan, dengan tetap
bertumpu penekanan substansinya bukan pada pribadi peserta didik.
Di samping itu juga harus tetap menajaga perasaan kecintaan
terhadap peserta didik bukan karena rasa benci atau emosional.
Namun demikian perlu disadari benar bahwa disiplin di kelas sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktir,di antaranya faktir lingkuang siswa
seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, guru juga perlu saling
menjalin kerjasama dengan orangtua siswa, agar kebiasaan disiplin di
sekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh subur.
4) Membentuk Disiplin Sekolah
Sekolah yang tertib, aman, dan teratur merupakan prasyarat
agar siswa dapat belajar secara optimal. Kondisi semacam ini da[at
terjadi jika disiplin di sekolah berjalan dengan baik. Kedisiplinan
siswa dapat ditumbuhkan jika iklim sekolah menunjukan kedisiplinan.
siswa baru akan segera menyesuaikan diri dengan situasi sekolah. jika
situasi sekolah disiplin, siswa akan ikut disiplin. Kepala sekolah
memegang peran penting dalam membentuk disiplin sekolah, mulai
dari merancang, melaksanakan dan menjaganya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian pembinaan adalah
bahwasanya pembinaan disiplin siswa sangat berkaitan dengan manajemen
peserta didik. Pembinaan disiplin siswa artinya memberikan pelayanan dan
pengarahan kepada siswa untuk membentuk pribadinya menjadi lebih taat dan
patuh pada peraturan sekolah. pembinaan disiplin siswa juga berarti
29
memunculkan kesadaran dalam diri siswa agar patuh pada peraturan tanpa
harus dengan paksaan.
b. Fungsi dan Tujuan Pembinaan Disiplin Siswa
Badruddin (2014) mengatakan bahwa fungsi dan tujuan dari
pembinaan kesiswaan secara umum sama dengan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang RI No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,bab II, Pasal 3, yang
berbunyi sebagai berikut.54
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis sertabertanggung jawab.”
Adapun secara khusus, pembinaan kesiswaan ditujukan untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik (siswa) melalui penyelenggaraan
program bimbingan, pembelajaran, dan pelatihan.55
Sedangkan dalam pasal 1
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan disebutkan bahwa tujuan pembinaan
kesiswaan meliputi:
1) Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang
meliputi bakat, minat, dan kreativitas;
2) Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan
sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha
dan pengaruh negative dan bertentangan dengan tujuan pendidikan;
3) Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi
unggulan sesuai bakat dan minat;
4) Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak
mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka
mewujudkan masyarakat madani (civil society).56
Fungsi dan tujuan dari pembinaan yang telah disebutkan di atas
mewakili aspek pengembangan, tanggungjawab, dan pengayoman yang dapat
dilakukan guru agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan
maksimal. Agar semua tujuan dan fungsi dari pembinaan dapat berjalan
sesuai dengan yang direncanakan, terlebih dulu harus dimulai dari diri guru
54 Op. Cit, Badruddin, Hal 53.
55 Ibid, Hal. 53. 56 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 39 Tahun 2008, Tentang Pembinaan Kesiswaan, h. 4
30
yang membina pribadinya sendiri, lalu barulah guru tersebut mampu
membina orang lain menuju kedisiplinan.
c. Teknik Pembinaan Disiplin Siswa
Dalam membina disiplin siswa, terdapat sejumlah teknik yang dapat
dilakukan guru, seperti yang dikemukakan oleh Ali Imron tentang teknik-
teknik alternative pembinaan disiplin peserta didik:
1) Teknik external control
External control adalah suatu teknik di mana disiplin peserta didik
haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Teknik ini meyakini
kebenaran akan teori X, yang mempunyai asumsi-asumsi tak baik
mengenai manusia. Mereka senantiasa diawasi dan dikotrol terus, agar
tidak terjerembab ke dalam kegiatan-kegiatan yang destruktif dan tidak
produktif. Menurut tekni external control ini, peserta didik harus terus
menerus didisiplinkan, dan kalau perlu ditakuti dengan ancaman dan
ganjaran. Ancaman diberikan kepada peserta didik yang tidak disiplin,
sementara ganjaran diberikan kepada peserta didik yang mempunyai
disiplin tinggi.
2) Teknik inner/internal control
Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik di atas. Teknik ini
mengupayakan agar peserta didik dapat mendisiplinkan diri sendiri.
Peserta didik disadarkan akan pentingnya disiplin. Sesudah sadar, ia akan
mawas diri dan berusaha mendisiplinkan diri sendiri. Jika teknik ini dapat
dikembangkan dengan baik maka akan mempunyai kekuatan yang lebih
hebat dibandingkan dengan teknik external control.
Jika teknik inner control ini yang dipilih oleh guru maka guru haruslah
bisa menjadi teladan dalam hal kedisiplinan, sebab gurut tidak akan dapat
mendisiplinkan peserta didiknya, jika ia sendiri tidak disiplin. Guru harus
sudah memiliki self control dan inner control yang baik.
3) Teknik cooperatit control
Konsep teknik ini adalah antara pendidik dan peserta didik harus saling
bekerjasama dengan baik dalam menegakan disiplin. Guru dan peserta
didik lazimnya membuat semacam kontrak perjanjian yang berisi aturan-
aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama-sama. Sanksi atas
pelanggaran disiplin juga ditaati dan dibuat bersama.
Kontrol atau perjanjian seperti ini sangat penting, oleh karenanya dengan
cara demikianlah pendidik dan peserta didik dapat bekerja sama dengan
baik. Dalam suasana demikianlah maka peserta didik juga merasa
dihargai. Inisiatif guru, asalkan baik juga diterima oleh guru dan peserta
didik lainnya. 57
Teknik pembinaan siswa terdiri dari beberapa pembagian. Ada yang
melalui diri guru, yakni peran guru dalam membina daan mengarahkan disiplin
siswa secara intens agar siswa tidak terjerembab ke dalam pelanggaran yang
akhirnya akan merugikan siswa sendiri. Ada pula teknik pembinaan yang
57 Ali Imron, Op.Cit, h. 174-176
31
memang datang dan muncul langsung dari diri siswa sendiri. Teknik ada
memiliki sisi keunggulan yang mana bila kesadaran untuk berdisiplin itu
memang datang dari dalam prinadi siswa maka tanpa adanya usaha yang lebih
dari guru pun, siswa sudah mengerti dan sadar untuk selalu bersikap patuh dan
taat pada peraturan.
Sedangkan teknik yang terakhir adalah kerjasama antara siswa dan guru
yang saling berusaha untuk melanggengkan sikap disiplin di kelas maupun di
sekolah. Guru berusaha untuk membina siswanya, dan siswa pun berusaha
untuk mengikuti arahan dan binaan guru tanpa adanya paksaan karena telah
muncul kesadaran pada diri siswa.
B. Penelitian yang Relevan
Peneliti akan mendeskripsikan beberapa karya yang memiliki relevansi dengan
judul skripsi ini. Adapun karya-karya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Skripsi Ari Noer Khoiriyah, NIM 111400110000063, mahasiswa Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2018, yang
berjudul “Pengaruh Reward Dan Punishment Terhadap Motivasi Belajar Fiqih
Siswa Mts Islamiyah Ciputat”. Berdasarkan hasil penelitian mengenai reward dan
punishment terhadap motivasi belajar fiqih siswa di MTs Islamiyah Ciputat
ternyata Reward dan punishment berpengaruh terhadap motivasi belajar fiqih di
MTs Islamiyah Ciputat. Dalam analisis deskriptif, peneliti mendapatkan gambaran
tentang besarnya pengaruh reward dan punishment terhadap motivasi belajar fiqih
siswa. Sedangkan analisis statistik peneliti mendapatkan korelasi berganda antara
reward dan punishment berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa sebesar
54,4%. Data itu diambil dari hasil analisis dengan responden 30, dimana secara
parsial (terpisah) thitung lebih besar dari t tabel (3,812 dan 2,248 > 2,048), dan
secara simultan fhitung lebih besar dari ftabel (16,134> 3,35).. Maka, Ho ditolak
dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya secara parsial dan simultan terdapat
pengaruh yang signifikan antara reward dan punishment terhadap motivasi belajar
fiqih siswa MTs Islamiyah Ciputat.
2. Skripsi Sayyidah Rizqiyyatu Faizah, NIM 13110058, mahasiswa Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Tahun 2017, yang berjudul “Pelaksanaan Reward And Punishment Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
32
Di SDI Nurul Izzah Malang”. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa Perencanaan pelaksanaan Reward dan Punishment dilakukan guru dan
peneliti dengan menetapkan macam-macam reward dan punishment yang akan
dijalankan. Reward berkisar pada penambahan nilai, pujian, dan member hadiah
sedangkan punishment berkisar pada pengurangan nilai, hukuman dan tambahan
tugas. Pelakasaan reward dan punishment berhasil meningkatkan motivasi belajar
siswa saat pembelajaran PAI. Siswa termotivasi untuk mendapatkan hadiah dan
berusaha menghindari hukuman. Hasil dari pelaksanaan reward dan punishment di
SDI Nurul Izzah berhasil untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, peningkatan
motivasi belajar ditampakkan pada saat mendapat janji pemberian reward.
3. Jurnal Rengga Indrawati dan Ali Maksum, dalam Jurnal Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan Volume 01 Nomor 02 Tahun 2013, 304 – 306, yang berjudul
“Peningkatan Perilaku Disiplin Siswa Melalui Pemberian Reward dan Punishment
dalam Pemberlajaran Penjasorkes Pada Siswa Kelas XII IPS I SMA Negeri
Lamongan”. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian menjelaskanpemberian
reward dan punishment dalam pembelajaran penjasorkes dapat meningkatkan
tingkat kehadiran siswa. Walaupun pada pertemuan ketiga grafik kehadiran siswa
mengalami penurunan kembali sebesar 8,83% dari prosentase sebelumnya, namun
meningkat kembali pada pertemuan keempat dan seterusnya hingga peningkatan
telah mencapai angka prosentase sebesar 97,06%. Begitu pula dengan gambaran
dari instrumen lembar observasi yang mana menggunakan catatan kesimpulan
peneliti. Di dalam catatan kesimpulan peneliti terdapat indikator-indikator perilaku
disiplin yang mana menjadi pedoman pengamatan bagi para observer. Selama 6
kali pertemuan, secara keseluruhan perilaku disiplin siswa kelas XII IPS 1 SMA
Negeri Lamongan meningkat dengan adanya penerapan pemberian reward dan
punishment dalam mata pelajaran penjasorkes.
C. Kerangka Berpikir
Penerapan reward dan punishment menjadi salah satu alat pendidikan yang
digunakan untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di sekolah. Peran guru dalam hal
ini sangat lah penting untuk menentukan manfaat dari pemberian reward dan
punishment. Sebab reward dan punishment tidak selalu berdampak baik bagi
perkembangan kedewasaan siswa. terkadang siswa hanya termotivasi sesaat untuk
33
menaati peraturan yang berlaku hanya karena takut akan mendapat hukuman jika
tidak patuh pada peraturan yang berlaku. Begitu pula fungsi reward, tidak selamanya
membawa dampak positif bagi siswa, karena bisa jadi siswa patuh dan disiplin hanya
karena mengharapkan ganjaran yang diberikan.
Guru harus memahami syarat, manfaat, tujuan, faktor-faktor penting dan
hakikat dari penerapan reward dan punishment bagi siswa. Semua hal ini dilakukan
guna meningkatkan kedisiplinan siswa bukan hanya dalam jangka yang sementara,
tapi juga kontinu dan permanen. Menumbuhkan sikap disiplin dalam diri siswa
memang tidak mudah dan butuh pembiasaan yang telaten serta senantiasa di bawah
pengawasan guru. Sebab usia anak-anak yang masih butuh banyak bimbingan tidak
memungkinkan mereka untuk melakukan hal yang guru inginkan tanpa tuntunan dari
guru sendiri.
Kedisiplinan adalah salah satu tombak yang membuat sekolah menjadi maju
dan berkembang. Bisa dibayangkan jika sekolah tanpa kedisiplinan peraturan, segala
aspek pembelajaran pasti tidak akan berjalan dengan baik dan tentu tidak kondusif.
Betapa kacaunya sekolah bila tidak ditanamkan kedisiplinan serta reward dan
punishment sebagai penunjangnya. Siswa akan meremehkan peraturan dan tata tertib
sekolah. hal ini akan diperparah jika tidak adanya sikap tegas dari guru sebagai
penegak kedisiplinan itu sendiri. Menurut LouAnne Johnson (2005) “ Bila mereka
(siswa) tidak mendapat perhatian dengan jalan bersikap baik, maka mereka akan
bertindak tidak baik (melanggar) karena mereka tahu bahwa kita tidak akan
mengacuhkannya bila mereka berbuat salah”.58
Maka dari itu, menegakkan disiplin
adalah tugas semua anggota sekolah, bukan hanya siswa yang harus patuh pada
peraturan, tetapi guru pun dituntut untuk mematuhi sekaligus membantu siswa untuk
patuh
Persoalan reward dan punishment dalam dunia pendidikan sudah sering
menjadi perbincangan para pakar pendidikan. Sebagian ada yang mendukung
diterapkannya reward dan punishment guna menjadi stimulus dan motivasi siswa
untuk mematuhi peraturan dan mengikuti tata tertib sekolah yang berlaku. Tetapi di
lain sisi, beberapa pakar juga menentang adanya penerapan reward dan punishment,
disebabkan beberapa penelitian menyimpulkan bahwa dengan pemberian reward akan
membuat siswa pasif sehingga hanya ingin mengerjakan apa yang diperintahkan guru
58 LouAnne Johnson, Pengajaran yang Kreatif dan Menarik, Cet. 2 (Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang, 2008),
h. 242
34
hanya karena ada upah dan balasannya saja. Di lain waktu, bila guru tidak
memberikan reward kepada siswa, siswa akan merasa malas dan enggan untuk
mematuhi perintahnya.
Terlepas dari segala aspek yang melingkupi pro-kontra dalam pemberian
reward dan punishment bagi siswa, peneliti berada di tengah-tengah pendapat pakar.
Dalam artian, pemberian reward dan punishment harus dibarengi dengan pengetahuan
dan pemahaman guru secara mendalam tentang sifat dan kadar reward dan
punishment yang cocok dan pantas diberikan oleh siswa. Mengingat setiap siswa
memiliki kepirbadian yang berbeda-beda, maka pemberian reward dan punishment
pun tidak bisa dilakukan asal dan sembarangan. Juga tidak baik dipukul-samaratkan
kepada seluruh siswa.
Penerapan Reward
dan Punishment
sebagai strategi
pembinaan santri di
Pondok Pesantren
Daarul Rahman
Jakarta
Kualitas
kedisiplinan santri
semakin
meningkat.
Hasil dari penerapan
reward dan
punighment.
Upaya-upaya dalam
penerapan reward dan
punishment
Proses penerapan
reward dan
punishment
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta yang
beralamat di Jalan Purwaraya 1, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Adapun
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No Kegiatan Bulan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
1 Observasi Pendahuluan
2 Observasi keadaan dan
kondisi pondok
3 Wawancara wali asuh
4 Wawancara kepala sekolah
dan wali kelas
5 Wawancara Santri kelas
XII
6. Pengumpulan data dan
dokumentasi di pondok.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar “Metode kualitatif berdasarkan
pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (verstehen). Metode
kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi
tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.”59
Sedangkan menurut Nana Syaodih penelitian kualitatif adalah suatu penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa,
aktivitas sosial, sikap, keercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual
59 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), cet.1,
h. 78
36
maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip
dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.60
Menurut Sugiono penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya
kualitatif, sehingga analisisnya juga analisis kualitatif (seperti dalam penelitian
deskritif). Data kualitatif adalah data dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar.61
Dalam penelitian ini penelitian kualitatif yang berorientasi pada
pendeskripsian objek penelitian yang mencakup mencatat, mengobservasi,
menganalisis kondisi yang terjadi si tempat penelitian yakni Pondok Pesantren Daarul
Rahman Jakarta.
C. Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis dapat mengelompokkan penentuan sumber data
menjadi dua yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber asli yaitu melalui
teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini
peneliti mewawancarai Wali Asuh dari kelas XII untuk mencari data tentang
pelanggaran yang telah dilakukan kelas XII, cara-cara guru memberikan reward
dan punishment dan riwayat kedisiplinan kelas XII baik di sekolah maupun di luar
jam sekolah.
Dipilihnya kelas XII sebagai objek penelitian adalah karena kelas XII
merupakan kelas yang paling tinggi dalam tingkatannya dan yang paling lama
mengalami masa kedisiplinan di Pondok Pesantren Daarul Rahman, sehingga
mereka lebih mampu untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Akan tetapi
ditemui beberapa hal yang membuat peneliti akhirnya memilih kelas XII sebagai
objek penelitian yang mengkaji tentang kedisiplinan santri, yakni di antaranya:
a) Kedisiplinan di kelas XII diawasi oleh majelis guru, sehingga jangkauan
pengawasannya tidak berjalan terlalu maksimal.
b) Kelas XII diberikan sedikit “kelonggaran” dalam beberapa peraturan di
Pondok Pesantren.
60 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015) cet-8, h. 60
61 Sugiono Poulus dan Rusdin , Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2018), Cet. 1, h. 139.
37
c) Guru asrama yang mendisiplinkan kelas XII adalah guru yang usianya masih
tergolong muda, sehingga terkadang rasa segan kelas XII terhadap guru
tersebut masih rendah.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder
merupakan pendukung dari data primer dan diperoleh dari teknik dokumentasi. Di
antara data sekunder yang didapatkan oleh peneliti, yaitu :
a) Tata tertib kelas XII.
b) Pelanggaran kelas XII.
c) Data siswa kelas XII.
d) Profil dan sejarah Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
e) Data guru Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada hakikatnya, metode ilmiah ialah penggabungan antara berpikir deduktif
dengan induktif. Jika pengajuan rumusan hipotesis tersebut dengan susah payah
diturunkan dari kerangka berpikir secara deduktif, maka untuk menguji hipotesis
diterima atau ditolak perlu dibuktikan kebenarannya dengan data-data yang ada di
lapangan.62
Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data, sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan
data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara
sistematis, serta dapat dikontrol keandalan (reliabilitas) dan keabsahannya
(validitasnya).63
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi
partisipasi, yakni peneliti datang sendiri ke tempat penelitian yaitu Pondok
Pesantren Daarul Rahman Jakarta untuk mengamati dan menganalisis kegiatan
kelas XII. Dan mencari tahu apa saja pelanggaran yang dilakukan kelas XII
dan hukuman apa yang diberikan guru kepada mereka yang melanggar. Begitu
pula mengamati bagaimana guru memberikan reward dan pembinaan
kedisiplinan pada siswa kelas XII.
62Ibid, h. 52
63
Ibid, h. 52
38
Peneliti juga melihat langsung macam-macam pembinaan yang
dilakukan guru kepada santri kelas XII yakni seperti:
Pengabsenan rutin setiap hari Minggu sore, untuk mengetahui siapa saja
santri yang hadir di pondok setelah sebelumnya diboleh izin untuk keluar
pondok.
Mengingatkan santri untuk sholat jamaah di masjid. Guru memeriksa
semua kamar santri untuk mengetahui siapa saja santri yang tidak
mengikuti sholat jamaah dan mengabsen semua santri kelas XII setiap
habis selesai sholat jamaah.
Mengawasi dan mengontrol santri saat belajar malam.
Mengecek kamar santri kelas XII saat malam hari.
2. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh pewawancara
untuk memperoleh informasi dari orang yang diwawancarai. Alat yang
digunakan untuk mewawancarai orang-orang dan nantinya memperoleh
informasi secara langsung.64
Terdapat dua jenis wawancara, yakni wawancara terpimpin dan
wawancara tidak terpimpin.
a. Wawancara tidak terpimpin ialah wawancara yang tidak terarah.
Kelemahannya ialah tidak efisien waktu, biaya, dan tenaga.
Keuntungannya ialah cocok untuk penelitian pendahuluan, tidak
memerlukan keterampilan bertanya, dan dapat memelihara kewajaran
suasana.
b. Wawancara terpimpin ialah tanya jawab yang terarah untuk mengupulkan
data-data yang relevan saja. Kelemahannya teknik ini adalah kesan-kesan,
seperti angket yang diucapkan serta suasana menjadi kaku dan formal.
Sedangkan keuntungan teknik ini adalah pertanyaan sistematis sehingga
mudah diolah kembali, pemecahan masalah lebih mudah, memungkinkan
analisis kuantitatif dan kualitatif, dan kesimpulan yang diperoleh lebih
reliable.65
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara terpimpin. Sasaran
wawancara peneliti adalah wali asuh kelas XII yakni Ustadzah Zulfa Yunita,
64 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2001), cet. 13, h. 140
65
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Op. Cit, h. 56
39
wali kelas XII Ustad Salman Alfarisi, dan kepala sekolah yakni Ustad Qosim
Susilo dan beberapa siswa.
Wali Asuh, Ustadzah Zulfa Yunita
Dari wawancara peneliti dengan wali asuh kelas XII, peneliti
mendapatkan penjelasan tentang beberapa macam pembinaan yang
dilakukan oleh Ustadzah ZulfaYunita kepada kelas XII, yakni
pembinaan tentang kedisiplinan santri di luar sekolah dan kegiatan
sehari-harinya.
Wali Kelas, Ustad Salman AlFarisi
Wali kelas XII membina, membimbing, mengayomi, mengontrol, dan
mengarahkan santri kelas XII terkhusus di dalam hal belajarnya. Wali
kelas XII juga tidak pernah lelah memberikan motivasi dan stimulus
yang berguna untuk peningkatan kualitas belajar dan disiplin santri
dalam prestasinya.
Kepala Sekolah, Ustad Qosim Susilo
Kepala sekolah sebagai pemegang kendali keadaan dan situasi di
sekolah mempunyai andil untuk membina guru dalam hal
kedisiplinannya. Sebab ketika kepala sekolah berhasil membina guru
dalam kedisiplinannya, maka guru pun akan mampu dan berhasil
membina santri untuk berdisiplin.
Beberapa Santri kelas XII
Wawancara peneliti dengan beberapa santri kelas XII untuk
mengetahui manfaat apa saja yang telah santri rasakan dari pembinaan
yang telah dilakukan para guru. Serta untuk mengecek kebenaran dari
pernyataan para guru tentang pembinaan kedisiplinan yang telah
mereka lakukan.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan
daya yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Keuntungan menggunakan
dokumentasi ialah biayanya relatif murah, wak’tu dan tenaga lebih efisien.
Sedangkan kelemahannya ialah data yang diambil dari dokumen cenderung
40
sudah lama, dan kalau da yang salah cetak, maka peneliti ikut salah pula
mengambil datanya.66
Dalam penelitian ini, dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan dari
sekolah adalah profil sekolah, data siswa kelas XII, data guru, dan tata tertib
sekolah yang berlaku bagi kelas XII. Peneliti mendapat data-data ini dari
Bidang Tata Usaha dan Wali Asuh kelas XII. Dari bagian tata usaha, peneliti
mendapatkan data berupa profil, sejarah, struktur organisasi, visi dan misi
pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta. Selain itu peneliti juga
mendapatkan data guru dan santri. Sedangkan dari wali asuh kelas XII,
peneliti mendapatkan rancangan kegiatan, surat perjanjian pelanggaran, dan
data pelanggaran santri kelas XII. Selanjutnya, data yang didapat oleh peneliti
akan diolah menjadi bahan untuk memperkuat penelitian di pondok pesantren
Daarul Rahman Jakarta.
E. Kisi – kisi Instrumen
Kisi-kisi instrument merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk
memudahkan dalam pencarian data-data penelitian. Di dalam kisi-kisi instrument
terdapat dimensi dan indikator dari variabel penelitian yang akan diuraikan dalam
bentuk pertanyaan dan pernyataan. Adapun kisi-kisi instrument yang digunakan
dalam pengumpulan data sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Wawancara
No Aspek yang dikaji Dimensi Sumber Data
1.
Reward dan
Punishment sebagai
Strategi Pembinaan
Disiplin Siswa
Program Pembinaan Disiplin
Siswa:
Pengabsenan Santri setiap
hari Minggu sore.
Mendisplinkan santri dalam
sholat jamaah.
Melakukan evaluasi setiap
minggu untuk diberikan
masukan, motivasi,
nasihat, dan sharing
1. Kepala Sekolah
2. Wali Asuh
3. Wali Kelas
4. Bagian
Pendisiplinan
Santri
5. Siswa kelas XII
66
Ibid, h. 69
41
tentang kegiatan yang
dilalui santri selama
seminggu.
Mengawasi dan mengontrol
belajar malam santri di
kelas.
Mengecek keadaan kamar
santri saat malam hari.
Table 3.3
Pedoman Observasi
No. Aspek yang diamati Keadaan Keterangan
1. Lingkungan Fisik Pondok Pesantren
2. Lingkungan sosial pondok pesantren
3. Sarana dan Prasana
4. Pembinaan kedisiplinan santri
5. Penerapan reward dan punishment
santri
Table 3.4
Daftar Ceklis Studi Dokumen
No.
Dokumen
Keterangan
Ada Tidak Ada
1. Sejarah dan profil pondok pesantren
2 Visi dan misi pondok pesantren
3. Struktur Organisasi
4. Dokumen tenaga pendidik dan kependidikan
5. Tata tertib pondok pesantren
6. Data sarana dan prasarana pondok pesantren
a. Ruang Kelas
b. Ruang Kepala Sekolah
c. Ruang Guru
42
d. Ruang Tata Usaha
e. Ruang Perpustakaan
f. Ruang Komputer
g. Asrama Santri
h. Asrma guru
i. Rumah Pengasuh Pondok Pesantren
j. Masjid
k. Aula
l. Kamar mandi
m. Kantin
7. Data pelanggaran santri
8. Foto kegiatan pembinaan santri
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Untuk pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data, peneliti menggunakan
teknik triangulasi. Triangulasi berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk menggunakan teknik pengumpulan data yang sama.67
Triangulasi di sini dimaksud untuk mengecek ulang antara data yang diperoleh
melalui studi dokumen, wawancara, dan observasi. Adapun tujuan dari triangulasi di
sini untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang ditemukan.
G. Teknik Analisis Data
Data harus segera dianalisis setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam
bentuk laporan lapangan. Tujuan analisis data ialah untuk mengungkapkan data apa
yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang perlu diuji, pertanyaan apa yang perlu
dijawab, metode apa yang harus digunakan untuk mendapat informasi baru, dan
kesalahan apa yang harus segera diperbaiki.68
Ada berbagai cara untuk menganalisis
data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Jika dalam penelitian kualitatif terdapat data yang bersifat kuantitatif,
yaitu dalam bentuk angka-angka, maka sebaiknya angka-angka jangan dipisahkan
dari kata-katanya secara kontekstual sehingga tidak mengurangi maknanya.
67Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta) ,h.317.
68 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Op. Cit, h. 83.
43
Data yang didapat di lapangan langsung diketik atau ditulis dengan rapi,
terinci, serta sistematis setiap selesai mengumpulkan data. Data-data yang
terkumpul semakin bertambah, biasanya mencapai ratusan atau ribuan lembar.
Oleh karena itu laporan itu harus dianalisis sejak dimulainya penelitian. Laporan-
laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai
dengan fokus penelitian kita, kemudian dicari temanya. Data-data yang telah
direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan
mempermudah peneliti untuk mencarinya jika sewaktu-waktu diperlukan. Reduksi
dapat pula membantu dalam memberikan kode-kode pada aspek-aspek tertentu.
2. Display Data
Data yang semakin bertumpuk itu kurang dapat memberikan gambaran
secara menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan display data. Display data ialah
menyajikan data dalam bentuk matriks, network, chart, atau grafik, dan sebagainya.
Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak terbenam setumpuk
data.
3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi
Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang
diperolehnya. Untuk maksud itu, ia berusaha mencari pola, model, tema, dan
hubungan, persamaan, hal-hal yang serung muncul, hipotesis, dan sebagainya. Jadi,
dari data yang didapatnya itu, ia mencoba mengambil kesimpulan. Mula-mula
kesimpulan itu kabur, tetapi lama kelamaan semakin jelas karena data dilakukan
dengan singkat, yaitu dengan cara mengumpulkan data baru.69
Menurut Nana Syaodih yang mengutip pendapat Geoffrey E. Mills (2000)
mengemukakan beberapa teknik pengumpulan data:
1. Mengidentifikasi tema-tema. Dari data yang dikumpulkan secara induktif
daoat diidentifikasi tema-tema tertentu. Dari tema-tema kecil dapat
disimpulkan tema yang lebih besar.
2. Membuat kode pada hasil survey, interview, dan angket. Untuk setiap tema
ataupun kelompok data dapat dibuat kode, umpamanya kode untuk
perancanaan, pelaksanaan, evaluasi, hasil, dsb.
3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan kunci: siapa, apa, di mana, kapan, mengapa,
dan bagaimana? Pertanyaan kunci dapat membantu mensistematisasi data,
sehingga membentuk satu-kesatuan yang bermakna.
4. Buatlah review keorganisasian dari unit yang diteliti (sekolah). Stringer (1996)
menyarankan keorganisasian sebagai berikut: visi dan misi, tujuan umum dan
69Ibid, h.84-85
44
khusus, struktur organisasi, pelaksanaan, dan masalah-masalah, isu-isu dan
kepedulian dan para pelaku.
5. Buatlah peta konsep. Memetakan secara visual faktor-faktor yang terkait, atau
melatarbelakangi dan diakibatkan oleh suatu hal, seperti hal-hal yang
melatarbelakangi dan diakibtakan oleh proses-pembelajaran, hasil belajar,
kegagalan siswa, dll.
6. Analisis faktor yang mendahului dan mengikuti. Menganalisis faktor-faktor
yang mendahulu mungkin juga menjadi penyebab dan yang mengikuti atau
diakibatkan oleh sesuatu hal, kegiatan, masalah, dsb.
7. Buatlah bentuk-bentuk penyajian dari temuan. Temuan hasil penelitian data
disajikan dalam berbagai bentuk seperti table, grafik, peta bagan, dll.
8. Kemukakan apa yang belum/tidak ditemukan. Bertolak dan data yang telah
ditemukan, dapat diidentifikasi hal-hal yang belum ditemukan.70
Analisis data dilakukan setelah mendapatkan data dari responden yang sudah
terkumpul. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini yaitu :
1. Tahap Pra-Lapangan
Kegiatan ini meliputi penyusunan rancangan penelitian, mengurus perizinan,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan,
dan menyiapkan perlengkapan penelitian seperti pedoman wawancara, dan buku
catatan.
2. Tahap Seleksi Data
Seleksi data di sini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang telah
terkumpul memenuhi syarat untuk diolah atau tidak. Persyaratan yang dimaksud
adalah setiap data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data yang berkaitan
atau tidak dengan tujuan penelitian dan dapat dipertanggung jawabkan keabsahan
data yang diperoleh.
3. Tahap Klarifikasi Data
Dari data yang diperoleh melalui wawancara kemudian diklarifikasi menurut
kategorinya masing-masing untuk memperoleh kesimpulan. Hasil dari seleksi dan
klarifikasi data dari hasil wawancara tersebut kemudian dilanjutkan dengan
menganalisis dan dideskripsikan untuk menjelaskan masalah dalam penelitian.
Berdasarkan analisis data dan metode yang digunakan pada penelitian ini, maka
data akan disajikan.
70Nana Syaodih Sukmadinata, Op. Cit, h. 156
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Sejarah Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta pertama kali didirikan pada
tanggal 11 Januari 1975 di atas tanah yang diwaqafkan oleh KH. Abdurahman Bin
Naidi di kawasan Senopati Dalam II, No. 35 A Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Tetapi pada tahun 2016 dengan berbagai pertimbangan dan melihat kondisi Pondok
yang tidak kondusif lagi sebagai tempat menuntut ilmu di tengah hiruk pikuk ibu
kota, Pondok ini dipindahkan ke daerah Cipedak, Jagakarsa dengan luas tanah
kurang lebih 3 hektar.
Sekarang ini Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta bertempat di Jalan
Purwaraya 1, Kavling DKI, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta tidak menggunakan kurikulum
nasional, tetapi memiliki kurikulum tersendiri yakni perpaduan antara pondok
modern Gontor dan Pondok Salafi, sehingga para santri tidak hanya diajarkan
bahasa arab saja, tetapi juga dibentuk untuk mampu membaca kitab kuning juga.
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta tidak menyelenggarakan UN (Ujian
Nasional) mengikuti pemerintah, melainkan Pondok ini memiliki ijazah tersendiri
yang sudah diakui dan disamakan dengan pendidikan formal setara Mts dan MA.
Pondok ini berasaskan pada kedisiplinan dan kesederhanaan pada setiap
keseharian dan kegiatan para santri dari mulai bangun tidur sampai ketika
menjelang waktu tidur santri. Hal inilah yang selalu ditekankan oleh KH. Syukron
Ma’mun selaku pengasuh pondok ini agar para santri sudah terbiasa hidup prihatin,
sehingga tidak dimanja dengan keadaan zaman yang sudah serba instan dan praktis
ini. Para santri juga dilarang untuk membawa handphone di area pondok sebab
akan mempengaruhi proses belajar santri sehingga membuat santri tidak
konsentrasi menerima pelajaran.
Pondok Pesantren Daarul Rahman mewajibkan setiap santrinya untuk
menempuh pendidikan wajib 6 tahun. yakni terhitung dari kelas 1 Tsanawiyah
sampai kelas 3 Aliyah. Kewajiban ini dibuat sebab ijazah dari pondok hanya akan
46
keluar dan diberikan pada santri saat santri telah melewati masa 6 tahun belajar di
Pondok ini. Maka dari itu tidak dianjurkan bagi para santri untuk mengundurkan
diri atau hanya ingin memilih salah satu jenjang pendidikannya saja, sebab sistem
pendidikan di Pondok sudah sepaket 6 tahun lamanya proses pembelajaran.
2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Pondok Pesantren Daarul Rahman memiliki visi yakni:
“Menjunjung tinggi syariat islam dengan berpegang teguh ajaran ahlu sunnah wal
jamaah (aswaja).”
Selain itu Pondok Pesantren Daarul Rahman juga memiliki misi, sebagai berikut:
1. Membentuk generasi muda ber-IMTAQ
2. Mencetak generasi muda ber-IPTEK
3. Mewujudkan pribadi berdisiplin
4. Menyelenggarakan pendidikan secara profesional
5. Memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat dengan pelayanan prima.
Salah satu misi dari pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta adalah
mewujudkan pribadi berdisiplin. Sikap disiplin bukan hanya ditujukan kepada
santri saja, tetapi setiap masyarakat pesantren yaitu pendidik dan tenaga
kependidikannya juga dituntut untuk selalu mematuhi peraturan dan menjauhi dari
hal-hal yang tidak boleh dilanggar di pondok ini. Etika, norma, adab, dan agama
menjadi dasar pertimbangan dari pembuatan peraturan yang nantinya akan
menuntun santri untuk senantiasa berdisiplin dengan hati ikhlas dan tanpa paksaan.
Melalui pembinaan dan usaha-usaha lain seperti penerapan reward dan punishment
akan mampu mendorong pribadi santri untuk berdisiplin dan membangun sikap
disiplin yang telah dilatih di pondok selama bertahun-tahun, sehingga ketika
mereka telah lulus dari pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta mereka akan
terbiasa untuk hidup disiplin dalam keseharian dan juga disiplin dalam hal ibadah.
Inilah yang menjadi keunggulan dari pondok pesantren ini yakni melatih dan
membangun sikap disiplin pada pribadi santri sejak awal mereka masuk ke pondok
ini.
3. Data Siswa Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Jumlah santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta pada tahun ajaran
2018-2019 adalah sebagai berikut:
47
Tabel 4.1
Jumlah Santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Mts Daarul Rahman Jakarta
Kelas L P Jumlah
VII 280 311 591
VIII 88 103 191
IX 51 98 149
Jumlah 419 512 931
MA Daarul Rahman Jakarta
Kelas L P Jumlah
X 52 48 100
XI 49 48 97
XII 110 108 218
Jumlah 211 204 415
Setiap tahunnya, jumlah siswa yang ingin mendaftar ke Pondok ini semakin
bertambah dan meningkat jumlahnya. Sebab itu, Pondok Pesantren Daarul
Rahman melakukan tes ujian masuk yang cukup ketat guna menyaring santri yang
mendaftar dan membatasinya sebab menyesuaikan pula dengan kondisi dan
keadaan bangunan dan sarana prasarana yang tersedia. Pada tahun ini saja (2019),
jumlah siswa yang mendaftar mencapai 1000 siswa, tetapi yang diterima masuk
hanya 700 siswa. Pembatasan jumlah siswa yang masuk seleksi pendaftaran
dilakukan demi kenyamanan dan pembelajaran yang kondusif.
Saat ini jumlah seluruh santri yang belajar di Pondok Pesantren Daarul
Rahman Jakarta tercatat mencapai 1346 santri, dengan rincian 630 santri putra dan
716 santri putri. Jumlah rombel (rombongan kelas) di Pondok ini mencapai 31
rombel dengan isi setiap kelas rata-rata 30-40 santri pada masing-masing rombel.
Walaupun dengan jumlah rombel yang cukup banyak dan jumlah santri yang penuh
pada tiap kelasnya, tidak membuat proses pembelajaran mengalami gangguan
karena didukung pula dengan saran dan prasana yang cukup mumpuni dan layak
untuk para santri belajar dengan tenang dan tertib. Untuk jumlah kelas XII sendiri,
48
yang menjadi objek penelitian skripsi ini, terdapat 3 kelas putri dan 3 kelas putra.
Akan tetapi peneliti hanya membatasi penelitian pada kelas XII putri saja yang
jumlah keseluruhan siswanya mencapai 108 santri.
Dengan jumlah santri yang banyak, maka tidak mudah bagi guru dan
sekolah untuk mewujudkan pribadi berdisiplin santri. perlu adanya penerapan
disiplin yang pasti, pembinaan menyeluruh yang dilakukan guru, dan salah satu
upayanya adalah diterapkan reward dan punishment yang seimbang dan merata.
Tata tertib dan peraturan yang jelas dan tegas juga diperlukan untuk menumbuhkan
sikap disiplin santri yang jumlahnya kurang lebih 1000 orang.
4. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Luas tanah sekitar 3 hektar membuat Pondok Pesantren ini bisa dibilang
Pondok pesantren besar dan luas dengan sarana dan prasarana yang cukup lengkap
dan memadai. Bangunan sekolah dan asrama antara putra dan putri dipisahkan oleh
masjid besar yakni masjid Nida An’naidi yang terletak di tengah area pondok ini.
Setiap bangunan putra dan putri berlantai 3 dengan kamar mandi yang tersedia di
setiap lantainya. Sedangkan kamar mandi untuk keseharian santri terjejer banyak di
lantai basement. Terdapat pula Aula yang cukup besar yang biasa digunakan santri
untuk mengadakan berbagai acara. Begitu juga disediakan dua lapangan yang
cukup nyaman digunakan para santri untuk berolahraga serta koperasi yang
dikelola oleh para guru untuk memenuhi kebutuhan harian para santri. Lab
komputer juga tak luput disediakan pihak pondok guna menunjang kemahiran
santri dalam bidang teknologi, agar santri tidak kekurangan informasi dan bisa
menyeimbangkan kemajuan zaman. Data lengkap terkaita sarana dan prasarana di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta dapat dilihat pada lampiran 1.
Asrama para guru pun tak luput dari perhatian pondok. Bagi para guru yang
sudah berkeluarga, disediakan rumah untuk ditempati bersama keluarganya dan
bagi para guru yang belum menikah di berikan juga beberapa kamar untuk
ditinggali dengan fasilitas yang nyaman dan layak untuk ditinggali para guru. Bagi
para wali santri yang sekiranya ingin menginap saat mengunjungi anaknya,
disediakan pula kamar tamu yang bisa ditempati untuk beberapa hari, biasanya
yang menggunakan fasilitas ini adalah wali santri yang datang dari luar jawa.
Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di pondok pesnatren Daarul
Rahman Jakarta cukup memadai untuk pertumbuhan dan perkembangan santri dan
49
mendukung dalam proses mweujudkan kedisiplinana pondok. Salah satu upayanya
adalah dengan dipasangnya CCTV di setiap kelas dan di area pondok seperti
lapangan dan asrama santri. Hal ini dilakukan agar majelis guru dapat terus
mengawasi santri 24 jam dan meminimalisir terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Dipasangnya CCTV di kelas juga membuat guru terawasi sehingga akan kelihatan
guru yang tidak hadir atau yang datang terlambat. Monitor dari CCTV diletakkan
di kantor sekolah dan terdapat guru yang piket menjaganya secara bergantian.
5. Data Guru Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta adalah lembaga pendidikan islam
yang telah berdiri kurang lebih 43 tahun. Telah banyak pula mengeluarkan para
lulusan yang berkecimpung pada dunia dakwah dan pendidikan. Sebagian dari para
lulusan pondok ini dipilih dengan khusus dan direkrut untuk bisa mengabdikan
dirinya di pondok tempat mereka menimba ilmu pengetahuan. Maka tak heran bila
kebanyakan para guru yang mengajar di pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta
tidak lain adalah para alumni dari pondok ini.
Beberapa guru salafi juga didatangkan langsung dari pesantren-pesantren di
Jawa guna memperkaya khazanah keilmuan santri di bidang pengetahuan kitab
kuning. Terdapat pula para guru yang merupakan lulusan luar negeri yakni
mengajar di pondok ini. Tercatat total guru di pondok pesantren ini mencapai
hampir 100 orang guru yang mengajar dalam bidang pelajaran yang berbeda-beda.
Jumlah guru yang banyak memang sesuai dengan kebutuhan pondok pesantren
yang bukan hanya mengawasi santri di sekolah saja, tetapi juga kegiatan harian di
pondok. Maka dari itu, terdapat wali kelas dan wali asuh dalam setiap kelas. Dan
semua guru di pondok ini adalah guru tetap. Data lengkap para guru di Daarul
Rahman Jakarta dapat dilihat dalam lampiran 2.
Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan Pondok Pesantren Daarul
Rahman Jakarta yang berjumlah cukup banyak, hal ini memungkinkan untuk
tegaknya peraturan dan tata tertib kedisiplinan yang bagus dan mumpuni. Tentunya
guru yang mampu menegakkan disiplin santri, adalah guru yang memulai disiplin
dari dirinya sendiri. kedisiplinan menjadi hal yang wajib diusahakan bersama untuk
terwujudnya lingkungan pondok yang kondusif dan agar semua tujuan dari
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan tepat guna dan sasaran. Para guru
yang tinggal di asrama pondok biasanya adalah para guru muda yang bertugas dan
50
bertanggung jawab atas berjalannya peraturan dan kedisiplinan santri sehari-hari.
Tetapi para guru yang lebih senior dan telah mengajar cukup lama dan telah
berkeluarga, biasanya hanya ada dan hadir saat waktu sekolah saja, sehingga hanya
bertanggung jawab untuk mengawasi kedisiplinan santri saat di kelas. Para guru
yang tinggal di asrama cukup banyak pula, mereka mengawasi dan mengontrol
santri, kehadirannya bisa dibilang sebagai pengganti orang tua santri saat di
pondok.
B. Deskripsi dan Analisis Data
Daarul Rahman Jakarta adalah pondok pesantren modern yang
mengkolaborasikan antara kurikulum modern dan salafi. Di pondok ini santri tidak
hanya dikenalkan dan diajarkan ilmu agama dan umum saja, melainkan juga dilatih
dan dibiasakan untuk bersikap disiplin dalam segala aspek, baik disiplin dalam ibadah
ataupun disiplin dalama belajar dan kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini,
peneliti akan menjabarkan hasil penelitian tentang penerapan reward dan punishment
sebagai strategi pembinaan disiplin kelas XII. Pengawasan kedisiplinan kelas XII
diawasi langsung oleh majelis guru dan ketua IP4DR yakni pengurus dari kelas XI
yang menjadi tangan kanan majelis guru yang mengurus santri dari kelas VII sampai
kelas XII dalam kegiatan sehari-harinya.
Aktivitas harian santri yang cukup padat membuat tata kedisiplinan menjadi
hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hari padat bagi santri terhitung dari hari
Senin sampai dengan Sabtu. Mulai dari santri bangun untuk sholat Subuh berjamaah
jam 04:00 sampai kegiatan terakhir yakni belajar malam di kelas dari jam 20:00-
22:00, santri wajib mengikuti semua kegiatan ini dan mematuhi peraturan yang
berlaku. Tetapi untuk hari Jumat dan Sabtu santri hanya bersekolah dari jam 07:00
sampai jam 11:00 saja (hari biasa dari jam 07:00 - 12:45). Khusus pada hari Sabtu,
setelah sekolah selesai, akan dilajutkan dengan kegiatan Muhadhoroh atau latihan
pidato yang berlangsung di kelas masing-masing dari jam 12:00 sampai jam 13:00.
Santri diberikan libur pada hari Minggu. Tetapi pada pagi harinya santri diwajibkan
untuk berolahraga dari jam 06:00 – 08:00 dan kemudian dilanjutkan dengan Tanziful
„Aam (bersih-bersih pondok bersama) sampai selesai. Untuk lebih jelasnya kegiatan
harian santri, akan ditampilkan dalam table berikut:
51
Tabel 4.2
Jadwal Keseharian Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
No. Waktu Kegiatan Santri
1. 04:30 – 05:00 Sholat berjamaah
2. 05:00 – 05:30 Membaca Al-Quran/ Kitab Salafiyah di kelas
3. 05:30 -06:30 Mandi dan Sarapan Pagi
4. 06:30 – 07:00 Persiapan masuk kelas/ Muhadatsah Bahasa Arab dan
Inggris setiap hari Kamis dan Sabtu
5. 07:00 – 12:45 Sekolah
6. 12:30 – 14:30 Makan siang, sholat Dzuhur, dan istirahat
7. 14:30 – 15:40 Sholat Ashar berjamaah
8. 15:40 – 16:30 Kegiatan intrakurikuler (belajar kitab salafiyah di kelas)
9. 16:30 – 17:30 Makan sore dan persiapan sholat maghrib berjamaah
10. 17:30 – 18:30 Sholat Maghrib berjamaah
11. 18:30 – 19:20 Membaca Al-quran / Mengaji kitab Salafiyah di kelas
12. 19: 20- 20:00 Persiapan belajar malam
13. 20:00 – 22:00 Belajar malam di kelas
14. 23:00 – 04:00 Istirahat / Tidur
Kegiatan harian santri menuntut santri untuk mengikuti segala peraturan dan
kedisiplinan agar semua kegiatan yang telah tersusun di atas dapat terlaksana dengan
baik. Dapat dibayangkan seandainya santri terlambat bangun subuh, maka akan
berdampak pada ketidakhadiran santri di masjid untuk sholat berjamaah, dan tentunya
ini memicu pelanggaran baru yang tidak diinginkan. Hidup di pondok pesantren dengan
segudang peraturannya memang tidaklah mudah. Maka dari itu, pondok mendidik
santri bukan hanya untuk berdisiplin. tetapi menjadikan sikap disiplin tersebut sebagai
sebuah kebutuhan.
Pemaparan semua data dan informasi yang didapatkan peneliti tentang
penerapan reward dan punishment sebagai strategi pembinaan disiplin santri kelas XII
di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta meliputi analisis peneliti pada tata tertib
yang harus dipatuhi santri kelas XII, macam-macam pelanggaran dan hukuman yang
akan diterima santri ketika melanggarnya, analisis dan data santri kelas XII yang
melanggar peraturan.
1. Penerapan Reward dan Punishment Sebagai Strategi Pembinaan Disiplin
Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
Pembinaan disiplin santri dilakukan oleh majelis guru untuk menumbuhkan
sikap disiplin dan melatih santri untuk untuk terbiasa mematuhi peraturan tanpa
adanya paksaan. Salah satu upaya yang dilakukan guru agar terlaksananya
52
pembinaan disiplin yang baik dan sesuai harapan adalah dengan penerapan
reward dan punishment kepada santri kelas XII. Walaupun pada kenyataan yang
terjadi di lapangan, yang paling mendominasi santri adalah pemberian sanksi
(punishment) dari pada pemberian ganjaran/hadiah (reward). Santri kelas XII
dianggap sudah mengerti dan paham serta tidak membutuhkan lagi adanya
stimulus dengan pemberian reward, sebab mereka sudah terbiasa dan dilatih
untuk berdisiplin sedari kelas VII. Upaya lainnya yang dilakukan guru agar santri
mau berdisiplin adalah dengan memulainya dari pribadi guru sebagai teladan bagi
santrinya. Hal ini senada dengan yang dijabarkan oleh Ustzah Zulfa Yunita selaku
wali asuk kelas XII:
“Upaya agar santri mau berdisiplin seperti membuat surat perjanjian di awal
tahun ajaran masuk, agar santri lebih berfikir lagi saat ingin melanggar.
Yang kedua, untuk meningkatkan kedisiplinan santri, harus dimulai dulu
dari pribadi gurunya. Semisal, agar santri tidak ada yang telat jamaah, maka
guru juga harus ikut membangunkan santri saat subuh.”71
Seluruh majelis guru mempunyai tanggung jawab untuk menegakkan
disiplin kelas XII dan diberikan kewenangan pula untuk memberikan sanksi
ketika terdapat kelas XII yang melanggar peraturan. Terkadang majelis guru juga
melakukan pemerikasaan pada kamar dan masing-masing lemari kelas XII untuk
memastikan bahwa tidak ada barang haram (Handphone) yang disimpan oleh
santri. Ketua Pelajar IP4DR (pengurus dari kelas XI) bertanggung jawab pula
untuk mengatur dan mengurus kelas XII dari mulai kedisiplinan dalam sholat
jamaah, keterlambatan masuk sekolah, izin keluar pondok, dan menghukum kelas
XII ketika melanggar peraturan yang berlaku.
1) Penerapan Reward pada Santri Kelas XII
Penerapan reward dalam ilmu pendidikan merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan guru untuk menegakkan disiplin siswa. Hasil observasi
dan wawancara yang peneliti dapatkan dari penelitian di Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta menunjukan bahwa penerapan reward bagi kelas XII
belumlah berjalan dengan baik. Bahkan penerapan reward cenderung
diabaikan dan dianggap tidak perlu oleh para majelis guru yang
bertanggungjawab pada kelas XII. Seperti yang diungkapkan wali asuh kelas
71 Hasil wawancara dengan Ustadzah Zulfa Yunita, Wali Asuh Kelas XII Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta (01 Agustus 2019), di Asrama Guru Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
53
XII, yakni Ustadzah Zulfa Yunita : “Kalau untuk reward belum berjalan
dengan baik, tapi kalau punishment sudah berjalan dengan sangat baik.
Tetapi dengan ini guru juga sadar dan menjadi teguran juga bagi diri guru
yang kurang peduli pada santri yang telah taat. Bisa menjadi bahan evaluasi
juga”72
Ustadzah Zulfa Yunita selaku wali asuh kelas XII sebetulnya
memahami dan arti penting reward dan merasa tidak ada keseimbangan bila
hanya punishment (sanksi) yang diberikan kepada kelas XII. Sebab bila
begitu, maka lambat laun santri akan merasa tertekan dengan peraturan,
pelanggaran, dan hukuman tanpa adanya bentuk penghargaan dari guru akan
sikap disiplin dan sikap baik mereka.
Walaupun pemberian reward belum berjalan dengan baik bagi kelas
XII, terdapat usaha-usaha lain yang bisa dilakukan guru untuk menumbuhkan
semangat berdisiplin santri, salah satunya adalah dengan memberikan
nasihat, motivasi, dan pendekatan personal kepada mereka. Hal ini senada
dengan yang disampaikan oleh Ustad Qosim Susilo, selaku kepala sekolah di
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, beliau berkata:
“Selain dari pemberian reward bagi anak, itu ada memberikan
kesadaran, nasihat, perhatian. Juga penting memberikan pendekatan,
khusunya wali kelas dan wali asuh. Setiap malam mengontrol anak.
Mengajak ngobrol anak dari hati ke hati. Pendekatan secara personal.
Contoh: membangkitkan semangat belajar anak dengan cara mengajak
bicara anak. Semisal anak itu pekerjaan orangtuannya buruh.
Diberikanlah nasihat anak kepada anak itu ketika dia malas belajar
“kalau kamu malas belajar di pondok, akan semakin memberatkan
kehidupan orang tuamu. Tapi kalau kamu pintar dan rajin belajar.
Kamu tidak harus menjadi buruh lagi. Dengan pengetahuan kamu bisa
punya kehidupan yang lebih baik dari orang tuamu sekarang. Kamu
bisa mengajar, menjadi pembimbing.”73
Sebagai kepala sekolah, Ustad Qosim selalu menghimbau kepada para
guru untuk melakukan pendekatan pada para santri. Terlebih pada santri yang
sering melanggar. Baiknya diajak bicara dari hati ke hati untuk membangun
kedekatan pada santri agar guru dapat memahami dan mengetahui apa yang
selama ini membuat santri sulit untuk berdisiplin. Bila santri yang melanggar
hanya dihukum dan dimarahi saja, maka yang tertanam dibenak santri hanya
ada ketakutan pada hukuman dan bukan rasa segan. Dan akan terbentuk
72 Ibid, Ustadzah Zulfa Yunita.
73 Op.Cit, Ustad Qosim Susilo.
54
mindset bahwa disiplin berbanding lurus pada hukuman, sehingga santri
mematuhi peraturan karena paksaan yakni karena takut dihukum. Tetapi bila
santri diberi motivasi dan nasihat serta dibimbing dan diberi pengertian
bahwa dengan berdisiplin berarti membantu diri sendiri untuk tidak terjebak
dalam masalah yang hanya akan membuat santri tidak betah di pondok
2) Penerapan Punishment Pada Santri Kelas XII
Penerapan punishment (sanksi) adalah salah satu metode yang populer
untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di sekolah. Bisa dibayankan bila di
seolah hanya ada peraturan dan tata tertib tetapi tidak ada sanksi yang
diberikan guru ketika terdapat siswa yang melanggar. Maka bisa dipastikan
tata tertib dan peraturan yang diberlakukan bagi siswa tidak akan bisa
berjalan baik, bahkan siswa akan cenderung mengabaikan dan tidak peduli
pada peraturan tersebut. Maka penerapan sanksi menjadi hal yang penting
dan perlu diperhatikan guru akan syarat dan tujuannya. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh Ustadzah Zulfa Yunita selaku wali asuh kelas XII tentang
kelebihan dari penerapan sanksi bagi siswa, beliau berkata: “Kelebihan
punishment agar pelanggaran itu tidak terjadi pada anak yang lain. Bisa
menjadi kaca perbandingan juga untuk anak lain yang tidak melanggar.
Kelebihan dari punishment juga memberikan dampak anak lain menjadi takut
untuk melanggar karena takut dihukum seperti temannya.”74
Menurut
Ustadzah Zulfa, manfaat terbaik dari pemberian sanksi adalah terdapatnya
efek jera pada diri santri, sehingga santri tidak akan berani untuk melakukan
pelanggaran, sebab tidak ingin dihukum.
Penerapan punishment di pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta
sudah terlihat baik berjalan dengan lancar dan sesuai tujuannya. Hal ini dapat
terlihat dari sangat perhatiannya pondok membuat tata tertib, pelanggaran
dan sanksi yang semuanya harus dijalankan, dipatuhi, dan diterima oleh
santri kelas XII. Tetapi masih saja terdapat kekurangan dalam
pelaksanaannya. Salah satunya adalah karena mejelis guru yang bertanggung
jawab dengan kelas XII, mayoritas adalah asatidzah yang tinggal di asrama
guru yang kebanyakan umurnya masih muda dan tidak beda jauh jaraknya
74 Ibid.
55
dengan kelas XII. Dapat dikatakan bahwa kurangnya rasa segan kelas XII
terhadap para ustadzah yang memberikan hukuman menyebabkan penerapan
disiplin menjadi tidak stabil. Misalnya ketika ada santri yang melanggar dan
guru memanggil mereka untuk diberikan hukuman, maka santri tersebut akan
lama datangnya seakan mengulur waktu pemberian hukuman atau
mengabaikan panggilan dari majelis guru.
Semua guru yang menjadi koordinator bagian, dapat menghukum
santri kelas XII ketika mereka melanggar peraturan. Misalnya santri
melanggar kedisiplinan pondok, maka akan dihukum oleh guru koordinator
bagian keamanan. Ketika mereka melanggar misalnya tidak ikut sholat
jamaah di masjid, maka guru koordinator bagian pengajaran yang akan
memberikan sanksi. Dan ketika santri ada yang melanggar masalah
kebersihan pondok, maka guru koordinator bagian kesehatan yang akan
menetukan sanksinya. Bila ada guru yang mendapati/memergoki santri
melakukan pelanggaran, maka guru tersebut akan melaporkan santri yang
melanggar kepada guru yang bertanggungjawab pada bagiannya masing-
masing. Walau begitu, semua guru berhak dan mempunyai kewajiban untuk
menegur dan mengawasi bila ada santri yang ketahuan melanggar peraturan.
3) Upaya Guru dalam Penerapan Reward dan Punishment
Upaya guru dalam penerapa reward dan punishment agar terwujudnya
disiplin santri yang baik dan berjalan sesuai dengan tujuannya, tentunya
bukanlah hal mudah. Terdapat berbagai macam kendala, baik yang muncul
dalam diri siswa ataupun dari diri guru sendiri. Salah satu upaya agar
pemberian sanksi berjalan sesuai dengan aturan dan prinsip sanksi yang
seharusnya adalah dengan dibuatnya aturan kedisiplinan, sehingga akan
terlihat apa saja hal-hal yang tidak boleh dilanggar santri dan konsekuensi
hukuman yang akan diterima bila melanggar peraturan tersebut. Berikut
adalah analisis dari jenis-jenis pelanggaran, sanksi yang di terima, catatan
pelanggaran santri kelas XII (2019) dan pengelolaan kedisiplinan guru.
1) Analisis Pelanggaran dan Sanksi yang Berlaku untuk Santri Kelas XII
Tata tertib kelas XII tertulis pada program kerja Ketua Pelajar IP4DR
Masa Bakti 2019-2020 yang berisi tata tertib, jenis-jenis pelanggaran dan
sanksi-sanksi yang diberikan ketika melanggar peraturan tersebut. Ketua
56
Pelajar mengatur kedisiplinan bagi santri kelas XI dan XII (kelas 5 dan 6).
Majelis guru pun ketika memberikan sanksi kepada santri kelas XII akan
berpedoman pada program kerja ketua pelajar.
Program kerja ketua pelajar disahkan dan dibacakan ketika tahun
ajaran baru dimulai. Ketua pelajar merancang program kerja yang akan
berlaku selama satu tahun masa jabatannya. Lalu akan dibacakan pada
musyawarah kerja yang akan dihadiri oleh seluruh santri kelas XII. Santri
kelas XII yang merasa keberatan dengan pelanggaran dan sanksi yang tertulis
dalam program kerja, boleh menyuarakan keberatannya dan akan
dipertimbangkan lagi oleh ketua pelajar dan majelis guru. Setelah
pengesahan program kerja ketua pelajar, maka kelas Bisa dikatakan bahwa
ketua pelajar adalah kaki-tangan dari majelis guru yang bertugas untuk
membantu dalam penegakan disiplin santri kelas XII. Berikut adalah jenis-
jenis pelanggaran kelas XII dan sanksi yang diberikan:
Tabel 4.3
Jenis-Jenis Pelanggaran Santri Pondok Pesantren
Daarul Rahman Jakarta
No. Jenis
Pelanggaran
Keterangan Pelanggaran
1. Pelanggaran
Ringan
1) Tidak mendaftarkan diri ketika haid dan
melaporkan ketika suci.
2) Tidak hadir saat pengabsenan mingguan
3) Tidak melipat kerudung
4) Tidak memakai almamater pada saat penyidangan
dan saat bertugas
5) Tidak memakai baju muslimah pada saat hari
minggu
6) Tidak mengikuti konsulat pada saat 1 bulan sekali
7) Tidak membuang sampah pada tempatnya
8) Membuang air pada tangga
2. Pelanggaran
Sedang
1) Tidak memakai selayer, daleman, leging pada saat
upacara dan sekolah
2) Tidak melapor apabila telah kembali ke pondok
saat izin pulang dan izin harian
3) Tidak memakai celana panjang saat tidur
4) Tidak mengikuti tanzin umum setiap 2 minggu
sekali
5) Memakai mukena di atas jam 20.00 WIB
6) Memakai sandal pada batas suci
7) Jajan di gerbang apabila lebih dari jam yang
57
ditentukan
8) Tidak jalan pada jalan yang telah ditentukan
9) Menguncir/menggelung rambut (membuat konde
besar)
10) Tidak melakukan administrasi saat izin keluar dan
izin pulang
11) Menggunakan gamis yang berkaret
12) Memakai rok span
13) Tidak memakai sepatu pantopel saat upacara
14) Tidak memakai bros saat keluar rumah
15) Tidak melipat kerudung
16) Tidak mengancingkan pakaian
17) Tidak melapor sehabis pulang/izin harian
3. Pelanggaran
Berat
1) Tidak izin terlebih dahulu apabila handak izin
pulang dan izin harian
2) Tidak sholat berjamaah di masjid
3) Tidak melunasi administrasi organisasi IP4DR
4) Tidak izin apabila ingin bertemu dengan saudara
kandung di putra
5) Menggunakan pakaian ketat atau kecil
6) Tidak izin terlebih dahulu apabila ingin
berkonsultasi dengan pengurus putra
7) Tidak izin ke area putra
8) Mengizinkan alumni/alumnus menginap di kamar
9) Tidak memakai kerudung di luar area kamar
mandi.
10) Memakai kaos di luar waktu yang telah ditentukan
11) Tidak membawa kartu izin harian
12) Tidak mengikuti olahraga
13) Online
14) Dijenguk bukan pada waktunya
15) Berpura-pura sakit dan haid
16) Mewarnai rambut
17) Kelihatan rambut
18) Duduk di taman/saung belakang
19) Menyalahgunakan perizinan
20) Memakai aksesoris
21) Memakai celana pendek dan tengtop pada saat
tidur
22) Jajan di gerbang pada malam hari
23) Memesan makanan via aplikasi. (Go Food)
24) Membuka aurat (kerudung/rok) di tempat wudhu
dan mengantri di kamar mandi
25) Pulang tanpa dijemput walinya
26) Keluar mengajak teman ketika dijenguk
27) Membuat kegaduhan
28) Tidak izin meeting dengan saudara kandung
29) Mengangkat rok tingkat tinggi
30) Memakai mp3 dan music box bukan pada
waktunya
58
4. Pelanggaran
Khusus
1) Membawa handphone
2) Berpacaran
3) Asusila/lesbi (usir)
4) Mengonsumsi obat-obatan terlarang
5) Tidur di rumah pembantu atau rumah tetangga
6) Menitipkan barang elektronik di rumah
tetangga/tukang laundry
7) Tidak izin keluar pondok (kabur)
8) Mengambil hak milik orang lain
9) Membohongi pengurus dan majelis guru.
Semua jenis tata tertib, pelanggaran, dan kategori sanksi di terapkan
merata dari kelas 1-6 (VII-XII). Tidak terdapat perbedaan dalam penerapan
pelanggaran santri, hanya saja bila kelas 1-4 di bawah tanggung jawab
pengurus IP4DR, tetapi kelas 5 dan 6 di bawah tanggung jawab majelis guru.
semua jenis pelanggaran yang tercantum di atas kebanyakan adalah
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari santri
di asrama. Dari mulai hal kecil sampai hal-hal besar semua diperhatikan dan
dibuatkan peraturan agar terciptanya kedisiplinan dan kepatuhan santri yang
dibutuhkan pondok agar terwujudnya pondok yang berkualitas. Bila sekilas
diamati, sangat banyak sekali hal yang diatur pondok dari mulai santri
bangun tidur di pagi hari, sampai ketika hendak tidur di malam hari. Tetapi
tata tertib dan pelanggaran yang tercantum di atas bukan untuk membatasi
santri dalam aktivitasnya, melainkan untuk mengarahkan santri pada sikap
disiplin dan membangun karakter mandiri. Setiap jenis pelanggaran
mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda. Berikut adalah uraiannya:
1) Pelanggaran Ringan
Pelanggaran ringan adalah pelanggaran yang masih bisa ditolerir
bagi santri yang melanggarnya, seperti diberi teguran, tanpa namanya
dicatat pada buku pelanggaran. Biasanya hukuman yang didapat dari
pelangaran ringan adalah hukuman di tempat atau diberi sanksi ringan.
Pelanggaran ringan menyangkut etika dan kebersihan pondok seperti
tidak boleh membuang sampah sembarang, membuan air di tangga
karena akan membuat tangga licin dan membahayakan santri lain, dan
tidak boleh mandi lewat dari jam yang telah ditentukan, yakni batas
mandi untuk sore hari adalah sampai jam 18:00. Dari pelanggaran ringan
kita bisa mengamati bahwasanya pondok membuat aturan tentu dengan
maksud dan tujuan yang baik.
59
Peraturan diciptakan untuk membangun sikap disiplin santri yang
bukan hanya terjadi saat di pondok saja, tetapi saat masa liburan dan
pulang ke rumah pun santri akan telah terbiasa hidup disiplin dan teratur.
Hal ringan seperti tidak melipat kerudung, tidak memakai almamater
saat pengurus mengadakan sidang dan tidak mendaftarkan diri saat haid,
juga termasuk pelanggaran ringan. Pondok sangat memperhatikan setiap
santrinya bahkan dalam urusan kecil sekalipun. Sebab untuk
menciptakan hal-hal besar akan dimulai dari hal kecil terlebih dahulu.
2) Pelanggaran Sedang
Hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran sedang kebanyakan
menyangkut tata tertib kerapihan dalam menggunakan atribut sekolah
ataupun dalam berbusana sehari-hari. Seperti tidak memakai slayer, tidak
memakai sepatu pantopel saat upacara, tidak memakai bros, tidak
mengancingkan baju, memakai rok yang sempit, dan tidak memakai
celana panjang saat tidur malam hari. Pondok pesantren sangat
memperhatikan masalah berbusana ini, karena diri seseorang tercermin
dari bagaimana mereka berpakaian. Pengurus atau majelis guru akan
langsung menegur santri yang kedapatan memakai rok ketat, atau tidak
memakai bros sehingga auratnya khawatir terlihat, tidak memakai gamis
berkaret sebab akan membentuk lekuk tubuh dan santri yang tidak
memakai celana panjang saat tidur malam.
3) Pelanggaran Berat
Bila diamati, hal-hal yang termasuk dalam jenis pelanggaran berat
cukup banyak. Beberapa pelanggaran terkait dengan masalah perizinan.
Ini menujukan bahwa masalah perizinan menjadi masalah yang cukup
serius dan tidak bisa dianggap remeh. Misalnya saat ada santri putri yang
ingin pulang ke rumah karena suatu alasan, dan pulangnya dia tidak izin
terlebih kepada pengurus IP4DR maka santri tersebut bisa dianggap
kabur dari pondok. Beda halnya ketika dia izin terlebih dahulu ketika
akan pulang, maka tidak akan dianggap kabur dari pondok. Sedangkan
hukuman karena kabur dari pondok bukanlah hal yang ringan, melainkan
pelanggaran berat dan akan mendapat hukuman yang berat pula.
Selain masalah perizinan, pelanggaran berat juga termasuk dalam
hal-hal yang berkaitan dengan adab dan tingkah laku santri seperti
60
memakai aksesoris. Santri dilarang memakai aksesoris seperti gelang,
kalung, dan cincin. Terlebih bila yang dipakai adalah aksesoris berbahan
emas, dianjurkan kepada snatri untuk tidak memakainya di pondok
sehari-hari. Karena pondok sangat menjaga dan mewanti santri akan
setiap bentuk pencurian dan kehilangan barang-barang santri. termasuk
dalam pelanggaran berat yang menyangkut adab adalah mewarnai
rambut, memakai celana pendek dan tengtop saat tidur malam, dan
menggunakan pakaian ketat atau kecil. Mengenai sanksi pelanggaran
tentang berpakaian ini kadangkala bagian keamanan pondok akan
menggunting baju yang ketat, tengtop atau celana pendek yang
digunakan saat tidur malam.
Pelanggaran berat yang berkaitan dengan masalah adab juga
termasuk di dalamnya adalah pura-pura sakit dan pura-pura
haid/menstruasi. Santri yang berpura-pura sakit dan haid biasanya karena
mereka malas dan menghindari kegiatan di pondok. Para pengurus
biasanya selalu mengecek semua kamar santri setiap akan sholat jamaah,
saat sekolah, waktu olahraga, dan kegiatan lainnya. Dan mereka
(pengurus) akan menanyakan satu-persatu santri bila masih ada yang
tersisa di kamar. Bila saat ditanya, santri menjawab sakit, maka pengurus
akan memberikan surat izin orang sakit (tasyrih) atau membawa mereka
ke kamar bagian kesehatan. Tetapi bila santri ternyata ketahuan pura-
pura sakit/haid, maka hukuman yang didapat pula akan berat.
4) Pelanggaran Khusus
Pelanggaran khusus atau pelanggaran besar mencakup tata tertib
inti yang dilanggar oleh santri. Pelanggaran khusus biasanya tidak bisa
ditolerir lagi. Sangat fatal sekali bila ada santri kelas XII yang
melanggaran tata tertib ini. Ustadzah Zulfa Yunita selaku wali asuh kelas
XII mengatakan:
”Sebelum tahun ajaran awal dimulai, semua anak kelas akhir
diberikan surat perjanjian yang ditandatangani oleh mereka. Dalam
surat perjanjian itu mereka menyetujui beberapa pelanggar yang
tidak boleh dilanggar dan hukumannya bila pelanggaran itu
dilakukan. Surat perjanjian ditandatangni langsung oleh siswa dan
orangtuanya. 75
75 Ibid, Ustadzah Zulfa Yunita.
61
Khusus untuk kelas XII, sebelum mereka memulai tahun ajaran
baru, diadakan perjanjian di atas materai di depan santri, wali asuh dan
wali murid tentang tata tertib inti yang tidak boleh dilanggar. Seperti
membawa handphone, berpacaran, ataupun kabur. Semua tata tertib ini
menjadi perjanjian tertulis yang apabila dilanggar maka hukumannya
adalah diberikan surat peringatan, bahkan pengusiran dari pondok.
Hampir semua pelanggaran besar/khusus berkaitan pula dengan
pelanggaran Syariah Islam, seperti berpacaran, asusila, mengambil hak
milik orang lain dan mengonsumsi obat-obatan terlarang. Pelanggaran-
pelanggaran ini bukan hanya akan mendapat hukuman ketika dilanggar,
tetapi juga mendapat dosa dari Allah. Berbeda dengan pelanggaran kecil
dan sedang yang kebanyakan hanya menyangkut masalah kedisiplinan
dan ketertiban di pondok, pelanggaran khusus juga menyangkut norma,
adab, agama. Maka pondok memperingatkan dengan keras macam-
macam pelanggaran khusus/besar ini dengan membuatkan banner
peringatan yang dipajang di dinding asrama pondok yang mudah terlihat
oleh banyak santri
Semua jenis pelanggaran yang telah disebutkan di atas, memiliki
konsekuensi sanksi yang bermacam kategorinya. Dari mulai sanksi di tempat
untuk pelanggaran ringan, sanksi menghafal pelajaran dan bersih-bersih area
pondok untuk pelanggaran sedang dan berat, serta sanksi diberikan surat
peringatan, iqrar, dan bahkan pengusiran bagi santri yang melanggar
pelanggaran berat dan khusus. Berikut adalah macam-macam kategori
sanksi bagi santri yang melanggar peraturan.
62
Tabel 4.4
Macam-Macam Kategori Sanksi Santri
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
No. Kategori
Sanksi
Keterangan Sanksi
1. Sanksi Di
Tempat
1) Lari di tempat 3 menit
2) Operasi semut (minimal 30 menit)
3) Menyapu seluruh kelas dan asrama putrid
4) Mengepel 1 lantai
5) Mengepel semua tangga
6) Membersihkan kamar mandi
7) Membuang sampah + mencuci tong sampah
8) Mengelap jendela semua kelas
9) Menyapu depan kelas putri
10) Disita, digunting (jika perlu)
2. Sanksi
Ringan
1) Menulis Istighfar 200 kali + mengelilingi lapangan
putri
2) Menulis Istghfar 250 kali + berjalan dari depan kantor
pengurus putri sampai depan pos satpam
3) Lari lapangan 5 kali + menulis Istighfar 300 kali +
berjalan dari depan kantor pelajar sampai depan pos
satpam
4) Lari di lapangan 10 kali + menulis sholawat nariyah 30
kali
5) Dijemur di lapangan putri sambil menghafal 5 ayat
surat Al-Anfal
6) Dijemur di lapangan putri istirahat pertama dan kedua
+ menulis istighfar 300 kali
7) Dijemur di lapangan putri saat istirahat pertama dan
kedua selama 3 hari + hafalan 2 nusus
8) Dijemur di depan kamar majelis guru (gedung baru)
selama 3 hari + hafalan 2 surah
9) Tandzif kamar majelis guru + hafalan 1 judul
mutholaah dan 1 judul nusus
10) Membaca Al-Quran di depan kamar Majelis Guru 1
hari + hafalan surah 10 ayat
3. Sanksi
Sedang
1) Membaca Al-Quran di depan kamar majelis guru
2) Hafalan 1 judul mutholaah + membaca Al-Quran di
depan kamar majelis guru 3 hari
3) Hafalan 2 judul mutholaah + 2 judul nusus + menyikat
2 kamar mandi
4) Hafalan 2 judul muthalaah + 3 judul tarikh islam +
tandzif tempat makan 3 hari
5) Hafalan 2 judul + 1 surat al-quran yang telah dipelajari
+ tandzif kamar majelis guru dna jemuran belakang 3
hari
6) Hafalan 3 judul muthalaah + 2 judul nusus + 2 surah
63
al-quran yang telah dipelajari + tandzif kamar majelis
guru selama 3 hari
7) Hafalan 3 judul muthalaah + 2 judul tarikh islam + 2
surah al-quran + tandzif di tempat makan 3 hari +
membaca al-quran di depan kantor sekolah 3 hari
8) Tanda tangan semua pengurus dan mejelis guru.
4. Sanksi
Berat
1) Memakai jilbab khusus selama 3 hari + dijemur di
depan kantor sekolah 3 hari + hafalan 2 judul
muthalaah
2) Memakai jilbab khusus selama 5 hari + membaca al-
quran di depan kantor sekolah selama 3 + tandzif
seluruh lapangan putri
3) Memakai jilbab khusus selama 6 hari + membaca al-
quran di depan kantor sekolah selama 3 hari + cabut
perizinan
4) Memakai jilbab khusus selama 8 hari + hafalan 2 surah
al-quran yang sudah ditentukan + cabut perizinan +
tandzif lantai 1,2,3 (1 hari)
5) SP 1
6) SP 2 (Iqrar)
7) SP 3 (dikembalikan ke orang tua)
5. Sanksi
Khusus
1) SP 1
2) SP 2 (Iqrar)
3) SP 3 (dikembalikan ke orang tua)
Sumber: Program Kerja Ketua Pelajar Masa Bakti 2019-2020
Bila diamati, hampir tidak ada hukuman fisik seperti mencubit,
memukul, atau menyuruh santri untuk push up. Hal ini jelas sekali bahwa
Pondok Pesantren Daarul Rahman menggunakan hukuman pedagogis yang
bermanfaat bagi santri yang melanggar. Hukuman pedagogis lebih
dibutuhkan santri, selain menimbulkan efek jera, hukuman pedagogis seperti
menghafal pelajaran, membaca Al-quran, dan bersih-bersih lingkungan
pondok akan berdampak baik bukan hanya pada diri santri, tetapi juga pada
lingkungan pondok. Demikian pula yang diterangkan oleh Kepala sekolah
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta yakni Ustad Qosim Susilo tentang
hukuman fisik dan hukuman pedagogis:
“Kekurangan dari pemberian sanksi adalah yang kelewatan batas.
Hukuman yang tidak sesuai dengan kondisi anak. Seperti contoh anak yg
fisiknya lemah, diberikan hukuman yang berupa fisik. Misalnya anak
putri disuruh push up, maka tidak baik untuk tubuhnya. Dihukum berdiri
64
yang lama. Lebih baik disuruh duduk dan sambil menghafal. Kecuali
jika disuruh berdiri sambil membaca atau menghafal pelajaran.”76
Menurut Ustad Qosim, hukuman fisik sangat riskan diberikan kepada
santri yang melanggar peraturan, apalagi bila santri tersebut mempunyai fisik
yang lemah, yang mana bila dihukum berlari di lapangan akan berdampak
buruk bagi kesehatannya. Maka Ustad Qosim lebih menganjurkan guru untuk
memberikan hukuman yang lebih bermanfaat untuk belajarnya, yakni
menghafal pelajaran.
Senada dengan pernyataan Ustad Qosim, wali asuh kelas XII yakni
Ustadzah Zulfa Yunita juga berpendapat tidak setuju akan hukuman fisik :
“Tidak setuju, karena santri kelas akhir ini adalah santri yang sudah cukup
besar yang bila dikasih tau saja atau ditegur sudah cukup mengerti. Santri
lebih takut jika namanya dicatat dari pada hukuman cubit. Sekarang tidak ada
lagi hukuman cubit atau fisik.”77
Ustadzah Zulfa Yunita menganggap tidak
perlunya hukuman fisik seperti mencubit dan memukul dengan rotan tipis,
sebab kelas XII sudah dianggap dewasa sehingga sudah mampu
membedakan mana yang baik dan buruk serta tidak perlu adanya hukuman
fisik seperti itu. Namun begitu, dalam islam, sanksi pukulan adalah salah satu
cara yang telah ditetapkan oleh Islam. Namun cara ini dilakukan pada tahap
akhir setelah nasihat dan boikot tidak lagi mempan.78
Saat di kelas pun, wali
kelas XII yaitu Ustad Salman Al-Farisi menegaskan bahawa tidak ada
hukuman fisik bagi kelas XII yang tidak mengerjakan tugas atau tidak
menuruti perkataan guru. Ustad Salman menerapkan hukuman pedagogis
seperti:
“Hukuman pedagogis diantaranya: berdiri di depan kelas, menghafal
pelajaran-pelajaran tertentu seperti: Nusus Adabiyah, Mutholaah, Hadist,
Tafsir dan Al-quran. Pemberian sanksi juga tergantung jenis
kesalahannya/pelanggarannya, seperti tidak hafal pelajaran didirikan di
depan kelas sambil menghapal, tidak mengerjakan PR disuruh keluar
kelas sambil menyelesaikan PR.”79
76 Hasil wawancara dengan Ustad Qosim Susilo, Kepala Sekolah Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta (25
Juli 2019), di kantor sekolah Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
77
Hasil wawancara dengan Ustadzah Zulfa Yunita, Wali Asuh Kelas XII Pondok Pesantren Daarul Rahman
Jakarta (01 Agustus 2019), di asrama guru Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
78 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam; Pendidikan Anak dalam Islam, Penerjemah, Emiel Ahmad,
Cet. Ke-5, (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2017) h. 443.
79
Hasil wawancara dengan Ustad Salman AlFarisi, Wali Kelas XII Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta (01
Agustus 2019), di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
65
Sebagai wali kelas XII, Ustad Salman mempunyai peran penting untuk
membimbing santri belajar dan mempersiapkan kelas XII untuk ujian akhir di
pondok. Ustad Salman selalu mengawasi belajar santri dengan mengecek
hafalan mereka, mengulang penjelasan untuk pelajaran yang masih sukar
dipahami dan memberikan motivasi dan dorongan agar kelas XII selalu
semangat belajar dan mempersiapkan sebaik mungkin diri mereka untuk
ujian akhir kelulusan.
2) Analisis Kesesuain Jenis Pelanggaran dan Sanksi Santri Kelas XII
Tahun 2019
Ketika terdapat santri kelas XII yang melanggar peraturan pondok,
maka majelis guru dan ketua pelajar berhak untuk memberikan hukuman
yang sesuai dengan jenis pelanggarannya. Akan tetapi, untuk pelanggaran
kecil dan sedang, ketua pelajar dan majelis guru tidak memasukkannya ke
dalam buku catatan pelanggaran. Bisa dikatakan bahwa hanya pelanggaran
berat dan khusus saja yang masuk dalam buku catatan pelanggaran.
Sedangkan untuk pelanggaran ringan dan sedang, biasanya majelis guru akan
menghukum santri dengan sanksi yang ringan/sedang sesuai yang tertulis
pada sanksi-sanksi yang dibuat dalam program kerja ketua pelajar IP4DR.
Berikut adalah catatan pelanggaran besar yang dilakukan kelas XII selama
masa penelitian.
Tabel 4.5
Catatan pelanggaran Santriwati Kelas XII
No. Nama Jenis Pelanggaran Hukuman
1. Miftah
Imaniyah
Kabur dengan santri
putra
Pengusiran dari pondok
2. Putri
Handayani
Membohongi
pengurus dan majelis
guru
SP 2 (IQRAR)
3 Elida Zahri Membohongi
pengurus dan majelis
guru
SP 2 (IQRAR)
4 Khofifah M Menyalahgunakan
Perizinan
Memakai jilbab khusus 3 hari
+ japip depan kantor sekolah 3
hari + hafalan 2 judul
muthalaah
66
4. Sarifah Menyalahgunakan
perizinan
Memakai jilbab khusus 3 hari
+ japip depan kantor sekolah 3
hari + hafalan 2 judul
muthalaah
5. Alfi Mirse Menyalahgunakan
perizinan
Memakai jilbab khusus 3 hari
+ japip depan kantor sekolah 3
hari + hafalan 2 judul
muthalaah
6. Saidah
Umamah
Menyalahgunakan
perizinan
Memakai jilbab khusus 3 hari
+ japip depan kantor sekolah 3
hari + hafalan 2 judul
muthalaah
Sumber: Buku Pelanggaran Ketua Pelajar
Sanksi yang diberikan oleh ketua pelajar kepada kelas XII yang
melanggar sudah sesuai dengan yang tertulis pada program kerja ketua pelajar.
Hanya pelanggaran besar dan khusus yang masuk dalam buku catatan
pelanggaran. Terdapat 1 santri yang dikeluarkan dari pondok karena
melanggar peraturan inti yakni kabur dengan santri putra. Walaupun ia sudah
kelas XII dan sebentar lagi akan lulus dari pondok, tetap saja pondok tidak
memberikan keringan jika peraturan yang dilanggar adalah tidak boleh adanya
korespondensi dengan santri putra. Maka bukan hanya santri putra dan putri
tersebut diusir dari pondok dengan tanpa terhormat. Surat keputusan
pengeluaran santri yang diusir akan dibacakan saat upacara berlangsung
setelah mereka meninggalkan pondok. Sanksi semacam ini tentunya akan
membuat santri sangat malu dan membuat orang tuanya kecewa. Diharapkan
bahwa santri lain bisa mengambil pelajaran dan lebih patuh serta menaati
peraturan pondok yang berlaku. Sebab bukan hanya akan membuat malu orang
tua, tetapi akan membuat mereka sedih dan kecewa, karena terasa sia-sia
pengorbanan mereka selama hampir 6 tahun untuk membiayai anaknya.
Dalam catatan buku pelanggaran, terdapat pula santri yang dihukum
dengan dibeirkan surat perjanjian antara orang tua, majelis guru dan santri
yang melanggar. Sebutan untuk sanksi adalah Iqrar, yakni pembacaan surat
pernyataan yang dibacakan langsung oleh santri di depan santri lainnya.
Biasanya pembacaan Iqrar ini dilakukan saat upacara atau santri yang
melanggar disuruh untuk membacakannya ke setiap kelas putra dan putri
dengan ditemani guru beberapa majelis guru. hal ini dilakukan agar santri yang
melanggar benar-benar merasa jera, malu, dan benar-benar tobat dari
67
pelanggarannya tersebut. Biasanya para majelis guru atau ketua pelajar akan
lebih memantau dan mengawasi santri yang telah mendapat hukuman Iqrar
untuk melihat tingkah laku mereka apakah adanya perubahan menjadi lebih
baik. Tetapi apabila setelah dibacakan Iqrar tersebut santri masih tidak
berubah dan tetap saja masih melanggar peraturan berat, maka hukumannya
adalah pengusiran dari pondok.
Menyalahgunakan perizinan juga termasuk yang tertulis pada buku
catatan kelas XII. Perizinan di pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta
bukanlah hal yang dapat dianggap ringan. Santri yang telah diizinkan untuk
pulang maka hanya boleh menggunakan izinnya untuk hal yang menjadi
alasannya pulang. Ketika santri menyalahkgunakan perizinanya untuk sesuatu
yang tidak dibutuhkan atau bahkan mungkin hal yang dilarang pondok, maka
itu termasuk pelanggaran berat dan saat balik ke pondok santri akan diberikan
hukuman yang berat.
3) Analisis Pengelolaan Disiplin Santri
Kelengkapan dokumen/catatan tentang kedisiplinan siswa dapat
memudahkan sekolah untuk menilai sejauh mana perkembangan siswa dari
waktu ke waktu. Sebaliknya, bila sekolah tidak dapat mendokumentasikan
dengan baik data pelanggaran dan prestasi siswa, maka tidak akan terlihat
perkembangan `yang terjadi baik dari meningkatnya jumlah prestasi maupun
pelanggaran santri. Sekolah seolah hanya mempedulikan bagaimana santri
harus berdisiplin dan berkembang dalam hal akademiknya, tetapi acuh tak
acuh tentang penghargaan dan pengawasan akan perkembangannya. Sebab
dengan adanya data/dokumentasi pelanggaran dan prestasi siswa, maka
sekolah dapat menilai statistik kemajuan siswanya.
Hal ini lah yang peneliti temukan saat meneliti tentang kedisiplinan
kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Saat peneliti hendak
meminta data prestasi siswa pada bagian tata usaha sekolah yakni Ustad
Syukron Ma’mun seolah tidak mengetahui/menyimpan data tersebut. Dan saat
peneliti menemui wali asuh kelas XII untuk menanyakan perihal data
pelanggaran kelas XII, beliau mengatakan bahwa selama ini pelanggaran kelas
68
XII tidak pernah didokumentasikan/dicatat oleh majelis guru.80
Tentu
kurangnya perhaian pada pendokumentasian pelanggaran kelas XII, akan
berdampak tidak terawasinya secara pasti siapa saja siswa yang sering
melanggar, dan pelanggaran apa yang paling sering dilanggar. Seolah hal ini
menunjukan bahwa perhatian majelis guru pada peraturan kelas XII perlu
dipertanyakan eksistensinya. Baik mulai dari pelanggaran ringan sampai
pelanggaran khusus/berat tidak tercatat track record santri saat ia duduk di
kelas XII. Berbeda halnya data pelanggaran dari kelas VII sampai kelas IV,
dokumentasinya rapih sebab di bawah tanggung jawab pengurus IP4DR.
80 Op.Cit, Ustadzah Zulfa Yunita.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dapat dipaparkan beberapa temuan yang
terkait dengan penerapan reward dan punishment sebagai strategi pembinaan disiplin
santri kelas XII yaitu sebagai berikut:
1. Penegakan disiplin santri di pondok pesantren Daarul Rahman Jakarta
menggunakan alat/media reward dan punishment. Walaupun pada kenyataan
yang terjadi di lapangan, pemberian reward (ganjaran) belumlah berjalan
maksimal. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dan kepedulian guru pada
prestasi dan sikap baik siswanya yang menganggap bahwa perbuatan baik
memang hal yang biasa dan harus dilakukan. Lain halnya dengan pemberian
punishment (hukuman) pada santri yang melanggar. Pondok sangat menaruh
perhatian pada hal-hal apa saja yang termasuk jenis pelanggaran, sanksi-sanksi
yang harus diberikan ketika santri melanggar bahkan kebijakan besar yakni
mengeluarkan santri dari pondok ketika ada santri yang melanggar pelanggaran
berat dan khusus.
2. Terdapat hal-hal yang menyebabkan penerapan sanksi belum berjalan maksimal
bagi santri, yaitu:
a) Para guru yang bertanggung jawab akan kedisiplinan santri adalah guru-guru
asrama yang kebanyakan adalah para guru yang usianya masih muda. Hal ini
membuat rasa segan santri kelas XII kepada para guru menjadi rendah.
Misalnya hal ini dapat terlihat saat ada santri yang melanggar dan akan
diberikan sanksi, santri tersebut sangat lama dan sulit sekali untuk dipanggil
ke kamar majelis guru, seakan mengundur waktu pemberian sanksi.
b) Mindset yang melekat pada santri kelas XII bahwa terdapat kelonggaran bagi
mereka untuk tidak melaksanakan peraturan pondok. Seperti dalam hal
kerapihan berpakaian, kedisiplinan masuk kelas, dan lain sebagainya.
Padahal tata tertib pondok berlaku bagi seluruh santri tanpa terkecuali.
3. Salah satu upaya yang dilakukan guru dalam penegakan kedisiplinan dan enerapa
reward yaitu sebelum masuk tahun ajaran baru, khusus untuk kelas XII diadakan
musyawarah antara wali murid, wali asuh, santri dan pengasuh pondok untuk
menegaskan bahwa terdapat beberapa peraturan inti yang tidak boleh dilanggar
70
santri yang dituangkan dalam bentuk surat perjanjian. Semua jenis pelanggaran
ini adalah pelangaran-pelanggaran berat seperti membawa handphonoe,
berpacaran, kabur, dan perbuatan asusila. Yang hukumannya adalah SP1 dan
pengusiran dari pondok.
4. Upaya lainnya yang dilakukan guru adalah dengan diperbolehkannya bagi seluruh
majelis guru untuk menghukum santri yang melanggar peraturan. Tidak ada
bagian atau koodinator khusus yang berperan sebagai pemberi hukuman bagi
ssantri. Hal ini menyebabkan kebebasan dan tidak adilnya hukuman yang
diberikan. Sebab pasti semua guru mempunyai caranya masing-masing untuk
menghukum santri, dan bahkan memungkin santri diberikan banyak hukuman
dari beberapa orang berbeda.
5. Kurang terkelolanya dokumentasi/data pelanggaran santri. Para guru yang
menghukum santri yang melanggar peraturn, tidak mempuyai catatan/tidak
mendata pelanggaran apa saja yang telah dilakukan oleh santri tersebut. Hal ini
membuat perkembangan santri yang melanggar tidak dapat dianalisis apakah
terdapat perubahan atau tidak setelah santri diberikan hukuman. Hal serupa juga
terjadi pada tidak adanya catatan prestasi siswa pondok pesantren Daarul Rahman
Jakarta. Sepertinya pondok kurang memperhatikan masalah administrasi atau
pengelolaan dokumentas dan data dari setiap santri yang melanggar ataupn yang
berprestasi.
Berdasarkan hasil temuan-temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan
reward dan punishment santri kelas XII belum berjalan dengan baik. Perlu adanya
kebijakan dan sistem penerapan sanksi yang lebih rapih dan terkontrol dengan baik.
Pengelolaan disiplin santri yakni catatan dan dokumentasi pelanggaran dan prestasi
santri juga luput dari perhatian pondok, sehingga tidak nampak jelas presentase
pelanggaran dari tahun ke tahun apakah menurun atau justru meningkat.
B. Saran
Berdasarkan dari temuan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka
disampaikan saran sebagai berikut:
1. Pimpinan pondok perlu memberikan pemahaman kepada setiap guru akan
pentingnya mendokumentasikan setiap pelanggaran dan prestasi santri untuk
memudahkan guru dalam melihat perkembangan yang terjadi pada diri santri.
71
2. Diangkatnya beberapa orang-orang yang cakap dan konsisten sebagai
koordinator kedisiplinan yang bertugas sebagai pemberi sanksi kepada santri
kelas XII yang melanggar peraturan, sehingga tidak semua guru bisa
menghukum santri, sebab bila hal ini dibiarkan maka akan terjadinya
ketidakadilan bagi santri.
3. Bagi santri yang sering melanggar dan sulit sekali untuk berdisiplin, maka
upaya yang dilakukan guru adalah tidak cukup dengan menghukumnya,
melainkan juga dilakukan pendekatan yang insentif dari hati ke hati terhadap
santri dan bila perlu melakukan pendekatan pula terhadap orangtua santri. hal
ini diharapkan guru bisa lebih memahami santri dan mengetahui apa
sebetulnya hal yang membuat santri sulit berdisiplin.
4. Perlu diangkatnya guru senior sebagai wali asuh yang mampu mengawasi dan
mengontrol kedisiplinan santri sehari-hari. Sebab selama ini, yang menjadi
wali asuh santri adalah guru-guru muda yang mana berdampak pada
rendahnya rasa segan pada guru tersebut.
72
DAFTAR PUSTAKA
Aunillah, Nurla Isna. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, Cet 1,
Jogjakarta: Laksana, 2011.
Badruddin, Manajemen Peserta Didik, Jakarta: PT Indeks, 2014.
Badri, Muhammad Muhammad. Sentuhan Jiwa Untuk Anak Kita, Bekasi: Daun Publishing,
2015.
Durkheim, Emile. Pendidikan Moral; Suatu Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan,
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1961.
Gunawan, Imam dan Benty, Noor Djum Djum, Manajemen Pendidikan; Suatu Pengantar
Praktik, Bandung: Alfabeta, 2017.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak, terj. Med. Meitasari Tjandrasa, Jakarta:
Erlangga, 1990.
Hamid, Rusdiana. Reward dan Punishment dalam Perspektif Pendidikan Islam, Ittihad
Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, 2006.
Imron, Ali. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Jensen, Eric. Pemelajaran Berbasis Otak, terj. Benyamin Molan, Jakarta: Indeks, 2011.
Johnson, LouAnne. Pengajaran yang Kreatif dan Menarik, terj. Dani Dharyani, Jakarta:.
Indeks, 2008.
Mubayidh, Makmun. Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, terj. Muhammad
Muchson Anasy, Cet. 4, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Cet. 7, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013.
Mustari, Mohamad, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan, Cet. 1, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014.
Nata, Abuddin dan Fauzan. Pendidikan dalam Prespektif Hadits, Ciputat: UIN Jakarta Press,
2005.
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), Cet. 4, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 39 Tahun 2008 Tentang
“Pembinaan Kesiswaan”
73
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Cet. 18, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Prihatin, Eka. Manajemen Peserta Didik, Cet. 1, Bandung: Alfabeta, 2011.
Poulus, Sugiono dan Rusdin. Metodologi Penelitian Sosial, Cet.1, Bandung: Alfabeta, 2018.
Rahman, Masykur Arif. Kesalahan-kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam
Kegiatan Belajar-Mengajar. Jakarta: Diva Press, 2011.
Rasyid, Aminuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran, Cet. 4, Jakarta: UHAMKA Press,
2003.
Suwarno dan Farida, Lathifah A. Pengaruh Reward And Punishment Terhadap Kedisiplinan
Siswa Kelas Tinggi SD Negeri 3 Pandean kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
Sutirna. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2013.
Sahertian, Piet A. Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah, Surabaya: Usaha
Nasional, 1994.
Sumarmo, D. Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan tata Tertib sekolah 1998, Jakarta:
Sekala Jalmakarya, 1997.
Subri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Cet. 8, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
Ulwan, Abdullah Nashih, Tabiyatul Aulad; Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta:
Khatulistiwa Press, 2017.
Walidin, Warul. Konstelasi Pemikiraan Pedagogik Ibnu Khaldun; Perspektif Pendidikan
Modern, Cet. 2, Yogyakarta: Suluh Press dan Taufiqiyah Sa’adah, 2005.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
No. Nama Fasilitas Jumlah
1. Ruang Kepala Sekolah 1
2. Ruang Kelas 31
3. Ruang Tata Usaha 1
4. Ruang Penerimaan Murid Baru 1
5. Asrama Guru 9
6. Perpustakaan 1
7. Laboratorium Komputer 1
8. Aula 1
9. Masjid 1
10. Asrama Santri 32
11. Ruang Satpam 1
12. Toilet Guru dan Tamu 10
13. Toilet Santri 40
14. Kantin 1
15. Lapangan 1
Lampiran 2
Data Tenaga Pendidik Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
NO Nama Tgl.
Lahir
Ijazah
Terakhir
Mengajar Mapel Jam
Mengajar 1.
Ust. Ah. Qosim Susilo, M.Pd 05/10/1954 S2
Tarikh
14
2. Ust. H. Ahmad Dhofir 05/07/1958
SLTA
Hadits-Ilmu Hadist
24
3. Ust. Drs. Ahmad Fauzi Bukhori 21/02/1962
S1
Tarikh
12
4. Ust. H. Abdul Mu'in Muhyi 09/03/1964
SLTA
Hadits-Ilmu Hadist
12
5. Ust. Drs. Syihabuddin Qurtubi 12/04/1966 S1
Nahwu-Sharaf
18
6. Ust. H. Anwar Wahdi Hasyi 14/10/1962 S1
Bahasa Arab
4
7. Ust. Drs. Ukar Rohili 15/07/1969 S1
Hadits-Ilmu Hadist
10
8. Ust. KH Ahmad Sobari 03/07/1956 S1 Fiqh-Ushul Fiqh 8
9. Ust. KH. Muizuddin 21/04/1954
SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh 6
10. Ust. H. AR. Musyaffa Basya, BA 25/11/1959
S1
Nahwu-Sharaf
12
11.
Ust. H. Achmad Zainal Ridho SM 27/02/1972 SLTA
Pendidikan
Kewarganegaraan
24
12. Ust. H. Moh. Taqwim S.Sos.I 28/07/1965
S1
Tafsir-Ilmu Tafsir
13
13. Ust. H. Muhammad faiz SM 08/05/1974
S2
Tarikh
16
14. Ust. KH. Faisal Ali Nurdin, Lc,
MA. 26/08/1967 S1
Fiqh-Ushul Fiqh
6
15. Ust. Salman Alfarisi, S.Pd.I 16/12/1970 S1
Bahasa Arab
18
16. Ust. M. Sidup BA 15/06/1959 S1
Bahasa Indonesia
18
17. Ust. Ahmad Kholili, S.Ag 25/10/1967 S1
Muatan Lokal
16
18. Ust. Drs. Hadi Musthofa 05/02/1958 S1
Ilmu Mantiq
24
19. Ust. Muhammad Naufal ,S.PdI 20/11/1975 S1
Bahasa Arab
8
20. Ustz. St. Rahmah Thohir, S.PdI 23/05/1973 S1 Fiqh-Ushul Fiqh 16
21. Ustz. St. Romlah Asmuni 25/10/1970
SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh 10
22. Ustz. Nursyidah 08/01/1972 S1 Fiqh-Ushul Fiqh 7
23. Ust. Isma'il Rakasiwi, S.PdI 09/09/1975 S1
Nahwu-Sharaf
17
24. Ust. Sayed Mohamed Ramadan El
Mahdi, Lc,MA. 07/11/1962
S3
Bahasa Arab
12
25. Ust. Drs. Abd. Syakur, MMP.d 12/03/1975
S2
Muatan Lokal
12
26. Ust. Moh. Makki, S.Ag 26/10/1960 S1
Tarikh
12
27. Ust. Abdul Rochman, S.Pd.I 24/03/1979 S1
Fiqh-Ushul Fiqh
19
28. Ust. H. Zaenal Arifin Hamzawi 24/04/1959 S1
Nahwu-Sharaf
11
29.
Ust. H.M. Raffi Affani, S.Sos 20/10/1982 S1
Pendidikan
Kewarganegaraan
18
30. Ust. H. Umar Faruq 10/08/1981 S1
Hadits-Ilmu Hadist
15
31. Ust. Drs. Widianto 19/03/1966 S1
Matematika
5
32. Ust. Akhmad Mustolih, S.Pd. 24/06/1980 S1
Bahasa Indonesia
15
33. M. Zakky 01/03/1971 SLTA PPKN 18
34. Ust. M. Khoiri AM. S.Pd.I 25/07/1972
S1
Fiqh-Ushul Fiqh 24
35. Ust. Syahrulli Arif 22/09/1974 SLTA Fiqh-Ushul Fiqh 16
36. Ust. Izzi Rahman 21/10/1976 SLTA Fiqh-Ushul Fiqh 14
37. Ust. M. Hilman 21/04/1993 S1 PPKN 34
38. Ust. Syamsul Arifin 22/07/1991 S1
Fiqh-Ushul Fiqh
21
39. Ust. Ahmad Zahid 06/12/1979 S1
Bahasa Arab
35
40. Ust. Syukron Ma'mun 02/10/1985
SLTA
Tauhid
32
41. Ust. Irfan Prasetyo M, S. Sy. 09/01/1994
S1
Bahasa Arab 31
42. Ustz. Anti Hanifah Noer 21/09/1995 SLTA Bahasa Arab 18
43. Ustz. Siti Nurhasilah 15/11/1994 SLTA Bahasa Arab 26
44. Ust. Moh. Sholeh Faqih, M.Pd.I 10/05/1986
S2
Fiqh-Ushul Fiqh
30
45. Ustz. Nurul Aulia 18/09/1996 SLTA
Nahwu-Sharaf
15
46.
Ust. Ahmad Zarkasy 02/09/1993 SLTA
Pendidikan
Kewarganegaraan
18
47. Ust. Muhammad Rizky Alamsyah 01/08/1993
D1
Bahasa Arab 29
48. Ust. Imaduddin 02/05/1993 SLTA Bahasa Arab 23
49. Ust. Ibnu Aqil 02/09/1994 SLTA
Nahwu-Sharaf
25
50. Ust. Ahmad Mufid, S.Pd.I 29/01/1991 S1
Matematika
23
51. Ust. Abdur Rozak 02/02/1986 S1
Muatan Lokal
11
52. Ust. Muhammad Walid 08/05/1998
SLTA
Bahasa Arab 19
53. Ust. Samsul Arifin, S.Pd 23/10/1993
S1
Bahasa Arab 19
54. Ustz. Hana Kafiyah 01/10/1989 SLTA
Muatan Lokal
8
55. Ustz. Mutammimah 08/03/1996 SLTA
Bahasa Arab
16
56. Ustz. Susi Ernawati 30/10/1997 SLTA
Nahwu-Sharaf
19
57. Ustz Zulfa Yunita , S.Pd. 28/05/1991 S1 Muatan Lokal 10
58. Ustz. Ummu Hanik, S.Pd. 05/10/1992 S1 Muatan Lokal 11
59. Ust. H. Ahmad Baidlowi, Sag 26/02/1972 S1
Hadits-Ilmu Hadist
24
60. Ust. Rifky Pahlepy 10/05/1997
SLTA
Muatan Lokal 21
61. Ust. Rosmalaily, S.Pd 21/01/1979
S1
Muatan Lokal 14
62. Ust. Muhammad Ismail Habibi 01/07/1999 SLTA
Nahwu-Sharaf
16
63. Ust. Ghiyats Rizky Muhammad 12/04/1999 SLTA
Muatan Lokal
13
64. Ust. Faiz Hasbullah 26/02/1999 SLTA
Matematika
15
65. Ustz. Arini Al Ashlah 06/03/1999 SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh
24
66. Ustz. Lailatul Mubarokah 13/10/1999 SLTA
Al Qur'an
18
67. Ustz. Anggina Salsabela 06/10/1999 SLTA Bahasa Arab 19
68. Ustz. Syifa Oktaviani 19/10/1999 SLTA Bahasa Arab 19
69. Ustz. Shofinah 29/07/1999 SLTA Muatan Lokal 22
70. Ustz. Aslahah 19/09/1998 SLTA Muatan Lokal 19
71. Ust. M.Abdul Jabbar 12/05/1996 SLTA
Bahasa Arab
23
72. Ust. Abdul Rozaq 14/05/1988 SLTA Fiqh-Ushul Fiqh 18
73. Ust. M. Muhsin Solihin 23/02/1985 SLTA Fiqh-Ushul Fiqh 18
74. Ust. Amiruddin Bashori 4
75. Ust. Abdul Aziz Fathoni 13
76. Ust. Tata Takiyudin 02/07/1990
S1
Fiqh-Ushul Fiqh
21
77. Ust. Imam Busthomi 08/10/1999 SLTA 14
78. Muhammad Azhar Husaini 23/07/2000 SLTA 18
79. Ust. Adam Malik 07/01/1998 SLTA
Tauhid
17
80. Ust. Ahmad Syarifuddin 05/02/2000 SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh
20
81. Ust. MOH. Lisin 02/04/2000 SLTA
Tauhid
16
82. Ust. M. Noprizal 24/11/1996 SLTA
Akhlaq-Tasawuf
13
83. Ust. Baka Sagiri 11/11/1999 SLTA
Tauhid
16
84. Ust. Suhairu 24/11/2000 SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh
17
85. Ust. Aimar Fikri Haikal 15/06/2000 SLTA
Tarikh
17
86. Ust. Ahmad Muzaki SLTA
Bahasa Arab
16
87. Ust. Adzani Wildan SLTA
Akhlaq-Tasawuf
16
88. Ust. Nur Riyan Fhauzie SLTA
Tauhid
17
89. Ustz. Siti Rizqiyah SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh
11
90. Ustz. Dini Nur Khofifah 07/05/2000 SLTA
Tarikh
20
91. Ustz. Iis Anisah 22/05/2000 SLTA
Nahwu-Sharaf
15
92. Ustz. Tika Muzayanah 04/06/1999 SLTA
Hadits-Ilmu Hadist
15
93. Ustz. Haynun Natul Zuairiyah 01/01/2000 SLTA
Tauhid
17
94. Ustz. Libna Zulkarnain 20/10/2000 SLTA
Fiqh-Ushul Fiqh
19
95. Ustz. Embunt Muzdalifah 26/03/1999 SLTA Akhlaq-Tasawuf 16
96. Ustz. Ana Luthfiyah 07/04/2000 SLTA
Al Qur'an
15
97. Ustz. Ifadhah Deria Santi 10/09/1997 SLTA Tafsir-Ilmu Tafsir 15
98. Ustz. Silka Mawaddah SLTA
Hadits-Ilmu Hadist
15
99. Ustz. Nur Rizky Rahmah SLTA
Akhlaq-Tasawuf
15
Lampiran 3
Rekap Hasil Observasi
No Aspek yang Diamati Keadaan Keterangan
1. Lingkungan fisik pondok
pesantren
Baik Lingkungan fisik sudah cukup baik, dari
mulai luas tanah, bangunan, dan fasilitas
penunjang kegiatan pendidikan di
pondok pesantren.
2. Lingkungan sosial pondok
pesantren
Baik Lingkungan sosial juga dalam keadaan
yang cukup baik, pondok pesantren
berada di lingkungan kavling DKI.
3. Sarana dan Prasarana Baik Sarana dan Prasaran sudah baik dan
memadai, mulai dari ruang kelas, asrama,
masjid, kantin, toilet, aula, perpustakaan,
asrama guru, dan lapangan.
4. Penerapan Reward Kurang
Baik
Penerapan reward kepada santri kelas
XII belum cukup baik sebab para guru
yang bertanggung jawab untuk
mengawasi kelas XII kurang memahami
arti penting pemberian reward bagi
santri.
5. Penerapan Punishment Baik Penerapan punishment sudah berjalan
dengan baik, terlihat dari perhatian guru
pada peraturan yang berlaku dan sanksi
yang dibuat sebagai konsekuensi ketika
santri melanggar.
Lampiran 4
Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara dengan Wali Asuh
Penerapan Reward dan Punishment sebagai Srategi Pembinaan Disiplin
Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
1. Apakah tujuan memberikan reward dan punishment untuk meningkatkan
kedisiplinan santri kelas XII sudah berjalan dengan baik?
2. Apakah pemberian reward dan punishment sudah diberikan dengan rata dan
seimbang?
3. Menurut anda apa kelebihan pemberian reward dan punishment bagi santri?
4. Apakah terdapat hasil yang signifikan dari pemberian reward dan punishment
dalam mempengaruhi tingkat kedisiplinan santri kelas XII?
5. Apakah anda menyetujui hukuman badan/fisik (mencubit atau memukul dengan
rotan dan alat lainnya) sebagai upaya untuk mendisiplinkan santri kelas XII?
6. Apakah terdapat perbedaan perilaku santri setelah diberikan punishment menjadi
lebih taat atau lebih berani dalam melanggar?
7. Apakah terdapat perbedaan perilaku santri setelah diberikan reward menjadi lebih
taat atau selalu menuntut untuk diberikan reward dan baru mau berbuat baik?
8. Apa saja upaya-upaya anda dalam meningkatkan disiplin santri?
9. Apa saja jenis-jenis reward dan punishment yang anda berikan pada santri kelas
XII?
10. Apakah pemberian reward dan punishment dibedakan sesuai dengan pribadi
masing-masing santri?
11. Apa saja kendala yang anda hadapi dalam pelaksanaan reward dan punishment ?
12. Adakah alat pendidikan selain reward dan punishment yang anda rasa lebih
mampu meningkatkan disiplin santri kelas XII?
13. Apakah pernah ada wali murid yang protes sebab anaknya diberikan punishment
yang terlalu berat?
14. Apakah punishment terbesar yang pernah anda berikan pada santri?
15. Apakah reward terbesar yang pernah anda berikan pada santri?
16. Apakah dilakukan evaluasi rutin setiap bulannya untuk mengetahui statistik
kedisiplinan santri?
Pedoman Wawancara dengan Wali Kelas XII
Penerapan Reward dan Punishment sebagai Srategi Pembinaan Disiplin
Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
1. Apakah pemberian reward dan punishment mempengaruh kedisiplinan santri di
kelas?
2. Apakah menurut anda kelebihan dan kekurangan pemberian reward dan
punishment bagi santri?
3. Jenis reward dan punishment apa saja yang anda berikan untuk meningkatkan
kedisiplinan santri di kelas atau dalam belajar?
4. Apakah pernah ada santri yang tidak meneriman/melawan saat diberikan
punishment ?
5. Apa sajakah hukuman pedagogis menurut anda?
6. Apakah santri kelas XII masih dirasa perlu untuk diberikan reward dan
punishment, mengingat mereka sudah cukup dewasa dan mengerti mana perbuatan
yang baik dan buruk?
7. Apakah anda memberikan reward dan punishment secara seimbang atau ada yang
lebih diutamakan di antara keduanya?
8. Bagaimana anda dapat berlaku adil dalam pemberian reward dan punishment pada
santri kelas XII?
9. Apakah dengan nasihat saja sudah cukup untuk membuat anak berdisiplin dalam
belajar?
10. Adakah kendala yang anda hadapi dalam pemberian reward dan punishment
kepada santri?
Pedoman Wawancara dengan Kepala Sekolah
Penerapan Reward dan Punishment sebagai Srategi Pembinaan Disiplin
Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
1. Bagaimana anda memandang arti penting sebuah pemberian reward dan
punishment kepada santri ?
2. Apakah terdapat kelebihan dan kekurangan pemberian reward dan punishment
pada santri?
3. Apa sekolah membenarkan para guru memberikan hukuman fisik? Dan apa
konsekuensinya jika hal itu dilakukan guru?
4. Siapa sajakah yang berhak memberikan hukuman kepada santri?
5. Menurut anda, apakah pemberian reward dan punishment adalah satu-satunya alat
6. Apakah guru yang memberikan punishment secara berlebihan kepada santrinya
akan ditegur atau diberi kebijakan lainnya?
7. Bagaimana jika ada wali murid yang tidak setuju dan memprotes atas pemberian
8. Apakah sekolah melakukan evaluasi kepada para guru dalam hal kedisplinan di
kelas dan keseharian santri?
Pedoman Wawancara dengan Santri Kelas XII
Penerapan Reward dan Punishment sebagai Srategi Pembinaan Disiplin
Santri Kelas XII di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
1. Apakah kamu pernah mendapat reward dan punishment dari para guru?
2. Dalam pelanggaran apa saja biasanya guru memberikan punishment kepada santrinya?
3. Apakah menurutmu guru sudah memberikan reward dan punishment secara
seimbang?
4. Apakah kamu merasa guru pilih kasih dalam pemberian reward dan punishment ?
5. Apa saja upaya-upaya guru dalam menegakan disiplin pada santrinya?
6. Pernahkan kamu merasa guru terlalu berlebihan dalam memberikan punishment pada
santri yang melanggar peraturan?
7. Apa saja jenis reward yang pernah diberikan guru kepada santri yang berbuat baik?
8. Apakah kamu pernah merasakan hukuman fisik dari guru?
9. Menurutmu, apa santri memang baru bisa berdisiplin hanya saat setelah diberikan
hukuman terlebih dahulu?
Lampiran 5
Transkip Hasil Wawancara Wali Asuh
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Ustadzah Zulfa Yunita
Jabatan : Wali Asuh Kelas XII
Waktu : 01 Agustus 2019
Tempat : Asrama Guru
1. Apakah tujuan memberikan reward dan punishment untuk meningkatkan kedisiplinan
santri kelas XII sudah berjalan dengan baik?
Jawab: Kalau untuk reward belum berjalan dengan baik, tapi kalau punishment sudah
berjalan dengan sangat baik. Tetapi dengan ini guru juga sadar dan menjadi
teguran juga bagi diri guru yang kurang peduli pada santri yang telah taat.
Bisa menjadi bahan evaluasi juga
2. Apakah pemberian reward dan punishment sudah diberikan dengan rata dan seimbang?
Jawab: Belum diberikan secara seimbang karena fokusnya hanya pada pemberian
punishment saja.
3. Menurut anda apa kelebihan pemberian reward dan punishment bagi santri?
Jawab: Kelebihan punishment agar pelanggaran itu tidak terjadi pada anak yang lain.
Bisa menjadi kaca perbandingan juga untuk anak lain yang tidak melanggar.
Kelebihan dari punishment juga memberikan dampak anak lain menjadi takut
untuk melanggar karena takut dihukum seperti temannya.
4. Apakah terdapat hasil yang signifikan dari pemberian reward dan punishment dalam
mempengaruhi tingkat kedisiplinan santri kelas XII?
Jawab: Terdapat hasil yang signifikan. Sebelum tahun ajaran awal dimulai, semua
anak kelas akhir diberikan surat perjanjian yang ditandatangani oleh mereka.
Dalam surat perjanjian itu mereka menyetujui beberapa pelanggar yang tidak
boleh dilanggar dan hukumannya bila pelanggaran itu dilakukan. Surat
perjanjian ditandatangni langsung oleh siswa dan orangtuanya.
Pemberian punishment selama ini berpengaruh dengan tingkat kedisiplinan
santri. Tetapi lebih kepada pemberian punishment yang bentuknya dapat
dilihat oleh santri lain, seperti ketika ada santri yang membawa nasi ke kamar,
hukumannya mereka disuruh untuk makan di depan rumah pimpinan.
Punishment diberikan sesuai bentuk pelanggaran yang mereka langgar.
Semisal lagi mereka tidak jamaah, maka hukumannya disuruh untuk sholat di
depan masjid. Tetapi kalau seandainya hukumannya disuruh bersih-bersih
tidak terlalu membuat kaca perbandingan bagi santri yang lain. Atau seperti
menulis istighfar yang banyak. Tidak pengaruh pada santri lain.
5. Apakah anda menyetujui hukuman badan/fisik (mencubit atau memukul dengan rotan
dan alat lainnya) sebagai upaya untuk mendisiplinkan santri kelas XII?
Jawab: Tidak setuju, karena santri kelas akhir ini adalah santri yang sudah cukup besar
yang bila dikasih tau saja atau ditegur sudah cukup mengerti. Santri lebih takut
jika namanya dicatat dari pada hukuman cubit. Sekarang tidak ada lagi
hukuman cubit atau fisik.
6. Apakah terdapat perbedaan perilaku santri setelah diberikan punishment menjadi lebih
taat atau lebih berani dalam melanggar?
Jawab: Ada santri yang setelah diberikan punishment menjadi lebih taat tetapi ada juga
yang justru semakin berani. Tetapi kebanyakan mereka menjadi lebih taat
setelah diberikan punishment.
7. Apa saja upaya-upaya anda dalam meningkatkan disiplin santri?
Jawab: Upaya agar santri mau berdisiplin seperti membuat surat perjanjian di awal
tahun ajaran masuk, agar santri lebih berfikir lagi saat ingin melanggar. Yang
kedua, untuk meningkatkan kedisiplinan santri, harus dimulai dulu dari pribadi
gurunya. Semisal, agar santri tidak ada yang telat jamaah, maka guru juga
harus ikut membangunkan santri saat subuh.
8. Apa saja jenis-jenis reward dan punishment yang anda berikan pada santri kelas XII?
Jawab: Jenis reward yang diberikan, misalnya, anak yang taat datang ke pondok setelh
izin pulang, maka ketika nanti mereka ingin izin lagi akan dimudahkan. Tetapi
yang terlambat, akan dicabut perizinannya. Jenis dari punishment sesuai dengan
pelanggarannya. Bila pelanggaran kecil, contoh: tidak memakai atribut sekolah,
maka santri disuruh beli atribut yang mereka tidak punya itu, dan hukumannnya
disuruh bersih-bersih. Pelanggaran kecil hukumannya biasanya bersih-bersih
atau hafalan.
9. Apakah pemberian reward dan punishment dibedakan sesuai dengan pribadi masing-
masing santri?
Jawab: Punishment tidak diberikan berbeda setiap anak karena tidak ada punishment
yang berupa fisik. Semua pelanggaran dan hukuman sesuai prosedur yang
telah ditetapkan di awal tahun ajaran.
10. Apa saja kendala yang anda hadapi dalam pelaksanaan reward dan punishment ?
Jawab: Kendala yang paling sering dihadapi saat pemberian punishment adalah santri
yang akan dihukum lama datang jika dipanggil.
11. Apakah pernah ada wali murid yang protes sebab anaknya diberikan punishment yang
terlalu berat?
Jawab: Belum ada wali murid yang protes. Karena setelah dilakukan evaluasi tahun
lalu tentang pemberian hukuman pada santri, disepakati bahwa hukuman cubit
dihapus, sebeb sebelumnya ada wali murid anaknya diberikan hukuman cubit.
12. Apakah punishment terbesar yang pernah anda berikan pada santri?
Jawab: Punishment terbesar adalah dikeluarkan dari pondok. Tetapi sampai saat ini
belum ada lagi santri yang diusir atau dikeluarkan dari pondok karena suatu
pelanggaran. Hukuman terberat adalah surat perjanjian atau ikrar, yakni bila
mereka melanggar lagi maka akan diusir dari pondok.
13. Apakah dilakukan evaluasi rutin setiap bulannya untuk mengetahui statistik
kedisiplinan santri?
Jawab: Setiap minggu wali asuh mengumpulkan anak-anak, untuk diadakan evaluasi
tentang pelanggaran apa saja yang telah mereka perbuat selama seminggu ini.
Dan sekaligus pemberian motivasi dan dorongan juga untuk anak-anak agar
menaati dan mengikuti peraturan pondok yang berlaku dengan tertib dan
berdisiplin.
Lampiran 6
Transkip Hasil Wawancara Wali Kelas XII
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Ustad Salman AlFarisi, SP.d,I
Jabatan : Wali Kelas XII
Waktu : 01 Agustus 2019
Tempat : Kantor Sekolah
1. Apakah pemberian reward dan punishment mempengaruh kedisiplinan santri di kelas?
Jawab: Ya, pemberian reward dan punishment mempengaruhi kedisiplinan santri di
kelas.
2. Apakah menurut anda kelebihan dan kekurangan pemberian reward dan punishment
bagi santri?
Jawab: Kelebihan: meningkatkan semangat belajar santri, membiasakan santri hidup
berdisiplin, menumbuhkan jiwa persaingan di dalam belajar dan berdisiplin.
Kekurangan: Dapat menumbuhkan sifat egois, dapat menumbuhkan rasa iri,
dapat menumbuhkan rasa keterpaksaan di dalam belajar dan berdisiplin bukan
timbul karena kesadaran dan tanggung jawab.
3. Jenis reward dan punishment apa saja yang anda berikan untuk meningkatkan
kedisiplinan santri di kelas atau dalam belajar?
Jawab: Reward: memberikan nilai-nilai harian yang dapat menambah nilai-nilai
semesteran atau kelulusan. Punishment: tergantung jenis
kesalahannya/pelanggarannya, seperti tidak hafal pelajaran didirikan di depan
kelas sambil menghapal, tidak mengergerjakan PR disuruh keluar kelas sambil
menyelesaikan PR.
4. Apakah pernah ada santri yang tidak meneriman/melawan saat diberikan punishment ?
Jawab: Tidak ada.
5. Apa sajakah hukuman pedagogis menurut anda?
Jawab: Hukuman pedagogis diantaranya: berdiri di depan kelas, menghafal pelajaran-
pelajaran tertentu seperti: Nusus Adabiyah, Mutholaah, Hadist, Tafsir dan Al-
quran.
6. Apakah santri kelas XII masih dirasa perlu untuk diberikan reward dan punishment,
mengingat mereka sudah cukup dewasa dan mengerti mana perbuatan yang baik dan
buruk?
Jawab: Masih, karena manusia itu khilaf dan mengikuti nafsunya.
7. Apakah anda memberikan reward dan punishment secara seimbang atau ada yang lebih
diutamakan di antara keduanya?
Jawab: Seimbang, santri yang taat dan berdisiplin akan diberikan reward sedangkan
santri yang tidak taat dan tidak berdisiplin diberikan punishment.
8. Bagaimana anda dapat berlaku adil dalam pemberian reward dan punishment pada
santri kelas XII?
Jawab: Tegas dan tidak pilih kasih.
9. Apakah dengan nasihat saja sudah cukup untuk membuat anak berdisiplin dalam
belajar?
Jawab: Tidak cukup.
10. Adakah kendala yang anda hadapi dalam pemberian reward dan punishment kepada
santri?
Jawab: Tidak ada, karena semua yang dilakukan didasari oleh keikhlasan untuk
membentuk santri yang berpengetahuan dan berakhlak yang mulia.
Lampiran 7
Transkip Hasil Wawancara Kepala Sekolah
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Ustad Ahmad Qosim Susilo, M.Pd
Jabatan : Kepala Sekolah
Waktu : 25 Juli 2019
Tempat : Kantor Sekolah
1. Bagaimana anda memandang arti penting sebuah pemberian reward dan punishment
kepada santri ?
Jawab: Pemberian reward dan punishment sangat penting karena dengan adanya itu
bisa mendorong anak untuk semangat belajar. Pemberian reward biasanya
diberikan diakhir masa tahun ajaran. Adanya punishment untuk memberikan
rasa jera kepada anak dalam masalah pelanggaran agar ia mengurangi
pelanggarannya.
2. Apakah terdapat kelebihan dan kekurangan pemberian reward dan punishment pada
santri?
Jawab: Kekurangan punishment adalah yang kelewatan batas. Hukuman yang tidak
sesuai dengan kondisi anak. Seperti contoh anak yg fisiknya lemah, diberikan
hukuman yang berupa fisik. Musalnya anak putri disuruh push up, maka tidak
baik untuk tubuhnya. Dihukum berdiri yang lama. Lebih baik disuruh duduk
dan sambil menghafal. Kecuali jika disuruh berdiri sambil membaca atau
menghafal pelajaran. Kekurangan reward adalah di hati anak akan tumbuh
perasaan bangga (i’jabun nafsi). Kelebihan reward mendorong anak untuk
berprestasi.
3. Apa sekolah membenarkan para guru memberikan hukuman fisik? Dan apa
konsekuensinya jika hal itu dilakukan guru?
Jawab: Hukuman fisik boleh tapi harus disesuaikan dengan kondisi anak. Seperti
berdiri. Kalau ketahuan akan ditegor. Biasanya yang memberikan hukuman
fisik berat adalah pengurus bukan guru.
4. Siapa sajakah yang berhak memberikan hukuman kepada santri?
Jawab: Semua guru punya wewenang untuk menghukum anak.
5. Menurut anda, apakah pemberian reward dan punishment adalah satu-satunya alat
pendidikan yang ampuh untuk meningkatkan disiplin santri?
Jawab: Tidak satu-satunya. Selain itu ada memberikan kesadaran, nasihat, perhatian.
Juga penting memberikan pendekatan, khusunya wali kelas dan wali asuh.
Setiap malam mengontrol anak. Mengajak ngobrol anak dari hati ke hati.
Pendekatan secara personal. Contoh: membangkitkan semangat belajar anak
dengan cara mengajak bicara anak. Semisal anak itu pekerjaan orangtuannya
buruh. Diberikanlah nasihat anak kepada anak itu ketika dia malas belajar
“kalau kamu malas belajar di pondok, akan semakin memberatkan kehidupan
orang tuamu. Tapi kalau kamu pintar dan rajin belajar. Kamu tidak harus
menjadi buruh lagi. Dengan pengetahuan kamu bisa punya kehidupan yang
lebih baik dari orang tuamu sekarang. Kamu bisa mengajar, menjadi
pembimbing
6. Apakah guru yang memberikan punishment secara berlebihan kepada santrinya akan
ditegur atau diberi kebijakan lainnya?
Jawab: Mesti ditegur. Ditanya dulu, klarifikasi ke gurunya. Kenapa bisa anak ini
diberikan punishment. Cari dulu kebenarannya. Apakah benar guru itu benar-
benar melakukan punishment yang berlebihan dan apa sebabnya. Klarifikasi
ke dua belah pihak.
7. Bagaimana jika ada wali murid yang tidak setuju dan memprotes atas pemberian
hukuman kepada anaknya? Pengertian apa yang bisa diberikan sekolah?
Jawab: Kalau ada wali murid yang tidak setuju maka diberi dulu pengertian kepada
wali murid. Dikasih tau ke wali murid. Pondok ini mendidik bukan hanya satu
orang, tapi juga banyak orang. Pondok tidak bisa mengistimewakan satu anak
karena dia melanggar. Tetapi secara umum tidak ada wali murid yang protes.
8. Apakah sekolah melakukan evaluasi kepada para guru dalam hal kedisplinan di kelas
dan keseharian santri?
Jawab: Evaluasi dilakukan setelah semesteran. Ditanyakan kepada wali kelasnya,
kenapa kelas ini kok banyak melanggarnya, mengapa nilainya kecil-kecil
begitu.
Lampiran 8
Transkip Hasil Wawancara Santri 1
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Muhafanatul Hasanah
Kelas : XII A
Waktu : 21 Juni 2019
Tempat : Halaman Asrama Putri
1. Apakah kamu pernah mendapat reward dan punishment dari para guru?
Jawab: Saya pernah mendapat hukuman karna tidak sholat berjamaah, tetapi itu
dihukumnya rame-rame, karena yang tidak jamaah juga rame-rame. Pernah
juga belajar di kolam belakang pondok (tempat terlarang bagi santri putri),
terus saya belajarnya sambil tidur-tiduran di pinggir kolamnya, setelah itu
saya mendapat hukuman dari 3 Ustadzah. Yang pertama, saya dihukum
membersihkan kantor sekolah mulai dari cuci piring, mengepel, dan
membuang sampah. Yang kedua, saya disuruh mencuci piring kotor guru
asrama yang lumayan banyak. Yang ketiga, saya dihukum setiap sore selama
seminggu harus datang ke kamar Ustadzah untuk mendapat hukuman
berganti-gantian, tetapi paling sering adalah disuruh membuang sampah.
Kalau untuk reward, tidak pernah diberikan oleh para guru.
2. Dalam pelanggaran apa saja biasanya guru memberikan punishment kepada santrinya?
Jawab: Biasanya karena tidak ikut sholat berjamaah dan itu termasuk hukuman berat.
Sering juga diberi hukuman karena tidak memakai baju seragam olahraga saat
olahraga dan malah memakai kaos biasa.
3. Apakah menurutmu guru sudah memberikan reward dan punishment secara
seimbang?
Jawab: sebenarnya tidak seimbang, karena seringnya diberikan hukuman terus tanpa
diberi reward.
4. Apakah kamu merasa guru pilih kasih dalam pemberian reward dan punishment ?
Jawab: Menurut saya agak pilih kasih, tetapi pilih kasihnya terhadap kelas XI.
Biasanya Ustadzah yang menghukum kelas XI tidak pernah keliatan, padahal
bila kelas XII saja ada yang tidak sholat berjamaah malah seakan dibesar-
besarkan.
5. Apa saja upaya-upaya guru dalam menegakan disiplin pada santrinya?
Jawab: Biasanya upayanya adalah ustdzahnya mencontohkan yang baik.
6. Pernahkan kamu merasa guru terlalu berlebihan dalam memberikan punishment pada
santri yang melanggar peraturan?
Jawab: Iya saya pernah merasa bahwa guru berlebihan, contohnya waktu saya
dihukum belajar di kolam belakang pondok, hal itu berlebihan karena
langsung dihukumnya oleh 3 ustadzah.
7. Apa saja jenis reward yang pernah diberikan guru kepada santri yang berbuat baik?
Jawab: Kalau diberi reward di kelas saya pernah merasakan, saat saya dan teman-
teman sedang dalam fase jenuh di pondok, wali kelas kami mengajak kami
jalan-jalan ke Setu Babakan dan mentraktir makan.
8. Apakah kamu pernah merasakan hukuman fisik dari guru?
Jawab: Tidak pernah.
9. Menurutmu, apa santri memang baru bisa berdisiplin hanya saat setelah diberikan
hukuman terlebih dahulu?
Jawab: Iya, sepertinya santri harus diberikan hukuman dulu baru bisa disiplin.
Transkip Hasil Wawancara Santri 2
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Selly Puspita Sari
Kelas : XII A
Waktu : 21 Juni 2019
Tempat : Halaman Asrama Putri
1. Apakah kamu pernah mendapat reward dan punishment dari para guru?
Jawab: Saya pernah mendapat hukuman karena tidak sholat berjamaah maghrib,
padahal saat itu saya sedang puasa dan tidak mencatat ke Ustadzah, saya
jadi tidak ikut berjamaah. Tetapi tetap kena hukuman dan saat itu juga
diberikan hukumanya rame-rame, karena yang tidak berjamaah juga rame-
rame. Hukumannya adalah disiram dengan ember satu-persatu. Hukuman
kedua yang pernah saya terima adalah karena saya belajar di masjid saat
belajar malam, padahal saat itu sedang hujan deras, saya kira tidak akan
Ustadzah yang akan mengontrol, ternyata ada ustdzah yang mengontrol,
maka saya dihukum membersihkan kantor sekolah saat masa ujian. Kalau
untuk reward pernah sekali wali asuh mengajak makan-makan bareng
karena disiplin kita meningkat, tapi besoknya melanggar lagi.
2. Dalam pelanggaran apa saja biasanya guru memberikan punishment kepada santrinya?
Jawab: Biasanya kalau tidak berjamaah paling sering diberikan hukuman
3. Apakah menurutmu guru sudah memberikan reward dan punishment secara
seimbang?
Jawab: Tidak memberikan secara seimbang, tapi kalau dipikir-pikir memang kitanya
yang seringnya melanggar terus makanya diberikan hukuman.
4. Apa saja upaya-upaya guru dalam menegakan disiplin pada santrinya?
Jawab: Biasanya ustadzah mengetatkan peraturan misalnya kita kan tidak disiplinnya
seringnya dalam hal sholat berjamaah, maka ustadzah membuat peraturan
baru bahwa yang tidak ikut sholat berjamaah maka tidak boleh izin
pulang/keluar.
5. Pernahkan kamu merasa guru terlalu berlebihan dalam memberikan punishment pada
santri yang melanggar peraturan?
Jawab: Kalau saya tidak pernah merasa guru berlebihan dalam memberika hukuman.
6. Apa saja jenis reward yang pernah diberikan guru kepada santri yang berbuat baik?
Jawab: Pernah kami diajak jalan-jalan oleh wali kelas kami.
7. Apakah kamu pernah merasakan hukuman fisik dari guru?
Jawab: Tidak Pernah.
8. Menurutmu, apa santri memang baru bisa berdisiplin hanya saat setelah diberikan
hukuman terlebih dahulu?
Jawab: Santri memang sepertinya harus diberikan hukuman dulu baru mau
berdisiplin.
Lampiran 9
Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
PE
NG
AS
UH
KH
. Syukro
n M
a’mun
WA
KIL
PE
NG
AS
UH
KH
. Ahm
ad Z
ainal R
idho
WA
KIL
PE
NG
AS
UH
KH
. Ahm
ad Z
ainal R
idho
WA
KIL
PE
NG
AS
UH
KH
. Ahm
ad Z
ainal R
idho
WA
KIL
PE
NG
AS
UH
KH
. Ahm
ad Z
ainal R
idho
KE
PA
LA
PE
NG
AS
UH
AN
KE
PA
LA
TU
KE
PA
LA
KU
RIK
UL
UM
KE
PA
LA
AD
MIN
IST
RA
SI
KE
PA
LA
HU
MA
S
KORDINATOR
UMUM
STAF TU
1
KORDINATOR
IP3DR
KORDINATOR
IP4DR
WAKIL
HUMAS
STAF TU
2
KURIKULUM
UMUM
KURIKULUM
AGAMA
BENDAHARA
DAPUR
ASRAMA
Lampiran 10
Program Kerja Ketua Pelajar Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta
Visi : Menjadikan pelajar pondok pesantren Daarul Rahman menjadi lebih baik lagi dan
memiliki akhlaqul karimah yang berpendidikan
Misi: Dengan mempertegas pelajar Pondok Pesantren Daarul Rahman dan memfokuskan
dengan peraturan yang telah ditentukan.
PROGRAM KETUA PELAJAR :
1. Mengadakan evaluasi pengurus selama 1 bulan sekali.
2. Mengadakan evaluasi bulanan masing-masing satu bulan sekali.
3. Menciptakan kerja sama dalam kepengurusan.
4. Membentuk dan mengangkat pengurus konsulat.
5. Mengadakan rapat pengurus konsulat dan IP4DR apabila dianggap perlu.
6. Mewajibkan kelas 5 dan kelas 6 untuk mendaftarkan diri ketika haid dan melaporkan
ketika suci.
7. Berkonsultasi antara coordinator IP4DR dan majelis guru.
8. Mewajibkan kepada seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengikuti pengabsenan
mingguan.
9. Membentuk kepanitian ketika hari besar.
10. Mengadakan resufle pengurus setiap 3 bulan sekali.
11. Mengatur kelas 5 dan 6 sesuai peraturan.
12. Mewajibkan kepada seluruh kelas 5 dan 6 untuk melipat kerudung.
13. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memakai almamater pada waktu-
waktu penyidangan dan pada waktu yang telah ditentukan.
14. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengikuti konsulat setiap 1 bulan
sekali.
15. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memkai baju muslimah setiap hari
Minggu.
16. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk membaca Asmaul-Husna sebelum
jam pelajaran dimulai.
17. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memakai kaos dalam lagging dan
bandana pada waktu sekolah dan upacara.
18. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk izin terlebih dahulu apabila hendak
izin pulang dan izin harian.
19. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memiliki kartu izin harian.
20. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengikuti PBB.
21. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk membayar iuran IP4DR. Kelas 5:
Rp. 25.000 dan kelas 6: Rp. 20.000
22. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengikuti olahraga mingguan
dengan berpakaian muslimah.
23. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memakai sepatu pantopel pada saat
upacara.
24. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengikuti tanzil umum setiap 2
Minggu sekali.
25. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengadministrasikan jika izin
keluar : Rp. 2000 dan izin pulang: Rp. 5000
26. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memakai bross jika keluar kamar.
27. Menindak pelajar kelas 5 dan 6 jika melanggar kedisiplinan pondok.
28. Menghadiri undangan dari dalam ataupun dalam pondok.
29. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mandi tepat waktu.
30. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk mengancingkan pakaian.
31. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk ta’zim kepada wali santri, ustad dan
ustadzah.
32. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk tidak membeli pada waktu yang
telah diharamkan (waktu jam sekolah berlangsung).
33. Menindak kelas 5 dan 6 yang berkoresponden dengan lawan jenis.
34. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk menaruh sandal dengan tertib.
35. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memakai sandal pada tempatnya.
36. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk makan di tempat yang telah
disediakan.
37. Diwajibkan kepada kelas 5 dan 6 untuk sholat berjamaah tepat waktu, yakni:
Subuh: paling telah azan
Ashar: 15:00
Maghrib: 17:30
Isya: paling telat azan
38. Menindak kelas 5 dan 6 yang mengambil makanan menggunakan plastic, kertas nasi, dan
lain-lain.
39. Menindak kelas 5 dan 6 yang membuka kerudung dan rok saat mencuci dan mengantri di
kamar mandi.
40. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk membuang sampah pada
tempatnya.
41. Menindak kelas 5 dan 6 yang membuang air di tangga.
42. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk kanisah (piket) kamar pada waktu
yang telah ditentukan.
43. Menindak kelas 5 dan 6 yang pura-pura haid dan pura-pura sakit.
44. Mengesahkan dan menandatangani keluar masuknya dari setiap bagian.
45. Memeriksa perlengkapan kelas 5 dan 6 pada saat sekolah dan upacara.
46. Mengadakan penyidangan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 pada malam Selasa dan
Rabu sampai jam 21:00 WIB.
47. Masuk sekolah paling lambat jam 07:00 WIB.
48. Bagi yang terlambat jamaah pada waktu azan akan mendapatkan sanksi.
49. Keluar komplek izin harian harus izin terlebih dahulu.
50. Sehabis pulang dan keluar komplek wajib melapor pada hari itu juga.
51. Meeting wajib izin terlebih dahulu pada hari Rabu apabila memiliki saudara kandung di
santri putra.
52. Mewajibkan izin terlebih dahulu bagi setiap pengurus putri jika ingin berkonsultasi
dengan pengurus putra.
53. Mewajibkan seluruh santri kelas dan 6 untuk mengikuti PBB pada pagi hari.
54. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk memakai celana panjang saat tidur
di amlam hari.
55. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk tidur pada pukul 23:00 WIB.
56. Memberi sanksi kepada kelas 5 dan 6 yang mewarnai rambut.
57. Memberi sanksi kepada kelas 5 dan 6 apabila duduk/makan/ belajar di saung belakang.
58. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk menitipkan uang jajan pada wali
kelas dan wali asuh.
59. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk menjaga dan mnutup aurat.
60. Menindak santri kelas 5 dan 6 yang memakai aksesoris (gelang, kalung, cinci)
61. Menindak kelas 5 dan 6 yang menitipkan barang elektronik kepada tetangga/tukang
laundry.
62. Menindak santri pelajar kelas 5 dan 6 yang menginap di rumah warga.
63. Menindak kelas 5 dan 6 yang memesan makanan via online (Go Food).
64. Menindak kepada kelas 5 dan 6 yang membuka aurat pada tempat yang diharamkan.
65. Member sanksi kepada kelas 5 dan 6 yang mengajak teman keluar pondok pada saat
dijenguk.
66. Member sanksi pada pelajar kelas 5 dan 6 yang membuat kegaduhan.
67. Mewajibkan bagi seluruh pelajar kelas 5 dan 6 untuk izin terlebih dahulu apabila ingin
konsultasi dan meeting dengan saudara kandung.
68. Member sanksi kepada seluruh pelajar kelas 5 dan 6 yang mengangkat rok tinggi-tinggi.
69. Member sanksi kepada seluruh kelas 5 dan 6 yang mneggunakan mp3 dan music box
pada waktu yang diharamkan.
Lampiran 11
Surat Perjanjian Tertulis Santri
Lampiran 12
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 13
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 14
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 15
Lembar Uji Referensi
Lampiran 16
Kegiatan Pembinaan Disiplin Santri
Lampiran 17
Hasil Dokumentasi
cxi
Lampiran 18
Biodata Penulis
Virna Mutiara Wahyu, lahir di Jakarta 15 November
1996. Anak pertama dari 3 bersaudara dari
pasangan Bapak Yuyu Wahyudin dan Ibu Yatmi
Maghfirah. Email penulis yaitu
[email protected]. Penulis menempuh
pendidikan dasar di SDN 03 Pengasinan, kemudian
melanjutkan Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok
Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Saat ini penulis
merupakan mahasiswi di Jurusan Manajemen
Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015-2019 dan
lulus dengan menyandang gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd). Minat dan kecintaan penulis pada dunia
sastra membuat ia mengikuti berbagai perlombaan
menulis tingkat nasional dan puisinya pernah masuk
sebagai kontributor dalam Festival Seni Multatuli
yang diselenggarakan oleh pemerintah kota Banten.
Berbekal keyakinan, semangat, dan doa serta dukungan dari berbagai pihak, Alhamdulliah
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga ke depannya penulis dapat menjadi pribadi
yang lebih baik dan berkembang lagi baik dari segi intelektual, sosial maupun spritualnya.