pp 164. bullous pemphigoid presented as eosinophilic spongiosis - adharia

6
Pemfigoid Pemfigoid Pemfigoid Pemfigoid Bul ul ul ulosa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilik osa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilik osa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilik osa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilik Kusminiarty, Adharia, Alwi Mappiasse, Rosmini Marola, Faridha S Ilyas, Andiati Silviana Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK Universitas Hasanuddin/RS Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar Latar belakang Pemfigoid bulosa (PB) merupakan penyakit kulit vesiko-bulosa autoimun. Gambaran histopatologi utama berupa bula subepidermal dengan inflamasi dermis yang bervariasi tetapi sekitar 23 % pasien PB memilki gambaran histopatologi yang tidak jelas Spongiosis eosinofilik adalah gambaran histologi yang ditandai adanya eksositosis eosinofil yang dapat dijumpai pada PB, meskipun jarang. Kasus Seorang wanita, 51 tahun mengalami lepuh berupa vesikel berdinding tegang di punggung dua hari sebelumnya yang terasa gatal. Mousy odor tidak dijumpai pada pasien ini. Tidak terdapat keterlibatan mukosa, tanda Nikolsky negatif. Hasil biopsi mendukung adanya pemfigoid bulosa berupa spongiosis eosinofilik. Perjalanan penyakit, gambaran klinik, tanda Nikolsky yang negatif, dan respon terhadap pengobatan PB menunjang penegakan diagnosis PB. Diskusi Pada pemfigoid bulosa(PB) terdapat suatu fase awal berupa fase non bullosa yang bermanifestasi sebagai urtika, papul atau eksematosa yang gatal. Hampir 25% biopsi pasien PB menunjukkan spongiosis eosinofilik. Spongiosis eosinofilik merupakan gambaran yang tidak umum pada fase urtika dan plak eritem .Spongiosis eosinofilik dapat ditemukan pada beberapa penyakit kulit sehingga diagnosis tetap berdasarkan relevansi klinis. Kata kunci: Pemfigoid bulosa, spongiosis eosinofilik Bullous Pemphigoid presented as Eosinophilic Spongiosis Bullous Pemphigoid presented as Eosinophilic Spongiosis Bullous Pemphigoid presented as Eosinophilic Spongiosis Bullous Pemphigoid presented as Eosinophilic Spongiosis Kusminiarty, Adharia, Alwi Mappiasse ,Rosmini Marola, Faridha S Ilyas, Andiati Silviana Department of Dermato-venereology, Faculty of Medicine, Hasanuddin University/ Dr Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar Background Bullous pemphigoid (BP) is a vesicobullous autoimmune disease.The major pathology feature is a sub epidermal blister with variable degrees of dermal inflammation, but in 23 % BP patient have unclear histopathological pattern. Eosinophilic spongiosis is a histological pattern associated with the eosinophils exocytosis, although very rare form in BP. Case A 51-year-old woman presented a tense blistering skin on the trunk two days ago. There was no mucosal involvement, negative Nikolsky sign and no mousy odour. The result of biopsy supporting bullous pemphigoid in whom showed eosinofilic spongiosis. The course of the disease, clinical appearance, negative Nikolsky sign, and patient’s response to BP therapeutic regimen had to be analyzed during developing diagnosis as BP. Discussion In Bullous pemphigoid (BP), there is a non-bullous phase in its clinical course manifest as multiple wheals, papular or eczematous itchy lesions before such blisters were developed. Approximately one quarter of BP biopsy demonstrate eosinophilic spongiosis. It is an uncommon finding in the urticarial stage of bullous pemphigoid and in erythematous patches. Eosinophilic spongiosis can be found in wide variety skin disorders and to diagnose BP based on clinical corelation. Keywords: Bullous pemphigoid, eosinophilic spongiosis

Upload: ochabianconeri

Post on 01-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kulit

TRANSCRIPT

Page 1: PP 164. Bullous Pemphigoid Presented as Eosinophilic Spongiosis - Adharia

PemfigoidPemfigoidPemfigoidPemfigoid BBBBululululosa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilikosa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilikosa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilikosa yang memberi gambaran Spongiosis Eosinofilik

Kusminiarty, Adharia, Alwi Mappiasse, Rosmini Marola, Faridha S Ilyas, Andiati Silviana

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK Universitas Hasanuddin/RS Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Latar belakang Pemfigoid bulosa (PB) merupakan penyakit kulit vesiko-bulosa autoimun. Gambaran histopatologi utama berupa bula subepidermal dengan inflamasi dermis yang bervariasi tetapi sekitar 23 % pasien PB memilki gambaran histopatologi yang tidak jelas Spongiosis eosinofilik adalah gambaran histologi yang ditandai adanya eksositosis eosinofil yang dapat dijumpai pada PB, meskipun jarang. Kasus Seorang wanita, 51 tahun mengalami lepuh berupa vesikel berdinding tegang di punggung dua hari sebelumnya yang terasa gatal. Mousy odor tidak dijumpai pada pasien ini. Tidak terdapat keterlibatan mukosa, tanda Nikolsky negatif. Hasil biopsi mendukung adanya pemfigoid bulosa berupa spongiosis eosinofilik. Perjalanan penyakit, gambaran klinik, tanda Nikolsky yang negatif, dan respon terhadap pengobatan PB menunjang penegakan diagnosis PB. Diskusi Pada pemfigoid bulosa(PB) terdapat suatu fase awal berupa fase non bullosa yang bermanifestasi sebagai urtika, papul atau eksematosa yang gatal. Hampir 25% biopsi pasien PB menunjukkan spongiosis eosinofilik. Spongiosis eosinofilik merupakan gambaran yang tidak umum pada fase urtika dan plak eritem .Spongiosis eosinofilik dapat ditemukan pada beberapa penyakit kulit sehingga diagnosis tetap berdasarkan relevansi klinis. Kata kunci: Pemfigoid bulosa, spongiosis eosinofilik

Bullous Pemphigoid presented as Eosinophilic SpongiosisBullous Pemphigoid presented as Eosinophilic SpongiosisBullous Pemphigoid presented as Eosinophilic SpongiosisBullous Pemphigoid presented as Eosinophilic Spongiosis

Kusminiarty, Adharia, Alwi Mappiasse ,Rosmini Marola, Faridha S Ilyas, Andiati Silviana

Department of Dermato-venereology, Faculty of Medicine, Hasanuddin University/ Dr Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar

Background Bullous pemphigoid (BP) is a vesicobullous autoimmune disease.The major pathology feature is a sub epidermal blister with variable degrees of dermal inflammation, but in 23 % BP patient have unclear histopathological pattern. Eosinophilic spongiosis is a histological pattern associated with the eosinophils exocytosis, although very rare form in BP. Case A 51-year-old woman presented a tense blistering skin on the trunk two days ago. There was no mucosal involvement, negative Nikolsky sign and no mousy odour. The result of biopsy supporting bullous pemphigoid in whom showed eosinofilic spongiosis. The course of the disease, clinical appearance, negative Nikolsky sign, and patient’s response to BP therapeutic regimen had to be analyzed during developing diagnosis as BP. Discussion In Bullous pemphigoid (BP), there is a non-bullous phase in its clinical course manifest as multiple wheals, papular or eczematous itchy lesions before such blisters were developed. Approximately one quarter of BP biopsy demonstrate eosinophilic spongiosis. It is an uncommon finding in the urticarial stage of bullous pemphigoid and in erythematous patches. Eosinophilic spongiosis can be found in wide variety skin disorders and to diagnose BP based on clinical corelation. Keywords: Bullous pemphigoid, eosinophilic spongiosis

Page 2: PP 164. Bullous Pemphigoid Presented as Eosinophilic Spongiosis - Adharia

PENDAHULUAN

Pemfigoid bulosa (PB) merupakan penyakit kulit vesiko-bulosa autoimun, umumnya terjadi pada usia 60-75 tahun dan ditandai oleh terbentuknya bula subepidermal. (1-3)

Gambaran klinis lesi berupa bula berdinding tegang yang terdapat di atas permukaan kulit yang normal ataupun kulit yang eritem.(4) Tempat predileksi timbulnya bula sering pada abdomen bagian bawah, ekstremitas, lengan atas, aksila dan lipat paha.(4) Nikolsky sign pada PB negatif, di mana tanda ini merupakan salah satu tanda klinis yang jelas dan bermanfaat untuk membedakan penyakit kulit autoimun serta bermanfaaat untuk menentukan prognosisnya.(5)

Penegakan diagnosis pemfigoid bulosa selain berdasarkan gambaran klinik, immunofluoresensi, juga memerlukan pemeriksaan histopatologi.(3, 6) Spesimen yang ideal untuk pemeriksaan histopatologi sebaiknya berupa vesikel awal yang intak dengan kulit sekitarnya. (6)Vesikel yang ruptur atau lama menunjukkan perubahan sekunder berupa regenerasi epitel, inflamasi sekunder atau infeksi sekunder. Perubahan ini dapat menyamarkan diagnosis histopatologi primer.(6)Pemfigoid bulosa secara spesifik ditandai oleh adanya bula subepidermal yang disertai sebukan sel radang, terutama eosinofil.(4, 7)

Istilah Spongiosis Eosinofilik (SE) pertama kali diperkenalkan oleh Emmerson dan Wilson-Jones tahun 1968 untuk menggambarkan pola reaksi epidermal yang khusus terlihat pada pasien pemfigus awal di mana biopsi spesimen tidak menunjukkan akantolisis yang jelas.(8) Gambaran ini merupakan gambaran histologi awal, terutama pada fase awal dan lebih sering pada gambaran klinik yang tidak khas. Gambaran Spongiosis Eosinofilik dapat ditemukan pada dermatosis lain seperti pemfigoid bulosa, dermatitis herpetiformis fase lanjut, dermatitis kontak alergi, inkotinensia pigmenti, gigitan serangga dan skabies.(9)

Dilaporkan satu kasus pemfigoid bulosa yang memberi gambaran histopatologi Spongiosis Eosinofilik (SE). Kasus ini menekankan pentingnya mengenali Spongiosis Eosinofilik sebagai salah satu pola reaksi penyakit kulit inflamasi. Walaupun pola reaksi ini tidak spesifik untuk suatu diagnosis, namun SE dapat menjadi petunjuk penting kelompok penyakit kulit yang heterogen yang biasanya didiagnosis melalui gambaran klinik dan serangkaian pemeriksaan penunjang.(10)

LAPORAN KASUS

Seorang wanita usia 51 tahun datang ke RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan terdapat gelembung pada kulit punggungnya sejak 2 hari sebelumnya. Gelembung ini tidak nyeri namun kadang terasa gatal. Sebelum timbulnya keluhan ini pasien hanya merasakan kulitnya kemerahan dan dua hari setelahnya timbul gelembung. Gelembung ini tidak mudah pecah . Sebelumnya pasien didiagnosis menderita pemfigus foliaseus dan pernah dirawat di RS. Wahidin Sudirohusodo. Saat pasien datang ke RS dengan keluhan diatas, pasien masih mengkonsumsi methyl prednisolon dengan dosis 12 mg yang diberikan 8 mg pagi dan 4 mg siang hari. Pemberian metilprednisolon terus di tappering 4-8 mg perminggu. Karena keluhan diatas dosis metilprednisolon kembali dinaikkan 8 mg dengan pemberian 12 mg pagi dan 8 mg siang hari. Riwayat demam (-), riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat menderita penyakit yang sama disangkal. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal. Pasien juga tidak penah mengkonsumsi obat antihipertensi dan antidiuretik.

Pemeriksaan fisik diperoleh hasil bahwa keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis dengan tekanan darah : 110/80, nadi : 80 x/mnt, suhu : 36,5°C, dan pernapasan : 24 x/mnt. Pemeriksaan fisik jantung, hati, limpa dan ginjal tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan status dermatologis di punggung terdapat vesikel berdinding tegang, hiperpigmentasi, hiperkeratotik dan erosi disekitar vesikel. Nikolsky sign negatif pada vesikel. Mousy odor tidak dijumpai pada pasien ini. Penderita didiagnosis banding pemfigoid bulosa, pemfigus foliaceus.

Dilakukan biopsi yang diambil dari vesikel. Hasil pemeriksaan histopatologi spesimen menunjukkan kulit dengan reaksi spongiosis yang membentuk vesikel ditengah biopsi. Tampak exositosis eosinofil ke epidermis dan kedalam vesikel. Pada dermis superfisial tampak infiltrat radang limfositik dan eosinofil. Tidak dijumpai akantolisis pada sediaan ini. Kesimpulan : Spongiosis Eosinofilik. Gambaran ini bisa dijumpai pada berbagai keadaan klinis. Diagnosis mengikuti gambaran klinis lesi.

Page 3: PP 164. Bullous Pemphigoid Presented as Eosinophilic Spongiosis - Adharia

Diagnosis kerja pasien ini adalah pemfigoid bulosa. Pasien diberikan terapi berupa metilprednisolon 20 mg dengan dosis terbagi 12 mg pagi dan 8 mg siang. Setelah satu minggu pemberian steroid, tidak terdapat pembentukan lesi baru. Pemberian metilprednisolon diturunkan 4 – 8 mg setiap minggunya. Pengobatan topikal diberikan kombinasi betametason topikal dan asam salisil 2% serta antibiotik topikal yaitu asam fusidat krim.

Gambar-1: Vesikel berdinding tegang, plak keratotik pada punggung. Gambar-2: Nikolsky Sign negatif.

Gambar-3: Hiperpigmentasi di abdomen.

Gambar-4: Makula eritem, hiperpigmentasi pada kedua lengan.

Foto histopatologi

Gambar-5: Reaksi spongiosis yang membentuk vesikel ditengah biopsi. Gambar-6: Eksositosis eosinofil ke dalam vesikel.

Gb.2 Gb.1

Gb.3 Gb.4

Gb.5 Gb.6

Page 4: PP 164. Bullous Pemphigoid Presented as Eosinophilic Spongiosis - Adharia

Gambar-7: Eksositosis eosinofil ke epidermis Gambar-8: Dermis superfisial tampak infiltrat radang limfositik dan eosinofil.

Foto kontrol

Gambar 9,10: Tidak terdapat lesi baru.

PEMBAHASAN

Gambaran klinis pasien pada kasus sesuai untuk diagnosis PB dimana onset yang terjadi pada usia lanjut, keadaan umum penderita yang baik, adanya fase non-bulosa sebelum mulai munculnya bula, ketidakterlibatan mukosa, lesi kulit berupa vesikel yang tegang dan tak mudah pecah, makula eritem, adanya daerah-daerah ekskoriasi sebagai penanda adanya rasa gatal, serta Nikolsky sign negatif.(11) Gambaran klinis lesi PB ini bervariasi dapat berupa vesikel, bula dan hiperkeratotik.(7)

Pemeriksaan histopatologi lepuhan PB menunjukkan pembentukan bula subepidermal tanpa ada infiltrasi( bila diambil dari bulla di atas kulit normal) atau penuh infiltrasi( bila diambil dari bulla di atas kulit yang eritem).(12). Pada satu studi dilaporkan dari 23 kasus baru PB, hanya 7 dari 22 spesimen biopsi yang memberikan gambaran berupa bula subepidermal dan hanya 12 kasus yang tampak dominan eosinofil. Sekitar 23% pasien, gambaran biopsi tidak menunjukkan gambaran PB yang jelas.(3)

Spongiosis eosinofilik merupakan suatu pola reaksi histologis yang ditandai oleh terjadinya spongiosis epidermal akibat eksositosis eosinofil ke dalam fokus spongiotik. Mikro abses yang terbentuk sebagian besar berisi eosinofil. Gambaran spongiosis eosinofilik juga dapat ditemukan pada kelainan kulit lainnya seperti pemfigoid sikatrikal, reaksi obat, dermatitis kontak alergi, dan pemfigus foliaceus.(13) Gambaran spongiosis eosinofilik sangat jarang ditemukan pada pemfigoid bulosa, hanya sekitar 25 % hasil biopsi PB menunjukkan spongiosis eosinofilik.(13, 14) Iranzo, dkk pernah melaporkan satu kasus pemfigoid bulosa dengan limfoma sel B yang mempunyai gambaran histopatologi spongiosis eosinofilik.(15) Ameen dkk juga melaporkan gambaran histologi spongiosis

Gb.7 Gb.8

Gb.9 Gb.

Page 5: PP 164. Bullous Pemphigoid Presented as Eosinophilic Spongiosis - Adharia

eosinofilik pada pasien leukemia limfositik kronik, di mana diagnosis PB baru dapat ditegakkan setelah konfirmasi imunofluoresensi.(16)

Perubahan spongiosis eosinofilik sering dijumpai pada lesi eritem ditepi lepuhan PB.(17, 18). Pemfigoid bulosa sering dimulai dari fase prodromal berupa urtika nonspesifik atau erupsi eksematous tanpa adanya bula atau vesikel tegang. Pada fase ini terlihat infiltrasi eosinofilik di dermal superfisial. Spongiosis eosinofilik merupakan gambaran PB yang bermanifestasi sebagai lesi urtika atau eksematous.(19) Kasus ini lesi yang diambil untuk pemeriksaan histopatologi berupa vesikel, tetapi hasil histopatologi tidak menunjukkan akantolisis yang jelas.

Kasus ini didiagnosis banding dengan pemfigus foliaceus berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran histopatologi. Hasil histopatologi pemfigus foliaceus bisa memberikan gambaran spongiosis eosinofilik, bula subkorneal disertai sedikit akantositik keratinosit, dan bula subkorneal dengan diskariotik granular keratinosit. Di kepustakaan, gambaran spongiosis eosinofilik dapat ditemukan pada berbagai kelainan kulit dan untuk mendiagnosisnya tetap melihat gambaran klinis yang ada.(13) Karakteristik dari infiltrat inflamasi bervariasi dan tergantung pada usia lesi, dimana terdapat bula, pelepasan di superfisial epidermis dan adanya impetiginisasi atau nekrosis pada atap bula(20, 21).

Terdapat beberapa laporan bahwa PB sering dihubungkan dengan beberapa kelainan seperti diabetes melitus, rheumatoid arthritis dan pemphigus foliaceus.(3) Jenifer dkk melaporkan satu kasus pemfigus foliaceus yang diikuti oleh PB.(22) PB juga pernah dilaporkan dipicu oleh obat-obatan seperti penisilamin, furosemid dan captopril.(3) Pada pasien ini, dari anamnesis tidak terdapat riwayat konsumsi anti hipertensi, sehingga timbulnya penyakit pasien karena faktor-faktor ini dapat disingkirkan.

Pemfigoid bulosa merupakan keadaan yang responsif terhadap terapi kortikosteroid.(23)

Kortikosteroid topikal efektif untuk kasus-kasus yang lesi kulitnya lokalisata, tetapi dilaporkan juga dapat membantu pada kasus yang lesinya generalisata.(24) Beberapa kepustakaan merekomendasikan dosis kortikosteroid setara prednison sebesar 1 mg/kg BB/hari, tetapi pedoman terbaru menganjurkan dosis awal terapi sistemik cukup 20-40 mg/hari.(25) Studi terhadap 50 pasien PB yang diterapi dengan 0,75 mg atau 1,25 mg prednisone per kg berat badan per hari, terdapat remisi komplit sebesar 58% - 64%. Beberapa pasien yang diterapi dengan dosis lebih rendah, terdapat remisi 33% - 55%. (20)

Pengetahuan tentang riwayat penyakit, karakteristik lesi kutan, negatifnya tanda Nikolsky, serta respon yang baik menggunakan terapi steroid,dibantu pemeriksaan penunjang merupakan modalitas klinisi dalam menegakkan diagnosis PB.(7)

DAFTAR PUSTAKA 1. Borradori L, Bernard P. Pemphigoid group. In: Bolognia J, Jorizzo J, Rappini R, editors.

Dermatology. London: Mosby; 2003. p. 463-70.

2. Zone J, Provost T. Bullous Disease. In: Moschella S, Hurley H, editors. Dermatology.

Philadelphia: WB Saunders Company; 1992. p. 663-6.

3. James W. Bullous Pemphigoid. Andrew's Disease of the skin. 10 ed. Philadelphia: WB

Saunders; 2006. p. 466-8.

4. McKee P. Bullous Pemphigoid. Pathology of the skin with clinical correlations 3ed. USA:

Elsevier Mosby; 2005. p. 99.

5. Urbano F. Nikolsky sign in autoimmune skin disorders. Rev Clinical sign. 2001:23-4.

6. Mutasim D. Autoimmune bullous dermatoses in the elderly. Drugs Aging. 2003;20(9):663-81.

7. Habif T. The Pemphigoid group of disease. Clinical Dermatology. 4 ed. London; 2004.

8. Emmerson R, Jones EW-. Eosinophilic spongiosis in pemphigus: A report of an unusual

histological change in pemphigus Arch Dermatol. 1968(97):252-7.

9. Rutz E, Deng J, Abell E. Eosnophilic spongiosis: a clinical histologic and immunologic study.

J Am Acad Dermatol 1994(30):973-6.

10. Leonard N, Biswas A, Hickey S, Bell H. Eosinophilic spongiosis in a case of lichen sclerosus: A

marker for superimposed bullous pemphigoid? Histopathology. 2008(52):885-8.

Page 6: PP 164. Bullous Pemphigoid Presented as Eosinophilic Spongiosis - Adharia

11. Elder D, Eletnitsas R, Murphy B. Levers histopatology of the skin. 9 ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

12. Lever W. Pemphigus and pemphigoid. J Am Acad Dermatol. 1979(16):907-24.

13. Weedon D. Bullous Pemphigoid. Skin Pathology. Edinburgh: Churchilll Livingstone; 2010. p.

133-5.

14. Scott R, Walsh, David H, Mydlasky PR. Bullous pemphigoid. From bench to bedside. Drugs

Aging. 2005;65(7):905-26.

15. Iranzo P, I IL, Robles M. Bullous pemphigoid associated with mantle cell lymphoma. Arch

Dermatol. 2004(140):1496-99

16. Ameen M, Pembroke A, Black M, Jones RR. Eosinophilic spongiosis in association with bullous

pemphigoid and chronic limphocytic leukemia. Br J Dermatol. 2000(143):421-4.

17. Machado-Pinto J, McCalmont T, Goltz L. Eosinophlic and neutrophilic spongiosis: clues to the

diagnosis of immunobullous diseases and other inflammatory disorders. Semin Cutan Med

Surg. 1996(15):308-16.

18. Nishioka K, Hashimoto K, Katayama I, Sarashi C, Kubo T, Sano S. Eosinophilic spongiosis in

bullous pemphigoid. Arch Dermatol. 1984(120):1166-8.

19. Strohal R, Rappersberger K, Wolff K. Nonbullous pemphigoid: prodrome of bullous

pemphigoid or a distinct pemphigoid variant? J Am Acad Dermatol. 1993(29):293-9.

20. David J. Management of acquired bullous skin disease. Rev Article. 2009:1476-7.

21. Elder D, Elenitsas R, Murphy B. Pemphigus foliaceus. In:Lever’s histopatology of the skin. 9

ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

22. Jennifer D, Peterson M, Chang A. Clinical evidence of intermolecular epitope spreding in a

patient with pemphigus foliaceus converting into bullous pemphigoid. Arch Dermatol.

2007(2):147.

23. Wojnarowska F, Kirtschig G, Highet A, Venning V, Khumalo N. Guidelines for the

management of bullous pemphigoid. Br J Dermatol 2002(147):214–21.

24. Joly P, Roujeau J, J JB, Picard C, Dreno B, Delaporte E, et al. A comparison of oral and topical

corticosteroid in patients with bullous pemphigoid. N Engl J Med 2002(346):321-7.

25. Khumalo N. A systematic review of treatments for bullous pemphigoid. Arch Dermatol

2002(138):385-9.