polkam - ftp.unpad.ac.id · keluh bupati tanah datar, sum-bar, m shadique pasaribu, seba- gai...

1
T ERDAKWA Ratna Mutiara yang diduga memberi keterangan palsu di persidangan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) Kotawaringin Barat (Ko- bar), Kalimantan Tengah, me- ngaku tak punya bukti adanya politik uang selama penyeleng- garaan pemilu kada. “Saya memang tidak ada bukti mereka menerima. Kalau- pun menerima, toh uang yang diterima sudah dihabiskan,” cetus perempuan itu di Pe- ngadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin. Pengakuan itu disampaikan- nya menanggapi permintaan majelis hakim agar ia mem- buktikan adanya politik uang, seperti yang dibeberkannya di pengadilan Mahkamah Kon- stitusi (MK). “Saya terbentur dengan kepolisian, di mana barang siapa yang membagi uang di pemilu akan dipenjara 3-4 tahun. Mana ada yang mau mengaku?” ujarnya. Karena itu, ia mengaku tidak punya fakta adanya orang yang menerima uang atau mendapati adanya orang yang membagi-bagikan uang selama proses pemilu kada. Mudzakkir, ahli hukum dari Fakultas Hukum Universitas Is- lam Indonesia (UII) Yogyakarta yang dimintai keterangan- nya selaku saksi ahli menilai sudah cukup bukti dan fakta agar Ratna dipidana. Terlebih, kesaksian Ratna yang diduga palsu itu telah menjadi bahan pertimbangan hakim MK yang berujung pada penganuliran kemenangan Sugianto Sabran- Eko Soemarno. “Prinsipnya, keterangan atau kesaksian palsu di bawah sumpah di pengadilan, dapat dikenai pidana. Terutama bila kesaksian tersebut dijadikan bahan pertimbangan putusan hakim yang menyangkut hak orang banyak atau seseorang, apalagi yang menyebabkan seseorang masuk penjara, dan sebagainya.” Meski dugaan Kesaksian Palsu diketahui seusai hakim MK menjatuhkan putusan, Ratna tetap bisa dikenai Pasal 242 KUHP tentang keterang- an palsu dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun penjara. Rencananya, sidang kembali dilanjutkan Senin (14/2) dengan menghadirkan saksi terakhir dari penggugat, yakni Kapolres Kobar AKB Nuryadi Purtono. Turun tangan Sementara itu, Komisi III DPR diminta turun tangan untuk menyelesaikan kon- ik kepemimpinan di Kobar. Konflik yang muncul akibat putusan MK yang tidak bisa dieksekusi itu telah membuat pembangunan disana terbeng- kalai selama berbulan-bulan. Permintaan itu datang dari Asosiasi Pemerintah Kabupa- ten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Gedung DPR, Jakarta. “Karena tidak ada bupati definitif, pembahasan APBD terganggu, rakyat dirugikan,” keluh Bupati Tanah Datar, Sum- bar, M Shadique Pasaribu, seba- gai perwakilan dari Apkasi. “Terdapat inkonsistensi pu- tusan MK dalam sengketa pemilu kada di Kobar sehingga tidak bisa dieksekusi hingga saat ini,” imbuhnya. Karena itu, Apkasi meminta Komisi III menjadi jembatan untuk penyelesaian masalah di Kobar. “Bagaimana agar masalah putusan yang tidak bisa dieksekusi ini ada jalan ke- luarnya. Kami juga mendorong agar Majelis Permusyawaratan Hakim MK dari luar lembaga tersebut, dapat mengontrol tugas dan wewenang MK terutama di masalah pemilu kada.” (*/P-2) [email protected] NURULIA JUWITA SARI MINIMNYA perhatian ter- hadap hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) ru- panya tidak hanya dialami oleh lima hakim di Semarang, Jawa Tengah. Pasalnya, Komisi Yudisial (KY) sering menerima pengaduan yang menyebut- kan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor di daerah diperlakukan seperti anak tiri. “Saya mendengar ada semacam penolakan dari ru- mah tangga yang ditempati. Ada terjadi di beberapa tempat, seperti Surabaya dan Bandung. Muncul yang seperti itu. Tapi mungkin oknum,” kata anggota KY bidang Pengawasan dan Investigasi Hakim Suparman Marzuki saat mengunjungi Pengadilan Negeri Semarang, kemarin. Pernyataannya tersebut lang- sung diamini oleh hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Kota Sema- rang Marsidin Nawawi. Ia mengaku pernah menerima pelecehan dari hakim pengadi- lan negeri terkait keberadaan hakim ad hoc tipikor itu. Salah satunya adalah penyebutan para hakim itu ‘menjadi duri dalam daging’ karena masih menumpang pada pengadilan induk. “Ada yang anggap kehadiran kami itu duri dalam daging. Tapi, kami usahakan untuk tetap berlaku profesional,” sahutnya. Hingga kini, sambungnya, fasilitas negara juga tidak kun- jung didapatkan oleh para hakim ad hoc itu meski mereka telah bekerja. Fasilitas itu merupakan hak normatif para hakim berupa uang kehormatan, fasilitas perumahan, transportasi, dan pengamanan. “Kita tanya kembali ke pe- merintah, mereka serius tidak untuk mendirikan pengadilan tipikor? Kalau tidak serius, kami jangan dibeginikan. Per- mintaan kami ini supaya pe- merintah tidak main-main dengan keberadaan pengadilan ini,” katanya. Dalam menyikapi adanya perlakuan diskriminatif yang diterima para hakim itu, KY mengaku tidak bisa langsung menindak. Anggota KY bi- dang Perekrutan Hakim Tau- fiqqurahman menyatakan, pihaknya akan meminta Ke- menkum dan HAM untuk menyosialisasikan keberadaan pengadilan tipikor. KY juga melihat pemahaman para hakim dengan keberadaan pengadilan tipikor tidak seragam. Padahal, keberadaan peng- adilan tipikor sangat strategis untuk menghambat perkem- bangan korupsi. (Din/P-2) Saksi Palsu tidak Punya Bukti Politik Uang Hukuman maksimal sembilan tahun penjara telah menanti saksi palsu sengketa hasil pemilu kada Kotawaringin Barat. 4 RABU, 9 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA P OLKAM MI/ROMMY PUJIANTO HARUS DITETAPKAN: Sejumlah warga dari Forum Intelektual Budayawan Jogjakarta (Forinba Jogja) se-Jabodetabek menggunakan pakaian adat Jawa berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, kemarin. Aksi dilakukan untuk menegaskan kepada pemerintah bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY harus ditetapkan, bukan dipilih seperti yang pemerintah inginkan. MI/SUSANTO Suparman Marzuki Anggota Komisi Yudisial 14 Kementerian Penerima Remunerasi Dievaluasi Hakim Tipikor Disebut Duri dalam Daging KINERJA 14 kementerian dan lembaga (K/L) penerima remu- nerasi pada 2010 akan segera dievaluasi. Tujuannya, menge- tahui sejauh mana efektivitas program reformasi birokrasi di Indonesia (lihat gras). “Kami akan evaluasi untuk melihat kemajuannya seperti apa. Remunerasi itu tunjangan kinerja. Jadi harus dilaksana- kan terus-menerus. Jangan sudah dapat remunerasi terus kinerjanya turun,” ucap Men- teri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokra- si EE Mangindaan, seusai me- nemui Wapres Boediono di Jakarta, kemarin. Menurutnya, kesuksesan pelaksanaan reformasi birokra- si harus dapat dirasakan lang- sung oleh masyarakat, bukan semata-mata perbaikan kinerja di internal lembaga. “Evalu- asi remunerasi akan dilaku- kan melalui tim independen dan tim quality assurance yang dibentuk oleh Komite Pengarah Reformasi Birokrasi.” Tim independen itu terdiri dari berbagai unsur masyarakat yang diketuai mantan Ketua KPK Erry Riyana Harjapame- kas dan tim penjamin kualitas yang diketuai Ketua BPKP Mardiasmo. Pasalnya, evaluasi reformasi birokrasi yang selama ini dilakukan oleh inspektorat jenderal tiap-tiap kementerian dinilai tidak independen. Mangindaan menyebut- kan evaluasi itu mencakup perubah an struktur, bisnis, proses, manajemen SDM, peng- awasan, akuntabilitas, pelayan- an publik, mindset, dan budaya kerja. Evaluasi itu ditargetkan sele- sai 16 Februari 2011. Kementeri- an atau lembaga yang tidak ber- hasil mempertahankan kinerja setelah pemberian remunerasi akan dikenai sanksi. Untuk 2011, ucap Mangin- daan, semua instansi yang mengajukan remunerasi dinilai belum memenuhi syarat. Salah satu proyek percon- tohan reformasi birokrasi di Indonesia adalah Kemenkeu. Terungkapnya kasus mafia pajak yang dilakukan mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan di awal 2010 me- nyebabkan pesimisme publik. “Remunerasi di Kemenkeu yang mencapai enam kali lipat belum memberikan pengaruh signifikan,” ucap Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, belum lama ini. (Mad/P-4) Prinsipnya, keterangan atau kesaksian palsu di bawah sumpah di pengadilan dapat dikenai pidana.” Mudzakkir Ahli Hukum dari UII DINAMIKA UU Parpol Digugat DEWAN Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Nasional Ulama (DPP PKNU) mengajukan judicial review Pasal 51 ayat 1 UU No 2/2011 tentang Perubahan UU No 2/2008 tentang Partai Politik (Parpol) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Judicial review sudah kita ajukan, Senin (7/2),” kata Ketua DPP PKNU Andi Najmi Fuadi di Jakarta, kemarin. Dikatakannya, judicial review diajukan karena pasal tersebut melanggar konstitusi. Pasal 51 ayat 1 UU No 2/2011 menyebutkan parpol yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan UU No 2/2008 tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut UU ini dengan mengikuti verikasi. PKNU menilai pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat 1 yang menyebutkan setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sementara semua partai peserta Pemilu 2009 telah dijamin UU Pemilu untuk menjadi peserta pemilu mendatang. (Ant/P-2) Kejagung Didesak Bentuk Timsus INDONESIA Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung membentuk tim khusus untuk menangani jaksa nakal. Hal itu disampaikan Wakil Koordinator ICW Emerson F Juntho seusai mendatangi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, kemarin. “Kejagung harus membuat aturan yang tegas untuk tidak menoleransi jaksa yang diduga terlibat praktik maa hukum. Kejagung perlu membentuk timsus untuk tangani jaksa nakal,” ujarnya. Sebelumnya, Kejagung mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Buol dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Buol, Sulawesi Tengah. Mereka dicopot karena terkait kasus penyuapan dalam penanganan kasus korupsi proyek pengadaan alat geologi pada 2009. “Untuk menunjukkan keseriusan Kejagung dalam pembe- rantasan korupsi dan maa hukum, kejaksaan harus memproses dugaan suap itu,” ujar Emerson. (Ant/P-2) Mediasi Butuh Persetujuan Pleno WAKIL Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin menolak ren- cana mediasi pimpinan DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika tidak mendapat persetujuan dari pleno Komisi III. “Kemarin (penolakan) diputuskan pada pleno Komisi III. Karena itu, mediasi juga harus disetujui dulu oleh pleno Komisi III. Kita harus rapat dulu, setuju atau tidak. Kalau pleno tidak dicabut, tidak bisa (mediasi),” kata Aziz di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Hal itu ia sampaikan menanggapi rencana pimpinan DPR yang akan memediasi semua pihak setelah Komisi III menolak keha- diran pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dalam forum resmi di DPR. Aziz menegaskan, kasus kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra harus diungkap tuntas. Bibit dan Chandra harus mem- buktikan siapa yang melakukan kriminalisasi terhadap keduanya. (Wta/P-2)

Upload: ngominh

Post on 23-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLKAM - ftp.unpad.ac.id · keluh Bupati Tanah Datar, Sum-bar, M Shadique Pasaribu, seba- gai perwakilan dari Apkasi. “Terdapat inkonsistensi pu-tusan MK dalam sengketa pemilu kada

TERDAKWA Ratna Mutiara yang diduga memberi keterangan palsu di persidangan

perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) Kotawaringin Barat (Ko-bar), Kalimantan Tengah, me-ngaku tak punya bukti adanya politik uang selama penyeleng-garaan pemilu kada.

“Saya memang tidak ada bukti mereka menerima. Kalau-pun menerima, toh uang yang

diterima sudah dihabiskan,” cetus perempuan itu di Pe-ngadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin.

Pengakuan itu disampaikan-nya menanggapi permintaan majelis hakim agar ia mem-buktikan adanya politik uang, seperti yang dibeberkannya di pengadilan Mahkamah Kon-stitusi (MK). “Saya terbentur dengan kepolisian, di mana barang siapa yang membagi uang di pemilu akan dipenjara 3-4 tahun. Mana ada yang mau mengaku?” ujarnya.

Karena itu, ia mengaku tidak punya fakta adanya orang yang menerima uang atau mendapati adanya orang yang membagi-bagikan uang selama proses pemilu kada.

Mudzakkir, ahli hukum dari Fakultas Hukum Universitas Is-lam Indonesia (UII) Yogyakarta yang dimintai keterangan-nya selaku saksi ahli menilai sudah cukup bukti dan fakta

agar Ratna dipidana. Terlebih, kesaksian Ratna yang diduga palsu itu telah menjadi bahan pertimbangan hakim MK yang berujung pada penganuliran

kemenangan Sugianto Sabran-Eko Soemarno.

“Prinsipnya, keterangan atau kesaksian palsu di bawah sumpah di pengadilan, dapat dikenai pidana. Terutama bila kesaksian tersebut dijadikan bahan pertimbangan putusan hakim yang menyangkut hak orang banyak atau seseorang, apalagi yang menyebabkan

seseorang masuk penjara, dan sebagainya.”

Meski dugaan Kesaksian Palsu diketahui seusai hakim MK menjatuhkan putusan, Ratna tetap bisa dikenai Pasal 242 KUHP tentang keterang-an palsu dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun penjara. Rencananya, sidang kembali dilanjutkan Senin (14/2) dengan menghadirkan saksi terakhir dari penggugat, yakni Kapolres Kobar AKB Nuryadi Purtono.

Turun tanganSementara itu, Komisi III

DPR diminta turun tangan untuk menyelesaikan kon-fl ik kepemimpinan di Kobar. Kon flik yang muncul akibat putusan MK yang tidak bisa dieksekusi itu telah membuat pembangunan disana terbeng-kalai selama berbulan-bulan.

Permintaan itu datang dari Asosiasi Pemerintah Kabupa-

ten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Gedung DPR, Jakarta.

“Karena tidak ada bupati definitif, pembahasan APBD terganggu, rakyat dirugikan,” keluh Bupati Tanah Datar, Sum-bar, M Shadique Pasaribu, seba-gai perwakilan dari Apkasi.

“Terdapat inkonsistensi pu-tusan MK dalam sengketa pemilu kada di Kobar sehingga tidak bisa dieksekusi hingga saat ini,” imbuhnya.

Karena itu, Apkasi meminta Komisi III menjadi jembatan untuk penyelesaian masalah di Kobar. “Bagaimana agar masalah putusan yang tidak bisa dieksekusi ini ada jalan ke-luarnya. Kami juga mendorong agar Majelis Permusyawaratan Hakim MK dari luar lembaga tersebut, dapat mengontrol tugas dan wewenang MK ter utama di masalah pemilu kada.” (*/P-2)

[email protected]

NURULIA JUWITA SARI

MINIMNYA perhatian ter-hadap hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) ru-panya tidak hanya dialami oleh lima hakim di Semarang, Jawa Te ngah. Pasalnya, Komisi Yudisial (KY) sering menerima pengaduan yang menyebut-kan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor di daerah diperlakukan seperti anak tiri.

“ S a y a m e n d e n g a r a d a semacam penolakan dari ru-mah tangga yang ditempati. Ada terjadi di beberapa tempat, seperti Surabaya dan Bandung. Muncul yang seperti itu. Tapi mungkin oknum,” kata anggota

KY bidang Pengawasan dan Investigasi Hakim Suparman Marzuki saat mengunjungi Pengadilan Negeri Semarang, kemarin.

Pernyataannya tersebut lang-sung diamini oleh hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Kota Sema-rang Marsidin Nawawi.

Ia mengaku pernah menerima pelecehan dari hakim pengadi-lan negeri terkait keberadaan hakim ad hoc tipikor itu. Salah satunya adalah penyebutan para hakim itu ‘menjadi duri dalam daging’ karena masih menumpang pada pengadilan induk.

“Ada yang anggap kehadiran kami itu duri dalam daging. Tapi, kami usahakan untuk tetap berlaku profesional,” sahutnya.

Hingga kini, sambungnya,

fasilitas negara juga tidak kun-jung didapatkan oleh para hakim ad hoc itu meski mereka telah bekerja.

Fasilitas itu merupakan hak normatif para hakim berupa uang kehormatan, fasilitas perumahan, transportasi, dan pengamanan.

“Kita tanya kembali ke pe-merintah, mereka serius tidak untuk mendirikan pengadilan tipikor? Kalau tidak serius, kami jangan dibeginikan. Per-mintaan kami ini supaya pe-merintah tidak main-main dengan keberadaan pengadilan ini,” katanya.

Dalam menyikapi adanya perlakuan diskriminatif yang diterima para hakim itu, KY mengaku tidak bisa langsung menindak. Anggota KY bi-dang Perekrutan Hakim Tau-fiqqurahman menyatakan, pihaknya akan meminta Ke-menkum dan HAM untuk menyosialisasikan keberadaan pengadilan tipikor.

KY juga melihat pemahaman para hakim dengan keberadaan pengadilan tipikor tidak seragam. Padahal, keberadaan peng-adilan tipikor sangat strategis untuk menghambat perkem-bangan korupsi. (Din/P-2)

Saksi Palsu tidak Punya Bukti Politik Uang

Hukuman maksimal sembilan tahun penjara telah menanti saksi palsu sengketa hasil pemilu kada Kotawaringin Barat.

4 RABU, 9 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIAPOLKAM

MI/ROMMY PUJIANTO

HARUS DITETAPKAN: Sejumlah warga dari Forum Intelektual Budayawan Jogjakarta (Forinba Jogja) se-Jabodetabek menggunakan pakaian adat Jawa berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, kemarin. Aksi dilakukan untuk menegaskan kepada pemerintah bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY harus ditetapkan, bukan dipilih seperti yang pemerintah inginkan.

MI/SUSANTO

Suparman MarzukiAnggota Komisi Yudisial

14 Kementerian Penerima Remunerasi Dievaluasi

Hakim Tipikor Disebut Duri dalam Daging

KINERJA 14 kementerian dan lembaga (K/L) penerima remu-nerasi pada 2010 akan segera dievaluasi. Tujuannya, menge-tahui sejauh mana efektivitas program reformasi birokrasi di Indonesia (lihat grafi s).

“Kami akan evaluasi untuk melihat kemajuannya seperti apa. Remunerasi itu tunjangan kinerja. Jadi harus dilaksana-kan terus-menerus. Jangan sudah dapat remunerasi terus ki nerjanya turun,” ucap Men-teri Pendayagunaan Aparatur Ne gara dan Reformasi Birokra-si EE Mangindaan, seusai me-nemui Wapres Boediono di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, kesuksesan pelaksanaan reformasi birokra-si harus dapat dirasakan lang-sung oleh masyarakat, bukan semata-mata perbaikan kinerja

di internal lembaga. “Evalu-asi remunerasi akan dilaku-kan melalui tim independen dan tim quality assurance yang dibentuk oleh Komite Pengarah Reformasi Birokrasi.”

Tim independen itu terdiri dari berbagai unsur masyarakat yang diketuai mantan Ketua KPK Erry Riyana Harjapame-kas dan tim penjamin kualitas yang diketuai Ketua BPKP Mardiasmo. Pasalnya, evaluasi reformasi birokrasi yang selama ini dilakukan oleh inspektorat jenderal tiap-tiap kementerian dinilai tidak independen.

Mangindaan menyebut-kan evaluasi itu mencakup perubah an struktur, bisnis, proses, manajemen SDM, peng-awasan, akuntabilitas, pelayan-an publik, mindset, dan budaya kerja.

Evaluasi itu ditargetkan sele-sai 16 Februari 2011. Kementeri-an atau lembaga yang tidak ber-hasil mempertahankan kinerja setelah pemberian remunerasi akan dikenai sanksi.

Untuk 2011, ucap Mangin-daan, semua instansi yang mengajukan remunerasi dinilai belum memenuhi syarat.

Salah satu proyek percon-tohan reformasi birokrasi di Indonesia adalah Kemenkeu. Terungkapnya kasus mafia pajak yang dilakukan mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan di awal 2010 me-nyebabkan pesimisme publik.

“Remunerasi di Kemenkeu yang mencapai enam kali lipat belum memberikan pe ngaruh signifikan,” ucap Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, belum lama ini. (Mad/P-4)

Prinsipnya, keterangan atau

kesaksian palsu di bawah sumpah di pengadilan dapat dikenai pidana.”

MudzakkirAhli Hukum dari UII

DINAMIKAUU Parpol DigugatDEWAN Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Nasional Ulama (DPP PKNU) mengajukan judicial review Pasal 51 ayat 1 UU No 2/2011 tentang Perubahan UU No 2/2008 tentang Partai Politik (Parpol) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Judicial review sudah kita ajukan, Senin (7/2),” kata Ketua DPP PKNU Andi Najmi Fuadi di Jakarta, kemarin.

Dikatakannya, judicial review diajukan karena pasal tersebut melanggar konstitusi. Pasal 51 ayat 1 UU No 2/2011 menyebutkan parpol yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan UU No 2/2008 tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut UU ini dengan mengikuti verifi kasi.

PKNU menilai pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat 1 yang menyebutkan setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sementara semua partai peserta Pemilu 2009 telah dijamin UU Pemilu untuk menjadi peserta pemilu mendatang. (Ant/P-2)

Kejagung Didesak Bentuk TimsusINDONESIA Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung membentuk tim khusus untuk menangani jaksa nakal. Hal itu disampaikan Wakil Koordinator ICW Emerson F Juntho seusai mendatangi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, kemarin.

“Kejagung harus membuat aturan yang tegas untuk tidak menoleransi jaksa yang diduga terlibat praktik mafi a hukum. Kejagung perlu membentuk timsus untuk tangani jaksa nakal,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejagung mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Buol dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Buol, Sulawesi Tengah. Mereka dicopot karena terkait kasus penyuapan dalam penanganan kasus korupsi proyek pengadaan alat geologi pada 2009.

“Untuk menunjukkan keseriusan Kejagung dalam pembe-rantasan korupsi dan mafi a hukum, kejaksaan harus memproses dugaan suap itu,” ujar Emerson. (Ant/P-2)

Mediasi Butuh Persetujuan PlenoWAKIL Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin menolak ren-cana mediasi pimpinan DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika tidak mendapat persetujuan dari pleno Komisi III.

“Kemarin (penolakan) diputuskan pada pleno Komisi III. Karena itu, mediasi juga harus disetujui dulu oleh pleno Komisi III. Kita harus rapat dulu, setuju atau tidak. Kalau pleno tidak dicabut, tidak bisa (mediasi),” kata Aziz di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Hal itu ia sampaikan menanggapi rencana pimpinan DPR yang akan memediasi semua pihak setelah Komisi III menolak keha-diran pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dalam forum resmi di DPR.

Aziz menegaskan, kasus kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra harus diungkap tuntas. Bibit dan Chandra harus mem-buktikan siapa yang melakukan kriminalisasi terhadap keduanya. (Wta/P-2)