plexus brachialis

25
PLEXUS BRACHIALIS I. PENDAHULUAN Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari medulla spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas superior. 1 Pleksus brakialis (plexus brachialis) juga merupakan pleksus saraf somatik dibentuk oleh intercommunications antara rami ventral (akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah (C5- C8) dan saraf dada pertama (T1).Lesi pada pleksus brachialis dapat diklasifisikasikan sesuai dengan derajat kerusakan saraf dan secara anatomi dibagi menjadi cedera pleksus brachialis atas dan bawah. 1 Pleksus brakialis merupakan sumber penting nyeri bahu dan lengan. Gangguan yang utama adalah brakialis neuritis dan infil-tration metastasis dan kerusakan radiasi pleksus. 2 Pleksopati merupakan gangguan saraf perifer yang terbatas pada pleksus brakhialis dan lumbosacral. Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan kira-kira 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis. Penyebabnya beragam dimana trauma merupakan penyebab tersering terlebih lagi karena letaknya didaerah leher dan bahu yang sering bergerak. 1,2

Upload: aster-widodo

Post on 21-Feb-2016

356 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

PLEXUS BRACHIALIS

I. PENDAHULUAN

Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari medulla

spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas superior.1Pleksus brakialis (plexus brachialis)

juga merupakan pleksus saraf somatik dibentuk oleh intercommunications antara rami ventral

(akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah (C5-C8) dan saraf dada pertama (T1).Lesi pada pleksus

brachialis dapat diklasifisikasikan sesuai dengan derajat kerusakan saraf dan secara anatomi

dibagi menjadi cedera pleksus brachialis atas dan bawah.1Pleksus brakialis merupakan sumber

penting nyeri bahu dan lengan. Gangguan yang utama adalah brakialis neuritis dan infil-tration

metastasis dan kerusakan radiasi pleksus.2

Pleksopati merupakan gangguan saraf perifer yang terbatas pada pleksus brakhialis dan

lumbosacral. Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan kira-kira

14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis. Penyebabnya

beragam dimana trauma merupakan penyebab tersering terlebih lagi karena letaknya didaerah

leher dan bahu yang sering bergerak. 1,2

BAB II

ANATOMI PLEKSUS BRAKHIALIS

Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf

C5-T1. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial, dan C8

dan T1 bergabung membentuk trunk inferior.Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana

membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari trunkus tadi

akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus superior dan media

membentuk membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk

fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior membentuk n. radialis dan n. axilaris. Fasikulus

lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n. muskulokutaneus dan cabang lainnya

bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk n. medianus. Fasikulus media terbagi dua

dimana cabang pertama ikut membentuk n. medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris. 2,4,5,6

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis

Pleksus Brachialis dan struktur yang berkaitan.4

Pembagian subdivisi pleksus brakhialis yaitu 5 Root, 3 Trunkus,6divisi,3 cord dan 5

branches . Ramus dan trunkus terletak supraklavikular, ada 2 nervus berasal dari ramus dan 2

saraf dari trunkus (bagian atas) . Divisi terletak posterior terhadap klavikula.Divisi anterior

memberi inervasi pada otot fleksor dan posterior memberikan inrevasi pada otot ekstensor. Cord

dan branches terletak infraklavikular. Penamaan pada cord berdasarkan letaknya terhadap arteri

aksilaris.3,4

Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale medius,

yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum untuk n.spinalis

C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis Th.1-2.

Menurut letaknya terhadap clavicula percabangan plexus brachialis dibagi menjadi pars

supraclavicularis dan pars infraclavicularis. Yang termasuk percabangan pars supraclavicularis

adalah :1

N.thoracalis posterior.

Pleksus Brachialis.4

N.subclavius

N.supraclavicularis

Pars infraclavicularis mempercabangkan:

Nn.thoracalis anterior

Nn.subscapularis

N.thoraco dorsalis

N.axillaris, disebut n.circumflexus

N.cutaneus brachii medialis

N.cutaneus antebrachii medialis

Cabang terminal plexus brachialis adalah :

1. N.musculocutaneus

2. N.medianus

3. N.ulnaris

4. N.radialis

Secara skematis percabangan terminal plexus brachialis adalah sebagai berikut :

Fasciculus lateralis mempercabangkan :

1. N.musculocutaneus

2. Radix superior nervus medianus

Fasciculus medialis mempercabangkan :

1. N.ulnaris

2. N.cutaneus brachii medialis

3. N.cutaneus antebrachii medialis

4. Radix inferior nervus medianus

Fasciculus posterior mempercabangkan :

1. N.axillaris

2. N.radialisInervasi Pleksus Brakhialis.4

BAB IIILESI PLEKSUS BRAKHIALIS

Persebaran dermatom inervasi sensoris Pleksus 444Brakhialis5

I. Definisi

Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang

membentuk pleksus brakhialis, mulai dari “radiks” saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini

dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada ekstremitas atas.

Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis atau pleksopati

brakhialis 2,3,4,7

II. Penyebab

Penyebab lesi pleksus brakhialis bervariasi, diantaranya :

1. Trauma 4,8,9

Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa maupun

neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka, cedera iatrogenic.

2. Tumor 1,10

Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant

peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ; jinak (desmoid,

lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru)

3. Radiation-induced

Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak 1,8

– 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan paru.

4. Entrapment

Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet

syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps menyebabkan

thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur neurovaskuler. Adanya iga

accessory atau jaringan fibrous juga berperan menyempitkan thoracic outlet. Faktor

lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada ke depan

(anterior dan inferior). Teori ini didukung dengan hilangnya gejala setelah operasi

mammoplasti reduksi. Implantasi mammae juga dikatakan dapat menyebabkan cedera

pleksus brakhialis karena dapat nmeningkatkan tegangan dibawah otot dinding dada

dan mengiritasi jaringan neurovaskuler.

5. Idiopatik

Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang jelas

namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah nyeri

dengan onset akut yang berlangsung selama 1 – 2 minggu dan kelemahan otot timbul

lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan pemulihan komplit terjadi

dalam 2 tahun.

III. Patofisiologi

Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau

kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada

prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.

Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh

darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural, dimana akan

menjepit jaringan saraf sekitarnya.

Gambar 2. Patofisiologi lesi pleksus brakhialis

IV. Derajat Kerusakan

Derajat Kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon (1943) dan

Sunderland (1951).

Klasifikasi Sheddon, yaitu : 2,

a. Neuropraksia

Pada atipe ini terjadi kerusakan mielin namun akson tetap intak. Dengan adanya

kerusakan mielin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf. Pada tipe cedera seperti

ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan lebih cepat

dan merupakan derajat kerusakan paling ringan.

b. Aksonotmesis

Terjadi kerusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural

masih tetap intak. Terjadi degenerasi aksonal segmen saraf distal dari lesi (degenerasi

Wallerian). Regenerasi saraf tergantung dari jarak lesi mencapai serabut otot yang

denervasi tersebut. Pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan motorik.

c. Neurotmesis

Terjadi ruptur saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan

penanganan bedah. Bila terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan

waktu serta observasi yang lama. Merupakan derajat kerusakan paling berat.

Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya dalam 5

tingkat, yaitu :

1. Tipe I : hambatan dalam konduksi (neuropraksia)

2. Tipe II : cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis)

3. Tipe III : aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan

epineural masih intak.

4. Tipe IV : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural

masih baik.

5. Tipe V : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural

(neurotmesis).

Gambar 3. Klasifikasi cedera saraf

V. Gambaran Klinis

Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan motorik, sensorik dan bahkan

autonomik pada bahu dan/atau ekstremitas atas. Gambaran klinisnya mempunyai banyak variasi

tergantung dari letak dan derajat kerusakan lesi. Lesi pleksus brakhialis dapat dibagi atas

pleksopati supraklavikular dan pleksopati infraklavikular. 2

Gambar 4. Pleksus supraclavikular dan infraklavikular

Pleksopati supraklavikuler

Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks saraf, trunkus saraf atau

kombinasinya. Lesi ditingkat ini dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dibanding lesi

infraklavikuler.2

1. Lesi tingkat radiks

Pada lesi pleksus brakhialis ini berkaitan dengan avulsi radiks. Gambaran klinis sesuai

dengan dermatom dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat terjadi partial paralisis dan

hilangnya sensorik inkomplit, karena otot-otot tangan dan lengan biasanya dipersyarafi oleh

beberapa radiks. 5

Presentasi klinis pada lesi radiks : 5

Radiks saraf Penurunan Refleks Kelemahan Hipestesi/kesemutan

C5 Biseps brakhii Fleksi siku Lateral lengan atas

C6 Brakhioradiialis Ekstensi pergelangan tangan Lateral lengan bawah

C7 Triceps brakhii Ekstensi siku Jari tengah

C8 - Fleksi jari2 tangan Medial lengan bawah

T1 - Abduksi jari2 tangan Medial siku

Presentasi klinis diatas adalah untuk membantu penentuan level lesi radiks, sedangkan

kelemahan otot yang lebih lengkap terjadi sesuai miotom servikal berikut ini : 5

C5 : Rhomboideus, deltoid, biseps brachii, supraspinatus, infraspinatus, brachialis,

brachioradialis, supinator dan paraspinal

C6 : Deltoid, biseps brachii, brachioradialis, supraspinatus, infraspinatus, supinator, pronator

teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis dan paraspinal

C7 : Pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis, triceps brachii dan

paraspinal

C8/T1 : Triceps brachii, fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum profundus, abduktor digiti

minimi, pronator kuardatus, abduktor pollicis brevis dan parapinal

Gambar 5. Gambar miotom servikal

2. Sindroma Erb-Duchenne

Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya terjadi akibat

trauma. Pada bayi terjadi karena penarikan kepala saat proses kelahiran dengan penyulit

distokia bahu, sedangkan pada orang dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan kepala

terlampau menekuk kesamping. Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip position dimana

lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan supraspinatus), rotasi

internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan infraspinatus), pronasi (kelemahan otot

supinator dan brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi

radialis longus dan brevis). Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps brakhialis,

brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis, rhomboid, levator scapula dan teres mayor.

Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral) dari

lengan atas dan tangan.2,5,7

3. Sindroma Klumpke’s Paralysis

Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana penyebab pada bayi baru

dilahirkan adalah karena penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala,sedangkan pada orang

dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang sesuatu kemudian

bahu tertarik. Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan otot lumbrikalis)

sedangkan fungsi otot gelang bahu baik. Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot

fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar sehingga tangan terlihat

atrofi. Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan ulnaris. Kelainan

sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar dari lengan dan tangan.2,5,7

4. Lesi di trunkus superior

Gejala klinisnya sama dengan sindroma Erb di tingkat radiks dan sulit dibedakan. Namun

pada lesi di trunkus superior tidak didapatkan kelumpuhan otot rhomboid, seratus anterior,

levator scapula dan saraf supra - & infraspinatus. Trdapat gangguan sensorik di lateral

deltoid, aspek lateral lengan atas dan lengan bawah hingga ibu jari tangan.2,7

5. Lesi di trunkus media

Sangat jarang terjadi dan biasanya melibatkan daerah pleksus lainnya (trunkus superior

dan/atau trunkus inferior) Gejala klinis didapatkan kelemahan otot triceps dan otot-otot yang

dipersyarafi n. Radialis (ekstensor tangan), serta kelainan sensorik biasanya terjadi pada

dorsal lengan dan tangan.2

6. Lesi di trunkus inferior

Gejala klinisnya yang hampir sama dengan sindroma Klumpke di tingkat radiks. Terdapat

kelemahan pada otot-otot tangan dan jari-jari terutama untuk gerakan fleksi, selain itu juga

kelemahan otot-otot spinal intrinsik tangan. Gangguan sensorik terjadi pada aspek medial

dari lengan dan tangan.2

7. Lesi Pan-supraklavikular (radiks C5-T1 / semua trunkus)

Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas pada

seluruh ekstremitas atas dan mungkin terdapat nyeri. Otot rhomboid, seratus anterior dan

otot-otot spinal mungkin tidak lemah tergantung dari letak lesi proksimal (radiks) atau lebih

ke distal (trunkus).2

Pleksopati Infraklavikuler

Pada pleksopati infraklavikuler terjadi lesi ditingkat fasikulus dan/atau saraf terminal.

Lesi infraklavikuler ini jarang terjadi dibanding supraklavikuler namun umumnya mempunyai

prognosis lebih baik. Penyebab utama terjadi pleksopati infraklavikuler biasanya adalah trauma

dapat tertutup (kecelakaan lalu lintas) maupun terbuka (luka tembak). Mayoritas disertai oleh

kerusakan struktur didekatnya (dislokasi kaput humerus, fraktur klavikula, scapula atau

humerus).

Gambaran klinis sesuai dengan lesinya : 2,7

1. Lesi di fasikulus lateral

Dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus. Lesi disini akan mengenai daerah yang

dipersyarafi oleh n. Muskulocutaneus dan sebagian dari n. Medianus. Gejala klinisnya

yaitu kelemahan otot fleksor lengan bawah dan pronator lengan bawah, sedangkan otot-

otot intrinsik tangan tidak terkena. Kelainan sensorik terjadi di lateral lengan bawah dan

jari 1 – III tangan.2

2. Lesi di fasikulus medial

Disebabkan oleh dislokasi subkorakoid dari humerus. Kelemahan dan gejala sensorik

terjadi dikawasan motorik dan sensorik n. Ulnaris. Lesi disini akan mengenai seluruh

fungsi otot intrinsik tangan seperti fleksor, ekstensor dan abduktor jari-jari tangan, juga

fleksor ulnar pergelangan tangan. Secara keseluruhan kelaianan hampir menyerupai lesi

di trunkus inferior. Kelainan sensorik terlihat pada lengan atas dan bawah medial, tangan

dan 2 jari tangan bagian medial.2

3. Lesi di fasikulus posterior

Lesi ini jarang terjadi. Gejala klinisnya yaitu terdapat kelemahan dan defisit sensorik

dikawasan n. Radialis. Otot deltoid (abduksi dan fleksi bahu), otot-otot ekstensor lengan,

tangan dan jari-jari tangan mengalami kelemahan. Defisit sensorik terjadi pada daerah

posterior dan lateral deltoid, juga aspek dorsal lengan, tangan dan jari-jari tangan.2

VI. Pemeriksaan Penunjang

Radiografi

Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat

sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera

traumatik, penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi, subluksasi

atau fraktur yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.

Pemeriksaan radiografi :

1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal

2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus.

3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada

kasus paralisa saraf phrenicus.

Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera

pleksus brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa umumnya

terdapat trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya.

CT scan dapat digunakan untuk menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat

dinilai oleh x-foto. Sedangkan myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat,

yang berguna untuk membedakan lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi

CT dan myelografi lebih sensitif dan akurat terutama untuk menilai lesi proksimal

(avulsi radiks). MRI dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan

ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak

normal. 2,3,4

Elektrofisiologi

Hasil pemeriksaan kecepatan hantar syaraf untuk Compound Muscle Action

Potentials (CMAP) didapatkan amplitudo yang rendah setelah hari ke-9.

SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials) berguna untuk membedakan lesi

preganglionic atau lesi postganglionic. Pada lesi postganglionic, SNAPs tidak

didapatkan tetapi positif pada lesi preganglionic.

EMG (Elektromiografi) dengan jarum pada otot dapat tampak fibrilasi, positive sharp

wave (pada lesi axonal), amplitudo dan durasi. Dimana denervasi terlihat setelah

minggu ke-2.

VII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena

beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan

berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi dan

tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan umumnya

dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih dari 6 bulan

karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan perbaikan keseluruhan

tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah adalah mengembalikan fungsi

fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi ekstensi pergelangan tangan dan

fleksi jari-jari.

Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah :

1. Pembedahan primer

Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury

pada plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat

ringan lesi.

Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf

Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali

dengan teknik end-to-end atau nerve grafts

Nerve grafting : Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin

dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial

antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior

Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus

avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal

nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic nerve

dan ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan bagian dari root

yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.

Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf

bersih dari benda tajam.

2. Pembedahan sekunder

Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini

tergantung saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle

transfers, free muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding

osteotomies.

Perbaikan operatif sekunder setelah 2-4 minggu secara umum

direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan kerusakan jaringan lunak

yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau grafting tidak

memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf dengan yang lain dapat

menjadi pilihan lainnya.

VIII. Prognosis

Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi yang

mendasari, meliputi tempat dan derajat kerusakan saraf dan kecepatan mendapat terapi.

Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1 inci/bulan, sehingga mungkin

diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat dilihat.1,2,4,5

Neuropraksia merupakan tipe kerusakan yang paling ringan dan mempunyai

prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan dapat terjadi beberapa minggu

hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera).4,16 Pada tipe aksonotmesis, perbaikan diharapkan

dapat terjadi dalam beberapa bulan dan biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor

endplate dan reseptor sensorik sebelum pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini.

Perbaikan fungsi sensorik mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena

reseptor sensorik dapat bertahan lebih lama dibandingkan motor endplate (kira-kira 18

bulan). Sedangkan neurotmesis, regenerasi dapat terjadi namun fungsional sulit kembali

sempurna. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf,

usia (dimana usia tua mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien,

kepatuhan dan motivasi pasien dalam menjalani terapi.4,5

Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi

pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah graft

saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami perbaikan

dengan latihan.

Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang memuaskan

dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai dengan adanya avulsi

radiks.2

Pada neonatus dengan lesi pleksus brakhialis bila terdapat sedikit kontraksi pada

bulan pertama dan kontraksi pada bulan kedua maka kita dapat mengharapkan pemulihan

spontan yang komplit. Jika kontraksi belum terlihat pada bulan ketiga biasanya

pemulihan tidak akan mencapai fungsi normal sepenuhnya.

Daftar Pustaka

1. Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,Jakarta

2. Wedantho Sigit, 2007,Kelumpuhan Plexus Brachialis: Divisi Orthopaedi &

Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Shenaq S.M., Hand, Brachial Plexus Surgery, available from : www.emedicine.com ,

last updated : October 7, 2002, taken on January 29, 2005.

4. Hein, H.A., Brachial Plexus Palsy : A Perspective on C urrent Management, available

from: www.virtualhospital.com , last updated : September 2003.

5. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada

University Press.

6. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian

Rakyat.

7. Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. 

8. http://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.05.1014

9. http://www.bjj.boneandjoint.org.uk/content/59-B/4/417.full.pdf

10. http://bja.oxfordjournals.org/content/79/4/440.full.pdf