pjbl fani.docx
TRANSCRIPT
PROJECT BASED LEARNING 1
BLOK SISTEM RESPIRASI
Kasus
Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan
ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan
setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini
dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampa pagi ini sehingga keluarga
memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi
ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat.
Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna
putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan
memegang tepi brankart, Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan
rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah
terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing
terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung, terdapat
penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan
sternocleidomastoideus, nadi: 115 x/menit, regular, tekanan darah: 145/100 mm Hg, Suhu:
37,5°C. akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3“. Rongent toraks:
terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal,
tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak
membesar. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang.
Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2: 79%, PH:
7,25, H CO3 -: 20 mEq/L, Therapi: IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV
(5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin : Bisolvon : Na
CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm.
1
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK)
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernafasan yang
progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya.
(Snider, 2003) Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi
merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan
gangguan pada sistem pernafasan dengan karakteristik berupa keterbatasan dari jalan napas
yang tidak sepenuhnya kembali.
Bronkitis kronik adalah keadaan pengeluaran mukus secara berlebihan ke batang
bronchial secara kronik atau berulang dengan disertai batuk, yang terjadi hampir setiap hari
selama sekurangnya tiga bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut- turut. kelainan paru-
paru yang ditandai dengan pembesaran jalan nafas yang sifatnya permanen mulai dari
terminal bronchial sampai bagian distal (alveoli : saluran, kantong udara dan dinding alveoli).
The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines
mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang
ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat
akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama degan
gejala utama sesak nafas,batuk dan produksi sputum. Asap rokok merupakan satu-satunya
penyebab yang terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK.
(Kamangar, 2010)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006)
B. Etiologi dan Pembagian Derajat PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang semakin
memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga
2
memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala
klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala
sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan
volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat.
Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta
gangguan status mental pasien (Riyanto, Hisyam, 2006).
Diagnosis memerlukan pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai volume
forced expiratory maneuver (FEV 1) dan force vital capacity (FVC). Jika hasil bagi antara
FEV 1 dan FVC kurang dari 0,7, maka terdapat pembatasan aliran udara yang tidak reversibel
sepenuhnya (Fahri, Sutoyo, Yunus, 2009). Pada orang normal volume forced expiratory
maneuver (FEV 1) adalah 28ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK adalah 50 - 80 ml.
Menurut National Population Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK mengeluhkan
bahwa sesak nafas yang mereka alami menyebabkan keterbatasan aktivitas di rumah, kantor
dan lingkungan social. (Abidin, Yunus, Wiyono, 2009)
Derajat keparahan PPOK
Tingka
t
Keterangan Nilai FEV1 dan gejala
0. Berisiko Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),
spirometri normal
I. Ringan FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu,
ada gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien
biasanya bahkan belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah
II. Sedang FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai
progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III. Berat FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi
berulang yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap
ini pasien mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak
nafas atau serangan penyakit.
IV. Sangat Berat FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi
kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1
> 30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasan atau gagal
3
jantung kanan/cor pulmonale. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat
terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.
Sering kali terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi
dengan VEP1.
C. Epidemiologi PPOK
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta
menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu
China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang
setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia
215 miliar batang rokok setahun. Sehingga perlunya suatu tindakan agar penderita PPOK
tidak semakin bertambah. Penderita PPOK umumnya penduduk usia pertengahan keatas.
Jumlah penderita laki-laki lebih banyak dari pada wanita, golongan sosial ekonomi rendah
lebih tinggi dari pada golongan sosial ekonomi tinggi, dan daerah urban lebih tinggi daripada
daerah rural. (Suradi, 2007)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya
juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan
angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%,
dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam
sebesar 6,7%.
D. Faktor Risiko PPOK
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan
hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Terdapat banyak faktor risiko
yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK.
Genetik
PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan
genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama
adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis
4
PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin adalah emfisema paru yang dapat
muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh
paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK
itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.
Paparan Partikel Inhalasi
Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama
hidupnya. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap
rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai
penyebab PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan
perokok aktif, bahkan pada perokok pasif itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK
menjadi tinggi juga. Bahkan pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau
bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih
rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun
pertama menjadi meningkat.
Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait
dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Polusi udara dalam
ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara,
asap dari kompor juga akan menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada
wanita.
Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas
kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar
sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan
pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada
fungsi paru.
Pertumbuhan dan perkembangan paru.
Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada
terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi
pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya. Dimana pada
suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada
masa dewasanya.
Stres Oksidatif.
5
Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh
paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik
secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti
oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan
mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian
memainkan peranan yang penting terhadap patogenesis PPOK.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK.
Prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena
kebiasaan menghirup asap rokok dibandingkan.
Infeksi
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap
patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan terjadinya
inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap
terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga dihubungkan dengan
PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan
peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada
PPOK. Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran
nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.
Komorbiditas
Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari
suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa
orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK.
E. Patofisiologi PPOK
6
F. Manifestasi Klinis PPOK
7
1. Gejala-gejala awal dari PPOK :
Yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah batuk dan adanya lendir.
Batuk biasanya ringan dan sering disalah-artikan sebagai batuk normal perokok,
walaupun sebetulnya tidak normal. Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Bisa juga
disertai mengi/bengek.
Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah
parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan
kegiatan rutin sehari-hari.
Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung. Pada stadium
akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat istirahat, yang
merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.
2. Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOK adalah
Malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari.
Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
Selain itu, pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak
yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel
dalam system gastrointestinal. Pasien PPOK, lebih membutuhkan banyak kalori
karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
Pemeriksaannya melalui :
a.) Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
8
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b.) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
• Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
• Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
• Penggunaan otot bantu napas
• Hipertropi otot bantu napas
• Pelebaran sela iga
• Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai
• Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
• Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
• Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
• Suara napas vesikuler normal, atau melemah
• Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh
Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :
1.) Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing
2.) Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
3.) Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
9
G. Komplikasi PPOK
Ada 6 komplikasi PPOK, yaitu :
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat
mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan
distensi vena leher seringkali terlihat.
H. Pemeriksaan Diagnostic PPOK
Chest X-Ray
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara
retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk
bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma).
TLC
10
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.
Kapasitas Inspirasi
Menurun pada emfisema
FEV1/FVC
Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)
menurun pada bronchitis dan asthma.
ABGs
Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal
atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma,
pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asthma).
Bronchogram
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan
ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
Darah Komplit
Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).
Kimia Darah
Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.
ECG
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis),
gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal
(emfisema)
Exercise ECG, Stress Test
Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat
bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
Bakteriologi
11
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
I. Penatalaksanaan PPOK
Umum
1) Pendidikan terhadap penderita dan keluarga
Mereka hendaklah mengetahui penyakitnya, yang meliputi berat penyakit,
faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa
memperburuk penyakit. Perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan dan
pengobatan.
2) Menghindari rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritas
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit.
Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi
harus dihindari, karena zat itu juga dapat menimbulkan eksaserbasi/ memperburuk
perjalanan penyakit.
3) Menghindari infeksi
Infeksi saluran napas sedapat mungkin dihindan oleh karena dapat
menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
4)Lingkungan sehat
Perubahan cuaca yang mendadak, udara terlalu panas atau dingin dapat
meningkatkan produksi sputum dan obstruksi saluran napas. Tempat ketinggian
dengan kadar oksigen rendah dapat menurunkan tekanan oksigen dalam arteri. Pada
penderita PPOK terjadinya hipertensi pulmonal dan kor pulmonale dapat diperlambat
bila penderita pindah dari dataran tinggi ke tempat di permukaan laut.
5) Mencukupkan kebutuhan cairan
Hal ini penting untuk mengencerkan sputum sehingga mudah dikeluarkan.
Pada keadaan dekompesasi kordis, pemakaian kortikosteroid dan hiponatremi
memperbesar kemungkinan terjadinya kelebihan cairan.
6) Nutrisi yang cukup
12
Pemberian makanan yang cukup perlu dipertahankan oleh karena penderita
sering mengalami anoreksia oleh karena sesak napas, dan pemakaian obat-obatan
yang menimbulkan rasa mual.
Obat
• Ipratopium: obat garis pertama untuk PPOK stabil(bukannya agonis beta2) karena
efektifitasnya lebih lama dengan efek samping lebih sedikit dan ada beberapa bukti
bahwa ipratopium dapat memperlambat progresi penyakit; harus digunakan secara
teratur dari pada prn; agen baru dengan kerja lebih panjang, seperti tiotropium
dapat meningkatkan kepatuhan.
• Beta2 agonis inhalasi: sekarang dianggap sebagai obat garis kedua yang dapat
digunakan sebagai suplemen ipratropium (inhaler kombinasi telah tersedia); obat
kerja panjang (mis, salmeterol) dapat menghasilkan perbaikan gejala bermakna,
terutama disepanjang malam.
• Teofilin: resiko yang controversial; mungkin berguna di malam hari untuk peredaan
yang lama saat tidur; kadang serum dan potensial interaksi obat harus dipantau
denganketat.
• Steroid: tidak seperti asma, obat anti inflamasi tidak diperlukan untuk perlindungan
jalan nafas PPOK dan hanya sekitar 20% pasien yang akan membaik dengan
steroid, maka uji terapeutik hanya boleh dilakukan pada PPOK berat dan obat harus
dihentikan bila tidak ada perbaikan FEV1 yang terukur dalam 2 minggu. Pada
pasien yang respon terhadap steroid, bisa dipertimbangkan pemberian steroid
inhalasi.(Brashers, Valentina L. 2007)
• Pengobatan rutin dengan steroid inhalasi bisa memberikan manfaat bagi pasien
yang simtomatik disertai respon spirometrik tercatat terhadap steroid, atau
mengalami eskaerbasi berulang yang memerlukan pengobatan dengan antibiotic
atau steroid oral. Pengobat jangka panjang dengan steroid sistemik harus dihindari.
(Rubenstein, David, David Wayne, John Bradley. 2007)
• Obat antibiotic yang biasanya diberikan adalah amoksisilin, trimetoprim,
eritromisin atau doksisiklin yang digolongkan sebagai obat antibiotic lini pertama
untuk eksaserbasi akut PPOK. Jika pemberian obat antibiotic lini pertama tidak
memberikan efek, antibiotic lini kedua (amoksisilin + klavulanat, siprofloksasin,
azitromisin) dapat diberikan. (Djojodibroto, Darmanto.2009)
13
Terapi O2
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
1) Manfaat oksigen :
Mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmonal,
mengurangi vasokonstriksi, mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi
neuropsikiatri, dan meningkatkan kualiti hidup
2) Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi
akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan
menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai
parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus
mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
3) Alat bantu pemberian oksigen :
Nasal kanul
Sungkup venturi
14
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat
dan kualitas hidup yang menurun. Program dilaksanakan di dalam maupun diluar
rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori
terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu latihan
fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
Asuhan keperawatan
I. Pengkajian
a.) Identitas Klien
Nama :Tn. K
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Sumber informasi: klien dan anak klien
Status pernikahan: Menikah
b.) Status kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama : sesak nafas, batuk berdahak
2. Lama keluhan : 3 bulan (batuk dan mengeluarkan banyak dahak)
3. Faktor pencetus : kebiasaan merokok
4. Upaya yang telah dilakukan : dibawa ke UGD
c.) Riwayat Kesehatan Saat Ini
Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang
dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang
lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak
nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah
sesak sampa pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn. K
15
mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila
digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh
batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih
kental.
d.) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok setiap hari 1 pak/hari 20 tahun
e.) Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum: tampak gelisah
• Kesadaran:GCS 4,5,6
• Tanda-tanda vital:- Tekanan darah : 145/100 mmHg - Suhu : 37,5oC
- Nadi : 115x/meni - RR : 29x/menit
• Kepala & Leher
a) Hidung:
Pernafasan cuping hidung
b) Mulut & tenggorokan:
Sianosis pada mukosa bibir
• Thorak & Dada: bentuk dada barrel chest
a) Paru
- nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik
- ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru
• Kulit & Kuku
- CRT 3 detik
- akral dingin dan berkeringat
f.) Hasil Pemeriksaan Penunjang
Rongent toraks:
Terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara
daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk
bronkovaskuler, jantung tampak membesar.
16
ECG:
Deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang.
Spirometri
- FEV1/FVC 60%,
BGA:
- Pa CO2: 52 mmHg
- Pa O2: 70 mmHg
- Sa O2: 79%
- PH: 7,25
- H CO3 -: 20 mEq/L
g.) Terapi
• IV Line NaCl 0,9 % : 20 tetes/menit
• Amofilin 250mg IV (5mg/kg BB)
• Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB)
• Nebulizer: Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2
• Venturi Masker 6 lpm.
17
1. Analisa Data
Data EtiologiMasalah
Keperawatan
18
D.S:
• Serangan sesak napas sejak jam 23.15
WIB.Bertambah sesak sampai pagi ini
• Berbunyi ngik-ngik
• Bertambah sesak bila digunakan untuk
berjalan dan mengangkat benda-benda
berat
• Batuk sejak 3 bulan yang lalu dan
Mengeluarkan dahak berwarna putih
kental
• Suka merokok dengan rata-rata 1 pak
perhari selama 20tahun
• Serangan batuk sejak 5 bulan yang
lalu
D.O:
• Duduk dengan kedua tangan
memegang tepi brankart
• TTV : RR 29x/menit, Nadi
115x/menit, regular, TD 145/100
mmHg, Suhu 37,5ºC, CRT 3 detik
• Ronkhi dan wheezing terdengar di
kedua lapang paru
• Bentuk dada barrel chest
• Pernapasan cuping hidung
• Terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan retraksi otot area
supraklavikular dan
sternocleidomastoideus
• Rontgen Toraks : pelebaran antar iga,
diafragma letak rendah, penumpukan
udara di retrosternal, tampak
penurunan vaskuler, dan peningkatan
bentuk bronkovaskuler, jantung
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
19
Polusi bahan iritan (asap), riwayat kesehatan (ISPA)
Inhalasi jalan nafas
Hipereksresi lendair dan inflamasi peradangan
Peningkatan sel-sel goblet
Penurunan silia
Peningkatan produksi sputum
PPOK
Bronkiolus menyempit dan tersumbat
Nafas pendek
Gangguan pola nafas
Pola nafas tidak efektif
Batuk tidak efektif
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
tampak membesar.
• ECG : deviasi aksis kanan, gelombang
P pada lead II, III tinggi dan lebih
panjang
• Spirometri: FEV1/FVC 60 %, BGA :
PaO2 : 52 mmHg, PaO2 : 70 mmHg,
SaO2 : 79%, HCO3- : 20 mEq/L, pH:
7,25
Data Subyektif:
• Serangan sesak napas sejak jam 23.15
WIB
• Bertambah sesak sampai pagi ini
• Napasnya terasa sesak sekali
Data Obyektif :
• Tampak gelisah
• Sianosis pada kedua mukosa bibir
• Terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan retraksi otot area
supraklavikular dan
sternocleidomastoideus
• Akral dingin dan berkeringat
• RR 29x/menit, TD 145/100 mmHg,
Nadi 115x/menit
• Pernapasan cuping hidung
• Kondisi sadar, GCS 456
• Spirometri: FEV1/FVC 60 %, BGA :
PaO2 : 52 mmHg, PaO2 : 70 mmHg,
SaO2 : 79%, HCO3- : 20 mEq/L, pH:
7,25
Gangguan
pertukaran gas
20
Polusi bahan iritan (asap), riwayat kesehatan (ISPA)
Inhalasi jalan nafas
Hipereksresi lendair dan inflamasi peradangan
Peningkatan sel-sel goblet
Penurunan silia
Peningkatan produksi sputum
PPOK
Bronkiolus menyempit dan tersumbat
Obstruktif alveoli
Alveoli mengalami kolaps
Penurunan ventilasi paru
Kerusakan campuran gas
D.S:
• Serangan sesak napas sejak jam 23.15
WIB
• Bertambah sesak bila digunakan untuk
berjalan dan mengangkat benda-benda
berat
D.O :
• TD 145/100 mmHg
• ECG : deviasi aksis kanan, gelombang
P pada lead II, III tinggi dan lebih
panjang
• Nadi 115x/menit, regular
Intoleransi
aktivitas
2. Diagnosa Keperawatan
21
Ketidaksamaan ventilasi perfusi
Gangguan pertukaran gas
Polusi bahan iritan (asap), riwayat kesehatan (ISPA)
Inhalasi jalan nafas
Hipereksresi lendair dan inflamasi peradangan
Peningkatan sel-sel goblet
Penurunan silia
Peningkatan produksi sputum
PPOK
Bronkiolus menyempit dan tersumbat
Obstruktif alveoli
Alveoli mengalami kolaps
Penurunan ventilasi paru
Kerusakan campuran gasHipoksemiaKelemahan ADL di bantuGangguan pertukaran gas
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
2) Intoleransi aktivitas
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
3. Intervensi
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x24 jam, jalan nafas mulai kembali
efektif dengan berkurangnya kuantitas dan viskositas sputum untuk memperbaiki
ventilasi paru dan pertukaran gas.
Kriteria hasil:
• Klien mampu menyatakan dan mendemontrasikan batuk efektif
• Tidak ada suara nafas tambahan
• Wheezing dan ronkhi berkurang
• RR klien mulai kembali normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
pernapasan
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau warna, kekentalan, dan
jumlah sputum
Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat
ringannya obstruksi
2. Atur posisi fowler Meningkatkan ekspansi dada
3. Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan
pengeluaran secret yang melekat di jalan napas
4. Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan
meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan napas
5. Pertahankan intake cairan
sedikitnya 2500ml/hari kecuali
tidak diindikasikan
Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret
dan mengefektifkan pembersihan jalan napas. Alasan
lain untuk memperbanyak intake cairan adalah
kecenderungan klien untuk bernapas melalui mulut yang
meningkatkan kehilangan air. Menghirup air yang
diuapkan juga membantu, karena uap ini dapat
22
melembabkan percabangan bronchial.
7. Kolaborasi pemberian obat:
Bronkodilator. Nebulizer (via
inhalasi) dengan golongan
terbutaline 0,25mg, fenoterol HBr
0,1% solution, orciprenaline
sulfur 0,75mg
Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung
menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga
lebih cepat berdilatasi
Agen mukolitik dan ekspektoran Agen mukolitik menurunkan kekentalandan
perlengketan secret paru untuk memudahkan
pembersihan.
Agen ekspectoran akan memudahkan secret lepas dari
perlengketan jalan napas.
Kostikosteroid Berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan
menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan
dinding bronkus.
2) Intoleransi Aktivitas
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan 4x24 jam, ketidakmampuan
beraktivitas yang dialami karena serangan sesak napas dapat berkurang dan
mampu menjalankan aktivitas seperti berjalan.
Kriteria hasil:
RR normal (16-20x/menit)
Nadi normal (70-90x/menit)
Mampu berjalan tanpa diiringi rasa sesak nafas
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas
Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
2. Atur cara beraktivitas klien
sesuai kemampuan
Klien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi
terhadap kegiatan berat. Aktivitas yang membutuhkan
mengangkat lengan atas setinggi thoraks menyebabkan sesak
napas atau distress pernapasan.
23
3. Ajarkan cara latihan otot-otot
pernapasan
program pelatihan otot-otot pernapasan dapat diberikan
untuk membantu menguatkan otot yang digunakan dalam
bernapas. Program ini mengharuskan klien bernapas
terhadap suatu tahanan selama 10-15 menit setiap hari.
Resisten secara bertahap ditingkatkan dan otor menjadi
terkondisi denga baik. Mengondisikan otot-otot pernapasan
membutuhkan waktu yang lama dan klien diinstruksikan
untuk melanjutkan latihan di rumah.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x24 jam, pertukaran gas membaik.
Kriteria hasil:
- RR normal (16-20x/menit)
- Nadi normal (70-90x/menit)
- Warna mukosa dan kulit normal
- Tidak ada dipsnea
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau keefektifan jalan
napas
Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat
auskultasi dengan stetoskop. Peningkatan pembuatan mucus
sejalan dnegan penuruanan aksi mukosiliaris menunjang
penurunan lebih lanjut diameter bronchi dan mengakibatkan
penurunan aliran udara serta penurunan pertukaran gas, yang
diperburuk kehilangan daya elastisitas paru.
2. Kolaborasi pemberian obat
bronkodilator secara aerosol
Terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi sehingga
dapat dibuang. Bronkodilator yang dihirup sering
ditambahkan ke nebulizer untuk memberikan efek
bronkodilator langsung pada jalan napas, dengan demikian
memperbaiki pertukaran gas. Tindakan inhalasi atau aerosol
harus diberikan sebelum waktu makan untuk memperbaiki
ventilasi paru dan dengan demikian mengurangi keletihan
yang menyertai aktivitas makan.
24
4. Kolaborasi untuk
pemantauan analisis gas
darah
Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi
5. Kolaborasi pemberian
oksigen via nasal
Oksigen diberikan ketika terjadi hipoksemia. Perawat harus
memantau kemajuan terapi oksigen dan memastikan klien
patuh dalam menggunakan alat pemberi oksigen. Klien
diinstruksikan tentang penggunaan oksigen yang tepat dan
bahaya peningkatan laju aliran oksigen tanpa ada arahan
yang eksplisit dari perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, W.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FKUI
Engram. Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal bedah Volume 1.
Jakarta: EGC.
Smeltzer C.S & Bare Brenda. 2003. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical surgical
Nursing 10 th Edition. Philadelphia : Lippincott
Brunner & Suddart. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.
25
Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta.
EGC.
Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
NANDA, Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2OO9-2011.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
Tempat : Ruang 27 RSSA Malang
Hari/Tanggal : Rabu, 29 Februari 2012
Sasaran : Keluarga pasien R.27
Waktu : 1x40 menit
I. Tujuan Instruksional Umum
Pada akhir penyuluhan, peserta dapat mengetahui tentang Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK).
II. Tujuan Instruksional Khusus
26
Setelah diberikan penyuluhan peserta dapat :
1. Menyebutkan pengertian PPOK
2. Menyebutkan penyebab PPOK
3. Menyebutkan pembagian derajat PPOK
4. Menyebutkan faktor risiko PPOK
5. Menyebutkan tanda dan gejala PPOK
6. Menyebutkan komplikasi PPOK
7. Menyebutkan penatalaksanaan ppok
III. Materi
Terlampir
IV. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
V. Media
- Leaflet
VI. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi struktur
• Peserta hadir di tempat penyuluhan
• Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruang 27
• Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan sebelumnya
2. Evaluasi proses
• Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
• Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
• Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang diberikan secara
benar
3. Evaluasi hasil
• Peserta mengerti tentang pengertian, penyebab, pembagian derajat, faktor resiko,
tanda dan gejala, komplikasi, serta pelaksanaan PPOK.
27
VII. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. 5 menit Pembukaan:
- Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan
- Menyebutkan materi yang akan
diberikan
- Menjawab salam
- Mendengarkan
- Memperhatikan
2. 20 menit Pelaksanaan :
- Menjelaskan pengertian PPOK
- Menjelaskan penyebab PPOK
- Menyebutkan pembagian
derajat PPOK
- Menyebutkan faktor risiko
PPOK
- Menyebutkan tanda dan gejala
PPOK
- Menyebutkan komplikasi
PPOK
- Menyebutkan penatalaksanaan
PPOK
- Mendengarkan dan
memperhatikan
3. 10 menit Menanyakan kepada peserta
tentang materi yang sudah
diberikan, dan reinforcement
kepada peserta penyuluhan yang
dapat menjawab pertanyaan
Menjawab pertanyaan dan
bertanya jika ada yang belum
dimengerti
4. 5 menit Terminasi :
- mengucapkan terima kasih atas
partisipasi peserta
- Mendengarkan
28
- Mengucapkan salam penutup - Menjawab salam
VIII. Daftar Pustaka
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC
Hopper D.P & William S. L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing third
edition. Philadelphia : F.A Davis Company
Materi Penyuluhan
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS
(PPOK)
A. Pengertian
PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang
ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru
akibat akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup
lama degan gejala utama sesak nafas,batuk dan produksi sputum. Asap rokok merupakan
penyebab yang terpenting.
B. Etiologi
Kebiasaan merokok yang sudah lama
Penyakit Asma bronkiale, bronchitis kronis dan emfisema
29
C. Pembagian derajat
o Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi
parunya abnormal.
o Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara, disertai dengan adanya
pemendekan dalam bernafas. Pasien juga mulai mengalami sesak nafas.
o Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk.Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan
dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
o Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat, prediksi ditambah dengan
adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
D. Faktor risiko
• Keturunan
• Paparan polusi udara
• Perkembangan Penyakit paru
• Jenis kelamin ( Pria > perempuan )
• Perokok berat
E. Tanda dan gejala
• Batuk Kronik (batuk yang berlangsung lama)
• Dada terasa sesak(chest tightness)
• Lemah, lesu
• Demam
• Mengi (wheezing)/ronkhi/bunyi ngik-ngik
• Perubahan frekuensi pernapasan
F. Komplikasi
30
• Gagal Nafas
• Infeksi Berulang
• Gagal jantung
G. Penatalaksanaan
Obat-obatan
Obat bronkodilator, steroid, teofilin, antibiotik
Terapi oksigen
Macam terapi oksigen : Pemberian oksigen jangka panjang, pada waktu aktivitas ,
waktu timbul sesak mendadak pada waktu gagal napas.
Nutrisi
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat
Rehabilitasi
• Latihan fisik
• Latihan Pernafasan
31