perumahan kumuh

10
1. Perumahan Kumuh 1.1. Definisi Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tidak mengenal adanya istilah kawasan kumuh, yang ada Permukiman kumuh dan Perumahan kumuh. Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. 1.2. Kategori Prof. Eko Budihardjo (1997) mengklasifikasikan pemukiman kumuh berdasarkan pada karakter fisik dan aspek legalitasnya, ada dua jenis permukiman kumuh yaitu: - Kategori slum, yaitu kawasan kumuh tetapi diakui sah sebagai daerah permukiman. - Kategori squatter settlement, yaitu permukiman kumuh liar yang menempati lahan tidak ditetapkan untuk kawasan hunian, misalnya: di sepanjang pinggir rel kereta api, di pinggir kali, di kolong jembatan, di pasar, di kuburan, di tempat pembangunan sampah dan lainnya. Dilihat dari segi legalitasnya, kategori permukiman liar (squatter) ini umumnya menempati lahan yang bukan dalam hak penguasaannya misalnya pada lahan

Upload: jovita

Post on 06-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Perumahan Kumuh

1. Perumahan Kumuh

1.1. Definisi

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman, tidak mengenal adanya istilah kawasan kumuh, yang ada

Permukiman kumuh dan Perumahan kumuh. Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011

Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan

Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi

sebagai tempat hunian.

1.2. Kategori

Prof. Eko Budihardjo (1997) mengklasifikasikan pemukiman kumuh

berdasarkan pada karakter fisik dan aspek legalitasnya, ada dua jenis permukiman

kumuh yaitu:

- Kategori slum, yaitu kawasan kumuh tetapi diakui sah sebagai

daerah permukiman.

- Kategori squatter settlement, yaitu permukiman kumuh liar yang

menempati lahan tidak ditetapkan untuk kawasan hunian, misalnya:

di sepanjang pinggir rel kereta api, di pinggir kali, di kolong

jembatan, di pasar, di kuburan, di tempat pembangunan sampah

dan lainnya. Dilihat dari segi legalitasnya, kategori permukiman

liar (squatter) ini umumnya menempati lahan yang bukan dalam

hak penguasaannya misalnya pada lahan kosong yang ditinggal

pemiliknya ata pada lahan kosong milik negara.

1.3. Sebab Terbentuknya

Faktor penyebab munculnya kawasan kumuh (slum dan squatter) dapat dibagi

menjadi 2 (dua), yaitu faktor yang bersifat langsung dan faktor yang bersifat tidak

langsung.

1. Faktor Yang Bersifat Langsung

Page 2: Perumahan Kumuh

Faktor-faktor yang bersifat langsung yang menyebabkan munculnya

kawasan kumuh adalah faktor fisik (kondisi perumahan dan sanitasi

lingkungan). Faktor lingkungan perumahan yang menimbulkan kekumuhan

meliputi kondisi rumah, status kepemilikan lahan, kepadatan bangunan,

koefisien dasar bangunan (KDB), dll, sedangkan faktor sanitasi lingkungan

yang menimbulkan permasalahan meliputi kondisi air bersih, MCK (mandi,

cuci, kakus), pengelolaan sampah, pembuangan air limbah rumah tangga,

drainase, dan jalan.

Kondisi lingkungan perumahan yang menyebabkan timbulnya

kekumuhan adalah keadaan rumah yang mencerminkan nilai kesehatan yang

rendah, kepadatan bangunan yang tinggi, KDB yang tinggi, serta status lahan

yang tidak jelas (keberadaan rumah di daerah marjinal) seperti rumah yang

berada di bantaran sungai, rel kereta api, dll. Rumah–rumah yang berada di

daerah marjinal berpotensi terkena banjir pada saat musim hujan. Dengan

demikian nilai kekumuhan tertinggi pada saat musim penghujan. Sedangkan

faktor sanitiasi lingkungan yang menyebabkan kekumuhan seperti kurangnya

sarana air bersih yang terlihat dari banyaknya masyarakat yang memanfaatkan

air dari sumber yang tidak bersih sehingga berpotensi menimbulkan penyakit

akibat mengkonsumsi air yang tidak sehat, rendahnya penggunaan MCK serta

banyaknya masyarakat yang membuang hajat secara tidak sehat, sehingga

berpotensi menimbulkan pencemaran organik dan peningkatan bakteri E. coli,

yang akan menimbulkan dampak lanjutan berupa gangguan kesehatan

masyarakat. Belum adanya pengelolaan sampah yang baik menjadi salah satu

unsur penentu timbulnya kekumuhan. Akibat tidak adanya sistem pengelolaan

sampah dan kurangnya sarana pembuangan sampah mengakibatkan terjadinya

penumpukan sampah di pekarangan. Tidak berfungsinya sistem jaringan

drainase juga merupakan salah satu penyebab munculnya kawasan kumuh.

Kondisi ini menimbulkan tambahan prolematika lingkungan antara lain

terjadinya banjir (genangan) akibat penyumbatan sungai dan saluran air

(drainase).

Faktor terakhir yang dinilai memiliki dampak langsung terhadap

timbulnya lingkungan kumuh adalah pembuangan limbah rumah tangga dan

kondisi jaringan jalan. Rendahnya kualitas sistem pembuangan air limbah

Page 3: Perumahan Kumuh

rumah tangga dan jaringan jalan juga menyebabkan suatu kawasan menjadi

kumuh.

2. Faktor Yang bersifat Tidak Langsung

Faktor-faktor yang bersifat tidak langsung adalah faktor-faktor yang

secara langsung tidak berhubungan dengan kekumuhan tetapi faktor-faktor ini

berdampak terhadap faktor lain yang terbukti menyebabkan kekumuhan.

Faktor-faktor yang dinilai berdampak tidak langsung terhadap kekumuhan

adalah faktor ekonomi masyarakat, sosial dan budaya masyarakat.

Faktor ekonomi yang berkaitan dengan kekumuhan yaitu taraf

ekonomi masyarakat (pendapatan masyarakat), pekerjaan masyarakat.

Penghasilan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak memiliki dana untuk

membuat kondisi rumah yang sehat, pengadaan MCK, tempat sampah dan

lain-lain yang terkait dengan sarana lingkungan rumah yang sehat.

Pengahasilan yang rendah juga mengakibatkan sebagian masyarakat

membangun rumah tidak permanen di bantaran sungai, Rel KA, dll. Dengan

demikian taraf ekonomi secara tidak langsung berpengaruh terhadap terjadinya

kekumuhan. Demikian juga halnya dengan pekerjaan masyarakat. Pekerjaan

masyarakat yang kurang layak menyebabkan tingkat pendapatan yang rendah,

sehingga kemampuan untuk membuat rumah yang layak huni dan sehatpun

menjadi rendah.

Faktor kedua yang berpengaruh tidak langsung terhadap kekumuhan

adalah kondisi sosial kependudukan yang meliputi jumlah anggota keluarga,

tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan. Jumlah anggota keluarga yang

besar dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah menyebabkan

rendahnya kemampuan dan pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan

lingkungan yang akhirnya mendorong kesadaran yang rendah terhadap upaya

menciptakan lingkungan dan kehidupan yang sehat. Rendahnya kesadaran

masyarakat terhadap kesehatan lingkungan menyebabkan masyarakat

melakukan aktivitas membuang hajat dan sampah yang berdampak negatif

bagi lingkungan dan kesehatan dirinya.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi munculnya kawasan kumuh

yaitu faktor budaya yang berhubungan dengan masalah kebiasaan dan adat

Page 4: Perumahan Kumuh

istiadat. Selain faktor sosial seperti tingkat pendidikan, faktor kebiasaan juga

menjadi pendoroong munculnya kawasan kumuh. Faktor kebiasaan ini juga

yang menyebabkan masyarakat merasa lebih enak membuang hajat di saluran

air dan kebun sekalipun tidak sehat, dibanding membuang hajat di WC umum.

Untuk itu beberapa WC umum yang dibangun oleh pemerintah berada dalam

kondisi terlantar tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu faktor adat

istiadat seperti ”makan tidak makan yang penting kumpul” juga merupakan

salah satu penyebab munculnya kawasan kumuh, walaupun bersifat tidak

langsung. Namun adat istiadat seperti ini mendorong orang untuk tetap tinggal

dalam suatu lingkungan perumahan walaupun tidak layak huni yang penting

dekat dengan saudara, tanpa mau berusaha mencari lingkungan hunian yang

lebih baik. (Hariyanto, 2010)

1.4. Penanganan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025

menargetkan pada tahun 2025 kota-kota besar di Indonesia sudah bebas dari

kawasan pemukiman kumuh ( cities without slums), bahkan sesuai arahan

Presiden target tersebut akan dipercepat menjadi tahun 2020. Untuk

mewujudkan hal itu ada dua hal yang harus menjadi concern bidang

pemukiman yaitu penanganan kawasan pemukiman kumuh ( slums area) dan

penanganan penduduk miskin perkotaan ( squatter-poor people) yang tidak

memiliki hunian. Berdasarkan hasil studi dan koordinasi dengan pemerintah

daerah, terindikasi sebanyak 1.189 kawasan pemukiman kumuh yang tersebar

di kota-kota besar dan menengah yang akan dan sedang ditangani secara terus

menerus menuju Indonesia bebas kumuh tahun 2020. Disisi lain kita juga

dihadapkan dengan tantangan upaya penanganan penduduk miskin perkotaan,

baik yang memiliki`hunian di kawasan pemukiman kumuh maupun yang tidak

memiliki hunian.

Penanganan penduduk miskin ini tentu tidak serta merta terselesaikan

dengan pendekatan hunian ( shelter) namun diperlukan upaya lintas sektoral

yang dilakukan secara terintegrasi. Penghuni kawasan permukiman kumuh di

sebuah kota tidak selalu merupakan penduduk miskin. Penduduk miskin

perkotaan bisa saja menghuni rumah kumuh yang tidak berada dalam kawasan

Page 5: Perumahan Kumuh

permukiman kumuh. Sedangkan penduduk miskin lainnya yang bekerja di

sektor informal, kehidupannya berpindah-pindah menempati ruang-ruang

kosong perkotaan yang bisa dipergunakan untuk berteduh, fenomena inilah

yang semakin banyak terlihat terutama di kota-kota besar. Tidak dipungkiri

bahwa kawasan permukiman kumuh seringkali identik dengan keberadaan

penduduk miskin, persepsi ini tidak selalu benar karena di dalam kawasan

permukiman kumuh juga terdapat penduduk yang tidak termasuk katagori

miskin. Hal ini ditandai dengan kondisi rumah dan fasilitas yang mereka

miliki di kawasan permukiman kumuh tersebut. Ada dua hal yang mencirikan

kawasan tersebut dikatakan kumuh yaitu, pertama; kawasan tersebut tidak atau

kurang terlayani dengan infrastruktur pendukung kawasan seperti jaringan

jalan, drainase, saluran limbah dll, sehingga kawasan tersebut cenderung

mengalami degradasi. Kedua; hunian di kawasan tersebut secara kasat mata

terlihat tidak layak huni yang ditandai dengan kurangnya ventilasi maupun

pencahayaan, disamping mutu material bangunannya yang tidak layak

dijadikan sebagai bahan bangunan untuk sebuah hunian.

Pola penanganan sejalan denan amanat UU No 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman, pada pasal 13 disebutkan bahwa

Pemerintah disamping mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan

kebijakan dan strategi bidang perumahan dan kawasan permukiman, juga

memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

Penanganan kawasan permukiman kumuh dilakukan melalui penyiapan

infrastruktur permukiman dengan pendekatan pengembangan berbasis

masyarakat ( community based development). Kebutuhan infrastruktur

pendukung yang diperlukan di sebuah kawasan diidentifikasi bersama warga

dengan pola pendampingan, dan pendekatan ini dianggap efektif karena selain

mengarahkan program penanganan sekaligus menumbuhkan kesadaran dan

kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Penanganan berbasis masyarakat

ini harus dilakukan bersamaan dengan penanganan sektor lainnya. Untuk itu

diperlukan sebuah wadah koordinasi dalam tataran implementasi ditingkat

masyarakat. Upaya penguatan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)

sebagai wadah koordinasi ditingkat masyarakat adalah wadah yang harus

diperkuat dengan pendekatan pendampingan masyarakat juga ( community

empowering). Untuk kawasan kumuh yang sudah sangat sulit ditingkatkan

Page 6: Perumahan Kumuh

kualitasnya, baik karena alas an kepadatan atau keselamatan lingkungan dan

warga, maka diperlukan upaya untuk merumahkan penduduk ke tempat hunian

yang lebih layak. Upaya merumahkan penduduk di kawasan permukiman

kumuh saat ini dilakukan dengan memberikan kesempatan pindah ke rumah

susun sewa ( RUSUNAWA) bagi yang berminat. Upaya merumahkan inipun

perlu dilakukan dengan pendampingan terhadap masyarakat karena terkait

dengan pola hidup dan konsekuensi biaya. Sedangkan untuk mewujudkan

lingkungan yang lebih layak, dilakukan dengan penyediaan infrastruktur

pendukung pada kawasan tersebut, sehingga akses masyarakat terhadap

infrastruktur menjadi lebih mudah.

Upaya peningkatan kualitas lingkungan dan merumahkan penduduk di

kawasan permukiman kumuh harus dilakukan sejalan dengan upaya

penanggulangan kemiskinan perkotaan untuk menghindari meluasnya

kawasan permukiman kumuh perkotaan. Penanganan penduduk miskin

perkotaan yang tidak memiliki rumah dan juga tidak mampu menyewa,

dilakukan dengan upaya untuk merumahkan mereka dengan pola bermukim

sementara ( temporary shelter) sampai mereka berdaya dan mampu menyewa

atau mencicil rumah. Pendampingan masyarakat juga sangat menentukan

keberhasilan program hunian sementara atau hunian singgah ini.

Konsep rumah singgah yang digagas adalah konsep”pondok boro”

dimana penduduk miskin perkotaan yang merupakan pekerja musiman

maupun para gelandangan yang belum memiliki identitas, diidentifikasi dan

diberi tanda pengenalkemudian ditempatkan dalam sebuah hunian sementara.

Hunian sementara ini seperti halnya barak yang dilengkapi tempat tidur dan

lemari, serta kamar mandi. Selain mendapat tempat hunian, penduduk miskin

perkotaan yang tinggal di “pondok boro” ini, dengan tanda pengenal yang

dimilikinya, juga akan memiliki akses terhadap berbagai pelayanan public

untuk penduduk miskin pada umumnya seperti kesehatan, pendidikan, dan

program penanggulangan kemiskinan lainnya. Sinergi penanganan kawasan

permukiman kumuh dan penduduk miskin ini diharapkan menjadi trigger

dalam mewujudkan kota bebas kumuh sekaligus juga meningkatkan martabat

penduduk miskin perkotaan.

Page 7: Perumahan Kumuh

Daftar Pustaka:

1. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

2. Budihardjo, Eko. 1997. Lingkungan dan Binaan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Andi

Offset.

3. Hariyanto, Asep. 2010. Faktor Penyebab Munculnya Kawasan Kumuh dalam Strategi

Penanganan Kawasan Kumuh Sebagai Upaya Menciptakan Lingkungan Perumahan

dan Permukiman Yang Sehat. Jurnal PWK Unisba: 17-19.