perubahan dalam organisasi internasional: liga bangsa-bangsa menuju perserikatan bangsa-bangsa
DESCRIPTION
Tugas Akhir Mata Kuliah Organisasi Internasional. Transformasi LBB menuju PBBTRANSCRIPT
Perubahan Dalam Organisasi
Internasional: Liga Bangsa-Bangsa
Menuju Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tugas Akhir Mata Kuliah Organisasi Internasional Tahun 2012
Department Hubungan Internasional
Universitas Airlangga
Perubahan merupakan salah satu dinamika dan topik pembahasan
yang tidak dapat dipisahkan dari studi Organisasi Internasional. Hal ini
berkaitan dengan kenyataan bahwa organisasi internasional terus
mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Demikian
halnya yang terjadi pada Liga Bangsa-Bangsa yang dianggap tidak
berhasil melaksanakan tugasnya serta mewujudkan tujuannya sebagai
organisasi perdamaian dan keamanan dunia. LBB yang dibentuk pada
masa inter-war pada akhir Perang Dunia I lantas bertransformasi
menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memegang peranan penting
sebagai organisasi inter-governmental dunia pasca Perang Dunia II
hingga saat ini. PBB sendiri memiliki tujuan dan kepentingan yang
serupa dengan LBB yakni menjaga perdamaian dan keamanan dunia
melalui kooperasi dan integrasi negara-bangsa. Berbagai pertanyaan
muncul seiring perkembangan dan perubahan dalam dua organisasi
tersebut, diantaranya adalah mengapa LBB dibubarkan sementara PBB
masih memainkan berbagai peran penting dalam hubungan internasional
hingga saat ini? Apa yang begitu berbeda diantara keduanya yang
menyebabkan kedua organisasi tersebut memiliki perbedaan
eksistensial? Paper ini akan membahas lebih mendalam mengenai
perubahan dalam organisasi internasional khususnya dalam kasus
1
perkembangan dan transformasi LBB menjadi PBB serta stuktur kedua
organisasi tersebut.
Teori Hubungan Internasional dalam Organisasi
Internasional
Kooperasi, integasi dan interdependensi merupakan tiga konsep
penting dalam mempelajari Organisasi Internasional. Konsep-konsep
tersebut dapat dikatakan sebagai hal yang melatarbelakangi
pembentukan organisasi inter-governmental seperti LBB dan PBB,
dimana anggotanya adalah negara yang berdaulat. Dalam paper ini,
penulis akan menggunakan dua perspektif Hubungan Internasional
dalam melihat perkembangan LBB dan PBB, yakni liberalisme dan
neorealisme. Perspektif liberalisme akan dipergunakan sebagai dasar
analisis perkembangan LBB sementara perspektif neorealisme akan
dipergunakan dalam menganalisa perkembangan PBB.
Pembentukan LBB pada tahun 1919 sangat dipengaruhi oleh
pemikiran kaum liberal mengenai democratic peace. Pemikiran tersebut
diungkapkan oleh Immanuel Kant1 yang menyatakan bahwa perang
merupakan hal yang tidak pernah terpikirkan dalam hubungan negara-
negara liberal yang demokratis. Wendt2 kemudian memberikan contoh
bahwa perang antara Amerika Serikat dan Kanada merupakan sebuah
hal yang tidak dapat dibayangkan, hal tersebut bukan karena konstitusi
mereka namun karena mereka adalah teman. Pemikiran mengenai
perilaku kooperatif tersebut menginspirasi Woodrow Wilson dalam
menggagas solusi pasca perang.
Woodrow menjelaskan bahwa pembentukan organisasi
internasional merupakan hal yang penting untuk menjaga perdamaian.
Terlebih dalam lingkungan yang anarki3. Wilson yang merupakan
Presiden Amerika Serikat pada masa tersebut kemudian menggagas 14
poin penting akan pembentukan organisasi bangsa-bangsa yang ia
1 Dunne, Tim. 2005. “Liberalism”, dalam John Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal. 185-2012 Ibid.3 Ibid. Hal. 2
2
tujukan pada kongres Amerika Serikat pada bulan Januari 1918.
Pemikiran Wilson ini juga memiliki kemiripan akan penjelasan Kant
mengenai keadaan Perpetual Peace. Dimana ia mengajukan
pembentukan sebuah liga kedamaian yang disebut dengan pacific
federation.
“Each nation for the sake of its own security can and ought to demand of the
others that they should enter along with it into a constitution, similar to a
civil one, within which the rights of each could be secured… but peace can
never be inaugurated nor secured without a general agreement between the
nations; thus a particular kind of league, which we will call a pacific
federation is required… it can be shown that this idea of federalism,
extending gradually to encompass all states and thus leading to a perpetual
peace, is practicable and has objective reality. (Kant 1991: 102-5).4
Dapat dikatakan bahwa berbagai pemikiran akan pembentukan
Liga Kedamaian inilah yang menjadi dasar pembentukan LBB. Collective
Security merupakan salah satu konsep yang diajukan oleh Wilson sebagai
sistem kinerja utama LBB. Bahwa liga keamanan tersebut idealnya
memiliki kekuatan militer untuk melawan agresi dan memiliki dominasi
atas kehendaknya, berbeda dengan konsep aliansi yang berfokus pada
penggabungan kekuatan untuk merespon ancaman dari luar5.
Liberalisme juga mempengaruhi pembentukan LBB melalui konsep
integrasi dan interdependensi.
Integrasi sendiri dapat dijelaskan sebagai sebuah proses
pembangunan closer-union antar negara dalam lingkup regional maupun
internasional, Mitrany menjelaskan bahwa proses ini umumnya didahului
dengan apa yang disebut ramifikasi atau proses penyelesaian masalah
teknikal melalui kooperasi. Sementara interdependensi merupakan
kondisi dimana seorang aktor mendapatkan pengaruh atau dampak dari
keputusan aktor lainnya6. Konsep-konsep liberalisme inilah yang
mendasari usulan dan kinerja dari LBB sebagai organisasi internasional
terbesar pertama pasca perang dunia. Penjelasaan mengenai kinerja dan
4 Ibid. Hal 25 Ibid. Hal 26 Ibid. Hal 2
3
struktur LBB yang berkaitan dengan teori liberalis sendiri akan
dijelaskan lebih lanjut dalam sub-judul selanjutnya.
Di sisi lain, transformasi LBB menuju PBB merupakan suatu hal
yang dipertanyakan terkait teori kerjasama dalam kooperasi kaum
liberal. Ketika perang dunia II dimulai oleh Jerman, Italia dan Jepang
yang sebelumnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari LBB, LBB
dianggap gagal dalam mencapai tujuannya. LBB kemudian berada dalam
masa tidak aktif, dimana para pemimpin negara mulai
memperbincangkan wacana pembentukan organisasi yang menggantikan
LBB. PBB kemudian terbentuk pada tahun 1945 ketika perang dunia II
diakhiri dengan kemenangan kelompok sekutu. Kemenangan ini
membawa pengaruh besar terhadap struktur dan operasi PBB yang
menggunakan basis Dewan Keamanan denggan veto power, suatu hal
yang membedakannya dengan LBB.
Penulis akan menganalisa sistem PBB ini melalui perspektif
neorealisme. Pandangan neorealisme sendiri memiliki perbedaan dengan
pandangan realisme yang menitikberatkan kedaulatan negara sebagai
pusat dari tindakan negara dalam kondisi dunia yang anarkis. Pandangan
neorealisme dipopulerkan oleh Kenneth Waltz yang menjelaskan bahwa
institusi yang diikuti oleh negara-negara merupakan sebuah hal yang
penting sebagai upaya penjagaan keamanan negara. Bahwa power dan
interaction merupakan hal yang harus dipertimbangkan negara dalam
sebuah struktur internasional. Neorealisme menjelaskan bahwa distribusi
kekuatan dan kepentingan negara akan mempengaruhi perilaku negara7,
oleh karenanya neorealisme memperkenalkan konsep-konsep seperti
balance of power dan hegemonic stability.
Neorealisme memiliki kedekatan dengan neoliberalisme. Keduanya
mendukung pembentukan institusi bersama negara-negara dalam sistem
internasional. Perbedaan keduanya berpusat pada inti kerjasama
tersebut. Neorealisme menekankan bahwa kerjasama negara
dilatarbelakangi oleh keinginan untuk survive dan menjaga kekuatannya,
7 Dunne, Tim & Schimdt, Brian C. 2005. “Realism”, dalam John Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal. 162-181
4
sementara kaum neoliberalis mendasarkan kerjasama internasional
sebagai bentuk dukungan dan promosi bahwa kooperasi bukan
merupakan hal yang tidak mungkin terjadi dalam sistem dunia yang
anarki8. PBB memiliki perbedaan dengan LBB dimana terdapat negara-
negara besar yang menjadi induk dari segala keputusan mengenai
bidang keamanan dan perdamaian dunia. Induk tersebut yakni negara-
negara pemenang perang dunia II.
Amerika Serikat, Rusia, Inggris dan Perancis merupakan negara
pemenang perang dunia II dan sekaligus merupakan negara pemilik veto
power. Hal ini sesuai dengan penjelasan Waltz yang menjelaskan bahwa
efektifitas dari keadaan sistem internasional dan kesuksesan institusi
internasional tidak sebatas terjadi hanya karena kooperasi negara-negara
akan ketergantungan, namun juga karena adanya negara yang
mempunyai major power yang mendukung keberlangsungan interaksi
tersebut9. Pernyataan ini berbeda dengan argumentasi neoliberal yang
menyatakan bahwa kooperasi dapat terjadi secara efektif hanya karena
kondisi global yang mendukung untuk melakukan kerjasama dalam
bidang ekonomi dan lingkungan10. Dalam penjelasan akan struktur dan
organisasi PBB selanjutnya, akan terlihat bagaimana penjelasan kaum
neorealis berkontribusi dalam membuat PBB tetap berjalan hingga saat
ini, tidak seperti LBB yang gagal dan digantikan dengan PBB.
Liga Bangsa-Bangsa: Struktur dan Organisasi
Liga Bangsa-bangsa yang terbentuk pada tahun 1919 memiliki
dasar acuan dan prinsip utama yang tertuang dalam The League of
Nations Convenant yang mengatur segala isi dan kinerja organisasi
tersebut. Dalam Covenant tersebut disebutkan bahwa, LBB memiliki
seorang Secretary-General yang bertugas sebagai pemimpin sidang yang
juga dimandatkan dalam mengatur, memutuskan serta mempublikasikan
hasil sidang kedalam berita tertulis. LBB memiliki struktur organisasi
8 Lamy, Steven L. 2005. “Contemporary Mainstream Approaches: Neo-realism and Neo-liberalism” dalam John Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal. 205-2249 Ibid. Hal. 410 Ibid. Hal. 4
5
yang terdiri dari beberapa komisi dan komite diantaranya adalah the
Permanent Mandates Commission, the Committee of enquiry for
European Union, the Financial Committee, the Economic Committee, the
Committee on Arbitration and Security dan the Permanent Central
Opium Board. LBB telah menghasilkan setidaknya 169 hasil sidang yang
dipublikasikan terhitung tahun 1922 hingga tahun 193811.
Dalam tulisannya, A. Walter Dorn mencoba menjelaskan isi dari
Covenant tersebut terkait struktur didalam LBB. Dorn menjelaskan
bahwa terdapat beberapa subjek yang ada di dalam convenant. Preamble
yang termasuk bagian dari subject menjelaskan secara garis besar
mengenai LBB, tujuan dan prinsip utama LBB dalam menjalankan
organisasinya. Beberapa subject setelahnya mengatur keanggotaan
negara, organ didalam LBB, serta berbagai concerns LBB yang
dispesifikasikan kedalam beberapa subjek yang berkaitan dengan upaya
penjagaan keamanan dan perdamaian dunia seperti Arms Reduction,
Dispute Settlement, hingga Courts of Justice12.
Negara yang termasuk kedalam keanggotaan LBB adalah negara
yang menandatangani convenant LBB pada awal terbentuknya LBB.
Namun keanggotaan tambahan dapat disetujui ketika telah melalui 2/3
quorum voting dalam Majelis. Secretary-General LBB akan dipilih dari
perwakilan anggota LBB yang menandatangani convenant. LBB memiliki
dua komisi besar didalam organisasinya yakni dewan dan majelis.
Council atau dewan beranggotakan satu orang perwakilan negara
anggota LBB dan memiliki satu vote. Semetara majelis dihadiri oleh
setiap anggota negara LBB dengan maksimal tiga orang representasi
setiap negara, walaupun demikian representasi tersebut tetap
mempunyai satu vote saja13.
Persamaan antara majelis dengan dewan inilah kemudian yang
menyebabkan ketidakefektifan LBB dalam menyelesaikan berbagai
11 Anon. 2012. “The League of Nations (Geneva) Collection 1920-1945”, dalam International Institutes of Social History. Hal 1. Artikel dapat ditemukan dalam laman http://www.iisg.nl/archives/pdf/10758520.pdf [diakses pada tanggal 3 Oktober 2012]12 Dorn, A. Walter. 2008. “The League of Covenant and UN Charter: A Side by Side Comparison”, dalam Royal Military College of Canada. Hal. 6-913 Ibid.
6
kasus. Hal inilah yang coba diungkapkan oleh Taylor Paul dan Devon
Curtis yang menuliskan sejarah LBB dan PBB dalam tulisannya. Paul dan
Curtis berpendapat bahwa sebagai komite eksekutif, majelis dan dewan
tidak efektif karena dihadiri oleh seluruh anggota LBB dan keputusan
yang dihasilkan haruslah keputusan yang unanimous atau disepakati oleh
seluruhnya dengan satu suara. Paul dan Curtis kemudian
mengungkapkan bahwa pembagian tanggung jawab diantara dua komite
besar di LBB ini juga tidak jelas. Hal ini membuat kinerja dan keefektifan
LBB dipertanyakan14.
Paul dan Curtis kemudian mengungkapkan alasan lainnya dibalik
keruntuhan LBB. Salah satu alasan lainnya adalah bahwa setiap
keputusan yang diformasikan oleh majelis dan dewan bersifat
recommendation, yang berarti tidak ada ikatan terhadap keputusan itu.
Hal tersebut menurut Paul dan Curtis berbahaya mengingat tujuan awal
LBB adalah menjaga perdamaian. Banyak negara yang dapat saja
menolak dan tidak mendapatkan sanksi apabila tidak menyepakati hasil
sidang, tidak ada mekanisme yang mengatur hal tersebut dalam LBB.
Dan alasan terakhir keruntuhan LBB adalah ketika Amerika Serikat
sebagai negara superpower tidak masuk ke dalam LBB itu sendiri15.
Sehingga liga tersebut seolah-olah hanya berupa perkumpulan
negara-negara yang dapat saja mengingkari kooperasinya karena tidak
ada kekuatan yang mampu mengontrol kinerja liga. Hal ini didukung
melalui fakta mengenai awal dimulainya perang dunia II, protes China
akan penyerangan Jepang kepada Manchuria tidak mendapatkan
tanggapan oleh LBB dan berujung pada keluarnya Jepang dari LBB pada
tanggal 27 Maret 193316. Disusul kemudian oleh pengunduran diri
Jerman pada 14 Oktober 1933 dan keluarnya Italia dari LBB pada 11
Desember 193717. Ketika negara tersebut dikenal sebagai kelompok
14 Taylor, Paul & Curtis, Devon. 2005. “The United Nations”, dalam John Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal. 405-424.15 Ibid. Hal. 616 Carruthers, Susan L. 2005. “International History 1900-1945”, dalam John Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal. 63-91.17 Ibid.
7
poros dan kelompok yang memulai berbagai agresi yang memulai perang
dunia II.
Perserikatan Bangsa-Bangsa: Struktur dan Organisasi
Ketika mengalami kegagalan karena meletusnya perang dunia II,
LBB kemudian berada pada kondisi tidak aktif. Hingga pada tahun 1945
setelah perang dunia II berakhir, LBB dibubarkan dan bertransformasi
menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa. PBB sendiri memiliki tujuan yang
sama dengan LBB namun berada dalam formasi dan kemasan yang
berbeda. United Nations terbentuk tepatnya pada tanggal 24 Oktober
1945 dengan 51 negara sebagai anggota pertamanya. Selaiknya LBB
yang memiliki The League of Nations Covenant, PBB memiliki UN
Charter yang dibentuk oleh negara-negara former PBB selama perang
dunia II sebagai fondasi dan prinsip dasar kinerja dari organisasi ini18.
Paul Taylor dan Devon Curtis menjelaskan bahwa setidaknya
terdapat 4 tujuan PBB yang tercantum di dalam UN Charter. Pertama
adalah untuk menjaga keamanan dan perdamaian internasional,
membangun hubungan yang harmonis antar negara, menyelesaikan
permasalahan internasional secara kooperatif serta menghargai hak-hak
asasi manusia, serta menjadi pusat harmonisasi aksi negara-negara di
dunia19. Perbedaan mendasar antara LBB dan PBB dapat dilihat dalam
perbedaan komite kedua organisasi internasional tersebut. LBB hanya
memiliki majelis umum dan dewan yang memiliki kekuatan yang sama
dengan jumlah member state dan vote yang sama. Menurut Paul dan
Curtis hal inilah yang menjadi dasar perubahan PBB dimana PBB
menyadari bahwa kekuatan yang lebih prerogatif di dalam badan dunia
ini. Aplikasi ini kemudian selaras dengan pemikiran kaum neorealis akan
kooperasi dan institusi internasional. Bahwa kekuatan dan negara masih
menjadi aspek utama dalam hubungan internasional.
Security Council adalah badan PBB yang tidak dimiliki oleh LBB.
Dewan khusus ini memiliki hak prerogatif dan dimandatkan secara
18 Ibid. Hal. 619 Ibid. Hal. 6
8
khusus dalam pengambilan keputusan terkait isu perdamaian dan
keamanan internasional. Pada mulanya dewan keamanan memiliki 11
anggota dengan 5 negara permanen dan 6 negara non-permanen.
Namun, pada tahun 1965 keanggotaan dewan keamanan ditambahkan
hingga 15 negara dengan 5 negara permanen dan 10 negara non-
permanen20. Hak veto merupakan salah satu keistimewaan Negara
Permanent-5 dalam Security Council PBB, dimana “the five permanent
members of the security council were seen as the major powers when the
UN was founded, and they were granted a veto on the view that if big
powers were not given a privileged position, the UN would not work.”21
Memiliki kemiripan dengan majelis dalam LBB, PBB memiliki
General Assembly atau majelis umum yang beranggotakan seluruh
member-state PBB yang diikuti oleh 191 negara dunia hingga tahun
2003. Dalam website resmi PBB yang diakses pada tahun 2012, jumlah
member-state PBB bertambah sebanyak 193 negara dengan masuknya
Montenegro pada tahun 2006 dan South Sudan pada tahun 201122. GA
PBB memberikan satu vote untuk masing-masing negara dan mengambil
keputusan mengenai perdamaian, pengesahan anggota baru dan budget
UN dengan sistem quorum yakni 2/3 majority. Sistem simple majority
juga dipergunakan dalam keputusan non-substansial, sementara sistem
consensus mulai sering dipergunakan dalam berbagai pertemuan PBB23.
Paul dan Curtis juga menyatakan bahwa GA hanya mampu memberikan
rekomendasi hasil sidang yang tidak mengikat, kecuali GA fifth
committee yang mendiskusikan budget UN, memiliki hasil yang
mengikat.
PBB memiliki markas besar yang bertempat di New York, dengan
UN offices yang bertempat di Geneva, Vienna, dan kota-kota lainnya di
dunia. PBB sama dengan LBB memiliki seorang Secretary-General yang
memiliki peran sebagai pemimpin sidang dan pengambil keputusan
dalam mencetak berita terkait PBB. Terhitung sejak tahun 2007, Ban Ki-
20 Ibid. Hal. 621 Ibid. Hal. 622 Member-States: Growth in United Nations Membership, 1945-Present. 2012. Ditemukan dalam laman http://www.un.org/en/members/growth.shtml#2000 [diakses pada tanggal 10 Oktober 2012]23 Ibid. Hal. 6
9
moon yang berasal dari Korea Selatan medapatkan mandate sebagai
Sekjen PBB ke-8 dan secara unanimous terpilih kembali untuk menjadi
sekjen PBB pada tahun 201124. Selain dewan keamanan dan majelis
umum, PBB memiliki beberapa komite lainnya seperti the Economic and
Social Committee (ECOSOC) dan berbagai sub-body serta agency yang
menangani isu-isu khusus seperti UNICEF, UNESCO, WHO, ILO dan lain
sebagainya25. Sub-khusus dibawah PBB ini juga menjadi salah satu
pembeda dari LBB dan PBB, dimana PBB memiliki perkembangan yang
lebih spesifik dan berpengaruh dalam berbagai isu internasional
disamping isu utamanya yakni isu keamanan dan perdamaian dunia.
Kesimpulan: Perkembangan dalam Organisasi
Keamanan Dunia LBB Menuju PBB
Perubahan dalam LBB menuju PBB, dapat disimpulkan bermula
dari kegagalan LBB dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi
keamanan dan perdamaian dunia. Absennya kekuatan yang mampu
mendukung eksistensi organisasi internasional seperti teori kaum
neorealis merupakan salah satu penyebab dari kegagalan. Demikian
halnya dalam struktur organisasi. LBB yang beroperasi melalui ide
collective security kaum liberal, tidak berhasil karena tidak adanya
sumber daya militeristik yang mampu menganggapi protes dan peristiwa
menyangkut agresi dan penyerangan negara. Sehingga dapat dikatakan
bahwa LBB tidak berhasil memberikan perlindungan serta bantuan
terkait kasus keamanan pada saat itu. Salah satunya dapat dilihat melalui
penjelasan C.G. Fenwick bahwa;
“The success of the Italian campaign in Ethiopia in the face of public
condemnation of Italy by the League of Nations as an aggressor, and in
spite of economic sanctions applied by the League, limited as they were,
has led to a quite general reaction on the part of public opinion in United
States to the League as being a “failure”. On the part of those who believe
in the principle of collective security as applied to international relations,
24 Secretary-General Ban Ki-Moon: Biography. 2012. Ditemukan dalam laman http://www.un.org/sg/ biography.shtml [diakses pada tanggal 10 Oktober 2012]25 Ibid. Hal. 6
10
the confession of the failure of the league has been naturally a regretful
one.26” (Fenwick. 1956: 306)
Alasan kegagalan LBB tersebut sesuai dengan penjelasan Citra
Hennida akan tiga faktor yang melatarbelakangi pembubaran suatu
organisasi internasional secara umum yakni; (1) tidak mampunya suatu
organisasi internasional dalam mengakomodasi kepentingan anggota; (2)
tidak mampunya suatu organisasi internasional dalam mencapai tujuan;
dan (3) struktur organisasi yang tidak jelas27. Alasan pertama dapat
dijelaskan melalui keluarnya negara-negara dan protes yang tidak
kunjung mendapatkan respondari dari PBB akan agresi dan perang,
aspek kedua dijelaskan melalui kegagalan aspek teoritis kaum liberal
akan perdamaian abadi dalam LBB, serta yang terakhir bahwa LBB
secara struktur tidak memiliki kekuatan yang mampu mendominasi dan
memiliki legitimasi seperti pada dewan keamanan PBB. Sehingga melalui
alasan ketika, aspek collective security LBB gagal berjalan.
Kegagalan ini kemudian diperbaiki oleh PBB yang memiliki sistem
organisasi yang berbeda walaupun memiliki kesamaan dalam tujuan akan
perdamaian dunia. Penulis berpendapat bahwa perbedaan sistem inilah
yang menyebabkan perbedaan eksistensial diantara kedua. Walaupun
dalam aspek tujuan PBB dapat dikatakan juga belum berhasil
menyelenggarakan keamanan dan perdamaian dunia tanpa perang
(karena masih adanya peperangan dan persengketaan seperti pada kasus
Israel-Palestina), namun sistem dewan keamanan dalam PBB dapat
dikatakan berfungsi sesuai dengan aspek collective security. Veto yang
dimiliki negara-negara pemenang perang dunia membuat PBB mampu
bergerak dalam aspek militeristik, seperti intervensi yang dilakukan PBB
dalam menjaga hak asasi manusia dan pengiriman pasukan perdamaian
yang menjaga daerah-daerah konflik, mampu menimbulkan aspek
assistance dan perlindungan yang tidak dapat diberikan LBB. Walaupun
di lain sisi hal terkait intervensi PBB masih menjadi topik perdebatan
26 Fenwick, C. G. Fenwick. 1936. “The "Failure" of the League of Nations” dalam, The American Journal of International Law Vol. 30, No. 3 (Jul., 1936), pp. 506-509. American Society of International Law. Artikel dapat ditemukan dalam laman http://www.jstor.org/stable/2191024 [diakses pada tanggal 5 Januari 2013]27 Hennida, Citra. 2012. Berdasarkan penjelasan di kelas Organisasi Internasional (28 September 2012) mengenai “LBB dan PBB”.
11
yang hangat, menurut pendapat penulis aspek-aspek terkait kekuatan
permanent 5 merupakan pembeda utama LBB dan PBB dalam
implementasinya. Permanent 5 secara tidak langsung mengontrol dan
menjadi pusat dari kinerja PBB. Sehingga PBB berjalan dan terus
berkembang dalam isu-isu spesifik terkait kemanusiaan hingga saat ini.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegagalan LBB tidak hanya
meliputi aspek teoritis semata seperti tujuan dan latar belakang liberal
yang dimilikinya, namun juga kepada aspek implementatif yakni
kepentingan anggota dan sistem serta struktur organisasi yang kacau.
Kegagalan tersebut diperbaiki dalam pembentukan PBB, sehingga
terlepas dari aspek dan penjelasan mendalam akan efektifitas PBB, PBB
sendiri telah sukses dalam perkembangannya dan menjaga eksistensinya
sebagai organisasi internasional intra-governmental hingga saat ini.
Daftar Pustaka
Buku Cetak
Carruthers, Susan L. 2005. “International History 1900-1945”, dalam
John Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An
Introduction to International Relations (Third Edition). New York:
Oxford University Press. Hal. 63-91.
Dorn, A. Walter. 2008. “The League of Covenant and UN Charter: A Side
by Side Comparison”, dalam Royal Military College of Canada. Hal.
6-9
Dunne, Tim. 2005. “Liberalism”, dalam John Baylis and Steve Smith The
Globalization of World Politics: An Introduction to International
Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal.
185-201
Dunne, Tim & Schimdt, Brian C. 2005. “Realism”, dalam John Baylis and
Steve Smith The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations (Third Edition). New York: Oxford University
Press. Hal. 162-181
Lamy, Steven L. 2005. “Contemporary Mainstream Approaches: Neo-
realism and Neo-liberalism” dalam John Baylis and Steve Smith The
12
Globalization of World Politics: An Introduction to International
Relations (Third Edition). New York: Oxford University Press. Hal.
205-224
Taylor, Paul & Curtis, Devon. 2005. “The United Nations”, dalam John
Baylis and Steve Smith The Globalization of World Politics: An
Introduction to International Relations (Third Edition). New York:
Oxford University Press. Hal. 405-424.
Artikel Online
Anon. 2012. “The League of Nations (Geneva) Collection 1920-1945”,
dalam International Institutes of Social History. Hal 1. Artikel dapat
ditemukan dalam laman
http://www.iisg.nl/archives/pdf/10758520.pdf [diakses pada tanggal
3 Oktober 2012]
Fenwick, C. G. Fenwick. 1936. “The "Failure" of the League of Nations”
dalam, The American Journal of International Law Vol. 30, No. 3
(Jul., 1936), pp. 506-509. American Society of International Law.
Artikel dapat ditemukan dalam laman
http://www.jstor.org/stable/2191024 [diakses pada tanggal 5 Januari
2013]
Website Resmi
Member-States: Growth in United Nations Membership, 1945-Present.
2012. Ditemukan dalam laman
http://www.un.org/en/members/growth.shtml#2000 [diakses pada
tanggal 10 Oktober 2012]
Secretary-General Ban Ki-Moon: Biography. 2012. Ditemukan dalam
laman http://www.un.org/sg/ biography.shtml [diakses pada tanggal
10 Oktober 2012]
Lecturing Kelas
Hennida, Citra. 2012. Berdasarkan penjelasan di kelas Organisasi
Internasional (28 September 2012) mengenai “LBB dan PBB”.
13