pertamina up ii & iii
TRANSCRIPT
SEJARAH PERTAMINA UP II DUMAI. RIAU
A. Pembangunan Pertama
Pembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor asing, yaitu:
1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin dan instalasi.
2. TAISEI construction, Co, untuk pembangunan konstruksi kilang.
Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation Unit (CDU/100) yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD.
Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 8 September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari kilang ini antara lain: Naphtha, Kerosene, Solar/Automotive Diesel Oil (ADO) dan Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.
B. Perluasan Kilang Putri Tujuh
Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk mengolah bottom productvmenjadi bensin premium dan komponen mogas dengan mendirikan unit-unit baru seperti: Platforming Unit, Naphtha Rerun Unit, Hydrobon Unit dan Mogas Component Blending Plant.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.
C. Pembuatan Kilang Baru
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut :
1. High Vacuum Distillation Unit (110)
2. Delayed Coking Unit (140)
3. Coke Calciner Unit (170)
4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5. Hydrocracker Unibon (211/212)
6. Distillate Hydrotreating Unit (220)
7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300/310)
8. Hydrobon Platforming Unit/PL-1 (301)
9. Amine-LPG Recovery Unit (410)
10. Hydrogen Plant (701/702)
11. Sour Water Stripper Unit (840)
12. Nitrogen Plant (940)
13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.
Kilang Minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining Associater (Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969, dengan kapasitas desain 25 MBSD. Beberapa sejarah penting Kilang Sei Pakning:
1. Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun 1975
2. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSd pada tahun 1977
3. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun 1980
4. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982.
D. Pertamina UP II Dumai Saat ini
Saat ini, Pertamina UP II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :
1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD
2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD
Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas pengolahan rata-rata 127 MBSD. Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah : Premium, Jet Petroleum Grade, Aviation Turbin, Kerosin, Automotive Diesel Oil (ADO). Sedangkan non-BBM antara lain : LPG dan Green Coke.
SEJARAH PERTAMINA RU III PLAJU, PALEMBANG
Salah satu Refinery Unit yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero) adalahRefinery Unit III Plaju yang terletak di Palembang. Sejarah dari RU III ini dimulai ketika ditemukannya sumur minyak bumi di Telaga Tunggal pada tahun 1885. PT. Pertamina (Persero) RU III memiliki luas area sebesar 384 hektar yang terbagi menjadi dua, yaitu daerah plaju sebesar 230 hektar dan daerah sungai gerong sebesar 154 hektar, pada awalnya terdapat dua kilang yang terpisah dari Refinery Unit ini, yaitu kilang Plaju dan kilang Sungai Gerong.
Kilang Plaju didirikan pada tahun 1903 oleh perusahaan minyak dari Belanda, yaitu Shell. Kemudian pada tahun 1926, perusahaan minyak dari Amerika Serikat, yaitu Stanvac, mendirikan kilang Sungai Gerong. Sejarah perkembangan RefineryUnit III Plaju-Sungai Gerong dapat dirangkum dalam Tabel 1 di bawah ini:
Tahun
Kegiatan
1903
Kilang Plaju didirikan oleh Shell
1926
Kilang Sungai Gerong didirikan oleh Stanvac
1965
Kilang Plaju dibeli dari Shell oleh Negara (PERTAMINA)
1970
Kilang Sungai Gerong dibeli dari Stanvac oleh Negara (PERTAMINA)
1971
Unit polypropylene mulai dibangun dengan kapasitas 20.000 ton per tahun
1972
Proyek integrasi kilang Plaju dan Sungai Gerong mulai dilakukan
1982
Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi (PKM I) yang berkapasotas 98 MBCD dan pembangunanHigh Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong serta revampingCDU untuk konservasi energy
1984
Proyek pembangunan Kilang TA/PTA (Terephthalic Acid/Purified Terephthalic Acid) dengan kapasitas produksi 150.000 ton per tahun
1986
Kilang TA/PTA mulai berproduksi
1987
Proyek pengembangan konservasi energy atau Energy Conservation Improvement (ECI)
1988
Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi dan Produksi Kilang (UPEK)
1990
Debottlenecking kapasitas unit TA/PTA menjadi 225.000 ton per tahun
1993
Total Plant Test dengan kapasitas 131,1 MBSD dan pelaksanaa proyek RTL hasil Plant Test
1994
Pelaksanaa Proyek Kilang Musi (PKM) II yang meliputi revamping RFCCU, pembangunan New Ploypropylene, perubahan listrik dari 60 Hz menjadi 50 Hz di Sungai Gerong, modifikasi unit Redistilling I/II Plaju menjadi CDU, dan mendesain ulang Cyclone FCCU Sungai Gerong
1996
Unit Redistilling I/II dimodifikasi menjadi CDU
2002
Pembangunan jembatan integrasi yang menghubungkan Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong
2007
Kilang TA/PTA berhenti beroperasi
PROSES PENGOLAHAN PADA KILANG PT. PERTAMINA RU IIA. Pengolahan Minyak pada PT. PERTAMINA RU II
Bahan baku ( feed stock ) yang diolah oleh kilang P.T PERTAMINA RU II Dumai (
Persero ) adalah minyak mentah produksi P.T CHEVRON PASIFIC INDONESIA yang dihasilkan
oleh ladang minyak daerah Duri ( Duri Crude ) dan Minas ( Minas Crude ),dengan perbandingan
campuran untuk sekarang ini adalah 85 % volume Minas Crude dan 15 % volume Duri Crude.
Pada awalnya kapasitas desain Kilang Dumai adalah sebesar 100.000 barrel minyak mentah /
hari. Dengan adanya modifikasi sejumlah peralatan,maka kapasitas desain bertambah menjadi
130.000 – 135.000 barrel / hari atau sekitar 130 % kapasitas design.
Jenis produksi Kilang PT. PERTAMINA UP II Dumai ( persero ) adalah :
A. Produk BBM
No Jenis Produk Juta BBL/thn Volume (%)
1 Aviation Turbine ( Avtur ) 3,10 4,75
2 Mogas 88 9,60 14,70
3 Kerosene 14,77 22,62
4 Automotive Diesel Oil ( ADO ) 25,29 38,73
5 Refinery Fuel 5,10 7,81
B. Produk Non BBM
No Jenis produk Juta BBL/thn volume(%)
1 Liquid Petroleum Gas ( LPG ) 1,04 1,60
2 Green Coke 1,31 1,97
3 Low Sulphur Wax Residu 6,07 9,30
Total 66,28 101,51
Selain jenis produk tersebut di atas juga diproduksi Jet Petroleum Grade 5 ( JP – 5 ) yang merupakan bahan baker pesawat tempur F – 16.Produksi jenis JP _ 5 tergantung permintaan dalam negeri dan eksport.
Pengolahan minyak mentah di Pertamina UP II Dumai dapat dikelompokkan ke dalam tiga kompleks, yaitu Hydro Skimming Complex (HSC), Hydro Cracking Complex (HCC), dan Heavy Oil Complex (HOC). Pengelompokan tersebut didasarkan atas bahan baku serta proses yang terjadi di dalamnya. Ketiga kompleks tersebut masih terbagi lagi menjadi beberapa unit-unit pengolahan. Diagram alir sederhana dari proses pengolahan kilang minyak PT. Pertamina RU II Dumai dapat dilihat pada gambar.
Gam
bar
3.1
Dia
gram
alir
sede
hana
pro
ses p
engo
laha
n PT
.Per
tam
ina
RU
II
B. Deskripsi Proses Pengolahan
1. Hydro Skimming Complex (HSC)
HSC mengolah minyak mentah menjadi beberapa produk terutama gasoline dengan angka
oktan tinggi. Terdapat dua proses yang terjadi di HSC yaitu primary proces yang bertujuan untuk
memisahkan fraksi-fraksi minyak mentah berdasarkan trayek titik didihnya, dan secondary proces
yang bertujuan untuk memisahkan produk hasil primary process dengan berbagai reaksi kimia
berkatalis untuk memperbaiki kualitas produk tersebut. Terdapat enam unit yang ada di kompleks
HSC yaitu :
a. Crude Distillation Unit (CDU) – unit 100
CDU berfungsi untuk memisahkan minyak mentah menjadi fraksi-fraksinya berdasarkan
trayek titik didih masing-masing fraksi. Unit ini disebut juga dengan topping unit dan bekerja
berdasarkan prinsip distilasi atmosferik. Temperatur operasinya kurang lebih C.
b. Naphtha Rerun Unit (NRU) – unit 102
NRU berfungsi untuk memisahkan produk straight run naphtha keluaran CDU kilang Dumai
dan kilang Sei Pakning menjadi light naphtha dan heavy naphtha dengan proses distilasi. Seluruh
nafta ringan disimpan ke tangki sebagai komponen blending gasolin sedangkan seluruh nafta berat
diumpankan ke unit Hydrobon Platforming. Nafta ringan memiliki rentang titik didih hingga
sedangkan nafta berat memiliki rentang titik didih C hingga C. Temperatur operasi di rerun
tower kurang lebih C. Kapasitas operasi SRN yang diolah yaitu 8 MBSD.
c. Hydrobon Platforming Unit (PL-I) – unit 301
PL-I terdiri dari dua bagian yaitu hydrobon dan platforming. Kedua bagian tersebut saling
berkaitan. Hydrobon adalah kumpulan unit yang memiliki tujuan untuk memurnikan heavy naphtha
keluaran NRU dari pengotor berupa senyawa nitrogen, sulfur, oksigen, klor, dan logam yang dapat
meracuni katalis bagian platforming.
d. Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) – unit 200
NHDT berfungsi untuk menghilangkan pengotor pada nafta seperti sulfur, oksigen, nitrogen,
klorida, serta untuk menjenuhkan olefin. Pengotor-pengotor tersebut dapat meracuni katalis unit PL-
II. Sedangkan olefin perlu dijenuhkan untuk menjaga stabilitas produk platformat supaya tidak mudah
bereaksi. Fungsi NHDT ini sama dengan unit PL-I bagian hydrobon.
Produk yang dihasilkan unit ini adalah offgas yang digunakan sebagai bahan bakar kilang dan
sisanya dapat dibuang ke flare, light naphtha yang digunakan sebagai komponen blending gasolin, dan
hydrotreated naphtha yang diumpankan ke unit PL-II.
e. Platforming II Unit (PL-II) – unit 300
PL-II berfungsi untuk mengkonversi hydrotreated naphtha dari NHDT menjadi platformat
yang disebut juga dengan high grade motor fuel. Terjadi peningkatan ON dalam konversi tersebut.
Reaksi yang terjadi di unit ini sama dengan reaksi yang terjadi di unit PL-I yaitu dehidrogenasi,
hydrocracking parrafin, isomerisasi, dan dehidrosiklisasi parafin. Untuk melaksanakan reaksi tersebut
dipergunakan katalis bimetalik UOP R-134 (Pt-Rh/ ) dengan temperatur operasi , tekanan
operasi 9 kg/ , dan rasio minimum terhadap hidrokarbon sebesar 2.5. Namun tidak seperti PL-
I, PL-II tersusun dari tiga reaktor yang dipasang seri secara vertikal dan katalis bergerak secara
kontinu untuk diregenerasi. Kapasitas unit ini adalah 8.95 MBSD.
f. Continuous Catalyst Regeneration Unit (CCR) – unit 310
CCR berfungsi untuk meregenerasi katalis unit PL-II yang aktivitasnya sudah menurun akibat
keracunan umpan dari NHDT dan atau DCU dan pembentukan coke pada reaktor karena temperatur
operasi yang tinggi. Regenerasi dilakukan dengan cara membakar katalis dalam regen tower sehingga
seluruh racun dan coke dapat dihilangkan dari katalis. Pembakaran katalis dilakukan pada temperature
C. Kapasitas unit ini adalah 136 kg/jam. Regenerasi katalis dilakukan dengan tahapan – tahapan
yaitu pembakaran dengan udara panas, penginjeksian klorida, pengeringan dan proses reduksi. Ketiga
proses pertama berlangsung di unit CCR sedangkan proses terakhir terjadi di unit PL-II pada bagian
atas reaktor. Setelah keluar dari unit CCR diharapkan katalis mempunyai aktivitas yang tinggi
sehingga dapat dipakai kembali untuk mereforming hidrokarbon.
2. Hydro Cracking Complex (HCC)
Fungsi utama bagian ini adalah melakukan perengkahan hidrokarbon dengan bantuan
hidrogen menghasilkan fraksi-fraksi yang lebih ringan. Bagian ini termasuk dalam new plant, yang
terdiri dari lima unit operasi, antara lain
1.Hydrocracker Unibon Unit (HCU) – unit 211 dan unit 212
HCU berfungsi mengolah HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) dan HCGO (Heavy Coker Gas
Oil) menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan melalui proses perengkahan berbantuan gas hidrogen
(hydrocracking).
2.Hydrogen Plant – unit 701 dan unit 702
Unit ini berfungsi untuk memproduksi hidrogen dengan kemurnian lebih dari 97%. Gas
hidrogen akan digunakan dalam proses hydrotreating dan hydrocracking, sebagai make up serta
sebagai recycle gas untuk beberapa unit proses. Umpan yang digunakan dalam unit ini adalah LPG
dari unit Amine & LPG Recovery dan gas yang berasal dari unit platforming dan Amine & LPG
Recovery. Reaksi – reaksi yang terjadi dalam unit ini antara lain adalah desulfurisasi, steam
reforming, HTSC dan LTSC untuk menghilangkan CO, CO2 absorption, serta metanasi.
3.Amine & LPG Recovery – unit 410
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan sulfur dalm gas dan LPG yang dihasilkan
unit-unit lain. Penghilangan sulfur ini bertujuan untuk mencegah teracuninya katalis dalam unit proses
dan mencegah terjadinya korosi dalam tangki LPG.
4.Sour Water Stripper (SWS) – unit 840
Unit ini berfungsi untuk menurunkan kandungan H2S dan NH3 yang mengkontaminasi air
proses sehingga dapat digunakan kembali dan tidak mencemari jika dibuang ke lingkungan. Unit ini
mampu menghilangkan 97%-v H2S dan 90%-v NH3 dari umpan..
5.Nitrogen Plant – unit 940
Unit ini berfungsi untuk menghasilkan gas nitrogen yang digunakan untuk startup dan shut-
down unit proses, regenerasi katalis, dan media blanketting tangki. Gas nitrogen diperoleh dengan
cara pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara berdasarkan titik embunnya dengan temperatur
operasi - C. Nitrogen akan mengalir ke bagian atas kolom dan oksigen akan berkumpul di bagian
dasar kolom sebagai cairan karena nitrogen mempunyai titik embun lebih rendah dari oksigen.
Kapasitas pengolahan unit ini adalah 500 /hari. Proses ini menggunakan molecular sieve
absorber untuk menyerap uap air dalam udara.
3. Heavy Oil Complex (HOC)
Fungsi utama bagian ini adalah mengolah fraksi berat hidrokarbon menjadi fraksi- fraksi
ringannya. Bagian ini termasuk dalam new plant, yang terdiri dari empat unit operasi, antara lain
1. High Heavy Vacuum Distillation Unit (HVU) – unit 110
Unit ini berfungsi untuk memisahkan umpan berupa Low Sulphur Waxy Residue (LSWR) yang
berasal dari unit CDU menjadi fraksi yang lebih ringan berdasarkan titik didihnya. Prinsip dasar
operasi unit ini adalah distilasi pada keadaan vakum. Keadaan vakum diperoleh dengan cara menarik
produk gas pada bagian atas kolom dengan menggunakan tiga buah steam jet ejector yang disusun seri
sehingga terjadi penururunan tekanan reaktor. Keadaan vakum ini diperlukan untuk menurunkan titik
didih LSWR sehingga pemisahan fraksi – fraksi minyak mentah dapat berlangsung dengan lebih baik
tanpa terjadi thermal cracking. Proses pemisahan berlangsung pada temperatur C dan tekanan
18-22 mmHg. Kapasitas pengolahan unit ini adalah 92.6 MBSD.
2. Delayed Coking Unit (DCU) – unit 140
Unit ini berfungsi mengolah short residue yang dihasilkan unit HVU menjadi fraksi-fraksi yang
lebih ringan, gas, dan coke. Prinsip dasar reaksi yang berlangsung di unit ini adalah thermal cracking
(perengkahan hidrokarbon pada temperatur tinggi). Perengkahan ini biasanya dilakukan pada suhu
sekitar C. Temperatur operasi yang tinggi menyebabkan terjadinya reaksi polimerisasi yang
kemudian akan membentuk green coke. Tahap-tahap pembentukan green coke yang terjadi antara lain
steaming out (1 jam), steaming out to blowdown system (2 jam), water quenching (5 jam), water fill
in (2 jam), dan pengeringan. Steaming out berfungsi untuk menghilangkan fraksi ringan yang masih
tersisa. Water quenching menggunakan campuran air dan steam kurang lebih 20 ton air dan 78 ton
steam. Sedangkan water fill in merupakan pendinginan menggunakan air pada temperatur dibawah
. Pengeringan dan pengeluaran coke dilakukan dengan menggunakan air.
3. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) – unit 220
Unit ini berfungsi untuk mengolah LCGO (Light Coker Gas Oil) dari unit DCU dengan cara
menjenuhkan material hasil perengkahan yang tidak stabil dan membuang pengotor seperti sulfur dan
nitrogen dengan bantan gas hidrogen bertekanan. Katalis yang digunakan dalam proses ini adalah
UOP S-12.
4. Coke Calciner Unit (CCU) – unit 170
Unit ini berfungsi untuk mengolah green coke dari unit DCU menjadi calcined coke yang
biasanya digunakan sebagai bahan utama pembuatan elektroda. Unit ini tidak beroperasi lagi sejak
tahun 1994 karena adanya kerusakan dan tidak diperbaiki karena nilai produknya rendah sehingga
tidak memberikan keuntungan. Proses yang terjadi dalam unit ini adalah proses pembakaran pada
suhu tinggi ( C) untuk menghilangkan kandungan karbon yang mudah menguap dan air.
Kapasitas utama unit ini adalah 1334 ton perhari.
PROSES PENGOLAHAN PERTAMINA UP III PLAJU
1. Primary Processing
Primary processing merupakan proses pengolahan minyak mentah untuk memisahkan fraksi-fraksinya dengan distilasi. Proses distilasi dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan titik didih. Berikut ini adalah dua jenis distilasi yang digunakan dalam proses penyulingan di PT. Pertamina (Persero)RU III Plaju:
· Distilasi atmosferik
Distilasi atmosferik bertujuan untuk memisahkan minyak mentah berdasarkan titik didihnya pada tekanan atmosferik.proses distilasi atmosferik di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju terdapat di CDU (Crude Distillation Unit) II, III, IV, V, VI. Setelah melalui proses distilasi atmosferik di CDU, minyak mentah terpisah menjadi straight run, nafta, kerosin, Light Gas Oil (LGO) dan Heavy Gas Oil (HGO), dan Long Residue.
· Distilasi vakum
Pada distilasi vakum, operasi pemisahan dilakukan pada tekanan vakum yang berkisar antara 30-80 mmHg (absolut) atau lebih rendah. Dengan tekanan vakum, titik didih komponen dapat diturunkan sehingga proses menjadi hemat energi. Proses distilasi vakum di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju terdapat pada unit HVU (High Vacuum Unit) untuk memisahkan fraksi-fraksi pada long residue hasil proses distilasi atmosferik pada CDU. Produk yang dihasilkan dari proses distilasi vakum adalah Light Vacuum Gas Oil (LVGO), Heavy Vacuum Gas Oil(HVGO), dan short residue (vacuum residue).
2. Secondary Processing
Secondary Processing merupakan proses kelanjutan dari proses pengolahan pertama yang bertujuan untuk memenuhi spesifikasi produk tertentu dengan menggunakan reaksi kimia. Proses pengolahan lanjut bertujuan untuk mengolah fraksi-fraksi dari hasil proses pengolahan pertama dengan dekomposisi molekul (Cracking), kombinasi molekul (polimerisasi dan akilasi), perubahan struktur molekul (Reforming), serta proses-proses lain, seperti proses petrokimia.
Proses Cracking di RFCCU merupakan proses Catalytic Crackingkarena proses ini menggunakan bantuan katalis untuk mempercepat dekomposisi molekul. RFCCU merupakan unit yang berfungsi untuk merengkah Long Residue dan MVGO serta HVGO menjadi fraksi-fraksi ringan dengan bantuan katalis dan panas. Katalis yang digunakan adalah serbuk silika alumina. Produk yang dihasilkan dari proses Catalytic Crackingdi RFCCU adalah berupa Dry Gas, Raw PP (Polypropylene), LPG, Cat. Naphtha, LCGO, HCGO, Slurry, dan Coke.
Proses polimerisasi yang dilakukan di unit polimerisasi menggunakan umpan berupa Treated BB dan menghasilkan produk antara lain Residual BB dan polimer. Sedangkan proses alkilasi yang dilakukan di unit alkilasi menggunakan umpan berupa Treated BB dan menghasilkan produk berupa LPG, Light Alkylate, dan Heavy Alkylate.
Proses petrokimia terdapat pada Unit Polypropylene. Unit Polypropylene mendapatkan umpan berupa Raw Propane Propylene dari RFCCU. Produk dari Unit Polypropylene adalah HomopolymerPolypropylene pellet atau disebut Polypropylene pertamina (Poytam).
3. Proses Treating dan Blending
Proses Treating bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dari produk BBM, seperti senyawa belerang dan merkaptan. Pada PT. Pertamina (Persero), proses Treating dilakukan diStabilizer C/A/B, SRMGC, BBMGC, serta Unit Butane Butylene (BB)Treatin. SR Tops (Straight Run) dari proses distilasi atmosferik akan masuk ke Stabilizer C/A/B. Stabilizer C/A/B menghasilkan produk-produk berupa gas, Crude Butane, Special Boiling Point X (SBPX), Dip Top (Low Ocane Mogas Component).
Gas dari CDU II, III, IV, dan V serta produk dariStabilizer C/A/B akan diolah lebih lanjut di SRMGC (Straight Run Motor Gas Compressor) untuk menghasilkan gas yang akan menjadi umpan BBMGC.BBMGC (Butane-Butylene Motor Gas Compressor) menghasilkan Comprimate, Residual Gas dan kondensat yang menjadi umpan untuk BB Distiller (Butane-Butylene Distiller) untuk menghasilkanRefinery Fuel Gas, Fresh BB, Stabilized Crack Top, dan propana.
Proses pencampuran (Blending) bertujuan untuk memenuhi spesifikasi produk yang telah ditentukan dengan penambahan zat aditif atau dengan pencampuran dua produk yang berbeda spesifikasinya. Contoh proses pencampuran adalah pencampuran HOMC (High Octane Mogas Component) dengan Nafta untuk menghasilkan bahan bakar premium dengan angka oktan yang memenuhi spesifikasi produk.
Produk PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju
Tabel 3 : Produk PT.Pertamina (Persero) RU III Plaju
Selain produk-produk di atas, saat ini PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju juga akan memperkenalkan produk baru yaitu Pertamax Racing Fuel. Pertamax Racing Fuel merupakan bahan bakar untuk mobil balap yang mengandung oktan yang cukup tinggi, yaitu di atas 100. Saat ini produk Pertamax Racing Fuel sedang dalam tahap peluncuran di berbagai daerah.
BBM BBK Gas dan TurunanNon-BBM dan Petrokimia
Premium 1.091 Avtur 72 LPG (ton) 127.508 LAWS 20
Kerosene 188 Pertamax 4 Musicool +
HAP (ton) 537
SPBX 27
ADO 1.699 Naphthe 988 Polytam (ton) 50.733
IDO 58 Vac. 73
IFO 650 Res. 5