permasalahan tentang pancasila dan kewarganegaraan

10
Permasalahan Tentang Pancasila Dan Kewarganegaraan Tema: Pengaruh Televisi Terhadap Perubahan Sosial Di Indonesia Latar belakang Pada dasarnya media massa merupakan sesuatu yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Pada saat ini media masa telah menjadi suatu kebutuhan hampir pada seluruh masyarakat berbagai lapisan baik pada lapisan atas, tengah, dan bawah. Kebutuhan tersebut bertambah seiring dengan perkembangan informasi yang sedang berkembang pada saat ini. Pemberitaan di media massa khususnya televisi, merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan berita (pesan) yang paling diminati masyarakat pada umumnya. Penyampaian pesan yang disampaikan kepada penerima pesan (penonton) dengan cara yang lebih menarik yaitu dengan adanya tampilan audio visual sehingga terasa lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup yang sangat luas, sehingga hal ini merupakan salah satu nilai positif yang dimiliki media masa televisi. Akan tetapi, hal tersebut tidak hannya memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat (penonton). Jika pesan-pesan yang disampaikan oleh media masa televisi tidak sesuai dengan aturan- atuaran penyiaran yang telah ditetapkan dan dikemas dengan baik, maka hal tersebut akan memberikan implikasi yang negatif terhadap kehidupan masyarakat. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah peningkatan tindak kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Dengan bertambah banyaknya stasiun televisi, pihak-pihak pengusaha televisi menganggap tentunya hal ini akan memunculkan persaingan dan situasi yang kompetitif antar media elektronik untuk dapat merebut perhatian pemirsa dengan cara menyuguhkan acara-acara yang diperhitungkan akan disenangi oleh pemirsa. Untuk dapat menarik perhatian khalayak, paket acara yang ditawarkan dikemas semenarik mungkin. Berbagai paket acara yang disajikan diproduksi dengan memperhatikan unsur informasi, pendidikan serta hiburan. Namun, ketatnya persaingan justru menggeser paradigma pihak pengelola stasiun untuk menyajikan program acara yang hannya mementingkan ratting. Benjamin Olken, ekonom dari MIT, beberapa tahun lalu pernah meneliti pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Kita tahu bahwa pulau Jawa adalah daratan yang terdiri dari sejumlah gunung dan dataran tinggi. Akibatnya ada wilayah yang mendapatkan sinyal televisi bagus namun ada juga yang terperangkap bayangan dataran tinggi sehingga penerimaan sinyalnya terbatas.

Upload: alief-aditya

Post on 24-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Permasalahan Tentang Pancasila Dan KewarganegaraanTema: Pengaruh Televisi Terhadap Perubahan Sosial Di Indonesia

Latar belakangPada dasarnya media massa merupakan sesuatu yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Pada saat ini media masa telah menjadi suatu kebutuhan hampir pada seluruh masyarakat berbagai lapisan baik pada lapisan atas, tengah, dan bawah. Kebutuhan tersebut bertambah seiring dengan perkembangan informasi yang sedang berkembang pada saat ini.Pemberitaan di media massa khususnya televisi, merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan berita (pesan) yang paling diminati masyarakat pada umumnya. Penyampaian pesan yang disampaikan kepada penerima pesan (penonton) dengan cara yang lebih menarik yaitu dengan adanya tampilan audio visual sehingga terasa lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup yang sangat luas, sehingga hal ini merupakan salah satu nilai positif yang dimiliki media masa televisi.Akan tetapi, hal tersebut tidak hannya memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat (penonton). Jika pesan-pesan yang disampaikan oleh media masa televisi tidak sesuai dengan aturan-atuaran penyiaran yang telah ditetapkan dan dikemas dengan baik, maka hal tersebut akan memberikan implikasi yang negatif terhadap kehidupan masyarakat. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah peningkatan tindak kriminalitas yang terjadi di masyarakat.Dengan bertambah banyaknya stasiun televisi, pihak-pihak pengusaha televisi menganggap tentunya hal ini akan memunculkan persaingan dan situasi yang kompetitif antar media elektronik untuk dapat merebut perhatian pemirsa dengan cara menyuguhkan acara-acara yang diperhitungkan akan disenangi oleh pemirsa. Untuk dapat menarik perhatian khalayak, paket acara yang ditawarkan dikemas semenarik mungkin. Berbagai paket acara yang disajikan diproduksi dengan memperhatikan unsur informasi, pendidikan serta hiburan. Namun, ketatnya persaingan justru menggeser paradigma pihak pengelola stasiun untuk menyajikan program acara yang hannya mementingkan ratting.Benjamin Olken, ekonom dari MIT, beberapa tahun lalu pernah meneliti pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Kita tahu bahwa pulau Jawa adalah daratan yang terdiri dari sejumlah gunung dan dataran tinggi. Akibatnya ada wilayah yang mendapatkan sinyal televisi bagus namun ada juga yang terperangkap bayangan dataran tinggi sehingga penerimaan sinyalnya terbatas.Olken mensurvei lebih dari 600 desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta membandingkan antara desa yang bisa menjangkau sedikit dengan desa yang bisa menerima banyak saluran televisi. Hasilnya cukup menarik. Setiap bertambah satu channel televisi yang bisa dilihat, maka rata-rata mereka menonton televisi lebih tujuh menit lebih lama. Ketika survei ini dilakukan, hanya ada 7 stasiun televisi nasional. Kalau survei tersebut dilakukan saat ini, bisa jadi waktunya akan bertambah besar.Temuan lain yang tak kalah menarik adalah di pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya tingkat partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah. Artinya, orang lebih suka menonton televisi daripada terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Lebih dari itu, di pedesaan tersebut juga terlihat adanya tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk yang berakibat pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.Olken adalah orang yang sangat jarang menonton televisi namun merasa heran ketika melihat kecanduan orang Indonesia terhadap kotak hitam tersebut. Katanya, Ive been in many, many households in Indonesia that have a dirt floor, but they also have a television. Ironis memang.Memang bisa dimaklumi kalau uang lagi-lagi jadi alasan. Rumah produksi ingin membuat acara berbiaya rendah tapi laku keras. Orientasi komersial jadi prioritas ketimbang kualitas acara. Karenanya wajar jika sinetron dan (un)reality show masih menjadi primadona. Sekali sinetron digemari, sekuelnya segera dibuat-karena risikonya lebih kecil daripada harus membuat judul baru. Ketika Playboy Kabel dianggap sukses, maka Katakan Cinta, Truk Cinta, Cinta Monyet, Mak Comblang, Cinta Lokasi, Backstreet, Pacar Pertama, Harap-harap Cemas, Termehek-mehek, dan sebagainya langsung mencuat.Jadilah kemudian lingkaran setan yang susah diputus. Produser membuat acara berdasar rating. Rating dibuat karena basis jumlah penonton. Rating acara-acara semacam itu biasanya cukup tinggi yang berarti bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang bandel menonton acara semacam itu. Kalau acara-acara semacam itu masih menjamur, artinya harus diakui bahwa selera mayoritas masyarakat kita masih begitu rendah.Sebaliknya, mungkin ada juga orang-orang dunia hiburan yang ingin membuat tayangan berkualitas namun lagi-lagi terbentur rating. Serial Arisan atau Jomblo mungkin cukup seru dan bermutu, namun harus bubar jalan. Barangkali ada yang pernah berniat membuat acara seperti Animal Planet atau National Geography namun terbentur biaya tinggi dan rating yang rendah. Akibatnya iklan yang masuk minim dan pengeluaran pastinya lebih besar daripada pemasukan.Ini memang sudah menjadi pembodohan terselubung yang dilakukan secara berjamaah. Kalau sudah begini, solusinya cuma dua. Pertama, sebisa mungkin minimalkan waktu Anda dan keluarga untuk menonton televisi dan batasi hanya untuk program-program tertentu saja. Kedua, pemerintah mustinya lebih keras membatasi tayangan televisi. Misal, 40% tayangan televisi harus bersifat edukatif dan sinetron dan infotainment masing-masing hanya boleh 20% dan 5% saja. Orang sering mengeluh bahwa jaman sekarang kepentingan-kepentingan asing begitu agresif menjajah bangsa ini. Salah besar. Menurut kami justru penjajahan dilakukan oleh orang kita sendiri yang sama sekali tak peduli dengan masa depan bangsanya.

Televisi Merupakan Senjata Budaya Penghancur Generasi Muda Indonesia

Program acara-acara yang sering muncul di layar kaca justru kurang memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya bahkan etika dan norma masyarakat. Salah satunya unsur kekerasan menjadi menu utama di berbagai jenis tayangan yang dikemas dalam film, sinetron, dan berita. Salah satu bentuk pemberitaannya adalah pemberitaan kasus kriminalitas seperti Patroli, Buser, Sergap, dan sejenisnnya. Penayangan adegan kekerasan semacam ini disinyalir termasuk kekerasan media (media violence).Teori kultivasi (cultivation) dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap, dan nilai-nilai orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan oleh George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di University of Pennsylvania (Gerbner, Gross, Morgan, dan Signorielli, 1980). Menurut Gabner dalam penelitiannya bahwa masyarakat terbagi menjadi dua yaitu pemirsa penonton TV berat dan ringan. Pemirsa berat adalah mereka yang menonton TV lebih dari 4 jam dalam sehari, sedangkan pemirsa penonton TV ringan adalah mereka yang menonton TV kurang dari satu hari. Riset awal yang mendukung teori kultivasi didasarkan pada perbandingan antar pemirsa berat televisi dan pemirsa ringan televisi. Tim Gerbner menganalisis jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam survey dan menemukan bahwa pemirsa berat televisi dan pemirsa ringan televisi pada umumnya memberikan jawaban yang berbeda. Selanjutnya, pemirsa berat televisi sering memberikan jawaban yang lebih dekat dengan dunia yang digambarkan dalam televisi.Televisi Mengubah Tingkah Laku Remaja

Unsur kekerasan yang terdapat dalam berita kriminal dapat memicu munculnya faktor penentu perubahan bagi perilaku khalayaknya dalam aspek kognitif, afektif, dan konatif. Alternatif berita kriminal di televisi tentunya akan memberikan pengaruh bagi khalayak pemirsanya, terutama jika berita kriminal yang ditayangkan dinikmati oleh khalayak remaja.Menurut Hurlock (Suharto, 2006) tahap perkembangan anak-anak hingga remaja, pada fase inilah remaja mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Khalayak remaja mulai menyesuaikan pola perilaku sosial sesuai tuntutan sosial. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan.Televisi Mengubah Gaya Hidup Para Remaja Di IndonesiaSelain itu dapat kita rasakan bahwa program-program media masa televisi Indonesia pada saat ini tidak hannya berkutat pada masalah kekerasan, bahkan motif dan modus tindak kejahatan terkadang ditayangkan.

Program-program tayangan TV gaya hidup dan gaya berpakaianpun sudah lagi tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang lebih cenderung tertutup dan sopan , sehingga hal ini memberikan demonstration effect pada pemuda-pemudi kita yang dapat melihat nilai-nilai pergaulan Barat yang sangat bebas. Dalam film-film yang ditayangkan TV sering kita melihat adegan-adegan seks bebas yang dilakukan laki-laki dengan perempuan yang belum menikah.Meskipun pergaulan dan seks bebas tidak dilakukan semua pemuda dan pemudi Barat, tetapi bahaya demonstration effect bisa terjadi, sehingga sementara pemuda-pemudi kita menganggap berhubungan seks sebelum menikah sebagai hal yang biasa, yang menganggap sebagai hal yang tabu justru dianggap pandangan yang kuno. Budaya-budaya barat yang ditayangkan TV akan dapat menimbulkan gegar budaya (cultural shock) terutama pada remaja dan pemuda yang dibesarkan dalam lingkungan tertutup, dan baru mengenal nilai-nilai budaya barat, yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai budaya Indonesia.Perubahan gaya hidup dikalangan masyarakat tersebut terutama pada umur remaja sangat ditentukan oleh lingkungan sekitar ataupun rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Program-program televisi dan media lainnya memainkan peraran yang teramat penting dalam bagaimana orang memandang dunia mereka sendiri. Pada saat ini, kebanyakan orang mendapatkan informasi mereka dari sumber-sumber yang bermediasi dibandingkan dari pengalaman langsung. Oleh kareana itu, sumber-sumber yang bermediasi dapat membentuk kenyataan seseorang.Televisi Membelajarkan Aksi KekerasanBegitu juga sama halnya dengan aksi tindak kekerasan yang disiarkan oleh stasiun televisi, kegiatan menonton TV kelas berat mengultivasi suatu anggapan bahwa dunia adalah tempat yang penuh dengan kekerasan, dan para penonton TV kelas berat merasa bahwa terdapat lebih banyak kekerasan di dunia dibandingkan dengan kenyataanya atau daripada yang dirasakan kelas ringan. Hal tersebut sangat memberikan dampak yang sangat besar terhadap aspek kognitif para penonton terutama pada kalangan anak remaja. Haermanns Whole Brain mengatakan bahwa kognisi merupakan kepercayaan sesorang tentang sesuatu didapatkan dari proses berpikir tentang sesuatu atau seseorang. Selain itu, dapat juga diartikan sebagai bagaimana cara manusia menerima, mempersepsi, mempelajari, menalar, mengingat, dan berpikir tentang sesuatu informasi. Informasi yang didapat tersebut merupakan suatu pengetahuan dan pengetahuan seseorang tentang seuatau yang dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku/tindakan mereka terhadap sesuatu. Prilaku yang ditiru tidak hanya bersifat fisik dan verbal, tetapi justru nilai-nilai yang di anut tokoh-tokoh yang dilukiskan dalam acara tersebut. Media TV juga ikut merusak kesabaran masyarakat yang demokratis karena acara maupun iklannya memilki keterbatasan waktu.Menurut Hurlock penonton anak remaja berada pada tahap perkembangan mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Remaja yang memiliki intentitas menonton berita kriminal mulai menyesuaikan hal-hal yang diterimanya dengan realitas sosial. Sehingga pengaruhnya akan cepat diterima terutama pada aspek kognitif yang meliputi pengetahuan akan kejahatan, aspek afektif meliputi perasaan atau emosi akan tayangan kekerasan bahkan aspek behavioral yang meliputi tindakan untuk meniru adegan kekerasan.Televisi Mengurangi Minat BacaTV juga diduga mengurangi minat baca dan belajar bagi anak dan remaja, menghambat imajenasi, dan kreativitas mereka. Temuan penelitian yang dilakukan Deppen, Leknas dan LIPI tahun 1977/1978 memprihatinkan, yakni bahwa akibat masuknya Tv di pedesaan, pola kehidupan warga desa telah berubah, anak-anak yang sekolah jadi mundur dalam pembelajarannya karena waktu malamnya dihabiskan untuk nonton TV, bukan untuk belajar. Frekwansi membolos dan ngaji menjadi tinggi. Keadaan yang sekarang mungkin lebih buruk lagi, mengingat sekarang setidaknya terdapat banyak saluran TV yang menyediakan hiburan yang menarik baik siang maupun malam karena sebagian diantaranya menyiarkan 20 jam atau lebih perharinya.

Lembaga penelitian UI dan Pemda DKI Jakarta meneliti sekitar 1.754 remaja dari berbagai kelompok social di Jakarta Dan sekitarnya menunjukan bahwa bagi semua remaja, fungsi acara Tv lebih menonjol sebagai alih-alih untuk membentuk opini dan sarana belajar memecah masalah. Tak mengherankan bila Dr. Bambang Sugiarto Dosen Universitas Parahyangan Bandung mngemukakan bahwa budaya nonton TV membuat rasionalitas tidak bisa berkembang, hati nurani membeku, serta orang mudah lari dari tanggung jawab bila menghadapi suatu persoalan.Mengingat pengaruh media masa TV yang begitu besar terhadap perkembangan tingkah laku anak remaja, maka sebaiknya penayangan acara-araca TV tersebut haruslah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan jangan sampai para stasiun TV hannya mengejar ratting semata demi mengejar keuntungan yang besar tanpa memperhatikan etika dan moral. Menurut Fedier seharusnya media massa dapat memberikan informasi kepada masyarakat, memberikan pendidikan kepada masyarakat, memberikan penerangan kepada masyarakat, memberikan hiburan pada masyarakat, dan sebagai pendorong peningkatan ekonomi dan sebagai pertanggung jawaban sosial.Peranan pentinngnya media masa dalam globalisasi tidak semata-mata memberikan dampak yang positif bagi masyarakat, akan tetapi hal tersebut juga memberian implikasi yang negatif. Begitu banyak dampak positif yang dimiliki oleh media masa dan begitu pula dampak negatifnya, dampak positif dapat terlihat salah satunya mudah dan cepatnya kita memperoleh informasi yang kita butuhkan dan TV menjadi peluang yang baik untuk mempromosikan produk dan jasa. Akan tetapi, dampak negatif juga dapat banyak kita rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama perubahan sikap dan perilaku generasi muda Indonesia.Dengan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari penayangan program-program televisi tersebut dapat menyebabkan tidak maksimalnya peranan pemuda dalam masyarakat dan bangsa sesuai dengan yang di gariskan dalam GBHN, yaitu pengembangan generasi muda di persiapkan untuk kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional, dengan memberi keterampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi yang luhur.Permasalahan ini merupakan permasalahan yang komplek sehingga penanganan terhadap permasahan ini tidak dapat dilakuakan oleh satu tangan saja. Kerjasama anggota keluarga dan partisipasi semua elemen masyarakat adalah solusi yang sangat tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini.

PENUTUPKesimpulan Media TV di Indonesia sangat berpengaruh dalam perubahan social di Indonesia, karena media masyarakat banyak mengalami perubahan dalam bidang sosial. Para remaja yang awalnya rajin belajar dan mengaji kini menjadi malas kana lebih memilih menonton TV, selain itu TV juga dapat mambelajarkan aksi-aksi kekerasan kepada anak-anak dan remaja, karena di usia yang segitu adalah saatnya meniru hal-hal yang mereka lihat. TV juga dapat mengurangi minat baca para pelajar, karena TV banyak menyediakan hiburan-hiburan yang tinggal di lihat saja sehingga tidak perlu capek-capek membaca. Gaya hidup remaja saat ini telah dipengaruhi oleh tontonan TV yang umunya menampilkan gaya hidup ala barat, sehingga para remaja akan mengikuti trend masa kini walaupun menyimpang dari ajaran agama. TV juga dapat mengahncurkan budaya-budaya yang ada di Indonesia, karena acara televis sebagian besar acaranya menggunakan budaya luar, sehingga budaya yang ada di Indonesia mengalami kemunduran. Dan TV juga dapat mengubah tingkah laku dan watak para pemirsanya, karena orang yang awalnya rajin jadi pemalas, awalnya sabar jadi cepat emosi karena menonton TV.Kalau sudah begini, solusinya cuma dua. Pertama, sebisa mungkin minimalkan waktu Anda dan keluarga untuk menonton televisi dan batasi hanya untuk program-program tertentu saja. Kedua, pemerintah mustinya lebih keras membatasi tayangan televisi.