perbedaan tekanan intra okular (tio)...

Download PERBEDAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37242/1/Diva... · Management in cataract patients is by surgical technique, one of them

If you can't read please download the document

Upload: dinhkhanh

Post on 22-Mar-2018

228 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • i

    PERBEDAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO)

    SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI

    FAKOEMULSIFIKASI PADA PASIEN KATARAK

    SENILIS DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2016

    Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA KEDOKTERAN

    OLEH:

    Diva Zahra Parnanda

    NIM:11141030000057

    PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2017 M/1438 H

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

    hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shawalat

    serta salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para

    sahabatnya. Semoga kita menjadi umatnya yang mendapatkan syafaat beliau kelak di

    hari kiamat nanti, aamin ya rabbal alamiin.

    Dalam proses pembuatan skripsi yang berjudul Perbedaan Tekanan Intra Okular

    (TIO) Sebelum dan Sesudah Operasi Fakoemulsifikasi pada Pasien Katarak

    Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2016 penulis melibatkan berbagai pihak yang

    memberikan bantuan, bimbingan, serta dukungan dan doa sehingga penulis dapat

    menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin

    menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang telah terlibat, di antaranya:

    1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS sebagai ketua Program Studi

    Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    3. dr. Nida Farida, Sp.M sebagai pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan, dukungan , serta semangat dan nasehat yang sangat membantu

    penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik dan

    tepat waktu

    4. Ibu Yuliati, M.Biomed sebagai pembimbing II yang telah memberikan

    bimbingan, dukungan, serta semangat dan nasehat sehingga penulis dapat

    menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik

    5. dr. Sylvi, Sp.M dan dr. Novita Eka Sukma Putri, Sp.M selaku konsulen poli

    mata RSUP Fatmawati yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta

    iv

    http://rs-premierjatinegara.com/dokter/dr-nouval-shahab-sp-u-ph-d-fics-fags/

  • dukungan kepada penulis sehingga proses pengambilan data penelitian ini

    lancar

    6. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, PhD selaku penanggung jawab riset

    PSKPD angkatan 2014

    7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

    memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai bekal

    bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi agama, nusa

    dan bangsa.

    8. Staf poli mata dan instalasi rekam medik RSUP Fatmawati yang telah

    memberikan banyak bantuan kepada penulis selama proses pengambilan data

    penelitian ini

    9. Kedua orang tua penulis, Bapak Partolo, S.E, M.M dan Ibu Amanda

    Wijayanti, S.E yang selalu mendukung penulis baik dari waktu, nasehat,

    bimbingan, dukungan, dan doa tanpa henti serta selalu menjadi tempat cerita

    terbaik bagi penulis. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dalam

    penelitian dan proses studi kedokteran yang dijalani penulis

    10. Adik penulis, Muhammad Daffa Zacky Parnanda yang selalu menjadi teman

    yang baik di saat penulis membutuhkan waktu istirahat. Kepada eyang penulis

    Siti Marijam dan Partini serta keluarga kedua orang tua penulis yang selalu

    mendukung penuh penulis selama menempuh pendidikan dokter

    11. Teman sejawat dalam kelompok penelitian yang sama, Rahmy Nursafitri,

    Indira Khairunnisa Effendi, Azhardin Maralaut, dan Hanifsyah Odang yang

    telah memberikan semangat, bantuan dan hiburan serta saling membantu satu

    sama lain agar kami dapat menyelesaikan dan melaporkan penelitian masing-

    masing dalam waktu yang bersamaan

    12. Sahabat penulis, Bonita Nabilla, Alya Masinta, Ade Aurora, dan Vianca

    Samara yang senantiasa menjadi pendukung, penasihat, penghibur, dan selalu

    menemani dalam suka maupun duka serta senantiasa menjadi penyemangat

    bagi penulis. Terimakasih telah selalu ada bagi penulis selama menempuh

    pendidikan dokter penulis

    v

  • 13. Teman-teman penulis, Azifa Anisatul Umma, Fazra Mahalli, Frida Safirah

    Utami, Deva Resti, Kinanthi Iskandar yang telah membantu penulis baik

    dalam penyusunan laporan penelitian maupun menjadi teman yang selalu

    bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama menempuh pendidikan

    preklinik.

    14. Teman-teman sejawat PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

    memberi motivasi kepada penulis dan telah berjuang bersama dari semester

    satu hingga semester akhir, sehingga penulis dapat menyeselesaikan penelitian

    ini dengan baik.

    15. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan

    penelitian ini.

    Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak

    dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT

    dan semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.

    Ciputat, 12 Oktober 2017

    Penulis

    vi

  • ABSTRAK

    Diva Zahra Parnanda. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Perbedaan

    Tekanan Intra Okular (TIO) Sebelum dan Sesudah Operasi Fakoemulsifikasi pada

    Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2016. Latar Belakang: Katarak

    merupakan salah satu permasalahan yang umum terjadi pada lansia. Penatalaksanaan

    pada pasien katarak hingga saat ini adalah dengan teknik operasi, salah satunya

    adalah teknik operasi fakoemulsifikasi, teknik ini merupakan teknik yang popular di

    Indonesia. Salah satu komplikasi pasca bedah yaitu peningkatan Tekanan Intra

    Okular (TIO). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan TIO adalah

    subastansi viskoelastik, inflamasi setelah operasi, dan penguasaan teknik operasi oleh

    operator operasi. Tujuan: Mengetahui perbedaan TIO pada pasien katarak senilis

    sebelum dan sesudah operasi dengan teknik fakoemulsifikasi. Metode: Penelitian ini

    menggunakan desain cross sectioanal yang dilakukan pada bulan Februari 2017

    hingga Agustus 2017 di RSUP Fatmawati. Penelitian menggunakan data sekunder

    yang diambil dari rekam medis pasien katarak senilis yang menjalani operasi dengan

    teknik fakoemulsifikasi yang dilakukan oleh salah satu dokter spesialis mata pada

    bulan Januari 2016 hingga Desember 2016. Hasil: Responden berjumlah 31 mata dari

    26 pasien yang berusia 50 tahun. Dilakukan analisis menggunakan uji repeated

    ANOVA dan post-hoc bonferroni, didapatkan peningkatan TIO yang tidak signifikan

    pada hari pertama setelah operasi dengan p value 0,025, penurunan TIO yang

    signifikan pada minggu pertama setelah operasi dengan p value 0,001, penurunan

    TIO yang signifikan pada minggu kedua setelah operasi dari TIO sebelum operasi

    dengan p value 0,004. Kesimpulan: Terdapat perbedaan TIO sebelum dan sesudah

    operasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak senilis berupa peningkatan sementara

    pada hari pertama setelah operasi dan kemudian mengalami penurunan pada minggu

    pertama dan minggu kedua setelah operasi.

    Kata kunci : Katarak senilis, Lansia, Fakoemulsifikasi, Tekanan Intra Okular,

    Sebelum Operasi, Setelah Operasi.

    vii

  • ABSTRACT

    Diva Zahra Parnanda. Medical Studies and Medical Educational Program.The

    difference of Intra Ocular Pressure (IOP) Before and After Phacoemulsification

    Cataract Surgery in Senile Cataract Patients at RSUP Fatmawati 2016.

    Background: Cataract is one of the most common problems in the elderly.

    Management in cataract patients is by surgical technique, one of them is

    phacoemulsification cataract surgery technique, this technique is a popular technique

    in Indonesia. One of the postoperative complications is increased intra-ocular

    pressure (IOP). Some of the factors that can lead to an increase in IOP are the

    viscoelastic subtancies, inflammation after surgery, and mastery of surgical

    techniques by operators.Objective: Find out the difference of IOP in senile cataract

    patients before and after surgery with phacoemulsification technique. Method: This

    research uses cross sectional design conducted in February 2017 until August 2017

    at Fatmawati General Hospital. The study used secondary data taken from medical

    records of senile cataract patients who had undergone surgery with

    phacoemulsification techniques performed by one ophthalmologist in January 2016

    to December 2016. Result: Respondents numbered 31 eyes from 26 patients aged 50

    years. Analyzes were performed using repeated ANOVA and post-hoc bonferroni

    assays, there was an insignificant increase in IOP on the first day after surgery with

    p value 0.025, significant decrease in IOP in the first week after surgery with p value

    0,001, significant decrease in IOP in the second week after operation of the IOP

    before operation with p value 0.004. Conclusion: There were differences in IOP

    before and after phacoemulsification surgery in senile cataract patients with a

    temporary increase on the first day after surgery and then decreased in the first week

    and second week after surgery.

    Keywords: Senile Cataract, Elderly, Phacoemulsification, Intra Ocular Pressure,

    Before Surgery, After Surgery.

    viii

  • DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... i

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

    ABSTRAK ................................................................................................................. vii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL...................................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii

    DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv

    BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

    1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2

    1.3. Hipotesis......................................................................................................................... 3

    1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 3

    1.4.1. Umum...................................................................................................................... 3

    1.4.2. Khusus ..................................................................................................................... 3

    1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 3

    BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5

    2.1 Katarak ............................................................................................................................ 5

    2.1.1 Definisi ..................................................................................................................... 5

    2.1.2 Faktor Penyebab Terbentuknya Katarak Lebih Cepat .............................................. 5

    2.1.3 Gejala Klinis .............................................................................................................. 6

    2.1.4 Diagnosis .................................................................................................................. 6

    2.1.5 Klasifikasi .................................................................................................................. 6

    2.1.6 Katarak Senilis .......................................................................................................... 6

    ix

    2.1.6.1 Definisi .............................................................................................................. 6

  • 2.1.6.2 Faktor resiko...................................................................................................... 7

    2.1.6.3 Patogenesis ....................................................................................................... 7

    2.1.6.4 Stadium Katarak Senilis ..................................................................................... 7

    2.1.7 Metode Pembedahan ............................................................................................ 10

    2.1.7.1 Fakoemulsifikasi .............................................................................................. 10

    2.1.7.2 Langkah fakoemulsifikasi ................................................................................ 11

    2.1.8 Tekanan Intra Okular ............................................................................................. 13

    2.1.8.1 Tonometer ...................................................................................................... 16

    2.2. Kerangka Teori ............................................................................................................. 20

    2.3. Kerangka Konsep .......................................................................................................... 21

    2.4. Definisi Operasional ..................................................................................................... 22

    BAB III: METODE PENELITIAN ......................................................................... 23

    3.1 Desain Penelitian........................................................................................................... 23

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................... 23

    3.2.1 Waktu Penelitian .................................................................................................... 23

    3.2.2 Tempat Penelitian .................................................................................................. 23

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................................... 23

    3.3.1. Populasi Target ...................................................................................................... 23

    3.3.2. Populasi Terjangkau .............................................................................................. 23

    3.3.3. Teknik pemilihan dan besar sampel ...................................................................... 24

    3.4. Identifikasi Variabel ..................................................................................................... 24

    3.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ............................................................................. 24

    3.5.1. Kriteria Inklusi ....................................................................................................... 24

    3.5.2. Kriteria Eksklusi ..................................................................................................... 24

    3.6. Alur Penelitian .............................................................................................................. 25

    3.7. Manajemen Data ......................................................................................................... 26

    3.7.1 Pengolahan Data .................................................................................................... 26

    3.7.2 Analisa Data ........................................................................................................... 26

    3.7.2.1 Analisis Univariat ............................................................................................. 26

    x

    3.7.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................................... 26

    BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 28

    4.1. Karakterisitik Responden ............................................................................................. 28

  • 4.1.1. Usia Responden..................................................................................................... 28

    4.1.2. Jenis Kelamin ......................................................................................................... 30

    4.2 Distribusi Subjek Penelitian ........................................................................................... 31

    4.3 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan hari pertama setelah operasi

    fakoemulsfikasi ................................................................................................................... 32

    4.4 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan minggu pertama setelah operasi

    fakoemulsfikasi ................................................................................................................... 34

    4.5 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan minggu kedua setelah operasi

    fakoemulsfikasi ................................................................................................................... 34

    4.6 Perbedaan Tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dan minggu pertama

    setelah operasi fakoemulsfikasi .......................................................................................... 35

    4.7 Perbedaan Tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dan minggu kedua

    setelah operasi fakoemulsfikasi .......................................................................................... 36

    4.8 Perbedaan Tekanan intra okular minggu pertama setelah operasi dan minggu kedua

    setelah operasi fakoemulsfikasi .......................................................................................... 37

    4.9 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 37

    BAB V: SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 39

    5.1 Simpulan ....................................................................................................................... 39

    5.2. Saran ............................................................................................................................ 39

    Daftar Pustaka ........................................................................................................... 41

    LAMPIRAN ............................................................................................................... 44

    xi

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Stadium Katarak ....................................................................................... 8

    Tabel 4.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia ................................................. 29

    Tabel 4.1.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin .................................. 30

    Tabel 4.2.1 Nilai rata-rata tekanan intra okular ....................................................... 31

    Tabel 4.3.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi

    dan hari pertama setelah operasi fakoemulsifikasi ....................................................32

    Tabel 4.4.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi

    dan minggu pertama setelah operasi fakoemulsifikasi ..............................................34

    Tabel 4.5.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi

    dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi ................................................ 35

    Tabel 4.6.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular hari pertama

    setelah operasi dan minggu pertama setelah operasi fakoemulsifikasi .................... 35

    Tabel 4.7.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular hari pertama

    setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi ........................ 36

    Tabel 4.8.1 Hasil uji bonferroni perbandingan tekanan intra okular minggu pertama

    setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi ........................ 37

    xii

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Katarak senilis insipien ......................................................................... 9

    Gambar 2.2 Katarak senilis imatur ................................................................................ 9

    Gambar 2.3 Katarak senilis matur ................................................................................ 9

    Gambar 2.4 Katarak senilis hipermatur ..................................................................... 10

    Gambar 2.5 Pemasangan spekulum ........................................................................... 11

    Gambar 2.6 Langkah operasi fakoemulsifikasi: A. Continuous curvilinear

    capsulorrhexis; B. Hydrodissection; C. Hydrodelineation; D&E. Four quadrant; F.

    Aspiration of cortex ..................................................................................................... 13

    Gambar 2.7 Anatomi trabecular meshwork dan Aliran aqueous humor ................... 13

    Gambar 2.8 Mekanisme pembentukan aqueous humor dan aliran aqueous humor

    pada mata normal ....................................................................................................... 14

    Gambar 2.9 Tonometer Schiotz .................................................................................. 17

    Gambar 4.1.1 Frekuensi usia responden dengan menggunakan diagram batang29

    Gambar 4.1.2 Frekuensi jenis kelamin responden dengan menggunakan diagram

    batang ......................................................................................................................... 30

    xiii

  • DAFTAR SINGKATAN

    WHO : World Health Organization

    TIO : Tekanan Intra Okular

    IOL : Intra Ocular Lens

    RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

    EKEK : Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular

    EKIK : Ekstraksi Katarak Intra Kapsular

    COA : Camera Oculi Anterior

    ROS : Reactive Oxygen Species

    TASS : Toxic Anterior Segment Syndrome

    xiv

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Surat Persetujuan Etik .................................................................... 44

    Lampiran 2 : Surat Keterangan Ijin Penelitian ..................................................... 45

    Lampiran 3 : Riwayat Penulis............................................................................... 47

    xv

  • BAB I

    Pendahuluan

    1.1. Latar Belakang

    Katarak adalah kekeruhan dari lensa mata yang mempengaruhi penglihatan.

    Katarak umumnya terjadi dalam proses penuaan dan dapat terjadi pada salah satu atau

    kedua mata dan tidak menyebar.1

    Katarak merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan dan gangguan

    penglihatan di dunia. Menurut data WHO (2002) menyatakan bahwa 17 juta (47,8%)

    dari 37 juta orang yang buta di seluruh dunia disebabkan katarak, jumlah ini

    diperkirakan akan meningkat hingga 40 juta pada tahun 2020. Indonesia merupakan

    negara urutan ke-3 dengan angka kebutaan terbanyak di dunia dan urutan pertama

    terbanyak di Asia Tenggara dengan angka kebutaan sebesar 1,47 % menurut catatan

    WHO. Data Departemen Kesehatan RI tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita

    katarak di Indonesia mencapai 2,4 juta orang dengan pertambahan penderita katarak

    setiap tahun sekitar 240 ribu.2

    Penanganan utama pada penderita katarak sampai saat ini adalah dengan

    teknik operasi, jumlah operasi katarak di dunia dan Indonesia khususnya di Jawa

    Timur masih menghadapi banyak kendala, sebagai contoh di Amerika, terdapat

    1.300.000 operasi katarak setiap tahun, sedangkan di Indonesia hanya dilakukan

    kurang lebih 500.000 operasi katarak di rumah sakit setiap tahun, sedangkan sisanya

    1.500.000 penderita buta katarak masih menunggu datangnya pelayanan operasi

    katarak.3

    Dengan berkembangnya jaman semakin berkembang pula teknik-teknik

    operasi katarak, mulai dari teknik operasi katarak dengan insisi korneosklera pada

    Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK), hingga Fakoemulsifikasi dengan insisi

    transkornea dengan variasi lokasi insisi di superior dan temporal.4

    Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi yang tidak jauh berbeda dengan cara

    EKEK, tetapi nukleus lensa diambil dengan menggunakan gelombang suara

    berfrekuensi tinggi (emulsifier). Dibanding EKEK, irisan luka pada operasi

    1

  • 2

    fakoemulsifikasi lebih kecil sehingga setelah diberi IOL (Intra Ocular Lens)

    rehabilitasi visus lebih cepat, di samping itu penyulit pasca bedah lebih sedikit

    ditemukan.5

    Salah satu komplikasi dari bedah katarak ini adalah peningkatan tekanan intra

    okular, salah satu penyebab peningkatan tekanan intra okular ini adalah adanya

    retensi dari bahan viskoelastik dan inflamasi, tetapi, peningkatan tekanan intra okular

    biasanya bersifat sementara dimana tekanan intra okular akan menurun dalam satu

    sampai empat hari pasca operasi. Menurut penelitian Bhalil et al. tahun 2009 yang

    bertujuan untuk mengevaluasi perubahan tekanan intra okular setelah clear corneal

    phacoemulsification pada pasien normal didapatkan adanya penurunan tekanan intra

    okular 15 hari pasca fakoemulsifikasi yaitu sebesar 2,1 mmHg.6

    Tekanan intra okular adalah tekanan cairan di dalam bola mata yang nilainya

    ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan terhadap aliran

    keluarnya dari mata. Peningkatan tekanan intra okular dapat terjadi akibat

    peningkatan produksi ataupun gangguan aliran keluar dari aqueous humor tersebut.

    Tekanan intra okular normal rata-rata pada populasi non-glaukoma sebesar 15

    mmHg. Rentang tekanan intra okular normal yaitu 1021 mmHg, jika tekanan intra

    okular berkisar

  • 3

    Apakah terdapat perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) pada pasien katarak

    senilis sebelum dan sesudah dilakukan operasi dengan teknik

    fakoemulsifikasi?

    1.3. Hipotesis

    Terdapat perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) berupa peningkatan TIO

    pada hari pertama setelah operasi fakoemulsifikasi dan penurunan TIO pada

    minggu pertama dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsifikasi pada

    pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2016.

    1.4. Tujuan Penelitian

    1.4.1. Umum

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular

    (TIO) pada pasien katarak senilis sebelum dan sesudah operasi dengan teknik

    fakoemulsifikasi oleh salah satu dokter spesialis mata di RSUP Fatmawati.

    1.4.2. Khusus

    a. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) sebelum operasi dengan

    hari pertama setelah operasi

    b. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) sebelum operasi dengan

    minggu pertama setelah operasi

    c. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) sebelum operasi dengan

    minggu kedua setelah operasi

    d. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) hari pertama setelah

    operasi dengan minggu pertama setelah operasi

    e. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) hari pertama setelah

    operasi dengan minggu kedua setelah operasi

    f. Mengetahui perbedaan Tekanan Intra Okular (TIO) minggu pertama setelah

    operasi dengan minggu kedua setelah operasi

    1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1 Bagi peneliti

  • 4

    a. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode cross

    sectional.

    b. Mendapatkan pengetahuan mengenai perubahan Tekanan Intra Okular (TIO)

    setelah dilakukan operasi dengan teknik fakoemulsifikasi pada pasien katarak.

    c. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah.

    1.5.2. Bagi Institusi

    RSUP Fatmawati

    Dapat digunakan sebagai data untuk mengetahui angka kejadian

    komplikasi peningkatan tekanan intra okular pada pasien katarak

    senilis setelah menjalani operasi dengan teknik fakoemulsifikasi.

    Dapat digunakan sebagai data untuk mengetahui perubahan tekanan

    intra okular pada pasien katarak sesudah menjalani operasi dengan

    teknik fakoemulsifikasi.

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

    1.5.3. Bagi Masyarakat

    Kedepannya diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan

    kepada masyarakat luas tentang perbandingan perubahan Tekanan Intra

    Okular (TIO) sebelum dan sesudah operasi dengan teknik fakoemulsifikasi

    pada pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati.

  • BAB II

    Tinjauan Pustaka

    2.1 Katarak

    2.1.1 Definisi

    Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies dan Latin Cataracta yang

    berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular yang berarti penglihatan

    seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan

    kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,

    denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.1

    Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun

    dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Pada umumnya, katarak

    merupakan penyakit yang terdapat pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat

    kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam

    penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis

    pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan fisik), dan dapat berhubungan dengan

    penyakit intraokular lainnya. Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat

    menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.1

    2.1.2 Faktor Penyebab Terbentuknya Katarak Lebih Cepat

    Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemunculan katarak, tipe

    katarak, dan pertumbuhan dari katarak, yaitu genetik yang memiliki peran yang

    penting dalam insiden terjadinya katarak, yang kedua yaitu radiasi ultraviolet, telah

    banyak studi epidemiologi yang menyebutkan bahwa semakin tinggi paparan sinar

    ultraviolet yang berasal dari matahari mempengaruhi pematangan katarak,

    kekurangan beberapa nutrisi seperti protein, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin

    E, vitamin C), dan elemen-elemen esensial lainnya terbukti memiliki pengaruh

    terhadap kemunculan katarak, dehidrasi, kebiasaan merokok menimbulkan terjadinya

    karbamilasi dan denaturasi protein yang disebabkan oleh kandungan rokok yang

    disebut cyanates.7

    5

  • 6

    2.1.3 Gejala Klinis

    Penderita katarak seringkali mengganti kacamata karena perubahan visus yang

    terjadi secara cepat, penurunan visus yang progresif dan tanpa rasa sakit yang

    disebabkan karena penurunan kejernihan dari lensa, pandangan menjadi ganda karena

    lapang pandang tertutup oleh kekeruhan dari lensa yang terbentuk seperti air terjun,

    merasa silau karena cahaya yang masuk ke dalam mata terpecah, dapat terlihatnya

    halo berwarna di sekitar cahaya karena terdapat indeks refraktif yang tidak beraturan

    di berbagai bagian dari lensa.8

    2.1.4 Diagnosis

    Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar

    celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila memungkinkan, tonometer, dan

    pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak

    mata, konjungtiva, dan fisik umum. Pada katarak dianjurkan dilakukan pemeriksaan

    tajam penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan

    sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Pengobatan katarak adalah dengan

    pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa

    kontak atau lensa tanam intraokular.9

    2.1.5 Klasifikasi

    Berdasarkan usia katarak dibagi menjadi katarak kongenital, pada jenis ini

    katarak sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun, katarak juvenil yang terjadi sesudah

    usia 1 tahun dan katarak senilis yang terjadi setelah usia 50 tahun.1

    2.1.6 Katarak Senilis

    2.1.6.1 Definisi

    Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,

    yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling

    sering ditemukan.1

  • 7

    2.1.6.2 Faktor resiko

    Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,

    baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah umur dan

    jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah pekerjaan,

    pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status

    kesehatan seseorang, faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan

    sinat ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.1

    2.1.6.3 Patogenesis

    Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial, dengan bertambahnya usia,

    lensa bertambah berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat

    lapisan baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk

    ke arah tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan

    (sklerosis nuklear).10

    Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi

    high-molecular-weight-protein. Agregasi protein menyebabkan fluktuasi mendadak

    pada indeks refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi.

    Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang

    progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan

    sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan

    cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan konsentrasi glutathione dan kalium

    diikuti meningkatnya konsentrasi natrium dan kalsium.11

    2.1.6.4 Stadium Katarak Senilis

    Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu, insipien, imatur,

    matur, dan hipermatur.

    Tabel 2.1 Stadium katarak1

  • 8

    Insipien Imatur Matur Hipermatur

    Kekeruhan

    Cairan lensa

    Ringan

    Normal

    Sebagian

    Bertambah

    Seluruh

    Normal

    Masif

    Berkurang

    (air+masa

    lensa

    keluar)

    Iris

    Bilik mata depan

    Sudut bilik mata

    Shadow test

    Penyulit

    Normal

    Normal

    Normal

    Negatif

    -

    Terdorong

    Dangkal

    Sempit

    Positif

    Glaukoma

    Normal

    Normal

    Normal

    Negatif

    -

    Tremulans

    Dalam

    Terbuka

    Pseudopos

    Uveitis

    Glaukoma

    +

    Berdasarkan Vicente Victor D Ocampo, Jr, MD dalam jurnalnya yang

    berjudul Cataract Senile stadium katarak dapat dibedakan berdasarkan visus

    pasien.12

    Katarak Hipermatur Pasien tidak bisa melihat pada pemeriksaan

    menghitung jari atau gerakan tangan

    Katarak Matur Pasien tidak bisa membaca lebih baik dari 20/200 di chart

    ketajaman visual

    Katarak Imatur Pasien dapat membaca huruf lebih baik dari 20/200

    Katarak Insipien Pasien dengan keluhan penglihatan tetapi masih dapat

    membaca di 20/20

  • 9

    Gambar 2.1 Katarak senilis insipien

    Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New

    Delhi: New Age International; 2007: p.178.

    Gambar 2.2 Katarak senilis imatur

    Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New

    Delhi: New Age International; 2007: p.177.

    Gambar 2.3 Katarak senilis matur

    Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New

    Delhi: New Age International; 2007: p.177.

  • 10

    Gambar 2.4 Katarak senilis hipermatur

    Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New

    Delhi: New Age International; 2007: p.177

    2.1.7 Metode Pembedahan

    Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, penatalaksanaan

    definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Ekstraksi katarak adalah cara

    pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak.

    Dapat dilakukan dengan metode Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK)

    yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa atau Ekstraksi Katarak Ekstra

    Kapsular (EKEK) yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul

    anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior.

    Selain kedua jenis operasi tersebut, terdapat jenis operasi fakoemulsifikasi yang telah

    menjadi metode operasi yang sudah sering menjadi pilihan dalam 15 tahun terakhir.13

    2.1.7.1 Fakoemulsifikasi

    Fakoemulsifikasi merupakan metode pembedahan dengan menggunakan

    vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui

    insisi 2,5-3 mm, dan kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat.

    Dengan insisi kecil yang dilakukan pada fakoemulsifikasi, meminimalisir kasus

    astigmatisme yang terjadi setelah operasi dan terbukti akan kestabilan dari refraksi

    terjadi lebih cepat, biasanya tercapai kestabilan refraksi setalah tiga minggu operasi

  • 11

    dengan insisi sebesar 3,0 mm dan lebih cepat dari tiga minggu dengan insisi 2,5 mm.

    Hampir tidak terjadinya cedera setelah operasi seperti iris prolapse pada operasi

    fakoemulsifikasi. Satu kekurangan dari metode fakoemulsifikasi adalah

    dibutuhkannya peralatan yang kompleks dan sulit untuk dioperasikan agar dapat

    memasuki lensa hanya dengan insisi kecil sehingga dibutuhkan operator yang sudah

    terlatih.13,14

    2.1.7.2 Langkah fakoemulsifikasi

    1. Preparation

    Anestesi topikal dan povidone-iodine 5% atau chlorhexidine

    diteteskan ke konjungtiva, dan diaplikasikan pada sekitar kelopak mata, setelah itu

    antiseptik didiamkan selama minimal tiga menit sampai dipastikan sudah bekerja.

    Spekulum dipasang untuk menyangga area operasi tidak terhalang oleh bulu mata dan

    kelopak mata.

    Gambar 2.5 Pemasangan spekulum

    Sumber: Kanski J. Clinical Ophtalmology. 7th ed. Edinburg: Elsevier; 2007:

    p.283.

    2. Incisions

    Dilakukan insisi atau penyayatan pada sudut 60o ke sisi kiri apabila

    operator menggunakan tangan kanan. Penyayatan kornea bisa dengan jenis clear

    corneal atau limbal. Viskoelatik diaplikasikan pada ruang okuli anterior.

  • 12

    3. Continuous curvilinear capsulorhexis

    Dilakukan dengan alat cystotome, jarum hipodermik yang dilakukan

    dengan dua gerakan, yaitu menggeser area sayatan dan merobek bagian kapsul lensa.

    4. Hydodissection

    Langkah ini dilakukan untuk memisahkan nukleus dan korteks dari

    kapsul sehingga nukleus dapat lebih mudah dan aman untuk diputar. Alat

    fakoemulsifikasi dimasukkan kemudian korteks superfisial dan epinukleus di aspirasi.

    5. Four quadrant

    Langkah ini dilakukan untuk pengeluaran nukleus. Sculpting

    dilakukan untuk membentuk lekukan, nukleus diputar kemudian lekukan kedua

    dibentuk, setelah itu nukleus dihancurkan dengan kekuatan gelombang, keempat

    kuadran di emulsifikasi dan di aspirasi secara bergantian.

    6. Nuclear fakoemulsfikasi chop

    Diperlukan pengalaman untuk melakukan langkah ini, nukleus

    dipotong menjadi beberapa bagian yang nantinya akan di emulsifikasi dan di aspirasi.

    7. Cortical clean up

    Fragmen kortikal dibersihkan menggunakan alat vakum. Beberapa

    operator lebih memilih aspirasi dengan cara manual menggunakan hand-held syringe.

    8. Insertion of IOL

    Kantung kapsular diisi dengan viskoelastik, sayatan kornea diperbesar

    kemudian lensa baru dimasukkan dalam kondisi terlipat.

    9. Completion

    Viskoelastik di aspirasi, tempat dilakukan penyayatan ditutup kembali

    kemudian dilakukan profilaksis terhadap infeksi dengan meneteskan antibiotik

    topikal, injeksi steroid dan antibiotik pada subkonjungtiva, dan atau antibiotik pada

    intra kamera.13

  • 13

    Gambar 2.6 Langkah operasi fakoemulsfikasiemulsification : A. Continuous

    curvilinear capsulorrhexis; B. Hydrodissection; C. Hydrodelineation; D&E. Four

    quadrant; F. Aspiration of cortex

    Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New

    Delhi: New Age International; 2007: p.194.

    2.1.8 Tekanan Intra Okular

    Gambar 2.7 Anatomi trabecular meshwork dan Aliran aqueous humor

    Sumber: James B, Bron A. Ophthalmology Lecture Notes. 11th Edition. UK: Wiley-

    Blackwell; 2011: p.12.

  • 14

    Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata

    terhadap dinding bola mata. Tekanan ini dipengaruhi oleh lapisan dinding bola mata

    dan volume bola mata yang terdiri dari : aqueous humor, corpus vitreus, pembuluh

    darah intraokular dan isinya. Tekanan intra okular harus berada dalam angka yang

    normal karena mencerminkan aqueous humor yang mempunyai fungsi sebagai media

    refraksi, pemberi nutrisi dan mempengaruhi tekanan hidrostatik untuk stabilitas bola

    mata. 8

    Gambar 2.8 Mekanisme pembentukan aqueous humor dan aliran aqueous humor

    pada mata normal

    Sumber: Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers

    Medical Publishers; 2009: p.261.

    Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intra okular, yaitu

    produksi aqueous humor, aliran keluar dari aqueous humor, dan tekanan pada vena

    episklera. Aqueous humor diproduksi oleh epitel siliaris dan terdiri dari tiga

  • 15

    mekanisme, yaitu sekresi yang merupakan proses metabolisme aktif, ultrafiltrasi yang

    dipengaruhi oleh tekanan darah pada kapiler siliaris, tekanan osmotik plasma, dan

    tingkat tekanan intra okular, dan kemudian blood-aqueous barrier yang merupakan

    sistem dari membran semipermeabel dalam memisahkan darah dari ruang okular.

    Aliran keluar aqueous humor dapat melalui dua jalur, yaitu angle of anterior

    chamber (jalur konvensional) dan uveoscleral outflow (jalur non-konvensional). Pada

    jalur konvensional, aqueous humor mengalir dari regio siliaris menuju ruang

    posterior, lalu mengalir melewati pupil ke ruang anterior dan menembus melewati

    trabecular meshwork dan canal of schlemm menuju vena aqueous kemudian ke

    sirkulasi vena utama. Pada jalur non-konvensional, aqueous humor keluar melalui

    badan siliaris melalui ruang suprakoroidal dan koroid, kemudian mengalir melewati

    jaringan episklera menuju ke aliran vena utama. Terdapat perbedaan tekanan kurang

    lebih 5 mmHg antara ruang anterior dan vena episklera sehingga terbentuk aliran

    terus-manerus aqueous humor menuju ke sistem vena, pada beberapa kasus tumor

    terdapat peningkatan tekanan pada vena sehingga menimbulkan hambatan dari aliran

    aqueous humor. Dalam beberapa literatur yang sudah ada sebelumnya dapat diambil

    kesimpulan bahwa terdapat penurunan tekanan intra okular sesudah dilakukan operasi

    dengan teknik fakoemulsifikasi pada pasien katarak. Alasan secara fisiologis

    penurunan tekanan intraokular masih spekulatif. Diduga outflow facility meningkat

    setelah operasi katarak. Beberapa hipotesis telah dikemukan berkaitan dengan

    penurunan tekanan intraokular ini, diantaranya:

    1. Penurunan resistensi aliran aqueous humor dengan pelebaran sudut bilik mata

    depan.

    Resistensi terhadap aliran aqueous humor akan menurun melalui pelebaran

    sudut bilik mata depan setelah operasi katarak sehingga aliran aqueous humor

    menjadi lebih baik. Penelitian Dersu et al mengkonfirmasi pelebaran sudut bilik mata

    depan merupakan mekanisme penurunan tekanan intra okular setelah operasi.

    Pelebaran sudut bilik mata depan ini terjadi secara signifikan setelah operasi katarak..

    2. Lensa yang Menginduksi Perubahan Aliran Aqueous Humor (Lens-induced

    changed to outflow pathway)

  • 16

    Dengan bertambahnya umur, volume lensa meningkat. Kapsul lensa anterior

    mengalami displaced forward (terdorong kedepan) menyebabkan posisi zonula

    anterior secara langsung mentraksi badan siliar dan traktus uveal yang akan menekan

    canalis shclemm dan trabecular meshwork. Hal ini menyebabkan ruang antara

    trabecular plates menjadi lebih sempit. Setelah operasi katarak, volume lensa

    kembali normal sehingga keadaan tersebut membaik dan aliran aqueous humor

    menjadi lebih lancar.

    3. Wound Leak (kebocoran luka)

    Pada awal setelah operasi sering ditemui hasil pemeriksaan yang ekstrim

    berupa penurunan tekanan intraokular yang kemungkinan dapat disebabkan oleh

    wound leak (kebocoran luka) yang dapat menurunkan tekanan intraokular.

    Pada penelitian ini faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap penurunan

    tekanan intraokular tidak diukur, seperti lebar sudut bilik mata depan dan ketebalan

    lensa yang mungkin dapat menjadi alasan penurunan tekanan intraokular lebih awal

    pada penelitian ini.8

    2.1.8.1 Tonometer

    Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intra

    okular dengan alat yang disebut tonometer. Pengukuran tekanan bola mata dianjurkan

    dilakukan pada setiap orang berusia di atas 40 tahun pada saat pemeriksaan fisik

    sacara rutin maupun umum.4

    Cara mengukur tekanan bola mata yang dikenal ada 5 macam, yaitu:

    1. Tonometer digital palpasi

    Dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk pemeriksa.

    Teknik pemeriksaan:

    Mata ditutup

    Pandangan kedua mata menghadap kebawah

    Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien

  • 17

    Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea

    bergantian

    Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata

    Penilaian normal dinyatakan dengan N. N+1, N+2, N+3 untuk tekanan intra

    okular yang semakin meningkat. N-1, N-2, N-3 untuk tekanan intra okular yang

    lebih rendah dari normal.

    2. Tonometer Schiotz

    Tonometer yang menekan permukaan kornea (bagian kornea yang dipipihkan)

    dengan suatu beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Bila tekanan bola

    mata lebih rendah maka beban akan menekan permukaan kornea lebih dalam.

    Gambar 2.9 Tonometer Schiotz

    Sumber: Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers

    Medical Publishers; 2009: p.258.

    Teknik pemeriksaan:

    Pasien diminta rileks dan tidur telentang

    Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih

    Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola

    mata tertekan

    Pasien diminta melihat lurus ke atas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan

    pada permukaan kornea tanpa menekannya

  • 18

    Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan

    beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban

    7.5 atau 10 gr.

    Penilaian normal diukur dengan melihat tabel tonometer schiotz.

    3. Tonometer aplanasi Goldman

    Merupakan alat untuk mengukur tekanan berdasarkan gaya (jumlah tenaga

    yang diberikan) dibagi luas penampang (kornea) yang mendapatkan tekanan dari

    alat.

    Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topikal pantokain 0.5%.

    Teknik Pemeriksaan:

    Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topikal pantokain 0.5%

    Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus

    inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak

    prisma tonometer Aplanasi Goldmann

    Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slit lamp dan dahinya

    tepat dipenyangganya.

    Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10 mmHg

    Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan

    Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada

    kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan

    bagian dalam

    Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi

    gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut

    merupakan tekanan intra okular dalam satuan mmHg.

    Penilaian : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap

    menderita glaukoma

  • 19

    4. Noncontact air-puff tonometer

    Prinsip kerja nya sama dengan tonometer Goldman, namun tonometer ini

    menggunakan semburan udara untuk meratakan kornea, sehingga tidak ada kontak

    langsung antara mata dengan alat dan dapat mencegah penularan penyakit.

    Teknik Pemeriksaan:

    Mengatur ketinggian alat sehingga posisi pasien tepat

    Pasien dilarang untuk berkedip dan menghindar apabila ada hembusan udara

    mengenai matanya

    Hasil penilaian tampil secara digital di layar alat

    5. Tonometer Hand held aplanasi

    Hampir sama dengan tonometer Goldman. Perbedaannya pada bentuk prisma

    yang digunakan serta tekanan yang diberikan berasal dari motor elektrik, bersifat

    portable. Dalam penggunaannya membutuhkan latihan terlebih dahulu.

  • 20

    Kerusakan pompa Na-K

    Protein

    larutptotein

    tidak larut

    Lensa secara

    bertahap

    kehilangan air

    Transport air,

    nutrient, antioksidan

    ke nukleus

    Hidrasi lensa

    Aliran aqueos humour di

    COA tidak

    seimbang/tidak lancar

    Fakoemulsifikasi

    2-3 minggu setelah

    operasi

    Sudut bilik mata depan

    sempit

    katarak

    2.2. Kerangka Teori

    Substansi

    viskoelastik

    inflamasi

    Edema kornea

    usia

    Penyakit penyerta

    Kemahiran operator

    Kerusakan lipid pada

    membrane sel lensa

    Tekanan osmotik lensa

    Kalium &

    glutation sedikit

    Kekeruhan lensa

    Kestabilan ion terganggu

    Na-Ca banyak

    dalam lensa

    Inflamasi berkurang

    Hilangnya substansi

    viskoelastik Tekanan Intra

    Okuler menurun

    Radikal bebas Enzim antioksidan

    menurun

    Kerusakan

    oksidatif &

    peroksidase lipid

    + protein

    Denaturasi protein

    Usia tua degeneratif

    Sintesis protein

    menurun

    Risiko komplikasi

    Glaukoma

    Tekanan Intra Okuler

    meningkat

    Iris terdorong ke

    depan

    Lensa cembung

    + lipid

    Produksi energi

    inadekuat

  • 21

    2.3. Kerangka Konsep

    Variabel bebas

    Variabel terikat

    Minggu

    pertama

    Hari pertama

    Pasien katarak senilis

    Teknik operasi

    fakoemulsifikasi

    Tekanan intraokuler

    setelah operasi

    Bulan

    pertama

    Tekanan intraokular

    sebelum operasi

  • 22

    2.4. Definisi Operasional

    No Variabel Definisi Alat

    Ukur

    Cara

    Ukur

    Hasil Ukur Skala

    1. Tekanan Intra

    Okuler

    Tekanan intra

    okuler sebelum

    operasi, hari

    pertama setelah

    operasi, minggu

    pertama setelah

    operasi dan minggu

    kedua setelah

    operasi yang

    tertulis dalam

    rekam medis pasien

    Rekam

    Medis

    Baca Besar tekanan intra

    okular

    Numerik

    2. Usia Usia pasien pada

    saat melakukan

    operasi katarak

    yang tercantum

    dalam rekam medis

    3. Jenis Kelamin Jenis kelamin yang

    tertera pada rekam

    medis

    Rekam

    Medis

    Rekam

    medis

    Baca Berdasarkan kriteria

    WHO:

    Middle age : 45-

    59 Tahun

    Elderly : 60-74

    Tahun

    Old : 75-90

    Tahun

    Very old : >90

    Tahun

    Baca Laki-laki

    Perempuan

    Numerik

    Kategorik

    ordinal

    Kategorik

    nominal

  • BAB III

    Metode Penelitian

    3.1 Desain Penelitian

    Penelitian dilakukan secara observasional dengan metode potong lintang

    (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan Tekanan Intra

    Okular (TIO) dengan faktor risiko teknik operasi fakoemulsifikasi.

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

    3.2.1 Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai dengan Agustus 2017.

    3.2.2 Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Fatmawati, Jakarta

    Selatan.

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1. Populasi Target

    Populasi target penelitian ini adalah pasien terdiagnosis katarak yang

    menjalani operasi fakoemulsfikasi di RSUP Fatmawati dan dilakukan oleh salah satu

    dokter spesialis mata.

    3.3.2. Populasi Terjangkau

    Populasi yang digunakan adalah semua rekam medis pasien terdiagnosis

    katarak senilis yang menjalani operasi fakoemulsifikasi mulai dari bulan Januari 2016

    sampai dengan Desember 2016 di RSUP Fatmawati dan operasi dilakukan oleh salah

    satu dokter spesialis mata. Terdapat satu kelompok pada penelitian ini, yaitu pasien

    katarak senilis yang menjalani operasi fakoemulsifikasi di RSUP Fatmawati dan

    dilihat tekanan intra okuler pasien sebelum menjalani operasi, hari pertama setalah

    menjalani operasi, minggu pertama setelah menjalani operasi, dan minggu kedua

    setelah menjalani operasi.

    23

  • 24

    3.3.3. Teknik pemilihan dan besar sampel

    Besar sampel penelitian menggunakan cara total sampling rekam medis

    pasien yang terdiagnosis penyakit katarak senilis tanpa komplikasi yang menjalani

    operasi dengan teknik fakoemulsifikasi dan dilakukan oleh salah satu dokter spesialis

    mata di RSUP Fatmawati dimulai dari bulan Januari 2016 hingga Desember 2016.

    Teknik pengambilan sampel menggunakan cara consecutive sampling, yaitu setiap

    pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dijadikan subjek penelitian.15

    =

    =

    = = 34,26 = 35

    3.4. Identifikasi Variabel

    1. Variabel bebas (independent) adalah tindakan operasi dengan teknik

    Fakoemulsfikasi, pasien katarak senilis, dan usia.

    2. Variabel terikat (dependent) adalah Tekanan Intra Okular pasien katarak

    senilis sebelum dan sesudah menjalani operasi fakoemulsfikasi.

    3.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

    3.5.1. Kriteria Inklusi

    1. Penderita katarak senilis berusia 50 tahun.

    2. Penderita katarak senilis yang telah menjalani operasi dengan teknik

    fakoemulsfikasi.

    3. Operator operasi adalah salah satu dokter spesialis mata di RSUP

    Fatmawati

    3.5.2. Kriteria Eksklusi

    1. Pasien dengan katarak sekunder.

  • 25

    2. Pasien dengan kelainan pada kornea dan konjungtiva seperti keratitis,

    keratopati, konjungtivitis, dan pterygium.

    3. Pasien Tekanan Intra Okuler tinggi dengan glaukoma.

    4. Pasien katarak dengan penyakit penyerta lain.

    3.6. Alur Penelitian

    Penyajian hasil

    dan kesimpulan

    Persiapan

    Penelitian

    Pembuatan

    proposal

    Menentukan Rumah Sakit

    untuk pengambilan data

    Penentuan Kriteria

    Inklusi

    Penentuan Jumlah Sampel

    yang dibutuhkan

    Perizinan Rumah Sakit

    (ujian proposal)

    Pengambilan Data

    Sekunder

    Katarak senilis

    Sebelum operasi

    TIO

    Analisis Data Hari pertama

    Minggu

    pertama

    Minggu

    kedua

    sesudah operasi

  • 26

    3.7. Manajemen Data

    3.7.1 Pengolahan Data

    Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan, sebagai

    berikut:

    1. Cleaning

    Data dipilih terlebih dahulu dari rekam medis yang diperlukan dan tidak

    diperlukan sesuai dengan kriteria inklusi

    2. Editing

    Kelengkapan data diperiksa

    3. Coding

    Data yang sudah didapatkan diubah menjadi kode yang mana akan

    memudahkan untuk memasukkan data.

    4. Entry

    Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan SPSS versi 22.16

    3.7.2 Analisa Data

    Data yang diperoleh akan diolah dan dilakukan analisis univariat dan bivariat

    menggunakan software IBM SPSS statistic versi 22

    3.7.2.1 Analisis Univariat

    Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

    karakteristik setiap penelitian. Pada penelitian data bersifat numerik sehingga data

    ditampilkan dalam bentuk mean, standar deviasi, nilai minimum, nilai maksimum,

    distribusi frekuensi dan proporsi yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram

    batang.16

    3.7.2.2 Analisis Multivariat

    Analisis multivariat dilakukan terhadap lebih dari dua kelompok

    berpasangan untuk mengetahui perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi

    fakoemulsifikasi dengan tekanan intra okular hari pertama setelah operasi

    fakoemulsifikasi, perbandingan tekanan intra okular sebelum operasi dengan tekanan

    intra okular minggu pertama setelah operasi, perbandingan tekanan intra okular

  • 27

    sebelum operasi dengan tekanan intra okular minggu kedua setelah operasi,

    perbandingan tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dengan tekanan intra

    okular minggu pertama setelah operasi, perbandingan tekanan intra okular hari

    pertama setelah operasi dengan tekanan intra okular minggu kedua setelah operasi,

    perbandingan tekanan intra okular minggu pertama setelah operasi dengan tekanan

    intra okular minggu kedua setelah operasi. Sebelum di analisis, dilakukan uji

    normalitas pada data yang bersifat numerik. Jika data berdistribusi normal maka uji

    yang dilakukan adalah uji parametrik repeated ANOVA dan post-hoc bonferroni.

    Jika data berdistribusi tidak normal, dilakukan transformasi data untuk menormalkan

    distribusi data. Bila proses transformasi data berhasil, maka uji yang digunakan

    adalah uji parametrik repeated ANOVA dan post-hoc bonferroni, namun apabila

    tidak berhasil maka uji yang dilakukan adalah uji non parametrik Friedman dan post-

    hoc wilcoxon. Penelitian ini menggunakan interval kepercayaan (confidence interval)

    95% dengan 5% sehingga jika p value

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil dari penelitian ini, didapatkan sampel yang berasal dari data sekunder

    pada pasien katarak senilis yang menjalani operasi katarak dengan teknik

    fakoemulsfikasi yang merupakan pasien RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, pada

    bulan Januari hingga Desember 2016 . Didapatkan subjek penelitian sebanyak 31

    mata dari 26 pasien, yang sebelumnya sudah disetujui untuk dilihat rekam medisnya

    oleh RSUP Fatmawati. Data hasil pengukuran Tekanan Intra Okular pada pasien

    dengan katarak senilis di RSUP Fatmawati pada tahun 2016 dianalisis secara statistik

    menggunakan software SPSS 22. Sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih

    dahulu dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50

    sampel, didapatkan hasil distribusi data tidak normal, kemudian dilakukan

    transformasi data dan dilakukan uji normalitas kembali, setelah itu didapatkan

    persebaran data normal, karena persebaran data normal dan variabel lebih dari dua,

    maka digunakan uji statistik repated ANOVA dan post hoc bonferroni. Apabila

    distribusi data tidak normal maka bisa dilakukan uji Friedman dan post hoc

    wilcoxon.16

    4.1. Karakterisitik Responden

    4.1.1. Usia Responden

    Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 26 orang yang berusia 50

    tahun, yang terbagi ke dalam 21 orang dengan perlakuan operasi fakoemulsfikasi

    pada satu mata dan 5 orang dengan perlakuan operasi fakoemulsfikasi pada kedua

    mata. Responden terdiri dari 3 mata (9,7%) yang berasal dari pasien berusia 45-59

    tahun (middle age), 17 mata (54,8%) berasal dari pasien berusia 60-74 tahun

    (elderly), dan 11 mata (35,5%) berasal dari pasien yang berusia 75-90 tahun (old).

    Rentang usia responden yaitu dari 53 tahun sampai 80 tahun dengan rata-rata usia

    69,23 tahun (SD=6,984).

    28

  • 29

    Tabel 4.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia

    KARAKTERISTIK

    RESPONDEN

    KATEGORI FREKUENSI

    (n)

    PRESENTASE

    (%)

    45-59 tahun 3 9,7

    Usia (middle age)

    60-74 tahun

    17

    54,8

    (elderly)

    75-90 tahun

    11

    35,5

    (old)

    Gambar 4.1.1 Frekuensi usia responden dengan menggunakan diagram

    batang

    75-90

    tahun

    60-74

    tahun

    45-59

    tahun

  • 30

    4.1.2. Jenis Kelamin

    Tabel 4.1.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

    KARAKTERISTIK

    RESPONDEN

    KATEGORI FREKUENSI

    (n)

    PRESENTASE

    (%)

    Jenis kelamin

    Laki-laki

    18

    58,1

    Perempuan 13 41,9

    Pada penelitian ini, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Terdapat

    18 mata (58,1%) yang berasal dari pasien laki-laki dan 13 mata (41,9%) yang berasal

    dari pasien perempuan. Dari penelitian ini didapatkan penderita katarak senilis yang

    menjalani operasi lebih banyak laki-laki dibanding perempuan.

    Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susan Lewallen &

    Paul Courtright (2002) yang berjudul Gender and use of cataract surgical services

    in developing countries menjelaskan bahwa walaupun cenderung lebih banyak

    wanita yang mengalami katarak dibanding laki-laki, namun pada praktiknya di

    lapangan lebih banyak laki-laki yang menjalani terapi operasi katarak dibandingkan

    dengan perempuan di negara-negara berkembang.17

    Gambar 4.1.2 Frekuensi jenis kelamin responden dengan menggunakan

    diagram batang

  • 31

    4.2 Distribusi Subjek Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari pasien

    katarak senilis yang menjalani operasi fakoemulsfikasi di RSUP Fatmawati pada

    Januari hingga Desember 2016. Sebelum dilakukan operasi fakoemulsfikasi

    dilakukan pemeriksaan mata lengkap meliputi pemeriksaan tekanan intra okular (TIO

    pre-OP) menggunakan tonometer non-kontak pada pasien terlebih dahulu. Penelitian

    ini mengeksklusikan pasien dengan katarak sekunder, trauma mata sebelum operasi,

    dan glaukoma sebelum operasi. Pengukuran tekanan intra okular menggunakan

    tonometer non-kontak juga dilakukan pada hari pertama setelah operasi (TIO post-

    OP), minggu pertama setelah operasi (TIO minggu ke-1 post-OP), dan minggu kedua

    setelah operasi (TIO minggu ke-2 post-OP).

    Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap Tekanan Intra Okular pasien

    katarak senilis sebelum dan sesudah operasi fakoemulsfikasi menunjukkan bahwa

    data tekanan intra okular pada keempat kelompok adalah (TIO pre-OP, p=0,206; TIO

    post-OP, p=0,934; TIO minggu ke-1 post-OP, p=0,903; TIO minggu ke-2, p=0,220).

    Dari nilai hasil uji normalitas Shapiro-Wilk keempat kelompok didapatkan nilai

    (p>0,05) yang berarti distribusi data pada semua pengukuran tersebut adalah normal,

    sehingga dapat dilanjutkan ke uji repeated ANOVA dan uji post hoc bonferroni. Dari

    hasil keseluruhan uji repeated ANOVA, nilai signifikansi yang diperoleh adalah

  • 32

    Dari hasil rata-rata yang didapatkan pada uji repeated ANOVA menunjukkan

    bahwa terjadi peningkatan rata-rata tekanan intra okular pada hari pertama setelah

    operasi fakoemulsfikasi dari 13,529 (nilai maksimum=20,7 dan nilai minimum=7,0)

    menjadi 16,358 (nilai maksimum=34,0 dan nilai minimum=6,7) yang kemudian

    mengalami penurunan rata-rata tekanan intra okular pada minggu pertama setelah

    operasi dengan nilai 10,200 (nilai maksimum=17,7 dan nilai minimum=4,7), namun

    terjadi peningkatan rata-rata tekanan intra okular pada minggu kedua setelah operasi

    dengan nilai 10,823 (nilai maksimum=31,7 dan nilai minimum=5,0).

    4.3 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan hari pertama setelah

    operasi fakoemulsfikasi

    Tabel 4.3.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular sebelum operasi

    dan hari pertama setelah operasi fakoemulsfikasi

    Selisih rerata Nilai p

    TIO pre-OP vs TIO post-OP -0,064 0,205

    Hasil dari uji repeated ANOVA dan Bonferroni menunjukan TIO pre-OP

    mempunyai nilai selisih rerata sebesar 0,064 lebih kecil daripada TIO post-OP

    dengan nilai p=0,205 yang berarti nilai p>0,05 yang berarti terdapat peningkatan

    tekanan intra okular hari pertama setelah operasi fakoemulsfikasi dari tekanan intra

    okular sebelum operasi fakoemulsfikasi namun tidak signifikan. Respon tekanan intra

    okular terhadap operasi fakoemulsfikasi terjadi secara bifasik, dengan kenaikan

    sementara yang terjadi secara cepat dan diikuti oleh penurunan perlahan dalam jangka

    waktu yang panjang. Peningkatan tekanan intra okular setelah operasi biasanya

    mencapai puncaknya pada lima sampai tujuh jam setelah operasi dan mengalami

    penurunan setelah satu sampai tiga hari. Walaupun hanya berlangsung sementara,

    peningkatan tekanan intra okular dapat menyebabkan rasa sakit pada mata, dapat

    meningkatkan risiko komplikasi yang membahayakan penglihatan seperti oklusi

  • 33

    pembuluh darah retina, kehilangan lapang pandang secara progresif, dan neuropati

    optik.18 Perubahan tekanan intra okular pada hari pertama setelah operasi

    fakoemulsfikasi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu inflamasi setelah

    operasi atau yang biasa disebut dengan Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS),

    TASS adalah reaksi inflamasi akut yang disebabkan oleh substansi non infeksius yang

    memasuki ruang okuli anterior mata yang akan merusak struktur intra okular terutama

    endotel kornea dan trabecular meshwork, gejala terjadinya TASS yang paling umum

    adalah edema kornea, penumpukan sel, fibrin di ruang okuli anterior, dan midriasis,

    kadang gejala berupa pupil non reaktif, peningkatan tekanan intra okular dan

    hipopion, selain TASS penyebab lain yang dapat mempengaruhi tekanan intra okular

    adalah substansi viskoelastik, dan kemampuan serta pengalaman dari operator

    operasi.8,19

    Penyayatan atau insisi yang dilakukan pada saat prosedur pelaksanaan operasi

    fakoemulsfikasi dapat menyebabkan kerusakan pada sel endotel yang terdapat pada

    lapisan kornea. Kerusakan pada sel endotel ini akan memicu terjadinya inflamasi dan

    kemudian akan terjadi edema kornea. Kornea yang edema akan menyebabkan ruang

    okuli anterior menjadi lebih sempit sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra

    okular.20

    Penggunaan agen viskoelastik merupakan salah satu faktor terjadinya

    peningkatan tekanan intra okular setelah operasi katarak. Menurut Liesegang (1990)

    dan Goa and Benfield (1994) beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

    substansi viskoelastik mampu meningkatkan tekanan intra okular pada periode awal

    setelah operasi. Peningkatan tekanan intra okular oleh substansi viskoelastik

    disebabkan oleh penurunan aliran keluar dari aqueous humor karena tertutupnya

    trabecular meshwork yang merupakan tempat aqueous humor mengalir keluar dari

    mata. Maka, pembersihan secara komplit dari substansi viskoelastik sangat

    dianjurkan. Peningkatan tekanan intra okular biasanya berlangsung dalam waktu

    singkat dan mencapai puncak setelah empat sampai tujuh jam setelah operasi dan

    akan mengalami penurunan dalam beberapa hari, namun tekanan intra okular dapat

  • 34

    meingkat sampai lebih dari 30 mmHg. Maka dari itu, dibutuhkan observasi lebih

    lanjut setelah operasi dan terapi penurunan tekanan intra okular mungkin saja

    dibutuhkan.2022

    4.4 Perbedaan Tekanan intra okular sebelum operasi dan minggu pertama

    setelah operasi fakoemulsfikasi

    Tabel 4.4.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular sebelum

    operasi dan minggu pertama setelah operasi fakoemulsfikasi

    Selisih rerata Nilai p

    TIO pre-OP vs TIO minggu ke-1 post-OP 0,133 0,001

    Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni menunjukkan TIO pre-OP

    dengan TIO minggu ke-1 post-OP menunjukan nilai p=0,001 yang berarti nilai

    p

  • 35

    Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni menunjukkan TIO pre-OP

    dengan TIO minggu ke-2 post-OP menunjukan nilai p=0,004 yang berarti nilai

    p

  • 36

    katarak tanpa komplikasi. Peningkatan tekanan intra okular ini terjadi pada 24 jam

    pertama setelah operasi katarak dan akan mengalami penurunan secara perlahan.

    Penurunan tekanan intra okular ini disebabkan oleh inflamasi setelah operasi yang

    membaik perlahan-lahan. Pada minggu pertama diharapkan sudah terjadinya

    penurunan tekanan intra okular dibandingkan dengan hari pertama setelah operasi

    katarak.19,23,24

    4.7 Perbedaan Tekanan intra okular hari pertama setelah operasi dan minggu

    kedua setelah operasi fakoemulsfikasi

    Tabel 4.7.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular hari pertama

    setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsfikasi

    Selisih rerata Nilai p

    TIO post OP vs TIO minggu ke-2 post OP 0,185 0,001

    Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni TIO post-OP dengan TIO

    minggu ke-2 post-OP menunjukan nilai p=0,001 yang berarti p

  • 37

    4.8 Perbedaan Tekanan intra okular minggu pertama setelah operasi dan

    minggu kedua setelah operasi fakoemulsfikasi

    Tabel 4.8.1 Hasil Uji Bonferroni perbandingan Tekanan Intra Okular minggu pertama

    setelah operasi dan minggu kedua setelah operasi fakoemulsfikasi

    Selisih rerata Nilai p

    TIO minggu ke-1 post-OP vs TIO

    minggu ke-2 post-OP -0,011

    1,000

    Pada hasil uji repeated ANOVA dan Bonferroni TIO minggu ke-1 post-OP

    dengan TIO minggu ke-2 post-OP menunjukan nilai p=1,000 yang berarti p>0,05

    yang berarti terdapat perubahan yang tidak signifikan dari tekanan intra okular

    minggu pertama setelah operasi fakoemulsfikasi dengan tekanan intra okular minggu

    kedua setelah operasi fakoemulsfikasi. Pada minggu kedua setelah operasi diharapkan

    tekanan intra okular lebih rendah dibandingkan dengan tekanan intra okular pada

    minggu pertama setelah operasi, namun, terjadi peningkatan tekanan intra okular

    dengan selisih rerata sebesar 0,011 pada pasien katarak di RSUP Fatmawati yang

    tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh masih terjadinya Toxic Anterior

    Segment Syndrome (TASS), reaksi dari zat kimia yaitu viskoelastik yang tersisa di

    bilik mata depan, atau karena penggunaan steroid yang tidak adekuat.26,27

    4.9 Keterbatasan Penelitian

    1. Tidak tercantumnya data mengenai phacoemulsification time yang mungkin

    mempengaruhi perubahan tekanan intra okular pada rekam medis di RSUP

    Fatmawati.

    2. Ketidakteraturan pasien dalam kontrol setelah operasi sehingga data yang

    terdapat di RSUP Fatmawati tidak lengkap dan beberapa data harus di

    eksklusi.

  • 38

    3. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi lebih sedikit daripada hasil

    perhitungan sampel yang dibutuhkan.

  • BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan

    Pada penelitian ini, terdapat perubahan tekanan intra okular sebelum dan sesudah

    operasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak di RSUP Fatmawati tahun 2016,

    perubahan tersebut berupa:

    Peningkatan TIO pada hari pertama setelah operasi dengan p value 0,205 yang berarti

    tidak signifikan.

    Penurunan TIO pada minggu pertama setelah operasi dengan p value 0,001 yang

    berarti signifikan.

    TIO pada minggu kedua setelah operasi mengalami penurunan yang signifikan

    dibandingkan TIO hari pertama setelah operasi dengan p value 0,001.

    TIO minggu kedua setelah operasi mengalami peningkatan yang tidak signifikan

    dibandingkan dengan TIO minggu pertama setelah operasi dengan p value 1,000.

    TIO minggu pertama setelah operasi mengalami penurunan yang signifikan dari TIO

    hari pertama setelah operasi dengan p value 0,001 .

    TIO minggu kedua setelah operasi mengalami penurunan yang signifikan dari TIO

    sebelum operasi dengan nilai p sebesar 0,004.

    Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa operasi katarak dengan

    teknik fakoemulsifikasi dapat menurunkan tekanan intra okular dan

    direkomendasikan bagi pasien katarak untuk menjalani operasi tersebut.

    Menurunnya tekanan intra okular dapat menandakan bahwa pasien katarak tidak

    mengalami komplikasi setelah prosedur operasi.

    5.2. Saran

    Berdasarkan peneltian yang telah dilakukan terdapat beberapa saran, sebagai

    berikut:

    39

  • 40

    a. Bagi Masyarakat

    1) Bagi para lansia yang sudah terdiagnosis katarak senilis, direkomendasikan

    untuk menjalani operasi katarak dengan teknik fakoemulsfikasi.

    2) Bagi dewasa lanjut yang belum terdiagnosis katarak senilis, disarankan untuk

    menjaga kesehatan mata dan memeriksakan mata ke dokter untuk diagnosis

    lebih dini.

    b. Bagi Pemerintah

    1) Membuat program pemeriksaan kesehatan mata dan program edukasi

    mengenai katarak dan keamanan dari operasi katarak.

    c. Bagi Peneliti Lain

    1) Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian yang dilakukan

    oleh penulis, disarankan untuk menambah jumlah responden agar lebih

    menggambarkan populasi

    2) Jika memungkinkan, menggunakan data tekanan intra okular pasien katarak

    hingga satu bulan setelah operasi untuk melihat kestabilan dari penurunan

    tekanan intra okular.

    3) Jika memungkinkan, lakukan penambahan jumlah sampel agar lebih

    menggambarkan terjadinya perubahan tekanan intra okular setelah operasi

    fakoemulsfikasi pada pasien katarak

  • 41

    Daftar Pustaka

    1. Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

    2. Soehardjo. Jurnal Kebutaan Katarak: Faktor-faktor Risiko, Penanganan Klinis

    dan Pengendalian. 2004.

    3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.

    Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

    4. Sidarta I. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI;

    2000.

    5. Septiani AC, Setyandriana Y. The Comparison of Intraocular Pressure in

    Postoperative Extracapsular Cataract Extraction Compared Patients and

    Phacoemulsification Patients at AMC Yogyakarta in 2011 - 2012. 2012;

    6. Sani PU, Ikhsan M, Adriani. Perbedaan Tekanan Intraokular Pra dan Pasca

    Fakoemulsifikasi pada Pasien Katarak di Klinik Mata Kambang Jambi Tahun

    2013 diakses tanggal 3 Oktober 2017. tersedia dari:

    https://www.scribd.com/document/341289815/997-1902-1-PB-doc

    7. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New Delhi: New

    Age International; 2007.

    8. Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers

    Medical Publishers; 2009.

    9. Jorge L, Bodaghi B, Tassignon M-J. Ophthalmology Times Guidelines for

    Managing Post-Cataract Surgery Inflammation. UK: Advanstar

    Communications; 2008.

    http://www.scribd.com/document/341289815/997-1902-1-PB-dochttp://www.scribd.com/document/341289815/997-1902-1-PB-doc

  • 42

    10. Riordan-Eva P, Witcher J. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:

    EGC;

    11. Crick RP, Khaw PT. A Textbook of Clinical Ophthalmology A Practical Guide

    to Disorders of the Eyes and Their Management. 3rd Edition. Singapore: World

    Scientific Publishing; 2003.

    12. Victor V. Senile Cataract (Age-Related Cataract).

    13. Kanski J. Clinical Ophtalmology. 7th ed. Edinburg: Elsevier; 2007.

    14. James B, Bron A. Ophthalmology Lecture Notes. 11th Edition. UK: Wiley-

    Blackwell; 2011.

    15. Sopiyudin D. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian

    Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009. (Evidence

    Based Medicine edisi 2).

    16. Sopiyudin D. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. 6th ed. Jakarta:

    Penerbit Salemba Medika; 2016. (1).

    17. Lewallen S, Courtright P. Gender and use of cataract surgical services in

    developing countries. Bull World Health Organ. 2002;80(4):3003.

    18. Coban-Karatas M, Sizmaz S, Altan-Yaycioglu R, Canan H, Akova YA. Risk

    factors for intraocular pressure rise following phacoemulsification. Indian J

    Ophthalmol. 2013 Mar;61(3):1158.

    19. akr B, Celik E, Aksoy N, Bursal , Uak T, Bozkurt E, et al. Toxic anterior

    segment syndrome after uncomplicated cataract surgery possibly associated with

    intracamaral use of cefuroxime. Clin Ophthalmol Auckl NZ. 2015 Mar

    17;9:4937.

  • 43

    20. Kim JY, Jo M-W, Brauner SC, Ferrufino-Ponce Z, Ali R, Cremers SL, et al.

    Increased intraocular pressure on the first postoperative day following resident-

    performed cataract surgery. Eye. 2011 Jul;25(7):92936.

    21. Higashide T, Sugiyama K. Use of viscoelastic substance in ophthalmic surgery

    focus on sodium hyaluronate. Clin Ophthalmol Auckl NZ. 2008 Mar;2(1):21

    30.

    22. Zamani M, Feghhi M, Azarkish A. Early Changes in Intraocular Pressure

    Following Phacoemulsification. J Ophthalmic Vis Res. 2013 Jan;8(1):2531.

    23. Picoto M, Galveia J, Almeida A, Patrcio S, Spohr H, Vieira P, et al. Intraocular

    pressure (IOP) after cataract extraction surgery. Rev Bras Oftalmol. 2014

    Aug;73(4):2306.

    24. Yugay M, Ryabtzeva A. Changes of intraocular pressure and cornea

    biomechanical properties after cataract phacoemulsification. Acta Ophthalmol

    (Copenh). 2015 Oct 1;93:n/a-n/a.

    25. Berdahl JP. Cataract Surgery to Lower Intraocular Pressure. Middle East Afr J

    Ophthalmol. 2009;16(3):11922.

    26. LIU X-Q, ZHU H-Y, SU J, HAO X-J. Effects of phacoemulsification on

    intraocular pressure and anterior chamber depth. Exp Ther Med. 2013

    Feb;5(2):50710.

    27. Knobbe CA. Cataract Surgery Complications. Diakses tanggal 3 Oktober 2017.

    Tersedia dari: http://www.allaboutvision.com/conditions/cataract-

    complications.htm

    http://www.allaboutvision.com/conditions/cataract-

  • 44

    LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik

  • 45

    Lampiran 2 Surat Keterangan Ijin Penelitian

  • 46

    (Lanjutan)

  • 47

    Lampiran 3 Riwayat Penulis

    Informasi Umum Nama : Diva Zahra Parnanda Jenis Kelamin : Perempuan Tempat, Tanggal lahir : Jakarta, 03 November 1996 Kewarnegaraan : Indonesia Alamat : Bukit Golf Residence Cluster Boulevard Terrace BB 5 Nomer 5,

    Cibubur. No. Telepon : - No. Handphone : 081287270210 E-mail : [email protected]

    Pendidikan Formal 1999-2000 : Playgroup Anak Kita, Cempaka Putih, Jakarta. 2000-2002 : TK Islam Al- Husna Bekasi 2002-2008 : SD Islam Al-Husna Bekasi 2008-2011 : SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai Bekasi 2011-2014 : SMA Negeri 5 Bekasi 2014-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan, Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

    Pengalaman Organisasi 1. Anggota Science Club of SMAN 5 Bekasi 2011-2014 2. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Science Club of SMAN 5 Bekasi 2013-2014 3. Anggota CIMSA (Center for Indonesian Medical Students Activities) lokal UIN Syarif

    Hidayatullah 2015-sekarang 4. Sekretaris SCORP (Standing Commitee on Human Rights and Peace) 2015-2016 5. Human Resources Development Team CIMSA (Center for Indonesian Medical Students

    Activities) Nasional 2016-2017

    Partisipasi dalam Kepanitiaan 1. Panitia Science & Techno Competition SMAN 5 Bekasi 2013 2. Koordinator Divisi konsumsi CIMSASTELLAR Magang CIMSA UIN Syarif Hidayatullah

    2015 3. Event team CIMSA Anniversary Project on Region 3 2016 4. Koordinator Divisi konsumsi October Meeting CIMSA Nasional 2016 5. Panitia Training New Trainers CIMSA (Center for Indonesian Medical Students

    Activities) Regio 3 2016 6. Supervisor Training New Trainers CIMSA (Center for Indonesian Medical Students

    Activities) Regio 3 2017 7. Supervisor Region 3 Training for Official 2016

    mailto:[email protected]

  • 48

    Partisipasi dalam Pelatihan dan Kegiatan Organisasi 1. Seminar YCTA (Youth Collaboration Towards Action) Against Breast & Cervical Cancer

    2015 diselenggarakan oleh CIMSA dan AMSA Indonesia 2. Community Development Training 2015 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta 3. Think Outside the Box Training 2015 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta 4. May Meeting CIMSA 2016 diselenggarakan oleh CIMSA lokal Universitas Islam Sumatra

    Utara 5. October Meeting CIMSA 2016 diselenggarakan oleh CIMSA lokal UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta 6. May Meeting CIMSA 2017 diselenggarakan oleh CIMSA lokal Universitas Kristen Duta Wacana Jogjakarta