peran observatorium bosscha institut teknologi...
TRANSCRIPT
PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG DALAM PENGEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun Oleh:
ADI SUYUDI
NIM: 1113044000086
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018/1439 H
v
ABSTRAK
ADI SUYUDI NIM: 1113044000086. PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG DALAM PENGEMBANGAN HISAB
DAN RUKYAT DI INDONESIA. Program Studi Hukum Keluarga Isalam,
Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peran Observatorium Bosscha
Institut Teknologi Banduung dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia
melalui andil yang diberikan serta cara yang ditempuh dalam memberikan andil
terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian deksriptif analisis yaitu berupa dekskripsi serta analisis terhadap data
informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh di lapangan. Teknik
penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2017.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, pertama, Observatorium
Bosscha memiliki peran dan sumbangsih dalam perkembangan hisab rukyat.
Observatorium Bosscha dalam perkembangan ilmu hisab, telah memberikan
pengetahuan tentang dasar-dasar astronomi modern terhadap perkembangan ilmu
hisab di Indonesia. Dasar astronomi yang telah diberikan berkaitan dengan
perhitungan astronomi berkaitan dengan pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat,
waktu salat dan awal bulan kamariah. Kehadiran Observatorium Bosscha dalam
pengembangan ilmu hisab memperkaya pengetahuan tentang perhitungan
astronomi yang menjadi acuan dalam metode hisab haqiqi kontemporer
khususnya, dikarenakan perhitungan astronomi yang dikembangkan oleh
Observatorium Bosscha di dalamnya terdapat pembaharuan yang terus menerus
dilakukan. Kedua, Observatorium Bosscha juga berperan dalam perkembangan
rukyat di Indonesia dengan memberikan edukasi tentang cara merukyat secara
profesional didasari oleh ilmu astronomi, juga pelaksanaan rukyat dengan
vi
menggunakan teleskop untuk memverifikasi objek penelitian (hilal) itu sendiri.
Diskusi dan dialog pun dilakukan guna menyampaikan pengetahuan rukyat dalam
segi astronomi kepada berbagai elemen di dalam berbagai kesempatan termasuk
dalam musyawarah kerja yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama terlebih
terhadap para perukyat yang melaksanakan rukyat tiap tahunnya. Semua ini
dilakukan guna menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam merukyat nantinya,
sehingga meminimalisir kesalahan dalam pelaksanaan rukyat itu sendiri karena
hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan ibadah yang hendak dilaksanakan oleh
umat Islam. Cara yang ditempuh Observatorium Bosscha dalam memberikan
andil terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia melalui kelembagaan
dengan memberikan kontribusi berupa andil dalam bentuk kegiatan pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kontribusi Observatorium Bosscha
ini dilakukan dengan kerja sama bersama Kementerian Agama, secara mandiri
melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan, kegiatan para astronom yang
masih aktif di Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung dan melalui
perorangan alumni Jurusan Astronomi dan Observatorium Bosscha yang
berkiprah dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia. Para alumni
tersebut sangat memiliki pengaruh yang nyata terhadap perkembangan hisab dan
rukyat di Indonesia.
Kata kunci : Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung,
Peran, Hisab, Rukyat, Astronomi
Pembimbing : Drs. H. Wahyu Widiana, MA
Daftar Pustaka : 1933-2017
vii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata'ala yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, taufik, hidayah dan 'inayah-Nya, terucap dengan tulus dan ikhlas
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin tiada henti. Sesungguhnya hanya dangan
penolongan-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Salawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan
Tuhan Nabi akhir zaman Muhammad SAW, baserta para keluarga, sahabat dan
umamatnya. Amin.
Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempumaan. Namun demikiah skripsi ini basil usaha dan upaya yang
maksimal dari penulis. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis
didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri
karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tersusun bukan semata-mata hasil usaha
sandiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi dari semua pihak. Oleh karena
itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin jahar, M.A., Salaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak Dr. Abdul Halim, MA, dan Indra Rahmatullah, MH selaku Ketua
Program Studi dan Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Ahmad Mukri Aji, MA selaku dosen Penasihat Akademik
penulis haturkan terima kasih, semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan kepada beliau.
4. Bapak Drs. H. Wahyu Widiana. MA selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. Tanpa lelah membimbing Penulis
serta memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
Suatu kebanggaan bagi penulis mendapatkan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini dari beliau, semoga Allah SWT yang akan membalas apa yang
telah bapak berikan;
5. Bapak Sirril Wafa, MA yang telah mengajarkan penulis dalam mata kuliah
Ilmu Falak I, Bapak Adi Damanhuri, M.Si yang telah mengajarkan penulis
dalam mata kuliah Praktikum Hisab dan Rukyat juga memberikan saran dan
masukan terhadap skripsi ini;
6. Ibu Dr. Hj. Maskufa. MA selaku penguji skripsi yang juga telah
memberikan kesempatan kepada penulis dalam mendiskusikan tahapan awal
penelitian yang penulis lakukan, dan Ibu Hj. Rosdiana. MA selaku penguji
skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi guna
menyempurnakan skripsi ini;
7. Seluruh dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu dan
Akhlaq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta;
8. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta;
9. Bapak Dr. Mahasena Putra selaku Kepala Observatorium Bosscha yang
telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Observatorium Bosscha,
kepada Ibu Ely Sulistialie selaku pustakawati Observatorium Bosscha yang
telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang
dibutuhkan;
10. Bapak Dr. Moedji Raharto selaku astronom Institut Teknologi Bandung dan
anggota Tim Hisab dan Rukyat yang telah memberikan waktu dan tenaga
untuk memberikan data, informasi, dan arahan kepada penulis dalam
melakukan penelitian, semoga Allah SWT membalas apa yang telah beliau
berikan;
11. Ibu Windi Alzahra, S.Pt, M.Si, M.Agr (Dosen Institut Pertanian Bogor), dan
suami, serta sahabat Lou Ayy Al-Zamakhsyari, yang juga sedang
ix
melakukan penelitian di Lembang dan telah memperkenankan penulis untuk
tinggal di home stay selama penulis melakukan penelitian. Semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak.
12. Kepada keluarga tercinta, umi, bapak, nenek, kedua kakak, dan para sanak
saudara yang telah banyak membantu dan memberikan support kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terlebih kepada umi tercinta, satu
langkah kecil ini penulis persembahkan untuk beliau karena proses
penyusunan skripsi ini beriringan dengan penanganan penyakit yang beliau
derita. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan, kesabaran dan
keberkahan umur kepada beliau selalu;
13. Sahabat-sahabat seperjuangan, teman-teman Mahasiswa/i Hukum Keluarga
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2013, yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, semoga kesuksesan dan keberkahan selalu
menyertai kita semua;
14. Seseorang yang selalu setia menjadi teman dalam suka maupun duka,
motivator yang hebat, dan pengoreksi serta pemberi arahan yang terbaik.
Semoga selalu dalam naungan Allah SWT;
15. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan
balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan
menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
penulis dan umunya bagi pembaca. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki skripsi ini.
Ciputat, 10 Desember 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifiksi Masalah .................................................................... 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 8
1. Pembatasan Masalah ..................................................... 8
2. Perumusan Masalah ....................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8
1. Tujuan Penelitian ........................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ......................................................... 9
E. Metode Penelitian ...................................................................... 9
1. Pendekatan Penelitian .................................................. 10
2. Jenis Penelitian ............................................................ 10
3. Sumber Data ................................................................ 11
4. Metode Pengolahan Data ............................................. 11
5. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 12
6. Metode Analisis ........................................................... 12
7. Teknik Penulisan ......................................................... 12
F. Review Studi Terdahulu .......................................................... 12
xi
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN, HISAB RUKYAT
DAN PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH DI
INDONESIA ................................................................................. 15
A. Tinjauan Umum Tentang Peran .............................................. 15
B. Tinjauan Umum Tentang Hisab dan Rukyat ........................... 17
1. Pengertian Hisab dan Rukyat ............................................. 17
2. Dasar Hukum Hisab dan Rukyat ........................................ 21
3. Perkembangan Hisab dan Rukyat ....................................... 23
BAB III PROFIL OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT
TEKNOLOGI BANDUNG DAN KEGITANNYA YANG
BERKAITAN DENGAN PERKEMBANGAN HISAB DAN
RUKYAT DI INDONESIA.........................................................34
A. Profil Observatorium Bosscha ................................................. 34
1. Latar Belakang Pendirian Observatorium Bosscha ..... 34
2. Sejarah Pendirian Observatorium Bosscha................37
3. Tugas Pokok dan Fungsi Adanya Observatorium
Bosscha.....................................................................40
B. Kegiatan Observatorium Bosscha Berkaitan
Dengan Pengembangan Hisab Rukyat di Indonesia..............43
BAB VI ANALISIS PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA
INSTITIUT TEKNOLOGI BANDUNG DALAM
PENGEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT DI
INDONESIA.................................................................................50
xii
A. Peran Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
Dalam Pengembangan Hisab Dan Rukyat Di Indonesia ......... 50
B. Cara Yang Ditempuh Observatorium Bosscha Institut
Teknologi Bandung Dalam Memberikan
Andil Terhadap Pengembangan Hisab Dan
Rukyat Di Indonesia..............................................................62
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 72
A. Kesimpulan .............................................................................. 72
B. Saran-Saran ............................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perihal pelaksaan ibadah yang disyariatkan kepada umat Islam di seluruh
dunia di dalamnya terdapat ketentuan waktu dan tata cara pelaksanaan yang
melibatkan benda benda langit serta posisinya. Dari astromekanika (pergerakan
dan posisi benda-benda langit) tersebut lahirlah ketentuan mengenai awal waktu
salat, arah kiblat, penentuan awal bulan kamariah, dan gerhana yang menjadi
pedoman umat Islam dalam melakukan perintah-perintah ibadah seperti salat,
puasa dan haji.
Secara khusus mengenai ilmu yang mempelajari hal tersebut (posisi benda
langit) disebut dengan ilmu falak yang pada turunannya terdapat hisab dan rukyat
yang meskipun dalam konteksnya lebih digunakan dalam permasalahan awal
bulan kamariah.1Tujuan utama mempelajari ilmu falak adalah untuk dapat
mengetahui peredaran benda langit yang sebenarnya untuk dijadikan dasar dan
pedoman bagi umat Islam dalam melakukan ibadah.2 Yakni menentukan awal dan
akhir waktu salat, arah kiblat, awal bulan kamariah dan terjadinya gerhana.
Studi ilmu falak memberikan kompetensi tentang pengetahuan dasar alam
semesta, bola bumi dan bola langit, pengetahuan dasar trigonometri, hisab awal
waktu salat, hisab arah kiblat, hisab awal bulan kamariah dan perbandingan tarikh.
Harapan bagi yang mempelajarinya akan dapat menjelaskan konsep tentang dasar-
dasar astronomi yang berkaitan dengan penentuan waktu ibadah, menjelaskan
peranan ilmu falak dalam penentuan waktu salat, melakukan perhitungan waktu
salat dengan benar, menyusun jadwal waktu salat dan imsakiyah, menghitung
sekaligus mengukur arah kiblat, menghitung sekaligus memprediksi kapan waktu-
waktu ibadah seperti awal dan akhir puasa tiba, membuat Kalender Masehi atau
1 Muhammad Hadi Bashori, Bagimu Rukyatmu Bagiku Hisabku, (Jakarta, Pustaka Al-
Kautsar, 2016), h. 4.
2 Sriyatin Shadiq,”Ilmu Falak I” dalam Maskufa, Ilmu Falak. (Jakarta: Gaung Persada
Press) cet 1, h. 22.
2
Hijriah, mengkritisi arah kiblat di tempat ibadah sepert masjid dan musala dan
diasumsikan tidak sesuai dengan teori-teori ilmu falak, dan menumbuhkan sikap
toleran bila dari hasil hisab akan terjadi perbedaan dalam berhari raya.3
Jika diamati secara spesifik memang terdapat perbedaan yang signifikan
antara ilmu falak dengan astronomi, dari sisi ruang lingkup bahasanya, astronomi
mengkaji seluruh benda-benda langit baik matahari, planet, satelit, bintang,
gelaksi, nabula dan lainnya. Sedangkan ilmu falak ruang lingkup pembahasannya
hanya terbatas pada matahari, bumi, dan bulan. Itupun hanya posisinya saja
sebagai akibat dari pergerakannya.4
Astronomi adalah cabang ilmu pengetahuan benda langit dan alam semesta
yang dikembangkan berbasis pada pengamatan, perhitungan dalam astronomi
berdasar hukum alam yang rumusannya berdasar pada data pengamatan dan
pemahaman tentang hukum alam yang mengatur gerak bulan dan matahari diuji
melalui pengamatan astronomi. Seperti perhitungan visibilitas hilal dengan istilah
imkan rukyat berarti mempunyai kemungkinan dapat dilihat.5
Adapun penentuan awal bulan baru Kalender Hijriah merupakan suatu
persoalan yang sangat penting dalam agama Islam, yaitu dalam menentukan
kapan mulai dan berakhirnya ibadah puasa Ramadan dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan salat Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal bulan kamariah. Namun dalam
kenyataannya masih sering kita dihadapi dua pilihan dalam memulai atau
mengakhiri ibadah puasa Ramadan. Seringkali terjadi dalam satu kota yang sama
masyarakat merayakan Idul Fitri dalam hari yang berbeda.6Masalah penentuan
awal bulan hijriah melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan secara
3 Maskufa, Ilmu Falak. (Jakarta: Gaung Persada Press) cet 1, h. 22.
4 Muhammad Hadi Bashori, Bagimu Rukyatmu Bagiku Hisabku, h. 5.
5 Moedji Raharto, “Astronomi Islam Dalam Perspektif Perkembangan Astronomi Modern”
(Bandung: makalah disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan Hisab-Rukyat Negara-Negara
MABIMS, 2000), h. 21, t.d.
6 Djoni N. Dawanas dan Purwanto, “Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan Ramadan dan
Syawal” dalam Darsa Sukartadiredja dan Imam Rosjidi, Proceedings Seminar Ilmu Falak.
(Jakarta: B.P. Planetarium dan Observatorium Jakarta Pemerintah DKI Jakarta, 1994), h. 73. t.d.
3
komplek. Misalnya dalam penentuan hari Idul Fitri, sering melibatkan aspek fiqih
(hukum Islam), sosial politik serta aspek ilmiah.7
Karena keterkaitannya dengan ibadah puasa , kegiatan ekonomi, sosial dan
politik dan bahkan dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan keamanan
masyarakat. Oleh karena itu para ahli hukum Islam menentukan norma-norma
yang mengatur tata cara penentuan awal Ramadan dan Syawal tersebut. Ahli
hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang berwenang
melakukannya, prosedur dan mekanismenya. Negara-negara Islam serta negara-
negara yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, termasuk
negara Republik Indonesia memedomani norma-norma hukum Islam tersebut.8
Sementara itu di Indonesia berkembang bermacam-macam aliran dalam
penentuan awal bulan Qomariyah.9 Dalam tindakan etis praktis, NU (Nahdlatul
Ulama) dan Muhammadiyah mengakui eksistensi hisab dan rukyat. Khususnya
dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan Syawal, NU mendasarkan pada
rukyat sedangkan Muhammadiyah mendasarkan pada hisab. Dengan arti, bagi NU
hisab hanya sebagai “pembantu” pelaksanaan rukyatul hilal sedangkan bagi
Muhammadiyah hisab berfungsi sebagai “penentu” awal bulan Qomariyah.
Dengan kata lain NU cenderung pada penampakan hilal dan Muhammadiyah
lebih cenderung pada eksistensi hilal.10
Pemerintah tetap berusaha agar kelompok yang berpegang pada rukyat
maupun hisab berjalan bersama-sama dan seharusnya saling menunjang. Upaya
itu tidak mudah mengingat jumlah penduduk yang besar dan wilayah negara yang
luas. Sesungguhnya sangat ideal dalam kondisi seperti itu mengharapkan seluruh
7 Purwanto dan Djoni N. Dawanas ,”Peran Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriyah” dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 102.
8 Taufiq, “Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadan dan Syawal” dalam, Selayang
Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 121.
9Taufiq, “Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadan dan Syawal” dalam, Selayang
Pandang Hisab Rukyat, h. 125
10 Susiknan Azhari, “Penggunaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia (Studi tentang
Interaksi NU dan Muhammadiyah.” (Disertasi S-3 Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2006), h. 116.
4
umat Islam di Indonesia dapat memulai dan mengakhiri puasa Ramadan,
demikian pula merayakan Idul Adha pada hari-hari yang sama.11
Untuk menjaga kesatuan dan ukhuwah Islamiyah, maka pemerintah (dalam
hal ini Departemen Agama12
) selalu berusaha untuk mempertemukan paham para
ahli hisab dan rukyat dengan masyarakat Indonesia terutama di kalangan ulama-
ulamanya dengan mengadakan musyawarah-musyawarah, konfrensi-konfrensi
untuk membicarakan hal-hal yang mungkin dianggap menimbulkan pertentangan
di dalam menentukan hari-hari besar umat Islam, terutama penentuan awal
Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha kalau dapat, disatukan. Kalau memang
ternyata tak dapat berhasil (dipersatukan), diusahakan untuk menetralisir, jangan
sampai menimbulkan pertentangan-pertentangan di masyarakat yang lebih
meluas.13
Setelah mengadakan musyawarah sebanyak dua kali guna menyikapi
perbedaan penentuan Ramadan dan Zulhijah pada 12 Oktober 1971 dan 20
Januari 1972, di dalam musyawarah terdapat desakan kepada Menteri Agama
untuk mengadakan Lembaga Hisab dan Rukyat. Pada tanggal 16 Agustus 1972
dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Agama No. 76 tahun 1972 tentang
Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.14
Susunan personalia
Badan Hisab dan Rukyat itu diperluas dengan anggota tersebar oleh Keputusan
Direktur Jenderal Bimas Islam tanggal 28 Juni 1973 no. D.J/96/P/1973, meliputi
cendikiawan dan alim ulama dari lembaga-lembaga pemerintah, perguruan tinggi
dan organisasi kemasyarakatan serta pondok-pondok pesantren dari seluruh
Indonesia.15
11
Darsa Sukartadiredja, “Perhitungan Kalender Qomariyah dan Penentuan Awal Bulan”
(Jakarta: makalah ini disampaikan dalam Seminar Ru’yah dan Hisab Menurut Tinjauan Astronomi
dan Fuqoha diselenggarakan oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia), h. 5, t.d.
12 Diubah menjadi Kementerian Agama RI pada era kepresidenan Susilo Bambang
Yudhoyono tahun 2009-20014.
13 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama, 2007), h. 73-74.
14 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, h. 74-76.
15 Abdur Rachim, “Sistem Hisab Departemen Agama” (Jakarta: makalah disampaikan
dalam Musyawarah Kerja Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Hisab Ru’yah, 1999), h. 2. t.d.
5
Dari kedua susunan personalia anggota Badan Hisab dan Rukyat (tetap dan
tersebar) yang tercantum di atas dapat dilihat berbagai unsur keanggotaan yang
terdiri dari lembaga dan instansi yang tidak hanya berasal dari ranah keagamaan
(Departemen Agama, IAIN, ahli hisab dan rukyat, tokoh-tokoh perwakilan ormas
Islam, Pengadilan Agama dan lainnya), walaupun tugas dari Badan Hisab dan
Rukyat itu sendiri berkaitan dengan masalah ibadah, yaitu pemberian advis atau
nasihat dan saran dalam hal penentuan permulaan tanggal bulan kamariah kepada
Menteri Agama.16
Selain unsur tersebut terdapat para ahli dalam berbagai bidang
tertentu yang juga turut menjadi anggota Badan Hisab dan Rukyat, antara lain
berasal dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika (sekarang Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika), Planetarium, Angkatan Laut, dan Observatorium
Bosscha Institut Teknologi Bandung. Hingga berubah nama menjadi Tim Hisab
dan Rukyat pada tahun 201317
dan sampai saat ini, berbagai unsur tersebut tetap
ada selain peniadaan unsur dari Angkatan Laut serta penambahan unsur dan
lembaga seperti Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional),
sekarang menjadi BIG (Badan Informasi Geospasial).18
Penulis sendiri ingin mengedepankan hadirnya unsur dan lembaga
astronomi di dalam perkembangan hisab dan rukyat, dilihat dari sejarah berdirinya
Badan Hisab dan Rukyat dan eksistensinya sampai saat ini. Dapat dilihat adanya
perwakilan dari Planetarium Jakarta (Drs. Santoso Nitisastro, Drs Darsa
Sukartadiredja dan Drs. H. Cecep Nurwendaya, M. Pd) , Observatorium Bosscha
Institut Teknologi Bandung (Prof. Bambang Hidayat dan Dr. Moedji Raharto),
dan LAPAN (Prof. Thomas Djamaluddin). Jika dicermati lebih dalam
bahwasanya dari semua perwakilan unsur astronomi yang ada memiliki satu
benang merah, yaitu latar belakang pendidikan yang sama, semua individu
16
Departemen Agama RI, Laporan Kegiatan Musyawarah Badan Hisab dan Ru’yah
Departemen Agama (Jakarta: Direktorat Peradilan Agama Ditjen Bimas Islam, 1974), h. 17.
17 Keputusan Menteri Agama No. 43 Tahun 2013.
18 Keputusan Menteri Agama No. 178 Tahun 2014.
6
tersebut berasal dari Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung dan
Oservatorium19
Bosscha Institut Teknologi Bandung (lembaga riset).
Perkembangan pendidikan astronomi di Indonesia sangat erat kaitannya
dengan keberadaan Observatorium Bosscha yang pembangunannya menghabiskan
waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928.20
Setelah
penyerahan Observatorium Bosscha oleh NISV (Nederlandsch-Indische
Sterrekundige Vereeniging) atau Perhimpunan Astronom Hindia Belanda kepada
Pemerintah Indonesia pada tahun 1951, pada tahun itu juga merupakan tahun yang
bersejarah karena pada tahun tersebut pendidikan astronomi secara resmi berdiri
dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Gale Bruno van Albada sebagai Guru Besar
Astronomi.21
Delapan tahun kemudian (1959) Observatorium Bosscha dikelola
oleh Institut Teknologi Bandung dan dijadikan lembaga penelitian dan pendidikan
untuk bidang astronomi di Indonesia. Saat ini Observatorium Bosscha berada di
bawah pengelolaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Bandung.22
Tahun 2004, Observatorium Bosscha dinyatakan sebagai
Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah. Oleh karena itu, keberadaan
Observatorium Bosscha dilindungi UU Nomor 2/1992 tentang Benda Cagar
Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah menetapkan Observatorium
Bosscha sebagai salah satu Objek Vital nasional yang harus diamankan.23
Dalam hal ini penulis ingin mengkaji mengenai peranan Observatorium
Bosscha yang merupakan lembaga riset yang secara konsisten berupaya
mempopulerkan Astronomi serta menjembatani antara dunia sains Astronomi
dengan masyarakat umum, di luar naungan Kementerian Agama.. Adapun alasan
19
Menurut KBBI, observatorium merupakan gedung yang dilengkapi alat-alat (teleskop,
teropong bintang, dsb) untuk keperluan pengamatan dan penelitian ilmiah tentang bintang dan
sebagainya.
20 Sejarah Observatorium Bosscha, bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha/sejarah-
observatorium-bosscha
21Mengenal Seluk Beluk Program Studi Astronomi ITB,
www.itb.ac.id/news/read/5479/home/mengenal-seluk-beluk-program-studi-astronomi-itb
22 Ridwan Hutagalung, ed., Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, (t.t.: Badan
Pelestarian Pustaka Indonesia, 2014), h. 40.
23 Tentang Bosscha,bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha
7
mengapa Observatorium Bosscha yang menjadi objek penelitian bukan Jurusan
Atronomi Institut Teknologi Bandung itu sendiri karena sebagai lembaga riset,
Observatoium Bosscha berdiri lebih dahulu dibanding Jurusan Astronomi tersebut
dan merupakan alasan terbentuknya pendidikan astronomi di Indoneisa sehingga
menjadi lambang dari astronomi Indonesia. Oleh karena itu penulis hendak
merealisasikannya dalam tulisan berbentuk skripsi, dengan judul “PERAN
OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DALAM PENGEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT DI INDONESIA”
B. Identifikasi Masalah
Berawal dari Surat Keputusan Menteri Agama No. 76 tahun 1972 tentang
Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama hingga saat ini
berubah nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat dengan tujuan sebagai wadah dari
berbagai macam unsur, lembaga, dan instansi dalam menyikapi perbedaan tentang
penetapan awal bulan kamariah.
Di antara berbagai unsur dan elemen dari anggota Tim Hisab Rukyat yang
dibentuk oleh Menteri Agama tersebut terdapat perwakilan Observatorium
Bosscha ITB yang notabene merupakan lembaga riset di bawah naungan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA
ITB).
Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung sudah sejak lama
terlibat dalam penentuan waktu-waktu ibadah tersebut terhitung dari terbentuknya
Badan Hisab dan Rukyat ditahun 1972 tersebut hingga saat ini. Di sini kita akan
melihat lebih jauh peranan dari Observatorium Bosscha tersebut di dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia sebagai lembaga riset yang bukan di
bawah naungan Kementerian Agama, tetapi memiliki andil dan sumbangsih yang
nyata di dalam praktek hisab dan rukyat di Indonesia.
Maka dari itu, dalam penelitian ini akan lebih menekankan kepada tugas
pokok dan fungsi Observatorium Bosscha, dan apa saja yang menjadi sumbangsih
Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia entah
itu berupa data-data ataupun hal lain yang berhubungan dengan itu
8
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan menjadi terarah dan terfokus maka penulis membatasi
permasalahan yang ada para peran Observatorium Bosscha dalam pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia. Hisab dan rukyat dalam hal ini berkaitan dengan
penentuan awal bulan kamariah dikarenakan sifatnya yang krusial karena di
dalamnya terdapat aspek sosial dan politik, ekonomi dan aspek ilmiah. Adapun
peran Observatorium Bosscha itu sendiri berkaitan dengan kegiatannya dalam
mendukung tugas Kementerian Agama terkait hisab dan rukyat.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah yang ada, penulis merinci dan
merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan menjadi inti dari
pembahasan pada penelitian yang akan dilakukan. Perumusan masalah yang ada
antara lain sebagai berikut:
a. Bagaimana tugas pokok dan fungsi Observatorium Bosscha dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia?
b. Apa peran Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia?
c. Bagaimana cara Observatorium Bosscha berperan dalam pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Peneliti bermaksud untuk meneliti peran dari Observatorium Bosscha yang
merupakan lembaga riset yang berada di bawah naungan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) di dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia yang merupakan tugas pokok dari
Kementerian Agama. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai terkait
rumusan masalah yang sudah ada sebelumnya yaitu:
a. Untuk mengetahui tugas pokok dan fungsi Observatorium Bosscha dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia
9
b. Untuk mengetahui andil Observatorium Bosscha dalam pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia
c. Untuk mengetahui cara Observatorium Bosscha berperan dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis khususnya, manfaat penelitian menambah wawasan dan
pengetahuan tentang peranan Observatorium Bosscha dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dan pengetahuan tentang
penentuan awal bulan Qomariyah yang dilakukan oleh pemerintah.
b. Bagi mahasiswa pada umumnya, manfaat penelitian agar mampu
menambah khazanah pengetahuan yang didapat melalui penulisan ini dan
bagi mahasiswa Fakultas Syariah yang mempelajari Ilmu Falak
khususnya, agar dapat mengetahui dan memahami peranan dari
Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan rukyat di
Indonesia.
c. Bagi masyarakat, manfaat penelitian agar menghasilkan informasi yang
berguna bahwa dalam menentukan waktu-waktu ibadah, khususnya
penentuan awal bulan kamariah, Kementerian Agama telah berkordinasi
dengan instansi dan lembaga-lembaga terkait seperti dengan
Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung.
E. Metode Penelitian
Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu. Selain itu,
penelitian berhubungan dengan usaha mencari jawaban atas suatu atau berbagai
permasalahan. Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus menerus, maka
ilmu akan terus berkembang dan membantu persepsi serta kemampuan berfikir
yang logis.24
Dalam rangka memperoleh data, maka penulis berpegang kepada pedoman
penelitian yang disebut dengan metode penelitian. Yang dimaksud dengan metode
24
Yayan Sopyan, Metode Penelitian untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, hal,
2.
10
penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara
seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan
untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis pada penyusunan
laporan.25
Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
Metode adalah pedoman cara seorang ilmuan mempelajari dan memahami
langkah-langkah yang dihadapi.26
Adapun metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan
yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah suatu pendekatan yang
didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi
di lapangan.27
Sosiologis disini menggunakan teori struktural fungsional yaitu teori
yang menyatakan bahwa setiap komponen dalam masyarakat (Observatorium
Bosscha, krena selain manusia, kelompok, tapi juga lembaga) mempunyai fungsi
dan peran.28
Hal tersebut dikaitkan dengan ketentuan hukum tertulis yang
menjelaskan tentang fungsi Observatorium Bosscha yakni Surat Keputusan
Menteri Agama No. 76 tahun 1972.
2. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desktiptif
kualitatif yang bertujuan mengetahui keadaan objek yang akan diteliti. Dilakukan
dengan metode kualitatif, karena penelitian ini tidak melakukan pemahaman
dengan cara pengukuran secara statistik, melainkan pemaparan pihak responden
yang jelas dan rinci. Bersifat deskriptif yakni penelitian yang menggambarkan
25
Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka,
1997), hal, 1.
26 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hal, 6.
27 Soerjono Soekanto, Peneitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:Raja
Grafindo, 2001), h.26
28 http:// mrlungs.wordpress.com/pendekatan-sosiologis
11
data informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh di
lapangan.29
Deskriptif adalah metode yang menggunakan pencarian fakta dengan
intrepetasi yang tepat, sedangkan analisis adalah menguraikan sesuatu dengan
cermat dan terarah.30
3. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan
mengadakan tinjauan langsung pada objek yang diteliti. Dalam hal ini data primer
diperoleh dari wawancara mendalam (indept interview) terhadap pihak
Observaterium Bosscha ITB. Penulis juga mengambil data dari dokumentasi yang
ada di Observatorium Bosscha. Kemudian menguraikan data tersebut dan
dianalisa dengan cara menghubungkan dengan masalah yang diteliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam pembahasan ini adalah literature
kepustakaan tentang permasalahan diatas, dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan, baik buku, jurnal, artikel dari surat kabar dan
media elektronik. Studi pustaka dimaksudkan dapat menjadi dasar penyusunan
penelitian, kerangka pemikiran, atau teori maupun proses penelitian hasil
lapangan.
4. Metode Pengolahan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Library Research (pengumpulan data melalui studi kepustakaan).
Yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur
yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penelitian
ini.
29
Suharsimi Ari Kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1993), cet ke-2,
hal. 309
30 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 63
12
b. Metode Field Research (penelitian lapangan), yaitu menggunakan
penelitian dengan cara langsung datang ke lokasi yang memiliki
hubungan dengan penelitian ini, yaitu Observatorium Bosscha ITB.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala acara dan
kegiatan yang terdapat di dalam objek penelitian yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
b. Interview
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak
yang bersangkutan, yaitu Observatorium Bosscha ITB.
c. Studi Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengambil informasi dari arsip-
arsip yang berasal dari Observatorium Bosscha ITB, yang kesemuanya
berhubungan erat dengan persoalan yang akan dibahas.
6. Metode Analisis
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan
ditelaah, maka langkah penulis berikutkan adalah mereduksi data, dengan jalan
merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisis data, penulis
menggunakan pendekan deskriptif analisis. Dianalisa secara kualitatif dan dicari
pemecahannnya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab
pertanyaan yang ada.
7. Teknik penulisan
Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan proposal Skripsi ini
adalah Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
F. Review Study Terdahulu
1. Hiton Bazawi (104044101398), Mahasiswa Peradilan Agama, tahun 2009.
Dengan judul ”Peran Pemerintah Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah
13
( Tinjauan Kaidah Fiqhiyyah). Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan peranan pemerintah juga tanggapan Ormas Islam dalam
menetapkan awal bulan Qomariyah yang ditinjau dari sudut kaidah
Fiqhiyyah. Sedangkan jenis data penelitian yang dilakukan lebih bersifat
kualitatif. Penelitian ini lebih melihat kepada kaedah-kaedah fiqhiyyah.
Dalam skripsi ini, penulisnya menginginkan dengan kaedah-kaedah fiqhiyyah
hendaknya umat Islam mampu bersatu dalam hal ibadah mahdhah di bawah
peran pemerintah. Perbedaan dengan penelitian yang akan saya bahas yaitu
terletak pada objek penelitian, dimana yang dijadikan objek penelitian disini
lebih spesifik kepada Observatorium Bosscha dan peranannya dalam wacana
hisab dan rukyat di Indonesia.
2. Bayu Baskoro Febianto (1206254826), Mahasiswa Program Studi Ilmu
Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, tahun
2016. Dengan judul “Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di
Lembang, Bandung: dari Penelitian Hingga Pendidikan 1920-1959”. Skripsi
ini fokus membahas tentang dinamika Observatorium Bosscha (Bosscha
sterrenwacht) dalam fungsinya sebagai tempat penelitian hingga pendidikan
astronomi di Indonesia. Skripsi ini diteliti menggunakan metode sejarah.
Perbedaan dengan penelitian yang saya bahas yaitu skripsi ini diteliti dalam
aspek sejarah tentang penelitian dan pendidikan yang dilakukan oleh
Observatorium Bosscha, adapun penelitian saya membahas tentang
keterkaitan Observatorium Bosscha serta perannya dalam perkembangan
Hisab dan Rukyat di Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, yang sistematika penyusunannya
sebagai berikut:
Bab pertama,terdiri dari pendahuluan yang menguraikan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sisitematika
penulisan.
14
Bab kedua, terdiri dari tinjauan umum hisab dan rukyat, pengertian hisab
dan rukyat, dasar hukum hisab dan rukyat, dan perkembangan hisab dan rukyat di
Indonesia.
Bab ketiga, terdiri dari profil dan uraian tentang Observatorium Bosscha
ITB, sejarah pendirian, latar belakang pendirian, fungsi dan tujuan, instrumen
yang terdapat di Observatorium Bosscha, kegiatan Observatorium Bosscha yang
berkaitan dengan pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
Bab keempat, terdiri dari analisa peran Observatorium Bosscha di dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dan sejauh mana andil sumbangsih
yang diberikan oleh Observatorium Bosscha di dalam penetapan awal bulan
kamariah di Indonesia, bagaimana hubungan astronomi murni dan astronomi
terapan atau Ilmu Falak.
Bab kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari
penulis mengenai hal-hal yang terkait dengan peran Observatorium Bosscha di
dalam pengembangan hisab dan rukyat diIndonesia.
15
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN, HISAB RUKYAT DAN
PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum Tentang Peran
Peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat.1 Istilah peran diambil dari dunia teater. Dalam
teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam
posisinya sebagai tokoh itu ia berperilaku tertentu.2
Setelah mendapatkan akhiran –an (peranan) memiliki arti yang berbeda, di
antaranya sebagai berikut:
1. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan
2. Peranan adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh individu atau suatu lembaga
3. Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu
peristiwa.
Teori peran biasa disebut juga dengan Role Theory. Peranan (role)
merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu
peranan.3 Peranan lebih menekankan kepada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai
suatu proses.4 Peran merupakan sesuatu yang diharapkan lingkungan untuk
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang karena kedudukannya akan
dapat memberi pengaruh pada lingkungan tersebut.
Menurut Komarudin, peranan adalah:
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam
manajemen
2. Pola penilaian yang diharapkan dapat menyertai suatu status
1 WJS. Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1985), h.33
2 Bruce J Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 25
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 268
4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.269
16
3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok pranata
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada
padanya
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.5
Selanjutnya, peran juga memiliki fungsi. Fungsi peran adalah sebagai
berikut:
1. Memberi arah pada proses sosialisasi
2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, norma-norma dan pengetahuan
3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat
4. Menghidupkan sistem pengendali atau kontrol sehingga dapat melestarikan
kehidupan masyarakat.6
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu
dalam masyarakat penting karena hal-hal sebagai berikut:
1. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya.
2. Peranan-peranan seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh
masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannnya. Mereka harus telah
terlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
3. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu yang tak mampu
melaksanakan peranannnya sebagaimana diharapkan masyarakat, karena
mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan kepentingan pribadinya
yang terlalu banyak.
4. Apabila semua orang sanggup dan mempu melaksanakan peranannya, belum
tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-
peluang tersebut.7
5 Komaruddin, Ensiklopedia Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 768
6 J. Dwi Narwoko , Bagong Suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana Media Group, 2006), h. 159
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 289-290
17
Berdasarkan pelaksanaannya peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Peranan yang diharapkan (excpected roles): cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan
yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak
dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Pernan jenis
ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dll.
2. Peranan yang disesuaikan (Actual Roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya
peranan itu dijalankan. Peranan ini dilaksanakan lebih luwes, dapat disesaikan
dengan situasi dan kondisi tersebut. Peranan yang disesuaikan mugkin tidak
cocok dengan situasi setempat tetapi kekurangan yang muncul dianggap
wajar oleh masyarakat.8
Sementara itu berdasarkan cara memperolehnya, peranan bisa dibedakan
menjadi:
1. Peranan bawaan (Ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara
otomatis bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, bupati
dan sebagainya, dan
2. Peranan pilihan (Achive roles), yaitun peranan yang diperoleh atas dasar
keputusan sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan sendiri untuk
memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Airlangga dan menjadi mahasiswa program studi sosiologi. 9
B. Tinjauan Umum Tentang Hisab dan Rukyat
1. Pengertian Hisab dan Rukyat
Jika kita lihat di kamus-kamus, Ilmu Hisab yang dalam bahasa Inggrisnya
disebut “Arithmatic”, adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
seluk beluk perhitungan, “Hisab” itu sendiri berarti hitung.
Ilmu Falak dan Ilmu Faraidl di kalangan umat Islam, dikenal pula dengan
sebutan ilmu hisab, sebab kegiatan yang paling menonjol pada kedua ilmu
8 J.Dwi Narwoko, Bagong Suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 160
9 J. Dwi Narwoko, Bagong Suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 161
18
tersebut yang dipelajari dan dipergunakan oleh umat Islam dalam praktek ibadah
adalah melakukan “perhitungan-perhitungan”.
Namun di Indonesia, umumnya orang hanya mengenal bahwa Ilmu Falaklah
yang dimaksud dengan istilah Ilmu Hisab. Dalam tulisan ini pun Ilmu Hisab yang
dimaksudkan penulis adalah Ilmu Hisab sebagai Ilmu Falak yang biasa digunakan
umat Islam dalam praktek ibadah.10
Ilmu Hisab disebut Ilmu Falak dan miqat, dan menurut ilmuwan Yunani
disebut sebagai astronomi. Disebut ilmu hisab karena menggunakan metode
perhitungan. Dan disebut ilmu falak karena terkait dengan objek yang jadi sasaran
yakni falak (lingkaran langit-madar al nujumatau lintasan edar benda-benda
langit).11
Secara harfiah, hisab berarti perhitungan, dalam Al-Qur’an kata hisab
banyak digunakan untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab) dimana
Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia
dengan adil. Kata hisab muncul dalam Al-Qur’an sebanyak 37 kali yang
semuanya berarti perhitungan dan tidak ambiguitas arti.12
Hisab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti hitungan;
perhitungan; perkiraan. Menurut Maskufa dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Falak,Hisab secara istilah adalah perhitungan benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. Maka apabila hisab
ini dikhususkan penggunaannya pada hisab waktu, maka yang dimaksudkan
adalah menentukan kedudukan matahari sehingga dapat diketahui kedudukan
matahari pada bola langit di saat- saat tertentu.13
Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab
adalah matahari, bulan, dan bumi. Itupun hanya terbatas pada status posisinya saja
10
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI 2007), h. 22.
11Zubair Umar al-Jailany, “al-Khulashah al-Wafiyah”, bandingkan juga Loewis Ma’luf,
“al-Munjid” dalam Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007) h. 25.
12Tono Saksono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, (Jakarta: PT Amythas Publicita,
2007), h. 120.
13Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta: GP Press, 2009), h. 90.
19
sebagai akibat dari pergerakan benda-benda langit yang disebut astromekanika.
Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan yang
mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan, ilmu
tersebut adalah ilmu ukur segitiga bola (sperical trigonometry).14
Perkembangan-
perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi
atau kecermatan produk perhitungan ilmu hisab.15
Rukyat menurut bahasa berasal dari kata ra’a, yara, ra’yan, wa ru’yatan
yang bermakna melihat, mengerti, menyangka, menduga dan mengira.16
Pendapat
lain mengatakanar-rokyun yang berakar dari kata ro’a sebetulnya dapat berarti
melihat secara visual, namun dapat juga berarti melihat dengan bukan cara
visualseperti: melihat dengan: logika, pengetahuandan kognitif.17
Arti rukyat yang
paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”18
Perbedaan pendapat di antara ulama fiqih tentang pengertian rukyat hilal
mengakibatkan awal bulan tidak selalu sama, khususnya bulan ramadan, syawal,
dan zulhijah. Sebagian mengartikan rukyat hilal secara harfiah melalui
pengamatan langsung (rukyat bi aini) dan sebagian lainnnya mengartikan sebagai
hisab (rukyat bi ma’na hisab). Hal ini mengakibatkan perbedaan yang tajam di
antara kedua kelompok ulama fiqih tersebut.19
Adapun Rukyat menurut istilah adalah melihat hilal pada saat matahari
terbenam tanggal 29 bulan Qomariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak
matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak terlihat maka
malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan
digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.20
14
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, 2007, h. 22.
15Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.
16 Maskufa, Ilmu Falak, h. 149.
17 Tono Saksono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, h. 85.
18 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Sains dan Teknologi, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), h. 41.
19 Hendro Setyanto, Membaca Langit, (Jakarta: al-Ghuraba, 2008), hal. 10.
20 Maskufa, Ilmu Falak, h.149.
20
Dalam literatur fiqih, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal
sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat
hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.21
Aktivitas
rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah
ijtimak (pada waktu ini, posisi bulan berada di ufuk barat dan bulan terbenam
sesaat setelah matahari terbenam). Apabila hilal terlihat, maka pada petang
(magrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1 bulan kamariah.22
Berhasil tidaknya rukyatul hilal tergantung pada kondisi ufuk sebelah barat
tempat peninjau, tergantung kepada posisi hilal itu sendiri dan kejelian mata si
peninjau. Dari pengalaman yang sering dilakukan biasanya orang dapat menaksir
terlihat atau tidaknya hilal bulan baru tersebut. Inipun tidaklah menjadi jaminan.
Sebab demikian tipisnya bentuk hilal serta rupanya yang mirip awan yang
menjadi latar belakangnya. Hilal sangat sulit untuk bisa diobservasi oleh orang-
orang yang penglihatannya kurang tajam. Namun demikian pengamatan hilal yang
dilakukan umat Islam di Indonesia sering berhasil, sekalipun menurut astronomi
umum, hilal pada posisi seperti itu kemungkinannya kecil untuk dapat dirukyat.23
Kesimpulan dari kedua pengertian yang telah dijelaskan di atas bahwa
Hisab merupakan sebuah pengetahuan tentang perhitungan benda-benda langit
seperti bulan dan matahari serta peredaran bumi terhadap benda-benda langit guna
mengetahui dan menentukan posisi serta waktu keberadaan benda-benda langit
tersebut yang semua berkaitan dengan penentuan awal bulan kamariah,sedangkan
Rukyat merupakan metode utnuk melihat keberadaan hilal secara langsung yang
dilakukan saat matahari terbenam pada tiap tanggal 29 bulan kamariah, dimana
jika hilal terlihat pada saat itu berarti sudah memasuki bulan baru, dan jika tidak
maka hari pada bulan itu digenapkan menjadi 30 hari.
21
Abdul Aziz Dahlan ed, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994),
jilid 4, h. 117.
22 Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Pranamedia Group, 2015), h. 38-39.
23Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, 2007, h. 23.
21
Keduanya ( Hisab dan Rukyat) merupakan metode untuk menentukan awal
bulan kamariah yang pada prinsip dan pengaplikasiannya keduanya saling
melengkapi satu sama lain, hal ini dikarenakan ketika metode Hisab yang telah
dilakukan memberikan hasil berupa posisi dan waktu keberadaan benda-benda
lagit pada saat ijtimak ataupun tenggelamnya matahari, tetapi tidak menjamin
hilal yang telah diketahui posisi dan waktunya tersebut dapat terlihat atau
mustahil terlihat kecuali dengan menggunakan metode pengamatan atau melihat
langsung hilal ( Rukyat) pada saat tenggelamnya matahari di tanggal 29 bulan
kamariah.
2. Dasar Hukum Hisab dan Rukyat
Dasar hukum dari hisab dalam Al-Qur’an tertera padasurat Yunus: 5 yang
berbunyi:
ره منازل لت علمواعددالسني والساب )يو س: نىوالذى جعل الشمس ضيآءوالقمرن وراوقد(۵
Artinya: “Dia-lah Tuhan yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya gemilang dan menjangkakan perjalanannya dalam beberapa
manzilah, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perkiraan bulan
serta bilangan hari”. (Yunus: 5).
Dalam surat Ar Rahman ayat 5, Allah SWT berfirman:
(۵ )اإلسراء: الشمش والقمر بسبان والنجم والشجر يسجدان Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-
tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya”. (Ar Rahman: 5)
Terdapat pula dalam surat Al-Isra yang berbunyi:
ن م ل ض اف و غ ت ب ت ل ة ر ص ب م ار ه الن ة اي ا ء ن ل ع ج و ل ي الل ة اي ا ء ن و ح م ف ي ت اي ء ار ه الن و ل ي االل ن ل ع خ و (۲۱)اإلسراء: ل ي ص ف ت اه ن ل ص ف ء ي ش ل ك و اب س ال و ي ن االس د د اع و م ل ع ت و م ك ب ر
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami
hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu
mencari karunia dari Tuhanmu dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”.
(Al-Isra: 12)
22
ال س ن ر ب خ أ ال ق اب ه ش ن اب ن ع ل ي ق ع ن ع ث ي الل ن ث د ح ال ق ي ك ب ىب ي ا ي ن ث د ح و ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ت ع س ال ا ق م ه ن ع الل ي ض ر ر م ع ن أ ر م ع ن ب الل د ب ع ن ب و وال ر د اق ف م ك ي ل ع م غ ن إ وا ف ر ط أف ف وه م ت ي أ ا ر ذ إ او و م و ص ف ه و م ت ي أ ا ر ذ إ ل و ق ي م ل س و
()رواىالبخاري
Artinya:”Bercerita kepada kami Yahya bin Bukair, ia berkata menceritakan
kepadaku Al-Laits dari Uqail bin Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin
Umar telah memberitakan kepadaku bahwa Umar ra. Menyampaikan bahwa
Ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihat hilal maka
berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu
tertututp awan maka kira-kirakanlah ia” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Adapun dasar hukum dari rukyat dapat ditemui pada Al Qur’an surat Al
Baqarah ayat 189 yang berbunyi:
ن م ت و ي ب اال و ت أ ت ن أ ب البر س ي ل و ج ال و اس لن ل ت ي اق و م ي ى ل ق ة ل ى ال ن ع ك ن و ل أ س ي ن و ح ل ف ت م ك ل ع ل االل و ق ات ا و اب و ب أ ن م ت و ي ب ال و ت آو ي ق ات ن م ب ال ن ك ل ا و ى ر و ه ظ
( ۲۸۱)القرة: Artinya: “Mereka bertanya tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji, dan bukanlah
kebaktian memasuki rumah dari-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung (Al Baqarah: 189)
Selain dari ayat di atas terdapat pula hadits yang dijadikan sebagai dasar
hukum dari Rukyat itu sendiri, diantaranya:
ه و م ت ي أ ار ذ إ : ال ق ف ل ل ال م ل س و و ي ل ع الل ل و س ر ر ك : ذ ال ق و ن ع الل ي ض ر ة ر ي ر ى ب أ ن ع 24ي ث ل ث وادر ع ف م ك ي ل ع ي م غ أ ن إ ف ،او ر ط اف ف ه و م ت ي أ ار ذ إ ، و او م و ص ف
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah
menyebutkan tentang hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda, “Jika kalian
melihat hilal (bulan sabit), maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya
24
Al-Imam Ibn al-Husen Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-
Jami’ al-Musamma Sahih Muslim, juz II (Semarang: Toba Putera, tt), h. 124
23
kembali, maka berbukalah. Namun jika hilal terhalang mendung, maka
genapkanlah hitungan (bulan) Sya’ban hingga tiga puluh hari”.(HR. Muslim
2/124)
ال ق ف م ل س و و ي ل ع الل ل ص ب الن ل إ بر ر ع أ اء ج : ال ق باس ع ن اب ن ع ة م ر ك ع ن ع و ن أ د ه ش ت ا ال ق ،م ع ن ال ق ؟الل ل إ و ل ا آل ن أ د ه ش ات ال ق ،ان ض م ر ن ع ي ،ل ل ال ت ي أ ر
رواه ا )ر د ا غ و م و ص ي ل ف اس الن ف ن ذ أ ل ل ا ب : ي ال ، ق م ع ن ال ق ؟الل ل و س ر د م م 25(بوداودا
Artinya: “Dan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ada seorang
Baduwi datang ke tempat Nabi SAW., lalu mengatakan: sungguh aku
melihat bulan “ Ramadhan”, kemudian Nabi bertanya: Apakah engkau
percaya bahwa tiada Tuhan melainkan Allah? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi
bertanya lagi: Apakah engkau juga percaya, bahwa sesungguhnya
Muhammad utusan Allah? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi menyuruh Bilal:
“Hai Bilal, beritahukanlah kepada manusia, supaya mereka besok berpuasa”
(HR Abu Daud)26
3. Perkembangan Hisab dan Rukyat
Secara historis, rukyat lebih dulu ada dan berkembang dibandingkan dengan
hisab. Rukyat adalah satu-satunya cara dalam menentukan awal bulan Qomariyah
sejak masa sebelum Islam.27
Pada masa Rasululah SAW, beliau sendirilah yang menjadi pemimpin
agama sekaligus negara bagi semua umat Islam. Sehingga ketika ada suatu
permasalahan yang muncul, beliaulah satu-satunya tempat meminta pendapat atau
fatwa. Dan tidak ada satupun yang berani berbeda dengan fatwa yang dikeluarkan
oleh Rasul.
Dalam hal penetapan awal bulan Qomariyah, apabila ada sahabat yang
mengaku melihat hilal dan berani disumpah maka Rasul memutuskan bahwa hari
25
An-Nawawi, Raudatutthalibin, (Beirut: Dar al-fikr, tt), h. 285
26Mu’ammal, Imron AM, dan Umar Fanany, Terjemah Nailul Authar Jilid 3, (Surabaya:
Bina Ilmu h. 1248-1249
27 Maskufa, Ilmu Falak, h.155
24
itu telah masuk bulan Ramadhan atau Syawal. Dan semua sahabat
mengikutinya.28
Rasulullah SAW bersabda:
ال : ق ال ق و أ م ل س و و ي ل ع و ى الل ل ص بر الن ال : ق ال ق و ن ع و الل ي ض ر ة ر ي ر ى ب أ ن ع و ، م ك ي ل ع ب غ ن إ ف و ت ي ؤ ر ا ل و ر ط اف و و ت ي ؤ ر ال و م و ص م ل س و و ي ل ع و ى الل ل ص م اس ق ال و ب أ ي ث ل ث ان ب ع ش ة د ا ع و ل م ك أ ف
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, Nabi SAW bersabda, (atau
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa, Abu Qosim bersabda.)
“Berpuasalah” ketika kamu melihatnya (bulan sabit), dan berbukalah ketika
kamu melihatnya (bulan sabit). Jika bulan itu tertutup, maka
sempurnakanlah hitungan bulan Syaban 30 hari.”29
Berdasarkan hadits di atas maka cara untuk mengetahui pergantian bulan
adalah dengan rukyatul hilal (pengamatan terhadap hilal). Apabila hilal berhasil
yakni hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya sudah masuk bulan
baru atau tanggal satu bulan berikutnya. Akan tetapi, bila hilal tidak dapat dilihat
ini menunjukkan bahwa rukyat tidak berhasil maka malam itu dan keesokan
harinya adalah masih termasuk bulan yang berjalan yakni terhitung hari ke 30.
Atau dikenal dengan sebutan istikmal.
Sebagai implementasi dari hadits itu para sahabat berusaha melihat hilal
sesaat setelah matahari terbenam pada Jum’at malam Sabtu tanggal 29 Sya’ban
tahun ke 2 Hijriyah. Akan tetapi, rukyatnya tidak berhasil. Berita ini kemudian
disampaikan kepada Nabi SAW. Kemudian Nabi menetapkan bahwa bulan
Sya’ban tahun itu berumur 30 hari. Selanjutnya, pada hari ahad petang tanggal 29
Ramadhan tahun itu pula para sahabat berusaha untuk melihat hilal dan mereka
berhasil. Berita keberhasilan itu disampaikan kepada Nabi SAW. Nabi kemudian
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk mengakhiri puasa pada malam itu
juga. Maka, pada tahun itu Nabi SAW dan para sahabatnya berpuasa selama 29
hari.
28
Susiknan Azhari, Hisab & Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 133
29 Al-Imam Ibn al-Husen Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-
Jami’ al-Musamma Sahih Muslim, juz II (Semarang: Toba Putera, tt), h. 124
25
Nabi mensyariatkan penentuan bulan baru dengan rukyatul hilal karena cara
inilah yang dianggap paling sesuai, paling mudah dan tidak menyulitkan serta
sudah familiar bagi umat Islam pada saat itu. Sebab, sebelum Nabi datang ke
Madinah, mereka sudah terbiasa melihat fase-fase perubahan bulan.30
Ahmad Muhammad Syakir dalam risalahnya Awailu asy Syuhur al
Arabiyyah mengungkapkan alasan atas ketergantungan umat Islam pada rukyat
adalah dikarenakan mereka pada saat itu masih tidak pandai baca tulis (ummi) dan
belum mengusai ilmu hisab (perhitungan).31
Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754 M-755 M) adalah orang yang pertama
kali memperhatikan ilmu hisab. Dia memerintahkan kepada Muhammad al-Fazari
untuk menerjemahkan kitab Sindihind, sebuah kitab ilmu falak metode Hindu,
yang pada awalnya dikenalkan oleh seorang cendikiawan Hindu yang bernama
Manka. Selain itu Abu Yahya bin Bathriq juga menerjemahkan kitab ilmu falak
yang berbahasa Yunani yaitu Quadripartitum karangan Ptolomeus seorang ahli
falak Yunani yang hidup pada abad pertengahan ke dua. Demikian juga Umar
ibnu Farukhan yang menerjemahkan beberapa kitab tentang hisab dari bahasa
Persia. Pada masa Khalifah Al-Makmun (815 M-833 M) Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi berhasil membuat table gerak benda-benda langit berdasar pada
metode yang terdapat pada kitab Sindihind. Dua abad kemudian table itu
diperbaiki oleh Abu Qasim Maslamah al-Majridi.
Khalifah Al-Manshur juga memberi ruang ilmiah yang luas kepada para
astrolog-astronom waktu itu. Bahkan, dalam berbagai perjalanan yang
dilakukannya ia menurut sertakan beberapa astrolog-astronom.32
Sementara itu dikalangan Syi’i penetapan awal bulan berdasarkan
perhitungan astronomis terhadap bulan baru telah dilaksanakan pada masa
pemerintahan Fathimiyah oleh jenderal Jauhar setelah selesai mendirikan kota
30
Maskufa, Ilmu Falak, h.158-159
31Yusuf al Qardlawi, Taisirul Fiqhi (Fiqhushiyam), terj. Nabilah Lubis, Fiqh Puasa,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 48
32 Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, Khazanah Astronomi Islam Abad Pertengahan,
(Purwokerto: UM Purwekerto Press, 2016), h. 169.
26
Kairo pada tahun 359 H/969 M. Pada waktu itu carra seperti ini dianggap bid’ah
atau inovasi yang menyesatkan oleh kalangan Sunni.33
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, pemikiran tentang
hisab rukyat pun turut berkembang. Rukyat yang dahulu hanya memakai mata
telanjang, kini ada yang mengembangkannya dengan menggunakan teleskop.34
Hisab yang dahulu diabaikan dalam penentuan awal bulan Ramadhan
maupun Syawal kini ada golongan yang memakainya sebagai pedoman penentuan
awal bulan Qomariyah, dengan parameter wujudul hilal atau yang sering disebut
hisab wujudul hilal.35
Hisab dan rukyat di Indonesia sudah ada sejak zaman berkuasanya kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah mulai menggunakan penanggalan
Islam, yaitu penanggalan Hijriyah. Mereka memperguanakan sebagai penanggalan
yang resmi. Setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia maka oleh
Pemerintah Belanda penanggalan Masehi digunakan dalam kegiatan-kegiatan
Administrasi Pemerintahan dan dijadikan sebagai tanggal resmi. Akan tetapi umat
Islam tetap mempergunakan tarikh atau penanggalan Hijriyah, terutama di daerah-
daerah kerajaan Islam. Pemerintah penjajah membiarkan saja pemakaian
penanggalan itu dan pengaturannya diserahkan kepada para peguasa kerajaan-
kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada, terutama pengaturan terhadap hari-hari
yang ada hubungannya dengan peribadatan seperti tanggal 1 Ramadhan, 1
Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, secara berangsur-angsur mulailah
diadakan perubahan. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 3
Januari 1946, maka diserahkanlah tugas-tugas pengaturan hari libur, termasuk
juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah kepada
Departemen Agama. Wewenang ini tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun
33
Maskufa, Ilmu Falak, h.160-161
34 Susiknan Azhari, Hisab & Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan), h. 117
35 Syamsul Anwar & kawan-kawan, Hisab Bulan Qomariyah (Tinjauan Syar’i tentang
Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah), (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012),
h. 27
27
1946 No. 2/Um. 7 Um.9/Um, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25
tahun 1967 No. 148/1968 dan 10 tahun 1971. Pengaturan hari-hari libur termasuk
tanggal 1 Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha itu berlaku untuk seluruh Indonesia.
Namun demikian perbedaan masih belum dapat dihindari sama sekali karena
adanya dua pendapat yang mendasarkan tanggal satu bulan Qomariyah masing-
masing dengan hisab, dan dengan rukyat.36
Jika menjabarkan tentang sejarah hisab dan rukyat di Indonesia maka
tidaklah terlepas dari sejarah Badan Hisab dan Rukyat yang sekarang ini telah
berganti nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat.
Untuk menjaga persatuan dan Ukhuwah Islamiyah, maka pemerintah (dalam
hal ini Departemen Agama) selalu berusaha untuk mempertemukan paham para
ahli hisab dan rukyat dalam masyarakat Indonesia terutama di kalangan ulama-
ulamanya dengan mengadakan musyawarah-musyawarah, konfrensi-konfrensi
untuk membicarakan hal-hal yang mungkin dianggap menimbulkan pertentangan
di dalam menentukan hari-hari besar Islam, terutama penentuan awal Ramadhan,
Idul Fitri dan Idul Adha, kalau dapat, disatukan. Kalau ternyata tak dapat berhasil
diusahakan untuk menetralisir, jangan sampai menimbulkan pertentangan-
pertentangan di kalangan masyarakat lebih meluas. Musyawarah itu dilakukan
tiap tahun. Pada tanggal 12 Oktober 1971 diadakan musyawarah dimana pada
waktu itu terjadi perbedaan pendapat mengenai jatuhnya tanggal 1 Ramadhan
1391 Hijriyah. Dalam musyawarah ini dapat dinetralisir adanya perbedaan-
perbedaan dan ternyata dapat meniadakan ketegangan-ketegangan di kalangan
masyarakat. Dan yang lebih penting lagi ialah musyawarah mendesak kepada
Menteri Agama untuk mengadakan Lembaga Hisab dan Rukyat.
Musyawarah pada tahun berikutnya diadakan pada 20 Januari 1972, dalam
menghadapi 1 Dzulhijjah 1972/1391 yang juga terdapat perbedaan. Musyawarah
ini pun dapat meredakan suasana pertentangan dan selanjutnya para peserta
36
Laporan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama yang dibacakan oleh Drs. Jabir
Mansur, Sekretaris Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama. Dalam Laporan Kegiatan
Musyawarah Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI dan Musyawarah antar Negara
MABIMS di Jakarta tahun 1974, oleh Direktorat Peradilan Agama, Ditjen Bimas Islam
Departemen Agama RI
28
mengulangi desakannya supaya direalisasikan dengan cepat adanya Lembaga
Hisab dan Rukyat. Musyawarah yang diikuti oleh, ormas-ormas Islam, Pusroh
ABRI, Lembaga Meteorologi dan Geofisika, Planetarium, I.A.I.N, dan dari
Departemen Agama.
Untuk merealisasi terbentuknya Lembaga Hisab dan Rukyat Departemen
Agama tersebut maka ditunjuklah tim perumus yang terdiri dari 5 orang yaitu:
a. A. Wasit Aulawi, MA, dari Departemen Agama
b. H. ZA. Noeh, dari Departemen Agama
c. H. Sa’adoeddin Djambek, dari Departemen Agama
d. Drs. Susanto, dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika
e. Drs. Santoso, dari Planetarium
Urusan selanjutnya ditangani oleh Direktorat Peradilan Agama. Pada
tanggal 2 April 1972, oleh Direktur Peradilan Agama disampaikan kepada Bapak
Menteri Agama daftar-daftar nama-nama Anggota baik anggota tetap maupun
yang anggota tersebar. Dan pada tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkanlah SK
Menteri Agama No. 76 tahun 1972 tentang pembentukan Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama.37
Pada tanggal 23 September 1972, para anggota tetap Badan Hisab dan
Rukyat Kementerian Agama dilantik oleh Menteri Agama. Dalam pidato
pengarahannya beliau mengatakan bahwa:
Badan Hisab dan Rukyat ini diadakan dengan alasan bahwa:
a. Masalah Hisab dan Rukyat awal tiap bulan Qomariyah merupakan masalah
penting yang menentukan hari-hari besar umat Islam;
b. Hari-hari besar itu erat sekali hubungannya dengan peribadatan umat Islam,
hari libur, hari kerja, lalu-lintas keuangan dan kegiatan ekonomi di negeri kita
ini. Juga erat hubungannya dengan pergaulan hidup kita, baik antar umat
Islam sendiri, maupun antara umat Islam dengan saudara-saudara sebangsa
dan setanah air.
37
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, h. 73-75.
29
c. Persatuan umat Islam dalam melaksanakan peribadatan perlu diusahakan,
karena ternyata perbedaan pendapat yang menimbulkan pertentangan itu
melumpuhkan umat Islam dalam partisipasinya untuk membangun bangsa
dan negara.38
a. Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Penentuan awal Ramadhan dan Syawal mendapat perhatian khusus dari
kalangan masyarakat Islam, sejak masa Rasulullah SAW hingga kini, karena
keterkaitannya dengan ibadah puasa, kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Bahkan
ia dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan keamanan masyarakat. Oleh
karena itu ahli hukum Islam menentukan norma-norma yang mengatur tata cara
penentuan awal Ramadhan dan Syawal tersebut serta menentukan lembaga-
lembaga mana yang berwenang melakukakannya, prosedur dan mekanismenya.
Negara-negara Islam serta negara yang sebagian besar penduduknya menganut
agama Islam, termasuk Indonesia memedomani norma-norma hukum Islam
tersebut.
Sementara itu Al Qur’an memberikan peran serta isyarat bahwa peredaran
bulan, bintang, dan matahari dapat dijadikan pedoman untuk menentukan awal
bulan Qomariyah. Kemudian para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam
menerapkan serta menjabarkan pesan-pesan Al Qur’an dan hadits tersebut.
Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk menentukan awal Ramadhan dan
Syawal itu cukup hanya dengan hisab, seiring dengan kemujuan sains dan
teknologi dikalangan masyarakat Islam pada masanya. Sedang yang lain
berpendapat bahwa untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal berdasarkan
rukyat yang didukung hisab dan hisab yang didukung rukyat.
Situasi tersebut di atas terdapat di dalam masyarakat Islam Indonesia. Oleh
karena itu Departemen Agama sejak berdirinya, mengatur prosedur serta
mekanisme penentuan awal bulan Ramadhan serta Syawal dan bulan-bulan
Qomariyah lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketentraman, keamanan
38
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, h. 77-78
30
dan ketertiban masyarakta dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.39
Dalam masyarakat Indonesia terdapat dua golongan besar menganut sistem
yang berbeda dalam menentukan masuknya tanggal satu bulan Qomariyah, yaitu
yang satu dengan caraRukyah dan yang satu dengan cara hisab. Terutama dengan
tujuan mencegah timbulnya kegelisahan dikalangan masyarakat, Menteri Agama
dalam menentukan tanggal 1 Ramadhan dan Syawal senantiasa
mempertimbangkan pendapat kedua golongan tersebut.40
Dalam rangka memberikan jalan tengah(problem solving) dalam
permasalahan awal bulan Qamariyah di Indonesia, yang sampai sekarang ini
masih terjadi perdebatan antar ormas Islam yang belum diketahui kapan
berakhirnya, pemerintah memberikan sebuah tawaran metode penetapan awal
bulan yang disebut dengan Imkân Al-Rukyah. Secara harfiah, Imkân Al-Rukyah
berarti kemungkinan hilâl terlihat. Sedangkan dalam bahasa Inggris
biasanyadiistilahkan dengan visibilitas hilal.Selain memperhitungkan wujudnya
hilal di atasufuk, pelaku hisab juga memperhitungkan faktor-faktorlain yang
memungkinkan terlihatnya hilal.
Faktor yang menentukan terlihatnya hilal bukan hanya keberadaanya di atas
ufuk, melainkan ketinggian dan posisinya yang cukup jauh dari arah matahari.
Kriteria itu didasarkan pada hasil rukyat jangka panjang yang dihitung secara
hisab, sehingga dua pendapat hisab dan rukyat dapat terakomodasi. Kriteria itu
digunakan untuk menghindari rukyat yang meragukan dan digunakan untuk
penentuan awal bulan berdasarkan hisab. Dengan demikian diharapkan hasil hisab
dan rukyat akan selalu seragam.41
39
Taufik, Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal – Selayang pandang
Hisab dan Rukyat, (Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 121-122
40Sa’adoeddin Djambek dalam papernya yang berjudul “Penetapan Tanggal Satu Bulan
Qomariyah di Indinesia”, disampaikan pada Musyawaran Badan Hisab dan Rukyat Departemen
Agama RI, (Jakarta, 1 juli 1974)
41Thomas Djamaludin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional: 2001), h. 11
31
Kriteria Imkân al-Rukyah, merupakan kriteria dalam penentuan awal bulan
Qomariyah, yang posisinya menjembatani antara kriteria Rukyah al-Hilâl dan
kriteria Wujud al-Hilâl. Kriteria ini banyak dipergunakan oleh pemerintah-
pemerintah di ASEAN dalam menentukan awal bulan Qomariyah. Kemudian
muncul dalam penanggalan hijriyah standard empat negara ASEAN, kriteria ini
ditetapkan berdasarkan musyawarah Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Menurut musyawarah tersebut, awal bulan terjadi jika: Pertama, Pada saat
matahari terbenam, ketinggian (altitude) hilal di atas cakrawala minimum 2°, dan
sudut elongasi (jarak lengkung) hilal dan Matahari minimum 3°. Ketinggian 2° ini
merupakan kriteria yang dibuat berdasarkan pengalamanan rukyatul hilal di
Indonesia selama puluhan tahun, walau pun secara internasional sangat diragukan
posisi 2° hilal bisa dilihat karena masih terlalu rendah. Kedua, Pada saat matahari
terbenam, usia hilal lebih 8 jam dihitung sejak ijtimak, sehingga cahaya hilal telah
mencapai standar hilal kemungkinan bisa dilihat.42
Sebelum diadakanya sidang itsbât awal bulan Qamariyah, terlebih dahulu
pemerintah melakukan kegiatan rukyah al-hilâl (pengamatan bulan). Adapun
secara teknis, pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan oleh Kementerian Agama
daerah yang dijadikan tempat untuk pelaksanaan rukyat al-hilâl. Secara garis
besar, di antara beberapa persiapan yang dilakukan oleh Kementerian Agama
daerah sebagaimana di bawah ini: (1) Kementerian Agama pusat,
menginstruksikan kepada Kementerian Agama kabupaten (untuk daerah yang
akan dijadikan tempat pelaksanaan rukyat) untuk berkoordinasi antara Badan
Hisab Dan Rukyat dan Pengadilan Agama setempat tentang persiapan kegiatan
rukyat awal bulan hijriyah. (Biasanya untuk awal bulan Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah); (2) Kepala Kantor Kementerian Agama daerah setempat selaku
koordinator acara kegiatan rukyat berkirim surat kepada Ketua Pengadilan Agama
setempat agar menunjuk seorang Hakim dan Panitera sidang untuk melakukan
sidang isbat kesaksian rukyat bila hilal berhasil dirukyat oleh orang perukyat. (3)
42
Thomas Djamaludin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, h. 11
32
Setelah itu, Kepala Kantor Kementerian Agama daerah tersebut mengirimkan
surat kepada beberapa ormas Islam dan para perukyat agar hadir pada acara rukyat
yang telah ditetapkan. (4) Pada hari pelaksanaan rukyat, dilaksanakan pada jam
yang telah disepakati. Bila hilal berhasil dirukyat oleh perukyat, perukyat melapor
kepada Koordinator/Kepala Kantor Kementrian Agama setempat. Kemudian,
Kementrian Agama memohon kepada Hakim Pengadilan Agama agar segera
diadakan persidangan untuk memeriksa dan menetapkan kesaksian hilal. (5) Hasil
rukyat, baik hilal yang berhasil dilihat, maupun tidak, dilaporkan kepada
Kementerian Agama RI/BHR Pusat sebagai bahan pertimbangan Menteri Agama
RI dalam menetapkan awal Bulan yang bersangkutan.43
Setelah hasil dilaporkan kepada Kementerian Agama RI (pusat) dari
beberapa lokasi-lokasi pelaksanaan rukyat di seluruh Indonesia. Maka setelah itu,
Kementerian Agama mengadakan sidang itsbât. Hadir dalam sidang tersebut
beberapa perwakilan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah,
Persis dan lain sebagainya. Begitu juga dari tim Badan Hisab dan Rukyat (BHR)
di antaranya, Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal sekarang menjadi BIG atau Badan
Informasi Geospasial) dan perorangan yang ahli.
Sebelum rapat sidang penetapan awal bulan terlebih dahulu dilakukan
pemaparan tentang prakiraan cuaca dan hal ihwal tentang hilal oleh tim ahli
seperti dari Planetarium, Observatorium Bosscha ITB, BMKG, dan LAPAN.
Pemaparan ini dilakukan sebelum waktu slata maghrib tiba. Adapun setelah salat
maghrib tiba, sidang secara resmi dibuka oleh Menteri Agama dengan terlebih
dahulu mendengarkan laporan hasil hisab dan rukyat. Menteri Agama
mempersilahkan kepada para peserta untuk memberi masukan mengenai hasil
hisab dan rukyat tersebut. Setelah dianggap cukup, Menteri Agama menawarkan
hasil tersebut untuk dimintakan kesepakatan kepada peserta sidang. Hasil suara
mayoritas dari peserta sidang kemudian diambil sebagai pertimbangan. Menteri
43
Ahmad Sanusi, Tata Laksana Kegiatan Rukyat Hilal Awal Bulan Hijriyah Di
Pob Palabuhanratu, http://www.pa-cibadak.go.id/artikel
33
Agama selanjutnya menetapkan dengan pertimbangan suara mayoritas tersebut.
Sehingga menjadi sebuah ketetapan hasil dari sidang istbat pemerintah dalam
penetapan awal bulan Kamariah.
35
35
BAB III
PROFIL OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG DAN KEGITANNYA YANG BERKAITAN DENGAN
PERKEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT DI INDONESIA
A. Profil Observatorium Bosscha
1. Latar Belakang Pendirian Observatorium Bosscha
Astronom-astronom Leiden dapat mengadakan ekspedisi pengamatan
dengan dibiayai oleh Kementerian Dalam Negeri Belanda. Astronom Utrecht,
J.A.C. Oudemans, berlayar ke Hindia untuk pemetaan wilayah dan penentuan
koordinat astronomi wilayah Hindia. Hasil-hasil pengamatan dan penelitian di
tempat yang jauh hingga ke negeri koloni, selain menguntungkan pihak Belanda
untuk pemetaan wilayah dan penempatan lokasi penanaman komoditas, juga
mengungkapkan kekayaan pengamatan langit yang belum banyak ditemukan,
khususnya di wilayah belahan Langit Selatan.
Melihat potensi kekayaan observasi di wilayah Langit Selatan, pada akhir
abad ke-19, astronom-astronom di negara-negara Eropa dan Amerika mulai
mengalihkan minatnya ke fasilitas observatorium di wilayah belahan Langit
Selatan. Ketertarikan tersebut didorong oleh dua faktor.
Pertama, hasil-hasil observasi kala itu mulai menyadari dan menerima
dengan luasnya struktur bintang dan galaksi. Untuk mengukur ukuran alam
semesta yang teramati, seluruh area bintang yang dapat teramati di wilayah Langit
Utara harus ditunjang dengan pengukuran yang dilakukan di wilayah Langit
Selatan. Pada akhirnya perebutan observatorium-observatorium di wilayah selatan
pun terjadi, mengikuti kegiatan-kegiatan imperialis sebelumnya. Prancis
mendanai sebuah observatorium di Madagaskar, para staf Jerman terkait dengan
lembaga astronomi di Samoa dan Argentina. Donor swasta pegiat astronomi di
Amerika Serikat menguasai Amerika Selatan. Belanda satu-satunya diantara
negara-negara kolonial yang tidak memiliki observatorium dan pengamatan di
36
wilayah Langit Selatan,1 khususnya di negara-negara koloni, untuk menunjang
kegiatan penelitian di negeri Belanda.
Kedua, kebangkitan ilmu astronomi dan astrofisika secara teoritikal
menciptakan pembagian kerja; para peneliti dan pengamat. Peneliti yang berkutat
dengan hal-hal yang bersifat teoritis membutuhkan data yang lebih dari yang bisa
mereka dapatkan di observatorium masing-masing, terutama dengan bantuan
beberapa data yang bisa didapatkan oleh pengamat di wilayah yang tidak dapat
dijangkau pengamatan di negara masing-masing, khususnya data-data di wilayah
Langit Selatan.
Ide pembangunan observatorium di Hindia Belanda dikemukakan oleh
insinyur-astronom kelahiran Madiun, Joan George Erardus Gijsbertus Voute. Pada
tahun 1919, Voute diterima bekerja oleh Willem van Bemmelen, Kepala Direktur
Koninklijk Meteorologische en Magnetische Observatorium(KMMO) di
Weltevreden, Batavia, untuk melakukan pengamatan dengan teleskop yang
dimiliki oleh institut tersebut. Pada awal tahun 1920, Voute mulai berpikir untuk
mendirikan sebuah observatorium yang terpisah dari KMMO. Voute merasa
pengamatan di observatorium di Weltervreden ini kurang baik dan meminta saran
kepada Kepala Observatorium Leiden, H.G. van Sande Bakhuyzen dan Willem de
Sitter, untuk mendirikan observatorium sendiri di Hindia Belanda yang dalam
banyangannya terikat dengan Observatorium Leiden Belanda. Pembangunan
sebuah observatorium baru di wilayah koloni Belanda di selatan akan mengangkat
kebanggaan negara (Belanda), sebab negara-negara lain telah memiliki atau
mempunyai jaringan dengan observatorium-observatorium di wiliayah selatan.
Selama bekerja di Hindia Belanda, Voute mulai menjalin pertemanan
dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, pengusaha teh Priangan yang dermawan
dan tertarik dengan pengembangan ilmu pengetahuan di negeri koloni Hindia
Belanda. Pertemanan yang disertai kesamaan dan ketertarikan dengan astronomi
1 Lewis Pyenson, “Empire of Reason: Exact Sciences in Indonesia” dalam Bayu Baskoro
Febianto, Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di Lembang, Bandung: dari Penelitian
Hingga Pendidikan 1920-1959, (Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia, 2016) h. 16.
37
semakin mendukung cita-citanya untuk mendirikan sebuah observatorium baru di
Hindia Belanda bersama dengan temannya tersebut.2Hal tersebutlah yang menjadi
latar belakang berdirinya Observatorium Bosscha.
2. Sejarah Pendirian Observatorium Bosscha
Ketika negara-negara di Eropa masih menangkap para pemikir dan ilmuan
yang bertentangan dengan ajaran gereja, Belanda justru menampung ilmuan
seperti Galileo Galilei yang di negara asalnya Italia dihujat karena pandanganya
tentang teori heliosentris untuk mengajar di Leiden. Selain Galileo Belanda
menjadi tempat tingga filsuf besar seperti Renee Descartes dan Spinoza di abad
yang sama.3 Selain itu penguasaan astronomi dalam bidang navigasi pelayaran
juga digunakan Belanda untuk dapat ekspansi ke wilayah-wilayah yang belum
banyak terjamah di belahan dunia untuk pencarian sumber daya alam, demi
menopang perekonomian negeri kecil tersebut.
Barulah pada tahun 1920 terbentuk sebuah perkumpulan bernama
Nederlandsch Indische Sterrenkundige Vereenigning (NISV) atau Perhimpunan
Astronomi Hindia Belanda. NISV menghimpun semua ilmuan, akademisi, dan
pegiat astronomi di Hindia Belanda. NISV kemudian menjadi dewan kurator yang
mengelola observatorium baru di Hindia Belanda, serta jadi penyalur donasi dan
sumbangan untuk pembangunan dan pengoperasian observatorium yang
kemudian dinamakan sebagai Observatorium Bosscha.
NISV diinisiasi oleh K.AR. Bosscha dan rapat perdananya dilakukan di
Hotel Homman pada tanggal 12 September 1920. Hasil rapat pertama
memutuskan sebuah rencana besar, yaitu merealisasikan gagasan pembangunan
observatorium baru yang terbesar di Hindia Belanda.4 Komite dari NISV
kemudian mengajukan statuta organisasi yang kemudian disetujui oleh Peraturan
Pemerintah No.5 tertanggal 17 November 1920. Tujuan dari NISV sendiri
2 Lewis Pyenson, “Empire of Reason: Exact Sciences in Indonesia” dalam Bayu Baskoro
Febianto, Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di Lembang, Bandung: dari Penelitian
Hingga Pendidikan 1920-1959, h. 19
3 Carl Sagan, Kosmos, (Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 174. t.t.
4 Ridwan Hutagalung (editor), Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, (Penerbit
BPPI, 2014), hal, 37
38
sebagaimana tertulis pada Artikel 3 dalam statutanya, adalah untuk membangun
dan memelihara observatorium di Hindia Belanda dan mempromosikan Ilmu
Pengetahuan astronomi di Hindia Belanda. Untuk memenuhi kebutuhannya
tersebut, NISV juga menjadi wadah untuk mempersiapkan dan menampung dana-
dana yang masuk dari para donatur untuk pembangunan observatorium tersebut.5
Pembangunan observatorium di Lembang pun mulai dikerjakan. Bangunan
teropong dengan bentuk atap berbentuk kubah putih dibangun sejak tahun 1922.
Perancangnya adalah arsitek kenamaan Prof. C.P. Wolf Schoemaker dan fondasi
bangunannya dibangun oleh kontraktor De Hollandsch Beton-Maatschappij di
bawah pengawasan Biro Bangunan Staaatspoor (SS). Bangunan kubah putih ini
kelak akan menjadi tempat dipasangnya teleskop double refrector berukuran besar
yang diberikan oleh Bosscha.
Setelah sebagian bangunan observatorium sudah rampung, observatorium
kemudian dibuka oleh Gubernur Jenderal D. Fock pada kunjungan resminya
tanggal 1 Juni 1923. Gubernur Jenderal mengadakan kunjungan resmi bersama
sekretaris, ajudan, residen, komandan angkatan darat, walikota dan beberapa
profesor Technische HoogeschoolBandoeng serta pegiat astronomi amatir.
Rombongan Gubernur Jenderal diterima oleh K.A.R. Bosscha, Prof. J. Klopp
selaku sekretaris NISV, serta Dr. Ir. J. Voute yang ditunjuk sebagai direktur
observatorium. Sejak saat itu observatorium baru ini bisa beroperasi untuk
mengadakan pengamatan langit, meskipun baru beberapa teleskop saja yang
sudah terpasang dan teleskop besar double refrektor belum dapat dipasang.
Pada tanggal 7 Juni 1928 K.A.R. Bosscha menyerahkan teleskop besar
double refractor kepada NISV, disaksikan pula oleh Gubernur Jenderal Jhr. Mr.
A.C.D. de Graeff. Gubernur Jenderal de Graeff juga mengumumkan bahwa
K.A.R. Bosscha diangkat sebagai Commandeur Orde van Oranje Nassau atas
sumbangsih dan kedermawanannya di bidang agrikultur, industri, dan ilmu
5 J. Voute, „Bosscha Sterrenwacht: Introduction‟, Annalen van der Bosscha Sterrenwacht te
Lembang (Java) Volume 1, Juni 1933, hal. 7
39
pengetahuan.6 Tetapi beberapa bulan setelah teleskop double refractor dipasang di
observatorium, K.A.R. Bosscha meninggal dunia karena penyakit tetanus yang
dideritanya setelah jatuh dari kuda.
Setelah peristiwa pengakuan kemerdekaan Belanda kepada Indonesia di
akhir tahun 1949, seluruh aset milik Belanda dialihkan kepada Pemerintah
Indonesia, tidak terkecuali Observatorium Bosscha. Observatorium Bosscha
kemudian diserahkan dari NISV kepada Pemerintah Indonesia. Penyerahan
tersebut dilakukan pada 18 Oktober 1951 dengan diwakili oleh Prof. Ir. H.
Vlugter selaku Ketua NISV dan Mr. Wongsonegoro, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, sebagai perwakilan dari Pemerintah Indonesia.7
Upacara penyerahan dihadiri oleh Prof. Mr. Dr. Supomo selaku Rektor
Universitas Indonesia yang dimana pasca penyerahan kedaulatan 1949,
Universiteit van Indonesie yang sebelumnya adalah universitas milik Belanda
kemudian diambil alih oleh Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia pada 2
Februari 1950 dan diganti namanya menjadi Universiteit Indonesia. Universiteit
Indonesia dalam perkembangannya kemudian dikenal sebagai Universitas
Indonesia.8
Pada tahun 1959, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959,
ditetapkan bahwa Universitas Indonesia di Bandung menjadi Institut Teknologi
Bandung. Pasal 3 Peraturan Pemerintah itu menetapkan bahwa Institut Teknologi
Bandung merupakan gabungan dari Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan
Ilmu Alam Universitas Indonesia di Bandung yang dipisahkan dari Universitas
Indonesia, serta terdiri dari Departemen Ilmu Teknik, Departemen Ilmu Pasti dan
Alam, dan Departemen Ilmu Kimia dan Ilmu Hayat.9 Bagian Astronomi termasuk
ke dalam Departemen Ilmu Pasti dan Alam ITB bersama dengan Bagian
6 “Een Verdiende Onderscheiding”, Nieuwe Rotterdamsche Courant, 11 Juni 1928, dalam
Bayu Baskoro Febianto, Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di Lembang, Bandung:
dari Penelitian Hingga Pendidikan 1920-1959, (Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2016) h. 16.
7 „Overdracht van Sterrenwacht‟ Aid de Preangerbode, Rabu 17 Oktober 1951
8 S. Somadikarta, Tri Wahyuning, M. Irsyam dan Boen S. Oemarjati, Tahun Emas
Universitas Indonesia: Jilid 1 dari Balai Universitas, Penerbit Universitas Indonesia, 2000, hal. 52
9Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959 tentang Pendirian Institut Teknologi Bandung
40
Matematika, Bagian Fisika, Bagian Fisika Teknik, dan Bagian Fisika
Meteorologi/ Geofisika. Observatorium Bosscha menjadi pusat kegiatan, baik
kegiatan belajar – mengajar dan administrasi, Bagian Astronomi yang kemudian
bertransformasi menjadi Departemen Astronomi ITB.10
Dari penjelasan tersebut, dapat di garisbawahi salah satu fungsi
Observatorium Bosscha yaitu adalah sebagai sarana penunjang atau pusat
kegiatan belajar mengajar dari Departemen Astronomi ITB dan departemen
lainnya yang berhubungan dengan itu, sebelum akhirnya Observatorium Bosscha
berperan dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
3. Tugas Pokok dan Fungsi Observatorium Bosscha
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 155 Tahun 2000 Tentang
Penetapan Institut Teknologi Bandung Sebagai Badan Hukum Milik Negara, pada
ayat 6 pasal 44 Bab X menempatkan Observatorium Bosscha sebagai Perangkat
Penunjang Akademik Institut Teknologi Bandung. Pada ayat 1, 2, dan 3 pasal 44
tersebut dijelaskan apa itu Perangkat Penunjang Akademik dan Satuan Akademik.
Adapun Perangkat Penunjang Akademik merupakan bagian dari Satuan
Akademik yang dimiliki oleh Institut Teknologi Bandung. Satuan Akademik
adalah satu-satunya lembaga dalam institut yang menyelenggarakan kegiatan
akademik yang terdiri dari kegaitan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, Satuan akademik merupakan wahana yang menciptakan
peluang bagi setiap insan untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang
berbudaya dan cerdas, mengembangkan pengetahuan baru, dan inovasi yang
bernilai tinggi.11
Observatorium Bosscha menjadi sarana penunjang pendidikan bagi
mahasiswa Departemen Astronomi dan Departemen lainnya di Institut Teknologi
Bandung untuk memperkenalkan suatu model profesi astronom dan institusi
astronomi. Selain itu Observatorium Bosscha juga menjadi sarana pengajaran
10
S. Somadikarta, Tri Wahyuning, M. Irsyam dan Boen S. Oemarjati, Tahun Emas
Universitas Indonesia: Jilid 1 dari Balai Universitas, Penerbit Universitas Indonesia, 2000, hal.
104
11 Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi
Bandung Sebagai Badan Hukum Milik Negara.
41
Astronomi dan ilmu yang berhubungan dengannya, bagi mahasiswa dan dengan
beberapa lembaga pendidikan lainnya di luar ITB. Lingkup kegiatan kerjasama
lintas institusi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan merupakan peran serta
Observatorium Bosscha untuk menumbuh kembangkan institusi dan masyarakat
ilmiah di Indonesia.
Observatorium Bosscha yang juga sebagai pusat penelitian dan
pengembangan keilmuan Astronomi di Indonesia sangat beralasan mengingat
adanya fasilitas penunjang atau instrumen berupa teleskop optik, kepustakaan dan
informasi perkembangan Astronomi dan space science dari berbagai
observatorium di dunia. Hadirnya staff yang berdedikasi menghidupi kegiatan
penelitian Astronomi di Observatorium Bosscha dapat berkesinambungan.
Keberadaan Observatorium Bosscha dengan kinerja, upaya berkesinambungan
dan aktif secara historis yang panjang juga merupakan bagian dari kemudahan
dalam mengakses informasi yang mutakhir dan kemudahan pergaulan dalam
dunia Internasional seperti keanggotaan dalam IAU (International Astronomical
Union).
Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, Observatorium Bosscha
membuka kunjungan terbatas. Dikarenakan banyaknya permintaan kunjungan dari
masyarakat dan padatnya kegiatan yang dilakukan di Observatorium Bosscha.
Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat, kegiatan kunjungan biasa untuk
melayani pengunjung awam dan Bosscha menyediakan penerangan mengenai
ilmu astronomi secara global yang penjelasannya dibantu dengan slide show dan
alat-alat peraga agar mudah ditangkap. Dengan begitu, pengunjung bisa mendapat
gambaran mengenai gugusan bintang, rasi bintang, tata surya, hingga galaksi di
jagat raya dan pergerakan-pergerakan annggota tata surya serta bintang-bintang
secara sederhana dan pengunjung diajak mengenal astronomi secara langsung
dengan menggunakan teropong. Selain kegiatan kunjungan biasa, terdapat pula
Malam Umum. Undangan tamu-tamu penting, Kolokium yang diselenggarakan
untuk mengkomunikasikan dan menghimpun hasil penelitian. Hasil dari
pertemuan tersebut melengkapi koleksi perpustakaan, seperti halnya skripsi hasil
penelitian dari mahasiswa selain astronomi yang melaksanakan penelitian di
42
Observatorium Bosscha. Selain itu terdapat pelatihan astronomi yang diantaranya
pelatihan Hisab Rukyat yang diselenggarakan bersama Kementerian Agama,
Persiapan Olimpiade Astronomi Nasional dan Internasional untuk siswa SMP dan
SMA bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan. Referensi dan bahan pustaka
sangat menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut. Terdapat pula kegiatan
Astrocamp yang dilaksanakan pada saat liburan membangkitkan minat siswa
untuk mencari informasi lebih jauh tentang astronomi.12
Selanjutnya dapat disimpukan bahwa fungsi Observatorium Bosscha
diantaranya adalah perangkat penunjang akademik Institut Teknologi Bandung,
sebagai pusat penelitian dan pengembangan keilmuan astronomi di Indonesia,
sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam bidang astronomi (melalui
bprogram berupa kegiatan-kegiatan) dengan melakukan kerjasama dengan
beberapa instansi.
4. Instrumen Yang Ada di Observatorium Bosscha
Observatorium Bosscha memiliki instrumen berupa teleskop. Beberapa
teleskop digunakan untuk mendukung kegiatan riset dan pendidikan astronomi.
Tidak hanya teleskop optik namun Observatorium Bosscha juga mengembangkan
teleskop radio. Instrumen – instrumen ini dikelompokkan menjadi instrumen yang
masih aktif beroperasi dan instrumen yang saat ini dalam proses perbaikan (non
aktif).13
Teleskop-teleskop yang dimiliki Observatorium Bosscha ada yang dipasang
permanen untuk berbagai tujuan penelitian, seperti Teleskop Zeiss, Bosscha
Robotic Telescope Experiment 2 (BRTX2), Bosscha Robotic Telescope (BRT),
Teleskop GAO-ITB-RTS, Teleskop Surya, Teleskop Radio 2.3 m, Teleskop
Radio 6 m (HIDROGEN), telesko-teleskop tersebut masih aktif dan dapat
digunakan sampai saat ini. Selain beberapa teleskop yang aktif, terdapat juga
beberapa teleskop yang dalam kondisi rusak atau dalam perbaikan (non aktif).
12
Siti Larissa Sarasvati Effendi, “Potensi Pengembangan Eko-Edu Wisata di Kawasan
Observatorium Bosscha” (Tugas Akhir Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, 2012) h. 51-52.
13 bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen.
43
Khusus untuk teleskop Bamberg, teleskop ini masih bisa digunakan untuk
keperluan edukasi seperti astrofotografi planet serta pengamatan malam pada
kunjungan publik di Malam Umum.14
Teleskop-teleskop tersebut antara lain,
Teleskop Schmidt Bima Sakti, Teleskop Bamberg, Teleskop Goto 45 cm dan
Teleskop Radio Jove.
Ada pula teleskop portable, yaitu Teleskop Hilal dan Teleskop TPOAyang
digunakan dalam berbagai kegiatan pengamatan, antara lain adalah pengamatan
hilal, pelatihan mahasiswa (laboratorium astronomi), pelatihan olimpiade, dan
lainnya. Teleskop hilal sendiri yaitu teleskop kecil yang biasa digunakan untuk
pengiriman tim pengamat ke beberapa daerah di Indonesia untuk mengamati hilal
1 Ramadhan dan 1 Syawal setiap tahunnya. Teleskop tersebut adalah refraktor
William Optics dengan diameter 6 cm dilengkapi dengan mounting Vixen Sphinx
dan sebuah detektor sederhana berupa kamera dijita Canon Powershot. Dilengkapi
dengan TV Tuner ke sebuah laptop atau desktop, maka sistem ini siap
mengirimkan data berupa video tayang-langsung.Terdapat 6 teleskop seperti ini di
Observatorium Bosscha dan siap membantu pemerintah untuk melakukan
pengamatan hilal pada tanggal-tanggal penting keagamaan tersebut.15
Jadi, fungsi Observatorium Bosscha selain yang telah disebutkan dalam
penjelasan sebelumnya, inventaris-inventarisnya menjadi penunjang untuk
melakukan riset dalam bidang astronomi yang memang hanya ada di
Observatorium Bosscha. Sebab itulah Observatorium Bosscha menjadi pusat
kegiatan astronomi di Indonesia.
B. Kegiatan Observatorium Bosscha Berkaitan Dengan Pengembangan Hisab
Rukyat di Indonesia
Kegiatan yang dilakukan oleh Observatorium Bosscha berkaitan dengan
pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu: Pertama kegiatan yang diselenggarakan oleh Observatorium Bosscha yang
bertempat di Observatorium Bosschaatau tempat lain. Kedua, kegiatan individu
14
bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/non-aktif.
15bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/aktif/teleskop-portable.
44
(staf astronomi atau Kepala Observatorium Bosscha dan alumni jurusan astronomi
FMIPA ITB) sebagai peserta atau pemateri dalam undangan pertemuan, pelatihan,
pendidikan, seminar, temu kerja, dan evaluasi mewakili Observatoium Bosscha
dalam pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia. Ketiga, yaitu berperan aktif
dalam membuat tulisan, artikel, makalah, dan skripsi yang dilakukan oleh
mahasiswa astronomi ITB, staf maupun Kepala Observatorium Bosscha berkaitan
dengan pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Observatorium Bosscha yang
bertempat di Observatorium Bosscha itu sendiri berkaitan dengan pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia, antara lain:
1. Pengamatan yang dilakukan di Observatorium Bosscha dan beberapa tempat
di Indonesia terkait dengan posisi hilal dan gerhana. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam membantu Kementerian Agama dalam menetapkan awal
bulan Kamariah, menyampaikan hasil pengamatan, perhitungan, dan
penelitian melalui staf perwakilan astronomi ITB di sidang isbat.
2. Pendidikan dan Pelatihan Hisab dan Rukyat Negara-Negara MABIMS Tahun
2000, yang bertempat di Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
bekerja sama dengan Departemen Agama, diadakan selama 26 hari terhitung
dari tanggal 10 Juli 2000 –5 Agustus 2000.
Dalam pelatihan ini terdapat 44 makalah yang disajikan oleh 29 pemateri, 8
orang diantaranya merupakan perwakilan dari Observatorium Bosscha yang
menyajikan materi tentang astronomi modern diantaranya yaitu,kamera CCD,
orbit benda-benda langit, the moon sighting, umbran dan penumbra, gerhana,
asmosfer, sistem koordinat astronomi, penggunaan astronomical almanac,
fotografi astronomi, dan penurunan dan pengembangan rumus astronomi
bola. Pelatihan ini lebih banyak memberikan kemampuan teknis astronomi
dan hisab rukyat disamping permasalahan-permasalahan dan kebijakan-
kebijakan di negara peserta pelatihan (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, dan Singapura)
3. Seminar dan Workshop Nasional: Aspek Astronomi dalam Kalender Bulan
dan Kalender Matahari di Indonesia, Senin 13 Oktober 2003 M/ 17-18
45
Sya‟ban 1424 H, bertempat di Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa
Barat.
Pada seminar ini terdapat 8 sesi. Sesi pertama yaitu pembukaan, sesi kedua
membahas tentang aspek umum astronomi dan kebijakan Pemerintah tentang
kalender di Indonesia, sesi ketiga membahas tentang kalender matahari,
bulan, bulan-matahari, sesi keempat membahas tentang rotasi bumi, waktu
standar, dan garis batas pergantian hilal, sesi kelima membahas tentang hisab
menurut kitab klasik hingga astronomi modern, sesi keenam membahas
tentang kebijakan ormas Islam dam sistem penanggalan Hijriyah, sesi ketujuh
membahas tentang prospek penyatuan kalender hijriyah, dan diakhiri oleh
workshop pada sesi kedelapan.
4. Seminar Sehari Aspek Teoritis dan Observasi Astronomi Visibilitas Hilal,
Sabtu 27 Mei 2006, bertempat di Observatoium Bosscha, Lembang, Jawa
Barat.
Pada seminar ini membahas tentang “Aspek Terestrial Pada Penentuan Posisi
Hilal”, disampaikan oleh Suryadi Siregar yang merupakan anggota Kelompok
Keahlian (KK) Astronomi FMIPA, ITB, yang kedua yaitu “Siklus Metonik &
Implikasinya Pada Parameter Visibilitas Hilal”, disampaikan oleh Dr. Moedji
Raharto, pembahasan ketiga yaitu “Tinjauan Astronomis Data Kesaksian
Hilal di Indonesia dan Prospek Kriterian Hisab Rukyat di Indonesia”,
disampaikan oleh Dr. Thomas Djamaluddin.
5. Seminar Nasional Hilal (Mencari Kriteria Visibilitas Hilal dan Penyatuan
Kalender Islam Dalam Perspektif Sains dan Syara), diselenggarakan oleh
Kelompok Keilmuan Atronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung, 19 Desember 2009 M/ 2
Muharram 1431 H, bertempat di Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa
Barat.
Pada seminar ini terdapat 5 sesi. Sesi pertama yaitu presentasi “Studi
Visibilitas Hilal dalam Periode 10 Tahun Hijriyah Pertama sebagai Kriteria
Baru untuk Penetapan Awal Bulan-bulan Islam Hijriyah” oleh Suwandojo
Siddiq, “Faktor Penting dalam Penentuan Kriteria Hisab Rukyat”, oleh
46
Thomas Djamaluddin, “Purnama: Parameter Baru Penentuan Awal Bulan
Qomariyah”, oleh Agus Purwanto, sesi kedua yaitu presentasi “Takwin
Hijriyah Menurut Kitab Nur al-Anwar: Sistem Penanggalan Islam
Berdasarkan Hisab Hakiki bi at-Tahqiqi”, oleh Jayusman, “Kalender Islam:
Sebuah Kebutuhan dan Harapan”, oleh Moedji Raharto, “Kalender Umm Al-
Qurra dengan Kriteria Baru Sebagai Sistem Penanggalan Islam Universal:
Sebuah Studi atas Pemikiran Zakki Al-Mustafa, sesi ketiga yaitu presentasi
“Sistem Informasi Hisab-Rukyat”, oleh Taufiq Hidayat, “Peran Serta BMKG
dalam Kegiatan Hisab dan Rukyat di Indonesia”, oleh Muhammad Husni,
“Observasi Hilal 2007-2009 dan Implikasinya untuk Kriteria Visibilitas di
Indonesia”, oleh M. Ma‟rufin Sudibyo, sesi keempat yaitu presentasi
“Prosedur Sederhana Pengolahan Citra untuk Pengamatan Hilal”, oleh Dhani
Herdiwijaya, “Garis Batas Bulan Baru yang Dinamis beserta
Konsekuensinya”, oleh Cecep Nurwendaya, “Mobile Observatory: Sarana
Hisab Multi Fungsi”, oleh Hendro Setyanto, adapun sesi terakhir yaitu sesi
kelima berisi presentasi “Seputar Awal Ramadhan, Awal Syawal, dan Idul
Adha, oleh A. Nuradnan Pramudita, “Menelusuri Pemikiran Muhammad
Shawkat Odeh” oleh Muh. Nashirudin, “Visibilitas Hilal Metonik” oleh
Moedji Raharto.16
Kegiatan individu (staf astronomi atau Kepala Observatorium Bosscha)
sebagai peserta atau pemateri dalam undangan pertemuan, pelatihan, pendidikan,
seminar, temu kerja, dan evaluasi mewakili Observatoium Bosscha dalam
pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia, antara lain:
1. Pemateri dalam pertemuan peningkatan pelayanan Hisab dan Rukyat pada 27
Oktober 1999, di Wisma Guna Pengadilan Tinggi Agama, Baleendah,
Bandung. Adapun materi yang disampikan yaitu, “Perpaduan Astronomi,
Hisab, dan Rukyat (Kesinambungan dalam Memahami Fenomena Visibilitas
Hilal dan Kalender Islam), disampaikan oleh Dr. Moedji Raharto.
16
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
47
2. Pemateri dalam Seminar Dua Hari tentang: Rukyah dan Hisab menurut
Tinjauan Astronomi dan Fuqoha, yang diadakan oleh Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, pada 27-28 November 1999. Adapun materi yang
disampikan, “Sistem Penanggalan Syamsiya/ Masehi”, disampaikan oleh Dr.
Moedji Raharto.
3. Penasihat dan peserta dalam program kalender Islam internasional
(International Islamic Calender Progrsmme) yang digagas oleh Prof.
Muhammad Ilyas (Malaysia) pada tahun 1985-2000.
4. Peserta dalam Pertemuan bersama MUI, ormas Islam, pakar astronomi, dan
Badan Hisab dan Rukyat dengan Departemen Agama tentang Kriteria
Penentuan Awal Bulan Qomariyah, pada tanggal 28-29 November 2002,
bertempat di Operation Room Departemen Agama, Jakarta.
5. Peserta dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab Rukyat tahun 2004, diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
pada 22 April 2004, bertempat di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
6. Pemateri dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab dan Rukyat tahun anggaran 2005
(Musyawarah Kerja 2005), pada tanggal 16-17 mei 2005, diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
bertempat di Wisma Haji, jl. Jaksa, Jakarta. Adapun materi yang disampikan,
“ Ijtimak dan Tinggi Bulan Pada Tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2015”,
dan “Membangun Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hisab Rukyat di
Masa Datang”, disampaikan oleh Dr. Moedji Raharto.
7. Peserta dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab Rukyat tahun 2006, diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
pada tanggal 1-3 Juni 2006, bertempat di Hotel Ria Diani, Cibogo, Bogor,
Jawa Barat.
8. Pemateri dalam Musyawarah Nasional Penyatuan Kalender Hijriyah yang
diadakan oleh Direktorat Urusan Agama Islam Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, pada 19 Desember
2005, bertempat di Wisma Haji Departemen Agama, Jakarta. Adapun materi
48
yang disampaikan, “Penyatuan Kalender Hijriyah dalam Pandangan
Astranomi”, oleh Dr. Moedji Raharto.
9. Pemateri dalam Seminar Nasional Hisab dan Rukyat Badan Litbang Agama
dan Diklat Keagamaan Departemen Agama, pada 20-22 Mei 2003, bertempat
di Jakarta. Adapun materi yang disampaikan, “Teknologi Optik Sebagai
Pembantu Penetapan Awal Bulan Hijriyah”, oleh Dr. Moedji Raharto.
10. Peserta dalam Sidang Badan Hisab dan Rukyat dan Musyawarah Nasional
Hisab dan Rukyat yang diadakan oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian
Agama, pada 18-19 Juni 2012, bertempat di Hotel Milenium, Jakarta.
11. Pemateri pada Acara Muzakarah Tentang Hisab dan Rukyat dalam Penentuan
Awal Bulan Ramadhan dan Syawal 1434 H, yang diadakan oleh Majelis
Muzakarah Masjid Agung Al-Azhar, pada 8 Juni 2013, bertempat di
Universitas Al-Azhar, Jakarta. Adapun materi yang disampaikan, “Hisab dan
Rukyat Menuju Unifikasi Sistem Penanggalan Hijriyah di Indonesia”, oleh
Dr. Moedji Raharto.
12. Pemateri dalam Temu Kerja Evalusi Hisab Rukyat tahun anggaran 2013 yang
diadakan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah,
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, pada
19-21 Juni 2013, bertempat di Batam Center, Pulau Batam. Adapun materi
yang disampaikan, “Ijtimak dan Tinggi Bulan Pada Saat Matahari Terbenam
di Pelabuhan Ratu tahun 2015 Menggunakan ASCRIPT”, oleh Dr. Moedji
Raharto dan Novi Sopwan.
13. Pemateri pada Acara Muzakarah Tentang Hisab dan Rukyat dalam Penentuan
Awal Bulan Ramadhan dan Syawal 1434 H, yang diadakan oleh Majelis
Muzakarah Masjid Agung Al-Azhar, pada 3 Juni 2014, bertempat di
Universitas Al-Azhar, Jakarta. Adapun Materi yang disampaikan, “Awal
Ramadhan dan Awal Syawal 1435 H”, oleh Dr. Moedji Raharto.17
17
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
49
Peran aktif dalam membuat tulisan, artikel, makalah, dan skripsi yang
dilakukan oleh staf maupun Kepala Observatorium Bosscha berkaitan dengan
pengembangan Hisab dan Rukyat di indonesia. Antara lain:
1. Memuat tulisan atau artikel yang berkaitan dengan perkembangan Hisab dan
Rukyat di Indonesia dalam kurun waktu 1990-sekarang dengan jumlah
puluhan artikel yang dimuat di beberapa surat kabar daerah maupun nasional.
Adapun staf astronomi dan Kepala Observatorium Bosscha yang telah
memuat karyanya di berbagai surat kabar tersebut antara lain: Moedji Raharto
sebanyak 34 tulisan (1994-2002), Thomas Djamaluddin sebanyak 20 tulisan
(1995-1999), M. Ridho Eisy sebanyak 4 tulisan (1990-1994), F. Lukman
sebanyak 2 tulisan (1997), Tito Irawan sebanyak 10 tulisan (1997), J.A.
Utama sebanyak satu buah tulisan (2000) dan Hendro Setyanto sebanyak satu
buah tilisan (1999). Adapun surat kabar yang memuat tulisan para astronomi
Observatorium Bosscha antara lain, Republika, Kompas, Pos Kota, Pikiran
Rakyat, Merdeka, Media Indonesia, Bandung Pos, Pelita, dan lainnya. Para
astronom di atas ini masih aktif dalam menulis berbagai hal yang berkaitan
dengan hisab dan rukyat di Indonesia sampai saat.
2. Menghasilkan beberapa makalah yang berkaitan dengan perkembangan Hisab
dan Rukyat di Indonesia, seperti, “Awal Bulan Hijriyah dalam Perspektif
Hisan dan Rukyat”, “Catatan Visibilitas Hilal Awal Ramadan”, “Penjelasan
Astronomi Atas Ayat Pergantian Malam dan Siang”. “Era Digitalisasi Ilmu
Falak”. Serta penelitian dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Mahasiswa
Jurusan Astronomi Institiut Teknologi Bandung bernama Purwanto yang
berjudul “Visibilitas Hilal Sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam”,
tahun 1992.18
Seiring berkembangnya astronomi di Indonesia, berkembang pula fungsi
Observatorium Bosscha yang dibuktikan oleh berbagai kegiatan yang telah
disebutkan di atas, dalam hal ini khususnya dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia.
18
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
50
BAB IV
ANALISIS PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITIUT
TEKNOLOGI BANDUNG DALAM PENGEMBANGAN HISAB
DAN RUKYAT DI INDONESIA
A. Peran Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung Dalam
Pengembangan Hisab Dan Rukyat Di Indonesia
Masalah penentuan awal bulan kamariah melibatkan beberapa aspek yang
saling berkaitan secara komplek. Astronomi berperan sebagai alat bantu dalam
penentuan awal bulan kamariah dari sisi ilmiah, sehingga dengan keterlibatan
astronomi diharapkan perbedaan umat Islam dalam penentuan hari raya maupun
penyusunan kalender Islam pada umumnya dapat dipersatukan. Aspek ilmiah
dalam penentuan awal bulan berkaitan dengan astronomi, bidang keilmuan yang
selama ini ditekuni di Institiut Teknologi Bandung. Meskipun bukan Ulama,
namun Observatorium Bosscha dan Jurusan Astronomi sering kali menerima
pertanyaan tentang awal Ramadan atau Syawal menurut Astronomi.1
Dalam khazanah ilmu hisab dikenal beberapa metode untuk menentukan
ijtimak (konjungsi) dan posisi hilal dan awal serta akhir Ramadan. Merujuk pada
hasil Seminar Sehari Hisab Rukyah pada April 1992,2
sistem hisab
dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Metode Hisab Haqiqi Taqribi. Metode ini menggunakan data bulan dan
matahari berdasarkan data dan tabel Ulugh Bek. Dengan proses perhitungan
yang sederhana. Hisab ini dilakukan hanya dengan cara penambahan,
pengurangan perkalian, dan pembagian tanpa menggunakan ilmu ukur
segitiga bola (sperical trigonometry).3 Motede ini sangat sederhana, tanpa
mempergunakan bantuan ilmu ukur segitiga bola dan hanya merupakan
perkiraan saja. Cara ini tidak memperhatikan deklinasi bulan dan matahari,
1 Purwanto dan Djoni N. Dawanas ,”Peran Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriyah” dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 102-104.
2 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007) h. 27.
3 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h.7.
51
asensiorekta, posisi observer dan lainnya.4 Meskipun metode serta algoritma
(urutan logika berpikir) perhitungan waktu ijtimak tersebut sudah benar,
tetapi koreksi-koreksinya terlalu disederhanakan, maka hasilnya kurang
akurat.5
Itulah sebabnya metode ini disebut dengan Hisab Taqribi
(perhitungan perkiraan). Ahmad Izzudin dalam bukunya Fiqih Hisab Rukyat
mengutip dari Sriyatin Shadiq dalam bukunya yang berjudul Perkembangan
Hisab Rukyah dan Penetapan Awal Bulan Kamariah menyebutkan yang
termasuk kelompok metode Hisab Haqiqi Taqribi antara lain, Sullam al-
Nayyirain oleh Muhammad Manshur al-Batawi, Tadzkirat al-Ikhwan oleh
Abu Hamdan al-Semarang, Fath al-raufi al-Mannan oleh Abu Hamdan
Abdul Jalil bin Abdul Hamid al-Qudsy, al-Qawa’id al-Falakiyyah oleh Abdul
Fatah al-Sayid Ashshuhy al-Falaky, al-Syamsu wa al-Qamar oleh Ust. Anwar
Katsir al-Malangi, Jadawil al-Falakiyyah oleh Qusyairi al-Pasuruani, Risalah
Falakiyyah oleh Ramly Hasan al-Gresiky dan Risalah Hisabiyyah oleh KH.
Hasan Basri al-Gresiky.6
2. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi. Metode ini dicangkok dari kitab al-Mathla’ al-
Said Rushd al-Jadid (merupakan kitab yang dipakai oleh pakar ilmu falak
yang sangat terkenal, yakni KH. Turaichan yang berasal dari Kudus Jawa
Tengah dan terkenal dengan karya monumentalnya “Kalender Menara
Kudus”).7 Kitab tersebut berakar dari sistem astronomi serta matematika
modern yang asal muasalnya dari sitem hisab astronom-astronom muslim
tempo dulu dan telah dikembangkan oleh astronom-astronom modern (Barat)
berdasarkan penelitian baru. Inti dari sistem ini adalah menghitung atau
menentukan posisi matahari, bulan dan titik simpul orbit bulan dengan orbit
matahari dalam sistem koordinat ekliptika, yang artinya sistem ini
4
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, (Bandung: Jurusan
Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi Indonesia, 1995) h. 35, t.d.
5 Taufiq, “Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia” dalam, Selayang Pandang Hisab
Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 19.
6Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 28
7.Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 29.
52
mempergunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan perhitungan yang
relatif lebih rumit daripada metode hisab haqiqi taqribi serta memakai ilmu
ukur segitiga bola.8
Dikarenakan cara yang ditempuh dalam metode ini
demikian teliti, maka perhitungan ini dikenal dengan istilah hisab tahqiqi
(perhitungan pasti atau akurat).9 Adapun yang termasuk metode perhitungan
ini (hisab haqiqi tahqiqi) antara lain, al-Mathla al-Said fi hisab al-Kawakib
ala Rushd al-Jadid oleh Syekh Husain Zaid al-Misra, al-Manahij al-
Hamidiyah oleh Syekh Abdul Hamid Mursyi Ghaisul Falaky al-Syafi’i,
Muntaha Nataij al-Aqwal oleh Muhammad Hasan Asyari al-Pasuruani, al-
Khulashah al-Wafiyah oleh Zubaer Umar Jailany Salatiga, Badiat al-Mitsal
oleh Muhammad Ma’shum bi Ali Al-Jombangy, Hisab Haqiqi oleh Kyai
Wardan Dipaningrat al-Yogyakarta, Nur al-Anwari oleh KH. Noor Ahmad
SS Jepara, Ittifaqu al-Dzati al-Bain oleh Muhammad Zubaer Abdul Salam
Gresik.10
3. Metode Hisab Haqiqi Kontemporer. Metode ini menggunakan hasil
penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan.
Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja sistem
koreksinya lebih teliti dan kompleks sesuai dengan kemajuan sains dan
teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan sehingga untuk
menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau personal komputer. Koreksi
bulan dilakukan hingga seratus kali. Namun untuk menghitungnya tidak
terlalu sulit sebab dapat dilakukan dengan kalkulator dan komputer. Hisab
Kontemporer dalam perhitungan menggunakan kalkulator dan komputer,
rumus-rumus untuk mencari posisi matahari dan bulan dapat diprogram,
sehingga hasil perhitungan dapat diperoleh dengan cepat dan lebih teliti.11
Termasuk dalam metode perhitungan ini antara lain, New Comb oleh Bidran
8 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 8-9.
9 Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 35, t.d.
10 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 29.
11Taufiq, “Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia” dalam, Selayang Pandang Hisab
Rukyat,h. 21-22.
53
Hadi Yogyakarta, Almanak Nautika yang dikeluarkan oleh TNI AL Dinas
Hidro Oseanografi Jakarta dan diterbitkan setiap tahun oleh Her Majesty’s
Nautical Almanac Office, Royal Greenwich Observatory, Cambridge,
London, The Astronomical Almanac yang diterbitkan setiap tahun kerja sama
Nautical Almanac Office, United Stated Naval Observatory, Wahington
dengan Majestys’s Nautical Almanac Office, Royal Greenwich Observatory,
Cambridge, London, Astronomical Tables of Sun, Moon and Planets oleh
Jean Meeus Belgia, Islamic Calendar oleh Muhammad Ilyas Malaysia,
Ephemeris Hisab dan Rukyah oleh Badan Hisab Rukyah Departemen
Agama.12
Almanak astronomi adalah tabel, buku, atau perangkat lunak
komputer yang menyajikan informasi tentang waktu kejadian fenomena
astronomis seperti terbit dan terbenamnya bulan dan matahari, fase bulan,
posisi matahari, bulan dan planet-planet, gerhana atau okultasi benda-benda
langit, serta waktu bintang (sideral time).13
Dalam pelaksanaan hisab awal
bulan dengan sistem ephemeris di dalamnya terdapat dua jenis data yang
digunakan, yaitu data yang berkaitan dengan matahari dan data yang
berkaitan dengan bulan.14
Berbeda dengan sistem hisab taqribi (hisab haqiqi tahqiqi dan hisab haqiqi
kontemporer) dalam proses perhitungannya menggunakan rumus-rumus sperical
trigonometry (ilmu ukur segitiga bola) dan koreksi-koreksi yang lebih banyak dari
hisab taqribi. Sistem hisab ini juga telah memperhatikan posisi observer, data
deklinasi, sudut waktu atau asensiorekta dari bulan dan matahari. Hisab tahqiqi ini
juga hidup dan berkembang di beberapa Pesantren, IAIN, Observatorium Bosscha
ITB, Planetarium, Badan Meteorologi dan Geofisika dan lainnya.15
Dalam aspek hisab, usaha usaha yang dilakukan Departemen Agama
(sekarang Kementerian Agama) pada masa lalu untuk menyediakan data waktu-
12
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 29.
13 Thomas Djmaluddin, “Peran Penting Almanak Astronomi di Masyarakat”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 77, t.d.
14 A. Jamil, Ilmu Falak. Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Amzah, 2009) h. 133.
15 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama, 2007), h. 99.
54
waktu ibadah dengan menggunakan sumber-sumber yang berkembang di
masyarakat yang pada umumnya menggunakan data lama yang tertulis dalam
bahasa arab. Jika di kantor-kantor tidak ada petugas yang dapat melakukannya,
maka pimpinan kantor meminta bantuan ulama-ulama untuk menyediakan data
tersebut untuk disebarkan ke mayarakat, atau bahkan Departemen Agama tidak
ikut campur jika memang sudah ada ulama yang ahli dan diikuti oleh masyarakat.
Keadaan seperti ini berlangsung bertahun-tahun dan hampir tidak ada kontak
dengan lembaga astronomi atau instansi terkait lainnya.16
Seperti dijelaskan oleh Moedji Raharto keterlibatan astronomi dan Lembaga
Astronomi seperti Observatorium Bosscha memberikan andil dan sumbangsih
dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia. Moedji mengatakan:
“...Obsevatorium Bosscha sebagai lembaga keilmuan mungkin lebih
banyak mempelajari gerak dan posisi bintang dan benda-benda langit yang
sangat abstrak bagi pengguna. Jadi kalau dilihat sistem perhitungan yang
digunakan Kementerian Agama maupun IAIN sangat tampak
kekurangannya, sisi sains (aspek astronomi) belum tampak sama sekali.
Seperti pada sebuah kasus ketika bulannya sudah terbenam tetapi ada yang
mengaku melihat hilal dan itupun disahkan. Untuk mengatasi kekurangan
tersebut, Kementerian Agama menghimpun berbagai lembaga dan instansi
terkait dengan pengembangan hisab dan rukyat...”17
Kondisi tersebut didukung oleh munculnya H. Saadoe’ddin Djambek
menjelang tahun 1970, ahli pendidikan yang menaruh perhatian besar terhadap
dunia astronomi, terutama menganai hal-hal yang berkaitan dengan penentuan
waktu-waktu ibadah. Sejak kemunculan beliau, mulai diadakan kontak dengan
lembaga astronomi dan instansi terkait lainnya, seperti Astronomi ITB,
Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan Meteorologi dan
Geofisika, dan Dinas Oseanografi TNI AL. Pemasyarakatan data dan cara hitung
yang bersumber pada kaidah astronomi modern mulai gencar dilakukan. Dasar-
16
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 36, t.d.
17 Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
55
dasar astronomi terutama mengenai gerak bulan, bumi, dan matahari merupakan
materi pokok dalam pemasyarakatan astronomi tersebut.18
Rubu’ Mujayyab digunakan sebagai alat pemecah persoalan segitiga bola
langit dan fungsi geneometric. Meskipun pada prinsipnya Rubu’ Mujayyab itu
merupakan alat yang dapat memecahkan fungsi geneometris, namun hasilnya
kurang halus dan masih kasar. Logaritma dan rumus-rumus trigonometri sebagai
alat yang mengantarkan dalam menyelesaikan perhitungan kedudukan benda-
benda langit, hasil yang diperoleh lebih halus dan lebih mendekati kepada
kebenaran. Sistem dan perhitungan ini dipergunakan dalam memperhitungkan
awal-awal bulan kamariah oleh Badan Hisab dan Rukyat dengan maksud untuk
mendapatkan perbandingan hasil hisab dari berbagai macam aliran. Akan tetapi
yang jadi pegangan pokok ialah dengan menggunakan Sperical Trigonometry
(ilmu ukur segitiga bola) sebagai alat pemecah dalam menentukan kedudukan
benda-benda langit.19
Berkenaan dengan pengembangan ilmu hisab serta persoalan sistem
matematik yaitu dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola
(sperical trigonometry) yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya20
dan
dikembangkan oleh Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung, Moedji
Raharto menjelaskan:
“...sebagai lembaga yang bertugas dalam pendidikan astronomi, di
dalamnya terdapat hisab dan rukyat. Hisab dan rukyat jika diperhatikan
hanya mempelajari garak dan posisi benda langit serta kaitannya dengan
aktifitas ibadah, pemahaman dan pengertian akan sains harus ditanamkan
lebih awal, karena posisi benda langit dan gerak benda langit tidaklah
simpel dan sederhana. Karena sains diperlukan guna memverifikasi jika
ada kekeliruan. Perhitungan benda-benda langit seperti untuk menghitung
posisi bulan misalnya, dalam metode Jean Meeus terdapat 100 koreksi
yang utama dan penting agar perhitungan tidak meleset terlalu jauh, sifat-
sifat seperti itu yang dikembangkan oleh Observatorium Bosscha.Hal
lainnya seperti memahami tata koordinat, astronomi bola dalam
menentukan arah kiblat, dan sebagainya. Ilmu dasarnya adalah astronomi
18
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 36, t.d.
19 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, h. 94-95.
20 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat h. 163.
56
bola, karena astronomi bola itu sendiri bisa dipergunakan untuk berbagai
macam keperluan tidak hanya untuk menentukan posisi bulan dan
matahari (penentuan awal bulan kamariah) atau juga arah kiblat, tetapi
juga untuk menghitung hal-hal yang lebih presisi lagi seperti, mempelajari
gerak bintang dan benda langit lainnya.Dalam lain hal segitiga bola
digunakan dalam ilmu penerbangan untuk mencari rute terpendek dan juga
dalam menghitung luas bidang untuk persenjataan militer seperti rudal
tempur, dan lainnya. Itu semua memiliki formula yang sama yaitu segitiga
bola dan dikembangkan di sini (Observatorium Bosscha).21
Perlu dipahami
disini kehadiran Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia untuk memberikan dan mengenalkan aspek astronomi
modern. Kenapa diperlukan aspek astronomi modern? Karena di dalam
astronomi modern selalu terdapat update (pembaruan) terhadap data
astronomi yang akan digunakan...”22
Kementerian Agama terus berusaha mengembangkan hisab dan rukyat
dengan melakukan kegitan antara lain menghimpun dan mengevaluasi data hisab
yang berkembang di Indonesia. Musyawarah evaluasi kegiatan hisab rukyat
diselenggarakan untuk menyediakan data bagi pelaksanaan hisab rukyat tahun-
tahun berikutnya. Musyawarah ini diikuti oleh unsur Departemen Agama, Badan
Meteorologi, Planetarium, Observatorium Bosscha ITB, dan ahli secara
perorangan. Salah satu sumber data adalah rujukan Almanak Nautika dengan
dibantu sistem perhitungan segitiga bola.23
Mengenai buku data yang berisi data dan kaidah astronomi modern, selama
ini Kementerian Agama memperoleh Almanak Nautika secara rutin setiap tahun
dari Dinas Oseanografi TNI AL. Data gerhana atau data lainnya secara insidental
diperoleh dari Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan
Meteorologi dan Geofisika atau instansi lainnya. Data tersebut sangat berguna dan
disebarkan ke masyarakat peminat. Adapun Almanak Nautika, diterima oleh
Kementerian Agama pada akhir tahun, sehingga dirasa terlambat untuk digunakan
21
Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
22 Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 22 Mei 2017.
23 Ditbinbapera Islam , “Hisab dan Rukyat Permasalahannya di Indonesia”, dalam ,
Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan
Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 10..
57
dalam penyusunan edaran-edaran pelaksanaan hisab rukyat dan penyusunan
kalender. Untuk mengantisipasi masalah ini, Kementerian Agama menerbitkan
buku data yang disusun berdasarkan program atau formula dari buku-buku
astronomi seperti Astronomical For Calculator (Jean Meeus) dan Practical
Astronomy (Smaart). Buku data tersebut diberi nama Ephemeris Hisab dan Rukyat
yang memuat data bulan dan matahari, diterbitkan setiap tahun untuk kepentingan
kegiatan hisab rukyat di seluruh Indonesia.24
Apa yang dilakukan oleh Observatorium Bosscha dengan memberikan andil
dan sumbangsih dengan bentuk pengetahuan dasar astronomi dalam
pengembangan hisab sejalan dengan kegiatan pemasyarakatan astronomi yang
dilakukan oleh Kementerian Agama sejak awal mula menjalin kontak dengan
lembaga astronomi (Observatorium Bosscha dan Planetarium Jakarta) atau instansi
lainnya terkait dengan hisab rukyat (Badan Meteorologi dan Geofisika dan Dinas
Hedro Oseanografi TNI AL) pada saat itu dan hingga kini. Adapun kegiatan-
kegiatan yang mulai dilakukan saat itu antara lain: mengisi mata pelajaran Ilmu
Falak pada Fakultas Syariah IAIN dengan materi yang diambil dari astronomi
modern, mengadakan pelatihan Ilmu Falak terhadap dosen-dosen dan tokoh-tokoh
pesantren, mengadakan koordinasi dengan lembaga astronomi, instansi terkait dan
para tokoh ulama mengenai penyediaan data dan pengembangan Ilmu Falak, yang
kemudian berhasil dilakukan pembentukan Badan Hisab Rukyat yang anggotanya
terdiri dari unsur-unsur tersebut, mengusahakan penyediaan alat-alat, menerbitkan
buku-buku hisab rukyat yang berisi data dan kaidah astronomi modern, dan
menyebarluaskan data dan informasi baru kepada tokoh-tokoh masyarakat dan
instansi jajaran Departemen Agama, terutama kepada Pengadilan Agama sebagai
lembaga yang diberi tugas untuk menangani masalah hisab dan rukyat.25
Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwasanya Observatorium Bosscha
memiliki peran dan sumbangsih dalam perkembangan hisab rukyat. Seperti yang
24
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 37, t.d.
25 Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 36.
58
telah dijelaskan dalam BAB II mengenai teori peran, dijelaskan bahwa apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
maka dia menjalankan suatu peranan.26
Peranan lebih menekankan kepada fungsi,
penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.27
Observatorium Bosscha dalam
perkembangan ilmu hisab, telah memberikan pengetahuan tentang dasar-dasar
astronomi modern terhadap perkembangan ilmu hisab di Indonesia. Dasar
astronomi yang telah diberikan berkaitan dengan perhitungan astronomi berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat dan awal bulan kamariah dan di sini
penulis lebih menitik beratkan pada penentuan awal bulan kamariah. Kehadiran
Observatorium Bosscha dalam pengembangan ilmu hisab memperkaya
pengetahuan tentang perhitungan astronomi yang menjadi acuan dalam metode
hisab haqiqi kontemporer khususnya, dikarenakan perhitungan astronomi yang
dikembangkan oleh Observatorium Bosscha di dalamnya terdapat pembaharuan
yang terus menerus dilakukan.
Dalam hal rukyat, posisinya dalam fikih Islam sangatlah kuat. Mengawali
dan mengakhiri puasa Ramadan haruslah dengan rukyat (melihat hilal) atau
dengan istikmal (menyempurnakan hitungan bulan 30 hari). Walaupun menurut
hisab, hilal sudah wujud namun tidak terlihat, maka belum wajib melaksanakan
puasa.28
Rukyat yang merupakan istilah agama dapat juga diartikan sebagai
observasi dalam pengertian astronomi.29
Observatorium Bosscha yang berada di bawah naungan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung merupakan
tempat observasi yang digunakan oleh mahasiswa Jurusan Astronomi untuk
pembelajaran astronomi yang merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang
dikembangkan atas dasar pengamatan (observasi), oleh karenanya astronomi
26
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 268
27 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.269
28 KH.Ma’ruf Amin,”Rukyah Untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadan Menurut
Pandangan Syariah dan Iptek” dalam, Rukyah Dengan Teknologi (Upaya Mencari Kesamaan
Pandangan Tentang Penentuan Awal Ramadan dan Syawal. (Jakarta; Gema Insani Press, 1994), h.
70.
29Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, h. 193.
59
disebut sebagai observational science. Sebagai ilmu yang berlandaskan observasi
semuanya tidak bisa lepas dari pengamatan karena tanpa pengamatan, astronomi
tidak bisa berkembang seperti saat ini. Observasi memang menduduki tempat
yang penting dalam astronomi, meskipun teori yang berbasis pemodelan atau
perhitungan (hisab) tidak kalah penting.30
Observatorium Bosscha sebagai sebuah observatorium yang secara
terminologis adalah sebentuk bangunan tempat dimana dilakukan pengamatan
benda-benda langit yang mana pengamatan tersebut tercatat. Observatorium juga
sangat identik dengan instrumen–instrumen yang beragam disamping lokasi
tempat keberadaannya yang strategis.31
Adapun terkait dengan pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia, Observatorium Bosscha memiliki andil dalam
pengamatan hilal atau rukyat dalam penentuan awal bulan kamariah. Moedji
Raharto mengatakan:
“...dalam segi rukyat, kita juga selalu memberikan edukasi dan mengajari
para perukyat dari berbagai elemen dalam melakukan rukyat secara
profesional berdasarkan astronomi, termasuk penggunaan teleskop.
Meskipun sebelumnya sempat mendapat protes keras dari seorang ulama
bahwa penggunaan teleskop tidak diperlukan dalam merukyat, saya
mengatakan bahwa teleskop digunakan untuk memverifikasi.32
Ketika hilal,
objek itu ada dan bisa terlihat oleh mata, maka teleskop dapat merekam
dan melihatnya (hilal) juga. Jika hilal itu merupakan suatu objek yang
sangat penting dalam menentukan waktu ibadah, kenapa tidak dilakukan
verifikasi terhadapnya (penampakan hilal)? Karena sebelumnya banyak
terdapat indikator kekeliruan di dalam rukyat, seperti ada yang mengaku
melihat hilal padahal yang dilihat bukan hilal. Dalam satu kesempatan,
KH. Ma’ruf Amin bahkan sempat berkata kepada saya untuk
menyampaikan apa yang memang harus saya sampaikan berkaitan dengan
melihat hilal dengan teleskop. Observatorium Bosscha bersama
Planetarium Jakarta yang diketuai Bapak. Darsa Sukartadiredja mencoba
menyelesaikan problema-problema tersebut dengan cara mengedukasi dan
memberikan pengetahuan dengan diskusi dan dialog kepada para perukyat.
Bahwa hilal merupakan bagian dari fase-fase bulan, sejak zaman Nabi
Muhammad SAW sampai sekarang. Jadi yang ingin ditekankan bukan
30
Hendro Setyanto, Membaca Langit, (Jakarta: al-Ghuraba, 2008), h. 16.
31 Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, Khazanah Astronomi Islam Abad Pertengahan,
(Purwokerto: UM Purwekerto Press, 2016), h. 408.
32 Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 22 Mei 2017.
60
hanya tinggi hilal yang 2 derajat atau diatasnya, tetapi posisi relatif
terhadap matahari, beda tinggi, beda azimuth, dan lainnya.Salah kalau kita
terus melakukan kekeliruan dalam melihat hilal, meskipun pada ujungnya
kita menyepakati bahwa tidak boleh terus menerus ada perdebatan terkait
hisab dan rukyat...”33
Observatorium Bosscha memiliki andil dalam pengamatan hilal dalam
penentuan awal bulan kamariah. Pengamatan hilal dilakukan di Observatorium
Bosscha dan berbagai tempat di Indonesia. Hasil pengamatan tersebut diberikan
kepada perwakilan Observatorium Bosscha yang menjadi Tim Hisab dan Rukyat
yang turut hadir dalam sidang isbat yang diadakan oleh Kementerian Agama,
untuk bahan pertimbangan dalam menetapkan awal bulan kamariah yang akan
ditetapkan pada sidang isbat tersebut. Sebenarnya pengamatan terhadap bulan
baru sudah dimulai sejak sekitar tahun 1976, mahasiswa astronomi sudah mulai
belajar mengamati dengan menggunakan teleskop. Pada tahun 1979,
Observatorium Bosscha melakukan kerjasama dengan Jepang dan sepulangnya
dari sana pada tahun 1982 mulai melakukan pengamatan bulan dengan unitron,
binokuler, dan kamera tele. Observatorium Bosscha melakukan kerjasama dengan
Belanda dalam rentang tahun 1984-1986 dan melakukan kerjasama dengan
Kementerian Agama dan IICP (International Islamic Calender Programme)
terkait pengamatan hilal mulai tahun 1986. Kerjasama yang dilakukan tersebut
pun karena dilatar belakangi oleh pengamatan hilal yang kontroversial sehingga
Kementerian Agama meminta perwakilan dari Observatorium Bosscha untuk
dimintai penjelasan di dalam musyawarah kerja yang dilaksanakan oleh Badan
Hisab dan Rukyat. Adapun selanjutnya pada tahun 1992, tim MABIMS34
melakukan simulasi rukyat yang bertempat di Observatorium Bosscha.
Pengamatan hilal pun rutin dilakukan hingga saat ini seiring hadirnya
Observatorium Bosscha dalam usaha memberikan edukasi, pendapat, dan
pandangan astronomi terkait problematika penentuan awal bulan kamariah,
33
Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
34 MABIMS adalah kerjasama antara Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam,
Indonesia,Malaysia, dan Singapura yang dimulai sejak tahun 1989.
61
meskipun pada rentan tahun 1986 sampai sekitar 1990an tidak setiap tahunnya
dilakukan pengamatan kecuali ditahun-tahun yang memungkinnya terjadinya
perbedaan yang signifikan dalam penetapan awal bulan kamariah di berbagai
kalangan.
Teknologi rukyat digunakan terutama untuk mengatasi jauh dan tampak
kecilnya hilal serta cahayanya yang lemah.35
Cahaya hilal masih paling kuat
dibandingkan dengan cahaya bintang-bintang bahkan dibandingkan dengan
planet-planet tata surya kita. Namun demikian, terutama untuk pandangan mata
secara langsung, cahaya ini masih sangat lemah, sehingga menyulitkan
pelaksanaan rukyat secara konvensional dengan menggunakan mata secara
langsung.36
Tidak heran jika pengamatan dalam astronomi mendapat tempat dan
perhatian yang besar dari kalangan astronom. Disamping pengamatan (rukyat),
perkembangan astronomi juga didukung oleh pemodelan (hisab) hasil
pengamatan. Pemodelan sangat berguna untuk merencanakan pengamatan yang
berkesinambungan. Ilmu Falak sebagai bagian dari astronomi tentunya
mempunyai karakter yang serupa. Pengamatan (rukyat) dan pemodelan (hisab)
harus dapat berjalan seiring. Mempertentangkan keduanya hanya akan
menghambat perkembangan Ilmu Falak itu sendiri. 37
Selain berperan dalam perkembangan ilmu hisab di Indonesia dengan
memberikan dasar-dasar astronomi lewat perhitungan astronomi yang berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia, Observatorium Bosscha juga
berperan dalam perkembangan rukyat di Indonesia dengan memberikan edukasi
tentang merukyat secara profesional didasari oleh ilmu astronomi, juga
pelaksanaan rukyat dengan menggunakan teleskop untuk memverifikasi objek
penelitian (hilal) itu sendiri. Diskusi dan dialog pun dilakukan guna
35
S. Farid Ruskanda,”Teknologi Untuk Pelaksanaan Rukyat: dalam, Selayang Pandang
Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 83.
36 S. Farid Ruskanda,”Teknologi Untuk Pelaksanaan Rukyat: dalam, Selayang Pandang
Hisab Rukyat h. 81.
37 Hendro Setyanto, Membaca Langit, hal. 32.
62
menyampaikan pengetahuan rukyat dalam segi astronomi kepada berbagai elemen
di dalam berbagai kesempatan termasuk dalam musyawarah kerja yang
dilaksanakan oleh Kementerian Agama terlebih terhadap para perukyat yang
melaksanakan rukyat tiap tahunnya. Semua dilakukan guna menghindari
kekeliruan dan kesalahan dalam merukyat nantinya, sehingga meminimalisir
kesalahan dalam pelaksanaan rukyat itu sendiri karena hal tersebut berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah yang hendak dilaksanakan oleh umat Islam khususnya
di Indonesia.
Andil yang telah diberikan Observatorium Bosscha berkaitan dengan
penentuan pelaksanaan ibadah yang merupakan kewenangan Kementerian Agama
sebagai ulil amri sesuai dengan apa yang telah dikembangkan oleh Observatorium
Bosscha itu sendiri, khususnya berkaitan dengan pengembangan segitiga bola.
Karena pelaksanaan ibadah tersebut sesungguhnya memiliki formula yang sama
yaitu ilmu ukur segitiga bola dan pelaksanaan rukyat atau observasi.
Observatorium Bosscha mengembangkan ilmu tersebut (ilmu ukur segitiga bola
dan teknik observasi) karena kedua duanya bola memiliki banyak manfaat untuk
kebutuhan ibadah umat Islam. Jadi sudah sepantasnya Observatorium Bosscha
memberikan andil dan sumbangsih dalam perkembangan ilmu hisab dan rukyat di
Indonesia.
B. Cara Yang Ditempuh Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
Dalam Memberikan Andil Terhadap Pengembangan Hisab Dan Rukyat Di
Indonesia
Observatorium Bosscha Institiut Teknologi Bandung merupakan satuan
penunjang akademik yang berada di dalam satuan akademik Institut Teknologi
Bandung. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang penetapan
Institiut Teknologi Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara pada pasal 44
tertera bahwa satuan akademik adalah satu-satunya lembaga dalam institut yang
63
menyelenggarakan kegiatan akademik yang terdiri dari pendidikan, penelitan dan
pengabdian kepada masyarakat.38
Berkaitan dengan peran Observatorium Bosscha Institiut Teknologi
Bandung dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dapat dilihat
bahwasanya Observatorium Bosscha memiliki andil dan sumbangsih melalui
kegitannya sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Pemeritah Nomor 155 Tahun
2000 dalam pasal 44 ayat 1 yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Jika dikaitkan dengan teori peran, Obsevatorium Bosscha ini
menganut jenis peranan yang diharapkan (excpected roles). Peranan yang
diharapkan maksudnya cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian
masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan
secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan
seperti yang ditentukan.
Lebih jauh sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah pada tahun 2000
tersebut, Observatorium Bosscha telah berperan aktif dalam pengembangan hisab
dan rukyat di Indonesia beriringan dengan dibentuknya Badan Hisab dan Rukyat
(BHR) yang sekarang berubah nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dengan
dijadikannya Prof. Bambang Hidayat sebagai bagian dari anggota tersebar Badan
Hisab dan Rukyat pada tahun 1973.39
Kala itu Prof. Bambang Hidayat menjabat
sebagai Kepala Observatorium Bosscha.
Perkembangan hisab dan rukyat pada perjalanannya tidaklah mudah
khususnya terkait dengan penentuan awal bulan kamariah karena di dalam
penentuan awal bulan kamariah inilah banyak timbul perbedaan-perbedaan yang
tajam di masyarakat. Meskipun perihal waktu salat, arah kiblat dan waktu gerhana
di dalamnya juga terdapat perbedaan namun perbedaan yang ada di masyarakat
tidak lebih besar yang ditimbulkan dari penentuan awal bulan kamariah itu.
Kementerian Agama sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap penentuan
38
Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institiut Teknologi
Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara.
39 Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam tanggal 28 Juni 1973 no. D.J/96/P/1973
tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Tersebar Departemen Agama.
64
awal bulan kamariah. Badan atau tim hisab dan rukyat yang dibentuk, pada awal
perjalanannya memiliki beberapa kekurangan seperti pada sistem perhitungan
yang digunakan. Sehingga masih terdapat suatu kejadian dimana bulan sudah
terbenam tetapi ada yang mengaku melihat (hilal) dan disahkan. Fenomena
tersebut menimbulkan keresahan tersendiri bagi Observatorium Bosscha dan para
astronom yang memang menguasai masalah ini. Moedji Raharto mengatakan:
“...Inilah yang membuat prihatin, meskipun awalnya sempat bingung
bagaimana Observatorium Bosscha dan para Astronom untuk memulai
untuk memberikan kontribusi. Sebagai pihak yang tahu dan mengerti maka
wajib memberi tahu jika terdapat kesalahan dan kekeliruan yang krusial
agar tidak ada beban dan tanggung jawab moril...”40
Observatorium Bosscha kemudian memberikan kontribusi berupa andil
melalui kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Adapun andil Observatorium Bosscha dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, 1.
Kerja sama dengan Kementerian Agama, 2. Kegiatan pendidikan dan pelatihan
yang diadakan secara mandiri oleh Observatoium Bosscha, 3. kegiatan individu
para astronom Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung. Kegiatan
tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
1. Observatorium Bosscha memberikan andil memalui kerja sama yang
dilakukan dengan Kementerian Agama untuk melaksanakan pendidikan dan
pelatihan hisab dan rukyat negara-negara MABIMS. Pendidikan dan
pelatihan tersebut bertempat di Observatorium Bosscha, sebagai satu-satunya
Observatorium dan lembaga pendidikan astronomi yang cakupannya tidak
hanya Indonesia, melainkan Asia Tenggara. Jadi sudah sepantasnya
Observatorium Bosscha menjadi wadah untuk pengembangan astronomi di
kawasan Asia Tenggara, khususnya pengembangan hisab dan rukyat dalam
bentuk kerjasama Menteri Agama negara-negara yang memiliki mayoritas
penduduk muslim (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
40
Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
65
2. Selain kerja sama yang dilakukan dengan Kementerian Agama,
Observatorium Bosscha juga melakukan kegiatan pengembangan hisab dan
rukyat secara mandiri. Kegiatan tersebut yaitu, Seminar dan Workshop
Nasional: Aspek Astronomi dalam Kalender Bulan dan Kalender Matahari di
Indonesia, seminar tentang visibilitas hilal, serta seminar tentang penyatuan
kalender Islam. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan di Observatorium
Bosscha, Lembang, Jawa Barat.
3. Kegiatan pengembangan hisab dan rukyat yang dilakukan Observatorium
Bosscha juga dilakukan secara perorangan individu astronom. Keikut sertaan
perwakilan Observatorium Bosscha yang merupakan anggota Badan atau Tim
Hisab dan Rukyat dalam musyawarah kerja, temu kerja, dan evaluasi kerja
yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama. Hadirnya perwakilan dari
Observatorium Bosscha itu sendiri sebagai sebuah pendekatan astronomi
yang perlahan dilakukan oleh Observatorium Bosscha guna meminimalisir
dan meniadakan kesalahan terhadap pengamatan hilal yang sesungguhnya
juga merupakan ranah astronomi, serta memberikan edukasi dan penjelasan
terkait hisab dan rukyat dalam perspektif astronomi murni.
Selain ketiga cara diatas, secara instansi dan kelembagaan Observatorium
Bosscha bersama dengan Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung
melakukan kegiatan pendidikan dan penelitian formal sesuai dengan yang tertera
dalam ayat 2 pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 155, sebagai wahana yang
menciptakan peluang bagi setiap insan untuk mengembangkan diri menjadi
manusia yang berbudaya dan cerdas, mengembangkan pengetahuan baru, dan
inovasi yang bernilai tinggi.41
Kegiatan pendidikan yang dilakukan semenjak
dibentuknya Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1951
telah menghasilkan lulusan atau alumni yang berkiprah dan berdedikasi di
berbagai bidang. Terkait dengan hisab dan rukyat, Observatorium Bosscha beserta
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung telah menghasilkan beberapa
alumni yang sangat berpengaruh dalam pengembangan hisab dan rukyat, ini
41
Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institiut Teknologi
Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara.
66
merupakan salah satu cara Observatroium Bosscha berperan dalam
pengembangan hisab dan rukyat melalui perorangan para alumninya. Adapun
para alumni yang berkiprah dalam perkembangan hisab dan rukyat di Indonesia
antara lain sebagai berikut42
:
1. Prof. Bambang Hidayat, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1952 dan lulus pada tahun
1961. Prof. Bambang Hidayat merupakan Direktur Observatorium Bosscha
dalam rentan waktu tahun 1968-1999, yang menjadikannya sebagai Direktur
Observatorium Bosscha dengan masa jabatan terlama yaitu 31 tahun. Prof.
Bambang Hidayat juga merupakan anggota tersebar Badan Hisab dan Rukyat
yang didirikan pada tahun 1972 mewakili Institut Teknologi Bandung.
2. Drs. Santoso Nitisastro, merupakan pejabat sementara Kepala atau Direktur
Observatorium Bosscha pada tahun 1958-1959 bersama Prof. Dr. O. P. Hok.
Pada tahun 1968-1976, Drs. Santoso Nitisastro ditunjuk menjadi Kepala
Planetarium Jakarta setelah pembangunannya rampung pada tahun 1968.
Pada tahun 1972 menjadi tim perumus dalam pembentukan Badan Hisab dan
Rukyat sekaligus menjadi anggota di dalamnya. Sejak saat itu Planetarium
Jakarta terus aktif dalam melakukan pengembangan hisab dan rukyat bersama
Kementerian Agama.
3. Drs. Darsa Sukartadiredja, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1965 dan lulus pada tahun
1973. Pada tahun 1976-2001 Drs. Darsa Sukartadiredja ditunjuk menjadi
Kepala Planetarium Jakarta menggantikan Drs. Santoso Nitisastro yang juga
menjadikannya Kepala Planetarium Jakarta dengan rentan waktu terlama
yaitu 25 tahun. Pada tahun 1980,Drs. Darsa Sukartadiredja menjadi anggota
personalia Badan Hisab dan Rukyat berdasarkan Keputusan Menteri Agama
No. 38 Tahun 1980 tentang perubahan dan tambahan personalia Badan Hisab
42
Urutan nama para alumni berdasarkan daftar mahasiswa astronomi yang tertera dalam,
Ridwan Hutagalung (editor), Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, Penerbit BPPI,
2014, h. 106-107. Dengan sedikit kekurangan kelengkapan nama-nama mahasiswa antara tahun
1960-1974 dan pengecualian terhadap Saadoe’ddin Djambek yang melangsungkan kuliah singkat
(short course) dalam rentang tahun 1954-1955.
67
dan Rukyat. Drs. Darsa Sukartadiredja juga aktif dalam berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan hisab dan rukyat dan banyak menghasilkan berbagai
tulisan dan artikel terkait pengembangan hisab dan rukyat.
4. Djoni N. Dawanas, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1969 dan lulus pada tahun
1975. Meskipun tidak termasuk sebagai anggota personalia Badan Hisab dan
Rukyat, Djoni N. Dawanas cukup memiliki peran dalam pengembangan
Hisab dan Rukyat di Indonesia dengan aktif dalam berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan tentang hisab dan rukyat dan dengan Purwanto juga
menghasilkan beberapa tulisan berkaitan dengan hisab dan rukyat antara lain:
Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan Ramadan dan Syawal, Peran
Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan Hijriyah dan Pergeseran Titik
Hamal: Fenomena Pengubah Tabel Hisab.
5. Dr. H. Moedji Raharto, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1974 dan lulus pada tahun
1980. Pada tahun 1986 bekerjasama dengan Kementerian Agama terkait hisab
dan rukyat dan menjadi anggota Badan atau Tim Hisab dan Rukyat sampai
saat ini. Dari sekian banyak alumni Jurusan Astronomi dan Observatorium
Bosscha, Dr. Moedji Raharto merupakan alumni yang paling berperan dan
masih berkecimpung di dalam pengembangan hisab dan rukyat hingga saat
ini, itu semua didasari dari perhatiannya terhadap Ilmu Falak dan hisab rukyat
yang membuat pengalaman dan karyanya dalam bidang ini tidak perlu
diragukan lagi.
6. Drs. H. Cecep Nurwendaya, M. Pd, merupakan mahasiswa yang belajar di
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1977. Sejak tahun
2003 menjadi anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama
perwakilan dari instansi Planetarium Jakarta. Mulai tahun 2004 sampai
sekarang aktif dan selalu menjadi narasumber dengan memberikan penjelasan
di hadapan para peserta sidang isbat awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Drs. H. Cecep Nurwendaya, M. Pd juga pernah menjadi narasumber di
berbagai kegiatan hisab dan rukyat di Pusdiklat, Diklat, Seminar, Workshop,
68
Orientasi, Pelatihan, Masjid, Pesantren, dan lain-lain. Selain itu juga
melaksanakan penelitian rutin hisab dan pelaksanaan rukyat terprogram
Planetarium Jakarta pertahun antara 4 sampai 6 kali setiap tahunnya di
berbagai tempat rukyat di Indonesia seperti, Pantai Anyer, Pelabuhan Ratu
dan Kepulauan Seribu.43
7. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, merupakan mahasiswa yang belajar di
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1981. Saat ini
menjadi Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
sejak tahun 2014 sampai sekarang. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin juga
merupakan anggota dari Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama yang
dalam peranannya terhadap hisab dan rukyat aktif di dalam pelatihan dan
pendidikan sebagai narasumber, serta dalam penulisan artikel terkait hisab
dan rukyat sejak masih menjabat sebagai staf Observatorium Bosscha sejak
tahun 1995. Berbagai karya tulisannya menjadi referensi bagi perkembangan
hisab dan rukyat dalam segi astronomi.
8. Agus Purwanto, D.Sc, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung dan lulus pada tahun 1992. Meskipun
menempuh pendidikan di Jurusan Astronomi, Purwanto menyelesaikan
studinya dengan membuat Tugas Akhir yang berjudul “Visibilitas Hilal
Sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam”. Sejak saat itu Purwanto mulai
aktif dalam pengembangan hisab dan rukyat, adapun karyanya yaitu, Aspek
Ilmiah Internasional Kalender Islam, Penyeragaman Kalender Islam Sebuah
Harapan, Bulan Depan, Matahari Tepatdi Atas Ka’bah. Bersama Djoni N.
Dawanas, Purwanto menulis, Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan
Ramadan dan Syawal, Peran Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriyah dan Pergeseran Titik Hamal: Fenomena Pengubah Tabel Hisab.
9. Hendro Setyanto, M.Si, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1993 dan lulus pada tahun
2000. Pada tahun 1997 mendirikan sebuah Forum Kajian Ilmu Falak dengan
43
Cecep Nurwendaya, Alumni Astronomi ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat
Kementerian Agama, Interview Pribadivia media sosial, 10 Oktober 2017.
69
nama “Zenith” bersama teman-temannya Jurusan Astronomi.44
Saat ini
Hendro Setyanto, M. Si menjadi anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Adapun salah satu
karyanya yaitu sebuah buku yang berjudul “Membaca Langit” yang isinya
merupakan kompilasi tulisan yang telah diterbitkan di media massa mengenai
permasalahan dalam sistem penanggalan Hijriyah.
10. Adi Damanhuri, M.Si, menempuh pendidikan strata duanya di Jurusan
Astronomi Institiut Teknologi Bandung pada tahun 2013 dan selesai pada
tahun 2015, Adi Damanhuri saat ini aktif di berbagai kegiatan pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain,
menjadi staf pengajar mata kuliah Ilmu Falak dan Praktikum Hisab dan
Rukyat, membuat aplikasi interface kamera CCD untuk pengamatan hilal,
dan melakukan penelitian kecerahan langit dengan SQM untuk koreksi awal
waktu subuh.45
11. Saadoe’ddin Djambek, seorang tokoh yang disebut sebagai pembaharu
pemikiran hisab (mujaddid al hisab), pola pikirnya banyak dipengaruhi oleh
kalangan astronom diantaranya adalah Prof. Dr. Gale Bruno van Albada yang
merupakan Kepala Observatorium Bossscha periode 1949-1958, serta dosen-
dosennya yang lain ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung.46
Itu semua
karena rasa ketidak puasan Saadoe’ddin Djambek dalam menelaah dan
mengkaji buku-buku Ilmu Falak dengan sistem perhitungan lama yang
keakuratannya perlu diuji lagi. Oleh karena itu pada tahun 1954-1955
44
Hendro Setyanto, Alumni Astronomi ITB, pendiri Imah Noong Lembang Bandung dan
Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, Interview Pribadivia media sosial, 16
Oktober 2017.
45 Adi Damanhuri, Alumni Astronomi ITB, Interview Pribadivia media sosial, 21
November 2017.
46 Susuiknan Azhari,”Saadoe’ddin Djambek: Profil Pembaharu Pemikiran Hisab di
Indonesia”, dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 44.
70
Saadoe’ddin mencoba memperdalam pengetahuannya di Fakultas Ilmu Pasti
Alam dan Astronomi Institut Teknologi Bandung.47
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Observatorium Bosscha telah
melakukan berbagai cara dalam memberikan peran terhadap pengembangan hisab
dan rukyat di Indonesia melalui berbagai kegiatannya. Apa yang telah dilakukan
Observatorium Bosscha itu sendiri di dalam pengembangan hisab dan rukyat
melalui berbagai kegiatannya sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai
satuan penunjang akademik yang di dalamnya terdapat kegiatan pendidikan dan
penelitan terkait hisab dan rukyat. Lebih dari itu, kegiatan pendidikan dan
penelitian yang telah dilakukan jika dilihat dari dampak dan pengaruhnya
merupakan kegiatan yang ditujukan sebagai pengabdian kepada masyarakat
mengingat perihal hisab dan rukyat ini berkenaan dengan kebutuhan masyarakat
muslim yang ada di Indonesia. Dari berbagai cara yang telah dilakukan berkaitan
dengan perkembangan hisab dan rukyat memiliki porsi yang sama antara hisab
dan rukyat itu sendiri, karen hisab dan rukyat merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan begitupun dalam astronomi dimana perhitungan astronomi
dan observasi merupakan inti dalam perkembangan ilmu astronomi.
Memperhatikan andil Observatoium Bosscha Institut Teknologi Bandung
dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia yang sudah dilakukan sejak
1973 sampai sekarang, penulis melihat bahwa hasil dan pengaruh andil tersebut
sangat besar dan dapat dikatakan berhasil. Hal ini terlihat dari beberapa indikator,
antara lain sebagai berikut:
1. Sistem hisab yang berbasis segitiga bola semakin banyak digunakan di
lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti di pesantren, Perguruan Tinggi
Islam, dan lainnya.
2. Adanya penerbitan sumber data hisab yang didasarkan kepada data hisab
kontemporer seperti buku ephemeris hisab rukyat yang kini diterbitkan oleh
Kementerian Agama dan Mahkamah Agung.
47
Susuiknan Azhari,”Saadoe’ddin Djambek: Profil Pembaharu Pemikiran Hisab di
Indonesia”, dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat, h. 41.
71
3. Pelaksanaan rukyat kini sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
teleskop dan hasilnya berupa gambar hilal langsung saat itu juga dikirimkan
ke para peserta dan panitia sidang isbat yang dilaksanakan oleh Kementerian
Agama.
4. Sejak tahun 2008 di IAIN Walisongo Semarang dibuka Program Studi
Khusus Astronomi Islam S1,48
S2, dan S3 dalam rangka melahirkan ahli
astronomi Islam yang profesional dapat memadukan khazanah Islam dan
sains modern.49
5. Sejak 1966 sampai 2007 telah dilakukan penelitian berkaitan astronomi Islam
adalah sebanyak 107 mahasiswa (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta) dengan berbagai tema. Hal ini menggambarkan
perkembangan studi astronomi Islam yang telah banyak dilakukan sebelum
berdirinya Program Studi Ilmu Falak S1, S2, dan S3. Setelah berdirinya
program-program tersebut, hasil riset sangat beragam dan menyentuh
problem baru yang belum dikaji sebelumnya.50
Kini semakin banyak
mahasiswa tingkat S2 dan S3 yang menyusun tesis dan disertasinya di bidang
hisab dan rukyat.
48
Pada tahun ini masih berupa konsentrasi di bawah Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah,
baru setelah tahun 2012 menjadi Program Studi Ilmu Falak.
49 Susiknan Azhari, Studi Astronomi Islam Menelusuri Karya dan Peristiwa, (Yogyakarta:
Pintu Publishing, 2017), h. 24.
50 Susiknan Azhari, Studi Astronomi Islam Menelusuri Karya dan Peristiwa,h. 28.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah penulis paparkan yang
bersumber baik dari teori-teori maupun dari data-data yang penulis
dapatkan, serta analisis yang penulis lakukan, maka penulis memberi
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tugas pokok dan fungsi Observatorium Bosscha adalah sebagai
perangkat penunjang akademik Institut Teknologi Bandung
(khususnya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam),
sebagai pusat penelitian dan pengembangan keilmuan astronomi di
Indonesia, sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam
bidang astronomi (melalui bprogram berupa kegiatan-kegiatan)
dengan melakukan kerjasama dengan beberapa instansi.
2. Bahwa selain fungsi diatas, Observatorium Bosscha memiliki peran
dan sumbangsih dalam perkembangan hisab yang signifikan di
Indonesia. Observatorium Bosscha dalam perkembangan ilmu hisab,
telah memberikan pengetahuan tentang dasar-dasar astronomi
modern terhadap perkembangan ilmu hisab di Indonesia. Dasar
astronomi yang telah diberikan berkaitan dengan perhitungan
astronomi berkaitan dengan pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat,
waktu salat dan awal bulan kamariah. Kehadiran Observatorium
Bosscha dalam pengembangan ilmu hisab memperkaya pengetahuan
tentang perhitungan astronomi yang menjadi acuan dalam metode
hisab haqiqi kontemporer khususnya, dikarenakan perhitungan
astronomi yang dikembangkan oleh Observatorium Bosscha di
dalamnya terdapat pembaharuan yang terus menerus dilakukan.
3. Observatorium Bosscha juga berperan dalam perkembangan rukyat
di Indonesia dengan memberikan edukasi tentang cara merukyat
73
secara profesional didasari oleh ilmu astronomi, juga pelaksanaan
rukyat dengan menggunakan teleskop untuk memverifikasi objek
penelitian (hilal) itu sendiri. Diskusi dan dialog pun dilakukan guna
menyampaikan pengetahuan rukyat dalam segi astronomi kepada
berbagai elemen di dalam berbagai kesempatan termasuk dalam
temu kerja yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama terlebih
terhadap para perukyat yang melaksanakan rukyat tiap tahunnya.
Semua ini dilakukan guna menghindari kekeliruan dan kesalahan
dalam merukyat nantinya, sehingga meminimalisir kesalahan dalam
pelaksanaan rukyat itu sendiri karena hal tersebut berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah yang hendak dilaksanakan oleh umat Islam.
4. Cara yang ditempuh Observatorium Bosscha dalam memberikan
andil terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia, adalah:
a. melalui kelembagaan dengan memberikan kontribusi berupa andil
dalam bentuk kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Kontribusi Observatorium Bosscha ini
dilakukan dengan kerja sama bersama Kementerian Agama,
secara mandiri melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan, dan
melalui kegiatan para astronom yang masih aktif di
Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung:
b. melalui perorangan alumni Jurusan Astronomi dan Observatorium
Bosscha yang berkiprah dalam pengembangan hisab dan rukyat di
Indonesia. Para alumni tersebut sangat memiliki pengaruh yang
nyata terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
B. Saran-Saran
Berdasarkan pemaparan skripsi ini maka penulis memberikan
beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,
diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Kementerian Agama sebagai lembaga yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan hisab dan rukyat di Indonesia, untuk terus
74
meningkatkan kerja sama terhadap lembaga-lembaga lain yang
berkaitan dengan hisab dan rukyat, khususnya lembaga astronomi
seperti Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung.
2. Bagi Observatorium Bosscha dan Jurusan Astronomi Institut
Teknologi Bandung, untuk terus melakukan kaderisasi dan
regenerasi terhadap astronom-astronom yang berkecimpung dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dan meningkatkan
peran Observatorium Bosscha terhadap pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia sebagai sarana pemasyarakatan astronomi di
Indonesia.
3. Bagi semua pihak yang berperan dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia, untuk menjadikan astronomi sebagai salah satu
solusi dalam menanggapi perbedaan dan gesekan terkait pelaksanaan
ibadah seperti penentuan awal bulan kamariah, awal waktu salat, dan
arah kiblat, sebagaimana yang dikembangkan oleh Observatorium
Bosscha Institut Teknologi Bandung.
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia
Sumber Data dari Buku dan Makalah
Al-Imam Ibn al-Husen Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi An-
Naisaburi, Al-Jami’ al-Musamma Sahih Muslim, juz II Semarang: Toba Putera
Al Qardlawi, Yusuf. (2000) Taisirul Fiqhi (Fiqhushiyam). Penerjemah Nabilah
Lubis, Fiqh Puasa, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Amin, Ma‟ruf. (1994) ”Rukyah Untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadan
Menurut Pandangan Syariah dan Iptek,” dalam Rukyah Dengan Teknologi
(Upaya Mencari Kesamaan Pandangan Tentang Penentuan Awal
Ramadan dan Syawal. Jakarta; Gema Insani Press
An-Nawawi, Raudatutthalibin, Beirut: Dar al-fikr
Azhari, Susiknan. (2006) “Penggunaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia
(Studi tentang Interaksi NU dan Muhammadiyah.” Disertasi S-3 Program
Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
--------------.(2007) Hisab & Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
--------------.”Saadoe‟ddin Djambek (2004): Profil Pembaharu Pemikiran Hisab di
Indonesia,” dalam Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan
Peradilan Agama
--------------.(2017) Studi Astronomi Islam Menelusuri Karya dan Peristiwa.
Yogyakarta: Pintu Publishing
Anwar, Syamsul & kawan-kawan.(2016) Hisab Bulan Qomariyah (Tinjauan
Syar’i tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah).
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Bashori, Muhammad Hadi (2016). Bagimu Rukyatmu Bagiku Hisabku. Jakarta,
Pustaka Al-Kautsar
Butar Butar, Arwin Juli Rakhmadi. (2016) Khazanah Astronomi Islam Abad
Pertengahan. Purwokerto: UM Purwekerto Press
76
Dahlan, Abdul Aziz. (1994) Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
Dawanas, Djoni N dan Purwanto.(1994) “Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan
Ramadan dan Syawal,” dalam Darsa Sukartadiredja dan Imam Rosjidi,
e.d., Proceedings Seminar Ilmu Falak. Jakarta: B.P. Planetarium dan
Observatorium Jakarta Pemerintah DKI Jakarta
Departemen Agama RI. (1974), Laporan Kegiatan Musyawarah Badan Hisab dan
Ru‟yah Departemen Agama. Jakarta: Direktorat Peradilan Agama Ditjen
Bimas Islam
Djambek, Sa‟adoeddin. “Penetapan Tanggal Satu Bulan Qomariyah di Indinesia.”
Jakarta: paper disampaikan pada Musyawaran Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama RI, 1 Juli 1974.
Djamaludin, Thomas. (2001). Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat.
Jakarta: LembagaPenerbangan dan Antariksa Nasional
--------------.(1995) “Peran Penting Almanak Astronomi di Masyarakat,” dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari
Astronomi. Jurusan Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi Indonesia.
Ditbinbapera Islam. (2004) “Hisab dan Rukyat Permasalahannya di Indonesia,”
dalam Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama
Dwi Narwoko J, Bagong Suryanto, (2006) Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan, Jakarta: Kencana Media Group
Effendi, Siti Larissa Sarasvati. (2012) “Potensi Pengembangan Eko-Edu Wisata di
Kawasan Observatorium Bosscha.” Tugas Akhir Sekolah Arsitektur
Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Hutagalung, Ridwan. (2014), Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha.
Badan Pelestarian Pustaka Indonesia
Imron AM, Mu‟ammal dan Umar Fanany. Terjemah Nailul Authar Jilid 3.
Surabaya: Bina Ilmu.
Izzudin, Ahmad. (2007), Fiqih Hisab Rukyat. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jamil, A. (2009). Ilmu Falak. Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Amzah
73
77
J Cohen, Bruce. (1992). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta
Komaruddin, ( 1994). Ensiklopedia Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara
Kunto, Suharsimi Ari (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta, PT. Rineka Cipta
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. (2006). Pedoman Rukyat dan
Hisab Nahdlatul Ulama. Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama
Mahkamah Agung RI. (2007) Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama
Mansur, Jabir. (1974). Dalam Laporan Kegiatan Musyawarah Badan Hisab dan
Rukyat Departemen Agama RI dan Musyawarah antar Negara MABIMS.
Jakarta: Direktorat Peradilan Agama, Ditjen Bimas Islam Departemen
Agama RI
Marpaung, Watni. (2015). Pengantar Ilmu Falak. Jakarta: Pranamedia Group
Maskufa. (2009). Ilmu Falak. Jakarta: Gaung Persada Press. Cet. I
Moeloeng, Lexi J. (2001) Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung, PT. Remaja
Rosda Karya
Narboko, Cholid dan Abu Achmadi. (1997) Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Pustaka
Nazir, Muhammad. (1998). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Overdracht van Sterrenwacht „ Aid de Preangerbode. Rabu 17 Oktober 1951.
Poerdwadarminta, WJS. (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
Purwanto dan Djoni N. Dawanas. (2004). “Peran Astronomi Dalam Penentuan
Awal Bulan Hijriyah,” dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama
Pyenson, Lewis. (2016) “Empire of Reason: Exact Sciences in Indonesia,” dalam
Bayu Baskoro Febianto. Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht)
di Lembang, Bandung: dari Penelitian Hingga Pendidikan 1920-1959.
Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia
78
Rachim, Abdur. (1999) “Sistem Hisab Departemen Agama.” Jakarta: makalah
disampaikan dalam Musyawarah Kerja Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan
Hisab Ru‟yah
Raharto, Moedji. (2000) Astronomi Islam Dalam Perspektif Perkembangan
Astronomi Modern. Bandung: makalah disampaikan dalam Pendidikan dan
Pelatihan Hisab-Rukyat Negara-Negara MABIMS
Ruskanda, Farid S. (2004) ”Teknologi Untuk Pelaksanaan Rukyat,” dalam
Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
--------------.(2005) 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Sains dan Teknologi.
Jakarta: Gema Insani Press
Sagan, Carl. (1997) Kosmos. Yayasan Obor Indonesia
Saksono,Tono. (2007) Mengkompromikan Hisab dan Rukyat. Jakarta: PT
Amythas Publicita
Setyanto, Hendro. (2008). Membaca Langit. Jakarta: al-Ghuraba
Soekanto, Soerjono, (2001), Peneitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta:Raja Grafindo
Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Soerjono Soekanto, (1999). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Somadikarta, S, Tri Wahyuning, dkk. (2000), Tahun Emas Universitas
Indonesia: Jilid 1 dari Balai Universitas. Penerbit Universitas Indonesia
Sukartadiredja, Darsa. “Perhitungan Kalender Qomariyah dan Penentuan Awal
Bulan.” Jakarta: makalah ini disampaikan dalam Seminar Ru‟yah dan
Hisab Menurut Tinjauan Astronomi dan Fuqoha diselenggarakan oleh
Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia.
Taufik. (2004), Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal –
Selayang pandang Hisab dan Rukyat. Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
79
--------------.(2004) “Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia,” dalam Selayang
Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
Voute, J. „Bosscha Sterrenwacht: Introduction,‟ Annalen van der Bosscha
Sterrenwacht te Lembang (Java). Volume 1, Juni 1933.
Widiana, Wahyu. (1995). “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya,”
dalam B. Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari
Astronomi. Bandung: Jurusan Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi
Indonesia
Sumber Data dari Internet bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-
instrumen. bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/non-aktif.
bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/aktif/teleskop-portable.
http:// mrlungs.wordpress.com/pendekatan-sosiologis
Mengenal Seluk Beluk Program Studi Astronomi ITB,
www.itb.ac.id/news/read/5479/home/mengenal-seluk-beluk-program-
studi-astronomi-itb
Sejarah Observatorium Bosscha, bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-
bosscha/sejarah-observatorium-bosscha
Sanusi, Ahmad. Tata Laksana Kegiatan Rukyat Hilal Awal Bulan Hijriyah Di
Pob Palabuhanratu. http://www.pa-cibadak.go.id/artikel
Tentang Bosscha,bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha
Sumber Data Peraturan Perundang-Undangan
Keputusan Menteri Agama No. 43 Tahun 2013.
Keputusan Menteri Agama No. 178 Tahun 2014.
Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam tanggal 28 Juni 1973 no. D.J/96/P/1973
tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Tersebar Departemen
Agama.
80
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959 tentang Pendirian Institut Teknologi
Bandung
Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut
Teknologi Bandung Sebagai Badan Hukum Milik Negara.
Sumber Data dari Wawancara
Interview Pribadi via media sosial dengan Adi Damanhuri. M.Si. Alumni
Astronomi ITB, 21 November 2017.
Interview Pribadi via media sosial denganCecep Nurwendaya. M.Pd. Alumni
Astronomi ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama,
10 Oktober 2017.
Interview Pribadi via media sosial dengan Hendro Setyanto. Alumni Astronomi
ITB. Pendiri Imah Noong Lembang Bandung dan Anggota Tim Hisab dan
Rukyat Kementerian Agama, 16 Oktober 2017.
Interview Pribadidengan Moedji Raharto. Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab
dan Rukyat Kementerian Agama. Lembang, 10 September 2017.
DAFTAR MAKALAH YANG DISAMPAIKAN DALAM DIKLAT HISAB TUKYAT
NEGARA MABIMS 10 JULI-5 AGUSTUS 2000
NO. JUDUL PENULIS JUMLAH
HALAMAN
1. Camera CCD: Mata Elektronik
Astronomi Pengamatan
CCD dalam Astronomi
Detektor Astronomi Optik: Dari
Mata Hingga Sensor Elektrronik
Pengantar Proses Citra dalam
Astronomi
Characterization of CCD
Camera System at Bosscha
Observatory
Dr. Hakim L. Malasan
(Obseervatorium Bosscha)
51
2. Menghitung Awal Bulan Qomariyah
Menurut Sistem Khulashah Wafiyah
Drs. H. Taufik SH.MH
(Badan Hisab Rukyat Depag RI)
6
3. Pengaruh Regresi Garis Nodal Bidang
Orbit Bulan-Bidang Eliptikal Di Bidang
Ekliptika Terhadap Visibilitas Hilal
Susilo Edy, S.SI
(Observatorium Bosscha)
56
4. The Moon Sighing Dr. Dhani Hendrawijaya
(Jurusan Astronomi)
7
5. Panjang dan Lebar Umbra dan
Penumbra
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
17
6. Kalkulasi Gerhana Ferry M. Simatupang, S.SI
(Jurusan Astronomi)
10
7. Fenomena Atmosfer Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
10
8. Sistem Koordinat di Bola Langit Dr. T. Djamaludin (LAPAN) 51
9. Sistem Koordinat Astronomi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
49
10. Penentuan Kedudukan Hilal di Negara
Brunei Darussalam
Hj. Md. Lazim bin Hj. Matali
Hj. Sahrin bin Hj. Kadih
Hj. Mahadi bin Hj. Mohd Tahir
Hj. Juhaili bin Hj. Lamat
(utusan Neg. Brunei
Darussalaam)
16
11. Baitul Hilal dan Arah Kiblat di
Malaysia
Ust. Ahmad Safuan bin Md.
Nayan
Ust. Zulkifli bin Othman
(Utusan Malaysia)
9
12. Permasalahan Penentuan Awal Bulan
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah
Drs. H. Muslim Munawar SH
(Utusan Pengadilan Agama
Cirebon)
11
13. Akar Perbedaan Hari Raya di
Indonesia
Drs. Syiratin Shodiq
(Utusan Pengadilan Agama
10
Surabaya)
14. Peran Hakim Pengadilan Agama dalam
Penentuan Awal Bulan
Drs. Ahmad Fathoni, SH
(Utusan Pengadilan agama
Cibinong)
5
15. Penentuan Awal Bulan Qamariyah
Menurut Fuqaha
(Drs. M. Ma’muri A.S
(Utusan Institut Keislaman
Hasim Asy’ari Jombang)
8
16. Peran Hisab Rukyat dalam penentuan
Awal Bulan Qamariyah
Drs. Endang Sutisna
(Utusan Staf Pengajar Pesantren
PERSIS Bandung)
6
17. Rencana Pengamatan Astrofotografi
dengan Lensa Tele Gerhana Bulan
Total 16 Juli 2000
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
57
18. Under A Tropical Sky: A History of
Astronomy in Indonesia
Prof. Dr. Bambang Hidayat
(Observatorium Bosscha)
16
19. Algoritma Penentuan Terbit-Tenggelam
Matahari dan Bulan dengan
Astronomical Almanac
Hendro Setyanto,S.SI
(Observatorium Bosscha)
13
20. Hisab Awal Bulan Hijriah
menggunakan Astronomical Almanac
Hendro Setyanto, S.Si
(Observatorium Bosscha)
9
21. Sistem Koordinat Ekuator dan Sistem
Koordinat Ekliptika
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
17
22. Praktek Ibadah Puasa Rasulullah
Menurut ilmu Astronomi
Drs. H. Sofwan Jannah, M.Ag
(Utusan UII Yogyakarta)
8
23. Perbandingan Hasil Perhitungan Ijtimak
sistem Meeus, Newcomb, dan Al-
Sulam Al-Nayyiran
Drs. Chairul Anam
(Utusan Al-Irsyad al-Islamiyah)
4
24. Rubu’ Mujayyab Drs. Muhyiddin
(Utusan PW Lajnah Falakiyah
Nahdatul Ulama Yogyakarta)
10
DAFTAR MAKALAH YANG DISAMPAIKAN DALAM DIKLAT HISAB RUKYAT
NEGARA MABIMS 10 JULI-5 AGUSTUS 2000
NO. JUDUL PENULIS JUMLAH
HALAMAN
1. Kebijakan Pemerintah Indonesia
Dalam Menyikapi Permasalahan
Hisab Rukyat Di Tingkat
Nasional Dan Internasional
Ppenetapan Tanggal 1 Syawal
1414 Hijriyah Beberapa
Kemungkinan
Beberapa Faktor Yang
Menyebabkan Ditolaknya
Laporan Rukyat
Kemungkinan Perbedaan
Penetapan 1 Syawal 1414 H
Drs, Wahyu Widiana, MA 59
2. Multimedia CD-Rom: Astronomi Untuk
Khalayak
Baju Indrajaja, S.SI (jurusan
Astronomi)
8
3. Ramadhan 1421 H Dalam Dinamika
Klender Hijriyah Dan Masehi
Dr. M. Muslih Husein
(STAIN Pekalongan)
12
4. Fenomena Perbedaan Idul Fitri Masa
Orde Baru Sebuah Survei Historis
Susiknan Azhari
(Utusan pim. Pus.
Muhamadiyyah Jogjakarta)
18
5. Upaya Penyederhanaan Rumus JD
(Julian Date)
Drs. H. Selamet Hambali
(Utusan PP. Lajnah Falakiyah
Nahdatul Ulama)
7
6. Presesi dan Nutasi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
24
7. Sekilas tentang Hisab dan Rukyat Dr. T Djamaludin
(LAPAN)
33
8. Detektor Astronomi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
27
9. Hisab Awal Bulan Qamariyah dan
Gerhana Matahari (menurut sistem
Newcomb)
Drs. H. Abdul Rachim 35
10. Metode Hisab Sullam Al-Nayyirain Drs. H. Taufik, SH.MH
(Bdn HR Dep. Agama RI)
7
11. Fotografi Astronomi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
23
12. Lebar Sabit Hilal Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
15
13. Hubungan Lebar Sabit Hilal Dengan
Posisi Bulan Dan Matahari
Dr. Moedji Raharto 8
14. Hisab Awal Bulan Ramadhan 1421 H
Menurut Sistem Epheremis Dan Sistem
Drs. Syarif Usman
(Utusan Pengadilan Agama
9
Sullamun Nayirain Markaz Indramayu Indramayu)
15. Konstanta, Segitiga Datar Dan Rumus
Trigonometri
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
16
16. Penurunan Dan Pengembangan Rumus
Astronomi Bola
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
31
17. Penggunaan Rumus Astronomi Bola
Penentuan Arah Kiblat
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
4
18. Astronomi Islam Dalam Persfektif
Perkembangan Astronomi Modern
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
42
19. Indo-Malay Astronomy Prof. Dr. Bambang Hidayat
(Observatorium Bosscha)
20
20. Fenomena Gerhana Dalam Astronomi
Dan Gerhana Bulan Total 16 Juli 2000
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
24
PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG DALAM PENGEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun Oleh:
ADI SUYUDI
NIM: 1113044000086
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018/1439 H
v
ABSTRAK
ADI SUYUDI NIM: 1113044000086. PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG DALAM PENGEMBANGAN HISAB
DAN RUKYAT DI INDONESIA. Program Studi Hukum Keluarga Isalam,
Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peran Observatorium Bosscha
Institut Teknologi Banduung dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia
melalui andil yang diberikan serta cara yang ditempuh dalam memberikan andil
terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian deksriptif analisis yaitu berupa dekskripsi serta analisis terhadap data
informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh di lapangan. Teknik
penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2017.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, pertama, Observatorium
Bosscha memiliki peran dan sumbangsih dalam perkembangan hisab rukyat.
Observatorium Bosscha dalam perkembangan ilmu hisab, telah memberikan
pengetahuan tentang dasar-dasar astronomi modern terhadap perkembangan ilmu
hisab di Indonesia. Dasar astronomi yang telah diberikan berkaitan dengan
perhitungan astronomi berkaitan dengan pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat,
waktu salat dan awal bulan kamariah. Kehadiran Observatorium Bosscha dalam
pengembangan ilmu hisab memperkaya pengetahuan tentang perhitungan
astronomi yang menjadi acuan dalam metode hisab haqiqi kontemporer
khususnya, dikarenakan perhitungan astronomi yang dikembangkan oleh
Observatorium Bosscha di dalamnya terdapat pembaharuan yang terus menerus
dilakukan. Kedua, Observatorium Bosscha juga berperan dalam perkembangan
rukyat di Indonesia dengan memberikan edukasi tentang cara merukyat secara
profesional didasari oleh ilmu astronomi, juga pelaksanaan rukyat dengan
vi
menggunakan teleskop untuk memverifikasi objek penelitian (hilal) itu sendiri.
Diskusi dan dialog pun dilakukan guna menyampaikan pengetahuan rukyat dalam
segi astronomi kepada berbagai elemen di dalam berbagai kesempatan termasuk
dalam musyawarah kerja yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama terlebih
terhadap para perukyat yang melaksanakan rukyat tiap tahunnya. Semua ini
dilakukan guna menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam merukyat nantinya,
sehingga meminimalisir kesalahan dalam pelaksanaan rukyat itu sendiri karena
hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan ibadah yang hendak dilaksanakan oleh
umat Islam. Cara yang ditempuh Observatorium Bosscha dalam memberikan
andil terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia melalui kelembagaan
dengan memberikan kontribusi berupa andil dalam bentuk kegiatan pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kontribusi Observatorium Bosscha
ini dilakukan dengan kerja sama bersama Kementerian Agama, secara mandiri
melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan, kegiatan para astronom yang
masih aktif di Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung dan melalui
perorangan alumni Jurusan Astronomi dan Observatorium Bosscha yang
berkiprah dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia. Para alumni
tersebut sangat memiliki pengaruh yang nyata terhadap perkembangan hisab dan
rukyat di Indonesia.
Kata kunci : Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung,
Peran, Hisab, Rukyat, Astronomi
Pembimbing : Drs. H. Wahyu Widiana, MA
Daftar Pustaka : 1933-2017
vii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata'ala yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, taufik, hidayah dan 'inayah-Nya, terucap dengan tulus dan ikhlas
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin tiada henti. Sesungguhnya hanya dangan
penolongan-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Salawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan
Tuhan Nabi akhir zaman Muhammad SAW, baserta para keluarga, sahabat dan
umamatnya. Amin.
Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempumaan. Namun demikiah skripsi ini basil usaha dan upaya yang
maksimal dari penulis. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis
didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri
karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tersusun bukan semata-mata hasil usaha
sandiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi dari semua pihak. Oleh karena
itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin jahar, M.A., Salaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak Dr. Abdul Halim, MA, dan Indra Rahmatullah, MH selaku Ketua
Program Studi dan Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Ahmad Mukri Aji, MA selaku dosen Penasihat Akademik
penulis haturkan terima kasih, semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan kepada beliau.
4. Bapak Drs. H. Wahyu Widiana. MA selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. Tanpa lelah membimbing Penulis
serta memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
Suatu kebanggaan bagi penulis mendapatkan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini dari beliau, semoga Allah SWT yang akan membalas apa yang
telah bapak berikan;
5. Bapak Sirril Wafa, MA yang telah mengajarkan penulis dalam mata kuliah
Ilmu Falak I, Bapak Adi Damanhuri, M.Si yang telah mengajarkan penulis
dalam mata kuliah Praktikum Hisab dan Rukyat juga memberikan saran dan
masukan terhadap skripsi ini;
6. Ibu Dr. Hj. Maskufa. MA selaku penguji skripsi yang juga telah
memberikan kesempatan kepada penulis dalam mendiskusikan tahapan awal
penelitian yang penulis lakukan, dan Ibu Hj. Rosdiana. MA selaku penguji
skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi guna
menyempurnakan skripsi ini;
7. Seluruh dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu dan
Akhlaq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta;
8. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta;
9. Bapak Dr. Mahasena Putra selaku Kepala Observatorium Bosscha yang
telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Observatorium Bosscha,
kepada Ibu Ely Sulistialie selaku pustakawati Observatorium Bosscha yang
telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang
dibutuhkan;
10. Bapak Dr. Moedji Raharto selaku astronom Institut Teknologi Bandung dan
anggota Tim Hisab dan Rukyat yang telah memberikan waktu dan tenaga
untuk memberikan data, informasi, dan arahan kepada penulis dalam
melakukan penelitian, semoga Allah SWT membalas apa yang telah beliau
berikan;
11. Ibu Windi Alzahra, S.Pt, M.Si, M.Agr (Dosen Institut Pertanian Bogor), dan
suami, serta sahabat Lou Ayy Al-Zamakhsyari, yang juga sedang
ix
melakukan penelitian di Lembang dan telah memperkenankan penulis untuk
tinggal di home stay selama penulis melakukan penelitian. Semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak.
12. Kepada keluarga tercinta, umi, bapak, nenek, kedua kakak, dan para sanak
saudara yang telah banyak membantu dan memberikan support kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terlebih kepada umi tercinta, satu
langkah kecil ini penulis persembahkan untuk beliau karena proses
penyusunan skripsi ini beriringan dengan penanganan penyakit yang beliau
derita. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan, kesabaran dan
keberkahan umur kepada beliau selalu;
13. Sahabat-sahabat seperjuangan, teman-teman Mahasiswa/i Hukum Keluarga
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2013, yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, semoga kesuksesan dan keberkahan selalu
menyertai kita semua;
14. Seseorang yang selalu setia menjadi teman dalam suka maupun duka,
motivator yang hebat, dan pengoreksi serta pemberi arahan yang terbaik.
Semoga selalu dalam naungan Allah SWT;
15. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan
balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan
menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
penulis dan umunya bagi pembaca. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki skripsi ini.
Ciputat, 10 Desember 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifiksi Masalah .................................................................... 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 8
1. Pembatasan Masalah ..................................................... 8
2. Perumusan Masalah ....................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8
1. Tujuan Penelitian ........................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ......................................................... 9
E. Metode Penelitian ...................................................................... 9
1. Pendekatan Penelitian .................................................. 10
2. Jenis Penelitian ............................................................ 10
3. Sumber Data ................................................................ 11
4. Metode Pengolahan Data ............................................. 11
5. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 12
6. Metode Analisis ........................................................... 12
7. Teknik Penulisan ......................................................... 12
F. Review Studi Terdahulu .......................................................... 12
xi
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN, HISAB RUKYAT
DAN PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH DI
INDONESIA ................................................................................. 15
A. Tinjauan Umum Tentang Peran .............................................. 15
B. Tinjauan Umum Tentang Hisab dan Rukyat ........................... 17
1. Pengertian Hisab dan Rukyat ............................................. 17
2. Dasar Hukum Hisab dan Rukyat ........................................ 21
3. Perkembangan Hisab dan Rukyat ....................................... 23
BAB III PROFIL OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT
TEKNOLOGI BANDUNG DAN KEGITANNYA YANG
BERKAITAN DENGAN PERKEMBANGAN HISAB DAN
RUKYAT DI INDONESIA.........................................................34
A. Profil Observatorium Bosscha ................................................. 34
1. Latar Belakang Pendirian Observatorium Bosscha ..... 34
2. Sejarah Pendirian Observatorium Bosscha................37
3. Tugas Pokok dan Fungsi Adanya Observatorium
Bosscha.....................................................................40
B. Kegiatan Observatorium Bosscha Berkaitan
Dengan Pengembangan Hisab Rukyat di Indonesia..............43
BAB VI ANALISIS PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA
INSTITIUT TEKNOLOGI BANDUNG DALAM
PENGEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT DI
INDONESIA.................................................................................50
xii
A. Peran Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
Dalam Pengembangan Hisab Dan Rukyat Di Indonesia ......... 50
B. Cara Yang Ditempuh Observatorium Bosscha Institut
Teknologi Bandung Dalam Memberikan
Andil Terhadap Pengembangan Hisab Dan
Rukyat Di Indonesia..............................................................62
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 72
A. Kesimpulan .............................................................................. 72
B. Saran-Saran ............................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perihal pelaksaan ibadah yang disyariatkan kepada umat Islam di seluruh
dunia di dalamnya terdapat ketentuan waktu dan tata cara pelaksanaan yang
melibatkan benda benda langit serta posisinya. Dari astromekanika (pergerakan
dan posisi benda-benda langit) tersebut lahirlah ketentuan mengenai awal waktu
salat, arah kiblat, penentuan awal bulan kamariah, dan gerhana yang menjadi
pedoman umat Islam dalam melakukan perintah-perintah ibadah seperti salat,
puasa dan haji.
Secara khusus mengenai ilmu yang mempelajari hal tersebut (posisi benda
langit) disebut dengan ilmu falak yang pada turunannya terdapat hisab dan rukyat
yang meskipun dalam konteksnya lebih digunakan dalam permasalahan awal
bulan kamariah.1Tujuan utama mempelajari ilmu falak adalah untuk dapat
mengetahui peredaran benda langit yang sebenarnya untuk dijadikan dasar dan
pedoman bagi umat Islam dalam melakukan ibadah.2 Yakni menentukan awal dan
akhir waktu salat, arah kiblat, awal bulan kamariah dan terjadinya gerhana.
Studi ilmu falak memberikan kompetensi tentang pengetahuan dasar alam
semesta, bola bumi dan bola langit, pengetahuan dasar trigonometri, hisab awal
waktu salat, hisab arah kiblat, hisab awal bulan kamariah dan perbandingan tarikh.
Harapan bagi yang mempelajarinya akan dapat menjelaskan konsep tentang dasar-
dasar astronomi yang berkaitan dengan penentuan waktu ibadah, menjelaskan
peranan ilmu falak dalam penentuan waktu salat, melakukan perhitungan waktu
salat dengan benar, menyusun jadwal waktu salat dan imsakiyah, menghitung
sekaligus mengukur arah kiblat, menghitung sekaligus memprediksi kapan waktu-
waktu ibadah seperti awal dan akhir puasa tiba, membuat Kalender Masehi atau
1 Muhammad Hadi Bashori, Bagimu Rukyatmu Bagiku Hisabku, (Jakarta, Pustaka Al-
Kautsar, 2016), h. 4.
2 Sriyatin Shadiq,”Ilmu Falak I” dalam Maskufa, Ilmu Falak. (Jakarta: Gaung Persada
Press) cet 1, h. 22.
2
Hijriah, mengkritisi arah kiblat di tempat ibadah sepert masjid dan musala dan
diasumsikan tidak sesuai dengan teori-teori ilmu falak, dan menumbuhkan sikap
toleran bila dari hasil hisab akan terjadi perbedaan dalam berhari raya.3
Jika diamati secara spesifik memang terdapat perbedaan yang signifikan
antara ilmu falak dengan astronomi, dari sisi ruang lingkup bahasanya, astronomi
mengkaji seluruh benda-benda langit baik matahari, planet, satelit, bintang,
gelaksi, nabula dan lainnya. Sedangkan ilmu falak ruang lingkup pembahasannya
hanya terbatas pada matahari, bumi, dan bulan. Itupun hanya posisinya saja
sebagai akibat dari pergerakannya.4
Astronomi adalah cabang ilmu pengetahuan benda langit dan alam semesta
yang dikembangkan berbasis pada pengamatan, perhitungan dalam astronomi
berdasar hukum alam yang rumusannya berdasar pada data pengamatan dan
pemahaman tentang hukum alam yang mengatur gerak bulan dan matahari diuji
melalui pengamatan astronomi. Seperti perhitungan visibilitas hilal dengan istilah
imkan rukyat berarti mempunyai kemungkinan dapat dilihat.5
Adapun penentuan awal bulan baru Kalender Hijriah merupakan suatu
persoalan yang sangat penting dalam agama Islam, yaitu dalam menentukan
kapan mulai dan berakhirnya ibadah puasa Ramadan dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan salat Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal bulan kamariah. Namun dalam
kenyataannya masih sering kita dihadapi dua pilihan dalam memulai atau
mengakhiri ibadah puasa Ramadan. Seringkali terjadi dalam satu kota yang sama
masyarakat merayakan Idul Fitri dalam hari yang berbeda.6Masalah penentuan
awal bulan hijriah melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan secara
3 Maskufa, Ilmu Falak. (Jakarta: Gaung Persada Press) cet 1, h. 22.
4 Muhammad Hadi Bashori, Bagimu Rukyatmu Bagiku Hisabku, h. 5.
5 Moedji Raharto, “Astronomi Islam Dalam Perspektif Perkembangan Astronomi Modern”
(Bandung: makalah disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan Hisab-Rukyat Negara-Negara
MABIMS, 2000), h. 21, t.d.
6 Djoni N. Dawanas dan Purwanto, “Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan Ramadan dan
Syawal” dalam Darsa Sukartadiredja dan Imam Rosjidi, Proceedings Seminar Ilmu Falak.
(Jakarta: B.P. Planetarium dan Observatorium Jakarta Pemerintah DKI Jakarta, 1994), h. 73. t.d.
3
komplek. Misalnya dalam penentuan hari Idul Fitri, sering melibatkan aspek fiqih
(hukum Islam), sosial politik serta aspek ilmiah.7
Karena keterkaitannya dengan ibadah puasa , kegiatan ekonomi, sosial dan
politik dan bahkan dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan keamanan
masyarakat. Oleh karena itu para ahli hukum Islam menentukan norma-norma
yang mengatur tata cara penentuan awal Ramadan dan Syawal tersebut. Ahli
hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang berwenang
melakukannya, prosedur dan mekanismenya. Negara-negara Islam serta negara-
negara yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, termasuk
negara Republik Indonesia memedomani norma-norma hukum Islam tersebut.8
Sementara itu di Indonesia berkembang bermacam-macam aliran dalam
penentuan awal bulan Qomariyah.9 Dalam tindakan etis praktis, NU (Nahdlatul
Ulama) dan Muhammadiyah mengakui eksistensi hisab dan rukyat. Khususnya
dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan Syawal, NU mendasarkan pada
rukyat sedangkan Muhammadiyah mendasarkan pada hisab. Dengan arti, bagi NU
hisab hanya sebagai “pembantu” pelaksanaan rukyatul hilal sedangkan bagi
Muhammadiyah hisab berfungsi sebagai “penentu” awal bulan Qomariyah.
Dengan kata lain NU cenderung pada penampakan hilal dan Muhammadiyah
lebih cenderung pada eksistensi hilal.10
Pemerintah tetap berusaha agar kelompok yang berpegang pada rukyat
maupun hisab berjalan bersama-sama dan seharusnya saling menunjang. Upaya
itu tidak mudah mengingat jumlah penduduk yang besar dan wilayah negara yang
luas. Sesungguhnya sangat ideal dalam kondisi seperti itu mengharapkan seluruh
7 Purwanto dan Djoni N. Dawanas ,”Peran Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriyah” dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 102.
8 Taufiq, “Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadan dan Syawal” dalam, Selayang
Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 121.
9Taufiq, “Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadan dan Syawal” dalam, Selayang
Pandang Hisab Rukyat, h. 125
10 Susiknan Azhari, “Penggunaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia (Studi tentang
Interaksi NU dan Muhammadiyah.” (Disertasi S-3 Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2006), h. 116.
4
umat Islam di Indonesia dapat memulai dan mengakhiri puasa Ramadan,
demikian pula merayakan Idul Adha pada hari-hari yang sama.11
Untuk menjaga kesatuan dan ukhuwah Islamiyah, maka pemerintah (dalam
hal ini Departemen Agama12
) selalu berusaha untuk mempertemukan paham para
ahli hisab dan rukyat dengan masyarakat Indonesia terutama di kalangan ulama-
ulamanya dengan mengadakan musyawarah-musyawarah, konfrensi-konfrensi
untuk membicarakan hal-hal yang mungkin dianggap menimbulkan pertentangan
di dalam menentukan hari-hari besar umat Islam, terutama penentuan awal
Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha kalau dapat, disatukan. Kalau memang
ternyata tak dapat berhasil (dipersatukan), diusahakan untuk menetralisir, jangan
sampai menimbulkan pertentangan-pertentangan di masyarakat yang lebih
meluas.13
Setelah mengadakan musyawarah sebanyak dua kali guna menyikapi
perbedaan penentuan Ramadan dan Zulhijah pada 12 Oktober 1971 dan 20
Januari 1972, di dalam musyawarah terdapat desakan kepada Menteri Agama
untuk mengadakan Lembaga Hisab dan Rukyat. Pada tanggal 16 Agustus 1972
dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Agama No. 76 tahun 1972 tentang
Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.14
Susunan personalia
Badan Hisab dan Rukyat itu diperluas dengan anggota tersebar oleh Keputusan
Direktur Jenderal Bimas Islam tanggal 28 Juni 1973 no. D.J/96/P/1973, meliputi
cendikiawan dan alim ulama dari lembaga-lembaga pemerintah, perguruan tinggi
dan organisasi kemasyarakatan serta pondok-pondok pesantren dari seluruh
Indonesia.15
11
Darsa Sukartadiredja, “Perhitungan Kalender Qomariyah dan Penentuan Awal Bulan”
(Jakarta: makalah ini disampaikan dalam Seminar Ru’yah dan Hisab Menurut Tinjauan Astronomi
dan Fuqoha diselenggarakan oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia), h. 5, t.d.
12 Diubah menjadi Kementerian Agama RI pada era kepresidenan Susilo Bambang
Yudhoyono tahun 2009-20014.
13 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama, 2007), h. 73-74.
14 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, h. 74-76.
15 Abdur Rachim, “Sistem Hisab Departemen Agama” (Jakarta: makalah disampaikan
dalam Musyawarah Kerja Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Hisab Ru’yah, 1999), h. 2. t.d.
5
Dari kedua susunan personalia anggota Badan Hisab dan Rukyat (tetap dan
tersebar) yang tercantum di atas dapat dilihat berbagai unsur keanggotaan yang
terdiri dari lembaga dan instansi yang tidak hanya berasal dari ranah keagamaan
(Departemen Agama, IAIN, ahli hisab dan rukyat, tokoh-tokoh perwakilan ormas
Islam, Pengadilan Agama dan lainnya), walaupun tugas dari Badan Hisab dan
Rukyat itu sendiri berkaitan dengan masalah ibadah, yaitu pemberian advis atau
nasihat dan saran dalam hal penentuan permulaan tanggal bulan kamariah kepada
Menteri Agama.16
Selain unsur tersebut terdapat para ahli dalam berbagai bidang
tertentu yang juga turut menjadi anggota Badan Hisab dan Rukyat, antara lain
berasal dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika (sekarang Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika), Planetarium, Angkatan Laut, dan Observatorium
Bosscha Institut Teknologi Bandung. Hingga berubah nama menjadi Tim Hisab
dan Rukyat pada tahun 201317
dan sampai saat ini, berbagai unsur tersebut tetap
ada selain peniadaan unsur dari Angkatan Laut serta penambahan unsur dan
lembaga seperti Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional),
sekarang menjadi BIG (Badan Informasi Geospasial).18
Penulis sendiri ingin mengedepankan hadirnya unsur dan lembaga
astronomi di dalam perkembangan hisab dan rukyat, dilihat dari sejarah berdirinya
Badan Hisab dan Rukyat dan eksistensinya sampai saat ini. Dapat dilihat adanya
perwakilan dari Planetarium Jakarta (Drs. Santoso Nitisastro, Drs Darsa
Sukartadiredja dan Drs. H. Cecep Nurwendaya, M. Pd) , Observatorium Bosscha
Institut Teknologi Bandung (Prof. Bambang Hidayat dan Dr. Moedji Raharto),
dan LAPAN (Prof. Thomas Djamaluddin). Jika dicermati lebih dalam
bahwasanya dari semua perwakilan unsur astronomi yang ada memiliki satu
benang merah, yaitu latar belakang pendidikan yang sama, semua individu
16
Departemen Agama RI, Laporan Kegiatan Musyawarah Badan Hisab dan Ru’yah
Departemen Agama (Jakarta: Direktorat Peradilan Agama Ditjen Bimas Islam, 1974), h. 17.
17 Keputusan Menteri Agama No. 43 Tahun 2013.
18 Keputusan Menteri Agama No. 178 Tahun 2014.
6
tersebut berasal dari Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung dan
Oservatorium19
Bosscha Institut Teknologi Bandung (lembaga riset).
Perkembangan pendidikan astronomi di Indonesia sangat erat kaitannya
dengan keberadaan Observatorium Bosscha yang pembangunannya menghabiskan
waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928.20
Setelah
penyerahan Observatorium Bosscha oleh NISV (Nederlandsch-Indische
Sterrekundige Vereeniging) atau Perhimpunan Astronom Hindia Belanda kepada
Pemerintah Indonesia pada tahun 1951, pada tahun itu juga merupakan tahun yang
bersejarah karena pada tahun tersebut pendidikan astronomi secara resmi berdiri
dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Gale Bruno van Albada sebagai Guru Besar
Astronomi.21
Delapan tahun kemudian (1959) Observatorium Bosscha dikelola
oleh Institut Teknologi Bandung dan dijadikan lembaga penelitian dan pendidikan
untuk bidang astronomi di Indonesia. Saat ini Observatorium Bosscha berada di
bawah pengelolaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Bandung.22
Tahun 2004, Observatorium Bosscha dinyatakan sebagai
Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah. Oleh karena itu, keberadaan
Observatorium Bosscha dilindungi UU Nomor 2/1992 tentang Benda Cagar
Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah menetapkan Observatorium
Bosscha sebagai salah satu Objek Vital nasional yang harus diamankan.23
Dalam hal ini penulis ingin mengkaji mengenai peranan Observatorium
Bosscha yang merupakan lembaga riset yang secara konsisten berupaya
mempopulerkan Astronomi serta menjembatani antara dunia sains Astronomi
dengan masyarakat umum, di luar naungan Kementerian Agama.. Adapun alasan
19
Menurut KBBI, observatorium merupakan gedung yang dilengkapi alat-alat (teleskop,
teropong bintang, dsb) untuk keperluan pengamatan dan penelitian ilmiah tentang bintang dan
sebagainya.
20 Sejarah Observatorium Bosscha, bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha/sejarah-
observatorium-bosscha
21Mengenal Seluk Beluk Program Studi Astronomi ITB,
www.itb.ac.id/news/read/5479/home/mengenal-seluk-beluk-program-studi-astronomi-itb
22 Ridwan Hutagalung, ed., Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, (t.t.: Badan
Pelestarian Pustaka Indonesia, 2014), h. 40.
23 Tentang Bosscha,bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha
7
mengapa Observatorium Bosscha yang menjadi objek penelitian bukan Jurusan
Atronomi Institut Teknologi Bandung itu sendiri karena sebagai lembaga riset,
Observatoium Bosscha berdiri lebih dahulu dibanding Jurusan Astronomi tersebut
dan merupakan alasan terbentuknya pendidikan astronomi di Indoneisa sehingga
menjadi lambang dari astronomi Indonesia. Oleh karena itu penulis hendak
merealisasikannya dalam tulisan berbentuk skripsi, dengan judul “PERAN
OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DALAM PENGEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT DI INDONESIA”
B. Identifikasi Masalah
Berawal dari Surat Keputusan Menteri Agama No. 76 tahun 1972 tentang
Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama hingga saat ini
berubah nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat dengan tujuan sebagai wadah dari
berbagai macam unsur, lembaga, dan instansi dalam menyikapi perbedaan tentang
penetapan awal bulan kamariah.
Di antara berbagai unsur dan elemen dari anggota Tim Hisab Rukyat yang
dibentuk oleh Menteri Agama tersebut terdapat perwakilan Observatorium
Bosscha ITB yang notabene merupakan lembaga riset di bawah naungan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA
ITB).
Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung sudah sejak lama
terlibat dalam penentuan waktu-waktu ibadah tersebut terhitung dari terbentuknya
Badan Hisab dan Rukyat ditahun 1972 tersebut hingga saat ini. Di sini kita akan
melihat lebih jauh peranan dari Observatorium Bosscha tersebut di dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia sebagai lembaga riset yang bukan di
bawah naungan Kementerian Agama, tetapi memiliki andil dan sumbangsih yang
nyata di dalam praktek hisab dan rukyat di Indonesia.
Maka dari itu, dalam penelitian ini akan lebih menekankan kepada tugas
pokok dan fungsi Observatorium Bosscha, dan apa saja yang menjadi sumbangsih
Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia entah
itu berupa data-data ataupun hal lain yang berhubungan dengan itu
8
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan menjadi terarah dan terfokus maka penulis membatasi
permasalahan yang ada para peran Observatorium Bosscha dalam pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia. Hisab dan rukyat dalam hal ini berkaitan dengan
penentuan awal bulan kamariah dikarenakan sifatnya yang krusial karena di
dalamnya terdapat aspek sosial dan politik, ekonomi dan aspek ilmiah. Adapun
peran Observatorium Bosscha itu sendiri berkaitan dengan kegiatannya dalam
mendukung tugas Kementerian Agama terkait hisab dan rukyat.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah yang ada, penulis merinci dan
merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan menjadi inti dari
pembahasan pada penelitian yang akan dilakukan. Perumusan masalah yang ada
antara lain sebagai berikut:
a. Bagaimana tugas pokok dan fungsi Observatorium Bosscha dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia?
b. Apa peran Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia?
c. Bagaimana cara Observatorium Bosscha berperan dalam pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Peneliti bermaksud untuk meneliti peran dari Observatorium Bosscha yang
merupakan lembaga riset yang berada di bawah naungan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) di dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia yang merupakan tugas pokok dari
Kementerian Agama. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai terkait
rumusan masalah yang sudah ada sebelumnya yaitu:
a. Untuk mengetahui tugas pokok dan fungsi Observatorium Bosscha dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia
9
b. Untuk mengetahui andil Observatorium Bosscha dalam pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia
c. Untuk mengetahui cara Observatorium Bosscha berperan dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis khususnya, manfaat penelitian menambah wawasan dan
pengetahuan tentang peranan Observatorium Bosscha dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dan pengetahuan tentang
penentuan awal bulan Qomariyah yang dilakukan oleh pemerintah.
b. Bagi mahasiswa pada umumnya, manfaat penelitian agar mampu
menambah khazanah pengetahuan yang didapat melalui penulisan ini dan
bagi mahasiswa Fakultas Syariah yang mempelajari Ilmu Falak
khususnya, agar dapat mengetahui dan memahami peranan dari
Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan rukyat di
Indonesia.
c. Bagi masyarakat, manfaat penelitian agar menghasilkan informasi yang
berguna bahwa dalam menentukan waktu-waktu ibadah, khususnya
penentuan awal bulan kamariah, Kementerian Agama telah berkordinasi
dengan instansi dan lembaga-lembaga terkait seperti dengan
Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung.
E. Metode Penelitian
Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu. Selain itu,
penelitian berhubungan dengan usaha mencari jawaban atas suatu atau berbagai
permasalahan. Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus menerus, maka
ilmu akan terus berkembang dan membantu persepsi serta kemampuan berfikir
yang logis.24
Dalam rangka memperoleh data, maka penulis berpegang kepada pedoman
penelitian yang disebut dengan metode penelitian. Yang dimaksud dengan metode
24
Yayan Sopyan, Metode Penelitian untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, hal,
2.
10
penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara
seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan
untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis pada penyusunan
laporan.25
Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
Metode adalah pedoman cara seorang ilmuan mempelajari dan memahami
langkah-langkah yang dihadapi.26
Adapun metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan
yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah suatu pendekatan yang
didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi
di lapangan.27
Sosiologis disini menggunakan teori struktural fungsional yaitu teori
yang menyatakan bahwa setiap komponen dalam masyarakat (Observatorium
Bosscha, krena selain manusia, kelompok, tapi juga lembaga) mempunyai fungsi
dan peran.28
Hal tersebut dikaitkan dengan ketentuan hukum tertulis yang
menjelaskan tentang fungsi Observatorium Bosscha yakni Surat Keputusan
Menteri Agama No. 76 tahun 1972.
2. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desktiptif
kualitatif yang bertujuan mengetahui keadaan objek yang akan diteliti. Dilakukan
dengan metode kualitatif, karena penelitian ini tidak melakukan pemahaman
dengan cara pengukuran secara statistik, melainkan pemaparan pihak responden
yang jelas dan rinci. Bersifat deskriptif yakni penelitian yang menggambarkan
25
Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka,
1997), hal, 1.
26 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hal, 6.
27 Soerjono Soekanto, Peneitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:Raja
Grafindo, 2001), h.26
28 http:// mrlungs.wordpress.com/pendekatan-sosiologis
11
data informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh di
lapangan.29
Deskriptif adalah metode yang menggunakan pencarian fakta dengan
intrepetasi yang tepat, sedangkan analisis adalah menguraikan sesuatu dengan
cermat dan terarah.30
3. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan
mengadakan tinjauan langsung pada objek yang diteliti. Dalam hal ini data primer
diperoleh dari wawancara mendalam (indept interview) terhadap pihak
Observaterium Bosscha ITB. Penulis juga mengambil data dari dokumentasi yang
ada di Observatorium Bosscha. Kemudian menguraikan data tersebut dan
dianalisa dengan cara menghubungkan dengan masalah yang diteliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam pembahasan ini adalah literature
kepustakaan tentang permasalahan diatas, dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan, baik buku, jurnal, artikel dari surat kabar dan
media elektronik. Studi pustaka dimaksudkan dapat menjadi dasar penyusunan
penelitian, kerangka pemikiran, atau teori maupun proses penelitian hasil
lapangan.
4. Metode Pengolahan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Library Research (pengumpulan data melalui studi kepustakaan).
Yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur
yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penelitian
ini.
29
Suharsimi Ari Kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1993), cet ke-2,
hal. 309
30 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 63
12
b. Metode Field Research (penelitian lapangan), yaitu menggunakan
penelitian dengan cara langsung datang ke lokasi yang memiliki
hubungan dengan penelitian ini, yaitu Observatorium Bosscha ITB.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala acara dan
kegiatan yang terdapat di dalam objek penelitian yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
b. Interview
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak
yang bersangkutan, yaitu Observatorium Bosscha ITB.
c. Studi Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengambil informasi dari arsip-
arsip yang berasal dari Observatorium Bosscha ITB, yang kesemuanya
berhubungan erat dengan persoalan yang akan dibahas.
6. Metode Analisis
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan
ditelaah, maka langkah penulis berikutkan adalah mereduksi data, dengan jalan
merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisis data, penulis
menggunakan pendekan deskriptif analisis. Dianalisa secara kualitatif dan dicari
pemecahannnya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab
pertanyaan yang ada.
7. Teknik penulisan
Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan proposal Skripsi ini
adalah Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
F. Review Study Terdahulu
1. Hiton Bazawi (104044101398), Mahasiswa Peradilan Agama, tahun 2009.
Dengan judul ”Peran Pemerintah Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah
13
( Tinjauan Kaidah Fiqhiyyah). Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan peranan pemerintah juga tanggapan Ormas Islam dalam
menetapkan awal bulan Qomariyah yang ditinjau dari sudut kaidah
Fiqhiyyah. Sedangkan jenis data penelitian yang dilakukan lebih bersifat
kualitatif. Penelitian ini lebih melihat kepada kaedah-kaedah fiqhiyyah.
Dalam skripsi ini, penulisnya menginginkan dengan kaedah-kaedah fiqhiyyah
hendaknya umat Islam mampu bersatu dalam hal ibadah mahdhah di bawah
peran pemerintah. Perbedaan dengan penelitian yang akan saya bahas yaitu
terletak pada objek penelitian, dimana yang dijadikan objek penelitian disini
lebih spesifik kepada Observatorium Bosscha dan peranannya dalam wacana
hisab dan rukyat di Indonesia.
2. Bayu Baskoro Febianto (1206254826), Mahasiswa Program Studi Ilmu
Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, tahun
2016. Dengan judul “Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di
Lembang, Bandung: dari Penelitian Hingga Pendidikan 1920-1959”. Skripsi
ini fokus membahas tentang dinamika Observatorium Bosscha (Bosscha
sterrenwacht) dalam fungsinya sebagai tempat penelitian hingga pendidikan
astronomi di Indonesia. Skripsi ini diteliti menggunakan metode sejarah.
Perbedaan dengan penelitian yang saya bahas yaitu skripsi ini diteliti dalam
aspek sejarah tentang penelitian dan pendidikan yang dilakukan oleh
Observatorium Bosscha, adapun penelitian saya membahas tentang
keterkaitan Observatorium Bosscha serta perannya dalam perkembangan
Hisab dan Rukyat di Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, yang sistematika penyusunannya
sebagai berikut:
Bab pertama,terdiri dari pendahuluan yang menguraikan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sisitematika
penulisan.
14
Bab kedua, terdiri dari tinjauan umum hisab dan rukyat, pengertian hisab
dan rukyat, dasar hukum hisab dan rukyat, dan perkembangan hisab dan rukyat di
Indonesia.
Bab ketiga, terdiri dari profil dan uraian tentang Observatorium Bosscha
ITB, sejarah pendirian, latar belakang pendirian, fungsi dan tujuan, instrumen
yang terdapat di Observatorium Bosscha, kegiatan Observatorium Bosscha yang
berkaitan dengan pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
Bab keempat, terdiri dari analisa peran Observatorium Bosscha di dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dan sejauh mana andil sumbangsih
yang diberikan oleh Observatorium Bosscha di dalam penetapan awal bulan
kamariah di Indonesia, bagaimana hubungan astronomi murni dan astronomi
terapan atau Ilmu Falak.
Bab kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari
penulis mengenai hal-hal yang terkait dengan peran Observatorium Bosscha di
dalam pengembangan hisab dan rukyat diIndonesia.
15
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN, HISAB RUKYAT DAN
PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum Tentang Peran
Peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat.1 Istilah peran diambil dari dunia teater. Dalam
teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam
posisinya sebagai tokoh itu ia berperilaku tertentu.2
Setelah mendapatkan akhiran –an (peranan) memiliki arti yang berbeda, di
antaranya sebagai berikut:
1. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan
2. Peranan adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh individu atau suatu lembaga
3. Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu
peristiwa.
Teori peran biasa disebut juga dengan Role Theory. Peranan (role)
merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu
peranan.3 Peranan lebih menekankan kepada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai
suatu proses.4 Peran merupakan sesuatu yang diharapkan lingkungan untuk
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang karena kedudukannya akan
dapat memberi pengaruh pada lingkungan tersebut.
Menurut Komarudin, peranan adalah:
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam
manajemen
2. Pola penilaian yang diharapkan dapat menyertai suatu status
1 WJS. Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1985), h.33
2 Bruce J Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 25
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 268
4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.269
16
3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok pranata
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada
padanya
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.5
Selanjutnya, peran juga memiliki fungsi. Fungsi peran adalah sebagai
berikut:
1. Memberi arah pada proses sosialisasi
2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, norma-norma dan pengetahuan
3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat
4. Menghidupkan sistem pengendali atau kontrol sehingga dapat melestarikan
kehidupan masyarakat.6
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu
dalam masyarakat penting karena hal-hal sebagai berikut:
1. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya.
2. Peranan-peranan seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh
masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannnya. Mereka harus telah
terlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
3. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu yang tak mampu
melaksanakan peranannnya sebagaimana diharapkan masyarakat, karena
mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan kepentingan pribadinya
yang terlalu banyak.
4. Apabila semua orang sanggup dan mempu melaksanakan peranannya, belum
tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-
peluang tersebut.7
5 Komaruddin, Ensiklopedia Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 768
6 J. Dwi Narwoko , Bagong Suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana Media Group, 2006), h. 159
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 289-290
17
Berdasarkan pelaksanaannya peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Peranan yang diharapkan (excpected roles): cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan
yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak
dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Pernan jenis
ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dll.
2. Peranan yang disesuaikan (Actual Roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya
peranan itu dijalankan. Peranan ini dilaksanakan lebih luwes, dapat disesaikan
dengan situasi dan kondisi tersebut. Peranan yang disesuaikan mugkin tidak
cocok dengan situasi setempat tetapi kekurangan yang muncul dianggap
wajar oleh masyarakat.8
Sementara itu berdasarkan cara memperolehnya, peranan bisa dibedakan
menjadi:
1. Peranan bawaan (Ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara
otomatis bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, bupati
dan sebagainya, dan
2. Peranan pilihan (Achive roles), yaitun peranan yang diperoleh atas dasar
keputusan sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan sendiri untuk
memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Airlangga dan menjadi mahasiswa program studi sosiologi. 9
B. Tinjauan Umum Tentang Hisab dan Rukyat
1. Pengertian Hisab dan Rukyat
Jika kita lihat di kamus-kamus, Ilmu Hisab yang dalam bahasa Inggrisnya
disebut “Arithmatic”, adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
seluk beluk perhitungan, “Hisab” itu sendiri berarti hitung.
Ilmu Falak dan Ilmu Faraidl di kalangan umat Islam, dikenal pula dengan
sebutan ilmu hisab, sebab kegiatan yang paling menonjol pada kedua ilmu
8 J.Dwi Narwoko, Bagong Suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 160
9 J. Dwi Narwoko, Bagong Suryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 161
18
tersebut yang dipelajari dan dipergunakan oleh umat Islam dalam praktek ibadah
adalah melakukan “perhitungan-perhitungan”.
Namun di Indonesia, umumnya orang hanya mengenal bahwa Ilmu Falaklah
yang dimaksud dengan istilah Ilmu Hisab. Dalam tulisan ini pun Ilmu Hisab yang
dimaksudkan penulis adalah Ilmu Hisab sebagai Ilmu Falak yang biasa digunakan
umat Islam dalam praktek ibadah.10
Ilmu Hisab disebut Ilmu Falak dan miqat, dan menurut ilmuwan Yunani
disebut sebagai astronomi. Disebut ilmu hisab karena menggunakan metode
perhitungan. Dan disebut ilmu falak karena terkait dengan objek yang jadi sasaran
yakni falak (lingkaran langit-madar al nujumatau lintasan edar benda-benda
langit).11
Secara harfiah, hisab berarti perhitungan, dalam Al-Qur’an kata hisab
banyak digunakan untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab) dimana
Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia
dengan adil. Kata hisab muncul dalam Al-Qur’an sebanyak 37 kali yang
semuanya berarti perhitungan dan tidak ambiguitas arti.12
Hisab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti hitungan;
perhitungan; perkiraan. Menurut Maskufa dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Falak,Hisab secara istilah adalah perhitungan benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. Maka apabila hisab
ini dikhususkan penggunaannya pada hisab waktu, maka yang dimaksudkan
adalah menentukan kedudukan matahari sehingga dapat diketahui kedudukan
matahari pada bola langit di saat- saat tertentu.13
Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab
adalah matahari, bulan, dan bumi. Itupun hanya terbatas pada status posisinya saja
10
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI 2007), h. 22.
11Zubair Umar al-Jailany, “al-Khulashah al-Wafiyah”, bandingkan juga Loewis Ma’luf,
“al-Munjid” dalam Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007) h. 25.
12Tono Saksono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, (Jakarta: PT Amythas Publicita,
2007), h. 120.
13Maskufa, Ilmu Falak, (Jakarta: GP Press, 2009), h. 90.
19
sebagai akibat dari pergerakan benda-benda langit yang disebut astromekanika.
Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan yang
mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan, ilmu
tersebut adalah ilmu ukur segitiga bola (sperical trigonometry).14
Perkembangan-
perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi
atau kecermatan produk perhitungan ilmu hisab.15
Rukyat menurut bahasa berasal dari kata ra’a, yara, ra’yan, wa ru’yatan
yang bermakna melihat, mengerti, menyangka, menduga dan mengira.16
Pendapat
lain mengatakanar-rokyun yang berakar dari kata ro’a sebetulnya dapat berarti
melihat secara visual, namun dapat juga berarti melihat dengan bukan cara
visualseperti: melihat dengan: logika, pengetahuandan kognitif.17
Arti rukyat yang
paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”18
Perbedaan pendapat di antara ulama fiqih tentang pengertian rukyat hilal
mengakibatkan awal bulan tidak selalu sama, khususnya bulan ramadan, syawal,
dan zulhijah. Sebagian mengartikan rukyat hilal secara harfiah melalui
pengamatan langsung (rukyat bi aini) dan sebagian lainnnya mengartikan sebagai
hisab (rukyat bi ma’na hisab). Hal ini mengakibatkan perbedaan yang tajam di
antara kedua kelompok ulama fiqih tersebut.19
Adapun Rukyat menurut istilah adalah melihat hilal pada saat matahari
terbenam tanggal 29 bulan Qomariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak
matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak terlihat maka
malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan
digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.20
14
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, 2007, h. 22.
15Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.
16 Maskufa, Ilmu Falak, h. 149.
17 Tono Saksono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, h. 85.
18 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Sains dan Teknologi, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), h. 41.
19 Hendro Setyanto, Membaca Langit, (Jakarta: al-Ghuraba, 2008), hal. 10.
20 Maskufa, Ilmu Falak, h.149.
20
Dalam literatur fiqih, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal
sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat
hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.21
Aktivitas
rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah
ijtimak (pada waktu ini, posisi bulan berada di ufuk barat dan bulan terbenam
sesaat setelah matahari terbenam). Apabila hilal terlihat, maka pada petang
(magrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1 bulan kamariah.22
Berhasil tidaknya rukyatul hilal tergantung pada kondisi ufuk sebelah barat
tempat peninjau, tergantung kepada posisi hilal itu sendiri dan kejelian mata si
peninjau. Dari pengalaman yang sering dilakukan biasanya orang dapat menaksir
terlihat atau tidaknya hilal bulan baru tersebut. Inipun tidaklah menjadi jaminan.
Sebab demikian tipisnya bentuk hilal serta rupanya yang mirip awan yang
menjadi latar belakangnya. Hilal sangat sulit untuk bisa diobservasi oleh orang-
orang yang penglihatannya kurang tajam. Namun demikian pengamatan hilal yang
dilakukan umat Islam di Indonesia sering berhasil, sekalipun menurut astronomi
umum, hilal pada posisi seperti itu kemungkinannya kecil untuk dapat dirukyat.23
Kesimpulan dari kedua pengertian yang telah dijelaskan di atas bahwa
Hisab merupakan sebuah pengetahuan tentang perhitungan benda-benda langit
seperti bulan dan matahari serta peredaran bumi terhadap benda-benda langit guna
mengetahui dan menentukan posisi serta waktu keberadaan benda-benda langit
tersebut yang semua berkaitan dengan penentuan awal bulan kamariah,sedangkan
Rukyat merupakan metode utnuk melihat keberadaan hilal secara langsung yang
dilakukan saat matahari terbenam pada tiap tanggal 29 bulan kamariah, dimana
jika hilal terlihat pada saat itu berarti sudah memasuki bulan baru, dan jika tidak
maka hari pada bulan itu digenapkan menjadi 30 hari.
21
Abdul Aziz Dahlan ed, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994),
jilid 4, h. 117.
22 Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Pranamedia Group, 2015), h. 38-39.
23Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, 2007, h. 23.
21
Keduanya ( Hisab dan Rukyat) merupakan metode untuk menentukan awal
bulan kamariah yang pada prinsip dan pengaplikasiannya keduanya saling
melengkapi satu sama lain, hal ini dikarenakan ketika metode Hisab yang telah
dilakukan memberikan hasil berupa posisi dan waktu keberadaan benda-benda
lagit pada saat ijtimak ataupun tenggelamnya matahari, tetapi tidak menjamin
hilal yang telah diketahui posisi dan waktunya tersebut dapat terlihat atau
mustahil terlihat kecuali dengan menggunakan metode pengamatan atau melihat
langsung hilal ( Rukyat) pada saat tenggelamnya matahari di tanggal 29 bulan
kamariah.
2. Dasar Hukum Hisab dan Rukyat
Dasar hukum dari hisab dalam Al-Qur’an tertera padasurat Yunus: 5 yang
berbunyi:
ره منازل لت علمواعددالسني والساب )يو س: نىوالذى جعل الشمس ضيآءوالقمرن وراوقد(۵
Artinya: “Dia-lah Tuhan yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya gemilang dan menjangkakan perjalanannya dalam beberapa
manzilah, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perkiraan bulan
serta bilangan hari”. (Yunus: 5).
Dalam surat Ar Rahman ayat 5, Allah SWT berfirman:
(۵ )اإلسراء: الشمش والقمر بسبان والنجم والشجر يسجدان Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-
tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya”. (Ar Rahman: 5)
Terdapat pula dalam surat Al-Isra yang berbunyi:
ن م ل ض اف و غ ت ب ت ل ة ر ص ب م ار ه الن ة اي ا ء ن ل ع ج و ل ي الل ة اي ا ء ن و ح م ف ي ت اي ء ار ه الن و ل ي االل ن ل ع خ و (۲۱)اإلسراء: ل ي ص ف ت اه ن ل ص ف ء ي ش ل ك و اب س ال و ي ن االس د د اع و م ل ع ت و م ك ب ر
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami
hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu
mencari karunia dari Tuhanmu dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”.
(Al-Isra: 12)
22
ال س ن ر ب خ أ ال ق اب ه ش ن اب ن ع ل ي ق ع ن ع ث ي الل ن ث د ح ال ق ي ك ب ىب ي ا ي ن ث د ح و ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ت ع س ال ا ق م ه ن ع الل ي ض ر ر م ع ن أ ر م ع ن ب الل د ب ع ن ب و وال ر د اق ف م ك ي ل ع م غ ن إ وا ف ر ط أف ف وه م ت ي أ ا ر ذ إ او و م و ص ف ه و م ت ي أ ا ر ذ إ ل و ق ي م ل س و
()رواىالبخاري
Artinya:”Bercerita kepada kami Yahya bin Bukair, ia berkata menceritakan
kepadaku Al-Laits dari Uqail bin Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin
Umar telah memberitakan kepadaku bahwa Umar ra. Menyampaikan bahwa
Ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihat hilal maka
berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu
tertututp awan maka kira-kirakanlah ia” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Adapun dasar hukum dari rukyat dapat ditemui pada Al Qur’an surat Al
Baqarah ayat 189 yang berbunyi:
ن م ت و ي ب اال و ت أ ت ن أ ب البر س ي ل و ج ال و اس لن ل ت ي اق و م ي ى ل ق ة ل ى ال ن ع ك ن و ل أ س ي ن و ح ل ف ت م ك ل ع ل االل و ق ات ا و اب و ب أ ن م ت و ي ب ال و ت آو ي ق ات ن م ب ال ن ك ل ا و ى ر و ه ظ
( ۲۸۱)القرة: Artinya: “Mereka bertanya tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji, dan bukanlah
kebaktian memasuki rumah dari-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung (Al Baqarah: 189)
Selain dari ayat di atas terdapat pula hadits yang dijadikan sebagai dasar
hukum dari Rukyat itu sendiri, diantaranya:
ه و م ت ي أ ار ذ إ : ال ق ف ل ل ال م ل س و و ي ل ع الل ل و س ر ر ك : ذ ال ق و ن ع الل ي ض ر ة ر ي ر ى ب أ ن ع 24ي ث ل ث وادر ع ف م ك ي ل ع ي م غ أ ن إ ف ،او ر ط اف ف ه و م ت ي أ ار ذ إ ، و او م و ص ف
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah
menyebutkan tentang hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda, “Jika kalian
melihat hilal (bulan sabit), maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya
24
Al-Imam Ibn al-Husen Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-
Jami’ al-Musamma Sahih Muslim, juz II (Semarang: Toba Putera, tt), h. 124
23
kembali, maka berbukalah. Namun jika hilal terhalang mendung, maka
genapkanlah hitungan (bulan) Sya’ban hingga tiga puluh hari”.(HR. Muslim
2/124)
ال ق ف م ل س و و ي ل ع الل ل ص ب الن ل إ بر ر ع أ اء ج : ال ق باس ع ن اب ن ع ة م ر ك ع ن ع و ن أ د ه ش ت ا ال ق ،م ع ن ال ق ؟الل ل إ و ل ا آل ن أ د ه ش ات ال ق ،ان ض م ر ن ع ي ،ل ل ال ت ي أ ر
رواه ا )ر د ا غ و م و ص ي ل ف اس الن ف ن ذ أ ل ل ا ب : ي ال ، ق م ع ن ال ق ؟الل ل و س ر د م م 25(بوداودا
Artinya: “Dan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ada seorang
Baduwi datang ke tempat Nabi SAW., lalu mengatakan: sungguh aku
melihat bulan “ Ramadhan”, kemudian Nabi bertanya: Apakah engkau
percaya bahwa tiada Tuhan melainkan Allah? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi
bertanya lagi: Apakah engkau juga percaya, bahwa sesungguhnya
Muhammad utusan Allah? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi menyuruh Bilal:
“Hai Bilal, beritahukanlah kepada manusia, supaya mereka besok berpuasa”
(HR Abu Daud)26
3. Perkembangan Hisab dan Rukyat
Secara historis, rukyat lebih dulu ada dan berkembang dibandingkan dengan
hisab. Rukyat adalah satu-satunya cara dalam menentukan awal bulan Qomariyah
sejak masa sebelum Islam.27
Pada masa Rasululah SAW, beliau sendirilah yang menjadi pemimpin
agama sekaligus negara bagi semua umat Islam. Sehingga ketika ada suatu
permasalahan yang muncul, beliaulah satu-satunya tempat meminta pendapat atau
fatwa. Dan tidak ada satupun yang berani berbeda dengan fatwa yang dikeluarkan
oleh Rasul.
Dalam hal penetapan awal bulan Qomariyah, apabila ada sahabat yang
mengaku melihat hilal dan berani disumpah maka Rasul memutuskan bahwa hari
25
An-Nawawi, Raudatutthalibin, (Beirut: Dar al-fikr, tt), h. 285
26Mu’ammal, Imron AM, dan Umar Fanany, Terjemah Nailul Authar Jilid 3, (Surabaya:
Bina Ilmu h. 1248-1249
27 Maskufa, Ilmu Falak, h.155
24
itu telah masuk bulan Ramadhan atau Syawal. Dan semua sahabat
mengikutinya.28
Rasulullah SAW bersabda:
ال : ق ال ق و أ م ل س و و ي ل ع و ى الل ل ص بر الن ال : ق ال ق و ن ع و الل ي ض ر ة ر ي ر ى ب أ ن ع و ، م ك ي ل ع ب غ ن إ ف و ت ي ؤ ر ا ل و ر ط اف و و ت ي ؤ ر ال و م و ص م ل س و و ي ل ع و ى الل ل ص م اس ق ال و ب أ ي ث ل ث ان ب ع ش ة د ا ع و ل م ك أ ف
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, Nabi SAW bersabda, (atau
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa, Abu Qosim bersabda.)
“Berpuasalah” ketika kamu melihatnya (bulan sabit), dan berbukalah ketika
kamu melihatnya (bulan sabit). Jika bulan itu tertutup, maka
sempurnakanlah hitungan bulan Syaban 30 hari.”29
Berdasarkan hadits di atas maka cara untuk mengetahui pergantian bulan
adalah dengan rukyatul hilal (pengamatan terhadap hilal). Apabila hilal berhasil
yakni hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya sudah masuk bulan
baru atau tanggal satu bulan berikutnya. Akan tetapi, bila hilal tidak dapat dilihat
ini menunjukkan bahwa rukyat tidak berhasil maka malam itu dan keesokan
harinya adalah masih termasuk bulan yang berjalan yakni terhitung hari ke 30.
Atau dikenal dengan sebutan istikmal.
Sebagai implementasi dari hadits itu para sahabat berusaha melihat hilal
sesaat setelah matahari terbenam pada Jum’at malam Sabtu tanggal 29 Sya’ban
tahun ke 2 Hijriyah. Akan tetapi, rukyatnya tidak berhasil. Berita ini kemudian
disampaikan kepada Nabi SAW. Kemudian Nabi menetapkan bahwa bulan
Sya’ban tahun itu berumur 30 hari. Selanjutnya, pada hari ahad petang tanggal 29
Ramadhan tahun itu pula para sahabat berusaha untuk melihat hilal dan mereka
berhasil. Berita keberhasilan itu disampaikan kepada Nabi SAW. Nabi kemudian
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk mengakhiri puasa pada malam itu
juga. Maka, pada tahun itu Nabi SAW dan para sahabatnya berpuasa selama 29
hari.
28
Susiknan Azhari, Hisab & Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 133
29 Al-Imam Ibn al-Husen Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-
Jami’ al-Musamma Sahih Muslim, juz II (Semarang: Toba Putera, tt), h. 124
25
Nabi mensyariatkan penentuan bulan baru dengan rukyatul hilal karena cara
inilah yang dianggap paling sesuai, paling mudah dan tidak menyulitkan serta
sudah familiar bagi umat Islam pada saat itu. Sebab, sebelum Nabi datang ke
Madinah, mereka sudah terbiasa melihat fase-fase perubahan bulan.30
Ahmad Muhammad Syakir dalam risalahnya Awailu asy Syuhur al
Arabiyyah mengungkapkan alasan atas ketergantungan umat Islam pada rukyat
adalah dikarenakan mereka pada saat itu masih tidak pandai baca tulis (ummi) dan
belum mengusai ilmu hisab (perhitungan).31
Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754 M-755 M) adalah orang yang pertama
kali memperhatikan ilmu hisab. Dia memerintahkan kepada Muhammad al-Fazari
untuk menerjemahkan kitab Sindihind, sebuah kitab ilmu falak metode Hindu,
yang pada awalnya dikenalkan oleh seorang cendikiawan Hindu yang bernama
Manka. Selain itu Abu Yahya bin Bathriq juga menerjemahkan kitab ilmu falak
yang berbahasa Yunani yaitu Quadripartitum karangan Ptolomeus seorang ahli
falak Yunani yang hidup pada abad pertengahan ke dua. Demikian juga Umar
ibnu Farukhan yang menerjemahkan beberapa kitab tentang hisab dari bahasa
Persia. Pada masa Khalifah Al-Makmun (815 M-833 M) Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi berhasil membuat table gerak benda-benda langit berdasar pada
metode yang terdapat pada kitab Sindihind. Dua abad kemudian table itu
diperbaiki oleh Abu Qasim Maslamah al-Majridi.
Khalifah Al-Manshur juga memberi ruang ilmiah yang luas kepada para
astrolog-astronom waktu itu. Bahkan, dalam berbagai perjalanan yang
dilakukannya ia menurut sertakan beberapa astrolog-astronom.32
Sementara itu dikalangan Syi’i penetapan awal bulan berdasarkan
perhitungan astronomis terhadap bulan baru telah dilaksanakan pada masa
pemerintahan Fathimiyah oleh jenderal Jauhar setelah selesai mendirikan kota
30
Maskufa, Ilmu Falak, h.158-159
31Yusuf al Qardlawi, Taisirul Fiqhi (Fiqhushiyam), terj. Nabilah Lubis, Fiqh Puasa,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 48
32 Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, Khazanah Astronomi Islam Abad Pertengahan,
(Purwokerto: UM Purwekerto Press, 2016), h. 169.
26
Kairo pada tahun 359 H/969 M. Pada waktu itu carra seperti ini dianggap bid’ah
atau inovasi yang menyesatkan oleh kalangan Sunni.33
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, pemikiran tentang
hisab rukyat pun turut berkembang. Rukyat yang dahulu hanya memakai mata
telanjang, kini ada yang mengembangkannya dengan menggunakan teleskop.34
Hisab yang dahulu diabaikan dalam penentuan awal bulan Ramadhan
maupun Syawal kini ada golongan yang memakainya sebagai pedoman penentuan
awal bulan Qomariyah, dengan parameter wujudul hilal atau yang sering disebut
hisab wujudul hilal.35
Hisab dan rukyat di Indonesia sudah ada sejak zaman berkuasanya kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah mulai menggunakan penanggalan
Islam, yaitu penanggalan Hijriyah. Mereka memperguanakan sebagai penanggalan
yang resmi. Setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia maka oleh
Pemerintah Belanda penanggalan Masehi digunakan dalam kegiatan-kegiatan
Administrasi Pemerintahan dan dijadikan sebagai tanggal resmi. Akan tetapi umat
Islam tetap mempergunakan tarikh atau penanggalan Hijriyah, terutama di daerah-
daerah kerajaan Islam. Pemerintah penjajah membiarkan saja pemakaian
penanggalan itu dan pengaturannya diserahkan kepada para peguasa kerajaan-
kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada, terutama pengaturan terhadap hari-hari
yang ada hubungannya dengan peribadatan seperti tanggal 1 Ramadhan, 1
Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, secara berangsur-angsur mulailah
diadakan perubahan. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 3
Januari 1946, maka diserahkanlah tugas-tugas pengaturan hari libur, termasuk
juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah kepada
Departemen Agama. Wewenang ini tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun
33
Maskufa, Ilmu Falak, h.160-161
34 Susiknan Azhari, Hisab & Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan), h. 117
35 Syamsul Anwar & kawan-kawan, Hisab Bulan Qomariyah (Tinjauan Syar’i tentang
Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah), (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012),
h. 27
27
1946 No. 2/Um. 7 Um.9/Um, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25
tahun 1967 No. 148/1968 dan 10 tahun 1971. Pengaturan hari-hari libur termasuk
tanggal 1 Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha itu berlaku untuk seluruh Indonesia.
Namun demikian perbedaan masih belum dapat dihindari sama sekali karena
adanya dua pendapat yang mendasarkan tanggal satu bulan Qomariyah masing-
masing dengan hisab, dan dengan rukyat.36
Jika menjabarkan tentang sejarah hisab dan rukyat di Indonesia maka
tidaklah terlepas dari sejarah Badan Hisab dan Rukyat yang sekarang ini telah
berganti nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat.
Untuk menjaga persatuan dan Ukhuwah Islamiyah, maka pemerintah (dalam
hal ini Departemen Agama) selalu berusaha untuk mempertemukan paham para
ahli hisab dan rukyat dalam masyarakat Indonesia terutama di kalangan ulama-
ulamanya dengan mengadakan musyawarah-musyawarah, konfrensi-konfrensi
untuk membicarakan hal-hal yang mungkin dianggap menimbulkan pertentangan
di dalam menentukan hari-hari besar Islam, terutama penentuan awal Ramadhan,
Idul Fitri dan Idul Adha, kalau dapat, disatukan. Kalau ternyata tak dapat berhasil
diusahakan untuk menetralisir, jangan sampai menimbulkan pertentangan-
pertentangan di kalangan masyarakat lebih meluas. Musyawarah itu dilakukan
tiap tahun. Pada tanggal 12 Oktober 1971 diadakan musyawarah dimana pada
waktu itu terjadi perbedaan pendapat mengenai jatuhnya tanggal 1 Ramadhan
1391 Hijriyah. Dalam musyawarah ini dapat dinetralisir adanya perbedaan-
perbedaan dan ternyata dapat meniadakan ketegangan-ketegangan di kalangan
masyarakat. Dan yang lebih penting lagi ialah musyawarah mendesak kepada
Menteri Agama untuk mengadakan Lembaga Hisab dan Rukyat.
Musyawarah pada tahun berikutnya diadakan pada 20 Januari 1972, dalam
menghadapi 1 Dzulhijjah 1972/1391 yang juga terdapat perbedaan. Musyawarah
ini pun dapat meredakan suasana pertentangan dan selanjutnya para peserta
36
Laporan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama yang dibacakan oleh Drs. Jabir
Mansur, Sekretaris Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama. Dalam Laporan Kegiatan
Musyawarah Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI dan Musyawarah antar Negara
MABIMS di Jakarta tahun 1974, oleh Direktorat Peradilan Agama, Ditjen Bimas Islam
Departemen Agama RI
28
mengulangi desakannya supaya direalisasikan dengan cepat adanya Lembaga
Hisab dan Rukyat. Musyawarah yang diikuti oleh, ormas-ormas Islam, Pusroh
ABRI, Lembaga Meteorologi dan Geofisika, Planetarium, I.A.I.N, dan dari
Departemen Agama.
Untuk merealisasi terbentuknya Lembaga Hisab dan Rukyat Departemen
Agama tersebut maka ditunjuklah tim perumus yang terdiri dari 5 orang yaitu:
a. A. Wasit Aulawi, MA, dari Departemen Agama
b. H. ZA. Noeh, dari Departemen Agama
c. H. Sa’adoeddin Djambek, dari Departemen Agama
d. Drs. Susanto, dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika
e. Drs. Santoso, dari Planetarium
Urusan selanjutnya ditangani oleh Direktorat Peradilan Agama. Pada
tanggal 2 April 1972, oleh Direktur Peradilan Agama disampaikan kepada Bapak
Menteri Agama daftar-daftar nama-nama Anggota baik anggota tetap maupun
yang anggota tersebar. Dan pada tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkanlah SK
Menteri Agama No. 76 tahun 1972 tentang pembentukan Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama.37
Pada tanggal 23 September 1972, para anggota tetap Badan Hisab dan
Rukyat Kementerian Agama dilantik oleh Menteri Agama. Dalam pidato
pengarahannya beliau mengatakan bahwa:
Badan Hisab dan Rukyat ini diadakan dengan alasan bahwa:
a. Masalah Hisab dan Rukyat awal tiap bulan Qomariyah merupakan masalah
penting yang menentukan hari-hari besar umat Islam;
b. Hari-hari besar itu erat sekali hubungannya dengan peribadatan umat Islam,
hari libur, hari kerja, lalu-lintas keuangan dan kegiatan ekonomi di negeri kita
ini. Juga erat hubungannya dengan pergaulan hidup kita, baik antar umat
Islam sendiri, maupun antara umat Islam dengan saudara-saudara sebangsa
dan setanah air.
37
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, h. 73-75.
29
c. Persatuan umat Islam dalam melaksanakan peribadatan perlu diusahakan,
karena ternyata perbedaan pendapat yang menimbulkan pertentangan itu
melumpuhkan umat Islam dalam partisipasinya untuk membangun bangsa
dan negara.38
a. Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Penentuan awal Ramadhan dan Syawal mendapat perhatian khusus dari
kalangan masyarakat Islam, sejak masa Rasulullah SAW hingga kini, karena
keterkaitannya dengan ibadah puasa, kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Bahkan
ia dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan keamanan masyarakat. Oleh
karena itu ahli hukum Islam menentukan norma-norma yang mengatur tata cara
penentuan awal Ramadhan dan Syawal tersebut serta menentukan lembaga-
lembaga mana yang berwenang melakukakannya, prosedur dan mekanismenya.
Negara-negara Islam serta negara yang sebagian besar penduduknya menganut
agama Islam, termasuk Indonesia memedomani norma-norma hukum Islam
tersebut.
Sementara itu Al Qur’an memberikan peran serta isyarat bahwa peredaran
bulan, bintang, dan matahari dapat dijadikan pedoman untuk menentukan awal
bulan Qomariyah. Kemudian para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam
menerapkan serta menjabarkan pesan-pesan Al Qur’an dan hadits tersebut.
Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk menentukan awal Ramadhan dan
Syawal itu cukup hanya dengan hisab, seiring dengan kemujuan sains dan
teknologi dikalangan masyarakat Islam pada masanya. Sedang yang lain
berpendapat bahwa untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal berdasarkan
rukyat yang didukung hisab dan hisab yang didukung rukyat.
Situasi tersebut di atas terdapat di dalam masyarakat Islam Indonesia. Oleh
karena itu Departemen Agama sejak berdirinya, mengatur prosedur serta
mekanisme penentuan awal bulan Ramadhan serta Syawal dan bulan-bulan
Qomariyah lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketentraman, keamanan
38
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab
Rukyat, h. 77-78
30
dan ketertiban masyarakta dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.39
Dalam masyarakat Indonesia terdapat dua golongan besar menganut sistem
yang berbeda dalam menentukan masuknya tanggal satu bulan Qomariyah, yaitu
yang satu dengan caraRukyah dan yang satu dengan cara hisab. Terutama dengan
tujuan mencegah timbulnya kegelisahan dikalangan masyarakat, Menteri Agama
dalam menentukan tanggal 1 Ramadhan dan Syawal senantiasa
mempertimbangkan pendapat kedua golongan tersebut.40
Dalam rangka memberikan jalan tengah(problem solving) dalam
permasalahan awal bulan Qamariyah di Indonesia, yang sampai sekarang ini
masih terjadi perdebatan antar ormas Islam yang belum diketahui kapan
berakhirnya, pemerintah memberikan sebuah tawaran metode penetapan awal
bulan yang disebut dengan Imkân Al-Rukyah. Secara harfiah, Imkân Al-Rukyah
berarti kemungkinan hilâl terlihat. Sedangkan dalam bahasa Inggris
biasanyadiistilahkan dengan visibilitas hilal.Selain memperhitungkan wujudnya
hilal di atasufuk, pelaku hisab juga memperhitungkan faktor-faktorlain yang
memungkinkan terlihatnya hilal.
Faktor yang menentukan terlihatnya hilal bukan hanya keberadaanya di atas
ufuk, melainkan ketinggian dan posisinya yang cukup jauh dari arah matahari.
Kriteria itu didasarkan pada hasil rukyat jangka panjang yang dihitung secara
hisab, sehingga dua pendapat hisab dan rukyat dapat terakomodasi. Kriteria itu
digunakan untuk menghindari rukyat yang meragukan dan digunakan untuk
penentuan awal bulan berdasarkan hisab. Dengan demikian diharapkan hasil hisab
dan rukyat akan selalu seragam.41
39
Taufik, Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal – Selayang pandang
Hisab dan Rukyat, (Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 121-122
40Sa’adoeddin Djambek dalam papernya yang berjudul “Penetapan Tanggal Satu Bulan
Qomariyah di Indinesia”, disampaikan pada Musyawaran Badan Hisab dan Rukyat Departemen
Agama RI, (Jakarta, 1 juli 1974)
41Thomas Djamaludin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional: 2001), h. 11
31
Kriteria Imkân al-Rukyah, merupakan kriteria dalam penentuan awal bulan
Qomariyah, yang posisinya menjembatani antara kriteria Rukyah al-Hilâl dan
kriteria Wujud al-Hilâl. Kriteria ini banyak dipergunakan oleh pemerintah-
pemerintah di ASEAN dalam menentukan awal bulan Qomariyah. Kemudian
muncul dalam penanggalan hijriyah standard empat negara ASEAN, kriteria ini
ditetapkan berdasarkan musyawarah Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Menurut musyawarah tersebut, awal bulan terjadi jika: Pertama, Pada saat
matahari terbenam, ketinggian (altitude) hilal di atas cakrawala minimum 2°, dan
sudut elongasi (jarak lengkung) hilal dan Matahari minimum 3°. Ketinggian 2° ini
merupakan kriteria yang dibuat berdasarkan pengalamanan rukyatul hilal di
Indonesia selama puluhan tahun, walau pun secara internasional sangat diragukan
posisi 2° hilal bisa dilihat karena masih terlalu rendah. Kedua, Pada saat matahari
terbenam, usia hilal lebih 8 jam dihitung sejak ijtimak, sehingga cahaya hilal telah
mencapai standar hilal kemungkinan bisa dilihat.42
Sebelum diadakanya sidang itsbât awal bulan Qamariyah, terlebih dahulu
pemerintah melakukan kegiatan rukyah al-hilâl (pengamatan bulan). Adapun
secara teknis, pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan oleh Kementerian Agama
daerah yang dijadikan tempat untuk pelaksanaan rukyat al-hilâl. Secara garis
besar, di antara beberapa persiapan yang dilakukan oleh Kementerian Agama
daerah sebagaimana di bawah ini: (1) Kementerian Agama pusat,
menginstruksikan kepada Kementerian Agama kabupaten (untuk daerah yang
akan dijadikan tempat pelaksanaan rukyat) untuk berkoordinasi antara Badan
Hisab Dan Rukyat dan Pengadilan Agama setempat tentang persiapan kegiatan
rukyat awal bulan hijriyah. (Biasanya untuk awal bulan Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah); (2) Kepala Kantor Kementerian Agama daerah setempat selaku
koordinator acara kegiatan rukyat berkirim surat kepada Ketua Pengadilan Agama
setempat agar menunjuk seorang Hakim dan Panitera sidang untuk melakukan
sidang isbat kesaksian rukyat bila hilal berhasil dirukyat oleh orang perukyat. (3)
42
Thomas Djamaludin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, h. 11
32
Setelah itu, Kepala Kantor Kementerian Agama daerah tersebut mengirimkan
surat kepada beberapa ormas Islam dan para perukyat agar hadir pada acara rukyat
yang telah ditetapkan. (4) Pada hari pelaksanaan rukyat, dilaksanakan pada jam
yang telah disepakati. Bila hilal berhasil dirukyat oleh perukyat, perukyat melapor
kepada Koordinator/Kepala Kantor Kementrian Agama setempat. Kemudian,
Kementrian Agama memohon kepada Hakim Pengadilan Agama agar segera
diadakan persidangan untuk memeriksa dan menetapkan kesaksian hilal. (5) Hasil
rukyat, baik hilal yang berhasil dilihat, maupun tidak, dilaporkan kepada
Kementerian Agama RI/BHR Pusat sebagai bahan pertimbangan Menteri Agama
RI dalam menetapkan awal Bulan yang bersangkutan.43
Setelah hasil dilaporkan kepada Kementerian Agama RI (pusat) dari
beberapa lokasi-lokasi pelaksanaan rukyat di seluruh Indonesia. Maka setelah itu,
Kementerian Agama mengadakan sidang itsbât. Hadir dalam sidang tersebut
beberapa perwakilan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah,
Persis dan lain sebagainya. Begitu juga dari tim Badan Hisab dan Rukyat (BHR)
di antaranya, Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal sekarang menjadi BIG atau Badan
Informasi Geospasial) dan perorangan yang ahli.
Sebelum rapat sidang penetapan awal bulan terlebih dahulu dilakukan
pemaparan tentang prakiraan cuaca dan hal ihwal tentang hilal oleh tim ahli
seperti dari Planetarium, Observatorium Bosscha ITB, BMKG, dan LAPAN.
Pemaparan ini dilakukan sebelum waktu slata maghrib tiba. Adapun setelah salat
maghrib tiba, sidang secara resmi dibuka oleh Menteri Agama dengan terlebih
dahulu mendengarkan laporan hasil hisab dan rukyat. Menteri Agama
mempersilahkan kepada para peserta untuk memberi masukan mengenai hasil
hisab dan rukyat tersebut. Setelah dianggap cukup, Menteri Agama menawarkan
hasil tersebut untuk dimintakan kesepakatan kepada peserta sidang. Hasil suara
mayoritas dari peserta sidang kemudian diambil sebagai pertimbangan. Menteri
43
Ahmad Sanusi, Tata Laksana Kegiatan Rukyat Hilal Awal Bulan Hijriyah Di
Pob Palabuhanratu, http://www.pa-cibadak.go.id/artikel
33
Agama selanjutnya menetapkan dengan pertimbangan suara mayoritas tersebut.
Sehingga menjadi sebuah ketetapan hasil dari sidang istbat pemerintah dalam
penetapan awal bulan Kamariah.
35
35
BAB III
PROFIL OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG DAN KEGITANNYA YANG BERKAITAN DENGAN
PERKEMBANGAN HISAB DAN RUKYAT DI INDONESIA
A. Profil Observatorium Bosscha
1. Latar Belakang Pendirian Observatorium Bosscha
Astronom-astronom Leiden dapat mengadakan ekspedisi pengamatan
dengan dibiayai oleh Kementerian Dalam Negeri Belanda. Astronom Utrecht,
J.A.C. Oudemans, berlayar ke Hindia untuk pemetaan wilayah dan penentuan
koordinat astronomi wilayah Hindia. Hasil-hasil pengamatan dan penelitian di
tempat yang jauh hingga ke negeri koloni, selain menguntungkan pihak Belanda
untuk pemetaan wilayah dan penempatan lokasi penanaman komoditas, juga
mengungkapkan kekayaan pengamatan langit yang belum banyak ditemukan,
khususnya di wilayah belahan Langit Selatan.
Melihat potensi kekayaan observasi di wilayah Langit Selatan, pada akhir
abad ke-19, astronom-astronom di negara-negara Eropa dan Amerika mulai
mengalihkan minatnya ke fasilitas observatorium di wilayah belahan Langit
Selatan. Ketertarikan tersebut didorong oleh dua faktor.
Pertama, hasil-hasil observasi kala itu mulai menyadari dan menerima
dengan luasnya struktur bintang dan galaksi. Untuk mengukur ukuran alam
semesta yang teramati, seluruh area bintang yang dapat teramati di wilayah Langit
Utara harus ditunjang dengan pengukuran yang dilakukan di wilayah Langit
Selatan. Pada akhirnya perebutan observatorium-observatorium di wilayah selatan
pun terjadi, mengikuti kegiatan-kegiatan imperialis sebelumnya. Prancis
mendanai sebuah observatorium di Madagaskar, para staf Jerman terkait dengan
lembaga astronomi di Samoa dan Argentina. Donor swasta pegiat astronomi di
Amerika Serikat menguasai Amerika Selatan. Belanda satu-satunya diantara
negara-negara kolonial yang tidak memiliki observatorium dan pengamatan di
36
wilayah Langit Selatan,1 khususnya di negara-negara koloni, untuk menunjang
kegiatan penelitian di negeri Belanda.
Kedua, kebangkitan ilmu astronomi dan astrofisika secara teoritikal
menciptakan pembagian kerja; para peneliti dan pengamat. Peneliti yang berkutat
dengan hal-hal yang bersifat teoritis membutuhkan data yang lebih dari yang bisa
mereka dapatkan di observatorium masing-masing, terutama dengan bantuan
beberapa data yang bisa didapatkan oleh pengamat di wilayah yang tidak dapat
dijangkau pengamatan di negara masing-masing, khususnya data-data di wilayah
Langit Selatan.
Ide pembangunan observatorium di Hindia Belanda dikemukakan oleh
insinyur-astronom kelahiran Madiun, Joan George Erardus Gijsbertus Voute. Pada
tahun 1919, Voute diterima bekerja oleh Willem van Bemmelen, Kepala Direktur
Koninklijk Meteorologische en Magnetische Observatorium(KMMO) di
Weltevreden, Batavia, untuk melakukan pengamatan dengan teleskop yang
dimiliki oleh institut tersebut. Pada awal tahun 1920, Voute mulai berpikir untuk
mendirikan sebuah observatorium yang terpisah dari KMMO. Voute merasa
pengamatan di observatorium di Weltervreden ini kurang baik dan meminta saran
kepada Kepala Observatorium Leiden, H.G. van Sande Bakhuyzen dan Willem de
Sitter, untuk mendirikan observatorium sendiri di Hindia Belanda yang dalam
banyangannya terikat dengan Observatorium Leiden Belanda. Pembangunan
sebuah observatorium baru di wilayah koloni Belanda di selatan akan mengangkat
kebanggaan negara (Belanda), sebab negara-negara lain telah memiliki atau
mempunyai jaringan dengan observatorium-observatorium di wiliayah selatan.
Selama bekerja di Hindia Belanda, Voute mulai menjalin pertemanan
dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, pengusaha teh Priangan yang dermawan
dan tertarik dengan pengembangan ilmu pengetahuan di negeri koloni Hindia
Belanda. Pertemanan yang disertai kesamaan dan ketertarikan dengan astronomi
1 Lewis Pyenson, “Empire of Reason: Exact Sciences in Indonesia” dalam Bayu Baskoro
Febianto, Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di Lembang, Bandung: dari Penelitian
Hingga Pendidikan 1920-1959, (Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia, 2016) h. 16.
37
semakin mendukung cita-citanya untuk mendirikan sebuah observatorium baru di
Hindia Belanda bersama dengan temannya tersebut.2Hal tersebutlah yang menjadi
latar belakang berdirinya Observatorium Bosscha.
2. Sejarah Pendirian Observatorium Bosscha
Ketika negara-negara di Eropa masih menangkap para pemikir dan ilmuan
yang bertentangan dengan ajaran gereja, Belanda justru menampung ilmuan
seperti Galileo Galilei yang di negara asalnya Italia dihujat karena pandanganya
tentang teori heliosentris untuk mengajar di Leiden. Selain Galileo Belanda
menjadi tempat tingga filsuf besar seperti Renee Descartes dan Spinoza di abad
yang sama.3 Selain itu penguasaan astronomi dalam bidang navigasi pelayaran
juga digunakan Belanda untuk dapat ekspansi ke wilayah-wilayah yang belum
banyak terjamah di belahan dunia untuk pencarian sumber daya alam, demi
menopang perekonomian negeri kecil tersebut.
Barulah pada tahun 1920 terbentuk sebuah perkumpulan bernama
Nederlandsch Indische Sterrenkundige Vereenigning (NISV) atau Perhimpunan
Astronomi Hindia Belanda. NISV menghimpun semua ilmuan, akademisi, dan
pegiat astronomi di Hindia Belanda. NISV kemudian menjadi dewan kurator yang
mengelola observatorium baru di Hindia Belanda, serta jadi penyalur donasi dan
sumbangan untuk pembangunan dan pengoperasian observatorium yang
kemudian dinamakan sebagai Observatorium Bosscha.
NISV diinisiasi oleh K.AR. Bosscha dan rapat perdananya dilakukan di
Hotel Homman pada tanggal 12 September 1920. Hasil rapat pertama
memutuskan sebuah rencana besar, yaitu merealisasikan gagasan pembangunan
observatorium baru yang terbesar di Hindia Belanda.4 Komite dari NISV
kemudian mengajukan statuta organisasi yang kemudian disetujui oleh Peraturan
Pemerintah No.5 tertanggal 17 November 1920. Tujuan dari NISV sendiri
2 Lewis Pyenson, “Empire of Reason: Exact Sciences in Indonesia” dalam Bayu Baskoro
Febianto, Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di Lembang, Bandung: dari Penelitian
Hingga Pendidikan 1920-1959, h. 19
3 Carl Sagan, Kosmos, (Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 174. t.t.
4 Ridwan Hutagalung (editor), Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, (Penerbit
BPPI, 2014), hal, 37
38
sebagaimana tertulis pada Artikel 3 dalam statutanya, adalah untuk membangun
dan memelihara observatorium di Hindia Belanda dan mempromosikan Ilmu
Pengetahuan astronomi di Hindia Belanda. Untuk memenuhi kebutuhannya
tersebut, NISV juga menjadi wadah untuk mempersiapkan dan menampung dana-
dana yang masuk dari para donatur untuk pembangunan observatorium tersebut.5
Pembangunan observatorium di Lembang pun mulai dikerjakan. Bangunan
teropong dengan bentuk atap berbentuk kubah putih dibangun sejak tahun 1922.
Perancangnya adalah arsitek kenamaan Prof. C.P. Wolf Schoemaker dan fondasi
bangunannya dibangun oleh kontraktor De Hollandsch Beton-Maatschappij di
bawah pengawasan Biro Bangunan Staaatspoor (SS). Bangunan kubah putih ini
kelak akan menjadi tempat dipasangnya teleskop double refrector berukuran besar
yang diberikan oleh Bosscha.
Setelah sebagian bangunan observatorium sudah rampung, observatorium
kemudian dibuka oleh Gubernur Jenderal D. Fock pada kunjungan resminya
tanggal 1 Juni 1923. Gubernur Jenderal mengadakan kunjungan resmi bersama
sekretaris, ajudan, residen, komandan angkatan darat, walikota dan beberapa
profesor Technische HoogeschoolBandoeng serta pegiat astronomi amatir.
Rombongan Gubernur Jenderal diterima oleh K.A.R. Bosscha, Prof. J. Klopp
selaku sekretaris NISV, serta Dr. Ir. J. Voute yang ditunjuk sebagai direktur
observatorium. Sejak saat itu observatorium baru ini bisa beroperasi untuk
mengadakan pengamatan langit, meskipun baru beberapa teleskop saja yang
sudah terpasang dan teleskop besar double refrektor belum dapat dipasang.
Pada tanggal 7 Juni 1928 K.A.R. Bosscha menyerahkan teleskop besar
double refractor kepada NISV, disaksikan pula oleh Gubernur Jenderal Jhr. Mr.
A.C.D. de Graeff. Gubernur Jenderal de Graeff juga mengumumkan bahwa
K.A.R. Bosscha diangkat sebagai Commandeur Orde van Oranje Nassau atas
sumbangsih dan kedermawanannya di bidang agrikultur, industri, dan ilmu
5 J. Voute, „Bosscha Sterrenwacht: Introduction‟, Annalen van der Bosscha Sterrenwacht te
Lembang (Java) Volume 1, Juni 1933, hal. 7
39
pengetahuan.6 Tetapi beberapa bulan setelah teleskop double refractor dipasang di
observatorium, K.A.R. Bosscha meninggal dunia karena penyakit tetanus yang
dideritanya setelah jatuh dari kuda.
Setelah peristiwa pengakuan kemerdekaan Belanda kepada Indonesia di
akhir tahun 1949, seluruh aset milik Belanda dialihkan kepada Pemerintah
Indonesia, tidak terkecuali Observatorium Bosscha. Observatorium Bosscha
kemudian diserahkan dari NISV kepada Pemerintah Indonesia. Penyerahan
tersebut dilakukan pada 18 Oktober 1951 dengan diwakili oleh Prof. Ir. H.
Vlugter selaku Ketua NISV dan Mr. Wongsonegoro, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, sebagai perwakilan dari Pemerintah Indonesia.7
Upacara penyerahan dihadiri oleh Prof. Mr. Dr. Supomo selaku Rektor
Universitas Indonesia yang dimana pasca penyerahan kedaulatan 1949,
Universiteit van Indonesie yang sebelumnya adalah universitas milik Belanda
kemudian diambil alih oleh Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia pada 2
Februari 1950 dan diganti namanya menjadi Universiteit Indonesia. Universiteit
Indonesia dalam perkembangannya kemudian dikenal sebagai Universitas
Indonesia.8
Pada tahun 1959, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959,
ditetapkan bahwa Universitas Indonesia di Bandung menjadi Institut Teknologi
Bandung. Pasal 3 Peraturan Pemerintah itu menetapkan bahwa Institut Teknologi
Bandung merupakan gabungan dari Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan
Ilmu Alam Universitas Indonesia di Bandung yang dipisahkan dari Universitas
Indonesia, serta terdiri dari Departemen Ilmu Teknik, Departemen Ilmu Pasti dan
Alam, dan Departemen Ilmu Kimia dan Ilmu Hayat.9 Bagian Astronomi termasuk
ke dalam Departemen Ilmu Pasti dan Alam ITB bersama dengan Bagian
6 “Een Verdiende Onderscheiding”, Nieuwe Rotterdamsche Courant, 11 Juni 1928, dalam
Bayu Baskoro Febianto, Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht) di Lembang, Bandung:
dari Penelitian Hingga Pendidikan 1920-1959, (Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2016) h. 16.
7 „Overdracht van Sterrenwacht‟ Aid de Preangerbode, Rabu 17 Oktober 1951
8 S. Somadikarta, Tri Wahyuning, M. Irsyam dan Boen S. Oemarjati, Tahun Emas
Universitas Indonesia: Jilid 1 dari Balai Universitas, Penerbit Universitas Indonesia, 2000, hal. 52
9Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959 tentang Pendirian Institut Teknologi Bandung
40
Matematika, Bagian Fisika, Bagian Fisika Teknik, dan Bagian Fisika
Meteorologi/ Geofisika. Observatorium Bosscha menjadi pusat kegiatan, baik
kegiatan belajar – mengajar dan administrasi, Bagian Astronomi yang kemudian
bertransformasi menjadi Departemen Astronomi ITB.10
Dari penjelasan tersebut, dapat di garisbawahi salah satu fungsi
Observatorium Bosscha yaitu adalah sebagai sarana penunjang atau pusat
kegiatan belajar mengajar dari Departemen Astronomi ITB dan departemen
lainnya yang berhubungan dengan itu, sebelum akhirnya Observatorium Bosscha
berperan dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
3. Tugas Pokok dan Fungsi Observatorium Bosscha
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 155 Tahun 2000 Tentang
Penetapan Institut Teknologi Bandung Sebagai Badan Hukum Milik Negara, pada
ayat 6 pasal 44 Bab X menempatkan Observatorium Bosscha sebagai Perangkat
Penunjang Akademik Institut Teknologi Bandung. Pada ayat 1, 2, dan 3 pasal 44
tersebut dijelaskan apa itu Perangkat Penunjang Akademik dan Satuan Akademik.
Adapun Perangkat Penunjang Akademik merupakan bagian dari Satuan
Akademik yang dimiliki oleh Institut Teknologi Bandung. Satuan Akademik
adalah satu-satunya lembaga dalam institut yang menyelenggarakan kegiatan
akademik yang terdiri dari kegaitan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, Satuan akademik merupakan wahana yang menciptakan
peluang bagi setiap insan untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang
berbudaya dan cerdas, mengembangkan pengetahuan baru, dan inovasi yang
bernilai tinggi.11
Observatorium Bosscha menjadi sarana penunjang pendidikan bagi
mahasiswa Departemen Astronomi dan Departemen lainnya di Institut Teknologi
Bandung untuk memperkenalkan suatu model profesi astronom dan institusi
astronomi. Selain itu Observatorium Bosscha juga menjadi sarana pengajaran
10
S. Somadikarta, Tri Wahyuning, M. Irsyam dan Boen S. Oemarjati, Tahun Emas
Universitas Indonesia: Jilid 1 dari Balai Universitas, Penerbit Universitas Indonesia, 2000, hal.
104
11 Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi
Bandung Sebagai Badan Hukum Milik Negara.
41
Astronomi dan ilmu yang berhubungan dengannya, bagi mahasiswa dan dengan
beberapa lembaga pendidikan lainnya di luar ITB. Lingkup kegiatan kerjasama
lintas institusi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan merupakan peran serta
Observatorium Bosscha untuk menumbuh kembangkan institusi dan masyarakat
ilmiah di Indonesia.
Observatorium Bosscha yang juga sebagai pusat penelitian dan
pengembangan keilmuan Astronomi di Indonesia sangat beralasan mengingat
adanya fasilitas penunjang atau instrumen berupa teleskop optik, kepustakaan dan
informasi perkembangan Astronomi dan space science dari berbagai
observatorium di dunia. Hadirnya staff yang berdedikasi menghidupi kegiatan
penelitian Astronomi di Observatorium Bosscha dapat berkesinambungan.
Keberadaan Observatorium Bosscha dengan kinerja, upaya berkesinambungan
dan aktif secara historis yang panjang juga merupakan bagian dari kemudahan
dalam mengakses informasi yang mutakhir dan kemudahan pergaulan dalam
dunia Internasional seperti keanggotaan dalam IAU (International Astronomical
Union).
Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, Observatorium Bosscha
membuka kunjungan terbatas. Dikarenakan banyaknya permintaan kunjungan dari
masyarakat dan padatnya kegiatan yang dilakukan di Observatorium Bosscha.
Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat, kegiatan kunjungan biasa untuk
melayani pengunjung awam dan Bosscha menyediakan penerangan mengenai
ilmu astronomi secara global yang penjelasannya dibantu dengan slide show dan
alat-alat peraga agar mudah ditangkap. Dengan begitu, pengunjung bisa mendapat
gambaran mengenai gugusan bintang, rasi bintang, tata surya, hingga galaksi di
jagat raya dan pergerakan-pergerakan annggota tata surya serta bintang-bintang
secara sederhana dan pengunjung diajak mengenal astronomi secara langsung
dengan menggunakan teropong. Selain kegiatan kunjungan biasa, terdapat pula
Malam Umum. Undangan tamu-tamu penting, Kolokium yang diselenggarakan
untuk mengkomunikasikan dan menghimpun hasil penelitian. Hasil dari
pertemuan tersebut melengkapi koleksi perpustakaan, seperti halnya skripsi hasil
penelitian dari mahasiswa selain astronomi yang melaksanakan penelitian di
42
Observatorium Bosscha. Selain itu terdapat pelatihan astronomi yang diantaranya
pelatihan Hisab Rukyat yang diselenggarakan bersama Kementerian Agama,
Persiapan Olimpiade Astronomi Nasional dan Internasional untuk siswa SMP dan
SMA bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan. Referensi dan bahan pustaka
sangat menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut. Terdapat pula kegiatan
Astrocamp yang dilaksanakan pada saat liburan membangkitkan minat siswa
untuk mencari informasi lebih jauh tentang astronomi.12
Selanjutnya dapat disimpukan bahwa fungsi Observatorium Bosscha
diantaranya adalah perangkat penunjang akademik Institut Teknologi Bandung,
sebagai pusat penelitian dan pengembangan keilmuan astronomi di Indonesia,
sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam bidang astronomi (melalui
bprogram berupa kegiatan-kegiatan) dengan melakukan kerjasama dengan
beberapa instansi.
4. Instrumen Yang Ada di Observatorium Bosscha
Observatorium Bosscha memiliki instrumen berupa teleskop. Beberapa
teleskop digunakan untuk mendukung kegiatan riset dan pendidikan astronomi.
Tidak hanya teleskop optik namun Observatorium Bosscha juga mengembangkan
teleskop radio. Instrumen – instrumen ini dikelompokkan menjadi instrumen yang
masih aktif beroperasi dan instrumen yang saat ini dalam proses perbaikan (non
aktif).13
Teleskop-teleskop yang dimiliki Observatorium Bosscha ada yang dipasang
permanen untuk berbagai tujuan penelitian, seperti Teleskop Zeiss, Bosscha
Robotic Telescope Experiment 2 (BRTX2), Bosscha Robotic Telescope (BRT),
Teleskop GAO-ITB-RTS, Teleskop Surya, Teleskop Radio 2.3 m, Teleskop
Radio 6 m (HIDROGEN), telesko-teleskop tersebut masih aktif dan dapat
digunakan sampai saat ini. Selain beberapa teleskop yang aktif, terdapat juga
beberapa teleskop yang dalam kondisi rusak atau dalam perbaikan (non aktif).
12
Siti Larissa Sarasvati Effendi, “Potensi Pengembangan Eko-Edu Wisata di Kawasan
Observatorium Bosscha” (Tugas Akhir Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, 2012) h. 51-52.
13 bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen.
43
Khusus untuk teleskop Bamberg, teleskop ini masih bisa digunakan untuk
keperluan edukasi seperti astrofotografi planet serta pengamatan malam pada
kunjungan publik di Malam Umum.14
Teleskop-teleskop tersebut antara lain,
Teleskop Schmidt Bima Sakti, Teleskop Bamberg, Teleskop Goto 45 cm dan
Teleskop Radio Jove.
Ada pula teleskop portable, yaitu Teleskop Hilal dan Teleskop TPOAyang
digunakan dalam berbagai kegiatan pengamatan, antara lain adalah pengamatan
hilal, pelatihan mahasiswa (laboratorium astronomi), pelatihan olimpiade, dan
lainnya. Teleskop hilal sendiri yaitu teleskop kecil yang biasa digunakan untuk
pengiriman tim pengamat ke beberapa daerah di Indonesia untuk mengamati hilal
1 Ramadhan dan 1 Syawal setiap tahunnya. Teleskop tersebut adalah refraktor
William Optics dengan diameter 6 cm dilengkapi dengan mounting Vixen Sphinx
dan sebuah detektor sederhana berupa kamera dijita Canon Powershot. Dilengkapi
dengan TV Tuner ke sebuah laptop atau desktop, maka sistem ini siap
mengirimkan data berupa video tayang-langsung.Terdapat 6 teleskop seperti ini di
Observatorium Bosscha dan siap membantu pemerintah untuk melakukan
pengamatan hilal pada tanggal-tanggal penting keagamaan tersebut.15
Jadi, fungsi Observatorium Bosscha selain yang telah disebutkan dalam
penjelasan sebelumnya, inventaris-inventarisnya menjadi penunjang untuk
melakukan riset dalam bidang astronomi yang memang hanya ada di
Observatorium Bosscha. Sebab itulah Observatorium Bosscha menjadi pusat
kegiatan astronomi di Indonesia.
B. Kegiatan Observatorium Bosscha Berkaitan Dengan Pengembangan Hisab
Rukyat di Indonesia
Kegiatan yang dilakukan oleh Observatorium Bosscha berkaitan dengan
pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu: Pertama kegiatan yang diselenggarakan oleh Observatorium Bosscha yang
bertempat di Observatorium Bosschaatau tempat lain. Kedua, kegiatan individu
14
bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/non-aktif.
15bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/aktif/teleskop-portable.
44
(staf astronomi atau Kepala Observatorium Bosscha dan alumni jurusan astronomi
FMIPA ITB) sebagai peserta atau pemateri dalam undangan pertemuan, pelatihan,
pendidikan, seminar, temu kerja, dan evaluasi mewakili Observatoium Bosscha
dalam pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia. Ketiga, yaitu berperan aktif
dalam membuat tulisan, artikel, makalah, dan skripsi yang dilakukan oleh
mahasiswa astronomi ITB, staf maupun Kepala Observatorium Bosscha berkaitan
dengan pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Observatorium Bosscha yang
bertempat di Observatorium Bosscha itu sendiri berkaitan dengan pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia, antara lain:
1. Pengamatan yang dilakukan di Observatorium Bosscha dan beberapa tempat
di Indonesia terkait dengan posisi hilal dan gerhana. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam membantu Kementerian Agama dalam menetapkan awal
bulan Kamariah, menyampaikan hasil pengamatan, perhitungan, dan
penelitian melalui staf perwakilan astronomi ITB di sidang isbat.
2. Pendidikan dan Pelatihan Hisab dan Rukyat Negara-Negara MABIMS Tahun
2000, yang bertempat di Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
bekerja sama dengan Departemen Agama, diadakan selama 26 hari terhitung
dari tanggal 10 Juli 2000 –5 Agustus 2000.
Dalam pelatihan ini terdapat 44 makalah yang disajikan oleh 29 pemateri, 8
orang diantaranya merupakan perwakilan dari Observatorium Bosscha yang
menyajikan materi tentang astronomi modern diantaranya yaitu,kamera CCD,
orbit benda-benda langit, the moon sighting, umbran dan penumbra, gerhana,
asmosfer, sistem koordinat astronomi, penggunaan astronomical almanac,
fotografi astronomi, dan penurunan dan pengembangan rumus astronomi
bola. Pelatihan ini lebih banyak memberikan kemampuan teknis astronomi
dan hisab rukyat disamping permasalahan-permasalahan dan kebijakan-
kebijakan di negara peserta pelatihan (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, dan Singapura)
3. Seminar dan Workshop Nasional: Aspek Astronomi dalam Kalender Bulan
dan Kalender Matahari di Indonesia, Senin 13 Oktober 2003 M/ 17-18
45
Sya‟ban 1424 H, bertempat di Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa
Barat.
Pada seminar ini terdapat 8 sesi. Sesi pertama yaitu pembukaan, sesi kedua
membahas tentang aspek umum astronomi dan kebijakan Pemerintah tentang
kalender di Indonesia, sesi ketiga membahas tentang kalender matahari,
bulan, bulan-matahari, sesi keempat membahas tentang rotasi bumi, waktu
standar, dan garis batas pergantian hilal, sesi kelima membahas tentang hisab
menurut kitab klasik hingga astronomi modern, sesi keenam membahas
tentang kebijakan ormas Islam dam sistem penanggalan Hijriyah, sesi ketujuh
membahas tentang prospek penyatuan kalender hijriyah, dan diakhiri oleh
workshop pada sesi kedelapan.
4. Seminar Sehari Aspek Teoritis dan Observasi Astronomi Visibilitas Hilal,
Sabtu 27 Mei 2006, bertempat di Observatoium Bosscha, Lembang, Jawa
Barat.
Pada seminar ini membahas tentang “Aspek Terestrial Pada Penentuan Posisi
Hilal”, disampaikan oleh Suryadi Siregar yang merupakan anggota Kelompok
Keahlian (KK) Astronomi FMIPA, ITB, yang kedua yaitu “Siklus Metonik &
Implikasinya Pada Parameter Visibilitas Hilal”, disampaikan oleh Dr. Moedji
Raharto, pembahasan ketiga yaitu “Tinjauan Astronomis Data Kesaksian
Hilal di Indonesia dan Prospek Kriterian Hisab Rukyat di Indonesia”,
disampaikan oleh Dr. Thomas Djamaluddin.
5. Seminar Nasional Hilal (Mencari Kriteria Visibilitas Hilal dan Penyatuan
Kalender Islam Dalam Perspektif Sains dan Syara), diselenggarakan oleh
Kelompok Keilmuan Atronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung, 19 Desember 2009 M/ 2
Muharram 1431 H, bertempat di Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa
Barat.
Pada seminar ini terdapat 5 sesi. Sesi pertama yaitu presentasi “Studi
Visibilitas Hilal dalam Periode 10 Tahun Hijriyah Pertama sebagai Kriteria
Baru untuk Penetapan Awal Bulan-bulan Islam Hijriyah” oleh Suwandojo
Siddiq, “Faktor Penting dalam Penentuan Kriteria Hisab Rukyat”, oleh
46
Thomas Djamaluddin, “Purnama: Parameter Baru Penentuan Awal Bulan
Qomariyah”, oleh Agus Purwanto, sesi kedua yaitu presentasi “Takwin
Hijriyah Menurut Kitab Nur al-Anwar: Sistem Penanggalan Islam
Berdasarkan Hisab Hakiki bi at-Tahqiqi”, oleh Jayusman, “Kalender Islam:
Sebuah Kebutuhan dan Harapan”, oleh Moedji Raharto, “Kalender Umm Al-
Qurra dengan Kriteria Baru Sebagai Sistem Penanggalan Islam Universal:
Sebuah Studi atas Pemikiran Zakki Al-Mustafa, sesi ketiga yaitu presentasi
“Sistem Informasi Hisab-Rukyat”, oleh Taufiq Hidayat, “Peran Serta BMKG
dalam Kegiatan Hisab dan Rukyat di Indonesia”, oleh Muhammad Husni,
“Observasi Hilal 2007-2009 dan Implikasinya untuk Kriteria Visibilitas di
Indonesia”, oleh M. Ma‟rufin Sudibyo, sesi keempat yaitu presentasi
“Prosedur Sederhana Pengolahan Citra untuk Pengamatan Hilal”, oleh Dhani
Herdiwijaya, “Garis Batas Bulan Baru yang Dinamis beserta
Konsekuensinya”, oleh Cecep Nurwendaya, “Mobile Observatory: Sarana
Hisab Multi Fungsi”, oleh Hendro Setyanto, adapun sesi terakhir yaitu sesi
kelima berisi presentasi “Seputar Awal Ramadhan, Awal Syawal, dan Idul
Adha, oleh A. Nuradnan Pramudita, “Menelusuri Pemikiran Muhammad
Shawkat Odeh” oleh Muh. Nashirudin, “Visibilitas Hilal Metonik” oleh
Moedji Raharto.16
Kegiatan individu (staf astronomi atau Kepala Observatorium Bosscha)
sebagai peserta atau pemateri dalam undangan pertemuan, pelatihan, pendidikan,
seminar, temu kerja, dan evaluasi mewakili Observatoium Bosscha dalam
pengembangan Hisab dan Rukyat di Indonesia, antara lain:
1. Pemateri dalam pertemuan peningkatan pelayanan Hisab dan Rukyat pada 27
Oktober 1999, di Wisma Guna Pengadilan Tinggi Agama, Baleendah,
Bandung. Adapun materi yang disampikan yaitu, “Perpaduan Astronomi,
Hisab, dan Rukyat (Kesinambungan dalam Memahami Fenomena Visibilitas
Hilal dan Kalender Islam), disampaikan oleh Dr. Moedji Raharto.
16
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
47
2. Pemateri dalam Seminar Dua Hari tentang: Rukyah dan Hisab menurut
Tinjauan Astronomi dan Fuqoha, yang diadakan oleh Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, pada 27-28 November 1999. Adapun materi yang
disampikan, “Sistem Penanggalan Syamsiya/ Masehi”, disampaikan oleh Dr.
Moedji Raharto.
3. Penasihat dan peserta dalam program kalender Islam internasional
(International Islamic Calender Progrsmme) yang digagas oleh Prof.
Muhammad Ilyas (Malaysia) pada tahun 1985-2000.
4. Peserta dalam Pertemuan bersama MUI, ormas Islam, pakar astronomi, dan
Badan Hisab dan Rukyat dengan Departemen Agama tentang Kriteria
Penentuan Awal Bulan Qomariyah, pada tanggal 28-29 November 2002,
bertempat di Operation Room Departemen Agama, Jakarta.
5. Peserta dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab Rukyat tahun 2004, diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
pada 22 April 2004, bertempat di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
6. Pemateri dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab dan Rukyat tahun anggaran 2005
(Musyawarah Kerja 2005), pada tanggal 16-17 mei 2005, diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
bertempat di Wisma Haji, jl. Jaksa, Jakarta. Adapun materi yang disampikan,
“ Ijtimak dan Tinggi Bulan Pada Tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2015”,
dan “Membangun Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hisab Rukyat di
Masa Datang”, disampaikan oleh Dr. Moedji Raharto.
7. Peserta dalam Temu Kerja Evaluasi Hisab Rukyat tahun 2006, diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
pada tanggal 1-3 Juni 2006, bertempat di Hotel Ria Diani, Cibogo, Bogor,
Jawa Barat.
8. Pemateri dalam Musyawarah Nasional Penyatuan Kalender Hijriyah yang
diadakan oleh Direktorat Urusan Agama Islam Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, pada 19 Desember
2005, bertempat di Wisma Haji Departemen Agama, Jakarta. Adapun materi
48
yang disampaikan, “Penyatuan Kalender Hijriyah dalam Pandangan
Astranomi”, oleh Dr. Moedji Raharto.
9. Pemateri dalam Seminar Nasional Hisab dan Rukyat Badan Litbang Agama
dan Diklat Keagamaan Departemen Agama, pada 20-22 Mei 2003, bertempat
di Jakarta. Adapun materi yang disampaikan, “Teknologi Optik Sebagai
Pembantu Penetapan Awal Bulan Hijriyah”, oleh Dr. Moedji Raharto.
10. Peserta dalam Sidang Badan Hisab dan Rukyat dan Musyawarah Nasional
Hisab dan Rukyat yang diadakan oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian
Agama, pada 18-19 Juni 2012, bertempat di Hotel Milenium, Jakarta.
11. Pemateri pada Acara Muzakarah Tentang Hisab dan Rukyat dalam Penentuan
Awal Bulan Ramadhan dan Syawal 1434 H, yang diadakan oleh Majelis
Muzakarah Masjid Agung Al-Azhar, pada 8 Juni 2013, bertempat di
Universitas Al-Azhar, Jakarta. Adapun materi yang disampaikan, “Hisab dan
Rukyat Menuju Unifikasi Sistem Penanggalan Hijriyah di Indonesia”, oleh
Dr. Moedji Raharto.
12. Pemateri dalam Temu Kerja Evalusi Hisab Rukyat tahun anggaran 2013 yang
diadakan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah,
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, pada
19-21 Juni 2013, bertempat di Batam Center, Pulau Batam. Adapun materi
yang disampaikan, “Ijtimak dan Tinggi Bulan Pada Saat Matahari Terbenam
di Pelabuhan Ratu tahun 2015 Menggunakan ASCRIPT”, oleh Dr. Moedji
Raharto dan Novi Sopwan.
13. Pemateri pada Acara Muzakarah Tentang Hisab dan Rukyat dalam Penentuan
Awal Bulan Ramadhan dan Syawal 1434 H, yang diadakan oleh Majelis
Muzakarah Masjid Agung Al-Azhar, pada 3 Juni 2014, bertempat di
Universitas Al-Azhar, Jakarta. Adapun Materi yang disampaikan, “Awal
Ramadhan dan Awal Syawal 1435 H”, oleh Dr. Moedji Raharto.17
17
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
49
Peran aktif dalam membuat tulisan, artikel, makalah, dan skripsi yang
dilakukan oleh staf maupun Kepala Observatorium Bosscha berkaitan dengan
pengembangan Hisab dan Rukyat di indonesia. Antara lain:
1. Memuat tulisan atau artikel yang berkaitan dengan perkembangan Hisab dan
Rukyat di Indonesia dalam kurun waktu 1990-sekarang dengan jumlah
puluhan artikel yang dimuat di beberapa surat kabar daerah maupun nasional.
Adapun staf astronomi dan Kepala Observatorium Bosscha yang telah
memuat karyanya di berbagai surat kabar tersebut antara lain: Moedji Raharto
sebanyak 34 tulisan (1994-2002), Thomas Djamaluddin sebanyak 20 tulisan
(1995-1999), M. Ridho Eisy sebanyak 4 tulisan (1990-1994), F. Lukman
sebanyak 2 tulisan (1997), Tito Irawan sebanyak 10 tulisan (1997), J.A.
Utama sebanyak satu buah tulisan (2000) dan Hendro Setyanto sebanyak satu
buah tilisan (1999). Adapun surat kabar yang memuat tulisan para astronomi
Observatorium Bosscha antara lain, Republika, Kompas, Pos Kota, Pikiran
Rakyat, Merdeka, Media Indonesia, Bandung Pos, Pelita, dan lainnya. Para
astronom di atas ini masih aktif dalam menulis berbagai hal yang berkaitan
dengan hisab dan rukyat di Indonesia sampai saat.
2. Menghasilkan beberapa makalah yang berkaitan dengan perkembangan Hisab
dan Rukyat di Indonesia, seperti, “Awal Bulan Hijriyah dalam Perspektif
Hisan dan Rukyat”, “Catatan Visibilitas Hilal Awal Ramadan”, “Penjelasan
Astronomi Atas Ayat Pergantian Malam dan Siang”. “Era Digitalisasi Ilmu
Falak”. Serta penelitian dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Mahasiswa
Jurusan Astronomi Institiut Teknologi Bandung bernama Purwanto yang
berjudul “Visibilitas Hilal Sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam”,
tahun 1992.18
Seiring berkembangnya astronomi di Indonesia, berkembang pula fungsi
Observatorium Bosscha yang dibuktikan oleh berbagai kegiatan yang telah
disebutkan di atas, dalam hal ini khususnya dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia.
18
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
50
BAB IV
ANALISIS PERAN OBSERVATORIUM BOSSCHA INSTITIUT
TEKNOLOGI BANDUNG DALAM PENGEMBANGAN HISAB
DAN RUKYAT DI INDONESIA
A. Peran Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung Dalam
Pengembangan Hisab Dan Rukyat Di Indonesia
Masalah penentuan awal bulan kamariah melibatkan beberapa aspek yang
saling berkaitan secara komplek. Astronomi berperan sebagai alat bantu dalam
penentuan awal bulan kamariah dari sisi ilmiah, sehingga dengan keterlibatan
astronomi diharapkan perbedaan umat Islam dalam penentuan hari raya maupun
penyusunan kalender Islam pada umumnya dapat dipersatukan. Aspek ilmiah
dalam penentuan awal bulan berkaitan dengan astronomi, bidang keilmuan yang
selama ini ditekuni di Institiut Teknologi Bandung. Meskipun bukan Ulama,
namun Observatorium Bosscha dan Jurusan Astronomi sering kali menerima
pertanyaan tentang awal Ramadan atau Syawal menurut Astronomi.1
Dalam khazanah ilmu hisab dikenal beberapa metode untuk menentukan
ijtimak (konjungsi) dan posisi hilal dan awal serta akhir Ramadan. Merujuk pada
hasil Seminar Sehari Hisab Rukyah pada April 1992,2
sistem hisab
dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Metode Hisab Haqiqi Taqribi. Metode ini menggunakan data bulan dan
matahari berdasarkan data dan tabel Ulugh Bek. Dengan proses perhitungan
yang sederhana. Hisab ini dilakukan hanya dengan cara penambahan,
pengurangan perkalian, dan pembagian tanpa menggunakan ilmu ukur
segitiga bola (sperical trigonometry).3 Motede ini sangat sederhana, tanpa
mempergunakan bantuan ilmu ukur segitiga bola dan hanya merupakan
perkiraan saja. Cara ini tidak memperhatikan deklinasi bulan dan matahari,
1 Purwanto dan Djoni N. Dawanas ,”Peran Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriyah” dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 102-104.
2 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007) h. 27.
3 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h.7.
51
asensiorekta, posisi observer dan lainnya.4 Meskipun metode serta algoritma
(urutan logika berpikir) perhitungan waktu ijtimak tersebut sudah benar,
tetapi koreksi-koreksinya terlalu disederhanakan, maka hasilnya kurang
akurat.5
Itulah sebabnya metode ini disebut dengan Hisab Taqribi
(perhitungan perkiraan). Ahmad Izzudin dalam bukunya Fiqih Hisab Rukyat
mengutip dari Sriyatin Shadiq dalam bukunya yang berjudul Perkembangan
Hisab Rukyah dan Penetapan Awal Bulan Kamariah menyebutkan yang
termasuk kelompok metode Hisab Haqiqi Taqribi antara lain, Sullam al-
Nayyirain oleh Muhammad Manshur al-Batawi, Tadzkirat al-Ikhwan oleh
Abu Hamdan al-Semarang, Fath al-raufi al-Mannan oleh Abu Hamdan
Abdul Jalil bin Abdul Hamid al-Qudsy, al-Qawa’id al-Falakiyyah oleh Abdul
Fatah al-Sayid Ashshuhy al-Falaky, al-Syamsu wa al-Qamar oleh Ust. Anwar
Katsir al-Malangi, Jadawil al-Falakiyyah oleh Qusyairi al-Pasuruani, Risalah
Falakiyyah oleh Ramly Hasan al-Gresiky dan Risalah Hisabiyyah oleh KH.
Hasan Basri al-Gresiky.6
2. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi. Metode ini dicangkok dari kitab al-Mathla’ al-
Said Rushd al-Jadid (merupakan kitab yang dipakai oleh pakar ilmu falak
yang sangat terkenal, yakni KH. Turaichan yang berasal dari Kudus Jawa
Tengah dan terkenal dengan karya monumentalnya “Kalender Menara
Kudus”).7 Kitab tersebut berakar dari sistem astronomi serta matematika
modern yang asal muasalnya dari sitem hisab astronom-astronom muslim
tempo dulu dan telah dikembangkan oleh astronom-astronom modern (Barat)
berdasarkan penelitian baru. Inti dari sistem ini adalah menghitung atau
menentukan posisi matahari, bulan dan titik simpul orbit bulan dengan orbit
matahari dalam sistem koordinat ekliptika, yang artinya sistem ini
4
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, (Bandung: Jurusan
Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi Indonesia, 1995) h. 35, t.d.
5 Taufiq, “Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia” dalam, Selayang Pandang Hisab
Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 19.
6Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 28
7.Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 29.
52
mempergunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan perhitungan yang
relatif lebih rumit daripada metode hisab haqiqi taqribi serta memakai ilmu
ukur segitiga bola.8
Dikarenakan cara yang ditempuh dalam metode ini
demikian teliti, maka perhitungan ini dikenal dengan istilah hisab tahqiqi
(perhitungan pasti atau akurat).9 Adapun yang termasuk metode perhitungan
ini (hisab haqiqi tahqiqi) antara lain, al-Mathla al-Said fi hisab al-Kawakib
ala Rushd al-Jadid oleh Syekh Husain Zaid al-Misra, al-Manahij al-
Hamidiyah oleh Syekh Abdul Hamid Mursyi Ghaisul Falaky al-Syafi’i,
Muntaha Nataij al-Aqwal oleh Muhammad Hasan Asyari al-Pasuruani, al-
Khulashah al-Wafiyah oleh Zubaer Umar Jailany Salatiga, Badiat al-Mitsal
oleh Muhammad Ma’shum bi Ali Al-Jombangy, Hisab Haqiqi oleh Kyai
Wardan Dipaningrat al-Yogyakarta, Nur al-Anwari oleh KH. Noor Ahmad
SS Jepara, Ittifaqu al-Dzati al-Bain oleh Muhammad Zubaer Abdul Salam
Gresik.10
3. Metode Hisab Haqiqi Kontemporer. Metode ini menggunakan hasil
penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan.
Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja sistem
koreksinya lebih teliti dan kompleks sesuai dengan kemajuan sains dan
teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan sehingga untuk
menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau personal komputer. Koreksi
bulan dilakukan hingga seratus kali. Namun untuk menghitungnya tidak
terlalu sulit sebab dapat dilakukan dengan kalkulator dan komputer. Hisab
Kontemporer dalam perhitungan menggunakan kalkulator dan komputer,
rumus-rumus untuk mencari posisi matahari dan bulan dapat diprogram,
sehingga hasil perhitungan dapat diperoleh dengan cepat dan lebih teliti.11
Termasuk dalam metode perhitungan ini antara lain, New Comb oleh Bidran
8 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 8-9.
9 Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 35, t.d.
10 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 29.
11Taufiq, “Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia” dalam, Selayang Pandang Hisab
Rukyat,h. 21-22.
53
Hadi Yogyakarta, Almanak Nautika yang dikeluarkan oleh TNI AL Dinas
Hidro Oseanografi Jakarta dan diterbitkan setiap tahun oleh Her Majesty’s
Nautical Almanac Office, Royal Greenwich Observatory, Cambridge,
London, The Astronomical Almanac yang diterbitkan setiap tahun kerja sama
Nautical Almanac Office, United Stated Naval Observatory, Wahington
dengan Majestys’s Nautical Almanac Office, Royal Greenwich Observatory,
Cambridge, London, Astronomical Tables of Sun, Moon and Planets oleh
Jean Meeus Belgia, Islamic Calendar oleh Muhammad Ilyas Malaysia,
Ephemeris Hisab dan Rukyah oleh Badan Hisab Rukyah Departemen
Agama.12
Almanak astronomi adalah tabel, buku, atau perangkat lunak
komputer yang menyajikan informasi tentang waktu kejadian fenomena
astronomis seperti terbit dan terbenamnya bulan dan matahari, fase bulan,
posisi matahari, bulan dan planet-planet, gerhana atau okultasi benda-benda
langit, serta waktu bintang (sideral time).13
Dalam pelaksanaan hisab awal
bulan dengan sistem ephemeris di dalamnya terdapat dua jenis data yang
digunakan, yaitu data yang berkaitan dengan matahari dan data yang
berkaitan dengan bulan.14
Berbeda dengan sistem hisab taqribi (hisab haqiqi tahqiqi dan hisab haqiqi
kontemporer) dalam proses perhitungannya menggunakan rumus-rumus sperical
trigonometry (ilmu ukur segitiga bola) dan koreksi-koreksi yang lebih banyak dari
hisab taqribi. Sistem hisab ini juga telah memperhatikan posisi observer, data
deklinasi, sudut waktu atau asensiorekta dari bulan dan matahari. Hisab tahqiqi ini
juga hidup dan berkembang di beberapa Pesantren, IAIN, Observatorium Bosscha
ITB, Planetarium, Badan Meteorologi dan Geofisika dan lainnya.15
Dalam aspek hisab, usaha usaha yang dilakukan Departemen Agama
(sekarang Kementerian Agama) pada masa lalu untuk menyediakan data waktu-
12
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 29.
13 Thomas Djmaluddin, “Peran Penting Almanak Astronomi di Masyarakat”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 77, t.d.
14 A. Jamil, Ilmu Falak. Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Amzah, 2009) h. 133.
15 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama, 2007), h. 99.
54
waktu ibadah dengan menggunakan sumber-sumber yang berkembang di
masyarakat yang pada umumnya menggunakan data lama yang tertulis dalam
bahasa arab. Jika di kantor-kantor tidak ada petugas yang dapat melakukannya,
maka pimpinan kantor meminta bantuan ulama-ulama untuk menyediakan data
tersebut untuk disebarkan ke mayarakat, atau bahkan Departemen Agama tidak
ikut campur jika memang sudah ada ulama yang ahli dan diikuti oleh masyarakat.
Keadaan seperti ini berlangsung bertahun-tahun dan hampir tidak ada kontak
dengan lembaga astronomi atau instansi terkait lainnya.16
Seperti dijelaskan oleh Moedji Raharto keterlibatan astronomi dan Lembaga
Astronomi seperti Observatorium Bosscha memberikan andil dan sumbangsih
dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia. Moedji mengatakan:
“...Obsevatorium Bosscha sebagai lembaga keilmuan mungkin lebih
banyak mempelajari gerak dan posisi bintang dan benda-benda langit yang
sangat abstrak bagi pengguna. Jadi kalau dilihat sistem perhitungan yang
digunakan Kementerian Agama maupun IAIN sangat tampak
kekurangannya, sisi sains (aspek astronomi) belum tampak sama sekali.
Seperti pada sebuah kasus ketika bulannya sudah terbenam tetapi ada yang
mengaku melihat hilal dan itupun disahkan. Untuk mengatasi kekurangan
tersebut, Kementerian Agama menghimpun berbagai lembaga dan instansi
terkait dengan pengembangan hisab dan rukyat...”17
Kondisi tersebut didukung oleh munculnya H. Saadoe’ddin Djambek
menjelang tahun 1970, ahli pendidikan yang menaruh perhatian besar terhadap
dunia astronomi, terutama menganai hal-hal yang berkaitan dengan penentuan
waktu-waktu ibadah. Sejak kemunculan beliau, mulai diadakan kontak dengan
lembaga astronomi dan instansi terkait lainnya, seperti Astronomi ITB,
Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan Meteorologi dan
Geofisika, dan Dinas Oseanografi TNI AL. Pemasyarakatan data dan cara hitung
yang bersumber pada kaidah astronomi modern mulai gencar dilakukan. Dasar-
16
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 36, t.d.
17 Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
55
dasar astronomi terutama mengenai gerak bulan, bumi, dan matahari merupakan
materi pokok dalam pemasyarakatan astronomi tersebut.18
Rubu’ Mujayyab digunakan sebagai alat pemecah persoalan segitiga bola
langit dan fungsi geneometric. Meskipun pada prinsipnya Rubu’ Mujayyab itu
merupakan alat yang dapat memecahkan fungsi geneometris, namun hasilnya
kurang halus dan masih kasar. Logaritma dan rumus-rumus trigonometri sebagai
alat yang mengantarkan dalam menyelesaikan perhitungan kedudukan benda-
benda langit, hasil yang diperoleh lebih halus dan lebih mendekati kepada
kebenaran. Sistem dan perhitungan ini dipergunakan dalam memperhitungkan
awal-awal bulan kamariah oleh Badan Hisab dan Rukyat dengan maksud untuk
mendapatkan perbandingan hasil hisab dari berbagai macam aliran. Akan tetapi
yang jadi pegangan pokok ialah dengan menggunakan Sperical Trigonometry
(ilmu ukur segitiga bola) sebagai alat pemecah dalam menentukan kedudukan
benda-benda langit.19
Berkenaan dengan pengembangan ilmu hisab serta persoalan sistem
matematik yaitu dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola
(sperical trigonometry) yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya20
dan
dikembangkan oleh Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung, Moedji
Raharto menjelaskan:
“...sebagai lembaga yang bertugas dalam pendidikan astronomi, di
dalamnya terdapat hisab dan rukyat. Hisab dan rukyat jika diperhatikan
hanya mempelajari garak dan posisi benda langit serta kaitannya dengan
aktifitas ibadah, pemahaman dan pengertian akan sains harus ditanamkan
lebih awal, karena posisi benda langit dan gerak benda langit tidaklah
simpel dan sederhana. Karena sains diperlukan guna memverifikasi jika
ada kekeliruan. Perhitungan benda-benda langit seperti untuk menghitung
posisi bulan misalnya, dalam metode Jean Meeus terdapat 100 koreksi
yang utama dan penting agar perhitungan tidak meleset terlalu jauh, sifat-
sifat seperti itu yang dikembangkan oleh Observatorium Bosscha.Hal
lainnya seperti memahami tata koordinat, astronomi bola dalam
menentukan arah kiblat, dan sebagainya. Ilmu dasarnya adalah astronomi
18
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 36, t.d.
19 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, h. 94-95.
20 Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat h. 163.
56
bola, karena astronomi bola itu sendiri bisa dipergunakan untuk berbagai
macam keperluan tidak hanya untuk menentukan posisi bulan dan
matahari (penentuan awal bulan kamariah) atau juga arah kiblat, tetapi
juga untuk menghitung hal-hal yang lebih presisi lagi seperti, mempelajari
gerak bintang dan benda langit lainnya.Dalam lain hal segitiga bola
digunakan dalam ilmu penerbangan untuk mencari rute terpendek dan juga
dalam menghitung luas bidang untuk persenjataan militer seperti rudal
tempur, dan lainnya. Itu semua memiliki formula yang sama yaitu segitiga
bola dan dikembangkan di sini (Observatorium Bosscha).21
Perlu dipahami
disini kehadiran Observatorium Bosscha dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia untuk memberikan dan mengenalkan aspek astronomi
modern. Kenapa diperlukan aspek astronomi modern? Karena di dalam
astronomi modern selalu terdapat update (pembaruan) terhadap data
astronomi yang akan digunakan...”22
Kementerian Agama terus berusaha mengembangkan hisab dan rukyat
dengan melakukan kegitan antara lain menghimpun dan mengevaluasi data hisab
yang berkembang di Indonesia. Musyawarah evaluasi kegiatan hisab rukyat
diselenggarakan untuk menyediakan data bagi pelaksanaan hisab rukyat tahun-
tahun berikutnya. Musyawarah ini diikuti oleh unsur Departemen Agama, Badan
Meteorologi, Planetarium, Observatorium Bosscha ITB, dan ahli secara
perorangan. Salah satu sumber data adalah rujukan Almanak Nautika dengan
dibantu sistem perhitungan segitiga bola.23
Mengenai buku data yang berisi data dan kaidah astronomi modern, selama
ini Kementerian Agama memperoleh Almanak Nautika secara rutin setiap tahun
dari Dinas Oseanografi TNI AL. Data gerhana atau data lainnya secara insidental
diperoleh dari Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan
Meteorologi dan Geofisika atau instansi lainnya. Data tersebut sangat berguna dan
disebarkan ke masyarakat peminat. Adapun Almanak Nautika, diterima oleh
Kementerian Agama pada akhir tahun, sehingga dirasa terlambat untuk digunakan
21
Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
22 Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 22 Mei 2017.
23 Ditbinbapera Islam , “Hisab dan Rukyat Permasalahannya di Indonesia”, dalam ,
Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan
Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 10..
57
dalam penyusunan edaran-edaran pelaksanaan hisab rukyat dan penyusunan
kalender. Untuk mengantisipasi masalah ini, Kementerian Agama menerbitkan
buku data yang disusun berdasarkan program atau formula dari buku-buku
astronomi seperti Astronomical For Calculator (Jean Meeus) dan Practical
Astronomy (Smaart). Buku data tersebut diberi nama Ephemeris Hisab dan Rukyat
yang memuat data bulan dan matahari, diterbitkan setiap tahun untuk kepentingan
kegiatan hisab rukyat di seluruh Indonesia.24
Apa yang dilakukan oleh Observatorium Bosscha dengan memberikan andil
dan sumbangsih dengan bentuk pengetahuan dasar astronomi dalam
pengembangan hisab sejalan dengan kegiatan pemasyarakatan astronomi yang
dilakukan oleh Kementerian Agama sejak awal mula menjalin kontak dengan
lembaga astronomi (Observatorium Bosscha dan Planetarium Jakarta) atau instansi
lainnya terkait dengan hisab rukyat (Badan Meteorologi dan Geofisika dan Dinas
Hedro Oseanografi TNI AL) pada saat itu dan hingga kini. Adapun kegiatan-
kegiatan yang mulai dilakukan saat itu antara lain: mengisi mata pelajaran Ilmu
Falak pada Fakultas Syariah IAIN dengan materi yang diambil dari astronomi
modern, mengadakan pelatihan Ilmu Falak terhadap dosen-dosen dan tokoh-tokoh
pesantren, mengadakan koordinasi dengan lembaga astronomi, instansi terkait dan
para tokoh ulama mengenai penyediaan data dan pengembangan Ilmu Falak, yang
kemudian berhasil dilakukan pembentukan Badan Hisab Rukyat yang anggotanya
terdiri dari unsur-unsur tersebut, mengusahakan penyediaan alat-alat, menerbitkan
buku-buku hisab rukyat yang berisi data dan kaidah astronomi modern, dan
menyebarluaskan data dan informasi baru kepada tokoh-tokoh masyarakat dan
instansi jajaran Departemen Agama, terutama kepada Pengadilan Agama sebagai
lembaga yang diberi tugas untuk menangani masalah hisab dan rukyat.25
Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwasanya Observatorium Bosscha
memiliki peran dan sumbangsih dalam perkembangan hisab rukyat. Seperti yang
24
Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 37, t.d.
25 Wahyu Widiana, “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya”, dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari Astronomi, h. 36.
58
telah dijelaskan dalam BAB II mengenai teori peran, dijelaskan bahwa apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
maka dia menjalankan suatu peranan.26
Peranan lebih menekankan kepada fungsi,
penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.27
Observatorium Bosscha dalam
perkembangan ilmu hisab, telah memberikan pengetahuan tentang dasar-dasar
astronomi modern terhadap perkembangan ilmu hisab di Indonesia. Dasar
astronomi yang telah diberikan berkaitan dengan perhitungan astronomi berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat dan awal bulan kamariah dan di sini
penulis lebih menitik beratkan pada penentuan awal bulan kamariah. Kehadiran
Observatorium Bosscha dalam pengembangan ilmu hisab memperkaya
pengetahuan tentang perhitungan astronomi yang menjadi acuan dalam metode
hisab haqiqi kontemporer khususnya, dikarenakan perhitungan astronomi yang
dikembangkan oleh Observatorium Bosscha di dalamnya terdapat pembaharuan
yang terus menerus dilakukan.
Dalam hal rukyat, posisinya dalam fikih Islam sangatlah kuat. Mengawali
dan mengakhiri puasa Ramadan haruslah dengan rukyat (melihat hilal) atau
dengan istikmal (menyempurnakan hitungan bulan 30 hari). Walaupun menurut
hisab, hilal sudah wujud namun tidak terlihat, maka belum wajib melaksanakan
puasa.28
Rukyat yang merupakan istilah agama dapat juga diartikan sebagai
observasi dalam pengertian astronomi.29
Observatorium Bosscha yang berada di bawah naungan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung merupakan
tempat observasi yang digunakan oleh mahasiswa Jurusan Astronomi untuk
pembelajaran astronomi yang merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang
dikembangkan atas dasar pengamatan (observasi), oleh karenanya astronomi
26
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 268
27 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.269
28 KH.Ma’ruf Amin,”Rukyah Untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadan Menurut
Pandangan Syariah dan Iptek” dalam, Rukyah Dengan Teknologi (Upaya Mencari Kesamaan
Pandangan Tentang Penentuan Awal Ramadan dan Syawal. (Jakarta; Gema Insani Press, 1994), h.
70.
29Mahkamah Agung RI, Almanak Hisab Rukyat, h. 193.
59
disebut sebagai observational science. Sebagai ilmu yang berlandaskan observasi
semuanya tidak bisa lepas dari pengamatan karena tanpa pengamatan, astronomi
tidak bisa berkembang seperti saat ini. Observasi memang menduduki tempat
yang penting dalam astronomi, meskipun teori yang berbasis pemodelan atau
perhitungan (hisab) tidak kalah penting.30
Observatorium Bosscha sebagai sebuah observatorium yang secara
terminologis adalah sebentuk bangunan tempat dimana dilakukan pengamatan
benda-benda langit yang mana pengamatan tersebut tercatat. Observatorium juga
sangat identik dengan instrumen–instrumen yang beragam disamping lokasi
tempat keberadaannya yang strategis.31
Adapun terkait dengan pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia, Observatorium Bosscha memiliki andil dalam
pengamatan hilal atau rukyat dalam penentuan awal bulan kamariah. Moedji
Raharto mengatakan:
“...dalam segi rukyat, kita juga selalu memberikan edukasi dan mengajari
para perukyat dari berbagai elemen dalam melakukan rukyat secara
profesional berdasarkan astronomi, termasuk penggunaan teleskop.
Meskipun sebelumnya sempat mendapat protes keras dari seorang ulama
bahwa penggunaan teleskop tidak diperlukan dalam merukyat, saya
mengatakan bahwa teleskop digunakan untuk memverifikasi.32
Ketika hilal,
objek itu ada dan bisa terlihat oleh mata, maka teleskop dapat merekam
dan melihatnya (hilal) juga. Jika hilal itu merupakan suatu objek yang
sangat penting dalam menentukan waktu ibadah, kenapa tidak dilakukan
verifikasi terhadapnya (penampakan hilal)? Karena sebelumnya banyak
terdapat indikator kekeliruan di dalam rukyat, seperti ada yang mengaku
melihat hilal padahal yang dilihat bukan hilal. Dalam satu kesempatan,
KH. Ma’ruf Amin bahkan sempat berkata kepada saya untuk
menyampaikan apa yang memang harus saya sampaikan berkaitan dengan
melihat hilal dengan teleskop. Observatorium Bosscha bersama
Planetarium Jakarta yang diketuai Bapak. Darsa Sukartadiredja mencoba
menyelesaikan problema-problema tersebut dengan cara mengedukasi dan
memberikan pengetahuan dengan diskusi dan dialog kepada para perukyat.
Bahwa hilal merupakan bagian dari fase-fase bulan, sejak zaman Nabi
Muhammad SAW sampai sekarang. Jadi yang ingin ditekankan bukan
30
Hendro Setyanto, Membaca Langit, (Jakarta: al-Ghuraba, 2008), h. 16.
31 Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, Khazanah Astronomi Islam Abad Pertengahan,
(Purwokerto: UM Purwekerto Press, 2016), h. 408.
32 Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 22 Mei 2017.
60
hanya tinggi hilal yang 2 derajat atau diatasnya, tetapi posisi relatif
terhadap matahari, beda tinggi, beda azimuth, dan lainnya.Salah kalau kita
terus melakukan kekeliruan dalam melihat hilal, meskipun pada ujungnya
kita menyepakati bahwa tidak boleh terus menerus ada perdebatan terkait
hisab dan rukyat...”33
Observatorium Bosscha memiliki andil dalam pengamatan hilal dalam
penentuan awal bulan kamariah. Pengamatan hilal dilakukan di Observatorium
Bosscha dan berbagai tempat di Indonesia. Hasil pengamatan tersebut diberikan
kepada perwakilan Observatorium Bosscha yang menjadi Tim Hisab dan Rukyat
yang turut hadir dalam sidang isbat yang diadakan oleh Kementerian Agama,
untuk bahan pertimbangan dalam menetapkan awal bulan kamariah yang akan
ditetapkan pada sidang isbat tersebut. Sebenarnya pengamatan terhadap bulan
baru sudah dimulai sejak sekitar tahun 1976, mahasiswa astronomi sudah mulai
belajar mengamati dengan menggunakan teleskop. Pada tahun 1979,
Observatorium Bosscha melakukan kerjasama dengan Jepang dan sepulangnya
dari sana pada tahun 1982 mulai melakukan pengamatan bulan dengan unitron,
binokuler, dan kamera tele. Observatorium Bosscha melakukan kerjasama dengan
Belanda dalam rentang tahun 1984-1986 dan melakukan kerjasama dengan
Kementerian Agama dan IICP (International Islamic Calender Programme)
terkait pengamatan hilal mulai tahun 1986. Kerjasama yang dilakukan tersebut
pun karena dilatar belakangi oleh pengamatan hilal yang kontroversial sehingga
Kementerian Agama meminta perwakilan dari Observatorium Bosscha untuk
dimintai penjelasan di dalam musyawarah kerja yang dilaksanakan oleh Badan
Hisab dan Rukyat. Adapun selanjutnya pada tahun 1992, tim MABIMS34
melakukan simulasi rukyat yang bertempat di Observatorium Bosscha.
Pengamatan hilal pun rutin dilakukan hingga saat ini seiring hadirnya
Observatorium Bosscha dalam usaha memberikan edukasi, pendapat, dan
pandangan astronomi terkait problematika penentuan awal bulan kamariah,
33
Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
34 MABIMS adalah kerjasama antara Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam,
Indonesia,Malaysia, dan Singapura yang dimulai sejak tahun 1989.
61
meskipun pada rentan tahun 1986 sampai sekitar 1990an tidak setiap tahunnya
dilakukan pengamatan kecuali ditahun-tahun yang memungkinnya terjadinya
perbedaan yang signifikan dalam penetapan awal bulan kamariah di berbagai
kalangan.
Teknologi rukyat digunakan terutama untuk mengatasi jauh dan tampak
kecilnya hilal serta cahayanya yang lemah.35
Cahaya hilal masih paling kuat
dibandingkan dengan cahaya bintang-bintang bahkan dibandingkan dengan
planet-planet tata surya kita. Namun demikian, terutama untuk pandangan mata
secara langsung, cahaya ini masih sangat lemah, sehingga menyulitkan
pelaksanaan rukyat secara konvensional dengan menggunakan mata secara
langsung.36
Tidak heran jika pengamatan dalam astronomi mendapat tempat dan
perhatian yang besar dari kalangan astronom. Disamping pengamatan (rukyat),
perkembangan astronomi juga didukung oleh pemodelan (hisab) hasil
pengamatan. Pemodelan sangat berguna untuk merencanakan pengamatan yang
berkesinambungan. Ilmu Falak sebagai bagian dari astronomi tentunya
mempunyai karakter yang serupa. Pengamatan (rukyat) dan pemodelan (hisab)
harus dapat berjalan seiring. Mempertentangkan keduanya hanya akan
menghambat perkembangan Ilmu Falak itu sendiri. 37
Selain berperan dalam perkembangan ilmu hisab di Indonesia dengan
memberikan dasar-dasar astronomi lewat perhitungan astronomi yang berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia, Observatorium Bosscha juga
berperan dalam perkembangan rukyat di Indonesia dengan memberikan edukasi
tentang merukyat secara profesional didasari oleh ilmu astronomi, juga
pelaksanaan rukyat dengan menggunakan teleskop untuk memverifikasi objek
penelitian (hilal) itu sendiri. Diskusi dan dialog pun dilakukan guna
35
S. Farid Ruskanda,”Teknologi Untuk Pelaksanaan Rukyat: dalam, Selayang Pandang
Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 83.
36 S. Farid Ruskanda,”Teknologi Untuk Pelaksanaan Rukyat: dalam, Selayang Pandang
Hisab Rukyat h. 81.
37 Hendro Setyanto, Membaca Langit, hal. 32.
62
menyampaikan pengetahuan rukyat dalam segi astronomi kepada berbagai elemen
di dalam berbagai kesempatan termasuk dalam musyawarah kerja yang
dilaksanakan oleh Kementerian Agama terlebih terhadap para perukyat yang
melaksanakan rukyat tiap tahunnya. Semua dilakukan guna menghindari
kekeliruan dan kesalahan dalam merukyat nantinya, sehingga meminimalisir
kesalahan dalam pelaksanaan rukyat itu sendiri karena hal tersebut berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah yang hendak dilaksanakan oleh umat Islam khususnya
di Indonesia.
Andil yang telah diberikan Observatorium Bosscha berkaitan dengan
penentuan pelaksanaan ibadah yang merupakan kewenangan Kementerian Agama
sebagai ulil amri sesuai dengan apa yang telah dikembangkan oleh Observatorium
Bosscha itu sendiri, khususnya berkaitan dengan pengembangan segitiga bola.
Karena pelaksanaan ibadah tersebut sesungguhnya memiliki formula yang sama
yaitu ilmu ukur segitiga bola dan pelaksanaan rukyat atau observasi.
Observatorium Bosscha mengembangkan ilmu tersebut (ilmu ukur segitiga bola
dan teknik observasi) karena kedua duanya bola memiliki banyak manfaat untuk
kebutuhan ibadah umat Islam. Jadi sudah sepantasnya Observatorium Bosscha
memberikan andil dan sumbangsih dalam perkembangan ilmu hisab dan rukyat di
Indonesia.
B. Cara Yang Ditempuh Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
Dalam Memberikan Andil Terhadap Pengembangan Hisab Dan Rukyat Di
Indonesia
Observatorium Bosscha Institiut Teknologi Bandung merupakan satuan
penunjang akademik yang berada di dalam satuan akademik Institut Teknologi
Bandung. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang penetapan
Institiut Teknologi Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara pada pasal 44
tertera bahwa satuan akademik adalah satu-satunya lembaga dalam institut yang
63
menyelenggarakan kegiatan akademik yang terdiri dari pendidikan, penelitan dan
pengabdian kepada masyarakat.38
Berkaitan dengan peran Observatorium Bosscha Institiut Teknologi
Bandung dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dapat dilihat
bahwasanya Observatorium Bosscha memiliki andil dan sumbangsih melalui
kegitannya sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Pemeritah Nomor 155 Tahun
2000 dalam pasal 44 ayat 1 yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Jika dikaitkan dengan teori peran, Obsevatorium Bosscha ini
menganut jenis peranan yang diharapkan (excpected roles). Peranan yang
diharapkan maksudnya cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian
masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan
secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan
seperti yang ditentukan.
Lebih jauh sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah pada tahun 2000
tersebut, Observatorium Bosscha telah berperan aktif dalam pengembangan hisab
dan rukyat di Indonesia beriringan dengan dibentuknya Badan Hisab dan Rukyat
(BHR) yang sekarang berubah nama menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dengan
dijadikannya Prof. Bambang Hidayat sebagai bagian dari anggota tersebar Badan
Hisab dan Rukyat pada tahun 1973.39
Kala itu Prof. Bambang Hidayat menjabat
sebagai Kepala Observatorium Bosscha.
Perkembangan hisab dan rukyat pada perjalanannya tidaklah mudah
khususnya terkait dengan penentuan awal bulan kamariah karena di dalam
penentuan awal bulan kamariah inilah banyak timbul perbedaan-perbedaan yang
tajam di masyarakat. Meskipun perihal waktu salat, arah kiblat dan waktu gerhana
di dalamnya juga terdapat perbedaan namun perbedaan yang ada di masyarakat
tidak lebih besar yang ditimbulkan dari penentuan awal bulan kamariah itu.
Kementerian Agama sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap penentuan
38
Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institiut Teknologi
Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara.
39 Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam tanggal 28 Juni 1973 no. D.J/96/P/1973
tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Tersebar Departemen Agama.
64
awal bulan kamariah. Badan atau tim hisab dan rukyat yang dibentuk, pada awal
perjalanannya memiliki beberapa kekurangan seperti pada sistem perhitungan
yang digunakan. Sehingga masih terdapat suatu kejadian dimana bulan sudah
terbenam tetapi ada yang mengaku melihat (hilal) dan disahkan. Fenomena
tersebut menimbulkan keresahan tersendiri bagi Observatorium Bosscha dan para
astronom yang memang menguasai masalah ini. Moedji Raharto mengatakan:
“...Inilah yang membuat prihatin, meskipun awalnya sempat bingung
bagaimana Observatorium Bosscha dan para Astronom untuk memulai
untuk memberikan kontribusi. Sebagai pihak yang tahu dan mengerti maka
wajib memberi tahu jika terdapat kesalahan dan kekeliruan yang krusial
agar tidak ada beban dan tanggung jawab moril...”40
Observatorium Bosscha kemudian memberikan kontribusi berupa andil
melalui kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Adapun andil Observatorium Bosscha dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, 1.
Kerja sama dengan Kementerian Agama, 2. Kegiatan pendidikan dan pelatihan
yang diadakan secara mandiri oleh Observatoium Bosscha, 3. kegiatan individu
para astronom Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung. Kegiatan
tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
1. Observatorium Bosscha memberikan andil memalui kerja sama yang
dilakukan dengan Kementerian Agama untuk melaksanakan pendidikan dan
pelatihan hisab dan rukyat negara-negara MABIMS. Pendidikan dan
pelatihan tersebut bertempat di Observatorium Bosscha, sebagai satu-satunya
Observatorium dan lembaga pendidikan astronomi yang cakupannya tidak
hanya Indonesia, melainkan Asia Tenggara. Jadi sudah sepantasnya
Observatorium Bosscha menjadi wadah untuk pengembangan astronomi di
kawasan Asia Tenggara, khususnya pengembangan hisab dan rukyat dalam
bentuk kerjasama Menteri Agama negara-negara yang memiliki mayoritas
penduduk muslim (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
40
Moedji Raharto, Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama, Interview Pribadi, Lembang, 10 September 2017.
65
2. Selain kerja sama yang dilakukan dengan Kementerian Agama,
Observatorium Bosscha juga melakukan kegiatan pengembangan hisab dan
rukyat secara mandiri. Kegiatan tersebut yaitu, Seminar dan Workshop
Nasional: Aspek Astronomi dalam Kalender Bulan dan Kalender Matahari di
Indonesia, seminar tentang visibilitas hilal, serta seminar tentang penyatuan
kalender Islam. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan di Observatorium
Bosscha, Lembang, Jawa Barat.
3. Kegiatan pengembangan hisab dan rukyat yang dilakukan Observatorium
Bosscha juga dilakukan secara perorangan individu astronom. Keikut sertaan
perwakilan Observatorium Bosscha yang merupakan anggota Badan atau Tim
Hisab dan Rukyat dalam musyawarah kerja, temu kerja, dan evaluasi kerja
yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama. Hadirnya perwakilan dari
Observatorium Bosscha itu sendiri sebagai sebuah pendekatan astronomi
yang perlahan dilakukan oleh Observatorium Bosscha guna meminimalisir
dan meniadakan kesalahan terhadap pengamatan hilal yang sesungguhnya
juga merupakan ranah astronomi, serta memberikan edukasi dan penjelasan
terkait hisab dan rukyat dalam perspektif astronomi murni.
Selain ketiga cara diatas, secara instansi dan kelembagaan Observatorium
Bosscha bersama dengan Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung
melakukan kegiatan pendidikan dan penelitian formal sesuai dengan yang tertera
dalam ayat 2 pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 155, sebagai wahana yang
menciptakan peluang bagi setiap insan untuk mengembangkan diri menjadi
manusia yang berbudaya dan cerdas, mengembangkan pengetahuan baru, dan
inovasi yang bernilai tinggi.41
Kegiatan pendidikan yang dilakukan semenjak
dibentuknya Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1951
telah menghasilkan lulusan atau alumni yang berkiprah dan berdedikasi di
berbagai bidang. Terkait dengan hisab dan rukyat, Observatorium Bosscha beserta
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung telah menghasilkan beberapa
alumni yang sangat berpengaruh dalam pengembangan hisab dan rukyat, ini
41
Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institiut Teknologi
Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara.
66
merupakan salah satu cara Observatroium Bosscha berperan dalam
pengembangan hisab dan rukyat melalui perorangan para alumninya. Adapun
para alumni yang berkiprah dalam perkembangan hisab dan rukyat di Indonesia
antara lain sebagai berikut42
:
1. Prof. Bambang Hidayat, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1952 dan lulus pada tahun
1961. Prof. Bambang Hidayat merupakan Direktur Observatorium Bosscha
dalam rentan waktu tahun 1968-1999, yang menjadikannya sebagai Direktur
Observatorium Bosscha dengan masa jabatan terlama yaitu 31 tahun. Prof.
Bambang Hidayat juga merupakan anggota tersebar Badan Hisab dan Rukyat
yang didirikan pada tahun 1972 mewakili Institut Teknologi Bandung.
2. Drs. Santoso Nitisastro, merupakan pejabat sementara Kepala atau Direktur
Observatorium Bosscha pada tahun 1958-1959 bersama Prof. Dr. O. P. Hok.
Pada tahun 1968-1976, Drs. Santoso Nitisastro ditunjuk menjadi Kepala
Planetarium Jakarta setelah pembangunannya rampung pada tahun 1968.
Pada tahun 1972 menjadi tim perumus dalam pembentukan Badan Hisab dan
Rukyat sekaligus menjadi anggota di dalamnya. Sejak saat itu Planetarium
Jakarta terus aktif dalam melakukan pengembangan hisab dan rukyat bersama
Kementerian Agama.
3. Drs. Darsa Sukartadiredja, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1965 dan lulus pada tahun
1973. Pada tahun 1976-2001 Drs. Darsa Sukartadiredja ditunjuk menjadi
Kepala Planetarium Jakarta menggantikan Drs. Santoso Nitisastro yang juga
menjadikannya Kepala Planetarium Jakarta dengan rentan waktu terlama
yaitu 25 tahun. Pada tahun 1980,Drs. Darsa Sukartadiredja menjadi anggota
personalia Badan Hisab dan Rukyat berdasarkan Keputusan Menteri Agama
No. 38 Tahun 1980 tentang perubahan dan tambahan personalia Badan Hisab
42
Urutan nama para alumni berdasarkan daftar mahasiswa astronomi yang tertera dalam,
Ridwan Hutagalung (editor), Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, Penerbit BPPI,
2014, h. 106-107. Dengan sedikit kekurangan kelengkapan nama-nama mahasiswa antara tahun
1960-1974 dan pengecualian terhadap Saadoe’ddin Djambek yang melangsungkan kuliah singkat
(short course) dalam rentang tahun 1954-1955.
67
dan Rukyat. Drs. Darsa Sukartadiredja juga aktif dalam berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan hisab dan rukyat dan banyak menghasilkan berbagai
tulisan dan artikel terkait pengembangan hisab dan rukyat.
4. Djoni N. Dawanas, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1969 dan lulus pada tahun
1975. Meskipun tidak termasuk sebagai anggota personalia Badan Hisab dan
Rukyat, Djoni N. Dawanas cukup memiliki peran dalam pengembangan
Hisab dan Rukyat di Indonesia dengan aktif dalam berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan tentang hisab dan rukyat dan dengan Purwanto juga
menghasilkan beberapa tulisan berkaitan dengan hisab dan rukyat antara lain:
Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan Ramadan dan Syawal, Peran
Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan Hijriyah dan Pergeseran Titik
Hamal: Fenomena Pengubah Tabel Hisab.
5. Dr. H. Moedji Raharto, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1974 dan lulus pada tahun
1980. Pada tahun 1986 bekerjasama dengan Kementerian Agama terkait hisab
dan rukyat dan menjadi anggota Badan atau Tim Hisab dan Rukyat sampai
saat ini. Dari sekian banyak alumni Jurusan Astronomi dan Observatorium
Bosscha, Dr. Moedji Raharto merupakan alumni yang paling berperan dan
masih berkecimpung di dalam pengembangan hisab dan rukyat hingga saat
ini, itu semua didasari dari perhatiannya terhadap Ilmu Falak dan hisab rukyat
yang membuat pengalaman dan karyanya dalam bidang ini tidak perlu
diragukan lagi.
6. Drs. H. Cecep Nurwendaya, M. Pd, merupakan mahasiswa yang belajar di
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1977. Sejak tahun
2003 menjadi anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama
perwakilan dari instansi Planetarium Jakarta. Mulai tahun 2004 sampai
sekarang aktif dan selalu menjadi narasumber dengan memberikan penjelasan
di hadapan para peserta sidang isbat awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Drs. H. Cecep Nurwendaya, M. Pd juga pernah menjadi narasumber di
berbagai kegiatan hisab dan rukyat di Pusdiklat, Diklat, Seminar, Workshop,
68
Orientasi, Pelatihan, Masjid, Pesantren, dan lain-lain. Selain itu juga
melaksanakan penelitian rutin hisab dan pelaksanaan rukyat terprogram
Planetarium Jakarta pertahun antara 4 sampai 6 kali setiap tahunnya di
berbagai tempat rukyat di Indonesia seperti, Pantai Anyer, Pelabuhan Ratu
dan Kepulauan Seribu.43
7. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, merupakan mahasiswa yang belajar di
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1981. Saat ini
menjadi Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
sejak tahun 2014 sampai sekarang. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin juga
merupakan anggota dari Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama yang
dalam peranannya terhadap hisab dan rukyat aktif di dalam pelatihan dan
pendidikan sebagai narasumber, serta dalam penulisan artikel terkait hisab
dan rukyat sejak masih menjabat sebagai staf Observatorium Bosscha sejak
tahun 1995. Berbagai karya tulisannya menjadi referensi bagi perkembangan
hisab dan rukyat dalam segi astronomi.
8. Agus Purwanto, D.Sc, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung dan lulus pada tahun 1992. Meskipun
menempuh pendidikan di Jurusan Astronomi, Purwanto menyelesaikan
studinya dengan membuat Tugas Akhir yang berjudul “Visibilitas Hilal
Sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam”. Sejak saat itu Purwanto mulai
aktif dalam pengembangan hisab dan rukyat, adapun karyanya yaitu, Aspek
Ilmiah Internasional Kalender Islam, Penyeragaman Kalender Islam Sebuah
Harapan, Bulan Depan, Matahari Tepatdi Atas Ka’bah. Bersama Djoni N.
Dawanas, Purwanto menulis, Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan
Ramadan dan Syawal, Peran Astronomi Dalam Penentuan Awal Bulan
Hijriyah dan Pergeseran Titik Hamal: Fenomena Pengubah Tabel Hisab.
9. Hendro Setyanto, M.Si, merupakan mahasiswa yang belajar di Jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1993 dan lulus pada tahun
2000. Pada tahun 1997 mendirikan sebuah Forum Kajian Ilmu Falak dengan
43
Cecep Nurwendaya, Alumni Astronomi ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat
Kementerian Agama, Interview Pribadivia media sosial, 10 Oktober 2017.
69
nama “Zenith” bersama teman-temannya Jurusan Astronomi.44
Saat ini
Hendro Setyanto, M. Si menjadi anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian
Agama mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Adapun salah satu
karyanya yaitu sebuah buku yang berjudul “Membaca Langit” yang isinya
merupakan kompilasi tulisan yang telah diterbitkan di media massa mengenai
permasalahan dalam sistem penanggalan Hijriyah.
10. Adi Damanhuri, M.Si, menempuh pendidikan strata duanya di Jurusan
Astronomi Institiut Teknologi Bandung pada tahun 2013 dan selesai pada
tahun 2015, Adi Damanhuri saat ini aktif di berbagai kegiatan pengembangan
hisab dan rukyat di Indonesia. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain,
menjadi staf pengajar mata kuliah Ilmu Falak dan Praktikum Hisab dan
Rukyat, membuat aplikasi interface kamera CCD untuk pengamatan hilal,
dan melakukan penelitian kecerahan langit dengan SQM untuk koreksi awal
waktu subuh.45
11. Saadoe’ddin Djambek, seorang tokoh yang disebut sebagai pembaharu
pemikiran hisab (mujaddid al hisab), pola pikirnya banyak dipengaruhi oleh
kalangan astronom diantaranya adalah Prof. Dr. Gale Bruno van Albada yang
merupakan Kepala Observatorium Bossscha periode 1949-1958, serta dosen-
dosennya yang lain ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung.46
Itu semua
karena rasa ketidak puasan Saadoe’ddin Djambek dalam menelaah dan
mengkaji buku-buku Ilmu Falak dengan sistem perhitungan lama yang
keakuratannya perlu diuji lagi. Oleh karena itu pada tahun 1954-1955
44
Hendro Setyanto, Alumni Astronomi ITB, pendiri Imah Noong Lembang Bandung dan
Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, Interview Pribadivia media sosial, 16
Oktober 2017.
45 Adi Damanhuri, Alumni Astronomi ITB, Interview Pribadivia media sosial, 21
November 2017.
46 Susuiknan Azhari,”Saadoe’ddin Djambek: Profil Pembaharu Pemikiran Hisab di
Indonesia”, dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 44.
70
Saadoe’ddin mencoba memperdalam pengetahuannya di Fakultas Ilmu Pasti
Alam dan Astronomi Institut Teknologi Bandung.47
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Observatorium Bosscha telah
melakukan berbagai cara dalam memberikan peran terhadap pengembangan hisab
dan rukyat di Indonesia melalui berbagai kegiatannya. Apa yang telah dilakukan
Observatorium Bosscha itu sendiri di dalam pengembangan hisab dan rukyat
melalui berbagai kegiatannya sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai
satuan penunjang akademik yang di dalamnya terdapat kegiatan pendidikan dan
penelitan terkait hisab dan rukyat. Lebih dari itu, kegiatan pendidikan dan
penelitian yang telah dilakukan jika dilihat dari dampak dan pengaruhnya
merupakan kegiatan yang ditujukan sebagai pengabdian kepada masyarakat
mengingat perihal hisab dan rukyat ini berkenaan dengan kebutuhan masyarakat
muslim yang ada di Indonesia. Dari berbagai cara yang telah dilakukan berkaitan
dengan perkembangan hisab dan rukyat memiliki porsi yang sama antara hisab
dan rukyat itu sendiri, karen hisab dan rukyat merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan begitupun dalam astronomi dimana perhitungan astronomi
dan observasi merupakan inti dalam perkembangan ilmu astronomi.
Memperhatikan andil Observatoium Bosscha Institut Teknologi Bandung
dalam pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia yang sudah dilakukan sejak
1973 sampai sekarang, penulis melihat bahwa hasil dan pengaruh andil tersebut
sangat besar dan dapat dikatakan berhasil. Hal ini terlihat dari beberapa indikator,
antara lain sebagai berikut:
1. Sistem hisab yang berbasis segitiga bola semakin banyak digunakan di
lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti di pesantren, Perguruan Tinggi
Islam, dan lainnya.
2. Adanya penerbitan sumber data hisab yang didasarkan kepada data hisab
kontemporer seperti buku ephemeris hisab rukyat yang kini diterbitkan oleh
Kementerian Agama dan Mahkamah Agung.
47
Susuiknan Azhari,”Saadoe’ddin Djambek: Profil Pembaharu Pemikiran Hisab di
Indonesia”, dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat, h. 41.
71
3. Pelaksanaan rukyat kini sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
teleskop dan hasilnya berupa gambar hilal langsung saat itu juga dikirimkan
ke para peserta dan panitia sidang isbat yang dilaksanakan oleh Kementerian
Agama.
4. Sejak tahun 2008 di IAIN Walisongo Semarang dibuka Program Studi
Khusus Astronomi Islam S1,48
S2, dan S3 dalam rangka melahirkan ahli
astronomi Islam yang profesional dapat memadukan khazanah Islam dan
sains modern.49
5. Sejak 1966 sampai 2007 telah dilakukan penelitian berkaitan astronomi Islam
adalah sebanyak 107 mahasiswa (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta) dengan berbagai tema. Hal ini menggambarkan
perkembangan studi astronomi Islam yang telah banyak dilakukan sebelum
berdirinya Program Studi Ilmu Falak S1, S2, dan S3. Setelah berdirinya
program-program tersebut, hasil riset sangat beragam dan menyentuh
problem baru yang belum dikaji sebelumnya.50
Kini semakin banyak
mahasiswa tingkat S2 dan S3 yang menyusun tesis dan disertasinya di bidang
hisab dan rukyat.
48
Pada tahun ini masih berupa konsentrasi di bawah Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah,
baru setelah tahun 2012 menjadi Program Studi Ilmu Falak.
49 Susiknan Azhari, Studi Astronomi Islam Menelusuri Karya dan Peristiwa, (Yogyakarta:
Pintu Publishing, 2017), h. 24.
50 Susiknan Azhari, Studi Astronomi Islam Menelusuri Karya dan Peristiwa,h. 28.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah penulis paparkan yang
bersumber baik dari teori-teori maupun dari data-data yang penulis
dapatkan, serta analisis yang penulis lakukan, maka penulis memberi
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tugas pokok dan fungsi Observatorium Bosscha adalah sebagai
perangkat penunjang akademik Institut Teknologi Bandung
(khususnya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam),
sebagai pusat penelitian dan pengembangan keilmuan astronomi di
Indonesia, sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam
bidang astronomi (melalui bprogram berupa kegiatan-kegiatan)
dengan melakukan kerjasama dengan beberapa instansi.
2. Bahwa selain fungsi diatas, Observatorium Bosscha memiliki peran
dan sumbangsih dalam perkembangan hisab yang signifikan di
Indonesia. Observatorium Bosscha dalam perkembangan ilmu hisab,
telah memberikan pengetahuan tentang dasar-dasar astronomi
modern terhadap perkembangan ilmu hisab di Indonesia. Dasar
astronomi yang telah diberikan berkaitan dengan perhitungan
astronomi berkaitan dengan pelaksanaan ibadah seperti arah kiblat,
waktu salat dan awal bulan kamariah. Kehadiran Observatorium
Bosscha dalam pengembangan ilmu hisab memperkaya pengetahuan
tentang perhitungan astronomi yang menjadi acuan dalam metode
hisab haqiqi kontemporer khususnya, dikarenakan perhitungan
astronomi yang dikembangkan oleh Observatorium Bosscha di
dalamnya terdapat pembaharuan yang terus menerus dilakukan.
3. Observatorium Bosscha juga berperan dalam perkembangan rukyat
di Indonesia dengan memberikan edukasi tentang cara merukyat
73
secara profesional didasari oleh ilmu astronomi, juga pelaksanaan
rukyat dengan menggunakan teleskop untuk memverifikasi objek
penelitian (hilal) itu sendiri. Diskusi dan dialog pun dilakukan guna
menyampaikan pengetahuan rukyat dalam segi astronomi kepada
berbagai elemen di dalam berbagai kesempatan termasuk dalam
temu kerja yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama terlebih
terhadap para perukyat yang melaksanakan rukyat tiap tahunnya.
Semua ini dilakukan guna menghindari kekeliruan dan kesalahan
dalam merukyat nantinya, sehingga meminimalisir kesalahan dalam
pelaksanaan rukyat itu sendiri karena hal tersebut berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah yang hendak dilaksanakan oleh umat Islam.
4. Cara yang ditempuh Observatorium Bosscha dalam memberikan
andil terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia, adalah:
a. melalui kelembagaan dengan memberikan kontribusi berupa andil
dalam bentuk kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Kontribusi Observatorium Bosscha ini
dilakukan dengan kerja sama bersama Kementerian Agama,
secara mandiri melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan, dan
melalui kegiatan para astronom yang masih aktif di
Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung:
b. melalui perorangan alumni Jurusan Astronomi dan Observatorium
Bosscha yang berkiprah dalam pengembangan hisab dan rukyat di
Indonesia. Para alumni tersebut sangat memiliki pengaruh yang
nyata terhadap pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia.
B. Saran-Saran
Berdasarkan pemaparan skripsi ini maka penulis memberikan
beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,
diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Kementerian Agama sebagai lembaga yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan hisab dan rukyat di Indonesia, untuk terus
74
meningkatkan kerja sama terhadap lembaga-lembaga lain yang
berkaitan dengan hisab dan rukyat, khususnya lembaga astronomi
seperti Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung.
2. Bagi Observatorium Bosscha dan Jurusan Astronomi Institut
Teknologi Bandung, untuk terus melakukan kaderisasi dan
regenerasi terhadap astronom-astronom yang berkecimpung dalam
pengembangan hisab dan rukyat di Indonesia dan meningkatkan
peran Observatorium Bosscha terhadap pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia sebagai sarana pemasyarakatan astronomi di
Indonesia.
3. Bagi semua pihak yang berperan dalam pengembangan hisab dan
rukyat di Indonesia, untuk menjadikan astronomi sebagai salah satu
solusi dalam menanggapi perbedaan dan gesekan terkait pelaksanaan
ibadah seperti penentuan awal bulan kamariah, awal waktu salat, dan
arah kiblat, sebagaimana yang dikembangkan oleh Observatorium
Bosscha Institut Teknologi Bandung.
71
71
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia
Sumber Data dari Buku dan Makalah
Al-Imam Ibn al-Husen Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi An-
Naisaburi, Al-Jami’ al-Musamma Sahih Muslim, juz II Semarang: Toba Putera
Al Qardlawi, Yusuf. (2000) Taisirul Fiqhi (Fiqhushiyam). Penerjemah Nabilah
Lubis, Fiqh Puasa, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Amin, Ma‟ruf. (1994) ”Rukyah Untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadan
Menurut Pandangan Syariah dan Iptek,” dalam Rukyah Dengan Teknologi
(Upaya Mencari Kesamaan Pandangan Tentang Penentuan Awal
Ramadan dan Syawal. Jakarta; Gema Insani Press
An-Nawawi, Raudatutthalibin, Beirut: Dar al-fikr
Azhari, Susiknan. (2006) “Penggunaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia
(Studi tentang Interaksi NU dan Muhammadiyah.” Disertasi S-3 Program
Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
--------------.(2007) Hisab & Rukyat (Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
--------------.”Saadoe‟ddin Djambek (2004): Profil Pembaharu Pemikiran Hisab di
Indonesia,” dalam Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan
Peradilan Agama
--------------.(2017) Studi Astronomi Islam Menelusuri Karya dan Peristiwa.
Yogyakarta: Pintu Publishing
Anwar, Syamsul & kawan-kawan.(2016) Hisab Bulan Qomariyah (Tinjauan
Syar’i tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah).
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Bashori, Muhammad Hadi (2016). Bagimu Rukyatmu Bagiku Hisabku. Jakarta,
Pustaka Al-Kautsar
Butar Butar, Arwin Juli Rakhmadi. (2016) Khazanah Astronomi Islam Abad
Pertengahan. Purwokerto: UM Purwekerto Press
72
72
Dahlan, Abdul Aziz. (1994) Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Data dan dokumentasi Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung
Dawanas, Djoni N dan Purwanto.(1994) “Tinjauan Sekitar Penentuan Awal Bulan
Ramadan dan Syawal,” dalam Darsa Sukartadiredja dan Imam Rosjidi,
e.d., Proceedings Seminar Ilmu Falak. Jakarta: B.P. Planetarium dan
Observatorium Jakarta Pemerintah DKI Jakarta
Departemen Agama RI. (1974), Laporan Kegiatan Musyawarah Badan Hisab dan
Ru‟yah Departemen Agama. Jakarta: Direktorat Peradilan Agama Ditjen
Bimas Islam
Djambek, Sa‟adoeddin. “Penetapan Tanggal Satu Bulan Qomariyah di Indinesia.”
Jakarta: paper disampaikan pada Musyawaran Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama RI, 1 Juli 1974.
Djamaludin, Thomas. (2001). Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat.
Jakarta: LembagaPenerbangan dan Antariksa Nasional
--------------.(1995) “Peran Penting Almanak Astronomi di Masyarakat,” dalam B.
Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari
Astronomi. Jurusan Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi Indonesia.
Ditbinbapera Islam. (2004) “Hisab dan Rukyat Permasalahannya di Indonesia,”
dalam Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama
Dwi Narwoko J, Bagong Suryanto, (2006) Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan, Jakarta: Kencana Media Group
Effendi, Siti Larissa Sarasvati. (2012) “Potensi Pengembangan Eko-Edu Wisata di
Kawasan Observatorium Bosscha.” Tugas Akhir Sekolah Arsitektur
Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Hutagalung, Ridwan. (2014), Lebih Dekat dengan Karel Albert Rudolf Bosscha.
Badan Pelestarian Pustaka Indonesia
Imron AM, Mu‟ammal dan Umar Fanany. Terjemah Nailul Authar Jilid 3.
Surabaya: Bina Ilmu.
Izzudin, Ahmad. (2007), Fiqih Hisab Rukyat. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jamil, A. (2009). Ilmu Falak. Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Amzah
73
73
J Cohen, Bruce. (1992). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta
Komaruddin, ( 1994). Ensiklopedia Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara
Kunto, Suharsimi Ari (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta, PT. Rineka Cipta
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. (2006). Pedoman Rukyat dan
Hisab Nahdlatul Ulama. Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama
Mahkamah Agung RI. (2007) Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama
Mansur, Jabir. (1974). Dalam Laporan Kegiatan Musyawarah Badan Hisab dan
Rukyat Departemen Agama RI dan Musyawarah antar Negara MABIMS.
Jakarta: Direktorat Peradilan Agama, Ditjen Bimas Islam Departemen
Agama RI
Marpaung, Watni. (2015). Pengantar Ilmu Falak. Jakarta: Pranamedia Group
Maskufa. (2009). Ilmu Falak. Jakarta: Gaung Persada Press. Cet. I
Moeloeng, Lexi J. (2001) Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung, PT. Remaja
Rosda Karya
Narboko, Cholid dan Abu Achmadi. (1997) Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Pustaka
Nazir, Muhammad. (1998). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Overdracht van Sterrenwacht „ Aid de Preangerbode. Rabu 17 Oktober 1951.
Poerdwadarminta, WJS. (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
Purwanto dan Djoni N. Dawanas. (2004). “Peran Astronomi Dalam Penentuan
Awal Bulan Hijriyah,” dalam, Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama
Pyenson, Lewis. (2016) “Empire of Reason: Exact Sciences in Indonesia,” dalam
Bayu Baskoro Febianto. Observatorium Bosscha (Bosscha Sterrenwacht)
di Lembang, Bandung: dari Penelitian Hingga Pendidikan 1920-1959.
Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia
74
74
Rachim, Abdur. (1999) “Sistem Hisab Departemen Agama.” Jakarta: makalah
disampaikan dalam Musyawarah Kerja Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan
Hisab Ru‟yah
Raharto, Moedji. (2000) Astronomi Islam Dalam Perspektif Perkembangan
Astronomi Modern. Bandung: makalah disampaikan dalam Pendidikan dan
Pelatihan Hisab-Rukyat Negara-Negara MABIMS
Ruskanda, Farid S. (2004) ”Teknologi Untuk Pelaksanaan Rukyat,” dalam
Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
--------------.(2005) 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Sains dan Teknologi.
Jakarta: Gema Insani Press
Sagan, Carl. (1997) Kosmos. Yayasan Obor Indonesia
Saksono,Tono. (2007) Mengkompromikan Hisab dan Rukyat. Jakarta: PT
Amythas Publicita
Setyanto, Hendro. (2008). Membaca Langit. Jakarta: al-Ghuraba
Soekanto, Soerjono, (2001), Peneitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta:Raja Grafindo
Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Soerjono Soekanto, (1999). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Somadikarta, S, Tri Wahyuning, dkk. (2000), Tahun Emas Universitas
Indonesia: Jilid 1 dari Balai Universitas. Penerbit Universitas Indonesia
Sukartadiredja, Darsa. “Perhitungan Kalender Qomariyah dan Penentuan Awal
Bulan.” Jakarta: makalah ini disampaikan dalam Seminar Ru‟yah dan
Hisab Menurut Tinjauan Astronomi dan Fuqoha diselenggarakan oleh
Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia.
Taufik. (2004), Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal –
Selayang pandang Hisab dan Rukyat. Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
75
75
--------------.(2004) “Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia,” dalam Selayang
Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
Voute, J. „Bosscha Sterrenwacht: Introduction,‟ Annalen van der Bosscha
Sterrenwacht te Lembang (Java). Volume 1, Juni 1933.
Widiana, Wahyu. (1995). “Pemasyarakatan Astronomi dan Permasalahannya,”
dalam B. Dermawan, Hakim L. Malasan, dkk, Prosidings Seminar Sehari
Astronomi. Bandung: Jurusan Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi
Indonesia
Sumber Data dari Internet
bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen.
bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/non-aktif.
bosscha.itb.ac.id/id/index.php/teleskop-dan-instrumen/aktif/teleskop-portable.
http:// mrlungs.wordpress.com/pendekatan-sosiologis
Mengenal Seluk Beluk Program Studi Astronomi ITB,
www.itb.ac.id/news/read/5479/home/mengenal-seluk-beluk-program-
studi-astronomi-itb
Sejarah Observatorium Bosscha, bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-
bosscha/sejarah-observatorium-bosscha
Sanusi, Ahmad. Tata Laksana Kegiatan Rukyat Hilal Awal Bulan Hijriyah Di
Pob Palabuhanratu. http://www.pa-cibadak.go.id/artikel
Tentang Bosscha,bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha
Sumber Data Peraturan Perundang-Undangan
Keputusan Menteri Agama No. 43 Tahun 2013.
Keputusan Menteri Agama No. 178 Tahun 2014.
Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam tanggal 28 Juni 1973 no. D.J/96/P/1973
tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Tersebar Departemen
Agama.
76
76
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1959 tentang Pendirian Institut Teknologi
Bandung
Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut
Teknologi Bandung Sebagai Badan Hukum Milik Negara.
Sumber Data dari Wawancara
Interview Pribadi via media sosial dengan Adi Damanhuri. M.Si. Alumni
Astronomi ITB, 21 November 2017.
Interview Pribadi via media sosial denganCecep Nurwendaya. M.Pd. Alumni
Astronomi ITB dan Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama,
10 Oktober 2017.
Interview Pribadi via media sosial dengan Hendro Setyanto. Alumni Astronomi
ITB. Pendiri Imah Noong Lembang Bandung dan Anggota Tim Hisab dan
Rukyat Kementerian Agama, 16 Oktober 2017.
Interview Pribadidengan Moedji Raharto. Astronom ITB dan Anggota Tim Hisab
dan Rukyat Kementerian Agama. Lembang, 10 September 2017.
DAFTAR MAKALAH YANG DISAMPAIKAN DALAM DIKLAT HISAB TUKYAT
NEGARA MABIMS 10 JULI-5 AGUSTUS 2000
NO. JUDUL PENULIS JUMLAH
HALAMAN
1. Camera CCD: Mata Elektronik
Astronomi Pengamatan
CCD dalam Astronomi
Detektor Astronomi Optik: Dari
Mata Hingga Sensor Elektrronik
Pengantar Proses Citra dalam
Astronomi
Characterization of CCD
Camera System at Bosscha
Observatory
Dr. Hakim L. Malasan
(Obseervatorium Bosscha)
51
2. Menghitung Awal Bulan Qomariyah
Menurut Sistem Khulashah Wafiyah
Drs. H. Taufik SH.MH
(Badan Hisab Rukyat Depag RI)
6
3. Pengaruh Regresi Garis Nodal Bidang
Orbit Bulan-Bidang Eliptikal Di Bidang
Ekliptika Terhadap Visibilitas Hilal
Susilo Edy, S.SI
(Observatorium Bosscha)
56
4. The Moon Sighing Dr. Dhani Hendrawijaya
(Jurusan Astronomi)
7
5. Panjang dan Lebar Umbra dan
Penumbra
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
17
6. Kalkulasi Gerhana Ferry M. Simatupang, S.SI
(Jurusan Astronomi)
10
7. Fenomena Atmosfer Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
10
8. Sistem Koordinat di Bola Langit Dr. T. Djamaludin (LAPAN) 51
9. Sistem Koordinat Astronomi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
49
10. Penentuan Kedudukan Hilal di Negara
Brunei Darussalam
Hj. Md. Lazim bin Hj. Matali
Hj. Sahrin bin Hj. Kadih
Hj. Mahadi bin Hj. Mohd Tahir
Hj. Juhaili bin Hj. Lamat
(utusan Neg. Brunei
Darussalaam)
16
11. Baitul Hilal dan Arah Kiblat di
Malaysia
Ust. Ahmad Safuan bin Md.
Nayan
Ust. Zulkifli bin Othman
(Utusan Malaysia)
9
12. Permasalahan Penentuan Awal Bulan
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah
Drs. H. Muslim Munawar SH
(Utusan Pengadilan Agama
Cirebon)
11
13. Akar Perbedaan Hari Raya di
Indonesia
Drs. Syiratin Shodiq
(Utusan Pengadilan Agama
10
Surabaya)
14. Peran Hakim Pengadilan Agama dalam
Penentuan Awal Bulan
Drs. Ahmad Fathoni, SH
(Utusan Pengadilan agama
Cibinong)
5
15. Penentuan Awal Bulan Qamariyah
Menurut Fuqaha
(Drs. M. Ma’muri A.S
(Utusan Institut Keislaman
Hasim Asy’ari Jombang)
8
16. Peran Hisab Rukyat dalam penentuan
Awal Bulan Qamariyah
Drs. Endang Sutisna
(Utusan Staf Pengajar Pesantren
PERSIS Bandung)
6
17. Rencana Pengamatan Astrofotografi
dengan Lensa Tele Gerhana Bulan
Total 16 Juli 2000
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
57
18. Under A Tropical Sky: A History of
Astronomy in Indonesia
Prof. Dr. Bambang Hidayat
(Observatorium Bosscha)
16
19. Algoritma Penentuan Terbit-Tenggelam
Matahari dan Bulan dengan
Astronomical Almanac
Hendro Setyanto,S.SI
(Observatorium Bosscha)
13
20. Hisab Awal Bulan Hijriah
menggunakan Astronomical Almanac
Hendro Setyanto, S.Si
(Observatorium Bosscha)
9
21. Sistem Koordinat Ekuator dan Sistem
Koordinat Ekliptika
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
17
22. Praktek Ibadah Puasa Rasulullah
Menurut ilmu Astronomi
Drs. H. Sofwan Jannah, M.Ag
(Utusan UII Yogyakarta)
8
23. Perbandingan Hasil Perhitungan Ijtimak
sistem Meeus, Newcomb, dan Al-
Sulam Al-Nayyiran
Drs. Chairul Anam
(Utusan Al-Irsyad al-Islamiyah)
4
24. Rubu’ Mujayyab Drs. Muhyiddin
(Utusan PW Lajnah Falakiyah
Nahdatul Ulama Yogyakarta)
10
DAFTAR MAKALAH YANG DISAMPAIKAN DALAM DIKLAT HISAB RUKYAT
NEGARA MABIMS 10 JULI-5 AGUSTUS 2000
NO. JUDUL PENULIS JUMLAH
HALAMAN
1. Kebijakan Pemerintah Indonesia
Dalam Menyikapi Permasalahan
Hisab Rukyat Di Tingkat
Nasional Dan Internasional
Ppenetapan Tanggal 1 Syawal
1414 Hijriyah Beberapa
Kemungkinan
Beberapa Faktor Yang
Menyebabkan Ditolaknya
Laporan Rukyat
Kemungkinan Perbedaan
Penetapan 1 Syawal 1414 H
Drs, Wahyu Widiana, MA 59
2. Multimedia CD-Rom: Astronomi Untuk
Khalayak
Baju Indrajaja, S.SI (jurusan
Astronomi)
8
3. Ramadhan 1421 H Dalam Dinamika
Klender Hijriyah Dan Masehi
Dr. M. Muslih Husein
(STAIN Pekalongan)
12
4. Fenomena Perbedaan Idul Fitri Masa
Orde Baru Sebuah Survei Historis
Susiknan Azhari
(Utusan pim. Pus.
Muhamadiyyah Jogjakarta)
18
5. Upaya Penyederhanaan Rumus JD
(Julian Date)
Drs. H. Selamet Hambali
(Utusan PP. Lajnah Falakiyah
Nahdatul Ulama)
7
6. Presesi dan Nutasi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
24
7. Sekilas tentang Hisab dan Rukyat Dr. T Djamaludin
(LAPAN)
33
8. Detektor Astronomi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
27
9. Hisab Awal Bulan Qamariyah dan
Gerhana Matahari (menurut sistem
Newcomb)
Drs. H. Abdul Rachim 35
10. Metode Hisab Sullam Al-Nayyirain Drs. H. Taufik, SH.MH
(Bdn HR Dep. Agama RI)
7
11. Fotografi Astronomi Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
23
12. Lebar Sabit Hilal Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
15
13. Hubungan Lebar Sabit Hilal Dengan
Posisi Bulan Dan Matahari
Dr. Moedji Raharto 8
14. Hisab Awal Bulan Ramadhan 1421 H
Menurut Sistem Epheremis Dan Sistem
Drs. Syarif Usman
(Utusan Pengadilan Agama
9
Sullamun Nayirain Markaz Indramayu Indramayu)
15. Konstanta, Segitiga Datar Dan Rumus
Trigonometri
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
16
16. Penurunan Dan Pengembangan Rumus
Astronomi Bola
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
31
17. Penggunaan Rumus Astronomi Bola
Penentuan Arah Kiblat
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
4
18. Astronomi Islam Dalam Persfektif
Perkembangan Astronomi Modern
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
42
19. Indo-Malay Astronomy Prof. Dr. Bambang Hidayat
(Observatorium Bosscha)
20
20. Fenomena Gerhana Dalam Astronomi
Dan Gerhana Bulan Total 16 Juli 2000
Dr. Moedji Raharto
(Observatorium Bosscha)
24