penggunaan obat yang tidak rasional yang tidak sesuai rational use of medicine
DESCRIPTION
rational of drugTRANSCRIPT
Penggunaan obat yang tidak rasional yang tidak sesuai Rational Use of Medicine (RUM)
ternyata masih banyak terjadi di Indonesia. Maslah klasik uang sulit dikendalikan ini menjadi
tanggung jawab pembuat kebijakan, asosiasi profesi tenaga kesehatan, industri farmasi,
dokter, apoteker, hingga media massa dan pasien. Kerja sama dan dukungan semua pihak
diperlukan untuk memperbaiki kualitas pola pengobatan menjadi rasional sebagaimana
dianjurkan Badan Kesehatan Dunia WHO. Rational Use of Medicine (RUM) dikenal dengan
istilah Penggunaan Obat Yang Rasional. Istilah Penggunaan Obat Yang Rasional sendiri
dalam bahasa Inggris juga sering disebut Rational Use of Drug (RUD). Sehingga RUD atau
RUM sebenarnya memiliki makna yang sama.
Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah pemberian obat yang sesuai kebutuhan
pasien, dalam dosis yang sesuai dan periode waktu tertentu, serta dengan biaya serendah
mungkin baik bagi pasien maupun komunitasnya. Pola pengobatan yang tidak mengikuti
kaidah-kaidah di atas adalah pola pengobatan tidak rasional.
Definisi RUM menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan Rational Use of
Medicine adalah :“ Patients receive medications appropriate to their clinical needs, in doses
that meet their own individual requirements, for an adequate period time, and at the lowest
cost to them and their community.” “Pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan
kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individual, untuk jangka
waktu yang sesuai dan dalam biaya terapi yang terendah bagi pasien maupun komunitas
mereka.”
Pengobatan Rasional
1. Tepat Pasien Obat hanya diberikan berdasarkan ketepatan tenaga kesehatan dalam menilai
kondisi pasien dengan mempertimbangkan :
Adanya penyakit yang menyertai, misalnya pasien dengan kelainan ginjal atau hati tidak
boleh mendapatkan obat yang dapat mempengaruhi ginjal (nefrotoksik) atau hati
(hepatotoksik)
Kondisi khusus : hamil, menyusui, balita, lansia
Pasien dengan riwayat alergi
Pasien dengan riwayat psikologis.
2. Tepat Indikasi Apabila ada indikasi yang benar untuk penggunaan obat tersebut sesuai
diagnosa dan telah terbukti manfaat terapinya. Prinsip Tepat Indikasi adalah tidak semua
pasien memerlukan intervensi obat. Di beberapa negara berkembang, persentase peresepan
antibiotika yang sebenarnya tidak perlu diberikan berkisar antara 52% sampai 62%. Data
yang terekam dari Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan YOP mencatat sedikitnya
47% antibiotika yang diberikan sebenarnya tidak diperlukan. Penggunaan antibiotika yang
tidak tepat ini akan menimbulkan masalah baru, yaitu resistensi kuman.
3. Tepat Obat Adalah ketepatan pemilihan obat dengan mempertimbangkan:
Ketepatan kelas terapi dan jenis obat sesuai dengan efek terapi yang diperlukan.
Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti, baik resiko efek sampingnya maupun
adanya kontraindikasi.
Jenis obat paling mudah didapat.
Sedikit mungkin jumlah jenis obat yang dipakai
Pemilihan obat harus disesuaikan dengan efek klinik yang diharapkan.
4. Tepat Pemberian, Dosis dan Lama Pemberian Obat Efek obat yang maksimal diperlukan
penentuan dosis, cara dan lama pemberian obat yang tepat. Besarnya dosis, cara dan
frekuensi pemberian obat umumnya didasarkan pada sifat farmakokinetik dan
farmakodinamik obat serta kondisi pasien. Sedangkan lama pemberian obat berdasarkan pada
sifat penyakit, apakah penyakit akut atau kronis, kambuhan berulang, dan sebagainya.
Tepat Dosis adalah ketepatan jumlah obat yang diberikan pada pasien, dimana dosis berada
dalam range dosis terapi yang direkomendasikan serta disesuaikan dengan usia dan kondisi
pasien. Misalnya pasien anak > 60 kg biasanya disarankan menggunakan dosis dewasa. Usia
lanjut atau pasien dengan kerusakan ginjal dan hati biasanya memerlukan penyesuaian dosis.
Tepat Cara Pemberian Obat adalah ketepatan pemilihan bentuk sediaan obat yang diberikan
sesuai dengan diagnosa, kondisi pasien dan sifat obat. Misalnya per oral (melalui mulut), per
rektal (melalui dubur), per vaginal (melalui vagina), parenteral (melalui suntikan, bisa
intravena, intramuskular, subkutan) atau topikal (dioleskan di kulit, seperti krim, gel, salep).
Jika obat masih bisa diberikan melalui oral, hindari pemberian melalui parenteral. Jika terapi
cukup secara lokal melalui obat-obat topikal, tidak perlu diberikan melalui oral.
Tepat Frekuensi atau Interval Pemberian Obat adalah ketepatan penentuan frekuensi atau
interval pemberian obat sesuai dengan sifat obat dan profil farmakokinetiknya, misalnya tiap
4 jam, 6 jam, 8 jam, 12 jam atau 24 jam. Jika obat dalam tubuh akan habis dalam waktu 8
jam, sebaiknya obat diberikan 3 kali sehari.
Tepat Lama Pemberian Obat adalah penetapan lama pemberian obat sesuai dengan diagnosa
penyakit dan kondisi pasien. Apakah obat cukup diminum hingga gejala hilang saja, atau obat
perlu diminum selama 3 hari, 5 hari, 3 bulan, dll.
Tepat Saat Pemberian Obat adalah ketepatan menentukan saat terbaik pemberian obat sesuai
dengan sifat obat dan kondisi pasien. Apakah obat diberikan sebelum makan, sesudah makan,
saat makan, sebelum operasi atau sesudah operasi, dll.
5. Tepat Biaya Biaya terapi (harga obat dan biaya pengobatan) hendaknya dipilih yang paling
terjangkau oleh keuangan pasien. Mengutamakan meresepkan obat-obat generik
dibandingkan obat paten yang harganya lebih mahal.
6. Tepat Informasi Apabila informasi yang diberikan jelas (tidak bias) baik, baik tentang obat
yang digunakan pasien maupun informasi lainnya yang menunjang perbaikan pengobatan.
Misalnya informasi tentang cara pemakaian obat, efek samping, kegagalan terapi bila tidak
taat, upaya yang dilakukan bila penyakit makin memburuk, mencegah faktor resiko terjadi
penyakit, dll.
Penggunaan obat Rasional dalam konteks biomedik mencakup beberapa kriteria, yaitu
(Management Science for Health, 2012) :
Tepat indikasi, dimana peresepan berdasarkan kepada pertimbangan medis
Tepat obat, mempertimbangkan keefektifan, keamanan, kecocokan obat dengan pasien, dan
harga
Tepat dosis, pemberian dan durasi terapi
Tepat pasien, bahwa tidak ada kontra indikasi, dan kemungkinan terjadinya efek samping
sangat kecil
Benar cara penyerahan obat, termasuk pemberian informasi yang tepat yang diberikan pada
pasien berkaitan dengan obat yang diresepkan
Kepatuhan pasien terhadap obat.
Manfaat RUM
Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat membahayakan pasien. Hal
ini berhubungan dengan poin 1 hingga 4 dari 6 poin RUM, yaitu tepat pasien, tepat indikasi,
tepat obat, tepat cara pemberian, dosis dan frekuensi.
Mempermudah dan membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh obat
dengan harga terjangkau. Sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat ikut ‘menikmati’
obat dengan adanya prinsip tepat biaya.
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat di institusi-institusi seperti RSUD,
Puskesmas sebagai salah satu upaya cost effective medical intervention. Dengan demikian
semakin banyak pasien yang bisa diobati.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan.
Penggunaan Obat Irasional
Penggunaan obat tidak rasional terjadi pada semua Negara dan pada semua tatacara
pelayanan kesehatan, dari rumah sakit sampai di rumah. Hal tersebut mencakup masalah
pemberian obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan tetapi diresepkan, obat yang salah, tidak
aman, atau tidak efektif tetapi tetap diresepkan atau diserahkan, obat yang efektif tersedia
tetapi tidak digunakan, dan penggunaan obat yang tidak benar oleh pasien. Contoh
penggunaan obat yang tidak rasional
Polifarmasi Polifarmasi terjadi ketika pasien menggunakan banyak obat dari yang kebutuhan
yang seharusnya. Polifarmasi dinilai dengan menghitung jumlah obat rata-rata yang
diresepkan pada pasien
Penggunaan obat yang tidak perlu Seringkali, pengobatan yang diterima pasien tidak
diperlukan. Penggunaan obat yang tidak diperlukan biasanya sering tidak sesuai dengan
kebutuhan terapi
Penggunaan obat yang salah Dengan berbagai alasan, penggunaan obat yang salah sering
terjadi dalam perespan ataupun penyerahan obat pada pasien. Data dari Negara maju dan
Negara yang dalam masa transisi mengindikasikan bahwa kurang dari 40 % pasien yang
menerima terapi sesuai dengan standar terapi
Penggunaan obat yang tidak efektif dan obat dengan keamanan yang diragukan Penggunaan
obat yang tidak efektif kadang-kadang diberikan pada pasien karena sudah umum digunakan
atau karena pasien berfikir bahwa obat yang umum diresepkan adalah lebih baik
Obat yang tidak aman Kemungkinan terjadinya efek samping yang berat terjadi ketika obat
yang tidak aman diresepkan. Contoh yang umum adalah ketika steroid digunakan untuk
merangsang pertumbuhan dan nafsu makan pada anak-anak dan atlet.
Dampak Pengobatan Tidak rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional dalam skala yang luas bisa menyebabkan terjadinya
efek samping terhadap biaya pelayanan kesehatan, kualitas terapi dan pelayanan medik,
sebagaimana telah menjadi penyebab terjadinya resistensi mikroba. Efek samping lain
kemungkinan juga meningkat dan akan menimbulkan ketidakpercayaan pasien terhadap obat.
Kualitas terapi dan pengobatan Peresepan obat yang tidak tepat dapat aja terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dapat memperburuk kualitas hidup pasien dan memberikan
pengaruh yang negative terhadap hasil terapi. Kemungkinan terjadinya reaksi efek samping
meningkat ketika obat yang diresepkan ternyata tidak diperlukan. Sebagai contoh, terjadinya
over dosis gentamisin dapat menyebabkan masalah pendengaran yang serius, penyalahgunaan
produk injeksi dapat menyebabkan penulatan HIV, hepatitis B dan C, dan penyakit lain yang
penularannya melalui darah
Resistensi antimikroba Penggunaan jangka panjang atau penggunaan antibiotika dengan dosis
yang tidak sesuai atau punggunaan zat-zat untuk kemoterapi dapat menyebabkan terjadinya
resistensi strain mikroba dan parasit malaria. Keuntungan dalam bidang kesehatan yang
berasal dari penemuan antimikroba dapat membahayakan karena meluasnya resistensi
antimikroba terhadap antibiotika yang merupakan pilihan pertama dengan harga yang murah.
Terjadinya resistensi terhadap antimikroba merupakan fnomena biologi yang alami yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk oleh faktor manusia. Penggunaan
antimikroba pada beberapa dosis dan periode waktu akan memaksa mikroba untuk
beradaptasi atau mati, mikroba yang mampu beradaptasi dan bertahan memiliki gen resistensi
yang akan diwariskan. Bakteri yang menginfeksi yang merupakan mikroba yang resisten
terutama akan menyebabkan diare, infeksi saluran pernafasan, tuberculosis dan hospital-
acquired infections. Ketika infeksi menjadi resisten terhadap antibiotika lini pertama , terapi
harus beralih pada antibiotic lini kedua atau lini pertama yang biasanya akan lebih mahal atau
lebih toksik.
Biaya Besar Berlebihan atau penggunaan obat yang tidak tepat, meskipun salah satunya
esensial, dapt menyebabkan terjadinya pemborosan baik pasien ataupun pada sistem
kesehatan. Di banyak Negara, penggunaan produk farmasi yang tidak esensial, seperti
multivitamin atau obat batuk menghabiskan sumber daya keuangan yang terbatas yang secara
bijaksana dapat dialihkan kepada obat lain yang lebih esensial dan penting, seperti vaksin dan
antibiotika. Penggunaan obat yang tidak tepat pada tahapan awal penyakit bisa menyebabkan
bertambahnya biaya dengan memperlama penyakit dan mungkin juga perawatan.
Psikososial Peresepan yang berlebihan membuat pasien percaya bahwa mereka
membutuhkan pengobatan untuk semua kondisi. Meskipun untuk hal yang ringan. Pasien
akan lebih tergantung pada obat. Ketergantungan ini akan menyebabkan meningkatnya
permintaan. Pasien mungkin akan meminta injeksi yang tidak dibutuhkan karena mereka
telah terbiasa diservis dengan sistem kesehatan yang moderen, kemudian mereka akan
terbiasa mendapatkan injeksi. Penelitian juga menunjuukkan bahwa pasien juga akan
meminta dan berharap dokter antibiotic yang sebenarnya tidak diperlukan untuk mengobati
infeksi virus.
Bakteri “Super Bugs” Pemberian antibiotika yang berlebihan dan tidak terkendali saat ini
membuahkan akibatnya. Beberapa ahli kesehatan di penjuru dunia mulai menemukan sebuah
bakteri superbug atau bakteri yang kebal terhadap antibiotika. Berbeda dengan berbagai
temuan berbagai virus baru ganas seperti flu burung, SARS atau flu babi yang dapat sembuh
sendiri tanpa diobati. Bakteri ganas ini bila menjangkiti seseorang, maka orang tersebut akan
terancam nyawanya tanpa ada obat atau antibiotika yang melawannya.Bakteri “super” atau
superbug yang bernama NDM-1 (New Delhi Metallo-beta-laktamase-1) ini telah muncul di
India, Pakistan, Inggris, Amerika dan berbagai belahan dunia lainnya. Bakteri ini juga telah
menyebar di rumah sakit di Inggris, para ahli kesehatan dunia memperingatkan bakteri
“super” ini bisa menjadi masalah besar di seluruh dunia. Ilmuwan Inggris menyebut bakteri
ini tersebar akibat ulah para “wisatawan” medis yang kerap melakukan operasi plastik untuk
kecantikan di negara tersebut. Kasus kematian akibat super bakteri ini pertama kali
dilaporkan ketika seorang warga Belgia meninggal setelah melakukan pengobatan medis di
India. Beberapa kasus lainnya juga didapati setelah penderita melakukan operasi plastik atau
operasi kosmetik di India. Para ilmuwan takut bakteri bernama NDM-1 (New Delhi Metallo-
beta-laktamase-1) bisa masuk dengan mudah di dalam bakteri seperti E.coli. Bila sampai
terjadi bakteri ini bisa menyebar dengan cepat dan hampir mustahil untuk bisa diobati.
Sebab,menurut para ilmuwan NDM-1 bisa mengubah bakteri, menjadi kebal terhadap
antibiotik yang paling kuat saat ini yaitu carbapenems. “Ada sejumlah kasus di Inggris,
namun sejauh ini sejumlah besar kasus tampaknya terkait dengan perjalanan dan perawatan
rumah sakit di India,” kata Dr David Livermore, peneliti Inggris Health Protection Agency
kepada BBC. “Jenis resistensi ini telah menyebar sangat luas di sana.” Di Amerika Serikat
kasus NDM-1 juga telah diidentifikasi antara bulan Januari dan Juni lalu, Wall Street Journal
menuliskan soal ini. Menurut Pusat pengawasan pencengahan penyakit Amerika
(CDC/Centers for Disease Control and Prevention) para pasien ini telah menjalani perawatan
medis di India.
PERANAN BERBAGAI PIHAK
Tidak mudah menyelesaikan permasalahan budaya penggunaan obat atau antibiotika yang
berlebihan ini. Berbagai individu dalam lapisan masyarakat harus mawas diri dan
bertanggung jawab untuk segera menghentikannya. Banyak pihak yang berperanan dan
terlibat dalam penggunaan antibiotika berlebihan ini. Pihak yang terlibat mulai dari penderita
(orang tua penderita), dokter, rumah sakit, apotik, medical sales representatif, perusahaan
farmasi dan pabrik obat.
Orangtua juga sering sebagai faktor terjadinya penggunaan antibiotika yang berlebihan.
Pendapat umum tidak benar yang terus berkembang, bahwa kalau tidak memakai antibiotika
maka penyakitnya akan lama sembuh. Tidak jarang penggunaan antibiótika adalah
permintaan dari orang tua. Yang lebih mengkawatirkan saat ini beberapa orang tua dengan
tanpa beban membeli sendiri antibiotika tersebut tanpa pertimbangan dokter. Antibiotika
yang merupakan golongan obat terbatas, obat yang harus diresepkan oleh dokter. Tetapi
runyamnya ternyata obat antibiotika tersebut mudah didapatkan di apotik atau di toko obat
meskipun tanpa resep dokter.
Persoalan menjadi lebih rumit karena ternyata bisnis perdagangan antibiotika sangat
menggiurkan. Pabrik obat, perusahaan farmasi, medical sales representatif, toko obat dan
apotik sebagai pihak penyedia obat mempunyai banyak kepentingan. Antibiotika merupakan
bisnis utama mereka, sehingga banyak strategi dan cara dilakukan. Dokter sebagai penentu
penggunaan antibiotika ini, harus lebih bijak dan harus lebih mempertimbangkan latar
belakang ke ilmuannya. Sesuai sumpah dokter yang pernah diucapkan, apapun pertimbangan
pengobatan semuanya adalah demi kepentingan penderita, bukan kepentingan lainnya.
Percaya diri pada klinisi adalah merupakan salah satu faktor hambatan untuk menghentikan
kebiasaan pemberian antibiotika irasional. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara
berkala dan berkelanjutan dokter juga ikut berperanan dalam mengurangi perilaku yang
sangat merugikan ini.
Departemen Kesehatan (Depkes), Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan
dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Rumah Sakit
Indonesia (PERSI) dan beberapa intitusi terkait lainnya harus bekerjasama dalam
penanganannya. Pendidikan tentang bahaya dan indikasi pemakaian antibiotika yang benar
terhadap masyarakat harus terus dilakukan melalui berbagai media yang ada. Penertiban
penjualan obat antibiotika oleh apotik dan lebih khusus lagi toko obat harus terus dilakukan
tanpa henti. Organisasi profesi kedokteran harus terus berupaya mengevaluasi dan melakukan
pemantauan lebih ketat tentang perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini terhadap
anggotanya. Kalau perlu secara berkala dilakukan penelitian secara menyeluruh terhadap
penggunaan antibitioka yang berlebihan ini. Sebaiknya praktek dan strategi promosi obat
antibiotika yang tidak sehat juga harus menjadi perhatian. Bukan malah dimanfaatkan untuk
kepentingan dokter, meskipun hanya demi kepentingan kegiatan ilmiah. PERSI sebagai
wadah organisasi rumah sakit, juga berwenang memberikan pengawasan kepada anggotanya
untuk terus melakukan evaluasi yang ketat terhadap formularium obat yang digunakan.
Peran Pasien RUM bukan semata-mata tanggung jawab tenaga kesehatan. Tetapi
terwujudnya RUM juga sangat dipengaruhi oleh perilaku pasien sebagai konsumen medis,
sehingga pasien pun memiliki tanggung jawab yang sama besarnya untuk mendukung
tercapainya RUM.
Agar tercapai Tepat Pasien Bantu tenaga kesehatan agar dapat menilai kondisi pasien dengan
tepat. Informasikan pada tenaga kesehatan jika pasien adalah seorang ibu menyusui, atau
memiliki riwayat alergi terhadap obat tertentu, memiliki kelainan ginjal, hati , dll. Memang
seharusnya hal ini diajukan oleh tenaga kesehatan sendiri, tetapi tidak ada salahnya pasien
berinisiatif menginformasikannya jika tenaga kesehatan lupa menanyakan. Toh semua demi
kepentingan pasien sendiri.
Agar tercapai Tepat Indikasi Bantu tenaga kesehatan menegakkan diagnosa dengan
menginformasikan selengkap-lengkapnya gejala, keluhan atau sakit yang sedang dialami.
Agar tercapai Tepat Obat Pada saat pasien menerima resep, seharusnya bukan menjadi tanda
bahwa waktu kunjungan ke dokter telah berakhir. Justru konsultasi harus dilanjutkan guna
mendiskusikan obat apa saja yang diresepkan. Tanyakan pada dokter mengenai
komposisinya, kegunaannya, cara pakai, hingga lama penggunaan obat. Dengan demikian
pasien sudah mendapat gambaran obat apa saja yang akan diminum dan efek terapinya yang
didapatkan sebelum memutuskan untuk membeli obat tersebut. Jika ada obat yang dirasa
tidak sesuai dengan gejala yang dirasakan, tanyakan pada Dokter. Sebaiknya pasien aktif
bertanya, jangan hanya pasrah dan diam saja karena yang sedang dibahas adalah kesehatan
pasien sendiri. Hal ini juga akan menjadi fungsi kontrol dari pasien bagi dokter agar selalu
terdorong memberikan obat yang sesuai indikasi.
Agar tercapai Tepat Biaya Pasien harus mengetahui hak-haknya sebagai konsumen medis
termasuk memilih obat yang sesuai dengan keuangannya, apakah menggunakan obat generik,
obat bermerek atau obat originator / paten.
Penggunaan obat yang rasional mensyaratkan bahwa "pasien menerima obat sesuai dengan
kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri,
untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya terendah untuk mereka dan komunitas
mereka".
Masalah global utama
Penggunaan rasional obat adalah masalah utama di seluruh dunia. WHO memperkirakan
bahwa lebih dari setengah dari semua obat-obatan yang diresepkan, dibagikan atau dijual
tidak tepat, dan bahwa setengah dari semua pasien gagal untuk membawa mereka dengan
benar. The berlebihan, sedikit digunakan atau penyalahgunaan obat-obatan hasil pemborosan
sumber daya yang langka dan bahaya kesehatan yang meluas. Contoh penggunaan rasional
obat meliputi: penggunaan terlalu banyak obat per pasien ("poly-apotek"); penggunaan yang
tidak antimikroba, sering dalam dosis yang tidak memadai, untuk infeksi non-bakteri; lebih-
penggunaan suntikan ketika formulasi oral akan lebih tepat; kegagalan untuk meresepkan
sesuai dengan pedoman klinis; pantas pengobatan sendiri, sering obat resep-satunya; non-
kepatuhan terhadap rezim dosis.
Gunakan Rasional Obat: Ringkasan kegiatan
WHO menganjurkan 12 intervensi kunci untuk mempromosikan penggunaan lebih rasional:
1. Pembentukan badan nasional multidisiplin untuk mengkoordinasikan kebijakan pada
penggunaan obat
2. Penggunaan pedoman klinis
3. Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional
4. Pembentukan obat dan terapi komite di kabupaten dan rumah sakit
5. Pencantuman pelatihan farmakoterapi berbasis masalah dalam kurikulum sarjana
6. Melanjutkan pendidikan kedokteran di-service sebagai persyaratan lisensi
7. Pengawasan, audit dan umpan balik
8. Penggunaan informasi yang independen pada obat-obatan
9. Pendidikan publik tentang obat-obatan
10. Menghindari insentif keuangan sesat
11. Penggunaan regulasi yang tepat dan ditegakkan
12. Belanja pemerintah yang cukup untuk menjamin ketersediaan obat-obatan dan staf.
http://beritasepuluh.com/2014/10/19/kenali-rational-use-of-medicine-rum-dan-dampaknya/
http://www.who.int/medicines/areas/rational_use/en/