pengertian bahasa
TRANSCRIPT
Tata Cara Penyusunan Makalah & Karya Tulis
Oleh :
Rahmat Rijalun
Makalah : Pembahasan suatu masalah berdasarkan hasil kajian pustaka (teori) atau hasil pengamatan (penelitian).
Tahap-tahap Penyusunan Makalah
1. Persiapan
a. Mengumpulkan dan membaca buku-buku untuk memilih dan menentukan topik;
b. Membaca buku-buku untuk memperluas pengetahuan yang berhubungan dengan topik yang telah
terpilih mengembangkan kerangka makalah
2. Penulisan
Kegiatan pengembangan kerangka makalah menjadi sebuah makalah
3. Pemeriksaan (Revisi)
Pemeriksaan terhadap isi dan penggunaan kata, kalimat, ejaan, dan tanda baca
Pertimbangan dalam Memilih Topik
Topik harus bermanfaat;
1. Menarik dan sesuai dengan minat penulis;
2. Topik harus dikuasai penulis;
3. Tersedia sumber-sumber informasi dan bacaan
Contoh :
Topik : Pemerintahan
Pembatas : Pemuda sebagai Calon Pemimpin
Topik Karangan : Pemuda sebagai Calon Pemimpin Pemerintahan Masa Depan
Judul Karangan : Pemuda sebagai Calon Pemerintahan Masa Depan
KERANGKA MAKALAH
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan
1.4 Metode Pengumpulan Data
1.5 Sistematika
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
- Pada bagian ini diungkapkan hal-hal yang melatarbelakangi pembuatan makalah atau Makalah.
- Bagian ini mengungkapkan landasan pemikiran pemilihan judul atau permasalahan yang akan ditulis.
Contoh :
1.1 Latar Belakang
Pemilihan Umum merupakan kebutuhan bagi seluruh warga. Apalagi bagi bangsa Indonesia yang
menganut asas demokrasi dalam pemerintahan.
Pada usia tertentu, 17 tahun ke atas, warga negara mempunyai hak dan kewajiban ikut serta
dalam pemilihan umum. Sampai sejauh mana pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan, hal itulah
yang akan diungkapkan dalam Makalah ini.
Tujuan
Bagian ini mengungkapkan tujuan yang ingin dicapai melalui Makalah tersebut.
Contoh :
1.2 Tujuan
Sebagai warga negara dari sebuah negara yang demokratis, kita sepatutnya memiliki pemahaman
tentang pemilihan umum. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang
memadai tentang sistem pemilihan umum di Indonesia. Di samping itu, Makalah ini disusun untuk
melengkapi syarat mengikuti ujian akhir yang diwajibkan bagi siswa kelas III SMP.
Pembatasan Masalah
- Bagian ini mengungkapkan cakupan masalah yang akan dibahas. Masalah yang terlalu luas harus
dibatasi supaya pembahasan lebih terfokus.
- Pembatasan juga dapat berisi penjelasan tentang peristilahan yang digunakan dalam Makalah.
Contoh :
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah pemilihan umum sangatlah luas dan kompleks. Agar pembahasan lebih terarah, karya
tulis ini hanya membahas aspek sistemnya. Supaya tidak timbul kesalahpahaman, perlu kiranya
dijelaskan pengertian berbagai istilah yang digunakan dalam Makalah ini.
Metode Pengumpulan Data
- Bagian ini menjelaskan berbagai teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penyusunan
Makalah tersebut.
- Pengumpulan data dapat dilakukan melalui pengamatan, angket, wawancara, dan membaca buku.
Contoh :
1.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikemukakan dalam Makalah ini diperoleh melalui berbagai berbagai cara. Pertama,
dengan membaca buku-buku sumber yang ada hubungannya dengan pemilihan umum. Kecuali buku,
ada juga majalah, koran , dan berbagai brosur terbitan Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI). Di samping
itu, data juga diperoleh melalui wawancara dengan narasumber berkompeten.
Sistematika Penulisan
Pada bagian ini penulis dapat menjelaskan urutan bab demi bab.
Contoh :
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah disusun dengan urutan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, tujuan, pembatasan masalah, metode pengumpulan
data, dan sistematika penulisan.
PENULISAN ANGKA HALAMAN MAKALAH
Penulisan halaman isi, yang mencakup Bab I sampai Daftar Pustaka menggunakan angka Arab, yaitu
1,2,3,4,5 dan seterusnya. Letak angka halaman ini semuanya di kanan atas, kecuali pada halaman bab.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka : Daftar yang berisi buku, makalah, artikel, dan bahan bacaan lainnya yang dikutip atau digunakan sebagai
sumber informasi dalam penulisan makalah.
Hal-hal yang diinformasikan dari sebuah buku dalam penulisan daftar pustaka, meliputi: (a) nama
pengarang, (b) tahun penerbitan, (c) judul dan subjudul (jika ada), (d) tempat penerbitan, (e) nama
penerbit.
Cara Menulis Daftar Pustaka
a. Jika nama pengarang terdiri atas dua kata, kata kedua harus didahulukan. Misalnya, Amin
Santoso ditulis Santoso, Amin. Di belakang nama diberi tanda titik (.). Nama gelar tidak perlu
dicantumkan.
b. Tahun terbit buku diakhiri tanda titik (.)
c. Judul buku dan subjudul (kalau ada) ditulis miring atau diberi garis bawah per kata dan diakhiri
tanda titik (.)
d. Kota penerbit diakhiri tanda titik (.)
e. Nama penerbit buku diakhiri tanda titik (.)
Contoh :
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Badudu, J.S.1981. Membina Bahasa Indonesia Baru. Seri 1, 2, 3. Bandung : Pustaka Prima.
………. . 1981. Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia. Cetakan ke-9. Bandung : Pustaka Prima.
Moeliono, Anton M., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.
Wijaya, Marlina dan Euis Honiatri. 1997. Intisari Tata Bahasa Indonesia untuk SLTP. Bandung : Pustaka Setia.
1. Lembar Judul adalah identitas yang memberikan gambaran mengenai isi makalah2. Kata Pengantar berisikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihPak yang membantu pembuatan
makalah3. Daftar Isi adalah suatu daftar yang membuat gambaran isi karya tulis secara menyeluruh4. Daftar Tabel (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan penjelasan menggunakan tabel5. Daftar Gambar (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan penjelasan menggunakan
gambar6. Daftar Lampiran (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan penjelasan menggunakan
lampiran
Contoh Cover Sistematika Penulisan Makalah
- Bagian Isi Sistematika Penulisan Makalah terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Latar Belakang Permasalahan adalah fenomena permasalahan dalam lingkungan yang diamati Masalah atau Pokok Permasalahan merupakan identifikasi dari latar belakang permasalahaan Tujuan Penulisan Makalah adalah uraian tujuan dan hal yang ingin dicapai mengenai penulisan
karya tulis
2. Bab II Pembahasan
Deskripsi Lokus adalah penjelasan singkat mengenai permasalahan disertai analisis permasalahan
Landasan Teoritis adalah kumpulan teori yang digunakan dalam pembuatan karya tulis
Analisis merupakan penjelasan mengenai data, fakta dan informasi yang dianalisis dengan teori-teori yang telah diungkapkan sebelumnya
3. Bab III Penutup
Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan penelitian, bukan ringkasan Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan
- Bagian Akhir dalam Format Pembuatan Makalah terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
1. Daftar Pustaka memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang digunakan2. Lampiran-Lampiran (Jika Ada)
Pengertian Bahasa, Karakteristik Bahasa dan Fungsi Bahasa – Kajian Sosiolinguistik
Posted: Mei 7, 2011 in Uncategorized 2
A. Pengertian Bahasa
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.[1]
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.
B. Karakteristik Bahasa
Telah disebutkan di atas bahwa bahasa adalah sebuah sistem berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara karakteristik bahasa adalah abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
1. Bahasa Bersifat Abritrer
Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan.
Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
1. Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
1. Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
1. Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
1. Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
C. Fungsi-Fungsi Bahasa
Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan.[2]
1. Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira.
1. Fungsi Direktif
Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
1. Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna.
1. Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
1. Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi
dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.
1. Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.
« Bahasa Jurnalistik: Sebuah Pengantar Sejarah Jurnalistik dan Munculnya Bahasa Jurnalistik »
Pengertian dan Fungsi Bahasa
July 31, 2009 by kangarul
Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri.Gorys Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi yang merupakan getaran yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang lain.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bahasa mencakup hal-hal sebagai berikut:1. Sistem lambing bunyi yang arbitrer2. Alat komunikasi3. Simbol bunyi yang memiliki arti serta makna4. Digunakan oleh masyarakat untuk beriteraksi
Sementara fungsi bahasa menurut Mahmudah dan Ramlan (2007:2-3) adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat Indonesia. Bahsa juga menunjukkan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, fungsi bahasa juga melambangkan pikiran atau gagasan tertentu, dan juga melambangkan perasaan, kemauan bahkan dapat melambangkan tingkah laku seseorang.
Gorys Keraf (2001:3-8) menyatakan bahwa ada empat fungsi bahasa, yaitu:1. Alat untuk menyatakan ekspresi diriBahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.2. Alat komunikasiBahasa merupakan saluran perumusan maksud yang melahirkan perasaan dan memungkinkan adanya kerjasama antarindividu.3. Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosialBahasa merupakan salah satu unsure kebudayaan yang memungkinkan manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman tersebut, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain.4. Alat mengadakan kontrol sosialBahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa juga mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.
http://tugasmanajemen.blogspot.com/2011/03/pengertian-bahasa-fungsi-bahasa-ragam.html
http://dibustom.wordpress.com/2011/05/07/pengertian-bahasa-karakteristik-bahasa-dan-fungsi-bahasa-kajian-sosiolinguistik/
http://kangarul.wordpress.com/2009/07/31/pengertian-dan-fungsi-bahasa/
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA 6/14/2012 11:50:00 PM materi kuliah No comments
I. Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah hasil pertumbuhan dan perkembangan bahasa Melayu. Sutan Takdir
Alisjahbana menguraikan bahwa Negeri kita yang terdiri atas beribu-ribu pulau ini, telah selayaknya
mempunyai jumlah bahasa dan dialek yang sangat banyak. Namun bahasa dan dialek yang jumlahnya
banyak itu sebagian besar termasuk dalam satu rumpun bahasa yaitu bahasa Melayu, sedangkan
sebagian lagi termasuk dalam rumpun yang lebih besar, yaitu rumpun bahasa yaitu bahasa Austronesia
atau bahasa Melayu Polinesia.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan –
peninggalan, misalnya:
a. Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M.
b. Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.
c. Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684.
d. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.
e. Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.
S. Takdir Alisjahbana menerangkan bahwa bahasa yang menjadi perhubungan umum atau
“lingua franca” di Negeri kita pada waktu itu adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu telah menjadi
bahasa umum di Asia Tenggara berabad-abad lamanya, meskipun bahasa Melayu bukan bahasa yang
terbesar di kepulauan kita. Kedudukan bahasa Melayu yang istimewa ini disebabkan karena :(a) letak
geografis yang istimewa, (b) menjadi bahasa perhubungan bagi seluruh kekuasaan politik kerajaan
Sriwijaya, Aceh, dan Malaka.
Bahasa Melayu sebagai lingua franca telah memenuhi fungsinya sebagai bahasa dalam
perdagangan, bahasa dalam politik, dan lain-lain. Fungsi bahasa Melayu seperti itu berlangsung sampai
akhir zaman penjajahan Belanda dan pejanjahan Jepang. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bahasa
Melayu telah menjadi bahasa umum di negeri kita. Gubernur Jenderal Ruchusson turut mengakuinya.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di sekolah-sekolah,
sebab bahasa Melayu merupakan lingua franca di seluruh kepulauan dan dipakai oleh bangsa yang
berbeda-beda seperti : bangsa Arab, Cina, Jawa, dan lain-lain. Sewajarnyalah bahwa pada akhirnya
bahasa Melayu itu terangkat kedudukannya menjadi bahasa nasional.
Kongres pemuda Indonesia yang pertama pada tahun 1926 telah membuktikan kesadaran dan
semangat para pemuda Indonesia akan perlunya pembinaan bahasa dan kesusasteraan Indonesia, dan
pada tanggal 28 Oktober 1928 diadakan kongres pemuda yang kedua. Dalam kongres ini
dikumandangkan sumpah pemuda, dan nama bahasa Melayu diganti dengan bahasa Indonesia.
II. Asal Usul Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu sudah
dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja dikepulauan Nusantara melainkan juga
hampir diseluruh Asia Tenggara.
Bila dilihat dari sudut sejarah, bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan atau komunikasi
sejak bertahun-tahun yang lalu ini tampak pada masa awal bangkitnya kerajaan Sriwijaya (abad VII).
Sriwijaya yang memiliki pengaruh besar bukan saja di Indonesia, namun juga disebagian besar Asia
Tenggara telah menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu berperan penting dalam kehidupan
sehari-hari pada masa itu, karena Sriwijaya merupakan pusat kebudayaan, perdagangan tempat orang
belajar filsafat, dan pusat keagamaan (Budha).
Berdasarkan catatan sejarah, bahasa Melayu tidak saja berfungsi sebagai bahasa perhubungan
namun, digunakan juga sebagai bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan bahasa dalam
penyampaian ilmu pengetahuan. Perkembangan bahasa Melayu juga tampak pada masa kebangkitan
pergerakan bangsa Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908). Para tokoh
pergerakan mulai berpikir akan pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi antar pergerakan yang
tergabung dalam berbagai jong. Misalnya, jong selebes, jong java, jong ambon, dan sebagainya. Mereka
sepakat, pada akhirnya, untuk memanfaatkan bahasa Melayu sebagai alat bertukar informasi dan
komunikasi. Karena dengan itu akan mudah dalam mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka
bernasional.
Dalam kongres II jong Sumatera, dengan tegas diputuskan pemakaian bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan antar jong. Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah menerbitkan surat kabar
Neratja, Bianglaa, Kaum Moeda. Selain pertukaran informasi dan komunikasi semakin terjalin,
penyebarluasan bahasa Melayu pun semakin tampak. Ini besar pengaruhnya bagi pemekaran bahasa
Melayu dan pergerakan kebangsaan itu sendiri.
Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia berlangsung secara perlahan-lahan,
tetapi secara terus menerus dan pada akhir ini perkembangannya itu menjadi pesat sehingga bahasa ini
telah menjelma menjadi suatu bahasa baru, yang kaya akan kosa kata dan mantap dalam struktur.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda. Naskah putusan
kongres pemuda Indonesia tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut :
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu menjadi resmi dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda. Bahasa Melayu yang
sudah dipakai sejak pertengahan abad VII menjadi bahasa Indonesia. Perubahan itu dapat diibaratkan
sebagai proses kelahiran. Hal ini disebabkan, suatu kelahiran pun memerlukan waktu panjang. Ia
memerlukan waktu untuk pembenihan, pengandungan, dan pelahiran. Maka, ketika perubahan bahasa
Melayu ke bahasa Indonesia, pembenihan dan pengandungan adalah masa pra – 1928. sedangkan masa
pasca 1928, bahasa tersebut dapat dikatakan “lahir” dan memperoleh nama sekaligus.
Sebagai suatu bahasa yang hidup, dipakai oleh rakyat yang terdiri atas berbagai suku bangsa
yang masing-masing mempunyai bahasa daerahnya sendiri-sendiri, bahasa Indonesia menerima
pengaruh dari bahasa daerah tersebut, misalnya, dari bahasa minangkabau, bahasa sunda, bahasa jawa.
Sebagai suatu bangsa yang hidup di tengah-tengah percaturan politik dan kebudayaan dunia, bangsa
Indonesia menerima pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Demikian juga berlaku dalam segi
bahasa. Kata-kata asing masuk ke dalam bahasa Indonesia seperti bahasa Sanksekerta, bahasa Arab,
bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, bahasa Belanda, bahasa Inggris.
Pengaruhnya ini tidak terbatas pada pemungutan kata-kata, tetapi tampak juga pada struktur
kata dan kalimat. Seminar politik bahasa Indonesia yang diselenggarakan pada Februari 1975,
merumuskan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai berikut:
a. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional.
b. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai masyarakat yang
berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan kebangsaan nasional.
c. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional
d. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan antara daerah dan antara budaya
III. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perubahan Bahasa Melayu menjadi Bahasa
Indonesia
Ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu, diangkat menjadi bahasa Indonesia,
yaitu sebagai berikut :
1. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa penghubung dan bahasa
perdagangan
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan
bahasa, seperti dalam bahasa jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti
dalam bahasa sunda (kasar, lemes).
3. Suku jawa, suku sunda, dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional.
4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang
luas.
IV. Peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Tahun-tahun penting yang mengandung arti sangat menentukan dalam sejarah perkembangan
bahasa Melayu / Indonesia dapat dirinci sebagai berikut.
1. Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A Van Ophusijen dan dimuat dalam kitab
logat Melayu
2. Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku bacaan yang diberi nama
commissie voor de volkslectuur (taman bacaan rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi
balai pustaka. Balai pustaka menerbitkan buku-buku novel, seperti siti nurbaya dan salah asuha, buku-
buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa
Indonesia karena pada tanggal 28 Oktober 1928 itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak
yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia
4. Pada tahun 1933 secara resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya
pujangga baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan
5. Pada tanggal 2-28 Juni 1938 dilangsungkan kongres bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo
ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh cendikiawan dan budayawan kita saat itu
6. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-undang 1945, yang salah satu pasalnya (pasal
36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
7. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan Soewandi) sebagai
pengganti ejaan van Ophuisjen yang berlaku sebelumnya
8. Kongres bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober 2 November 1954 adalah juga salah
satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang
diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara itu.
9. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan ejaan bahasa
Indonesia yang disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang dikuatkan pula
dengan keputusan presiden no. 57, tahun 1972.
10. Pada tanggal 31 Agustus 1972 menteri pendidikan dan kebudayaan menetapkan pedoman umum ejaan
Indonesia yang disempurnakan dan pedoman umum pembentukan istilah resmi berlaku di seluruh
Indonesia.
11. Tanggal 12 Oktober 1972 No. 156/P/1972 (Amran Halim Ketua) menyusun buku Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan berupa pemaparan Kaidah Ejan yang lebih luas.
a. Perubahan huruf
Ejaan Huruf Ejaan yang disempurnakan
Dj Djalan, djauh J Jalan, jauh
J Pajuna, laju Y Payung, layu
b. Huruf-huruf dibawah ini sebelumnya sudah terdapat dalam ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman
abjad asing yang diresmikan pemakai.
F. maaf
V. Valuta, Universitas
Z. Zeni, lezat
c. Huruf-huruf Q dan X yang lazim digunakan dalam ilmu ekstrakta tetap dipakai misalnya:
a : b = P : Q
Sinar X
d. Penulisan d – sebagai awalan yaitu di – sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya
sedangkan d sebagai kata depan ditulis terpisah.
di – (awalan) Di (kata depan)
Ditulis Di kampus
Dibakar Di rumah
e. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf tidak boleh digunakan angka 2,
Misalnya:
Anak-anak
Berjalan-jalan
Meloncat-loncat
12. Kongres bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November
1978 merupakan peristiwa peristiwa yang penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang
diadakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1908, juga berusaha
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada 21 – 26 November 1983. Kongres ini
diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusanya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga
amanat yang tercantum dalam garis-garis besar haluan negara, yang mewajibkan kepada semua warga
negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin.
14. Kongres bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988.
Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh nusantara dan peserta
tamu dari negara sahabat seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Belanda, Jerman, dan
Australia. Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa kepada pecinta bahasa di nusantara, yaitu berupa (1) kamus besar bahasa
Indonesia, dan (2) tata bahasa baku bahasa Indonesia.
15. Kongres bahasa Indonesia VI diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993.
pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa di Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancannegara (Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan
America Serikat). Kongres ini mengusulakn agar pusat pembinaan dan pengembangan bahasa
ditingkatkan statusnya menjadi lembaga bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya undang-
undang bahasa Indonesia
16. Kongres bahasa Indonesia VII diselenggarakan di hotel Indonesia Jakarta pada tanggal 26 – 30 Oktober
1988. kongres ini mengusulkan dibentuknya badan pertimbangan bahasa dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Keanggotaannya terdiri atas tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa
dan sastra
b. Tugasnya ialah memberikan nasehat kepada pusat pemerintahan dan pengembangan bahasa serta
mengupayakan peningkatan status kelembagaan pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.
V. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai dua macam kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa Negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai lambang kebangsaan
2. Sebagai lambang identitas nasional
3. Sebagai alat komunikasi antar suku dan antar budaya
4. Sebagai alat penyatuan bangsa
Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai bahasa resmi kenegaraan
2. Sebagai pengantar dalam dunia pendidikan
3. Sebagai alat perhubungan di tingkat Nasional
4. Sebagai alat pengembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi
VI. Kesimpulan
Bahasa Indonesia yang kini dipakai oleh kita bangsa Indonesia sebagai bahasa resmi di Negara
kita dan bahasa perhubungan atau pergaulan setiap hari berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia
bersifat politis, sejalan dengan nama negara merdeka yang diidam-idamkan; negara Indonesia dan suatu
bangsa bersatu yaitu bangsa Indonesia. Bersifat politis karena dengan rasa bersatu yang ditimbulkannya,
semangat untuk berjuang bersama-sama dalam mengejar kemerdekaan lepas dari penjajahan akan lebih
berkobar-kobar. Bangsa Indonesia lebih merasa terikat dalam satu ikatan karena merasa; satu tanah air,
satu bangsa, dan satu bahasa.
VII. Saran
Saat ini bahasa Indonesia sudah berkembang dengan pesat. Dari seluruh penjelasan di atas kita
telah mengetahui sejarah perkembangan bahasa Indonesia dimulai dari asal usul bahasa Indonesia
sampai dengan diresmikannya bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan diikrarkannya
sumpah pemuda. Peresmian bahasa Indonesia tersebut tidak terlepas dari kesadaran dan semangat
para pemuda Indonesia akan perlunya pembinaan bahasa dan kesastraan Indonesia. Oleh karena itu,
kita sebagai generasi penerus bangsa kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebahasaan dan
mengamalkan sumpah pemuda yang mengandung arti yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa, selain itu sebagai generasi muda kita harus bangga menggunakan bahasa kita yaitu bahasa
Indonesia.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zaenal, 1999. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta; Akademika Pressindo
Badudu, J.S. 1982. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia Bandung; Pustaka
Ngajeman Muhammad. 1986. Kamus Etimologi Bahasa Indonesia. Jakarta; Effhar, dan Dahara Prize
Yamiliah, M. dan Drs. Slamet Somsoerizal. 1994. Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Depkes.
http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia/
http://anneahira.com/sejarah-bahasa-indonesia.htm.
http://sekeping-episode-kehidupan.blogspot.com/2012/06/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html