pengembangan biopolimer berbahan dasar pati alami …
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR TF 181801
PENGEMBANGAN BIOPOLIMER BERBAHAN DASAR PATI ALAMI DENGAN PENAMBAHAN BEESWAX SEBAGAI PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN FAHMI MUJAHIDIN NRP. 02311540000095 Dosen Pembimbing : Lizda Johar Mawarani, S.T., M.T. PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2019
FINAL PROJECT TF 181801
DEVELOPMENT OF NATURAL STARCH-BASED BIOPOLYMERS WITH ADDITION OF BEESWAX AS ENVIRONMENT-FRIENDLY PLASTICS FAHMI MUJAHIDIN NRP. 02311540000095 Supervisor: Lizda Johar Mawarani, S.T., M.T. DEPARTMENT OF ENGINEERING PHYSICS Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2019
ix
PENGEMBANGAN BIOPOLIMER BERBAHAN DASAR
PATI ALAMI DENGAN PENAMBAHAN BEESWAX
SEBAGAI PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN
Nama Mahasiswa : FAHMI MUJAHIDIN
NRP : 02311540000095
Jurusan : Teknik Fisika FTI-ITS
Dosen Pembimbing : LIZDA JOHAR MAWARANI, ST, MT.
Abstrak Pada penelitian ini dibuat biopolimer berbahan dasar pati
alami dengan penambahan beeswax dengan variasi konsentrasi
0%, 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, dan 0,5%. Pati alami yang
digunakan pada penelitian ini adalah pati tapioka, pati konjak, dan
pati biji durian. Pembuatan biopolimer dilakukan dengan
memanaskan campuran pati , beeswax, gliserol, dan air pada suhu
70oC selama 20 menit lalu dikeringkan selama 24 jam.
Karakteristik biopolimer yang diamati adalah sifat mekanik,
derajat penggembungan, dan biodegradasi. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa penambahan beeswax meningkatkan
kekuatan tarik pada sampel berbahan dasar tapioka dan konjak
dengan nilai kuat tarik maksimal didapatkan pada sampel
berbahan dasar tapioka dengan konsentrasi beeswax 0,5% yaitu
sebesar 4,25 MPa. Semakin tinggi konsentrasi beeswax
menyebabkan penurunan derajat penggembungan pada sampel
berbahan dasar konjak dan peningkatan derajat penggembungan
pada sampel berbahan dasar tapioka dan biji durian. Penambahan
beeswax mempercepat laju biodegradasi pada sampel berbahan
dasar tapioka dan biji durian serta memperlambat laju
biodegradasi pada sampel berbahan dasar konjak. Pengurangan
massa tertinggi terdapat pada sampel berbahan dasar tapioka
dengan konsentrasi beeswax 0,1-0,2% yaitu sebesar 80% dalam 7
hari. Biopolimer dengan bahan dasar pati konjak menghasilkan
karakteristik yang optimal dengan penambahan beeswax.
Kata kunci: biopolimer, beeswax, plastik ramah lingkungan.
x
Halaman ini memang dikosongkan
xi
DEVELOPMENT OF NATURAL STARCH-BASED
BIOPOLYMERS WITH ADDITION OF BEESWAX AS
ENVIRONMENT-FRIENDLY PLASTICS
Name of Student : FAHMI MUJAHIDIN
NRP : 02311540000095
Department : Physics Engineering FTI-ITS
Supervisor : LIZDA JOHAR MAWARANI, ST, MT.
Abstract In this study, natural starch-based biopolymers were made
with the addition of beeswax with variations in concentrations of
0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4%, and 0.5%. Natural starch used in
this study is tapioca starch, konjac starch, and durian seed
starch. Making biopolymers is done by heating a mixture of
starch, beeswax, glycerol, and water at 70oC for 20 minutes then
dried for 24 hours. Biopolymer characteristics observed were
mechanical properties, degree of swelling, and biodegradation.
The results of this study indicate that the addition of beeswax
increases the tensile strength of tapioca and konjac-based
samples with maximum tensile strength values obtained in
tapioca-based samples with a concentration of beeswax 0.5%,
which is 4.25 MPa. The higher concentration of beeswax causes a
decrease in the degree of swelling in konjac-based samples and
an increase in the degree of swelling in tapioca-based samples
and durian seeds. The addition of beeswax accelerates the rate of
biodegradation in tapioca and durian-based samples and slows
the rate of biodegradation in konjac-based samples. The highest
mass reduction was found in tapioca-based samples with beeswax
concentration 0.1-0.2%, which was 80% in 7 days. Biopolymers
with Konjac starch as a base produce optimal characteristics
with the addition of beeswax.
Key words: biopolymers, beeswax, environment-friendly plastics.
xii
Halaman ini memang dikosongkan
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan dapat
menyusunan laporan tugas akhir yang berjudul
“Pengembangan Biopolimer Berbahan Dasar Pati Alami
Dengan Penambahan Beeswax Sebagai Plastik Ramah
Lingkungan”. Adapun pelaksanaan tugas akhir ini yakni pada
bulan Januari 2019 sampai dengan Juni 2019. Dalam proses pelaksanaan tugas akhir ini, penulis
mendapatkan banyak dukungan, nasehat, dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik secara moral maupun secara material.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Agus Muhamad Hatta, ST, MSi, PhD selaku Ketua
Jurusan Teknik Fisika ITS.
2. Ibu Dr.-Ing Doty Dewi Risanti, S.T., M.T selaku Kepala
Laboratorium Rekayasa Bahan.
3. Ibu Lizda Johar Mawarani, S.T., M.T. selaku Dosen
Pembimbing penulis.
4. Bapak dan Ibu dosen bidang minat rekayasa bahan yang
telah memberikan nasehat dan bimbingan selama
pengerjaan tugas akhir ini.
5. Orang tua yang telah memberikan kasih sayang, dukungan
moril dan materiil, serta doa yang dipanjatkan untuk
kelancaran pelaksanaan tugas akhir ini.
6. Rekan-rekan seperjuangan selama pelaksanaan tugas
akhir, yang telah mengisi hari-hari dengan senyum, tawa
dan persahabatan
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah banyak memberikan bantuan dalam
pelaksanaan tugas akhir dan penyusunan laporan tugas
akhir ini sampai selesai.
xiv
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih
belum sempurna. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
saya sebagai penyusun laporan serta semua pihak yang
membaca laporan ini.
Surabaya, 18 Juni 2019
Penulis
xv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ........................................................ i
Pernyataan Bebas Plagiarisme ................................. iii
Lembar Pengesahan ................................................ v
Abstrak ................................................................... ix
Abstract .................................................................. xi
Kata Pengantar ....................................................... xiii
Daftar Isi ................................................................. xv
Daftar Gambar ........................................................ xvii
Daftar Tabel ............................................................ xix
Bab I Pendahuluan .................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................... 2
1.3 Tujuan Tugas Akhir ....................................... 3
1.4 Batasan Masalah ............................................ 3
Bab II Tinjauan Pustaka ......................................... 5
2.1 Biopolimer ..................................................... 5
2.2 Pati Alami ...................................................... 9
2.3 Plasticizer Gliserol ........................................ 14
2.4 Karakterisasi Bahan ....................................... 16
Bab III Metodologi Penelitian ................................ 23
3.1 Persiapan Alat dan Bahan ............................... 24
3.2 Penentuan Kandungan Beeswax dan Gliserol . 25
3.3 Pembuatan Film Berbahan Dasar Pati Alami . 26
3.4 Karakterisasi Film ........................................... 26
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan ................... 29
4.1 Tampilan Fisik Sampel ................................... 29
4.2 Uji Tarik ......................................................... 32
4.3 Derajat Penggembungan ................................ 34
4.4 Biodegradasi .................................................. 35
xvi
4.5 Interpretasi Hasil ............................................ 41
Bab V Kesimpulan .................................................. 47
Daftar Pustaka ........................................................ 49
Lampiran A Penentuan Kandungan Beeswax Dan Gliserol
Lampiran B Hasil Uji Tarik
Lampiran C Hasil Uji Biodegradasi
Lampiran D Hasil Pengambilan Data Laju Degradasi
Lampiran E Standar Yang Digunakan
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur molekul polimer (a) linier, (b)
bercabang, (c) crosslinked, (d) jaringan
6
Gambar 2.2 Gugus penyusun pati: (a) amilosa, (b)
amilopektin
8
Gambar 2.3 Penyusun granula dalam pati 10
Gambar 2.4 Proses gelatinisasi 11
Gambar 2.5 Molekul penyusun glukomanan 13
Gambar 2.6 Struktur glukomanan 13
Gambar 2.7 Struktur kimia beeswax 14
Gambar 2.8 Struktur kimia gliserol 16
Gambar 2.9 Kurva tegangan-regangan. (a) dengan
deformasi plastis, (b) tanpa deformasi
plastis
17
Gambar 2.10 Kurva tegangan-regangan polimer jenis
(a) rapuh, (b) plastik, (c) elastomer
18
Gambar 2.11 Pemutusan ikatan pada fotodegradasi 21
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 23
Gambar 3.2 Skema pembuatan tepung biji durian 25
Gambar 3.3 Bentuk dan ukuran sampel uji
berdasarkan ASTM D882
27
Gambar 4.1 Tampilan fisik sampel dengan pati
tapioka
29
Gambar 4.2 Tampilan fisik sampel dengan pati
konjak
30
Gambar 4.3 Tampilan fisik sampel dengan pati biji
durian
31
Gambar 4.4 Tensile strength biopolimer 32
Gambar 4.5 Elongasi biopolimer 33
Gambar 4.6 Derajat Penggembungan Biopolimer 35
Gambar 4.7 Persentasi pengurangan massa 36
Gambar 4.8 Pengurangan massa sampel tapioka per
hari
37
xviii
Gambar 4.9 Pengurangan massa sampel konjak per
hari
38
Gambar 4.10 Pengurangan massa sampel biji durian
per hari
39
Gambar 4.11 Laju degradasi biopolimer 40
Gambar 4.12 Pengaruh konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar
pati tapioka
42
Gambar 4.13 Pengaruh konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar
pati konjak
43
Gambar 4.14 Pengaruh konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar
pati biji durian
43
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Bentuk Biopolimer 7
Tabel 3.1 Matriks Kode Sampel 26
Tabel 4.1 Tensile Strength Biopolimer 32
Tabel 4.2 Elongasi Biopolimer 33
Tabel 4.3 Derajat Penggembungan Biopolimer 34
Tabel 4.4 Persentasi Perubahan Massa 36
Tabel 4.5 Laju Degradasi Biopolimer 40
Tabel 4.6 Kecenderungan Karakteristik Biopolimer
dengan Penambahan Beeswax
42
xx
Halaman ini memang dikosongkan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Plastik memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-
hari mulai dari perabotan rumah tangga, hingga sebagai
pembungkus makanan. Plastik dipilih karena memiliki banyak
kelebihan, diantaranya ringan, relatif murah, fleksibel, tahan
terhadap air, dan praktis (Gunawan et al. 2007). Selain memiliki
keunggulan, plastik juga memiliki kelemahan, karena bahan baku
plastik berasal dari sumber daya yang tak terbarukan dan tidak
ramah lingkungan, sehingga limbah plastik sulit sekali terurai
oleh mikroorganisme yang akhirnya menimbulkan pencemaran
lingkungan (Sanjaya dan Puspita 2012). Manusia berusaha untuk
mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah plastik dengan
membuat bioplastik (Subowo dan Pujiastuti 2003).
Bioplastik adalah plastik yang dibuat dari campuran biji
plastik yang dicampur dengan pati jagung, pati tapioka, atau jenis
pati yang lain. Bioplastik dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai plastik yang dibuat dari campuran biji plastik dengan pati
dari limbah biji durian agar diperoleh plastik ramah lingkungan
yang harga jualnya lebih murah. Selain itu pencampuran antara
pati dengan biji plastik juga dapat meningkatkan nilai ekonomis
dari pati itu sendiri. Pencampuran antara polimer alami dan
polimer sintetis membuat produk yang dihasilkan lebih mudah
didegradasi oleh mikroorganisme di dalam tanah. Bioplastik
dapat dicetak secara manual menggunakan mesin tekan panas
(hot press) atau menggunakan mesin moulding (Subowo dan
Pujiastuti 2003). Penelitian tentang bioplastik berkembang sangat
pesat di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang
(Sanjaya dan Puspita 2012). Proses degradasi bioplastik
dipengaruhi oleh jenis pati yang digunakan, konsentrasi pati yang
ditambahkan, dan kondisi lingkungan pemendaman (Syamsu et
al. 2008). Pati adalah salah satu polimer alami yang tersusun dari
struktur bercabang yang disebut amilopektin dan struktur lurus
yang disebut amilosa. Pati dapat diperoleh dengan cara
2
mengekstrak dari tanaman yang kaya akan karbohidrat seperti
sagu, singkong, jagung, gandum, dan ubi jalar. Pati juga dapat
diekstrak dari biji buah-buahan seperti pada biji nangka, biji
alpukat, dan biji durian. Biji durian yang selama ini dianggap
limbah oleh manusia karena kurang pemanfaatannya ternyata
dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan bioplastik.
(Christianty 2009).
Alternatif dalam pembuatan Biopolimer adalah pemanfaatan
plasticizer yang bersifat hidrofobik. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Santoso (2006), plasticizer yang digunakan adalah
beewax (lilin lebah). Beeswax merupakan komponen lipid yang
diperoleh dari ampas perasan madu yang dimasak dan kemudian
disaring hingga diperoleh lilin. Keunggulan dalam menggunakan
beeswax adalah bahan yang tergolong food grade, harga relatif
murah, dan mudah diperoleh.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan
biopolimer berupa plastik ramah lingkungan dengan bahan dasar
pati alami, yaitu: tapioka, biji durian , dan glukomanan serta
mengetahui pengaruh penambahan beeswax terhadap karakteristik
biopolimer tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas,
maka perumusan masalah yang akan diangkat pada penelitian
tugas akhir ini yaitu:
Bagaimana pengaruh penambahan beeswax terhadap sifat
mekanik biopolimer berbahan dasar pati alami?
Bagaimana pengaruh penambahan beeswax terhadap
derajat penggembungan biopolimer berbahan dasar pati
alami?
Bagaimana pengaruh penambahan beeswax terhadap laju
degradasi biopolimer berbahan dasar pati alami?
3
1.3 Tujuan Tugas Akhir
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
Mengetahui pengaruh penambahan beeswax terhadap
sifat mekanik biopolimer berbahan dasar pati alami.
Mengetahui pengaruh penambahan beeswax terhadap
derajat penggembungan biopolimer berbahan dasar pati
alami.
Mengetahui pengaruh penambahan beeswax terhadap laju
degradasi biopolimer berbahan dasar pati alami.
1.4 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penyelesaian masalah pada penelitian
tugas akhir maka batasan masalah yang diangkat adalah sebagai
berikut:
Pati alami yang digunakan pada penelitian ini adalah
tapioka, konjak, biji durian.
Karakteristik yang diamati adalah kuat tarik, derajat
penggembungan, dan biodegradasi.
4
Halaman ini memang dikosongkan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biopolimer Polimer adalah material yang dibentuk oleh satuan struktur
secara berulang. Polimer berasal dari bahasa Yunani poly dan
mer. Poly yang berarti banyak dan mer yang berarti bagian, maka
polimer berarti banyak bagian. Sedangkan satuan struktur polimer
disebut monomer (Stevens, 2001). Polimer mempunyai berat
molekul diatas 10000 yang disebabkan oleh jumlah atom
pembentuk yang besar. Karena berat molekul yang besar serta
jumlah atom pembentuk yang besar pula, polimer disebut juga
sebagai makromolekul. Setiap atom dari pasangan yang terikat
dalam polimer diikat oleh gaya tarik-menarik yang kuat yang
disebut ikatan kovalen. Gaya tarik-menarik antar molekul dalam
polimer antara lain ikatan hidrogen dan gaya van der waals,
namun lebih lemah daripada ikatan kovalen (Surdia, 2000).
Polimer terbentuk dari sejumlah monomer yang berulang.
Jumlah total unit monomer dinyatakan dalam derajat polimerisasi
(DP). Derajat polimerisasi ekivalen dengan panjang rantai dan
berkaitan dengan berat molekul polimer, dimana berat molekul
polimer merupakan perkalian antara DP dengan berat molekul
unit strukturnya. Sedangkan polimerisasi sendiri merupakan
proses pembentukan polimer dari monomer-monomer
penyusunnya.
Polimerisasi terbagi atas polimerisasi adisi dan polimerisasi
kondensasi. Polimerisasi adisi merupakan polimerisasi yang
melibatkan monomer yang melibatkan ikatan rangkap dua.
Monomer tersebut akan saling berikatan dan membentuk unit
berulang dengan memecah ikatan rangkapnya. Contoh dari
polimer yang terbentuk dari polimerisasi adisi adalah polietilena
(CH2=CH2 [CH2-CH2]n) dan teflon (CF2=CF2 [CF2-CF2]n).
Sedangkan polimerisasi kondensasi adalah pembentukan polimer
dari monomer-monomer yang berikatan dengan melepaskan suatu
bentuk molekul lain seperti H2O, NH3, atau HCl. Contoh dari
6
polimer yang terbentuk dari polimerisasi kondensasi adalah
polietilena-glikol (HOCH2CH2OH [OCH2CH2]n + nH2O).
Polimer dapat tersusun dari satu jenis monomer atau lebih
dari satu jenis monomer. Jika suatu polimer terbentuk dari
monomer tunggal (misal monomer X), maka polimer tersebut
disebut sebagai homopolimer (-X-X-X-X-X-X-X-). Jika lebih
dari satu jenis monomer yang membentuk suatu polimer (misal
monomer X dan Y), maka polimer tersebut tergolong sebagai
kopolimer yang terdiri atas kopolimer alternasi (-X-Y-X-Y-X-Y-
X-Y-), kopolimer acak (-X-X-Y-X-Y-Y-X-Y-), dan kopolimer
blok (-X-X-X-X-Y-Y-Y-Y-). Polimer yang terbentuk dari
polimerisasi monomer dapat membentuk suatu struktur dari
bentuk rantai ikatan monomernya seperti bentuk linier, bercabang
dan jaringan.
Gambar 2.1 Struktur molekul polimer (a) linier, (b) bercabang,
(c) crosslinked, (d) jaringan (Callister & Rethwisch,
2009)
Polimer adalah material yang dibentuk oleh satuan struktur
berupa monomer yang berulang. Polimer dibuat berasal dari
7
sintetis, semisintesis, dan polimer yang tersedia di alam atau
alami. Polimer sintesis adalah polimer yang banyak dan umum
digunakan, namun permasalahan muncul berkaitan dengan
produk habis pakai (limbah) maupun dengan sumber bahan baku
untuk sintesis polimer itu sendiri. Limbah polimer sintesis
menimbulkan pencemaran lingkungan yang sulit diurai,
sedangkan bahan baku polimer sintesis berasal dari minyak bumi
yang merupakan sumber tak terbarukan yang dapat habis
sewaktu-waktu. Maka dari itu, banyak aplikasi dan penelitian
tentang polimer beralih pada polimer alami.
Polimer alami atau disebut juga sebagai biopolimer adalah
material polimer yang berasal dari alam. Biopolimer dapat
digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu:
Polimer yang diproduksi oleh sistem biologi seperti oleh
hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme
Polimer yang disintesis secara kimia tetapi merupakan
turunan dari senyawa alami yang diproduksi oleh sistem
biologi seperti gula dan asam amino (Allan, 1993).
Tabel 2.1 Contoh Bentuk Biopolimer (Allan, 1993)
Protein Asam
amino-alfa
Enzim (katalis biologis), rambut
dan jaringan (material struktural
dan faktor pertumbuhan), racun
(alat pertahanan pada organisme
berbisa)
Polisakarida Gula
Selulosa dan kitin (material
struktural), pati (penyimpan
energi)
Polihidroksi
Alkanoat Asam lemak Penyimpan energi
Polimer Monomer Bentuk dan Fungsi
Asam nukleat Nukleotida RNA dan DNA (pembawa
informasi genetik pada organisme)
8
Polimer pada Tabel 2.1 merupakan beberapa contoh polimer
yang diproduksi oleh sistem biologi yang terbentuk dari struktur
monomer biokimia yang mempunyai fungsi untuk menjalankan
fungsi kehidupan bagi makhluk hidup.
Polimer alami salah satu contohnya adalah pati, yang
merupakan bentuk polimer sebagai penyimpan energi. Pati
termasuk dalam jenis polisakarida dan merupakan kopolimer
yang tersusun atas dua jenis unit penyusun yang berbeda, yaitu
amilose dan amilopektin yang bisa dipisahkan menurut kelarutan.
Amilosa memiliki berat molekul 30.000 sampai 1 juta yang
berarti memiliki DP 295 sampai 9804, sedangkan amilopektin
memiliki berat molekul diatas 1 juta yang berarti memiliki DP
minimum sebesar 3610, namun tentu masih dibawah polimer
sintesis. Derajat polimerisasi ini termasuk bernilai kecil, bila
dibandingkan dengan polietilen. Dengan berat molekul terendah
100.000 dan tertinggi hingga 6.000.000, DP yang dimiliki
polietilen mencapai 3572 hingga 214.286. Harga ini masih jauh
diatas DP selulosa yang mempunyai DP yang cukup besar
diantara polimer alami hingga 15.000 (Stevens, 2001).
(a)
(b)
9
Gambar 2.2 Gugus penyusun pati: (a) amilosa, (b) amilopektin
(Stevens, 2001)
Kecilnya DP mengindikasikan bahwa polimer alami
mempunyai rantai yang pendek. Pendeknya rantai ikatan ini
menjadikan kelemahan bagi polimer alami dalam hal ketahan
(durabilitas), namun menjadikan kebihan dalam hal mampu urai
(degradabilitas), dimana semakin rendah berat molekul dan
derajat polimerisasi, maka polimer akan semakin cepat
terdegradasi.
2.2 Pati Alami Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling
banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan
pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan dalam akar,
umbi, biji buah dan umbi lapis simpan cadangan tersebut berada
dalam bentuk granula-granula berukuran lebih besar, disebut
dengan pati cadangan.
Pati adalah salah satu hodrokoloid yang di gunakan oleh
industry pangan sebagai pengental ataupun pembentukan gel.
Hidrokoloid lainya meliputi gum, pectin, gelatin selulosa agar,
keraganan alginate dan lain-lain. Di samping peran tersebut
diatas, banyak pati di gunakan untuk pengikat lemak dan
pembantu pembentukan emulsi.
Pati yang sering digunakan dalam industri makanan dan
farmasi ada dua macam yaitu pati alami (native starch) dan pati
termodifikasi. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati
yang belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia atau
diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan sebagai
bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder) pada industry farmasi
dan industry makanan. Pati alami bisa ditemukan pada biji-bijian
dan umbi-umbian.
10
Gambar 2.3 Penyusun granula dalam pati
Pada pembuatan biopolimer, granula dalam pati memiliki
peran penting dalam proses gelatinisasi sebagaimana ditunjukkan
dalam Gambar 2.4. granula dalam pati terdiri atas dua penyusun,
yaitu amilosa yang merupakan rantai lurus dan amilopektin yang
merupakan rantai bercabang seperti pada Gambar 2.3.
Gelatinisasi merupakan proses perubahan pada granula pati
dimana granula pati (Gambar 2.4 a) akan menyerap air dan mulai
membengkak. Pati dapat menyerap air secara maksimal jika
suspensi air dipanaskan pada temperatur 55°C sampai 65°C
(Gambar 2.4 b). Suhu gelatinisasi pati mempengaruhi perubahan
viskositas larutan pati, dengan meningkatnya suhu pemanasan
mengakibatkan penurunan kekentalan suspensi pati. Suhu pada
saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Gelatinisasi
mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling berdekatan
karena adanya ikatan hidrogen (Gambar 2.4 c). Setelah terjadi
proses gelatinisasi, kemudian larutan gelatin dicetak atau
dituangkan pada tempat pencetakan dan dikeringkan selama 24
jam. Proses pengeringan akan mengakibatkan penyusutan sebagai
akibat dari lepasnya air (Gambar 2.4 d), sehingga gel akan
membentuk biopolimer yang stabil (Ginting, 2014).
11
Gambar 2.4 Proses gelatinisasi (https://aoac.blogspot.com)
a. Pati Tapioka Pati cassava atau pati tapioka adalah tepung yang diperoleh
dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia disebut
singkong. Tapioka memiliki sifat- sifat yang serupa dengan sagu,
sehingga kegunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini
sering digunakan untuk membuat makanan, bahan perekat, dan
banyak makanan tradisional yang menggunakan tapioka sebagai
bahan bakunya.
Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan
dari akar ubi kayu (cassava). Analisis terhadap akar ubi kayu
yang khas mengidentifikasikan kadar air 70%, pati 24%, serat
2%, protein 1% serta komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%.
Tahapan proses yang digunakan untuk menghasilkan pati tapioka
dalam industri adalah pencucian, pengupasan, pemarutan,
(a)
(b)
(c)
(d)
12
ekstraksi, penyaringan halus, separasi, pembasahan, dan
pengering.
b. Biji Durian Tanaman durian merupakan buah asli Indonesia yang
menempati posisi ke-4 buah nasional dengan produksi yang tidak
merata sepanjang tahun, lebih kurang 700 ton per tahun. Buah
durian berwarna hijau sampai kecoklatan, tertutup oleh duri-duri
yang berbentuk piramid lebar, tajam dan panjang 1 cm. Biji
durian berbentuk bulat telur, berkeping dua, berwarna putih
kekuning-kuningan atau coklat muda.
Biji durian dapat diperoleh pada beberapa daerah yang
mempunyai potensi akan adanya buah durian dimana biji durian
tersebut menjadi salah satu limbah yang terbengkalai atau tidak
dimanfaatkan, yang sebenarnya banyak mengandung nilai
tambah. Agar limbah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana sifat
bahan tersebut dan digunakan dalam waktu yang relatif lama,
perlu diproses lebih lanjut, menjadi beberapa hasil yang
bervariasi.
Salah satu cara untuk mengolah biji durian agar lebih tahan
lama adalah dengan membuatnya menjadi tepung biji durian. Pati
biji durian berbentuk sebuk halus dan berwarna putih kecoklatan.
Kandungan pati yang cukup tinggi dari biji durian dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable.
c. Pati Glukomanan Polisakarida merupakan polimer alami yang terbentuk dari
satuan struktur monosakarida secara berulang, seperti amilosa
yang terbentuk dari D-glukosa yang membentuk polimer linear,
amilopektin yang terbentuk dari D-glukosa yang membentuk
polimer bercabang, dan glukomanan yang terbentuk dari D-
glukosa dan D-mannosa yang membentuk polimer linear. Dalam
glukomanan, perbandingan komposisi molar antara glukosa dan
manosa adalah 1:1,6. Glukomanan memiliki berat molekul rata-
rata (Mw) berkisar antara 200.000 – 2.000.000 (Dave, 1997),
13
yang berarti derajat polmerisasi (DP) yang dimiliki berkisar
antara 497 – 4975.
Gambar 2.5 Molekul penyusun glukomanan (Nelson, 2008)
Glukomanan merupakan heteropolisakarida yang
mempunyai ikatan β-1-4-glikosida dan mempunyai gugus asetil
yang mempengaruhi kelarutan glukomanan dalam air.
Gambar 2.6 Struktur glukomanan (Dave, 1997)
d. Beeswax
Beeswax adalah lilin alami yang diproduksi dalam sarang
lebah madu. Susunan utamanya antara lain ester asam lemak dan
berbagai alkohol rantai panjang. Perkiraan formula kimia untuk
beeswax yaitu C15H31COOC30H61, sebagian besar terdiri dari
palmitat, palmitoleat, dan ester oleat dari rantai panjang (30-32
karbon) alkohol alifatik. Namun, monoesters lilin dalam lilin
lebah kurang dapat dihidrolisis dalam usus manusia dan mamalia,
14
sehingga tidak ada nilai makanan yang signifikan. Beeswax
memiliki titik leleh yang relatif rendah dari 62-65°C. Jika lilin
lebah dipanaskan di atas 85°C perubahan warna terjadi. Titik
nyala lilin lebah adalah 204,40C (Anonim, 2014).
Gambar 2.7 Struktur kimia beeswax
2.3 Plasticizer Gliserol Kemasan plastik banyak dimanfaatkan untuk berbagai
macam aplikasi, seperti pengemasan makanan dan minuman. Hal
ini disebabkan karena sifat kemasan plastik yang ringan,
fleksibel, kuat, dan harganya yang murah. Bahan pembuat plastik
pada umumnya adalah minyak dan gas sebagai sumber alami,
yang kemudian disentesis menjadi bahan plastik. Komponen
utama dari bahan pembuat plastik sebelum dalam bentuk polimer
adalah monomer yang merupakan bagian dengan rantai
terpendek. Misalnya, plastik polietilen mempunyai monomer
etilena. Disamping bahan dasar berupa monomer plastik, terdapat
bahan-bahan tambahan atau zat aditif yang diperlukan untuk
memperbaiki sifat-sifat plastik. Bahan-bahan pembuat plastik ini
merupakan bahan dengan berat molekul rendah, yaitu berupa
pemlastis (plasticizer), antioksidan, pelumas, penyerap
ultraviolet, bahan pengisi, dan penguat. Namun dari beberapa
macam zat tambahan pada plastik, bahan tambahan yang
terpenting adalah bahan pemlastis.
Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan
berat molekul rendah yang ditambahkan untuk memperlemah
kekakuan polimer, serta meningkatkan fleksibilitas dan
ekstensibilitas polimer (http://ocw.usu.ac.id/ course/ .../ thp_ 407_
handout_ kemasan_plastik.pdf). Bahan pemlastis larut dalam tiap-
tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul
polimer dan bekerja menurunkan suhu kristalisasi polimer. Zat
15
pemlastis mempunyai berat dan ukuran molekul yang kecil, serta
titik didih yang tinggi. Ukuran zat pemlastis yang kecil membuat
zat pemlastis dapat menempati ruang intermolekul dalam rantai
polimer, sehingga molekul-molekul zat pemlastis dapat
mengurangi energi yang dibutuhkan molekul untuk melakukan
suatu pergerakan dan mengurangi pembentukan ikatan hidrogen
antara rantai molekul polimer. Dalam pembuatan film biopolimer,
zat pemlastis ditambahkan karena dapat meningkatkan
fleksibilitas, memelihara keutuhan, serta menghindarkan
terjadinya pori dan retakan pada matriks polimer. Hal ini karena
polimer alami, misalnya pati, sangat getas dan rapuh.
Mekanisme kerja plasticizer adalah memisahkan rantai
melalui pemutusan ikatan yaitu ikatan hidrogen dan ikatan Van
Der Waals atau ikan ion, yang menyebabkan rantai polimer
bersatu dan melapisi ikatan energi di tengahnya melalui
pembentukan ikatan polimer-plasticizer. Kemudian kelompok
polimer mudah larut akan memperbaiki kelarutannya, sedangkan
kelompok polimer sulit larut akan memperbaiki pengaruhnya
(http://ocw.usu.ac.id
/course/.../thp_407_handout_kemasan_plastik.pdf).
Beberapa jenis bahan pemlastis yang digunakan dalam
pembuatan plastik adalah:
Dibutil ptalat (DBP)
Dioktil ptalat (DOP)
Poliester
Oleat
Sitrat
Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi jenis
plasticizer yang dapat digunakan. Namun dalam pembuatan
plastik biodegradable, biasanya zat pemlastis yang digunakan
adalah zat pemlastis yang alami seperti air, sorbitol, dan gliserol
(Vieira, 2011).
Gliserol merupakan zat yang berupa cairan tidak berwarna
hingga kekuningan yang mempunyai banyak sinonim atau nama
dagang, diantaranya adalah gliserin atau glycyl alcohol. Gliserol
pertama kali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang
16
diperoleh dengan memanaskan zaitun. Scheele menamakan hasil
temuannya ini dengan sebutan ‘the sweet principle of fats’. Nama
gliserol baru dikenal pada tahun 1811 yang diambil dari bahasa
Yunani, glyceros, yang berarti manis.
Gambar 2.8 Struktur kimia gliserol (http://ebookbrowse. com/
tkk-322-handout-gliserin-pdf-d93267580)
Gliserol merupakan tryhydric alcohol C3H5(OH)3 atau 1,2,3-
propanetriol. Zat dengan rumus molekul C3H8O3 ini bersifat larut
dalam air, tidak berbau, bertekstur kental dan memiliki berat
molekul 92,09. Selain itu, gliserol memiliki titik didih yang tinggi
yaitu sebesar 290ºC pada tekanan atmosfer. Berat molekul yang
rendah dan titik didih yang tinggi merupakan karakteristik dari
plasticizer, sehingga cocok digunakan sebagai bahan pemlastis.
2.4 Karakterisasi Bahan
Karakterisasi bahan perlu dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat dari suatu bahan sehingga dapat diaplikasikan dengan
tepat. Karakterisasi bahan dapat dilakukan dengan pengujian-
pengujian, misalnya pengujian tarik, pengujian penggembungan
(swelling), dan biodegradasi.
a. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik, modulus elastisitas dan daya elongasi
suatu bahan dapat diketahui melalui pengujian tarik. Jika suatu
bahan yang memiliki luas penampang tertentu diberi perlakuan
tarik dengan gaya tertentu juga, maka akan mengalami deformasi.
Secara umum, suatu bahan memiliki deformasi elastis dan plastis.
Daerah A-B pada gambar 2.9a merupakan deformasi elastis dari
suatu bahan. Jika bahan ditarik dengan kekuatan tarik pada daerah
17
tersebut kemudian dilepaskan, maka bahan tersebut akan kembali
ke bentuk semula. Sedangkan B-C merupakan deformasi
plastisnya, sehingga jika bahan ditarik dengan kekuatan tarik pada
daerah plastis kemudian dilepaskan, maka bahan tersebut tidak
kembali ke bentuk semula (terdeformasi plastis). Kekuatan tarik
pada gambar 2.9a berada pada titik St. Gambar 2.9b menunjukkan
kurva tegangan-regangan bahan yang tidak memiliki deformasi
plastis. Nilai kekuatan tarik dari bahan tersebut merupakan
tegangan saat bahan putus.
(a)
(b)
Gambar 2.9 Kurva tegangan-regangan. (a) dengan deformasi
plastis, (b) tanpa deformasi plastis.
Contoh kurva tegangan-regangan untuk polimer
ditampilkan pada Gambar 2.10. Dari kurva tegangan-regangan
dapat dilihat polimer getas memiliki nilai tegangan tinggi namun
regangan yang rendah. Sedangkan polimer elastomer memiliki
nilai regangan yang tinggi namun tegangan yang rendah.
18
Ditengah terdapat kurva polimer plastik yang memiliki nilai
tegangan dan regangan yang optimal.
Gambar 2.10 Kurva tegangan-regangan dari polimer (a) getas,
(b) plastik, (c) elastomer (Callister & Rethwisch,
2009)
Beberapa alat uji tarik tidak dapat memunculkan kurva
tegangan-regangan secara langsung. Parameter yang muncul dari
alat tersebut adalah gaya tarik dan elongasi sehinggan untuk
mengetahui nilai kekuatan tarik memerlukan perhitungan. Nilai
kekuatan tarik diperoleh melalui persamaan:
σ = FA (2.1)
dengan σ adalah tensile strength , F adalah gaya tarik, dan A
adalah luas penampang awal.
Polimer akan mengalami peregangan saat diberikan gaya
tarikan. Besar peregangan hingga ia putus disebut sifat daya
perpanjangan (elongasi). Besar daya elongasi dapat diperoleh
menggunakan persamaan berikut:
19
ε = ∆ll0 (2.2)
dengan ε adalah daya elongasi, ∆l adalah perubahan panjang dan
l0 adalah panjang mula-mula.
Melalui besar kekuatan tarik dan elongasi, maka dapat
diketahui sifat elastisitasnya. Perbandingan antara tegangan/kuat
tarik (σ) dan regangan/perpanjangan (ε) disebut modulus elastisitas (E) yang didapat melalui persamaan:
E = σε (2.3)
Sebagai polimer yang banyak diaplikasikan, polyethylene
memiliki sifat mekanik yang cukup kuat. Kekuatan tarik LDPE
sebesar 900-2.500 psi atau setara dengan 6,21-17,24 MPa dan
elongasi 550%-600%. Sedangkan HDPE memiliki kekuatan tarik
2900-5400 psi (19,99-37,23 Mpa) dan elongasi 20%-120%
(Smith, 1990).
Beberapa film ramah lingkungan (berbahan dasar polimer
alam) memiliki sifat mekanik yang bervariasi. Plastik
biodegradable yang berbahan pencampuran polylactide (PLA)
dan thermoplastic konjac glucomannan (TKGM) memiliki
kekuatan tarik 36,5 MPa dan elongasi 520,5% (Xu, 2009).
Kekuatan tarik film glukomannan konjak sebesar 35-55 MPa
(Cheng, 2006), dan film dari pati kulit singkong dengan
penambahan khitosan dan gliserol memiliki tensile strength
6269,059 psi (43,22 MPa) dengan Modulus elastisitas
494925,675 psi (3412,39 MPa) dan elongation 1,27% (Sanjaya,
2011). Namun, Plastik glukomanan dengan plasticizer gliserol
memiliki sifat mekanik yang rendah yaitu rentang kekuatan tarik
nya berkisar antara 0,0275-0,8 MPa, sedangkan elongasi yang
dimiliki 5,19%-26,48%, dan modulus elastisitasnya 0,2818-
15,4202 MPa (Pradipta dan Mawarani, 2012).
20
b. Derajat Penggembungan
Uji penggembungan digunakan untuk menentukan jumlah
air yang diserap dalam kondisi tertentu. Faktor yang
mempengaruhi penyerapan air meliputi: jenis plastik, aditif yang
digunakan, temperatur dan lama paparan. Data menyoroti kinerja
bahan dalam air atau lembab lingkungan. Penyerapan air
dinyatakan sebagai peningkatan berat persen. Persen Penyerapan
Air = [(berat basah - berat kering) / berat kering] x 100%.
Untuk mengetahui sifat penggembungan, maka perlu
dilakukan uji penggembungan (swelling test). Changgang Xu
(2009) juga melakukan uji penggembungan pada plastik hasil
penelitiannya. Kemampuan serap air (Wm) dari film plastik dapat
diperoleh dari perbedaan massa awal polimer dan massa polimer
setelah menyerap air (Xu, 2009), seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan:
𝑊𝑚 = 𝑚2−𝑚1𝑚1 𝑥 100% (2.4)
dimana m1 adalah massa sampel sebelum dilakukan pencelupan
dan m2 adalah massa sampel setelah dilakukan pencelupan.
Perhitungan ini sama dengan standar ASTM D570.
Plastik biodegradable yang terbuat dari pencampuran
poli-asam laktat (PLA) dan thermoplastic konjac glucomannan
(TKGM) memliliki daya serap air 3,8% (Xu, 2009). Angka
tersebut jauh lebih kecil dibanding penggembungan film dari pati
kulit singkong dengan penambahan khitosan dan gliserol, yaitu
66%-77% (Sanjaya, 2011). Plastik glukomanan dengan
plasticizer gliserol juga memiliki sifat ketahanan terhadap air
berkisar antara 61,6%-391,42% (Pradipta dan Mawarani, 2012).
c. Biodegradasi Perubahan senyawa kimia menjadi molekul yang lebih
sederhana melalui bantuan mikroorganisme disebut biodegradasi.
Biodegradasi dibagi menjadi dua, yaitu primary biodegradation
dan ultimate biodegradation. Primary biodegradation atau
21
biodegradasi tahap pertama merupakan perubahan sebagian
molekul kimia menjadi komponen lain yang lebih sederhana.
Sedangkan ultimate biodegradation atau biodegradasi tuntas
merupakan perubahan molekul kimia secara lengkap sampai
terbentuk CO2, H2O dan senyawa organik lain (Gledhill dalam Al
Ummah, 2013).
Gambar 2.11 Pemutusan ikatan pada fotodegradasi (Stevens
dalam Pradipta dan Mawarani, 2012).
Polimer terdegradasi dari sinar matahari (fotodegradable)
dapat terurai dengan menginkorporasi gugus-gugus karbonil yang
menyerap radiasi ultraviolet (UV) sebagai energi untuk
pembelahan ikatan (Stevens dalam Pradipta dan Mawarani,
2012). Selain menggunakan UV, sifat biodegradabilitas film
plastik dapat diketahui dengan biodegradasi. Pengujian ini
dilakukan dengan merendam sampel uji ke dalam cairan bakteri
pengompos seperti bio-aktiva dan EM4. Bio-aktiva dan EM4
mengandung bakteri-bakteri pengurai sehingga mampu
mendekomposisi polimer dalam waktu tertentu. Film dari pati
kulit singkong dengan penambahan khitosan dan gliserol mampu
terdegradasi selama 10 hari (Sanjaya, 2011) dan plastik
glukomanan dengan plasticizer gliserol membutuhkan waktu 9
hari (Pradipta dan Mawarani, 2012).
22
Halaman ini memang dikosongkan
23
fBAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Berikut adalah prosedur penelitian tugas akhir ini.
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
24
3.1 Persiapan Alat dan Bahan Dalam melakukan eksperimen penelitian ini dibutuhkan
beberapa bahan dan peralatan. Adapun bahan yang diperlukan
antara lain:
Tepung tapioka (cassava),
Tepung Biji durian
Tepung konjak glukomanan,
Akuades,
Gliserol/gliserin,
Beeswax,
EM4.
Sedangkan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan
penelitian ini antara lain sebagai berikut:
Gelas ukur,
Timbangan digital,
Magnetic stirrer,
Plat kaca,
Selotip/lakban,
Ayakan,
Pipet,
Cawan.
Pada penelitian ini, pati yang digunakan berasal dari 3 jenis,
yaitu tepung tapioka, tepung biji durian, dan tepung konjak.
Tepung tapioka yang digunakan adalah tepung tapioka yang
diproduksi oleh PT. Tepung Beras Rose Brand. Tepung Konjak
yang digunakan diproduksi oleh CV. Nura Jaya. Sedangkan
tepung biji durian yang digunakan diproduksi sendiri.
Tepung biji durian dibuat dengan mengupas kulit biji durian
terlebih dahulu. Kemudian biji durian dipotong kecil-kecil lalu
dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan menggunakan oven
dengan suhu 50oC selama 24 jam atau menggunakan panas
matahari selama 12 jam. Setelah dikeringkan, biji durian
dihaluskan dan diayak dengan mesh 150. Skema pembuatan
tepung biji durian dapat dilihat pada gambar berikut.
25
Gambar 3.2 Skema pembuatan tepung biji durian
3.2 Penentuan Kandungan Beeswax dan Gliserol Penentuan kandungan beeswax dilakukan dengan pembuatan
film menggunakan salah satu pati yaitu pati tapioka. Film dibuat
dengan penambahan beeswax tanpa gliserol. Variasi beeswax
yaitu: 0,5%, 1%, dan 1,5%. Kemudian dilakukan uji tampilan
fisik untuk menentukan kadar beeswax yang paling baik. Setelah
itu dilakukan pembuatan film dengan penambahan beeswax dan
gliserol. Kadar beeswax yang digunakan berdasarkan uji
sebelumnya sedangkan kadar gliserol menggunakan variasi yaitu:
0%, 0,5%, 1%, dan 1,5%. Kemudian dilakukan uji
penggembungan untuk menentukan kadar gliserol paling baik.
Berdasarkan uji yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
kandungan beeswax paling baik untuk penelitian ini yaitu 0-0,5%,
ssedangkan untuk kandungan gliserol paling baik adalah sebesar
1,5%. Dari hasil tersebut akan dilakukan pembuatan sampel.
26
3.3 Pembuatan Film Berbahan Dasar Pati Alami Pembuatan film dilakukan dengan mencampurkan pati dan
akuades deengan rasio 1:20 (w/w) lalu ditambahkan beeswax dan
gliserol dengan kadar tertentu. Bahan yang telah dicampurkan
kemudian diaduk selama 30 menit menggunakan magnetic
stirrer. Kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC lalu
pengadukan dijaga selama 20 menit hingga mengental. Sementara
menunggu proses pengadukan, cetakan diletakkan di oven.
Setelah pengadukan selesai larutan kemudian dituang di cetakan
panas lalu dikeringkan dalam oven.
Sebelum proses pemanasan, larutan diaduk selama 30 menit
agar pati larut dalam air dan tidak terjadi endapan. Seletah proses
pemanasan larutan dituang pada cetakan panas agar temperatur
beeswax pada larutan tidak menurun ketika menyentuh cetakan
sehingga tidak terjadi penggumpalan beeswax. Matriks kode
sampel pada penelitian ini ditampilkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Matriks Kode Sampel
Konsentrasi
Beeswax (%)
Jenis pati
Tapioka Konjak Biji Durian
0 A1 B1 C1
0,1 A2 B2 C2
0,2 A3 B3 C3
0,3 A4 B4 C4
0,4 A5 B5 C5
0,5 A6 B6 C6
3.4 Karakterisasi Film Karakterisasi bahan dilakukan dengan 3 jenis pengujian pada
bahan, yaitu uji tarik, uji penggembungan, dan uji biodegradasi.
Hasil dari uji tersebut akan dianalisa dan digunakan untuk
mengetahui karakterisasi film.
27
a. Uji Tarik Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji tarik
berdasarkan standar ASTM D882 dengan bentuk sampel persegi
panjang dengan ukuran 5×15 cm sebagaimana yang ditunjukkan
pada gambar 3.3. Dari pengujian tersebut akan diperoleh nilai
gaya tarik hingga putus dan perpanjangan hingga putus. Sehingga
untuk mendapatkan nilai tensile strength, daya elongasi, dan
modulus Young, perlu dilakukan perhitungan terhadap hasil yang
diperoleh. Untuk mendapatkan nilai tensile strength maka
digunakan persamaan (2.1), untuk mendapatkan nilai elongasi
maka digunakan persamaan (2.2), sedangkan untuk mendapatkan
nilai modulus Young maka digunakan persamaan (2.3).
Gambar 3.3 Bentuk dan ukuran sampel uji berdasarkan ASTM
D882
ASTM D882 merupakan standar pengujian kuat tarik untuk
lembaran tipis, termasuk film, dengan ketebalan sampel kurang
dari 1 mm. Standar ASTM D882 tercantum pada lampiran E.
Bentuk sampel yang digunakan dalma pengujian ini merupakan
bentuk persegi panjang dengan ukuran 5×15 cm sebagaimana
yang ditunjukkan pada gambar 3.3. Uji tarik ini dilakukan di
Departemen Kimia ITS Surabaya.
b. Uji Penggembungan Uji penggembungan dilakukan di Laboratorium Rekayasa
Bahan Teknik Fisika ITS dengan menggunakan standar ASTM
28
D570. ASTM D570 merupakan standar yang digunakan untuk
menguji absrobsi air dari plastik.
Untuk melakukan uji penggembungan, pertama-tama sampel
disiapkan dengan ukuran 2,5cm x 2,5cm. Kemudian sampel
dikondisikan dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam. Sampel
kemudian ditimbang beratnya dan didapatkan massa awal.
Sampel kemudian direndam selama 2 jam lalu ditimbang dan
didapatkan massa akhir. Dari data ini didapatkan derajat
penggembungan dengan menggunakan persamaan (2.4).
c. Uji Biodegradasi Film polimer ramah lingkungan yang telah dibuat diuji
kemampuan biodegradasinya dengan bantuan Effective
Microorganism atau bakteri EM4, yang merupakan bakteri
pengompos. Kemampuan biodegradasi dilihat berdasarkan
lamanya waktu degradasi oleh mikroorganisme EM4. Uji
biodegradasi dilakukan dengan menempatkan sampel film pada
suatu wadah kemudian ditambahkan EM4 sebanyak 10ml dan
dibiarkan hingga terdegradasi.
29
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tampilan Fisik Sampel Sampel telah dibuat dengan menggunakan tiga jenis pati
berbeda, yaitu: tapioka, konjak, dan biji durian dengan variasi
kadar beeswax sebanyak 0%, 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, dan 0,5%.
Penamaan sampel dilakukan berdasarkan jenis pati dan kadar
beeswax.. Gambar 4.1-4.3 merupakan gambar dari permukaan
tiap sampel yang telah dibuat, masing-masing dengan kode yang
telah tercantum pada Tabel 3.1 pada bab sebelumnya.
(A1) (A2)
(A3) (A4)
(A5) (A6)
Gambar 4.1 Tampilan fisik sampel dengan pati tapioka
30
Dari gambar 4.1 dapat dilihat pada pati tapioka, penambahan
beeswax mempengaruhi bentuk permukaan sampel. Penambahan
beeswax akan memberikan pori pada permukaan sampel dengan
jenis pati tapioka. Semakin besar konsentrasi beeswax yang
ditambahkan, maka semakin lebar porinya.
(B1) (B2)
(B3) (B4)
(B5) (B6)
Gambar 4.2 Tampilan fisik sampel dengan pati konjak
Gambar 4.2 menunjukkan tampilan fisik sampel dengan pati
jenis konjak. Dari gambar tersebut dapat terlihat dipermukaan
sampel terdapat beberapa bintik hitam serta terlihat ukuran dari
pati yang tidak beraturan. Hal ini disebabkan pati konjak yang
digunakan memiliki ukuran dan warna yang berbeda-beda.
31
Adapun penambahan konsentrasi beeswax terhadap tampilan fisik
sampel tidak terlihat perubahan yang signifikan.
(C1) (C2)
(C3) (C4)
(C5) (C6)
Gambar 4.3 Tampilan fisik sampel dengan pati biji durian
Dari gambar 4.3 terlihat permukaan sampel dengan pati biji
durian. Gambar tersebut menunjukkan sampel dari biji durian
memiliki bintik hitam dipermukaannya. Bintik hitam tersebut
merupakan ampas dari kulit biji durian yang ikut terayak ketika
proses pembuatan tepung biji durian dilakukan. Adapun
penambahan beeswax terhadap tampilan fisik sampel tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan.
32
4.2 Uji Tarik Uji tarik dilakukan pada sampel sehingga didapatkan nilai
tensile strength dan elogasi. Berikut merupakan hasil dari uji
tarik.
Tabel 4.1 Tensile Strength Biopolimer
Konsentrasi
Beeswax (%)
Tensile strength (Mpa)
Tapioka Konjak Biji Durian
0,00 0,00 1,88 3,09
0,10 2,71 1,63 2,29
0,20 3,22 1,84 1,88
0,30 3,35 1,76 1,52
0,40 3,74 2,12 1,31
0,50 4,25 2,35 1,16
Gambar 4.4 Tensile strength biopolimer
Pada Tabel 4.1 ditunjukkan nilai tensile strength pada
masing-masing sampel. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai
tertinggi terdapat pada sampel berbahan dasar tapioka pada
33
konsentrasi beeswax sebesar 0,5% dengan nilai tensile strength
sebesar 4,25 Mpa dan terkecil pada sampel berbahan dasar biji
durian pada konsentrasi beeswax sebesar 0,5% dengan nilai
tensile strength sebesar 1,16 Mpa.
Tabel 4.2 Elongasi Biopolimer
Konsentrasi
Beeswax (%)
Elongasi (%)
Tapioka Konjak Biji Durian
0,00 0,00 48,40 18,70
0,10 3,50 44,00 26,50
0,20 3,50 36,40 25,10
0,30 3,40 24,20 10,40
0,40 3,20 44,70 9,50
0,50 3,90 44,10 16,10
Gambar 4.5 Elongasi biopolimer
34
Sedangkan untuk nilai elongasi tertinggi terdapat pada
sampel berbahan dasar konjak pada konsentrasi beeswax 0%
dengan nilai elongasi mencapai 48% sedangkan nilai terkecil
terdapat pada sampel berbahan dasar tapioka pada konsentrasi
beeswax 0% dengan nilai elongasi 0%.
4.3 Derajat Penggembungan
Uji penggembungan dilakukan terhadap sampel. Berikut
merupakan hasil dari uji penggembungan.
Tabel 4.3 Derajat Penggembungan Biopolimer
Konsentrasi
Beeswax (%)
Derajat Penggembungan (%)
Tapioka Konjak Biji Durian
0,00 263,39 471,88 204,49
0,10 351,92 437,28 203,62
0,20 401,37 353,49 214,81
0,30 569,03 344,49 231,35
0,40 587,62 341,77 278,10
0,50 649,11 316,77 314,86
Berdasarkan tabel 4.3, derajat penggembungan terkecil
terjadi pada sampel berbahan dasar biji durian dengan rentang
200%-300%. Sedangkan nilai tertinggi terdapat pada sampel
berbahan dasar tapioka dengan derajat penggembungan mencapai
650%. Dari tabel tersebut kemudian dibuat grafik untuk
mengamati pengaruh penambahan konsentrasi beeswax terhadap
derajat penggembungan biopolimer berbahan dasar pati alami.
Grafik tersebut ditunjukkan pada gambar 4.6.
35
Gambar 4.6 Derajat penggembungan biopolimer
Berdasarkan grafik diatas derajat penggembungan pada pati
jenis tapioka dan biji durian mengalami kenaikan terhadap
konsentrasi beeswax. Sedangkan pada pati jenis konjak
mengalami penurunan derajat penggembungan terhadap
konsentrasi beeswax. Sehingga dari segi derajat penggembungan,
penambahan beeswax lebih cocok pada biopolimer berbahan
dasar konjak, karena membantu mengurangi derajat
penggembungan.
4.4 Biodegradasi
Film yang telah dibuat diuji kemampuan biodegradasinya
dengan bantuan Effective Microorganism atau bakteri EM4, yang
merupakan bakteri pengompos. Uji biodegradasi dilakukan secara
aerobik, yaitu dilakukan pada udara terbuka. Pengujian dilakukan
dengan cara merendam sampel yang telah disiapkan kedalam
larutan EM4 yang telah didiamkan selama 2 hari. Setelah
direndam sampel kemudian diangkat menggunakan kain kasa dan
didiamkan selama 1 hari. Penetesan dilakukan pada sampel secara
36
berkala selama 7 hari. Berikut merupakan hasil dari uji
biodegradasi.
Tabel 4.4 Persentasi Pengurangan Massa (Massa Terdegradasi)
Konsentrasi
Beeswax (%)
Persentasi Pengurangan Massa (%)
Tapioka Konjak Biji Durian
0,00 25,49 72,18 55,22
0,10 68,18 73,40 88,27
0,20 87,74 69,75 63,17
0,30 74,96 71,67 58,54
0,40 60,00 74,56 69,37
0,50 63,76 75,73 40,53
Gambar 4.7 Persentasi pengurangan massa
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa pengurangan massa
terbesar terjadi pada sampel film dengan konsentrasi beeswax
37
0,1%-0,2%. Setelah diamati pengurangan massa kemudian
diamati laju perubahan massanya. Laju perubahan massa diamati
dengan cara mengukur massa sampel per hari. Hasilnya diplot
sebagaimana tampak pada Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10.
Gambar 4.8 Pengurangan massa sampel tapioka per hari
38
Gambar 4.9 Pengurangan massa sampel konjak per hari
Plot data tersebut diregresi linier untuk mendapatkan
persamaan liniernya. Pengurangan massa merupakan bentuk
39
degradasi, maka gradien dari persamaan linier grafik pengurangan
massa adalah laju degradasi.
Gambar 4.10 Pengurangan massa sampel biji durian per hari
Secara lengkap persamaan linier tercantum pada lampiran D.
Adapun laju degradasi ditampilkan pada Tabel 4.5.
40
Tabel 4.5 Laju Degradasi Biopolimer
Konsentrasi
Beeswax (%)
Laju Degradasi (g/hari)
Tapioka Konjak Biji Durian
0,00 0,0016 0,0048 0,0041
0,10 0,0025 0,0025 0,0044
0,20 0,0012 0,0012 0,0073
0,30 0,0016 0,0041 0,0052
0,40 0,0023 0,0046 0,0052
0,50 0,0022 0,0025 0,0045
Data dari Tabel 4.5 diplot ke dalam grafik untuk mengetahui
pengaruh laju degradasi terhadap konsentrasi beeswax pada tiap
jenis sampel. Grafik laju degradsi biopolimer ditampilkan pada
Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Laju degradasi biopolimer
41
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa laju pengurangan massa
terbesar terdapat pada biopolimer berbahan dasar biji durian.
Sedangkan laju pengurangan massa terkecil terdapat pada
biopolimer berbahan dasar tapioka.
4.5 Interpretasi Hasil
Hasil uji tarik menunjukkan tensile strength tertinggi
terdapat pada biopolimer berbahan dasar tapioka pada konsentrasi
beeswax 0,5% dengan nilai tensile strength yang dihasilkan
sebesar 4,25 MPa dan nilai elongasi yang dihasilkan sebesar
3,9%. Untuk nilai tensile strength, hasil ini telah sesuai dengan
standar yang digunakan pada penelitian sebelumnya
(Haryati,2017) yaitu nilai kuat tarik standar bioplastik sebesar 1-
10 MPa. Namun, untuk nilai elongasi belum memenuhi standar
yaitu 10-20%. Nilai kuat tarik yang dihasilkan pada penelitian ini
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penelitian yang
sebelumnya yaitu bioplastik glukomanan dengan plasticizer
gliserol sebesar 0,8 MPa (Pradipta, 2013) dan bioplastik
glukomanan dengan penambahan NaOH sebesar 0,8 MPa (Dasuki
Z, 2014). Namun jika hasil ini dibandingkan dengan nilai dari
kuat tarik dari plastik berbahan dasar HDPE, masih tergolong
rendah yaitu sebesa 37,23 MPa (Smith,1990). Sedangkan nilai
elongasi tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini terdapat
pada biopolimer berbahan dasar konjak pada konsentrasi beeswax
0% dengan nilai elongasi yang dihasilkan mencapai 48%. Nilai
telah memenuhi standar yaitu 10-20% dan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu hampir
mencapai 20% (Faizal, 2010).
Dari hasil derajat penggembungan, penambahan beeswax
lebih cocok pada biopolimer berbahan dasar konjak, karena
membantu mengurangi derajat penggembungan. Nilai derajat
penggembungan yang dihasilkan berada pada rentang 300-400%.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, yaitu pada
penelitian biopolimer berbahan dasar biji durian (Haikal, 2019)
42
dengan nilai sebesar 200%, nilai yang dihasilkan pada penelitian
ini masih tergolong tinggi.
Berdasarkan hasil dari uji biodegradasi didapatkan nilai
konsentrasi beeswax paling optimal pada 0,1-0,2% dengan
persentasi perubahan massa mencapai 80% selama 17 hari.
Menurut standar ASTM 5336, dibutuhkan waktu 60 hari untuk
plastik biodegradable dapat terurai 100%. Dengan demikian,
semua sampel yang dihasilkan dalam penelitian ini tergolong
plastik biodegradable atau plastik ramah lingkungan.
Pengaruh penambahan konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar pati tapioka, pati konjak,
dan pati biji durian tampak pada Gambar 4.12, Gambar 4.13, dan
Gambar 4.14.
Gambar 4.12 Pengaruh konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar pati
tapioka
Berdasarkan Gambar 4.12, nilai dari kuat tarik, derajat
penggembungan, dan laju degradasi pada biopolimer berbahan
dasar tapioka cenderung terjadi peningkatan terhadap
penambahan konsentrasi beeswax. Berdasarkan Gambar 4.13,
nilai kuat tarik dari biopolimer berbahan dasar konjak cenderung
43
mengalami peningkatan, sedangkan pada derajat penggembungan
dan laju degradasi mengalami penurunan.
Gambar 4.13 Pengaruh konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar pati
konjak
44
Gambar 4.14 Pengaruh konsentrasi beeswax terhadap
karakteristik biopolimer berbahan dasar pati biji
durian
Sedangkan Gamber 4.14 menunjukkan bahwa peningkatan
derajat penggembungan dan laju degradasi terjadi seiring dengan
penurunan kuat tarik. Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil
yang diperoleh pada pati konjak.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dirangkum kecenderungan
karakteristik biopolimer terhadap penambahan beeswax. Tabel
4.6 menunjukan kecenderungan karakteristik biopolimer tersebut.
Tabel 4.6 Kecenderungan Karakteristik Biopolimer dengan
Penambahan Beeswax
Karakteristik
biopolimer
Kecenderungan karakteristik
biopolimer dengan penambahan
beeswax Harapan
Tapioka Konjak Biji durian
Kuat tarik Meningkat Meningkat Menurun Meningkat
Elongasi Meningkat Menurun Menurun Meningkat
Penggembungan Meningkat Menurun Meningkat Menurun
Biodegradasi Meningkat Menurun Meningkat Menurun
Pada penelitian ini, karakteristik mekanik yang diharapkan
dari biopolimer terhadap penambahan beeswax terjadi
peningkatan. Hal ini dikarenakan karakteristik mekanik dari
plastik biopolimer memiliki nilai yang lebih rendah apabila
dibandingkan karakteristik mekanik plastik biasa. Plastik
biopolimer memiliki kuat tarik rata-rata 10 MPa sedangkan
plastik jenis biasa bisa mencapai 30 MPa. Sedangkan untuk nilai
elongasi yang diharapkan terjadi peningkatan agar plastik lebih
mudah dibentuk dan tidak cepat putus.
Derajat penggembungan pada penelitian ini diharapkan
terjadi penurunan terhadap penambahan beeswax. Hal ini
45
dikarenakan beeswax yang memiliki sifat hidrofobik. Sifat
hidrofobik adalah sifat dimana material tidak memiliki gaya tarik
terhadap air, sehingga biopolimer yang memiliki kandungan
beeswax diharapkan mudah melepaskan air dan mempersulit
proses penggembungan. Sedangkan karakteristik biodegradasi
yang diharapkan pada penelitian ini terjadi penurunan.
Biopolimer yang telah dikembangkan hingga saat ini memiliki
laju biodegradasi yang tergolong besar. Namun hal ini juga
memberi dampak negatif yaitu ketika biopolimer disimpan
menjadi tidak awet atau tahan lama. Sehingga karakteristik
biopolimer yang diharapkan mengalami penurunan.
Pada biopolimer berbahan dasar tapioka, terjadi peningkatan
pada semua karakteristik biopolimernya. Namun pada penelitian
ini diharapkan terjadi penurunan pada penggembungan maupun
biodegradasi. Sehingga biopolimer berbahan dasar tapioka hanya
unggul pada dua poin saja yaitu kuat tarik dan elongasi.
Biopolimer berbahan dasar konjak hanya terjadi peningkatan pada
kuat tarik saja dan sisanya terjadi penurunan. sehingga biopolimer
berbahan dasar konjak telah meliputi tiga poin yang diharapkan
yaitu kuat tarik, penggembungan, dan biodegradasi. Untuk
biopolimer berbahan dasar biji durian, setiap kecenderungan yang
dihasilkan berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Nilai
kuat tarik yang diharapkan meningkat pada penelitian ini terjadi
penurunan pada karakteristik mekaniknya. Begitu juga dengan
penggembungan dan biodegradasi yang diharapkan menurun pada
penelitian ini tetapi terjadi peningkatan. Hal ini membuktikan
bahwa pengembangan biopolimer berbahan dasar biji durian lebih
cocok apabila tanpa penambahan beeswax.
Dari ketiga poin di atas dapat disimpulkan bahwa
pengembangan biopolimer dengan penambahan beeswax optimal
apabila menggunakan bahan dasar pati konjak. Hal ini
dikarenakan pati konjak yang unggul dalam tiga aspek yaitu kuat
tarik, penggembungan, dan biodegradasi. Sedangkan pati jenis
tapioka hanya unggul dalam dua aspek yaitu kuat tarik dan
elongasi. Untuk pati jenis biji durian tidak cocok dalam segala
aspek, baik kuat tarik maupun biodegradasi. Sehingga pati jenis
46
biji durian lebih cocok dikembangkan tanpa penambahan
beeswax.
Hasil terbaik ditemukan pada sampel biopolimer berbahan
dasar pati konjak dengan penambahan konsentrasi beeswax
sebesar 0,5%. Hasil yang didapatkan pada sampel ini yaitu
memiliki derajat penggembungan paling rendah, laju biodegradasi
yang relatif rendah, dan nilai dari kuat tarik yang relatif baik.
47
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada
semua sampel dalam pembuatan polimer ramah lingkungan
berbahan dasar pati alami ini dapat disimpulkan, yaitu:
Penambahan konsentrasi beeswax meningkatkan kekuatan
tarik pada sampel berbahan dasar tapioka dan konjak dengan
nilai kuat tarik maksimal didapatkan pada sampel berbahan
dasar tapioka dengan konsentrasi beeswax 0,5% yaitu
sebesar 4,25 MPa.
Semakin tinggi konsentrasi beeswax menyebabkan
penurunan derajat penggembungan pada sampel berbahan
dasar pati konjak dan peningkatan derajat penggembungan
pada sampel berbahan dasar pati tapioka dan pati biji durian.
Penambahan beeswax mempercepat laju biodegradasi pada
sampel berbahan dasar tapioka dan biji durian serta
memperlambat laju biodegradasi pada sampel berbahan dasar
konjak. Persentasi pengurangan massa tertinggi terdapat
pada sampel berbahan dasar tapioka dengan konsentrasi
beeswax 0,1-0,2% yaitu sebesar 80% dalam 7 hari. Nilai ini
telah melebihi standar ASTM 5336 tentang biodegradable
plastic.
Biopolimer dengan bahan dasar pati konjak menghasilkan
karakteristik yang optimal dengan penambahan beeswax dan
sampel terbaik didapatkan pada konsentrasi beeswax 0,5%.
48
Halaman ini memang dikosongkan
49
DAFTAR PUSTAKA
Aguilera, J. M. (2011). Food engineering intefaces. New
York: Springer.
Coles, R. D. (2003). Food packaging technology. Blackwell
Publishing.
Dasuki Z., M., & Mawarani, L. J. (2014). Pengaruh
Penambahan NaOH terhadap Karakteristik Bioplastik
Tepung Porang.
Gunawan, I. D. (2007). Modifikasi polyethylene sebagai
polimer komposit biodegradable untuk bahan
kemasan. Jurnal Sains Materi Indonesia (edisi
khusus), 37-42.
Haikal, M. H. (2019). Pengaruh Penambahan Zat Aditif Alami
Terhadap Karakteristik Edible Film Berbahan Dasar
Biji Durian.
Maulana, F. (2010). Pengaruh Komposisi Glukomanan-
Tapioka Terhadap Karakteristik Biopolimer Sebagai
Plastik Ramah Lingkungan. ITS-Paper.
Melanie Cornelia, R. S. (2013). Pemanfaatan Pati Biji Durian
(Durio Zibethinus Murr.) Dan Pati Sagu (Metroxylon
Sp.) Dalam Pembuatan Bioplastik. Jurnal Kimia
Kemasan.
Melanie Cornelia, R. T. (2017). Pemanfaatan Pati Biji Durian
(Durio Zibethinus L.) Sebagai Edible Coating Dalam
50
Mempertahankan Mutu Anggur Merah (Vitis Vinifera
L.). Jurnal Sains dan Teknologi.
Mirhosseini, H. a. (2012). A review study on chemical
composition and molecular structure of newly plant
gum exudates and seed gums. Food Res. Int., 387–398.
Pradipta, I. M., & Mawarani, L. J. (2012). Pembuatan dan
Karakterisasi Polimer Ramah Lingkungan Berbahan
Dasar Glukomanan Umbi Porang.
Sabrina Dhimas Putri Nabila, R. K. (2018). Pengaruh
Penambahan Beeswax Sebagai Plasticizer Terhadap
Karakteristik Fisik Edible Film Kitosan. Jurbal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Sanjaya, I. G. (2012). Pengaruh penambahan khitosan dan
plasticizer glicerol pada karakteristik plastik glicerol
pada karakteristik plastik singkong. Tesis. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Smith, W. F. (1990). Principle of Materials Science and
Engineering-2nd Ed. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Sri Haryati, A. S. (2017). Pemanfaatan Biji Durian Sebagai
Bahan Baku Plastik Biodegradable dengan Plasticizer
Gliserol dan Bahan Pengisi CaCO3. Jurnal Teknik
Kimia.
Subowo, W. S. (2003). Plastik yang terdegradasi secara alami
(biodegradable) terbuat dari LDPE dan pati jagung
51
terlapis. Journal of Applied Polymer Science (42):,
2691-2701.
Syamsu, K. K. (2008). Pengaruh penambahan pemlastis
(polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil
ftalat) terhadap proses biodegradasi bioplastik poli β-
hidroksialkanoat pada media cair dengan udara
terlimitasi. Jurnal Teknologi Pertanian 4, 1-11.
52
Halaman ini memang dikosongkan
LAMPIRAN A
PENENTUAN KANDUNGAN BEESWAX DAN GLISEROL
(A) (B)
(C)
Gambar A-1 Hasil uji tampilan fisik penentuan kadar beeswax
dengan konsentrasi (A)0,5%, (B)1%, (C)1,5%
A-1
(A) (B)
(C)
Gambar A-2 Hasil uji pengembungan sampel yang gagal pada
penentuan kadar gliserol dengan konsentrasi (A)0%, (B)0,5%,
(C)1%
A-2
LAMPIRAN B
HASIL UJI TARIK
Gambar B-1 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar tapioka
dengan konsentrasi beeswax 0,1%
B-1
Gambar B-2 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar tapioka
dengan konsentrasi beeswax 0,2%
B-2
Gambar B-3 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar tapioka
dengan konsentrasi beeswax 0,3%
B-3
Gambar B-4 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar tapioka
dengan konsentrasi beeswax 0,4%
B-4
Gambar B-5 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar tapioka
dengan konsentrasi beeswax 0,5%
B-5
Gambar B-6 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar konjak
dengan konsentrasi beeswax 0%
B-6
Gambar B-7 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar konjak
dengan konsentrasi beeswax 0,1%
B-7
Gambar B-8 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar konjak
dengan konsentrasi beeswax 0,2%
B-8
Gambar B-9 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar konjak
dengan konsentrasi beeswax 0,3%
B-9
Gambar B-10 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar konjak
dengan konsentrasi beeswax 0,4%
B-10
Gambar B-11 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar konjak
dengan konsentrasi beeswax 0,5%
B-11
Gambar B-12 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar biji durian
dengan konsentrasi beeswax 0%
B-12
Gambar B-13 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar biji durian
dengan konsentrasi beeswax 0,1%
B-13
Gambar B-14 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar biji durian
dengan konsentrasi beeswax 0,2%
B-14
Gambar B-15 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar biji durian
dengan konsentrasi beeswax 0,3%
B-15
Gambar B-16 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar biji durian
dengan konsentrasi beeswax 0,4%
B-16
Gambar B-17 Hasil uji tarik sampel berbahan dasar biji durian
dengan konsentrasi beeswax 0,5%
B-17
LAMPIRAN C
HASIL UJI BIODEGRADASI
(A) (B)
Gambar C-1 Hasil uji biodegradasi sampel A1 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-2 Hasil uji biodegradasi sampel A2 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
C-1
(A) (B)
Gambar C-3 Hasil uji biodegradasi sampel A3 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-4 Hasil uji biodegradasi sampel A4 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
C-2
(A) (B)
Gambar C-5 Hasil uji biodegradasi sampel A5 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-6 Hasil uji biodegradasi sampel A6 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
C-3
(A) (B)
Gambar C-7 Hasil uji biodegradasi sampel B1 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-8 Hasil uji biodegradasi sampel B2 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
C-4
(A) (B)
Gambar C-9 Hasil uji biodegradasi sampel B3 pada hari pertama
(A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-10 Hasil uji biodegradasi sampel B4 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
C-5
(A) (B)
Gambar C-11 Hasil uji biodegradasi sampel B5 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-12 Hasil uji biodegradasi sampel B6 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
C-6
Gambar C-13 Hasil uji biodegradasi sampel C1 pada hari
pertama
Gambar C-14 Hasil uji biodegradasi sampel C2 pada hari
pertama
C-7
(A) (B)
Gambar C-15 Hasil uji biodegradasi sampel C3 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-16 Hasil uji biodegradasi sampel C4 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
C-8
(A) (B)
Gambar C-17 Hasil uji biodegradasi sampel C5 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
(A) (B)
Gambar C-18 Hasil uji biodegradasi sampel C6 pada hari
pertama (A) dan hari ketujuh belas (B)
C-9
LAMPIRAN D
HASIL PENGAMBILAN DATA LAJU DEGRADASI
Tabel D-1 Massa Sampel per Hari
Jenis
Pati
Hari
ke-
Massa Sampel (g)
Konsentrasi
Beeswax
0%
Konsentrasi
Beeswax
0,1%
Konsentrasi
Beeswax
0,2%
Tapioka
1 0,1186 0,193 0,168
2 0,118 0,191 0,16
3 0,116 0,19 0,16
4 0,114 0,185 0,16
5 0,112 0,181 0,16
6 0,11 0,18 0,16
7 0,11 0,18 0,157
Konjak
1 0,3084 0,2414 0,2612
2 0,2994 0,2404 0,2582
3 0,2904 0,2354 0,2552
4 0,2904 0,2304 0,2552
5 0,2874 0,2304 0,2552
6 0,2844 0,2284 0,2552
7 0,2744 0,2274 0,2522
Biji
Durian
1 0,1161 0,1296 0,1006
2 0,11 0,128 0,0995
3 0,1075 0,1266 0,0984
4 0,1055 0,1183 0,084
5 0,1047 0,113 0,0731
6 0,096 0,1083 0,0675
7 0,088 0,1065 0,0626
D-1
Jenis
Pati
Hari
ke-
Konsentrasi
Beeswax
0,3%
Konsentrasi
Beeswax
0,4%
Konsentrasi
Beeswax
0,5%
Tapioka
1 0,215 0,203 0,162
2 0,214 0,2 0,16
3 0,212 0,196 0,157
4 0,21 0,192 0,153
5 0,21 0,191 0,151
6 0,21 0,19 0,15
7 0,203 0,19 0,15
Konjak
1 0,1235 0,4103 0,378
2 0,121 0,3983 0,373
3 0,1194 0,3863 0,368
4 0,116 0,3863 0,368
5 0,109 0,3863 0,368
6 0,105 0,3863 0,368
7 0,0991 0,3753 0,358
Biji
Durian
1 0,1207 0,1224 0,1399
2 0,116 0,119 0,1354
3 0,1107 0,117 0,1344
4 0,11 0,107 0,127
5 0,106 0,1028 0,1216
6 0,094 0,0975 0,118
7 0,0887 0,093 0,114
D-2
Tabel D-2 Persamaan Linier Laju Degradasi
Jenis Pati Konsentrasi
Beeswax (%)
Persamaan Linier Laju
Degradasi
Tapioka 0 y = -0,0016x + 0,1206
0,1 y = -0,0025x + 0,1957
0,2 y = -0,0011x + 0,1654
0,3 y = -0,0016x + 0,2171
0,4 y = -0,0023x + 0,2037
0,5 y = -0,0022x + 0,1635
Konjak 0 y = -0,0048x + 0,3099
0,1 y = -0,0025x + 0,2435
0,2 y = -0,0012x + 0,2608
0,3 y = -0,0041x + 0,1796
0,4 y = -0,0046x + 0,4083
0,5 y = -0,0025x + 0,3787
Biji Durian 0 y = -0,0041x + 0,1204
0,1 y = -0,0044x + 0,1361
0,2 y = -0,0073x + 0,1127
0,3 y = -0,0052x + 0,1276
0,4 y = -0,0052x + 0,1292
0,5 y = -0,0044x + 0,1451
D-3
LAMPIRAN E
STANDAR YANG DIGUNAKAN
E-1
E-2
E-3
E-4
E-5
E-6
E-7
E-8
E-9
E-10
E-11
E-12
E-13
E-14
BIODATA PENULIS
Penulis dengan nama lengkap Fahmi
Mujahidin, lahir di kota Makassar pada
tanggal 13 November 1997. Penulis
menempuh pendidikan di SDN 55
Parepare (2003-2009), SMPN 25
Makassar (2009-2012), SMAN 5 Gowa
(2012-2015), dan S1 di Departemen
Teknik Fisika, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS), Surabaya. Selama menjadi mahasiswa penulis
mengambil bidang minat rekayasa bahan. Penulis pernah
mengikuti kerja praktek di PT UP PJB Gresik pada bidang
keandalan, yaitu RCFA. Selain itu, penulis juga melakukan
penelitian pada tugas akhir bidang minat bahan yang berjudul
“Pengembangan Biopolimer Berbahan Dasar Pati Alami dengan
Penambahan Beeswax sebagai Plastik Ramah Lingkungan”.
Penulis termasuk mahasiswa aktif dalam kegiatan jurusan serta
telah mendapat berbagai beasiswa. Penulis dapat dihubungi
melalui e-mail:[email protected].