pengaturan diet gluten-free dan casein-free bagi …repository.unika.ac.id/14555/1/14.i1.0056 ruth...
TRANSCRIPT
i
PENGATURAN DIET GLUTEN-FREE DAN
CASEIN-FREE BAGI PASIEN AUTISME DI
SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian
Oleh:
RUTH JEANE SOEBROTO
14.I2.0056
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN TEKNOLOGI
KULINER
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2017
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek periode Januari-Februari
2017 di Semarang Medical Center Rumah Sakit Telogorejo serta menyelesaikan
Laporan Kerja Praktek dengan judul “PENGATURAN DIET GLUTEN-FREE DAN
CASEIN-FREE BAGI PASIEN AUTISME DI SMC RS TELOGOREJO,
SEMARANG”. Dalam Laporan Kerja Praktek ini, penulis memberikan gambaran
secara singkat mengenai diet khusus bebas gluten dan kasein sebagai salah satu
alternatif pengobatan autisme. Laporan Kerja Praktek ini penulis tulis dengan tujuan
sebagai tanda bukti kepada semua pihak yang bersangkutan dan sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian jurusan Nutrisi dan
Teknologi Kuliner. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kerja
Praktek hingga menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini, terutama bagi:
1. Tuhan Yesus Kristus, yang telah selalu menyertai penulis dalam segala kegiatan
selama Kerja Praktek hingga menyelesaikan Laporan Kerja Praktek tepat waktu.
2. Anastasia Aprilia Setiawati, AMG selaku Kepala Bagian Gizi yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk menjalankan Kerja Praktek di Bagian Gizi.
3. Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan Kerja Praktek.
4. Dr. Ir. Ch. Retnaningsih, MP., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
masukan kepada penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek.
5. Diah Lestari, Khomsatun, Karina Hayu Mawarti, Martalina Tri Kapriana, Sury Yoga,
Rena Paulina, Ika Fitriani, Antika Yuliana, Dwi Purwanti, dan Nindya Marta, selaku
ahli gizi yang telah membantu penulis selama penulis melaksanakan Kerja Praktek di
SMC RS Telogorejo.
6. Seluruh karyawan Bagian Gizi yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang
telah memberikan banyak bantuan dan pengajaran bagi penulis selama penulis
melaksanakan kerja praktek.
7. Shannon Setioso, yang telah bersama dengan penulis membantu dan berjuang
bersama dari awal perencanaan kerja praktek hingga pelaksanaannya.
iv
8. Keluarga penulis, yang selalu menyemangati penulis dalam melaksanakan kerja
praktek.
Penulis berharap dengan adanya laporan kerja praktek ini dapat berguna bagi
pengetahuan teruntuk semua orang yang bergulat dalam bidang gizi dan pangan. Dalam
kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya
bilamana terdapat kesalahan kata dan kekurangan dalam penyusunan laporan kerja
praktek ini. Penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun
penyusunan laporan dan karya ilmiah penulis dikemudian hari.
Semarang, Maret 2017
Ruth Jeane Soebroto
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v DAFTAR TABEL........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah Kerja Praktek .............................................................. 2
1.3. Tujuan Kerja Praktek ................................................................................ 2
BAB II PROFIL PERUSAHAAN ......................................................................... 3 2.1. Sejarah Perusahaan ................................................................................... 3
2.2. Visi dan Misi Perusahaan ......................................................................... 3
2.3. Struktur Organisasi ................................................................................... 4
2.4. Pembagian Kerja ...................................................................................... 5
BAB III PROSES PRODUKSI MENU DIET PASIEN AUTISME DI SMC RS
TELOGOREJO, SEMARANG ................................................................. 7 3.1. Penerimaan Bahan Baku ........................................................................... 7
3.2. Penyimpanan Bahan Baku ........................................................................ 8
3.3. Pengolahan Bahan Baku ......................................................................... 10
3.4. Penyajian Makanan ................................................................................ 13
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 14
4.1. Definisi Autisme .................................................................................... 14
4.2. Sumber dan Faktor Pengaruh Gangguan Autisme ................................... 14
4.3. Cara Mencegah Gangguan Autisme ........................................................ 16
4.4. Cntoh Penerapan Terapi Diet bagi Pasien Autisme ................................. 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 23 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 23
5.2. Saran ...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 24
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Hewani) ....................................... 20
Tabel 2. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Nabati) ......................................... 20
Tabel 3. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Sayur) ................................................... 21
Tabel 4. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Buah) .................................................... 21
Tabel 5. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Minuman + Snack) ................................ 21
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Struktur Kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo ............................. 4
Gambar 2. Proses Pemilihan Bahan Baku ...................................................................... 8
Gambar 3. Kondisi Penyimpanan Kering ...................................................................... 9
Gambar 4. Penyimpanan Produk serta Penerapan Prinsip FIFO ..................................... 9
Gambar 5. Proses Preparasi Bahan Baku oleh Petugas ................................................ 10
Gambar 6. Kondisi Hot Kitchen pada Pengolahan Produk ........................................... 11
Gambar 7. Situasi Cold Kitchen pada Proses Pengolahan Produk ................................ 12
Gambar 8. Proses Pengolahan Milk Kitchen .................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 9. Tempat Pencucian Alat Makan Pasien ......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 10. Proses Penyajian Makanan Pasien ............................................................ 13
Gambar 11. Proses Penyajian Katering Diet .................. Error! Bookmark not defined.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat
berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga
perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Jumlah anak yang mengidap gangguan
autisme di dunia semakin meningkat seiring berkembangnya peradaban. Hasil survey
pada beberapa negara menunjukkan bahwa rasio autisme di dunia diperkirakan memiliki
rasio 1:5000 orang dengan perbandingan 3:1 untuk pria dan wanita. Di Indonesia,
jumlah anak autis dengan rentang usia 5-19 tahun diperkirakan sebesar 112.000 anak
pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbandingan 1:88 orang
menyandang autisme di Indonesia. Oleh karena itu, autisme merupakan salah satu hal
yang patut diperhatikan bagi seluruh masyarakat dikarenakan penyebab autisme yang
tidak dapat dispesifikan secara jelas. Diketahui bahwa kebutuhan gizi seorang dengan
autisme lebih rinci dibandingkan dengan seorang tanpa gangguan autisme. Hal ini
berkaitan dengan produksi antibodi yang dapat menyebabkan seorang autis memiliki
reaksi alergi pada satu atau lebih bahan pangan. Reaksi alergi yang timbul dapat
mengganggu sistem pencernaan, seperti diare, konstipasi, serta refluks gastrointestinal.
Dengan adanya reaksi alergi inilah timbul spekulasi bahwa pasien autisme
membutuhkan diet khusus yang dapat dilakukan dengan pembatasan pada bahan pangan
tertentu yang dikondisikan dapat memicu timbulnya reaksi alergi. Berbagai macam diet
telah dikembangkan seiring dengan ditemukannya bahan pangan yang dapat
menyebabkan reaksi alergi. Gejala penyebab autisme dapat dicegah, sehingga seseorang
dapat tumbuh, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan normal.
Berdasarkan hal diatas, dapat diketahui bahwa terdapat cara untuk mengatasi gangguan
autisme. Oleh karena itu, penting bagi seluruh masyarakat untuk mengetahui jenis diet
khusus bagi seorang dengan autisme sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari ini dapat membantu seseorang dengan
autisme menjadi lebih dapat menjalani kehidupan selayaknya seorang lainnya.
2
1.2. Rumusan Masalah Kerja Praktek
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan autisme?
1.2.2. Apa saja faktor pengaruh serta sumber yang dapat menyebabkan gangguan
autisme?
1.2.3. Apa hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan autisme?
1.2.4. Apa diet yang dapat membantu mengatasi gangguan autisme yang timbul?
1.2.5. Bagaimana contoh penerapan terapi diet bagi seseorang yang memiliki
autisme?
1.3. Tujuan Kerja Praktek
1.3.1. Sebagai salah satu syarat mendapatkan nilai akhir pada matakuliah Kerja
Praktek.
1.3.2. Sebagai syarat utama dalam mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian
jurusan Nutrisi dan Teknologi Kuliner.
1.3.3. Menambah wawasan dalam menjalani dunia kerja.
1.3.4. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi
gangguan autisme.
1.3.5. Sebagai pembanding antara teori dan praktek yang dilakukan pada kegiatan
lapangan
1.3.6. Mengetahui yang dimaksud dengan gangguan autisme
1.3.7. Mengetahui faktor pengaruh serta sumber yang dapat menyebabkan gangguan
autisme
1.3.8. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan autisme
1.3.9. Menjelaskan diet yang dapat membantu mengatasi gangguan autisme yang
timbul
1.3.10. Membuat contoh penerapa terapi diet bagi seseorang dengan autisme.
3
BAB II PROFIL PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
Rumah Sakit Telogorejo merupakan Rumah Sakit Tiong Hoa yang ada di Semarang,
Indonesia. Sebelum dinamakan Rumah Sakit Telogorejo, usaha ini dimulai dengan
membuka Poliklinik Tiong Hoa yang diberi nama Poliklinik Gang Gambiran. Poliklinik
ini terus mengalami perubahan dan pengembangan yang akhirnya menjadi Rumah Sakit
Tiong Hoa Ie Wan dengan Ie Wan yang berarti Rumah Sakit, sehingga dapat diartikan
sebagai Rumah Sakit Tiong Hoa. Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan dibuka pada 25
November 1951 dengan fasilitas sebanyak 50 tempat tidur pasien dengan satu tujuan
dasar, yaitu “memberi pertolongan tabib dalam arti yang luas dengan percuma atau
dengan pungut pembayaran yang rendah, pada orang-orang yang tidak atau kurang
mampu, dengan tidak pandang bahasa atau agama”. Kemudian pada 12 Desember 1962,
Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan berubah nama menjadi Rumah Sakit Telogorejo
melalui surat Keputusan Menteri Kehakiman no. JA.5/133/9. Pada tahun 1963,
dibentuklah Sekolah Keperawatan oleh Rumah Sakit Telogorejo demi meningkatkan
kualitas dari pelayanan Rumah Sakit yang diberikan. Rumah Sakit Telogorejo menjadi
Rumah Sakit Terbaik menurut Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 1986.
Rumah Sakit Telogorejo mendapatkan akreditasi penuh tingkat nasional pada 17
Februari 1997. Pada 2 Juni 2005, Rumah Sakit Telogorejo ditetapkan sebagai 16
lembaga kesehatan nasional berakreditasi yang kemudian mendapatkan akreditasi oleh
ISO (International Organization for Standardization) pada 29 April 2009. Rumah Sakit
Telogorejo juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Bintang Lima terakreditasi (KARS-
SERT/17/IX/2013) pada tahun 2013.
2.2. Visi dan Misi Perusahaan
2.2.1. Visi Rumah Sakit Telogorejo
Menjadi Rumah Sakit pilihan utama
2.2.2. Misi Rumah Sakit Telogorejo
2.2.2.1. Senantiasa menjunjung tinggi etika dalam bekerja
2.2.2.2. Melayani pasien dengan profesional dan tulus
4
2.2.2.3. Menyediakan pelayanan medik spesialistik
2.2.2.4. Menyediakan pelayanan medik dan keperawatan berstandar internasional
2.2.2.5. Senantiasa mengembangkan kemampuan teknologi medik mutakhir
2.2.2.6. Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan
2.2.2.7. Mengupayakan pertumbuhan yang berkesinambungan
2.2.2.8. Peduli terhadap lingkungan
2.3. Struktur Organisasi
Berikut merupakan diagram alir struktur kepengurusan Bagian Gizi SMC RS
Telogorejo:
Gambar 1.Struktur Kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo
Setiap bagian kepengurusan dijabat dengan tugas spesifik masing-masing sebagai
berikut:
Support Service Office in Charge dijabat oleh dr. Agung Sudarmanto, MM. dengan
tugas untuk mengawasi kelancaran operasional Bagian Gizi SMC RS Telogorejo.
Dietary Supervisor dijabat oleh Anastasia Aprilia Setiawati, AMG dengan tugas
yaitu mengawasi semua ahli gizi, menyetujui menu baru, dan mengatur jadwal dari
setiap ahli gizi.
Support Service OIC
Dietary Supervisor
Ahli Gizi / Penata Gizi
Chef Executive
Petugas Administrasi
Juru Masak
Pengawas Dapur
Petugas Gizi
Pelaksana Kamar Makan
5
Chef Executive dijabat oleh Ex. Chef Ruswindarto dengan tugas untuk mengawasi
semua juru masak, membuat resep masakan, dan menciptakan inovasi masakan baru.
Ahli Gizi/Penata Gizi terdiri atas 10 orang dengan tugas untuk memberikan
konsultasi gizi pada pasien, memberikan dan menjadwalkan menu makan bagi pasien
berkebutuhan khusus, seperti diabetes, hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, hati,
lambung, dll.
Petugas Administrasi terdiri atas 2 orang dengan tugas yaitu, memilah bahan mentah
yang datang bersama dengan petugas bagian logistik, menentukan jumlah pembelian
bahan baku berdasarkan jumlah pasien setiap hari; baik untuk pasien dengan maupun
tanpa diet berkebutuhan khusus.
Juru Masak memiliki tugas untuk membuat masakan yang telah ditentukan sesuai
dengan jadwal dan jumlah yang dibuat oleh pengawas dapur.
Pengawas Dapur terdiri atas 4 orang dengan tugas untuk mengawasi kelancaran
perputaran makanan yang ada dan juga mengawasi juru masak agar memasak menu
yang sesuai dengan jumlah dan jadwal.
Petugas Gizi memiliki tugas untuk menyajikan setiap makanan untuk pasien sesuai
dengan diet yang telah diatur oleh piñata gizi/ahli gizi.
Pelaksana Kamar Makan memiliki tugas untuk menjaga kebersihan lingkungan
Bagian Gizi SMC RS Telogorejo, baik peralatan kecil hingga peralatan besar.
2.4. Pembagian Kerja
Bagian Gizi SMC RS Telogorejo memberikan waktu kerja sebanyak 7 jam bagi seluruh
karyawan, terkecuali beberapa jabatan yang diisi hanya oleh satu orang saja, seperti
Chef Executive dan Dietary Supervisor. Pembagian shift kerja dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Dietary Supervisor dan Chef Executive: pk. 08.00 – 16.30 WIB, hanya satu shift saja.
Shift pagi : pk. 06.00 – 13.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Petugas Administrasi; Juru
Masak; Pengawas Dapur; Petugas Gizi; dan Pelaksana Kamar Makan.
Shift tengah : pk. 08.00 – 15.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Petugas Administrasi; Juru
Masak; dan Pelaksana Kamar Makan.
Shift siang : pk. 13.00 – 20.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Juru Masak; Pengawas
Dapur; Petugas Gizi; dan Pelaksana Kamar Makan.
6
Shift malam : pk. 20.00 – 06.00 WIB, teruntuk Juru Masak; Pengawas Dapur; dan
Pelaksana Kamar Makan.
Berdasarkan pembagian shift diatas, setiap karyawan Bagian Gizi memiliki hari kerja
sebanyak 6 hari dan mendapatkan satu hari libur tiap minggunya.
7
BAB III PROSES PRODUKSI MENU DIET PASIEN AUTISME
DI SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG
Proses produksi yang dilakukan di SMC RS Telogorejo diaplikasikan dengan penyajian
makanan kepada pasien sesuai dengan diet pasien masing-masing. Proses produksi yang
dimaksud adalah mulai bahan mentah hingga penyajian bahan jadi kepada pasien.
Berikut akan dipaparkan satu persatu setiap langkah dalam proses produksi makanan
bagi pasien autisme di SMC RS Telogorejo Semarang.
3.1. Penerimaan Bahan Baku
Proses penerimaan bahan baku dilakukan pada tiap-tiap harinya pukul 07.30 – 09.30
WIB oleh petugas administrasi yang bertugas. Bahan baku didatangkan oleh supplier
yang telah memiliki kontrak dengan SMC RS Telogorejo Semarang. Setiap bahan baku
yang didatangkan oleh supplier akan dicek kesesuaiannya dengan standar operasional
yang dimiliki oleh rumah sakit, baik secara penampilan fisik; ukuran bahan baku;
maupun kualitas bahan baku yang dibawa oleh supplier. Proses penerimaan bahan baku
ditunjukkan pada Gambar 2(a). Pengecekan tidak hanya semata pada bahan baku yang
dibawa oleh supplier, namun pengecekan juga dilakukan untuk ketepatan waktu
supplier dalam membawakan bahan baku. Oleh karena itu, setiap supplier yang datang
akan dicatat waktunya. Bahan baku yang tidak sesuai dengan kriteria yang ada akan
dikembalikan kepada supplier dan supplier harus memberikan kekurangan bahan baku
sesuai dengan batas waktu yang diberikan, yaitu pukul 12.00 WIB.
8
(a) (b)
Gambar 2. Proses Penerimaan Bahan Baku.
(a) Pensortiran dan penimbangan bahan baku. (b) List bahan baku yang didatangkan
oleh supplier
Bahan baku yang didatangkan oleh supplier termasuk didalamnya adalah sayuran hijau,
buah-buahan, daging ayam, daging sapi, ikan fillet, tulang ayam, rempah, bumbu masak,
tahu, dan tempe seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2(b). Selain bahan baku, juga
terdapat bahan penunjang, seperti daun pisang dan snack untuk pasien dan dokter yang
bertugas di malam hari. Snack yang diberikan bagi pasien autisme harus memenuhi
persyaratan khusus, yaitu persetujuan resep snack supplier oleh pihak Rumah Sakit.
Snack yang diberikan harus memegang prinsip, yaitu dengan menghilangkan maupun
meminimalisir penggunaan karbohidrat majemuk dan penggunaan susu yang
mengandung laktosa.
3.2. Penyimpanan Bahan Baku
Bahan baku yang telah disortir kemudian akan disimpan dalam gudang yang terpisah,
seperti dry storage, equipment storage, fruit and vegetable storage, frozen food storage,
serta meat storage sebagaimana ditujukkan pada Gambar 3. Pada setiap tempat
penyimpanan dilakukan prinsip FIFO (First In First Out) dimana bahan yang masuk
kedalam tempat penyimpanan terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Pada
aplikasinya, prinsip FIFO ini dapat diterapkan dengan menggunakan labeling pada
kemasan produk jadi, maupun dapat menggunakan labeling pada wadah yang
digunakan untuk menyimpan bahan baku. Prinsip FIFO pada tempat penyimpanan
ditunjukkan pada Gambar 4.
9
(a) (b)
Gambar 3. Kondisi Penyimpanan Kering
(a) Penamaan gudang kering (b) Kondisi penyimpanan gudang kering
(a) (b)
Gambar 4. Penyimpanan Produk serta Penerapan Prinsip FIFO
(a) Penamaan produk (b) Labeling expired date bahan kering
Bahan baku seperti buah dan sayur memiliki gudang tersendiri dimana penyimpanan
dilakukan pada suhu chilling sehingga tidak mudah rusak. Sayur yang akan disimpan
dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan plastic wrap sehingga proses oksidasi
dapat dicegah. Penyimpanan daging dilakukan pada suhu freezing dan chilling, dimana
suhu chilling digunakan untuk proses marinasi daging serta proses thawing daging.
Sedangkan penyimpanan pada suhu freezing digunakan untuk mencegah tumbuhnya
mikroorganisme serta kerusakan kimia lain pada daging. Penyimpanan bahan-bahan
kering, bumbu penyedap, serta bahan lain yang tidak membutuhkan prinsip tertentu
dalam penyimpanan diletakkan di dry storage, dimana dry storage merupakan tempat
penyimpanan yang berada di suhu ruang. Semua bahan yang disimpan pada dry storage
diletakkan diatas rak yang berjarak ±30 cm dari permukaan lantai serta memiliki tinggi
±170 cm. Tindakan ini merupakan contoh tindakam preventif untuk mencegah
masuknya kontaminasi pada bahan yang disimpan.
10
3.3. Pengolahan Bahan Baku
Proses pengolahan bahan baku dimulai dari preparasi bahan baku menjadi bahan
setengah jadi, kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan bahan setengah jadi
menjadi bahan jadi yang layak disajikan. Proses preparasi bahan baku dilakukan secara
terpisah sesuai kategori bahan baku yang digunakan, seperti daging, bahan laut, sayur,
serta buah. Selain itu, talenan yang digunakan pada masing-masing tempat preparasi
berbeda warna sehingga tidak tercampur dengan bahan lain. Proses preparasi daging dan
bahan laut digunakan pada saat bahan baku datang, dimana akan dilakukan pencucian
bahan baku sebelum disimpan. Selain itu, tempat preparasi daging dan bahan laut
digunakan untuk proses marinasi bahan baku. Pada tempat preparasi buah, dilakukan
pengupasan dan pencucian buah yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemotongan
dan pengemasan pada cold kitchen.
Sedangkan pada tempat preparasi sayur, dilakukan pengupasan dan pemotongan
berbagai macam sayur, seperti wortel, gambas, sawi hijau, bayam, kangkung, jagung,
putren, serta jenis sayur lainnya. Pengupasan dilakukan secara manual oleh karyawan
dapur yang bertugas sesuai dengan shift masing-masing. Setiap pegawai memiliki job
desk masing-masing, seperti bagian preparasi, pembuatan bumbu, bagian memasak lauk,
maupun bagian memasak nasi. Sedangkan pemotongan sayur dapat dilakukan secara
manual maupun dengan menggunakan mesin pemotong. Mesin pemotong digunakan
untuk memotong bumbu-bumbu maupun sayur yang membutuhkan ketipisan yang
seragam. Situasi preparasi sayur dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Preparasi Bahan Baku oleh Petugas
Bahan baku yang telah selesai dipreparasi kemudian akan masuk ke proses berikutnya,
yaitu proses pemasakan bahan, dimana juga dilakukan di tempat yang terpisah dari
11
tempat preparasi, yaitu hot kitchen. Hot kitchen digunakan untuk memasak segala
masakan yang menggunakan bantuan api, dimana hot kitchen dilengkapi dengan
penghisap udara sehingga asap yang timbul akibat proses pemasakan tidak melingkupi
seluruh ruangan, namun dapat dikeluarkan dari ruangan seperti yang tertera pada
Gambar 6.
(a) (b)
Gambar 6. Kondisi Hot Kitchen pada Pengolahan Produk
(a) Peralatan dan proses pemasakan bahan baku (b) Pembuatan minuman hangat bagi
pasien oleh petugas
Pasien yang berada di Rumah Sakit tidak semuanya merupakan pasien autisme, oleh
karena itu, pembuatan makanan bagi pasien autisme harus dilakukan terlebih dahulu
untuk menghindari adanya kontaminasi baik langsung maupun silang pada masakan
yang disajikan. Pencucian alat yang kurang bersih dapat menyebabkan kontaminasi
silang pada makanan diet khusus, terutama bila makanan mengandung bahan yang
berbahaya bagi pasien autisme.
Proses pengolahan makanan tidak hanya dilakukan pada hot kitchen, namun juga pada
cold kitchen, dimana cold kitchen digunakan untuk mengolah bahan-bahan yang tidak
membutuhkan api maupun panas pada proses pengolahannya. Cold kitchen digunakan
untuk mengolah buah, roti, dan jus. Selain itu, cold kitchen dilengkapi dengan chiller
display sebagai tempat penyimpanan buah dan bahan olahan yang membutuhkan suhu
dingin dalam proses penyimpanannya, seperti buah potong, pudding, dan agar-agar.
Situasi cold kitchen dapat dilihat pada Gambar 7.
Hal pertama yang dilakukan pada pagi hari adalah dengan membuat jus untuk minuman
pendamping snack pasien. Jenis jus yang dibuat juga bergantung pada diet masing-
masing pasien. Pasien yang memiliki penyakit hati akan memiliki jenis jus yang
12
berbeda dengan pasien yang tidak memiliki penyakit hati. Selain itu, pasien diabetes
mellitus akan memiliki jumlah gula yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien
normal walaupun memiliki jenis jus yang sama. Setelah pembuatan jus selesai, maka
akan dilakukan persiapan snack makan siang yang dapat berupa minuman hangat
layaknya wedang maupun buah potong bagi seluruh pasien. Buah yang telah dipreparasi
di fruit preparation akan diolah di cold kitchen. Pengolahan yang dimaksudkan adalah
portioning buah serta pengemasan. Bila snack pendamping makan siang yang disajikan
adalah wedang, maka petugas akan melakukan pengisian pada wadah yang disediakan
kemudian dilanjutkan dengan menuangkan air jahe pada wadah sebelum disajikan
kepada tiap-tiap pasien.
(a) (b)
Gambar 7. Situasi Cold Kitchen pada Proses Pengolahan Produk
(a) Tata letak ruangan cold kitchen (b) proses pengepakan dessert siang bagi pasien
Jenis pengolahan bahan yang terakhir adalah pada milk kitchen. Milk kitchen digunakan
untuk mengolah susu dan makanan blender, dimana kedua jenis makanan ini
diperuntukkan bagi pasien yang tidak dapat memakan nasi. Susu diberikan kepada ibu
hamil, bayi, anak balita, lansia, serta pasien ICU, dimana jenis susu disesuaikan bagi
tiap-tiap pasien. Makanan blender diberikan kepada pasien yang pada dasarnya dapat
memakan nasi, namun tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya. Makanan
blender merupakan makanan sesuai dengan menu harian yang telah disiapkan, yang
kemudian akan diblender untuk mendapatkan makanan yang mudah dilumatkan tanpa
membutuhkan banyak energi. Makanan blender akan disajikan dalam mangkok milik
pasien tersebut.
13
3.4. Penyajian Makanan
Alat makan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan sebelum digunakan untuk
meletakkan makanan baru pada tempat makan dan setelah makanan disantap oleh
pasien. Proses pembersihan dimulai dengan pencucian alat makan oleh petugas, yang
kemudian akan dikeringkan dengan dilewatkan pada konveyor dengan suhu tertentu.
Alat makan yang telah bersih kemudian disimpan pada suhu tertentu untuk mensterilkan
alat makan yang akan digunakan. Pada waktu yang telah ditentukan, alat-alat akan
diambil dari tempat penyimpanan dan diisi dengan menu harian sesuai diet. Tempat
pencucian alat makan pasien dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 8. Tempat Pencucian Alat Makan Pasien
Pada proses portioning makanan dilakukan pada dua tempat terpisah, bagi pasien
dengan diet normal dan bagi pasien berdiet khusus, seperti diabetes mellitus, hati,
jantung, lambung, rendah purin, dan lain sebagainya. Jenis masakan yang diberikan
sama, namun pasien dengan diet khusus akan memiliki satu atau lebih jenis bahan
pangan yang dihilangkan sesuai dengan dietnya. Proses penyajian makanan pasien
rawat inap dapat dilihat pada Gambar 10.
(a) (b)
Gambar 9. Proses Penyajian Makanan Pasien
(a) Pemisahan tempat lauk yang digunakan sesuai jenisnya (b) Petugas gizi
membagikan makanan pasien
14
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Definisi Autisme
Autisme atau yang dalam bahasa kedokteran diistilahkan dengan ASDs (Autism
Spectrum Disorders) merupakan gangguan perkembangan seseorang yang sangat
mempengaruhi kemampuan sosial dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri, yang dapat memberikan dampak negatif bagi keseluruhan anggota keluarga
penderita (Posar&Visconti, 2016). Autisme merupakan gangguan perkembangan pada
manusia yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang komunikasi sosial,
kognitif, perilaku, bahasa, dan interaksi sosial. Berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), pertanda autisme dapat diketahui
dengan defisiensi dalam kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial, maupun
dengan adanya keterbatasan dan pengulangan perilaku, aktivitas dan ketertarikan
(American Psychiatric Association, 2013 dalam Posar&Visconti, 2016).
Salah satu gejala autisme adalah dengan adanya reaktivitas sensori yang kurang maupun
berlebihan, seperti pemilih bahan pangan yang berlebihan (American Psychiatric
Association, 2012 dalam Kral et al., 2013). Autisme dapat diketahui sejak tahun
pertama kehidupan bayi, yang dilanjutkan dengan lambatnya perkembangan anak pada
tahun kedua dan ketiga, terutama pada kemampuan berbicara dan berkomunikasi sosial.
(Centers for Disease Control and Prevention, 2012 dalam Kral et al., 2013).
4.2. Sumber dan Faktor Pengaruh Gangguan Autisme
Kasus autisme sering ditemukan di berbagai kalangan, namun penyebab autisme sendiri
tidak dapat dipastikan. Beberapa berpendapat bahwa autisme terjadi akibat kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Selain itu, autisme juga dapat disebabkan adanya infeksi
virus pada trimester awal kehamilan maupun infeksi bakteri pada trimester kedua
(David et al., 2016). Pengkonsumsian beberapa obat-obatan juga dapat memicu
timbulnya gangguan autisme. Sebagai contoh mengkonsumsi asam valporik, obat untuk
mencegah epilepsi, yang berlebihan dapat bersifat teratogenik dan berujung pada
autisme. Dengan adanya penelitian-penelitian oleh para ahli semakin membuktikan
bahwa kedua faktor, genetic dan lingkungan, merupakan faktor yang menyebabkan
15
timbulnya autisme. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor lingkungan
penderita autisme, seperti lingkungan alam, keluarga, asupan makanan, maupun pada
saat masih berupa janin. Kondisi diatas dapat menjadi salah satu faktor timbulnya
autisme.
Menurut penelitian Volk et al. (2013) yang dikutip oleh Posar&Visconti (2016),
paparan polusi udara yang tinggi, seperti nitrogen dioksida, pada masa kehamilan
hingga 12 bulan kelahiran disimpulkan dapat berkaitan dengan autisme. Begitu pula
halnya dengan penelitian oleh Jung et al. (2013) dalam Posar&Visconti (2016),
menyatakan bahwa paparan polusi udara yang berlebihan selama 1-4 tahun , seperti
ozon, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan belerang dioksida, dapat meningkatkan
timbulnya autisme. Sedangkan menurut penelitian Roberts et al. (2013) dalam
Posar&Visconti (2016), diketahui bahwa eksposur tinggi terhadap partikel pembentuk
diesel seperti tembaga, mangan, nikel, dan cadmium sangat berkaitan dengan autisme.
Selain itu, diketahui bahwa keterkaitan dengan paparan polusi udara dengan autisme
lebih tinggi pada pria dibandingan pada wanita. Gao et al. (2015) dalam Posar&Visconti
(2016), menyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
seorang wanita yang mengalami depresi maupun mendapatkan komplikasi selama
kehamilan berkaitan dengan meningkatnya resiko autisme pada anak.
Seseorang dengan autisme sering memiliki beberapa masalah, seperti masalah
gastrointestinal (GI) dan kesulitan kebiasaan makan. Seseorang dengan autisme
merupakan orang yang lebih pemilih dalam hal makanan, sehingga sering terjadi
penolakan makanan bahkan pemberontakan pada saat waktu makan. Dengan selalu
adanya halangan pada makan dapat meningkatkan resiko defisiensi nutrisi bagi anak
autis, sedangkan nutrisi yang cukup merupakan hal sangat penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Hal lain yang sering dilakukan oleh anak-anak dengan autisme
adalah kesulitan dalam memberikan makanan, seperti membutuhkan penyajian khusus,
hanya mengkonsumsi makanan bertekstur lunak, hingga mengkonsumsi sedikit variasi
makanan saja. Selektivitas bahan pangan yang terlalu tinggi dapat berujung pada
defisiensi nutrisi, baik makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak; maupun
mikronutrien seperti kalsium, seng, vitamin, dll (Kral et al., 2013). Terdapat penelitian
16
yang menunjukkan bahwa seorang autisme memiliki jumlah serum Vitamin D dan
jumlah plasma esensial asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan anak
normal. Bila hal ini berkelanjutan, maka seseorang dapat mengalami defisiensi nutrisi
(kalsium dan protein) (Meguid et al., 2010 dalam Kral et al., 2013). Selain itu, sebagian
dari anak-anak dengan autisme tergolong dalam kelompok obesitas dibandingkan
dengan anak normal yang ditandai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih besar dari
persentil 95% (Curtin et al., 2010 dalam Kral et al., 2013).
Gangguan gastrointestinal seperti sakit perut, konstipasi, diare, dan asam lambung
sering dialami oleh seseorang dengan autisme. Bahkan, tidak sedikit dari mereka
mengalami gangguan yang lebih parah, seperti penyakit limpa, radang usus, hingga
hernia. Gangguan gastrointestinal sangat berkaitan dengan gangguan tidur dan
intoleransi terhadap bahan pangan tertentu. Selain itu, beberapa penderita autisme yang
memiliki kebiasaan maladaptive mungkin mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang
dapat memberikan efek samping, seperti peningkatan berat badan dan konstipasi
(Sharma&Shaw, 2012 dalam Kral et al., 2013). Gangguan gastrointestinal dapat juga
disebabkan dengan rendahnya aktivitas enzim, seperti enzim disakarase. Gangguan
gastrointestinal yang dialami seseorang berkaitan dengan timbulnya autisme.
Meningkatnya permeabilitas usus terhadap peptida karena luka pada usus dapat
mengganggu mekanisme saraf dan perkembangan otak pada anak-anak. Salah satunya
adalah gluten, komposit protein yang sering ditemukan pada bahan pangan hasil olahan
gandum dan turunannya, ditemukan dapat meningkatkan permeabilitas usus (Lammers
et al., 2008 dalam Kral et al., 2013). Oleh karena itu, munculah diet gluten-free dan/atau
casein-free yang diupayakan dapat memperbaiki gangguan gastrointestinal pada anak-
anak.
4.3. Cara Mencegah Gangguan Autisme
Banyak sekali penelitian mengenai cara mengatasi ASD. Salah satunya adalah dengan
menggunakan hormon gastrointestinal, yaitu sekretin. Sekretin merupakan hormone
yang tersusun atas asam amino yang dihasilkan oleh sel S pada mukosa usus halus.
Fungsi dari sekretin adalah untuk menstimulasi sekresi cairan pankreas yang kaya akan
bikarbonat (Kopin et al., 1990 dalam Kral et al., 2013).
17
Penanganan autisme dapat dilakukan sejak dini, lebih lagi autisme harus ditangani sejak
gejala-gejalanya sudah mulai tampak. Penanganan ini diperlukan sehingga seseorang
dengan autisme dapat bergaul dengan normal, termasuk didalamnya dapat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Bila penanganan ini dilakukan terlambat,
atau dibiarkan hingga anak tersebut dewasa, gejala yang timbul dapat menjadi lebih
sukar untuk ditanggulangi. Berbagai jenis terapi telah dikembangkan untuk
menanggulangi autisme, salah satunya adalah dengan diet makanan tertentu yang sering
disebut dengan terapi diet. Beberapa contoh terapi diet yang telah dikembangkan adalah
Gluten Free Casein Free Diet, Feingold Diet, Failsafe Diet, dan Specific Carbohydrate
Diet.
Feingold Diet merupakan salah satu diet yang menganjurkan bahwa seorang dengan
autisme tidak mengkonsumsi Bahan Tambahan Pangan (BTP), seperti perisa buatan,
pewarna buatan, pengawet, dan pemanis buatan sehingga kondisi anak dapat menjadi
lebih baik. Selain BTP, dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi senyawa salisilat yang
merupakan senyawa alami pada beberapa buah dan sayur, seperti tomat, mentimun, apel,
jeruk, anggur, persik, plum, beri, ceri, dan kacang almond. Sedangkan Failsafe Diet
merupakan perkembangan dari Feingold Diet, dimana diet ini berbasis dengan
menghindari konsumsi BTP, senyawa salisilat, senyawa amina, dan MSG (Cermak et al.,
2010).
Specific Carbohydrate Diet merupakan diet yang awalnya digunakan untuk mengatasi
Cohrn’s Disease. Namun seiring perkembangan zaman, diet ini juga dikembangkan
untuk membantu mengatasi gangguan pencernaan, Celiac Disease hingga autisme.
Prinsip dari diet ini adalah dengan mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana (monosakarida), serta mengurangi konsumsi gula majemuk (disakarida dan
polisakarida). Dengan mengkonsumsi monosakarida, proses pencernaan tidak terlalu
berat, dimana senyawa karbohidrat sudah dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak
membutuhkan proses pencernaan yang terlalu banyak untuk mengubah gula majemuk
(disakarida dan polisakarida) menjadi monosakarida yang dapat dipakai oleh tubuh
(Stewart et al., 2015). Produksi mukosa yang berlebihan pada sel-sel usus halus akan
18
menurunkan kemampuan seseorang dalam mencerna disakarida maupun polisakarida,
dimana mukosa ini akan menurunkan kontak antara disakarida dengan enzim, sehingga
disakarida dan polisakarida tidak dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh (Gottschall,
2004).
Gangguan gastrointestinal yang terjadi juga dapat disebabkan oleh adanya
mikroorganisme yang secara natural, maupun tidak, terdapat pada usus halus.
Mikroorganisme yang tidak secara alami berada pada usus halus dapat memperburuk
proses absorbsi nutrient. Mikroorganisme yang ada pada tubuh membutuhkan nutrisi
untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, diet ini akan membatasi keberadaan
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi, sehingga akan menurunkan jumlah
mikroorganisme yang ada pada tubuh. Bahan pangan yang diperbolehkan untuk
dikonsumsi pada diet ini adalah rempah-rempah, segala jenis buah dan sayur, kacang-
kacangan, keju, unggas, ikan, daging, produk fermentasi (memiliki pH rendah), asam
amino, dan wine (Gottschall, 2004). Sedangkan bahan-bahan yang sebaiknya dihindari
adalah agar-agar (karena mengandung polisakarida), segala jenis tepung dan produk
olahannya (karena mengandung pati), tumbuhan polong dan olahannya (kecap), bir
(mengandung tambahan gula), buah dan sayur kaleng (sering diawetkan dengan
menggunakan gula tambahan), MSG (bersifat neurotoksin), susu (mengandung laktosa),
segala jenis serealia (mengandung polisakarida), dan asam jawa (mengandung pati dan
gula majemuk).
Salah satu diet yang cukup sering diterapkan oleh berbagai khalayak masyarakat adalah
Diet Gluten-Free Casein-Free atau diet bebas gluten dan kasein (Mulloy et al., 2010).
Diet GFCF dilakukan dengan menghindari makanan dan/atau minuman yang
mengandung kasein dan gluten. Gluten merupakan senyawa yang terdapat secara alami
seperti, gandum dan jelai. Kasein merupakan senyawa protein dalam susu. Diet ini
dilakukan dengan menghindari segala jenis bahan pangan yang mengandung gluten dan
kasein. Diet GFCF ini dilakukan untuk mencegah gluten dan kasein mengganggu kerja
otak dikarenakan saluran pencernaan tidak dapat memecah gluten dan kasein.
Ketidakmampuan saluran pencernaan dalam memecah gluten dan kasein dibuktikan
dengan adanya penelitian bahwa ditemukannya kandungan peptida pada urine. Peptida
19
tersebut memiliki efek yang sama dengan morfin dan heroin, sehingga diet GFCF yang
diterapkan dapat menghilangkan kondisi autisme yang dideritanya (Kessick, 2009). Diet
GFCF yang dilakukan dapat menunjang teknik pengobatan lain, seperti terapi perilaku,
fisik, dan berbicara. Terapi yang dilakukan secara berdampingan ini dapat
meningkatkan perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial dengan orang
lain (Danuatmaja, 2003). Namun, pengimplementasian diet GFCF tidaklah semudah
yang diharapkan. Adanya perlawanan dari orang yang diterapi, terutama bagi anak-anak,
menjadi salah satu penyebab terbesar kegagalan penerapan diet GFCF ini. Diet bebas
gluten dan kasein memang cukup sulit diterapkan bagi anak kecil, karena gluten dan
kasein terdapat pada bahan makanan yang sangat disukai, seperti susu, roti, dan mie.
Selain itu, membutuhkan pengetahuan khusus dalam menyiapkan makanan terapi diet,
dimana tidak sembarang tempat menjual makanan yang bebas gluten dan kasein (Sofia
et al., 2011).
4.4. Cntoh Penerapan Terapi Diet bagi Pasien Autisme
SMC RS Telogorejo Semarang menggunakan pedoman gizi seimbang dalam
menyajikan makanan bagi pasiennya. Gizi seimbang yang dimaksud merupakan
perkembangan dari sistem 4 sehat 5 sempurna yang sudah tidak lagi digunakan. Dalam
penyajiannya, pedoman gizi seimbang meliputi proporsi makanan pokok, lauk hewani,
lauk nabati, sayur, buah, dan minuman. Beberapa instansi Rumah Sakit menggunakan
sistem menu 10 hari bagi pasien. Tabel 1 hingga Tabel 5 yang akan dipaparkan berikut
ini merupakan contoh penerapan menu 10 hari untuk makan pagi, siang, dan malam,
baik untuk lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, serta snack dan dessert.
20
Tabel 1. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Hewani)
Tanggal 01/11/21
Orak Arik Telur
Sate Ayam
Garang Asem
Daging
Tanggal 02/12/22
Ayam Bumbu Bali
Daging Bumbu
Rujak
Ayam Mentega
Tanggal 03/13/23
Kakap Honey Grill
Bacem Daging
Chicken Hoisin
Grill
Tanggal 04/14/24
Semur Ayam
Dendeng Daging
Ayam Bumbu
Kuning
Tanggal 05/15/25
Ayam Panggang
Bumbu Kacang
Daging Balado
Chicken Kungpao
Tanggal 06/16/26
Ayam Saus Tiram
Daging Serani
Chicken Thai
Sauce
Tanggal 07/17/27
Bacem Telur
Pepes Presto
Sweeke Ayam
Purwodadi
Tanggal 08/18/28
Kakap Tim
Gadon Daging
Ayam Bumbu
Klaten
Tanggal 09/19/29
Kakap Asam Manis
Ayam Bumbu Acar
Ikan Asam Padeh
Tanggal 10/20/30
Opor Ayam
Bothok Telur Asin
Empal Kelem
Tanggal 31
Terik Daging
Ayam Ungkep
Daging Kecap
Tabel 2. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Nabati)
Tanggal 01/11/21
Tempe Bumbu
Terik
Kering Tempe
Loaf Tahu Wortel
Tanggal 02/12/22
Balado Tahu
Bacem Tempe
Sapo Tahu
Tanggal 03/13/23
Kering Tempe
Ca Tahu
Sup Bola Tahu
Goreng
Tanggal 04/14/24
Terik Tempe
Oseng Tahu
Tempe Bumbu
Rujak
Tanggal 05/15/25
Dadar Tahu
Tempe Bumbu
Kuning
Sup Tofu Onclang
Tanggal 06/16/26
Tahu Sakura
Tahu Ungkep
Tempe Bacem
Tanggal 07/17/27
Perkedel Tahu Oven
Tempe Goreng
Tempe Bumbu Acar
Kuning
Tanggal 08/18/28
Roll Tahu Wortel
Kukus
Tofu Bokchoy
Tempe Balado
Tanggal 09/19/29
Terik Tahu
Oseng Tempe
Sup Tahu Onclang
Tanggal 10/20/30
Sambal Goreng
Tempe
Tahu Bacem Kukus
Sapo Tahu
Tanggal 31
Ca Tahu
Sauted Potato
Tempe Bumbu Bali
21
Tabel 3. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Sayur)
Tanggal 01/11/21
Sup Gambas Misoa
Soto Semarangan
Oseng Putren Sosis
Tanggal 02/12/22
Vegetable Soup
Red Bean Soup
Sup Asparagus
Tanggal 03/13/23
Sweet Corn Soup
Bayam Miso Soup
Sauted Mix
Vegetables
Tanggal 04/14/24
Ca Sawi Putih
Wortel
Sayur Asem Jakarta
Rawon Buncis
Tanggal 05/15/25
Oseng Jipan
Sup Jamur Gambas
Capjay Goreng
Tanggal 06/16/26
Asem Asem
Buncis
Marinara Soup
Sweet Corn Soup
Tanggal 07/17/27
Soto Semarangan
Bening Bayam
Jagung Manis
Ca Gambas
Tanggal 08/18/28
Sup Erten Labu
Kuning
Chicken Soup
Bening Bayam
Tanggal 09/19/29
Sup Hisit Jamur
Hioko
Tumis Jipan
Sayur Kare
Tanggal 10/20/30
Gado-Gado
Sukiyaki
Kuah Sawi Putih
Wortel
Tanggal 31
Sup Erten Wortel
Sauted Mix
Vegetables
Oseng Terong
Tabel 4. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Buah)
Tanggal 01/11/21
Jeruk
Belimbing
Tanggal 02/12/22
Semangka
Melon
Tanggal 03/13/23
Apel
Pisang
Tanggal 04/14/24
Melon
Pepaya
Tanggal 05/15/25
Melon
Jeruk
Tanggal 06/16/26
Semangka
Pisang
Tanggal 07/17/27
Semangka
Belimbing
Tanggal 08/18/28
Pir
Melon
Tanggal 09/19/29
Pir
Belimbing
Tanggal 10/20/30
Apel
Pisang
Tanggal 31
Semangka
Pisang
Tabel 5. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Minuman + Snack)
Tanggal 01/11/21
Jus Melon
Pudding Blok Hijau
Tanggal 02/12/22
Jus Tomat Wortel
Agar Mocca
Agar Blok Cokelat
Tanggal 03/13/23
Jus Jambu
Serenada
Pudding Kaca
Tanggal 04/14/24
Jus Jeruk
Pudding Kacang
Hijau
Tanggal 05/15/25
Jus Tomat
Pudding Sarikaya
Guava with
Cinnamon
Tanggal 06/16/26
Jus Melon
Pudding Hunkwe
Pudding Pepaya
Jeruk
Tanggal 07/17/27
Jus Jambu
Pudding Blok Hijau
Bajigur
Tanggal 08/18/28
Jus Tomat Wortel
Pudding Kacang
Merah
Tanggal 09/19/29
Jus Jeruk
Banana with
Cinnamon
Tanggal 10/20/30
Jus Jambu
Agar Roti Marie
Pudding Guava
Tanggal 31
Jus Pepaya Jeruk
Pudding Hunkwe
22
Berdasarkan kelima tabel diatas, dapat diketahui bahwa SMC RS Telogorejo
menggunakan siklus menu 10 hari bagi pasien yang dirawat di SMC RS Telogorejo.
Pemberian siklus menu 10 hari ini diaplikasikan sehingga pasien tidak merasa bosan
dalam mengkonsumsi makanan rumah sakit. Selain itu, siklus menu 10 hari yang
diterapkan memiliki kandungan nutrisi yang sesuai bagi setiap pasien, baik pasien
dengan diet khusus maupun tidak. Dalam hal ini, diet khusus yang diberikan adalah
aplikasi siklus menu 10 hari bagi pasien autisme dengan diet Gluten-Free dan Casein-
Free, dimana dalam aplikasinya digunakan pembatasan maupun penghilangan bahan
pangan yang mengandung gluten dan kasein. Semua menu yang dihasilkan akan
memiliki kelengkapan gizi seimbang yang tersusun atas makanan pokok, lauk hewani,
lauk nabati, sayur, buah, snack, dan minuman.
Namun, jenis makanan yang ada pada diet GFCF ini berbeda dengan diet normal,
meskipun perbedaan yang dihasilkan tidak terlalu besar. Pada aplikasinya, bila pada diet
normal dijadwalkan menu Western Cuisine yang mengandung susu dan tepung dalam
pengolahannya, maka untuk diet GFCF akan dilakukan penggantian bahan yang mirip
dengan bahan tersebut, seperti santan dan tepung maizena, maupun dilakukan
pergantian masakan yang akan disajikan. Contoh lainnya adalah snack pada diet normal
dan diet GFCF. Bila pada diet normal disajikan pudding yang mengandung susu, maka
untuk diet GFCF akan dihilangkan kandungan susunya, sheingga hanya disajikan agar-
agar.
23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat
berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga
perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Autisme dapat disebabkan oleh faktor
genetic dan lingkungan. Infeksi virus maupun bakteri saat trimester awal kehamilan
serta pengkonsumsian obat-obatan dapat memicu timbulnya autisme pada anak. Paparan
pada polusi udara yang berlebihan pada masa kehamilan hingga 12 bulan kelahiran
dapat memicu timbulnya autisme. Seseorang dengan autisme lebih mudah terkena
defisiensi nutrisi karena seseorang dengan autisme lebih cenderung pemilih dalam
pengkonsumsian bahan pangan. Gangguan gastrointestinal yang sering dialami oleh
seseorang dengan autisme dapat disebabkan oleh intoleransi terhadap bahan pangan
tertentu maupun karena rendahnya aktivitas enzim pada tubuh. Dengan ditemukan
adanya intoleransi terhadap bahan pangan tertentu, ditemukan pula terapi diet khusus
bagi pasien autisme. Contoh terapi diet yang telah dikembangkan antara lain diet
Gluten-Free Casein-Free, diet Feingold, Diet Failsafe, serta diet Specific Carbohydrate.
Prinsip dari Feingold diet dan Failsafe diet adalah dengan tidak mengkonsumsi Bahan
Tambahan Pangan (BTP). Specific Carbohydrate Diet dilakukan dengan mengurangi
bahkan tidak mengkonsumsi biji-bijian dan gula. Diet Gluten-Free Casein-Free
dilakukan dengan menghindaari segala jenis bahan pangan yang mengandung gluten
dan kasein.
5.2. Saran
5.2.1. Bagian gizi dapat lebih mengimplementasikan HACCP dalam penyajian
makanan di rumah sakit.
5.2.2. Fasilitas alat yang tersedia sudah baik, namun jumlah yang ada sebaiknya dapat
ditambah.
5.2.3. Perlu adanya penambahan karyawan bagian gizi sehingga pekerjaan dapat
selesai tepat waktu.
5.2.4. Jumlah bahan pangan yang disediakan pada tiap waktu makan sebaiknya sesuai
dengan standar kalori yang diberikan pada tiap-tiap pasien.
24
DAFTAR PUSTAKA
Cermak, S.A., C. Curtin, L. G. Bandini. (2010). Food Selectivity and Sensory
Sensitivity in Children with Autism Spectrum Disorder. Journal of the American
Dietetic Association 110: 238-246.
Danuatmaja, B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Puspa Swara. Jakarta.
David, Maude M., Babineau, Brooke A., Wall, Dennis P. (2016). Can We Accelerate
Autism Discoveries Through Crowd sourcing?. Research in Autism Spectrum
Disorders 32: p 80-83.
Gottschall, Elaine (2004). Breaking the Vicious Cycle: Intestinal Health Through Diet.
The Kirkton Press. Baltimore, Ontario, Canada
Kessick, R. (2009). Autisme dan Pola Makan yang Penting untuk Anda Ketahui.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kral, Tanja V. E., Eriksen, Whitney T., Souders, Margaret C., Pinto-Martin, Jennifer A.
(2013). Eating Behaviors, Diet Quality, and Gastrointestinal Symptoms in
Children with Autism Spectrum Disorders: A Brief Review. Journal of Pediatric
Nursing 28: p 548-556.
Mulloy, A., R. Lang, M. O’Reilly, J. Sigafoos, G. Lancioni, M. Rispoly. (2010). Gluten
Free and Casein Free Diets in the Treatment of Autism Spectrum Disorders: A
Systematic Review. Research in Autism Spectrum Disorder 4: 328-339
Posar A, Visconti P. (2016). Autism in 2016: The Need for Answer. Jornal de Pediatria.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jped.2016.09.002
Sofia, A.D., Hj. Helwiyah Ropi, Ai Mardhiyah. (2011). Kepatuhan Orang Tua Dalam
Menerapkan Terapi Diet Gluten Free Casein Free Pada Anak Penyandang
Autisme Di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. Universitas
Padjajaran. Bandung.
Stewart, P. A., S. L. Hyman, B. L. Schmidt, E. A. Macklin, A. Reynolds, C. R. Johnson,
S. J. James, P. Manning-Courtney. (2015). Dietary Supplementation in Children
with Autism Spectrum Disorder: Common, Insufficient, and Excessive. Journal
of the Academy of Nutrition and Dietetics 115(8): 1-12.