pengaruh ukuran perusahaan, kepemilikan...
TRANSCRIPT
PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN KELUARGA, DAN
GENDER DIVERSITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK
DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Akuntansi
Oleh :
Rizkina Lestarida
NIM: 11150820000041
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF
Hari ini 10 April 2019 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Rizkina Lestarida
2. NIM : 11150820000041
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Instutusional,
Kepemilikan Keluarga, dan Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi
Setelah Mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskanbahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 April 2019
1. Zuwesty Eka Putri, M.Ak. (__ _ )
NIP. 198004162009012006 Penguji I
2. Nur Wachidah Yulianti, SE.,MS.Ak. (__ ___)
NIDN. 2005078501 Penguji II
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 6 Juli 2020 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa:
1. Nama : Rizkina Lestarida
2. NIM : 11150820000041
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional,
Kepemilikan Keluarga, dan Gender Diversity Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 Juli 2020
1. Fitri Damayanti, M.Si. (____ __)
NIP. 198107312006042003 Ketua
2. Hepi Prayudiawan, S.E., M.M., Ak., CA (_______________)
NIP. 197205162009011006 Pembimbing
3. Atiqah, SE., M.S.AK (____ ____)
NIP. 198201202009122004 Penguji Ahli
v
LEMBAR KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rizkina Lestarida
NIM : 11150820000041
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian skripsi ini saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat atas naskah orang lain
3. Tidak mengunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakakn sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawa atas
karya ini.
Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan
pihak lian ats karya saya, dan melalui pembuktian yang dapat
dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya
melanggar pernyataan di atas, maka saya siap dikenakan sanksi berdasarkan
aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullan
Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 3Juni 2020
Rizkina Lestarida
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama Lengkap : Rizkina Lestarida
2. Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 28 September 1997
3. Alamat : Jl. Raya jombang, Kp. Masjid RT: 01/ RW:
03, Ciputat, Tangerang Selatan, 15414
4. Telepon : 08889625924
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. TK Soebono Mantofani Tahun 2002 – 2003
2. SDN Jombang 1 Tahun 2003 – 2008
3. SDN 06 Pagi Jakarta Tahun 2008 – 2009
4. MTs. Al-Amanah Al-Gontory Tahun 2009 – 2012
5. SMAI Al-Azhar 3 Tahun 2012 – 2015
6. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015 – 2020
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ibu : Adelina
2. Ayah : Hadiruddin
3. Kakak : Dina Hadi Lana
4. Adik : Hayati Mustainah
vii
ABSTRACT
THE IMPACT OF FIRM SIZE, INSTITUTIONAL OWNERSHIP, FAMILY
OWNERSHIP, AND GENDER DIVERSITY ON TAX AGGRESIVENESS
WITH CORPORATE GOVERNNANCE AS MODERATION VARIABLE
This research aims to find empirical evidence about the impact of
company size, institutional ownership, family ownership, and gender diversity on
tax aggressiveness with Corporate Governance as a moderating variable. The
population used in this study were all mining and CPO companies listed on the
Indonesia Stock Exchange in 2014-2018. The companies sampled in this study
were 10 companies. This research used multiple regression analysis method using
the SPSS 25.0 program
The results showed that company size, institutional ownership, and family
ownership influence tax aggressiveness. While gender diversity has no effect on
tax aggressiveness. The moderating variable of Corporate Governance cannot
moderate company size, family ownership, and gender diversity on tax
aggressiveness. Whereas the moderating variable of Corporate Governance
moderates institutional ownership.
Keywords: Company Size, Institutional Ownership, Tax Aggressiveness, Family
Ownership, Corporate Governance, Gender diversity.
viii
ABSTRAKSI
PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN KELUARGA, DAN GENDER
DIVERSITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE
GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI
Peneltian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai
pengaruh ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan keluarga,
dan gender diversity terhadap agresivitas pajak dengan Corporate Governance
sebagai variabel moderasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan seluruh perusahaan pertambangan dan CPO yang terdaftar di BEI pada
tahun 2014—2018. Jumlah perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini
berjumlah 10 perusahaan. Peelitian ini menggunakan metode analisis regresi
berganda dengan menggunakan program SPSS 25
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, kepemilikan
instutusional, dan kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Sedangkan gender diversity tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Variabel moderasi Corporate Governance tidak dapat memoderasi ukuran
perusahaa, kepemilikan keluarga, dan gender diversity terhadap agresivitas pajak.
Sedangkan variabel moderasi Corporate Governance memoderasi kepemilikan
institusional.
Kata Kunci: ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, Agesivitas Pajak,
Corporate Governance, kepemilikan Keluarga, Gender diversity
ix
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumwWr.wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
―Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kepemlikan Institusional, Kepemilikan Kelaurga,
dan Gender diversity Terhadao Agresivitas Pajak Dengan Corporate Governance
Sebagai Variabel Moderasi‖. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya
menuju jalan yang diridhai-Nya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna
meraih gelar Sarjana Akuntansi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orang tua, yang selalu memberi dukungan, perhatian, semangat,
dan doa yang tiada henti kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Adik yang selalu menunggu penulis hingga larut malam dan kakak penulis
yang terkadang menemani penulis dalam mengerjakan skirpsi.
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E., M.Si., Ak., CA., QIA., BKP., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Fitri Damayanti, SE., M. Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Hepi Prayudiawan, S.E., M.M., Ak., CA. selaku dosen Pembimbing
Skripsi yang bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing,
berdiskusi, dan memberikan motivasi kepada penulis selama penyusunan
x
skripsi. Terimakasih atas semua masukan dan nasihat yang telah diberikan
selama ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan yang sangat luas kepada penulis selama perkuliahan, semoga
menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita
semua.
8. Seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam
memenuhi segala kebutuhan dalam bentuk administrasi dan lain-lain.
9. Teman-teman yang mendukung penulis selama penyusunan skripsi,
teman-teman akuntansi 2015 khususnya akuntansi 2015 B
10. Teman-teman kuliah yang memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini yaitu Meyta, Citra, Dina, Hana, Hanifa, dan
Farda
11. Teman-teman pesantren yang mendorong penulis agar segera
menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu Ferra, Yasmin, Rona, dan Inne
12. Teman-teman SMA yang telah terlebih dahulu mendapatkan gelar
sarjananya sehingga membuat penulis lebih termotivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini Rysei dan Aini
13. Kepada Nurjilan Fauziyah, Abi Jaelani, Dila Nur Aini, Nabila Agustin,
Bang Handiko, dan Tika, yang telah memberi waktu dan dukungan kepada
penulis dalam proses penulisan
14. Kepada Syahrul Miladi Firmansyah yang senantiasa mendukung penulis
disaat penulis mengalami hambatan-hambatan dalam proses penulisan.
15. Seluruh pihak yang terlibat dan belum dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Wassalamualaikum wr.wb.
xi
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
ABSTRAKSI .................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumsan Masalah ................................................................................. 22
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 22
D. Manfaat Penelitian............................................................................... 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 25
A. Tinjauan Literatur ................................................................................ 25
1. Teori Keagenan ............................................................................ 25
2. Teori Feminisme ........................................................................... 26
3. Agresivitas Pajak .......................................................................... 28
4. Ukuran Perusahaan ....................................................................... 30
5. Kepemilikan Institusional ............................................................. 32
6. Kepemilikan Keluarga .................................................................. 35
7. Corporate Governance ................................................................. 38
8. Gender diversity ........................................................................... 41
B. Penelitian Terdahulu............................................................................ 43
C. Pengembangan Hipotesis ..................................................................... 54
xii
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak ............ 54
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas
Pajak............................................................................................. 56
3. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak ....... 57
4. Pengaruh Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak ................ 58
5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi.......... 60
6. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi.......... 62
7. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi.......... 62
8. Pengaruh Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak Dengan
Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi ...................... 63
D. Kerangka Pemikiaran .......................................................................... 65
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 66
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 66
B. Metode Penelitian Sampel ................................................................... 66
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 68
D. Metode Analisis Data .......................................................................... 68
1. Uji Statistik Deskriptif .................................................................. 68
2. Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 68
3. Uji Hipotesis ................................................................................. 71
E. Operasional variabel ............................................................................ 76
1. Ukuran Perusahaan ....................................................................... 76
2. Kepemilikan Institusional ............................................................. 76
3. Kepemilikan Keluarga .................................................................. 77
4. Gender diversity ........................................................................... 78
5. Corporate Governance ................................................................. 78
6. Agresivitas Pajak .......................................................................... 79
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 81
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 81
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ............................................................. 82
xiii
1. Uji Statistik Deskriptif .................................................................. 82
2. Uji Asusmsi Klasik ....................................................................... 84
3. Uji Hipotesis ................................................................................. 89
C. Pembahasan ........................................................................................ 96
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Agresivitas Pajak ............. 96
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas
Pajak............................................................................................. 97
3. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak ....... 98
4. Pengaruh Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak ................ 100
5. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak ............................ 101
6. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas Pajak .................. 102
7. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak ....................... 104
8. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak ................................ 106
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 108
A. Kesimpulan ......................................................................................... 111
B. Saran ................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 111
LAMPIRAN ................................................................................................... 119
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laporan Realisasi Pendapatan DJP Tahun 2014 s.d. 2018 ................ 2
Tabel 1.2 Kepatuhan Pajak Perusahaan Tambang ............................................ 9
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 44
Tabel 3.1 Operasional variabel ........................................................................ 82
Tabel 4.1 Rincian Perolehan Sampel Penelitian ............................................... 85
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ............................................................ 86
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Dengan Kolomogriv-Smirnov ........................ 88
Tabel 4.4 Colineariy Statistics ......................................................................... 90
Tabel 4.5 Hasil Uji Auto Korelasi ................................................................... 91
Tabel 4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi ...................................................... 93
Tabel 4.7 Hasil Uji Signifikasi Simultan (Uji F) .............................................. 94
Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikasni Parsial (Uji t) ................................................ 95
Tabel 4.9 Hasil Uji Signifikasni Parsial (Uji t) ................................................ 97
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................... 68
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Dengan Histogram ...................................... 88
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitsa Dengan Grafik Normal Plot ........................ 89
Gambar 4.3 Hasil Uji Heterokedastisitas Dengan Grafik Scatterplot ............... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No. 16 (Direktorat Jendral Pajak, 2009)
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Maka, Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dipaksakan) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Di sisi lain masyarakat dapat dikatakan
sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut
serta dalam menjalankan fungsinya yang bisa ditunjukkan melalui
keikutsertaannya dalam pembiayaan negara.
Di Indonesia penerimaan pajak menghasilkan dana yang cukup
besar bagi pelaksanaan pembangunan, karena dalam pos penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sumbangan pajak
memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan sumber penerimaan
lain (non pajak) (Siregar dan Widyawati, 2016).
2
Tabel 1.1 Laporan Realisasi Pendapatan Direktorat Jenderal
Pajak Tahun 2014 S.D. 2018
Sumber : www.pajak.go.id
Berdasarkan data dari Diroktorat Jenderal Pajak (2020) pemerintah
telah berhasil meningkatkan realisasi penerimaan pepajakan. Setelah
dilakukannya reformasi perpajakan melalui perubahan undang-undang
perpajakan yakni UU No. 17 tahun 2000 menjadi UU No. 36 tahun 2008
tentang pajak penghasilan (UU Pph). Pada Undang-Undang sebelumnya,
yakni Undang-Undang No 17 Tahun 2000, tarif pajak yang dikenakan
untuk wajib pajak badan sebesar 28%, dengan diberlakukannya Undang-
Undang No. 36 Tahun 2008 ini maka tarif pajak yang dikenakan untuk
wajib pajak badan turun menjadi 25% dan mulai diberlakukan pada tahun
2010 (pajak.go.id). Dengan adanya reformasi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan pajak serta meminimalkan tindakan
penghindaran pajak yang dilakukan wajib pajak. Hasilnya cukup
No. Wajib
Pajak 2014 2015 2016 2017 2018
1 PPh
Non
Migas
458.735,21 552.636,57 630.111,74 596.477,37 685.320,28
2 PPN
dan
PPnBM
409.181,63 423.710,82 412.210,91 480.724,61 537.422,98
3 PBB 23.476,23 29.250,34 19.443,71 16.770,35 19.427,12
4 Pajak
Lainnya 6.293,36 5.568,30 8.104,89 6.738,48 6.613,44
5 PPh
Migas 87.445,66 49.671,56 36.101,09 50.315,75 64.394,39
Total
Penerimaan
Pajak
899.700,43
1.013.181,02
1.071.887,24
1.102.727,80
1.250.801,83
3
membesarkan hati karena setiap tahun penerimaan pajak terus mengalami
peningkatan.
Selama periode 2011—2016, realisasi penerimaan pajak terhadap
targetnya rata- rata mencapai angka 90,6%. Kinerja penerimaan pajak
tahun 2016 ditopang oleh penerimaan dari Amnesti Pajak periode I dan II
tahun 2016 yang berhasil menghimpun uang tebusan sebesar Rp104,67
triliun Dirjen Pajak Kemenkeu RI (2016). Meskipun berdasarkan data
realisasi penerimaan pajak meningkat namun hal tersebut belum maksimal
karena belum dapat menghilangkan sepenuhnya tindakan penghindaran
pajak. Kepentingan dari fiskus yang mengingingkan penerimaan pajak yang
besar dan kontinyu tentu bertolak belakang dengan kepentingan dari
perusahaan yang menginginkan pembayararan pajak seminimal mungkin
(Darmayasa dan Hardika, 2011)
Perusahaan sebagai wajib pajak badan memiliki tanggung jawab
dalam membayar pajaknya sendiri sesuai dengan ketentuan di dalam
Undang- Undang. Tetapi, bagi perusahaan salah satu biaya yang dapat
mengurangi laba perusahaan berasal dari pajak sehingga perusahaan
berusaha mengefisienkan beban pajaknya agar dapat memaksimalkan laba
perusahaan. Karena semakin besar beban pajak yang dibayar maka laba
perusahaan akan semakin berkurang. Upaya perusahaan dalam mengurangi
utang pajak dilakukan dengan berbagai cara seperti penghindaran pajak
(tax avoidance) yang tidak melanggar undang-undang dan bersifat legal
(lawful). Tax avoidance sebagai suatu strategi pajak yang agresif dalam
meminimalkan beban pajak, yang dapat menimbulkan resiko bagi
4
perusahaan seperti denda dan buruknya reputasi di mata publik. Persoalan
penghindara pajak ini menjadi rumit karena di satu sisi penghindaran pajak
ini bersifat legal, tetapi di sisi lain pemerintah tidak menginginkan
penghindaran pajak ini terhadi (Budiman dan Setiyono, 2012).
Negara suaka pajak atau tax haven tetap favorit bagi sejumlah
perusahaan untuk menghindari perpajakan. Nyaris semua perusahaan besar
di Tanah Air dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), membentuk anak
usaha bertujuan khusus atau Special Purpose Vehicle (SPV) di negara tax
haven. Tujuannya antara lain untuk transaksi akuisisi, penerbitan obligasi
dan penjualan. Menteri Keuangan saat itu Bambang Brodjonegoro
menyatakan, telah memiliki data komplit pemilik SPV di tax haven,
termasuk dari kalangan emiten saham di BEI. Mereka bagian dari 2.000
SPV yang akan ditelusuri Kementerian. diakses dari (nasional.kontan.co.id.,
2016)
Sejumlah SPV digunakan untuk transfer pricing dan alat
pemindahan keuntungan Sebagai contoh kasus yang baru-baru menimpa
sebuah perusahaan tambang batu bara yaitu PT. Adaro Energy Tbk. yang
dicurigai melakukan praktik transfer pricing. ADARO merupakan
perusahaan tambang batu bara yang cukup besar yang berada di Indonesia.
ADARO memiliki anak perusahaan yang terletak di Sinagpura yaitu
Coaltrade. ADARO menjual batu bara yang di tambang di Indonesia
kepada Coaltrade dengan harga yg murah lalu menjualnya kembali dengan
nilai yang dinaikkan. Coaltrade juga sebagai agen penjualan yang
menerima komisi atas penjualan. pada tahun 2008. Kantor pajak
5
menyimpulkan telah terjadi praktik transfer pricingpada tahun 2004—
2005 karena ADARO menjual batu bara dengan harga yg rendah, namun
coaltrade menjual kembali dengan harga yg tinggi. Masalah ini telah
diselesaikan pada tahun 2008 dengan cara ADARO membayar pajak
tambahan sebesar 32,2 juta USD. Setelah intervensi dari kantor pajak
kenaikan yg dibuat ketika menjual kembali batu bara turun sebanyak 11%
yg awalnya 15% menjadi 4% dan kegiatan masih terus berlanjut. Selain di
Singapura ADARO juga memilki anak perusahaan di Mauritius negara
suaka pajak yang terletak di Samudra Hindia. yaitu Arindo Holding dan
masih di negara yg sama Arindo holdings menjadi pemilik Perusahaan
Vindoor Investment yg menjadi pemilik Coaltrade di Singapura, kelompok
persusahaan ini terindikasi sebagai perusahaan cangkang yang digunakan
semata-mata hanya untuk meyimpan aset dan dana karena kelompok
perusahaan ini hanya memiliki 22 pegawai terhitung sejak 2017 dan
sebagian telah bekerja di Coaltrade. Pada tahun 2017 Coaltrade membayar
31 juta USD untuk sebuah perusahaan yaitu Adaro Capital yang berada di
Labuan, Malaysia yg juga merupakan wilayah suaka pajak, diketahui saat
ini Adaro Capital memiliki sebagain besar saham tamban batu barayang
berada di Australia (Globalwitness, 2019).
Juru bicara Direktoret Jendral Pajak Mekar Satria Utama
mengungkapkan data Ditjen Pajak menunjukkan bahwa jumlah SPV milik
WNI lebih dari 2000 WNI. Data-data itulah yang akan dikejar oleh Ditjen
Pajak dengan memanfaatkan fasilitas kerjasama pertukaran informasi.
diakses dari (www.tribunnews.com, 2016).
6
Special Pupose Vehicle (SPV) memiliki citra yang buruk, karena
banyak SPV didirikan di negara atau kawasan suaka pajak (tax haven) yang
memberikan tarif pajak sangat rendah atau bahkan bebas pajak, plus
perlindungan kerahasiaan bank (bank secrecy). Dengan karakteristik
tersebut, SPV dapat dipakai sebagai sarana untuk penghindaran pajak atau
penggelapan pajak. (Solikin, 2016)
Kepala Badan Pengelolaan Pajak Daerah (Kaban PPD) Provinsi
Papua Gersom Jitmau meminta manajemen PT Freeport Indonesia (PT FI)
segera melunasi kewajiban tunggakan pajak air permukaan kepada
Pemerintah Provinsi Papua senilai Rp 5,6 triliun terhitung sejak 2011-
2017. Kewajiban membayar tunggakan pajak air permukaan di area
tambang Freeport sesuai dengan putusan Pengadilan Niaga Jakarta pada
tanggal 18 Januari 2017. Berdasarkan data yang ia punya, Freeport telah
memakai air permukaan mencapai 115 debit per detik selama periode 2011
hingga 2017. Ia menegaskan agar PT Freeport Indonesia segera membayar
tunggakan pajak tersebut dan harus disetor langsung ke kas daerah
Pemerintah Provinsi Papua diakses dari (www.tirto.id, 2017).
Sektor pertambangan dari energi di Indonesia merupakan salah satu
sektor strategis yang menjadi andalan Indonesia. Sektor industri
pertambangan merupakan salah satu sektor penyumbang perekonomian
terbesar di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan besaran sumbangan
aktivitas dari sektor industri pertambangan yang mencapai 42,35% dari
seluruh pendapatan dari sektor industri pada Tahun 2016. Namun
pengelolaan sektor ini belum cukup transparan sehingga potensi
7
penerimaan bagi negara belum cukup optimal. Berdasarkan data yang
dirilis oleh Direktorat Jenderal Pajak, selama periode 2014 sampai dengan
2016 diduga adanya peningkatan agresivitas pajak yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia, dengan sektor industri pertambangan
sebagai salah satu sektor dengan rata-rata penghindaran pajak yang selalu
mengalami peningkatan dalam periode tersebut (kemenperin.co.id, 2017).
Khusus untuk sektor pertambangan (migas, mineral, dan batubara/
bahan galian), kenaikan aliran uang ilegal sangat fantastis, kurun 2003–
2015 mencapai 102,43% atau rata–rata setiap tahun terjadi kenaikan
sebesar 8,53%. Tahun 2003 total aliran uang ilegal di sektor pertambangan
diperkirakan mencapai Rp 11,80 triliun, sedangkan tahun 2015 naik
mencapai Rp 23,89 triliun. Aliran uang ilegal di sektor pertambangan
diakibatkan oleh adanya transaksi perdagangan faktur palsu (trade mis-
invoicing). Hal ini terjadi karena maraknya tambang–tambang ilegal yang
beroperasi (illegal mining) dan terjadi ekspor komoditi pertambangan yang
tidak tercatat.‖ Selain itu, besarnya jumlah aliran uang ilegal di sektor
pertambangan juga disebabkan oleh tingginya indikasi terjadinya
penghindaran pajak dan pengelakan pajak yang melibatkan perusahaan
pertambangan di Indonesia (pwypindonesia.org., 2015).
Penghindaran serta penggelapan pajak di sektor pertambangan
masih sering terjadi. Hal tersebut diperkuat ketika Ditjen pajak meragukan
pembayaran pajak yang dilakukan 23 kontraktor migas sehingga
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu)
melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap laporan pembayaran pajak 23
8
Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Selain itu, hal ini bisa dilihat dari
data realisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan yang hanya
sebesar Rp 96,9 triliun. Bandingkan dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) sektor pertambangan yang mencapai Rp 1.026 triliun. Artinya,
nisbah penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) sektor pertambangan
hanya sebesar 9,4%. (cnnindonesia.com, 2016).
Pada tahun 2015 tercatat kerugian sebesar Rp 23,89 triliun yang
disebabkan oleh banyaknya perusahaan pertambangan di indonesia yang
beroperasi secara ilegal, sembilan ekspor komoditas dan adanya indikasi
penghindaran serta penggelapan pajak. Hal itu dibuktikan dari 7834
perusahaan yang di data oleh DJP, sebesar 24% tidak memiliki NPWP,
35% tidak melaporkan SPT sehingga menimbulkan kerugian negara.
Selain itu kegiatan sektor pertambangan juga tidak sebanding dengan resiko
kerusakan lingkungan serta konflik yang ditimbulkan. Kementrian
keuangan mencatat jumlah Wajib Pajak (WP) yang memegang izin usaha
pertambangan minerba (mineral dan batu bara) lebih banyak yang tidak
melaporkan surat pemberitahuan tahunan SPT-nya dibandingkan yang
melapor. Pada 2015 dari 8.003 WP industri batu bara terdapat 4.532 WP
yang tidak melaporkan SPT-nya. Angka ini tentu belum termasuk pemain-
pemain batu bara skala kecil yang tidak registrasi sebagai pembayar pajak.
(pwypindonesia.org., 2015).
Data dari Direktorat Jendral Pajak, Kementrian Keuangan mencatat
kepatuhan pelaporan SPT tahunan yang dilakukan di sektor pertambangan
9
terutama pada mineral dan batu bara perbandingan yang lapor dan tidak
lapor sebagai berikut
Tabel 1.2
Kepatuhan Pajak Perusahaan Tambang
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Lapor 3955 4055 3943 3795 3580
Tidak Lapor 4148 4048 4160 4308 4523
Sumber: pajak.go.id
Dari tabel kepatuhan pajak di atas ternyata berimplikasi terhadap
kasus penghindara pajak. Salah satu kasus penghindara pajak yang pernah
dilakukan oleh perusahaan tembang adaah PT. Kaltim Prima Coal.
Perusahaan tersebut melakukan praktik yaitu transfer pricing dengan
menjual batubara dengan harga miring, dibawah harga yang berlaku di
pasaran ke perusahaan terafiliasi PT. Indocoal Resource Ltd. Penjualan
batubara hanya dihargai separuh dari harga yang biasanya dilakukan KPC
kepada pembeli biasanya. Akibatnya omset penjualan batubara yang
dilakukan KPC jauh lebih rendah sehingga negara dirugikan sebesar 1,7
triliyun. (www.pajak.go.id).
Selain perusahaan tambang, Perusahaan sektor agribisnis yaitu
Crude Palm Oil (CPO) pun termasuk dalam sektor perusahaan yang
tersorot selalu melakukan agresivitas pajak, baik degan cara legal maupun
ilegal. Komisi Pemberantas Korupis (KPK) menemukan rendahnya
penerimaan pajak dari perushaan CPO. Diketahui, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menemukan sekitar 63.000 Wajib Pajak di sektor industri
sawit bermasalah, terkait dengan dugaan penghindaran setoran pajak dan
pemungutan yang tak optimal dari Direktorat Jenderal Pajak. KPK sebut
10
ditjen pajak memiliki keterbatasan untuk mengoptimalkan penerimaan
negara karena data serta informasi yang minim. Hal itu, demikian KPK,
menyebabkan kontribusi pajak di sektor sawit sangat minim dan tak sesuai
dengan perputaran uang di sektor tersebut per harinya. Diketahui, realisasi
penerimaan pajak di sektor sawit hanya Rp22,2 triliun pada 2015 namun
perputaran uang di industri itu diproyeksi mencapai Rp1,2 triliun per
hari. KPK menyatakan perputaran uang per hari itu baru dihitung dari
transaksi perdagangan Tandan Buah Segar (TBS) dan crude palm
oil (CPO), belum termasuk komponen efek pengganda ekonomi
lainnya.(cnnindonesia.com., 2017).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan sebesar 40 persen
di sektor industri kelapa sawit tidak patuh membayar pajak. Tapi, dari
angka tersebut, ia tidak menyebut jumlah Wajib Pajak (WP) secara
keseluruhan. Dalam kajian Litbang KPK, potensi pajak yang tidak
terpungut pemerintah dalam industri kelapa sawit sekitar Rp18,13 triliun
pada 2016. (kabar24.bisnis.com., 2019).
Berdasarkan data DJP (2015) realisasi penerimaan pajak dari
perkebunan sawit hanya Rp 22,2 triliun. Kontribusinya terhadap total
penerimaan pajak hanya 2,1%. Rendahnya realisasi penerimaan pajak di
sektor ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP).
Dari 70.918 WP (badan dan perorangan) hanya 9,6% yang melaporkan
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Menyedihkan, sebanyak
87,8% melaporkan SPT pajak nihil. Banyak juga perusahaan yang
beroperasi tapi tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) seperti
11
ditemukan di Provinsi Riau. Sebanyak 127 perusahaan tidak memiliki
NPWP. Rendahnya tingkat kepatuhan pajak di perkebunan sawit
disebabkan banyak perusahaan dan pemiliknya melakukan penghindaran
pajak dan pengelakan pajak. Banyak modus yang dilakukan WP, salah
satunya dengan membuat perusahaan cangkang atau special purpose
vehicle (SPV) di negara suaka pajak. SPV digunakan untuk
menyembunyikan aset WP dan menggelapkan transaksi perdagangan
(pengampunanpajak.com, 2016).
Terdapat beberapa modus yang digunakan oleh para perusahaan
CPO diantaranya adalah mendirikan SPV di negara suaka pajak dan
melakukan modus transfer pricing contohnya WP badan yang mengekspor
CPO dan produk turunannya menggunakan SPV untuk melakukan praktik
transfer pricing. Caranya, catatan transaksi ekspor yang ada di dalam
dokumen ekspor (laporan surveyor dan nota pemberitahuan ekspor) dibuat
dengan perusahaan SPV di Singapura. Padahal, negara tujuan ekspornya
adalah India. WP badan membuat transaksi bayangan (shadow trading).
Dan, tentu harga ekspor di dalam nota transaksi diturunkan (downgrade)
dari harga riil. Kedua, uang dari devisa hasil ekspor tidak langsung
dimasukkan ke dalam negeri tapi disimpan di negara suaka pajak dengan
menggunakan rekening SPV. Sehingga, otoritas perpajakan kesulitan
melacak dana tersebut. Ketiga, banyak pemilik perusahaan menyimpan
harta dan aset mereka di negara suaka pajak dengan menggunakan SPV.
Mereka menikmati berbagai fasilitas perpajakan yang minim dan fasilitas
12
kerahasiaan simpanan dari otoritas setempat (pengampunanpajak.com,
2016).
Salah satu kasus dari perusahaan CPO yang beroperasi di Indonesia
adalah yang dialami oleh PT Asian Agri Group (AAG). Tahun 2006
Perseroan Terbatas (PT) AAG terbukti melakukan tindakan penggelapan
pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak
pertambahan nilai (PPN). Pada laporan keuangan tahun 2002-- 2005 PT
AAG terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi, yang
berupa penggelembungan biaya perusahaan sebesar Rp 1,5 triliun,
mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp232 miliar dan mengecilkan
hasil penjualan Rp 889 miliar. Pada tahun yang sama terdapat keanehan
dengan adanya perbedaan tanda tangan direktur PT AAG di setiap SPT
tahunan. Perbedaan tanda tangan pada SPT tahunan sebagai bukti bahwa
PT AAG melakukan penggelapan pajak penghasilan badan usaha senilai
Rp 2,6 triliun. Penggelapan pajak yang dilakukan PT AAG mengakibatkan
kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,3 triliun. Pada tahun 2011 PT
AAG kembali terbukti melakukan tindakan manipulasi pajak. Badan
Pemeriksaan Keuangan Dan Pembangunan menemukan kerugian negara
sebesar Rp 1,29 triliun, lebih besar dibandingkan yang ditemukan
Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan Sebesar Rp 1,25 triliun
(Sidanti dan Cornaylis, 2018).
Fenomena yang terjadi menyiratkan bahwa sesunggguhnya ada
rasa tidak senang perusahaan untuk membayar pajak. Dengan membayar
pajak, akan mengurangi jumlah laba bersih yang akan diterima
13
perusahaan. Oleh sebab itu pemilik perusahaan lebih tertarik untuk
memanajemen perusahaan melakukan tindakan pajak agresif
Agresivitas pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor Salah satunya
adalah ukuran perusahaan Tiaras dan Wijaya (2015). Ukuran perusahaan
adalah skala atau nilai yang dapat mengklasifikasikan suatu perusahaan ke
dalam kategori besar atau kecil berdasarkan total Asset.Ukuran perusahaan
umumnya dibagi dalam 3 kategori, yaitu large firm, medium firm, dan
small firm Kurniasih dan Sari (2013). Semakin besar total aset
mengindikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Semakin
besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin
kompleks. Jadi terdapat lebih banyak celah yang memungkinkan
perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang ada untuk melakukan
tindakan tax avoidance dari setiap transaksi (Selviani, Supriyanto, dan
Fadillah, 2019).
Perusahaan besar yang memperoleh laba besar juga akan menarik
perhatian pemerintah untuk dikenakan pajak yang sesuai. Maka semakin
besar ukuran perusahaan tersebut pasti akan semakin berusaha untuk
melakukan penghindaran pajak. Semakin besar ukuran perusahaan maka
perusahaan dapat melakukan tindakan agresivitas pajak karena semakin
kecil ETR disebabkan oleh kecilnya beban pajak yang dibayarkan
dibandingkan laba sebelum pajak yang diperoleh perusahaan Ardyansah
dan Zulaikha (2014). Agresivitas pajak dapat terjadi karena perusahaan
yang besar memiliki ruang yang lebih besar untuk perencanaan pajak
dengan tujuan menurunkan ETR. Hasil penelitian S. E. Putri (2016)
14
menemukan bahwa ukuran perusahaan atau size berpengaruh positif
signifikan terhadap Tarif Pajak Efektif. Namun, hasil penelitian berbeda
diperoleh menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
signifikan terhadap Effective Tax Rate (ETR) (Ardyansah dan Zulaikha,
2014).
Metode dan teknik yang digunakan tax avoidance terletak pada
grey area yakni cemderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan Undang-
Undang dan Peraturan Perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah
pajak yang terutang. Memang tidak ada unsur pidana dari aksi
penghindaran pajak sebab perusahaan bertransaksi dengan baik, benar,
disertai bukti akurat dan tidak menyalahi aturan. Namun, aktivitas ini
mengakibatkan negara tidak memperoleh pajak secara maksimal (Pohan,
2013).
Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006).
perusahaan dituntut untuk memperbaiki dan meningkatkan daya saing
perusahaan secara nasional maupun internasional sehingga meningkatkan
kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan. Sehubungan dengan hal
tersebut, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF)
memperkenalkan konsep Good Corporate Governance (GCG). Perusahaan
yang memiliki mekanisme Corporate Governance yang baik maka akan
berbanding lurus dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban pajaknya (Sartori, 2019).
15
Sampai saat ini CG merupakan isu yang menarik untuk terus dikaji
pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan. Pandangan terhadap praktik
Corporate Governance terus berkembang dari waktu ke waktu.CG
menjadi tolak ukur kinerja suatu perusahaan. Selain itu, CG juga
memastikan agar tata kelola perusahaan dalam perpajakan tetap berada
dalam koridor penghindaran pajak yang bersifat legal bukan penggelapan
pajak yang bersifat ilegal. Penerapan CG dilatar belakangi oleh struktur
yang terdapat pada perusahaan. Penerapan konsep Corporate Governance
yang maksimal dianggap mampu menjadi pemoderasi dalam penelitian ini.
CG memiliki prinsip transaparansi, akuntabilitas, independensi,
pertanggungjawaban, dan keadilan menjadi variabel yang tepat sebagai
pemoderasi.
Variabel Corporate Governance berpengaruh terhadap tindakan
pajak agresif yang diukur dengan effective tax rate (ETR), kondisi ini
terjadi karena didalam perusahaan tersebut mempunyai tingkat Corporate
Governance yang tinggi. Perusahaan dengan tingkat Corporate
Governance yang tinggi dapat mengidentifikasi adanya kegresifan
perencanaan pajak didalam perusahan dan akan lebih terkontrol dan lebih
menaati tata tertib yang ada didalam perusahaan tersebut, sehingga
perusahaan akan lebih taat dalam pembayaran pajak kepada pemerintah
daripada merusak nama baik perusahaan dan menurunkan saham
perusahaan tersebut. Dengan berdasar hasil penelitian yang diperoleh
Hidayanti dan Laksito (2013) Peneliti tertarik untuk meneliti kepemilikan
16
kelaurah terhadap agresivitas pajak dengan CG sebagai variabel
pemoderasi.
Sejumlah penelitian lain juga telah dilakukan tentang pengaruh
Corporate Governance terhadap tax avoidance. Penelitian tersebut antara
lain dilakukan oleh (Annisa dan Kurniasih, 2012); (Hanum dan Zulaikha,
2013); (Ngadiman dan Puspitasari, 2014); (Winarsih, Prasetyono, dan
Kusufi, 2014); serta (Dewi dan Jati, 2014). Begitu juga di luar negeri,
seperti di (Boussaidi dan Hamed, 2015) serta (Chen, Chen, Cheng, dan
Shevlin, 2010) yang melakukan penelitian tentang pengaruh Corporate
Governance terhadap tax avoidance di Cina.
Struktur kepemilikan keluarga merupakan salah satu variabel yang
dapat memengaruhi tindakan agresif suatu perusahaan. Permasalahan pada
perusahaan keluarga yaitu konflik yang lebih besar antara pemegang
saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas, dan konflik yang
lebih kecil antara pemilik dengan manajer (Jensen dan Meckling, 1976).
Tindakan pajak agresif atau agresivitas pajak perusahaan juga dapat
didukung dari kehadiran pendiri perusahaan sebagai pemegang saham
mayoritas. Chen et al., (2010). Di Asia, struktur kepemilikan keluarga
memiliki bentuk struktur kepemilikan piramida Claessens, Djankov, dan
Lang (1999) begitu pula halnya dengan negara Indonesia Rusydi dan
Martani (2014). Hidayanti dan Laksito (2013) menguji sampel perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2008-2011 dan menghasilkan bahwa kepemilikan keluarga tidak
berpengaruh pada agresivitas pajak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
17
Chen et al. (2010) yang menduga karena perusahaan keluarga
menanggung biaya lebih besar jika melakukan tindakan pajak agresif
akibat kepemilikan proporsi saham yang lebih besar dan jangka waktu
investasi yang lebih panjang. Hasil yang berbeda diperoleh oleh Sari dan
Martani (2010) dan Praptidewi dan Sukartha (2016) pada perusahaan di
Indonesia yang menunjukkan hasil bahwa perusahaan yang dimiliki oleh
keluarga cenderung melakukan tindakan pajak yang lebih agresif daripada
perusahaan non keluarga. Dalam hal kepemilikan institusional dinyatakan
tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak oleh (Dewi dan Jati, 2014),
(Hanum dan Zulaikha, 2013) serta (Annisa dan Kurniasih, 2012).
Kepemilikan institusional didefinisikan oleh Khurana dan Moser
(2009) dalam Zia, Pratomo, dan Kurnia (2018) sebagai persentase saham
yang dimiliki pada setiap perusahaan oleh pemegang saham institusional.
Kepemilikan institusional misalnya seperti yayasan, bank, perusahaan
asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk
perseroan, dan institusi lainnya Ngadiman dan Puspitasari (2014).
Besarnya kepemilikan institusional menunjukan pengawasan yang ketat
oleh pihak eksternal perusahaan. Pemilik institusi memiliki tanggung
jawab untuk melakukan monitoring dan mengawasi manajemen dengan
wajar untuk mengawal modal mereka dalam perusahaan. Pemilik institusi
juga memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya memenuhi
kewajiban pajak. Berbeda dengan hasil yang didapatkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Ngadiman dan Puspitasari (2014) kepemilikan
18
institusional dinyatakan berpengaruh signifikan negatif terhadap tax
avoidance.
Perbandingan tingkat keagresifan pajak perusahaan keluarga
dengan perusahaan non-keluarga tergantung dari seberapa besar efek
manfaat atau biaya yang timbul dari tindakan pajak agresif tersebut
terhadap pemilik perusahaan yang berasal dari keluarga pendiri (family
owners), atau efek yang diterima manajer dalam perusahaan non-keluarga
Sari dan Martani (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata
tingkat keagresifan pajak perusahaan keluarga lebih kecil daripada
perusahaan non-keluarga Chen et al. (2010). Hal ini terjadi karena diduga
family owners lebih rela membayar pajak lebih tinggi, daripada harus
membayar denda pajak dan menghadapi kemungkinan rusaknya reputasi
perusahaan akibat audit dari fiskus pajak. Fiskus pajak merupakan petugas
pemeriksa pajak.
Selain Corporate Governance dan tipe kepemilikan, perbedaan
gender di perusahaan dapat menawarkan satu set manfaat sebagai
tambahan pengetahuan, ide-ide baru dan wawasan untuk membantu
memecahkan masalah, meningkatkan perencanaan strategis, pengetahuan
baru atau pendapat dan pengalaman Ridwan, Zaitul, dan Yulistia (2015)
salah satunya adalah penghindaran pajak Khumairoh, Solikhah, dan
Yulianto (2017). Apabila dilihat dari sudut pandang komplektisitas
aktivitasnya, penghindaran pajak merupakan suatu tindakan yang
kompleks yang membutuhkan berbagai pertimbangan terkait potensi cost
dan benefit yang ditimbulkan. Sedangkan dari aspek risiko tindakan
19
penginidaran pajak merupakan sesuatu yang berisiko, karena di masa
depan perusahaan dapat berurusan dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
dan berpotensi mendapatkan denda yang besar apabila terbukti melakukan
tindakan penghindaran pajak yang ilegal. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa eksekutif laki-laki dan perempuan memiliki sudut
pandang yang berbeda terkait resiko dan etika. Ekekutif wanita cenderung
lebih menghindari risiko dibandingkan dengan eksekutif laki-laki (Betz,
O‘Connell, dan Shepard, 1989).
Selain itu hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa
diversifikasi gender dalam dewan direksi perusahaan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan Campbell dan Minguez-Vera
(2014), Carter, Souza, Simkins, dan Simpson (2010). Sedangkan kaitannya
dengan penghindaran pajak hasil penelitian Francis, Hasan, Park, dan Wu,
(2014) menunjukkan bahwa eksekutif wanita cendrung lebih sedikit
melakukan penghindaran pajak dibandingkan eksekutif laki-laki.
Terkadang perusahaan melewatkan berbagai bakat dan pengalaman
perempuan ketika mewakili perusahaan. Hal ini mengakibatkan posisi
perempuan pada dewan puncak menjadi minoritas, selama dekade terbaru
telah ada minat yang meningkat pada gender eksekutif puncak dan direksi
di perusahaan Khaoula dan Ali (2012). Persentase perempuan dalam posisi
manajemen puncak masih sangat rendah di kebanyakan negara.
Peningkatan prosentase wanita dalam eksekutif perusahaan memberikan
dampak berbagai keputusan perusahaan termasuk dalam bidang
perpajakan Winasis dan Yuyetta (2017). Hasil penelitian Khaoula dan Ali,
20
(2012), Khumairoh et al. (2017) dan Winasis dan Yuyetta (2017)
membuktikan diversifikasi gender berpengaruh terhadap penghindaran
pajak sedangkan Ridwan et al. (2015) membuktikan diversifikasi gender
tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
Situasi ekonomi yang berbeda pada periode penelitian terdahu tentu
cukup memotivasi peneliti untuk melakukan penelitianini dengan periode
terbaru yakni menggunakna perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI pada tahun 2014 – 2018. Alasan pemilihan perusahaan pertambangan
karena beberapa peristiwa di Indoensia yang muncul di permukaan terkait
penghindaran pajak menurut Publish What You Pay (PWYP) yang dikutip
oleh Maraya dan Yendrawati (2016), sepanjang periode 2013 – 2014
negara kehilangan Rp. 235,76 triliyun akibat praktik pengelakan pajak
oleh perusahaan tambang . Berdasarkan data dari direktorat jendral pajak,
sekitar 24% dari 7.834 perusahaan tambang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan sebanyak 35% tidak melaporkan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT pajak).
Selain itu, alasan lain yang menjadi pertimbangan penulis memilis
sektor tambang sebagai objek penelitian ialah karena sektor tersebut kini
menjadi bahan perbincangan, baik kepatuhan pajaknya maupun tanggung
jawa sosial korporasinya yang tegolong rendah dan menurun dari waktu ke
waktu. Sekor tambang dinilai sebagai sektor yang paling rentan dalam
penghindaran pajak hingga menyebabkan kerugian negara yang tidak
sedikit.
21
Pada tahun 2015 beberapa faktor ekonomi makro yang
menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan negara di sektor
perpajakan yakni, melambatnya kegiatan ekonomi yang memicu
perlambatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri, sektor pertambangan
dan pengolahannya, serta melesunya impor, turunnya harga minyak kelapa
sawit di kancah perdagangan internasional.
Permasalahan yang hendak dijawab peneliti yaitu apakah
Corporate Governance yang diproksikan dengan ukuran perusahaan, tipe
kepemilikan perusahaan, dan diversifikasi gender direksi berpengaruh
terhadap tax avoidance, menjadi menarik untuk diteliti pada perusahaan
perambangan karena sejauh ini tidak ada informasi yang akurat mengenai
Beneficial Ownership (BO) di sektor pertambangan, migas, dan minerba.
Secara umum BO dapat dairtikan sebagai orang atau sekelopok orang yang
mengontrol perusahaan atau industri pertambangan meskipun namanya
tidak harus tercantum pada dokumen legal perusahaan. Padahal,
mengetahui tentang siapa sesungguhnya pengendali perusahaan tambang
sangat penting bagi pemerintah untuk mencegah korupsi dan penghindaran
pajak. Para pengendali ini biasanya juga merupakan penerima atau
penikmat akhir dari keberadaan perusahaan tambang tersebut. Apalagi ada
sejumlah fakta yang memperkuat mengapa BO di sektor tambang ini
sangat penting untuk diungkap.
Dengan adanya inkonsistensi dalam penelitian terdahulu, maka
peneliti melakukan penelitian ulang terhadap pengaruh ukuran perusahaan,
diversifikasi gender direksi dan tipe kepemilikan perusahaan terhadap
22
penghindaran pajak dengan periode penelitian yang terbaru. Minimnya
penelitian mengenai pengaruh kepemilikan dan gender di Indonesia juga
mendukung peneliti untuk mengkaji ulang variabel tersebut.
Berdasarkan fenomena yang didukung oleh teori dan penelitian
sebelumnya maka penelitian penelitian ini akan mengkaji “Pengaruh
Ukuran Perusahaan Kepemilikan Institusional Kepemilikan Keluarga
dan Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak Dengan Corporate
Governance Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada
Perusahaan Tambang dan CPO yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2014—2018)” Penelitian ini merupakan kelanjutan dari
penelitian oleh Hidayanti dan Laksito (2013). Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu ialah
1. Variabel yang digunakan penelitian terdahulu adalah kepemilikan
keluarga dan Corporate Governance terhadap agresivitas pajak.
Sedangakan dalam penelitian ini menambahkan variabel independen
yaitu ukuran perusahaan dan gender diversity dan Corporate
Governance sebagai variabel moderasi serta agresivitas pajak tetap
sebagai variabel dependen
2. Populasi dalam penelitian terdahulu adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI pada tahun 2008—2011. Sedangkan dalam
penelitian ini populasi menggunakan peruahaan tambang dan Crude
Palm Oil (CPO) yang terdaftar di BEI pada tahun 2014—2018
3. Tahun penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2013. Sedangkan
penelitian ini dilakukan pada tahun 2020.
23
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang penulis jabarkan, maka
dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas, sebagai berikut:
1. Apakah ukuran peruasahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak
perusahaan?
2. Apakah kepemilikan institusinal berpengaruh terhadap agresivitas
pajak?
3. Aapakah kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak
4. Apakah gender diversity berpengaruh terhadap agresivitas pajak?
5. Apakah Corporate Governance dapat memodersai hubungan antara
ukuran perusahaan dan agresivitas pajak?
6. Apakah Corporate Governance dapat memoderasi hubungan antara
kepemilikan institusional dan agresivitas pajak?
7. Apakah Corporate Governance dapat memoderasi hubungan antara
kepemilikan keluatga dan agresivitas pajak?
8. Apakah Corporate Governance dapat memoderasi hubungan antara
gender diversity dan agresivitas pajak?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan
penulisan penelitian ini adalah:
1. Menguji secara empiris pengaruh ukuran peruasahaan terhadap
agresivitas pajak perusahaan.
24
2. Menguji secara empiris pengaruh kepemilikan institusinal terhadap
agresivitas pajak
3. menguji secara empiris pengaruh kepemilikan keluarga terhadap
agresivitas pajak
4. Menguji secara empiris pengaruh gender diversity terhadap agresivitas
pajak
5. Menguji secara empiris Corporate Governance dalam memoderasi
hubungan ukuran perusahaan terhadap agresivitas pajak.
6. Menguji secara empiris Corporate Governance dalam memoderasi
hubungan kepemilikan insitusional terhadap agresivitas pajak
7. Menguji secara empiris Corporate Governance dalam memoderasi
hubungan kepemilikan keluarga terhadap agresivitas pajak
8. Menguji secara empiris Corporate Governance dalam memoderasi
hubungan gender diversity terhadap agresivitas pajak
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
penelitian selanjutnya dan memperkaya penelitian terkait
pengaruh ukuran perusahaan, kepemilikan institusional,
kepemilikan keuluarga, dan difersivikasi gender terhadap
25
agresivitas pajak dengan Corporate Governance sebagai variabel
pemoderasi.
b. Bagi Penulis
Dengan penelitian ini diharpakn dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis terutama yang berkaitan dengan perusahaan
keluarga, difersivikasi gender dan ilmu perpajakan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi praktik
bagi perusahaan agar senantiasa menjalankan kewajibannya
dalam membayar pajak kepada negara dan tidak merugikan
negara dengan cara melaporkan pajak secara rutin.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemerintah agar dapat senantiasa meongoptimalkan pajak dan
mendisiplinkan perusahaan-perusahaan yang tidak taat teradap
aturan untuk selalu melaporkan SPT.
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan
Teori keagenan dalam Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan
menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di
perusahaan. Hubungan kontraktual tersebut terjadi ketika satu orang
atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa atas adanya pendelegasian wewenang yang
diberikan dalam mengambil beberapa keputusan yg terbaik bagi
principal. Dalam hubungan tersebut pihak manajemen selaku agent
akan melakukan apa yang diminta pemilik/pemimpin selaku principal.
Salah satunya guna untuk mendapatkan keuntungan, principal meminta
agent untuk melakukan manajemen pajak melalui tax avoidance.
Tentunya apa yang diminta pihak principal dengan tujuan
kesejahteraan dirinya maupun sang agent.
Dalam hubungan kontraktual telah terdapat dua kepentingan
sekaligus pemisahan fungsi antara pemilik selaku principal dan
manajemen selaku agent yang mengelola perusahaan. Sehingga hal ini
dapat menimbulkan dua permasalahan keagenan (agency problem)
yaitu terjadinya informasi asimetris (information asymmetry) dan
terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). Informasi
asimetris merupakan kondisi dimana manajemen secara umum
memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan
26
kerja, posisi keuangan yang sebenarnya dan perusahaan secara
keseluruhan. Dalam hal ini bisa dikatakan agent mengetahui lebih
banyak informasi dibandingkan principal, sehingga menyebabkan
adanya moral hazard Sedangkan konflik kepentingan merupakan
kondisi yang terjadi akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen
tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.
Masalah keagenan muncul ketika principal kesulitan untk
memastikakn bahwa agent bertindak untuk memaksimalkan
kesejahteraan principal bukan semata-mata utuk kepentingan
manajemr sendiri Yushita (2010). Manajemen cenderung bersikap
tidak acuh terhadap risiko sedangkan pelikik menghindari resiko,
namun manajemen yang bertanggung jawab terhadap resiko dengan
bayaran tertentu.
Konflik kepentingan antara principal dan agent bisa semakin
meningkat apabila principal tidak dapat memonitor aktivitas yang
dilakukan manajemen secara terus menerus, untuk memastikan bahwa
manajemenm bertindak sesuai keinginan principal. Konflik
kepentingan yg terjadi antara principal dan agent ini memicu adanya
biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang
dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agent.
Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost
untuk menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal
menurut pandangan principal.
27
Permasalahan keagenan terjadi ketika pimpinan perusahaan selaku
principal menginginkan untuk melakukan efisiensi pembayaran pajak
guna mendapatkan keuntungan dengan cara penghindaran pajak yang
sesuai dengan ketentuan perpajakan. Akan tetapi hal tersebut
dilakukan oleh pihak manajemen selaku agent dengan tanpa melihat
apakah langkah yang dilakukan dalam efisiensi pembayaran pajak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan pajak ataupun
tidak. Meskipun hal ini dapat membayar pajak secara efisien dan
perusahaan mendapat keuntungan yang diharapkan, namun nantinya
jika melanggar peraturan perundang- undangan pajak akan membawa
dampak buruk terhadap perusahaan. Hal ini dilakukan pihak
manajemen yang hanya semata untuk mendapatkan keuntungan
dirinya sendiri tanpa memikirkan dampak yang akan diterima
perusahaan ke depannya.
2. Teori Feminisme
Feminisme adalah paham atau keyakinan bahwa perempuan benar
benar bagian dari alam manusia, bukan dari yang lain yang menuntut
kesetaraan dengan laki-laki dalam setiap aspek kehidupan, tanpa
melihat kodrat dan fitrahnya. Kesetaraan ini biasanya disebut juga
dengan istilah kesetaraan gender (gender equality). Dalam hal
kesetaraan gender dapat diartikan bahwa dengan adanya kesamaan
kondisi laki-laki maupun perempuan dalam mendapatkan hak-haknya
sebagai makhluk sosial atau manusia. Hal ini diharapkan agar mampu
berperan dan berpatisipasi dalam semua kegiatan seperti politik,
28
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan serta kesamaan dalam menikmati
pembangunan (Nuryati, 2015).
Eksekutif dalam perusahaan sangat mempengaruhi dalam berbagai
keputusan, termasuk dalam bidang perpajakan. Perbandingan proporsi
wanita dan pria dalam susunan eksekutif berpengaruh dalam
keputusan yang diambil karena pada hakikatnya wanita dan pria
memiliki sifat yang berbeda yang merupakan bawaan dan sudah
melekat pada diri individu tersebut.
Dalam board gender diversity masih ada anggapan bahwa pria
yang lebih pantas menduduki jabatan penting dalam perusahaan
Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2007). Kesuksesan pria dianggap
karena kemampuan yang tinggi (dalam hal talenta atau kecerdasan),
sedangkan kesuksesan wanita dianggap lebih disebabkan oleh faktor
keberuntungan. Fallan (1999) menunjukkan bahwa perbedaan pada
tingkat pengetahuan pajak dapat mempengaruhi sikap terhadap laki-
laki dan perempuan. Menurut peneliti kepatuhan pajak, pria
menunjukkan kecenderungan untuk kurang patuh dan memiliki moral
pajak yang lebih rendah, yang didefinisikan dengan kesediaan untuk
membayar pajak Croson dan Gneezy (2009) menunjukkan bahwa para
wanita lebih cenderung menolak risiko, khususnya pada hal-hal
tertentu dan mereka kurang terlibat dari laki-laki khususnya dalam
perilaku non etik. Penelitian pada perilaku pajak menunjukkan bahwa
perempuan tidak bekerja sama dalam strategi penghindaran pajak.
(Kastlunger, Dressler, Kirchler, Mittone, dan Voracek, 2010).
29
Jika dikaitkan dengan teori feminisme, wanita memiliki kedudukan
yang sama dengan pria. Peningkatan prosentase wanita dalam
eksekutif perusahaan memberikan dampak berbagai keputusan
perusahaan termasuk dalam bidang perpajakan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Francis et al. (2014) yang menyatakan bahwa pengaruh
wanita dalam eksekutif meningkatkan tingkat kepatuhan perusahaan
dalam hal perpajakan
3. Agresivitas Pajak
Agresivitas pajak merupakan hal yang umum terjadi di perusahaan-
perusahaan di dunia. Lanis dan Richardson (2012) mendefinisikan
agresivitas pajak sebagai keinginan dan tindakan meminimalkan beban
pajak dengan cara legal, ilegal, atau keduanya. Selain itu, menurut
Hlaing (2012) dalam Nugraha dan Meiranto (2015) agresivitas pajak
merupakan perencanaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat
pajak yang efektif. Meskipun tindakan tesebut bertujuan untuk
meminimalkan pajak parusahaan, namum hal ini tidak sesuai dengan
pendapat masyarakat dan juga merugikann pemerintah.
Tindakan agresivitas pajak bertujuan meminimalkan pajak
perusahaan yang saat ini agresivitas pajak menjadi perhatian publik
karena tidak sesuai dengan harapan masayarakat dan juga merugikan
pemerintah. Hanlon dan Heitzman dalam Nugraha dan Meiranto
(2015) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai tingkat yang paling
akhir dari spektrum serangkaian perilaku perencanaan pajak. Tindakan
agresivitas pajak dilakukan oleh perusahaan dikarenakan perusahan
30
ingin meminimalkan beban pajak melalui tax planning activities yang
bertujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaan Hartono dan
Abdillah (2014). Kewajiban pajak dapat diminimalisir melalui
beberapa cara, seperti kegiatan memenuhi ketentuan perpajakan
(lawful) melalui aktivitas penghindaran pajak maupun yang
melanggar peraturan perpajakan (unlawful) melalui aktivitas
penggelapan pajak dengan usaha mengurangi hutang pajak.
Hlaing (2012) dalam Nugraha dan Meiranto (2015)
mendefenisikan agresivitas pajak sebagai kegiatan perencanaan pajak
semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak
yang efektif. Menurut Chen et al. (2010) ada 3 (tiga) manfaat
tindakan agresivitas pajak, yaitu:
1. Manfaat efisiensi pajak
2. Manfaat langsung atau tidak langsung
3. Manfaat kesempatan bagi manajer untuk manampilkan rent
extraction.
Sebaliknya, kerugian dari tindakan agresivitas pajak ada 2 (dua)
menurut Desai dan Dharmapala (2007) diantaranya: (1)
Kemungkinan perusahaan memperoleh sanksi atau penalti, dan (2)
Menurunnya harga saham.
Cara untuk mengetahui perusahaan melakukan tindakan agresivitas
pajak atau tidak yaitu dengan menggunakan skala pengukuran proksi
Effective Tax Rate (ETR). Lanis dan Richardson (2012) menjelaskan
bahwa ETR adalah proksi yang paling umum digunakan oleh peneliti
31
atau ahli. Pengukuran proksi ETR dipandang sebagai indikator adanya
aktivitas agresivitas pajak yang dilakukan perusahaan apabila
memiliki nilai ETR yang mendekati nol. Apabila nilai ETR yang
dimiliki oleh perusahaan semakin rendah maka tingkat agresivitas
pajaknya semakin tinggi. Nilai ETR rendah akan menunjukan beban
pajak penghasilan perusahaan lebih kecil daripada pendapatan
sebelum pajak.
4. Ukuran Perusahaan
Menurut Wijaya (2009) ukuran perusahaan adalah ukuran yang
menunjukkan besar kecilnya sebuah perusahaan, yang dilihat dari nilai
pasar saham, kapitalisasi pasar, total aset dan lain-lain. Ukuran
perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas
operasional di perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan maka
semakin tingggi pula aktivitasnya. Tingginya aktivitas dalam
perusahaan ini juga berkaitan dengan pajak penghasilan yang akan di
bayarkan oleh perusahaan. Machfoedz (1994) dalam Suwito dan
Herawaty (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu
skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan
besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva atau total
aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan
jumlah penjualan. Ukuran perusahaan umumnya dibagi dalam 3
kategori, yaitu large firm, medium firm, dan small firm. Tahap
kedewasaan perusahaan ditentukan berdasarkan total aktiva, semakin
besar total aktiva menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek
32
baik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Hal ini juga
menggambarkan bahwa perusahaan lebih stabil dan lebih mampu
dalam menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva
yang kecil Indriani (2005) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007).
Watts dan Zimmerman (1986) dalam Komarudin, Imam, dan Atmini
(2007) menyatakan bahwa manajer perusahaan besar cenderung
melakukan pemilihan metode akuntansi yang menangguhkan laba
yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode mendatang guna
memperkecil laba yang dilaporkan.
Menurut Richardson dan Lanis (2007), saat ini terdapat dua teori
yang sama kuatnya mengenai hubungan agresivitas pajak dengan
ukuran perusahaan, yaitu political power theory dan political cost
theory. Politcal power theory menyatakan bahwa perusahaan besar
dengan sumber daya yang dimilikinya dapat memanfaatkan proses
politik untuk mencapai penghematan pajak optimal. Sedangkan
political cost theory, menyatakan perusahaan yang besar dengan
sumber daya yang dimilikinya tidak dapat melakukan penghindaran
pajak dikarenakan perusahaan akan menjadi sorotan pembuat
kebijakan (pemerintah) dan menjadi korban regulasi dari kebijakan
pemerintah.
Ukuran perusahaan merupakan suatu ukuran yang dikelompokkan
berdasarkan besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan diproksi
dengan Ln total asset. Pemakaian natural log (Ln) dimaksudkan untuk
mengurangi fluktuasi data yang berlebihan tanpa mengubah proporsi
33
dari nilai asal yang sebenarnya (Nurfadilah, Mulyati, Purnamasari,
dan Niar, 2016).
5. Kepemilikan Institusional
Struktur kepemilika perusahaan dikelimpokkan mejadi dua, yaitu
struktur kepemilikan tersebar dan struktur kepemilikan terkonsentrasi.
Kepemilikan tersebar biasanya terjadi di Amerika Serikat dan Inggris.
Sebaliknya, struktur kepemilikan perusahaanperusahaan di negara-
negara Asia Timur dan Eropa Timur terkonsentrasi pada pemilik
tertentu (Porta, Lopez-de-silanes, dan Shleifer, 1999); (Claessens et
al., 1999; Faccio dan Lang, 2002).
Struktur kepemilikan tersebar terjadi apabila outsider equity
dimiliki oleh banyak investor dan tiap investor dan setiap investor
memiliki nilai ekuitas uang relatif kecil. Akan tetapi, pada struktur
kepemilikan terkonsentrasi, sebagian besar saham dimiliki oleh
sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga individu atau
kelompok tersebut memiliki jumlah saham relatif dominan
dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Pemegang saham
mayoritas dapat meningkatkan kepemilikannya melalui struktur
kepemilikan secara piramida, kepemilikan silang dan melalui
keterlibatan pemegang saham mayoritas dalam perusahaan.
Meningkaktnya kepemilikan menyebabkan meingkatnya kemampuan
pemegan saham mayoritas untuk mengendalikan perusaan. Struktur
kepemilikan dalam penelitian ini menekankan pada adanya
konsentrasi kepemilikan saham. Dalam penelitian ini, struktur
34
kepemilikan akan dilihat dari dua aspek yaitu persentase konsentrasi
kepemilikan tipe kepemilikan kekeluargaan dan tipe kepemilikan
institusi. Masing-masing tipe kepemilikan mungkin akan
mengahsilkan perilaku pajak yang berbeda-beda sehingga mendaptkan
hasil yang kebih baik.
Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam struktur kepemilikan
terkonsentrasi, antara lain: (1) Kepemilikan sebagian kecil saham
perusahaan oleh manajemen mempengaruhi kecenderungan untuk
memaksimalkan nilai pemegang saham dibanding sekedar mencapai
tujuan perusahaan semata; (2) Kepemilikan yang terkonsentrasi
memberi insentif kepada pemegang saham mayoritas untuk
berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan; (3) Identitas pemilik
menentukan prioritas tujuan sosial perusahaan dan (4) maksimalisasi
nilai pemegang saham, misalnya perusahaan milik pemerintah
cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan
perusahaan (Haruman, 2008).
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh
pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar
negeri, dan dana perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi
tersebut memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan atas
kinerja manajemen Ngadiman dan Puspitasari (2014). Menyatakan
bahwa kepemilikan institusional merupakan pihak yang memonitor
perusahaan dengan kepemilikan institusi yang besar (lebih dari 5%)
mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen
35
lebih besar. Dengan adanya kepemilikan institusional di suatu
perusahaan maka kepatuhan dan kinerja manajemen akan meningkat.
Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin
besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut
untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan
dorongan yang lebih besar untuk mematuhi peraturan perpajakan
(Merslythalia dan Lasmana, 2016).
Biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi
tertentu untuk mengelola investasi perusahaan. Keberadaan institusi
yang memantau secara professional perkembangan investasinya akan
menyebabkan tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen
sangat tinggi sehingga potensi dapat ditekan Cahyono, Andini, dan
Raharjo (2016). Kepemilikan institusional menggantikan kepemilikan
manajerial dalam mengontrol agency cost. Semakin besar kepemilikan
oleh institusional maka semakin besar kekuatan suara dan dorongan
institusi keuangan untuk mengawasi kinerja manajemen, sehingga
besar pajak yang dibayarkan kepada pemerintah akan sesuai dengan
sebagaimana mestinya (Sayidah, Mulyaningtyas, dan Winedar, 2015).
6. Kepemilikan Keluarga
Keputusan untuk melakukan penghindaran pajak berhubungan
dengan struktur kepemilikan perusahaan. Pemegang saham pengendali
mempunyai wewenang untuk mempengaruhi kebijakan manajemen.
Struktur kepemilikan di Indonesia terkonsentrasi pada sedikit pemilik
Claessens et al. (1999), sehingga terjadi konflik keagenan antara
36
pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas
Kepemilikan saham di Indonesia cenderung terkonsentrasi
menyebabkan munculnya pemegang saham pengendali dan minoritas
Porta et al. (1999). Konsentrasi kepemilikan mendorong pemegang
saham mayoritas untuk melakukan tunneling Claessens et al. (1999).
Contoh tunneling adalah tidak membagikan dividen, menjual aset atau
sekuritas dari perusahaan yang mereka kontrol ke perusahaan lain
yang mereka miliki dengan harga di bawah harga pasar, dan memilih
anggota keluarganya yang tidak memenuhi kualifikasi untuk
menduduki posisi penting di perusahaan (Porta et al., 1999).
Bisnis keluarga sebagai suatu bisnis dimana pihak keluarga
menggunakan kekuasaannya tethadap organisasi dan strategi
perusahaan melalui kepemilikan, manajemen puncak, maupun dewan
direksi. menambahkna adanya pengaruh positif kehadiran keluarga
pendiri terhadap performa dan keputusan-keputusan manajemne
perusahaan Chu (2009). Pernyataan ini didukung oleh penelitian
Villalonga dan Amit (2006) yang menemukan bahwa kehadiran
pendiri pada perusahaan keluarga dapat menciptakan nilai tambah
bagi perusahaan. Hal ini diduga karena perusahaan keluarga tidak
hanya memiliki tujuan ekonomis saja tetapi juga memiliki tujuan non-
ekonomis seperti warisan untuk generasi berikutnya dan nama baik
keluarga (Steijvers dan Niskanen, 2014).
Menurut data Indonesian Institute for Corporate and Directorship
lebih dari 95 persen bisnis di Indonesia merupakan perusahaan yang
37
dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga. Itu berarti bahwa kegiatan
bisnis keluarga telah lama memberi sumbangsih terbesar terhadap
pembangunan ekonomi nasional. Bahkan disaat krisis ekonomi pada
tahun 1997/1998 dan 2008, bisnis keluarga terus menunjukkan
eksistensinya sebagai penopang sekaligus sebagai modal kekuatan
dalam pemulihan ekonomi nasional Simanjuntak (2007). Perusahaan
keluarga mempunyai peran yang penting untuk ekonomi baik lokal
meupun regional karena memberikan kestabilan ekonomi yang
permanen.
Banyak keluarga di Indoensia yang memilih PT sebagai badan
usaha dalam menjalankakn bisnis, karena PT merupakan asosiasi
modal dan badan hukum yang mandiri dengan tanggung jawab
terbatas pada harta kekayaan perusahaan itu sendiri. Sehingga, apabila
suatu waktu terdapat utang yang tidak mampu dibayar oleh
perusahaan maka pemilik perusahaan dan direksi tidak ikut
bertanggung jawab sampai harta kekayaan pribadinya. Kemandirian
PT ini tentu membawa konsekuensi terhadap pola manajemen, yakni
pengelolaan perusahaan wajib tunduk pada hukum tersendiri
sebagaimana dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang
perseroan terbatas.
Kepemilikan saham dalam jumlah besar berarti bahwa tingkat
pengendalian yang dimiliki terhadap perusahaan pun semakin besar.
Kepemilikan yang tetrkonsentrasi seperti kepemilikan keluarga akan
memfasiliatsi kegiatan operasi perusahaan dan menambah nilai
38
perusahaan karena pemegang saham mayoritas akan terdorong untuk
mengurangi penagmbilalihan manajerial Anderson dan Reeb (2003)
Menyatakan keluarga pendiri dalam perusahaan keluarga akan
mempengaruhi pengambilan keputusan yang diambil oleh manajemen
dan menempatkan keluarga dalam posisi tertinggi untuk
mengintervensi dan mengawasi kinerja perusahaan. Dalam hal ini
akan mengurangi agency cost dikarenakan banyak pihak yang ikut
andil dalam pengawasan pihak agen demi keberlangsungan peusahaan
dan reputasi keluarga dan perusahaan. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian Villalonga dan Amit (2006) yang menemukan bahwa
kehadiran pendiri pada perusahaan keluarga dapat menciptakan nilai
tambah bagi perusahaan. Hal ini diduga karena perusahaan keluarga
tidak hanya memiliki tujuan ekonomis saja tetapi juga memiliki tujuan
non-ekonomis seperti warisan untuk genersi berikutnya dan nama baik
keluarga (Steijvers dan Niskanen, 2014).
Perusahaan keluarga dapat diidentifikasi sebagai perusahaan yang
dikendalikan keluarga dan perusahaan tersebut harus memenuhi
paling sedikit satu dari dua kriteria, yaitu kriteria pertama pendiri atau
keluarga dari pendiri baik individu atatu gruo memeagang paling
sedikit 20% saham yang beredar dan merupakan saham terbesar.
Kriteria kedua adalah CEO dan atau ketua dewan berasal dari anggita
kelurga (Villalonga dan Amit, 2006).
7. Corpoarte Governance
39
Corporate Governance menurut Sutedi (2011) adalah ―Suatu
proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang
Saham/Pemilik Modal, Komisaris/dewan Pengawas dan Direksi)
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Wibowo (2010) mengemukakan terdapat lima prinsip yang
mendasari dan menjadi aspek penting dalam Corporate Governance,
antara lain:
a. Transparancy (transparansi)
Prinsip dasar transparansi untuk menjaga objektivitas dalam
menjalankan bisnis perusahaan serta harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara mudah diakses
dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
b. Accountability (akuntabilitas)
Prinsip dasar akuntabilitas merupakan adanya suatu kejelasan
fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana
secara efektif. Dengan kata lain prisip ini menegaskan bagaimana
bentuk pertanggung jawaban manajemen kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
c. Responsibility (pertanggungjawaban)
40
Prinsip dasar responsibility adalah suatu prinsip dimana suatu
perusahaan harus memenuhi peraturan perundang-undangan serta
melakukan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka waktu
yang panjang.
d. Independency (independensi)
Prinsip dasar independensi adalah suatu prinsip yang digunakan
untuk melancarkan pelaksanaan prinsip-prinsip good Corporate
Governance, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
e. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip dasar dalam kesetaraan dan kewajaran adalah suatu
perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa
semua pihak, baik pemegang saham minoritas maupun asing
harus diperlakukan sama atau setara.
Mekanisme Corporate Governance yang digunakan dallam
penelitian ini adalah proporsi komisaris independen. Karakteristik
Corporate Governance yang harus dimiliki perusahaan adalah
komisaris independen yang berfungsi untuk melaksanakan
pengawasan, mendukung pengelolaan perusahaan yang baik dan
membuat laporan keuangan lebih objektif. Keputusan yang diambil
41
oleh manajemen perusahaan akan dipengaruhi oleh keberadaan
komisaris independen dalam perusahaan, termasuk keputusan yang
terkait dengan pembayaran pajak yang diharapkan dapat
meminimalisir kecurangan yang dapat terjadi. Komisaris independen
menjadi penengah antara manajemen perusahaan dan pemilik
perusahaan dalam mengambil kebijakan agar tidak melanggar hukum
termasuk penentuan strategi yang terkait dengan pembayaran pajak
(Wijayanti dan Merkusiwati, 2017).
Komisaris independen memiliki tanggung jawab terhadap
kepentingan pemegang saham publik, maka komisaris independen
akan memperjuangkan ketaatan pajak perusahaan dan dapat mencegah
praktik penghindaran pajak Puspita dan Harto (2014). Komisaris
independen dalam perusahaan dapat memberikan arahan kepada
manajer perusahaan untuk mengelola perusahaan dan merumuskan
strategi yang dapat dilakukan perusahaan agar lebih baik termasuk
dalam menentukan kebijakan mengenai pembayaran pajak yang akan
dilakukan perusahaan (Wijayanti dan Merkusiwati, 2017).
8. Gender diversity
Dalam board gender diversity masih ada anggapan bahwa pria yang
lebih pantas menduduki jabatan penting dalam perusahaan.
Kesuksesan pria dianggap karena kemampuan yang tinggi (dalam hal
talenta atau kecerdasan), sedangkan kesuksesan wanita dianggap lebih
disebabkan oleh faktor keberuntungan. Hal ini menyebabkan proporsi
wanita dalam jabatan yang penting masih sedikit, karena dianggap
42
kemampuan pria lebih tinggi daripada wanita. Namun di sisi lain,
wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung
menghindari risiko, dan lebih teliti dibandingkan pria dalam
mengambil keputusan termasuk yang berkaitan dengan perpajakan
(Kusumastuti et al., 2007).
Persebaran anggota dewan (board diversity) adalah isu terkini yang
berkaitan dengan mekanisme Corporate Governance. Board diversity
akan berpengaruh terhadap komposisi anggota dewan direksi
perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi implementasi
Corporate Governance. Proposisi dan bukti empiris mengenai
kelebihan dari board diversity, diantaranya adalah: Pertama, board
diversity memiliki pemahaman yang lebih baik tentang marketplace,
dikarenakan kondisi demografi supplier dan pelanggan perusahaan
yang juga beragam. Kedua board diversity dapat meningkatkan
kreativitas dan inovasi. Ketiga, board diversity dapat menghasilkan
alternatif pemecahan masalah yang lebih efektif. Heterogenitas dalam
dewan di satu sisi berpotensi menimbulkan banyak konflik, namun di
sisi lain pandangan mengenai alternatif pemecahan terhadap suatu
masalah akan semakin banyak dan dapat menimbulkan kecermatan
dalam mengkaji konsekuensi yang mungkin dihadapi dari alternatif
yang diambil. Keempat, board diversity dapat meningkatkan
efektivitas kepemimpinan perusahaan. Karena sudut pandang dalam
anggota yang homogen menyebabkan perspektif terhadap sesuatu hal
akan menjadi lebih sempit jika dibandingkan dengan anggota
43
dewan yang beragam. Terakhir, board diversity terbukti mampu lebih
efektif dalam meningkatkan hubungan dengan dunia global (Amri,
2017).
Penelitian terhadahulu menjadi acuan penulis dalam melakukan
penelitian, sehinga penulis dapat memperkaya teori dan sumber-sumber yang
dijadikan acuan untuk mengkaji penelitian yang sedang dilakukan. Dalam
penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang
sama dengan penelitian ini. Akan tetapi, penulis memasukkan beberapa
penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian
penulis berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal,
terkait dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis. jurnal-jurnal
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut.
44
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil
1 I. M. Streefland /2016
Gender Board Diversity
and Corporate Tax
Avoidance/ Thesis in
Erasmus
School of Economic
Variabel - Hak
pemegang
saham
- karakteristi k
perusahaan,
- defek tetap
Independen - Perbedaan Gender
Dependen
- Penghi
ndaran pajak
- jumlah direksi perempuan secara
signifikan terkait dengan
penghindaran pajak efektif
- Efek dari jumlah direktur perempuan pada penghindaran pajak perusahaan
melemah ketika sudah ada hak
pemegang
saham yang kuat di suatu perusahaan.
2 Khan, Mozaffar N., Suraj
Srinivasan, and Liang Tan
/2017
Institutional Ownership
and Corporate Tax
Avoidance: New Evidence
Sampel :
perusahaan pada
indeks Russell
1000-
2000
Dependen –
- Penghindaran
pajak
Independen
- institutional
ownership
- pengaruh peningkatan konsentrasi
kepemilikan pada penghindaran
pajak yang tidak dilanjutkan
setelah inklusi Russell 2000
Berlanjut ke halaman berikutnya
45
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil
3 Chen, S., Chen X., Cheng,
dan Shevlin. 2010./
Are Family Firms More Tax
Aggressive than Non-
Family-Firms? Journal of
Financial Economics, 95:41- 46.
Sampel:
3865 perusahaan
dalam indeks S dan
P 1500 periode
1996-2000
Independen:
- tipe CEO
- Pembiayaan
eksternal
Dependen
Penghindaran
pajak
Independen - kepemilikan
perusahaan
- tingkat keagresifan pajak
perusahaan keluarga lebih kecil
daripada perusahaan non-
keluarga. Hal ini terjadi karena
diduga family owners lebih rela
membayar pajak lebih tinggi,
daripada harus membayar denda
pajak
4 Ahmed Boussaidi dan
Mounira Sidhom Hamed,
2015.
"The impact of governance
mechanisms on tax
aggressiveness: Empirical
evidence from Tunisian
context," Journal of Asian
Business Strategy, Asian
Economic and Social
Society, vol. 5(1), pages 1-12, January.
Perusahaan-
perusahaan
terdaftar Tunisia
selama periode
2006-
2012
Dependen
Penghindaran
pajak
Independen
institutional
ownership
- Perbedaan
Gender
- managerial ownership dan
Board`s diversity berpengaruh
positif signifikan terhadap tax
aggressiveness.
- Kepemilikan konsentrasi
berpengaruh negatif terhadap tax
aggressiveness.
Berlanjut ke halaman berikutnya
46
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil
5 Francis, Bill and Hasan,
Iftekhar and Wu, Qiang and
Yan, Meng, 2014/
Are female CFO‘s Less Tax
Aggressive? Evidence from
Tax Aggressiveness (July 9,
2014). Journal of American
Taxation Association
Sampel :
Finlandia
Dependen
Penghindaran
pajak
Independen - gender CFO
- eksekutif wanita cendrung lebih
sedikit melakukan penghindaran
pajak dibandingkan eksekutif
laki-laki.
6 Selviani, R., Supriyanto, J., Fadillah, H/ Pengaruh Ukuran Perusahaan Dan Leverage Terhadap Penghindaran Pajak Studi Kasus Empiris Pada Perusahaan Sub Sektor Kimia Di Bursa Efek Indonesia Periode 2013 – 2017/ E-jurnal akuntasni Universitas Pakuan (2019)
Independen:
- leverage
Independen:
- ukuran
perusahaan
dependen:
- penghindaran
pajak
Ukuran perusahaan berpengaruh
atas Penghindaran Pajakpada
perusahaan sub sektor kimia
Laverage berpengaruh atas
penghindaran pada perusahaan
sub sektor Kimia
Ukuran perusahaan dan laverage
mempengaruhi Penghindaran
Pajak pada perusahaan sub
sektor kimia.
Berlanjut ke halaman selanjutnya
47
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 7 Hari P. Adhikari Ph.D dan
Ninon K.Sutton Ph.D (2016)
―All in the Family: The Effect
of Family Ownership on
Acquisition Performance‖
Sampel : 213
perusahaan, tahun
1992- 1999
Sampel : Perusahaan
di index SdanP 500
Variabel Lain :
Mergers and
Acquisitions Lokasi
: United States (U.S)
Variabel :
kepemilikan
Keluarga dan
agresivitas pajak
Jenis :
Kuantitatif
Sumber :
Sekunder
Hasil menunjukkan bahwa
perusahaan keluarga dapat membuat
pengakuisisi lebih baik daripada
akuisisi dari perusahaan non-keluarga.
8 Pramaeswari,
Findria/2017
Pengaruh Ukuran
Perusahaan Terhadap
Agresivitas Pajak Dengan
Corporate Social
Responsibility (CSR)
Sebagai Varaibel
Moderasi
Jurnal Ekonomi
Akuntansi Vol. 3 Issue 4
(2017)
89
Modersi:
- Corpoarte Social Responsibility
Independen:
- Ukuran
perusahaan
Dependen:
- Agresivitas
Pajak
Ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap egrsivitas
pajak, Corporate social
responsibility tidak dapat
memperlemah hubungan antara
ukuran perusahaan dengan
agresivitas pajak. Corporate social
responsibility tidak dapat
membuat perusahaan besar
bersikap tidak agresif terhadap
pajak. Tanpa adanya CSR
perusahaan sudah taat dalam
membayar pajaknya
Berlanjut ke halaman berikutnya
48
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 9 Mumtahanah, Shofia
Nur And Septi ani ,
Aditya (2017)/ Pengaruh Pengungkapan
Corporate Social Responsibility
Terhadap Agresivita Pajak Dengan Moderasi
Kepemilikan Saham Oleh
Keluarga (Studi Kasus
Pada Laporan Keuangan Perusahaan Tambang Di
Bei Tahun 2013-2015)
Independen : - CSR
Sampel :
perusahaan
tambang di BEI
tahun 2013-2015
Moderasi : - kepemilikan
keluarga
Dependen : - Penghindaran
pajak
- pengungkapan CSR terbukti
berpengaruh terhadap agresivitas
pajak perusahaan, moderasi
kepemilikan keluarga terbukti
dapat meningkatan pengaruh
pengungkapan CSR terhadap
agresivitas pajak
10 Ni Putu Deiya
Suprimarini, Bambang
Suprasto H/2017 Pengaruh Corporate Social
Responsibil Ity, Kualitas
Audit, Dan Kepemilika N
Institusion Al Pada
Agresivita S Pajak/
E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana
Vol.19.2. 1349-1377
Independen - corporate
social
responsibilit y
- Kualitas
audit
- Kepemilikan
institusional
Dependen
- Agresivitas
pajak
corporate social responsibility
berpengaruh negatif signifikan
terhadap agresivitas pajak.
Kualitas audit berpengaruh positif
signifikan terhadap agresivitas pajak.
Kepemilikan institusional tidak
berpengaruh terhadap agresivitas
pajak.
Berlanjut ke halaman berikutnya
49
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 11 Alfian Nur Hidayanti (2013)
―Pengaruh Antara Kepemilikan Keluarga dan Corporate Governance Terhadap Tindakan Pajak Agresif‖
Sampel : 42
Perusahaan,tahu
n 2008- 2011
Variabel : Kepemilikan
Keluarga dan
agresivitas pajak
Jenis : Kuantitatif
Sumber:
Sekunder
Sampel :
purposive
sampling
Metode analisis:
Regresi
Berganda
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kepemilikan
keluarga tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap tindakan
pajak agresif. Sedangkan Corporate
Governance memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tindakan pajak
agresif yang diukur dengan effective
tax rate (ETR)
Berlanjut ke halaman berikutnya
50
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 12 Muhtadin Amri/
Pengaruh Kompensasi
Manajemen Terhadap
Penghindaran Pajak Dengan
Moderasi Diversifikasi Gender
Direksi dan Preferensi Risik
Eksekutif Perusahaan di
Indonesia / JURNAL ASET
(AKUNTANSI RISET), 9 (1),
2017, 1-14
Independen - Kompensasi
Manajemen
Moderasi : Preferensi
Risiko
Eksekutif
Dependen - Penghindar an
Pajak
Moderasi Diversifikasi Gender
Direksi
kompensasi manajemen
berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak
kompensasi akan berpengaruh positif
terhadap penghindaran pajak
perusahaan apabila diberikan kepada
eksekutif yang memiliki diversifikasi
gender yang ditunjukkan dengan
setidaknya terdapat satu direksi
wanita dan yang memiliki preferensi
risiko risk taker
13 Hasian Purba/
Pengaruh Corporate
Social Responsibility
(CSR) Terhadap
Agresivitas Pajak
Dengan Kepemilikan
Keluarga Sebagai
Variabel Pemoderasi/
PROFITA. VOLUME
10. NO.2. AGUSTUS 2017
Independen - Corporate
Social
Responsibilit
y
Kontrol - Ukuran
perusahaan - Likuiditas - leverage
Moderasi - Kepemilik an
Keluarga
Dependen
- Agresivitas pajak
Pengungkapan Corporate Social
Responsibility memiliki pengaruh
negatif terhadap Agresivitas Pajak
Kepemilikan Keluarga memiliki
pengaruh positif terhadap Agresivitas
Pajak
interaksi Pengungkapan Corporate
Social Responsibility dengan
Kepemilikan Keluarga memiliki
pengaruh negatif terhadap Agresivitas
Pajak
Berlanjut ke halaman berikutnya
51
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 14 Akbar Bintang Pradana, Moh
Didik Ardiyanto/
Pengaruh Karakteristik
Pengawasan Dewan
Komisaris Terhadap
Agresivitas Pajak
Perusahaan/ Diponegoro
Journal Of Accounting
Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, Halaman 1-9
Independen - Sistem
Pengendalian
Internal
- Tipe Auditor
Eksternal
- Ukuran
Komite Audit
- Frekuensi
Rapat Dewan
Komisaris Dependen - Agresivitas
Pajak
Perusahaan Kontrol - Ukuran
Perusahaan
- Intensitas
Modal
- Intensitas
Persediaan - Profitabilitas
(ROA)
Independen - Frekuensi Rapat
Dewan
Komisaris
Dependen - Agresivitas Pajak
Perusahaan
Efektivitas sistem pengendalian
internal tidak berpengaruh terhadap
agresivitas pajak perusahaan.
Tipe auditor eksternal berpengaruh
negatif terhadap agresivitas pajak
perusahaan.
Ukuran komite audit berpengaruh
positif terhadap agresivitas pajak
perusahaan.
Frekuensi rapat dewan komisaris
tidak berpengaruh terhadap
agresivitas pajak perusahaan.
Berlanjut ke halaman berikutnya
52
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 15 Novia Bani Nugraha, Wahyu
Meiranto/
Pengaruh Corporate Social
Responsibility, Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas,
Leverage Dan Capital
Intensity Terhadap Agresivitas
Pajak (Studi Empiris Pada
Perusahaan Non Keuangan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia 2012-
2013) / Diponegoro Journal Of
Accounting Volume 4, Nomor 4,
Tahun 2015, Halaman
1-14
Independen - Corporate
Social
Responsibility
- Ukuran
Perusahaan - Profitabilitas - Leverage - Capital
Intensity
Dependen
Agresivitas Pajak
Perusahaan
variabel corporate social
responsibility berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap agresivitas
pajak
ukuran perusahaan berpengaruh
negatif namun tidak signifikan
terhadap agresivitas pajak.
profitabilitas berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap
agresivitas pajak
leverage berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap
agresivitas pajak. capital
intensity berpengaruh negative
namun tidak signifikan terhadap
agresivitas pajak.
Berlanjut ke halaman berikutnya
53
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 16 Ni Kadek Kartika
Yogiswari, I Wayan
Ramantha /
Pengaruh Likuiditas
Dan Corporate Social
Responsibility Pada
Agresivitas Pajak
Dengan Corporate
Governace Sebagai
Variabel Pemoderasi/
E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana
Vol.21.1.
Oktober (2017): 730-
759
Independen
- CSR
(Corporate
Social
Responsibility
).
Dependen
- Agresivitas Pajak
Perusahaan
Moderasi
- corporate
governace
likuiditas tidak berpengaruh pada
agresivitas pajak corporate social
responsibility berpengaruh negatif
pada agresivitas pajak.
Variabel moderasi komisaris
independen tidak mampu memoderasi
pengaruh likuididas dan pengaruh
corporate social responsibility pada
agresivitas pajak
komite audit mampu memoderasi
pengaruh likuididas dan pengaruh
corporate social responsibility pada
agresivitas pajak
Berlanjut ke halaman beeikutnya
54
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti /Judul/ Sumber Perbedaan Persamaan Hasil 17 RR. Maria Yulia
Dwi Rengganis,
I.G.A.M Asri Dwija
Putri /
Pengaruh Corporate
Governance dan
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility
Terhadap Agresivitas
Pajak/ E-Jurnal
Akuntansi Universitas
Udayana Vol.24.2.Agust
us (2018): 871- 898
Independen - Ukuran dewan
direksi - Komite Audit - pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility
-
- Komisaris
independen
Dependen
effective tax rate
adanya pengaruh negatif dari
pengungkapan CSR terhadap nilai
effective tax rate.
komisaris independen, dewan direksi
dan komite audit tidak berpengaruh
terhadap effective tax rate.
Berlanjut ke halaman berikutnya
55
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak
Perusahaan diklasifikasikan kecil atau besar salah satunya dari
kecil besarnya total penjualan perusahaan. Tolak ukur yang digunakan
untuk memperlihatkan kecil besarnya suatu perusahaan, antara lain
total penjualan, jumlah pelanggan tetap dan total aktiva (Sunarto dan
Budi, 2009). Berarti semakin besar total penjualan atau aset, maka
ukuran suatu perusahaan semakin besar juga. Untuk menurunkan ETR
suatu perusahaan perusahaan berkesempatan cukup besar
merencanakan pajak yang baik dengan mempraktikan akuntansi yang
efektif (Deldago, Fernandez-rodriguez, dan Martinez-arias, 2012).
Penjualan yang dilakukan perusahaan akan memengaruhi banyaknya
laba perusahaan. Semakin besar laba yang dimiliki suatu perusahaan
akan berdampak semakin besarnya juga pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut. Sejalan dengan teori akuntansi positif, dalam
rangka meyakinkan pemerintah bahwa profit yang dimiliki perusahaan
tidak terlalu besar perusahaan akan mengadopsi kebijakan akuntansi
income-decreasing (pendapatan menurun).
Perusahaan memiliki kesempatan yang cukup besar dalam
melakukan agresivitas pajak. Aset yang dimiliki perusahaan,
menggambarkan ukuran perusahaan, semakin banyak aset maka
semakin besar ukuran perusahaan. Namun setiap tahunnya aset yang
dimiliki perusahaan mengalami penyusutan. Dimana penyusutan
tersebut dapat mengurangi laba bersih yang diterima perusahaan,
56
sehingga besarnya beban pajak yang dibayarkan semakin berkurang.
Annisa (2017) menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap agresvitas pajak. sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Tiaras dan Wijaya (2015) menemukan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak dan Lanis dan
Richardson (2012) menyatakan semakin besar ukuran perusahaan
maka semakin rendah ETR yang dimiliki perusahaan
Penelitian yang dilakukan oleh Cheisviyanny dan Rinaldi (2015)
dan Ardyansah dan Zulaikha (2014), ditemukan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap effective tax rate
Cheisviyanny dan Rinaldi (2015) menyatakan bahwa perusahaan
dengan ukuran besar akan lebih stabil dan lebih mampu dalam
menghasilkan laba dan membayar kewajibannya dibanding
perusahaan dengan total aktiva yang kecil. Ardyansah dan Zulaikha
(2014) Adanya pengaruh negatif yang signifikan dari ukuran
perusahaan terhadap ETR dikarenakan perusahaan besar memiliki
ruang lebih besar untuk perencanaan pajak yang baik dan mengadopsi
praktek akuntansi yang efektif untuk menurunkan ETR perusahaan.
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ngadiman dan Puspitasari (2014). Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Swingly dan Sukartha (2015) menyatakan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap effective tax rate,
karena perusahaan yang besar dapat mengelola total aset perusahaan
57
untuk mengurangi penghasilan kena pajak dengan memanfaatkan
beban penyusutan dan amortisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas
pajak
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas Pajak
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham
perusahaan oleh institusi yang sekaligus menjadi pihak yang
memonitor perusahaa. Besarnya kepemilikan institusional
menunjukan pengawasan yang ketat oleh pihak eksternal perusahaan.
Pemilik institusi memiliki tanggung jawab untuk melakukan
monitoring dan mengawasi manajemen dengan wajar untuk mengawal
modal mereka dalam perusahaan. Pemilik institusi juga memiliki
kesadaran yang tinggi akan pentingnya memenuhi kewajiban pajak
Menurut Jensen dan Meckling (1976) kepemilikan institusional
memiliki peran dalam meminimalisir konflik keagenan yang terjadi
antara pemegang saham dengan manajer, karena diasumsikan bahwa
principal hanya terarik pada tingkat pengembalian bunga sehingga
principal akan berupaya untuk mengarahkan perusahaan agar
meminimalkan beban tanggungan pajak investor tersebut. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shleifer dan Vishny
(1997) menyatakan bahwa kepemilikan institusional sangat berperan
dalam mengawasi perilaku manajer dan memaksa manajer untuk lebih
58
berhati-hati dalam rangka mengambil keputusan yang bersifat
oportunistik
Pada penelitian yang dilakukan oleh A. A. Putri dan Lawita (2019)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terahadap
penghindaran pajak dan Ngadiman dan Puspitasari (2014)
kepemilikan institusional dinyatakan berpengaruh signifikan negatif
terhadap tax avoidance berbeda halnya penelitian yang lain
menyatakan dalam hal kepemilikan institusional dinyatakan tidak
berpengaruh oleh (Pratiwi, 2018), (Dewi dan Jati, 2014), (Hanum dan
Zulaikha, 2013) serta (Annisa dan Kurniasih, 2012).
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H2: Ukuran kepemilikan institusional berpengaruh terhadap
agresivitas pajak
3. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak
Struktur kepemilikan keluarga merupakan salah satu variabel yang
dapat memengaruhi tindakan agresif suatu perusahaan. Permasalahan
pada perusahaan keluarga yaitu konflik yang lebih besar antara
pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas, dan
konflik yang lebih kecil antara pemilik dengan manajer Jensen dan
Meckling (1976). Tindakan pajak agresif atau agresivitas pajak
perusahaan juga dapat didukung dari kehadiran pendiri perusahaan
sebagai pemegang saham mayoritas (Chen et al., 2010). Di Asia,
struktur kepemilikan keluarga memiliki bentuk struktur kepemilikan
59
piramida (Claessens et al., 1999) begitu pula halnya dengan negara
Indonesia Rusydi dan Martani (2014) menguji sampel perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2008-2011 dan menghasilkan bahwa kepemilikan keluarga tidak
berpengaruh pada agresivitas pajak. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Chen et al., (2010) yang menduga karena perusahaan
keluarga menanggung biaya lebih besar jika melakukan tindakan
pajak agresif akibat kepemilikan proporsi saham yang lebih besar dan
jangka waktu investasi yang lebih panjang.
Hasil yang berbeda diperoleh oleh Sari dan Martani (2010) dan
Praptidewi dan Sukartha (2016) pada perusahaan di Indonesia yang
menunjukkan hasil bahwa perusahaan yang dimiliki oleh keluarga
cenderung melakukan tindakan pajak yang lebih agresif daripada
perusahaan non keluarga. Wirawan dan Sukartha (2018) dalam
penelitinnya menyimpulkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh
positif terhadap agresivitas pajak.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H3: Kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas
pajak
4. Pengaruh Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak
Direktur merupakan organ perusahaan yang bertanggungkwab atas
seluruh kegiatan perusahaan yang sesuai dengan tujuan perusahaa.
Peranan seorang direktur sangat krusial. Direktur bertanggung jawab
60
atas kegagalan dan keberhasilan suatu perusahan. Oleh karena itu,
direktur memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi dibandingkan
dengan organ perusahaan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh keberadaan wanita sebagai dewan direksi terhadap
agresivitas pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Richardson,
Taylor, dan Lanis (2016) menyatakan bahwa dampak keberadaan
wanita sebagai dewan direksi dapat mengurangi kemungkinan
agresivitas pajak pada perusahaan di Australia.
Penelitian Oyenike, Olayinka, dan Emeni (2016) menemukan
bahwa hubungan negatif antara keberadaan direktur wanita terhadap
agresivitas. Penelitian Rahimipour (2017) hasilnya menunjukkan
bahwa kehadiran dan partisipasi perempuan di dewan direksi memiliki
efek negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak. (Richardson
et al. (2016) menjelaskan bahwa dewan direksi dapat mempengaruhi
posisi agresif pajak perusahaan, kehadiran wanita di dewan direksi
menciptakan sebuah jalan untuk mempelajari sejauh mana agresivitas
pajak, maka dalam kepemimpinan wanita dapat menghindari
agresivitas pajak.
Peningkatan prosentase wanita dalam eksekutif perusahaan
memberikan dampak berbagai keputusan perusahaan termasuk dalam
bidang perpajakan Winasis dan Yuyetta (2017) .Hasil penelitian
(Khaoula dan Ali, 2012), (Khumairoh et al., 2017) dan (Winasis dan
Yuyetta, 2017) membuktikan diversifikasi gender berpengaruh
terhadap penghindaran pajak sedangkan Ridwan et al. (2015)
61
membuktikan diversifikasi gender tidak berpengaruh terhadap
penghindaran pajak.
Sesuai dengan hasil penelitian di atas, wanita dan pria akan
bertindak secara berbeda dalam menghadapi kondisi atau
permasalahan yang sama. Wanita diketahui cenderung lebih berhati-
hati dan lebih menghindari risiko di banding pria. Dengan demikian
ketika sebuah perusahaan dipimpin oleh seorang direktur wanita,
seseorang dapat berharap bahwa akan terjadi penurunan tingkat
agresivitas pajak pada perusahaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H4: Diversifikasi gender berpengaruh terhadap agresivitas
pajak
5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi
Perusahaan besar cenderung memiliki ruang yang lebih besar
dalam melakukan perencanaan pajak yang baik dan melakukan
adopsi praktek akuntansi yang efektif untuk menurunkan ETR
perusahaan Deldago et al. (2012). Aset yang dimiliki oleh perusahaan
berhubungan dengan ukuran perusahaan, semakin besar aset yang
dimiliki maka semakin besar pula perusahaan. Aset perusahaan akan
mengalami penyusutan setiap tahunnya, penyusutan ini akan
berdampak langsung terhadap laba bersih dari perusahaaan.
Penyusutan aset ini menyebabkan pengurangan laba bersih
62
perusahaan sehingga menurunkan beban pajak yang dibayarkan.
Richardson dan Lanis (2007) menyatakan bahwa semakin besar
sebuah perusahaan maka semakin rendah effective tax rate (ETR)
yang dimiliki perusahaan tersebut. Semakin besar perusahaan maka
transaksi yang terjadi dalam perusahaan tersebut semakin kompleks
Rego dan Wilson (2012). Hal ini memungkinkan perusahaan
memanfaatkan celah-celah yang ada untuk melakukan tindakan
penghindaran pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Tiaras dan Wijaya (2015)
menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
agresivitas pajak dan Richardson dan Lanis (2007) menyatakan
semakin besar ukuran perusahaan maka semakin rendah ETR yang
dimiliki perusahaan. Widiasmara, Novitasari, dan Hasanah (2017)
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa Corporate Governance
dapat memodearsi hubungan pengaruh ukuran perusahaan terhadap
agresivitas pajak. Sedangkan (Yolanda, 2019) menyatakan bahwa
Corporate Governance tidak dapat memoderasi hubungan ukuran
perusahaan terhadap agresivitas pajak
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H5: Corporate Governance dapat memoderasi hubungan
ukuran perusahaan terhadap agresivitas pajak
63
6. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi
Keputusan untuk melakukan penghindaran pajak berhubungan
dengan struktur kepemilikan perusahaan. Pemegang saham pengendali
mempunyai wewenang untuk mempengaruhi kebijakan manajemen.
Struktur kepemilikan di Indonesia terkonsentrasi pada sedikit pemilik
(Claessens et al., 1999).
Pada penelitian yang dilakukan oleh A. A. Putri dan Lawita (2019)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terahadap
penghindaran pajak. Penelitian Yolanda (2019) menyatakan bahwa
Corporate Governance tidak dapat memoderasi hubungan
kepemilikan institusional terhadap agresivitas pajak.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H6: Corporate Governance dapat memoderasi hubungan
kepemilikan institusional terhadap agresivitas pajak
7. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi
Keputusan untuk melakukan penghindaran pajak berhubungan
dengan struktur kepemilikan perusahaan. Pemegang saham pengendali
mempunyai wewenang untuk mempengaruhi kebijakan manajemen.
Struktur kepemilikan di Indonesia terkonsentrasi pada sedikit pemilik
(Claessens et al., 1999).
64
Penelitian oleh Sunaryo (2016) menyimpulkan bahwa kepemilikan
keluarga berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif. Setiap
perusahaan yang menerapkan good Corporate Governance dengan
baik pada perusahaan-perusahaan tersebut lebih cenderung menuruti
aturan-aturan pajak sehingga terdapat perlakuan pajak agresif.
(Widuri, Anugrah, Yumico, dan Laurentina, 2019) menyatakan
Corporate Governance dapat memoderasi hubungan antara
kepemilikan keluarga terhadap agresivitas pajak
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H7: Corporate Governance dapat memoderasi hubungan
kepemilikan institusional terhadap agresivitas pajak
8. Pengaruh Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak Dengan
Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi
Menurut Kusumastuti et al. (2007) di dalam board gender diversity
masih ada anggapan bahwa pria yang lebih pantas menduduki jabatan
penting dalam perusahaan. Kesuksesan pria dianggap karena
kemampuan yang tinggi (dalam hal talenta atau kecerdasan),
sedangkan kesuksesan wanita dianggap lebih disebabkan oleh faktor
keberuntungan. Hal ini menyebabkan proporsi wanita dalam jabatan
yang penting masih sedikit, karena dianggap kemampuan pria lebih
tinggi daripada wanita. Namun di sisi lain, wanita memiliki sikap
kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko, dan
65
lebih teliti dibandingkan pria dalam mengambil keputusan termasuk
yang berkaitan dengan perpajakan (Kusumastuti et al., 2007)
Dalam penelitian Oyenike et al. (2016) menemukan bahwa
hubungan negatif antara keberadaan direktur wanita terhadap
agresivitas. Penelitian Rahimipour (2017) hasilnya menunjukkan
bahwa kehadiran dan partisipasi perempuan di dewan direksi memiliki
efek negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak. Dengan
adanya direksi wanitadi dalam suatu perusahaan pada tiap penelitian
mengidentifikasi bahwa adanya pengaruh dari direksi wanita terhadap
tindakan pajak agresif, sehingga apabila perusahaan tersebut memliki
dan menerapkan good Corporate Governance yang baik maka akan
sangat berpengaruh terhadap tindakan agresivitas pajak.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
H8: Corporate Governance dapat memoderasi hubungan
diversifikasi gender terhadap agresivitas pajak
66
D. Kerangka Pemikiran
Ukuran Perusahaan
(X1)
Kepemilikan
Institusional (X2)
Diversifikasi
Gender (X4)
Agresivitas Pajak
(Y)
Corporate
Governance (Z)
Membayar pajak merupakan
kewajiban yang harus dipatuhi oleh
tiap perusahaan dengan jenis apapun
Masih adanya perusahaan yang
melakukan penghindaran pajak baik
dengan cara legal maupun ilegal
GAP
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Keluarga, dan
Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak Dengan Corporate Governance Sebagai
Variabel Moderasi
Analisis Regresi Berganda dna MRA
Pembahasan
v
v
Kepemilikan
Keluarga (X3)
Kesimpulan dan Saran
v
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas
yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu
ukuran perusahaan, tipe kepemilikan, gender diversity terhadap variabel
dependen, yaitu agresivitas pajak yang di moderasi oleh Corporate
Governance. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, yaitu menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran
variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data sekunder
dengan prosedur statistik, di mana data yang digunakan berupa angka-
angka yang diperoleh dengan mengakses website Bursa Efek Indonesia di
www.idx.co.id. dengan perusahaan tambang sebagai fokus dari penelitian
B. Metode Penentuan Sampel
Setelah menentukan ruang lingkup penelitian, pihak peneliti
selanjutnya menentukan populasi yang akan diuji. Populasi dalam
penelitian ini adalah perusahaan pertambang dan CPO yang terdaftar di
BEI. Populasi adalah keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal dan
minat yang ingin peneliti investigasi. Sedangkan sampel adalah sub
kelompok atau sebagian dari populasi.
Dengan mempelajari sampel, peneliti akan mampu menarik
kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi penelitian.
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
tambang dan CPO yang terdaftar di BEI dengan periode waktu tahun
68
2014-2018. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang termasuk
sektor pertambangan dan CPO di BEI. Teknik pengumpulan sampel yang
digunakan dalam menentukan sampel adalah purposive sampling,
mengandung arti bahwa sampel yang diambil didasarkan kriteria. Adapun
kriteria yang digunakan dalam memilih sampel adalah:
1. Perusahaan pertambangan dan CPO yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia pada periode 2014—2018
2. Perusahaan pertambangan yang yang tidak delisting selama periode
penelitian
3. Perusahaan pertambangan dengan laporan keuangan dalam rupiah
4. Perusahaan pertambangan yang laba bersih sebelum pajaknya positif
atau tidak mengalami kerugian selama periode 2014—2018
5. Perusahaan pertambangan yang menyampaikan data secara lengkap
selama periode 2014—2018 berhubungan dengan variabel penelitian
Penelitian ini menggunakan sektor pertambangan dan CPO dengan
alasan sektor pertambangan dan CPO merupakan salah satu sektor yang
diindikasi melakukan praktik agresivits pajak. tercatat sebanyak 33,3%
perusahaan tambang masih tidak memiliki NPWP.
Dihasilkan bahwa populasi dari penelitian ini adalah perusahaan
pertambangan dan CPO yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014—2018 berjumlah 49 perusahaan tambang dan 12 perusahaan CPO
dengan total sampel 10 perusahaan yang memenuhi kriteria penelitian
69
C. Metode Pengumpulan Data
Teknik atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah metode arsip (dokumentasi) dan studi pustaka.
Data ini diperoleh dari website resmi BEI yaitu www.idx.co.id sedangkan
data lainnya yaitu referensi dari jurnal yang mendukung penelitian ini.
D. Metode Analisis Data
Berdasarkan tujuan penelitian, maka metode analisis data
menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, dan uji hipotesis
1. Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,
maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi) Ghozali (2018). Penelitian ini hanya
menggambarkan rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum,
minimum, dan sum untuk statistik deskriptif. Dengan menggunakan
pengujian statistik berbatuan software Statistical Product and Service
Solutioan (SPSS) versi 25.0 akan diketahui rata-rata, nilai maksimum,
minimum, dan standar deviasi dari setiap variabel yang digunakan.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalits Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regrsi dependen variabel, independen variabel atau pun
keduanya mempunyai distribusi yang normal atau tidak. Salah
satu cara untuk melihat data yang telah memenuhi uji normalitas
70
adalah dengan menggunakan normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
Tujuan dari uji normalitas ini adalah untuk menguji apakah
model regresi memiliki distribusi normal atau tidak. Model
regresi yang baik adalah bila distribusi errornya normal atau
mendekati normal. Terdapat dua acara untuk mendeteksi apakah
residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis
grafik, dan uji statistik (Ghozali, 2018).
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas
b. Uji Multikolinearitas
Ghozali (2018) menyatakan bahwa uji multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai
tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil analisis
dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai tolerance value lebih
tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil dari 10 maka dapat
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
71
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu
(problem auto korelasi). Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas autokorelasi. Uji statistik yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu run test. Jika nilai run test memiliki tingkat
signifikan diatas a > 0,05 berarti tidak terjadi autokorelasi
(Ghozali, 2018).
d. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas adalah terjadinya ketidaksamaan
varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas, dalam penelitian
ini digunakan grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen
(ZPRED) dengan residual (SRESID). Uji heteroskedastisitas
digunakan untuk mengetahui apakah pada model regresi
penyimpangan variabel bersifat konstan atau tidak. Salah satu
cara untuk mengetahui apakah model regresi penyimpangan
variabel bersifat konstan atau tidak. Salah satu cara untuk
mengetahui adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
variabel dependen (terikat) dengan residualnya. Apabila grafik
yang ditunjukkan dengan titik-titik tersebut membentuk suatu
pola tertentu, maka telah terjadi heteroskedastisitas dan apabila
polanya acak serta tersebar, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
72
Ghozali (2018) deteksi adanya heteroskedastisitas dengan melihat
kurva heteroskedastisitas atau diagram pencar (chart), dengan
dasar pemikiran seperti berikut:
1) Jika titik-titik terikat menyebar secara acak membentuk pola
tertentu yang beraturan (bergelombang), melebar kemudian
menyempit maka terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar baik
dibawah atau datas 0 ada sumbu Y maka hal ini tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3. Uji Hipotesis
a. Pengujian dengan analisis regresi linear bergada
Penelitian ini akan menggunakan alat analisis regresi
berganda untuk menguji pengaruh antara variabel dependen ke
semua variabel independen. Tujuan analisis regresi berganda ialah
menggunakan nilai-nilai variabel independen yang diketahui
untuk meramalkan nilai variabel independen. Persamaan regresi
berganda dirumuskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan:
Y = Nilai Perusahaan
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X1 = Ukuran Perusahaan
X2 = Tipe Kepemilikan
73
X3 = Agresivitas Pajak
e = error
b. Uji Regresi Moderat
Moderate Regresion Analysis (MRA) merupakan aplikasi
khusus regresi berganda linier dimana dalam persamaan
regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih
variabel independen) dengan rumus persamaannya sebagai
berikut:
Hubungan Corporate Governance dalam memoderasi
ukuran perusahaan, tipe kepemilikan, dan gender diversity
terhadap agresivitas pajak
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4Z + b5 (X1Z) + b6
(X2Z) + b7 (X3Z) + e
Keterangan:
Y = Agresivitas Pajak
a = Konstanta
X1 = Ukuran Perusahaan
X2 = Tipe Kepemilikan
X3 = Gender diversity
Z = Corporate Governance
X1Z = Variabel perkalian antara Ukuran Perusahaan dengan
Corporate Governance yang menggambarkan pengaruh variabel
moderasi Corporate Governance terhadap ukuran perusahaan
dengan agresivitas pajak
74
X2Z = Variabel perkalian antara Tipe Kepemilikan dengan
Corporate Governance yang menggambarkan pengaruh variabel
moderasi Corporate Governance terhadap tipe kepemilikan
dengan agresivitas pajak
X3Z = Variabel perkalian antara Gender diversity dengan
Corporate Governance yang menggambarkan pengaruh variabel
moderasi Corporate Governance terhadap gender diversity
dengan agresivitas pajak
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabel-
variabel independen (X) secara simultan (bersamasama)
mempunyai pengaruh terhadap variabel independen (Y) Ghozali
(2018). Apabila Fhitung ˃ Ftabel maka H0 ditolak dan Ha
diterima, yang berarti variabel independen mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen dengan menggunakan
tingkat signifikan sebesar 5%, jika nilai Fhitung ˃ Ftabel maka
secara bersama-sama seluruh variabel independen mempengaruhi
variabel dependen. Selain itu, dapat juga dengan melihat
probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil dari pada 0,05
(untuk tingkat signiikansi= 5%), maka variabel independen acara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari pada 0,05 maka
variabel independen secara serentak tidak terpengaruh terhadap
75
variabel dependen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1) H0 : β = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan secara
simultan antara variabel independen terhadap variabel
dependen
2) H1 : β ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan secara simultan
antara variabel independen terhadap variabel dependen.
d. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel individu independen dalam menerangkan
variabel dependen Ghozali (2018). Apabila thitung ˃ ttabel maka
H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel independen
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen
dengan menggunakan tingkat signifikan sebesar 5%, jika nilai t
hitung ˃ t tabel maka secara satu persatu variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, dapat juga dengan
melihat probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil dari pada
0,05 (untuk tingkat signifikansi= 5%), maka variabel independen
secara satu persatu berpengaruh terhadap variabel dependen.
Sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar daripada 0,05 maka
variabel independen secara satu persatu tidak terpengaruh
terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut:
76
1) H0 : β = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan secara
parsial antara variabel independen terhadap variabel
dependen.
2) H1 : β ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan secara parsial
antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian ini menggunakan uji signifikansi dua arah
atau two tailed test, yaitu suatu uji yang mempunyai dua daerah
penolakan H0 yaitu terletak diujung sebelah kanan dan kiri.
Dalam pengujian dua arah, biasa digunakan untuk tanda sama
dengan (=) pada hipotesis nol dan tanda tidak sama dengan (≠)
pada hipotesis alternate.
e. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Ghozali (2018) menyatakan uji koefisien determinasi
bertujuan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel
bebas menjelaskan variabel terikat yang dilihat melalui adjusted R
2 . Adjusted R2 ini digunakan karena variabel bebas dalam
penelitian ini lebih dari dua. Nilainya terletak antara 0 dan 1. Jika
hasil yang diperoleh >0,5 maka model yang digunakan dianggap
cukup andal dalam membuat estimasi.
Semakin besar angka adjusted R2 maka semakin baik
model yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikatnya. Jika adjusted R2 semakin
kecil, berarti semakin lemah model tersebut untuk menjelaskan
variabilitas dari variabel terikatnya.
77
E. Operasionalisasi Variabel
1. Ukuran Perusahaan (X1)
Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat
mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil
menurut berbagai cara seperti total aktiva atau total aset perusahaan,
nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah penjualan.
Ukuran perusahaan umumnya dibagi dalam 3 kategori, yaitu large
firm, medium firm, dan small firm Machfoedz (1994) dalam (Suwito
dan Herawaty, 2005).
Menurut pengukuran ukuran perusahaan dapat dinilai dengan
berbagai cara, antara lain: total aset yang dimiliki, total penjualan
yang diperoleh, total ekuitas yang digunakan dan lain-lain seperti
nilai saham E. I. Surya dan Wuryani (2015) dan Ann dan Manurung
(2019). Salah satu pengukurannya adalah total aset yang dimiliki:
Size = Ln of Total Assets
2. Kepemilikan Institusional (X2)
Kepemilkan Institusional adalah kepemilikan saham oleh
pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar
negeri, dan dana perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi
tersebut memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan atas
kinerja manajemen Ngadiman dan Puspitasari (2014). Dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah
saham yang dimiliki insitusi dari seluruh modal saham yang beredar
sesuai dengan penelitian (Feranika, Mukhzarudfa, dan Aurora, 2014).
78
Kepemilikan Institusional =
3. Kepemilikan Keluarga
Penelitian ini mendefinisikan kepemilkan keluarga dengan
klasifikasi sebagai berikut. 1) Keluarga merupakan keseluruhan
individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan
5% ke atas wajib dicatat), kecuali perusahaan publik, negara, institusi
keuangan (seperti lembaga investasi,reksa dana, asuransi, dana
pension, bank, dan koperasi) dan publik (individu yang
kepemilikannya tidak wajib dicatat). Keluarga merupakan satu pemilik
terbesar di antara individual atau perusahaan tercatat, kecuali
perusahaan asing.
Perusahaan publik, negara, institusi keuangan, dan public.
Kepemilikan keluarga dapat dihitung melalui jumlah hak kontrol
pemegang saham dengan menjumlahkan hak kontrol langsung dan
tidak langsung (B. Siregar, 2008).
Dalam penelitian ini kepemilikan keluarga diukur dengan
menggunakan variabel dummy yaitu nilai 1 apabila keluarga
merupakan pemegang saham terbesar dan memegang lebih dari 20%
saham perusahaan yang beredar atau komisaris dan/ atau direksi
dalam perusahaan adalah anggota keluarga dinyatakan dengan 0 jika
sebaliknya Villalonga dan Amit (2006). Untuk kriteria pertama cara
mengidentifikasi apakah pemegang saham terbesar adalah anggota
keluarga dengan melihat pada komposisi pemegang saham pada tiap
79
laporan tahunan. Untuk kriteria kedua untuk mengidentifikasi adanya
afiliasi hubungan keluarga antar anggota komisaris dan direksi dengan
cara melihat profil dan riwayat direksi dan komisari pada laporan
tahunan. Dari kriteria-kriteria di atas perusahaan keluarga dapat
diidentifikasi dengan memenuhi minimal salah satu dari kriteria di
atas.
4. Gender diversity (X3)
Beberapa definisi keragaman. disiimpulkan bahwa gender
diversity dalam dewan perusahaan merupakan salah satu dari berbagai
aspek keragaman Luckerath-Rovers (2011). Dalam penelitian ini
rumus untuk mengukur gender diversity pada dewan dengan cara
diukur dengan variabel dummy, jika perusahaan mempunyai anggota
dewan komisaris dan direksi wanita maka bernilai 1, tetapi jika
perusahaan tidak mempunyai anggota dewan komisaris dan direksi
wanita maka bernilai 0.
5. Corporate Governance (Z)
Sedangkan Corporate Governance yang merupakan variabel
pemoderasi (Z) Dalam penelitian ini Corporate Governance diukur
dengan analisis faktor menggunakan proksi sebagai berikut:
80
6. Agresivitas Pajak (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Agresivitas Pajak.
Agresivitas pajak adalah keinginan perusahaan untuk meminimalkan
beban pajak yang dibayar dengan cara yang legal, ilegal, maupun
kedua-duanya. Penelitian ini mengukur agresivitas pajak dalam satu
proksi pengukuran utama yaitu Effective Tax Rates (ETR) sesuai
dengan model proksi Lanis dan Richardson (2012) yang dihitung dari:
Tabel 3.1
Operasional Variabel
No Variabel Pengukuran Skala
1 Ukuran
Perusahaan
(Ann dan
Manurung:
2019)
Size = Ln of Total Assets Rasio
2 Kepemilikan
Institusional
(Khan et.al.,
2017)
Kepemilikan Institusional:
Rasio
3 Kepemilikan
Keluarga
(Villalonga dan
Amit, 2006)
Kepemilikan Keluarga: variabel dummy
jika terindikasi kepemilikan keluarga = 1
jika tidak terindikasi kepemilikan
keluarga = 0
Nominal
4 Gender
diversity
(Luckerath-
Rovers, 2011)
variabel dummy, jika perusahaan
mempunyai anggota dewan komisaris dan
direksi wanita maka bernilai 1, tetapi jika
perusahaan tidak mempunyai anggota
dewan komisaris dan direksi wanita maka
bernilai 0
Nominal
Berlanjut ke halaman berikutnya
81
Tabel 3.1 (lanjutan)
Operasional Variabel
No Variabel Pengukuran Skala
5 Corporate
Governance
(Kovrmann
dan Velte,
2018)
Rasio
6 Agresivitas
Pajak (Lanis
dan
Richardson,
2012)
Rasio
82
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Data yang digunakan dalem penelitian ini adalah data sekunder
yang bersumber dari laporan tahunan perusahaan yang listing di Bursa
Efek Indonesia pada periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 yang
diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia pada alamat
www.idx.co.id, juga artikel, jurnal, penelitian terdahulu, serta sumber-
sumber lain yang relevan. Data yang digunakan yaitu terkait dengan
ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan keluarga,
gender diversity, Corporate Governance, dan agresivitas pajak. Dalam
penelitin ini digunakan metode purposive sampling untuk menentukan
sample. Penelitian secara purposive sampling mengindikasikan bahwa
sampel yang digunakan dalam penelitan merupakan representasi dari
populasi yang ada serta sesuai dengan tujuan penelitian. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif
dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2010 dan
SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 25.0 sebagai alat untuk
menguji data.
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang
relevan yang terkandung dalam data tersebut dan menggunakan hasilnya
untuk memecahkan suatu masalah. Berikut Tabel 4.1 yang mengajikan
perolehan sampel berdasarkan kriteria yang ditentukan sesuai dengan
kebutuhan penelitian:
83
Tabel 4.1
Rincian Perolehan Sampel Penelitian
No Kriteria Jumlah
1 Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2014—
2018 567
2 Perusahaan yang tidak delisting selama periode
penelitian 68
3 Perusahaan Pertambangan dan CPO yang terdaftar
di BEI tahun 2014—2018 58
4 Perusahaan yang laba bersih sebelum pajaknya
positif 52
5 Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah
dalam laporan keuangannya 35
6 Perusahaan yang menyediakan data yang lengkap
selama periode penelitian 10
Jumlah perusahan yang memenui kriteria 10
Jumlah tahun penelitian 5
Total sampel data selama 5 tahun penelitian dari tahun
2014 s.d. tahun 2018 50
Sumber: Output SPSS yang diolah
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Statistik Deskriptif
Uji statistik deskriptif merupakan metode dimana semua data yang
berhubungan dengan penelitian dikumpulkan dan dikelompokkan
untuk kemudian dianalisis dan diinterpretasikan secara objektif
dengan membandingkan nilai minimum, nilai maksimum, dan rata-
rata dari sampel. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu Ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan
keluarga, gender diversity, Corporate Governance, dan agresivitas
pajak.
84
Tabel 4.2
Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Size 50 26,63 30,92 29,4149 1,14024
Inst Own 50 ,09 ,98 ,6502 ,20565
FamOwn 50 ,00 1,00 ,2000 ,40406
Gender 50 ,00 1,00 ,3400 ,47852
CG 50 ,25 ,50 ,3780 ,06584
Tax 50 -,75 ,72 -,2036 ,27535
Valid N
(Listwise)
50
Sumber: output SPSS yang diolah
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah data (Valid N)
yang ada di dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 sampel yang
berasal dari 10 perusahaan yang terdaftar di Bursa Ekef Indonesia
(BEI) selama lima periode yaitu pada tahun 2014—2018.
Selanjutnya hasil statistik deskriptif penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki nilai rata-rata
sebesar 29,4149 dengan standar deviasi sebesar 1,14024. Nilai
maksimum sebesar 30,92 yang terletak pada PT. Astra Agro Lestari
pada tahun 2018. Nilai minimum sebesar 26,63 yang terletak pada PT.
Citatah pada tahun 2014.
Variabel kepemilikan institusional (INST OWN) memiliki nilai
rata-rata sebesar 0,6502 dengan standar deviasi sebesar 0,20565. Nilai
maksimum sebesar 0,98 yang terletak pada PT. Bukit Asam pada
tahun 2016. Nilai minimum sebesar 0,09 yang terletak pada PT.
Timah Persero Tbk. pada tahun 2014.
85
Variabel kepemilikan institusional (INST OWN) memiliki nilai
rata-rata sebesar 0,6502 dengan standar deviasi sebesar 0,20565. Nilai
maksimum sebesar 0,98 yang terletak pada PT. Bukit Asam pada
tahun 2016. Nilai minimum sebesar 0,09 yang terletak pada PT.
Timah Persero Tbk. pada tahun 2014.
Variabel Corporate Governance (CG) memiliki nilai rata-rata
sebesar 0,3780 dengan standar deviasi sebesar 0,06584. Nilai
maksimum sebesar 0,50 yang terletak pada PT. Sawit Sumbermas
Sarana pada tahun 2018. Nilai minimum sebesar 0,25 yang terletak
pada PT. Astra Agro Lestari pada tahun 2018.
Variabel agresivitas pajak (TAX) memiliki nilai rata-rata sebesar -
0,2036 dengan standar deviasi sebesar 0,27535. Nilai maksimum
sebesar 0,72 yang terletak pada PT. Sampoerna Agro Tbk. pada tahun
2016. Nilai minimum sebesar -0,75 yang terletak pada PT. Sawit
Sumbermas Sarana pada tahun 2018.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
terdistribusi normal atau tidak. Hal ini dikarenakan model regresi
yang baik harus memiliki data yang berdistribusi normal. Ada 2
cara untuk mendeteksi normalitas data yaitu dengan analisis uji
statistik dan grafik. Untuk menguji normalitas data dalam
penelitian ini digunakan analisis uji statistik Kolmogorov-
Smirnov (K-S), grafik histogram, serta menggunakan grafik
86
normal plot. Berikut ini merupakan tabel uji Kolmogorov-
Smirnov (K-S), grafik histogram, dan grafik normal plot yang
disajikan dalam penelitian
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Dengan Uji Kolomogrov-Smirnov .
S
Sumber: Output SPSS yang diolah
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Dengan Histogram
Sumber: Output SPSS yang diolah
Unstandardized
Residual
N 50
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,22443376
Most Extreme
Differences
Absolute ,117
Positive ,117
Negative -,104
Test Statistic ,117
Asymp. Sig. (2-tailed) ,087c
87
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Normal Plot
Sumber: Output SPSS yang diolah
Berdasarkan Tabel 4.3 Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)
pada Asymp. Sig. (2-tailed) mendapatkan nilai sebesar 0,087
yang artinya nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansinya
yaitu 0,05. Selanjutnya, berdasarkan grafik yang disajikan di atas
dapat dilihat baik grafik histogram maupun grafik normal P-Plot
memberikan pola data yang berdistribusi normal. Pada Gambar
4.1 dapat dilihat bahwa residual terdistribusi secara normal dan
berbentuk simestris tidak melenceng ke kanan atau ke kiri.
Selanjutnya pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa titik-titik
menyebar dan berhimpit di sekitar garis diagonal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal atau konsisten dengan uji grafik histogram
88
dan grafik normal P-Plot, maka model regresi dapat digunakan
untuk pengujian berikutnya.
b. Hasil Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah
terjadi korelasi antara variabel bebas atau satu sama lainnya. Jika
nilai Tolerance> 0,1 dan VIF < 10, maka dapat dikatakan tidak
terjadi multikolinearitas antar variabel bebas. Berikut Tabel 4.4
yang menunjukkan hasil dari uji multikolinearitas:
Tabel 4.4
Colinearity Statistics
Sumber: Output SPSS yang diolah
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas di atas dapat dilihat
bahwa variabel bebas dalam penelitian ini tidak saling
berkorelasi, karena memiliki nilai Tolerance > 0,1 dan VIF < 10.
Maka dapat dikatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas antar
variabel (Ghozali, 2018).
c. Hasil Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2018), uji autokorelasi bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
SIZE ,445 2,247
INST OWN ,625 1,601
FAM OWN ,594 1,683
GENDER ,369 2,707
CG ,797 1,254
89
kesalahan pengganggu (problem auto korelasi). Model regresi
yang baik adalah regresi yang bebas autokorelasi. Uji statistik
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu run test. Jika nilai run
test memiliki tingkat signifikan diatas > 0,05 berarti tidak terjadi
autokorelasi. Berikut Tabel 4.5 yang menunjukkan hasil dari uji
autokorelasi:
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Value -,01995
Casses < Test Value 25
Casses >= Test Value 25
Total Casses 50
Number of Runs 29
Z 0,857
Asymp. Sig (2-tailed) 0,391
Sumber: Data SPSS yang diolah
Hasil uji autokorelasi dengan run test menunjukkan bahwa
autokorelasi tidak terjadi karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yang
diperoleh sebesar 0,391 yang berarti memiliki tingkat signifikansi
di atas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak
mengandung gejala autokorelasi (Ghozali, 2018).
d. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan
melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen
90
yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Berikut ini adalah
hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik
scatterplot
Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Dengan Grafik Scatterplot
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Dari Gambar 4.3 uji heteroskedastisitas menggunakan
grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak
serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu
Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada model regresi ini tidak
terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi ini layak
dipakai untuk pengujian berikutnya (Ghozali, 2018).
3. Uji Hipotesis
a. Pengujian Analisis Regresi Linear Berganda
Penelitian ini menggunakan pengujian analisis regresi
berganda untuk menguji pengaruh antara semua variabel
91
idependen ke variabel dependen. Tujuan analisis regresi berganda
ialah menggunakan nilai-nilai variabel independen yang diketahui
untuk meramalkan nilai variabel independen. Dalam penelitian
ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji koefisien
determinasi (R2), uji signifikansi simultan (uji F), dan uji
signifikansi parsial (uji t).
1) Hasil Uji Koefisien Determinasi
Pada penelitian ini, pengujian koefisien determinasi (R2)
dilakukan untuk mengukur variabel independen yaitu Ukuran
perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan keluarga,
dan gender diversity dalam menerangkan variabel dependen
Nilai Perusahaan. Adapun hasil uji koefisien determinasi
dapat dilihat dalam Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R
Square adalah sebesar 0,367. Hal ini berarti bahwa sebesar
36,7% variabel dependen atau Agresivitas pajak yang diukur
dipengaruhi oleh variabel independen yaitu ukuran
perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan keluarga,
dan gender diversity. Sisanya yaitu seebesar 63,3%
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,686a ,470 ,367 ,21907
92
dipengaruhi oleh variabel lain seperti profitabilitas, leverage,
dan corporate social responsibility.
2) Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji signifikansi simultan (uji F) dilakukan untuk menguji
apakah semua variabel independen dalam model persamaan
regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama atas
variabel dependen. Uji signifikansi simultan (uji F) dilakukan
pada tingkat signifikansi 0,05. Apabila agresivitas pajak F
lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak,
sebaliknya jika agresivitas pajak F lebih kecil dari 0,05 maka
H0 ditolak dan Ha diterima (Ghozali, 2018). Berikut ini
merupakan hasil uji signifikansi simultan (uji F):
Tabel 4.7
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 1,247 5 ,249 4,446 ,002b
Residual 2,468 44 ,056
Total 3,715 49
a. Dependent Variable: TAX
b. Predictors: (Constant), CG, SIZE, FAM OWN, INST OWN,
GENDER
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan Tabel 4.7 mengenai tabel uji signifikansi simultan
(uji F) atau uji ANOVA dapat diketahui bahwa nilai F hitung
sebesar 4,446 dengan agresivitas pajak 0,002. Maka dari itu,
dikarenakan agresivitas pajak 0,002 lebih kecil dari 0,05 maka
93
model persamaan regresi ini dapat disimpulkan bahwa semua
variabel independen yaitu ukuran perusahaan, kepemilikan
institusional, kepemilikan keluarha, dan gender diversity
berpengaruh secara simultan terhadap agresivitas pajak
3) Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Pengujian parsial atau uji t digunakan untuk menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen yang
diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Apabila nilai perusahaan t
lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak,
sebaliknya jika nilai perusahaan t lebih kecil dari 0,05 maka
H0 ditolak dan Ha diterima (Ghozali, 2018). Berikut ini
merupakan hasil uji signifikansi parsial (uji t). Hasil uji t
ditunjukkan dalam Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Beta
t Sig.
B Std. Error
1 (Constant) 3,379 1,351 2,502 ,016
SIZE -,130 ,044 -,538 -2,918 ,006
INST OWN ,456 ,208 ,340 2,188 ,034
FAM OWN ,247 ,109 ,363 2,278 ,028
GENDER -,138 ,116 -,239 -1,183 ,243
Sumber: data sekunder yang diolah
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa
koefisien model regresi memiliki nilai konstanta sebesar 3,379
94
dengan nilai t hitung sebesar 2,502 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,016. Konstanta sebesar 3,379 menandakan bahwa
jika variabel independen konstan maka rata-rata agresivitas
pajak adalah sebesar 3,379
Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai t hitung sebesar
-2,918 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,006. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya di bawah 0,05.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Variabel kepemilikan institusional memiliki t hting sebesar
2,188 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,034. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya di bawah 0,05.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan
institusional berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Variabel kepemilikan keluarga memiliki nilai t hitung
sebesar 2,278 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,028. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat signifikansi di bawah 0,05.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan
keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak
Variabel gender diversity memiliki t hitung sebesar -1,183
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,243. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat signifikansi di atas 0,05. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel gender diversity
tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
95
b. Pengujia Regresi Moderat (Moderated Regression Analysis-
MRA)
1) Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Pengujian parsial atau uji t digunakan untuk menunjukkan
seberapa jauh variabel moderasi memiliki pengaruh terhadap
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi
0,05. Apabila nilai perusahaan t lebih besar dari 0,05 maka H0
diterima dan Ha ditolak, sebaliknya jika nilai perusahaan t
lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima
(Ghozali, 2018). Berikut ini merupakan hasil uji signifikansi
parsial (uji t). Hasil uji t ditunjukkan dalam Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9
Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 6,790 8,992 0,755 0,454
MSIZE 0,371 0,853 2,636 0,435 0,665
MINST OWN -5,584 2,756 -1,746 -2,026 0,049
MFAM OWN 3,386 3,862 1,864 1,434 0,159
MGENDER -0,367 0,349 -0,229 -1,052 0,299
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa
koefisien model regresi memiliki nilai konstanta sebesar
6,790 dengan nilai t hitung positif sebesar 0,755 dan tingkat
signifikansi sebesar 0,454. Konstanta sebesar 6,790
96
menandakan bahwa jika variabel independen konstan maka
rata-rata agresivitas pajak adalah sebesar 6,790.
Variabel Corporate Governance dalam memoderasi ukuran
perusahaan memiliki nilai t hitung 0,435 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,665. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tingkat signifikansinya di atas 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel Corporate Governance tidak
berpengaruh dalam memoderasi hubungan ukuran perusahaan
terhadap agresivitas pajak.
Variabel Corporate Governance dalam memoderasi
kepemilikan institusional memiliki nilai t hitung neg -2,026
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,049. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya di bawah 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Corporate
Governance berpengaruh dalam memoderasi hubungan
kepemilikan institusional terhadap agresivitas pajak.
Variabel Corporate Governance dalam memoderasi
kepemilikan keluarga memiliki t hitung sebesar 1,434 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,159. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat signifikansinya di atas 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan Corporate Governance tidak berpengaruh dalam
memoderasi hubungan kepemilikan keluarga terhadap
agresivitas pajak.
97
Variabel Corporate Governance dalam memoderasi gender
diversity memiiliki t hitung sebesar -1,052 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.299. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat signifikansinya di atas 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan Corporate Governance tidak berpengaruh dalam
memoderasi hubungan gender diversity terhadap agresivitas
pajak.
C. Pembahasan
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa variabel
ukuran perusahaan mempunyai nilai t hitung sebesar -2,918 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,006. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tingkat signifikansi < 0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai
standardized coefficient beta sebesar -0,538. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis 1 diterima, dengan demikian terbukti variabel
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yaitu
Deldago et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
semakin besar total penjualan atau aset suatu perusahaan, maka
semakin besar ukuran dari perusahaan tersebut. Penjualan yang
dilakukan perusahaan akan mempengaruhi banyaknya laba
perusahaan, semakin besar laba yang dimiliki perushaan akan
berdampak pada semakin besarnya pajak yang harus dibayar
perusahaan. Aset yang dimiliki perusahaan menggambarkan ukuran
98
perusahaan, namun setiap tahunnya aset yang dimiliki perusahaan
mengalami penyusutan, penyusutan tersebut dapat mengurangi laba
bersih yang diterrima perusahaan, sehingga besarnya beban pajak pun
akan berkurang .
Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin kompleks
transaksi yang terjadi di dalam perusahaan, sehingga hal ini dapat
menjadi celah yang memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh pihak
manajemen perusahaan untuk melakukan tindakan agresivitas pajak
(Selviani, et.al., 2019).
Sedangkan tidak berpengaruhnya ukuran perusahaan terhadap
tindakan pajak agresif bisa disebabkan bahwa fenomena tindakan
pajak agresif tidak hanya memungkinkan untuk dilakukan oleh
perusahaan besar saja, bahkan perusahaan menengah hingga kecil
mampu melakukannya sehingga menyebabkan besar atau kecilnya
ukuran perusahaan tidak berdampak pada tindakan agresivitas pajak
sejalan dengan penelitian (Annisa, 2017).
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori keagenan dimana
adanya kontrak antara pemilik (principal) dan manajemen agent).
manajemen diberikan wewenang untuk menjalankan perusahaan oleh
pemilik dengan harapan dapat mencapai target yang diinginkan oleh
pemilik. Namun, karena manajemen mendapatkan wewenang dari
pemilik untuk menjalankan perusahaan tersebut maka manajemen
lebih memahami mengenai internal dan kejadian-kejadian yang
terhadi di dalam perusahaan, terjadilah asimetri informasi dimana
99
manajemen tidak sepenuhnya melaporkan segala kejadian yang
terjadi, dan cenderung bertindak untuk keuntungan pribadinya saja.
Oleh karena itu pemilik memerlukan agency cost untuk memantau dan
mengontrol aktivitas manajemen agar tetap berjalan sesuai dengan
yang diharapkan oleh pemilik
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional mempunyai nilai t hitung sebesar 2,188
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,034. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat signifikansi < 0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan
arah positif dengan nilai standardized coefficient beta sebesar 0,340.
Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 2 diterima, dengan demikian
terbukti variabel kepemilikan institusional berpengaruh terhadap
agresivitas pajak
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ngadiman dan Puspitasari (2014) yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusional memeiliki pengaruh terhadap
agresivitas pajak. Semakin tinggi kepemilikan institusional pada suatu
perusahaan, semakin besar pula beban pajak yang dimiliki suatu
perusahaan, hal ini dikarenakan semakin kecil kemungkinan praktik
agresivitas pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang dimiliki
institusi. Pemilik institusional berdasarkan besar hak suara yang
dimiliki, mampu memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja
ekonomi dan menghindari peluang untuk perilaku mementingkan diri
100
senidiri. Keberadaan institusi yang memantau secara profesional
perkembangan investasinya akan menyebabkan tingkat pengendalian
terhadap tindakan manajemen sangat tinggi, sehingga potensi
melakukan agresivitas dapat ditekan (Cahyono, Andini, dan Raharjo,
2016).
Sedangkan hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
terdahulu milik Dewi dan Jati (2014) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhdadap tindakan pajak
agresif dikarenakan pemilik institusional memiliki insentif untuk
memastikan bahwa manajemen membuat keputusan yang dapat
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham institusional.
Keberadaan pemilik institusional menandakan tekanan terhadap
manajemen perusahaan untuk melakukan pajak agresif dalam rangka
memperoleh laba maksimal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori keagenan dengan pemilik
instituat sebagai principal memberikan wewenang kepada manajemen
untuk menjalankan perusahaan sebagai agent dan membuat laporan
keuangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi dan secara
objektif. Pemilik institusional dapat memantau aktivitas manajemen
secara profesional agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
oleh pemilik institut dan terhindar dari kegiatan yang dapat
menguntungkan manajemen sendiri, salah satunya dengan melakukan
agresivitas pajak.
101
3. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional mempunyai nilai t hitung sebesar 2,278
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,028. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat signifikansi < 0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan
nilai standardized coefficient beta sebesar 0,363. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis 3 diterima, dengan demikian terbukti variabel
kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Praptidewi dan Sukartha (2016) yang dalam
penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan
keluarga (family owner) lebih berusaha untuk melakukan tindakan
pajak agresif. Dengan melakukan tindakan ini perusahaan dapat
menghemat beban pajak sehingga dapat mempertahankan kas yang
tersedia dan menggunakannya untuk aktivitas yang lebih
menguntungkan. Jadi dapat dikatakan bahwa perusahaan keluarga
menilai manfaat dari penghematan pajak dengan melakukan
agresivitas pajak masih lebih menguntungkan dibanding potensi
besarnya resiko akibat melakukan agresivitas pajak.
Sedangkan penelitian terdahulu oleh Chen et al. (2010)
menyatakan bahwa perushaan yang dimiliki oleh keluarga tidak
berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif, dinyatakan bahwa
perushaan keluarga terbukti memiliki peringkat rendah dalam hal
agresivitas pajak. Hal ini disebabkan oleh perushaaan keluarga
102
memiliki konsentrasi lebih untuk menghindari resiko akibat
melakukan agresivitas pajak dibanding harus melakukan agresivitas
pajak, karena perusahaan keluara membawa beban moral yaitu
reputasi dari keluarga pendiri perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori agensi, namun pada hal ini
kepemilikan keluarga menandakan bahwa perusahaan memiliki tipe
kepemilikan terkonsentrasi dimana keluarga memiliki saham yang
lebih besar dari pada pemilik non keluarga, keluarga menjadi
pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali dan non keluarga
menjadi pemegang saham minoritas dan tidak memiliki kendali atas
perusahaan, oleh karena itu konflik yang terjadi dalam teori agensi
dalam hal ini terjadi antara pemegang saham pengendali dan non
pengendali.
4. Pengaruh Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional mempunyai nilai t hitung sebesar -1,183
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,243. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat signifikansi >0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan
nilai standardized coefficient beta sebesar -0,239. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis 4 ditolak, dengan demikian terbukti
variabel gender diversity tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Richardson et al. (2016) yang menyatakan kehadiran
perempuan dalam jajaran direksi mampu mengurangi tingkat pajak
103
agresif. Dinyatakan bahwa kehadiran direktur wanita yang dipercaya
lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan dapat
membangun dan mempertahankan standar etika membantu
pemantauan keuangan serta strategi pajak yang lebih ketat, sehingga
menghasilkan agresivitas pajak yang minim.
Namun hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Khaoula dan Ali (2012) yang menyatakan bahwa
keberagaman gender dalam jajajaran direksi tidak berpengaruh
terhadap perencanaan pajak yang diiukur menggunakan ETR. Hasil
penelitiannya tidak berpengaruh dikarenakan rendahnya presentase
direktur wanita. Sehingga perbedaan dalam berpendapat, pegetahuan
dan pengalaman tidak dapat meminimalisasi pajak perusahaan karena
perencanaan pajak yang didominasi oleh direktur pria. Dalam
penelitian nya pria dianggap lebih ahli dalam meminimalkan pajak
perusahaan serta bertindak dengan menggunakan strategi perpajakan.
Hasil ini menentang teori feminisme yang menyatakan bahwa
gender pria dan wanita merupakan setara, dan tidak ada yang lebih
dinggulkan, namun pada peneilirian ini ditemukannya jumlah direksi
wanita yang dangat sedikit bila dibandingkan dengan direksi dengan
gender pria.
5. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa variabel
interaksi antara Corporate Governance dengan ukuran perusahaan
104
mempunyai nilai t hitung 0,435 dengan tingkat signifikansi sebesar
0,665. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat signifikansi > 0,05.
Hasil penelitian juga menunjukkan arah positif dengan nilai
standardized coefficient beta sebesar 2,636. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis 5 ditolak, dengan demikian terbukti variabel
corporate governance tidak dapat memperkuat hubungan ukuran
perusahaan terhadap agresivitas pajak.
Corporate Governance tidak dapat memoderasi hubungan antara
ukuran perusahaan terhadap tindakan pajak agresif, artinya good
Corporate Governance tidak dapat mempekuat hubungan ukuran
perusahaan terhadap agresivitas pajak, penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Widiasmara et al. (2017) yang menyatakan bahwa
Corporate Governance dapat memoderasi hubungan antara ukuran
perusahaan terhadap tindakan agresivitas pajak.
Sedangkan hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Yolanda (2019) yang menyatakan bahwa Corporate
Governance tidak dapat memoderasi hubungan antara ukuran
perusahaan terhadap agresivitas pajak. Seperti halnya penelitian yang
dilakukan oleh Deldago et al. (2012) yang sebelumnya menyatakan
bahwa besarnya perusahaan menyatakan perusahaan memiliki jumlah
aset yang cukup banyak dan tentunya akan ada pengakuan pada
penyusutan aset di tiap tahunnya. Selain itu semakin besar perusahaan
maka semakin kompleks transaksi yang terjadi sehingga semakin
besar kemungkinan penyelundupan di antara celah-celah transaksi
105
yang cukup kompleks. Dalam penelitian Armstrong, Blouin,
Jagolinzer, dan Larcker (2015) dinyatakan bahwa komisaris
independen yang merupakan indikator good Corporate Governance
dalam penelitian ini kurang memahami latar belakang serta
komplekstitas yang terjadi di dalam perusahaan sehingga
menyebabkan komisaris independen tidak familiar dalam menyelidiki
tindakan agesivitas pajak yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Oleh karena itu corporate governance tidak dapat memperkuat
pengaruh ukuran perusahaan terhadap agresivitas pajak.
6. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Kepemilikan Institusional Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa variabel
interaksi antara Corporate Governance dengan kepemilikan
institusional mempunyai nilai t hitung -2,026 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,049. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
signifikansi < 0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai
standardized coefficient beta sebesar -1,746. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis 6 diterima, dengan demikian terbukti variabel
corporate governance dapat memperkuat hubungan kepemilikan
institusional terhadap agresivitas pajak.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Corporate Governance
dapat memoderasi hubungan antara kepemilikan institusional terhadap
agresivitas pajak, artinya Corporate Governance dapat memperkuat
hubungan kepemilikian institusional terhadap agresivitas pajak sesuai
106
dengan penelitian terdahulu oleh Ngadiman dan Puspitasari (2014)
yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional mampu
mempengaruhi aktivitas agresivitas pajak, dalam penelitiannya
dinyatakan semakin banyak kepemilikan oleh institusi cenderung
mengarahkan perusahaan dalam melakukan tindakan sesuai aturan
hukum, juga semakin besar persentase kepemilikan saham
institusional maka berdasarkan besar hak suara yang dimiliki, mampu
memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi dan
menghindari peluang untuk perilaku mementingkan diri sendiri.
Selanjutnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Setyawan,
Endang, dan Juanda (2019) menyatakan bahwa Corporate
Governance dapat mempengaruhi tindakan agrsivitas pajak, dalam
penelitiannya Corporate Governance yang diproksikan dengan
komisaris independen menyatakan ketika suatu perusahaan dengan
pihak independen yang tinggi maka perusahaan akan cenderung
melakukan kegiatan yang menaati peraturan, hal ini dikarenakan pihak
independen tidak dapat diintervensi dalam hal pengambilan
keputusan.
Oleh karena itu penelitian Ngadiman dan Puspitasari (2014)
dengan penelitian Setyawan et al. (2019) dapat saling mendukung
sehingga hasil penelitian mereka mendukung hasil penelitian ini,
Adaya Corporate Governance dapat memperkuat posisi kepemilikan
institusional dalam memantau atau mengeontorl setiap langakh yang
diambil manajemen agar terhindar dari idakan yang hanya
107
menguntungkan manajemen saja salah satunya adalah dengan
melakukan agresivitas pajak. Oleh karena itu corporate governance
dapat memperkuat pengaruh keepemilikan institusional terhadap
agresivitas pajak.
Dengan adanya institusional sebagai pemilik persusahaan maka
kpemilikan institusional dan komisaris independen saling bekerjasama
maka hal ini dapat mengurangi agency cost yang dapat ditanggung
oleh perusahaan untuk mengontrol aktiviytas manajemen.
7. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa variabel
interaksi antara Corporate Governance dengan kepemilikan keluarga
mempunyai nilai t hitung sebesar 1,434 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,159. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat signifikansi >
0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai standardized coefficient
beta sebesar 1,864. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 7 ditolak,
dengan demikian terbukti variabel corporate governance tidak dapat
memperkuat hubungan kepemilikan keluarga terhadap agresivitas
pajak.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa corporate governance tidak
dapat memoderasi hubungan kepemilikan keluarga terhadap
agresivitas pajak. Hal ini mendandakan bahwa good Corporate
Governance tidak dapat memperkuat pengaruh kepemilikan keluarga
terhadap agresivitas pajak. Perusahaan yang dimiliki oleh keluarga
108
lebih berusaha dalam melakukan kegiatan pajak agrsif dalam rangka
mempertahankan kas yang tersedia dan menggunakannya untuk
aktivitas yang lebih menguntungkan, hasil penelitin ini diperkuat oleh
hasil penelitian terdahulu yaitu Armstrong et al. (2015) yang
menyimpulkan bahwa komisaris independen yang merupakan
indikator dari Corporate Governance berpengaruh positif terhadap
agresivitas pajak, dinyatakan bahwa biasanya komiaris independen
kurang memahami latar belakang dan kompleksitas kegiatan bisnis
perusahaan. Hal ini mengakibatkan komisaris independen kurang
familiar dengan tindakan agresivitas yang dilakukan manajemen
perusahaan.
Penempatan jabatan komisaris independen kurang memperhatikan
kompetensi dan integritas komisaris. Penempatan ini umumnya
sebagai penghormatan atau penghargaan aja. Selain itu pengetahuan
dewan komisaris independen mengenai core business perusahaan juga
kurang menmadai dan menyebabkan pengawasan yang dilakukan
terhadap aktivitas perusahaan menjadi tidak maksimal I. Surya dan
Ystiavandana (2008), penelitian ini selaras dengan penelitian oleh
Hadi dan Mangoting (2014). Mereka menyimpulkan bahwa
penempatan atau penambahan angota dewan komisaris independen
dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal yang
disyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni minimal sebesar
30% dari total komisaris. Berdasarkan analisis statistik deskriptif
dalam penelitian ini rata-rata perushaan tambang dan CPO memiliki
109
proporsi komisaris independen sebesar 37% yang mengindikasikan
bahwa perusahaan tersebut hanya sekedar memenuhi ketentuan
peraturan yang ada.
8. Pengaruh Corporate Governance Dalam Memoderasi Hubungan
Gender diversity Terhadap Agresivitas Pajak
Dari data pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa variabel
interaksi antara Corporate Governance dengan gender diversity
mempunyai nilai t hitung sebesar -1,052 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.299. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat signifikansi >
0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai standardized coefficient
beta sebesar -0,229. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 8 ditolak,
dengan demikian terbukti variabel ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Hasil Penelitin ini menyatakan bahwa Corporate Governance tidak
dapat memoderasi hubungan gender diversity terhadap agresivitas
pajak, artinya Corporate Governance tidak dapat memperkuat
hubungan gender diversity terhadap agresivitas pajak. Hal ini
menunjukan dengan adanya direksi perempuan di dalam suatu
perusahaan tidak dapat memberikan pengaruh yang signfikan terhadap
setiap keputusan yang diambil oleh manajemen karena jumlahnya pun
yang tidak sebanding dengan banyaknya direksi laki-laki. Jika
dikaitkan dengan teori feminisme dalam penelitian ini yaitu teori
mengenai paham kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan,
maka teori ini menuntut suatu perusahaan untuk tidak membedakan
110
atau tidak mengutamakan laki-laki dibandingkan peremupuan untuk
memenuhi jabatan komisaris maupun direksi.
Dengan adanya Corporate Governance yang diindikasikan dengan
komisaris independen, berdasarkan penelitian I. Surya dan
Ystiavandana (2008) yang menyatakan bahwa jabatan sebagai
komisaris independen semata-mata hanya untuk menjadi formalitas
karena adanya tuntutan dari otoritas jasa keuangan dan dibuktikan
melalui statistik deskriptif dalam penelitian ini yang menyatakan
bahwa proporsi dewan komisaris independen sebesar 37%, sedangkan
syarat yang ditentukan oleh OJK adalah minimal 30% dari total
komisaris, berdasarkan penelitian Rosidy dan Nugroho (2019)
menyimpulkan komisaris independen tidak dapat benar-benar
melakukan pengawasan terhadap tindakan agresif suatu perusahaan.
111
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional, kepemilikan keluarga, dan gender diversity
terhadap agresivitas pajak dengan Corporate Governance sebagai variabel
moderasi. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan pertambangan dan
CPO yang terdaftar di BEI dan tidak delisting selama periode penelitian
yaitu 2014—2018. Berdasarkan hasil penlitian terhadap 50 sampel
penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Semakin
besar perusahaan semakin kompleks pula transaksi yang terjadi
sehingga memungkinan peluang untuk melakukan tindaka agresif
menjadi lebih besar.
2. Kepemilikan institusional bepengaruh terhadap agresivitas pajak.
Perushaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh institusi lebih
memilih jalur aman yang mentaati setiap peraturan yang ada sehingga,
kepemilkan instituional dengan jumlah saham yang besar dapat ikut
andil dalam pengambilan keputusan dan mencega manajemen untuk
melakukan tindakan pajak agresif.
3. Kepemlikan keluarga berpengaruh teradap agresivitas pajak.
Perusahaan dengan status perusahaan keluarga cenderung menjaga kas
yang tersedia untuk hal yang lebih menguntungkan sehingga memicu
tindakan pajak agresif.
112
4. Gender diversity tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Sebagian besar perusahaan memilih laki-laki untuk mengisi posisi
sebagai komisaris maupun direksi sehingga keberadaan wanita tidak
terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
manajemen untuk melakukan tindakan agresif.
5. Corporate Governance tidak dapat memperkuat pengaruh ukuran
perushaan terhadap agresivitas pajak.
6. Corporate Governance dapat memperkuat pengaruh kepemilikan
institusional terhadap agresivitas pajak.
7. Corporate Governance tidak dapat memperkuat pengaruh
kepemilikan keluarga terhadap agresvitas pajak.
8. Corporate Governance tidak dapat memperkuat pengaruh gender
diversity terhadap agresivitas pajak.
B. Saran
Peneliti berharap di masa yang akan datang penelitian selanjutnya mampu
menyajikan hasil penelitian yang lebih berkualitas lagi dengan adanya
beberapa masukan di bawah ini:
1. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu memperluas penelitian
menjadi beberapa sektor perusahaan, atau menambah waktu periode
penelitian.
2. Peneliti selanjutya, disarankan untuk menambah lebih banyak sumber
dan literatur yang relevan dengan topik peneltian
3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapa menggunakan variabel
independen yang lalin untuk meningkatkan hasil variasi sehinggal
113
dapat mengetahui faktor-faktor lain yang dapat dikaitkan dengan
peneltian ini seperti corporate social responsibility, nilai perusahaan,
dan profitabilitas.
114
DAFTAR PUSTAKA
Amri, M. (2017). Pengaruh Kompensasi Manajemen Terhadap Penghindaran
Pajak. Jurnal Akuntansi Riset, 9(1), 1–14.
Anderson, R. C., & Reeb, D. M. (2003). Founding-Family Ownership and Firm
Performance: Evidence from the S&P 500. Journal of Finance, 58(3), 1301–
1327. https://doi.org/10.1111/1540-6261.00567.
Adhikari, Hari P., & Sutton, Ninon K. (2016) All in the Family:The Effect of
Family Ownership on Acquisition Performance. .Journal of Economics and
Business. http://dx.doi.org/10.1016/j.jeconbus.
Ann, S., & Manurung, A. H. (2019). The Influence of Liquidity, Profitability,
Intensity Inventory, Related Party Debt, And Company Size To Aggressive
Tax Rate. Archives of Business Research, 7(3), 105–115.
Annan, B., Bekoe, W., & Nketiah-Amponsah, E. (2014). Determinants of Tax
Evasion in Ghana: 1970-2014. International Journal of Economic Sciences
and Applied Research 6 (3): 97-121.
Annisa. (2017). Pengaruh Return on Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, dan
Koneksi Politik Terhadap Penghindaran Pajak. 4(1), 685–700.
Annisa, N. A., & Kurniasih, L. (2012). Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi Dan Auditing, 8(2), 95–189.
Anonim. 2017. Selain Kontributor Terbesar PDB, Industri Jadi Penyetor Pajak
Tertinggi. https://kemenperin.go.id/artikel/18341/Selain-Kontributor-
Terbesar-PDB,-Industri-Jadi-Penyetor-Pajak-Tertinggi diakses pada 16
Februari 2020.
Ardyansah, D., & Zulaikha. (2014). Pengaruh Size, Leverage, Profitability,
Capital Instensity, Dan Komisaris Independen Terhadap Effective Tax Rate
(ETR). Diponegoro Journal of Accounting, 3(2), 1–9.
Armstrong, C. S., Blouin, J. L., Jagolinzer, A. D., & Larcker, D. F. (2015).
Corporate Governance, Incentives, and Tax Avoidance. Journal of
Accounting and Economics, 60(1), 1–17.
https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2015.02.003
Betz, M., O‘Connell, L., & Shepard, J. M. (1989). Gender Differences in
Proclivity for Unethical Behavior. Journal of Business Ethics, 8, 321–324.
Boussaidi, A., & Hamed, M. S. (2015). The Impact of Governance Mechanism on
Tax Aggressiveness: Empirical Evidence From Tunisian Context. Asian
Economic and Social Society, 5(1), 1–12.
https://doi.org/10.18488/journal.1006/2015.5.1/1006.1.1.12.
Budhiman, I. 2019. KPK Soroti Kepatuhan Pajak Sektor Industri Kelapa Sawit.
https://kabar24.bisnis.com/read/20190716/16/1124995/kpk-soroti-kepatuhan-
pajak-sektor-industri-kelapa-sawit. diakses pada 25 Februari 2020.
115
Budiman, J., & Setiyono. (2012). Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Jurnal Akuntansi.
Cahyono, D. D., Andini, R., & Raharjo, K. (2016). Pengaruh Komite Audit,
Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris, Ukuran Perusahaan, Laverage,
Dan Profitabilitas, Terhadap Tindakan Penghindaran Pajak Pada Perusahaan
Perbankan Yang Listing Di BEI Periode Tahun 201-2013. Journal of
Accounting, 2(2).
Campbell, K., & Minguez-Vera, A. (2014). Gender Diversity in the Boardroom
and Firm Financial Performance. Journal Og Business Ethics, (February
2008). https://doi.org/10.1007/s10551-007-9630-y
Carter, D. A., Souza, F. D., Simkins, B. J., & Simpson, W. G. (2010). The Gender
and Ethnic Diversity of US Boards and Board Committees and Firm. 18(5),
396–414. https://doi.org/10.1111/j.1467-8683.2010.00809.x
Cheisviyanny, C., & Rinaldi. (2015). Pengaruh Profitabilitas , Ukuran
Perusahaan Dan Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance ( Studi
Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-
2013 ).
Chen, S., Chen, X., Cheng, Q., & Shevlin, T. (2010). Are Family Firms More Tax
Aggressive Than Non-Family Firms? Journal of Financial Economics, 95(1),
41–61. https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2009.02.003
Chu, W. (2009). Family Ownership And Firm Performance: Influence of Family
Management, Family Control, And Firm Size. (28), 833–851.
https://doi.org/10.1007/s10490-009-9180-1
Claessens, S., Djankov, S., & Lang, L. H. P. (1999). The Separation of Ownership
and Control in East The separation of ownership and control in East Asian
Corporations ଝ. 58(November), 81–114. https://doi.org/10.1016/S0304-
405X(00)00067-2
Croson, R., & Gneezy, U. (2009). Gender Differences in Preferences. Journal of
Economic Literature, 47(2), 1–27.
Darmayasa, N., & Hardika, N. S. (2011). Perencanaan Pajak dari Aspek Rasio
Total Benchmarking, Kebijakan Akuntansi, dan Administrasi Sebagai
Strategi Penghematan Pajak. Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, 7(3), 162–
169.
Deldago, F. J., Fernandez-rodriguez, E., & Martinez-arias, A. (2012). Size and
other Determinants of Corporate Effective Tax Rates in US Listed
Companies. International Research Journal of Finance and Economics, (98),
160–167.
Desai, M. A., & Dharmapala, D. (2007). Tax and Corporate Governance: An
Economic. 383.
116
Dewi, N. N. K., & Jati, I. K. (2014). Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik
Perusahaan, Dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Tax
Avoidance Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 6(2), 249–260.
Direktorat Jendral Pajak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi
Undang-Undang. , (2009).
E.T. 2016. https://pengampunanpajak.com/2016/10/31/spv-dan-pajak-kelapa-
sawit/. SPV dan Pajak Kelapa Sawit. diakses pada 25 Februari 2020.
Faccio, M., & Lang, L. H. P. (2002). The Ultimate Ownership of Western
European. Journal of Financial Economics, 65, 365–395.
Fallan, L. (1999). Gender, Exposure to Tax Knowledge, and Attitudes Towards
Taxation; An Experimental Approach. Journal of Business Ethics, 18, 173–
184.
Feranika, A., Mukhzarudfa, & Aurora, T. L. (2014). Pengaruh Kepemilikan
Institusional, Dewan Komisaris Independen, Kualitas Audit, Karakter
Eksekutif, Dan Laverage Terhadap Tax Avoidance. (2), 31–39.
Francis, B., Hasan, I., Park, J. C., & Wu, Q. (2014). Gender Differences in
Financial Reporting Decision-making: Evidence From Accounting
Conservatism.
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBS SPSS 25
(9th ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Globalwitness. (2019). Pengalihan Uang Batu Bara Indonesia: Bagaimana
Sejumlah Besar Uang Batu Bara Dipindahkan Ke Lepas Pantai dan
Menghilang.
Hadi, J., & Mangoting, Y. (2014). Pengaruh Struktur Kepemilikan dan
Karakteristik Dewan Terhadap Agresivitas Pajak. Tax & Accounting Review,
4(2), 1–10.
Hanum, H. R., & Zulaikha. (2013). Pengaruh Karakteristik Corporate Governance
Terhadap Effective Tax Rate. Diponegoro Journal of Accounting, 2(2), 1–10.
Hartono, J., & Abdillah, W. (2014). Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least
Square) Penelitiain Empiris. Yogyakarta: BPFE.
Haruman, T. (2008). Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan
Keuangan dan Nilai Perusahaan.
Hidayanti, A. N., & Laksito, H. (2013). Pengaruh Antara Kepemilikan Keluarga
dan Corporate Governance terhadap Tindakan Pajak Agresif. Diponegoro
Journal of Accounting, 2(2), 1–12.
117
Jensen, M. C., & Meckling, H. W. (1976). Theory Of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs, And Ownership Structure. Journa of Financial
Economics, 3, 305–360.
Kastlunger, B., Dressler, S. G., Kirchler, E., Mittone, L., & Voracek, M. (2010).
Sex Differences in Tax Compliance: Differentiating Between Demographic
Sex, Gender-role Orientation, and Prenatal Masculinization (2D : 4D).
Journal of Economic Psychology, 31(4), 542–552.
https://doi.org/10.1016/j.joep.2010.03.015
Khan, M., Srinivasan, s., & Tan, L. (2017). Intitutional Ownership and Tax
Avoidance: New Evidence. The Accounting Review. 92(2). 101-122. DOI:
10.2308/accr-51529.
Khaoula, A., & Ali, Z. M. (2012). The Board of Directors and The Corporate Tax
Planning: Empirical Evidence From Tunisia. International Journal of
Accounting and Financial Repoarting, 2(2), 142–157.
https://doi.org/10.5296/ijafr.v2i2.2525
Khumairoh, F., Solikhah, B., & Yulianto, A. (2017). Praktik Penghindaran Pajak
Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XX, 1–
20. Jember.
Komarudin, A., Imam, S., & Atmini, S. (2007). Investigasi Motivasi dan Strategi
Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal TEMA, 8(1),
37–55. https://doi.org/10.18202/tema.v8i1.106
Kurniasih, T., & Sari, M. M. R. (2013). Pengaruh Return on Assets, Leverage,
Corporate Governance, Ukuran Peruashaan, dan Kompensasi Rugi
FiskalPada Tax Avoidance. Jurnal Akuntasni, 18(1), 58–66.
Kusumastuti, S., Supatmi, & Sastra, P. (2007). Pengaruh Board Diversity
Terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Journal
of Accounting, 9(2), 88–98.
Lanis, R., & Richardson, G. (2012). Corporate social responsibility and tax
aggressiveness : An empirical analysis. Journal of Accounting and Public
Policy, 31(1), 86–108. https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2011.10.006
Luckerath-Rovers, M. (2011). Women on Boards and Firm Performance. 491–
509. https://doi.org/10.1007/s10997-011-9186-1
Maraya, A. D., & Yendrawati, R. (2016). Pengaruh Corporate Governance dan
Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Tax Avoidance: Studi
Empiris Pada Perusahaan Tambang dan CPO. Jurnal Akuntansi & Auditing
Indonesia, 20(2), 147–160.
Merslythalia, D. R., & Lasmana, M. S. (2016). Pengaruh Kompetensi Eksekutif,
Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen, dan Kepemilikan Institusional
Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 11(2), 117–
124. https://doi.org/https://doi.org/10.24843/JIAB.2016.v11.i02.p07.
118
Mumtahanah, S.N. & Septiani, A. (2017). Pengaruh Pengungkapan Corporate
Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak Dengan Moderasi
Kepemilikan Saham Oleh Keluarga. Diponegoro Juornal of Accounting.
6(4). 1-13.
Mustami, A.A. 2016. Diduga Demi Menghindri Pajak Hampir Semua Grup
Perusahan Besar Punya SPV Siapa Sajakah Mereka?.
https://www.tribunnews.com/bisnis/2016/03/23/diduga-demi-menghindari-
pajak-hampir-semua-grup-perusahaan-besar-punya-spv-siapa-sajakah-
mereka diakses pada 17 Februari 2020.
_________. 2016. Nyaris Semua Grup Besar Memiliki SPV.
https://nasional.kontan.co.id/news/nyaris-semua-grup-besar-memiliki-spv
diakses pada 17 Februari 2020
Nagoro, M.W. 25% Tarif PPh Badan Anomali?
https://www.pajak.go.id/artikel/25-tarif-pph-badan-anomali. diakses pada 15
Februari 2020.
Ngadiman, & Puspitasari, C. (2014). Pengaruh Leverage, Kepemilikan
Institusional, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak. Jurnal
Akuntansi, XVIII(03), 408–421.
Nugraha, N. B., & Meiranto, W. (2015). Pengaruh Corporate Social
Responsibility, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Capital
Intensity Terhadap Agresivitas Pajak. Diponegoro Journal of Accounting,
4(4), 1–14.
Nuraeni, A. 2015. Indonesia Darurat uang Ilegel.
https://pwypindonesia.org/id/indonesia-darurat-aliran-uang-ilegal/. diakses
pada16 Februari 2020.
_________. 2015. Jangan Ampuni Perusahaan tambang Pelaku Kejahatan
Perpajakan!!!. https://pwypindonesia.org/id/jangan-ampuni-perusahaan-
tambang-pelaku-kejahatan-perpajakan/ diakses pada 16 Februari 2020.
Nurfadilah, Mulyati, H., Purnamasari, M., & Niar, H. (2016). Pengaruh Leverage,
Ukuran Perusahaan, dan Kualitas Audit Terhadap Penghindaran Pajak ( Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2011-2015 ). Seminar Nasional Dan The 3rd Call for Syariah Paper,
441–449.
Nuryati. (2015). Feminisme dalam kepemimpinan.
Oyenike, O., Olayinka, E., & Emeni, F. (2016). Female Directors and Tax
Aggressiveness of Listed Banks in Nigeria. 3rd International Conference on
African Development Issues, 293–299.
Pasopati, G dan Armenia, R. 2016. PWYP: Uang ‗Haram‘ di Indonesia Terbanyak
ke7 sedunia https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160410175751-78-
122923/pwyp-uang-haram-di-indonesia-terbanyak-ke-7-sedunia diakses pada
119
16 Februari 2020.
Perkasa, A. 2017. KPK Temukan 63 Ribu Wajib Pajak Industri Sawit Kemplang
Pajak. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170503174824-12-
212023/kpk-temukan-63-ribu-wajib-pajak-industri-sawit-kemplang-pajak.
diakses pada 25 Februari 2020.
_________. 2018. Perusahaan Sawit ‗Pengemplang‘ Pajak Mulai Ditelusuri.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180329151416-532-
286858/perusahaan-sawit-pengemplang-pajak-mulai-ditelusuri diakses pada
25 Februari 2020.
Pohan, C. A. (2013). Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan
Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Porta, R. L. A., Lopez-de-silanes, F., & Shleifer, A. (1999). Corporate Ownership
Around the World. The Journal of Finance, LIV(2), 471–581.
Pradana, A.B. & Ardiyanto, D. (2017). Pengaruh Karakteristik Pengawasan
Dewan Komisaris Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan. Diponegoro
Journal of Acconting. 6(4). 1-9.
Prameswari, F. (2017). Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak
Dengan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Moderasi. 3(4).
Praptidewi, L. P. M., & Sukartha, I. M. (2016). Pengaruh karakteristik EKsekutif
dan Kepemilikan Keluarga Pada TaxAvoidance Perusahaan. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 17(1), 426–452.
Pratiwi, A. P. (2018). Pengaruh Kepemilikan Institusional Dan Kinerja Keuangan
Terhadap Penghindaran Pajak Dengan Corporate Sosial Responsibility
Sebagai Pemediasi Kepemilikan Institusional Dan Kinerja Keuangan
Terhadap Penghindaran Pajak Dengan Corporate Sosial Responsibility.
9(2), 57–67.
Purba, H. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas
Pajak Dengan Kepemilkan Keluarga Sebagai Variabel Pemoderasi. Profita.
10(2).
Puspita, S. R., & Harto, P. (2014). Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Terhadap
Pengjindaran Pajak. Diponegoro Journal of Accounting, 3(2), 1–13.
Putri, A. A., & Lawita, N. F. (2019). Pengaruh Kepemilikan Institusional dan
Kepemilikan Manajerial Terhadap Penghindaran Pajak. Jurnal Akuntasni
Dan Ekonomika, 9(1), 68–76.
Putri, S. E. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Returm On Asset (ROA),
Leverange Dan Intensitas Modal Terhadap Tarif Pajak Efektif. 3(1), 1506–
1519.
Rachmawati, A., & Triatmoko, H. (2007). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitsa Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional
120
Akuntansi X, 1–26. Makassar.
Rahimipour, A. (2017). Investigation of the Impact of Women‘s Representation
and Participation on Board of Directors on Tax Avoidance in Listed
Companies on the Tehran Stock Exchange ( TSE ). Specilaity Journal of
Accounting and Economics, 3(2), 12–22.
Rego, S. O., & Wilson, R. (2012). Equity Risk Incentives and Corpoarte Tax
Aggressiveness. Journal of Accounting Research, 50(3), 775–811.
https://doi.org/10.1111/j.1475-679X.2012.00438.x
Rengganis & Putri. (2018). Pengaruh Corporate Goevrnance dan Pengungkapan
Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana. 24(2), 871-898.
Richardson, G., & Lanis, R. (2007). Determinants of the Variability in Corporate
Effective Tax Rates and Tax Reform: Evidence From Australia. Journal of
Accounting and Public Policy, 26, 689–704.
https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2007.10.003
Richardson, G., Taylor, G., & Lanis, R. (2016). Women on the Board of Directors
and Corporate Tax Aggressiveness in Australia: An Empirical Analysis.
Accounting Research Journal, 29(3).
Ridwan, Y., Zaitul, & Yulistia, R. (2015). Pengaruh Gender Diversity Dalam
Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independe, Ukuran Dewan Komisaris
Terhadap Perencanaan Pajak. Jurnal Akuntansi.
Rosidy, D., & Nugroho, R. (2019). Pengaruh Komisaris Independen Dan
Kompensasi Eksekutif Terhadap Agresivitas Pajak. Info Artha, 3(1), 55–65.
https://doi.org/10.31092/jia.v3i1.563
Rusydi, M. K., & Martani, D. (2014). Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap
Aggressive Tax Avoidance. 1–19.
Ryan, N. 2017. Pemrpov Papua Minta Freeport Lunasi Pajak Air Permukaan.
https://tirto.id/pemprov-papua-minta-freeport-lunasi-pajak-air-permukaan-
cxmN diakses pada 17 Februari 2020.
Sari, D. K., & Martani, D. (2010). Ownership Characteristics, Corporate
Governance, and tax Aggrssiveness. Accounting Conference Doctoral
Colloquium, 27–28.
Sartori, N. (n.d.). Effects of Stratight Tax Behaviors on Corporate Governance.
Selviani, Rr., Supriyanto, J., & Fadillah, H. (2019). Pengaruh Ukuran Perusahaan
dan Leverage Terhadap Penghindaran Pajak. Jurnal Akuntansi, 1–15.
Setyawan, S., Endang, D. W., & Juanda, A. (2019). Kebijakan Keuangan Dan
Good Corporate Governance Terhadap Agresivitas Pajak. Jurnal Reviu
Akuntansi Dan Keuangan, 9(3), 327–342.
https://doi.org/10.22219/jrak.v9i3.65
121
Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1997). A Survey of Corporate Governance. The
Journal of Fiance, LII(2), 737–783.
Sidanti, H., & Cornaylis, V. (2018). Pengaruh Agresivitas Pajak Terhadap Nilai
Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris
Perusahaan Manufaktur Sektor Pertanian Subsektor Perkebunan Di Bei).
Inventory: Jurnal Akuntansi, 1(2), 201.
https://doi.org/10.25273/inventory.v1i2.2440
Simanjuntak, A. (2007). Prinsip-Prinsip Manajemen Bisnis Keluarga (Family
Business) Dikaitkan Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (PT).
Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 12(2), 113–121.
Siregar, B. (2008). Ekspropriasi Melalui Utang Dalam Struktur Kepemilikan
Ultimat. Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia (Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada), 23(4), 431–453.
https://doi.org/10.22146/jieb.6315
Siregar, R., & Widyawati, D. (2016). Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap
Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Ilmu Dan
Riset Akuntansi, 5(2).
Solikin, A. (2016). Pengampunan Pajak, Perusahaan Cangkang, dan Kawasan
Ekonomi Khusus.
Steijvers, T., & Niskanen, M. (2014). Tax Aggressiveness in Private Family
Firms: An Agency Perspective. Journal of Family Business Strategy.
https://doi.org/10.1016/j.jfbs.2014.06.001
Streefland, I.M. (2016). Gender Board Diversity and Corporate Tax Avoidance.
Erasmus School of Economics.Thesis.
Sunarto, & Budi, A. P. (2009). Pengaruh Leverage, Ukuran Perusahaan dan
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Profitabilitas. 6(1), 86–103.
Sunaryo, S. (2016). Effect of Family Ownership towards Tax Aggressiveness on
Food and Beverages Industrial Company Listed in Indonesia Stock
Exchange. Binus Business Review, 7(1), 53.
https://doi.org/10.21512/bbr.v7i1.1450
Suprimarini, N.D. & Suprasto, H. (2017). Pengaruh Corporate Social
Responsibility, Kualitas Audit, dan Kepemilikan Institusional Pada
Agresivitas Pajak. E-Jurnal AKuntasni Universitas Udayana. 19(2), 1349-
1377.
Supriyanto, A., Es, G., dan Rina, D. 2007. Kasus Asian Agri Harus Lewat Jalur
Hukum. https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/114443/kasus-
asian-agri-harus-lewat-jalur-hukum diakses pada 25 Februari 2020.
Surya, E. I., & Wuryani, E. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,
Likuiditas, Produktivitas, dan Leverage Terhadap Peningkatan Obligasi.
122
Surabaya.
Surya, I., & Ystiavandana, I. (2008). Penerapan Good Corporate Governance
Mengesampingkan Hak-hak Intimewa dan Kelangsungan Usaha. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sutedi, A. (2011). Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika.
Suwito, E., & Herawaty, A. (2005). Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan
Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. SNA VIII, (September), 15–16. Solo.
Swingly, C., & Sukartha, I. M. (2015). Pengaruh Karakteristik Eksekutif, KOmite
Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales Growth Pada Tax Avoidance.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10(1), 47–62.
Tiaras, I., & Wijaya, H. (2015). Pengaruh likuiditas,. Jurnal Akuntansi, XIX(03),
380–397.
Torgler, B. & Valev, N.T. (2010). Gender and Public Attitudes Toward
Corrpution and Tax Evasion. Article in Contemporary Economic Policy.
DOI: 10.1111/j.1465-7287.2009.00188.
Villalonga, B., & Amit, R. (2006). How Do Family Ownership, Control and
Management Affect Firm Value? Journal of Financial Economics, 80(2),
385–417.
Wibowo, E. (2010). Implementasi Good Corporate Governance di Indonesia.
Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan, 10(2), 129–138.
Widiasmara, A., Novitasari, M., & Hasanah, K. (2017). Pengaruh Firms Size
Terhadap Aggressive Tax Avoidance Corporate Governance Sebagai
Variabel Moderating. (2013), 322–327.
Widuri, R., Anugrah, Y., Yumico, & Laurentina, C. (2019). The Effect of Family
Ownershipto Tax Aggressiveness With Good Corporate Governance and
Transparancy as Moderating Variabel. Journal of Economics Aadn Business,
2(1), 163–171. https://doi.org/10.31014/aior.1992.02.01.76
Wijaya, M. (2009). Analisis Praktik Perataan Laba Pada Industri Real Estate dan
Properti yang Bereputasi Baik di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi
Kontemporer, 1(2), 185–208.
Wijayanti, Y. C., & Merkusiwati, N. K. L. A. (2017). Pengaruh Proporsi
KOmisaris Independen,Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan
pada Penghindaran Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 20(1),
699–728.
Winarsih, R., Prasetyono, & Kusufi, M. S. (2014). Pengaruh Good Corporate
Governance dan Corporate Sosial Responsibility Terhadap Tindakan Pajak
Agresif. 1–22.
123
Winasis, S. E., & Yuyetta, E. N. A. (2017). Pengaruh Gender Diversity Eksekutif
Terhadap Nilai Perusahaan, tax Avoidance Sebagai variabel Intervening.
Diponegoro Journal of Accounting, 6(1), 1–14.
Wirawan, I. G. H. K., & Sukartha, I. M. (2018). Pengaruh Kepemilikan Keluarga
dan Ukuran Perusahaan Pada Agresivitas Pajak dengan Corporate
Governance Sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 23(1), 595–625.
Yogiswari, N.K. & Ramantha I. (2017). Pengaruh Likuiditas dan Corporate
Social Responsibility Pada Agresivitas Pajak Dengan Corporate Governance
Sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
21(1). 730-759.
Yolanda, S. (2019). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Intensitas Aset Tetap dan
Kepemilikan Institusional Pada Agresivitas Pajak Dengan Corporate
overnance Sebagai Variabel Moderasi. UIN Suska Riau.
Yushita, A.N. (2010). Earnings Management Dalam Hubungan Dengan
Keagenan. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. 8(1). 53-62.
Zia, I. K., Pratomo, D., & Kurnia. (2018). Firm Size Dan Leverage Sebagai
Variabel Kontrol Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Riset Akuntansi
Kontemporer, 10(2), 67–73.
124
LAMPIRAN
Tabel Sampel Data Penelitian
No Kode Perusahaan
1 CTTH PT. Citatah Tbk
2 ELSA PT. Elnusa Tbk
3 RUIS PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
4 TINS PT. Timah Tbk
5 PTBA PT. Bukit Asam Persero
6 AALI PT. Astra Agro Lestari Tbk
7 DSNG PT. Dharma Satya Nusantara Tbk
8 LSIP PT. London Sumatra Indonesia Tbk
9 SGRO PT. Sampoerna Agro Tbk
10 SSMS PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
Sumber: Output SPSS yang diolah
125
Tabulasi Data Sampel Penelitian
No Tahun Perusahaan X1 X2 X3 X4 Z Y X1*Z X2*Z X3*Z X4*Z
1 2014 CTTH 26,626 0,522 1 1 0,333 0,000 8,875 0,174 0,333 0,333
2 2014 ELSA 29,077 0,679 0 0 0,400 -0,253 11,631 0,271 0,000 0,000
3 2014 RUIS 27,865 0,399 0 1 0,333 -0,285 9,288 0,133 0,000 0,333
4 2014 TINS 29,909 0,264 0 0 0,400 -0,338 11,963 0,106 0,000 0,000
5 2014 PTBA 30,326 0,847 0 0 0,333 0,245 10,109 0,282 0,000 0,000
6 2014 AALI 30,552 0,797 0 0 0,333 -0,290 10,184 0,266 0,000 0,000
7 2014 DSNG 29,602 0,550 1 0 0,333 -0,255 9,867 0,183 0,333 0,000
8 2014 LSIP 29,789 0,595 0 0 0,375 -0,229 11,171 0,223 0,000 0,000
9 2014 SGRO 29,330 0,850 0 0 0,500 -0,314 14,665 0,425 0,000 0,000
10 2014 SSMS 29,026 0,674 0 0 0,500 -0,252 14,513 0,337 0,000 0,000
11 2015 CTTH 27,130 0,524 1 1 0,333 0,586 9,043 0,175 0,333 0,333
12 2015 ELSA 29,114 0,683 0 0 0,400 -0,252 11,646 0,273 0,000 0,000
13 2015 RUIS 27,719 0,399 0 1 0,333 -0,391 9,240 0,133 0,000 0,333
14 2015 TINS 29,859 0,243 0 0 0,500 -0,396 14,929 0,121 0,000 0,000
15 2015 PTBA 30,458 0,843 0 0 0,333 -0,235 10,153 0,281 0,000 0,000
16 2015 AALI 30,700 0,797 0 0 0,400 -0,408 12,280 0,319 0,000 0,000
17 2015 DSNG 29,692 0,550 1 1 0,333 -0,291 9,897 0,183 0,333 0,333
18 2015 LSIP 29,811 0,596 0 1 0,333 -0,236 9,937 0,199 0,000 0,333
19 2015 SGRO 29,618 0,873 0 0 0,500 -0,354 14,809 0,437 0,000 0,000
20 2015 SSMS 29,573 0,674 0 0 0,500 -0,243 14,787 0,337 0,000 0,000
21 2016 CTTH 27,146 0,519 1 1 0,333 0,254 9,049 0,173 0,333 0,333
22 2016 ELSA 29,042 0,560 0 0 0,400 -0,240 11,617 0,224 0,000 0,000
23 2016 RUIS 27,610 0,280 0 1 0,333 -0,509 9,203 0,093 0,000 0,333
126
24 2016 TINS 29,887 0,086 0 0 0,500 -0,318 14,944 0,043 0,000 0,000
25 2016 PTBA 30,553 0,979 0 0 0,333 -0,013 10,184 0,326 0,000 0,000
26 2016 AALI 30,818 0,797 0 0 0,400 -0,043 12,327 0,319 0,000 0,000
27 2016 DSNG 29,733 0,800 1 1 0,375 -0,253 11,150 0,300 0,375 0,375
28 2016 LSIP 29,878 0,596 0 1 0,333 -0,239 9,959 0,199 0,000 0,333
29 2016 SGRO 29,330 0,890 0 0 0,333 0,722 9,777 0,297 0,000 0,000
30 2016 SSMS 29,600 0,674 0 0 0,333 -0,302 9,867 0,225 0,000 0,000
31 2017 CTTH 27,275 0,569 1 1 0,500 0,289 13,637 0,285 0,500 0,500
32 2017 ELSA 29,211 0,560 0 0 0,400 -0,232 11,684 0,224 0,000 0,000
33 2017 RUIS 27,590 0,322 0 1 0,333 -0,425 9,197 0,107 0,000 0,333
34 2017 TINS 30,106 0,878 0 0 0,400 -0,289 12,042 0,351 0,000 0,000
35 2017 PTBA 30,721 0,965 0 0 0,375 -0,263 11,521 0,362 0,000 0,000
36 2017 AALI 30,847 0,797 0 0 0,400 -0,281 12,339 0,319 0,000 0,000
37 2017 DSNG 29,752 0,765 1 1 0,300 -0,291 8,925 0,230 0,300 0,300
38 2017 LSIP 29,908 0,596 0 1 0,333 -0,241 9,969 0,199 0,000 0,333
39 2017 SGRO 29,755 0,891 0 0 0,333 -0,370 9,918 0,297 0,000 0,000
40 2017 SSMS 29,895 0,666 0 0 0,333 -0,277 9,965 0,222 0,000 0,000
41 2018 CTTH 27,324 0,584 1 1 0,500 0,551 13,662 0,292 0,500 0,500
42 2018 ELSA 29,364 0,560 0 0 0,400 -0,215 11,746 0,224 0,000 0,000
43 2018 RUIS 27,621 0,380 0 1 0,333 -0,393 9,207 0,127 0,000 0,333
44 2018 TINS 30,347 0,799 0 0 0,400 -0,250 12,139 0,319 0,000 0,000
45 2018 PTBA 30,816 0,980 0 0 0,333 -0,247 10,272 0,327 0,000 0,000
46 2018 AALI 30,922 0,797 0 0 0,250 -0,311 7,730 0,199 0,000 0,000
47 2018 DSNG 30,094 0,762 1 1 0,333 -0,293 10,031 0,254 0,333 0,333
48 2018 LSIP 29,937 0,596 0 0 0,333 -0,210 9,979 0,199 0,000 0,000
49 2018 SGRO 29,830 0,861 0 0 0,333 -0,555 9,943 0,287 0,000 0,000
50 2018 SSMS 30,055 0,640 0 0 0,500 -0,745 15,028 0,320 0,000 0,000
127
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 ,579a ,336 ,260 ,23684 ,336 4,446 5 44 ,002
a. Predictors: (Constant), CG, SIZE, FAM OWN, INST OWN, GENDER
b. Dependent Variable: TAX
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1,247 5 ,249 4,446 ,002b
Residual 2,468 44 ,056
Total 3,715 49
a. Dependent Variable: TAX
b. Predictors: (Constant), CG, SIZE, FAM OWN, INST OWN, GENDER
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 3,379 1,351 2,502 ,016
128
SIZE -,130 ,044 -,538 -2,918 ,006 ,445 2,247
INST OWN ,456 ,208 ,340 2,188 ,034 ,625 1,601
FAM OWN ,247 ,109 ,363 2,278 ,028 ,594 1,683
GENDER -,138 ,116 -,239 -1,183 ,243 ,369 2,707
CG -,169 ,576 -,040 -,293 ,771 ,797 1,254
a. Dependent Variable: TAX
Colinearity Statistics
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
SIZE ,445 2,247
INST OWN ,625 1,601
FAM OWN ,594 1,683
GENDER ,369 2,707
CG ,797 1,254
129
Hasil Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Value -,01995
Casses < Test Value 25
Casses >= Test Value 25
Total Casses 50
Number of Runs 29
Z 0,857
Asymp. Sig (2-tailed) 0,391
Sumber: Data SPSS yang diolah
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 50
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,22443376
Most Extreme
Differences
Absolute ,117
Positive ,117
Negative -,104
Test Statistic ,117
Asymp. Sig. (2-tailed) ,087c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
130
131
132